Anda di halaman 1dari 12

96

EKSISTENSI ALIRAN POSITIVISME DALAM ILMU HUKUM


Haryono
FH Universitas PGRI Semarang
hhwmrt@yahoo.com

Abstrak : Positivisme adalah suatu paham filsafati dalam alur tradisi pemikiran Galilean (atau Newtonian),
yang bertolak dari anggapan aksiomatik bahwa alam semesta ini pada hakekatnya adalah suatu himpunan
fenomenon yang saling berhubungan secara interakltif dalam suatu jaringan kausalitas, yang dinamis,
deterministik dan makanistik. Fenomenon yang satu sebagai penyebab fenomenon yang lain. Positivisme
hukum artinya hukum dipositifkan sebagai status tertinggi diantara berbagai norma (the supreme of law),
yang terdiri dari berbagai perbuatan sebagai fakta hukum dengan konsekuensinya yang disebut akibat
hukum. Positivisme jurisprudence atau positivisme ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan
dan perilaku warga masyarakat yang sudah semestinya tertib mengikuti norma-norma kausalitas.
Positivisme mempunyai keunggulan yaitu kepastian hukum yang prediktabel adanya jaminan kepastian
hukum dan ketetapan dalam hal ‘nilai’ artinya hukum yang tertulis, pasti dan jelas maka eksistensinya
dipertahankan sampai sekarang, bahkan masa yang akan datang.

Kata Kunci: aliran positivism, positivism yurisprudence, positivisasi hukum, Hukum Tertulis

Abstract: Positivism is a philosophical understanding in the flow of the Galilean (or Newtonian) thought
tradition, which departs from the axiomatic assumption that the universe is essentially a set of phenomenons
which are interconnected interactively in a network of causality, which is dynamic, deterministic and realistic.
Phenomenon is the one that causes another phenomenon. Legal positivism means that law is positive as the
highest status among the supreme of law, which consists of various acts as legal facts with consequences called
legal consequences. Positivism jurisprudence or positivism law science is knowledge about the life and
behavior of citizens who are supposed to be orderly following the norms of causality. Positivism has the
advantage of predictable legal certainty the existence of legal certainty and provisions in terms of 'value' means
written, definite and clear law so that its existence is maintained until now, even in the future.

Keywords: positivism flow, positivist jurisprudence, legal positivist, Law is it written in the book

Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019


97

Apakah aliran positivism masih eksis ?


A. Latar Belakang maka untuk menjawabnya, bisa dilihat
Dalam ilmu hukum terdapat aliran-aliran keunggulan dari aliran hukum ini.
hukum, aliran hukum prositisme, aliran hukum Keunggulannya adalah sebagai berikut:
emperisme. Aliran-aliran tersebut masih Pertama, adanya kepastian yang prediktabel.
dipelajari sebagai dasar teori dalam Artinya adanya jaminan kepastian hukum
mempelajari ilmu hukum Dalam praktik menunjukan adanya pengertian mana yang
hukum aliran hukum prositivisme terutama boleh menurut hukum dan mana yang tidak
dalam penegakan hukum masih digunakan. boleh menurut hukum, apa yang menjadi hak
Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan dan kewajiban orang-orang tertentu dalam
berdasarkan hukum tertulis sebagai rezim situasi konkrit tertulis. Kedua, ketetapan dalam
positivism. hal ‘Nilai’ artinya hukum yang tertulis, pasti
Dalam realitasnya tesis positivism ada dan jelas, menetapkan nilai yang mempunyai
dua macam yaitu tesis positivisme akibat dan tidak boleh memperdebatkan
segresasional dan tesis positivism legalitasnya. Manakala otoritas pembentuk
amalgamamasional. Tesis segresasional adalah undang-undang telah memperoleh nilai, maka
pemisahan antara dua dunia, hukum dalam nilai tersebut bersifat tetap dijadikan sebagai
pengertian exist dan hukum dalam pengertian aturan, dan memperoleh otoritas publik.
non exsist. Hukum yang exis adalah hukum Sehingga nilai yang ditetapkan adalah nilai
dianalogikan dengan hukum positif, maka yang dianggap mutlak kebenarannya.
hukum yang tidak eksis bukanlah hukum Selain keunggulan di atas ada
positif. Hukum yang eksis adalah hukum yang keunggulan lain dari hukum positif keras yaitu:
sungguh-sungguh ada atau berlaku (positif) (1) Femiliar artinya, hukum tersebut mudah
dalam ruang dan waktu tertentu. Hukum dikenali, (2) Intelegibel, artinya dapat
dituangkan dalam suatu bentuk konkrit (bentuk dipahami dengan mudah, (3) Aksesible,
tertulis). Karena itu “hukum positif (tertulis) artinya tiap-tiap subyek memperoleh akses
menemukan bentuknya sebagai ‘ teks-teks yang sama dalam hukum, (4) Verivikatif,
yang tertulis. Hukum positif yang keras masih artinya pada aturan tertulis berlaku keuntungan
banyak di gunakan karena hukumnya tertulis, dalam aspek pembuktian, bahwa orang tidak
pasti, dan jelas, sehingga tidak menimbulkan perlu lagi membuktikan berlakunya aturan-
potensi sengketa tentang legalitasnya. Bentuk aturan untuk menyenangkan hati hakim, (5)
dari hukum ini adalah aturan perundang- Koordinatif artinya, penguasaan orang
undangan, adanya Yurisprudensi, merupakan terhadap hukum senantiasa bisa diselaraskan
perjanjian yang telah disepakati sebagai ulang pada apa yang dituangkan dalam
konsensus. kodifikasi, sehingga mereduksi berbagai
Positivism yang kedua adalah positif potensi ketidakpastian, (6) Fasilitatif, artinya
lunak atau positif amalgamasional adalah suatu bahwa untuk keperluan pengembangan
penolakan terhadap segregasi analitik yaitu peraturan hukum atau perundang-undangan,
hukum positivis keras. Positivisme ini adanya dalam membentuk yang baru, maka hukum
tradisi pengakuan terhadap keseluruhan tertulis juga menyediakan berbagai
komponen hukum tertulis dan keseluruhan kemudahan.
komponen tidak tertulis sebagai hukum positif. Berdasarkan keunggulan-keunggulan di
Tesis ini berusaha mengungkap pandangan atas maka aliran hukum positivism masih eksis
kefilsafatan tentang hukum dalam cara-cara sampai sekarang, bahkan pada masa yang akan
yang lebih luas. Tesis ini mengusahakan ius datang. Eksistensi aliran positivism terutama
positum (hukum positif), dengan memisahkan dalam praktik hukum yang digunakan hakim
mana hukum positif mana hukum alam. Positif dalam memutuskan suatu perkara.
dalam amalgamasional berintikan asumsi-
asumsi fundamental tertentu, yang B. Permasalahan
keseluruhannya diasumsikan sebagai hal yang Berdasarkan latar belakang di atas maka
sudah benar dengan sendirinya, tidak permasalahan yang dapat diajukan adalah :
memerlukan pengujian atau verifikasi. 1. Apa ciri dan karakter aliran positivisme
Tokohnya adalah Friedricch Karl von Savigny dalam ilmu hukum ?
(Jerman), Paul Vinogradoff, H.L.A Hart (USA) 2. Apakah aliran positivisme dalam ilmu
dan Paul Sholten, JJ.H Bruggink (Belanda). hukum masih eksis ?
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
98

hubungan positif yang berkepastian tinggi


C. Pembahasan antara sebab dan akibat.
1. Positivism Jurisprudence Positivisme juga dapat dikatakan suatu
Positivisme menurut Hans Kelsen paham yang meyakini suatu asumsi bahwa
(Jerman) atau disebut Eine Reine Rechtehre alam semesta adalah suatu situasi acak berada
dan Lengdell dengan mekachanistis di ranah indrawi, memperlihatkan adanya
Jurisprudence adalah suatu perangkat teori dan beragam proses interaktif yang fungsional antar
ajaran dalam ilmu hukum dan praktek hukum elemen ditengah kancah yang penuh kocokan
modern yang didasarkan pada landasan yang menghasilkan berbagai kemungkinan
falsafah positivisme yang berkembang dalam dalam jumlah yang tak terbelenggu,
alur paradigma Galilean[1]. Aliran positivisme menstrukturkan adanya hubungan kausalitas
baik dalam ilmu hukum maupun dalam praktek yang final.
hukum adalah sebagai teori dan ajaran yang Aliran positivisme dalam kaidah hukum
mereduksi eksistensi manusia dalam proses disebut sebagai legisme, yaitu suatu paham
hidupnya yang dikuasai oleh kepastian hukum (isme) bahwa kehidupan bernegara bangsa
sebab akibat. Dari konsep tersebut manusia mestilah semata-semata berdasarkan hukum
tidak mempunyai kebebasan dalam undang-undang (lege, lex)[4]. Menurut
berkehendak. Positivisme sepertinya bebas, Langdell pada abad 19 kajian hukum positif
akan tetapi dalam kehidupan yang nyata adalah disebut Legal Science atau Mechanistic
terikat. (karena diatur oleh norma yang terdapat Jurisprudence. Dalam aliran ini perlu ada
dalam undang-undang). Atau manusia undang-undang yang berasal dari kesepakatan,
dikontrol oleh hukum yang lengkap dan bebas. kemudian dipositifkan dan diwujudkan dalam
Positivisme dapat juga diartikan suatu undang-undang. Paradigma legisme
paham filsafati dalam alur tradisi pemikiran positivisme adalah paham bahwa kebenaran
Galilean (atau Newtonian), yang digunakan harus bisa ditunjukkan. Wujud fisiknya lewat
oleh para ahli astronomi dan fisika. Positivism cara penyimakan indrawi. Atau kebenaran yang
bertolak dari anggapan aksiomatik bahwa alam kasat mata.
semesta ini pada hakekatnya adalah suatu Positivisme mengilhami adanya
himpunan fenomenon yang saling berhubungan positivisasi hukum, Positivisasi hukum adalah
secara interakltif dalam suatu jaringan suatu proses transformasi dari hukum dalam
kausalitas, yang dinamis, deterministik dan wujudnya metafisik/ metayuridis sebagai ‘ide’
makanistik. Fenomenon yang satu sebagai ke hukum dalam bentuknya yang lebih
penyebab fenomenon yang lain[2]. Oleh karena konkrit dan tersimak ada secara indrawi.
itu bahwa alam ini terjadi hubungan sebab Lewat cara ini hukum sebagai norma keadilan
akibat sebagai kesatuan yang berhubungan. akan tertransformasikan ke bentuknya sebagai
Positivism dalam hukum artinya hukum hukum positif, ialah hukum yang
dipositifkan sebagai status tertinggi diantara menampakkan diri dalam wujudnya yang
berbagai norma (the supreme of law), yang kasat mata. Hukum sebagai potret suatu
terdiri dari suatu rangkaian panjang waktu (legisme).
pernyataan-pernyataan tentang berbagai
perbuatan yang diidentifikasikan sebagai fakta 2. Munculnya Positivisme
hukum dengan konsekuensinya yang disebut Munculnya ide mengenai legis positivis
akibat hukum[3]. sebagai positivism adalah karena para penguasa otokrat
jurisprudence atau positivisme ilmu hukum mengkalim dirinya secara sepihak sebagai
bertolak bahwa ilmu hukum adalah sekaligus penegak hukum yang bersumber pada
ilmu pengetahuan tentang kehidupan dan kekuasaan Illahi yang Maha Sempurna. Para
perilaku warga masyarakat yang sudah penguasa tidak punya rujukan normatif yang
semestinya tertib mengikuti norma-norma dapat digunakan untuk memeriksa hukum raja
kausalitas. yang terkesan semena-mena dan represif.
Tokoh positivisme yang menganut ajaran Tidak adanya rujukan menjadikan tidak
hukum murni gaya Kelsenian adalah adanya juga kepastian apa yang harus
C.Langdell. Dia adalah guru besar Harvard digolongkan sebagai rujukan normatif yang
menyatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu berlaku guna menjamin keteraturan dalam
yang secara metodologik tak beda dengan ilmu kehidupan nasional. Mana yang tidak atau
pengetahuan alam (phisics) yang meniscayakan belum. Selain itu positivis muncul karena
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
99

hukum harus mempunyai status yang positif atau Positif Segregasional. Dan yang kedua
dalam arti telah disyahkan (positif) sebagai adalah Positivisme sosiologis, hukum
hukum, dengan membentuknya dengan wujud dianggap terbuka bagi kehidupan masyarakat
perundang-undangan yang harus diselidiki melalui metode-metode
ilmiah. Atau yang oleh Herman Bakir disebut
3. Paradigma Positivistik positif lunak atau Positif Amalgamasional.
Positivisme adalah paham yang Untuk lebih jelasnya paradigma
menuntut agar setiap metodologi yang positivistik, bahwa hukum adalah norma
dipikirkan untuk menemukan kebenaran positif di dalam sistem perundang-undangan
hendaklah memperlakukan realitas sebagai hukum nasional. Kajiannya ajaran hukum
suatu yang eksis, sebagai suatu objek, yang nurni, yang mengkaji Law as it written in the
harus dilepaskan dari sembarang macam pra- book.
konsepsi metafisis yang subjektif sifatnya[5], Paham yang terdapat aliran positivisme
kemudian diaplikasikan ke dalam pemikiran adalah menganut paham monisme dalam ilmu
tentang hukum, positivisme menghendaki pengetahuan. Artinya hanya ada satu metode
dilepaskannya pemikiran metayuridis saja yang dapat dipakai untuk menghasilkan
mengenai hukum, sebagaimana dianut suatu simpulan yang mempunyai kepastian
pemikir hukum kodrat. Karena itu norma dan kelugasan. Atau Scientific method, yang
hukum harus eksis dalamnya yang obyektif secara obyektif benar untuk didayagunakan
sebagai norma yang positif, ditegaskan dalam mengkaji ilmu pengetahuan. Menurut
sebagai wujud kesepakatan yang kongkrit kaum positivis mempelajari benda-benda mati
antara warga asyarakat. Hukum tidak lagi dan perilaku manusia tidak perlu dibedakan.
dikonsepsi sebagai asas moral metayuridis Keduanya sama-sama dikontrol oleh hukum
yang abstrak tentang hakekat keadilan, sebab akibat, yang dapat dijelaskan sebagai
melainkan Ius. Yang telah mengalami imperativa-imperativa secara umum atau
postivisasi sebagai lege atau lex. Dalam ilmu universal. Pada tahun 1928 positivis
hukum merupakn paradima yang dominan, diteguhkan sebagai keyakinan akan
positivisasi hukum selalu memperoleh kebenaran monisme dalam metodologi ilmu
prioritas utama dalam setiap upaya pengetahuan. Dari penjelasan tersebut diatas
pembangunan hukum di negara-negara yang bahwa positivisme adalah suatu paham yang
tengah tumbuh modern, yang menghendaki berdasarkan paham monisme yang
kesatuan dan penyatuan, tidak cuma menuju mempunyai kepastian dan kelugasan.,obyektif
ke nation state, melainkan juga yang menuju dapat digunakan dalam mengkaji ilmu
colonial state. Positivisasi hukum merpakan pengetahuan.
proses nasionalisasi dan statisme hukum Positivisme juga dapat dikatakan suatu
dalam rangka penyempurnaan kemampuan paham yang meyakini suatu asumsi bahwa
negara atau pemerintah untuk memonopoli alam semesta adalah suatu situasi acak berada
kontrak sosial yang formal melalui di ranah indrawi, memperlihatkan adanya
pemberlakuan hukum positif. Tujuan beragam proses interaktif yang fungsional
positivisme adalah pembentukan struktur- antar elemen ditengah kancah yang penuh
struktur rasional sistem-sistem yuridis yang kocokan yang menghasilkan berbagai
berlaku. Sebab hukum dipandang sebagai kemungkinan dalam jumlah yang tak
pengolahan ilmiah belaka, akibatnya terbelenggu, menstrukturkan adanya
pembentukan hukum menjadi makin hubungan kausalitas yang final.
profesional. Tokoh positivisme yang menganut
Positivisme ada dua, yang pertama ajaran hukum murni gaya Kelsenian adalah
adalah Positivisme Yuridis, yaitu bahwa C.Langdell. Dia adalah guru besar Harvard
hukum dipandang sebagai suatu gejala menyatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu
tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. yang secara metodologik tak beda dengan
Dalam postivisme yuridis hukum adalah ilmu pengetahuan alam (phisics) yang
closed logical system, artinya peraturan dapat meniscayakan hubungan positif yang
dideduksikan dan undang-undang yang berkepastian tinggi antara sebab dan akibat.
berlaku tanpa perlu meminta pertimbangan Menurut Langdell ilmu hukum bukan lagi
dari norma sosial, politik dan moral. Atau Jurisprudence tetapi Legal Science yang
menurut Herman Bakir disebut positif keras
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
100

mengkaidahkan hadirnya suatu kepastian Dalam perkembangannya hukum positif


antara sebab dan akibat. berdaasarkan kontrak. Positivisme
Dikatakan oleh kaum positivis bahwa menyebabkan lembaga masyarakat menjadi
fenomenon adalah fenomenon. Sebagai bebas karena sifatnya eksplanasi, yaitu
obyek sains fenomenon secara nominal menjelaskan tentang Cause- effect (sebab
adalah realitas di alam indrawi, yang akibat). Dalam kehidupan masyarakat bebas
berhubungan dengan fenomenon lain, dalam menilai, tetapi bukan baik buruk tetapi
jaring-jaring hubungan sebab akibat. tentang apa adanya yang terjadi dalam
Penganut positivis dalam sains tidak perlu masyarakat. Dalam masyarakat terdapat
mempersoalkan isi kandungan substantif interaksi secara rasionality.
-yang normatif, etis ataupun estetis-yang
mungkin ada pada fenomenon-fenomenon 4. Doktrin Kaum Legis - Positivis
itu. Terbentuknya hukum sebagai sarana Dalam perkembangan dunia yang
kontrol yang dibangun di atas landasan modern ini perlu adanya hukum sebagai
logika tanpa pertimbangan apapun kecuali sarana kontrol terhadap masyarakat secara
asli atas dasar doktrin hukum itu sendiri. luas sehingga dapat menjamin kepastian,
Selain itu positivisme adalah paham dapat mengatasi kesemena-menaan para
yang: Free Independent Entitas, Interplay penguasa otokrat dalam pelaksanaan hukum.
Between Variables, Multicausality dan Munculnya ide mengenai legis positivis
Observable Process in Progress[6]. Free adalah karena para penguasa otokrat
Independent Entitas adalah bebas berada di mengkalim dirinya secara sepihak sebagai
antara entitasnya. Interplay between penegak hukum yang bersumber pada
Variables adalah proses timbal balik antar kekuasaan Illahi yang Maha sempurna. Para
variabel. Variabel satu menyebabkan penguasa tidak punya rujukan normatif yang
variabel yang lain, variabel lainnya dapat digunakan untuk memeriksa hukum
menyebabkan variabel yang lainnya lagi. raja yang terkesan semena-mena dan
Independent - Dependent - Independent- represif. Tidak adanya rujukan menjadikan
Other Independent. Multicausality adalah tidak adanya juga kepastian apa yang harus
suatu akibat dapat disebabkan banyak sebab, digolongkan sebagai rujukan normatif yang
suatu sebab dapat menyebabkan banyak berlaku guna menjamin keteraturan dalam
akibat (Galileanisasi). Observabless Prosess kehidupan nasional. Dan mana pula yang
in Progress adalah proses hubungan antar tidak atau belum. Selain itu positivis
variabel yang progresif. muncul karena hukum harus mempunyai
Positivisme yang legis atau Legal status yang positif dalam arti telah
Positivisme (Galilean Applied Legal disyahkan (positif) sebagai hukum, dengan
Science) adalah Free Individuals, membentuknya dengan wujud perundang-
Autonomous Behavior Random Process of undangan. Doktrin tersebut muncul pada
Conflict and Consent To Ward Functional masa revolusi Perancis. Selanjutnya pada
Changing Inter Role Relations, From ganti zaman hukum ialah Ius Constitutum
Ascriptions to Contracts, Value- Free, atau Lege, yang dalam bahasa Indonesia
Descriptive and Emperically Explanative, adalah Hukum Undang-Undang
Interaction Rationality. Yang artinya hukum Dalam Undang-undang ditandai
positiv bertolak dari paham bahwa individu secara resmi dengan penomoran. Setiap
yang bebas, otonom, dapat membuat pilhan unsur yang terbaca sebagai aturan, berupa
sendiri untuk menaati atau Individu bebas kalimat yang menyatakan ada tidaknya
secara otonom dalam membuat pilihan. suatu peristiwa atau perbuatan tertentu
Masyarakat merupakan proses dalam (disebut fakta hukum, iudex facti), yang
berbagai konflik dan konsensus (ada disusul dengan pernyataan tentang apa yang
penjanjian dan kesepakatan), yang akan menjadi akibatnya (akibat hukum).
merupakan random proses. Conflik dan Setiap kalimat pernyataan yang berfungsi
konsensus memunculkan inter relasi yang sebagai aturan bersanksi ini memang
menguntungkan, karena ada kesepakatan acapkali dipersepsi dan dikonsepsi sebagai
(contracts). Kontrak tersebut yang sifatnya perintah-perintah untuk berbuat atau tidak
askripsi yang berupa hak dan kewajiban berbuat dengan konsekuensinya.[7]
yang sudah dilaksanskan dengan baik. Kalimat-kalimat tersebut dipahami sebagai
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
101

norma-norma, namun didasarkan atas b. Hukum Netral dan Obyektif (


hubungan sebab akibat. Setiap kalimat dapat Rule of Law not Rule of man)
dikonsepsi dan dipersepsi sebagai nomos. c. Hukum diberi status yang
Oleh karena itu dalam hukum modern setiao tertinggi (supreme corpus atau
baris aturan dalam setiap undang-undang Rechtstaat)
disebut norma-norma hukum potif. Aturan d. Hukum dikelola oleh ahlinya
secara keseluruhan sebagai hukum positif yang independen / imparsial
atau dengan istilah hukum undang-undang. e. Hukum bersifat formal, tak
Fungsi dari hukum positif yang oleh personal esensi/ substansi moralnya
Robert Redfield dan Donald Black adalah f. Hukum ada demi kepastian
sebagai Government’s social control atau aturan hukum undang-undang.[8]
sebagai kontrol negara terhadap masyarakat. Dari ciri atau karakter legisme sebagai
Norma-nomra positif ditata secara sitematis aliran positivisme dalam ilmu hukum di atas
ke dalam suatu corpus yuris yang maka hukum adalah suatu kesepakatan yang
berkoherensi tinggi, dikembangkan melalui disebut legis, yang belum disepakati bukan
teori-teori dan doktrin-doktrin. Hukum hukum atau legis, dan yang belum
tersebut ditata secara hierarkhis (sistematis). diundangkan juga bukan hukum atau legis.
Selanjutnya hukum uindang-undang Jadi hukum positif adalah kesepakatan, yang
menuntut adanya pengelolaan dan sudah disepakati, dan sudah diundangkan,
perawatan. Hal tersebut dilakukan untuk karena hukum sebagai peraturan perundang-
kepentingan adjudikasi dalam proses judisial undangan.
secara profesional. Mereka itu adlah para
Jurist dan lawyer. 5. Tesis Positivistis
Doktrin seperti di atas agar dapat a. Tesis Positivistis Keras (Tesis Positivis
memperoleh jaminan kepastian hukum, Segregasional)
demi terwujudnya keteraturan dalam Postivis keras merupakan bagian dari
kehidupan nasional, memerlukan aliran positivisme hukum. Aliran ini pada
pengukuhan dan penegakannya pada ranah prinsipnya merupakan asumsi mendasar dan
poliik. Ranah politik (badan legislatif) mendalam dalam lingkup rilsafat hukum.
berwenang untuk membentuk dan atau Intinya bahwa positivisme adalah berintikan
membuat norma-norma positif dalm kekuasaan ‘Hedonisme’ dari kaum
wujudnya sebagai undang-undang . Untuk utilitarian, yang disibukkan dengan
supaya terealisir bahwa norma-norma positif pendalaman dan pengembangan atas
benar-benar bermakna dalam kehidupan berbagai hal berhubungan dengan struktur
nasional dan penyelesaian perkara-perkara konseptual mengenai kehasilgunaan dari
yang relevan dalam hukum oleh badan sistem-sistem aturan hukum[9]. Dalam tesis
yudisial. ini bentuk yang pertama menghadirkan
Menurut kaum positivis hukum adalah suatu keberangkatan yang radikal dari
sebagai institusi yang bekerja atas dasar hierarkhi skolastik nilai-nilai yang
rasionalitas formal, yang pada hakikatnya berdasarkan hukum positif hanya pada
cuma sebatas rupanya sebagai permainan sebuah radiasi dari sutau hukum alam yang
sebab akibat yang formal semata. Hal ini lebih tinggi (abstrak) dan fusi (sintesa) dari
menjadi kritik bagi kaum realist, yang filsafat hukum dan teori hukum, seperti
menekankan pentingnya experience sebagai filsafat Hegel. Tesis ini tidak
masukan dalam upaya mengambangkan mengimplikasikan kehinaan apapun bagi
penalaran hukum, agar pemikirian- urgensi nilai dalam hukum, seperti yang
pemikiran yuridis lebih bersifat realistik dibuktikan Austin, Kelsen, yang
atau sesuai dengan kenyataan yang terjadi. memisahkan bidang-bidang tertentu dari
Legisme adalah positivisme dalam hukum.
ilmu hukum. Maka hukum mempunyai ciri- Tesis ini berpedoman pada keadaan
ciri atau karakter sebagai beikurt: bahwa orang dapat dilesakkan pada situasi
a. Hukum dibentuk menjadi yang didalamnya terjadi kontradiksi antara
Undang-Undang (lege) yang tersimak apa yang secara hukum dituntut dan secara
dalam rumusan sebab akibat. moral dapat dijustifikasi. Terdapat ruas-ruas
pemisahan atau segregasi hukum (nilai
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
102

yuridikal) dari moral (nilai etika). Segregasi Adapun keunggulan hukum positif
di sini adalah pemisahan antara dua dunia, keras adalah “kepastian yang prediktabel
hukum dalam pengertian exist dan hukum dan ketetapan dalam hal nilai[11]” Hal
dalam pengertian non exsist. Hukum yang tersebut dapt dijelaskan sebagai berikut :
exis adalah hukum dianalogikan dengan (a) Adanya Kepastian yang Prediktabel
hukum positif, maka hukum yang tidak Adanya jaminan kepastian hukum
eksis bukanlah hukum positif. Hukum yang menunjukan adanya pengertian mana yang
eksis adalah hukum yang sungguh-sungguh boleh menurut hukum dan mana yang tidak
ada atau berlaku (positif) dalam ruang dan boleh menurut hukum, apa yang menjadi
waktu tertentu. Hukum dituangkan dalam hak dan kewajiban orang-orang tertentu
suatu bentuk konkrit (bentuk tertulis). dalam situasi konkrit tertentu. Dengan
Karena itu “hukum positif (tertulis) hukum tertulis yang dapat menjamin
menemukan bentuknya sebagai ‘ teks-teks kepastian maka akan dapat diketahui atau
yang tertulis. Dalam keadaan tertulis itu, diprediksi model putusan hakim terhadap
teks-teks tersebut tampil sebagai kelompok konflik-konflik yuridis. Para hakim
aturan yang terang, jelas dan tak lagi menggunakan hukum tertulis sebagai
menimbulkan konflik mengenai legalitas kriteria normatif (alat pengukur) untuk
atau kesahihan, sebaliknya aturan yang tidak menentukan apa yang sah berdasarkan
dituangkan ke dalam bentuk tertulis hukum dan apa yang tidak sah berdasar
dinyatakan sebagai kelompok aturan yang hukum.
tidak jelas dan berpotensi menimbulkan (b) Ketetapan dalam hal ‘Nilai’
konflik tentang kadar legalitasnya. Sehingga Hukum yang terulis, pasti dan jelas,
hukum positif bila keseluruhan hukum menetapkan nilai yang mempunyai akibat
adalah semata-mata keseluruhan hukum dan dan tidak boleh memperdebatkan
yang tertulis”.[10] legalitasnya. Manakala otoritas pembentuk
Hukum positif yang keras adalah undang-undang telah memperoleh nilai,
dalam pengertian bahwa hukum adalah maka nilai tersebut bersifat tetap dijadikan
tertulis, pasti, dan jelas, sehingga tidak sebagai aturan, dan memperoleh otoritas
menimbulkan potensi sengketa tentang publik. Sehingga nilai yang ditetapkan
legalitasnya di kemudian hari. Bentuk dari adalah nilai yang dianggap mutlak
hukum ini adalah sebagai berikut : kebenarannya .
1) Aturan perundang-undangan Selain keunggulan di atas ada
tersistematika dalam suatu struktur keunggulan lain dari hukum positif keras
hierarkhis (dari paling atas sampai paling yaitu: “femiliar, intelegibel, aksesibel,
bawah) verikatif, koordinatif, dan fasilitatif”.[12]
2) Adanya Yurisprudensi ( putusan hakim Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
yang telah mempunyai kekuatan yang :
tetap) (1) Femiliar artinya, hukum tersebut mudah
3) Hukum merupakan perjanjian yang telah dikenali
disepakati (konsensus) (2) Intelegibel, artinya dapat dipahami
Contoh dari aturan hukum tertulis dengan mudah
yang keras adalah “ barang siapa yang (3) Aksesible, artinya tiap-tiap subyek
secara melawan hukum dengan sengaja memperoleh akses yang sama dalam hukum
melakukan perbuatan yang mengakibatkan (4) Verivikatif, artinya pada aturan tertulis
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan berlaku keuntungan dalam aspek
hidup, diancam dengan pidana penjara pembuktian, bahwa orang tidak perlu
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda lagi membuktikan berlakunya aturan-
paling banyak Rp. 500.000.000,- (limaratus aturan untuk menyenangkan hati hakim
juta rupiah). Aturan tersebut tertulis, pasti (5) Koordinatif artinya, penguasaan orang
dan jelas. Oleh karena itu barangsiapa yang terhadap hukum senantiasa bisa
melakukan perbuatan melawan hukum maka diselaraskan ulang pada apa yang
dapat dipenjara (maksimal 10 tahun) dan dituangkan dalam kodifikasi, sehingga
dikenakan denda.(Maksimal Rp. mereduksi berbagai potensi
500.000.000). ketidakpastian

Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019


103

(6) Fasilitatif, artinya bahwa untuk dan universal timbul dari perawatan
keperluan pengembangan peraturan religius, memilki bobot mistis atau hal-
hukum atau perundang-undangan, hal yang bersifat kelangitan. Sedang
dalam membentuk yang baru, maka hukum positif merupakan kelompok
hukum tertulis juga menyediakan aturan yang lingkup penerapannya
berbagai kemudahan. dibatasi pada suatu yuridiksi dan berlaku
Tesis tersebut di atas (segregasional pada suatu waktu tertentu saja. Hukum
dalam positif hukum), meng- indikasikan positif tidak kekal dan universal, daya
adanya supremasi hukum sebuah jangkauannya meliputi tataran yang jauh
karakteristik hukum modern, yang berguna konkrit dan keseluruhan hukum yang
melayani pola kehidupan yang modern yang abstrak.
sangat kompleks, kehidupan yang sangat 2) Dibawah aturan hukum positif,
bervariasi dan perkembangan masyarakat masyarakat, manusia satu sama lainnya
yang tersusun secara organisasional. Maka hidup dalam sausana intersubyektif,
hukum tertulis sangat perlu dan dibutuhkan diantara mereka terjalin beragam relasi
dalam kehidupan modern sekarang ini. kemasyarakatan dengan segala
kompleksitas yang menyertai, sehingga
b. Tesis Positivis Lunak ( Tesis Positivistis hukum merupakan bagian dari kultur
Amalgamasional) yang dapat diidentifikasikan dalam
Positif lunak atau Positif realitas kemanusiaan, yang
Amalgamasional adalah suatu penolakan sesungguhnya.
terhadap Segregasi Analitik yaitu hukum 3) Hukum positif tidak dibatasi pada
positivis keras. Positivisme lebih berpihak kelompok klaim-klaim tertulis yang
ruas pengamalgamsian atau tradisi diperoleh secara material positif, tetapi
pengakuan terhadap keseluruhan komponen juga melingkupi keseluruhan klaim-klaim
hukum tertulis dan keseluruhan komponen normatif yang ada di luar struktur
tidak tertulis sebagai hukum positif. Tesis ini hierarkhis kodifikasi, atau keseluruhan
berusaha mengungkap pandangan sumber hukum tertulis lainnya yang :
kefilsafatan tentang hukum dalam cara-cara (a) Dapat membawa akibat kepatuhan
yang lebih luas. Atau pandangan yang pada subjek-subjek (keseluruhan
berorientasi pada kefilsafatan. Walaupun model hukum)
tesis ini penolakan terhadap agregasional (b) Memerlukan realisasi, termasuk
tetapi positivisme tidak berpihak kepada serangkaian hukum yang timbul dari
hukum alam. Tesis mengusahakan ius kesadaran hukum seseorang,
positum (hukum positif), dengan sehingga kita tarik elemen-
memisahkan mana hukum positif mana elemennya secara keseluruhan,
hukum alam. Positif dalam amalgamasional pengertian hukum positif meliputi :
berintikan asmsi-asumsi fundamental Keseluruhan kaidah dalam tata
tertentu, yang keseluruhannya diasumsikan urutan perundang-undangan, traktat
sebagai hal yang sudah benar dengan (perjanjian internasional) putusan
sendirinya. Tidak memerlukan pengujian hakim yang telah memperoleh
atau verifikasi. Tokohnya adalah Friedricch kekuatan tetap, perjanjian, pendapat
Karl von Savigny (Jerman), Paul atau rekomendasi dari teorisi dan
Vinogradoff, H.L.A Hart (USA) dan Paul filsafat hukum, anggaran dasar dari
Sholten, JJ.H Bruggink (Belanda). suatu badan hukum terkait, dan
Menurut Herman Bakir[13] tesis keseluruhan hukum tidak tertulis
amalgamasional hukum positif mempunyai (idiologi, wawasan, kesadaran
keunggulan sebagai berikut : hukum, kebiasaan dan sebagainya).
1) Hukum Positif (hukum eksis) dan 4) Hukum positif bukanlah paket yang hadir
material yang secara definitif ditetapkan terpisah atau mandiri dari tatanan
sebagai hukum dalam pengertian positif masyarakat. Hukum positif senantiasa
bukan hukum alam, melainkan diwarnai oleh dan mewarnai karakteristik
keseluruhan sistem kaidah umum dari komunitas yang didalamnya
kemasyarakatan. Hukum alam adalah ia menggeliat. Atau melebur dalam
diasumsikan sebagai hukum yang kekal masyarakat, dan menjadi pedoman
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
104

tingkah laku tertentu yang dapat diamati. gradual, mewujudkan suatu realitas organik
Berlaku demikian karena hanya dalam (tersistematisasi) dalam suatu komunitas
roh dan karakter itulah para pengemban masyarakat.
kebijakan dapat menemukan sesuatu Selain itu menurut tesis positif
yang dalam masyarakatnya dihayati dan amalgamasional, hukum poistif adalah
disadari sebagai tujuan hukum, fungsi meliputi keseluruhan kaidah yang eksis
hukum dan cita hukum. Setiap aturan dalam suatu sistem hukum tidak hanya yang
hukum memiliki pretensi untuk tertulis tapi juga yang tidak tertulis yang
mengabdi pada tujuan, fungsi dan cita eksis sebagai kaidah perilaku yang
tertentu . Keyakinan itulah yang menjadi terendapkan dalam kesadaran hukum
jiwa bagi setiap sistem hukum yang eksis masyarakat, selama subjek-subjek
kapan dan dimanapun. mengimplikasikan kepatuhan. Hal ini
5) Hukum positif memanifestasikan diri berlawanan dengan tesis sebelumnya yaitu
kedalam keseluruhan struktur formal dari segregasional, dimana hukum menunjuk
gejala dan konsep yang didalam pada sejumlah aturan yang dirumuskan
masyarakat secara faktual berfungsi dalam bentuk tertulis, yang pembentukan
sebagai hukum. Isinya mengimplikasikan serta penerapannya diusahakan dan
kepatuhan bagi subyek-subyek, dipaksakan oleh kekuasan negara atau
kepatuhan justisional, akan mematuhi otoritas publik.
karena tidak ada kontradiksi. Hukum Hukum tidak tertulis adalah
mewujudkan kesatuan, membentuk kelompok aturan yang mewujudkan dirinya
sistem-sistem yang logis dan konseptual. kedalam tradisi yang bermuatan nilai-nilai,
Ketika unsur kesatuan merupakan yang menggeliat dan berkembang sebagai
sesuatu yang mutlak dan hadir dalam produk sejarah dan kemasyarakatan di
rohani manusia, maka apapun isinya suatau komunitas tertentu, melalui opini
hukum, betapapun sistematikanya dari populer dan secara khas menyempurnakan
hukum akan selalu berbeda terutama dan terdapat sanksi yang pembebanannya
dalam yuridiksi dan periode (berlakunya) turun temurun yang terpola dalam
masing-masing. Sistem-sistem itu dapat masyarakat.
dibandingkan, tetapi mewujudkan satu Kelompok hukum tidak tertulis
kesatuan dari spesies aturan hukum. mewujudkan sistemnya sendiri di luar
6) Kesatuan-kesatuan yang sistem hukum tertulis. Tiap-tiap hukum
dimaksudkan,yang merupakan sistem tidak tertulis akan mengungkapkan nilai-
dari aturan-aturan kemasyarakatan. nilai yang harus diperjuangkan untuk
Dalam tesis ini kita harus memperhatikan selanjutnya dapat menemukan bentuk
dimensi aturan kemasyarakatan, yakni tertulisnya. Oleh karena itu apabila dalam
serangkaian situasi dalam mana bagian pembuatan hukum tertulis tidak dijiwai atau
dari masyarakat, menanggapi dan dikarakterisasi hukum tidak tertulis maka
mempertentangkan sikap mereka jiwa dan karakternya tidak ada atau tidak
terhadap aturan-aturan itu sendiri. Aturan kelihatan. Hal tersebut melepaskan diri dari
yang ada dalam masyarakat memisahkan sejarah peradaban manusia sebagai subjek
antara sesuatu yang disebut “rules” hukum.
(aturan) dan sesuatu yang disebut Dalam amalgamasional menawarkan
“Habit” (kebiasaan) sebuah sisi kepatuhan terpisah dari
Dari penjelasan pada nomor satu bangunan positivisme hukum, atau
sampai nomor 6 tentang hukum positif yang kontroversi dengan positif segregasional.
lunak atau positif amalgamasional, adalah Konsep ini tumbuh dengan dalil bahwa
pengertian hukum tidak hanya dibatasi oleh orang patuh pada hukum bukan karena
hukum yang dibentuk atau ditetapkan hukum itu memiliki karakteristik yang
otoritas penguasa, atau semata-mata produk mengharuskan atau memaksakan, karena
pertimbangan serta kehendak sewenang- alasan-alasan emosional dan sangat
wenang (secara sepihak) dari pejabat pribadi[14]. Dalam konsep ini subjek hukum
pemangku otoritas, melainkan patuh terhadap hukum bukan karena
kompartemen-kompartemen yang paksaan dari otoritas publik atau politik,
berkembang secara perlahan-lahan dan melainkan adanya tekanan-tekanan yang
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
105

cenderung bersifat emosi dan individual, tersebut bahwa alam ini terjadi hubungan
seperti perasaan malu, perasaan cinta kasih, sebab akibat sebagai kesatuan yang
perasaan ngeri, perasaan cinta damai dan berhubungan.
sebagainya tertanam dalam diri subjek Dari pengertian di atas maka
hukum. Seperti seseorang akan malu, atau pertanyaan selanjutnya adalah “ Mengapa
keluarganya akan sangat malu apabila dia aliran positivisme tetap eksis sampai abad
ditangkap polisi karena melakukan 20 ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
perbuatan yang merugikan masyarakat ada beberapa analisis sebagai berikut :
seperti mencuri, membunuh, memperkosa 1. Positivisme adalah suatu paham yang
dan sebagainya. Seseorang ini patuh meyakini suatu asumsi bahwa alam
terhadap hukum bukan paksaan dari otoritas semesta adalah suatu situasi acak berada
publik atau kekuasaan politik, tetapi patuh di ranah indrawi, memperlihatkan adanya
terhadap hukum karena perasaan malu. beragam proses interaktif yang
Atau contoh lain seseorang tidak fungsional antar elemen ditengah kancah
menganiaya, tidak menyakiti orang lain yang penuh kocokan yang menghasilkan
sebagai kepatuhan terhadap hukum karena berbagai kemungkinan dalam jumlah
seseorng itu mempunyai perasaan cinta yang tak terbelenggu, menstrukturkan
damai bukan paksaan. Sehingga kepatuhan adanya hubungan kausalitas yang final.
dalam positif amalgamsional berbeda Ini menunjukkan bahwa aliran
dengan kepatuhan positif agregasional. positivisme bedasarkan teori kausalitas,
ada sebab dan ada akibat. Akibat muncul
6. Eksistensi Aliran Positivisme Abad XX karena sebab. Tanpa sebab tidak ada
Seperti telah diuraikan di atas bahwa akibat.
aliran positivisme adalah suatu aliran atau 2. Aliran positivisme dalam kaidah hukum
paham yang menurut Hans Kelsen (Jerman) disebut sebagai legisme, yaitu suatu
atau disebut Eine Reine Rechtehre dan paham (isme) bahwa kehidupan
Lengdell dengan mekachanistis bernegara bangsa mestilah semata-semata
Jurisprudence adalah suatu perangkat teori berdasarkan hukum undang-undang
dan ajaran dalam ilmu hukum dan praktek (lege, lex)[16]. Menurut Langdell pada
hukum modern yang didasarkan pada abad 19 kajian hukum positif disebut
landasan falsafah positivisme yang Legal Science atau Mechanistic
berkembang dalam alur para dima Galilean. Jurisprudence. Maka perlu ada undang-
Aliran positivisme baik dalam ilmu hukum undang yang berasal dari kesepakatan-
maupun dalam praktek hukum adalah kemudian dipositifkan dan diwujudkan
sebagai teori dan ajaran yang mereduksi dalam undang-undang. Paradigma
eksistensi manusia dalam proses hidupnya legisme positivisme adalah paham
yang dikuasai oleh kepastian hukum sebab bahwa kebenaran harus bisa ditunjukkan.
akibat. Positivisme sepertinya bebas, akan Wujud fisiknya lewat cara penyimakan
tetapi dalam kehidupan yang nyata adalah indrawi yang kasat mata. Aliran ini eksis
terikat. (karena diatur oleh norma yang karena ada bentuk nyata berupa hukum
terdapat dalam undang-undang). Atau undang-undang yang dapat digunakan
manusia dikontrol oleh hukum yang lengkap oleh manusia untuk mengatur
dan bebas. kehidupannya. Di sini positivisme
Positivisme dapat juga dikatakan mengharuskan ada undang-undang
suatu paham falsafati dalam alur tradisi sebagai hukumnya.
pemikiran Galilean (Newtonian), yang 3. Positivisme mengilhami adanya
digunakan oleh para ahli astronomi dan positivisasi hukum. Positivisasi hukum
fisika. Positivism bertolak dari anggapan adalah suatu proses transformasi dari
aksiomatik bahwa alam semesta ini pada hukum dalam wujudnya metafisik /
hakekatnya adalah suatu himpunan metayuridis sebagai ‘ide’ ke hukum
fenomenon yang saling berhubungan secara dalam bentuknya yang lebih konkrit dan
interaktif dalam suatu jaringan kausalitas, tersimak ada secara indrawi. Lewat cara
yang dinamis, deterministik dan mekanistik. ini hukum sebagai norma keadilan akan
Fenomenon yang satu sebagai penyebab tertransformasikan ke bentuknya sebagai
fenomenon yang lain[15]. Dari penjelasan hukum positif, ialah hukum yang
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
106

menampakkan diri dalam wujudnya yang memperoleh otoritas publik. Nilai yang
kasat mata. Hukum sebagai potret suatu ditetapkan yaitu nilai yang dianggap mutlak
waktu (legisme). kebenarannya .
4. Dalam aliran positivisme yang legisme Keunggulan lainnya adalah:
lebih dapat menjamin kepastian hukum, Femiliar artinya, hukum tersebut mudah
karena hukumnya tertulis, pasti dan jelas. dikenali, Intelegibel, artinya dapat dipahami
Sehingga dapat menjadi pedoman bagi dengan mudah, Aksesible, artinya tiap-tiap
manusia terhadap apa yang subyek memperoleh akses yang sama dalam
diperbolehkan dalam hukum dan apa hukum, Verivikatif, artinya pada aturan
yang tidak diperbolehklan dalam hukum. tertulis berlaku keuntungan dalam aspek
Hukum dapat dikatakan sebagai social pembuktian, bahwa orang tidak perlu lagi
control atau sebagai kontrol masyarakat membuktikan berlakunya aturan-aturan
5. Hukum positif tetap eksis selain tertulis, untuk menyenangkan hati hakim,
pasti dan jelas, juga karena dapat Koordinatif artinya, penguasaan orang
membentuk ketertiban masyarakat, terhadap hukum senantiasa bisa diselaraskan
walaupun dalam mewujudkannya dengan ulang pada apa yang dituangkan dalam
cara paksaan yang dilakukan oleh otoritas kodifikasi, sehingga mereduksi berbagai
publik atau kekuatan politik (positif potensi ketidakpastian, Fasilitatif, artinya
Segregasional - Hukum positif Keras), bahwa untuk keperluan pengembangan
selain itu karena dapat membentuk peraturan hukum atau perundang-undangan,
ketertiban masyarakat melalui kepatuhan dalam membentuk yang baru, maka hukum
karena kesadaran bukan paksaan. (Positif tertulis juga menyediakan berbagai
amalgamsional - hukum positif lunak). kemudahan.
6. Hukum positif sebagai perwujudan aliran
positivisme, banyak dianut negara di D. Penutup
dunia yang negara tersebut menganus Berdasarkan uraian-uraian di atas
sistem “Rule of Law” atau Hukum maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Undang-Undang, seperti USA, 1. Aliran Positivisme adalah suatu paham yang
Singapura, Australia, Malaysia, Indonesia meyakini suatu asumsi bahwa alam semesta
yang menjunjung tinggi tata tertib adalah suatu situasi acak berada di ranah
perundang-undangan. indrawi, memperlihatkan adanya beragam
Positivisme masih eksis karena proses interaktif yang fungsional antar
keunggulannya adalah : Adanya Kepastian elemen ditengah kancah yang penuh
Yang Prediktabel artinya adanya jaminan kocokan yang menghasilkan berbagai
kepastian hukum menunjukan adanya kemungkinan dalam jumlah yang tak
pengertian mana yang boleh menurut hukum terbelenggu, menstrukturkan adanya
dan mana yang tidak boleh menurut hukum, hubungan kausalitas yang final. Ini
apa yang menjadi hak dan kewajiban orang- menunjukkan bahwa aliran positivisme
orang tertentu dalam situasi konkrit tertentu. bedasarkan teori kausalitas, ada sebab dan
Dengan hukum tertulis yang dapat ada akibat. Akibat muncul karena sebab.
menjamin kepastian maka akan dapat Tanpa sebab tidak ada akibat.
diketahui atau diprediksi model putusan Aliran positivisme dalam ilmu hukum,
hakim terhadap konflik-konflik yuridis. mempunyai ciri-ciri atau karakter sebagai
Para hakim menggunakan hukum tertulis beikurt:
sebagai kriteria normatif (alat pengukur) a. Hukum dibentuk menjadi Undang-
untuk menentukan apa yang sah berdasarkan Undang (lege) yang tersimak dalam
hukum dan apa yang tidak sah berdasar rumusan sebab akibat.
hukum. Selain itu adanya Ketetapan dalam b. Hukum Netral dan Obyektif ( Rule of
hal ‘Nilai’. Artinya hukum yang tertulis, Law not Rule of man)
pasti dan jelas, menetapkan nilai yang c. Hukum diberi status yang tertinggi
mempunyai akibat dan dan tidak boleh (supreme corpus atau Rechtstaat)
memperdebatkan legalitasnya. Manakala d. Hukum dikelola oleh ahlinya yang
otoritas pembentuk undang-undang telah independen / imparsial
memperoleh nilai, maka nilai tersebut e. Hukum bersifat formal, tak personal
bersifat tetap dijadikan sebagai aturan, dan esensi/ substansi moralnya
Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019
107

f. Hukum ada demi kepastian aturan hukum


undang-undang.

2. Aliran ini tetap eksis sampai abad 20, karena


hukumnya bentuknya Undang-Undang yang
tertulis, pasti dan jelas, mana yang
diperbolehkan mana yang dilarang, maka
disebut hukum undang-undang (Rule of
Law). Selain itu banyak negara masih
menggunakannya karena adanya jaminan
kepastian hukum yang berbentuk undang-
undang. Putusan hakim dapat diprediksikan
karena adanya kepastian mana yang
diperbolehkan dan mana yang tidak
diperbolehkan. Hukum positif sebagai
perwujudan positivisme dapat mewujudkan
ketertiban masyarakat dengan paksaan atau
kesadaran karena kepatuhan.

Referensi
[1] Anom Surya Putra, 2003, Teori Hukum
Kritis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
[2] Bernard L Tanya, 2010, Teori Hukum,
Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Gentha Publishing, Yogyakarta.
[3] Hans Kelsen, Essays In Legal and Moral
Philosophy, alih Bahasa B. Arief Sidarta,
2006, Hukum dan Logika, Alumni,
Bandung.
[4] Faisal, 2010, Menerobos Positivisme
Hukum, Rangkang Education, Yogyakarta.
[5] Herman Bakir, 2007, Filsafat Hukum
Desain dan Arsitektur Kesejahteraan,
Cetakan I, PT. Refika Aditama, Bandung.
[6] H.L.A Hart, 2012, Concept of Law,
(terjemahan), Nusa Media, Bandung.
[7] H. R. Otje Salman dan Anthon F.
Susanto, Teori Hukum, 2007, Cetakan III,
PT. Refika Aditama, Bandung.
[8] Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2002,
Pengantar Filsafat Hukum, Cetakan III,
PT. Mandar Maju, Bandung.
[9] Soetandiyo Wignyosoebroto , 2007.
Filsafat Hukum, HUMA, Semarang.
[10] Sudikno Mertokusumo, 2011,
Teori Hukum, Cetakan Keenam, Cahaya
Atma Pustaka, Yogyakarta.
[11] Theo Hujbers, 1992, Filsafat
Hukum dalam Lintasan Sejarah, Kanisius,
Yogyakarta.

Jurnal Meta-Yuridis Vol. 2 No.1 Tahun 2019

Anda mungkin juga menyukai