Anda di halaman 1dari 33

ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI 3

TRANSFORMASI TATA LETAK MASSA BANGUNAN

SMA NEGERI 5 DENPASAR

Oleh :

I Wayan Nanda Surya Kusuma (1805521109)

Ni Putu Chandra Dita (1905521017)

Rania Safira (1905521025)

Desak Nyoman Devina Paramita (1905521033)

Ade Irma Suryani (1905521034)

Rheyhan Naufi Widyadhana (1905521035)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Transformasi Tata Letak
Bangunan SMA N 5 Denpasar” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Prof. Dr.
Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT pada Mata Kuliah Arsitektur Tradisional Bali 3 . Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang transformasi tata letak massa
bangunan Arsitektur Tradisional Bali pada bangunan Arsitektur Masa Kini bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati,
MT, selaku dosen koordinator pada Mata Kuliah Arsitektur Tradisional Bali 3 yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 18 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I 4

PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 5

BAB II 6

LANDASAN TEORI 6
2.1 Budaya dan Adat Istiadat Bali 6
2.2 Arsitektur Tradisional Bali 7
2.3 Arsitektur Masa Kini 8
2.4 Tata Letak Konsep Arsitektur Tradisional Bali 8
2.5 SMA Negeri 5 Denpasar 12

BAB III 14

METODE 14
3.1 Metode Penelitian 14
3.2 Transformasi Arsitektur 14

BAB IV 16

ANALISA DAN DATA 16


4.1 Penjelasan Objek 16

Program Fungsional 17
Program Performansi 18
4.2 Unsur - Unsur Arsitektur Tradisional Bali pada Bangunan 19
4.2.1 Konsep Tri Hita 19
4.2.2 Tata Letak 22
4.2.3 Tata Bangunan 24

BAB V 29

PENUTUP 29
5.1 Kesimpulan 29
5.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang mengenai latar belakang dipilihnya objek yang
akan dibahas, rumusan masalah yang muncul, tujuan, dan manfaat yang ingin dicapai dari
penyusunan makalah ini.
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan pulau yang memiliki berbagai macam budaya. Pulau Bali sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan Bali yang bersinergi dengan agama Hindu yang merupakan
mayoritas di pulau Bali. Kebudayaan di Bali sangat kental sehingga kebudayaan mempengaruhi
hampir semua hal khususnya di bali seperti adat istiadat, kebudayaan, dan Arsitektur di Bali.
Arsitektur tradisional Bali adalah arsitektur etnik di Bali yang berlandaskan pada
kebudayaan lokal yang ada Bali. Arsitektur tradisional Bali lahir dari kebiasaan Masyarakat Bali.
Arsitektur Tradisional Bali memiliki aturan-aturan tersendiri dalam pembangunannya. Seiring
berkembangnya zaman, kehidupan masyarakat juga turut berkembang. Perkembangan ini
meliputi pola pikir masyarakat yang semakin maju dan juga teknologinya yang semakin canggih.
Karena kehidupan yang terus mengalami perkembangan. Arsitektur Tradisional Bali juga turut
mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh globalisasi yang terjadi di masyarakat.

Pengaruh global juga mempengaruhi dalam proses desain sebuah bangunan, dimana
konsep yang telah diturunkan oleh nenek moyang kini telah dikembangkan, hal inilah yang
terjadi pada pembangunan masa kini, yaitu bangunan modern yang digabungkan dengan
arsitektur tradisional khususnya arsitektur tradisional bali. Arsitektur Bali Masa Kini adalah hasil
cipta, karsa, serta rasa yang memenuhi syarat fungsional, kokoh, dan estetik serta bergaya
kekinian. Transformasi atau perubahan yang muncul di bangunan Arsitektur Masa Kini meliputi,
transformasi bentuk, transformasi fungsi, dan transformasi tata letak massa bangunan.

Pada tugas pembuatan paper mengenai studi kasus transformasi bangunan ini, kami
memilih SMA N 5 Denpasar sebagai objek yang akan kami bahas mengenai transformasi /
perubahannya.. Alasan memilih SMA N 5 Denpasar sebagai objek karena SMA N 5 Denpasar
ini merupakan salah satu contoh bangunan pendidikan yang telah memadupadankan konsep dari
Arsitektur Tradisional Bali dengan Arsitektur Masa Kini sehingga terdapat transformasi yang
terlihat pada bangunan ini salah satunya yaitu transformasi tata letak massa bangunan. Maka dari
itu, kami akan membahas transformasi tersebut dalam paper ini dengan judul paper
“Transformasi Tata Letak Massa Bangunan SMA N 5 Denpasar”

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah bangunan SMAN 5 Denpasar telah mengalami transformasi konsep tata letak
sebagai bentuk arsitektur masa kini?
2. Bagaimana karakteristik SMAN 5 Denpasar yang mencerminkan transformasi tersebut?

1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui transformasi tata letak arsitektur tradisional bali yang terdapat pada
SMAN 5 Denpasar
2. Agar mengetahui karakteristik SMAN 5 Denpasar yang mencerminkan transformasi
tersebut
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang dasar teori mengenai konsep arsitektur tradisional
Bali yang menjadi acuan dalam observasi objek studi nantinya. Bab ini memiliki beberapa sub
bahasan antara lain penjelasan konsep arsitektur tradisional Bali secara umum, konsep Sanga
Mandala, konsep Tri Angga dan Tri Loka, serta Ragam Hias yang umum digunakan dalam
arsitektur tradisional Bali.
2.1 Budaya dan Adat Istiadat Bali

Pulau Bali dikenal dengan kebudayaan dan adat istiadat yang khas. Beragam tradisi yang
mencerminkan adat Bali mampu menarik minat banyak orang luar untuk melihat lebih dekat
budayanya. Salah satu filosofi Bali yang terkenal adalah “Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana
diartikan sebagai tiga penyebab kesejahteraan, dimana Tri yang artinya tiga, Hita artinya
sejahtera, dan Karana artinya penyebab. Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung
pengertian tiga penyebab kesejahteraan yang bersumber pada keharmonisan hubungan Antara
manusia dengan alam, manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan Tuhan.
Oleh sebab itu, upacara – upacara yang menjadi keseharian masyarakat di Bali ditunjukkan untuk
mencapai keharmonisan tersebut. Orang Bali juga meyakini dalam aspek kehidupan terdapat
unsur sekala dan niskala. Unsur sekala merepresentasikan segala hal yang bersifat kasat mata,
sedangkan niskala berhubungan dengan segala hal yang tidak kasat mata, berkaitan dengan jiwa
dan alam magis.

Kehidupan orang bali juga sering dikaitkan dengan kesenian. Sedikit banyak kesenian
yang berhubungan dengan keharmonisan. Seni dan keindahan memang tercermin dari kehidupan
sosial masyarakat Bali. Kentalnya kesenian juga terlihat dari dibukanya sekolah seni di Bali.
Kesenian biasanya diidentikan dengan kelembutan, keluwesan, keindahan, dan segala hal yang
bersifat feminim. Hal lain yang menarik dari kehidupan masyarakat bali adalah ideology
patriarki yang sangat kuat. Berdasarkan sistem ini, kekerabatan dalam suatu keluarga mengikuti
garis keturunan keluarga laki-laki dan hanya anak laki-laki yang memperoleh hak waris keluarga
besar. Laki laki dipandang masyarakat Bali sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban
memelihara keturunan secara sekala dan niskala. Oleh sebab itu, segala waris mulai dari
kekayaan materiil dan sanggah diberikan pada pihak laki – laki.
Kebudayaan Bali sebenarnya sangatlah beragam. Selama ini masyarakat awam mengenal Bali
sebagai satu pulau dengan satu budaya. Berdasarkan perbedaan budayanya masyarakat Bali
dikelompokkan menjadi dua yaitu, masyarakat Bali Aga dan Bali Daratan. Masyarakat Bali Aga
adalah masyarakat yang sangat sedikit memperoleh pengaruh dari kebudayaan Hindu Jawa. Desa
– desa ini telah ada jauh sebelum pengaruh kebudayaan Majapahit di pulau Bali. Masyarakat
Bali Aga menyebut dirinya sebagai masyarakat Bali Mula. Masyarakat Bali Dataran yang
banyak memperoleh pengaruh Hindu Jawa lebih banyak tinggal di kota – kota, dataran, dan
pesisir. Masyarakat Bali Dataran bercirikan dengan Kahyangan Tiga di masing- masing desa adat
dan pengelompokan masyarakat dalam sistem kasta.

2.2 Arsitektur Tradisional Bali


Arsitektur Tradisional Bali (ATB) merupakan salah satu etnis arsitektur nusantara, telah
tumbuh dan berkembang sesuai dinamika zaman. Sejak jaman pra-Hindu, jaman kerajaan Bali
Kuno, jaman Kerajaan Bali di bawah pengaruh Majapahit, jaman kolonial, zaman kemerdekaan,
jaman tourist dan jaman globalisasi, semuanya telah memberikan corak dan makna, datang dan
pergi untuk menjadi pelengkap dan kenangan. Arsitektur Bali (AB) adalah arsitektur yang
tumbuh, berkembang, dan dipertahankan di Bali mengisi sejarah, ruang dan waktu dari masa ke
masa. Sebagai wujud Arsitektur Bali, Globalisasi dan perubahan yang cepat dalam segala aspek
dapat mempengaruhi eksistensi Arsitektur Tradisional Bali. Oleh karena itu pemahaman makna
dan konsepnya menjadi strategis dan vital agar dapat mentransformasikannya kedalam arsitektur
kekinian (salah satu bagian Arsitektur Bali).

Untuk mengatasi implikasi perubahan agar konsep-konsep Arsitektur Tradisional Bali


dapat memberikan jati diri dan pemaknaan pada arsitektur kekinian maka diperlukan
upaya-upaya eksplorasi dan konservasi. Salah satu langkah pelestarian dilakukan dengan
mengidentifikasi makna dan konsep Arsitektur Tradisional Bali. Identifikasi makna dan konsep
dapat membangun dan menambah pengetahuan arsitektur etnis nusantara, bahkan di negara lain
dimana arsitektur etnik itu berada. Dari analisa dan pembahasan yang dilakukan dapat diketahui
bahwa Arsitektur Tradisional Bali, terdiri dari jiwa dan badan fisik. Jiwa yang menghidupkan
dianalogikan sebagai maknanya, sedangkan bentuk badan fisiknya merupakan ekspresinya.
Konsep dalam Arsitektur Tradisional Bali dapat ditransformasikan dan diaplikasikan pada
Arsitektur Bali (kekinian), antara lain :
(1) Konsep keseimbangan kosmos ;

(2) Konsep Rwa Bhineda ;

(3) Konsep Tribhuana-Triangga ;

(4) Konsep keserasian dengan lingkungan

2.3 Arsitektur Masa Kini

Arsitektur Bali Masa Kini adalah hasil cipta, karsa, serta rasa yang memenuhi syarat

fungsional, kokoh, dan estetik serta bergaya kekinian. Pengaruh globalisasi mempengaruhi

dalam proses desain sebuah bangunan, dimana konsep yang telah diturunkan oleh nenek moyang

kini telah dikembangkan, hal inilah yang terjadi pada pembangunan masa kini, yaitu bangunan

modern yang digabungkan dengan arsitektur tradisional khususnya arsitektur tradisional bali.

Desain Arsitektur Bali Masa Kini yang merupakan gabungan antara arsitektur dengan

penambahan unsur modern, adalah gaya arsitektur vernakular dimana arsitek atau pembuat

desain memanfaatkan bahan-bahan lokal untuk membangun bangunan, struktur, dan

rumah-rumah, serta mencerminkan tradisi lokal. Bahan yang biasa digunakan di rumah-rumah

dan bangunan Bali termasuk batu bata, kayu kelapa, jerami atap, bambu, kayu jati, batu alam.

Sejalan dengan itu, morfologi pembangunan berkembang sesuai dengan pemenuhan

kebutuhan akan pengadaan perumahan, tempat-tempat pemujaan dan bangunan untuk

akomodasi/fungsi aktivitas adat/agama (bale adat, bale delod, bale dangin, bale gede, dll) juga

bertambah. Di sisi lain kecenderungan terpandang ‘baru’ membutuhkan ruang-ruang

berkapasitas atas nama aktifitas modernitas.


2.4 Tata Letak Konsep Arsitektur Tradisional Bali
Terwujudnya pola perumahan tradisional sebagai lingkungan buatan sangat terkait dengan
sikap dan pandangan hidup masyarakat Bali, tidak terlepas dari sendi sendi agama, adat istiadat,
kepercayaan dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan. Peranan dan pengaruh
Agama Hindu dalam penataan lingkungan buatan, yaitu terjadinya implikasi agama dengan
berbagai kehidupan bermasyarakat.

Rumah tradisional Bali selain menampung aktivitas kebutuhan hidup seperti tidur, makan,
istirahat juga untuk menampung kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan psikologis, seperti
melaksanakan upacara keagamaan dan adat. (Sulistyawati. dkk, 1985:15). Dengan demikian
rumah tradisional sebagai perwujudan budaya sangat kuat dengan landasan filosofi yang berakar
dari agama Hindu. Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengharmoniskan alam semesta
dengan segala isinya yakni Bhuana Agung (Makrokosmos) dengan Bhuana Alit (Mikrokosmos),
dalam kaitan ini Bhuana Agung adalah lingkungan buatan/bangunan dan Bhuana Alit adalah
manusia yang mendirikan dan menggunakan wadah tersebut (Subandi, 1990). Manusia (Bhuana
Alit) merupakan bagian dari alam (Bhuana Agung), selain memiliki unsur-unsur pembentuk
yang sama, juga terdapat perbedaan ukuran dan fungsi. Manusia sebagai isi dan alam sebagai
wadah, senantiasa dalam keadaan harmonis dan selaras seperti manik (janin) dalam cucupu
(rahim ibu). Rahim sebagai tempat yang memberikan kehidupan, perlindungan dan
perkembangan janin tersebut, demikian pula halnya manusia berada, hidup, berkembang dan
berlindung pada alam semesta, ini yang kemudian dikenal dengan konsep Manik Ring Cucupu.

Dengan alasan itu pula, setiap wadah kehidupan atau lingkungan buatan, berusaha diciptakan
senilai dengan suatu Bhuana Agung, dengan susunan unsur-unsur yang utuh, yaitu: Tri Hita
Karana. Tri Hita Karana yang secara harfiah Tri berarti tiga; Hita berarti kemakmuran, baik,
gembira, senang dan lestari; dan Karana berarti sebab musabab atau sumbernya sebab
(penyebab), atau tiga sebab/ unsur yang menjadikan kehidupan (kebaikan), yaitu:

1). Atma (zat penghidup atau jiwa/roh),

2). Prana (tenaga),

3).Angga (jasad/fisik) (Majelis Lembaga Adat, 1992:15).


Konsep Tri Hita Karana dipakai dalam pola perumahan tradisional yang diidentifikasi;
Parahyangan 10 /Kahyangan Tiga sebagai unsur Atma/jiwa, Krama/warga sebagai unsur Prana
tenaga dan Palemahan/tanah sebagai unsur Angga/jasad (Kaler, 1983:44)

a. Tri Angga

Tri Hita Karana (tiga unsur kehidupan) yang mengatur kesimbangan atau keharmonisan
manusia dengan lingkungan, tersusun dalam susunan jasad/angga, memberikan turunan
konsep ruang yang disebut Tri Angga. Secara harfiah Tri berarti tiga dan Angga berarti
badan, yang lebih menekankan tiga nilai fisik yaitu: Utama Angga, Madya Angga dan
Nista Angga.

Tri Angga yang memberi arahan tata nilai secara vertikal (secara horizontal ada yang
menyebut Tri Mandala), juga terdapat tata nilai Hulu-Teben, merupakan pedoman tata
nilai di dalam mencapai tujuan penyelarasan antara Bhuana agung dan Bhuana alit. 12
Hulu-Teben memiliki orientasi antara lain:

1). berdasarkan sumbu bumi yaitu: arah kaja-kelod (gunung dan laut),

2). arah tinggi-rendah (tegeh dan lebah),

3). berdasarkan sumbu Matahari yaitu; Timur- Barat (Matahari terbit dan terbenam)
(Sulistyawati. dkk,1985:7).

Tata nilai berdasarkan sumbu bumi (kaja/gunung-kelod/laut), memberikan nilai utama


pada arah kaja (gunung) dan nista pada arah kelod (laut), sedangkan berdasarkan sumbu
matahari; nilai utama pada arah matahari terbit dan nista pada arah matahari terbenam.
Jika kedua sistem tata nilai ini digabungkan, secara imajiner akan terbentuk pola Sanga
Mandala,yang membagi ruang menjadi sembilan segmen. (Adhika; 1994:19).

b. Sanga Mandala

Konsep tata ruang Sanga Mandala juga lahir dari sembilan manifestasi Tuhan dalam
menjaga keseimbangan alam menuju kehidupan harmonis yang disebut Dewata Nawa
Sanga (Meganada, 1990:58). Konsepsi tata ruang Sanga Mandala menjadi pertimbangan
dalam penzoningan kegiatan dan tata letak bangunan dalam pekarangan rumah, dimana
kegiatan yang dianggap utama, memerlukan ketenangan diletakkan pada daerah
utamaning utama (kaja- kangin), kegiatan yang dianggap kotor/sibuk diletakkan pada
daerah nistaning nista (klod- kauh), sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di tengah
(Sulistyawati. dkk, 1985:10).

c. Asta Kosala Kosali

Merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci.
Penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya.
Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang punya rumah. mereka
tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti :

● Musti(ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang
menghadap ke atas),
● Hasta(ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan
sampai ujung jari tengah yang terbuka)
● Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke
kanan)

Rumah tinggal di Bali itu tidak dijadikan satu, disini dibagi menjadi beberapa ruangan yang
dimana bangunannya dipisah

1. Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada pura yaitu
sebagai gapura jalan masuk.
2. Aling-aling adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih jalan masuk
sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini
dimaksudkan agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke dalam.

3. Latar atau halaman tengah sebagai ruang luar

4. Pamerajan ini adalah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada
perkampungan tradisional biasanya setiap keluarga mempunyai pamerajan yang
letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruang
5. Umah Meten yaitu ruang yang biasanya dipakai tidur kepala keluarga sehingga
posisinya harus cukup terhormat

6. Bale tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu

7. Bale Sekepat, bale ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anak anak atau
anggota keluarga lain yang masih junior.

8. Bale Dangin biasanya dipakai untuk duduk-duduk membuat benda benda seni
atau merajut pakaian bagi anak dan suaminya.

9. Paon(Dapur) yaitu tempat memasak bagi keluarga.

10. Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan hasil
kebun lainnya.

2.5 SMA Negeri 5 Denpasar


SMA Negeri 5 Denpasar merupakan salah satu SMA negeri yang berada di Bali. SMA
Negeri 5 Denpasar berlokasi di jl. Sanitasi no.2 Sidakarya, Denpasar Selatan, Bali. SMA Negeri
5 Denpasar berdiri diatas lahan seluas 2.5 Ha. SMA Negeri 5 Denpasar terkenal sebagai salah
satu green school terbaik, dimana seluruh civitas sekolah secara konstan berpartisipasi dalam
menjaga alam disekitar sekolah.

Pada awalnya SMA Negeri 5 Denpasar dinamakan dengan Sekolah Menengah Persiapan
Pembangunan 32 (SMPP 32) Denpasar. Sekolah ini berdiri pada tahun 1973. Kemudian sejalan
dengan perkembangan, SMPP 32 Denpasar berubah nama menjadi SMA Negeri 5 Denpasar
pada tahun 1985.

Seperti sekolah pada umumnya, SMA Negeri 5 Denpasar memiliki visi dan juga misi.
Visi SMA Negeri 5 Denpasar adalah “terwujudnya sekolah cerdas berwawasan lingkungan”.
Sedangkan misi SMA Negeri 5 Denpasar, yang merupakan penjabaran dari visi sekolah adalah :

1. Mengupayakan penerimaan peserta didik sesuai dengan Permen Mendikbud serta


dijabarkan melalui juknis disdik Provinsi Bali.
2. Membangun dan mengembangkan kedisiplinan tepat waktu hadir disekolah
pk.07.15 Wita thd siswa ,guru dan pegawai SMAN 5 Denpasar.
3. Melaksanakan kegiatan Upacara Bendera setiap hari senin untuk membangun ,
memantapkan serta meningkatkan rasa nasionalisme kebangsaan ,cinta tanah
air,semangat menjaga NKRI, Kedisiplinan, maupun Meningkatkan Integritas.
4. Menjaga kepercayaan diri peserta didik dalam menghadapi kompetisi bernuansa
akademik dan non akademik dengan membagun struktur organisasi pembina
intensif yang surat keputusannya disahkan oleh Gubernur Bali melalui Dinas
Pendidikan Provinsi Bali
5. SMAN 5 Denpasar ikut berpartisipasi dalam melestarikan busana adat bali serta
bahasa bali sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018
tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor
80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan bahasa, aksara,dan sastra
Bali serta penyelenggaraan bulan bahasa bali.
6. Menciptakan suasana intern dan ekstern yang harmonis dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran.
7. Menumbuhkembangkan sikap kreatif dan bernalar sehat kepada peserta didik
dalam meningkatkan prestasi belajar.
8. Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas satuan pendidikan dalam upaya
mengembangkan potensi peserta didik.
9. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan budaya setempat dalam upaya
pelestarian sumber daya alam dan lingkungannya serta pelestarian warisan budaya
setempat.
10. Membangun kerjasama dengan Institusi Perguruan Tinggi, BUMN , Instansi
Pemerintah untuk meningkatkan wawasan dan menerima informasi baru untuk
kebutuhan siswa dan organisasi sekolah.
BAB III
METODE

Dalam bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam
pengumpulan data, analisis, dan penyajian hasil, serta metode desain yang digunakan dalam
mentransformasikan nilai-nilai arsitektur tradisional Bali menjadi arsitektur masa kini
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu tahap
pengumpulan data, analisa data, dan penyajian hasil. Pengumpulan data dilakukan melalui studi
literatur dan pengamatan langsung di objek penelitian yang telah dipilih. Pengumpulan data
dibatasi dengan batasan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Analisa dilakukan
dengan membandingkan data yang telah diperoleh dari objek dengan data pada studi literatur
dan mengaitkannya dengan proses transformasi dalam arsitektur. Penyajian dilakukan dengan
memaparkan hasil dari analisa yang telah dilakukan sebelumnya.
3.2 Transformasi Arsitektur
Secara etimologis Transformasi adalah Perubahan Rupa (betuk, sifat, fungsi dsb).
Transformasi secara umum menurut kamus (The New Grolier Webster International dictionary
of English Language), Menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai yang sama,
perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau
ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan dan fungsi.
Kategori transformasi dapat dibagi menjadi empat jenis menurut Laseau (1980) dalam
Gushendri (2015) adalah sebagai berikut.
A. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri)
Metode ini menciptakan bentuk geometri yang berubah dengan komponen
pembentuk dan fungsi ruang yang sama
B. Transformasi bersifat Gramatika hiasan (ornamen).
Metode ini dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkir
balikkan, melipat, dl.
C. Transformasi bersifat Reversal (kebalikan).
Metode ini melakukan pembalikan citra pada figur objek yang akan
ditransformasi dimana citra objek diubah menjadi citra sebaliknya.
D. Transformasi bersifat Distortion (merancukan).
Metode ini menciptakan bentuk yang tidak sesuai namun masih bisa dikenali
sehingga melibatkan kebebasan perancang dalam beraktivitas.
Menurut Anthony Antoniades dalam Najoan (2011), disebutkan bahwa terdapat tiga
strategi dalam proses transformasi arsitektur antara lain sebagai berikut:

a. Strategi Tradisional
Evolusi progresif dari sebuah bentuk melalui penyesuaian langkah demi langkah terhadap
batasan-batasan:
• Eksternal : site, view, orientasi, arah angin, kriteria lingkungan
• Internal : fungsi, program ruang, kriteria structural
• Artistik : kemampuan, kemauan dan sikap arsitek untuk memanipulasi bentuk,
berdampingan dengan sikap terhadap dana dan kriteria pragmatis lainnya.

b. Strategi Peminjaman (borrowing)


Meminjam dasar bentuk dari lukisan, patung, obyek benda-benda lainnya, mempelajari
properti dua dan tiga dimensinya sambil terus menerus mencari kedalaman interpretasinya
dengan memperhatikan kelayakan aplikasi dan validitasnya. Transformasi pinjaman ini adalah
‘pictorial transferring’ (pemindahan rupa) dan dapat pula diklasifikasi sebagai ‘pictorial
metaphor’ (metafora rupa).

c. Dekonstruksi atau dekomposisi


Sebuah proses dimana sebuah susunan yang ada dipisahkan untuk dicari cara baru dalam
kombinasinya dan menimbulkan sebuah kesatuan baru dan tatanan baru dengan strategi
struktural dalam komposisi yang berbeda.

Dalam pembahasan makalah ini, metode yang digunakan untuk mentransformasikan


nilai-nilai arsitektur tradisional Bali ke dalam arsitektur masa kini adalah melalui transformasi
tipologi dengan strategi peminjaman (borrowing).
BAB IV
ANALISA DAN DATA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai lokasi SMAN 5 yang dijadikan sebagai objek
observasi. Selain itu juga akan dibahas mengenai konsep yang diterapkan serta material yang
digunakan pada bangunan rumah tinggal tersebut.

4.1 Penjelasan Objek

Gambar 4.1. Fasade Gedung Administrasi SMA N 5 Denpasar


Sumber : dokumentasi kelompok

Objek : SMA N 5 Denpasar


Lokasi : Jl. Sanitasi No. 2, Sidakarya, Denpasar, Bali
Fungsi Bangunan : Sekolah
Akses : Jl. Sidakarya
Alasan Memilih Objek :
Alasan kami memilih SMA N 5 Denpasar sebagai objek yang kami bahas, karena SMAN
5 Denpasar merupakan salah satu bangunan pendidikan yang memadukan konsep modern
dengan sedikit konsep bangunan tradisional Bali. Gedung yang kami observasi merupakan
gedung administrasi dimana dalam gedung ini terdapat beberapa ruang, antara lain Lobby, Ruang
Kepala Sekolah, Ruang Tata Usaha, Ruang Guru, Ruang Rapat, Ruang Ekstrakulikuler, Lab.
Komputer, dan Toilet. Pada fasade bangunan terdapat sedikit ornamen Bali, yaitu pada pilar
(drop off) serta dinding luar bangunan tersebut.
Sedangkan, konsep modern dapat ada pada bagian dalam bangunan, terlihat dari beberapa
ruang yang ada di dalamnya menggunakan teknologi modern pada beberapa sistem utilitasnya,
seperti AC, sistem komunikasi yang telah menggunakan microphone yang langsung disebarkan
ke seluruh bagian sekolah, serta adanya peredam suara pada Ruang Rapat. Sekolah ini berusaha
menampilkan gaya arsitektur Bali, namun tampilannya tidak terlihat nyata, sehingga yang
tertangkap pada indra, ornamen arsitektur Bali tersebut seperti ornamen yang ditempel di atas
dinding saja. Hal ini menyebabkan arsitektur Bali tersebut terkesan memaksa di atas arsitektur
modern.

A. Program Fungsional

No Civitas Aktivitas Kebutuhan Ruang

1 Kepala Sekolah Parkir, sembahyang, - Parkiran


Mengelola sekolah, memonitor
- Ruang Kepala Sekolah
organisasi di sekolah,
membina kesiswaan, - Ruang guru
melakukan penilaian bagi guru
dan tenaga pendidikan lainnya, - Ruang tamu

melaksanakan rapat, menerima


- Ruang rapat
tamu, makan dan minum, BAB
dan BAK, memimpin upacara, - Kantin

- Toilet

- Lapangan

- Padmasana
2 Murid Parkir, sembahyang, belajar, - Parkiran
membaca buku, melakukan
- Ruang kelas
diskusi, melakukan kegiatan
ekstrakurikuler, praktek - Ruang ekstrakulikuler
komputer, upacara, bimbingan
konseling, makan dan minum, - Ruang komputer

BAB dan BAK


- Lapangan

- BK

- Kantin

- Toilet

- Padmasana

3 Satpam Parkir, sembahyang, Menjaga - Parkiran


keamanan sekolah, makan dan
- Post satpam
minum, BAB dan BAK
- Parkiran

- Kantin

- Toilet

- Padmasana
4 Pegawai TU Parkir, sembahyang, - Parkiran
Menyusun rencana dan
- Ruang Tata Usaha
program bagian Tata Usaha,
Membuat laporan keuangan, - Ruang administrasi
membuat persuratan, mencatat
perlengkapan, menyusun - Perpustakaan

laporan perpustakaan, makan


- Kantin
dan minum, BAB dan BAK
- Toilet

- Padmasana

5 Guru Parkir, sembahyang, Membuat - Parkiran


catatan nilai murid, Memeriksa
- Ruang guru
hasil ujian, melakukan proses
mengajar, memberikan - Ruang kelas
bimbingan ekstrakurikuler,
melaksanakan rapat, makan - Ruang ekstrakulikuler

dan minum, BAB dan BAK


- Ruang komputer

- Ruang rapat

- Kantin

- Padmasana
6 Petugas Parkir, sembahyang, - Parkiran
Kebersihan Membersihkan halaman
- Halaman sekolah
sekolah, membersihkan ruang
guru, ruang kelas, ruang rapat, - Ruang guru
perpustakaan. Makan dan
minum, BAB dan BAK - Ruang kelas

- Ruang rapat

- Perpustakaan

- Kantin

- Toilet

- Padmasana

B. Program Performansi
Kebisingan Pencahayaan Penghawaan
No Ruang Sifat
Bising Semi Tenang Alami Buatan Alami Buatan

1 Lobby P ● ● ● ●

2 R. Kepala Pr ● ● ● ● ●
Sekolah

3 R. TU S ● ● ● ● ●

4 R. Guru Pr ● ● ● ● ●

5 R. Rapat Pr ● ● ● ● ●
6 R. P ● ● ● ● ●
Ekstrakulikuler

7 Lab. Komputer P ● ● ● ● ●

8 Toilet P ● ● ● ●

Keterangan:
P : Privat
S : Semi Publik
Pr : Privat

4.2 Unsur - Unsur Arsitektur Tradisional Bali pada Bangunan


SMAN 5 Denpasar berlokasi di Jalan Sanitasi No. 2 Denpasar, Bali. Merupakan sekolah
yang terletak cukup jauh dari jalan utama, sehingga banyak orang yang kurang mengetahui letak
sekolah ini. Gaya arsitektur Bali yang ditampilkan pada sekolah ini terlihat pada atap yang
berbentuk limasan dengan kombinasi pada atap drop off di depan lobby. Pengaplikasian
arsitektur Bali juga terlihat pada ornamen yang diletakkan pada sisi dinding, namun
peletakannya tertutupi oleh vegetasi di sekitar gedung. Ciri khas arsitektur Bali lainnya pada
gedung administrasi SMA N 5 Denpasar ini adalah bentuk bangunan atau penempatan massanya
yang horizontal atau mendatar dan vertikal atau meninggi. Hal ini merupakan pengaruh dari gaya
arsitektur modern yang berkembang semakin pesat di Bali.

4.2.1 Konsep Tri Hita


Tri Hita Karana merupakan salah satu inti filosofi dari Arsitektur Tradisional Bali.
Adanya penerapan filosofi Tri Hita Karana pada sebuah bangunan, menyebabkan
bangunan tersebut memiliki keharmonisan yang setara antara manusia dengan
ruang/bangunan. Pada bangunan SMAN 5 Denpasar ini, filosofi Tri Hita Karana sudah
diterapkan pada desain bangunan. SMAN 5 Denpasar dirancang dengan memperhatikan
keharmonisan antara ruang dengan manusia karena ruang-ruang yang terdapat di SMAN
5 Denpasar ini didesain sesuai dengan aktivitas manusia di dalamnya dengan ukuran serta
dimensi yang setara dengan skala manusia.
Gambar 4.2. Ruang Kelas dan Gambar 4.3. Toilet Murid
Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 4.4. Ruang Lab. Komputer dan Gambar 4.5. Ruang Guru
Sumber : Pikcu.com diakses pada tanggal 3 Maret 2021
SMA N 5 Denpasar ini juga memiliki keharmonisan antara bangunan dengan
alam. Design yang dibuat tidak dominan terhadap lingkungan serta tidak merusak
lingkungan sekitar secara fisik maupun estetika. Masih terdapat banyak lahan terbuka
yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau maupun ruang sirkulasi bagi manusia yang
beraktivitas di dalamnya sehingga terjadi keharmonisan antara banyaknya massa
bangunan dengan ruang terbuka untuk alam dan lingkungan sekitar. Design yang dibuat
juga ramah bagi alam dan lingkungannya karena menggunakan material yang ramah
lingkungan seperti batu bata sebagai bahan dindingnya.

SMA N 5 ini juga memiliki tempat suci atau tempat peribadatan umat Hindu
yang dimana hal tersebut menciptakan lingkungan bina yang memiliki karakter serta
suasana Alam Bali sehingga tercipta juga implementasi dari zona Parahyangan sebagai
tapak untuk tempat suci, Pawongan dan Palemahan sebagai tapak untuk aktivitas
manusia. Adanya tempat suci pada SMA N 5 Denpasar ini menciptakan keharmonisan
antara bangunan-manusia-serta Tuhan.

Gambar 4.6. Padmasana SMAN 5 Denpasar dan Gambar 4.7. Pintu Gerbang SMAN 5 Denpasar
Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 4.8. Parkiran Sekolah dan Gambar 4.9. Koridor Sekolah


Sumber : Dokumen pribadi
Gambar 4.10. Pos Satpam
Sumber : Dokumen Pribadi
4.2.2 Tata Letak
SMA N 5 Denpasar telah menerapkan pola zona vertikal (Tri Loka) yang mana
ruang-ruang penting atau ruang dengan fungsi paling utama diletakkan di lantai I,
sehingga siapapun orang, baik dari siswa, pegawai, guru, hingga masyarakat umum dapat
dengan mudah menjangkau ruang tersebut. Sedangkan untuk ruang yang sifatnya semi
publik berada di lantai II dan III. Pada konsep horizontal (Tri Mandala), sudah diterapkan
dengan memperhatikan tata letak ruang yang memiliki aktivitas dan civitas yang paling
riskan yakni Ruang Kepala Sekolah, Lobby, dan Ruang Tata Usaha dapat diakses dari
pintu utama, sedangkan untuk ruang BK (Bimbingan Konseling) hanya dapat diakses dari
belakang, tepatnya melalui lorong sekolah, hal ini dikarenakan, agar Ruang BK terasa
lebih privasi, mengingat fungsi ruang ini adalah sebagai ruang konseling siswa.
Sebagai pusat atau sentral dari gedung administrasi SMA N 5 Denpasar merupakan
lobby yang terdapat di dalam gedung itu sendiri. Dimana pada lobby ini digunakan
sebagai penghubung antar ruang, baik ruang yang ada di dalam gedung maupun ruang
yang terdapat di luar gedung, seperti kelas, UKS, aula, dan ruang-ruang lainnya.
Pada gedung administrasi di SMA N 5 Denpasar menggunakan tipe massa monolid.
Karena dalam gedung ini terdapat banyak ruang dengan fungsi yang berbeda-beda namun
masih tetap berkaitan satu dengan yang lainnya. Selain itu, bangunan administrasi ini
menggunakan tipe monolid untuk memudahkan civitas yang ada di dalamnya dalam
melakukan aktivitas.
Terdapat banyak ruang bebas di sekitar bangunan, mulai dari lapangan basket,
parkir motor siswa, guru, dan karyawan, lapangan Utara, serta taman-taman yang
mengelilingi gedung tersebut. Dalam hal sirkulasi udara, gedung ini mendapat sirkulasi
udara yang cukup baik, karena didukung oleh pohon-pohon tinggi yang mampu
menyediakan oksigen di lingkungan sekolah tersebut serta lokasi SMA N 5 Denpasar ini
sendiri yang letaknya jauh dari jalan utama.
Penempatan ruang pada gedung ditempatkan agar mendapat view yang cukup baik,
sehingga tidak menimbulkan kejenuhan ketika beraktivitas serta meningkatkan kinerja
civitas di dalamnya. Tiap ruang di dalam gedung juga terdapat pelangkiran yang
posisinya sudah sesuai dengan kiblat Bali.

Gambar 4.11. Denah Ruang SMAN 5 Denpasar


Sumber : Pikcu.com diakses pada tanggal 5 Maret 2021
4.2.3 Tata Bangunan
Konsep Tri Angga sudah diterapkan pada bangunan ini, yaitu mulai dari kepala
yakni atap yang berbentuk limasan, dengan overstek yang lebar, sehingga atap gedung ini
sudah menyesuaikan dengan iklim tropis di Bali yang curah hujannya tinggi dengan
jangka waktu yang hampir sama dengan musim kemarau. Kemudian badan ditemukan
pada dinding bangunan yang telah mengaplikasikan ornamen Bali, serta konsep Tri
Angga yang terakhir yakni kaki, diaplikasikan pada pondasi yang berfungsi sebagai
penopang bangunan tersebut serta ditemukan juga pada bataran gedung ini.
Konsep punden berundak hanya ditemukan pada bataran di lantai 1 yang
menyebabkan lantai 1 lebih lebar dari lantai 2. Pada gedung juga tidak ditemukan bentuk
bangunan miring maupun bulat.

a. Sosok Bangunan
Fasad bangunan SMAN 5 Denpasar banyak menggunakan ornamen Bali. Seperti
fasad gedung administrasi SMAN 5 Denpasar. Fasad gedung terlihat menggunakan
murda dan ikut celedu pada atap drop off. Pada tiang - tiang dan dinding bangunan juga
ditempelkan ornamen Bali. Bangunan lain yang terlihat menggunakan ornamen Bali
adalah perpustakaan SMAN 5 Denpasar, tetapi bangunan ini tidak hanya menggunakan
ornamen Bali melainkan juga bentuk dan fasad bangunannya mengadaptasi dari bale
bandung. Dinding bangunan menggunakan bata merah dengan ornamen lainnya berwarna
abu - abu.
Atap limasan digunakan hampir di seluruh bangunan yang ada pada SMAN 5
Denpasar. Dari hasil observasi, setiap atap limasan terdapat murda dan ikut celedu. Atap
limasan menggunakan atap tanah liat sebagai bahan penutup atapnya. Untuk bangunan
lainnya terlihat menggunakan atap pelana dengan penutup atap seng/asbes, seperti
bangunan tempat parkir guru.
Gambar 4.12. Atap Limasan Pada Gedung Administrasi
Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 4.13. Atap Asbes Pada Bangunan Tempat Parkir Guru


Sumber : Dokumen Pribadi

b. Skala dan Proporsi


Pada umumnya, keharmonisan skala manusia terhadap bangunan sudah cukup baik,
terlihat dari penggunaan elemen-elemen penyusun bangunan yang sebagian besar
menggunakan pengukuran skala manusia (human scale) yang membuat manusia nyaman
berada di dalam ruangan tersebut, serta dapat menunjang aktivitas dan fungsi dari civitas
yang berada di dalam ruang tersebut.
Antara bangunan dengan keadaan lingkungan alam sekitar sudah harmonis, terlihat
dari keberadaan bangunan yang seimbang dengan keadaan sekitar, dalam artian bentuk
bangunan tidak lebih mendominasi lingkungan di sekitarnya.

c. Ornamen dan Dekorasi


Bentuk dan formasi ornamen dan dekorasi ATB sejalan dengan karakter AMK
dapat diubah‐ suaikan/direformasi sebagai karakter modern yang lebih sederhana wujud.
Untuk mendukung penyederhanaan wujud ini dapat dipilih metoda penampilan
‘konseptual objek’ yaitu ornamen dan dekorasi yang ditampilkan berupa bagan dan
berwujud abstrak dalam bentuk ‘pepalihan’ atau tata‐hias abstrak lainnya untuk
penampangan arsitektur. Metoda ‘visual objek’ yaitu ornamen dan dekorasi yang
ditampilkan secara tuntas/terselesaikan/real dalam bentuk ukiran atau tata‐hias lainnya
hanya untuk penyelesaian ragam hias interior.
Ornamen dan dekorasi pda SMAN 5 Denpasar dapat diperlihatkan dalam fasad
bangunan batur, dinding, tiang penahan dan atap. Ornamen tersebut merupakan
representasi Tri Angga dapat terlihat dari bagian atap yang menggunakan ikut celedu dan
murda, pada bagian badan/dinding terdapat ornamen Bali berupa ukiran pepatran serta
ornamen lainnya yang hanya digunakan sebagai penambah estetika, serta di bagian kaki
atau bataran terdapat sendi.

Gambar 4.14. Ornamen Bali Pada Tembok


Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 4.15. Ornamen Mudra dan Ikut Celedu Pada Atap


Sumber : Dokumen Pribadi
Kemudian selanjutnya terdapat dekorasi tambahan yang diperlihatkan sebagai aksen
dan penggunaan simbol-simbol agama yang disakralkan. Pada bangunan juga terdapat
Tembok Penyengker dan pamesuan langgam Bali yang menjadi jati diri dari identitas
Bali.

d. Struktur dan Bahan


Bahan‐bahan alami yang dikenal dalam ATB dapat diperlihatkan dalam fasad
bangunan SMAN 5 Denpasar merupakan bahan-bahan yang dapat dikatakan jujur
terekspos dimana pada bagian dinding bangunan menggunakan bata merah yang di
ekspos dan batu alam lainya yang digunakan pada bangunan yang terekspos. Struktur
bangunan pada SMAN 5 juga tersusun dengan bagian bawah struktur berkarakter berat
dan semakin keatas semakin ringan. Struktur bangunan ini sedikit menggunakan gubahan
“tektonika” atau the art of construction dimana dalam bangunan terjadi harmoni antara
struktur, konstruksi dan ornamen, karena AMK pada bangunan semakin terlihat pada
bagian atas bangunan yang semakin ringan dengan penggunaan baja ringan pada bagian
rangka atapnya.

Gambar 4.16. Tiang Saka Yang Difinishing Dengan Bahan Bata Merah
Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 4.17. Finishing Bata Pada Eksterior Bangunan
Sumber : Dokumen Pribadi
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Arsitektur Tradisional Bali (ATB) merupakan salah satu etnis arsitektur nusantara,
telah tumbuh dan berkembang sesuai dinamika zaman. Sejak jaman pra-Hindu, jaman
kerajaan Bali Kuno, jaman Kerajaan Bali di bawah pengaruh Majapahit, jaman kolonial,
zaman kemerdekaan, jaman tourist dan jaman globalisasi, semuanya telah memberikan
corak dan makna, datang dan pergi untuk menjadi pelengkap dan kenangan. Sedangkan
Arsitektur Modern adalah suatu istilah yang diberikan kepada sejumlah bangunan dengan
gaya karakteristik yang mengutamakan kesederhanaan bentuk dan menghapus segala
macam ornamen.
Rumah tradisional Bali selain menampung aktivitas kebutuhan hidup seperti tidur,
makan, istirahat juga untuk menampung kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan
psikologis, seperti melaksanakan upacara keagamaan dan adat. (Sulistyawati. dkk,
1985:15). Dengan demikian rumah tradisional sebagai perwujudan budaya sangat kuat
dengan landasan filosofi yang berakar dari agama Hindu.

Tata letak bangunan arsitektur tradisional bali diatur dengan konsep Tri Hita
Karana yang juga diterapkan pada objek bangunan observasi kami yaitu gedung SMAN 5
Denpasar.

Konsep Tri Angga sudah diterapkan pada bangunan ini, yaitu mulai dari kepala
yakni atap yang berbentuk limasan. Kemudian badan ditemukan pada dinding bangunan
yang telah mengaplikasikan ornamen Bali, serta konsep Tri Angga yang terakhir yakni
kaki, diaplikasikan pada pondasi yang berfungsi sebagai penopang bangunan tersebut
serta ditemukan juga pada bataran gedung ini.
SMA N 5 Denpasar telah menerapkan pola zona vertikal (Tri Loka) yang mana
ruang-ruang penting atau ruang dengan fungsi paling utama diletakkan di lantai I,
Sedangkan untuk ruang yang sifatnya semi publik berada di lantai II dan III. Pada konsep
horizontal (Tri Mandala), sudah diterapkan dengan memperhatikan tata letak ruang yang
memiliki aktivitas dan civitas yang paling riskan.
5.2 Saran
Untuk aspek filosofi Tri Hita Karana sebagai inti arsitektur tradisional Bali, bangunan
SMA N 5 Denpasar sebaiknya, antara skala manusia dengan gedung lebih diperhatikan dalam
merancangnya. Keberadaan tempat suci Hindu di sekitar gedung ini masih tetap terlihat
harmonis, karena meskipun dimensi tempat suci tersebut yang jauh lebih kecil dari dimensi
gedung, keberadaan dari vegetasi yang berada di sekitar gedung mampu menutupi dimensi dari
tempat suci tersebut. Solusi untuk permasalahan diatas adalah sebaiknya skala gedung dirancang
atau dibangun sesuai dengan skala dari manusia yang berada disekitar bangunan agar terjalin
hubungan yang harmonis antara skala bangunan dengan skala manusia ( human scale ).
Konsep Tri Angga sudah terlihat dari atas gedung yaitu atap sebagai kepala, dinding
sebagai badan, serta bataran dan pondasi sebagai kaki bangunan. Pada gedung administrasi SMA
N 5 Denpasar, tidak menerapkan konsep punden berundak pada keseluruhan bangunan, hanya
terlihat dari bataran lantai satu saja, namun sudah menghindari bentuk miring maupun bulat.
Atapnya yang limasan telah menyesuaikan dengan iklim tropis di Bali, sehingga saat hujan tidak
terjadi tampias pada lantai tiganya. Namun, pada lantai satu dan dua tetap terjadi tampias,
dikarenakan tidak terdapat konsol pada bagian lantai dua dan lantai tiga. Dalam kasus ini,
sebaiknya menambahkan konsol pada bagian sisi bangunan lantai dua dan lantai tiga untuk
menghindari terjadinya tampias.
Dari segi fasade, gedung administrasi pada SMA N 5 Denpasar, menggunakan sedikit
ornamen-ornamen Bali. Selain itu, ornamen yang digunakan hanya berupa ornamen tempelan di
atas pasangan bata dan terlihat kurang menarik. Sebaiknya, penggunaan ornamen Bali pada
bangunan ini lebih dimaksimalkan, agar mencerminkan suasana tradisional Bali serta alami.
DAFTAR PUSTAKA

SMA N 5 Denpasar. 2020. Profile Sekolah SMA N 5 Denpasar Official. Tersedia dalam
Youtube SMA N 5 Denpasar diakses pada tanggal 2 Maret 2021 pukul 18.20 WITA

SMA N 5 Denpasar. Visi Sekolah SMA N 5 Denpasar. Tersedia dalam web


smanegeri5dps.sch.id diakses pada tanggal 2 Maret 2021 pukul 19.00 WITA

SMA N 5 Denpasar. Misi Sekolah SMA N 5 Denpasar. Tersedia dalam web


smanegeri5dps.sch.id diakses pada tanggal 2 Maret 2021 pukul 19.10 WITA

SMA N 5 Denpasar. Identitas Sekolah. Tersedia dalam web smanegeri5dps.sch.id diakses


pada tanggal 2 Maret 2021 pukul 20.05 WITA

Kania Dekoruma. 2019. Ikuti Perkembangan Arsitektur Bali, Dari Zaman Lampau Hingga
Masa Modern Kini. Tersedia dalam web dekoruma.com diakses pada tanggal 7 Maret 2021
pukul 10.55 WITA

Gomudha. Wayan . 1999. Rekonstruksi dan Reformasi Nilai-Nilai Arsitektur Tradisional


Bali Pada Arsitektur Masa Kini. Tersedia dalam web simdos.unud.ac.id diakses pada tanggal 9
Maret 2021 pukul 21.35 WITA

Anda mungkin juga menyukai