Anda di halaman 1dari 30

Referat

Hari/Tanggal : Selasa, 3 Maret 2020


Oleh : dr. Fitria Sholihah
Pembimbing : dr. Afiati, Sp.PA (K)., M.MKes
Opponent : Dr. Hermin Aminah Usman, dr., SpPA(K)

LESI PADA ADNEKSA TESTIS

I. PENDAHULUAN

Diagnosis massa pada area paratestikular sebelum atau selama operasi sering sulit

karena gambaran morfologi yang bervariasi dan jarangnya literasi mengenai kasus-kasus

yang ditemukan pada area ini. Operasi inguinal hanya dilakukan jika dicurigai adanya

keganasan.1 Tumor dan tumor-like lesion pada region paratestikular sangat jarang

ditemukan. Tumor primer pada area ini hanya meliputi 7 – 10% dari seluruh tumor

intraskrotal, dan sebanyak 75% tumor paratestikuler muncul dari spermatic cord.2,3 70%

massa yang muncul pada area ini merupakan tumor jinak, sehingga hanya memerlukan

penanganan sederhana berupa ekstirpasi dan follow up. Sedangkan keganasan pada area

ini (30%) memerlukan penganan yang lebih rumit berupa orchiectomy dan kemoterapi

adjuvant atau radioterapi.4

Hanya 7% dari seluruh keganasan yang muncul pada area paratestikular terlihat

sebagai massa pada scrotum.2 Lesi non neoplastic dan tumor jinak pada area

paratestikuler dan adneksa testis, karena topografinya, dapat menyerupai suatu

keganasan pada area ini. Seorang patolog harus dapat mendokumentasikan asal tumor

secara anatomis, klasifikasi histologis, dan penyebaran dari lesi.

1
Pada referat ini akan dibahas mengenai lesi non neoplastik dan neoplasma pada

adneksa testis meliputi lesi pada rete testis, epididymis dan spermatic cord.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Histologi

II.1.1Anatomi

Adneksa testis terbagi mejadi 3 bagian, yaitu rete testis, epididymis, dan

spermatic cord.5

Rete Testis

Berlokasi pada hilum dari testis dan memiliki arsitektur tubuler yang

kompleks. Berfungsi menerima isi dari tubulus seminiferous. 5 Rete testis

terbagi mejadi tiga komponen, yaitu : septal, mediastinal atau tunikal, dan

ekstratestikular (bullae retis).6 Rete testis mengosongkan isinya ke duktuli

eferen, yang terdiri dari 12 – 15 buah tubulus yang beragregasi pada region

kepala dari epididymis.6

Epididymis

Epididymis merupakan struktur tubuler yang menghubungkan duktuli

eferen ke vas deferens dan secara anatomis terdiri dari tiga bagian, yaitu : head

(caput), body (corpus), dan tail (cauda). Epididimys merupakan suatu organ

yang berelongasi dan menempel pada permukaan posterior dari testis. Jika

diuraikan maka panjangnya dapat mencapai 5.5 m. Bagian ekor dari epididymis

berisi spermatozoa pada stadium akhir dari pematangannya. Ekor dari

epididimys berlanjut dengan bagian awal dari ductus deferens, dimana baik

2
epididimys maupun ductus deferens berfungsi sebagai tempat penyimpanan

spermatozoa sebelum dikeluarkan pada saat ejakulasi6.

Spermatic Cord

Spermatic cord merupakan sebuah struktur yang memanjang dari testis ke

kanalis ingunalis dan berisi ductus deferens, arteri testikularis dan pleksus vena,

saraf, muskulus kremaster, pembuluh limfe, dan jaringan ikat. Bagian dari

spermatic cord yang melewati bagian anterior dari tulang pubis secara mudah

dapat dipalpasi6. Kanalis ingunalis merupakan saluran untuk spermatic corf

melewati dinding abdomen, dan berpotensi sebagai area yang lemah dan

merupakan lokasi yang sering untuk terjadinya hernia6.

Ductus deferens merupakan tuba fibromuscular dengan panjang sekitar

45 cm dan memiliki ketebalan sekitar 2,5 mm. Berfungi menyalurkan

spermatozoa dari epididimys ke duktus ejakulatorius. Juga disebut sebagai vas

deferens atau vasa deferentia. Muncul pada testis sepanjang batas porterior dari

testis, memasuki canalis inguinalis dan melewati sisi medial dari ureter. 6

Ampula dari duktus deferens merupakan bagian terminal yang akan bergabung

dengan ductus ejakulatorius5.

II.1.2Histologi 6,7

Rete Testis

Rete testis dilapisi epitel pseudostratified yang sebagian bersilia dan

sebagian tidak bersilia.

3
Epididimys

Duklutus pada epididimus dilapisi epitel pseudistratified bersilia. Sel

principal merupakan sel columnar tinggi dan memiliki stereosilia. Basal sel

merupakan sel yang berukuran kecil dan speris dan berada pada dasar

epitelium. Di bawahnya terdapat lapisan tipis dari otot polos yang mengelilingi

setiap tubulus. Di sekitar lapisan otot polos, terdapat sel-sel dan serat dari

jaringan ikat.

Spermatic Cord

Vas deferens di dalam spermatic cord merupakan lumen yang sempit dan

irregular terdiri dari lipatan mukosa longitudinal, mukosa yang tipis, tunika

muskularis yang tebal dan tunika adventitia. Lumen pada vas deferens dilapisi

oelh epitel columnar pseudostratifed dengan stereocilia. Epitel pada vas

deferens lebih pendek dibandingkan pada duktus epididymis. Di bawahnya

tampak lamina propia terdiri dari serat kolagen padat dan jaringan ikat elastik.

Tunika muskularis terdiri dari tiga lapisan yaitu dari dalam ke luar : lapisan

longitudinal dalam, sirkuler, dan longitudinal luar. Tunika muskularis

dikelilingi oleh tunika adventitia dimana banyak terdapat pembuluh darah,

venula, dan arteriol, serta serabut saraf. Tunika adventitia akan bergabung

dengan jaringan ikat dari spermatic cord.

II.2 Epidemiologi

Secara umum, neoplasma pada testis insidensinya tertinggi didapatkan


pada orang Eropa dan lebih rendah pada orang Asia, Afrika, dan Amerika. 8

4
Angka kejadian keganasan pada testis adalah sebesar 1.5 per 100.000 populasi
di seluruh dunia.8
Neoplasma pada paratestikular memiliki insidensi sebesar 0,6% dari
2
seluruh keganasan pada pria. Distribusi dari tumor paratestikular dan tumor
like lesion pada area paratestikular terbanyak di epididymis (28,6%), kemudian
pada spermatic cord (21,4%), diikuti oleh tunika vaginalis (14,3%).2

II.3 Klasifikasi

Menurut Ackerman, lesi pada adneksa testis dapat terbagi mejadi lesi non

neoplastik dan neoplasma.5 Sedangkan pada WHO Classification of Tumours of

The Urinary System and Male Genital Organs 2016 terdapat klasifikasi tentang

neoplasma / tumor pada adneksa testis.

Lesi Non Neoplastik yang terdapat pada Adneksa Testis menurut

Surgical Pathology 11th Ed, 2019 :

Rete Testis
Rete testis dysgenesis
Cystic dilatatio
Rete testis-associated steroid cell nests
Hyperplasia of rete testis
Epididymis
Non Spesific epididymitis
Tuberculosis
Fungal infections
Granulomatous ischaemic lesion
Spermatic granuloma
Idiophatic granulomatous epididymitis
Spermatocele
Cribriform hyperplasia
Hydrocele
Spermatic Cord
Torsion of spermatic cord

5
Giant cell vasculitis
Vasitis nodosa
Proliferative funiculitis
Smooth muscle hyperplasia

Klasifikasi tumor pada jaringan paratestikular menurut WHO

Classification of Tumours of The Urinary System and Male Genital Organs

2016:9

Tumours of collecting duct and rete testis


Adenoma
Adenocarcinoma
Tumours of paratesticular structures
Adenomatoid tumor
Mesothelioma
Well differentiated papillary mesothelioma
Epididymal tumours
Cystadenoma of the epididymis
Papillary cystadenoma
Adenocarcinoma of epididymis
Squamous cell carcinoma
Melanotic neuroectodermal tumour
Nephroblastoma
Paraganglioma
Mesenchymal tumours of spermatic cord and tecticular
adnexa
Adipocytic tumours
Lipoma
Well-differentiated liposarcoma
Dedifferentiated liposarcoma
Myxoid liposarcoma
Pleomorphic liposarcoma

6
Smooth muscle tumours
Leiomyoma
Leiomyosarcoma
Skeletal muscle tumours
Rhabdomyoma
Rhabdomyosarcoma
Embrional type
Alveolar type
Pleomorphic type
Spindle cell / sclerosing type
Fibroblastic / myofibroblastic tumours
Cellular angiofibroma
Mammary-type myofibroblastoma
Deep (“aggressive”) angiomyxoma
Nerve sheath tumours

II.4 Patologi

Menurut Ackerman, ada beberapa lesi non neoplastik yang bisa

ditemukan pada adneksa testis.

II.4.1Rete Testis

Lesi Non Neoplastik5

1. Disgenesis rete testis

Merupakan gambaran yang selalu didapatkan pada cryptorchid testicles.

Ditandai dengan rete testis yang kurang berkembang, dilapisi sel kolumnar atau

kuboidal.

2. Calcifying nodule

7
Calcifying nodule dapat terlihat menonjol ke dalam saluran rete testis, hal

ini mungkin mempresentasikan perubahan distropik dan tidak memiliki

pengaruh klinis yang signifikan. Ini berbeda dengan microlithiasis yang dapat

terlihat di rete testis, epididymis, dan duktus efferent.

3. Cystic dilatation

Dilatasi kistik atau transformasi dari rete testis dapat muncul sebagai

obstruksi dari epididymis atau sebagai duktus intratestikular ekskretori

sekunder terhadap varikokel. Kadang-kadang berhubungan deposit dari kristal

kalsium oksalat.

4. Rete testis-associated steroid cell nest

Merupakan suatu nodul dari sel eosinofilik yang tumbuh dalam bentuk

band dengan dan atau menempel pada rete testis yang berbeda dengan sel

adneksa Leydig.

5. Hiperplasia rete testis / hyperplasia adenomatous

Dapat menyerupai keganasan. Dapat muncul pada pasien dewasa dengan

gambaran gross berupa massa solid atau kistik pada hilum testis. Seringnya,

berupa lesi kecil dan ditemukan pada pemeriksaan histopatologi karena

penyebab yang lainnya. Secara mikroskopis tampak proliferasi epitel rete testis

berbentuk tubulopapilifer dan cribriform dengan gambaran sitologi jinak. Dapat

ditemukan deposit globul hyalin, sehingga menyerupai tumor yolk sac. Secara

imunohistokimia, eaktif terhadap keratin dan EMA, sedangkan actin, desmin,

dan protein S-100 negatif. Patogenesis lesi ini belum diketahui.

II.4.2Epididymis

8
Lesi Non Neoplastik5

1. Epididymitis

Dapat disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis,

E.coli, atau organisme lain. Dapat menyebabkan nekrosis testikular sekunder

terhadap hipoperfusi yang disebabkan oleh iskemi. Epididymitis yang

disebabkan oleh Chlamidia biasanya tampak bersifat proliferasi, sedangkan

epididymitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya destruktif dan terdapat

pembentukan abses.

2. Tuberkulosis

Tuberkulosis pada epididymis dapat memberikan gambaran kaseosa

konfluens, seperti yang dijelaskan oleh Auerbach pada tulisannya mengenai

tuberkulosis urogenital. Ketika ekstensif, infeksi dapat menyebar ke testis dan

secara klinis dapat menyerupai keganasan. Tuberkulosis dapat berasal dari

hematogen, atau menyebar dari prostat. Ketika tuberculosis pada rete testis

didapatkan melalui jalur hematogen, prosesnya dimulai dari jaringan intertisial

epididymal dan biasanya meliputi bagian kepala epididymis, sering dengan vas

deferens. Ketika berasal dari prostat, biasanya infeksinya meliputi ekor dari

epididymis dan vas deferens.

3. Infeksi fungi bisa meliputi epididymis, diantaranya infeksi cidioidomycosis,

dan histoplasmosis.

4. Lesi Granulomatous iskemik

Merupakan proses granulasi yang meliputi kepala epididymis disertai

nekrosis partial dari dinding duktal.

9
5. Spermatic granuloma epididymis / epididymis nodosa.

Secara makroskopis terlihat sebagai nodul yang berukuran sampai

diameter 3 cm, terbanyak berlokasi di bagian kepala epididymis. Secara

mikroskopis reaksi granulosa terlihat di sekitar kumpulan spermatozoa. Lesi ini

kemungkinan merupakan akibat dari kerusakan epithelium dan membran

basement dari duktus epididymis oleh inflamasi atau trauma, diikuti dengan

tumpahnya sperma ke dalam interstitium yang memicu respon granulasi.

6. Spermatokel

Spermatokel merepresentasikan dilatasi kistik dari duktus efferent,

dengan lumina yang berisi massa sperma. Kista dilapisi epitel epitel kolumnar

tinggi bersilia, dan dindingnya terdiri dari jaringan ikat longgar. Perubahan

sekunder seperti cholesterol cleft, dan multinucleated giant cell benda asing

sering ditemukan.

7. Hiperplasia cribriform epididymis

Mempunyai pola seperti cribriformatypical ductal hyperplasia dari

payudara. Biasanya didapatkan berbagai derajat atipia secara sitologi, seringnya

dengan multinucleated giant cell, namun tidak boleh diinterprestasikan sebagai

keganasan.

8. Hydrokel

Hidrokel biasanya terdiri dari jaringan fibrosa disertai inflamasi kronik

non spesifik. Beberapa kasus dapat disertai dengan gambaran histologi yang

menyerupai proses neoplastik, termasuk hyperplastic mesothelial cell. Ditandai

10
dengan adanya kumpulan histiosit yang noduler, dan beberapa agregat small

round blue cell jinak yang diduga merupakan asal dari epitel rete testis.

II.4.3Spermatic Cord

Lesi Non Neoplastik 5

1. Torsi spermatic cord, jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan

infark testis. Kebanyakan kasus muncul pada tahun pertama kehidupan,

dengan puncak kedua pada saat pubertas. Pada 64% kasus, torsi dapat

berlokasi di bagian intravaginal dari spermatic cord. Jaringan adipose di

sekitar spermatic cord dapat mengalami fat necrosis, kadang disebut sebagai

tipe lipomembranous. Penangaanannya beragam dari pelepasan dari torsi dan

fiksasi dari testis sampai orchidectomy, tergantung viabilitas dari testis

berdasarkan penilaian saat operasi. Prosedur apapun yang dilakukan saat

operasi, testis yang lain harus difiksasi pada muskularis dartos sebagai upaya

prefentif.

Diagnosis banding dari torsi spermatic cord termasuk torsi adneksa

testis. Adneksa testis, struktur vestigial dari derifat mullerian merupakan

salah satu struktur yang sering terkena (92%).

2. Giant cell vasculitis telah dilaporkan sebagai lesi fokal / terbatas pada

spermatic cord dan muncul sebagai massa.

3. Vasitis nodosa merupakan kondisi granulomatous dari vas deferens yang

menyerupai spermatic granuloma dari epididymis. Kebanyakan kasus yang

dilaporkan muncul setelah vasectomy atau hernioraphy. Adanya duktulus

11
yang berproliferasi dengan lokasi di intramural dan invasi perineural dapat

ditemukan dan bukan merupakan tanda keganasan.

4. Proliferative funiculitis merupakan nama lain dari pseudosarcomatous

myofibroblastic dari spermatic cord. Kebanyakan kasus merupakan penemuan

yang tidak terduga pada saat prosedur hernioraphy. Gambaran

microskopisnya sesuai dengan nodular fasciitis pada soft tissue.

Pathogenesisnya kemungkinan karena proses iskemik, kadang-kadang

dikarenakan torsi.

5. Hiperplasia otot polos dari adneksa testis terlihat sebagai peningkatan lokal

sel otot polos dari spermatic cord atau paratestis yang tumbuh diantara atau

sekitar pembuluh darah atau duktus efferent. Dapat mencapai diameter 7 cm

dan dapat menjadi penyebab obstruksi.

Neoplasma5,9,10

Tumours of collecting duct and rete testis

1. Adenoma

Merupakan lesi neoplastik jinak yang sangat jarang ditemukan pada

rete testis. Merupakan tumor jinak dari epitel rete testis yang dapat berupa

tubulus yang tersusun rapat (adenoma), sampai ke tumor dengan komponen

kistik (cystadeoma), dengan arsitektur papilari (papillary cystadenoma) dan

komponen stromal dari rete testis (adenofibroma), dan tubulus padat yang

unik dan kadang-kadang memperlihatkan gambaran sertoliform serta

mengekspresikan inhibin disebut sebagai “sertoliform cystadenoma”.

12
Adenoma pada rete testis sangat jarang dan muncul pada pasien pada

dekade ke dua sampai ke delapan dengan gambaran klinis berupa massa yang

jelas dan dapat teraba, biasanya berlokasi di central hilum. Secara makroskopis

merupakan tumor solid sampai kistik dan berbatas tegas. Secara mikroskopis,

gambarannya beragam membentuk tubulus, papilla, dan kista, kadang disertai

dengan stroma fibrosa, dilapisi oleh sel kuboid sampai kolumnar yang kadang-

kadang dapat berstratifikasi tanpa disertai atipia dan mitosis.5,9,10 Transisi dari

epitel rete testis normal akan sangat membantu dalam penegakkan diagnosis

walaupun sering tidak ditemukan.5 Varian sertoliform cystadenoma berupa

intrakistik dengan saluran rete testis yang berdilatasi dan mempunyai gambaran

solid yang terdiri dari tubulus yang tersusun rapat, terkadang solid, dilapisi sel

epitel yang memiliki sitoplasma banyak dan terwarna pucat, dengan inti di basal

serta anak inti dapat terlihat jelas. Sertoliform cystadenoma dapat

mengekspresikan penanda untuk stroma sex-cord yaitu diantaranya inhibin,

calretinin, dan SOX9, menyerupai tumor dari sel Sertoli.5

2. Adenocarcinoma rete testis

Adenocarcinoma pada rete testis merupakan keganasan dari epitel rete

testis yang membentuk struktur kelenjar, dimana harus memenuhi kriteria

diagnostik sebagai berikut : 1) tumor terdapat pada bagian tengah dari hilum

testis, 2) tidak ada tumor ekstrascrotal lain dengan gambaran histologis yang

sama / tidak adanya tumor primer lain 3) secara morfologinya tidak sesuai

dengan tumor testikular dan paratestikular lain, 4) secara immunohistokimia,

13
mesothelioma dan ovarian type carcinoma (papillay serous carcinoma) telah

disingkirkan.9,10

Adenocarcinoma rete testis muncul terutama pada usia dewasa, walaupun

dapat muncul mulai dari dekade pertama sampai ke sembilan kehidupan. Secara

klinis, adenocarcinoma rete testis muncul sebagai keluhan berupa massa pada

testis, yang dapat terasa nyeri dan disertai hidrokel. Dapat terlihat penyebaran

pada kulit skrotum yang kemungkinan merupakan manifestasi metastasis

langsung dari adenocarcinoma rete testis. 9,10

Secara makroskopis biasanya berukuran besar, mencapai 12 cm,

memberikan gambaran solid sampai kistik. Dapat terlihat nodul satelit yang

menyebar sampai spermatic cord pada dua per tiga dari seluruh kasus. Secara

mikroskopis dapat terlihat gambaran arsitektur yang beragam dimulai dari

struktur tubulogandular (tipikal), retiform, solid tubular (sertoliform), papillary,

kaposiform, dan pola bifasik. Sel epitel yang melapisinya berupa sel kuboidal

sampai kolumnar, dengan sitoplasma eosinofilik, stratifikasi inti, disertai atipia

sedang sampai berat. Sering didapatkan nekrosis, pola pertumbuhan yang

infiltrative, dan desmoplasia. Dapat terlihat komponen intrakistik yang jelas.

Adanya area transisi dari epitel normal rete testis menjadi adenocarcinoma

merupakan gambaran mendukung penegakkan diagnosis dari adenocarcinoma

pada rete testis. Walaupun demikian, transisi ini sering tidak tampak, dan dapat

menyerupai metastasis carcinoma pada rete testis. 9,10

14
Tumor ini biasanya menyebar secara lokal dan bermetastasis ke kelenjar

getah bening para aorta dan iliaka. Dapat pula bermetastasis langsung ke paru,

hati, dan tulang, walaupun sangat jarang. 5

Adenocarcinoma rete testis dapat sulit dibedakan dengan mesothelioma

maligna dari tunika vaginalis. Karena sangat jarang, adenocarcinoma rete testis

tidak memiliki karakteristik khas tersendiri pada pemeriksaan imunohistokimia,

positif pada penanda adenocarcinoma (Leu-M1 dan carcinoembryonic antigen),

sedangkan mesothelioma bisanya mengekspresikan WT1, CK5/6, dan

calretinin, dan negative untuk B72.3 dan BerEP 4. Carcinoma pada rete testis

dapat mengekspresikan PAX-8, dan tumpang tindih dengan gynecologic type

carcinoma.5,9,10

Epididymal Tumors9

1. Cystadenoma epididymis

Merupakan tumor epithelial jinak pada duktus epididymis yang berlokasi

pada bagian tengah epididymis. Secara mikroskopis memberikan gambaran

sesuai dengan tipe papillary dan dapat berhubungan dengan von Hippel-Lindau

syndrome. Walaupun demikian, didapatkan bentuk lain dari cystadenoma yang

jarang ditemukan, dimana walaupun secara arsitektural memberikan pola

pertumbuhan papillary, tetapi sel yang melapisinya kebanyakan berupa sel

columnar tinggi yang serupa dengan lesi pada rete testis dan dapat muncul di

tempat lain.

2. Papillary cystadenoma epididymis

15
Dapat muncul pada usia 16 sampai 76 tahun dengan rata-rata 35 tahun.

Dapat berhubungan dengan Von Hippel_Lindau syndrome. Tumor biasanya

ditemukan secara kebetulan berupa lesi yang tumbuh perlahan, tidak nyeri dan

tampak sebagai pembengkakan skrotum. Berlokasi di bagian tengah

epididymis. Biasanya terjadi unilateral, dan bila muncul unilateral, biasanya

tidak berhubungan dengan Von Hippel-Lindau syndrome.

Secara makroskopis, lesi biasanya terdiri dari struktur kistik yang secara

lokal terdapat papillary fibrovascular cores dilapisi epitel kuboidal sampai

kolumnar dengan sitoplasma jernih. Terdapat tubulus yang tampak memanjang

dan berisi sekresi berwarna eosinofilik yang menyerupai koloid. Terdapat

reverse polarity disertai subnuclear vakuola. Tidak terdapat gambaran atipia.

Gambaran pada papillary cystadenoma menyerupai gambaran clear cell

papillary renal cell carcinoma (PRCC). Kedua lesi memperlihatkan

immunoreaktifitas pada CK7, carbonic anhydrase IX dan PAX 8.

Kebanyakan clear cell papillary cystadenoma merupakan lesi jinak dan

penanganannya berupa eksisi lokal.

3. Adenocarcinoma epididymis

Merupakan neoplasma epithelial yang bersifat ganas dengan berbagai

derajat pembentukan kelenjar yang muncul dari epididymis. Disebut juga

sebagai papillary adenocarcinoma, cystsdenocarcinoma, papillary

cystadenocarcinoma. Merupakan tumor primer yang jarang pada epididymis.

Dapat muncul pada dekade ke tiga dan ke sembilan kehidupan. Gambaran

klinisnya berupa massa yang terlokalisasi dan dapat berhubungan dengan

16
hidrokel. Biasanya terletak pada bagian tengah epididymis tapi meliputi struktur

sekitarnya seperti tunika vaginalis, testis, dan spermatic cord.

Secara mikroskopis dapat memberikan gambaran papilari, tubular,

tubulopapilari, dan cystic predominant. Beberapa tumor dapat memiliki

gambaran clear cell dengan tubulus yang dilapisi epitel kuboidal sampai

kolumnar dengan sitoplasma mengandung glikogen (glycogen rich cell). Dapat

ditemukan infiltrasi acini pada stoma. Secara immunohistokimia positif

terhadap pansitokeratin dan epithelial membrane antigen, serta negative

terhadap prostat specific-antigen dan penanda mesothelial. Diagnosis

bandingnya adalah metastastic adenocarcinoma prostat, colorectum dan

pancreas, serta malignant mesothelioma.

Metastasis dari adenocarcinoma epididymis biasanya secara lokal sampai

ke kelenjar getah bening retroperitoneal. Sedangkan prognosis dari tumor ini

belum dapat diketahui dikarenakan belum adanya data yang adekuat terkait

insidensi dari tumor yang sangat jarang. Tetapi dari beberapa kasus yang

dilaporkan, tumor ini dapat mengakibatkan kematian. Penanganan secara

operasi disertai eksisi batas yang luas dan diseksi kelenjar getah bening

peritoneal pada stadium awal dari penyakit dapat meningkatkan kesintasan.

Mesenchymal tumours of spermatic cord and tecticular adnexa 9

1. Adipocytic tumours

Lipoma merupakan tumor paratestikular tersering. Liposarcoma

merupakan merupakan sarcoma yang sering didapatkan pada paratestikular,

17
yaitu dengan insidensi sebanyak 20 – 56% dari seluruh sarcoma pada regio ini.

Sebanyak 50 – 60% merupakan subtipe well differentiated liposarcoma,

walaupun pada beberapa Negara di dunia, yang tersering adalah

dedifferentiated liposarcoma. Sedangkan subtipe yang lain yaitu myxoid,

pleomorfik, dan fibrosarcoma like spindle cell liposarcoma relative jarang

ditemukan.

Secara makroskopis lipoma dan well-differentiated liposarcoma terlihat

sebagai massa berlemak yang besar. Sedangkan dedifferentiated dan pleomorfik

liposarcoma muncul sebagai massa soft tissue non spesifik, sering dengan

nekrosis dan perdarahan.

Secara mikroskopis, lipoma terdiri dari sel-sel lemak matur. Sedangkan

Well-differentiated liposarcoma terdiri dari berbagai porsi jaringan lemak matur

disertai pita fibrosa irregular yang berisi sel stromal yang membesar dan

hiperkromatis. Terdapat lipoblast. Sering didapatkan degenerasi miksoid dan

inflamasi kronis. Diferensiasi otot polos matur dapat terlihat dan disebut

sebagai lipoleiomyosarcoma.

Dedifferentiated liposarcoma berkembang dari well-differentiated

liposarcoma yang sudah ada sebelumnya dan secara tipikal terdapat gambaran

undifferentiated pleomorphic sarcoma. Biasanya dedifferentiated liposarcoma

memperlihatkan diferensiasi yang beragam. Low grade dedifferentiated

liposarcoma menggambarkan low grade fibrosarcoma, atau osifikasi

metaplastik.

18
2. Smooth muscle tumour

Leiomyoma merupakan merupakan neoplasma jinak yang

memperlihatkan diferensiasi dari otot polos. Leiomyosarcoma merupakan

keganasan yang berdiferensiasi dari sel otot polos.

Leiomyoma merupakan neoplasma mesenkimal jinak kedua tersering dari

region paratestikular. Leiomyosarcoma merupakan keganasan sarcoma kedua

tersering pada region ini setelah liposarcoma, dan sering meliputi spermatic

cord atau tunika testicular. Secara klinis biasanya pasien mengeluhkan adanya

massa intraskrotal yang tidak nyeri. Secara makroskopis, leiomyoma berbatas

tegas, berwarna abu keputihan, merupakan nodul yang kenyal, dan sering

tampak seperti kisaran pada potongannya. Secara mikroskopis, leiomyoma

paratestikular sama dengan gambaran tumor otot polos berdifrensiasi baik pada

organ lain. Pada beberapa kasus yang jarang, dapat ditemui pola

mikrotrabekular atau inti yang bizarre, serupa seperti yang dapat ditemui pada

leiomyoma uteri. Leiomyosarcoma paratesticular seringnya berdegenerasi baik

dan terdiri dari fasikula dari sel-sel spindle dengan sitoplasma cerah eosinofilik.

dengan ujung inti yang tumpul. Didapatkan mitotic activity, inti yang atipik,

infiltrasi pada tepi, atau nekrosis. Beberapa subtipe leiomyosarcoma yang

jarang adalah pleomorphic, myxoid, epitheloid, inflammatory, atau

dedifferentiated.

Secara immunohistokimia, pada leiomyoma SMA, muscle-spesific actin

dan desmin biasanya positif. Ekspresi h-caldesmon umum didapatkan pada

19
leiomyoma, tetapi lebih bervariasi pada leiomyosarcoma. CD34 dan CK dapat

positif pada beberapa kasus.

3. Skeletel muscle tumour

Rhabdomyoma merupakan neoplasma jinak yang berdiferensiasi dari otot

lurik. Rhabdomyosarcoma merupakan keganasan yang terdiri dari berbagai

derajat diferensiasi otot lurik.

Rhabdomyoma yang berkembang pada jaringan lunak paratestikular

merupakan kasus yang sangat jarang, paling sering mengenai dewasa muda,

mempuyai morfologi sklerosing distinctive, dan tidak rekuren. Kebanyakan

rhabdomyosarcoma pada paratestis, muncul pada anak-anak dan dewasa muda.

Secara klinis muncul sebagai massa paratestis yang tidak khas.

Kebanyakan pasien dengan rhabdomyosarcoma muncul dengan lesi yang

terlokalisir. Secara mikroskopis, rhabdomyoma terdiri dari sel-sel

rhabdomyoblas berbentuk bulat atau polygonal, kadang-kadang berbentuk

seperti tali (strap-shaped), dengan sitoplasma eosinofilik dan inti bulat, tanpa

atau dengan sedikit gambaran atipia dan mitosis. Sel-sel tersebut tersusun

individual, atau dalam kelompokan kecil, atau dalam bentuk nodul (jarang),

dengan stroma padat kolagen. Kebanyakan rhabdomyosarcoma yang

ditemukan merupakan tipe embryonal, terdiri dari sel primitive berbentuk bulat

atau spindle dan eosinophilic rhabdomyoblast, sering disertai dengan matriks

miksoid. Paratestikular merupakan lokasi tersering dari ditemukannya varian

yang jarang dari rhabdomyosarcoma, yaitu varian spindle cell. Sedangkan

subtipe lain yaitu alveolar dan pleomorphic, jarang ditemukan. Secara

20
immunohistokimia, demin dan muscle actin (HHF35) positif difuse bervariasi.

Myf4 (myogenin) terwarna pada inti, dan MyoD1 merupakan marker paling

spesifik.

4. Fibroblastic / myofibroblastic tumours

Merupakan neoplasma yang terdiri dari sel yang berdiferensiasi dari

fibroblastic dan myofibroblstik. Secara tipikal merupakan tumor jinak.

Berbagai variasi dari fibroblastic / myofibroblastik dapat berkembang di

jaringan paratestikular, yang paling sering adalah celuller angiofibroma, diikuti

oleh mammary type myofibroblastoma dan deep angiomyxoma.

Celuller angiofibroma secara klinis dapat muncul sebagai massa

inguinoscrotal yang biasanya mengenai usia pertengahan atau tua. Kebanyakan

tumor berbatas tegas, berukuran 5 – 10 cm, dan terdiri dari sel-sel spindle

dengan inti pendek dan gemuk, disertai dinding pembuluh darah yang menebal

dalam stroma kolagen, yang dapat mengandung sel lemak. Sel tumor secara

bervariasi positif terhadap CD34 dan atau smooth muscle actin, dan desmin.

Mammary-type myofibroblastoma, memperlihatkan gambaran morfologi

yang tumpang tindih dengan spindle cell lipoma, tetapi stroma kolagen bundle

yang kasar dan sering positif terhadap desmin. Tumor ini muncul pada inguinal

dan dapat muncul pada jaringan paratesticular.

Deep angiomyxoma merupakan kasus yang jarang yang muncul pada pria

dibandingkan wanita pada area genital. Pada pria, deep angiomyxoma biasanya

muncul pada dewasa dan paling sering meliputi spermatic cord atau scrotum.

Merupakan lesi yang infiltrative dan dan terdiri dari sel spindle sampai stelat

21
pada matriks miksoid disertai proliferasi pembuluh darah yang prominen.

Secara immunohistokimia positif terhadap actin, desmin, dan CD34, dan secara

konsisten positif terhadap HMGA2.

5. Nerve sheats tumours

Nerve sheats tumor sangat jarang muncul pada area testicular. Kasus yang

pernah dilaporkan adalah benign schwannoma and neurofibroma.

6. Tumor mesenkimal lainnya

Tumor mesenkimal lainnya pada spermatic cord dan adneksa testikular

diantaranya adalah haemangioma dan desmoplastic small round cell tumour.

III. PEMBAHASAN

Terdapat beberapa perbedaan klasifikasi untuk lesi neoplastik pada

Ackerman 2019 dibandingkan dengan klasifikasi WHO, yaitu lesi neoplastik /

tumor pada epididymis dan tumor pada spermatic cord.

Klasifikasi Ackerman untuk Neoplasma pada Epidiymis 5

Lesi Jinak

1. Tumor Adenomatoid dan Mesothelioma

Tumor Adenomatoid merupakan tumor mesothelial jinak yang

merupakan neoplasma tersering dari epididymis. Biasanya muncul pada dekade

ke-tiga dan ke-empat kehidupan. Tumor ini juga dapat muncul pada spermatic

cord dan duktus ejakulatorius pada pria, dan pada tuba falopii serta uterus pada

wanita. Muncul secara klinis sebagai massa dan kadang-kadang menimbulkan

rasa nyeri. Secara mikroskopis, biasanya tumor ini tidak berkapsul dan berbatas

22
tidak tegas, dapat meliputi testis terdekat. Secara makroskopis berupa nodul

solid lunak kecil dengan ukuran rata-rata 2 cm, berwarna putih keabuan.

Terdapat proliferasi sel mulai dari sel kuboidal sampai sel gepeng, yang

membentuk pita solid dengan gambaran epithelial membentuk saluran dengan

lumen yang berdilatasi menyerupai struktur vascular. Sel-sel tumornya

memberikan gambaran sitoplasmic vacuolization. Area tubuler sering

mempunyai batasan yang atrophic dan tampak utas berbeda seperti helai

melewati lumen. Contohnya dengan gambaran onkositik dan epitheloid dapat

menyerupai carcinoma, mesothelioma, neoplasma vascular atau sex cord-

stromal tumor. Stroma di sekitarnya dapat berisi banyak serat fiber dan otot

halus, dapat memiliki reaksi desmoplastik dan diinfiltrasi oleh sel inflamatori.

Beberapa kasus yang jarang dapat memiliki nekrosis tipe infark yang

berhubungan dengan atipia reaktif.

Secara imunihistokimia, tumor adenomatoid reaktif kuat terhadap

pankeratin, calretinin, D2-40, dan WT1, dan negative untuk CEA.

Tumor adenomatoid harus dibedakan dengan tumor vascular yang

sebenarnya, yang juga dapat terlihat pada rete testis. Tumor vaskuler akan

reaktif terhadap ERG, CD34, dan CD31, walaupun dapat pula koekspresi dengn

keratin.

2. Mesothelioma

Mesothelioma pada epididymis berasal dari tunika vaginalis testis.

Kebanyakan bersifat ganas. Dapat terjadi pada pria dengan rentang umur yang

luas, dapat terjadi pada anak-anak, spektrum differensiasi yang luas, dan

23
agresif, sering rekuren dan bermetastasis. Secara imunihistokimia reaktif

terhadap pankeratin, calretinin, D2-40, dan CK. Mesothelioma berekasi

negative terhadap CK20 dan CEA.

Small Located papillary mesothelial lesion membingungkan. Well-

differentiarted papillary mesothelioma memiliki gambaran yang sama seperti

yang sering didapatkan pada peritoneum pada wanita. Pada pria, lesi ini sering

didapatkan secara kebetulan pada kantung hydrocele. Diagnosis ini terbatas jika

didapatkan gambaran papilla dan tubula yang dilapisi selapis epitel mesothel

bentuk kuboid sampai mendatar. Kadang-kadang dapat ditemui sedikit mitosis,

tetapi tidak terdapat invasi.

Other Tumor and Tumorlike Conditions

1. Clear cell papillary cystadenoma pada epididymis dapat unilateral maupun

bilateral dan bersifat familial. Merupakan bagian dari von Hippel-Lindau

(VHL) disease dan sering terlihat disertai dengan manifestasi lain dari

penyakit ini, terutama bila tumor ini terdapat bilateral. Secara makroskopis,

biasanya berukuran 1 – 5 cm dan berbatas tegas, dapat kistik maupun solid.

Secara mikroskopis, didapatkan lipatan-lipatan papillary dilapisi sel

kolumnar dengan sitoplasma sel jernih. Secara imunohistokimia, reaktif

terhadap pankeratin, keratin 7, dan PAX-8. Secara histologi dan

imunofenotipe papillary cystadenoma epididymis identik clear cell renal

carcinoma ginjal. Krena pasien dengan VHL dapat memiliki clear cell

papillary cystadenoma bersamaan dengan clear cell carcinoma ginjal, maka

penting untuk membedakan kelainan tersebut dengan metastasis dari clear

24
cell carcinoma ginjal pada epididymis. Pewarnaan yang kuat terhadap CK7

dapat mendukung diagnosis clear cell papillary cystadenoma pada

epididymis.

2. Carcinoma pada epididymis merupakan kelaianan yang sangat jarang.

Mempunyai gambaran mikroskopis berupa adenocarcinoma atau

undifferentiated carcinoma, dan berhubungan dengan prognosis yang buruk.

Pola pertumbuhan dari adenocarcinoma epididymis dapat tubular,

tubulokistik, atau tubulopapillary dan sering didapatkan komponen clear cell.

Kadang-kadang dapat kombinasi dengan epididymal-like cell dan mucin

producing cell walaupun jarang.

3. Ovarian tumor tipe epithelial permukaan dapat muncul pada epididymis

walaupun jarang, seperti serous, mucinous, endometrioid, clear cell, dan

Brenner. Dapat mengenai epididymis unilateral maupun bilateral. Kebanyakan

memiliki gambaran yang jinak atau borderline, tetapi beberapa dapat memiliki

gambaran serous carcinoma dan dapat bermetastasis. Persamaan dengan

tumor epithelial permukaan pada traktus genitalia wanita adalah ekspresi

terhadap reseptor estrogen dan progesterone.

4. Leiomyoma, leiomyosarcoma, hemangioma, lymphangioma, rhabdomyoma,

pigmented neuroectodermal tumor of infancy, malignant lymphoma, dan

plasmacytoma dapat muncul pada epididymis.

5. Pseudotumor dapat muncul pada bagian tengah epididymis dan terdiri dari

myofibroblast yang reaktif dan dapat ditemui pada anak-anak setelah torsio

testis. Pada anak-anak kadang-kadang dapat dijumpai lesi paratestikulr

25
lainnya seperti meconium periorchitis, yang berhubungan dengan perforasi

uteri dan dapat menyerupai myxoid neoplasma. Berisi musin, kalsifikasi

heterotropik, fibrosis, dan kadang-kadang disertai fetal squamous cell.

Klasifikasi Ackerman untuk Neoplasma pada Spermatic Cord5

Terdapat beberapa tipe dari tumor primer dari spermatic cord. Karena

hubungannya anatomisnya dengan scrotum dan tunika vaginalis testis,

merupakan hal yang mustahil untuk untuk memutuskan dari kompartemen

anatomi yang mana tumor tersebut berasal, terutama bila massa tumornya besar.

Dari sudut pandang topografi dan operatif, mungkin lebih sesuai jika hanya

membagi tumor tersebut sebagai yang berasal dari skrotum dan dari kanalis

inguinalis, tanpa mengacu pada struktur anatomi tertentu, kecuali jika telah

dikonfirmasi secara gross dan mikroskopis.

1. Tumor tersering pada region ini adalah lipoma. Dikelilingi oleh tunika

vaginalis dan menerima suplai darah dari pembuluh darah spermatic cord.

Kumpulan sel-sel lemk matur membentuk struktur nodular sering terlihat di

depan kantung hernia tetapi bukan merupakan lipoma yang sebenarnya.

2. Tumor genital stromal familial, identik dengan lesi tesebut pada region

vulvavaginal, dapat terlihat juga di paratestis, termasuk angiofibroma seluler,

angiomyxoma agresif, dan myofibroblastoma tipe mammary. Nomenklatur

tumor ini telah berkembang, tetapi kebanyakan neoplasma dilaporkan sebagai

“angiomyofibroblastoma-like tumor of the male genital tract”, dan sekarang

diklasifikasikan sebagai cellular angiofibroma. Tumor ini berbatas tegas dan

26
tediri dari, spindle sel pendek, dengan stroma collagenous dan berhubungan

dengan pembuluh darah yang mengalami hyalinisasi dan mengalami

penebalan yang bervariasi. Sel tumor memperlihatkan reaktifitas yang

beragam terhadap imunohistokimia CD34 dan SMA (Smooth Muscle Actin),

dengan pewarnaan yang lemah terhadap desmin. Memperlihatkan 13q

rearrangements dengan loss / delesi RB1. Angiomyxoma agresif (deep

angiomyxoma) dapat secara jarang muncul di spermatic cord atau scrotum.

Dibandingkan dengan angiofibroma seluler, lesi ini kurang seluler dan

memiliki background miksoid, tetapi tampak proliferasi pembuluh darah yang

bervariasi. Angiomiksoma agresif sering lebih infiltratif. Secara

immunofenotipe terdapat ekspresi yang beragam terhadap actin, CD34, dan

desmin. Lesi ini, yang dapat rekurent secara local, memiliki karakter HMGA2

gene rearrangement pada 12q14.3.Rekurensi local jarang ditemukan, baik

untuk angiofibroma seluller maupun mammary type-myofibroblastoma.

3. Papillary cystadenoma pada spermatic cord dapat muncul sebagai massa

inguinal. Secara morfologis memberikan gambaran menyerupai borderline

ovarian serous tumors dari region ini suggests a mullerian derivation.

4. Tumor primer lain yang dilaporkan dari region ini adalah hemangioma,

lymphangioma, leiomyoma, rhabdomyoma, solitary fibrous tumour, desmoid

fibromatosis, fibrous hamartoma of infancy dan paraganglioma.

5. Keterlibatan sekunder dari spermatic cord oleh testicular germ cell tumor

melalui ekstensi langsung dari invasi vaskuler dapat muncul pada region ini.

27
Sangat penting untuk membedakan adanya lesi metastasis ini dari kontaminan

yang diakbatkan kesalahan pada saat pemotongan gross.

IV. SIMPULAN

Tumor dan tumor-like lesion pada region paratestikular sangat jarang

ditemukan. Lesi non neoplastik dan tumor jinak pada area paratestikuler dan adneksa

testis, karena topografinya, dapat menyerupai suatu keganasan pada area ini.

Tumor jinak pada rete testis jarang ditemukan, bila ada biasanya merupakan

adenoma. Adenocarcinoma pada rete testis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria

diagnostik sebagai berikut : 1) tumor terdapat pada bagian tengah dari hilum testis,

2) tidak ada tumor ekstrascrotal lain dengan gambaran histologis yang sama / tidak

adanya tumor primer lain 3) secara morfologinya tidak sesuai dengan tumor testikular

dan paratestikular lain, 4) secara immunohistokimia, mesothelioma dan ovarian type

carcinoma (papillay serous carcinoma) telah disingkirkan.

Lipoma merupakan tumor jinak mesenkimal tersering pada struktur

paratestikuler / spermatic cord, diikuti oleh leiomyoma. Liposarcoma merupakan

keganasan tersering pada struktur paratestikular.

Terkait beragamnya struktur yang terdapat pada area testis dan paratestis, maka

seorang patolog harus dapat mendokumentasikan asal tumor secara anatomis,

klasifikasi histologis, dan penyebaran dari lesi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Birmingham R, Sebastian N, Gonzalez G. Paratesticular tumors. Description of

our case series through a period of 25 years. In : Archivos Espanoles de Urologia

: Jul – Aug 2012. Vol.65(6).p609-15.

2. Khandeparkar SGS, Pinto RGW. Histopathological Spectrum of Tumor and

Tumor-Like Lessions of Paratestis in A Tertiary Care Hospital. In : Oman

Medical Journal ; 2015.Vol 30 No.6..p461-68.

3. Galosi AB, et al. Adult primary paratesticular mesenchymal tumors with

emphasis on a case presentation and discussion of spermatic cord spermatic cord

leiomyosarcoma. In : Diagnostic Pathology ; 2014. Vol 9(90).

4. Khoubehi B, et al. Adult paratesticular tumors. In : BJU International ; 2002.

Vol.90.p707-15.

5. Rosai J. Testis and Testicular Adneksa. In: Rosai J, editor. Rosai and

Ackerman's Surgical Pathology. 11th ed. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier;

2019. p.1157 - 64.

6. Van De Graaff KM. Male Reproductive System. In : Human Anatomy. 6th ed:

The McGraw-Hill Companies; 2001.p.712-25.

7. Eroschenko VP. Male Reproductive System. In : diFiore’s Atlas of Histology

with Functional Correlations. 11th ed. Philadelphia Lippincott Williams &

Wilkins; 2008. p. 409-23.

8. Farmanfarma K, et al. Testicular Cancer in The World: an Epidemiological

Review. In : World Cancer Research Journal; 2018. 5(4) ; e1180.

29
9. Holger M, Peter A,Ulbright TM. WHO Classification of Tumours of The Urinary

System and Male Genital Organs 4th Ed. Lyon : IARC.p.244 – 56.

10. David G, Liang Cheng. Spermatic Cord and Testicular Adneksa. In : Urologic

Surgical Pathology 3rd Ed. Philadelphia : Elseviers Saunders ; 2014.p.830 – 849

30

Anda mungkin juga menyukai