Anda di halaman 1dari 18

Tugas terstruktur 1

KEPERAWATAN GERONTIK

“Penanganan Lansia Di Indonesia dan Luar Negri”

Dosen mata kuliah : Fitriyanti idrus,s.Kep,Ns,M.Kep

Oleh:

Kelompok 1

ANNISA ALZURA HUMAH 18144010106

VIRZHA QURAENI RIDWAN 18144010191

ROSITA MUHAMMAD 18144010071

YULAN ANHAR 18144010103

SALIM ABAS 18144010075

SONIA RETTOB 18144010090

SAFNI BASRI 18144010074

WIRDIYANI JAENAL 18144010101

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE

PRODI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJAR 2020-2021


RESUME

A. PENANGANAN PERMASALAHAN LANSIA DI


INDONESIA

Indonesia saat ini termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia dengan pertambahan jumlah penduduk yang tergolong cepat di dunia dan
merupakan peringkat keempat dunia setelah Cina, India dan Amerika (Suyono, 2006).
Pada tahun 2020 jumlah penduduk lansia diproyeksikan akan meningkat menjadi 28,8
juta atau sebesar 11,34% dari 326,6 juta jumlah penduduk, dengan UHH yaitu 71,1 tahun.
(BPS, 2007).

Kondisi sosial dan kesehatan lansia di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah


lansia terlantar sebesar 2,7 juta (15% dari jumlah total penduduk lansia), yang tidak
mendapatkan perawatan dari keluarga dan masyarakat. Dari aspek kesehatan
menunjukkan kecenderungan angka kesakitan lansia mengalami peningkatan yaitu tahun
2003 sebesar 28,48% meningkat menjadi 31,11% pada tahun 2007 (BPS, 2009).
Boonyakawee (2006) menemukan sebesar 87% lansia mengalami ketidakmampuan
akibat penyakit yang berdampak terhadap meningkatnya ketergantungan lansia kepada
keluarga.

Banyak di antara negaranegara berkembang belum optimal mengimplementasikan


program maupun kebijakan pelayanan kesehatan dan sosial untuk lansia. Bahkan
dukungan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada penduduk lansia masih minimal.
Selain itu para lansia juga mendapatkan sedikit perhatian dibandingkan dengan kelompok
usia lain maupun kelompok rawan lain seperti kelompok balita di masyarakat (Suyono,
2006). DiIndonesia, kebijakan dan program pemerintah yang menangani permasalahan
lansia dari berbagai departemen sudah ada, namun masih belum menjangkau esensi usaha
pemberdayaan lansia yang saling terintegrasi. Pemerintah kini mendorong terbentuknya
pelayanan penduduk lansia berbasis masyarakat melalui program pendampingan dan
perawatan sosial lansia di rumah (home care). Diharapkan keluarga dan masyarakat ikut
serta memberikan pelayanan kepada lansia di dalam keluarga dan lingkungannya sesuai
dengan budaya Indonesia.

Kebanyakan masyarakat Indonesia memandang bahwa dukungan keluarga yang


berupa pemberian bantuan dari anak kepada orang tua masih berperan sangat besar. Jika
dikaitkan dengan budaya Indonesia di mana budaya extended family masih berkembang,
memungkinkan lansia untuk tinggal bersama keluarga (anak, menantu, cucu atau anggota
keluarga lain). Keluarga merupakan sumber pendukung utama bagi lansia di masyarakat.
Efektivitas dukungan keluarga merupakan komponen kunci terhadap kesejahteraan
lansia. Hasil penelitian Karlikaya, et al. (2005) menggambarkan mayoritas caregiver
adalah pasangan dan anak usia dewasa.

Hasil penelitian ditemukan hanya tiga jenis dukungan yang diberikan caregiver
maupun masyarakat sekitar kepada lansia yaitu dukungan emosional, dukungan
penghargaan dan dukungan instrumental. Masih kurangnya dukungan informasi baik dari
keluarga dan masyarakat yang diberikan kepada lansia menunjukkan bahwa keluarga
maupun masyarakat belum memahami tentang penanganan lansia sehingga tidak mampu
memberikan informasi kesehatan terkait dengan masalah kesehatan serta pola hidup sehat
bagi lansia.

B. PENANGANAN PERMASALAHAN LANSIA DI


AMERIKA

Program PACE adalah penyedia layanan kesehatan yang secara langsung


mempekerjakan berbagai profesional perawatan kesehatan yang komprehensif (dokter,
perawat, terapis fisik, pekerja sosial, dll.) Untuk memberikan perawatan kepada lansia
yang lemah — mereka diganti dengan tarif tetap per anggota per bulan ( atau pembayaran
kapitasi) dan, sebagai imbalan atas pembayaran tetap ini, bertanggung jawab untuk
menyediakan semua layanan kesehatan, bahkan hingga transportasi.
PACE dikembangkan oleh OnLok (Kanton untuk "damai dan bahagia tempat
tinggal") Senior Kesehatan Services, sebuah organisasi non-profit yang diluncurkan pada
awal tahun 1970 di Chinatown - Pantai Utara wilayah San Francisco ,
California. [2] Dengan dana penelitian dan demonstrasi dari Administrasi AS tentang
Penuaan, On Lok membuka pusat kesehatan dewasa pada tahun 1972, meniru
model rumah sakit British Dayprogram. Pada tahun 1978, mereka memperluas model
untuk memasukkan perawatan medis lengkap dan dukungan sosial untuk orang tua yang
lemah dan menerima keringanan federal pada tahun 1979 yang memungkinkan
penggantian dari Medicare untuk semua layanan kesehatan rawat jalan dan yang
berhubungan dengan kesehatan. Pada tahun 1980 layanan rawat inap ditambahkan,
termasuk asuhan keperawatan terampil dan rawat inap akut. Amandemen Undang-
Undang Jaminan Sosial tahun 1983 dengan ketentuan bahwa On Lok diberi wewenang
untuk menguji sistem pembiayaan berbasis risiko yang melibatkan Medicare , Medicaid,
dan pembayaran pribadi. Hibah besar dari Robert Wood Johnson Foundation , John A.
Hartford Foundation, dan Yayasan Penelitian Pensiun menjamin kegiatan penelitian dan
pengembangan untuk mendukung demonstrasi ini. Kongres memperpanjang pengabaian
On Lok tanpa batas waktu (1985) dan memberikan keringanan untuk replikasi model di
10 lokasi (1986). Dukungan ini memungkinkan On Lok memberikan bantuan teknis
untuk membantu situs baru mengembangkan dan membuat database lintas situs untuk
melacak kinerja. Pada tahun 1990 situs replikasi pertama menerima keringanan Medicare
dan Medicaid sebagai program demonstrasi dan model ini dikenal sebagai "Program
Perawatan Semua-Termasuk untuk Lansia" atau PACE. The Anggaran UU Seimbang
1997(PL 105-33, Bagian 4801-4804) menetapkan PACE sebagai bagian permanen dari
program Medicare dan opsi di bawah program Medicaid negara bagian. Program
demonstrasi PACE yang ada menjadi penyedia PACE permanen pada tahun 2003.
Undang-Undang Pengurangan Defisit (DRA) tahun 2005 mengesahkan inisiatif PACE
Pedesaan dan pada tahun 2006 Pusat Layanan Medicare dan Medicaid (CMS)
mengumumkan 15 penerima hibah PACE pedesaan.
Per September 2018, ada 134 program PACE yang beroperasi di 31 negara
bagian. Yang terbesar memiliki lebih dari 2.500 pendaftar lanjut usia yang lemah, tetapi
sebagian besar rata-rata melayani beberapa ratus.

Karena program PACE hanya melibatkan mereka yang sangat lemah dan tidak
mampu, mereka persis seperti populasi pasien yang pencegahan dan promosi
kesehatannya membuat perbedaan. Sebagian besar pasien PACE memiliki beberapa
diagnosis, dengan rata-rata lebih dari 7 diagnosis per anggota. Di antara yang paling
umum adalah masalah jantung, diabetes , hipertensi , dan penyakit pembuluh
darah . Program PACE memiliki insentif yang kuat untuk membantu menjaga anggotanya
sesehat mungkin — pasien mereka, jika dibiarkan tanpa perawatan, kemungkinan besar
membutuhkan perawatan akut dan perawatan di rumah yang ekstensif, yang harganya
sangat mahal. Jadi program PACE cenderung menyediakan layanan pencegahan tingkat
tinggi, seperti pemeriksaan yang sangat sering, program olahraga, pemantauan pola
makan, program untuk meningkatkan kekuatan dan keseimbangan, dll.

Program PACE mengatur layanan mereka dalam "PACE Center". Pusat-pusat ini


cenderung memiliki Pusat Kesehatan Harian, kantor dokter, perawatan, layanan sosial
dan layanan rehabilitasi, bersama dengan staf administrasi, semuanya dalam satu
lokasi. Anggota menghadiri pusat-pusat dari jarang sampai 7 hari seminggu, tergantung
pada rencana perawatan mereka. Perencanaan perawatan dilakukan dengan anggota, tim
perawatannya, dan anggota keluarga yang sesuai; sebagian besar anggota hadir sekitar 2
hari per minggu Program perawatan lengkap untuk lansia (PACE) adalah program di
amerika serikat yang menyediakan layanan kesehatan komprehensif untuk individu
berusia 55 tahun ke atas yang cukup lemah untuk dikategorikan sebagai “panti jompo
yang memenuhi syarat” oleh program Medicaid Negara bagian mereka .kelayakan untuk
PACE mengharuskan individu berusia 55 tahun atau lebih,disertifikasi oleh negara untuk
membutuhkan perawatan tingkat rumah jompo,tinggal di dekat program PACE ,dan dapat
hidup aman komunitas.Layanan mencangkup perawatan medis primer dan khusus
keperawatan ,layanan social ,terapi pekerjaan fisik ,ucapan,rekreasi,dll.
Obat –obatan layanan pusat kesehatan siang hari ,perawatan di rumah ,transportasi
terkait kesehatan ,modifikasi kecil ke rumah ,transportasi terkait kesehatan,modifikasi
kecil ke rumah untuk mengakomodasi kecatatan,dan hal lain yang menurut program

diperlukan secara medis untuk memasimalkan kesehatan anggota.

Jadi program PACE cenderung menyediakan layanan pencegahan tingkat


tinggi ,seperti pemeriksaan yang sangat sering ,program olahraga ,pemantauan pola
makan,program untuk meningkatkan kekuatan dan keseimbangan ,dll.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan lansia di


Indonesia kebijakan dan program pemerintah yang menangani permasalahan lansia dari
berbagai departemen sudah ada, namun masih belum menjangkau esensi usaha
pemberdayaan lansia yang saling terintegrasi. Pemerintah kini mendorong terbentuknya
pelayanan penduduk lansia berbasis masyarakat melalui program pendampingan dan
perawatan sosial lansia di rumah (home care). Diharapkan keluarga dan masyarakat ikut
serta memberikan pelayanan kepada lansia di dalam keluarga dan lingkungannya sesuai
dengan budaya Indonesia.

Merawat lansia di rumah merupakan bentuk tanggung jawab caregiver sebagai


anak kepada orang tua. Adanya keterbatasan fi sik dan psikologis yang dialami lansia
juga merupakan alasan dalam merawat lansia. Keluarga mempersepsikan beban dalam
merawat lansia melalui karakteristik beban yaitu beban fisik, psikologis, sosial dan fi
nansial. Beban yang paling besar dialami keluarga yaitu beban psikologis karena
perubahan emosi yang dialami lansia. Nilainilai budaya yang dipersepsikan keluarga.

Sedamgkan pelayanan di Amerika menyediakan layanan kesehatan komprehensif


untuk individu berusia 55 tahun ke atas yang cukup lemah untuk dikategorikan sebagai
“panti jompo yang memenuhi syarat” oleh program Medicaid Negara bagian mereka
.kelayakan untuk PACE mengharuskan individu berusia 55 tahun atau lebih,disertifikasi
oleh negara untuk membutuhkan perawatan tingkat rumah jompo,tinggal di dekat
program PACE ,dan dapat hidup aman komunitas.Layanan mencangkup perawatan medis
primer dan khusus keperawatan ,layanan social ,terapi pekerjaan fisik
,ucapan,rekreasi,dll.
PENGALAMAN KELUARGA DALAM PENANGANAN LANJUT USIA DI
MASYARAKAT DARI ASPEK BUDAYA INDONESIA
(Family Experience in Handling the Elderly in Cultural Aspects of Indonesia)

Ni Made Riasmini*, Junaiti Sahar**, Yeti Resnayati*


* Politeknik Kesehatan Kemenkes
Jakarta III
** Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia
E-mail: maderiasmini@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pendahuluan: Budaya extended family masih berkembang di Indonesia yang
memungkinkan lanjut usia (lansia) tinggal bersama keluarga dan umumnya lansia masih
mempunyai kedudukan yang cukup tinggi sebagai orang tua yang harus dihargai dan
dihormati. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman
keluarga dalam penanganan lansia dari aspek budaya Indonesia. Metode: Desain yang
digunakan adalah fenomenologi deskriptif. Partisipan adalah caregiver utama yang
merawat lansia berjumlah 10 orang. Data dianalisis menggunakan teknik Collaizi. Hasil:
Teridentifi kasi 4 tema yaitu: 1) alasan merawat karena tanggung jawab yaitu tugas sebagai
anggota keluarga, balas budi, kepuasan, caregiver utama, kedekatan dan kasihan., 2) beban
merawat yaitu beban fi sik, psikologis, sosial dan fi nansial, 3) persepsi tentang nilai
budaya yaitu kedudukan dan peran lansia dalam keluarga, dan 4) dukungan dalam merawat
yaitu dukungan keluarga dan masyarakat. Diskusi: Keluarga sebagai sistem pendukung
utama bagi lansia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam merawat lansia sesuai
nilai budaya Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang kebutuhan keluarga sebagai caregiver dalam merawat lansia sehingga dapat
didesain bentuk intervensi pemberdayaan keluarga yang tepat sesuai budaya Indonesia.

Kata kunci: caregiver, nilai budaya, beban merawat, dukungan sosial, lansia

ABSTRACT
Introduction: Extended family culture still exists in Indonesia, and this makes it possible
for an elderly person to live with a family. In Indonesia, generally an elderly person is
highly respected. This research is meant to gain a picture of an experience that a family
has in taking care of an elderly person from the aspect of Indonesian culture. Method: The
design implemented is descriptive phenomenology. The participant is the main caregiver
taking care of 10 elderly people. The data is analyzed using Collaizi technique. Result:
This research have been identifi ed 4 themes i.e. 1) the reason for doing it is to fulfi ll the
tasks as a member of a family, to reciprocate, to have satisfaction, but for the main
caregiver it is just because of closeness and pity, 2) the burden of caring is physical,
psychological, social and fi nancial, 3) the perception about culture value is the position
and role of the elderly person in the family, and 4) the support or encouragement is
obtained from the family and the community. Discussion: The conclusion is that a family
as the main supporting system for the elderly people possesses big responsibility in caring
the elderly in accordance with the value of culture in Indonesia. The results of the
research are expected to give information about the need of a family as the caregiver in
98
Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Lanjut Usia (Ni Made Riasmini, dkk.)

caring the elderly so that a proper intervention form of family enforcement according to
the Indonesian culture can be designed.

Key words: caregiver, culture value, caregiver burden, social support, elderly

PENDAHULU extended family masih berkembang,


AN memungkinkan lansia untuk tinggal
Indonesia saat ini termasuk negara bersama keluarga (anak, menantu, cucu
yang memasuki era penduduk berstruktur atau anggota keluarga lain). Liu (2009)
lanjut usia dengan pertambahan jumlah menemukan bahwa lansia dalam
penduduk yang tergolong cepat di dunia masyarakat tradisional di Asia masih
dan merupakan peringkat keempat dunia tinggal dengan keluarga. Pada masyarakat
setelah Cina, India dan Amerika (Suyono, Taiwan, 83% lansia tinggal dengan
2006). Pada tahun 2020 jumlah penduduk keluarga. Di Thailand dan Philipina
lansia diproyeksikan akan meningkat sebanyak 92% lansia tinggal dengan
menjadi 28,8 juta atau sebesar 11,34% keluarga, 83% di Cina, 82% di Malaysia
dari 326,6 juta jumlah penduduk, dengan dan 69% di Jepang.
UHH yaitu 71,1 tahun. (BPS, 2007). Umumnya lansia masih mempunyai
Kondisi sosial dan kesehatan lansia kedudukan yang cukup tinggi sebagai
di Indonesia masih memprihatinkan. orang tua yang harus dihormati dan
Jumlah lansia terlantar sebesar 2,7 juta dihargai karena lebih banyak mempunyai
(15% dari jumlah total penduduk lansia), pengalaman sehingga pendapatnya masih
yang tidak mendapatkan perawatan dari dibutuhkan dalam pengambilan keputusan
keluarga dan masyarakat. Dari aspek keluarga. Adanya dukungan tersebut,
kesehatan menunjukkan kecenderungan akan memperkuat ikatan kekeluargaan
angka kesakitan lansia mengalami sehingga lansia merasa aman, puas dan
peningkatan yaitu tahun 2003 sebesar merasa berguna serta mampu menjalani
28,48% meningkat menjadi 31,11% pada kehidupan dengan baik. Hasil penelitian
tahun 2007 (BPS, 2009). Boonyakawee Okabayashi, et al. (2004), berdasarkan
(2006) menemukan sebesar 87% lansia karakteristik budaya melalui komitmen
mengalami ketidakmampuan akibat anak dalam mendukung orang tua yang
penyakit yang berdampak terhadap lanjut usia, bahwa dukungan sosial dan
meningkatnya ketergantungan lansia emosional yang diberikan anak sangat
kepada keluarga. penting bagi lansia. Dukungan dari anak
kepada lansia dikaitkan dengan kesehatan
Hasil penelitian Laubunjong (2008)
mental lansia yang positif.
tentang pola pemberian perawatan pada
lansia, menemukan mayoritas lansia Keluarga sebagai caregiver
menginginkan dirawat oleh anak mempunyai peran penting dan merupakan
perempuannya. Lansia mengharapkan sumber pendukung utama bagi lansia
mendapat perawatan, dicintai serta dalam memenuhi kebutuhan fi sik,
mendapat bantuan finansial dan emosional dan fi nansial (Ahmad, 2012).
pelayanan kesehatan yang bisa dipenuhi Efektivitas dukungan keluarga merupakan
oleh anak mereka. komponen kunci terhadap kesejahteraan
lansia. Perawatan yang dilakukan
Dukungan keluarga yang berupa
keluarga sebagai caregiver terhadap
pemberian bantuan dari anak kepada
lansia dikaitkan dengan stres karena
orang tua masih berperan sangat besar
gangguan fungsional dan psikologis serta
pada masyarakat Indonesia. Jika dikaitkan
penyakit kronik yang dialami lansia.
dengan budaya Indonesia di mana budaya
Menurut Sales, (2003), memberikan
99
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 98–106

perawatan pada lansia dengan penyakit Metode ini dapat menstimulasi persepsi
kronis menimbulkan perasaan strain atau kita terhadap pengalaman hidup dengan
burden pada caregiver yang dapat menekankan pada kekayaan, keluasan
mempengaruhi kualitas hidup keluarga. serta kedalaman dari pengalaman tersebut
Caregiver burden diakibatkan oleh (Spiegelberg, 1975 dalam Streubert &
kesulitan keluarga secara subjektif Carpenter, 2003).
maupun objektif sehubungan dengan Penelitian ini bertujuan untuk
adanya anggota keluarga yang mengalami memperoleh gambaran tentang
masalah secara berkepanjangan pengalaman keluarga dalam penanganan
(Magliano, 2006). lansia di masyarakat dari aspek budaya
Banyak di antara negaranegara Indonesia. Selanjutnya akan diidentifi
berkembang belum optimal kasi beberapa hal meliputi respons
mengimplementasikan program maupun keluarga dalam merawat lansia, nilai-nilai
kebijakan pelayanan kesehatan dan sosial budaya dalam merawat lansia, dan
untuk lansia. Bahkan dukungan pelayanan kebutuhan dukungan keluarga dan
yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dalam perawatan lansia
penduduk lansia masih minimal. Selain
itu para lansia juga mendapatkan sedikit
BAHAN DAN
perhatian dibandingkan dengan kelompok
METODE
usia lain maupun kelompok rawan lain
seperti kelompok balita di masyarakat Pendekatan yang digunakan dalam
(Suyono, 2006). Di Indonesia, kebijakan penelitian ini adalah kualitatif dengan
dan program pemerintah yang menangani metode fenomenologi deskriptif untuk
permasalahan lansia dari berbagai mengekplorasi kedalaman dan
departemen sudah ada, namun masih kompleksitas dari pengalaman keluarga
belum menjangkau esensi usaha dalam penanganan lansia di masyarakat
pemberdayaan lansia yang saling berdasarkan sudut pandang dan
terintegrasi. Pemerintah kini mendorong pengalaman partisipan.
terbentuknya pelayanan penduduk lansia Partisipan penelitian ini adalah
berbasis masyarakat melalui program keluarga yang merawat lansia di wilayah
pendampingan dan perawatan sosial DKI Jakarta dengan kriteria: 1) Berusia
lansia di rumah (home care). Diharapkan dewasa sampai pra lansia (21-59 tahun),
keluarga dan masyarakat ikut serta 2) Tinggal bersama lansia (usia 60 tahun
memberikan pelayanan kepada lansia di ke atas) dalam satu rumah, 3)
dalam keluarga dan lingkungannya sesuai Bertanggung jawab merawat lansia
dengan budaya Indonesia. (sebagai caregiver utama), 4) Bersedia
Pemahaman yang mendalam menjadi partisipan. Pemilihan sampel
tentang pengalaman keluarga merawat dilakukan melalui purposive sampling,
lansia dari aspek budaya Indonesia perlu dengan jumlah partisipan sebanyak 10
digali sehingga dapat ditentukan orang caregiver. Penelitian dilakukan
kebutuhan keluarga serta bentuk selama 3 bulan.
intervensi berbasis budaya dalam Peneliti melakukan pengumpulan
pemberdayaan keluarga sehingga data dengan menggunakan alat bantú
keluarga mampu merawat lansia secara berupa tape recorder untuk merekam
optimal, pada akhirnya kualitas hidup informasi dari partisipan serta pedoman
lansia akan meningkat. Oleh karena itu, wawancara yang digunakan sebagai
perlu dilakukan penelitian kualitatif panduan bagi peneliti dalam mengajukan
dengan metode fenomenologi deskriptif. pertanyaan sesuai dengan tujuan. Catatan

100
Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Lanjut Usia (Ni Made Riasmini, dkk.)

lapangan digunakan untuk mencatat ”Karena dia orang tua saya yang
respons non verbal yang ditampilkan melahirkan ...membesarkan saya... harus
partisipan serta situasi lingkungan saat dilindungin, kalau dari sekarang saya
wawancara berlangsung. Sebelum sudah ngurusin orang tua... kalau kita
melakukan wawancara kepada partisipan tua nanti... mungkin kita dibalas nanti”
yang sebenarnya, peneliti melakukan uji (P2).
coba wawancara kepada 2 keluarga yang Salah seorang partisipan laki-laki
merawat lansia mengatakan alasannya merawat orang tua
Data yang dikumpulkan selama karena tidak ada lagi yang bisa merawat
penelitian adalah hasil wawancara orang tuanya (caregiver utama):
mendalam dan hasil observasi berupa ”Karena memang di rumah ini nggak
catatan lapangan. Analisis data dalam ada yang lain lagi, cuma saya yang di
penelitian ini yaitu analisis tema rumah... mau nggak mau ya saya yang
menggunakan pendekatan Colaizzi (1978 merawat! Ya... tanggung jawab saya
dalam Streubert & Carpenter, 2003). sebagai anak tertua, apalagi orang tua
sudah nggak bisa kerja ya..” (P8)
Alasan karena kedekatan
HASIL dikemukakan oleh partisipan sebagai
Partisipan dalam penelitian ini yaitu hubungan antara menantu dengan
10 caregiver. Usia caregiver bervariasi mertuanya: ”Walaupun saya mantunya
dari usia 33 tahun sampai 59 tahun, terdiri tapi mak sudah seperti orang tua saya
dari satu orang laki-laki dan sembilan sendiri, ya... harus diurus dengan baik...
orang perempuan. Tingkat pendidikan kalau ada apa-apa, mak sering
juga bervariasi mulai dari SD sampai ngeluhnya ke saya” (P7).”
Perguruan Tinggi dan berasal dari suku Ada juga partisipan yang
yang berbeda yaitu Sunda, Jawa, Betawi mengatakan alasan merawat karena
dan Manado. Setelah data dianalisis kasihan: ”Ya..alasannya kasihan....
orang udah tua kan nggak boleh disia-
menggunakan pendekatan Collaizi,
siain... siapa lagi kalau bukan anaknya
ditemukan 4 tema sebagai hasil penelitian
yang dekat... gitu... yang bertanggung
ini.
jawab merawat orang tua...” (P9)
Tema yang pertama adalah alasan
Tema kedua adalah beban keluarga
merawat dan beban merawat. Tema
merawat lansia diidentifi kasi dari sub
alasan merawat diidentifikasi melalui sub
tema beban fi sik, psikologis, sosial dan fi
tema tanggung jawab yang digambarkan
nansial. Sub tema beban fi sik
melalui kategori tugas anggota keluarga,
digambarkan melalui kategori keluhan
balas budi, kepuasan, caregiver utama,
kesehatan; sub tema beban psikologis
kedekatan dan kasihan. Tugas sebagai
digambarkan melalui kategori sikap
anggota keluarga dikemukakan
lansia, perubahan emosi lansia, perubahan
tergantung dari hubungan caregiver
emosi caregiver, takut dosa, khawatir dan
dengan lansia. Salah seorang partisipan
merasa bersalah; sub tema beban sosial
mengatakan tanggung jawab sebagai
digambarkan melalui kategori peran
isteri: ”Ya...sudah tanggung jawab isteri
ganda, kurang dukungan dari anggota
ngerawat suami yang sakit....dulu kan
keluarga dan keterbatasan aktivitas;
apa-apa bapak....sekarang tugas ibu dan
sedangkan sub tema beban fi nansial
harus ikhlas ngelakuin semuanya” (P3)
digambarkan melalui kategori
Alasan merawat karena balas budi
meningkatnya kebutuhan biaya.
digambarkan partisipan sebagai bentuk
Beban fi sik diidentifi kasi dari
balas budi anak kepada orang tua:
keluhan fi sik yang dialami oleh keluarga,
101
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 98–106

tergambar dari partisipan berikut: “Ya merawat lansia juga harus bekerja
kadang lelah… kalau lagi lelah…biasa mencari nafkah dan mengurus anggota
ntar hilang lagi” (P5). “Paling kalau keluarga lain. Di samping itu karena
aku ngeluh badan sakit….minta kerokin dukungan yang kurang dari anggota
sama mbah…. jadi gantian deh….” (P9). keluarga lain dan keterbatasan aktivitas
Beban psikologis yang dialami karena harus merawat lansia di rumah.
caregiver akibat sikap lansia susah diatur, Salah satu partisipan yang bekerja
sering mengada-ada dan egois serta sebagai tukang pijat mengungkapkan:
perubahan emosi lansia seperti “Kalau nggak ada saya dia suka bilang:
diungkapkan oleh partisipan berikut: ”sepi nggak ada lu… apalagi kalau
“Ya... tetap saya harus ngalah… ditinggal… .nyariin emaknya…. soalnya
walaupun orang tuanya salah menurut dia deket dengan saya..… padahal saya
saya…tapi namanya orang tua kan kan kerja mijit… perlu cari uang juga
maunya bener sendiri… kadang-kadang kan?” (P5). “Kadang-kadang suka
orang tua itu egois… susah dibilangin... merasa capek juga sih ngerawat
tapinya sebagai anak saya tetap harus orangtua... ya… suka ngomong sendiri:
menjaga… harus merawat” (P10). ”saudara-saudara gue pada kemana
“Kadang mak suka ngambek… marah…. sih”?... gitu …cuma sesekali saja sih….
kalau menurut dia bener kita kasih nggak sering……. karena saudara nggak
tahu....……. marah… nggak mau.. gitu… ada yang tinggal di sini…. mereka sudah
kadang-kadang salah tanggap gitu… kita berkeluarga dan punya kesibukan” (P8).
berbuat apa….pikiran dia kemana Keterbatasan aktivitas yang dialami
gitu...” (P10). caregiver karena harus merawat lansia di
Perubahan emosi caregiver dapat rumah tergambar dari ungkapan
diidentifikasi dari ungkapan rasa sedih, partisipan berikut: “Paling kita nggak
menangis bahkan sering bertengkar bisa kemanamana… kalau orang pergi,
dengan lansia seperti yang diungkapkan kita di rumah aja nungguin mak, padahal
oleh partisipan berikut: ”.......saya kan saya perlu jalan juga..…. tapi
pernah nggak teguran....... saya seumpama saya kemanamana mikirin ini
nangis...... (mata berkaca-kaca), tapi saja… takut ada apa-apa….” (P7).
saya tu pingin nanya gimana ya... nggak Beban finansial juga dirasakan oleh
nanya... orangtua sendiri... itu saya caregiver terutama kebutuhan biaya jika
terasa menderita... karena seringnya lansia sakit atau dirawat dan kebutuhan
saya berantem…... tapi saya sehari-hari lansia, seperti yang
berpikir........... mungkin ini udah usia diungkapkan oleh partisipan berikut:
lanjut kali ya…. jadi saya lebih baik “Ya…pikiran… keuangannya….....
diem….” (P10) pensiun bapak kecil… untuk belanja tiap
Perasaan khawatir, rasa bersalah hari, juga kontrol rutin ke rumah
dan takut dosa juga diungkapkan sebagai sakit….. kadang nggak cukup apalagi
beban psikologis bagi caregiver dalam kalau bapak harus dirawat” (P3).
merawat lansia: “Mungkin karena saya Tema ketiga adalah persepsi tentang
anak laki agak susah ngertiin ibu….. nilai budaya yang diidentifikasi dari sub
saya merasa nggak bisa ngerawat ibu tema kedudukan lansia di keluarga dan
dengan baik….” (P8). ”Tapi saya takut peranan lansia dalam keluarga. Sub tema
dosa..... namanya gimana tu orang tua kedudukan lansia di keluarga
saya... walaupun orang tua saya salah... digambarkan melalui kategori dihormati
ya.... saya berusaha menegur” (P10). dan dihargai serta dirawat; sedangkan sub
Beban sosial yang dialami tema peranan lansia digambarkan melalui
caregiver akibat peran ganda selain

102
Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Lanjut Usia (Ni Made Riasmini, dkk.)

kategori memiliki kelebihan, pengalaman Tema yang keempat adalah


luas dan sebagai role model. dukungan keluarga dan masyarakat dalam
Kedudukan lansia dalam keluarga merawat lansia. Tema ini dibentuk dari
sebagai orang tua yang harus dihargai dua sub tema yaitu jenis dukungan dan
dan dihormati diungkapkan oleh sumber dukungan. Jenis dukungan
partisipan berikut: “Ya… sama saja.... digambarkan melalui kategori dukungan
menghargai...... menghormati orang tua” afektif, dukungan penghargaan dan
(P6). ”Ya... jangan suka melawan orang dukungan instrumental. Sedangkan
tua...... marah gimanapun nggak usah sumber dukungan digambarkan melalui
dilawan..... mungkin semua suku seperti kategori dukungan informal (anak, mantu,
itu... ada...” (P10). cucu, adik, kakak, keponakan, tetangga)
Partisipan juga mengungkapkan dan dukungan formal (pelayanan rumah
bahwa lansia harus dirawat dengan baik, sakit, pelayanan puskesmas, dokter
salah satu partisipan mengatakan bahwa praktik, jaminan kesehatan).
merawat orang tua merupakan suatu Dukungan afektif dipenuhi dengan
anugrah, seperti pernyataan berikut: sering menengok lansia apalagi jika
“Nggak tahu… dari Tuhan,… ya ciptaan dalam kondisi tidak sehat, dengan
Tuhan…. sebagai anak bisa merawat memberikan perhatian dan lebih perduli
orangtua itu anugrah ya…” terhadap lansia. Dukungan ini bisa
(P1). diperoleh dari anggota keluarga maupun
Partisipan lain mengungkapkan masyarakat sekitar, seperti ungkapan
bahwa agar mampu merawat orang tua partisipan berikut: “Asal ditengok saja....
dengan baik maka tugas anak melindungi anak-anaknya yang harus memperhatikan
orang tua, seperti ungkapan berikut: orang tua….” (P3). “Ya… tetangga lebih
”Memang karena tugas anak gimana peduli ya… karena kita kan
sih..... jangankan orangtua sendiri...... bertetangga… apalagi mereka tahu
walaupun mertua harus dilindungin juga kondisi ibu yang sudah pikun…” (P8)
ya...” (P2) Salah satu partisipan
Peranan lansia dalam keluarga mengungkapkan dukungan penghargaan
diungkapkan oleh partisipan bahwa lansia yang dibutuhkan dalam merawat lansia,
memiliki kelebihan, dan bisa dijadikan seperti ungkapan: “Harusnya dengan
sebagai role model. “….karena saya orang tua ngerti… ngerti dalam hal
menghargai banget orangtua…. saya keuangan ya… ngerti kalau orang tua
lihat pelajaran dia… saya ngambil yang sakit… kemana-mana telpon yang lain…
baiknya saja… saya bisa seperti sampai mantu juga harus ngerti…” (P4).
sekarang walaupun cuma lulusan SMA Dukungan instrumental juga
tapi bisa punya rumah… ya dari diperlukan dalam merawat lansia antara
pendidikan ibu lah…” (P2) lain terkait dengan kebutuhan dana untuk
Karena orang tua punya memenuhi kebutuhan sehari-hari lansia
pengalaman luas, maka salah satu dan kebutuhan pelayanan kesehatan jika
partisipan mengungkapkan sering lansia sakit seperti yang diungkapkan
meminta pendapat orang tua jika ada partisipan berikut: “Ya… pemikiran anak-
masalah: “Alhamdullilah… dari dulu anak untuk orang tua…. karena perlu
cocok aja… aku nggak pernah dengar bayar air, listrik, telepon, apalagi untuk
mbah ngomel-ngomel gitu… malah aku biaya bapak control ke rumah sakit….
sering minta pendapat mbah kalau lagi kan nggak cukup keuangan” (P3)
ada masalah… suami saya kan jauh… Sumber dukungan yang berkaitan
jarang di rumah…” (P9) dengan dukungan informal dari anggota

103
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 98–106

keluarga terutama dari anak kepada bahwa anak wajib memberikan kasih
orangtua, diungkapkan oleh partisipan sayang kepada orangtuanya sebagaimana
berikut: “Ya… anak-anak mak pernah mereka dapatkan sewaktu mereka
merhatiin…. suka datang…. kalau setiap masih kecil sebagai bentuk balas budi
datang ngasih…maunya mak apa? anak kepada orang tua. Anak masih
kadang-kadang saya ingetin tu... mak merasa berkewajiban dan mempunyai
maunya apa… ntar dibeliin gitu….” loyalitas menyantuni orang tua mereka
(P10) yang sudah tidak dapat mengurus dirinya
Sumber dukungan formal seperti sendiri. Ini menunjukkan bahwa sistem
pelayanan rumah sakit dan jaminan nilai budaya yang menjunjung tinggi
kesehatan diperlukan untuk merawat pengabdian terhadap orang tua, masih ada
lansia seperti yang diungkapkan di masyarakat Indonesia.
partisipan berikut: “Ya biar mak sehat… Hasil penelitian ini sesuai dengan
mendapat jaminan kesehatan kalau ada penelitian fenomenologi yang dilakukan
apa-apa. (P5) “Kan biar bagaimana Asniar (2007), bahwa alasan merawat
bapak maunya di RS… soalnya sudah orang tua yang sakit karena tanggung
cocok…..selama ini berobat kesana…. jawab yaitu tugas sebagai anggota
obat di RS diterusin takut berhenti... tapi keluarga, balas budi dan merupakan
kan selama berobat sembuh, ….soal caregiver tunggal. Sahar (2002) juga
makan kan…. salah makan kambuh menggambarkan bahwa alasan merawat
lagi…” (P3) karena tanggung jawab sebesar (26,8%),
dan ingin memberikan perawatan lebih
PEMBAHASA baik (19,5%). Sedangkan hasil penelitian
N Laubunjong (2008), ditemukan bahwa
alasan menjadi caregiver bervariasi yaitu
Peneliti telah mengidentifi kasi
karena ingin merawat, tidak bekerja dan
empat tema dari hasil penelitian ini,
tidak ada anggota keluarga lain yang
beberapa diantaranya memiliki sub tema
merawat.
dengan kategori-kategori makna tertentu.
Beban keluarga merawat lansia
Tematema tersebut teridentifikasi
tergambar dari beban fisik, psikologis,
berdasarkan tujuan penelitian. respons
sosial dan fi nansial. Hal ini sesuai
keluarga merawat lansia teridentifi kasi
dengan pendapat Gupta, Pillai dan Levy
dari dua tema yaitu: 1) alasan merawat
(2012) bahwa beban merawat merupakan
lansia dan 2) beban merawat. Nilai-nilai respons multidimensi terhadap stresor fi
budaya dalam merawat tergambar dalam sik, psikologis, sosial dan fi nansial yang
tema ketiga yaitu persepsi tentang nilai dihubungkan dengan pengalaman pelaku
budaya; Kebutuhan akan dukungan rawat dalam merawat klien. Hasil
keluarga dan masyarakat sekitar penelitian ini ditemukan beban fi sik
tergambar pada tema keempat yaitu berupa kelelahan akibat merawat lansia,
dukungan dalam merawat lansia. di samping juga karena sambil bekerja.
Selanjutnya akan dibahas secara rinci Beban psikologis yaitu perasaan khawatir
masing-masing tema yang teridentifi kasi. ditinggal lansia karena usianya sudah tua,
Alasan keluarga merawat lansia takut sakit mendadak dan perasaan
karena tanggung jawab yaitu tugas bersalah karena tidak mampu merawat
anggota keluarga, balas budi, kepuasan, lansia dengan baik. Di samping itu, yang
caregiver utama, kedekatan dan rasa terbanyak ditemukan karena perubahan
kasihan. Bentuk tanggung jawab keluarga emosi lansia yang sering marah, dan sikap
merawat lansia tergambar melalui nilai lansia yang susah diatur. Kondisi tersebut
yang masih berlaku dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antara
104
Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Lanjut Usia (Ni Made Riasmini, dkk.)

keluarga dengan lansia. Konflik dalam menemukan bahwa lansia dalam


keluarga dapat dikurangi dengan Interaksi masyarakat tradisional di Asia masih
positif yaitu saling memahami perasaan tinggal dengan keluarga. Kondisi ini
masing-masing anggota keluarga menunjukkan bahwa masyarakat Asia
sehingga meningkatkan kualitas masih menjunjung tinggi nilai-nilai
hubungan dalam keluarga (Kaakinen, budaya menghormati orang tua di mana
Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010). mereka harus diperhatikan, dihargai dan
Beban sosial yang dialami caregiver dirawat di lingkungan keluarga.
akibat peran ganda selain merawat lansia Umumnya lansia masih mempunyai
juga harus bekerja mencari nafkah dang kedudukan yang cukup tinggi sebagai
mengurus anggota keluarga lain sehingga orang tua yang harus dihormati dan
seringkali keluarga tidak mempunyai dihargai, karena lebih banyak mempunyai
kesempatan untuk melakukan aktivitas pengalaman sehingga pendapatnya masih
lain. Sedangkan beban fi nansial dibutuhkan dalam pengambilan keputusan
dirasakan keluarga karena keterbatasan
keluarga. Adanya dukungan tersebut,
biaya terutama jika lansia sakit.
akan memperkuat ikatan kekeluargaan
Hasil penelitian ini selaras dengan
sehingga lansia merasa aman, puas dan
hasil penelitian Asniar (2007) di mana
merasa berguna serta mampu menjalani
beban yang dialami caregiver dalam
kehidupan dengan baik. Hal ini
merawat klien stroke yaitu beban
ditemukan pada partisipan kedua dan
psikologis yang diidentifikasi melalui
kesembilan, mengatakan bahwa orang tua
karakteristik verbal seperti stres,
mempunyai pengalaman yang lebih
menangis, dan rasa bersalah karena harus
sehingga setiap kali akan melakukan
meninggalkan klien untuk mencari
tindakan pasti meminta pendapat orang
nafkah. Beban juga muncul karena
tua dan bisa saling bertukar pikiran.
perubahan emosi klien yang sering marah
Karena pengalaman yang dimiliki
dan berperilaku buruk. Sedangkan beban
tersebut bahkan orang tua akan tahu jika
fisik dilihat dari ekspresi wajah kelelahan,
anak-anaknya mengalami kesulitan.
ungkapan rasa lelah, jenuh dan capek.
Hasil penelitian menunjukkan
Selain itu karena kesulitan caregiver
bahwa mayoritas lansia dirawat oleh anak
merawat klien terutama membagi waktu
perempuannya. Hal ini sesuai dengan
antara merawat klien dan peran lainnya,
hasil penelitian Laubunjong (2008)
serta beban ekonomi terkait biaya
tentang pola caregiving pada lansia,
pengobatan klien.
ditemukan bahwa mayoritas lansia
Peran dan kedudukan lansia dalam
menginginkan dirawat oleh anak
keluarga dan masyarakat sangat
perempuannya. Lansia mengharapkan
dipengaruhi oleh pandangan kebudayaan
mendapat perawatan, dicintai serta
mengenai lansia. Hasil penelitian ini
mendapat bantuan fi nansial dan
menunjukkan bahwa budaya extended
pelayanan kesehatan yang bisa dipenuhi
family masih berkembang di masyarakat
oleh anak mereka.
di mana mayoritas lansia masih tinggal
Kebanyakan masyarakat Indonesia
bersama anak atau sanak saudara lainnya.
memandang bahwa dukungan keluarga
Beberapa partisipan sangat menghargai
yang berupa pemberian bantuan dari anak
dan menghormati keberadaan lansia di
kepada orang tua masih berperan sangat
keluarga sehingga lansia dirawat dengan
besar. Jika dikaitkan dengan budaya
baik, bahkan salah satu partisipan
Indonesia di mana budaya extended
mengatakan bahwa merawat orang tua
family masih berkembang,
merupakan anugerah. Hal ini sesuai
memungkinkan lansia untuk tinggal
dengan hasil penelitian Liu (2009)
105
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 98–106

bersama keluarga (anak, menantu, cucu SIMPULAN


atau anggota keluarga lain). Keluarga DAN SARAN
merupakan sumber pendukung utama Simpulan
bagi lansia di masyarakat.
Efektivitas dukungan keluarga merupakan Merawat lansia di rumah merupakan
komponen kunci terhadap kesejahteraan bentuk tanggung jawab caregiver sebagai
lansia. Hasil penelitian Karlikaya, et al. anak kepada orang tua. Adanya
(2005) menggambarkan mayoritas keterbatasan fi sik dan psikologis yang
caregiver adalah pasangan dan anak usia dialami lansia juga merupakan alasan
dewasa. dalam merawat lansia. Keluarga
Pada penelitian ini, sebagian besar mempersepsikan beban dalam merawat
(70%) caregiver yang merawat lansia lansia melalui karakteristik beban yaitu
adalah anak perempuannya dan 20% beban fisik, psikologis, sosial dan fi
adalah pasangan. Hal ini selaras dengan nansial. Beban yang paling besar dialami
hasil penelitian Okabayashi, et al. (2004), keluarga yaitu beban psikologis karena
berdasarkan karakteristik budaya melalui perubahan emosi yang dialami lansia.
komitmen anak dalam mendukung orang Nilainilai budaya yang dipersepsikan
tua yang lanjut usia, bahwa dukungan keluarga dalam merawat lansia tergambar
sosial dan emosional yang diberikan anak dari rasa hormat dan penghargaan yang
sangat penting bagi lansia. Anak memiliki diberikan keluarga kepada lansia. Ini
ikatan emosional yang kuat dengan orang menunjukkan bahwa nilai budaya yang
tua sehingga dukungan yang diberikan menjunjung tinggi pengabdian terhadap
dapat meningkatkan kesehatan mental orang tua, masih berlaku pada masyarakat
lansia. Indonesia. Lansia juga diyakini
Jenis dukungan sosial menurut mempunyai kedudukan dan peranan
Arpact (2008) yaitu: dukungan informasi, penting dalam keluarga karena memiliki
dukungan instrumental, dukungan kelebihan dan pengalaman yang luas.
emosional, dukungan penghargaan dan Keluarga memerlukan dukungan dari
integrasi sosial. Hasil penelitian anggota keluarga maupun masyarakat
ditemukan hanya tiga jenis dukungan sekitar dalam merawat lansia dalam
yang diberikan caregiver maupun memenuhi kebutuhan fisik, psikologis,
masyarakat sekitar kepada lansia yaitu sosial dan fi nansial lansia.
dukungan emosional, dukungan
Saran
penghargaan dan dukungan instrumental.
Masih kurangnya dukungan informasi Memprioritaskan pelayanan
baik dari keluarga dan masyarakat yang kesehatan berbasis masyarakat dan mudah
diberikan kepada lansia menunjukkan dijangkau mengingat kondisi lansia yang
bahwa keluarga maupun masyarakat mengalami berbagai keterbatasaan. Model
belum memahami tentang penanganan pemberdayaan keluarga melalui self help
lansia sehingga tidak mampu memberikan group merupakan intervensi yang tepat
informasi kesehatan terkait dengan untuk mengurangi beban keluarga
masalah kesehatan serta pola hidup sehat merawat lansia. Mengembangkan
bagi lansia. pendekatan berbasis budaya dalam
memberikan perawatan kepada lansia di
masyarakat. Perlu dikembangkan
kelompok pendukung sebagai support
system bagi keluarga dalam merawat
lansia.

106
Pengalaman Keluarga dalam Penanganan Lanjut Usia (Ni Made Riasmini, dkk.)

KEPUSTAKA International Journal Geriatric


AN Psychiatry, 22, 957–962.
Ahmad, K., 2012. Informal Caregiving to Gupta, R., Pillai, VK., & Levy, EF.,
Chronically III Older Family (2012). Relationship Quality and
Members: Caregivers’ Experiences Elder Caregiver Burden. Journal of
and Problems. A Research Journal Social Intervention: Theory and
of South Asian Studies, 27(1), 101– Practice, 21 (2): 39–62.
120. Harris, GJ., 2009. Caregiver Well-being:
Arpact, F., 2008. A Study into the Quality Faktor Infl uencing Positive
of Life of the Elderly Living at the Outcomes in the Informal
Rest Homesin Turkey. Pakistan Caregiving Process. Disertation.
Journal of Sosial Science, 5(1), 76– Doctor of Philosophy. Department
81. of Family and Child Science.
Asniar, 2007. Studi Fenomenologi Kaakinen, JR., Gedaly-Duff,V., Coehlo,
tentang Pengalaman Keluarga DP., & Hanson, SMH., 2010.
Merawat Anggota Keluarga Family Health Care Nursing:
Pascastroke di Rumah di Theory, Practice and Research. 4th
Kelurahan Depok, Kecamatan ed. Philadelphia: FA. Davis
Pancoran Mas, Kota Depok Jawa Company.
Barat. Tesis tidak dipublikasikan. Karlikaya, G. et al., 2005. Caregiver
Badan Pusat Statistik, 2007. Statistik Burden in Dementia: A Study in the
Indonesia. Jakarta. Turkish Population. The Internet
_____. 2009. Statistik Indonesia. Jakarta. Journal of Neurology, Volume 4
Boonyakawee, C., 2006. The Functional Number 2.
Disability of the Elderly in Tambon Kozier, et al., 2004. Fundamental of
Krabi-Noi Muang District Krabi Nursing: Concept, Process and
Province. Thesis. Degree of Master Practice. 7th ed. Upper Saddle
of Public Health Program in Health River: Pearson Education, Inc.
System Development. Laubunjong, et al., 2008. The Pattern of
Chulalongkorn University. Caregiving to the Elderly by Their
Creswell, JW., 1998. Qualitative Inquiry Families in Rural Communities of
and Research Design: Choosing Suratthani Province. ABAC Journal,
among Five Traditions. London: 28(2), 64–74.
SAGE Lee, M., 2008. Caregiver Stress and Elder
Publications. Abuse Among Korean Family
Etters, L., Goodall, D., & Harrison, BE., Caregiver of Elder Adult with
2008. Caregiver Burden Among Disabilities. Original Article. J
Dementia Patient Caregiver: A Fame Vio, 23, 702–712.
Review of the Literature. Journal of Liu, 2009. Family Involvement in and
the American Academy of Nurse Satisfaction with Long Term Care
Practitioners, 20, 423–428. Facilities in Taiwan. Asian J.
Fitriani, E., 2009. Lansia dalam Keluarga Gerontol Geriatr, 4, 30–35.
dan Masyarakat. endafi triani Magliano, L., 2008. Families of People
diperoleh 17 Mei 2010. with Severe Mental Disorder: Diffi
Gort, AM. et al., 2007. Use of the Zarit culties and Resources. Italy: WHO
Scale for Assessing Caregiver Collaborating Center for Research
Burden and Collaps in Caregiving and Training in Mental Health.
at Home in Dementias.
107
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 April 2013: 98–106

Polit, DF. & Beck, CT., 2008. Nursing


Research: Generating and
Assessing Evidence for Nursing
Practice. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Sahar, J., 2002. Supporting family carers
in caring for older people in tha
community in Indonesia.
Queensland University of
Technology, School of Nursing.
Centre for Nursing research. Tidak
dipublikasikan.
Sales, E., 2003. Family burden and
quality of life. Quality of life
research 12 (supp. 1.1): 33–41.
Streuebert, HJ. & Carpenter, DR., 2003.
Qualitative research in nursing:
advancing humanistic imperative.

(3rd ed). Philadelphia: Lippincott.


Suyono, H., 2006. Mengantisipasi Lansia
di Kota Besar. Diunduh dari http://
www.haryono.com. Pada tanggal 24
September 2009.

108

Anda mungkin juga menyukai