Anda di halaman 1dari 5

Nama : Siti Khotimah

Kelas : Akuntansi 8A

NPM : 4317500023

“Tugas SPM Jiwasraya”

Jakarta, CNN Indonesia – PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan


masyarakat akibat mengalami likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92
triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89
triliun untuk kembali sehat.

Ternyata kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang beru mencuat. Jika dirunut
permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.

Evaluasi permasalahan kasus PT Asuransi Jiwasraya:

1. Bentuk fraud yang dilakukan


Fraud merupakan perbuatan yang melawan hokum yang dilakukan secara sengaja
dengan tujuan tertentumanipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) yang
dilakukan oleh orang – orang didalam atau diluar organisasi untuk mendapatkan keuntungan
pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
Dalam kasus ini, fraud terjadi disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang
berdekatan dan pembelian dilakukan dengan negoisasi Bersama pihak – pihak tertentu agar
dapat memperoleh harga yang diinginkan. Jiwasraya berinvestasi pada saham dengan kualitas
buruk/saham gorengan dan kepemilikan saham tertentu melebihi batas diatas 2,5%. Dari
laporan keuangan tahun2017 sebagian besar dana nasabah diinvestasikan pada reksadana,
saham, dan property. Investasi tersebut kurang memperhatikan manajemen risiko. Jiwasraya
justru banyak menginvestasikan dana nasabah pada saham tidak likuid yang konsisten naik.
Akibatnya, risiko gagal dan derita kerugian senantiasa membayangi perusahaan asuransi ini.
Saham yang diborong Jiwasraya terpuruk di pasar keuangan, sehingga berdampak pada
tingkat keuntungan yang diperoleh pun tidak maksimal, bahkan mengalami kerugian.

Berikut kesimpulan daripada penyebab fraud kasus jiwasraya:

a. Perusahaan menerima kontribusi pendapatan tertinggi melalui produk saving plan. Tetapi,
produk yang ditawarkan melalui bank (banc assurance) ini menawarkan bunga tinggi
dengan tambahan manfaat asuransi. Tapi benefit yang ditawarkan ini tidak
mempertimbangkan biaya atas asuransi yang dijual.
b. Penunjukkan pejabat kepala pusat banc assurance pada SPV pusat banc assurance tidak
sesuai ketentuan. Serta pengajuan cost of fund langsung kepada direksi, tanpa melibatkan
divisi terkait dan tidak didasarkan pada dokumen perhitungan cost of fund dan review
usulan cost of fund.
c. Dalam pemasaran produk saving plan diduga terdapat konflik kepentingan karena pihak –
pihak terkait jiwasraya mendapat fee atas penjualan produk tersebut. Saat membeli saham
– saham dari perusahaan berkualitas rendahpun dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.
Analisis pembelian dan penjualan saham tidak didasarkan atas data yang valid dan
objektif, jual beli saham juga dilakukan dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari
pencatatan unrealized loss atau melakukan window dressing.
d. Selain itu jual beli saham dilakukan dengan cara negosisasi agar bisa memperoleh harga
yang diinginkan, serta kepemilikan atas saham tersebut melebihi batas maksimal, yakni di
atas 2,5 persen. Pihak yang diajak bertransaksi saham oleh manajemen Jiwasraya adalah
grup yang sama, sehingga diduga ada dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut.
e. Jiwasraya dalam rencana subscription reksadana tidak dilakukan secara memadai dan
diduga dibuat secara perkiraan agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki
kinerja yang baik sehingga dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi.
f. Investasi reksadana memiliki underlying saham-saham dan mtn (medium term notes)
berkualitas rendah dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh
pihak-pihak yang terafiliasi.
2. Pengendalian internalnya
Dalam kasus jiwasraya, perusahaan memiliki kelemahan dalam sistem pengendalian
internal dan manajemen risiko, diikuti dengan adanya kelalaian dari lembaga pengawas
(OJK). Hal ini mengakibatkan perusahaan mengalami gagal bayar yang membuat negara
dirugikan Rp13,7 triliun.

Ada beberapa saran perbaikan terkait Pengendalian Internal yang dapat diusulkan:

a. Sistem Pengendalian Internal


Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision (COSO)
mengungkapkan bahwa pengendalian internal merupakan rangkaian tindakan yang mencakup
keseluruhan proses dalam organisasi. Pengendalian internal berada dalam proses manajemen
dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Terdapat 5 komponen pengendalian
internal menurut COSO, yaitu:
• Lingkungan Pengendalian (Control Environment); Merupakan unsur dasar untuk
semua komponen pengendalian internal atau menjadi pondasi dari komponen lainnya.
Lingkungan pengendali meliputi Integritas atau etika, komitmen seluruh anggota
organisasi, filosofi manajemen, struktur organisasi, kebijakan dan pengelolaan sumber
daya manusia serta adanya Dewan Komisaris dan adanya Komite Audit.
• Penilaian Risiko (Risk assisment); merupakan unsur proses yang dinamis dan
berulang untuk mengidentifikasi dan menganalisa serta mitigasi risiko terkait dengan
pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan bisa berasal
dari internal organisasi ataupun dari eksternal. Identifikasi atau penilaian risiko baik
dari eksternal maupun internal harus menjadi perhatian manajemen karena berpotensi
untuk mengakibatkan pengendalian internal tidak efektif.
• Aktivitas Pengendalian (Control Activities); Mencakup tindakan-tindakan yang
ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur untuk membantu memastikan
dilaksanakannya arahan manajemen dalam rangka meminimalkan risiko atas usaha
pencapaian tujuan secara efektif.
• Informasi dan Komonikasi (Information and Commonication); Manajemen harus
mendapatkan, menghasilkan dan menggunakan informasi yang relevan dan
berkualitas, baik dari sumber internal maupun eksternal untuk terselenggaranya fungsi
pengendalian internal yang mendukung pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan.
• Aktivitas Pengawasan (Monitoring Activities); Unsur pemantauan mencakup evaluasi
berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau kombinasi dari keduanya untuk memastikan
komponen-komponen Pengendalian internal ada dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Dengan adanya aktivatas pemantauan ini maka sistim pengendalian bisa saja terjadi
perubahan sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
b. Sistem Manajemen Risiko
Permasalahan ini tidak hanya berhubungan dengan persoalan pidana dan kriminal, tetapi
juga terkait risk based capital yang di dalamnya tentang manajemen risiko. Manajemen risiko
adalah upaya untuk memantau risiko dan melindungi hak properti, laba, aset, dan aset entitas
bisnis. Dalam praktiknya, proses manajemen risiko ini mencakup mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan mengendalikan risiko jika terbukti mengancam keberlanjutan organisasi.
Manajemen ini sangat penting karena ini adalah salah satu sumber daya perusahaan.
Manajemen seharusnya dapat mempertimbangkan berbagai risiko lain yang berkaitan dengan
keuangan, seperti:
• Risiko likuiditas
• Kontinuitas pasar
• Resiko kredit
• Risiko regulasi
• Risiko pajak
• Risiko akuntansi
c. Reporting system
Atas kelalaian pengawasan OJK, Regulator harus mewajibkan perusahaan untuk
mengimplementasikan whistle blowing system yang menyediakan mekanisme palaporan bila
ada penyimpangan yang dilakukan oleh orang dalam. Sanksinya pun harus tegas dan
membuat efek jera, semisal dengan penerbitan list of improper executives, yang diterbitkan
secara berkala, misalnya tiap kuartal. Karena lazimnya perusahaan yang bermasalah
dilakukan oleh direksi.
3. Implementasi Good Corporate Governance
Dalam POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik
bagi Perusahaan Perasuransian disebutkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik
merupakan salah satu pilar dalam membangun kondisi perekonomian yang sehat. Penerapan
tata kelola perusahaan yang baik berkaitan erat dengan kredibilitas perusahaan yang
menjalankan serta iklim perekonomian di suatu negara. Pesatnya perkembangan industri
perasuransian harus didukung dengan iklim yang kondusif. Dalam rangka menunjang
pencapaian iklim usaha yang kondusif serta persaingan usaha yang sehat, maka penting bagi
industri perasuransian untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan tata
kelola perusahaan yang baik oleh industi perasuransian tersebut menjadi salah satu bagian
penting dalam menangani risiko. Apabila penerapapan tata kelola Perusahaan Perasuransian
dapat berjalan dengan baik, maka manajemen risiko juga akan berjalan dengan efektif.
Pelaksanaan Good Corporate Governance perusahaan paling tidak harus memperhatikan
beberapa hal, antara lain :
• Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris.
• Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite Audit;
• Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan eksternal;
• Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal;
• Rencana strategis Perseroan;
• Pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perseroan.
Apabila Asuransi Jiwasraya sebelumnya sudah konsisten mejalalankan tata kelola
perusahaan yang baik sesuai dengan peraturan yang sudah ada maka kecil kemungkinan
terjadi kasus gagal bayar yang nilainya sangat besar ini. Dampak gagal bayar Jiwasraya
disinyalir berdampak massive dan sistemik. Bagi Pelaku bisnis atau seluruh stakeholder
jasa keuangan, kasus jiwasraya ini menjadi peringatan serius tentang pentingnya tata
kelola perusahaan yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai