Walt Disney
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca bab ini pembaca akan mampu dan memahami:
1. Mampu menggunakan metode SSM untuk merekomendasikan langkah‐langkah
untuk memperbaiki situasi
2. Dengan metode Metagame, mampu merekomendasikan skenario yang layak
dalam rangka memutuskan tindakan yang dibutuhkan untuk mengoptimal kan
skenari
3. Mampu mendiagramkan persoalan ke dalam model AHP dan memilih keputusan
yang menjawab persoalan
TOPIK YANG DIBAHAS
1. Soft System Methodology (SSM)
a. Langkah‐langkah dalam SSM
b. Rich Picture
c. Root Definitions
d. Membangun Model Konseptual
e. Membandingkan Model dengan Situasi Keputusan
f. Identifikasi langkah‐langkah yang dibutuhkan
2. Meta Game
a. Teknik Meta Game
Soft System Methodology
Penggunaan kata “Soft” yang dikontraskan dengan kata “Hard” dalam penamaan SSM adalah
karena SSM merupakan cara ilmiyah (metodologi) untuk mempelajari kompleksitas hubungan
(System) antar manusia (Soft), sementara ” Hard System” berhubungan dengan bagian‐
bagian yang berhubungan dalam lingkungan perekayasan/ Engineering (Checkland, 2000).
Langkah‐langkah dalam SSM
Dalam sistem yang dikembangkan oleh Checkland, yang dikenal sebagai Soft System
Methodology (SSM), pengambil keputusan menghadapi situasi keputusan (the real world) dan
mempelajarinya secara tidak terstruktur melalui apa yang dinamakannya sebagai rich picture
(gambaran situasi yang kaya) dan kemudian membangun sebuah model yang mungkin
merupakan penggambaran dari situasi yang dihadapinya (conceptual/mental model). Dalam
memahami situasi melalui rich picture, pengambil keputusan diharapkan mampu memahami
berbagai sistem yang relevan (root definitions), yang merupakan modal dasar pengembangan
model konseptual (conceptual model). Model konseptual ini kemudian dibandingkan dengan
dunia nyata untuk memahami perubahan‐perubahan/perbaikan‐perbaikan yang mungkin
dilakukan di dunia nyata dan tindakan‐tindakan yang diperlukan ke arah itu.
Pendekatan permasalahan dengan menggunakan SSM membutuhkan tujuh tahapan
yang mencakup pemahaman dunia nyata, penggambaran dunia dalam model konseptual, dan
pembandingan keduanya. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dunia nyata
a. Memersepsikan dunia nyata/situasi keputusan.
b. Mengekspresikan dunia nyata tesebut dalam rich picture untuk menangkap seluruh
aktivitas dan sistem yang relevan dengan permasalahan.
2. Dunia konseptual
c. Mengenali “root definitions” dan “relevan systems”.
d. Membangun model konseptual.
3. Dunia nyata
e. Membandingkan model konseptual dengan dunia nyata.
f. Mengidentifikasi perubahan‐perubahan dalam dunia nyata yang mungkin dan perlu
untuk dilakukan.
g. Merancang langkah‐langkah untuk meningkatkan situasi.
Rich Picture
Rich picture adalah cara yang secara tidak terstruktur menggambarkan berbagai hal yang
relevan dengan situasi permasalahan (dunia nyata). Beberapa hal yang seharusnya tertangkap
oleh rich picture adalah struktur, proses, iklim, kumpulan manusia, isu‐isu yang dilontarkan
berbagai kelompok, konflik, dan ekspresi situasi, baik dalam sistem yang ada maupun dalam
subsistem‐subsistem di bawah sistem‐sistem yang ditangkap. Penggambaran secara tidak
terstruktur dimaksudkan agar proses pengayaan dalam mengenal situasi permasalahan dapat
terus menerus diperluas sejalan dengan bertambahnya pengetahuan pengambil keputusan
dalam mengembangkan dan memahami permasalahan. Figur yang terdapat dalam Boks 7.1
Mekanisme pemilihan Gubernur Bank Indonesia (BI) harus diperbaiki untuk meminimalkan praktik politisasi
dari berbagai pihak yang berkepentingan. “Selama ini, aroma politik pemilihan Gubernur BI lebih ‘kental’ yang
menyebabkan lunturnya kredibilitas BI sebagai lembaga yang independen,” kata Ketua Dewan Direktur
CIDES (Center for Information and Development Studies) Umar Juoro dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu.
“Sebaiknya mekanisme dan pola perekrutan calon Gubernur BI harus diperbaiki untuk mencegah
politisasi yang dilakukan DPR, presiden, atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan BI. Saya kira dalam
pemilihan Gubernur BI, presiden hanya mencalonkan satu orang saja dan DPR hanya mengonfirmasikan
saja calon yang diajukan Presiden,” ujarnya katanya. Umar mengatakan dalam undang-undang, BI dikatakan
sebagai lembaga yang independen, namun faktanya masih banyak intervensi politik dalam tubuh BI. Jika ini
dibiarkan, kredibilitas BI akan luntur dan mengganggu kestabilan moneter.
Umar tidak setuju jika kewenangan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
DPR itu dihapus. Mekanisme pemilihan Gubernur BI yang berlaku sekarang ini, presiden mengajukan calon
satu sampai tiga orang yang diajukan ke DPR. Kemudian, DPR nanti yang akan menentukan siapa Gubernur
BI yang terpilih. (Skema pemilihan Gubernur BI ditunjukkan pada skema berikut ini.)
Budaya
Indonesia
Presiden Kaderisasi
Terpilih Proses dalam ParPol
PEMILU
Gubernur BI
Calon Gubernur BI
dipilih
dipilih
Presiden Presiden
Identifikasi langkah‐langkah perubahan yang dibutuhkan
Dengan memahami apa yang terjadi dalam dunia nyata, pengambil keputusan akan mampu
mengidentifikasi berbagai hal yang harus ada dalam sistem, yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan.
Dalam kasus pemilihan Gubernur BI, dapat kita pahami misalnya bahwa proses kaderisasi
parpol yang ada tidak akan mampu menghasilkan anggota parpol yang—di mana merupakan
“stok” calon legislatif—yang baik sehingga kelak jika saatnya dia terlibat dalam proses seleksi
calon Gubernur BI tidak akan mampu melakukan seleksi seperti yang diharapkan. Sistem
kaderisasi parpol yang bermuara pada dua hal, yaitu nepotisme dan politik uang, bukanlah
Metagame
Teori permainan memiliki keterbatasan dalam hal keterbatasan pihak yang dihadapi (terbatas
pada satu pihak saja) dan strategi lawan yang pada umumnya didefinisikan secara ringkas
dalam dua strategi.
Dalam kenyataannya, seorang pengambil keputusan sering kali dihadapkan pada
sejumlah lawan, baik secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi hasil
keputusannya. Strategi lawan pun bukan hanya tidak diketahui, melainkan juga jumlahnya
tidak terbatas. Metagame melepas asumsi semacam itu sehingga situasi keputusan yang
dipersepsikan bukan hanya menjadi semakin nyata, melainkan juga semakin kompleks.
Permainan ini pertama kali diperkenalkan oleh Nigel Howard pada 1960, yang merupakan
rekonstruksi dari teori permainan sangat matematis, agar dapat digunakan secara intuitif.
Teknik Metagame
Basis dari metagame adalah identifikasi berbagai sistem/subsistem, baik yang berperan
sebagai aktor maupun berbentuk lingkungan eksternal yang menghambat, di mana relevan
dalam memengaruhi pengambil keputusan, mengidentifikasi berbagai tujuan mereka, dan
mengidentifikasi berbagai strategi yang dapat mereka lakukan (analysis of option). Dengan
demikian, berbagai skenario situasi keputusan yang layak dipertimbangkan (scenario
development) dapat dikenali serta mencari langkah‐langkah yang dapat dilakukan untuk
mengarah pada perbaikan (improvement), baik berbentuk “compromise scenario”, “stable
scenario”, “the perferred one scenario”, ataupun—paling tidak—“optimal scenario” (scenario
analysis). Dalam hal ini beberapa istilah yang perlu dipahami adalah sebagi berikut.
1. Actors adalah berbagai pihak yang mengendalikan berbagai isu/tindakan.
Menurunkan standar kualitas yang dilakukan oleh FD merupakan sanction bagi
meningkatkan output yang dilakukan oleh PD, baik dalam skenario ke‐2 ataupun ke‐3.
Sementara itu, “Banding terhadap Finishing Department kepada manajer senior” yang
dilakukan PD merupakan sanction bagi opsi menurunkan standar kualitas pada skenario ke‐3.
Kedua skenario ini tergolong not–preferred (tidak disukai), baik oleh PD maupun oleh FD.
Konflik akan terjadi pada skenario ke‐3 atau skenario ke‐5, yaitu ketika FD menolak untuk ikut
meningkatkan output yang diprosesnya. Oleh karena itu, skenario ke‐4—yang tampaknya
Dalam daftar skenario tersebut, berbagai sanction dapat dipetakan, di mana berasal dari
opsi aktor lawan/lingkungan Mie Sedaap, misalnya opsi untuk mengeluarkan varian Mie
Sedaap dari Indomie akan merupakan sanksi bagi opsi mengajarkan teknik blending mi instan
pada warteg. Opsi ketidakbersediaan produk mi instan lain untuk berbagi wilayah pemasaran
dengan Mie Sedaap akan merupakan sanksi bagi opsi membagi wilayah pemasaran dengan mi
lain. Untuk tidak membuat Tabel 7.3 menjadi semakin ruwet, berbagai sanksi yang lain tidak
digambarkan dalam daftar tersebut.
Dengan membuat peta sanksi, jumlah sanksi yang ada pada skenario tertentu dapat
dihitung. Sebagai conoth, skenario ke‐2 memiliki sanksi sebanyak 6 sanksi; skenario ke‐3
sebanyak 5 sanksi; skenario ke‐4 tidak memiliki sanksi sama sekali; skenario ke‐5 memiliki 6
sanksi; serta skenario ke‐6 hanya memiliki 2 sanksi.
Dalam hal kemungkinan kompromi tidak dapat dilakukan seperti halnya contoh pada
kasus ini, pengambil keputusan sebaiknya memilih skenario yang memiliki sanksi paling sedikit
atau sanksi yang sama banyak, namun dengan dampak paling rendah (dalam hal ini adalah
Analytical Hierarchy Process
Teknik terakhir yang akan dibahas dalam situasi pengambilan keputusan kompleks adalah
teknik analytical hierarchy process (AHP). Teknik ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty tahun
1970 dan telah dikembangkan dan diperbaiki sejak saat itu.
Teknik ini merupakan teknik untuk menstruktur dan memahami sebuah situasi kompleks
daripada memberikan sebuah resep “keputusan yang tepat” dalam menghadapi situasi
Rachmadi Triono Page 15
tersebut. Teknik AHP membantu pengambil keputusan memilih sebuah alternatif yang
memberikan hasil paling mendekati tujuannya. Sesungguhnya, teknik ini sudah dilakukan oleh
para pengambil keputusan sejak lama, yaitu dalam pikiran mereka, tetapi AHP memvisualkan
apa yang mereka pikirkan dan rasakan sehingga pemahaman terhadap situasi keputusan
menjadi semakin baik.
Pemahaman Awal: Dekomposisi Masalah
Teknik AHP mengharuskan penggunanya untuk melakukan dekomposisi situasi keputusan ke
dalam lapisan‐lapisan elemen persoalan yang dapat dianalisis secara independen. Elemen‐
elemen persoalan tersebut dapat berupa hal‐hal yang nyata/berwujud (tangible) atau tidak
nyata (intangible), memiliki ukuran pasti atau bersifat perkiraan, serta apa pun itu sepanjang
relevan dengan permasalahan. Secara empiris, elemen‐elemen semacam itu sejauh ini
diidentifikasikan sebagai: faktor dan subfaktor; kriteria dan subkriteria; aktor dan tujuan aktor,
serta skenario.
Faktor adalah elemen persoalan yang menentukan pilihan alternatif. Misalnya, dalam
memilih sebuah kebijakan moneter, faktor yang penting dalam memengaruhi pilihan kebijakan
tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan tingkat bunga. Kriteria adalah
acuan yang menjadi dasar pemilihan alternatif. Misalnya, dalam memilih mobil, kriteria yang
diperlukan adalah harga beli, biaya perawatan, kecepatan, dan kenyamanan. Aktor adalah
pihak‐pihak yang terlibat dalam menentukan keputusan. Misalnya, dalam memutuskan
besarnya kenaikan gaji pegawai pada tahun tertentu, aktor yang harus dipertimbangkan
adalah pemegang saham, manajemen, dan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).
Sementara itu, skenario merupakan berbagai situasi yang memiliki probabilitas kejadian yang
menentukan dipilihnya alternatif. Sebagai contoh, dalam pemilihan sejumlah alternatif
investasi, pengambil keputusan dihadapkan pada skenario pilihan jangka pendek dan jangka
panjang, di mana untuk masing‐masing skenario tersebut terdapat probabilitas berbagai
kemungkinan perubahan situasi.
Susunan hierarki dapat merupakan kombinasi lengkap dari keseluruhan elemen pesoalan
atau sebagian saja. Sebuah contoh dari proses dekomposisi persoalan tersebut adalah
sebagaimana yang ditunjukkan pada Figur 8.3. Figur ini merupakan dekomposisi persoalan
memilih seorang pemimpin (leader) dari sejumlah alternatif pemimpin yang ada. Elemen yang
dipergunakan adalah kriteria dan alternatif. Ada empat kriteria yang dipertimbangkan, yaitu
pengalaman, pendidikan, karisma, dan usia. Pengambil keputusan boleh menggunakan
elemen apa pun lebih banyak, tetapi tidak melebihi tujuh elemen, di mana jumlah tersebut
merupakan jumlah maksimal untuk dapat melakukan pilihan secara konsisten.
Walaupun teknik AHP memungkinkan terjadinya inkonsistensi dalam keputusan, namun
demikian, teknik ini tetap saja mensyaratkan nilai inkonsistensi serendah mungkin pada setiap
tingkatan model keputusan agar hasilnya tidak mempengaruhi keputusan yang harus dibuat.
Dimana: Jumlahi adalah penjumalahan penilaian faktor ke i
Prioritasi adalah prioritas penilaian atas faktor ke i
KI = | L – n | / n‐1
Dimana: n adalah jumlah faktor yang dinilai
RK = KI / RI
Dimana RI adalah Indeks Random Konsistensi yang besarnya sesuai dengan n:
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Untuk memudahkan pembahasan maka hasil perhitungan pada tabel 8.5 sampaidengan tabel
8.8 disajikan ulang pada tabel 8.10
Tabel 8.10 Jumlah penilaian dan Prioritas ketiga merek
Jumlah Prioritas
Merek
Nyaman Harga Nyaman Harga
Chevrolet (C) 7 3,25 0,14 0,27
Toyota (T) 3,5 3 0,28 0,41
Mazda (M) 1,75 2,5 0,57 0,43
Rasio Konsistensi pilihan Kenyamanan
L =( 7 x 0,14) + (3,5 x 0,28) + (1,75 x 0,57)
= 2,9575
KI = | 2,9575 – 3 | / 2
= 0,02125
CR = 0,02125/0,58
= 0,037 atau 3,7%
Pada contoh sebelumnya RKK dapat dihitung sebagai berikut:
RKK = 0,089/0 + (0,7 x 0,02125) + (0,3 x 0,09125) 0,58
= 0,07 atau 7%
Tujuan
Keputusan
Contoh 1: Mental Model Pemilihan Portofolio Investasi
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa Mental Model portofolio investasi seharusnya
disusun berdasarkan teori portofolio. Oleh karena itu hirarki yang disusun haruslah
mengandung unsur‐unsur:
1. Dimensi waktu : Jangka Pendek dan Jangka Menengah
2. Kriteria Investasi: Return, Risk dan Kemudahan untuk diuangkan
3. Skenario Ekonomi pada setiap dimensi waktu
4. Alternatif aset investasi (Maksimal 7)
Mental Model portofolio investasi yang mengakomodir keempat hal di atas bisa diikuti pada
figur 8.5.
Perhitungan yang dilakukan dalam mengeksekusi mental model yang bersifat kompleks
sebaiknya tidak dilakukan secara manual, karena akan terlalu rumit dan membutuhkan banyak
perhitungan, namun menggunakan software khusus untuk itu, misalnya Expert Choice.
Portofolio
Asset
J. Pendek J. Menengah
Contoh 2: Mental Model Memilih Kebijakan Ekonomi
Contoh lain bagaimana membentuk Mental Model dapat diikuti pada Figur 8.6. yang
merupakan mental model bagi keputusan untuk memilih kebijakan ekonomi, di antara
substitusi impor, orientasi ekspor, atau agribisnis. Model Kebijakan ekonomi tersebut dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi perspektif kebijakan ekonomi, yaitu penyediaan devisa dan
permintaan devisa. Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dari masing‐masing
strategi pengembangan sektor ekonomi. Pada level berikutnya, adalah sub tujuan dari masing‐
masing pengembangan sektor ekonomi. Ini didasarkan pada suatu logika bahwa kebijakan
ekonomi yang dipilih didasarkan atas kemampuannya dalam menghasilkan devisa atau
kemampuanna dalam melayani permintaan devisa. Prioritas keduanya harus ditentukan pada
tingkat kebijakan. Jika Kebijakan ekonomi sudah ditentukan maka perlu dilakukan penajaman
pada sektor ekonomi yang ingin dikembangkan sesuai dengan tujuan kebijakan ekonomi yang
telah ditentukan. Tujuan pengembangan setiap sektor ekonomi juga harus dinyatakan secara
spesifik untuk membentuk Mental Model tersebut.
Dengan melakukan perbandingan berpasangan lapis demi lapis dalam hierarki permasalahan,
bobot kebijakan ekonomi yang dipermasalahkan akan diperoleh.
Contoh 3: Mental Model untuk Skenario Bisnis Provider Telekomunikasi
Contoh yang ketiga adalah mental model untuk memecahkan persoalan skenario pada bisnis
jasa operator penyedia layanan seluler yang skenarionya telah diberikan pada Bab 4. Struktur
model AHP‐nya dapat dilihat pada Figur 8.6. Mental Model ini memiliki tujuan untuk
menghitung besarna kemungkinan (probabilitas) terjadinya skenario masa depan bisnis
penyedia jasa telpon seluler. Mengetahui likely hood terjadinya skenario masa depan bisnis
penyedia jasa telepon seluler bisa dimanfaatkan untuk keputusan memasuki bisnis tersebut
atau keluar dari bisnis tersebut. Dan seandainya keputusan yang dilakukan tetap memasuki
bisnis penyedia jasa telepon seluler maka provider seharusnya telah mempersiapkan diri
dengan sejumlah strategi untuk tetap lestari pada bisnis itu.
Dengan melakukan perbandingan berpasangan lapis demi lapis elemen situasi
permasalahan maka akan diperoleh prioritas keseluruhan dari keempat skenario yang
diperkirakan, di mana merupakan probabilitas terjadinya masing‐masing skenario. Probabilitas
tentang terjadinya skenario Dances with Wolf; Cut Throat; Sleeping with Enemies; atau Wired
Society.