Anda di halaman 1dari 3

1.

Ciri-ciri konstitusi fleksibel dan rigid serta apakah UUD 1945 sudah sesuai dengan kriteria tsb :
- Konstitusi Fleksibel artinya apabila konstitusi tersebut ingin dirubah sewaktu-waktu,
dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan yang sama dengan mekanisme
pengubahan undang-undang biasa.
Ciri-ciri :
1. Elastis.
2. Diumumkan dan bisa diubah dengan cara yang relatif mudah layaknya
Undang-undang.

- Konstitusi Rigid artinya adalah kebalikan dari konstitusi Fleksibel. Yakni suatu
konstitusi yang apabila ingin diubah sewaktu-waktu harus melalui mekanisme
tersendiri yang berbeda dengan cara mengubah Undag-undang.
Ciri-cirinya :
1. Hanya bisa diubah dengan cara yang istimewa, khusus atau dengan
melalui persyaratan yang cukub berat.
2. Derajat serta kedudukannya lebih tinggi dari peraturan perundang-
undangan lainnya.

- Tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 tergolong konstitusi yang bersifat rigid,
karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga dibutuhkan suatu
prosedur khusus, yaitu dengan cara by the people through a referendum. Kesulitan
tersebut semakin jelas dalam praktik ketatanegaraan Indonesia, dengan
diberlakukannya ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 jo. UU No.5 Tahun 1985 yang
mengatur tentang referendum.
Akan tetapi, kesulitan perubahan tsb menurut K.C. Wheare, memiliki motif-motif
tersendiri yaitu :
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang matang,
tidak secara sembarangan dan dengan sadar.
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangan-
pandangan sebelum perubahan dilakukan.
3. Agar ini berlaku dinegara-negara serikat kekuasaan Negara serikat dan
kekuasaan Negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh
perbuatan-perbuatanmasing-masing pihak secara sendiri.
4. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas
agama atau kebudayaannya mendapat jaminan.
Melihat realitas dan kondisi UUD 1945, sekalipun termasuk kategori konstitusi yang
sulit dilakukan perubahan, tetapi apabila dicermati, terdapat peluang untuk
perubahan terhadap konstitusi Indonesia (UUD 1945), meskipun mekanismenya
tergolong berat. Secara Yuridis, terdapat satu pasal yang mengatur mekanisme
perubahan terhadap UUD 1945, yaitu pasal 37 yang menyebutkan :
1. Usul perubahan pasal-pasasl UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR
apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2. Setiap usul perubahan pasasl UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukan
dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota MPR.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD, dilakukan dengan persetujuan
dengan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota MPR.
5. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal 37 UUD 1945 tersebut mengandung empat norma dasar, yaitu :
1. Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai
penjelmaan dari wakil rakyat.
2. Perubahan hanya pada pasal-pasalnya saja, kecuali pasal mengenai bnentuk
Negara.
3. Usul perubahan dilakukan secara tertulis oleh sekurang-kurangnya 1/3
jumlah anggota MPR.
4. Untuk mengubah sekurang-kurangnya dihadiri oleh 2/3 jumlah anggota
MPR da putusan untuk perubahan dilakukan dengan persetujuan lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

2. system pemilu Indonesia dan pasl mengatur asas LUBER JURDIL :


Sistem Pemilu di Indonesia saat ini adalah dengan Demokrasi yang dimana
keputusan untuk memilih wakil rakyat ditentukan oleh rakyat Indonesia sendiri. Pemilihan
umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.

 "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak
boleh diwakilkan.
 "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah
memiliki hak menggunakan suara.
 "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
 "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui
oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan
singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum
harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara
yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih
memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil"
adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur
dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga
penyelenggara pemilu.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 22 E ayat 1 yang mengatakan “Pemilihan umum
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun
sekali”. Itulah yang menjadi alas an dan landasasn asas-asas pelaksanaan pemilu yang
kemudian disingkat menjadi LUBER dan JURDIL. Pemilu sering kali dijadikan tolaK UKUR
KESUKSESAN NEGARA dengan system demokrasi seperti Indonesia.

3. KY pelaksana kekuasaan kehakiman? Apa wewenangnya?

“…. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 telah menegaskan bahwa KY bukanlah merupakan pelaksana
kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element atau state auxiliary organ. Oleh karena
itu, sesuai dengan k=jiwa spirit konstitusi dimaksud, prinsip checks and balances tidak benar jika
diterapkan dalam pola hubungan internal kekuasaankehakiman. Karena itu hubungan checks and
balances tidak dapat berlangsung antara MA sebagai principal organ dengan KY sebagai auxiliary organ.
KY bukanlah pelaksana kekuasaan kehakiman melainkan sebagai supporting element dalam rangka
menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka, bersih, dan berwibawa. Meskipun untuk melaksanakan
tugasnya KY sendiri pun bersifat mandiri.

Wewenang dan Tugas :

 Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah


Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
 Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung;

Anda mungkin juga menyukai