Anda di halaman 1dari 28

IMPLEMENTASI STRATEGI:

PENATAAN STAFF DAN PENGARAHAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Stratejik
Dosen Pengampu Dr. Yusuf Abdullah., SE.,M.M.

Oleh:

Siti Khoeriah 213403056


Resqi Fauziah 213403061
Sefia Sistianingsih 213403071
Silva Pardah Aulia 213403080
Salsabil Annisa Isnaini 213403136

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Implementasi Strategi: Penataan Staff dan Pengarahan" dengan sebaik-baiknya. Tujuan
penulis menulis makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Stratejik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Yusuf Abdullah., S.E., M.M.
selaku dosen Mata Kuliah Manajemen Stratejik. Penulis juga berterima kasih kepada semua
pihak yang turut membantu dalam proses pembuatan laporan ini.
Penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat bermanfaaat sebagai bahan
evaluasi untuk memperbaiki makalah ini selanjutnya.

Tasikmalaya, 03 September 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan Makalah .............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5
1. Penataan Staff (Staffing) ................................................................................................. 5
A. Penataan Staf Mengikuti Strategi ................................................................................ 6
B. Perubahan dalam Kebutuhan Merekrut dan Melatih................................................... 6
C. Menyesuaikan Manajer dengan Strategi ..................................................................... 7
D. Seleksi dan Pengembangan Manajemen ..................................................................... 9
E. Suksesi Eksekutif: Orang Dalam vs Orang Luar ........................................................ 9
F. Mengidentifikasi Kemampuan dan Potensi............................................................... 10
G. Berbagai Masalah dalam Pengurangan Karyawan .................................................... 11
2. Pengarahan (Directing) ................................................................................................. 13
A. Mengelola Budaya Perusahaan ................................................................................. 14
B. Menilai Kesesuaian Strategi-Budaya ........................................................................ 15
C. Mengelola Perubahan Melalui Komunikasi .............................................................. 19
D. Mengelola Budaya Ketika Bertumbuh Melalui Akuisisi .......................................... 20
E. Merencanakan Tindakan ........................................................................................... 21
F. Management By Objectives (MBO) ......................................................................... 22
G. Total Quality Management (TQM) ........................................................................... 23
3. Case Study .................................................................................................................... 23
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 25
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 25
B. Saran ............................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana


yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Rahasia kesuksesan perusahaan
adalah implementasi strategi yang dijalankan dengan baik. Program, anggaran, dan
prosedur yang jelas, mendukung strategi bersaing perusahaan dengan membuat
perusahaan menonjol dalam pikiran konsumen.
Suatu strategi dipilih dari sekian banyak strategi yang telah di analisis dan di
pertimbangkan dengan teliti serta di laksanakan dalam satu kurun waktu tertentu.
Suatu strategi per definisi berorientasi pada masa depan, karena orientasi tersebut
pemilihan strategi pada umumnya didasarkan pada berbagai asumsi yang di gunakan
oleh para perumus dan penentu strategi itu dengan sepenuhnya menyadari bahwa
semua peristiwa dan faktor yang berpengaruh pada implementasi strategi dapat di
pertimbangkan dan di pehitungkandengan tepat.

Implementasi juga terkait dengan pengarahan staf untuk menggunakan


kompetensinya pada tingkat yang paling optimal untuk mencapai sasaran perusahaan.
Tanpa adanya pengarahan, staf cenderung melakukan pekerjaan sesuai cara pandang
mereka. Mereka mungkin melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman masa lalu
atau menekankan pekerjaan pada hal-hal yang paling mereka senangi, tanpa
memperhatikan apakah yang mereka kerjakan sudah sesuai dengan arah strategis yang
baru.
Untuk mengarahkan strategi baru dengan efektif, manajemen puncak harus
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawabnya dengan tepat kepada para manajer
operasionalnya. Meraka harus mampu mendorong pegawai untuk berperilaku
sesuaidengan cara-cara yang diinginkan oleh perusahaan dan mengkoordinasikan
tindakan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud penataan staf (Staffing) dalam implementasi strategi?


2. Bagaimana menyesuaikan manajer dengan strategi?
3. Apa yang dimaksud pengarahan (Directing) dalam implementasi strategi?

3
4. Bagaiaman mengelola budaya perusahaan?
5. Bagaimana mengelola perubahan melalui komunikasi?
C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud penataan staf (Staffing) dalam


implementasi strategi?
2. Untuk mengetahui bagaimana menyesuaikan manajer dengan strategi?
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud pengarahan (Directing) dalam
implementasi strategi?
4. Untuk mengetahui bagaimana mengelola budaya perusahaan?
5. Untuk mengetahui bagaimana mengelola perubahan melalui komunikasi?

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Penataan Staff (Staffing)

Implementasi strategi dan kebijakan baru sering membutuhkan prioritas-prioritas baru


dalam manajemen sumber daya manusia dan penggunaan yang berbeda atas sumber daya
manusia yang tersedia. Beberapa perubahan tertentu mungkin berarti mempekerjakan
orang baru dengan ketrampilan baru, memecat orang dengan ketrampilan yang tidak
sesuai atau tidak mampu memenuhi standar, dan atau melatih kembali karyawan yang ada
untuk mempelajari ketrampilan atau keahlian baru.

Jika perusahaan akan mengimplementasi strategi-strategi pertumbuhannya,


perusahaan mungkin perlu merekrut orang baru untuk dipekerjakan dan dilatih. Orang-
orang yang telah berpengalaman dengan keahlian atau ketrampilan yang dibutuhkan
kadang kala diperlukan untuk mengisi atau menduduki posisi mana- jerial yang baru
diciptakan. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan pemanufak turan memutuskan untuk
melakukan integrasi ke hulu dengan membuka gerai ecerannya sendiri, satu hal penting
yang harus segera dilakukan adalah kemam- puan perusahaan untuk menemukan,
mempekerjakan, dan melatih para manajer tokonya. Ketika sebuah perusahaan
mengambil strategi pertumbuhan melalui strategi akuisisi, perusahaan mungkin perlu
mengganti beberapa manajer dalam perusahaan yang diakuisisi. Penelitian yang
dilakukan oleh J. P. Walsh terhadap 102 perusahaan yang melakukan strategi akuisisi
menunjukkan bahwa persentase tim manajemen puncak perusahaan yang diakusisi, baik
itu pindah atau diminta untuk keluar, adalah sebesar 26 persen setelah tahun pertama dan
61 persen setelah lima tahun kemudian.

Akan tetapi, jika perusahaan mengadopsi strategi perampingan, perusahaan mungkin


perlu memberhentikan sejumlah besar karyawan. Manajemen puncak das para manajer
divisional perlu menetapkan kriteria yang digunakan dalam keputusan-keputusan
penempatan karyawan. Haruskah para karyawan diberhen tikan berdasarkan rendahnya
senioritas atau berdasarkan kinerjanya yang buruk? Kadang kala beberapa perusahaan
menemukan bahwa menutup keseluruhan satu divisi lebih mudah daripada memilih
karyawan yang akan dipecat.

5
A. Penataan Staf Mengikuti Strategi
Sama seperti struktur, kebutuhan penataan staf juga hampir dapat dipastikan
mengikuti perubahan strategi.
B. Perubahan dalam Kebutuhan Merekrut dan Melatih
Setelah sebuah strategi baru dirumuskan, berbagai jenis sumber daya manusia
mungkin dibutuhkan untuk mengisi posisi-posisi tertentu, atau karyawan yang ada
sekarang mungkin perlu dilatih kembali untuk dapat mengimplementasi strategi baru.
Mengulas kembali penjelasan produksi berbasis kelompok di pabrik penyaringan
Corning seperti disebutkan dalam Bab 8, seleksi dan pelatihan karyawan adalah titik
penting kesuksesan strategi pemanufakturan yang baru. Manajer pabrik Rober Hoover
menyortir lebih dari 8000 lamaran kerja sebelum mempekerjakan 150 orang dengan
kemampuan yang baik dalam hal memecahkan masalah dan keinginan untuk bekerja
sama dalam satu tim Mayoritas yang diseleksi telah menyelesaikan sedikitnya setahun
di perguruan tinggi; setelah mereka diterima, mereka menerima pelatihan intensif
dalam ketrampilan teknis dan interpersonal. Selama tahun pertama produksi, 25 persen
dari seluruh jam kerja disisihkan untuk pelatihan dengan total biaya $750.000
Keputusan perusahaan untuk memperkenalkan produksi berbasis kelompok di seluruh
pabriknya menyatakan bahwa para manajer strategis Coming memutuskan untuk
bersaing di pasar dunia pada keunggulan tenaga kerja yang berketrampilan tinggi dan
digaji dengan baik, bukan dengan memotong upah atau memindahkan pemanufakturan
ke negara-negara yang upah tenaga kerjanya rendah. Pada tahun 1990-an, dua per tiga
dari 20.000 tenaga kerja Corning lemah dalam hal membaca dan kemampuan
matematika, karena itu mereka perlu mendapatkan perbaikan pendidikan selama masa
pelatihan kerja. Satu dari sasaran manajemen sumber daya manusia Corning pada
tahun pertama program tersebut adalah menyisihkan 5 persen dari seluruh jam kerja
untuk pelatihan dalam kelas naik 4 persen dari tahun-tahun sebelumnya dan lebih
banyak 1 sampai 2 persen dari waktu yang dihabiskan untuk pelatihan pada
kebanyakan perusahaan lainnya.
Pelatihan dan pengembangan adalah salah satu jalan untuk mengimple mentasi
strategi bisnis atau korporat suatu perusahaan dan sangat penting dalam
mengimplementasi strategi diferensiasi yang menekankan kualitas atau layanan kepada
pelanggan. Sebagai contoh, Motorola, dengan penjualan tahunan sebesar $13,3 milyar,
telah menghabiskan $120 juta untuk pendidikan karyawannya. Motorola sangat peduli
terhadap perolehan kualitas setinggi mungkin pada seluruh operasinya. Perusahaan

6
tersebut mengestimasi bahwa setiap S1 yang dikeluarkan untuk pelatihan akan
memberikan keuntungan produksi sebesar $30 dalam waktu tiga tahun. Seperti yang
dijelaskan oleh William Wiggenhom presiden pusat pelatihan Motorola di Motorola
University, "Ketika Anda membeli sepotong perlengkapan, Anda harus menyisihkan
sejumlah persentase untuk perawatan. Bukankah untuk orang Anda juga melakukan
hal yang sama? Target Stores, divisi di Dayton Hudson, menggunakan pelatihan untuk
membantu para karyawannya melayani pelanggan dengan lebih baik. Kapan saja
Target Stores membuka toko baru, perusahaan akan segera menyusun kursus.
Pelatihan layanan dengan menggunakan permainan peran dan membangun tim
yang diarahkan oleh seorang mantan manajer dari salah satu rangkaian gerai lainnya
dalam kelompok perusahaan. Program pelatihan baru tersebut membantu mengurangi
keluar masuk (turnover) karyawan dari 89 persen setiap jam kerja Laryawan pada
tahun 1989 menjadi 59 persen pada tahun 1992. Layanan pelang gan, sebagaimana
diukur dengan survai tahunan, menunjukkan peningkatan yang stabil.
Pelatihan juga penting dalam mengimplementasi sebuah strategi peramping- an.
Seperti dijelaskan sebelumnya, perampingan yang berhasil berarti perusahaan harus
melakukan investasi pada seluruh karyawan yang tersisa. Unit Aircraft Engine General
Electric menggunakan pelatihan untuk mempertahankan pangsa pasamya walaupun
hal itu berarti memotong jumlah tenaga kerjanya dari 42.000 menjadi 33.000 antara
tahun 1991 dan tahun 1993. Menurut W. J. Conaty, Direktur SDM Aircraft Engine
GE: "Ketika sebuah industri berada dalam keadaan kacau, produktivitas dan sumber
daya manusia menjadi kunci sebuah permainan. Itulah saat kita mendapatkan
keunggulan kita”.
C. Menyesuaikan Manajer dengan Strategi
Beberapa ahli menyatakan bahwa jenis "terbaik" atau sosok yang paling sesuai
dari seorang manajer umum (general manajer) yang dapat dengan efektif
mengimplementasi sebuah strategi baru unit bisnis atau perusahaan tergantung pada
arah strategis yang diinginkan oleh perusahaan atau unit bisnis tersebut. Itulah yang
sebenarnya menjadi dasar pemikiran Jan Timmer, Komisaris Utama, ketika memilih
Frank Carrubba, seorang yang berorientasi riset untuk menjadi CEO baru perusahaan
raksasa Belanda Philips Electronics.
Para eksekutif dengan paduan khusus ketrampilan dan keahlian serta pengalaman
yang dimilikinya, dapat diklasifikasikan sebagai "jenis khusus" tertentu dan sesuai
dengan strategi khusus perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan yang mengambil

7
strategi konsentrasi (concentration strategy) dengan penekanan pada integrasi vertikal
atau horizontal, mungkin memerlukan eksekutif puncak yang agresif dengan
pengalaman luas pada industri tertentu, seperti ahli industri yang dinamis. Strategi
diversifikasi, sebaliknya, mungkin membutuhkan CEO dengan kemampuan analitis
yang memiliki pengetahuan luas akan berbagai industri lainnya dan dapat mengelola
berbagai lini produk yang berbeda, seperti manajer portofolio yang analitis.
Perusahaan yang memilih untuk mengambil strategi stabilitas mungkin membutuhkan
CEO-nya adalah perencanan laba yang hati-hati, yaitu orang yang memiliki gaya
konservatif, berlatar belakang produksi atau insinyur dan berpengalaman dalam
mengendalikan pengeluaran, anggaran, persediaan dan prosedur-prosedur standarisasi.
Perusahaan yang lemah sementara berada dalam industri yang menarik, cenderung
akan mencari eksekutif yang berorientasi pada tantangan, atau yang biasa dikenal
sebagai orang yang ahli "membalikkan keadaan" (turnaround specialists) untuk
menyelamatkan perusahaan mereka. Jika perusahaan tidak dapat lagi diselamatkan,
seorang likuidator yang profesional akan dibutuhkan dalam sebuah pengadilan yang
menyatakan kepailitan dan melikuidasi semua aset perusahaan.
CEO atau manajer unit bisnis yang berhasil dengan sebuah paduan khusus
pengalaman, keahlian dan faktor-faktor keperibadian yang mendukung cenderung
terkait pada satu jenis strategi; mereka dengan berbagai kombinasi yang berbeda, akan
terkait pada strategi yang berbeda pula. Sebagai contoh, studi tentang para eksekutif
SBU menunjukkan bahwa unit bisnis strategis yang memiliki build strategy
dibandingkan dengan SBU yang memiliki harvest strategy cenderung akan dipimpin
oleh para manajer yang memiliki keinginan besar untuk mengambil risiko, memiliki
toleransi yang besar pada ambiguitas, dan yang mempunyai pengalaman luas pada
penjualan atau pemasaran. Sebagai tambahan, para eksekutif yang berhasil
mengimplementasi strategi diferensiasi bisnis cenderung memiliki locus of control
internal yang tinggi: mereka cenderung memandang diri mereka sebagai seorang
pekerja keras dan memiliki kemampuan daripada melihat hal-hal eksternal sebagai
alasan keberhasilan yang diperoleh. Mereka juga cenderung memiliki pengalaman
yang cukup luas dalam penelitian dan pengembangan. Unit bisnis yang menggunakan
strategi bisnis biaya rendah (low-cost strategy) cenderung akan dipimpin oleh seorang
manajer yang memiliki pengalaman luas dalam produksi. Studi lain menunjukkan
bawa CEO dari perusahaan-perusahaan jenis Prospector (pencari, penyelidik) berusia
lebih muda, dengan masa jabatan dalam perusahaan dan posisi manajerial yang lebih

8
pendek, dan lebih berpendidikan dibanding CEO dari perusahaan jenis Defender
(bertahan). Para CEO perusahaan-perusahaan tipe Prospector cenderung memiliki
latar belakang lebih luas dalam hal pemasaran atau R & D; sementara para CEO
perusahaan Defender cenderung memiliki latar belakang dalam keuangan, mesin, dan
pemanufakturan.
D. Seleksi dan Pengembangan Manajemen

Seleksi dan pengembangan bukan hanya untuk memastikan bahwa perusahaan


telah merekrut orang-orang yang memiliki paduan keahlian dalam pengalaman yang
tepat, tetapi juga untuk membantu mereka berkembang dalam pekerjaannya untuk
mempersiapkan mereka pada promosi yang akan dating.

E. Suksesi Eksekutif: Orang Dalam vs Orang Luar

Perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat pada umumnya mengganti


eksekutif puncaknya setiap delapan tahun. Oleh sebab itu, perusahaan perlu
merencanakan suksesi eksekutifnya, khususnya jika perusahaan tersebut biasa
melakukan promosi dari dalam. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan dengan program perencanaan suksesi bagi manajemen puncaknya
memiliki keunggulan (kurang lebih 15 persen di atas ROI yang diharapkan pada
perusahaan dengan posisi strategis yang sama) atas perusahaan-perusahaan yang tidak
memiliki program formal tersebut.

Penelitian yang mengukur nilai pemilihan CEO dari luar perusahaan dibandingkan
dengan mempromosikan orang dari dalam perusahan, memberikan beberapa
kesimpulan ganda. Beberapa studi melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan
kinerja puncak merekrut CEO-nya dari dalam perusahaan sendiri dan suksesi yang
berasal dari dalam meningkatkan kinerja yang dihasilkan. Akan tetapi, penelitian lain
melaporkan bahwa pada perusahaan dengan laba tinggi, persentase CEO yang
direkrut dari luar perusahaan lebih tinggi daripada di perusahaan yang dalam kondisi
merugi

Berdasarkan model yang diajukan Weitzel dan Jonsson, waktu optimal untuk
mengganti CEO adalah ketika perusahaan berada di tengah-tengah Tahap 3
kemunduran, yang dikenal sebagai tahap mengambil tindakan yang keliru. CEO
seharusnya tidak diganti bila perusahaan berada dalam tahap kebutaan dan tahap tidak

9
mengambil tindakan apapun di dalam tahap kemundurannya karena ketidakpastian
yang menyebabkan proses kemunduran.

F. Mengidentifikasi Kemampuan dan Potensi

Perusahaan dapat mengidentifikasi dan mempersiapkan orang-orangnya untuk


posisi penting dalam beberapa cara. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan
adalah dengan menetapkan sistem penilaian kinerja yang baik untuk mengidentifikasi
orang-orang yang berkinerja baik dengan potensi promosi yang dimilikinya. Survei
terhadap 34 perencana perusahaan dan eksekutif sumber daya manusia dari 24
perusahaan besar Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 80 persen dari mereka
telah membuat beberapa usaha untuk mengidentifikasi bakat dan perilaku manajer
yang sesuai, sehingga mereka dapat menyesuaikan manajer-manajer tersebutsedekat
mungkin dengan strategi khusus yang direncanakan perusahaan.

Banyak perusahaan besar menggunakan pusat penilaian (assessment center) untuk


mengevaluasi kesesuaian seseorang pada posisi yang lebih tinggi. Pusat penilaian itu
bersifat unik, dengan kekhususan yang disesuaikan dengan setiap perusahaan. Metode
tersebut meliputi wawancara khusus, permainan manajemen, latihan kekompakan tim,
diskusi kelompok yang bebas, analisis kasu, latihan pengambilan keputusan dan
presentasi tatap muka untuk menilai potensi setiap karyawan untuk posisi-posisi
tertentu. Promosi untuk posisi yang lebih tinggi didasakna tidak hanya apad kinerja
masa lampau, tetapi juga pada kinerja pada pusat penilaian. Banyak pusat penilaian
yang membuktikan mampu memprediksi dengan tepat kinerja pekerjaan seseorang di
masa yang akan datang.

Untuk memastikan bahwa manajer dengan potensi untuk dipromosikan memiliki


berbagai aspek operasi perusahaan selain wilayah fungsional yang mereka kuasai
ketika awal bekerja dahulu, banyak perusahaan melakukan rotasi di antara mereka
melalui berbagai divisi dan lokasi. Perusahaan yang memacu strategi diversifikasi
yang terkait melalui pengembangan internal menggunakan lebih banyak perpindahan
para pekerjanya secara interdivisional dibanding perusahaan yang bertumbuh tanpa
melalui akuisisi yang tidak terkait. Pada akhirnya, perusahaan-perusahaan yang
tumbuh secara internal berusaha mentransfer pengetahuan dan keahlian penting dalam
perusahaannya dalam upaya mencapai beberapa sinergi manajerial.

10
G. Berbagai Masalah dalam Pengurangan Karyawan

Downsizing (perampingan) merujuk kepada eliminasi terencana posisi atau


pekerjaan- pekerjaan tertentu. Banyak perusahaan pada umumnya menggunakan
pendekatan tersebut dalam mengimplementasi strategi pengurangan (retrenchment).
Komunitas masyarakat keuangan akan lebih bereaksi positif terhadap pengumuman
perampingan dari perusahaan yang sedang mengalami kesulitan, karena program-
program seperti itu dapat memberikan beberapa manfaat jangka pendek seperti
peningkatan harga saham. Akan tetapi, penelitian mengindikasikan bahwa bila
perampingan tidak dilakukan dengan baik, produktivitas akan lebih buruk, bukannya
lebih baik.

Survei yang dilakukan oleh Wyatt Company, Asosiasi Manajemen Amerika


danMasyarakat Manajemen Sumber Daya Manusia, menunjukkan bahwa hanya
sedikit perusahaan yang pada akhirnya mendapatkan manfaat dari perampingan.

Strategi pengurangan yang baik mungkin dapat diimplementasi dengan baik


dalam hal pengorganisasiannya, namun buruk dalam penataan staf yang ada. Bahkan
mungkinberkembang suatu situasi yang memperburuk keadaan daripada memperkuat
perusahaan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh konsultan Kepner-Tragoe,
perusahaan yang mengambil program pemotongan biaya berpeluang empat kali lebih
banyak untuk melakukan kembali pemotongan biaya dibanding perusahaan lainnya,
khususnya jika pengurangan biaya dilakukan dengan mengurangi staf yang ada.

Berikut ini beberapa pedoman dalam melakukan perampingan yang berhasil.

• Eliminasi pekerjaan yang tidak perlu, bukan melakukan pemotongan di


berbagai bidang: Gunakan waktu yang tersedia untuk mengetahui dengan tepat
kemana dana mengalir dan kurangilah pekerjaan, bukan pekerja, jika ternyata
pekerjaan tersebut tidak memberi nilai tambah kepada apa yang diproduksi
perusahaan. Sebagai contoh, produktivitas para ilmuwan di R & D perusahaan
Colgate-Palmolive meningkat signifikan ketika mereka dibebaskan dari kewajiban
untuk melakukan pengawasan dan pelaporan yang berlebihan.
• Kontrakan keluar pekerjaan yang pihak lain mampu mengerjakannya
dengan lebih murah:Sebagai contoh, Bankers Trust of New York
mengontrakkan keluar bagian surat-menyurat, layanan cetakan, dan beberapa
aktivitas pembayaran dan rekening piutang pelanggan pada sebuah divisi dari
11
Xerox. Kurang lebih 70 karyawan Bankers Trust dipindahkan ke Xerox, namun
mereka tidak pernah meninggalkan gedung mereka! Menurut Peter Hawes dari
Pusat Reproduksi Xerox, "Kadang kala kita dapat menemukan efisiensi dalam
beberapa bisnis tertentu karena bidang tersebut merupakan keahlian kami."
• Rencana efisiensi jangka panjang:Jangan mudah mengeliminasi semua biaya
yang dapat ditunda, seperti perawatan, penelitian dan pengembangan, dan
periklanan, dengan anggapan (yang tidak dapat dibenarkan) bahwa situasi
lingkungan bisnis akan lebih mendukung. (Ingat ketika para pembuat mobil di
Amerika Serikat memperkirakan bahwa konsumen Amerika akan segera bosan
dengan mobil-mobil kecil buatan Jepang?) Perusahaan-perusahaan seperti Ford,
General Electric, dan Citicorp sedang melakukan strategi jangka panjang dalam
menata ulang sumber daya manusia dan fisik yang mereka miliki.
• Komunikasikan alasan-alasan mengambil tindakan
perampingan:Beritahukan kepada karyawan tidak hanya mengapa perusahaan
akan melakukan perampingan, tetapi juga apa yang sedang diusahakan oleh
perusahaan untuk tercapai. Fokuskan dan tekankan pada pernyataan misi yang
hendak dicapai. Sebagai contoh, Square D, perusahaan pemanufaktur
perlengkapan elektro-nik terkemuka, mengharuskan 19.200 karyawannya untuk
menghadiri pro-gram dua hari yang menekankan pentingnya kualitas dan layanan
terhadap pelanggan sebagai bagian dari program perusahaan untuk meningkatkan
produktivitas dan kepuasan pelanggan.
• Melakukan investasi pada karyawan yang selamat dari program
perampingan Kembangkan pekerjaan yang memiliki nilai tambah untuk
mengimbangiberkurangnya pekerjaan:Para karyawan perusahaan yang selamat
dari proses perampingan mungkin akan mengerjakan berbagai tugas yang berbeda
dari sebelumnya akibat perubahan tersebut, karena itu perusahaan perlu membuat
draft baru tentang spesifikasi kerja, standar kinerja, teknik penilaian kinerja, dan
paket kompensasi baru bagi para karyawannya. Pelatihan tambahan juga diperlu-
kan untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki ketrampilan yang sesuai
untuk menghadapi berkembangnya pekerjaan dan tanggung jawab yang akan
ditanganinya. Sebagai contoh, setelah melakukan banyak pengurangan pada para
penyelianya, DuPont menciptakan tim kerja dan merotasi setiap manajemen tim

12
untuk melatih para anggota timnya bertanggung jawab melakukan tugas-tugas
penting.
• Kembangkan pekerjaan-pekerjaan yang memiliki nilai tambah untuk
mengimbangi berkurangnya pekerjaan: Ketika tidak ada lagi pekerjaan yang
tersedia bagi karyawan yang selamat dari perampingan, pihak manajemen harus
mempertimbangkan beberapa alternatif penataan staf lainnya. Sebagai contoh,
setelah melakukan serangkaian program peningkatan produksi yang mengurangi
banyak pekerjaan yang tidak penting, manajemen Harley-Davidson bekerja sama
dengan serikat pekerja perusahaan untuk mene-mukan pekerjaan-pekerjaan lain
bagi karyawan yang ada. Melalui sebuah program "in-sourcing" yang aktif, yaitu
melakukan sendiri pekerjaan-peker-jaan yang sebelumnya dilakukan oleh para
pemasok, serikat pekerja mem-bantu perusahaan memindahkan para pekerja pada
pekerjaan-pekerjaan baru tersebut. Menurut Peter Reid, pengarang buku Well
Made in America: "Kerja sama serikat pekerja dan pihak manajemen tersebut
menghasilkan 60 pekerjaan baru, meningkatkan kualitas, dan mengurangi biaya
lebih dari $2 juta. Rasa aman terhadap pekerjaan yang sekarang sedang dijalani
pun meningkat pesat, dan Harley- Davidson mampu menggunakan ruang dalam
pabriknya dengan baik melalui pengurangan persediaan yang ada”.

2. Pengarahan (Directing)

Implementasi juga melibatkan pengarahan karyawan untuk menggunakan


kemampuan dan keahlian mereka pada tingkat yang paling efektif dan efisien untuk
mencapai sasaran organisasi. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan
pekerjaan mereka menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang
seharusnya dilakukan, bagaimana dilakukan, dan untuk tujuan apa. Mereka mungkin
melakukan pekerjaan menurut apa yang mereka dapatkan pada masa lalu atau
menekankan pekerjaan pada hal yang paling mereka sukai dengan tidak memperhatikan
apakah yang mereka kerjakan merupakan prioritas utama bagi perusahaan. Pengarahan
dapat berbentuk kepemimpinan dari pihak manajemen, mengkomunikasikan norma
perilaku dari budaya organisasi, atau membangun kesepakatan di antara para pekerja
sendiri dalam kelompok-kelompok kerja yang otonom.

13
Untuk mengarahkan sebuah strategi baru dengan efektif, manajemen puncak harus
mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab dengan tepat kepada para manajer
operasionalnya. Mereka harus mampu mendorong karyawan untuk berperilaku sesuai
cara yang diinginkan oleh organisasi dan mengkoordinasi tindakan tersebut untuk
menghasilkan kinerja yang efektif. Para manajer harus dirangsang untuk menemukan
solusi kreatif untuk mengimplementasi masalah tanpa terjebak ke dalam konflik. Kadang
kala sasaran tersebut dapat dicapai secara tidak langsung melalui budaya perusahaan yang
kuat, dengan diterimanya norma-norma dan nilai-nilai yang menghargai kerja tim, dan
komitmen terhadap sasaran dan strategi perusahaan. Sasaran itu juga dapat dicapai
dengan cara yang lebih formal melalui perencanaan tindakan atau melalui program-
program tertentu seperti Management By Objective (MBO) dan Total Quality
Management (TQM).

A. Mengelola Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan memiliki dua atribut penting. Pertama, intensitas yaitu "seberapa
besar para anggota sebuah unit bisnis sepakat pada norma, nilai atau unsur-unsur budaya
lain yang berhubungan dengan unit bisnis tersebut." Organisasi dengan norma-norma
yang kuat mendukung keberadaan nilai-nilai khusus tertentu, seperti konsep kualitas di
Maytag, memiliki budaya yang intensif, sedangkan perusahaan-perusahaan baru (atau
yang sedang berada dalam tahap transisi) memiliki budaya yang lebih lemah, budaya
yang kurang intensif Karyawan sebuah perusahaan dengan budaya yang kuat cenderung
menunjukkan konsistensi dalam perilaku, mereka cenderung berperilaku sama sepanjang
waktu. Atribut kedua, integrasi, yaitu "seberapa besar unit-unit bisnis dalam sebuah
organisasi membagi sebuah budaya yang sama." Organisasi dengan budaya dominan yang
mengakar kuat biasanya terkendali secara hierarki dan berorientasi pada kekuasaan, misal
dalam unit militer, dan memiliki budaya yang terintegrasi tinggi. Seluruh karyawan
perusahaan dengan budaya perusahaan yang tinggi cenderung memegang nilai dan norma
budaya yang sama. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai banyak unit, yang
terstruktur berdasarkan fungsi dalam divisi atau SBU, biasanya menunjukkan sub-budaya
yang kuat (misal unit R&D vs unit pemanufakturan) dan biasanya lemah dalam budaya
perusahaan secara keseluruhan.

Karena budaya organisasi dapat berpengaruh kuat terhadap perilaku seluruh


karyawan, maka budaya organisasi dapat berpengaruh besar pada kemampuan perusahaan

14
untuk mengubah arah strateginya. Masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan
dengan budaya yang kuat adalah bahwa perubahan dalam misi, sasaran, strategi, atau
kebijakan perusahaan, kemungkinan besar tidak berhasil dengan baik jika di dalam
perusahaan ada pihak oposisi terhadap budaya organisasi yang dianut. Budaya perusahaan
mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menolak perubahan karena adanya keinginan
untuk mempertahankan hubungan dan pola perilaku yang stabil." Strategi dalam
Tindakan pada halaman 363 menunjukkan bagaimana budaya perusahaan dapat menjadi
penghalang dalam perubahan strategi di sebuah pabrik mobil.

Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satupun budaya organisasi yang
terbaik. Budaya yang optimal adalah budaya yang dapat mendukung dengan baik misi
dan strategi perusahaan yang merupakan bagian di dalamnya. Karena itu, seperti halnya
struktur dan penataan staf, budaya organisasi harus mengikuti strategi yang telah
ditetapkan. Kecuali ada kesepakatan dalam penetapan budaya perusahaan yang akan
digunakan, maka perubahan mendasar dalam strategi harus mampu membawa kepada
modifikasi budaya organisasi. Walaupun penelitian mengindikasikan bahwa budaya
perusahaan dapat diubah, namun proses tersebut membutuhkan usaha besar dan waktu
yang cukup lama.

Oleh karena itu, pekerjaan penting yang harus dilakukan oleh pihak manajemen adalah:

1. Mengevaluasi perubahan khusus apa dalam strategi yang akan berpengaruh besar
terhadap budaya perusahaan.

2. Menilai apakah perubahan dalam budaya memang diperlukan.


3. Memutuskan apakah usaha mengubah budaya perusahaan sebanding dengan biaya
yang harus dikeluarkan.

B. Menilai Kesesuaian Strategi-Budaya

Ketika mengimplementasi strategi baru, pihak manajemen harus mempertimbangkan


pertanyaan-pertanyaan berikut berkenaan dengan budaya perusahaan.

1. Apakah strategi yang direncanakan sesuai dengan budaya organisasi saat ini?

Jika "ya", mulailah dengan segera. Gabungkanlah perubahan-penha organisasional


dengan budaya perusahaan dengan mengidentifikasi bagai mana strategi baru akan

15
mencapai misi yang telah ditetapkan dengan b baik dari strategi yang saat ini sedang
dijalankan.

2. Jika strategi baru tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat ini dapatkah budaya
tersebut dengan mudah dimodifikasi sehingga dapat lebih sesuai dengan strategi
baru?

Jika "ya", jalankan strategi baru dengan hati-hati dengan memperkenalkan


serangkaian aktivitas perubahan budaya, seperti modifikasi kecil struktur, aktivitas
pelatihan dan pengembangan, dan atau mempekerjakan manajer manajer baru yang
lebih sesuai dengan strategi baru tersebut. Sebagai contoh, manajemen puncak Procter
& Gamble memutuskan bahwa, untuk mengimplementasi strategi baru yang
berorientasi pada biaya rendah pada seluruh bagian perusahaan, manajemen puncak
harus mengganti hampir seluruh sistem manajemen merek yang selama ini digunakan
dan mengubah cara tenaga wiraniaga berhubungan dengan para pelanggannya.
Budaya tersebut hanya membutuhkan sedikit modifikasi untuk membuatnya sesuai
dengan strategi baru yang direncanakan. Para manajer merek sekarang melaporkan
kepada seorang manajer "kategori," yaitu orang yang meng koordinasi periklanan dan
penjualan untuk meminimisasi "kanibalisasi" produk satu sama lainnya. Tenaga
wiraniaga, yang telah lama dinilai sombong oleh para pengecer, harus memberikan
perhatian lebih banyak kepada kebutuhan pengecer dan membujuk mereka dengan
promosi-promosi khusus. Namun demikian, disengaja atau tidak, perubahan tersebut
telah mengubah banyak nilai dasar perusahaan. Setelah beberapa tahun kemudian,
sistem baru itu menghasil kinerja yang lebih baik.

3. Jika budaya tidak dapat berubah dengan mudah untuk lebih sesuai dengan strategi
baru, apakah pihak manajemen bersedia dan mampu membuat perubahan besar
organisasional dan menerima kemungkinan penundaan implementasi strategi baru dan
kemungkinan meningkatnya biaya?

Jika "ya", manajer harus mampu mengubah budaya yang sekarang ada dengan
menetapkan sebuah unit struktural baru untuk mengimplementa strategi baru. Di
General Motors, misalnya, manajemen puncak menyadari bahwa untuk dapat bersaing
dengan produsen mobil dari Jepang, perusahaan harus mengubah secara radikal cara
mereka memproduksi mobil. Menyadari bahwa struktur dan budaya organisasi tidak
fleksibel, pihak manajemen memutuskan untuk membangun sebuah divisi baru yang

16
lengkap (divisi ba GM yang untuk pertama kalinya sejak tahun 1918) yang disebut
Saturn untuk membangun mobil baru mereka sendiri. Pihak manajemen dan persatuan
serikat pekerja produsen mobil bersama-sama membuat kesepakatan kerja baru
berdasarkan konsensus bersama. Para karyawan yang dipilih dengan cermat
mengikuti awareness training selama lima hari untuk mengetahui bagaimana bekerja
bersama-sama dalam satu tim. Mereka kemudian menerima 100 sampai 750 jam
pelatihan, termasuk di dalamnya bagaimana membaca laporan keuangan, sehingga
mengerti bagaimana operasi kerja mereka mempengaruhi biaya sebuah mobil.
Keseluruhan budaya baru itu dibangun bagian demi bagian. Menurut James Lewan-
dowski, Direktur SDM GM, "Hanya satu alasan nyata di sini. Hal itu nyaris menjadi
kebanggaan khusus." Semenjak pertama kali didirikan pada tahun 1983, unit awal
Saturn tidak berhenti berjalan mengarahkan proses lini perakitan pabrik GM di Spring
Hill, Tennessee, sampai pada tahun 1990

4. Jika pihak manajemen tidak bersedia membuat perubahan besar organisasional yang
menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola budaya organisasi, apakah
seluruh anggota organisasi masih berkomitmen untuk melaksanakan strategi tersebut?

Jika "ya", carilah mitra kerja dalam usaha patungan atau mengkontrakkan strategi
tersebut kepada perusahaan lain untuk melaksanakannya. Jika "tidak," rumuskan
strategi lainnya.

Budaya Perusahaan: Penghalang Diberlakukannya Pengawasan Proses


Berdasarkan Statistik (SPC)

Sejak pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1940-an, Statistical
Process Control (SPC) ditolak keberadaanya sampai W. Edward Deming, seorang
pengajar di MIT, memperkenalkannya kepada orang Jepang pada tahun 1950-an.
Statistical Process Control adalah metode yang berusaha memfasilitasi pemahaman
variabel-variabel kritis di setiap tahap proses pemanufakturan dan interkorelasinya.
Berdasarkan pedoman yang disusun Deming, para pekerja pabrik-pabrik di Jepang
mengambil contoh salah satu bagian yang sedang diproses dalam proses manufaktur,
yang dengan kartu kontrol, memastikan bahwa setiap penyimpangan dari spesifikasi yang
telah ditetapkan dapat diperbaiki dengan cepat. Jadi, SPC menjamin bahwa secara kasat
mata seluruh produk yang dihasilkan mampu memenuhi atau melebihi spesifikasi yang
telah ditentukan. Dengan cara itulah kualitas dibangun ke dalam produk, bukan dengan

17
memerintahkan pekerja untuk memperbaiki produk Melah produk selesai diproses yang
menyebabkan produk tersebut harus dibuang merupakan cara tradisional (dan lebih
mahal) untuk mengendalikan kualitas.

Para perusahaan produsen otomotif Amerika Serikat, setelah mendengar kesuksesan


SPC di Jepang, berusaha menerapkannya pada pabrik-pabrik men Namun setelah dua
setengah tahun usaha itu gagal di tengah jalan. Ada kekecewaan besar terhadap masa
depan penggunaan SPC di pabrik-pabrik tersebut. Para anggota tim koordinasi SPC yang
bertanggung jawab dalam implementasi perubahan mempertimbangkan untuk
mengundurkan diri bersamasama. Jelasnya, perubahan yang direncanakan telah gagal.
Mengapa?

Budaya pada pabrik-pabrik pemanufakturan ternyata memiliki tiga nilai dasar yang
berlawanan dengan nilai dasar yang melandasi penggunaan SPC.

1. Pertama, pabrik-pabrik tersebut memiliki norma yang menganggap kinerja lebih


penting dari belajar. Para pekerja dibayar untuk bekerja, bukan untuk berpikir.
Sayangnya, SPC berjalan berlawanan dengan nilai dar ini. Pelaksanaan SPC meliputi
tidak hanya periode untuk belajar memahan SPC itu sendiri, tetapi juga periode
pembelajaran semua proses pemanufakturan tempat SPC diimplementasi. Para
manajer dalam pabrik tersebut menginterpretasi tindakan-tindakan, menyaringnya
dengan pertanyaan seperti, "Apa yang dapat Anda lakukan buat saya?" bukan "Apa
yang telah Anda pelajari?"

2. Kedua, informasi digunakan hanya untuk menyebarkan harapan terhadap kinerja yang
akan datang, melaporkan kinerja yang buruk, dan mengalihkan tanggung jawab.
Informasi dinilai bukan berdasarkan kegunaannya untuk menyelesaikan masalah,
tetapi hanya untuk menyalahkan atau mengalihkan tanggung jawab kepada pihak lain.
Sebaliknya, SPC menggunakan informasi untuk menemukan masalah dan
menyelesaikannya Pengumpulan data melibatkan pekerja dan manajer untuk bersama-
sama menggunakan gambar dan grafik yang ada pada seluruh wilayah kerja. sehingga
setiap orang dapat melihatnya. Sayangnya, seiring perjala waktu, pihak manajemen
kembali hanya melihat hasil dan menugasan tanggung jawab. Karyawan kembali
ditugaskan untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Perasaan para karyawan
menjadi, "Mengapa masalah saya harus diselesaikan dengan SPC?"

18
3. Ketiga, dengan mengikuti konsep struktural yang tradisional tentang di kerja,
pekerjaan-pekerjaan dalam pabrik dipecah menjadi bagian-bagian kecil yang
dibagikan kepada individu-individu operator dan kepada s unit dalam lini perakitan.
Ada garis pembatas yang jelas antara pekerja de manajer, bagian pemanufakturan dan
jasa, dan antara pabrik dan divisi Ada kecenderungan untuk menggolong-golongkan
masalah dan informa Akan tetapi, SPC membutuhkan pendekatan yang bersifat
menyeluruh bukan pendekatan segmentasi yang tradisional. SPC mengharuskan
adanya pemikiran tentang interaksi berbagai variabel dalam sebuah proses dan
mengelola masing-masing interdependensinya. Sebagai hasilnya, upaya- upaya untuk
meningkatkan produktivitas melalui usaha bersama antara kelompok-kelompok dan
departemen disabotase oleh kecenderungan para staf divisi yang berpenghasilan dan
berpendidikan tinggi pada kantor pusat untuk menolak saran-saran dari karyawan
produksi yang dianggapnya "rendah" dalam segala hal.

C. Mengelola Perubahan Melalui Komunikasi

Komunikasi adalah hal penting dalam mencapai manajemen perubahan dalam budaya
yang efektif. Setelah melakukan pengamatan terhadap budaya perusahaan pada lebih dari
100 perusahaan yang berbeda, G. G. Gordon melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang berhasil melakukan perubahan besar dalam budaya memiliki beberapa karakteristik
yang sama.

1. Para CEO-nya memiliki visi strategi tentang akan menjadi apa perusahaan yang
dipimpinnya di masa yang akan datang.
2. Visi tersebut diterjemahkan ke dalam elemen-elemen kunci yang perlu untuk
mencapai visi tersebut. Sebagai contoh, jika visi mengharuskan perusahaan untuk
menjadi pemimpin dalam kualitas atau jasa layanan yang diberikan, berbagai aspek
dalam kualitas dan jasa layanan dipilih untuk ditingkatkan dan sistem pengukuran
yang sesuai pun dikembangkan untuk memantau aspek-aspek tersebut. Pengukuran ini
dikomunikasikan secara luas melalui berbagai kontes, pengakuan baik secara informal
dan formal, penghargaan yang bersifat moneter, di antara berbagai cara lainnya.
3. Para CEO dan manajer puncak lainnya bersemangat mengkomunikasikan seluas
mungkin kepada pada karyawan di segala tingkat, tiga informasi penting berikut ini:
• Kondisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan para pesaingnya serta perkiraan
kondisi perusahaan di masa yang akan datang.

19
• Visi tentang akan menjadi seperti apa perusahaan di masa yang akan datang dan
bagaimana perusahaan dapat mencapai visi tersebut. c) Kemajuan perusahaan
dalam elemen-elemen kunci yang diidentifikasi sebagai hal penting dalam
mencapai visi.

Salah satu cara mengkomunikasikan visi baru tersebut dalam sebuah perusahaan
adalah melalui program pelatihan dan pengembangan. Di Geralal Electric, misalnya,
manajemen puncak ingin mengubah budaya perusahaa Budaya lama yang selama ini
dibangun berdasarkan prinsip-prinsip pertumbuhan penjualan yang harus lebih besar
dari GNP, memiliki banyak SBU, ketergantungan pada keunggulan keuangan, staf
pekerja yang cermat, dan berfokus domestik. Jack Welch, CEO baru, menghendaki
perusahaan mengkaji ulang pertumbuhan nilai para pemegang saham yang berada
dalam lingkungan pertumbuhan yang lambat, melalui keunggulan kompetitif dalam
proses operasi dengan menekankan kepemimpinan yang dinamis pada semua tingkat
organisasi Manajemen puncak memandang lembaga pengembangan manajemen GE
(ya berada di Crotonville, New York) sebagai sebuah instrumen untuk mengubah
budaya, sehingga dengan drastis memodifikasi pelatihan untuk mencerminkan
penekanan baru tersebut ke dalam persaingan global yang agresif. Pusa
pengembangan Crotonville mempelopori upaya untuk mengubah cara manajer madya
GE beroperasi. Dalam setiap workshop-nya, GE menekankan perubahan radikal
terhadap birokrasi lama pada hierarki yang selama ini ada dengan menciptakan
perusahaan yang tanpa batas, bergerak cepat, dan organisasi yang fleksibel. Program
pengembangan manajemen menjadi sebuah katalisator dalan memobilisasi energi
pada 30.000 sampai 40.000 manajer madya, memampukan mereka memimpin
perubahan dari dalam organisasi.

D. Mengelola Budaya Ketika Bertumbuh Melalui Akuisisi

Ketika melakukan akuisisi atau bergabung dengan perusahaan lain, manajemen


puncak harus mempertimbangkan potensi terjadinya benturan budaya. Bahaya jika
menganggap bahwa perusahaan dapat dengan mudah disatukan ke dalam struktur
pelaporan yang sama. Pada umumnya para investor bersikap skeptis terhapap merger
antar perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya berbeda. Makin besar kesenjangan
antara budaya perusahaan yang diakuisisi dengan perusahaan yang mengakuisisi, makin

20
cepat pula para eksekutif perusahaan yang diakuisisi meninggalkan pekerjaannya dan
menggunakan bakat berharga mereka di perusahaan lain.

Ada empat metode umum dalam mengelola perbedaan budaya:

1. Integrasi, melibatkan keseimbangan relatif antara menerima dan memberi praktik-


praktik manajerial dan budaya antara mitra merger dan tidak adanya pemaaksaan
untuk mengubah budaya dari satu perusahaan yang bergabung. Integrasi memberikan
kesempatan kepada kedua budaya untuk bergabung, sementara memelihara perbedaan
di antara keduanya dalam mencaapai budaya bersama.
2. Asimilasi, perusahaan yang diakuisisi menyerahkan budayanya dan mengadopsi
budaya perusahaan yang mengakuisisi. Dominasi yang dilakukan oleh perusahaan
yang mengakuisisi bukanlah hal yang dipaksakan, melainkan disambut baik oleh para
anggota perusahaan yang diakuisisi, yang dengan berbagai alasan mereka merasa
budaya dan praktik manajerial yang selama ini dilakukan tidak mampu membawa
keberhasilan.
3. Pemisahan, dimana budaya kedua perusahaan secara structural tetap terpisaah, tanpa
ada pertukaran budaya.
4. Dekulturasi, adalah metode yang paling umum dan paling merusak dalam kaitannya
dengan perbedaan dua budaya. Metode tersebut melibatkan disintegrasi budaya salah
stu perusahaan yang teerjadi karena adanyaa tekanan dan penolakan terhadap
perusahaan lain yang datang untuk memaksakan budaya dan praaktik maajerialnya.
Metode ini seringkali menimbulkan kebingungan besar, konflik, kemarahan dan
stress. Merger jenis ini biasanya menghasilkaan kinerja yang buruk dan akhirnya
perusahaan itu dilepas kembali.

E. Merencanakan Tindakan

Masalah yang biasa ditemui dalam implementasi strategi adalah tidak efektifnya
koordinasi aktivitas dan buruknya penjabaran implemeentasi tugas-tugas dan aktifitas
penting. Aktivitas dapat diarahkan langsung pada pencapaian tujuan strategis melalu
perencanaan tindaakan. Rencana tindakan mengidentifikasi tindakan-tindakan yang harus
diambil, orang-orang yang bertanggungjawab terhadapnya, waktu yang tersedia untuk
menyelesaikannya, dan hasil yang dihaarapkan. Hasil dari rencana tindakan yang akan
diambil perusahaan haruslah meliputi elemen-elemen:

21
a. Harus diambil tindakan-tindakan khusus untuk membuat program berjalan;
b. Tanggal untuk memulai dan mengakhiri setiap tindakaan;
c. Menetapkan orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan setiap tindakan;
d. Menetapkan orang yang bertanggungjawab untuk memantau waktu dan efektifitas
setiap tindakan;
e. Perkirakan konsekuensi financial dan fisik dari setiap tindakan;
f. Rencanakan tindakan-tindakan kontingensi.

Ada beberapaa alasan bahwa rencana tindakan merupakan hal yang penting, karena :

a. Rencana tindakan berperan sebaagai penghubung antara perumusan strategi dan


evaluasi serta peengendaliannya.
b. Rencana tindakan menjelaskan secara khusus hal-haal yang dibutuhkan untuk dapat
menjalankan program yang berbeda dengan cara operasi yang selama ini dijalankan;
c. Selama proses evaluasi dan pengendalian yang akan berlaangsung kemudian, rencana
tindakan dapat membantu baik dalam penilaian kinerja dan dalam identifikasii
tindakan perbaikan yang diperlukan;
d. Penugasan yang jelas terhadap tanggungjawab untuk mengimplementasi dan
memantau program-program tersebut dapat memperkuat motivasi.

F. Management By Objectives (MBO)

Merupakan pendekatan organisasional yang secara luas telah digunakan untuk


membantu diambilnya tindakan-tindakan yang bermanfaat dalam mencapai sasaran
yang diinginkan. MBO menghubungkan sasaran organisasional dengan perilaku
individu.

Proses MBO meliputi: (1) menetapkan dan mengkomunikasikan sasaran


organisasional, (2) menyusun sasaran individual, (3) mengembangkan sebuah rencana
tindakan terhadap aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan, (4) secara periodik menganalisis kinerja yang berhubungan dengan
sasaran yang telah ditetapkan dan termasuk di dalamnya hasil penilaian kinerja
tahunan.Salah satu manfaat nyata dari MBO adalah dapat mengurangi sejumlah besar
proses politik internal dalam sebuah perusahaan besar.

22
G. Total Quality Management (TQM)

Adalah sebuah filosofi operasional yang menekankan komitmen pada kepuasan


pelanggan dan peningkatan berkelanjutan. Menurut R. J. Schonberger, pakar dalam
manajemen operasi dan rekayasa produksi, ada empat tujuan dalam TQM:

1. Kualitas produk dan jasa yang lebih baik dan sedikit variable.
2. Respon yang lebih cepat dan sedikit variable dalam memproses
kebutuhanperusahaan.
3. Fleksibilitas yang lebih besar dalam penyesuaian terhadap
perubahankebutuhanpelanggan.
4. Biaya yang lebih rendah melalui peningkatan kualitas dan eleminasipekerjaan yang
tidak memiliki nilai tambah.

Berikut ini elemen-elemen penting dalam TQM:


• Fokus yang kuat terhadap kepuasaan pelanggan.
• Pelanggan adalah internal dan eksternal.
• Pengukuran yang akurat terhadap seluruh variabel kritisdalam operasi perusahaan.
• Peningkatan berkelanjutan pada produk dan jasa.
• Hubungan kerja yang baru yang didasarkan pada salingpercaya dan kerja tim.
3. Case Study

Beberapa waktu lalu, perusahaan Clark Equipment berada di ambang


kebangkrutan. Perusahaan telah terdiversifikasi dengan luas ini menyadari bahwa
selain masalah lainnya, di kantor perusahaan mereka terjadi kelebihan tenaga staff.
Letika manajemen puncak mengindentifikasi berbagai departemen yang ada dalam
kantor mereka, mereka menemukan bahwa ada cukup orang untuk membuka sebuah
kantor hokum, akuntan public, perusahaan telekomunikasi dan pemrosesan data.
Daripada mengambil langkah mudah, yaitu memecat setengah atau lebih sejumlah
tenaga staf yang ada, pihak manajemen mengambil pendekatan yang lebih positif :
menginformasikan kepada departemen-departemen khusus tersebut bahwa memreka
mempunyai waktu dua tahun untuk:
1. Mengembangkan 50 persen dari bisnis mereka di luar Clark.
2. Mendapatkan biaya modal mereka sendiri.

23
Jika mereka dapat mencapai kedua sasaran tersebut , mereka dapat menjadi anak
perusahaan Clark, tapi jika mereka gagal mencapai kedua sasaran tersebut, mereka
tidak dapat lagi menjadi bagian dari perusahaan Clark. Program yang dijalankan
perusahaan Clark ini berhasil mengurangi jumlah karyawan kantor perusahaan dari
500 orang menjadi 100 orang. Keberhasilan program downsizing ini disebabkan:

1. Kelangsungan hidup perusahaan sedang dipertaruhkan, para karyawan menyadari


sepenuhnya masalah yang dihadapi oleh perusahaan dan perlunya perubahan
yang signifikan.
2. Pihak manajemen menggunakan proses partisipasi, karyawan memiliki
kesempatan untuk mencari jalan untuk menyelamatkan perusahaan.
3. Pihak manajemen memberikan kepada anggota uanit-unit khusus yang berbeda
tersebut dengan berbagai pilihan dan memberikan waktu yang cukup untuk
memberikan pertimbabangan pilihan mereka.

Contoh ini memberikan gambaran sebuah implemtasi strategi pengurangan tenaga


kerja yang berhasil dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan program yang
tersedia dengan hati-hati.

Implementasi strategi seringkali membutuhkan berbagai prioritas baru dalam


pengelolaan sumberdaya manusia. Beberapa perubahan tertentu mungkin berimplikasi
pada dibutuhkannya orang-orang baru dengan kompetensi baru, memperhentikan
orang-orang yang kompetensinya tidak sesuai atau tidak memenuhi standar, melatih
kembali karyawan yang ada dan sebagainya. Dalam pembahasan struktur organisasi
kita mengenal “jargon” structure follow strategy, maka dalam penataan staf ini juga
demikian, dalam arti penataan staf mengikuti strategi. Artinya, dalam merekrut
manajer pun perusahaan harus menyesuaikan dengan strategi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa figur manager ataupun CEO yang tepat untuk sebuah perusahaan
adalah bergantung pada arah strategis yang diinginkan oleh perusahaan atau unit
bisnis tersebut.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam dunia bisnis yang terus berubah dan kompetitif, implementasi strategi penataan
staf dan pengarahan merupakan faktor kunci untuk mencapai kesuksesan organisasi. Dari
makalah ini, kita dapat menarik beberapa kesimpulan penting:
1. Strategi penataan staf yang baik harus selaras dengan tujuan dan visi organisasi.
Pengarahan yang efektif diperlukan untuk memastikan staf bekerja menuju pencapaian
tujuan ini.
2. Tantangan dalam implementasi strategi ini termasuk resistensi perubahan, komunikasi
yang buruk, dan kurangnya sumber daya yang memadai. Namun, dengan pemahaman
yang baik tentang tantangan ini, organisasi dapat mengatasi mereka.
3. Fleksibilitas adalah kunci dalam menghadapi perubahan eksternal yang tak terduga.
Organisasi yang dapat menyesuaikan strategi mereka dengan cepat akan lebih mampu
bertahan dalam lingkungan bisnis yang dinamis.
4. Studi kasus dan bukti empiris menunjukkan bahwa implementasi yang berhasil dapat
meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing organisasi.
B. Saran

Berdasarkan temuan dalam makalah ini, berikut beberapa saran praktis untuk organisasi yang
ingin meningkatkan implementasi strategi penataan staf dan pengarahan:

1. Klarifikasi Visi dan Tujuan: Pastikan semua anggota organisasi memahami visi dan
tujuan jangka panjang. Ini akan membantu dalam merumuskan strategi penataan staf yang
sesuai.

2. Komunikasi yang Efektif: Tingkatkan komunikasi dalam organisasi. Pastikan pesan


tentang strategi dan perubahan diterima dengan baik oleh semua anggota staf.

3. Pelatihan dan Pengembangan: Investasikan dalam pelatihan dan pengembangan staf


agar mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
melaksanakan strategi dengan baik.

4. Evaluasi Terus-Menerus: Implementasi strategi harus dievaluasi secara berkala.


Identifikasi masalah atau perubahan yang diperlukan seiring berjalannya waktu.

5. Adaptasi Cepat: Siapkan rencana cadangan dan kemampuan untuk mengadaptasi


strategi jika diperlukan, terutama dalam menghadapi perubahan eksternal yang tiba-tiba.

25
6. Tim Kerja yang Kuat: Bangun tim manajemen yang kuat yang memiliki pemahaman
yang mendalam tentang strategi dan dapat memberikan arahan yang jelas kepada staf.

7. Pemberdayaan Staf: Berikan kesempatan kepada staf untuk berpartisipasi dalam proses
implementasi dan memberikan masukan. Pemberdayaan dapat meningkatkan keterlibatan
dan komitmen.

Dengan menerapkan saran-saran ini, organisasi dapat memaksimalkan pelaksanaan strategi


penataan staf dan pengarahan mereka, mencapai efisiensi yang lebih tinggi, dan tetap
kompetitif dalam lingkungan bisnis yang dinamis.

26
DAFTAR PUSTAKA

Hunger, J. David, Thomas L. Wheleen. (2003). Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit


Andi.

27

Anda mungkin juga menyukai