Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN STASE MATERNITAS

KLIEN DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESARIA

DENGAN INDIKASI KPD

FIRDAUS

193203107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TI NGGI ILMU KESEHATAN

JENDRAL AHMAD YANI

YOGYAKARTA

2019/2020

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN STASE MATERNITAS

KLIEN DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESARIA

DENGAN INDIKASI KPD

Disusun oleh:

FIRDAUS

193203107

Disetujui pada:
Hari :
Tanggal :

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Mahasiswa

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
B. Etiologi
Manuaba (2009) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban Pecah Dini adalah bocornya air ketuban (likuor amnii) secara
spontan dari rongga amnion di mana janin ditampung. Cairan keluar
melalui selaput ketuban yang mengalami robekan, muncul setelah usia
kehamilan mencapai 28 minggu dan setidaknya satu jam sebelum waktu
kehamilan yang sebenarnya. (Gahwagi et al, 2015). Sedangkan menurut
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2014), ketuban pecah
dini adalah sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya
persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi
37 minggu.
Kebanyakan ibu dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan
spontan namun ada bahaya yang berhubungan dengan ketuban pecah
meliputi infeksi, tali pusat menumbang dan perlunya dilahirkan induksi
dan dengan cara pembedahan yaitu dengan tindakan sectio caesarea
(Nugroho, 2011).
Menurut Manuaba (1998:228) bahwa Gejala utama KPD adalah keluarnya
cairan ketuban secara spontan dengan/tanpa disertai rasa mules. Adapun
gejala utamanya sebagai berikut: Cairan dapat keluar sedikit-sedikit, cairan
dapat keluar saat tidur, duduk, atau pada saat beraktivitas seperti berjalan,
berdiri atau mengejan. Cairan dapat berwarna putih, keruh, jernih, kuning,
hijau atau kecoklatan. Dapat disertai demam jika terjadi infeksi.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2007).

C. Tanda dan Gejala


Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Saifudin
(2007),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Mansjoer, 2007).

E. Pahtway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
a. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
b. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
c. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
d. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
e. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
f. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1. Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2. Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3. Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
f. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri (Manuaba, 2009).
H. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik,
yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
4. Data riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
pasien operasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
5. Keadaan klien meliputi:
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan)
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
h. Balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang
I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : luka post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
3. Resiko infeksi.
J. Rencana Keperawatan
No Diagnosa NOC
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen 1. Pain Level, Pain M
cedera fisik : luka post operasi 2. Pain control, 1. La
3. Comfort level ko
Kriteria Hasil : ka
da
Definisi : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Ob
penyebab nyeri, mampu menggunakan ke
Sensori yang tidak menyenangkan dan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Gu
pengalaman emosional yang muncul nyeri, mencari bantuan) un
secara aktual atau potensial kerusakan 2. Melaporkan bahwa nyeri pa
jaringan atau menggambarkan adanya berkurang dengan menggunakan 4. Ka
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri manajemen nyeri ny
Internasional): serangan mendadak atau 3. Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Ev
pelan intensitasnya dari ringan sampai intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 6. Ev
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir 4. Menyatakan rasa nyaman setelah ke
yang dapat diprediksi dan dengan durasi nyeri berkurang ko
kurang dari 6 bulan. 5. Tanda vital dalam rentang normal 7. Ba
da
8. Ko
Batasan karakteristik : me
rua
- Laporan secara verbal atau non verbal 9. Ku
- Fakta dari observasi 10. Pil
- Posisi antalgic untuk menghindari (fa
nyeri pe
- Gerakan melindungi 11. Ka
- Tingkah laku berhati-hati me
- Muka topeng 12. Aj
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak 13. Be
capek, sulit atau gerakan kacau, 14. Ev
menyeringai) 15. Ti
- Terfokus pada diri sendiri 16. Ko
- Fokus menyempit (penurunan ke
persepsi waktu, kerusakan proses 17. M
berpikir, penurunan interaksi dengan ma
orang dan lingkungan) Analges
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-
jalan, menemui orang lain dan/atau 1. Te
aktivitas, aktivitas berulang-ulang) da
- Respon autonom (seperti diaphoresis, 2. Ce
perubahan tekanan darah, perubahan do
nafas, nadi dan dilatasi pupil) 3. Ce
- Perubahan autonomic dalam tonus 4. Pil
otot (mungkin dalam rentang dari ko
lemah ke kaku) pe
- Tingkah laku ekspresif (contoh : 5. Te
gelisah, merintih, menangis, waspada, tip
iritabel, nafas panjang/berkeluh 6. Te
kesah) pe
- Perubahan dalam nafsu makan dan 7. Pil
minum pe
8. M
pe
Faktor yang berhubungan : 9. Be
saa
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, 10. Ev
psikologis) ge
2 Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri 1. Joint Movement : Active Exercis
2. Mobility Level 1. M
Definisi : 3. Self care : ADLs lat
4. Transfer performance 2. Ko
Keterbatasan dalam kebebasan untuk Kriteria Hasil : ren
pergerakan fisik tertentu pada bagian ke
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas 1. Klien meningkat dalam 3. Ba
Batasan karakteristik : aktivitas fisik saa
2. Mengerti tujuan dari 4. Aj
- Postur tubuh yang tidak stabil peningkatan mobilitas ten
selama melakukan kegiatan rutin 3. Memverbalisasikan perasaan 5. Ka
harian dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan 6. La
- Keterbatasan kemampuan untuk berpindah AD
melakukan keterampilan motorik 4. Memperagakan penggunaan 7. Da
kasar alat Bantu untuk mobilisasi (walker) mo
- Keterbatasan kemampuan untuk AD
melakukan keterampilan motorik 8. Be
halus me
- Tidak ada koordinasi atau 9. Aj
pergerakan yang tersentak-sentak da
- Keterbatasan ROM
- Kesulitan berbalik (belok)
- Perubahan gaya berjalan (Misal :
penurunan kecepatan berjalan,
kesulitan memulai jalan, langkah
sempit, kaki diseret, goyangan
yang berlebihan pada posisi
lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan
gerak (peningkatan perhatian
untuk aktivitas lain, mengontrol
perilaku, fokus dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :

- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol
dan atau masa
- Keengganan untuk memulai
gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
3 Resiko infeksi 1. Immune Status Infectio
2. Knowledge : Infection control
Definisi : Peningkatan resiko masuknya 3. Risk control 1. Be
organisme patogen Kriteria Hasil : pa
2. Pe
Faktor-faktor resiko : 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Ba
2. Mendeskripsikan proses penularan 4. Ins
- Prosedur Infasif penyakit, factor yang mempengaruhi me
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk penularan serta penatalaksanaannya, set
menghindari paparan patogen 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 5. Gu
- Trauma timbulnya infeksi tan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan 4. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Cu
paparan lingkungan 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat tin
- Ruptur membran amnion 7. Gu
- Agen farmasi (imunosupresan) pe
- Malnutrisi 8. Pe
- Peningkatan paparan lingkungan pe
patogen 9. Ga
- Imonusupresi dre
- Ketidakadekuatan imum buatan 10. Gu
- Tidak adekuat pertahanan sekunder me
(penurunan Hb, Leukopenia, 11. Ti
penekanan respon inflamasi) 12. Be
- Tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, cairan Infectio
tubuh statis, perubahan sekresi pH, infeksi)
perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik  M
da
 M
 M
 Ba
 Sa
me
 Pa
ya
 Pe
 Be
ep
 Ins
ter
 Isp
 Do
 Do
 Do
 Ins
an
 Aj
ge
 Aj
 La
 La

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2009. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Mansjoer, A. 2009. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Saifuddin, AB. 2007. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai