Anda di halaman 1dari 28

MATERIAL BAMBU SEBAGAI MATERIAL YANG SUSTAINABLE PADA DESAIN

EKOLOGI

SHARMA SPRINGS VILLA ABIANSEMAL

MATA KULIAH : ARSITEKTUR BALI 3

SEMESTER / TAHUN : GENAP / 2021

Oleh :

1. Belinda Octavina Shavira 1905521002

2. Ni Putu Jayanti Putri Prasita 1905521011

3. Ni Putu Candra Dita Rahayu 1905521017

4. Ni Kadek Adini 1905521029

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia-Nya kami
dapat menyelesaiakan Makalah yang berjudul “Material bamboo Sebagai Material yang
Sustainable pada Desain Ekologi Sharma Springs Villa Abiansemal”. Walaupun beberapa
hambatan yang kami alami selama proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat waktu.

Dan tidak luput kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing, yang telah
ikut serta membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan Makalah. Kami
mengucapkan terima kasih juga terhadap pihak narasumber yang sudah ikut memberi
kontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam proses makalah ini.
Suatu hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat atas hasil dari makalah ini.
Karena itu kami berharap semoga makalah ini memberikan dampak baik dan berguna bagi
kita semua.
Kami pun menyadari di dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif untuk
mencapai sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca.

Jimbaran, 14 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
URAIAN TEORI ....................................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Ekologi Arsitektur ..................................................................................... 3
2.2. Ekologi Pendekatan Desain ......................................................................................... 4
BAB III .................................................................................................................................... 13
KONDISI FOKUS ................................................................................................................... 13
3.1. Identitas Objek .......................................................................................................... 13
3.2. Dokumentasi Objek ................................................................................................... 14
BAB IV .................................................................................................................................... 20
ANALISIS PENGGUNAAN MATERIAL PADA VILA SHARMA SPRINGS ................... 20
4.1. Jenis-jenis Material Bangunan pada Bangunan Vila Sharma Springs ...................... 20
4.2. Kesesuaian ................................................................................................................. 20
4.3. Dampak Penggunaan Material pada Bangunan Vila Sharma Springs ...................... 22
BAB V ..................................................................................................................................... 24
PENUTUP................................................................................................................................ 24
5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 24
5.2. Saran .......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu pemanasan global bukan marak dibicarakan pada ranah penyebab dan dampak yang
terjadi, akan tetapi telah bergerak pada tindakan nyata yang tertuang dalam sebuah disain atau
tahap perencanaan yang merupakan tindakan efektif dan tepat untuk dilakukan. Menurut
Berge (2009), bidang industri bangunan merupakan pelaku kedua terbesar setelah bidang
industri makanan yang menyumbang terjadinya pemanasan global. Hal ini disebabkan
penggunaan bahan material seperti material beton, baja atau logam yang saat ini banyak
digunakan baik untuk keperluan elemen konstruksi seperti, balok, kolom, dinding maupun
sebagai konstruksi atap. Umumnya bahan material tersebut merupakan bahan material yang
tidak terbarukan (non renewable resources). Bahanbahan tersebut dalam jangka waktu yang
tertentu akan habis dan efek yang ditimbulkan dengan penggunaan sumber daya alam
tersebut secara terus menerus dapat merusak alam itu sendiri, termasuk banyak energi yang
dikeluarkan pada saat pengambilan material, proses maupun pelaksanaan konstruksi.

Dengan demikian, saat ini para praktisi di bidang bangunan termasuk para insinyur atau
arsitek sudah mulai memikirkan material apa yang akan digunakan sebagai bahan konstruksi
bangunan yang handal, dengan berbagai pertimbangan secara teknis maupun non teknis,
sehingga dapat diterapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat sebagai bagian usaha
pengurangan penyebab pemanasan global pada bumi. Solusi yang dapat ditawarkan adalah
penggunaan material ekologis yang merupakan pemenuhan aspek pada konsep green building.
Bambu merupakan alternatif penerapan material ekologis yang dapat diterapkan. Penggunaan
bambu pada konstruksi bangunan diharapkan menjadi alternatif dalam pemenuhan aspek
pada konsep green building atau bangunan ramah lingkungan. Namun demikian, potensi dan
tantangan yang dihadapi pada material bambu juga perlu dikaji. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan sustainability (kesinambungan) material bambu. Untuk itu maka, tujuan artikel ini
adalah menganalisis bambu sebagai alternatif penerapan material ekologis, termasuk potensi
dan tantangannya.

Pada makalah kali ini kami akan menggunakan Sharma Spring sebagai objek pengamatan
kami. Sharma springs adalah sebuah villa dengan struktur bambu yang tertinggi dibangun di
Bali yang menggunakan pendekatan ekologi arsitektur. Di bangun hampir seluruhnya dari
bambu, yang dimana bambu juga termasuk salah satu material ekologi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang didapat yaitu :
a. Bagaimana penerapan material bambu pada Sharma springs sebagai material desain
ekologi?
b. Bagaimana material bambu pada Sharma springs sebagai material yang sustainable?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah tersebut maka menghasilkan tujuan :

a. Agar mengetahui penerapan material bambu pada Sharma springs sebagai material
desain ekologi
b. Agar mengetahui material bambu pada Sharma springs sebagai material yang
sustainable

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dalam penulisan ini yaitu :
a. Sebagai dasar untuk menanamkan dan memberikan pemahaman mengenai
bagaimana penerapan material bambu pada Sharma springs yang sustainable pada
desain ekologi
b. Dapat dijadikan acuan sebagai sumber bacaan, khususnya mahasiswa arsitektur
untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang arsitektur bali.
BAB II
URAIAN TEORI

2.1 Pengertian Ekologi Arsitektur


Ekologi, adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara mkhluk hidup dan
lingkungannya. Kata Ekologi beasal dari kata Yunani yaitu :oikos (habitat) dan logos (ilmu).
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup dan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834-1914).
Desain ekologis adalah segala bentuk desain yang meminimalisasi dampak destruktif
terhadap lingkungan dengan mengintegrasikan diri dengan proses terkait makhluk hidup.
Desain ekologis membantu menghubungkan keterkaitan antara arsitektur hijau, pertanian
berkelanjutan, teknik ekologis, restorasi ekologis, dan bidang lainya.
Arsitektur Ekologi, adalah gerakan kelestarian alam dan lingkungan untuk kehidupan yang
berkelanjutan dalam efesiensi energi dan sumber daya alam dalam kegiatan arsitektural untuk
pembangunan yang berkelanjutan dalam mencapai tujuan ekonomi, sosial dan budaya. Bisa
juga merupakan keilmuwan yang melalui pendekatan dalam mengarahkan arsitek untuk
mendapatkan penyeleasian desain dengan memperhatikan hubungan antara bentuk arsitektur
dengan lingkunganya dalam kaitanya iklim daerah tersebut.
Konsep Ekologi Arsitektur merupakan paduan antara ilmu lingkungan dan ilmu
arsitektur yang berorientasi pada model pembangunan dengan memperhatikan keseimbangan
lingkungan alam dan lingkungan buatan. Dewasa ini, teori konsep Ekologi Arsitektur mulai
bermunculan, sehingga perencana dan perancang semakin mempunyai wawasan yang luas
dalam pemahaman konsep Ekologi Arsitektur. Konsep Ekologi Arsitektur atau yang sering
disingkat dengan EkoArsitektur semakin popular tidak hanya di akademisi, akan tetapi juga
menjangkau hingga kalangan praktisi. Bahkan dalam arsitektur publik, banyak peluang dan
prospek yang ditawarkan berangkat dari prinsip desain yang ekologis, sayembara desain,
properti perumahan berkonsep alam atau bentuk kegiatan lain yang mengapresiasi
keberadaan lingkungan dan alam.
Namun demikian, ada beberapa hal yang kurang tepat dalam pemahaman konsep Eko-
Arsitektur ini sehingga sering rancu dengan beberapa konsep senada yang sangat mirip
diantaranya Arsitektur Hijau (Green Architecture), Arsitektur Bioklimatik (Bioclimatic
Architecture), Arsitektur Hemat Energi dan beberapa istilah lain yang mempunyai satu
pandangan. Di sisi lain, dari sudut pandang akademis, sering terjadi perdebatan panjang
apakah Ekologi Arsitektur, Arsitektur Hijau, Arsitektur Bioklimatik, Arsitektur Hemat Energi
dan Arsitektur Berkelanjutan adalah sebuah metode perancangan yang mempunyai pijakan
sama atau memang ada perbedaan yang mendasar. Pandangan yang kurang jelas ini secara
akademis memerlukan kajian untuk menegaskan kapan disebut Ekologi Arsitektur, atau
Arsitektur Hijau atau yang lain, sehingga tidak mengaburkan esensi konsep yang digunakan
dalam metode perancangan. Paradigma membangun berlandaskan konsep Ekologi Arsitektur
seharusnya merupakan muara dari berbagai aliran perancangan arsitektur.
2.2 Ekologi Pendekatan Desain
a. Pendekatan Desain Bentuk dan Ruang
Ada beberapa cara yang dilakukan dari Pendekatan Desain Bentuk dan Ruang
pada perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama, antara lain:
Yeang (2006), mendefenisikan sebagai berikut :Ecological design, is bioclimatic design,
design with the climate of the locality, and low energy design. Yeang menekankan pada :
integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, konsep design
dan system yang tanggap pada iklim, orientasi bangunan, vegetasi.
Konsep dasar bangunan ekologis adalah bangunan dengan ciri sebagai berikut:
 Bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi dengan baik dengan memperhatikan
kekhasan aktivitas manusia pemakainya serta potensi lingkungan sekitarnya dalam
membentuk citra bangunan.
 Memanfaatkan sumber daya alam terbaru yang terdapat di sekitar kawasan
perencanaan untuk system bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan
maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air).
 Sistem bangunan bentuk yang mudah sehingga dapat dikerjakan dan dipelihara oleh
tenaga kerja setempat.
 Bangunan yang sehat, artinya yang tidak memberi dampak negatif bagi kesehatan
manusia dalam proses, pengoperasian/purna huni, maupun saat pembongkaran. Di
dalamnya juga termasuk lokasi yang sehat, bahan yang sehat, bentuk yang sehat, dan
suasana yang sehat.
Penyesuaian pada lingkungan sekitar
1. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit
penggunaan energi.
2. Memelihara sumber energi (udara, tanah dan air).
3. Memelihara dan memperbaiki peredaran alam.
4. Mengurangi ketergantungan pada sistem pusat energi (listrik, air) dan limbah (air,
limbah, dan sampah).
5. Penghuni ikut serta secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan
pemeliharaan perumahan.
6. Tempat kerja dan permukiman terdekat.
7. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhan sehari-hari.
8. Penggunaan teknologi sederhana.
9. Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan maupun yang
digunakan pada saat pembangunan harus seminimal mungkin.
10. Kulit (dinding dan atap) sebuah gedung harus sesuia dengan tugasnya harus
melindungi dirinya dari sinar panas, angin, dan hujan.
11. Bangunan sebaiknya diarahkan berorientasi timur barat dengan bagian utara
selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan.
12. Dinding bangunan harus memberikan perlindungan terhadap panas, daya serap
panas dan tebalnya dinding harus sesuai dengan kebutuhan iklim ruang dalamnya.
13. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat
banyak energi.
14. Bangunan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menggunakan
penyegaran udara secara alamiah dan memanfaatkan angin sepoi-sepoi unutk
membuat ruang menjadi sejuk.
15. Semua gedung harus bisa mengadakan regerasi dari segala bahan bangunan,
bahan limbah, dan mudah dipelihara.
b. Ekologi Pendekatan Intregitas Tanaman
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu
hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan
lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga
atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Menurut Heinz Frick
(1998), Eko diambil dari kata ekologi yang didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Ekologi Arsitektur adalah :
 Holistis, berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang lebih
penting dari pada sekadar kumpulan bagian
 Memanfaatkan pengalaman manusia, (tradisi dalam pembangunan) dan pengalaman
lingkungan alam terhadap manusia
 Pembangunan sebagai proses, dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis
Kerja sama, antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.
c. Ekologi Pendekatan Teori Arsitektur
Ekologi desain atau eko-arsitektur merupakan pembangunan secara holistis
(berhubungan dengan system keseluruhan) yang memanfaatkan pengalaman manusia
(tradisi dalam pembangunan) sebagai proses dan kerja sama antara manusia dan alam
sekitarnya atau pembangunan rumah sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan
timbal - balik dengan lingkungan alamnya. Berpikir dengan landasan ekologi tentang
desain adalah sebuah cara memperkuat hubungan alam dan budaya .Arsitektur dengan
tradisional secara sendirinya sudah memperhitungkan tentang masalah struktur, bentuk,
dan estetika, atau sebagai arsitek yang mementingkan keamanan dan efisiensi.
Desain ekologi adalah sebuah bentuk desain dengan meminimalisir dampak
kerusakan lingkungan dengan mengintegrasi dirinya sendiri dengan proses
kehidupan .Integrasi ini berimplikasi dengan desain yang menghormati keberagaman
spesies, meminimalisir penggunaan sumber daya alam, cagar alam dan siklusair,
memelihara kualitas habitat dan ekosistem, dan memenuhi semua syarat dari kesehatan
ekosistem dan manusia. ada intinya, segala bentuk desain yang meminimalkan dampak
yang merusak lingkungan dengan meniru dan mengintegrasikanya dengan ekosistem
alam dapat disebut sebagai ekodesain. Dengan demikian, eko-desain berusaha untuk
menyediakan kerangka kerja untuk sistem lingkungan yang sesuai desain dan manajemen
dengan penggabungan kedua nilai antropogenik dan ekologi, pada skala spasial dan
temporal yang relevan.
Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain :
1. Conserving Energy (Hemat Energi)
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
4. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
5. Respect for User
6. Limitting New Recources.
7. Holistic
d. Ekologi Pendekatan Utilitas
Dalam eko – pendekatan utilitas dengan konsep ramah lingkungan atau
environmental susteineble design , antara lain :
1. Orientasi Gedung
2. Penyerapan air secara alami
3. Daur ulang air
4. Pengumpulan air hujan
5. Minim air kotor yang di salurkan ke pengolahan air limbah
6. Konstruksi kaca teknologi terkini ( konstruksi kaca ganda )
7. Menggunakan lampu hemat energi
8. Pepohonan yang besar dan asri ditanam pada sekitaran area
e. Ekologi Pendekatan Material
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel, ahli dari ilmu
hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan
lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga
atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Menurut Heinz Frick
(Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998), Eko diambil dari kata ekologi yang didefenisikan
sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya.
Pada perkembangannya eko arsitektur disebut juga dengan istilah green
architecture (arsitektur hijau) mengingat subyek arsitektur dan konteks lingkungannya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari hasil arsitektur dan lingkungannya. Dalam
perspektif lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global alami yang
meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang perlu dilestarikan. Eko arsitektur atau
arsitektur hijau ini dapat disebut juga sebagai arsitektur hemat energi yaitu salah satu
tipologi arsitektur yang ber-orientasi pada konservasi lingkungan global alami. Adapun
prinsip-prinsip ekologis dalam penggunaan bahan bangunan :
1. Menggunakan bahan baku, energi, dan air seminimal mungkin.
2. Semakin kecil kebutuhan energi pada produksi dan transportasi, semakin kecil
pula limbah yang dihasilkan.
3. Bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan sebaiknya diabaikan.
4. Bahan bangunan diproduksi dan dipakai sedemikian rupa sehingga dapat Di
kembalikan kedalam rantai bahan (didaur ulang).
5. Menggunakan bahan bangunan harus menghindari penggunaan bahan yang
berbahaya (logam berat, chlor).
6. Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama.
7. Bahan bangunan atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan diganti.
Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan
2. Dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi
lingkungan
3. Dapat menghubungkan kita dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan
alam karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita
pada tanah, kayu pada pepohonan)
4. Bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan ongkos atau proses
memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan
material tersebut ke lokasi pembangunan) bahan material yang dapat terurai
dengan mudah secara alami
Entropi
Istilah entropi diciptakan pada tahun 1865 oleh Rudolf Clausius dalam ilmu
termodinamika untuk menggambarkan arah suatu proses yang tidak dapat
memutarbalikkan. Jika sepotong kayu hangus dengan api, maka berubah menjadi abu
dan energi. Dengan api dan energi tersebut secara langsung tidak mungkin dapat
diciptakan kayu lagi. Energi pembakaran memanaskan udara, berarti telah hilang. Hal
yang sama terjadi bila es batu mencair, menjadi air. Energi pencair tersebut langsung
hilang dan air tidak menjadi es batu lagi.
Karena pengertian entropi ini dapat dimanfaatkan pada segala sistem yang
bagiannya dapat didefinisi tepat, maka entropi adalah peralatan yang memungkinkan
penilaian bahan bangunan terhadap dampak lingkungan. Hampir setiap bahan
bangunan yang digunakan mengalami perubahan (transformasi) sebelumnya
(misalnya tanah liat menjadi batu merah dsb.)
Entropi sebagai nilai ekologis bahan bangunan
Keadaan entropi dapat dimanfaatkan sebagai ukuran untuk memper- timbangkan
nilai ekologis bahan bangunan. Sebagai titik awal dalam pertimbangan perubahan
entropi maka perlu diketahui kapan dan dimana bahan yang diperhatikan itu terjadi,
sehingga dapat ditentukan keadaan entropi paling rendah (= 0). Bentuk tumbuh-
tumbuhan berdasarkan arah entropi surya, sedangkan bentuk batu berdasarkan entropi
letusan purba yang sekaligus dan tidak dapat diulang lagi. Menurut pengertian entropi
tersebut, terdapat dua patokan untuk mempertimbangkan berhubungan dengan bahan
bangunan sebagai berikut:
1. Bahan bangunan berdasarkan arah entropi surya
2. Perubahan (transformasi) yang dialami oleh suatu bahan bangunan tidak boleh
mendahului perubahan/pertumbuhan kembali oleh alam.
Sebagai keterangan dapat dibayangkan bahwa minyak bumi yang di-
gunakan oleh manusia per hari membutuhkan 1 juta tahun untuk diper- baharui.
Memperhatikan keseimbangan arah entropi maka seharusnya digunakan
365'000'000 x kurang minyak tanah per hari. Jika ketentuan ini tidak diperhatikan,
maka keadaan arah entropi bumi meningkat. Memelihara dan memperbaiki
peredaran alam Karena semua ekosistem dapat dimengerti sebagai peredaran alam,
harus diperhatikan supaya kegiatan manusia jangan merusaknya. Semua kegiatan
baru seperti misalnya menggunakan bahan bangunan untuk membangun rumah
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga rantai bahannya berfungsi juga sebagai
peredaran.
Berdasarkan ketentuan tersebut terdapatlah patokan ketiga untuk
mempertimbangkan perubahan (transformasi) bahan bangunan sebagai berikut:
3. Bahan bangunan tidak boleh mengalami perubahan/transformasi yang
mempengaruhi keseimbangan keadaan entropi.
Setiap penggunaan bahan bangunan seharusnya memenuhi ketiga
ketentuan (persyaratan) tersebut di atas.
Klasifikasi Bahan Ekologis

Golongan Bahan Bangunan Contoh Bahan


Bahan bangunan Anorganik : batu alam, tanah Batu kali, kerikil, pasir, bata
alam liat, tras merah, batako (tras, kapur,
dan pasir)
Organic : kayu, bamboo, Jati, meranti, kamper, petung,
dedaunan, dsb ori, gading, rumbia, ijuk,
alang-alang, dsb

Bahan bangunan Yang dibakar Batu merah, genteng, pipa


buatan tanah liat

Yang dilebur Kaca

Yang tidak dibakar Pipa dan genteng beton,


batako

Teknik kimia Plastic, bitumen, kertas, kayu


lapis, cat, dll

Bahan bangunan Logam mulia Emas, perak


logam
Logam setengah mulia Air raksa, nikel, kobalt
K
Logam biasa dengan berat > Besi, plumbum
3.0 kg/dm3

Logam biasa dengan berat < Aluminium


3.0 kg/dm3

Logam campuran Baja, kuningan, perunggu


K
a
rena penggolongan bahan bangunan ini juga kurang memperhatikan tingkat teknologi
dan keadaan entropinya, serta pengaruhnya atas ekologi dan kesehatan manusia, maka
lebih baik bahan bangunan digolongkan menurut penggunaan bahan mentah dan
tingkat transformasinya sebagai berikut.
a. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif)
Yaitu bahan nabati seperti: kayu, rotan, rumbia, alang-alang, serabut kelapa,
ijuk, kulit kayu, kapas, kapok, dan lain-lain; kemudian bahan hewani seperti: kulit
binatang, wol, dan sebagainya. Semuanya dapat dibudidayakan kembali (misalnya
kayu membusuk atau membakar menjadi karbon yang pada tanah berfungsi
sebagai pupuk pohon kayu generasi berikutnya) menurut keperluan dalam suatu
peredaran alam yang tertutup. Bahan bangunan ini biasanya murni, dalam arti kata
bebas dari alat/bahan pengotor dan dalam keadaan masih hidup dapat juga
menampung sebagian alat/bahan pengotor. Persiapan dan penggunaan bahan
bangunan ini dilakukan pada tempat di mana bangunan akan didirikan dengan
penggunaan energi yang minim dan dengan teknologi/kepandaian pertukangan
yang sederhana.
b. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali
Ialah bahan bangunan yang tidak dapat dihasilkan lagi, tetapi dengan
memperhatikan kebutuhan, bahan tersebut dengan persiapan khusus dapat
digunakan lagi, seperti misalnya: tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur, batu kali,
batu alam, dsb.
c. Bahan bangunan buatan yang dapat didaur ulang (recycling)
Ialah bahan bangunan yang didapat sebagai: limbah, potongan, sampah,
ampas, dan sebagainya dari per- usahaan industri, dalam bentuk: bahan bungkusan
(misalnya kaleng, botol, dsb.) mobil bekas, ban mobil bekas, serbuk kayu,
potongan bahan sintetis, kaca, seng.
d. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana
Ialah bahan bangunan yang disediakan secara industrial, seperti misalnya: batu
buatan (batu merah) dan genting (genting flam dan genting pres) yang dibakar
sebagai bahan bangunan tertua yang diciptakan manusia. Bahan mentahnya tanah
liat yang terdapat di mana saja (lokal).
e. Bahan bangunan yang mengalami beberapa tingkat perubahan transformasi
Ialah bahan bangunan seperti: plastik dan bahan sintetis yang lain dan yang
tentunya tidak dapat dinamakan 'ekologis'. Dengan keadaan iklim dan teknologi
bangunan di Indonesia, misalnya, baik bahan plastik maupun bahan sintetik
sebagai bahan bangunan sekitar 90% dapat diabaikan. Bahan ba- ngunan
plastik/sintetik berdasarkan bahan mentah fosil (bekas binatang dan tumbuhan
zaman dahulu yang menjadi minyak bumi, arang, atau gas). Bahan bangunan
plastik/sintetik membutuhkan banyak energi pada produksinya. Sebagai bahan
lepa/perekat di sini dapat digolongkan bahan sintetis seperti: epoksi dsb.
f. Bahan bangunan komposit
Merupakan bahan bangunan yang tercampur menjadi satu kesatuan yang tidak
dapat dibagi-bagikan lagi sebagai bagian bangunan seperti beton, pelat serat
semen, pelat serutan, cat kimia, dan perekat.
Persyaratan Material Bangunan Ekologis
Bahan bangunan yang ekologis memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Eksploitasi dan pembuatan (produksi) bahan bangunan menggunakan energi
sesedikit mungkin.
b. Tidak mengalami perubahan bahan (transformasi) yang tidak dapat dikembalikan
kepada alam.
c. Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan, dan pemeliharaan bahan
bangunan mencemari lingkungan sesedikit mungkin (keadaan entropinya serendah
mungkin).
d. Bahan bangunan berasal dari sumber alam lokal (di tempat dekat).
Bahan bangunan yang ekologis selalu berkaitan dengan sumber alamnya sebagai
berikut :
Eksploitasi Kesinambungan

Menghancurkan Menjamin Keseimbangan


Menghabiskan tiada sisa sumber Dicadangkan untuk masa depan hampir
terbatas tiada kehabisan sumber tidak terhingga
Dengan biaya besar dapat dikembalikan Selalu tumbuh lagi secara alami dapat
atau dapat dipugar dibudidayakan dengan mudah
Baru sesudah waktu lama dapat Secara langsung atau tidak langsung
dimanfaatkan lagi, mengadakan dapat digunakan lagi, resikling
regenerasi
Merusak kelestarian dihisap sampai Kultivasi mendukung alam Kerjasama
habis dengan alam
BAB III

KONDISI FOKUS

3.1 Identitas Objek

(Fasade Sharma Springs Bamboo House


Sumber : ibuku.com)

Objek : Sharma Springs Bamboo House

Lokasi : Banjar Dualang, Sibang Gede, Abiansemal, Badung, Bali

Fungsi Bangunan : Hunian

Arsitek : IBUKU

Luas Situs : 2602 m2

Luas Lantai : 750 m2

Konstruksi : 12 bulan dari Desember 2011- Desember 2012

Tanggal Penyelesaian : Desember 2012

Sharma Springs adalah bangunan bambu tertinggi yang dibangun di Bali. Bangunan
utama memiliki enam tingkat, empat kamar tidur, ruang tamu yang luas dengan pemandangan
yang sangat indah, dan pintu masuk terowongan sepanjang 15 meter. Strukturnya didukung
oleh menara pusat, yang menampung menara bagian dalam yang lebih kecil. Menara bagian
dalam adalah rahasia dari ketinggiannya yang megah. Desainnya terinspirasi dari kelopak
bunga teratai. Setiap ruangan memiliki tema yang berbeda sesuai dengan keinginan klien.
Properti ini juga mencakup: gedung masuk, wisma, gua penyimpanan, paviliun yoga tepi
sungai, spa luar ruangan, dan barbekyu di tepi kolam renang yang semuanya dikelilingi oleh
taman permakultur yang indah.

Bangunan sederhana ini dirancang menggunankan struktur bangunan yang berbahan


material full bambu mulai dari pondasi hingga struktur atas, semua dirancang dengan
berbahan yang sederhana yaitu bambu.

3.2 Dokumentasi Objek

(Masterplan Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


(1st Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)

(2nd Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


(3rd Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)

(4th Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


(5th Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)

(6th Floor Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


(West Elevation Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)

(North Elevation Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


(Section A-A Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)

(Section B-B Sharma Spring, Sumber : Ibuku.com)


BAB IV
ANALISIS PENGGUNAAN MATERIAL PADA VILA SHARMA SPRINGS

4.1 Jenis-jenis Material Bangunan pada Bangunan Vila Sharma Springs


Villa Sharma Springs merupakan bangunan yang dirancang menggunakan struktur
bangunan yang berbahan material full bambu mulai dari pondasi hingga struktur atas. Jenis-
jenis material bangunan yang digunakan pada Villa Sharma Springs ditinjau dari segi
arsitekturalnya adalah sebagai berikut. Pada bagian penutup lantai menggunakan bambu
sebagai materialnya. Khusus pada bagian entrance bagian penutup lantai dibuat dengan
campuran rotan juga sehingga memiliki tekstur yang tidak terlalu keras. Pada bagian dinding
bangunan ini merupakan dinding ekspose yang dibuat dari rangkaian abstrak bambu,
sehingga memberikan kesan yang sejuk karena udara bebas masuk ke dalam bangunan. Pada
bagian penutup langit-langit/ plafond juga dibuat dengan bambu begitu pula penutup atap
yang dibuat dari sirap bambu. Secara keseluruhan, material bangunan pada sharma springs
dominan digunakan adalah bambu.

(Sumber : https://greenvillagebali.com/houses/sharma-springs/#)
4.2 Kesesuaian
Untuk dapat menyesuaikan apakah material suatu bangunan dapat dikatakan sebagai
material bangunan yang ekologis, maka perlu diketahui beberapa syarat material bangunan
dapat dikatakan ekologis, yaitu :
Persyaratan Material Bangunan Ekologis
Bahan bangunan yang ekologis memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Eksploitasi dan pembuatan (produksi) bahan bangunan menggunakan energi sesedikit
mungkin.
b. Tidak mengalami perubahan bahan (transformasi) yang tidak dapat dikembalikan
kepada alam.
c. Eksploitasi, pembuatan (produksi), penggunaan, dan pemeliharaan bahan bangunan
mencemari lingkungan sesedikit mungkin (keadaan entropinya serendah mungkin).
d. Bahan bangunan berasal dari sumber alam lokal (dekat lokasi pembangunan).
Bahan bangunan yang ekologis selalu berkaitan dengan sumber alamnya sebagai
berikut :
Eksploitasi Kesinambungan

Menghancurkan Menjamin Keseimbangan


Menghabiskan tiada sisa sumber Dicadangkan untuk masa depan hampir
terbatas tiada kehabisan sumber tidak terhingga
Dengan biaya besar dapat dikembalikan Selalu tumbuh lagi secara alami dapat
atau dapat dipugar dibudidayakan dengan mudah
Baru sesudah waktu lama dapat Secara langsung atau tidak langsung
dimanfaatkan lagi, mengadakan dapat digunakan lagi, resikling
regenerasi
Merusak kelestarian dihisap sampai Kultivasi mendukung alam Kerjasama
habis dengan alam

Sumber : Dasar-dasar Eko Arsitektur, Heinz Frick, FX. Bambang Suskiyatno

Pada pengamatan terhadap Villa Sharma Springs, disimpulkan bahwa hampir semua
penggunaan material bangunan menggunakan bambu, baik untuk elemen bawah, dinding
maupun atap. Bambu sendiri bila dikaitkan dengan persyaratan diatas mampu menyapu
semua poin-poin tersebut.

Karakteristik Bambu yang ekologis sebagau bahan material bangunan :

 Proses pencarian bambu, produksi, pengemasan dan pemasangan sendiri


menggunakan proses dan teknologi yang sederhana bila dibandingkan dengan
bahan alam lainnya seperti kayu yang perlu proses lebih lama dalam pencarian,
penebangan bahkan pemotongan untuk membentuk sudut balok.
 Villa Sharma Springs berada di Abiansemal, Badung dan material bambu mudah
didapatkan di daerah ini sehingga penggunaan bambu berasal dari material lokal
yang dekat untuk dicari dan mudah didapat.
 Bambu sendiri dalam proses penggunaan untuk material bangunan tidak banyak
mengalami perubahan atau transformasi sehingga masih dapat dimanfaatkan
Kembali dan didaur ulang serta dikembalikan kepada alam. Bambu sendiri berasal
dari jenis rerumputan, namun dalam proses tumbuhnya bambu membutuhkan
waktu yang lama karena bambu memperkuat dirinya pada akar yang utama
sehingga mampu berdiri kokoh ketika batang sudah mulai tumbuh, maka dari itu
bambu sangat kuat dalam bertahan hidup untuk waktu yang lama.
 Bahan alam cenderung tidak memiliki zat-zat kimia yang berbahaya bila tidak ada
campur tangan manusia, begitu pula bambu yang aman digunakan dalam material
bangunan

Sumber : https://ibuku.com/sharma-springs-residence/
4.3 Dampak Penggunaan Material pada Bangunan Vila Sharma Springs
4.3.1 Hemat Energi
Penggunaan bahan material bambu yang dominan pada bangunan merupakan
termasuk ke dalam material ramah lingkungan/ekologi seperti yang telah dibahas
di atas. Penggunaan bambu pada dinding dengan konsep ekspose mampu
memberikan udara bebas masuk ke dalam bangunan sehingga mampu
menurunkan suhu dalam ruangan. Hal ini memungkinkan untuk meminimalisasi
penggunanaan AC atau energy listrik dalam ruangan sehingga lebih hemat energi
4.3.2 Hemat Sumber Daya Alam
Berdasarkan pencarian literatur, material bambu dan rotan dapat menghemat
sumber daya alam karena bambu dan rotan merupakan sumber daya alam yang
terbarukan. Penggunaannya yang dominan dalam pembangunan vila ini salah
satunya adalah bertujuan untuk menciptakan desain yang ekologi dan ramah
lingkungan. Bambu mudah dijumpai di alam dengan perawatan dan pemeliharaan
yang cukup mudah, sehingga ketika sekali ditebang tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk bisa tumbuh dan dipanen kembali.
4.3.3 Kenyamanan Pengguna Gedung
Secara keseluruhan penggunaan material bangunan pada Vila Sharma Springs
memberikan kenyamanan bagi civitas yang beraktivitas di dalamnya sehingga
dapat meningkatkan produktivitas kerja
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup
dan lingkungannya. Ekologi arsitektur atau arsitektur hijau ini dapat disebut juga sebagai
arsitektur hemat energi yaitu salah satu tipologi arsitektur yang ber-orientasi pada konservasi
lingkungan global alami. Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama. Bahan bangunan
atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan diganti.
Villa Sharma Springs merupakan bangunan yang dirancang menggunakan struktur
bangunan yang berbahan material full bambu mulai dari pondasi hingga struktur atas. Jenis-
jenis material bangunan yang digunakan pada Villa Sharma Springs ditinjau dari segi
arsitekturalnya adalah sebagai berikut. Pada bagian penutup lantai menggunakan bambu
sebagai materialnya. Khusus pada bagian entrance bagian penutup lantai dibuat dengan
campuran rotan juga sehingga memiliki tekstur yang tidak terlalu keras. Pada bagian dinding
bangunan ini merupakan dinding ekspose yang dibuat dari rangkaian abstrak bambu,
sehingga memberikan kesan yang sejuk karena udara bebas masuk ke dalam bangunan. Pada
bagian penutup langit-langit/ plafond juga dibuat dengan bambu begitu pula penutup atap
yang dibuat dari sirap bambu. Secara keseluruhan, material bangunan pada sharma springs
dominan digunakan adalah bambu.
Pada pengamatan terhadap Villa Sharma Springs, disimpulkan bahwa hampir semua
penggunaan material bangunan menggunakan bambu, baik untuk elemen bawah, dinding
maupun atap.
5.2 Saran
Penerapan material arsitektur ekologis merupakan salah satu cara yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan dalam merancang bangunan yang ramah lingkungan. Dalam
upaya mengoptimalkan penerapan material arsitektur ekologis pada bangunan, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai unsur-unsur arsitektur ekologis yang dapat
dimanfaatkan untuk membantu merancang bangunan yang bisa mengnetralisir pemanasan
global.
DAFTAR PUSTAKA

Ainur, Sultanova dkk. 2020. Bamboo Structure for Modern Sustainable Architecture.
Moscow, Russia. Diakses dari http://isvshome.com/pdf/ISVS_7-
3/ISVS_ej_7.3.3_Solanilla_%20Final.pdf tanggal 25 Maret 2021
Ferdinand, Maulana. 2017. Buku Ekologi Arsitektur. Diakses dari
https://www.slideshare.net/MaulanaFerdinand/buku-ekologi-arsitektur?from_action=save
tanggal 25 Maret 2021
Frick, Heinz. 1997. Dasar-dasar Eko-Arsitektur Seri Eko Arsitektur 1. Yogyakarta.
Penerbit Kanisus.
Ishii, Aiko. 2016. Desain Interior dengan Nuansa Kampung Bali pada Area Fasilitas
The Ubud Village Resort. Diakses dari https://repository.its.ac.id/71771/1/3412100178-
undergraduate%20theses.pdf tanggal 5 April 2021
Shellyn, Jannifer. 2016. GEDUNG RESEPSI PERNIKAHAN PARIPURNA
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS DI YOGYAKARTA. Diakses dari
http://e-journal.uajy.ac.id/11941/4/TA142293.pdf tanggal 2 April 2021

Anda mungkin juga menyukai