Anda di halaman 1dari 35

BUKU.

UAR

FARMAKOLOGI
OBAT SISTEM SARAF

TI-

DR. HADI SUNARYO, M.SI., APT


DWITIYANTI, M. FARM., APT
LUSI PUTRI DWITA, M.SI., APT
DR. SISKA, M.FARM., APT
BUKU AJAR
FARMAKOLOGI OBAT SISTEM SARAF
Untuk Mahasiswa Farmasi dan Kesehatan Lainnya

Buku ini diperuntukkan bagi mahasiswa program studi Farmasi dan


program studi kesehatan lainnya yang sedang belajar Farmakologi,
terutama yang baru mempelajari Farmakologi yang berhubungan dengan
Sistem Saraf.
Buku Aj ar Farmakologi Obat Sistem Saraf ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu bagian pertama membahas obat-obat yang berhubungan
dengan sistem saraf otonom yang meliputi obat-obat kolinergik,
antikolinergik, adrenergik dan antiadrenergik. Bagian kedua membahas
tentang obat-obat yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, yang
meliputi : obat-obat antidepresan, antiepilepsi, hipnotik sedativ,
analgesik-antipiretik-antiimflamasi, anestesi, obat Parkinson, dan
antipsikosis. Ditambah dengan pemakaian obat-obat sisitem saraf otonom
sebagai antihipertensi.
Buku inijuga dilengkapi dengan latihan soal yang dibagi menjadi
Latihan Ujian I, Latihan Ujian II dan Latihan Ujian Athir untuk
menambah pemahaman mahasisrva dalam belajar Farmakologi yang
berhubungan dengan sistem saraf.
Dengan membaca buku ini
diharapkan dapat memperkaya
perspekstif para pembaca tentang konsep mekanisme kerja obat yang
berhubungan dengan sistem saraf dan penerapannya dalam klinis.

I
rsBN 3?8-Ee3-?7E+-0?-!
UHAMKA PRESS
Anggota lKAPl, Jakarta
Jl. Gandaria lV Kramat Pela, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan.
ililil ilil ililtililililil
"
e-mail: uhamkapress@yahoo.co.id 9" 786237 724070 "
Buku Ajar '
Famakologi Obat Sistem Saraf

Penulis:

1 . Dr. Hadi SunatYo, M Sr', APt


: D'.\ itivanti. M.Fam\APt
:. Lusi Putti Dwita, M.Si.,APt
-i. Dr. Siska. M.Faerm.,APt

Coplright @ 2020 Tim Penulis


Hak cipta dilindungi Undang-undang

Cetakan I, November 2020

ISBN 978-623-7724-0'.7 -0

tsk
iarE
Diterbitkan oleh:
UHAMKA PRESS
Anggota IKAPI, Jakatla

Jl. Gandaria IV, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakafta Selatan


e-mai1: uhamkapress (d,yahoo.co.id
DAFTAR ISI

H alaman
CO\.ERBA.EANAJAR
I\{r { r,E\ (l \\ T.\R -.
D.{FT.{R ISI utan
u sara
dipe
pem
oleh
peng
pellc

adrer
obat-
resep
otot.lc
saraf
A.;
I

.1 88
.191

!
BAB III
FARMAKOLOGI OBAT SISTEM SARAF OTONOM

Terdapat banyak tempat atau bagian di mana obat-obat otonom dapat bekerja. Tempat-
tempat yang berfungsi seperti SSP yang merupakan pusat vasomotor, ganglia, terminal saraf
pra dan pascaganglion (misal: sintesis, penyimpanan, dan pelepasan transmiter) reseptor pada
sel efektor dan mekanisme yang melibatkan terminasi kerja transmiter (misal: metabolisme
atau ambilan kembali)
A. Obat-obat otonom bekerja dengan cara sebagai berikut :
1. Menghambat sintesis dan pembebasan NT
2. Mempermudah pembebasan NT
3. Berikatan dengan merangsang atau memblok reseptor
4. Menghambat destruksi NT.
B. Penggolongan obat otonom
Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenis
efek utamanya, yaitu golongan:
1. ADRENERGIK (simpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan perangsangan
aktivitas saraf simpatik.
2. PENGHAMBAT ADRENERGIK (simpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan
aktivitas susunan saraf simpatik
3. KOLINERGIK (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan
peningkatan aktivitas susunan saraf parasimpatik
4. PENGHAMBAT KOLINERGIK (parasimpatolitik) yang mempunyai efek
penghambatan aktivitas susunan saraf parasimpatik
5. OBAT GANGLION dengan efek merangsang atau menghambat penerusan impuls di
ganglion
C. Cara kerja obat otonom dengan contoh obatnya pada masing-masing cara kerja

Tabel 1. Cara Kerja dan Contoh Obat Otonom

No. Cara kerja Adrenergik Kolinergik


1. Menghambat sintesis hemikolinium Alfa-metil-
transmiter paratirosin
2. Menghambat Toksin butolinum Bretilium,
pembebasan transmiter guanetidin

3. Mempermudah Karbakol Tiramin, efedrin


pembebasan transmiter
4. Menggosongkan - Reserpin,
transmiter diterminal guanetidin
saraf
5. Merangsang reseptor Muskarinik Umum : epinefrin
• Ach, Metakolin α1 : fenilefrrin

8
• Alkaloid α2 : kolonidin
tanaman: β1, β2 :
muskarin, isoproterenol
pilokarpin, β1 : dobutamin
arekolin β2 : terbutalin,
salbutamol
6. Memblok reseptor Muskarinik : atropin α1, β ; labetalol
Nikotinik : α1, α2 :
• Di otot rangka : fenoksibenzamin,
tubokurarin fentolamin
• Diganglion α2 : prazosin
otonom : β : propanolol
heksametonium β1 : metoprolol,
asebutolol

D. Penggolongan obat-obat susunan saraf otonom

Tabel 2. Penggolongan Obat-Obat Susunan Saraf Otonom

Golongan/subgolongan Prototip Analog Obat lain


utama
A Adrenergik
Agonis umum
• Langsung Epinefrin - -
• Tak langsung Tiramin - Efedrin,
Agonis selektif hidroksiamfetamin
• α1, α2, β1 NE -
• α2> α1 NE α – metil NE
• α2< α1 -
• β1, β2 Klonidin metoksamin
Fenilefrin - Guanabenz
• β1 > β2
Isoproterenol Prenaterol Metaraminol
• β1 < β2
Dobutamin Ritodrin -
inhibisi ambilan
Terbutalin Kokain
stimulus reseptor
Amfetamin prenaterol Albuterol
dopamin
Dopamin Metaproterenol

B Penghambat Adrenergik
• Penghambat α Fenoksibenzamin Fentolamin Tolazolin
• Penghambat β Propanolol Metoprolol
Nadolol
Tinolol
Atenolol

9
Pindolol
Butoksamin
Labetalol
C Kolinergik
Agonis muskarinik Asetikolin Muskarin Karbomoilkolin
Betanakol Metokolin
Pilokarpin
Agonis nikotinik Asetilkolin Nikotin,kolin Neostigmin
Suksinil kolin
Penghambat kolinesterase Neostigmin Endroponium Piridostigmin
Fisostigmin Karbaril
Eksotiopat Paration Isofluorofosfat
Malation Diklorvos
D Penghambat Kolinergik
Antagonis muskarinik Atropin Skopolamin Metskopolamin
Propantelin Hematropin
Siklopentolat Tropikamin
Ipratropium
Antagonis nikotinik Heksametonium Trimetafan Mekamilamin
(nikotin) Suksinilkolin
Regenerator kolinesterase Kurare Pankuranium Atrokurium
Prolidoksin

E. Langkah Transmisi Otonom: Efek Obat

Tabel 3. Proses dan Contoh Obat Otonom

Proses Contoh obat Tempat kerja Uraian kerja


Propagasi Anestesi lokal, Akson saraf Memblok kanal Na,
uraian kerja Tertodotoksin memblok konduksi
Saxitoxsin
Sintesa Hemikolinum Ujung saraf : Memblok ambilan kolin
transmitter kolinergik membran dan memperlambat sintesa.
Memblok sintesa
α- metitrosin Ujung saraf
(metirosin) adrenergik dan
medulla adrenalis,
sitoplasma
Penyimpanan Vesamikol Ujung kolinergik, Mencegah penyimpanan
transmiter Vesikel Meningkatkan
Reserpin Ujung adrenergik Pengosongan
Vesikel

10
Pelepasan Reseptor pada Modulasi pelepasan
Transmiter membran ujung saraf
Gonotoksin GVIA Kanal kalsium ujung Mengurangi pelepasan
Toksin bontolinus saraf. transmiter
Laprotoxin Vesikel kolinergik Mencegah pelepasan
Vesikel kolinergik dan Menyebabkan ledakan
Tiramin, amfetamin adrenergik pelepasan
Ujung saraf Memperlancar pelepasan
adrenergik transmiter
Ambilan Kokain Ujung saraf Menghambat ambilan ,
Transmiter antidepresan adrenergik Meningkatkan efek
setelah trisiklik Transmiter pada reseptor
pelepasan Pascasinaptik
6-hidroksidopamin Ujung saraf Menghancurkan ujung
adrenergik Saraf
Aktivasi/ Norepinefrin Reseptor pada Mengikat reseptor α,
blokade sambungan adrenergik timbul kontraksi
reseptor Fentolamin Reseptor pada Mengikat reseptor α,
sambungan adrenergik mencegah aktivasi
Isoprotanol Reseptor pada Mengikat reseptor β,
sambungan adrenergik meningkatkan adenil
siklase
Propranol Reseptor pada Mengikat reseptor β,
sambungan adrenergik mencegah aktivasi
Nikotin Reseptor pada mengikat reseptor
sambungan kolinergik nikotinik, membuka kanal
Nikotinik (ganglia ion pada membran
otonom, cekungan pascasinaptik
saraf otot
Tubokuratin cekungan saraf otot mencegah aktivasi
Betanekol reseptor, sel efektor mengikat reseptor
parasimpatis (otot muskarinik, melepas
polos, kelenjar) inositol trifosfat dan
meningkatkan guanil
siklase
mengikat reseptor
Atropin reseptor, sel efektor muskarinik, mencegah
para simpatis aktivasi
Inaktivasi Neostigmin Sinaps kolinergik Mencegah enzim,
Enzimatik (asetilkonesterase) memperpanjang dan
transmiter mengintensifkan kerja
transmiter
Tranilsipromin

11
Ujung saraf Mencegah enzim,
adrenergik meningkatkan tumpukan
(monominoksidase) penyimpanan transmiter

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. San
Francisco: Mc Grew Hill Companies Inc.
2. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta.
3. Mycek, Mary J., et al. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. EGC. Jakarta

12
BAB V
OBAT ANTIKOLINERGIK (ANTIMUSKARINIK)

Antimuskarinik adalah obat-obat yang bekerja pada reseptor antagonis kolinergik.


Antagonis muskarinik disebut juga obat parasimpatolitik karena menyangkut efek yang
ditimbulkan oleh aktivitas otonomik parasimpatik, namun tidak melisiskan saraf-saraf
parasimpatik dan mempunyai efek yang tidak dapat diprediksikan terhadap sistem saraf
parasimpatik karena itu lebih tepat disebut golongan antimuskarinik.
FARMAKOKINETIKA
Atropin yang berasal dari tanaman atropa belladonna.
Absorpsi
Alkaloid alami dan hampir semua obat muskarinik tersier bisa di absorpsi dengan baik
melalui usus dan melewati membran konjuctiva, tetapi senyawa dalam bentuk kuartener kurang
larut dalam lemak dan sulit di absorpsi.
Distribusi
Atropin dan obat tersier setelah diabsorpsi didistribusikan secara luas. Kadar mencapai SSP
dalam waktu 30 menit-1 jam, dan ini dapat membatasi dosis obat yang ditoleransi bila ingin
mendapatkan efek perirernya.. scopolamin terdistribusi ke dalam SSP dan mempunyai efek
yang lebih besardari obat muskarinik lainnya. Tetapi obat derivat kuartener tidak dapat diserap
dengan baik diotak, oleh karena itu relatif bebas pada dosis rendah terhadap efek pada SSP.
Metabolisme dan eksresi
Atropin menghilangkan dengan cepat dari darah setelah obat diberikan, dengan waktu paruh
2 jam, sekitar 60% dari dosis yang diberikan akan dieksresi tanpa diubah di dalam urine, sedang
sebagian sisanya terdapat dalam urine sebagai hasil hidrolisis dan konjugasi. Efek pada iris dan
otot silier bertahan sampai 72 jam atau lebih.
FARMAKODINAMIK
Mekanisme atropin mencegah ikatan reseptor muskarinik dengan Ach, mengikat reseptor
lebih dahulu (competitif antagonist). Tetapi dosis besar agonis muskarinik mampu mencegah
kerja atropin. Akibat pencegahan agonis reseptor ini, maka reaksi perangsangan reseptor
kolinergik tidak terjadi.
Efektivitas antimuskarinik bervariasi pada setiap jaringan tubuh, jaringan yang sangat peka
terhadap atropin adalah kelenjar-kelenjar saliva, bronkus, dan keringat. Pada semua jaringan,
tubuh blokade atropin sangat nyata pada obat agonis muskarinik dibanding Ach endogen. Kerja
atropin juga sangat selektif hanya pada reseptor muskarinik, sedang nikotinik kurang peka.
EFEK-EFEK PADA SISTEM ORGAN
Sistem Saraf Pusat. Pada dosis biasa atropin mempunyai efek stimulansia minimal pada SSP,
terutama pusat-pusat parasimpatis di medulla, dan efek sedatif yang lebih lambat, dan tahan
lama di dalam ota. Skopolamin mempunyai efek sentral yang nyata, menghasilkan efek
ngantuk ketika diberikan pada dosis terapi dan amnesia pada individu yang sensitif.

Tremor pada parkinson yang merupakan akibat dari aktifitas kolinergik yang berlebihan dan
defisiensi sistem dopaminergik pada sistem ganglia basalis stratum, dapat dihilangkan oleh
atropin.dalam dosis toksik dapat mengakibatkan eksitasi, agitasi, halusinasi dan koma.

24
Mata. Otot konstriktor pupil bergantung pada aktivitas kolinoseptor muskarinik. Aktivitas ini
secara efektif diblok oleh atropin topikal yaitu mencegah efek perangsangan kolinomimetik,
sehingga terjadi midriasis (pelebaran pupil), dan paralisis otot siliaris mata (sikloplegia) dengan
gejala hilangnya daya akomodasi untuk melihat dekat. Obat ini juga berpotensi
membahayakan, karena galukoma akut bisa dipercepat kemunculannya pada pasien dengan
sudut kamar depan yang sempit juga keringnya kelenjar air mata.
Sistem Kardiovaskular. Atrium dan nodus sinoatrial sangat kaya dengan persarafan
parasimpatis, sehingga efek atropin sangat nyata karena penghambatan reseptor muskarinik.
Pada dosis sedang dan tinggi menimbulkan takikardia . namun pada dosis kecil efek
perangsangan pusat vagus memberi bradikardia. Demikian pula terhadap nodus AV, namapak
adanya pengurangan interval PR pada EGC dengan menghalangi reseptor-reseptor muskarinik
pada nodus AV. Efek muskarinik pada atrium juga terhalang. Pada dosis toksis, atropin dapat
memblok konduksi AV yang mekanismenya tidak diketahui. Vasodilatasi karena perangsangan
simpatis kolinergik pada otot rangka dapat dilawan oleh atropin, sedangkan efeknya langsung
pada pembuluh darah tidak ada karena pembuluh darah tidak diinervasi oleh parasimpatis. Efek
jaringan kardiovaskular dari atropine pada pasien dengan hemodinamika normal tidak
dramatis, takikardi mungkin muncul, tetapi hanya mempunyai efek kecil pada tekanan darah.
Sistem Pernafasan. Penghambatan atropin terhadap reseptor muskarinik pada bronkus dan
kelenjarnya menyebabkan bronkodilatasi dan pengurangan sekresi. Efeknya lebih dramatis
pada pasien dengan penyakit saluran napas. Pada beberapa pasien asma dapat berguna dan
pasien penyakit paru obstruksi menahun. Keuntungan lain untuk pengurangan sekresi dan
pencegahan spasme laring akibat penggunaan anestesi inhalasi.
Saluran Gastrointestinal. Blokade reseptor muskarinik mempengaruhi motalitas dan
beberapa sekresi usus. Namun, karena hormonlokal dan sel-sel saraf nonkolinergik pada sistem
saraf enteric juga memodulasi fungsi gastrointestinal, maka penghalang muskarinik yang
lengkap tidak bisa menghapuskan secara sempurna aktivitas di sistem organ ini.
Efek obat antimuskarinik pada sekresi saliva terlihat jelas, mulut kering merupakan
gejala yang sering terjadi pada pasien yang meminum obat antimuskarinik, parkinson atau
ulkus peptikum, sekresi lambung diblokade dengan kurang efektif. Piperazin lebih selektif dari
pada atropin dalm mengurangi asam lambung. Sekresi pankreas dan usus hanya sedikit
dipengaruhi atropin. Penghambatan motilitas lebih nyata dengan penurunan tonus dan gerakan
dan propulasi usus, oleh karena waktu penggosongan lambung memanjang dan mengurangi
diare. Efek paralisis ini bersifat sementara. Beberapa obat ini berefek spasmolitik cukup baik.
Saluran Genetourinaria. Merelaksasi dinding kandung kemih pada kasus infeksi kandung
kemih, pada lansia harus hati-hati karena timbul retensi urin. Pada uterus tidak berefek.

Kelenjar Keringat. Reseptor muskarinik pada kelenjar keringat yang berasal dari persarafan
simpatis sangat peka dengan atropin. Pada bayi dan anak-anak justru mengakibatkan naiknya
suhu tubuh karena berkeringat “atropin fever” pada dewasa baru terjadi pada dosis besar.
Kegunaan antimuskarinik dan aplikasinya dalam pengobatan
1. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misal antispasmodik
2. Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
3. Memperoleh efek sentral misalnya, obat untuk penyakit parkinson.

25
Pengobatan parkinson sering dicoba dengan polifarmasi karena tidak ada satu obat tunggal
yang sepenuhnya efektif dalam mengobati penyakit ini. Sebagian besar obat
antimuskarinik yang digunakan dalam aplikasi dikembangkan sebelum munculnya
levodopa. Penggunaanya sering disertai efek yang merugika, tetapi obat-obat tersebut tetap
berguna sebagai terapi tambahan.
4. Efek bronkodilatasi/ gangguan pernafasan
Penggunaan atropin menjadi bagian penting dari pengobatan sebelum operasi bila anestesi
seperti eter digunakan karena anestesi yang iritan menyebabkan peningkatan pada sekresi
saluran nafas dan sering terjadi spasmalaria, efek membahayakan dengan injeksi atropin
atau skopolamin sebelum operasi.
5. Memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan saluran cerna
Obat antimuskarinik digunakan untuk mengobati penyakit ulkus peptikum sebelum
ditemukan obat blokade reseptor histamin H2, obat antimuskarinik yang sekarang
digunakan sebagai obat saluran cerna adalah pirenzepin dengan kerja blokade M1. Efek
sampingnya adalah penglihatan yang kabur, mulut kering dan retensi urin. Dalam kasus
tukak lambung obat antimuskarinik bisa dikontraindikasikan karena obat ini dapat
menyebabkan penggosongan lambung, dan memperlambat paparan asam terhadap ulkus.
Dalam penangan diare ringan, obat antimuskarinik dapat digunakan untuk mengurangi
timbulnya gejala hipermotilitas. Obat ini digunakan dengan kombinasi opioid.
6. Gangguan urinaria
Obat antimuskarinik digunakan untuk gangguan kemih yang disebabkan oleh radang
kandung kemih. Oxybutinin dapat mengurangi spasme kandung kemih setelah operasi
urology. Penggunaan secara oral dapat meningkatkan kapasitas kandung kemih dan
konstinesia urin (kemampuan menahan kemih) serta mengurangi infeksi dan kerusakan
ginjal. Tolterodin suatu antimuskarimik M3, digunakan untuk penderita inkontinensia
urin.
Impramidin suatu antimuskarinik yang kuat digunakan untuk mengurangi inkontinensia
pada lansia.
Antimuskarinik juga digunakan pada urolitiasis untuk meredakan kejang otot polos ureter.
7. Keracunan kolinergik
Kolinergik sangat luas digunakan dalam pengobatan yang darurat contoh di daerah yang
minim obat.

KONTRAINDIKASI
Obat antimuskarinik dikontraindikasikan pada pasien glaukoma, terutama pada
glaukoma sudut tertutup, pada pria lansia penggunaanya harus hati-hati dan harus dihindari
untuk pasien hiperplasia prostat, tukak lambung.

INTERAKSI OBAT
Antasid natrium bikarbonat dan kombinasi magnesium silikat + alumunium hidroksid
meningkatkan absorpsi pirenzepin sekitar 14-20 %. Pirenzepin tidak diindikasikan untuk

26
penderita sindrom zollinger-ellison, namun bila dikombinasikan dengan AH2 (misalnya
simetidin dan ranitidin) dapat menghambat produksi asam lambung secara lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. San
Francisco: Mc Grew Hill Companies Inc.
2. Mycek, Mary J., et al. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. EGC. Jakarta
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta.

27
BAB VII
OBAT ANTIADRENERGIK

Obat-obat anti adrenergik (penghambat adrenergik/ antagonis adrenergik/ adrenolitik)


ialah obat-obat yang bekerja menghambat perangsangan adrenergik. Obat-obat anti adrenergik
dibagi menjadi 3 golongan yaitu:
1. Penghambat adrenoreseptor (penyekat adrenoseptor)
2. Penghambat saraf adrenergik
3. Penghambat adrenergik sentral

1. PENGHAMBAT ADRENOSEPTOR (ADRENOSEPTOR BLOCKER)


Penghambat adrenoseptor adalah obat yang bekerja menempati reseptor adrenergik
sehingga menghambat interaksi obat adrenergik, neurotransmiter NE dan reseptornya
dengan akibat dihambatnya kerja adrenergik pada sel efektor adrenergik terhadap
perangsangan saraf simpatis dan terhadap obat adrenergik eksogen.
Sesuai dengan jenis reseptornya pengahambat adrenoseptor dibedakan atas 2 jenis yaitu:
a. Penghambat adrenoreseptor α (alpha blocker)
b. Penghambat reseptor β (beta blocker)

a. Alpha Blocker
Obat yang termasuk alpha blocker atau penghambat reseptor alfa diantaranya ialah
derivat haloalkilamin, derivat imidazolin, prazocin, derivat alkaloid ergot, yohimbin. Obat
ini bekerja dengan penghambatan kompetitif NE pada reseptor alfa, pemakaian yang lama
dapat menginduksi desenditasi reseptor.
Derivat haloalkilamin. Termasuk golongan ini adalah fenoksibenzamin dan dibenamin
fenoksibenzamin mempunyai potensi G-10 kali dibenamin dan diabsorbsi lebih baik pada
pemberian oral.
Farmakodinamik
Derivat haloalkilamin dalam darah terurai menjadi etilenmonium yang mempunyai efek
inhibisi kompetitif yang reversible. Selanjutnya etilenamonium akan terurai membentuk ion
karbonium yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan
adrenoseptor alpha yang mempunyai hambatan non kompetitif dan irreversible. Dengan
mekanisme kerja ini golongan obat ini mempunyai mula kerja yang lambat (walaupun pada
pemberian iv) dan masa kerjanya lama (berhari-hari sampai berminggu-minggu). Karena itu
golongan ini disebut alpha blocker non kompetitif dengan masa kerja lama. Fenoksi
benzamin merupakan alpha 1-blocker dengan selektifitas sedang.
Efek pada organ-organ:
1. Pada SSP menimbulkan efek sedasi atau stimulasi, mual dan muntah
2. Pada mata menimbulkan efek miosis (inhibisi otot dilator)
3. Pada sistem kardiovaskular terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik, tetapi pada
waktu berdiri atau pada penderita hipovolemi penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik lebih hebat sebagai akibat blokade refleks vasokonstriksi, blokade pressor
respons NE dan Epi.

45
4. Pada saluran cerna terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar
5. Pada saluran kemih kelamin terjadi gangguan ejakulasi dan penurunan tonus spingter
6. Efek metabolik terjadi peningkatan pembebasan insulin
Farmakokinetik
Derivat haloalkilamin diabsorbsi dengan baik dengan semua cara pemberian, tetapi
karena efek iritasi lokalnya hanya diberikan dengan secara oral atau IV. Fenoksibenzamin
peroral diabsorbsi dalam bentuk aktif sebanyak 20-30% saja. Fenoksibenzamin mudah larut
dalam lemak dan pada pemberian dosis besar dapat terjadi penumpukan lemak. Pada
pemberian mulai kerjanya 1 sampai 2 jam. Waktu paruh hambatan sekitar 1-2 jam dan masih
terlihat efek hambatannya setelah 3-4 hari. Pemberian perhari dapat menimbulkan efek
komulatif.
Indikasi klinik
Fenoksibenzamin diindikasikan untuk:
1. Hipertensi atau sekunder akibat dosis berlebihan dari adrenergic agonis atau MAO
inhibitor
2. Feokromositoma. Pada waktu pra operatif diberikan peroral untuk mengatasi hipertensi,
dan pada waktu operasi diberikan IV
3. Hiperrefleksi otonomik akibat trauma pada medulla spinalis
4. Profilaksis pada penyakit raynoud
Efek samping dan intoksikasi
Efek samping karena efek alpha bloker berupa takikardi, hipotensi ortostatik, miosis,
hidung tersumbat dan hambatan ejakulasi. Pada penderita hipovolemia dapat terjadi
penurunan tekanan darah yang hebat.
Efek samping yang bukan karena efek blockade reseptor alpha dapat berupa iritasi local
(mual dan muntah pada pemberian oral) sedasi, perasaan lemah dan kelelahan.
Derivat imidazolin
Derivat imidazolin yang digunakan sebagai alpha bloker adalah fentolamin (alpha 1 dan
alpha 2 bloker non selektif) dan tolazolin (alpha 2 bloker selektif).
Farmakodinamik
Masa kerja penghambatan kompetitif lebih pendek Fenoksibenzamin. Respon terhadap
serotonin juga dihambat. Toksisitasnya lebih besar dari Fenoksibenzamin. Dosis rendah
menimbulkan vasodilatasi karena kerja langsung pada otot polos pembuluh darah.
Indikasi klinik
Fentolamin (IV atau IM) dan tolazolin (IV, IM atau SK) digunakan untuk krisis
hipertensi yang disebabkan feokromositoma. Tolazolin jarang digunakan lagi.
Efek samping
Efek samping Fentolamin dan Tolazolin adalah
1. Gejala stimulasi pada jantung berupa takikardi, aritmia dan angina
2. Gejala stimulasi saluran cerna berupa nausea, muntah, nyeri abdomen, diare dan
kambuhnya ulkus peptikum

46
Prazosin
Prazosin menghambat reseptor alfa 1 yang memberikan efek vasodilatasi pemberian
prazosin menyebabkan efek presor epineprin mberubah menjadi dapresor dan menghambat
efek presor NE prazosisn merupakan alpha-1 bloker yang sangat selektif. Prazosin
mengurangi tonus pembuluh darah arteri maupun vena, sehingga mengurangi alir balik vena
dan curah jantung. Efek hemodinamiknya yaitu penurunan tekanan arteri dan vena, curah
jantung dan tekanan atrium kanan yang hamper tidak berubah, seperti halnya dengan efek
hermodinamikanya vasodilator langsung misalnya NA-nitroprusid. Penggunaan utama ialah
pengobatan hipertensi, selain itu juga digunakan untuk kelemahan jantung kongestif (sering
ditemukan takifilasis) dan penyakit Raynaud.
Lain-lain penghambat adrenoreseptor
1) Alkaloid Ergot: alkaloid ergot secara klinik tidak dapat digunakan sebagai alpha-bloker
karena efek ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia.
2) Yohimbin: adalah alkaloid tumbuhan yohimbine, merupakan alpha-bloker kompetitif
yang cukup selektif untuk reseptor alfa-2.
Efek sentral berupa perangsangan yang menimbulkan kenaikan tekanan darah dan denyut
jantung, hipermotorik dan tremor, dan antidiuretik akibat pembebasan vasopressin. Obat ini
juga menghambat reseptor serotonin di perifer dan efek langsung pada pembuluh darah yang
lemah.
Pemberian yohimbe secara parenteral menimbulkan pengeluaran keringat disertai mual
dan muntah. Penggunaan sebagai parodisiak tidak dapat dibenarkan karena dari segi
pertimbangan manfaat risiko obat ini tidak menguntungkan.
b. Beta blocker
Termasuk dalam golongan ini adalah asebutolol, atenolol, metoprolol, propanolol,
timolol, nadolol dan lain-lain.
Protipe golongan ini adalah propanolol. Semua golongan beta bloker mempunyai struktur
kimia mirip dengan isoproterenol. Afinitas terhadap adrenoreseptor Beta Bloker beberapa
preparat beta bloker
Farmakodinamik
Beta blocker menghambat secara kompetitif efek NE dan epiendogen dan obat
adrenergik eksogen pada resptor beta. Potensi penghambatan efek takikardi isoproterenol
digunakan dalam sebagai pengukuran dalam penentuan suatu alpha beta bloker. Efek beta
bloker dapat dilawan dengan pemberian obat adrenergic. Asebutolol, atenolol, metoprolol
disebut beta bloker kardio selektif karena dapat menghambat reseptor beta-1 pada jantung
dengan dosis 50-100 kali lebih kecil dari dosis yang diperlukan untuk penghambat
adrenoreseptor beta-2 pada pembuluh darah dan otot polos bronkus. Beta bloker lainnya
disebut beta bloker non selektif karena mempunyai afinitas yang sama terhadap reseptor
beta-1 dan reseptor beta-2.
Interaksi beta blocker dengan adrenoreseptor beta tanpa disertai obat adrenergik (seperti
epineprin atau isoproterenol) akan menimbulkan efek adrenergik yang nyata, walaupun
lemah, dan aktivitas ini disebut aktivitas agonis parsial (parsial agonis activity/ PAA) atau
disebut juga Intrinsic symphatomimetic activity (ISA). Obat-obat beta bloker yang

47
mempunyai PAA atau ISA ini adalah pindolol, karteolol, oksprenolol, alprenolol dan
asebutol. Beta bloker lainnya tidak mempunyai aktivitas PAA/ISA ini.
Indikasi klinik
Indikasi klink propanolol dan lain-lain beta blocker adalah untuk
1. Penyakit jantung iskemik, angina pectoris (kurangnya miokard mendapat oksigen) dapat
mencegah perluasan daerah yang infark, bila diberikan segera setelah terjadinya suatu
kelemahan katup mitral (MI) akut, menyebabkan penurunan mortalitas jangka panjang
pada setelah MI
2. Hipertensi, propanolol dapat bekerja dengan mengurangi pembebasan renin atau NE
dengan, menurunkan curah jantung
3. Aritmia aupraventikuler atau aritmia ventrikuler, beta bloker digunakan untuk
mrrngurangi efek katekolamin pada reseptor beta di jantung. Pengobatan hipertensi
selanjutnya dapat dilihat pada obat-obat hipertensi.
4. Kardiomiopati obstruktif hipertonik, penyakit ini terjadi akibat aktivitas simpatik
meningkat pada kegiatan fisik, dimana kontraksi miokard yang bertambah akan
mempersempit aliran darah coroner yang dapat menimbulkan serangan angina, beta
bloker dapat dimanfaatkan untuk mrngurangi kontraksi miokard pada kegiatan fisik pada
penyakit jantung di atas.
5. Profilaksis pada migraine, propanolol dan beta bloker tanpa ISA lain dapat digunakan
untuk mencegah serangan igraine tetapi tidak bermanfaat untuk mengatasi migren.
Mekanisme pencegahan migraine ini dikenal dengan jelas.
6. Hipertiroid (tiroksikosis) beta bloker dapat digunakan untuk mengatasi gejala adrenergic
(seperti peningkatan frekuensi denyut jantung, curah jantung yang besar dan tremor) pada
hipertiroid. Untuk ini lebih baik digunakan sotalol dan nodalol yang tidak banyak
dimetabolisme dan waktu paruhnya lebih panjang.
7. Tremor esensial yang belum diketahui penyebabnya
8. Pencegahan pendarahan dalam perut pada pasien sirosis
9. Ansietas. Semua jenis beta bloker dapat digunakan untuk mengobati gejala-gejala
somatik
10. Glaukoma, untuk ini dapat digunakan timolol yang juga tersedia dalam bentuk tetes
mata.
Efek samping
Efek samping beta bloker dapat berupa:
1. Kegagalan jantung kongestif
2. Bradikardi, blok jantung
3. Gejala putus obat, penghentian obat secara mendadak dapat menimbulkan hipertensi,
serangan angina, atau insufisiensi mitral
4. Bronkospasme pada penderita sama dari PPOM (penyakit paru obstruktif menahun)
5. Pada penderita diabetes miletus beta bloker akan memblok tanda-tanda hipoglikemia
(berkeringat, takikardi) dan respon-respon yang diperantarai oleh katekolamin
6. SSP, depresi, mimpi buruk dan insomnia
7. Impotensi
8. Bertambahnya gejala klaudikasio pada tungkai

48
Kontraindikasi
Beta bloker dikontra indikasika pada penderita dengan:
1. Kegagalan jantung bendungan
2. Hipertensi
3. Asma
4. blok AV
Propanolol
Propanolol merupakan beta bloker nonselektif, ikatan dengan protein tinggi 90-95%,
dimetabolisme di hepar (Efek lintas pertama yang nyata) pada pemakaian peroral metabolit-
metabolit yang tidak aktiv diekskresi ke dalam urine.
Nadolol
Efek farmakologi, indikasi klinik, dan efek samping nadolol ini sama dengan propanolol,
kecuali metabolism tidak nyata, tetapi diekskresi dalam bentuk tidak berubah dan
mempunyai waktu paruh yang lebih panjang.
Timolol
Merupakan beta bloker non selektif, mempunyai potensi 5 kali lebih kuat dari propanolol.
Indikasi kliniknya ialah untuk pengobatan:
1. Penyakit jantung sistemik
2. Dalam bentuk obat tetes mata untuk pengobatan glaukoma.
Toksisitasnya sama dengan propanolol, obat tetes mata diabsorbsi dan dapat
menyebabkan keracunan sistemik.
Pindolol
Merupakan beta bloker non selektif, mempunyai efek agonis adrenergic lemah dengan
beberapa aktivitas, dan efek intropik dan kronotropik negatifnnya lebih lemah dari
propanolol
Penggunaan klinis utama ialah untuk:
1. Hipertensi
2. Pengobatan angina dan
3. Takiaritmia supraventrikuler
Toksisitasnya sama seperti propranolol.
Metoprolol
Merupakan beta-bloker kardio selektif (beta-1) relative: Pada pemberian dosis tinggi
dapat terjadi efek blockade β2. Indikasi utamanya:
1. Hipertensi
2. Penyakit jantung iskemik dengan penyakit broncospastik
Toksisitas sama dengan propanolol, tetapi efek bronkostriksisnya lebih lemah.
Atenolol
Sama dengan propanolol, tetapi waktu paruhnya lebih panjang (4-6) dan kurang
berpenetrasi ke SSP (toksisitas pada SSP lebih ringan, disbanding dengan propanolol).

49
2. PENGHAMBAT SARAF ADRENERGIK
Obat penghambat saraf adrenergik bekerja menghambat aktivitas saraf adrenergic
dengan mengganggu sintesis, penyimpanan dan pembebasan NE dan E di terminal saraf
adrenergik.
Termasuk golongan obat ini adalah:
1. Guenetidin dan derivatnya (betanidin, debrisokuin, bretilium)
2. Reserpin
Prototipe golongan ini adalah guanetidin.
Guanetidin dan Bretilium
Guanetidin bekerja dengan efek anestesi lokalnya yang menstabilkan membrane ujung
saraf presinaptik (tanpa mengganggu konduksi akson) sehingga ujung saraf ini tidak
memberikan respon terhadap perangsangan saraf adrenergic. Hambatan ini dapat total dan
berlangsung dengan cepat sekali. Pemberian kronis akan mendepresi NE dengan lambat dan
bertahan berhari-hari setelah obat dihentikan. Penghambatan terhadap reseptor alfa dan beta
sama kuat yang dapat menyebabkan penurunan tekanan daarah dengan sangat cepat dan
berkurangnya kerja jantung.
Obat ini tidak digunakan lagi sebagai antihipertensi karena efek samping komulatif dan
dapat terjadi hipertensi ortostatik yang berat, dan sudah digantika oleh banyak obat
hipertensi lain.
Betanidin, debrisokuin merupakan obat antihipertensi dengan cara kerjasama seperti
guanitidin tetapi masa kerjanya lebih pendek
Bretilium cara kerjanya hamper sama dengan guanitidin, obat ini hanya dapat digunakan
secara parenteral untuk pengobatan takiaritmia ventrikular atau untuk mengatasi fibrilasi
ventrikuler yang berat yang tidak responsif dengan obat lain.
Reserpin
Reserpin adalah alkaloid yang diperoleh dari Rauwofia serpentina.
Penggunaan utama ialah sebagai antihiperensi
Farmakodinamik
Cara kerja reserpin ialah:
1. Menghambat secara reversible mekanisme transport aktif NE dan amin lain pada
membrane vesikel adrenergic
2. Menghambat ambilan NE dari sitoplasma
3. Menghambat sintesis NE melalui dan NE tidak diambil ini dirusak oleh MAO
Karena kerja reserpine yang irreversible, untuk pengambilan kadar katekolamin
memerlukan waktu yang lama, karena itu pemberian beruang menyebabkan efek komulatif,
walaupun pemberiannya hanya satu kali seminggu, selain itu reserpine juga mengosongkan
katekolamin dan 5-HT di medula adrena, otak dan organ-organ lain.
Efek antihipertensi: Efeke penghambatan aktivitas adrenergik menyebabkan penurunan
tekanan darah yang berlangsung lambat disertai takikardi serta penurunan resistensi perifer
(terutama pada waktu berbaring).

50
Efek samping dan intoksikasi
Efek samping terhadap SSP dan saluran cerna dapat berupa:
1. Sedasi
2. Depresi mental yang berat dan mimpi-mimpi buruk sudah dapat terjadi pada dosis 0,25
mg
3. Gangguan ekstrapiramidal (jarang terjadi pada dosis untuk antihipertensi)
4. Penigkatan tonus dan motalitas saluran cerna, yang disertai spasme dan diare, dan sekresi
asam lambung meningkat
5. Peningkatan berat badan
6. Kemerahan dan kongesti nasa (dapat menimbulkan gangguan nafas yang berat pada bayi
yang dilahirkan dari ibu yang mendapat reserpin).
Kontra indikasi
Reserpin tidak boleh diberikan pada:
1. Penderita dengan riwayat depresi mental, dan harus dapat dihentikan bila pada
pemakaiannya timbul gejala depresi.
2. Adanya riwayat ulkus peptikum, dan pemberian menimbulkan gejala ulkus peptikus.

3. PENGHAMBAT ADRENERGIK SENTRAL


Termasuk dalam golongan ini adalah: Klonidin dan metildopa yang bekerja menghambat
perangsangan neurine adrenergic sentral di SSP yang mengatur aktifitas simpatis perifer.
Penggunaan utama obat ini ialah sebagai antihipertensi.

Tabel 5. Farmakokinetika Alpha Blocker dan Beta Blocker

Nama obat Cara pakai Waktu paruh Disposisi keterangan


ALFA BLOKER
Fenoksi benzamin IV, O 24 jam oral - 25%-
Fentolamin IV, im 19 menit R (13%) diabsorbsi
Talazolin IV 3-10 jam - -
Prazosin O 2-5 jam M (utama), B -
25% ipp
BETA BLOKER
Propanolol O 4 jam M -
Nadolol O 22 jamm R (90%) -
Timolol O 4 jam M (50%) first 10% ipp
past R
Pindolol O 3-5 jam M (60%) no 40% ipp
first pass
OLU 7 jam R (40%)
Asebutolol O 3-5 jam M (utama),
AM, R, B
Atenolo O 6,5 jam R (90%) 50% diabsorbsi
10% ipp
Metoprolol IV, O 5 jam M (90%) 12% ipp
In 50% (first pass
R
(50%)

51
Esmolol IV 9 menit M
(98%),
metabolit lemah
Labetalol IV, O 5,5 jam M (65%), first 50% ipp
pass
SIMPATOLITIK
LAIN
Alfa-metil tirosin O 3-5 jam R (85%)
(metyrosin) 33 jam 96% ipp
Reserpin O 50% bioav
Bretilium IV 7-8 jam R (90%)
Guanelidin O 1,5 hari R
4-88 hari M
Granadrel O 10 jam R (85%)

ADRENOLITIK
SENTRAL
Klonidin O
Metildopa 105 menit M, R
Guanabenz O 6 jam M (90%)
Guanfacine O 17 jam M (50%) 70% pb
R (50%)
Carbidopa O

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. San
Francisco: Mc Grew Hill Companies Inc.
2. Mutshler Ernst, Dinamika Obat, edisi 5, penerbit ITB, Bandung
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta.

52
BAB XI
OBAT ANTIDEPRESAN

Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah
kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan
peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal.
Depresi mental adalah kondisi yang sering menimpa manusia pada waktu tertentu.
Selama depresi terjadi perubahan mood dan perilaku serta disertai dengan perasaan frustasi dan
hilangnya motivasi atau harapan. Depresi situasional adalah depresi yang terjadi setelah suatu
peristiwa traumatik, seperti kematian orang yang dicintai. Holiday blues adalah depresi yang
terjadi ketika sedang berlibur atau merayakan sesuatu, bersifat sementara. Depresi endogenous
adalah depresi tanpa penyebab yang pasti.

Gambar 8. Otak penderita depresi

Depresi dan gangguan SSP ternyata sangat berkaitan dengan kadar Neurotransmmitter
terutama norephineprin dan serotonin dalam otak. Gambar tersebut merupakan gambar otak
ppenderita depresi. Pada gambar atas merupakan keadaan otak disaat terserang depresi, karena
terlihat kadar NE dan serotonin sangat sedikit. Rendahnya kadar NE dan serotonin inilah yang
menyebabkan depresi. Sedangkan pada gambar yang bawah adalah pada saat kadar NE dan
serotonin kembali normal setelah diberikannya obat antidepresan.
Antidepresan merupakan obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan
gejala gangguan depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir. Antidepresan
digunakan untuk tujuan klinis dalam sejumlah indikasi termasuk yang berikut ini:
1. Untuk mengurangi perasaan gelisah, pasnih dan stress.
2. Meringankan insomnia.
3. Untuk mengurangi kejang/serangan pada saat perawatan epilepsi.

82
4. Menyebabkan relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot.
5. Untuk menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung.
6. Untuk meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.

GOLONGAN OBAT ANTIDEPRESAN

Tabel 6. Golongan obat antidepresan

SSRIs Heterosiklik MAO Inhibitor Lain-lain


Flouksetin Desipramin Isocrboxacid Bupropion
Fluvosamin Imipramin Phenelsin Trazodon
Parosetin Amitriptilin Tranylpromin Vaniafaxin
Sertralin Dosepin
Nortriptilin

Mekanisme kerja obat

Gambar 9. Mekanisme kerja obat antidepresan

Serotonin disintesis dari prekursornya triptofan dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase
dan asam amino aromatik dekaroksilase. Serotonin yang terbentuk akan disimpan di dalam
vesikel penyimpanan prasinaptik dengan bantuan transporter monoamine vesicular (VMAT =
vesicular monoamine transporter). Selanjutnya, jika ada picuan maka serotonin akan
dilepaskan menuju celah sinaptik.
Serotonin yang terlepas dapat mengalami beberapa peristiwa antara lain:
• Berdifusi menjauh dari sinaps
• Dimetabolisme oleh MAO (monoamine oksidase)
• Mengaktivasi reseptor presinaptik (reseptor 5-HT1A dan 5-HT1D, suatu autoreseptor
• Mengaktivasireseptor post-sinaptik
• Mengalami re-uptake dengan bantuan transporter serotonin presinaptik (SERT = serotonin
transporter).

83
• Pengambilan kembali serotonin ke dalam ujung pre-sinaptik oleh SERT (peristiwa re-
uptake) merupakan mekanisme utama penghentian transmisi signal serotonin. Karena itu,
obat yang dapat mengikat SERT dan menghambat re-uptake serotonin dapat
memperpanjang aksi serotonin. Penyakit tertentu di mana kekurangan neurotransmitter
serotonin, seperti depresi dapat diatasi dengan meningkatkan ketersediaan serotonin di
tempat aksinya dengan cara menghambat re-uptake-nya.
Golongan Antidepresan
1. Serotonin spesific reuptake inhibitors (SSRIs)
SSRIs artinya adalah menghambat pengambilan kembali serotonin yang telah
disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadarnya meningkat.
Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan.
Citalopram, Fluoxetine, Paroxetine, Sertraline, Fluvoxamine Golongan obat depresi ini
lebih sedikit efek sampingnya dibanding yang lain. Efek samping dari obat ini adalah mulut
kering, mual, kecemasan, insomnia, masalah seksual dan sakit kepala.
Selama dua minggu pertama pengobatan, anda mungkin bertambah sakit dan lebih
cemas. Beberapa obat dapat menimbukan pencernaan buruk, tapi anda dapat
menghentikannya dengan meminum obat sembari makan. Yang lebih serius dapat
mempengaruhi fungsi seksual anda.
Fluoxetin
Dosis lazim: 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau
terbagi
Interaksi Obat: MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti depresan,
triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.
Sertralin
Dosis lazim: 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
2. Antidepresan Trisiklik atau Heterosiklik
Antidepresan trisiklik atau heterosiklik berkaitan dengan struktur kimia yang dimiliki. Obat
golongan ini sangat banyak ditemukan sebelum SSRIs ditemukan.
Kerja dari obat golongan ini belum sepenuhnya di ketahui, tetapi diperkirakan
menghambat pengambilan kembali amin biogenik (endogen), seperti NE, serotonin, dan
dopamin. Karena menghambat pengambilan kembali NT yg tidak selektif. Inilah
menyebabkan efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan selektif.
Obat ini sangat berbahaya bagi pasien penderita diabetes dan asam urat tinggi, karena
mampu meningkatkan jumlah gula darah dan asam urat. Obat ini menyebabkan sedasi dan
efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi
urine, hipotensi ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas.
Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat
diminimalkan dengan menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan,
konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia,
dan koma.

84
Imipramin
Dosis lazim: 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.
Interaksi Obat: anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSP
Amitriptilin
Dosis lazim: 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg
sehari.
Interaksi Obat: bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama depresan SSP
seperti alkohol, barbiturat, hipnotik atau analgetik opiat mempotensiasi efek gangguan
depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek
antihipertensi.
3. Monoamin Oxidase Inhibitors (MAOI)
Fungsi utama enzim ini adalah memetabolisme atau “merusak” NE dan serotonin untuk
mengakhiri kerjanya dan mudah untuk disekresikan. Dengan hambatnya MAO, akan terjadi
peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap sehingga terjadi perangsangan SSP.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim
ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap inhibitor.
MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin,
sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin
Golongan ini sudah jarang diresepkan sekarang ini. Golongan ini dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi yang berbahaya jika anda makan makanan yang mengandung Tiramine
(biasanya terdapat pada seafood). Obat ini juga mudah berinteraksi dengan obat lain.
4. Lain-lain
Venlafaxin dan trazodon adalah antidepresan yang efektif secara kimiawi beda dengan
golongan sebelumnya dan bekerja menghambat pengambilan kembali amin biogenik baik
serotonin, NE, dan dopamine. Efek dari obat ini biasanya terjadi mania (hiperaktif), mania
terjadi karena terlalu banyaknya kandungan neurotransmitter dalam otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. San
Francisco: Mc Grew Hill Companies Inc.
2. Mutshler Ernst, Dinamika Obat, edisi 5, penerbit ITB, Bandung
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(2007). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta.

85
BAB XV
OBAT ANESTESI

Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.Anestesi
dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada anestesi lokal
hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi umum
hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Stadium Anestesi
Tahapan analgesia terdiri dari beberapa fase, yaitu:
Fase I: analgesia. Fase ini diawali analgesi tanpa amnesia, kemudian amnesia terjadi.
Fase II: eksitasi. Fase ini ditandai dengan mengigau, gelisah, pernafasan tidak teratur,
penderita meronta, muntah, urinasi, diakhiri dengan nafas mulai teratur.
Fase III: pembedahan/operasi. Fase ini ditandai dengan pernafasan mulai teratur, perubahan
gerak bola mata, ukuran pupil, hilangnya refleks bulumata, dan nafas stabil.
Fase IV: depresi medula. Fase ini ditandai dengan nafas berhenti dan kematian.
Efek Anestesi pada Organ
Susunan Saraf Pusat (SSP). Merangsang SSP, gelisah, tremor serta tonik klonik yg diikuti
dgn depresi SSP. Ganglion dan neuromuscularjunction menyebabkan berkurangnya respon
otot atas rangsangan saraf.
Kardiovaskular. Penurunan eksitabilitas, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi
miokard.
Otot polos. Spasmolitik akibat depresi langsung pada otot polos.

1. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal
terdiri dari hipnotik, analgesik, dan relaksasi otot.
Cara pemberian anestesi umum:
a. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau
induksi anestesi. Umumnya diberikan Tiopental, namun pada kasus tertentu dapat
digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral
dikombinasikan dengan cara lain.
b. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
c. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah menguap sebagai zat anestesi melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang
digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut
tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan
menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetik tersebut dikatakan bila dengan tekanan
parsial yang rendah sudah dapat memberikan annestesi yang adekuat.

113
Anestesi intravena
a. Natrium Tiopental (tiopental,pentotal)
Tiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi
larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum,
operasi/tindakan yang singkat(reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, dan
kuretase), sedasi pada analgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia
atau epilepsi. Kontra indikasinya adalah status asmatikus, syok, anemia, disfungsi
hepar, asma bronkial, miastenia gravis dan riwayat alergi terhadap tiopental.
Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium,
masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Sedangkan kerugiannya
adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovaskular, cenderung
menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang dan bukan analgetik.
b. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi
pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit,
prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk, dan
asma. Kontra indikasinya adalah tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg,
riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung.
c. Droperidol (dehidrobenzperidol, droleptan)
Droperidol adalah turunan buturofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamin.
Obat ini digunakan sebagai premedikasi (antiemetik yang baik) dan sedasi pada anestesi
regional. Obat anestetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi,
bronkoskopi, esofagoskopi, dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi
ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan pemberian diphenhidramin.
d. Diprivan (diisopropil fenol, propofol)
Propofol adalah campuran 1% obat dalm air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai,
2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang
dihantarkan oleh GABA.
Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas
neuron di berbagai area di dalam otak.
Hal-hal yang mempengaruhi tekanan partial zat anestesi pada alveoli:
1. Konsentrasi zat anestesi→Makin tinggi konsentrasi makin cepat menaikkantekanan
partial.
2. Ventilasi alveoli.
3. Kecepatan sirkulasi.
Beberapa contoh anestesi inhalasi diantaranya:
a. Dinitrogen Oksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih
berat dari pada udara, tidak mudah terbakar/meledak dan tidak bereaksi dengan soda lime
absorber (pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam
kombinasi N2O:O2 yaitu 60%:40%, 70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan

114
efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%;80%, untuk induksi 80%:20%, dan
pemeliharaan 70%:30%.
b. Halotan
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enek, tidak iritatif, mudah menguap,
tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan
cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atai 2 kali
kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak
mengiritasi jalan nafas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang
menyebabkan mual/muntah. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif terjadi over dosis,
analgesi dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasika dengan obat analgetik dan
relaksan, harga mahal,menimbulkan hipotensi, aritmia, dll.
c. Etil Klorida
Merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi
dengan etil klorida cepat terjadi namun cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5-2
menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil
klorida sudah tidak dianjurkan digunakn sebagai anestesi umum. Sebagai anestesi lokal
etil klorida digunakan dengan cara disemprotkan pada kulit sampai beku.
d. Eter (Dietil Eter)
Merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau kkhas, mengiritasi saluran
napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime absorber, dan dapat
terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestesi yang sangat kuat sehingga
pasien dapat memasuki tiap tingkat anestesi. Keuntungan penggunaan eter adalah mudah
didapat dan murah, tidak perlu digunakan bersama-sama dengan obat-obat lain karena
telah memenuhi trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dal alat
yang digunakan cukup sederhana. Kerugiannya adalah mudah terbakar/meledak, bau
tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah,
menyebabkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Jumlah eter yang
dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi pasien, kebutuhan dalamnya anestesi
dan teknik yang digunakan.
e. Enfluran (etran)
Merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak
mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan
lancar. Oabt ini jarang menimbulkan mualdan muntah serta masa pemulihannya cepat.
f. Isofluran (foran)
Merupakan eter berhalogen, berbau tajam dan tidak mudah terbakar. Keuntungan
penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin
serta induksi dan masa pulih anestesi cepat.
g. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi
inhalasi, induksinya enak dan cepat terutama pada anak.

115
2. Anestesi lokal
Anestesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai
hilangnya kesadaran.
Pemberian anestetik lokal dapat dengan teknik:
a. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput
mukosa seperti mata, hidung atau faring.
b. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di
sekitar tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade
lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.
c. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus
saraf.
d. Analgesi regional intravena, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena.
Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal. Anertesi lokal idealnya adalah yang tidak mengiritasi atau merusak
jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama,
larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan, dan
efeknya reversible.
Syarat Anatesi Lokal:
1. Tidak mengiritasi dan merusak jaringan saraf secara permanen.
2. IT tinggi.
3. Onset cepat dan durasi cukup lama.
4. Toksisitas sistemik rendah.
5. Larut air dan stabil dlm larutan.
6. Tahan terhadap proses sterilisasi
Bentuk Anestesi Lokal
1. Anestesi infiltrasi: cabut gigi
2. Anestesi konduksi: spinal (persalinan) → epidural
Efek samping berupa tekanan darah turun, urinasi tidak terkontrol.
3. Anestesi permukaan: lokal pada kulit
Contoh: kokasin, prokain
Beberapa contoh anestesi lokal adalah:
1. Lidokain
Lidokain (lignikaon,xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara topikal
dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat, dan ekstensif dibandingkan prokain.
2. Bupivakain
Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja lambat dan masa kerja
panjang.

116
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Farmakologi & Terapi. Edisi 5. Jakarta.
2. Mutshler Ernst, Dinamika Obat, edisi 5, penerbit ITB, Bandung
3. Katzung B.G., Masters S.B., and Trevor A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology. San
Francisco: Mc Grew Hill Companies Inc.

117
DAFTAR INDEX

A
C
ACEI, 115, 119, 120, 125, 126
ACEIs, 121, 122 calcium channel blocker, 118, 119
ADRENERGIK, 5, 21, 22, 24, 25, 30, 31, 37, 38 Carbamazepine, 108, 111
aferen, 1 CCBs-dihydropyridines, 122
Albuterol, 6, 30, 49 CCBs-non dihydropyridines, 122
Aldosterone receptor blocker, 121 Central alpha-2-agonists, 122
alkaloid ergot, 32, 34 Chlorpromazine, 108, 110
alpha blocker, 32, 118 Clozapine, 108, 111
Alpha-1 blockers, 122
Alzheimer, 14, 56, 105 D
Amantadin, 99, 100
Amfetamin, 6, 30, 50 Dantrolen, 44, 45
Amitriptilin, 61, 63 Derivat p-Aminofenol, 76
Analgetik, 74, 76, 77 Diklofenak, 77, 81
anestesi, 18, 19, 26, 29, 37, 43, 44, 69, 83, 84, 85, 86 Dinitrogen Oksida, 84
Anestesi lokal, 7, 86 Diprivan, 84
angiotensin converting enzim inhibitor, 119 Directs vasodilators, 122
Angiotensin II antagonis, 121 Diuretik hemat kalim, 118
angiotensin II receptor blocker, 118, 120 Diuretik thiazida, 118, 120
Anisottropine, 48 Dobutamin, 6, 29, 49, 50
Antagonis aldosteron, 119 Dopamin, 6, 21, 28, 50, 89, 96
Anti inflamasi, 80 Droperidol, 84
ANTIDEPRESAN, 60, 61 d-Tubokurarin, 41
Antidepresan trisiklik, 62
Antiepilepsi, 67 E
Antipiretik, 79, 132
Antipsikosis, 106 Efedrin, 6, 31, 50
apomorfin hidroklorida, 99 efek muskarinik, 10, 11, 12, 13, 14
Aripiprazole, 108, 111 efek nikotinik, 10, 14
asetikolin, 3 eferen, 1
Asetilkolin, 3, 7, 10, 12 Enfluran, 85
Atropin, 7, 8, 15, 17, 50, 51 Epilepsi, 56, 64, 65, 130
Atropine, 48 Epinefrin, 3, 6, 22, 23, 25, 26, 27, 49, 50
Estazolam, 72
Eter, 43, 85
B Etil Klorida, 85
Barbiturat, 68, 69, 70 Etosuksimid, 65, 67, 68
Belladone alkaloid, 48
Benorylate, 79 F
Benzodiazepin, 68, 69, 71, 72
Beta blocker, 34 Farmakodinamik, 10, 13, 32, 33, 34, 37, 40, 44, 46, 47,
Beta Blockers, 121 70
Bromokriptin, 95 Farmakokinetik, 13, 26, 28, 33, 41, 44, 47, 70
Bupivakain, 86 Fenamates, 76
Butirofenon, 108 Fenilbutazon, 77, 81
Fenilefrin, 6, 24, 29
Fenitoin, 67, 68, 131, 132
fenotiazin, 92, 102, 107, 108, 110
Fentanyl, 79

188
Fluoxetin, 62, 130 medulla oblongata, 2, 54
Flurazepam, 72 Metaproterenol, 6, 30
METOKLOPRAMID, 15
G Metoksidin, 29
Midazolam, 72
GABA, 44, 58, 66, 67, 68, 70, 71, 72, 84, 101, 131 Monoamin Oxidase Inhibitors, 63
Gabapentin, 67, 68, 131
Generalized, 64
N
Glutamat, 66
Golongan steroid, 81 nadolol, 34, 36
Guanetidin, 37 Natrium Tiopental, 84
Natrium valproate, 67
H neuromuskuler, 40, 41, 42, 43
Neurotransmiter, 3, 58
Haloperidol, 108, 110 Neutotransmiter, 58
Halotan, 85 Nitrazepam, 72
hipertensi, 113 Non katekolamin, 24
Hipnotik Sedatif, 69, 71, 72 Norepinefrin, 3, 8, 22, 23, 27, 50
histamin, 3, 19, 25, 58, 74, 80 NSAID, 76, 81
hormon, 3, 23, 25, 26, 49, 114, 115, 116, 119
O
I
OBAT GANGLION, 5, 46
Ibuprofen, 76, 77, 81 obat otonom, 1, 4, 5
Imipramin, 61, 63, 131 Oksaprozin, 77
Indometasin, 76, 81 Olanzapine, 108, 111
Inflamasi, 80, 81 Opoid, 77
Isofluran, 85 Otak, 52, 53, 54, 60
Isoproterenol, 6, 22, 23, 27, 28
P
J
parasimpatis, 1, 2, 3, 4, 8, 10, 11, 17, 18, 40, 46, 47
Jembatan varol, 54 parasimpatolitik, 5, 17
parasimpatomimetik, 5, 10
K Parkinson, 88, 89, 90, 105
Parsial, 64
Karbamazepin, 67, 68, 131 Pergolid, 95
Katekolamin, 24, 49, 120 perifer, 2, 12, 15, 19, 27, 28, 29, 34, 37, 38, 41, 47, 76,
Ketamin, 84 89, 91, 92, 93, 96, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 113, 114,
Klonidin, 6, 30, 38, 39 116, 117, 119, 120, 128
kolinergik, 1, 3, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, Pindolol, 6, 36, 38, 121, 127
19, 21, 48, 89 Piralozon, 79
Piroksicam, 77
L Potassium-sparing diuretics, 121
Pramipeksol, 95
Lamotrigin, 67, 68
Prazosin, 34, 38, 50, 122, 129
Lamotrigine, 108, 111
Propanolol, 6, 36, 38, 103, 127
Levodopa, 88, 90, 91, 93, 102
prostaglandin, 3, 74, 76, 80, 81, 119, 132
Lidokain, 86
Lithium, 62, 108
Loop diuretics, 121
Q
Loop diuretik, 118 Quetiapine, 108, 109, 111

M R
mediator lokal, 3 RAAS, 115, 116

189
Reseptor, 3, 7, 8, 13, 19, 22, 23, 25, 28, 66, 71, 78, 89,
115, 116
Reserpin, 5, 7, 37, 38, 39, 102
Ropinirol, 95, 96
rotigotin,, 96

S
Salisilat, 76
Sediaan Dan Posologi, 12, 14
Sertralin, 61, 62
Sevofluran, 85
simpatolitik, 5
simpatomimetik, 5, 21, 24, 29, 63, 102, 127
SISAPRID, 16
sistem saraf otonom, 1
Sistem saraf pusat, 52, 116
sistem simpatis, 1, 2, 3, 4
SSRIs, 61, 62

T
Terbutalin, 6, 30
Timolol, 36, 38, 50, 121, 123, 127
Tioksanten, 108
Tiramin, 5, 6, 7, 30

V
Vigabatrin, 68

Y
Yohimbin, 34

Z
Zolpidem Tartrate, 72

190
BIODATA PENULIS

Dr. Hadi Sunaryo, Apt., M.Si. lahir di Jakarta, 25 Juni 1972. Pendidikan
dimulai dari SDN Cilandak 04 petang Jakarta, SMP N 41 Ragunan
Jakarta, dan SMA N 28 Jakarta. Menamatkan Pendidikan Sarjana dan
Apoteker di Jurusan Farmasi FMIPA UI. Menekuni profesi sebagai tenaga
pengajar di Jurusan Farmasi FMIPA UHAMKA sejak tahun 2000. Tahun
2003, lulus dari program Master dibidang Farmakologi-Toksikologi pada
Departemen Farmasi ITB. Setelah selesai S2, kembali ke UHAMKA dan
mengampu mata kuliah Farmakologi dan Toksikologi. Lulus S3 Program
Doktor pada Ilmu Faal dan Khasiat Obat (IFO) di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2014.
Sejak tahun 2005-2012 diangkat menjadi Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UHAMKA.
Tahun 2012-2016 menjadi Wakli Dekan I Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA. Sejak 2016
sampai saat ini sebagai Dekan Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA. Penulis dapat dihubungi
di no telp 021-77881351 atau 085891146813, email: hadi_sunaryo@uhamka.ac.id

Dwitiyanti, S.Si., M. Farm., Apt. Lulus S1 dan Apoteker di Program


Farmasi Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Tahun 2005 dan
2007, Lulus S2 pada program studi farmasi Universitas Andalas Tahun
2011. Saat ini menjadi dosen tetap pada Program Studi Apoteker Fakultas
Farmasi dan Sains UHAMKA. Mulai 2011 mengajar matakuliah
farmakologi hingga sekarang. Aktif menulis artikel dan melakukan
penelitian pada bidang farmakologi. Sedang melanjutkan S3 pada
program studi farmasi di Universitas Indonesia.

191
Lusi Putri Dwita, M.Si., Apt. Lahir di Bukittinggi 21 Februari 1988.
Menempuh Pendidikan tingkat sarjana, magister dan apoteker di Institut
Teknologi Bandung. Mulai dari tahun 2014 hingga saat ini bekerja sebagai
dosen bidang Farmakologi di Universitas Muhammadiyah Prof. DR
HAMKA. Selama menjadi dosen di UHAMKA, telah melakukan penelitian
maupun publikasi dibidang farmakologi, terkait neuroprotector,
antiinflamasi maupun terkait gangguan metabolik.

Dr. Siska, S.Si., M. Farm., Apt. lahir di Jakarta, 25 Oktober 1977. Penulis
menempuh dan menyelesaikan pendidikan S1 dan Apoteker di Jurusan
Farmasi FMIPA UI tahun 2000 dan 2001. Lulus S2 dari Program
Pascasarjana Jurusan Farmasi Universitas Andalas Padang tahun 2011 dan
melanjutkan S3 pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan lulus pada
tahun 2019. Sejak 2001 menjadi dosen di Program Studi Farmasi
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA). Penulis aktif
dalam penelitian dan publikasi di bidang Farmakologi.

192

Anda mungkin juga menyukai