Anda di halaman 1dari 11

RETENSI ENERGI

Nama : Alexander Jason


NIM : B1A018049
Rombongan : IV
Kelompok :2
Asisten : Fadhna Alunka Majid

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Energi merupakan sesuatu yang tidak terlihat tetapi dapat dihitung berdasarkan
beberapa kondisi standar tertentu. Retensi energi merupakan besarnya energi pakan yang
dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh. Retensi energi pada ikan juga
dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Ikan karnivora lebih baik dalam perolehan energi
yang dialokasikan untuk petumbuhan dibandingkan dengan ikan herbivora. Hal ini
disebabkan ikan herbivora banyak mengkonsumsi bahan yang sulit dicerna seperti
selulosa sehingga limbah yang dikeluarkan lebih banyak daripada ikan karnivora
(Murtidjo, 2001). Retensi energi adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan
yang dapat disimpan di dalam tubuh energi yang berasal dari pakan dipergunakan dalam
kegiatan pemeliharaan hidupnya, yaitu untuk tumbuh, berkembang, dan bereproduksi
(Khalida et al., 2017).
Pakan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan budidaya yang
menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya. Pakan pada kegiatan
budidaya umumnya adalah pakan komersial yang menghabiskan sekitar 60-70% dari total
biaya produksi yang dikeluarkan. Pakan yang mengandung sumber mineral, vitamin, dan
asam amino sangat diperlukan dalam pertumbuhan untuk menghasilkan energy yang akan
digunakan untuk aktivitas (Rehman et al., 2013). Retensi energi berhubungan dengan
kadar protein pakan, karena pakan selain mengandung karbohidrat dan lemak juga
mengandung protein yang berguna sebagai sumber energi utama untuk pertumbuhan
(Khalida et al., 2017).

Faktor yang mempengaruhi retensi energi menurut Kumar & Tembhre (1997), adalah
ukuran tubuh. Proporsi energi yang dialokasikan pada berbagai komponen energy intake
berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh ikan. Retensi energi juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Cui et al. (1996), seperti menurunnya energy intake,
meningkatnya proporsi energi yang hilang melalui feses, urine, meningkatnya energi
yang dipakai untuk produksi panas, meningkatnya kandungan energi tubuh, relatif pada
ikan yang berukuran lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh Khalida et al. (2017),
mengenai retensi energi pada ikan bawal air tawar menujukkan bahwa penambahan lisin
pada pakan ikan bawal air tawar dapat meningkatkan nilai retensi energi. Menurut
Subekti et al. (2011), pemberian pakan buatan dan pakan alami cacing sutera untuk ikan
sidat menunjukkan nilai retensi energi yang kecil dibandingkan dengan retensi energi
normal.
Pertumbuhan ikan yang diakibatkan oleh asupan pakan yang diperoleh dapat diukur
dari bertambahnya bobot ikan. Pertambahan yang terjadi pada bobot ikan menandakan
bahwa bertambah pula komponen-komponen penyusun tubuh ikan yang meliputi protein,
lemak, karbohidrat, dan lain-lain yang berasal tidak lain dari pakan ikan yang
dikonsumsi. Komponen penyusun tubuh ini dapat dinilai dalam satuan energi atau kalori
yang dikandungnya. Maka, pertambahan bobot ikan dapat dinilai pula sebagai
pertambahan energi tubuh pada ikan (Amalia et al., 2014).
Retensi pada ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pertama kualitas
pakan. Semakin baik kulitasnya maka semakin baik pertumbuhan ikan itu sendiri.
Umumnya ikan memerlukan protein sekitar 20–60% dari pakan yang diberikan dan kadar
optimumnya adalah 30–36%. Kadar protein dalam makanan kurang dari 6% berat basah,
ikan tidak dapat tumbuh dengan baik. Kedua adalah temperatur karena suhu sendiri
mempengaruhi nafsu makan dan laju metabolisme ikan. Pada temperatur 30 – 40 °C akan
terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat dan juga akan meningkatkan retensi
energi. Sedangkan faktor yang menentukan kebutuhan pakan harian pada ikan adalah
ukuran, bobot dan umur ikan, perbedaan lingkungan terutama suhu air, kandungan
oksigen terlarut, dan agresifitas ikan untuk mendapatkan protein (Djarijah, 1995).
Bomb calorimeter adalah seperangkat alat yang berfungsi untuk mengetahui jumlah
energi dalam tubuh ikan, dan mampu mengukur panas dalam tubuh ikan yang
ditimbulkan oleh pembakaran dengan wadah tertutup yang sangat tahan tekanan tinggi.
Secara umum, kondisi kalorimetri bom standar adalah 30 atm oksigen murni untuk
mengukur pembakaran sempurna (Overdeep & Weihs, 2015). Bomb calorimeter terdiri
dari cangkir kecil yang berisi sampel, oksigen, stainless steel bomb, air, pengaduk,
termometer, isolasi wadah (untuk mencegah aliran panas dari kalorimeter ke lingkungan)
dan rangkaian pengapian yang terhubung ke bomb calorimeter (Wiedsma et al., 2014).
Fungsi bomb calorimeter adalah mengukur jumlah kalori (nilai kalori) yang dibebaskan
pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan, atau
bahan bakar dari suatu produk biasanyadapat disebut untuk mengukur Heating Value
suatu material. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup
dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik
dari kawat logam terpasang dalam tabung. (Effendi, 1979).
B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah melihat seberapa banyak energi yang dikonsumsi
yang dapat disimpan dalam tubuh (retensi energi).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele (Clarias
gariepinus) dan pelet

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah akuarium, oven, bomb
calorimeter, pellet marker, mortar, aluminium foil, blender, timbangan analitik dan
pestel.

B. Cara Kerja

1. Ikan lele kecil dan ikan lele besar diambil dari aquarium dan dimatikan.
2. Ikan ditimbang sebagai bobot basah (BB) ikan awal dan akhir.
3. Ikan dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam oven untuk
dikeringkan dengan suhu 70° C selama 7 hari.
4. Ikan dihaluskan menggunakan blender, serta ditimbang dan dicetak menjadi pelet.
5. Pelet ditimbang (0,5 - 1 gram) dan diukur dengan bom kalorimeter untuk
mengetahui nilai energi bom ikan (EB).
6. Nilai retensi energi pada ikan dihitung dengan rumus :

∑ Energi ikan akhir = BK ikan akhir x EB ikan akhir (kal)

∑ Energi ikan awal = BK ikan awal x EB ikan awal (kal)

∑ Pakan yang di konsumsi = 5% x BB ikan awal x lama pemeliharaan

∑ Energi pakan (EP) = ∑ pakan yang dikonsumsi x EB pakan (kal)

∑ Energi ikan akhir −∑ Energi ikan awal ×100 %


RE = ∑ EP x 100%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Retensi Energi


Kelompok Bobot Bobot Jumlah Energi Energi Ikan Energi Jumlah ANER
Basah Basah Pakan Bom Awal Ikan Energi (%)
Awal Akhir Dikonsumsi Pakan Akhir Pakan
(gr) Kal/g Dikonsums
i
1 5 25 15 4735,97 4588,29 7335,80 71039,55 3,867
2 15 4734,95 4576,45 7341,75 71024,25 3,893
5 30
3 12 4725,15 4562,91 7325,64 56701,8 4,872
4 25
4 12 4725,92 4575,54 7315,63 6711,04 4,831
4 24
5 18 4720,86 4592,55 7343,53 84975,48 3,237
6 25
6 18 4745,12 4572,63 7327,92 85412,16 3,226
6 35
7 10,5 4765,05 4584,18 7372,15 50033,02 5,572
3,5 20,5
8 10,5 4715,75 4575,13 7336,83 49515,37 5,577
3,5 21,5
9 13,5 4727,89 4564,13 7324,23 63826,51 4,324
4,5 22,5
10 16,3 4728,97 4573,24 7341,53 78028,05 3,548
5,5 25,5
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan kelompok 1 didapatkan besar jumlah pakan yang


dikonsumsi adalah 15gr. Bobot basah awal ikan yaitu 5gr dengan rumus perhitungan
jumlah pakan yang dikonsumsi adalah ∑ Pakan yang di konsumsi = 5% x BB ikan awal x
lama pemeliharaan. Hasil jumlah energi pakan yang dikonsumsi untuk kelompok 1
adalah 71039,55 kal dengan 15gr jumlah pakan x 4735,97 kal energi pakan. Hasil retensi
energi kelompok 1 adalah 3,867% dengan rumus perhitungan RE (ANER) =

∑ energi ikan ak hir−∑ energi ikanawal x 100%


∑ energi yang dikonsumsi
7335,80−4588,29
= x 100%
71.039,55
= 3,867%
Berdasarkan hasil yang didapatkan yaitu besar retensi energi 3,867% hal ini tidak
sesusai dengan referensi. Menurut Elliot & Elliot (1997), proporsi jumlah makanan yang
dimakan ikan hanya 10% saja yang digunakan untuk pertumbuhan sedangkan yang
lainnya digunakan untuk tenaga atau memang tidak dapat dicerna. Energi yang diperoleh
dari pakan, sebagian digunakan untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi hilang
dalam bentuk feses dan sampah metabolik yang diekskresikan. Rendahnya retensi energi
pada ikan yang diuji mungkin disebabkan karena ikan yang diuji mengalami stress
sehingga tidak nafsu makan, ikan dalam kondisi stress ditandai dengan menurunnya nafsu
makan, dan kurang agresifnya ikan ketika pemberian pakan, selain itu ikan akan menjadi
lemah, dan lemas akibat tidak makan dan tidak energy yang disimpan dalam tubuh sangat
sedikit (Kurniawan et al., 2017).
Faktor yang mempengaruhi retensi energi antara lain konsumsi ransum, konsumsi
protein, kualitas protein, dan temperatur,. Selain itu retensi juga dipengaruhi oleh
menurunnya energi yang masuk, meningkatnya proporsi energi yang hilang melalui feses
atau urin. Perhitungan metabolisme suatu bahan menurut pernyataan The et al. (2017),
dapat terjadi jumlah nitrogen feses dan urin lebih banyak dibandingkan jumlah nitrogen
dari pakan yang dikonsumsi. Menurut Elliot (1997), pada temperature 30-40°C akan
terjadi peningkatan metabolism yang sangat cepat dan akan meningkatkan retensi energi.
Protein adalah komponen paling mahal dalam makanan ikan dan memainkan peran
penting dalam pertumbuhan ikan. Tentang komposisi makanan, meminimalkan kadar
protein sambil mengoptimalkan keseimbangan energi sangat penting karena faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi asupan pakan dan pemanfaatan nutrisi dan retensi pada ikan.
Rasio protein terhadap energi. Energi non-protein tidak memadai, protein makanan dapat
dikatabolisme dan digunakan sebagai sumber energi untuk memenuhi pemeliharaan
sebelum pertumbuhan. Menyediakan rasio protein yang seimbang dengan energi non-
protein dalam diet dapat menghindarkan protein dari metabolisme energi dan juga
meningkatkan pemanfaatannya untuk pertumbuhan ikan. (Ali et al., 2018)
Kebutuhan nutrisi dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan dan kandungan
energinya. Sedangkan jumlah pemberian pakan selain dipengaruhi oleh kandungan
energi juga dipengaruhi kapasitas saluran pencernaan ikan. Apabila jumlah pemberian
yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan koversi pakan yang terbaik (Haetami,
2012). Retensi energi merupakan gambaran dari banyaknya energi yang tersimpan dalam
bentuk jaringan di tubuh ikan dibagi dengan banyaknya energi dalam pakan yang
dikonsumsi. Ikan memiliki kebutuhan dan kemampuan memanfaatkan sumber energi
pada setiap organisme berbeda-beda. Pertumbuhan ikan sangat ditentukan oleh besarnya
sumber nutrisi dalam pakan (Kusumawati & Suko, 2014).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa besar retensi energi (%)
kelmpok 1 yaitu 3.867, kelompok 2 = 3,893, kelompok 3 = 4,872, kelompok 5 = 4,831,
kelompok 6 = 3,237, kelompok 7 = 5,572, kelompok 8 = 5,577 , kelompok 9 = 4,324 dan
kelompok 10 = 3,548. Hasil retensi tiap kelompok berbeda-beda dapat disebabkan karena
beberapa faktor yaitu, berat ikan, kualitas pakan, temperatur, kondisi fisiologis ikan dan
umur ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Z., Paul, M., Jana, P., Rahman, M. K., & Mahmud, Y. (2018). Optimization of
dietary protein to energy ratio (P/E ratio) for Sutchi catfish, Pangasianodon
hypophthalmus (Sauvage, 1878) fingerlings.
Amalia, F., Nirmala, K., Harris, E. & Widiyanto, T., 2014. Kemampuan Lemna (Lemna
Perpusilla Torr.) sebagai Fitoremediator untuk Menyerap Limbah Nitrogen dalam
Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) di Sistem Resirkulasi. LIMNOTEK-
Perairan Darat Tropis di Indonesia, 21(2), pp. 185–192.
Arief, M., Fitriani, N., & Subekti.,2014. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada
Pakan Komersial terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6(1), pp. 49-50.
Cui, Y., Hung, S. & Zhu, X., 1996. Effect of Rotation and Body Size on the Energy Budget
of Juvenile White Sturgeon. Biology Journal Fish, 9(1), pp. 451-459.

Djarijah, A.S., 1995. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.


Effendi, M. I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.

Elliot, W. H., 1997. Biochemistry and Molecular Biology. New York : Oxford.

Haetami, K. 2012. Konsumsi dan Efisiensi Pakan dari Ikan Jambal Siam yang Diberi
Pakan Dengan Tingkat Energi Protein Berbeda. Jurnal Akuatika, III(2), PP. 146-
158.
Khalida, A., Agustono & Widya, P. L., 2017. Penambahan Lisin Pada Pakan Komersial
Terhadap Retensi Protein Dan Retensi Energi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
Kumar, S. & Tembhre, 1997. Anatomy and Physiology of Fishes. New Delhi: Vikas
Publishing House Private Limited.

Kurniawan, A., Fajar B. & Ristiawan A. N., 2017. Pengaruh Pemberian Rekombinan
Hormon Pertumbuhan (rGH) Melalui Metode Oral dengan Interval Waktu yang
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Bawal Air Tawar.
Journal of Aquaculture Management and Technology, 6(3), pp.20-29.
Kusumawati, D. & Suko, I., 2014. Laju Pengosongan Isi Perut Pada Ikan Kerapu Cansir
(Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus corallicola) Sebagai Informasi Awal
Dalam Penentuan Manajemen Pemberian Pakan. Jurnal Akuakultur, 9(3), pp. 399-
406.
Murtidjo, A. B., 2001. Pedoman Meramu Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Overdeep, K. R. & Weihs, T. P., 2015. Design And Functionality Of A High-Sensitivity
Bomb Calorimeter Specialized For Reactive Metallic Foils. Journal Therm Anal
Calorim, 2(7), pp. 32-39.
Rehman, T., Farkhanda A., Noureen A. Q. & Shabnoor I., 2013. Effect Of Plant Feed
Ingredients (Soybean And Sunflower Meal) On The Growth And Body
Composition Of Labeo Rohita. American Journal of Life Sciences, 1(3), pp. 125-
129.
Subekti, S., Prawesti, M. & Arief, M., 2011. Pengaruh Kombinasi Pakan Buatan dan Pakan
Alami Cacing Sutera (Tubifex tubifex) dengan Persentase yang Berbeda terhadap
Retensi Protein, Lemak dan Energi pada Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Jurnal
Kelautan, 4(1), pp. 90-95.

The, F., J. S. Mandey, Y. H. S. Kowel, & M. N., 2017. Nilai Retensi Nitrogen dan Energi
Metabolis Broiler yang Diberi Ransum Tepung Limbah Sawi Putih (Brasia Lapa
L.), Journal zootek, 37(1), pp. 41-49.

Wiedsma, N.J., Peters, J. H. C., Schueren M. A. E., Nulder, C. J. J.& Bodegraven, A. A.,
2014. Bomb Calorymetry, The Gold Standard for Assesment of Intestinal
Absorption Capacity: Normative Values in Healthy Ambulant Adults. Journal of
Human Nutrition and Dietetics, 27(2), pp. 57–64.

Anda mungkin juga menyukai