Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH MANAJEMEN LINTAS BUDAYA

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa
rahmat, taufik dan hidayah-Nya kami semua tidak dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini walaupun dalam bentuk maupun isi yang sederhana.

Harapan kami semoga makalah ini dapat digunakan sebagai acuan, pedoman maupun
petunjuk bagi para pembaca, namun yang paling utama semoga makalah ini dapat
menambah wawasan para pembaca mengenai materi yang kami bahas dalam makalah
ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih membutuhkan banyak perbaikan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
yang membangun sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan pembuatan makalah-
makalah kami yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga
Tuhan Yang Maha Kuasa membalas jasa-jasanya dan senantiasa meridhai kita semua.
Aamiin.

Malang, 07 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
C. TUJUAN.............................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
 SIFAT BUDAYA............................................................................................................2
 KERAGAMAN BUDAYA.............................................................................................2
 NILAI – NILAI BUDAYA.............................................................................................6
Perbedaan dan Persamaan Budaya di Berbagai Budaya...................................................7
Transisi Nilai.......................................................................................................................9
Dimensi Budaya Hofstede.................................................................................................11
Dimensi Budaya Trompenars............................................................................................18
 PENGINTEGRASIAN BUDAYA DAN MANAJEMEN: PROYEK GLOBE.........31
Budaya dan Manajemen...................................................................................................31
Dimensi Budaya GLOBE..................................................................................................32
Analisis Negara GLOBE...................................................................................................33
BAB III......................................................................................................................................36
STUDY CASE..........................................................................................................................36
BAB IV......................................................................................................................................37
PENUTUP.................................................................................................................................37

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tantangan utama dalam melakukan bisnis internasional adalah untuk
menyesuaikan secara efektif pada perbedaan budaya, seperti penyesuaian
membutuhkan pemahaman dari keragaman budaya, persepsi, klise dan nilai. Dalam
beberapa tahun belakangan ini, penelitian menghubungkan antara dimensi kebudayaan
dan perilaku-perilaku dan penelitian telah terbukti berguna dalam penyediaan profil
integrative dari budaya internasional.

Dalam kenyataanya budaya sangat berpengaruh terhadap kelancaran dalam dunia


bisnis baik dalam perkembangna dalam bisnis skala nasional maupun skala
internasional. Sesuatu hal baru yang tidak sesuai dengan kebudayaan suatu bangsa
akan sulit diterima atau berkembang didalam Negara tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sifat budaya terhadap manajemen Internasional?
2. Bagaimana keragaman budaya didalam manajemen Internasional ?
3. Bagaimana Nilai –nilai budaya dalam manajemen Internasional ?
4. Bagaimana peintegrasian budaya di manajemen internasional ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana sifat budaya manajemen Internasional?
2. Mengetahui bagaimana keragaman budaya didalam manajemen Internasional ?
3. Mengetahui bagaimana Nilai –nilai budaya dalam manajemen Internasional ?
4. Mengetahui bagaimana peintegrasian budaya di manajemen internasional ?

1
2
BAB II

PEMBAHASAN
 SIFAT BUDAYA

Kata budaya berasal dari bahasa Latin cultura, yang terkait dengan pemujaan atau
ibadah. Dalam arti luasnya, istilah ini merujuk pada hasil interaksi manusia. Untuk
keperluan studi manajemen internasional, budaya diperoleh pengetahuan yang
digunakan orang untuk menafsirkan pengalaman dan menghasilkan perilaku sosial.
Pengetahuan ini membentuk nilai-nilai, menciptakan sikap, dan memengaruhi
perilaku. Sebagian besar sarjana budaya akan menyetujui karakteristik budaya
berikut:

1. Belajar. Budaya tidak diwariskan atau berdasarkan biologis: namun, memerlukan


pembelajaran dan pengalaman. Bahwa kebudayaan didapat dari proses pembelajaran
untuk berbudaya, karena secara naluriah saja manusia akan hidup anpa sebuah
kebudayaan.

2. Berbagi. Orang sebagai anggota kelompok, organisasi, atau masyarakat yang


berbagi budaya; itu tidak spesifik pada individu tunggal. Bahwa suatu kebudayaan
merupakan kumpulan prinsip dan keyakinan bauk, sehingga manusia tersebut akan
berusaha melestarikan dengan cara menyebarkan ke manusia lain.

3. Transgenerasional. Budaya bersifat kumulatif, diwariskan, diturunkan dari satu


generasi ke generasi berikutnya.

4. Simbolis. Budaya didasarkan pada kapasitas manusia untuk menyimbolkan atau


menggunakan sesuatu hal untuk mewakili yang lain.

5. Berpola. Budaya memiliki struktur dan terintegrasi; suatu perubahan di bagian


tertentu akan membawa perubahan pada yang lain.

6. Adaptif. Budaya didasarkan pada kapasitas manusia untuk berubah atau


beradaptasi, berlawanan dengan dorongan yang lebih atas proses adaptasi hewan
secara genetik.

 KERAGAMAN BUDAYA

Terdapat banyak cara untuk menguji keragaman budaya dan dampaknya


terhadap manajemen internasional. Budaya dapat memengaruhi transfer teknologi,
sikap manajerial, ideologi manajerial, dan bahkan hubungan bisnis-pemerintah.
Boleh jadi yang paling penting, budaya memengaruhi cara orang berpikir dan
berperilaku. Tabel 4-1, misalnya, membandingkan nilai-nilai budaya paling utama di
Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Arab. Dengan mencermati tabel
berikut, menunjukkan banyak perbedaan di antara ketiga budaya ini. Budaya

3
mempengaruhi sejumlah kegiatan yang terkait dengan bisnis, bahkan termasuk cara
jabat tangan bersama. Berikut adalah beberapa contoh kontrasnya :

Budaya Cara Berjabat Tangan


Amerika Serikat Tegas
Asia Sopan (berjabat tangan tidak lumrah dan membuat tidak
nyaman bagi beberapa Negara; kecuali di Korea, yang
biasanyaberjabat tangan dengan tugas)
Inggris Lembut dan Pelan
Prancis Ringan dan cepat (Tidak menunjukan sesuatu yang
superior); di ulang saat bertemu dan saat berpisah)
Jerman Kasar dan Tegas; di ulang saat bertemu dan saat berpisah
Amerika Latin Genggaman yang moderat; sering diulang
Timur Tengah Sopan; sesering diulang
Afrika Selatan Ringan/lembut; lama dan terlibat

Tabel 4.1
Prioritas Nilai-Nilai Budaya: Amerika Serikat, Jepang, dan Negara-Negara
Arab
No Amerika Serikat Jepang Negara-Negara Arab
1 Kebebasan Rasa Memiliki Keamanan Keluarga
2 Kemerdekaan Keharmonisan Kelompok Keharmonisan Keluarga
3 Kemandirian Kolektivitas Bimbingan Ortu
4 Keseimbangan Umur / Senioritas Usia
5 Individualisme Konsensus Kelompok Otoritas
6 Persaingan Kerjasama Kompromi
7 Efisiensi Kualitas Pengabdian
8 Waktu Kesabaran Kesabaran
9 Langsung Tidak Langsung Tidak Langsung
10 Keterbukaan Perantara Keramahtamahan
Catatan: "1" mewakili nilai budaya yang paling penting. "10" yang paling tidak
penting.
Sumber: Diadaptasi dari informasi yang ditemukan di F. Elashmawi dan Philip R.
Harris, Manajemen Multikultural (Houston: Gulf Publishing, 1993), hal. 63.

Secara keseluruhan, dampak budaya pada manajemen internasional tercermin oleh


keyakinan dasar dan perilaku. Berikut adalah beberapa contoh spesifik di mana
budaya masyarakat dapat secara langsung memengaruhi pendekatan manajemen:

• Sentralisasi vs. Desentralisasi pengambilan keputusan. Di beberapa masyarakat,


manajer puncak membuat semua keputusan-keputusan organisasi yang penting. Di
masyarakat lain, keputusan-keputusan ini menyebar ke seluruh perusahaan, serta
manajer level menengah dan bawah berpartisipasi secara aktif dalam membuat,
keputusan-keputusan penting.

4
• Keamanan vs. berisiko. Di beberapa masyarakat, pembuat keputusan manajerial
menghindari risiko dan memiliki kesulitan besar dengan kondisi ketidakpastian. Di
pihak lain, pengambilan risiko sangat didukung, dan pengambilan keputusan di
bawah kondisi ketidakpastian merupakan hal yang umum.

  • Penghargaan individu vs. kelompok. Di beberapa negara, personel yang


melakukan pekerjaan luar biasa diberikan penghargaan individu dalam bentuk bonus
dan komisi. Di negara lain, norma budaya membutuhkan penghargaan kelompok,
dan penghargaan individu tidak disukai.

• Prosedur informal vs. formal. Di beberapa masyarakat, banyak yang diselesaikan


melalui cara informal. Di masyarakat yang lain, prosedur formal ditetapkan dan
diikuti dengan kaku.

   • Loyalitas organisasi tinggi vs. rendah. Dalam beberapa masyarakat, orang
menyamakan diri mereka sangat kuat dengan organisasi mereka. Di masyarakat
yang berbeda, orang menyamakan dirinya dengan kelompok pekerjaannya, seperti
teknisi atau mekanik.

   • Kerjasama vs Persaingan. Beberapa masyarakat mendorong kerja sama antara


orang-orang mereka. Di masyarakat yang lain mendorong persaingan di antara
orang-orang mereka.

   • Jangka pendek vs jangka panjang. Beberapa budaya paling berfokus pada
wilayah jangka pendek, misalnya tujuan jangka pendek yaitu profit dan efisiensi.
Budaya yang lain lebih tertarik pada tujuan jangka panjang, misalnya
pengembangan pangsa pasar dan teknologi.

• Stabilitas vs inovasi. Budaya beberapa negara mendukung stabilitas dan bertahan


atas adanya perubahan. Budaya yang lain menempatkan nilai tinggi pada inovasi
dan perubahan.

Perbedaan budaya ini memengaruhi cara pengelolaan internasional seharusnya


dilakukan. Manajemen Internasional dalam Tindakan terdekat, "Kebiasaan Bisnis di
Afrika Selatan," memberikan beberapa contoh dari negara di mana banyak manajer
internasional tidak terbiasa dengan protokol bisnis sehari-hari.

  Cara lain untuk menggambarkan keanekaragaman budaya adalah dengan


memisahkan secara visual komponen-komponennya. Gambar 4–1 memberikan
contoh dengan menggunakan lingkaran konsentris. Lingkaran luar terdiri dari
artefak eksplisit dan produk budaya. Tingkat ini dapat diamati dan terdiri atas
bahasa, makanan, bangunan dan seni. Lingkaran tengah berisi norma-norma dan
nilai-nilai masyarakat baik secara formal maupun informal, dan didesain untuk
membantu orang memahami bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Dengan

5
memahami asumsi-asumsi tersebut, para anggota budaya dapat mengatur sendiri
cara yang dapat membantu mereka meningkatkan efektivitas proses pemecahan
masalah dan berinteraksi dengan baik dengan yang lain. Dalam menjelaskan sifat
lingkaran dalam, Trompenaars dan Hampden-Turner telah mencatat bahwa :

Cara terbaik untuk menuju jika sesuatu adalah asumsi dasar adalah saat (situasi)
menimbulkan kebingungan atau gangguan. Anda mungkin, sebagai contoh,
mengamati beberapa orang jepang membungkuk lebih dalam dari pada yang lain..
jika Anda bertanya mengapa mereka melakukannya, jawabannya mungkin mereka
tidak tahu. Namun, orang lain dapat mengatakan bahwa mereka terlalu berpegang
teguh pada norma atau mereka ingin menunjukan adanya rasa hormat atas
kekuasaan (nilai-nilai). Pertanyaan khas orang belanda adalah sebagai berikut :
“Mengapa Anda Hormat pada kekuasaan?” Reaksi orang Jepang yangpaling
mungkin adalah kebingungan atausebuah senyuman (yang mungkinmenyembunyian
rasa terganggu mereka). Saat anda menanyakan asumsi dasar, Anda menanyakan
pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan sebelumnya. Hal itu mungkin
menyebabkan orang untuk berwawasan lebih, tetapi juga menimbulkan gangguan.
Coba tanyakan kepada orang AS atau Belanda, mengapa orang setara dan Anda
akan melihat apa yang kami maksud.

Manajemen Internasional dalam Tindakan

Kebiasaan Bisnis di Afrika Selatan

Metode yang tepat untuk melakukan bisnis di Afrika dapat sangat bervariasi tergantung pada
wilayahnya. Afrika terdiri dari banyak tradisi yang sering berada di wilayah yang sama.
Menambahkan komplikasi lebih lanjut adalah kecenderungan untuk wilayah utara Afrika untuk
mencerminkan fundamental Islam. Untuk kesederhanaan, kami akan fokus pada beberapa
saran berkenaan dengan kebiasaan bisnis di satu negara, Afrika Selatan:

6
1. Mengatur pertemuan melalui telepon sebelum mendiskusikan bisnis. Sebagian besar orang
Afrika Selatan lebih suka interaksi tatap muka atau langsung. mempersiapkan untuk obrolan
ringan informal sebelum dan selama pertemuan agar lebih mengenal. Dalam kebanyakan
kasus, pertemuan pertama sedikit membicarakan tentang bisnis dan lebih banyak tentang
membangun hubungan. Pertanyaan-pertanyaan tentang keluarga atau diskusi topik seperti
olahraga (mis., Rugby, kriket, atau sepak bola) disarankan untuk menghindari pembicaraan
tentang politik rasialis karena dianggap tabu.

2. Janji seharusnya dibuat sesegera mungkin. Ada kemungkinan bahwa manajer tingkat senior
mungkin tidak ada dalam waktu singkat, tetapi pengaturan menit terakhir sering terjadi. Orang
Afrika Selatan adalah orang bangun pagi, jadi sarapan dan makan siang adalah hal yang umum.
Jika hanya memiliki jadwal pertemuan yang sedikit, pastikan untuk memungkinkan waktu yang
cukup bagi ke dua belah pihak dan pertemuan rentan untuk ditunda.

 3. Saat diperkenalkan, pertahankan kontak mata, berjabat tangan, dan berikan kartu nama
kepada semua orang. Jangan duduk sampai diundang untuk melakukannya. Pria dan wanita
tidak sering berjabat tangan di Afrika Selatan, jadi tunggu sampai wanita memulai jabat
tangan. Wanita yang mengunjungi negara yang mengulurkan tangan mereka mungkin tidak
ditemui oleh pria Afrika Selatan, jangan menganggap ini sebagai respon yang tidak sopan.

 4. Karena perempuan belum berada di posisi tingkat senior di Afrika Selatan, perwakilan
perempuan mungkin menghadapi perilaku merendahkan atau "tes" yang tidak akan diperluas
ke rekan-rekan pria. Laki-laki diharapkan meninggalkan ruangan di hadapan perempuan
sebagai tindakan "protektif", dan ketika seorang perempuan atau orang tua memasuki
ruangan, laki-laki diharapkan berdiri.

 5. Setelah membangun hubungan yang dapat dipercaya, buat rencana bisnis yang jelas,
termasuk tenggat waktu, karena ini dianggap lebih cair daripada kontrak. Pastikan untuk
menjaga nada negosiasi sambil menjaga angka tetap terkendali. Negosiasi bukanlah titik kuat
mereka, dan pendekatan agresif tidak akan terbukti berhasil. Pertahankan strategi win-win.

 6.Kesabaran sangat penting ketika berhadapan dengan bisnis. Jangan pernah mengganggu
orang Afrika Selatan. Bersiaplah untuk jeda waktu yang lama antara proposisi bisnis dan
penerimaan atau penolakan. Prosedur pengambilan keputusan mencakup banyak diskusi
antara manajer puncak dan bawahan, yang mengakibatkan proses yang lambat.

 7. Simpan presentasi singkat, dan singkirkan visual yang mencolok. Tindak lanjuti dan jelaskan
bahwa Anda bermaksud untuk melanjutkan hubungan dengan bisnis atau individu; hubungan
bisnis jangka panjang dihargai dengan orang Afrika Selatan.

 NILAI – NILAI BUDAYA

Dimensi utama dalam studi budaya adalah nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar
yang dimiliki orang tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk, penting dan tidak
penting. Nilai-nilai ini dipelajari dari budaya di mana individu dibesarkan, dan mereka
membantu mengarahkan perilaku orang tersebut. Perbedaan dalam nilai-nilai budaya sering

7
mengakibatkan berbagai praktik manajemen. Tabel 4–2 memberikan contoh. Perhatikan
bahwa nilai A.S. dapat menghasilkan satu set respons bisnis dan bahwa nilai alternatif dapat
menghasilkan respons yang berbeda.

Perbedaan dan Persamaan Budaya di Berbagai Budaya


Nilai-nilai pribadi telah menjadi fokus berbagai studi antarbudaya. Secara
umum, temuan menunjukkan perbedaan dan kesamaan antara nilai kerja dan nilai
manajerial dari kelompok budaya yang berbeda. Sebagai contoh, satu penelitian
menemukan perbedaan dalam nilai-nilai kerja antara karyawan kulit hitam yang
berorientasi Barat dan berorientasi kesukuan di Afrika Selatan. 8 Kelompok yang
berorientasi Barat menerima sebagian besar ajaran etos kerja Protestan, tetapi kelompok
yang berorientasi kesukuan tidak. Hasilnya dijelaskan dalam hal perbedaan latar
belakang budaya kedua kelompok.

Tabel 4-2
Nilai-Nilai AS dan Alternatif-Alternatif yang Mungkin
Nilai-Nilai Budaya AS Nilai-Nilai Alternatif Contoh-Contoh Fungsi
Manajemen
Individu dapat Hidup mengikuti Perencanaan dan
mempengaruhi masa takdirnya, dan tindakan penjadwalan.
depan (di mana ada manusia ditentukan oleh
kemauan di sana ada kehendak Allah.
jalan).
Individu harus realistis Cita-cita harus diupayakan Penetapan tujuan dan
dalam aspirasi mereka. terlepas dari apa yang pengembangan karir
“masuk akal”.
Kita harus bekerja keras Kerja keras bukan satu- Sistem motivasi dan
untuk mencapai tujuan kita satunya prasyarat untuk penghargaan
(etika Puritan). sukses. Kebijaksanaan,
keberuntungan, dan waktu
juga diperlukan.
Kewajiban utama seorang Karyawan individu Loyalitas, komitmen, dan
karyawan adalah untuk memiliki kewajiban utama motivasi.
organisasi. kepada keluarga dan
teman-teman mereka
Karyawan dapat dihapus Penghapusan seorang Promosi.
jika mereka tidak karyawan dari suatu posisi
berkinerja baik melibatkan kehilangan
prestise yang besar dan
jarang akan dilakukan.
Informasi perusahaan Menahan informasi untuk Organisasi, komunikasi,
harus tersedia bagi siapa mendapatkan atau dan gaya manajerial.
saja yang mempertahankan

8
membutuhkannya dalam kekuasaan dapat diterima
organisasi.
Persaingan merangsang Persaingan menyebabkan Pengembangan karir dan
kinerja tinggi. ketidakseimbangan dan pemasaran
ketidakharmonisan.
Apa yang berhasil itu  Simbol dan prosesnya Komunikasi, perencanaan,
penting. lebih penting daripada titik dan kontrol kualitas.
akhir.
Sumber: Diadaptasi dari informasi yang ditemukan dalam Philip R. Harris dan Robert
T. Moran, Mengelola Perbedaan Budaya (Houston: Gulf Publishing, 1991), hlm. 79–
80.

Perbedaan nilai kerja juga telah ditemukan mencerminkan budaya dan


industrialisasi. Para peneliti memberikan kuesioner nilai pribadi (PVQ) kepada lebih
dari 2.000 manajer di lima negara: Australia (n 5 281), India (n 5 485), Jepang (n 5
301), Korea Selatan (n 5 161), dan Amerika Negara (n 5 833). 9 PVQ terdiri dari 66
konsep yang terkait dengan tujuan bisnis, tujuan pribadi, ide yang terkait dengan orang
dan kelompok orang, dan ide tentang topik umum. Konsep ideologis dan filosofis
dimasukkan untuk mewakili sistem nilai utama dari semua kelompok. Hasil penelitian
menunjukkan beberapa perbedaan yang signifikan antara manajer di masing-masing
kelompok. Manajer A.S. menempatkan nilai tinggi pada perolehan pengaruh yang
bijaksana dan memperhatikan orang lain. Manajer Jepang memberi nilai tinggi pada
penghormatan kepada atasan, komitmen perusahaan, dan penggunaan agresifitas secara
hati-hati dan kontrol. Manajer Korea memberi nilai tinggi pada kekuatan pribadi dan
agresivitas dan nilai rendah pada pengakuan orang lain. Manajer India memberi nilai
tinggi pada pengejaran tujuan yang tidak agresif. Manajer Australia sangat
mementingkan nilai-nilai yang mencerminkan pendekatan manajemen kunci dan
kepedulian tinggi terhadap orang lain. Singkatnya, sistem nilai lintas batas negara
seringkali berbeda.

Pada saat yang sama, sistem nilai lintas batas negara seringkali berbeda. Pada
saat yang sama, persamaan nilai ada di antara budaya. Bahkan, penelitian menunjukkan
bahwa manajer dari berbagai negara sering memiliki nilai-nilai pribadi yang serupa
yang berhubungan dengan kesuksesan. England dan Lee memeriksa nilai-nilai

9
manajerial dari sampel beragam A.S (n.587), Jepang (n.531), Australia (n 5 301), dan
manajer India (n 5 500). Mereka menemukan bahwa:

1. Terdapat hubungan yang cukup kuat antara tingkat keberhasilan yang dicapai oleh
manajer dan nilai-nilai pribadi mereka.

2. Jelas bahwa pola nilai memprediksi keberhasilan manajerial dan dapat digunakan
dalam keputusan pemilihan dan penempatan.

3. Meskipun ada perbedaan negara dalam hubungan antara nilai-nilai dan keberhasilan,
temuan di keempat negara sangat mirip.

4. Pola umum menunjukkan bahwa manajer yang lebih sukses tampaknya lebih
menyukai nilai-nilai pragmatis, dinamis, dan berorientasi pada pencapaian, sedangkan
manajer yang kurang sukses lebih menyukai nilai yang lebih statis dan pasif. Manajer
yang lebih sukses menyukai orientasi pencapaian dan lebih suka peran aktif dalam
interaksi dengan individu lain yang berperan dalam mencapai tujuan organisasi manajer.
Manajer yang kurang berhasil memiliki nilai yang terkait dengan lingkungan yang statis
dan terlindungi di mana mereka mengambil peran yang relatif pasif.

Transisi Nilai
Apakah nilai berubah seiring waktu? George England menemukan bahwa sistem nilai
pribadi relatif stabil dan tidak berubah dengan cepat. Namun, perubahan terjadi pada
nilai-nilai manajerial sebagai hasil dari budaya dan teknologi. Contoh yang baik adalah
orang Jepang. Reichel dan Flynn meneliti efek lingkungan A.S. terhadap nilai-nilai
budaya manajer Jepang yang bekerja untuk perusahaan Jepang di Amerika Serikat.
Secara khusus, mereka memusatkan perhatian pada nilai-nilai organisasi kunci seperti
pekerjaan seumur hidup, otoritas formal, orientasi kelompok, senioritas, dan
paternalisme. Inilah yang mereka temukan:

1. Pekerjaan seumur hidup diterima secara luas dalam budaya Jepang, tetapi para
manajer Jepang di Amerika Serikat tidak percaya bahwa masa jabatan tanpa syarat
dalam satu organisasi adalah sangat penting. Namun mereka percaya bahwa keamanan
pekerjaan itu penting.

10
2. Otoritas formal, ketaatan, dan kesesuaian dengan posisi hierarkis sangat penting di
Jepang, tetapi manajer di Amerika Serikat tidak menganggap kepatuhan dan kesesuaian
menjadi hal sangat penting dan menolak ide bahwa seseorang seharusnya tidak
mempertanyakan atasan. Namun, mereka mendukung konsep adanya otoritas formal.

3. Orientasi kelompok, kerja sama, kepatuhan, dan kompromi adalah nilai-nilai


organisasi yang penting di Jepang. Manajer di Amerika Serikat mendukung nilai-nilai
ini tetapi juga meyakini pentingnya menjadi individu, sehingga menjaga keseimbangan
antara kelompok dan orientasi pribadi.

4. Di Jepang, personel organisasi sering dihargai berdasarkan senioritas, bukan


prestasinya. Dukungan untuk nilai ini secara langsung dipengaruhi oleh lamanya waktu
manajer Jepang berada di Amerika Serikat. Semakin lama mereka berada di sana,
semakin rendah dukungan mereka untuk nilai ini.

5. Paternalisme, sering diukur dengan keterlibatan manajer baik dalam masalah pribadi
maupun masalah di luar pekerjaan, hal ini sangat penting di Jepang. Manajer Jepang di
Amerika Serikat tidak setuju, dan perlawanan ini terkait positif dengan lamanya mereka
berada di Amerika Serikat.

Ada semakin banyak bukti bahwa individualisme di Jepang meningkat,


menunjukkan bahwa nilai-nilai Jepang berubah — dan tidak hanya di kalangan manajer
di luar negeri. Kemerosotan ekonomi yang panjang di negara itu telah meyakinkan
banyak orang Jepang bahwa mereka tidak dapat mengandalkan perusahaan besar atau
pemerintah untuk memastikan masa depan mereka. Mereka harus melakukannya
sendiri. Akibatnya, saat ini semakin banyak orang Jepang mulai merangkul apa yang
disebut "era tanggung jawab pribadi." Alih-alih mencela individualisme sebagai
ancaman bagi masyarakat, mereka mengusulkan itu sebagai solusi yang diperlukan
untuk banyak penyakit ekonomi negara. Seorang wakil ketua lobi bisnis terbesar di
negara itu menyimpulkan pemikiran ini pada pembukaan konferensi baru-baru ini
tentang perubahan ekonomi ketika dia berkata, "Dengan menetapkan tanggung jawab
pribadi, kita harus mengembalikan dinamisme ke ekonomi dan merevitalisasi
masyarakat." Pemikiran ini didukung oleh penelitian Lee dan Peterson yang
mengungkapkan bahwa budaya dengan orientasi kewirausahaan yang kuat penting

11
untuk daya saing global, terutama di sektor usaha kecil ekonomi. Jadi tren saat ini
mungkin bermanfaat bagi ekonomi Jepang dalam membantu memenuhi persaingan
asing di dalam negeri.

Fokus di sini pada Jepang karena bukti pengalaman dan eksperimental yang
konkret. Sementara budaya dan nilai-nilai Jepang terus berkembang, negara-negara lain
seperti Cina baru saja mulai mengalami era baru. Bagaimana Cina menjauh dari budaya
kolektivis, dan tampaknya seolah-olah Cina tidak yakin nilai budaya apa yang akan
dipegangnya. Konfusianisme disembah selama lebih dari 2.000 tahun, tetapi pesan-
pesan kuat melalui ajaran-ajaran Konfusius dibayangi di dunia di mana keuntungan
menjadi prioritas. Sekarang, Konfusianisme perlahan-lahan mendapatkan popularitas
sekali lagi, menekankan penghormatan terhadap otoritas, perhatian terhadap orang lain,
keseimbangan, harmoni, dan ketertiban keseluruhan. Meskipun hal ini dapat
memberikan perlindungan bagi sebagian orang, ini menimbulkan masalah di dalam
pemerintah, karena harus membuktikan kelayakannya untuk tetap berkuasa. Selama
Cina terus makmur, harapan untuk budaya yang bersatu mungkin ada di cakrawala.
Banyak yang masih khawatir dengan kurangnya alternatif jika pertumbuhan China
terhambat, menciptakan lebih banyak kebingungan dalam perjalanan untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya.

Dimensi Budaya Hofstede


Penelitian besar-besaran Hofstede terus menjadi titik fokus untuk penelitian
tambahan. Empat dimensi yang sekarang terkenal yang diperiksa Hofstede adalah (1)
jarak kekuasaan, (2) penghindaran ketidakpastian, (3) individualisme, dan (4)
maskulinitas. Dimensi kelima yang lebih baru dari orientasi waktu tidak diketahui
dengan baik, tetapi ditambahkan untuk membantu menggambarkan orientasi budaya
jangka panjang versus jangka pendek. 19 Negara-negara Asia Timur ditemukan
memiliki orientasi jangka panjang sedangkan AS dan AS ditemukan memiliki orientasi
jangka pendek. Sementara orientasi waktu seperti itu penting bagi pemahaman kita
tentang budaya, empat dimensi asli telah mendapat perhatian paling besar dan
karenanya menjadi fokus utama di sini.

Power Distance Jarak kekuasaan adalah “sejauh mana anggota lembaga dan organisasi
yang kurang memiliki kekuasaan menerima kekuasaan yang didistribusikan secara tidak

12
merata.”Negara-negara dimana orang secara “membabi buta” mematuhi perintah atasan
mereka memiliki jarak kekuatan yang tinggi. Di banyak masyarakat, karyawan tingkat
bawah cenderung mengikuti perintah sebagai prosedur. Namun, dalam masyarakat
dengan jarak kekuatan tinggi, ketaatan tegas ditemukan bahkan di tingkat atas;
contohnya termasuk Meksiko, Korea Selatan, dan India. Misalnya, seorang eksekutif
senior India dengan gelar PhD dari universitas bergengsi di A.S. menceritakan kisah
berikut:

Apa yang paling penting bagi saya dan departemen saya bukanlah apa yang saya
kerjakan atau capai untuk perusahaan, tetapi apakah dukungan [pemilik perusahaan]
diberikan kepada saya. . . . Ini saya capai dengan mengatakan "ya" untuk semua yang
dikatakan atau dilakukan oleh [pemilik perusahaan]. . . . Menentangnya berarti mencari
pekerjaan lain. . . . Saya meninggalkan kebebasan berpikir di Boston.

Pengaruh dari dimensi ini dapat diukur dalam beberapa cara. Sebagai contoh, organisasi
di negara dengan jarak kekuasaan rendah umumnya akan didesentralisasi dan memiliki
struktur organisasi yang lebih flat/datar. Organisasi ini juga akan memiliki proporsi
personil supervisi yang lebih kecil, dan strata ketenagakerjaan yang lebih rendah sering
kali terdiri dari orang-orang yang berkualitas. Sebaliknya, organisasi di negara-negara
jarak kekuasaan tinggi akan cenderung terpusat dan memiliki struktur organisasi yang
tinggi. Organisasi di negara-negara berkekuatan tinggi akan memiliki proporsi personil
supervisi yang besar, dan orang-orang di tingkat struktur yang rendah sering memiliki
kualifikasi pekerjaan yang rendah. Struktur terakhir ini mendorong dan
mempromosikan ketidaksetaraan antara orang-orang di tingkat yang berbeda.

Uncertainty Avoidance Penghindaran ketidakpastian adalah “sejauh mana orang


merasa terancam oleh situasi ambigu dan menciptakan kepercayaan dan lembaga yang
mencoba untuk menghindarinya. Negara-negara yang dihuni oleh orang-orang yang
tidak menyukai ketidakpastian cenderung memiliki kebutuhan yang tinggi akan
keamanan dan kepercayaan yang kuat pada para ahli dan pengetahuan mereka;
contohnya termasuk Jerman, Jepang, dan Spanyol. Budaya dengan penghindaran
ketidakpastian rendah memiliki orang-orang yang lebih bersedia untuk menerima bahwa
risiko terkait dengan yang tidak diketahui, bahwa kehidupan harus terus berjalan.
Contohnya termasuk Denmark dan Inggris.

13
Pengaruh dari dimensi ini dapat diukur dalam beberapa cara. Negara-negara
dengan budaya penghindaran ketidakpastian tinggi memiliki banyak penstrukturan
aktivitas organisasional, lebih banyak aturan tertulis, lebih sedikit pengambilan risiko
oleh manajer, turnover tenaga kerja lebih rendah, dan karyawan yang kurang ambisius.

Masyarakat penghindaran ketidakpastian rendah memiliki pengaturan organisasi


dengan kurang penataan kegiatan, lebih sedikit aturan tertulis, lebih banyak
pengambilan risiko oleh manajer, pergantian tenaga kerja yang lebih tinggi, dan
karyawan yang lebih ambisius. Organisasi mendorong personel untuk menggunakan
inisiatif mereka sendiri dan memikul tanggung jawab atas tindakan mereka.

Individualism. Individualisme adalah kecenderungan orang hanya melihat diri mereka


sendiri dan keluarga dekat mereka saja. Hofstede mengukur perbedaan budaya ini pada
kontinum bipolar dengan individualisme di satu ujung dan kolektivisme di ujung
lainnya. Kolektivisme adalah kecenderungan orang untuk menjadi bagian dari
kelompok atau kolektif dan saling menjaga dengan imbalan kesetiaan.

Seperti efek dari dimensi budaya lainnya, efek individualisme dan kolektivisme
dapat diukur dengan sejumlah cara berbeda. Hofstede menemukan bahwa negara-negara
kaya memiliki skor individualisme yang lebih tinggi dan negara-negara miskin memiliki
skor kolektivisme yang lebih tinggi (lihat Tabel 4–3 untuk 74 negara yang digunakan
dalam Gambar 4–4 dan angka-angka berikutnya). Perhatikan bahwa pada Gambar 4–4,
Amerika Serikat, Kanada, Australia, Denmark, dan Swedia, antara lain, memiliki
individualisme tinggi dan GNP tinggi. Sebaliknya, Indonesia, Pakistan, dan sejumlah
negara Amerika Selatan memiliki individualisme rendah (kolektivisme tinggi) dan GNP
rendah. Negara-negara dengan individualisme tinggi juga cenderung memiliki
dukungan yang lebih besar untuk etos kerja Protestan, inisiatif individu yang lebih
besar, dan promosi berdasarkan nilai pasar. Negara-negara dengan individualisme
rendah cenderung kurang memiliki dukungan untuk etos kerja Protestan, inisiatif kurang
individu, dan promosi berdasarkan senioritas.

Masculinity Maskulinitas didefinisikan oleh Hofstede sebagai "sebuah situasi di mana


nilai-nilai dominan dalam masyarakat adalah kesuksesan, uang, dan hal-hal." Hofstede
mengukur dimensi ini pada sebuah kontinum mulai dari maskulinitas hingga feminitas.

14
Berlawanan dengan beberapa stereotip dan konotasi, feminitas adalah istilah yang
digunakan oleh Hofstede untuk menggambarkan "sebuah situasi di mana nilai-nilai
dominan dalam masyarakat merawat orang lain dan kualitas hidup."

Negara-negara dengan indeks maskulinitas tinggi, seperti negara-negara Jerman,


sangat mementingkan pendapatan, pengakuan, kemajuan, dan tantangan. Individu
didorong untuk menjadi pengambil keputusan independen, dan pencapaian didefinisikan
dalam hal pengakuan dan kekayaan. Tempat kerja sering ditandai oleh tekanan
pekerjaan yang tinggi, dan banyak manajer percaya bahwa karyawan mereka tidak
menyukai pekerjaan dan harus dijaga di bawah tingkat kontrol tertentu. Sistem sekolah
diarahkan untuk mendorong kinerja tinggi.

Para remaja putra berharap memiliki karier, dan mereka yang tidak sering memandang
diri mereka sebagai orang gagal. Secara historis, lebih sedikit wanita yang memiliki
pekerjaan tingkat tinggi, meskipun ini sedang berubah. Sistem sekolah diarahkan untuk
mendorong kinerja tinggi.

Negara-negara dengan indeks maskulinitas rendah (dimensi feminitas Hofstede),


seperti Norwegia, cenderung sangat mementingkan kerja sama, suasana persahabatan,
dan keamanan pekerjaan. Individu didorong untuk menjadi pembuat keputusan
kelompok, dan prestasi didefinisikan dalam hal kontak awam dan lingkungan hidup.
Tempat kerja cenderung ditandai oleh stres yang rendah, dan manajer memberi kredit
lebih banyak kepada karyawannya karena bertanggung jawab dan memberi mereka
lebih banyak kebebasan. Secara budaya, kelompok ini lebih memilih perusahaan skala
kecil, dan mereka lebih mementingkan konservasi lingkungan. Sistem sekolah
dirancang untuk mengajarkan adaptasi sosial. Beberapa pria dan wanita muda
menginginkan karier; yang lain tidak. Banyak wanita memiliki pekerjaan tingkat tinggi,
dan mereka merasa tidak perlu bersikap tegas.

Integrating the Dimensions Mengintegrasikan Dimensi, Deskripsi empat dimensi


budaya berguna dalam membantu menjelaskan perbedaan antara berbagai negara, dan
penelitian Hofstede telah melampaui fokus ini dan menunjukkan bagaimana negara
dapat digambarkan dalam hal pasangan dimensi. Dalam penelitian Hofstede dan
kemudian, pasangan dan kelompok dapat memberikan ringkasan yang berguna untuk

15
manajer internasional. Itu selalu yang terbaik untuk memiliki pemahaman yang
mendalam lingkungan multikultural, tetapi pengelompokan umum menguraikan
landasan bersama yang dapat digunakan sebagai titik awal. Gambar 4–5, yang
menggabungkan jarak kekuasaan dan individualisme, memberikan contoh.

Setelah pemeriksaan pertama distribusi cluster, data mungkin tampak


membingungkan. Namun, mereka sangat berguna dalam menggambarkan nilai negara
yang tampak serupa, dan sejauh mana mereka berbeda dengan kelompok negara lain.
Negara yang sama tidak selalu dikelompokkan bersama dalam perbandingan dimensi
berikutnya. Ini menunjukkan bahwa sementara beberapa kepercayaan tumpang tindih
antar budaya, di sinilah mereka berbeda yang membuat kelompok unik untuk dikelola.

Pada Gambar 4-5, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, Denmark, dan
Selandia Baru terletak di kuadran kiri bawah. Orang Amerika, misalnya, memiliki
individualisme yang sangat tinggi dan jarak kekuasaan yang relatif rendah. Mereka
lebih suka melakukan hal-hal untuk diri mereka sendiri dan tidak kecewa ketika orang
lain memiliki lebih banyak kekuatan daripada mereka.

16
Negara-negara lain, walaupun mereka mungkin bukan bagian dari kluster yang sama,
berbagi nilai yang sama. Sebaliknya, banyak negara terbelakang atau negara industri
baru, seperti Kolombia, Hong Kong, Portugal, dan Singapura, dicirikan oleh jarak
kekuasaan yang besar dan individualisme yang rendah. Negara-negara ini cenderung
menjadi kolektivis.

Gambar 4–6 meletakkan indeks penghadiran ketidakpastian untuk 74 negara melawan


indeks jarak kekuasaan. Sekali lagi terdapat pengelompokkan negara-negara. Sebagian
besar negara-negara Anglo cenderung berada di kuadran bagian kiri lebih ke atas, yang
dikarakteristikan dengan jarak kekuasaan yang kecil dan penghindaran ketidakpastian
yang lemah (mereka tidak mencoba menghindari ketidakpastian). Sebaliknya, banyak
negara-negara Latin (di Eropa dan belahan bumi Barat), negara-negara Mediterania, dan
negara-negara Asia (seperti Jepang dan Korea) dikarakteristikkan dengan jarak
kekuasaan yang tinggi dan penghindaran ketidakpastian yang kuat. Sebagian besar

17
negara-negara Asia lainnya dicirikan oleh jarak kekuasaan yang besar dan penghindaran
ketidakpastian yang lemah.

Gambar 4–7 meletakkan posisi 74 negara dalam hal indeks penghindaran ketidakpastian
dan maskulinitas / feminitas melawan indeks jarak kekuasaan. Negara yang paling
maskulin adalah Jepang, diikuti oleh negara-negara Jermanik (Austria, Swiss, Jerman)
dan negara-negara Latin (Venezuela, Meksiko, Italia). Banyak negara-negara di
kelompok Anglo, termasuk Irlandia, Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat,
memiliki tingkat maskulinitas yang moderat. Begitu juga beberapa bekas koloni negara-
negara Anglo, termasuk India, Afrika Selatan, dan Filipina.

18
Kelompok Eropa Utara (Denmark, Swedia, Norwegia, Belanda) memiliki maskulinitas
yang rendah, yang menunjukkan bahwa negara-negara ini mendapatkan nilai yang
tinggi pada faktor-faktor seperti kualitas hidup, pelestarian lingkungan, dan pentingnya
hubungan dengan orang-orang melebihi uang.

Pengintegrasian faktor-faktor budaya menjadi dua dimensi membantu menggambarkan


kompleksitas pemahaman pengaruh budaya pada perilaku. Sejumlah dimensi ada di
tempat kerja, dan kadang-kadang tidak semua bergerak ke arah yang terantisipasi.
Sebagai contoh, pada awalnya, sebuah negara dengan jarak kekuasaan tinggi akan
terlihat rendah dalam individualisme, dan sebaliknya, dan Hofstede menemukan hal itu
(Gambar 4-5). Namun, penghindaran ketidakpastian yang rendah tidak selalu berjalan
seiring dengan maskulinitas yang tinggi, meskipun seseorang bersedia hidup dengan
ketidakpastian akan menginginkan imbalan seperti uang dan kekuasaan dan rendahnya
kualitas hidup pekerjaan yang sesuai serta perhatian kepada orang lain (lihat Gambar
4–7). Sederhananya, bukti empiris tentang dampak dimensi budaya mungkin berbeda
dari kepercayaan yang umum dipegang atau stereotip. Data berdasarkan penelitian
diperlukan untuk menentukan dampak penuh dari budaya yang berbeda.

Dimensi Budaya Trompenars


Dimensi budaya Hofstede dan kelompok negara secara luas diakui dan diterima dalam
studi manajemen internasional. Penggambaran yang lebih baru tentang perbedaan
budaya, oleh peneliti Belanda lainnya, Fons Trompenaars, juga mendapat perhatian
yang semakin meningkat. Penelitian Trompenaars dilakukan lebih dari periode 10 tahun
dan dipublikasi pada tahun 1994. Ia memberikan kuesioner penelitian kepada lebih dari
15.000 manajer dari 28 negara dan menerima tanggapan yang dapat digunakan dari
setidaknya 500 di setiap negara;23 negara dalam penelitiannya disajikan pada Tabel 4-4.

19
Pengembangan sangat berorientasi nilai dan berorientasi hubungan seperti dari
sosiolog terkenal Talcott Parsons, Trompenaars memperoleh lima orientasi hubungan
yang membahas cara orang berurusan satu sama lain; ini dapat dianggap sebagai
dimensi budaya yang dianalogikan dengan dimensi-dimensi Hofstede. Trompenaars
juga melihat sikap terhadap waktu dan lingkungan, dan hasil penelitiannya adalah
banyak informasi yang membantu menjelaskan perbedaan budaya dan menawarkan
cara-cara praktis di mana MNC dapat melakukan bisnis di berbagai negara. Diskusi
berikutnya membahas masing-masing dari lima orientasi hubungan serta sikap terhadap
waktu dan lingkungan.

Universalisme vs Partikularisme (Universalism vs. Particularism)

Universalisme adalah kepercayaan bahwa gagasan dan praktik dapat diterapkan di mana
saja tanpa modifikasi. Partikularisme adalah kepercayaan bahwa keadaan menentukan
bagaimana ide dan praktik harus diterapkan. Dalam budaya dengan universalisme
tinggi, fokusnya lebih pada aturan formal daripada pada hubungan, kontrak bisnis
dipatuhi dengan sangat erat, dan orang-orang percaya bahwa "kesepakatan adalah
kesepakatan." Dalam budaya dengan partikularisme tinggi, fokusnya lebih pada

20
hubungan dan kepercayaan daripada pada aturan-aturan formal. Dalam budaya
partikularis, kontrak hukum sering diubah, dan ketika orang mengenal satu sama lain
dengan lebih baik, mereka sering mengubah cara kesepakatan dijalankan. Dalam
penelitian awalnya, Trompenaars menemukan bahwa di negara-negara seperti Amerika
Serikat, Australia, Jerman, Swedia, dan Inggris Raya, terdapat universalisme yang
tinggi, sementara negara-negara seperti Venezuela, bekas Uni Soviet, Indonesia, dan
China berada pada posisi partikularisme yang tinggi. Gambar 4-8 menunjukkan
kontinum.

Dalam penelitian lanjutan, Trompenaars dan Hampden-Turner mengungkap


wawasan tambahan mengenai orientasi nasional pada rangkaian universalisme-
partikularisme ini. Mereka melakukan ini dengan menunjukkan suatu dilema kepada
responden dan meminta mereka untuk membuat keputusan. Berikut inilah salah satu
dilema bersama dengan skor negara responden:

21
Anda mengendarai mobil yang dikendarai oleh seorang teman dekat. Dia menabrak
pejalan kaki. Anda tahu dia pergi setidaknya 35 mil per jam di daerah kota di mana
kecepatan maksimum yang diizinkan adalah 20 mil per jam. Tidak ada saksi.
Pengacaranya mengatakan bahwa jika Anda bersaksi di bawah sumpah bahwa ia
mengemudi 20 mil per jam, hal itu mungkin dapat menyelamatkannya dari konsekuensi
serius. Apa hak teman Anda untuk mengharapkan Anda melindunginya?

a) Teman saya memiliki hak yang pasti sebagai teman untuk mengharapkan saya
bersaksi untuk angka yang lebih rendah.
b) Dia memiliki beberapa hak sebagai seorang teman untuk mengharapkan saya
bersaksi untuk angka yang lebih rendah.
c) Dia tidak memiliki hak sebagai seorang teman untuk mengharapkan saya
bersaksi untuk angka yang lebih rendah.

22
Dengan skor tinggi yang menunjukkan universalisme yang kuat (pilihan c) dan skor
rendah yang menunjukkan partikularisme yang kuat (pilihan a), berikut ini
bagaimana negara-negara yang berbeda dinilai:

Seperti dicatat di awal, responden dari budaya universalis (misalnya, Amerika Utara
dan Eropa Barat) merasa bahwa aturan diterapkan sesuai dengan situasi, sementara
responden dari budaya partikularis jauh lebih bersedia untuk melanggar aturan dan
membantu teman mereka.

Berdasarkan pada jenis-jenis temuan ini, Trompenaars merekomendasikan bahwa


ketika individu dari budaya partikularis melakukan bisnis dalam budaya
universalistik, mereka harus siap untuk argumen rasional, profesional dan sikap
"mari kita turun ke bisnis". Sebaliknya, ketika individu-individu dari budaya
universal melakukan bisnis dalam lingkungan partikularis, mereka harus siap untuk
menjadi pribadi yang fleksibel atau jika tidak relevan tampaknya tidak akan menuju
ke mana pun dan tidak harus menganggap pribadi, sikap ingin mengenal anda hanya
sebagai basa-basi.

Individualisme vs Komunitarianisme (Individualism vs. Communitarianism)

Individualisme dan komunitarianisme adalah dimensi utama dalam penelitian awal


Hofstede. Meskipun Trompenaars menurunkan kedua hubungan ini secara berbeda
dari Hofstede, mereka masih memiliki makna dasar yang sama, meskipun dalam
penelitiannya yang lebih baru, Trompenaars menggunakan kata komunitarianisme
daripada kolektivisme. Baginya, individualisme merujuk pada orang-orang yang

23
menganggap diri mereka sebagai individu, sementara komunitarianisme merujuk
orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok,
mirip dengan pengelompokan politik yang dibahas dalam Bab 2. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4-8, Amerika Serikat, bekas Cekoslowakia, Argentina,
bekas Uni Soviet (CIS), dan Meksiko memiliki individualisme yang tinggi. Temuan
Trompenaars ini sangat menarik, karena agak berbeda dari Hofstede, seperti yang
dilaporkan pada Gambar 4-5. Meskipun definisi tidak persis sama, fakta bahwa ada
perbedaan (misalnya, Meksiko dan Argentina adalah kolektivis moderat dalam
temuan Hofstede tetapi individualistik dalam penelitian Trompenaars) yang
menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya mungkin berubah (yaitu, meskipun Hofstede
telah menambahkan beberapa negara dan memperbarui temuannya, temuannya tetap
sama). Misalnya, dengan Meksiko sekarang menjadi bagian dari NAFTA dan
ekonomi global, negara ini mungkin telah beralih dari nilai-nilai budaya
kolektivistik atau komunitarianistik yang dominan ke nilai-nilai yang lebih
individualis. Trompenaars juga menemukan bahwa negara-negara bekas komunis
Cekoslowakia dan Uni Soviet sekarang tampaknya cukup individualistis, yang tentu
saja bertentangan dengan asumsi dan kebijaksanaan konvensional tentang bekas
blok komunis. Dengan kata lain, Trompenaars menunjukkan sifat budaya yang
kompleks dan dinamis serta bahaya dari generalisasi berlebihan.

Dalam penelitian terbarunya, Trompenaars menggunakan lagi teknik


menghadirkan responden dengan dilema dan meminta mereka untuk membuat
keputusan, Trompenaars mengajukan situasi berikut. Jika Anda dipromosikan,
manakah dari dua masalah berikut yang paling akan Anda tekankan: (a) kelompok
orang baru yang bekerja sama dengan Anda atau (b) tanggung jawab yang lebih
besar atas pekerjaan yang anda lakukan dan semakin tinggi pendapatan yang anda
akan hasilkan? Berikut ini laporan nilai-nilai terbaru yang terkait dengan
individualisme opsi b — tanggung jawab yang lebih besar dan penghasilan yang
lebih.

24
Temuan ini agak berbeda dari yang disajikan pada Gambar 4-8 dan
menunjukkan bahwa perubahan budaya mungkin terjadi lebih cepat daripada yang
disadari banyak orang. Sebagai contoh, temuan terbaru menunjukkan Thailand sangat
tinggi dalam hal individualisme (kemungkinan menunjukkan peningkatan nilai
kewirausahaan / nilai-nilai budaya), sedangkan orang Thailand dianggap rendah pada
individualisme beberapa tahun sebelumnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-8.
Pada saat yang sama, penting untuk diingat bahwa ada perbedaan besar antara orang-
orang dalam masyarakat individualisme tinggi dan mereka yang berada dalam
masyarakat komunitarianisme tinggi. Yang pertama menekankan pada masalah pribadi
dan individu; yang berikutnya menekankan pada isu-isu terkait dengan nilai-nilai
kelompok. Negosiasi dalam budaya dengan individualisme tinggi biasanya dilakukan di
tempat khusus oleh seorang wakil, idealnya orang mencapai hal-hal itu sendirian, dan
mereka memikul banyak tanggung jawab pribadi. Dalam budaya dengan
komunitarianisme tinggi, keputusan biasanya dirujuk ke komite, orang idealnya
mencapai hal-hal dalam kelompok, dan mereka bersama-sama memikul tanggung
jawab.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika orang-orang dari budaya dengan


individualisme tinggi berurusan dengan orang-orang dari budaya komunitarianistik,
mereka harus memiliki kesabaran untuk waktu yang diambil untuk kesepakatan dan
berkonsultasi, dan mereka harus mencoba untuk membangun hubungan yang langgeng.
Ketika orang-orang dari budaya dengan komunitarianisme tinggi berurusan dengan

25
orang-orang dari budaya individualistis, mereka harus siap untuk membuat keputusan
cepat dan organisasi berkomitmen untuk keputusan ini juga. Komunitarianis yang
berurusan dengan individualis harus menyadari bahwa alasan mereka berurusan hanya
dengan satu negosiator (sebagai lawan dari sebuah kelompok) adalah bahwa orang ini
dihormati oleh organisasinya dan memiliki otoritas serta rasa hormat.

Netral vs. Emosional (Neutral vs. Emotional)

Budaya netral adalah budaya yang mengendalikan emosi. Seperti yang terlihat
pada Gambar 4-8, Jepang dan Inggris adalah budaya yang sangat netral. Orang-orang di
negara-negara ini berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan mereka; mereka
bertindak dengan tenang dan mempertahankan ketenangan mereka.

Budaya emosional adalah budaya di mana emosi diekspresikan secara terbuka


dan alami. Orang-orang dalam budaya emosional sering kali banyak tersenyum,
berbicara dengan keras ketika mereka bersemangat, dan saling menyapa dengan penuh
semangat. Meksiko, Belanda, dan Swiss adalah contoh budaya emosional yang tinggi.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika individu dari budaya emosional


melakukan bisnis dalam budaya netral, mereka harus meletakkan sebanyak mungkin di
atas kertas dan menyerahkannya ke pihak lain. Mereka harus menyadari bahwa
kurangnya emosi tidak berarti kurangnya minat atau kebosanan, tetapi bahwa orang-
orang dari budaya netral tidak suka menunjukkan siapa dirinya. Sebaliknya, ketika
orang-orang dari budaya netral melakukan bisnis dalam budaya emosional, mereka
tidak boleh menunda ketika pihak lain menciptakan adegan atau mengembangkan
imajinasi atau sedang ramai, dan mereka harus mencoba untuk menanggapi dengan
hangat kasih sayang emosional dari kelompok lain.

Specific vs. Diffuse (Spesifik versus Menyebar)

Budaya spesifik adalah budaya di mana individu memiliki ruang publik yang
besar, yang dengan mudah mereka biarkan orang lain masuki dan berbagi, dan ruang
pribadi kecil yang dijaga ketat dan dibagikan hanya dengan teman dan rekan dekat.

Budaya menyebar adalah budaya di mana ruang publik dan ruang pribadi
memiliki ukuran yang sama dan individu menjaga ruang publik mereka dengan hati-

26
hati, karena masuk ke ruang publik juga memungkinkan masuk ke ruang pribadi.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-8, Austria, Inggris, Amerika Serikat, dan
Swiss semuanya adalah budaya spesifik, sedangkan Venezuela, Cina, dan Spanyol
adalah budaya yang tersebar. Dalam budaya spesifik, orang sering diundang ke ruang
publik yang terbuka; individu dalam budaya ini sering terbuka dan ekstrovert; dan ada
pemisahan yang kuat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dalam budaya yang
tersebar, orang tidak dengan cepat diundang ke ruang publik seseorang, karena saat
mereka berada di ruang publik tersebut, mereka akan dengan mudahnya masuk ke ruang
pribadinya. Individu dalam budaya ini sering tampak tidak langsung dan tertutup, dan
pekerjaan dan kehidupan pribadi sering terkait erat.

Contoh dari dimensi budaya spesifik dan menyebar ditampilkan oleh Amerika
Serikat dan Jerman. Seorang profesor A.S., Robert Smith, PhD, yang biasanya dipanggil
"Doctor Smith" oleh mahasiswa ketika berada di universitas A.S. Namun pada saat
berbelanja, dia memperkenalkan diri kepada petugas toko sebagai "Bob," dan ia bahkan
mungkin meminta saran petugas terkait beberapa pembelian yang diinginkannya. Ketika
bermain golf, Bob mungkin hanya salah satu dari mereka, bahkan rekan golfnya
kebetulan mahasiswa pascasarjana di jurusannya. Alasan untuk perubahan status ini
adalah bahwa, dengan nilai-nilai budaya A.S. yang spesifik, orang memiliki ruang
publik yang besar dan sering berperilaku berbeda tergantung pada peran publik mereka.
Namun, pada saat yang sama, Bob memiliki ruang pribadi yang terbatas bagi siswa
yang harus memanggilnya "Dokter Smith" di kelas.

Dalam budaya menyebar yang tinggi, di sisi lain, kehidupan publik seseorang dan
kehidupan pribadi sering serupa. Karena itu, di Jerman, Tuan Profesor Doktor Schmidt
akan diperkenalkan dengan cara yang sama di universitas, pasar lokal, dan arena golf —
dan bahkan istrinya mungkin akan memanggilnya secara formal di depan umum.
Banyak formalitas dipertahankan, seringkali memberi kesan bahwa orang Jerman adalah
kaku atau menyendiri.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika orang-orang dari budaya spesifik


melakukan bisnis dalam budaya yang tersebar, mereka harus menghormati gelar
seseorang, usia, dan koneksi latar belakang, dan mereka tidak boleh tidak sabar ketika
orang tidak langsung atau berbelit-belit. Sebaliknya, ketika individu dari budaya yang

27
menyebar melakukan bisnis dalam budaya spesifik, mereka harus mencoba langsung
pada masalahnya dan menjadi efisien, belajar untuk mengatur pertemuan dengan
penggunaan agenda yang bijaksana, dan tidak menggunakan jabatan mereka atau
mengakui prestasi atau keterampilan yang tidak relevan dengan masalah yang sedang
didiskusikan.

Achievement vs Ascription (Pencapaian versus Anggapan)

Budaya pencapaian adalah budaya di mana orang diberikan status berdasarkan


seberapa baik mereka menjalankan fungsi mereka. Budaya anggapan adalah budaya di
mana status dikaitkan berdasarkan siapa atau apa jabatan orang tersebut. Budaya
pencapaian memberikan status tinggi bagi mereka yang berprestasi, misalnya penjual
nomor satu perusahaan atau peneliti medis yang telah menemukan obat bagi kanker
tulang yang bentuknya langka. Budaya anggapan memberikan status berdasarkan usia,
gender, atau hubungan sosial. Misalnya, dalam budaya anggapan, seseorang yang telah
berada di perusahaan selama 40 tahun dapat didengarkan dengan seksama karena rasa
hormat yang dimiliki orang tersebut atas usia dan lamanya bersama orang tersebut
dengan perusahaan, dan seseorang yang mempunyai teman di status yang tinggi
mungkin disepakati statusnya karena orang yang dia kenal. Seperti ditunjukkan pada
Gambar 4-8, Austria, Amerika Serikat, Swiss, dan Inggris Raya adalah budaya
pencapaian, sedangkan Venezuela, Indonesia, dan Cina adalah budaya anggapan.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika individu dari budaya pencapaian


menjalankan bisnisnya dalam budaya anggapan, mereka harus memastikan bahwa
kelompok mereka memiliki pemegang posisi yang lebih tua, senior, dan formal yang
dapat mengesankan pihak lain, dan mereka harus menghormati status dan pengaruh
rekan-rekan mereka di kelompok lain. Sebaliknya, beliau merekomendasikan bahwa
ketika individu dari budaya anggapan melakukan bisnis dalam budaya prestasi, mereka
harus memastikan bahwa kelompok mereka memiliki data yang memadai, penasihat
teknis, dan orang-orang berpengetahuan untuk meyakinkan kelompok lain bahwa
mereka mahir, dan mereka harus menghormati pengetahuan dan informasi dari para
rekan-rekan mereka di tim lain.

28
Waktu (Time)

Selain dari lima orientasi hubungan, perbedaan budaya utama lainnya adalah
cara orang berurusan dengan konsep waktu. Trompenaars telah mengidentifikasi dua
pendekatan yang berbeda: berurutan dan sinkron. Dalam budaya di mana pendekatan
sekuensial umum, orang cenderung melakukan hanya satu kegiatan pada satu waktu,
menepati janji dengan tepat, dan menunjukkan preferensi yang kuat untuk mengikuti
rencana yang mereka tata dan tidak menyimpang darinya. Dalam budaya di mana
pendekatan sinkron adalah umum, orang cenderung melakukan lebih dari satu aktivitas
pada suatu waktu, janji adalah perkiraan dan dapat diubah pada saat itu juga, dan jadwal
umumnya merupakan subordinasi hubungan. Orang-orang dalam budaya sinkronisasi
waktu seringkali akan menghentikan apa yang mereka lakukan untuk bertemu dan
menyapa individu yang datang ke kantor mereka.

Kondisi perlawanan yang bagus ditunjukkan oleh Amerika Serikat, Meksiko,


dan Prancis. Di Amerika Serikat, orang cenderung dipandu oleh orientasi waktu
berurutan dan karenanya menetapkan jadwal dan menaatinya. Orang-orang Meksiko
beroperasi lebih di bawah orientasi waktu sinkronisasi dan karenanya cenderung lebih
fleksibel, sering membangun kelonggaran dalam jadwal mereka untuk memungkinkan
adanya gangguan. Orang Prancis mirip dengan orang Meksiko dan, ketika membuat
rencana, seringkali menentukan tujuan yang ingin mereka capai tetapi membiarkan
waktu dan faktor-faktor lain yang berada di luar kendali mereka; dengan cara ini,
mereka dapat menyesuaikan dan mengubah pendekatan mereka seiring berjalannya
waktu. Seperti yang dicatat oleh Trompenaar, "Bagi orang Prancis dan Meksiko, yang
penting adalah mereka akan menyelesaikannya, tidak dengan pola atau urutan tertentu
yang digunakan untuk mencapai tujuan itu."

Kondisi kontras menarik lainnya adalah sejauh mana budaya berorientasi masa
lalu maupun masa kini sebagai lawan dari orientasi masa depan. Di negara-negara
seperti Amerika Serikat, Italia, dan Jerman, masa depan lebih penting daripada masa
lalu atau masa kini. Di negara-negara seperti Venezuela, Indonesia, dan Spanyol, masa
kini adalah yang paling penting. Di Prancis dan Belgia, ketiga periode waktu itu kurang
lebih sama pentingnya. Karena penekanan yang berbeda diberikan pada periode waktu

29
yang berbeda, menyesuaikan dengan perbedaan budaya ini dapat menciptakan
tantangan.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika melakukan bisnis dengan budaya


berorientasi masa depan, manajer internasional yang efektif harus menekankan pada
peluang dan terbatasnya ruang lingkup yang dapat dimiliki oleh beberapa kesepakatan,
sepakat pada batas waktu yang spesifik untuk menyelesaikannya, dan menyadari
kompetensi inti atau kesinambungan yang cenderung dimiliki pihak lain. Pada masa
yang akan datang. Ketika melakukan bisnis dengan budaya berorientasi masa lalu atau
masa kini, ia merekomendasikan agar para manajer menekankan sejarah dan tradisi
budaya tersebut, mencari tahu apakah hubungan internal akan mendukung jenis
perubahan yang perlu dilakukan, dan pada prinsipnya menyetujui pertemuan di masa
depan tetapi memperbaikinya dengan tidak ada tenggat waktu untuk penyelesaian.

Lingkungan (The Environment)

Trompenaars juga menguji cara orang terkait dengan lingkungannya. Perhatian


khusus harus diberikan pada apakah mereka percaya dalam mengendalikan hasil (inner-
directed) atau membiarkannya terjadi dengan sendirinya (outer-directed). Salah satu hal
yang dia minta agar manajer lakukan adalah memilih antara pernyataan berikut:

1. Apa yang terjadi pada saya adalah apa yang saya kerjakan saya sendiri.
2. Terkadang saya merasa bahwa saya tidak memiliki kendali yang cukup atas arah
yang saya jalani..

Para manajer yang yakin dalam mengendalikan lingkungan mereka sendiri akan
memilih pilihan pertama; mereka yang percaya bahwa mereka dikendalikan oleh
lingkungan mereka dan tidak dapat berbuat banyak akan memilih yang kedua. Berikut
adalah contoh negara dengan sampel para responden yang percaya bahwa yang terjadi
pada mereka adalah tindakan mereka sendiri:

30
Di Amerika Serikat, para manajer merasa mampu menentukan nasib mereka sendiri. Ini
membantu menjelaskan sikap dominan mereka (kadang-kadang berbatasan dengan
keagresifan) terhadap lingkungan dan ketidaknyamanan ketika hal-hal tampaknya
keluar dari kendali mereka. Banyak budaya Asia tidak menganut pandangan ini. Mereka
percaya bahwa segala sesuatu bergerak secara alami dan seseorang harus “mengikuti
arus tersebut” sehingga sikap fleksibel, yang ditandai oleh keinginan untuk
berkompromi dan menjaga harmoni dengan alam, adalah penting.

Trompenaars merekomendasikan bahwa ketika berhadapan dengan orang-orang


dari budaya yang meyakini mendominasi lingkungan, penting untuk bermain keras,
menguji ketahanan lawan, memenangkan beberapa tujuan, dan selalu kalah dari waktu
ke waktu. Misalnya, perwakilan pemerintah AS telah berulang kali menyarankan agar
perusahaan mobil Jepang untuk membeli lebih banyak komponen dari pemasok AS
untuk mengimbangi sebagian besar impor mobil jadi AS dari Jepang. Alih-alih
memberlakukan hambatan perdagangan, Amerika Serikat meminta quid pro quo. Pada
saat berhubungan dengan orang-orang dari budaya yang percaya bahwa membiarkan
segala sesuatunya berjalan secara alami, penting untuk menjadi gigih dan sabar,
menjaga hubungan baik dengan pihak lain, dan mencoba untuk memenangkan bersama
dan kehilangan sebagian.

31
 PENGINTEGRASIAN BUDAYA DAN MANAJEMEN: PROYEK GLOBE

Program penelitian Kepemimpinan Global dan Efektifitas Perilaku Organisasi


(Global Leadership and Organizational Behavior Effectiveness - GLOBE)
merefleksikan pendekatan tambahan untuk mengukur perbedaan-perbedaan budaya.
Proyek GLOBE melanjutkan dan mengintegrasikan analisis-analisis sebelumnya atas
atribut-atribut dan variable-variabel budaya. Pusat dari proyek adalah mempelajari dan
mengevaluasi Sembilan atribut budaya yang berbeda dengan menggunakan para
manajer menengah dari 951 organisasi di 62 negara. Tim terdiri atas 170 cendikiawan
yang bekerja sama untuk mensurvei 17.000 manajer di tiga industri : jasa keuangan,
makanan yang di proses, dan telekomunikasi. Pada saat mengembangkan pengukuran
dan melakukan analisis, mereka juga menggunakan arsip kemakmuran ekonomi Negara
dan kesejahteraan fisik serta psikologi budaya yang di pelajari. Negara-negara di
seleksi, sehingga setiap lokasi geografi yang utama di dunia di representasikan. Negara-
negara tambahan, termasuk Negara-negara dengan jenis system politik dan ekonomi
saat yang unik, dipilih untuk menciptakan database yang lengkap dan komprehensif
untuk membangun analisis. Penelitian ini telah di pertimbangkan di antara yang paling
canggih di bidangnya sampai saat ini, dan kolaborasi penelitian hofstede dan GLOBE
dapat memberikan suatu pandangan yang berpengaruh pada factor-faktor utama
pengkarakteristikan budaya global.

Budaya dan Manajemen


Peneliti GLOBE mengikuti keyakinan bahwa atribut-atribut tertentu yang
membedakan satu budaya dari yang lain dapat digunakan untuk memprediksi praktik-
praktik organisasional dan kepemimpinan yang paling sesuai, efektif, dan dapat diterima
di dalam budaya-budaya tersebut. Disamping itu, mereka menentang bahwa budaya
masyarakat memiliki pengaruh langsung pada budaya organisasional dan bahwa
penerimaan pemimpin berasal dari atribut-atribut pemimpin yang mengikat dan
perilaku-perilaku terhadap norma-norma bawahan.

 Proyek GLOBE dibentuk untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar tentang


variable-variabel budaya yang membentuk proses kepemimpinan dan organisasional.
Meta-tujuan GLOBE adalah mengembangkan dasar teori secara empiris untuk
menggambarkan, memahami, dan memprediksi dampak variabel budaya spesifik pada

32
proses kepemimpinan dan organisasional dan keefektifan proses tersebut. Secara
keseluruhan, GLOBE berharap untuk memberikan panduan standar global yang
memperkenankan para manajer untuk fokus pada spesialisasi lokal. Tujuan khususnya
termasuk menjawab pertanyaan mendasar berikut:

 Adakah perilaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik organisasional


pemimpin yang diterima secara universal dan efektif diseluruh budaya?
 Adakah ada perilaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik
organisasional yang diterima dan efektif hanya di beberapa budaya?
 Bagaimana atribut-atribut budaya sosial dan organisasional mempengaruhi jenis
perilaku pemimpin dan praktik-praktik organisasional yang diterima dan efektif?
 Apa pengaruh pelanggaran norma-norma budaya yang relevan terhadap praktik-
praktik kepemimpinan dan organisasional?
 Apa yang kedudukanannya relatif masing-masing budaya yang dipelajari di tiap-
tiap sembilan dimensi inti budaya?
 Dapatkah aspek perilaku pemimpin, atribut-atribut, dan praktik-praktik
organisasional yang universal dan spesifik budaya dijelaskan terkait dengan teori
yang mendasari yang menjelaskan perbedaan sistematis lintas budaya?

Dimensi Budaya GLOBE


Proyek GLOBE mengidentifikasi sembilan dimensi budaya:

1. Penghindaran ketidakpastian didefinisikan sebagai tingkat di mana anggota-


anggota organisasi atau masyarakat berusaha untuk menghindari ketidakpastian
dengan bergantung pada norma-norma sosial, ritual-ritual, dan praktik-praktik
birokrasi untuk mengurangi ketidakpastian peristiwa-peristiwa masa depan yang
tidak dapat di prediksi.
2. Jarak kekuasaan didefinisikan sebagai tingkat di mana anggota-anggota
organisasi atau masyarakat berharap dan setuju bahwa kekuasaan harus dibagi
secara bervariasi.
3. Kolektivisme I: Kolektivisme sosial mengacu pada tingkat di mana praktik-
praktik organisasional dan institusi sosiaal mendorong serta menghargai
distribus kolektif sumber daya-sumber daya dan tindakan kolektif.

33
4. Kolektivisme II: Kolektivisme di dalam kelompok mengacu pada tingkat di
mana individu-individu mengekspresikan kebanggaan, kesetiaan, dan
keterpaduan di dalam organisasi atau keluarga mereka.
5. Egalitarianisme gender didefinisikan sebagai tingkat di mana organisasi atau
masyarakat meminimalkan perbedaan peran gender dan diskriminasi gender.
6. Ketegasan didefinisikan sebagai tingkat di mana individu-individu di dalam
organisasi atau masyarakat adalah tegas, konfrontasional, dan agresif di dalam
hubungan sosial.
7. Orientasi masa depan didefinisikan sebagai tingkat di mana individu-individu
dalam organisasi atau masyarakat terlibat dalam perilaku berorientasi masa
depan seperti perencanaan, investasi di masa depan, dan menunda kepuasan.
8. Orientasi performa mengacu pada tingkat di mana organisasi atau masyarakat
mendorong dan menghargai anggota-anggota organisasi atas perbaikan performa
dan proma yang sangat prima.
9. Orientasi kemanusiaan didefinisikan sebagai tingkat di mana individu-individu
di dalam organisasi atau masyarakat mendorong dan menghargai individu-
individu untuk menjadi adil, altruistik, ramah, murah hati, peduli, dan baik
kepada yang lain.

Enam dimensi pertama berasal dari dimensi budaya Hofstede. Dimensi kolektivisme
I mengukur penekanan masyarakat pada kolektivisme; nilai rendah merefleksikan
penekanan individualistik, dan nilai tinggi merefleksikan penekanan kolektivistik
melalui hukum, program-program sosial, atau praktik-praktik institusional. Skala
kolektivisme II mengukur kolektivisme dalam kelompok (keluarga atau organisasi)
seperti kebanggaan dan loyalitas kepada keluarga atau organisasi dan keterpaduan
keluarga atau organisasi. Sebagai pengganti dimensi maskulinitas Hofstede, para
peneliti GLOBE mengembangkan dua dimensi yang mereka beri label egalitarianism
gender dan ketegasan.

Analisis Negara GLOBE


Analisis GLOBE secara umum berhubungan dengan Hofstede dan Trompenaars,
meskipun dengan beberapa perbedaan yang dihasilkan dari definisi-definisi variabel dan
metodologi. Hofstede mengkritik analisis GLOBE, menunjukkan perbedaan-perbedaan
kunci antara metode-metode penelitian; Hofstede adalah satu-satunya peneliti dan
penulis temuannya, sementara GLOBE terdiri atas sekelompok perspektif; Hofstede
fokus pada satu institusi dan mensurvei para karyawan, sementara GLOBE

34
mewawancarai para manajer di banyak perusahaan, dan sebagainya. Kesenjangan
terminologi antara keduanya, dipasangkan dengan penelitian yang kompleks,
membuatnya menentang untuk membandingkan dan menyesuaikan dua pendekatan
ini. Penilaian lain menunjukkan bahwa Hofstede mungkin telah memberikan
pengenalan pada budaya psikologi , tetapi penelitian lebih jauh adalah penting didunia
yang berubah . Analisis GLOBE terkadang terlihat rumit, tetapi begitu juga dengan
budaya dan persepsi. Pemahaman yang mendalam atas seluruh aspek budaya adalah
sulit, bila tidak mustahil, untuk mencapai, namun GLOBE memberikan gambaran yang
komprehensif saat ini atas stereotip umum yang dapat dianalisis lebih jauh untuk
mendapatkan wawasan yang lebih besar.

Pengujian proyek GLOBE telah menghasilkan rincian yang luas atas bagaimana
para manajer berperilaku dan bagaimana budaya yang berbeda dapat menghasilkan
manajer dengan perspektif yang serupa di beberapa bidang, dengan pendapat yang
sangat berbeda di sektor lain. Salah satu contoh, Manajer Brasil yang dibandingkan
dengan para manajer di Amerika Serikat dalam struktur jaringan, berdasarkan faktor-
faktor seperti individualisme, kesadaran sosial dan status profesi, serta perilaku berisiko.
Para Manajer Brasil biasanya sadar akan kelas dan status, jarang berbicara dengan
bawahan pada tingkat pribadi di dalam ataupun di luar pekerjaan. Mereka terkenal
menghindari konflik dalam kelompok dan usaha-usaha berisiko serta cenderung
menunjukkan kedinamisan kelompok terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Sebaliknya, para Manajer di Amerika Serikat, tidak fokus pada kelas atau tingkat status
yang berbeda. Mereka lebih cenderung untuk mengambil risiko, dan sementara tampak
sebagaimana di pikirkan bahwa mereka lebih individualistik, grafik secara tidak
langsung menyatakan lebih bersikap toleransi daripada struktur pengambilan keputusan
perorangan langsung. Di sini, baik Brasil maupun Amerika Serikat menunjukkan
bagaimana hal tersebut penting untuk memiliki komunikasi kelompok pada beberapa
tingkat . Sementara itu, nilai-nilai orang Amerika adalah saling menghormati dan dialog
terbuka, orang Brasil mungkin melihat perilaku ini sebagai sesuatu tidak dapat diterima,
dan bahkan agresif, jika diskusi membeberkan sejumlah besar informasi dan termasuk
didalamnya terdapat anggota-anggota dari kelompok yang berbeda; termasuk posisi
bawahan dan manajerial.

35
Telah disarankan bahwa jika orang Amerika bersiap-siap untuk menjalankan
bisnis di Brasil, perwakilan-perwakilan nya seharusnya meluangkan banyak waktu
untuk mencari tau tentang para eksekutif Brasil. Yakinlah untuk menunjukkan rasa
hormat kepada manajer puncak, dan menginformasikan kepada bawahan tentang
rencana-rencana atau perubahan-perubahan , serta mendorong terjadinya umpan balik.
Para Manajer masih membuat keputusan akhir, dan sangatlah tidak mungkin para
pekerja untuk memberikan saran-saran, tetapi para manajer tersebut tidak memberitahu
secara sederhana apa yang harus dilakukan. Dengan kata lain, struktur keluarga,
termasuk struktur didalam kelompok, sangat penting bagi orang Brasil, tetapi kepala
rumah tangga masih berperan sebagai pengambil keputusan. Akhirnya, tekanan jangka
pendek, tujuan yang menghindari risiko untuk menjaga visi dan tertarik pada tawaran
bisnis.

36
BAB III

STUDY CASE

Para manajer Brazil dibandingkan dengan manajer di AS dalam struktur jaringan,


berdasarkan faktor-faktor seperti individualisme, kesadaran sosial dan status profesi,
serta perilaku yang beresiko. Para manajer Brazil biasanya sadar akan kelas dan status,
jarang berbicara dengan bawahan pada tingkat pribadi didalam ataupun diluar
pekerjaan. Mereka terkenal menghindari konflik didalam kelompok dan usaha-usaha
berisiko serta cenderung menunjukan kedinamisan kelompok terkait dengan proses
pengambilan keputusan.Para manajer AS tidak fokus pada kelas atau tingkat status yang
berbeda. Mereka lebih cenderung untuk mengambil risiko, lebih individualistik,
toleransi pada struktur pengambilan keputusan perorangan langsung. Baik Brazil
maupun AS menunjukan bagaimana hal tersebut penting untuk memiliki komunikasi
kelompok pada beberapa tingkat.

37
BAB IV

PENUTUP

Maka yang dapat kami simpulkan dari makalah ini adalah perbedaan kebudayaan yang
ada pada setiap organisasi,individu maupun negara memiliki dimensi dan makna
tersendiri dibenak mereka. Karena budaya adalah salah satu hal yang penting didalam
sebuah organisasi maupun individu, Dari beberapa pengertian dari ahli diatas maka
dapat dikatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang
dipegang oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-
organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi.Budaya organisasi juga berkaitan dengan
bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait
dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi
adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Fungsi Budaya Organisasi:

 Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi.


 Alat pengorganisasian anggota.
 Menguatkan nila-nilai dalam organisasi.
 Mekanisme kontrol perilaku.
 Mendorong dan meningkatkan kinerja ekonomi baik dalam jangka pendek dan
panjang.
 Penentu arah organisasi mana yang boleh dan yang tidak boleh.

38

Anda mungkin juga menyukai