1 Momentum
Momentum dimiliki oleh benda yang bergerak. Ketika bola bilyard bergerak dengan
kecepatan tertentu bola bilyard dikatakan memiliki momentum. Jika dua bola bilyard
dengan massa sama bergerak dengan kecepatan sama (besar dan arah diperhatikan), maka
momentum keduanya juga sama. Sementara, jika massa salah satu bola lebih besar dari
massa satunya dan keduanya bergerak dengan kecepatan yang sama, maka bola dengan
massa lebih besar mempunyai momentum yang lebih besar. Sementara jika salah satu dari
dua bola bermassa sama bergerak dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan bola
satunya, maka momentumnya juga lebih besar. Dari penjelasan tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa momentum berbanding lurus dengan kecepatan dan massa
benda. Momentum dapat diartikan sebagai hasil kali antara massa benda dengan
kecepatannya. Secara matematis dituliskan:
⃗p=m .⃗v
Dimana:
|1
1.2 Impuls
Misalnya terdapat sebuah gaya F yang bekerja pada benda dengan massa m pada
saat t=t1 hingga t=t 2 . Apabila kecepatan benda saat t1 adalah v 1 dan
v 2−v 1
a=
t 2−t 1 , jika t 2−t 1 =Δt dan sesuai dengan hukum II Newton F=m. a , maka
persamaannya menjadi:
F=m. a
v 2 −v 1
F=m.
t 2−t 1
v 2 −v 1
F=m.
Δt
F . Δt=m ( v 2−v 1 )
F . Δt=m . v 2−m. v 1
|2
Berbagai contoh aplikasi momentum dan impuls dalam kehidupan sehari-hari,
antara lain, sebagai berikut.
1. Ketika sebuah truk dan sebuah sepeda menabrak pohon dengan kecepatan sama, truk
akan memberikan efek yang lebih serius. Hal ini disebabkan perubahan momentum
truk lebih besar dibandingkan dengan perubahan momentum sepeda (massa truk lebih
besar).
2. Ketika peluru ditembakkan dan batu dilemparkan ke sebuah papan, peluru akan
merusak papan lebih serius karena perubahan momentum peluru lebih besar
(kecepatannya lebih besar).
3. Josan yang hendak memecahkan tumpukan kayu harus memberikan kecepatan yang
tinggi pada tangannya agar impuls yang ditimbulkan besar. Kemudian ia harus
menghantam kayu dengan waktu kontak yang sangat singkat agar gaya yang
dirasakan kayu lebih besar.
4. Seorang petinju yang tidak dapat menghindari pukulan lawannya berusaha
mengurangi efek pukulan ini dengan memundurkan kepalanya mengikuti gerakan
tangan lawan. Dengan demikian ia memperpanjang waktu kontak antara tangan lawan
dengan kepalanya sehingga gaya yang ia rasakan lebih kecil.
5. Orang yang jatuh di atas batu akan merasakan efek yang lebih besar dibandingkan
jatuh di atas spon. Hal ini karena spon memberikan waktu tumbukan yang lebih lama
dibandingkan dengan batu.
6. Menendang batu terasa lebih sakit daripada menendang bola, walaupun massa batu
dan bola sama. Ini terjadi karena selang waktu kontak antara kaki dengan bola lebih
lama.
7. Pejudo yang dibanting pada matras dapat menahan rasa sakit karena selang waktu
kontak antara punggung pejudo dengan matras lebih lama sehingga pejudo menderita
gaya impuls yang lebih kecil.
8. Tabrakan antara dua mobil yang mengakibatkan kedua mobil saling menempel sesaat
setelah tabrakan (waktu kontak lebih lama) kurang membahayakan dibandingkan
dengan tabrakan sentral yang mengakibatkan kedua mobil saling terpental sesaat
setelah tabrakan (waktu kontak lebih singkat).
Dua buah bola bergerak berlawanan arah dan saling mendekati. Bola pertama
massanya m1, bergerak dengan kecepatan v1. Sedangkan bola kedua massanya m2
bergerak dengan kecepatan v2. Jika kedua bola berada pada lintasan yang sama dan lurus,
maka pada suatu saat kedua bola akan bertabrakan. Sesuai dengan pernyataan hukum III
Newton, maka kedua bola akan saling menekan dengan gaya F yang sama besar, tetapi
arahnya berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam selang waktu t tersebut,
kedua bola akan saling melepaskan diri dengan kecepatan masing-masing sebesar v1' dan
v2'. Penurunan rumus secara umum dapat dilakukan dengan meninjau gaya interaksi saat
terjadi tumbukan berdasarkan hukum III Newton.
F aksi=−F reaksi
F1 =−F 2
Impuls yang terjadi selama interval waktu t adalah
F1 . Δt=−F 2 . Δt
Karena
I=F . Δt=Δp , maka persamaannya menjadi seperti berikut.
Δp 1= Δp 2
' '
(
m1 v 1 −m1 v 1 =− m2 v 2 −m2 v 2 )
' '
m1 v 1 + m2 v 2=m1 v 1 +m2 v 2
' '
p1 + p2 = p 1 + p 2
|4
Persamaan di atas dinamakan hukum kekekalan momentum. Hukum ini menyatakan
bahwa “jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum total sesaat
sebelum tumbukan sama dengan momentum total sesudah tumbukan”.
Ditinjau dari Hukum Kekekalan Energi yang dimiliki oleh kedua benda sebelum
dan sesudah tumbukan maka tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sebagai
berikut.
1) Tumbukan lenting sempurna atau elastis sempurna.
Pada tumbukan ini, jumlah energi kinetik kedua benda sebelum dan sesudah
tumbukan adalah sama.
2) Tumbukan lenting sebagian atau elastis tak sempurna.
Pada tumbukan ini terjadi kehilangan energi kinetik ketika terjadi tumbukan.
Berkurangnya jumlah energi kinetik setelah tumbukan disebabkan oleh adanya energi
yang berubah menjadi bentuk energi lainnya.
3) Tumbukan tidak lenting sama sekali atau tak elastis sempurna.
Pada tumbukan ini, setelah terjadi tumbukan kedua benda menjadi satu sehingga
keduanya memiliki kecepatan yang sama.
|5
a) Tumbukan Lenting Sempurna
Pada tumbukan lenting sempurna berlaku Hukum Kekekalan Momentum dan
Hukum Kekekalan Energi Kinetik, yaitu jumlah energi kinetik kedua benda sesudah
tumbukan sama dengan jumlah energi kinetik kedua benda sebelum tumbukan. Dengan
kata lain energi yang hilang sama dengan nol.
Persamaan energi kinetik kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan masing-
masing sebagai berikut.
Ek = Ek1 + Ek2 dan Ek = Ek1 + Ek2
Menurut Hukum Kekekalan Energi Kinetik,
Ek = Ek
Ek1 + Ek2 = Ek1 + Ek2
½ m1 v12 + ½ m2 v22 = ½ m1 v12 + ½ m2 v22
Kemudian, ruas kiri dan kanan dalam persamaan tersebut dikalikan dengan 2 sehingga
didapatan persamaan berikut.
m1 v12 + m2 v22 = m1 v12 + m2 v22
m1 v12 – m1 v12 = m2 v22 – m2 v22
m1 (v12 – v12) = m2 (v22 – v22)
m1 (v1 – v1) (v1 + v1) = m2 (v22 – v22)
m2 ( v 22−v 22 ) …………………. (1)
m 1 ( v 1−v 1) =
v 1+ v 1
Dari persamaan Hukum Kekekalan Momentum, didapatkan
m1 v1 + m2 v2 = m1 v1 + m2 v2
m1 v1 – m1 v1 = m2 v2 – m2 v2
m1 (v1 – v1) = m2 (v2 – v2) …………………………. (2)
Ruas kiri dalam persamaan (1) dan persamaan (2) sama sehingga ruas kanan dari kedua
persamaan tersebut juga harus sama. Dengan demikian, dari kedua persamaan tersebut
akan didapatkan
m 2 ( v 22−v 22 )
=m2 ( v 2−v 2 )
v 1+ v 1
Kemudian, dibagi dengan m2 akan diperoleh persamaan
( v22−v 22 )
=( v 2−v 2 )
v 1+ v 1
|6
v22 – v22 ¿ (v2 – v2) (v1 + v1)
(v2 + v2) (v2 – v2)¿ (v2 – v2) (v1 + v1)
Jika ruas kiri dan kanan di bagi dengan (v2 – v2), diperoleh
(v2 + v2) = (v1 + v1)
– v1 + v2 = v1 – v2
– (v1 – v2) = v1 – v2
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi
( v 1−v 2 ) ( v 1−v 2 )
=1 atau =−1
−( v 1−v 2 ) ( v 1−v 2 )
yang kemudian secara umum dinyatakan sebagai koefisien restitusi (e). Koefisien restitusi
adalah derajat berkurangnya kecepatan benda setelah terjadi tumbukan atau didefinisikan
sebagai nilai negatif dari perbandingan beda kecepatan kedua benda sesudah dan sebelum
tumbukan. Jadi persamaan koefisien restitusi yaitu
( v1 −v 2 )
=−e
( v1 −v 2 )
Untuk tumbukan lenting sempurna e = 1. Dengan demikian, persamaan tersebut
hanya berlaku jika tumbukannya lenting sempurna. Jadi di dalam penyelesaian soal yang
berhubungan dengan tumbukan lenting sempurna, harus menggunakan dua persamaan
yaitu persamaan Hukum Kekekalan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi Kinetik.
|7
Konsep tumbukan lenting sebagian ini dapat diterapkan pada pemantulan sebuah
bola yang jatuh bebas di lantai, seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Bola jatuh bebas dari ketingian h1. Sesaat sebelum bertumbukan dengan lantai,
kecepatan bola v1. Sesudah bertumbukan dengan lantai, kecepatan bola menjadi v1
sehingga bola mampu mencapai ketinggian h1. Dalam hal ini, berlaku persamaan
( v1 −v 2 ) ( v 1−0 )
=−e ⟹ =−e
( v1 −v 2 ) ( v 1−0 )
v1 ………………………………. (2.3)
=−e
v1
Dalam kasus ini, benda pertama adalah bola dan lantai bertindak sebagai benda
kedua. Sebelum dan sesudah tumbukan, lantai tetap diam sehingga v2 dan v2 bernilai nol.
Jika dihubungkan antara ketinggian benda dan kecepatannya, akan didapatkan:
1) kecepatan saat tepat sebelum bertumbukan, v1 =√ 2 g h1 .
−√ 2 g h1 h
√2 g h1
=−e ⟹ e= 1
h1 √
Perhatikan gambar di bawah ini. Sebuah benda jatuh bebas dari ketinggian h1, dan
setelah tumbukan yang pertama tingginya menjadi h2. Jika terjadi tumbukan yang
berulang kali, setelah tumbukan berikutnya, tinggi yang dapat dicapai adalah h3, h4, h5,
dan seterusnya.
|8
Gambar 4. (a) Tumbukan Pertama, (b) Tumbukan Kedua, dan (c) Tumbukan Ketiga
|9
Sebuah balok bermassa mb digantung dengan seutas tali dengan panjang l.
Kemudian, balok tersebut ditembak dengan sebutir peluru yang massanya mp dan
memiliki kecepatan vp. Setelah peluru menumbuk balok dan peluru bersarang pada balok,
balok bersama peluru bergerak dengan kelajuan v, lalu berayun mencapai ketinggian h.
Pada sistem tersebut, akan berlaku persamaan berikut.
a) Hukum Kekekalan Momentum
Hukum Kekekalan Momentum berlaku pada saat terjadi tumbukan antara peluru
dan balok.
mp vp = (mp + mb) v
Kecepatan peluru adalah
( m p+ mb )
vp = v …………………. (1)
mp
b) Hukum Kekekalan Energi Mekanik
Selama berayun, berlaku Hukum Kekekalan Energi Mekanik sehingga energi
kinetik peluru bersama balok (bandul) pada saat mulai berayun sama dengan energi
potensial bandul pada kedudukan tertinggi. Dengan demikian, didapatkan persamaan
berikut.
½ (mp + mb) v2 = (mp + mb) g h
v=√ 2 gh …………………. (2)
Kemudian, subtitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1) sehingga diperoleh
( m p+ mb )
vp= ( √ 2 gh )
mp
2.5.2 Prinsip Kerja Roket
Sebelum membahas gerak roket, perhatikan balon pada gambar di bawah ini.
Apabila kita memiliki sebuah balon yang telah ditiup dan diikat, lalu ikatannya
dilepaskan apa yang terjadi?
| 10
Balon akan meluncur, bukan? Gerakan balon ini disebabkan oleh gaya dorong
udara yang keluar dari lubang sempit bagian belakang balon. Pada saat balon yang
ditiup dilepaskan balon akan melesat cepat di udara. Ketika balon melesat, udara dalam
balon keluar ke arah berlawanan dengan arah gerak balon. Momentum udara yang
keluar dari balon mengimbangi momentum balon yang melesat ke arah berlawanan. Hal
yang sama berlaku pada roket. Roket dapat meluncur vertikal ke atas karena roket
memiliki mesin pendorong yang dapat memberikan kecepatan pada roket. Gaya dorong
roket bekerja berdasarkan impuls yang diberikan oleh mesin roket. Pada saat roket
sedang bergerak, akan berlaku Hukum Kekekalan Momentum. Mesin roket berbahan
bakar hidrogen cair dan oksigen cair. Kedua bahan bakar tersebut bercampur dalam
sebuah ruang pembakaran, kemudian akan menghasilkan gas panas yang keluar pada
bagian ekor roket tersebut. Sebelum roket dinyalakan, momentum roket adalah nol.
Setelah bahan bakar di dalamnya dinyalakan, pancaran gas yang keluar dari ekor roket
akan mendorong roket tersebut melaju ke udara. Pada gerak roket ini, berlaku Hukum
Kekekalan Momentum sebagai berikut.
a) Hukum Kekekalan Momentum
Oleh karena mula-mula sistem dalam keadaan diam, pancaran gas belum ada dan
roket masih diam, momentumnya nol. Sesudah gas menyembur keluar, roket bergerak.
Momentum sistem sebelum dan sesudah gas menyembur adalah tetap.
m1 v1 + m2 v2 = m1 v1 + m2 v2
0 = m1 v1 + m2 v2
m1 v1 = – m2 v2
dengan
m1 = massa roket
m2 = massa gas keluar
v1 = kecepatan roket setelah gas roket menyembur
v2 = kecepatan gas keluar
Persamaan ini menunjukkan bahwa momentum gas yang menyembur keluar sama
dengan momentum roket dan arahnya berlawanan.
| 11
F t = (m v)
Gaya dorong roket akan menjadi
∆ (m v ) ∆ (m v )
FR= =
∆t ∆t
∆ ( m)
FR= v
∆t
dengan
FR = gaya dorong roket (N)
v = kecepatan semburan gas (m/s)
m = perubahan massa bahan bakar roket (kg)
t = perubahan waktu (s)
Berdasarkan gaya dorong pada roket yang telah dibahas, kelajuan maksimum
yang dapat dicapai roket bergantung pada banyaknya bahan bakar yang dibawa roket
dan kelajuan pancaran gasnya yaitu . Oleh karena banyaknya bahan bakar yang dapat
dibawa oleh roket adalah terbatas. Dewasa ini peluncuran satelit ke luar angkasa atau
untuk menempatkan sebuah satelit di luar angkasa digunakan roket bertahap. Ketika
bahan bakar pada roket pertama telah habis terbakar, roket ini akan dilepaskan.
Kemudian menyusul roket kedua akan menyala dan roket akan menjadi lebih ringan
karena roket tahap pertama telah dibuang. Kelajuan maksimum yang dapat dicapai akan
meningkat dan roket dapat mencapai batas ketinggian yang lebih jauh.
Daftar Pustaka
Haryadi, B. 2009. Fisika : Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Kamajaya & Asep, H. 2007. Cerdas Belajar Fisika untuk Kelas XI Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media
Pratama.
Nurachmandani, S. 2009. Fisika 2: untuk sma/ma Kelas XI. Jakarta: pusat perbukuan
departemen pendidikan nasional.
| 12