Anda di halaman 1dari 55

BAB IV

ASESMEN KESULITAN BELAJAR

A. Konsep Asesmen dan Evaluasi Belajar


1. Pengertian Asesmen
Asesmen merupakan proses memperoleh informasi
yang relevan untuk membantu anak dalam membuat
keputusan pendidikannya. Istilah asesmen banyak
digunakan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang
pendidikan asesmen diartikan sebagai suatu proses
pengumpulan informasi. Dikatakan sebagai proses karena
kegiatannya berlangsung secara terus menerus. Di bidang
ilmu pendidikan anak berkebutuhan khusus, menyatakan
asesmen lebih difokuskan kepada proses pencarian
informasi yang relevan dalam membuat keputusan
pendidikan yang meliputi sasaran dan tujuan, strategi
pembelajaran dan program penempatan. (Taylor, 2000)
Batasan asesmen banyak alikemukakan oleh ahli,
Lerner (1988) menyatakan asesmen merupakan suatu proses
pengumpulan informasi tentang seorang anak yang
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan
yang berkaitan dengan anak tersebut. Du Paul (1994)
mengemukakan asesmen sebagai proses pengumpulan
informasi atau data tentang penampilan individu yang
bersangkutan untuk membuat keputusan.
Jadi, dapat diartikan bahwa asesmen pembelajaran
adalah proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk
apapun yang dapat digunakan untuk landasan pengambilan
keputusan tentang siswa baik yang menyangkut
kurikulumnya, program pembelajarannya, iklim sekolah
maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Keputusan tentang
siswa ini termasuk bagaimana guru mengelola pembelajaran
di kelas, bagaimana guru menempatkan siswa pada
program-program pembelajaran yang berbeda, tingkatan
tugas-tugas untuk siswa yang sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan masing-masing, bimbingan dan penyuluhan,
dan mengarahkan mereka pada studi lanjut. Keputusan
tentang kurikulum dan program sekolah, termasuk
pengambilan keputusan tentang efektifitas program ataupun
langkah-langkah untuk meningkatkan kemampuan siswa
dengan remidial teaching. Kemudian, keputusan untuk
kebijakan pendidikan menyangkut kebijakan di tingkat
sekolah, kabupaten, maupun nasional. Sehingga ketika
pembahasan tentang kompetensi untuk melakukan asesmen
tentang siswa akan meliputi bagaimana guru mengkoleksi
semua informasi untuk membantu siswa dalam mencapai
target pembelajaran, sehingga teknik-teknik asesmen yang
digunakan untuk mengkoleksi informasi ini, baik teknik
yang bersifat formal maupun non formal dengan mengamati
perilaku siswa dengan menggunakan paper and pencil test,
unjuk kerja siswa dalam menyelesaikan pekerjaan rumah,
tugas-tugas di laboratorium maupun keaktifan diskusi
selama proses pembelajaran. Semua informasi tersebut
dianalisis sebagai laporan kemajuan siswa.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa asesmen


pembelajaran bermanfaat untuk:
a. Memberi penjelasan secara lengkap tentang target
pembelajaran yang dapat dijelaskan; sebelum pendidik
melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih dulu
harus mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan
siswa, informasi yang dibutuhkan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan performa siswa. Pengetahuan,
keterampilan dan performa siswa yang dibutuhkan
dalam pembelajaran disebut dengan target atau hasil
pembelajaran;
b. Memilih teknik asesmen untuk kebutuhan masing-
masing siswa, bila mungkin guru dapat menggunakan
beberapa indikator keberhasilan untuk setiap taget
pembelajaran; masing masing target pembelajaran
memerlukan pemilihan teknik asesmen yang berbeda,
misalnya untuk dapat melakukan asesmen kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah dalam matematika
tentu akan sangat berbeda dengan kemampuan
membaca atau mendengarkan, dan berbeda pula untuk
pemecahan masalah IPS yang memerlukan diskusi;
c. Memilih teknik asesmen untuk setiap target
pembelajaran, pemilihan teknik asesmen harus
didasarkan pada kebutuhan praktis di lapangan dan
efisiensi. Teknik asesmen ini harus dapat
mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk
mengembangkan kemampuan siswa, sehingga ketika
memilih teknik asesmen harus pula dipertimbangkan
manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab itu,
ketika melakukan interpretasi dari hasil asesmen
haruslah dengan cermat, dengan menghindari berbagai
keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas
pelaksana asesmen.

Dengan berlandaskan pada uraian di atas, Anda


dapat membuat suatu pemahaman yang lebih pasti tentang
asesmen pembelajaran yaitu:

a. Asesmen merupakan bagian integral dari proses


pembelajaran, sehingga tujuan asesmen harus sejalan
dengan tujuan pembelajaran; sebagai upaya utuk
mengumpulkan berbagai informasi dengan berbagai
teknik; sebagai bahan pertimbangan penentuan tingkat
keberhasilan proses dan hasil pembelajaran; oleh
karenanya asesmen hendaknya dilakukan dengan
perencanaan yang cermat.
b. Asesmen harus didasarkan pada tujuan pembelajaran
secara utuh dan memiliki kepastian kriteria
keberhasilan, baik kriteria dari keberhasilan proses
belajar yang dilakukan siswa, ataupun kriteria
keberhasilan dari kegiatan mengajar yang dilakukan
oleh pendidik, serta keberhasilan program pembelajaran
secara keseluruhan.
c. Untuk memperoleh hasil asesmen yang maksimal yang
dapat menggambarkan proses dan hasil yang
sesungguhnya, asesmen dilakukan sepanjang kegiatan
pengajaran ditujukan untuk memotivasi dan
mengembangkan kegiatan belajar anak, kemampuan
mengajar guru dan untuk kepentingan penyempurnaan
program pengajaran.
d. Terkait dengan evaluasi, asesmen pada dasarnya
merupakan alat (the means) dan bukan merupakan
tujuan (the end), sehingga asesmen merupakan sarana
yang digunakan sebagai alat untuk melihat dan
menganalisis apakah siswa telah mencapai hasil belajar
yang diharapkan serta untuk mengetahui apakah proses
pembelajaran telah sesuai dengan tujuan atau masih
memerlukan pengembangan dan perbaikan.
Dalam pelaksanaannya, asesmen pembelajaran merupakan
kegiatan yang berkaitan dengan mengukur dan menilai
aspek psikis yang berupa proses dan hasil belajar yang
bersifat abstrak, karena itu asesmen hendaknya dilakukan
dengan cermat dan penuh perhitungan termasuk
memperhatikan berbagai keterbatasan sebagai berikut.

a. Untuk pengukuran suatu konstruk, khususnya


konstruk psikologis yang bersifat abstrak tidak ada
pendekatan tunggal yang dapat diberlakukan dan
diterima secara universal, termasuk dalam kegiatan
asesmen yang bertujuan untuk mengukur proses
pembelajaran dan pemahaman siswa terhadap
seperangkat materi yang dipersyaratkan, maka dalam
pelaksanaannya harus digunakan bermacam
pendekatan untuk tujuan yang berbeda-beda dan
dilakukan dalam berbagai kesempatan sepanjang
rentang waktu berlangsungnya proses pembelajaran.
b. Pengukuran aspek psikologis termasuk pengukuran
proses dan hasil pembelajaran pada umumnya
dikembangkan berdasar atas sampel tingkah laku yang
terbatas, sehingga untuk dapat menjadi sumber
informasi yang akurat, asesmen dilakukan dengan
perencanaan yang matang dan dilakukan dengan
cermat, dengan memperhatikan perolehan sampel
yang memadai dari domain tingkah laku dalam
pengembangan prosedur dan alat ukur yang baik.
c. Perlu dipahami bahwa hasil pengukuran dan nilai yang
diperoleh dalam asesmen proses dan hasil belajar
mengandung kekeliruan. Angka yang diperoleh
sebagai hasil pengukuran (dengan menggunakan tes
ataupun nontes) berupa: Thrue score + Error, untuk itu
kegiatan pengukuran dalam prosedur asesmen yang
baik harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga
dapat memperkecil kekeliruan (error). Kesalahan
dalam proses asesmen dapat bersumber dari alat ukur,
dari
gejala yang diukur, maupun interpretasi terhadap hasil
pengukuran tersebut.
d. Pendefinisian suatu satuan yang menyangkut
kualitas/kemampuan psikologis pada skala
pengukuran merupakan masalah yang cukup pelik,
mengingat bahwa kenyataan hasil belajar merupakan
suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi,
sedang dalam pelaksanaan tes pengukuran hasil
belajar, pengajar diharuskan memberikan kuantitas
yang berupa angka-angka pada kualitas dari suatu
gejala yang bersifat abstrak.
e. Konstruk psikologis termasuk proses dan hasil
pembelajaran tidak dapat didifinisikan secara tunggal
atau berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan
konstruk yang lain. Dengan demikian dalam
pelaksanaan evaluasi diperlukan adanya kesungguhan
dan kecermatan yang tinggi, sehingga berbagai
keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat dikurangi.

2. Asesmen sebagai dasar Evaluasi


Skor yang diperoleh sebagai hasil pengukuran hasil
belajar dalam pelaksanaan asesmen seringkali belum bisa
memberikan makna secara optimal, sebelum diberikan
kualitas dengan membandingkan skor hasil pengukuran
tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria atau pendekatan
dalam evaluasi hasil belajar dapat berupa kriteria yang
bersifat mutlak, kriteria relatif atau kriteria performance.
Meskipun dalam pelaksanaan kurikulum berbasis
kompetensi ditegaskan penggunaan Acuan Kriteria, tidaklah
salah bila Anda sebagai pendidik mengetahui juga kriteria
yang lain.
a. Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan
Kriteria (PAP/PAK)
Penilaian Acuan Patokan didasarkan pada kriteria
baku/mutlak, yaitu kriteria yang telah ditetapkan
sebelum pelaksanaan ujian dengan menetapkan batas
lulus atau minimum passing level. Dengan pendekatan
ini begitu koreksi dilakukan, pengajar segera dapat
mengambil keputusan lulus atau tidak lulus serta nilai
diperoleh. Dalam pendekatan kriteria dituntut
penanganan yang lebih detail dan terencana sebelum
proses pengajaran berlangsung, pengajar harus telah
mengkomunikasikan cakupan materi pengajaran dan
kriteria keberhasilan serta kompetensi yang harus
dikuasai peserta didik yang tercermin dalam tujuan
pengajaran atau Indikator pencapaian.
b. Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif
(PAN/PAR)
Penilaian Acuan Norma didasarkan pada kriteria
relatif, yakni pada kemampuan kelompok pada
umumnya. Sehingga lulus dan tidaknya peserta uji
yang ditunjukkan dengan kategori nilai A, B, C
bergerak dalam batas yang relatif. Pada prinsipnya
pendekatan norma menggunakan hukum yang ada
pada kurva normal, yang dibentuk dengan
mengikutsertakan semua skor hasil pengukuran yang
diperoleh. Penentuan prestasi dan kedudukan siswa
didasarkan pada Mean (rerata) dan Standard Deviasi
(simpangan baku) dari keseluruhan skor yang
diperoleh sekelompok mahasiswa, sehingga penilaian
dan penetapan kriteria baru dapat ditetapkan setelah
koreksi selesai dilakukan.
c. Penilaian dengan Pendekatan Performa (Performance)
Pendekatan ini didasarkan pada performansi
mahasiswa sebelumnya, sehingga lebih diarahkan
pada pembinaan kemajuan belajar dari waktu ke
waktu, untuk itu sangat diperlukan informasi tentang
kemampuan awal siswa serta potensi dasar yang
dimiliki. Pendekatan ini sangat cocok untuk
pelaksanaan pengajaran remedial atau untuk latihan
keterampilan tertentu dimana dalam kegiatan semacam
ini kemajuan anak dari waktu ke waktu sangat perlu
untuk diikuti dan dipantau secara teliti.

Masing-masing acuan penilaian memiliki


kekurangan dan kelebihan. Dalam pelaksanaan, pengajar
dapat menentukan sendiri kriteria mana yang dipilih
dengan mempertimbangkan berbagai faktor terutama
kondisi kelompok peserta uji, sistem pendidikan yang ada,
tingkat kemampuan yang diungkap, tujuan penilaian dan
berbagai pertimbangan lain sesuai dengan situasi kondisi.

3. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan
informasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pelaksanaan program sekolah dengan criteria tertentu untuk
keperluan pembuatan keputusan. Informasi hasil evaluasi
dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan pada
program. Apabila hasilnya sesuai dengan sasaran yang
diterapkan, berarti program tersebut efektif. Jika sebaliknya,
maka program tersebut dianggap perlu diperbaiki.

4. Jenis-jenis Evaluasi
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan
tujuan evaluasi. Ada bermacam jenis evaluasi yang secara
garis besar setidaknya dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu :
a. Evaluasi Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan
pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk
mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok
bahasan tertentu. Informasi dari evaluasi formatif
dapat dipakai sebagai umpan balik bagi pengajar
mengenai proses pengajaran.
b. Evaluasi Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada
akhir satuan program tertentu, (catur wulan, semester
atau tahun ajaran), tujuannya untuk melihat prestasi
yang dicapai peserta didik selama satu program yang
secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai
yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan
kelas.
c. Evaluasi Diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan
untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor yang
diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk
keperluan pemberian bimbingan belajar dan
pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai
meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang
melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak
serta berbagai kondisi khusus siswa.
d. Evaluasi penempatan (placement), yaitu penilaian
yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya, misalnya
dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada
kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan.
Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat,
kesanggupan, kondisi phisik, kemampuan dasar,
keterampilan dan aspek khusus yang berhubungan
dengan proses pengajaran.
e. Evaluasi Seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk
menyaring atau memilih orang yang paling tepat pada
kedudukan atau posisi tertentu. Evaluasi ini dilakukan
kapan saja diperlukan. Aspek yang dinilai dapat
beraneka ragam disesuaikan dengan tujuan seleksi,
sebab tujuannya adalah memilih calon untuk posisi
tertentu, karena itu analisis dari evaluasi ini biasanya
menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau
berdasar norma kelompok.

B. Asesmen Kesulitan Belajar


1. Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar didefinisikan sebagai gangguan
perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam
proses belajar (Somantri, 2007: 195). Kesulitan belajar
dapat mengenai berbagai tingkatan kecerdasan. Namun
kesulitan belajar lebih terkait dengan kecerdasan normal dan
kecerdasan diatas normal. Kesulitan belajar akan nampak
ketika mempelajari keterampilan dasar seperti menulis,
membaca, berhitung dan mengeja.
2. Identifikasi Kesulitan Belajar Peserta Didik
a. Pengertian Identifikasi. Identifikasi dapat diartikan
sebagai menemukenali. Identifikasi dimaknai sebagai
proses penjaringan sedangkan assesment dimaknai
penyaringan. Identifikasi dilaksanakan oleh orangtua,
guru, maupun tenaga kependidikan lainnya sebagai
upaya untuk melakukan proses penjaringan terhadap
anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik,
intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam
rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
b. Tujuan identifikasi untuk lima keperluan: penjaringan
(screening), pengalihtanganan (referal),
pengklasifikasian, perencanaan pembelajaran, dan
pemantauan kemajuan belajar.
c. Cara Identifikasi dapat dilakukan berdasarkan gejala-
gejala yang dapat diamati seperti:
1) Gejala fisik. Contoh: gangguan penglihatan,
pendengaran, wicara, kekurangan gizi dan lain-
lain
2) Gejala perilaku. Contoh: emosi yang labil,
perilaku sosial yang negatif seperti suka
membolos, berkelahi dan lain-lain
3) Gejala hasil belajar. Contoh: prestasi belajar
yang rendah yang mengakibatkan tidak naik
kelas
4) Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi adalah dengan mengumpulkan
data peserta didik dengan beberapa teknik
pengumpulan data. Observasi sikap dan perilaku
dapat dilakukan dengan mengisi daftar cek yang
memuat perilaku yang akan diamati sesuai
dengan perilaku yang diduga menyimpang.
Salah satu contoh bentuk daftar cek yang bisa
dikembangkan antara lain

Nama Perilaku yang Jumlah Rata-


diamati rata
1 2 3 4 5 6

Guru, dan pendidik perlu mengembangkan


bentukbentuk lembar observasi dengan kreatif.
Pengamatan dilakukan setiap hari di kelas
maupun diluar kelas disaat istirahat. Selain
lembar pengamatan, pengumpulan data bisa
dilakukan dengan wawancara kepada peserta
didik yang bersangkutan, orangtua, guru, dan
temantemannya. Analisis dokumen juga
dilakukan untuk pengumpulan data peserta
didik. Dokumen berisi daftar nilai tugas, ujian
yang pernah ditempuhnya juga dijadikan sebagai
sumber informasi.

3. Asesmen Kesulitan Belajar Peserta Didik


a. Assesment merupakan proses pengumpulan
informasi sebelum program pembelajaran disusun.
Assesment dimaksudkan untuk memahami
keunggulan dan hambatan belajar peserta didik,
sehingga diharapkan program yang disusun benar-
benar sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
b. Lima fungsi assesment:
1) Fungsi screening/penyaringan: untuk
mengidentifikasi peserta didik yang
kemungkinan mengalami problem belajar
2) Fungsi pengalihtanganan/ referal: untuk
pengalih tanganan kasus (kasus kesehatan,
kejiwaan dan sosial ekonomi): yang
membutuhkan tenaga profesional
3) Fungsi perencanaan pembelajaran individual
(PPI): agar diperoleh gambaran berbagai potensi
maupun hambatan yang dialami peserta didik
4) Fungsi monitoring kemajuan belajar
5) Fungsi evaluasi program
c. Jenis-jenis Asesmen
Ada empat jenis asesmen bagi anak berkesulitan
belajar antara lain :
1) Asesmen Perkembangan. Suatu proses
pengumpulan informasi tetang aspekaspek
perkembangan anak yang diduga secara
signifikan berpengaruh terhadap prestasi
akademiknya. Program pembelajaran akademik
dapat berjalan dengan baik apabila anak telah
memiliki kesiapan atau kematangan sesuai
dengan irama perkembangannya. Aspek-aspek
asesmen perkembangan meliputi gangguan
motorik, gangguan persepsi, gangguan
atensi/perhatian, gangguan memori, hambatan
dalam orientasi ruang, arah/spatial, hambatan
bahasa, hambatan pembentukan konsep dan
mengalami masalah perilaku
2) Asesmen Akademik. Suatu proses yang
dilakukan untuk mengumpulkan data atau
informasi yang berkenaan dengan kondisi aktual
kemampuan akademik anak. Cakupan asesmen:
asesmen keterampilan membaca, asesmen
keterampilan menulis, dan asesmen
keterampilan berhitung
3) Asesmen Non akademik (kekhususan). Proses
pengumpulan informasi tentang kondisi ABK
yang meliputi kondisi kelainan, kemampuan
yang telah dikuasai dan kesulitan/ hambatan
yang dialami untuk pertimbangan membuat
keputusan tentang kebutuhan yang diperlukan
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
dan mengurangi dampak kondisi kelainannya.
Informasi ini digunakan untuk membuat
pertimbangan dan keputusan dalam penentuan
program layanan kompensatoris bagi abk.
4) Asesmen Formal dan Informal. Asesmen formal:
tes standar yang telah dibakukan. Asesmen ini
biasanya dilengkapi dengan sebuah manual yang
berisi petunjuk tentang pelaksanaan asesmen,
penyekoran, dan penafsiran terhadap hasil tes.
Contoh: aspek yang diukur prestasi akademik:
peabody individual achievement (PIA), Monroe
Sherman, dan lain-lain. Kemampuan motorik
anak: The purdue perceptual motor survey
(PPMS). Kemampuan visual: visual motor
integration, Bender Gestalt. Kemampuan
auditors: Wepman auditory discrimination test.
Kemampuan konsep dasar: Boehm test of basic
concept. Asesmen Informal: asesmen yang
dibuat oleh guru sesuai dengan konteks
pembelajaran di kelas. Asesmen informal
dilaksanakan oleh guru setelah selesai
pembelajaran. Guru menggunakan tes yang
terdapat dalam buku ajar sesuai kurikulum.
Teknik pengukuran informal oleh guru berupa:
Observasi, Analisis sampel kerja, Analisis tugas,
Infentory informal, Daftar cek, Skala penilaian,
Kuesioner, Wawancara.
BAB V

LAYANAN BAGI ANAK YANG MENGALAMI KESULITAN


BELAJAR

A. Mengidentifikasi kesulitan belajar yang di alami siswa sd


Kesulitan belajar adalah masalah umum yang banyak terjadi
pada anak-anak di sekolah, dengan keragaman jenis dan tingkat
kesulitan yang berbeda-beda. Kondisi ini tentu saja menjadikan
persoalan tersendiri dalam pemberian layanan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka masing-masing. Namun demikian,
banyak di antara guru-guru atau sekolah yang belum menyadari
dan memberikan perhatian khusus kepada mereka. Tidak ada
program khusus yang dirancang, serta pelayanan pendidikan
yang diberikan secara spesifik sesuai dengan kebutuhannya,
terutama untuk anak-anak berkesulitan belajar yang masuk pada
kategori anak berkebutuhan khusus.
Pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang
berorientasi pada kebutuhan individual sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan belajar yang optimal berdasarkan
kapasitas yang dimilikinya. Ini mengingat heteroginitas
kesulitan belajar yang dialami oleh para siswa di sekolah,
meskipun secara umum Gallagher (1989) membedakan
kesulitan belajar menjadi dua kategori, (1) kesulitan belajar
perkembangan dan (2) kesulitan belajar akademik
Kendati kedua jenis kesulitan belajar tersebut, menunjukkan
adanya bentuk-bentuk kesulitan yang berbeda, namun pada
hakekatnya kesulitan belajar perkembangan dan kesulitan
belajar akademik memiliki keterkaitan langsung dalam proses
belajar anak, berkenaan dengan prasyarat ketrampilan belajar,
untuk dapat belajar sesuatu. Untuk itu keduanya tidak dapat
diisahkan begitu saja, terutama dalam konteks pemberian
layanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.
Namun persoalannya adalah, apakah secara umum kedua
jenis kesulitan belajar tersebut sudah cukup representatif untuk
menggambarkan anak-anak berkesulitan belajar di sekolah, serta
bagaimana dan dalam bentuk apa mereka dapat dioptimalkan
dalam pencapaian prestasi belajarnya. Untuk menjawab
permasalahan tersebut maka akan dibahas lebih lanjut di bawah
ini.
1. Jenis Kesulitan Belajar
Anak-anak di sekolah pada umumnya memiliki berbagai
karakteristik individual yang berbeda, baik dari segi fisik,
mental, intelektual, ataupun sosial-emosional. Oleh karena
itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya
masing-masing secara individu, dan akan mengalami
berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula, sesuai
dengan karakteristik atau potensinya masing-masing.
Diantara berbagai jenis kesulitan belajar, khususnya yang
dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus, dapat
dikelompokkan menjadi , (1) kesulitan belajar umum, dan
(2) kesulitan belajar khusus. Namun ada pula yang
mengelompokkan kesulitan belajar menjadi tiga tipe, (1)
gangguan akademis yang mencakup kesulitan dalam
membaca, menulis dan berhitung, (2) gangguan
nonsymbolic (bukan lambang), yaitu kesulitan dalam
proses mengenal kembali, menghubungkan pengetahuan
baru

B. Bimbingan belajar sebagai upaya penangan kesulitan belajar


Untuk memberikan layanan pendidikan pada anak-
anak berkesulitan belajar, tentunya haruslah terlebih dahulu
diketahui jenis atau bentuk kesulitan yang dihadapi seorang
anak. Informasi mengenai hal ini dapat diketahui melalui
identifikasi dan asesmen kesulitan yang dihadapi, untuk
selanjutnya dapat dibuatkan rencana pembelajaran atau
pelayanan pendidikan lebih lanjut.
Kendati demikian, ada beberapa strategi pendidikan
yang dapat dilakukan, sesuai dengan jenis-jenis kesulitan
sebagaimana diuraikan di muka, yaitu :
1. Kesulitan belajar umum
Beberapa teknik atau strategi pendidikan untuk anak-
anak yang mengalami kesulitan belajar secara umum,
menurut Woodworth & Marquis, sebagaimana
dikemukakan oleh Abin Syamsudin (1981) diantaranya
adalah
a. Untuk kasus kesulitan belajar yang berlatar
belakang kurangnya motivasi dan minat belajar,
1) Hindarkan saran dan pernyataan negative dan
yang dapat melemahkan kegairahan belajar
2) Ciptakan situasi-situasi kompetitif sesama siswa
secara sehat
3) Kembangkan sasaran-sasaran antara atau
tujuan-tujuan khusus intermedier yang mudah
diijangkau secara bertahap
4) Berikan dorongan untuk self competition
dengan memberikan informasi tentang
prestasinya yang telah dicapai dari saat atau dari
bidang ke bidang studi yang satu terhadap
lainnya.
5) Berikan kesempatan kepada individu/kelompok
untuk mendiskusikan aspirasi-aspirasinya
secara rasional.
6) Berikan ganjaran yang tulus dan wajar,
kendatipun hanya berupa kata pujian
7) Tunjukkan manfaat dari pelajaran bagi
kepentingan siswa yang bersangkutan pada saat
kini dan nanti
b. Kasus kesulitan belajar yang berlatar belakang
dengan sikap negatif terhadap guru, pelajaran dan
situasi belajar
1) Ciptakan iklim sosial yang sehat di dalam kelas
atau kelompok siswa.
2) Kembangkan kehangatan hubungan antara
siswa dengan guru dan siswa dengan siswa
3) Berikan kesempatan memperoleh pengalaman
yang menyenangkan atau memuaskan atau
memperoleh pengalaman rasa sukses dalam
belajar meskipun prestasi yang minimal
c. Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang
kebiasaan belajar yang salah, disarankan untuk,
1) Tunjukkan akibat atau pengaruh kebiasaan yang
salah terhadap prestasi belajar dan kehidupan
seseorang
2) Berikan kesempatan masa transisi untuk
berlatih dengan pola-pola kebiasaan baru dan
meninggalkan kebiasaan lama yang salah
d. Kesulitan belajar dengan latar belakang
ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman
pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental
inputs dan lingkungannya.
1) Bimbingan informatif dalam pilihan
program/bidang studi, bahan/sumber,
strategi/metode/teknik belajar secara rasional
2) Diskusi dan atau kerja kelompok
3) Proyek kegiatan bersama di kelas, karyawisata
dan sebagainya
2. Kesulitan Membaca
Satu permasalahan yang dihadapi anak berkesulitan
belajar spesifik adalah berkenaan dengan membaca.
Kesulitan membaca bagi anak-anak berkebutuhan
khusus terjadi dalam bentuk dan karakteristik yang
bervariasi. Secara umum kesulitan membaca dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kesulitan membaca
primer, yang terjadi akibat adanya kelainan biologis
pada otak dan (2) kesulitan membaca sekunder, yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti, persepsi,
kepribadian yang salah, pembelajaran di sekolah,
ataupun sosial budaya. Beberapa kesulitan membaca
yang dialami anak-anak berkebutuhan khusus

C. Rencana tindak lanjut penanganan kesulitan belajar siswa sd


Adapun langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan
belajar meliputi:

1. Memperkirakan kemungkinan bantuan


Kalau letak kesulitan yang dialami murid sudah
dipahami baik jenis dan sifat kesulitan dengan berbagai
macam latar belakangnya maupun faktor-faktor
penyebabnya, maka guru/konselor akan memperkirakan:

a. apakah murid tersebut masih mungkin ditolong


untuk mengatasi kesulitannya atau tidak.
b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengatasi kesulitan yang dialami murid tertentu.
c. Kapan dan dimana pertolongan itu dapat diberikan.
d. Siapa yang dapat memberikan
pertolongan/bantuan.
e. Bagaimana cara menolong murid yang efektif,
sehingga murid dapat mengatasi kesulitan.
f. Siapa saja yang harus dilibatkan dalam menolong
murid dan apakah sumbangan /peranan yang dapat
diberikan oleh masing-masing pihak.

2. Menetapkan kemungkinan cara mengatasi


Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat staf
bimbingan dan Konseling jika diperlukan. Setelah hal itu
dilaksanakan maka perlu disusun suatu rencana yang
berisi tentang beberapa alternative yang mungkin
dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dialami
murid. Rencana itu hendaknya berisi :
a. Cara-cara yang harus ditempuh untuk
menyembuhkan kesulitan yang dialami murid.
b. Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai
terulang lagi.

Alangkah baiknya kalau rencana ini dapat didiskusikan


dan dikomunikasikan degan pihak-pihak yang terlibat
dalam pemberian bantuan tersebut. Misalnya: Kepala
Sekolah, guru kelas/guru bidang studi, orang tua murid,
konselor dan sebagainya. Pada dasarnya secara khusus
kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh guru bidang
studi yag mengetahui secara persis tentang berbagai
kesulitan yang dialami oleh seorang murid dalam mata
pelajarannya       

3. Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran
remedial (remedial teaching) yang diperkirakan paling
tepat dalam membantu murid yang mengalami kesulitan
belajar. Kegiataan tindak lanjut ini dapat berupa:
a. Melaksanakan bantuan berupa pengajaran remedial
(remedial teaching) pada bidang studi tertentu yang
dilakukan oleh guru, pada mata pelajaran tertentu
yang dilakukan oleh guru, yang dapat dibantu oleh
guru pembimbing (konselor) dan pihak lain yang
dianggap dapat menciptakan suasana belajar murid
yang penuh motivasi
b. Pembagian tugas dan peranan orang-orang tertentu
(wali kelas dan guru pembimbing) dalam
memberikan bantuan kepada murid dan kepada
guru yang sedang melaksanakan kegiatan
pengajaran remedial.
c. Senantiasa recek dan mencek kemajuan yang
dicapai murid baik pemahaman mereka terhadap
bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun
mencek tepat guna dari program remedial yang
dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi. Dalam
pelaksanaan pemberian bantuan hendaknya
dilakukan secara kontinyu dan setiap kegiatan
seharusnya senantiasa disertai dengan pencatatan
yang tepat.
d. Mentransfer murid yang diperkirakan tidak
mungkin ditolong karena di luar kemampuan atau
wewenang guru/konselor. Transfer kasus semacam
itu bisa dilakukan kepada orang lain atau lembaga
lain (psikolog, psikiater, lembaga psikologi dan
sebagainya) yang diperkirakan dapat dan lebih
tepat membantu murid yang bersangkutan.
Setelah murid mendapat bantuan maka dapat dilakukan
tindak lanjut sebagai berikut:
a. Mentes hasil belajar murid dalam bidang studi yang
dianggap sulit.
b. Melakukan wawancara dengan murid yang
bersangkutan untuk mengetahui pendapat murid tentang
kesulitannya.
c. Wawancara dengan guru dan orang tua mengenai
perubahan yang telah terjadi.
d. Menganalisa hasil belajar yang telah dicapai dan
informasi lainnya.
e. Obsevasi kegiatan murid dalam belajar
BAB VI

INTERVENSI (PEMECAHAN MASALAH) KESULITAN


BELAJAR

A. Menganalisis hasil diagnosis kesulitan belajar


Diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelainan
dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara
menganalisis gejala-gejala yang tampak. Kesulitan dapat
diartikan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga
memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.
Belajar didefinisikan sebagai tingkah laku yang diubah melalui
latihan atau pengalaman. Dengan kata lain tingkah laku yang
mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian, fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan atau sikap. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Dengan melihat pengertian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah semua
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan
belajar, menetapkan jenis kesulitan, sifat kesulitan belajar, dan
juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan
belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya
baik secara kuratif (penyembuhan), maupun secara preventif
(pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang ada.
1. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah terjemah dari istilah bahasa
inggris learning disability. Menurut terjemah tersebut
sesungguhnya kurang tepat, karena learning artinya belajar,
disability artinya ketidakmampuan. Kesulitan belajar
adalah: suatu kondisi yang mana anak didik tidak belajar
sebagaimana mestinya karena ada gangguan tertentu.
Istilah kesulitan belajar yang penulis maksudkan
adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar
secara maksimal disebabkan adanya hambatan, kendala
atau gangguan dalam belajarnya. Belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Ketika
kesulitan belajar terjadi tentu hambatan hadir dalam
kegiatan belajar mata pelajaran sehingga berakibat hasil
belajarnya rendah.
Kegiatan belajar sangat berpengaruh oleh beberapa
faktor yang saling berhubungan satu sama lainnya. Faktor
tersebut dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi kegiatan belajar
dapat diuraikan dalam dua aspek berikut:
(1) Aspek Fisiologis
Yaitu kondisi umum jasmani atau ketegangan
otot yang menandai tingkat kebugaran organ
tubuh dan sendisendinya, dapat mempengaruhi
semangat dalam mengikuti pelajaran.
(2) Aspek Psikologis
Selain aspek fisiologis aspek psikologis juga
dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
perolehan pembelajaran siswa, seperti
kecerdasan, bakat, minat dan motivasi
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan
belajar diantaranya lingkungan sosial sekolah seperti
para guru, para staf administrasi, dan temanteman
sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa.
Para guru yang slalu menunjukkan sikap dan prilaku
yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang
baik, semangat dalam mengajar, misalnya rajin
membaca dan rajin berdiskusi, dapat menjadi
penyemangat bagi siswa dalam belajar, selanjutnya
yang termasuk masyarakat dan juga teman-teman
sepermainan disekitar siswa itu tinggal. Selanjutnya
faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan belajar
adalah gedung sekolah, letaknya rumah tempat
tinggal, keluarga, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca
yang digunakan siswa. Faktor tersebut dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan siswa. Untuk
memperoleh berbagai informasi di atas, dapat
menggunakan berbagai cara dan bekerjasama dengan
berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini.
Misalnya, untuk mendapatkan informasi tentang
keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan dokter
atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang
kemampuan potensial siswa dapat bekerjasama dengan
petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau
dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan
kebiasaan belajar siswa dapat mengamatinya secara
langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan
kebiasaan belajar, wawancara dengan wali kelas,
dengan orang tua, dengan siswa itu sendiri, atau
dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang
dapat ditempuh.
Karena belajar adalah kegiatan yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Hal ini sangat tergantung pada
proses belajar yang dialami siswa itu sendiri baik
ketika berada di sekolah, di rumah, dan di lingkungan
masyarakat. Prestasi belajar yang memuaskan dapat
diraih oleh seseorang jika mereka dapat belajar secara
lancar dan tidak ada hal-hal yang mengganggu atau
menghambatnya. Setiap sekolah dalam berbagai jenis
dan jenjangnya memiliki siswa yang berkesulitan
belajar,hanyayang membedakan pada sifat,jenis,dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian tersebut bahwa faktor yang


melatarbelakangi penyebab timbulnya masalah pada siswa
bersumber pada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal dapat mencakup segi intelektual seperti kecerdasan,
bakat, minat, motivasi, kondisi dan keadaan fisik. Faktor
eksternal meliputi kondisi sosial siswa seperti lingkungan,
ekonomi keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar.

1. Tipologi Belajar
Dalam buku psikologi belajar, Muhibbin Syah
mengatakan dalam proses belajar dikenal adanya
bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang
berbeda antara satu sama lainnya, baik dalam aspek materi
dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan
tingkah laku yang di harapkan. Keaneka ragaman jenis
belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan
kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-
macam
a. Belajar Abstrak
Belajar abstrak merupakan belajar mengunakan cara-
cara berfikir abstrak. bertujuan untuk memperoleh
pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang
tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak
diperlukan peranan akal yang kuat di samping
penguasaan atas prinsip, dan konsep, dan generalisasi.
Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar
matematika, kimia, kosmografi, astronomi, dan juga
sebagian materi bidang studi agama seperti tauhid.
b. Belajar Ketrampilan
Belajar keterampilan merupakan belajar dengan
menggunakan gerakan motorik yakni yang
berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot/
neuromuscular. bertujuan untuk memperoleh dan
menguasi keterampilan jasmani. Dalam belajar jenis
ini, latihan-latihan intensif dan teratur amat
diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya
belajar olahraga, musik, menari, melukis,
memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga
sebahgian materi pelajaran agama, seperti ibadah
shalat dan haji.
c. Belajar Sosial
Belajar sosial adalah belajar memahami masalah-
masalah dan teknik pemecahannya. bertujuan untuk
menguasai pemahaman dan kecakapan dalam
memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah
keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok,
dan masalah-masalah lain yang bersifat
kemasyarakatan. Termasuk belajar dalam jenis ini
misalnya pelajaran agama dan kewarganegaraan serta
pelajaran lainnya yang menunjang pendidikan karakter
yang akhir-akhir ini sedang digalakkan.
d. Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya merupakan
mengguna metodemetode ilmiah atau berfikir secara
sistematis, logis, dan teliti. bertujuan untuk
memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif
untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas,
dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam
menguasai konsep-konsep, prisip-prinsip, dan
generalisasi serta tilikan akal amat diperlukan.
e. Belajar Rasional
Belajar rasional merupakan belajar dengan
menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan
rasional. bertujuan untuk memperoleh aneka ragam
kecakapan mengunakan prinsip-prinsip dan konsep-
konsep. Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan
belajar pemecahan masalah dengan belajar rasional,
siswa diharapkan memiliki kemampuan memecahkan
masalah dengan menggunakan pertimbangan dan
strategi akal sehat, logis, dan sistematis. Tidak ada
perbedaan bidang studi yang digunakan sebagai sarana
belajar rasional.
f. Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan merupakan proses pembentukan
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan
yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain
menggunakan perintah, keteladanan dan pengalaman
khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran.
Tujuan agar siswa memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat
dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang
dan waktu (kontekstual).
g. Belajar Apresiasi
Belajar Apresiasi merupakan mempertimbangkan
(judgment) arti penting atau nilai suatu objek.
bertujuan agar siswa memperoleh dan
mengembangkan kecakapan ranah rasa (affecttive
skills) dalam hal ini kemampuan menghargai secara
tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi
sastra, apresiasi musik, dan sebagainya. Bidang-
bidang studi yang dapat menungang tercapainya
tujuan belajar apresiasi antara lain bahasa dan sastra,
kerajinan tangan (prakarya), kesenian, dan
menggambar. Selain bidang-bidang studi ini, bidang
studi agama juga memungkinkan untuk digunakan
sebagai alat pengembangkan apresiasi siswa, misalnya
dalam hal seni baca tulis al-Qur’an.
h. Belajar Pengetahuan
Belajar Pengetahuan adalah belajar dengan cara
melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek
pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan
sebagai sebuah program belajar terencana untuk
menguasai materi pelajaran dengan melibatkan
kegiatan investigasi dan eksperimen. Tujuan belajar
pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau
menambah informasi dan pemahaman terhadap
pengetahuan tertentu yang biasa lebih rumit dan
memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya,
misalnya dengan mengguna alatalat laboratorium dan
penelitian lapangan.

Kesulitan belajar siswa harus dapat diketahui dan dapat


diatasi sedini mungkin, sehingga tujuan instruksional dapat
tercapai dengan baik. Maka perlu dilakukan diagnosis dari
pelaksanaan diagnosis ini membantu siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal.

Diagnosis kesulitan belajar perlu dilakukan karena


berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat
kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara
maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan,
kecerdasan, bakat, minat, dan latar belakang lingkungan
masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah
seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju
sesuai dengan kemampuannya. Dan keempat, untuk
menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa,
hendaknya guru lebih intensif dalam menangani siswa
dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan
mengasah keterampilan dalam mengindentifikasi kesulitan
belajar siswa.

Untuk melaksanakan kegiatan diagnosis kesulitan


belajar harus ditempuh beberapa tahapan kegiatan.
Tahapan tersebut meliputi: 1) Mengidentifikasi siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar; 2)
Melokalisasikan kesulitan belajar; 3) Menentukan faktor
penyebab kesulitan belajar; 4) Memperkirakan alternatif
bantuan; 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya;
dan 6) Tindak lanjut.

Diagnosis kesulitan belajar dilakukan dengan


teknik tes dan nontes. Teknik yang dapat digunakan guru
untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes
prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan),
tes diagnostik, wawancara dan pengamatan.
a. Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk
mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau
belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan
prasyarat keterampilan.
b. Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan
peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu.
c. Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi
lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam
mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.
d. Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara
cermat perilaku belajar siswa. dari pengamatan tersebut
diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab
kesulitan belajar siswa.

Tes diagnostik untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami


oleh siswa dapat dilakukan secara kelompok maupun individual.
Sasaran utama tes diagnostik belajar adalah untuk menemukan
kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses
yang terjadi dalam diri siswa ketika mempelajari suatu topik
pelajaran tertentu. Identifikasi kesulitan siswa melalui tes diagnostik
berupaya memperoleh informasi tentang profil siswa dalam materi
pokok, pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa, pencapaian
indikator, kesalahan yang biasa dilakukan siswa, dan kemampuan
dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemahaman kalimat.
Sedangkan teknik diagnostik nontes (seperti wawancara, angket,
dan pengamatan) dilakukan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa
yang tidak dapat diidentifikasi melalui teknik tes. Informasi yang
dapat diperoleh dari teknik nontes misalnya, untuk mengetahui
kebiasaan belajar siswa, kelemahan fisik, kelemahan emosional,
keadaan keluarga, cara guru mengajar, dan sebagainya.

1. Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar


Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah
kesulitan belajar peserta didik, guru sangat dianjurkan
untuk terlebu dahulu melakukan identifikasi (upaya
mengenali dengan cermat) terhadap fenomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda peserta didik tersebut.

Beberapa gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar


pada peserta didik:
a. Menunjukkan prestasi yang rendah dibawah rata-rata
yang dicapai oleh kelompok kelas
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya
selalu rendah.
c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu
tertinggal dengan kawan- kawannya dalam segala hal,
misalnya dalam mengerjakan soal-soal atau dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak
acuh, berpura-pura dusta dan lain-lain.
e. Menunjukkan tingkah laku berlainan. Misalnya, mudah
tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut,
kurang gembira, dan selalu sedih

Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur


yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis
tertentu yang dialami peserta didik. Prosedur yang seperti
ini dikenal sebagai diagnostic kesulitan belajar. Langkah-
langkah diagnostik yang ditempuh guru, antara lain sebagai
berikut :

1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku


menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa
khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3. Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk
mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin
menimbulakan kesulitan belajar.
4. Memberikan tes diagnostic bidang kecakapan tertentu
untuk mengetehui hakikat kesulitan belajar yang
dialami siswa.
5. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ)
khususnya kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar.

Secara umum, langkah-langkah tersebut diatas dapat


dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5
(tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua
peserta didik dapat nerhubungan dengan klinik psikologi.
Dalam hal ini, yang sangat perlu dicatat ialah apabila
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ
jauh dibawah normal (tunagrahita), orang tua hendaknya
mengirimkan peserta didik tersebut ke lembaga pendidikan
khusus anak-anak tunagrahita (sekolah luar biasa), karena
lembaga/sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik
dan kemudahan belajar khusus anak-anak abnormal.
Selanjutnya, para pesrta didik yang nyata-nyata
menunjukkan misbehavior berat seperti perilaku agresif
yang berpotensi antisocial atau kecanduan narkotika harus
diperlakukan secara khusu pula, umpamanya dimasukkan
ke lembaga kemasyarakatan atau lembaga khusus pecandu
narkotika. Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa
pengidap sindrom disleksia, disgrafia, dan diskalkulia,
maka guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk
memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru
khusus ini biasanya bertugas menangani para peserta didik
pengidap sindrom-sindrom tadi di samping melakukan
remedial teaching (perbaikan belajar). Sayangnya
disekolah-sekolah saat ini, tidak seperti kebanyakan
sekolah di Negara- nagara maju, belum menyediakan guru
pendukung. Namun untuk mengatasi kesulitan karena tidak
adanya support teacher itu orang tua peserta didik dapat
berhubungan dengan biro konsultasi psikologi dan
pendidikan yang biasanya terdapat pada fakultas psikologi
dan keguruan yang terkemuka di kota-kota besar tertentu.

Sebelum melakukan perbaikan belajar bagi peserta didik,


guru terlebih dahulu perlu melakukan diagnosis kesulitan
belajar, yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan
serta alternatif untuk mengatasi kesulitan belajar. Banyak
alternatif yang diambil guru dalam mengatasi kesulitan
belajar peserta didikya. Akan tetapi sebelum pilihan
tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebuh
dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagai
berikut: 1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah
bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut
untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai
kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. 2.
Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan yang
memerlukan perbaikan. 3. Menyusun program perbaikan,
khsusnya program remedial teaching (perbaikan belajar). 4.
Setelah langkah-langkah diatas selesai, barulah guru
melaksanakan langkah ke empat yakni melaksanakan
program perbaikan.

Selain itu menurut Mulyono Abdurrahman, setidaknya ada


tujuh prosedur yang harus dilalui dalam melakukan
diagnosis, yaitu: (1) identifikasi (2) menentukan prioritas
(3) menentukan potensi (4) penguasaan bidang studi yang
perlu diremidiasi (5) menentukan gejala kesulitan (6)
analisis berbagai faktor yang terkait dan (7) menyusun
rekomendasi untuk pengajaran remedial. Berikut akan
dijelaskan : 1. Identifikasi Sekolah yang ingin
menyelenggarakan program pengajaran remedial
(perbaikan belajar) yang sistematis hendaknya melakukan
identifikasi untuk menentukan anak-anak yang
memerlukan atau berpotensi memerlukan pelayanan
pengajaran remedial (perbaikan belajar). Pelaksanaan
identifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan
laporan guru kelas atau sekolah sebelumnya, hasil tes
intelegensi, atau melalui instrumen informal, misalnya
dalam bentuk observasi, tes hasil belajar, tes identifikasi
factor-faktor penyebab kesulitan belajar. Berdasarkan
informasi tersebut, sekolah dapat memperkirakan berapa
jumlah anak yang memerlukan pelayanan perbaikan
belajar. 2. Menentukan Prioritas Tidak semua anak
dinyatakan sebagai berkesulitan belajar yang memerlukan
pelayanan khusus oleh guru remedial, lebih-lebih jika guru
remedial masih sangat terbatas. Oleh karena itu, sekolah
perlu menentukan prioritas anak mana yang diperkirakan
dapat diberi pelayanan pengajaran remedial (perbaikan
belajar) oleh guru kelas atau guru bidang studi. Anak-anak
yang berkesulitan belajar tergolong berat mungkin yang
perlu memperoleh prioritas utama untuk memperoleh
pelayanan pengajaran remedial (perbaikan belajar). 3.
Menentukan Potensi Potensi yang dimiliki oleh anak
pastilah berbeda-beda. Biasanya potensi anak didasarkan
pada tes intelegensi. Oleh karena itu, setelah identifikasi
anak berkesulitan belajar dilakukan, maka untuk
menentukan potensi anak diperlukan tes intelegensi.selain
daripada itu, untuk menentukan potensi anak dapat
dilakukan dengan meneliti pekerjaan rumah, meneliti tugas
kelompok, dan melakukan tes prestasi hasil belajar.28
Salah satu dari tes ini dapat digunakan untuk mengetahui
potensi yang dimiliki oleh anak. 4. Penguasaan Bidang
Studi yang Perlu Diremidiasi Berdasarkan analisis yang
dilakukan, guru diharapkan dapat menetukan bidang studi
tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan
pengajaran remidiasi.29 Salah satu karakteristik anak
berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang rendah
yang dengan hasil nilai yang berada dibawah rata-rata. Dan
dari identifikasi ini guru dapat menetukan bidang studi
serta anak mana yang sedang mengalami kesulitan belajar.
5. Menentukan Gejala Kesulitan Pada langkah ini guru
remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara
belajar anak. Cara anak mempelajari suatu bidang studi
sering dapat memberikan informasi diagnostik tentang
sumber penyebab yang orisinil dari suatu kesulitan. 6.
Analisis Berbagai Faktor yang Terkait Pada langkah ini
guru remedial melakukan analisis terhadap hasil belajar.
Berdasarkan dari hasil analisis tersebut guru remedial dapat
menggunakannya sebagai landasan dalam menentukan
strategi belajar pengajaran remedial yang efektif dan
efisien.30 7. Menyusun Rekomendasi untuk Pengajaran
Remedial (Perbaikan Belajar) Setidaknya ada tiga langkah
yang harus dilakukan untuk menyusun rekomendasi
pengajaran remedial (perbaikan mengajar), yaitu: a.
Prognosis Prognosis artinya ramalan. Apa yang telah
ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar
utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai
bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk
membantu mengatasi masalahnya.31 Dalam prognosis ini
antara lain akan ditetapkan mengenai bentuk treatment
(perlakuan) sebagai follow up dari diagnosis. Dalamm hal
ini berupa: ̵ Bentuk treatment yang harus diberikan ̵
Bahan/materi yang diperlukan ̵ Metode yang akan
digunakan ̵ Alat-alat bantu pembelajaran yang diperlukan ̵
Waktu (kapan kegiatan itu dilaksanakan)32 Pendek kata
prognosis adalah merupakan aktivitas penyusunan
rencana/program yang diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah kesulitan belajar peserta didik. b.
Treatment (perlakuan) Perlakuan disini maksudnya adalah
bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami
kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah
disusun pada tahap prognosa tersebut. Bentuk treatment
yang mungkin dapat diberikan adalah: ̵ Melalui bimbingan
belajar kelompok ̵ Melalui bimbingan belajar individual ̵
Melalui pengajaran remedial dalam bidang studi tertentu ̵
Pemberian bimbingan untuk mengatasi masalah-masalah
psikologis . ̵ Melalui bimbingan orang tua, dan pengtasan
kasus sampingan yang mungkin ada.33 Siapa yang
memberikan treatment, tergantung kepada garapan yang
harus dilaksanakan. Kalau yang harus diatasi terlebih
dahulu ia ternyata penyembuhan penyakit kanker yang
diderita oleh anak, maka sudah barang tentu dokterlah yang
berwenang menanganinya. Sebaliknya apabila bentuk
treatment-nyaa adalah memberikan pengajaran remedial
dalam bidang studi pendidikan agama islam, maka guru
pendidikan agama islam (PAI) yang lebih tepat untuk
melaksanakan treatment tersebut.

B. Penyusunan program perbaikan


Dalam kehidupan sehari-hari Anda sering mengenal
kata perbaikan, tentunya kata tersebut sudah Anda pahami
karena mengandung pengertian bahwa suatu program yang
dijalankan tidak terlepas dari masalah atau kelemahan.
Kelemahan yang ada pada akhirnya harus dievaluasi untuk
diperbaiki agar mencapai hasil yang telah ditetapkan.
Perbaikan program dilakukan untuk memperbaiki kegiatan
yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan rencana
program sehingga tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai
dengan optimal. Untuk mengetahui kelemahan program
perbaikan ini, tentunya evaluator harus memahami dengan
melakukan idetifikasi proses pemecahan (perbaikannya).
Tim perbaikan (evaluator) harus memiliki kompetensi dalam
memilih atau proses yang akan dipecahkan atau diperbaiki.
Kegiatan perbaikan pula bisa dilihat dari
penggunaan instrument yang digunakan apakah sudah tepat
atau belum sesuai. Kalau instrument yang digunakan adalah
salah maka perlu ada perbaikan. Instrumen yang digunakan
apakah menggunakan intrumen tes, kuesioner, observasi,
wawancara, laporan, ceklis, dan alat-alat ukur lainnya. Kalau
dalam menggunakan instrument ada kesalahan tentunya data
yang dikumpulkan pun akan menemui kekeliruan yang
membuat program tersebut gagal. Apabila instrument yang
digunakan tidak tepat, maka.data kualitatif atau data
kuantitatif yang dikumpulkan pun akan salah. Oleh karena
itu kegiatan perbaikan pun perlu dilihat juga dari segi
perolehan data.
Dalam melakukan perbaikan program, Anda perlu
mengidentifikasi proses pemecahan masalah dalam
perbaikan program. Apakah suatu program itu efektif atau
tidak setelah anda melakukan identifikasi terhadap
kegiatankegiatan yang merupakan suatu sistem yang saling
terkait satu sama lain dalam suatu program tertentu.
Perbaikan program dapat diidentifkasi dengan melakukan
proses pemecahan masalah apa yang harus diperbaiki.
Metode yang dapat digunakan untuk perbaikan
program secara terusmenerus (kontinyu) adalah metode
PDCA cycle. PDCA (Plan-Do-Check-Act) merupakan cara
yang sisitematik untuk menambah pengetahuan Anda
mengenai proses pemecahan masalah dalam perbaikan
program. Jadi hakikatnya, PDCA cycle adalah suatu metode
untuk melakukan perbaikan program secara terus-
menerus.Untuk lebih jelasnya akan disajikan tahap-tahap
dalam melakukan proses perbaikan program dengan
menggunakan metode PDCA cycle adalah sebagai berikut :
1. Tahap Plan (Buat Rencana Perbaikan Program)
a. Pertama-tama Anda harus dapat menentukan
proses yang perlu diperbaki atau dipecahkan. Proses yang
perlu diperbaiki adalah proses yang terkait erat dengan
keseluruhan program dan tuntutan kebutuhan sponsor atau
audiens (peminat, pemakai, pelanggan) yang merupakan
orang yang secara langsung atau tidak langsung berurusan
dengan evaluasi. Dalam menentukan proses yang perlu
diperbaiki tersebut, manajer program perlu mengidentifikasi
kegiatan lintas-fungsional proses itu. Pilih masalah atau
proses yang akan lebih dahulu dipecahkan/diperbaiki, dan
jelaskan factorfaktor yang memungkinkan dilakukannya
perbaikan proses. Identifikasi hasil-hasil yang merugikan,
bentuk dan dukung tim yang tepat. Tinjau data yang
berkaitan dengan masalah yang terjadi. Membatasi
permasalahannya sehingga terfokus pada intinya. Rumuskan
maksud dan tujuan usaha perbaikan atau usaha pemecahan
masalah yang akan dilakukan. Cara dan alat yang dapat
dipakai dalam perbaikan program pendidikan: (1) curah
pendapat (brainstorming), (2) affinity diagram, (3) check
sheet, (4) control chart, (5) histogram,(6) interrelationship
diagraph, (7) pareto chart, (8) prioritization matrices, (9)
process capability, (10) radar chart, dan (11) run chart

2. Tahap Do (Kerjakan). Laksanakan solusi dan perubahan


proses yang sudah ditentukan. Disarankan agar mencoba
solusi itu pada skala kecil lebih dahulu. Ikutilah rencana dan
pantaulah proses dan hasilnya. Adakan penyesuaian pada
cara atau proses bila keadaan memerlukan demikian. a.
Langkah pertama yang harus Anda lakukan pada tahap “Do”
ini adalah mengumpulkan “baseline information” untuk
menentukan keadaan yang nyata sekarang mengenai
jalannya proses. “Baseline information” ini dapat diperoleh
dari data historik atau teknik-teknik pengumpulan data yang
lebih canggih. b. Sesudah “baseline information”
dikumpulkan, maka perbaikan yang dikehendaki dapat
diimplementasikan. Dalam tahap ini, Anda dapat menguji
hipotesis atau asumsi dengan menggunakan “baseline
information” tersebut. Untuk melakukan uji hipotesis
terlebih dahulu pada skala kecil program untuk menghindari
kerugian-kerugian yang tidak kita kehendaki. c. Akhirnya,
dalam tahap “Do” ini, Anda harus mengumpulkan data lagi
untuk mengetahui apakah perbaikan yang Anda lakukan
dengan hipotesis itu membawa perbaikan tau tidak. d. Alat
yang biasanya dipakai adalah (1) activity network diagram,
(2) gantt chart, (3) check sheet, dan (4) control chart.

3. Tahap Check (Evaluasi). Buatlah alat atau cara untuk


memantau (memonitor) pelaksanaan proses dan hasilnya.
Konfirmasikan bahwa cara atau alat itu absyah untuk
digunakan. Apakah solusi itu mendatangkan efek yang
diinginkan ? Apakah ada konsekwensi yang tidak diharapkan
?. Alat yang biasa dipakai adalah (1) check sheet, (2) control
chart, (3) flowchart, (4) pareto chart, (5) run chart. Dalam
tahap ini “check” ini, manajer program harus dapat
menafsirkan informasi yang baru dikumpulkan untuk
mengetahui apakah perubahan yang dilakukan membawa
perbaikan atau tidak. Untuk dapat ditafsirkan, biasanya data
yang dikumpulkan itu disusun dalam grafik yang lazim
dipakai dalam perbaikan mutu program secara terpadu.
Dalam langkah ini harus dapat diketahui apakah yang
diperbaiki itu persoalan yang benar atau bukan. Langkah ini
penting untuk menjaga jangan sampai Anda memperoleh
solusi yang benar, tetapi dari persoalan yang salah.
Disamping itu, Anda harus meninjau dan mengevaluasi hasil
dari perbaikan yang dilakukan dengan membuat: (1) alat atau
cara untuk memantau (monitoring) pelaksanaan proses dan
hasilnya; (2) konfirmasikan bahwa cara atau alat itu absyah
untuk digunakan; (3) apakah solusi itu mendatangkan efek
yang diinginkan ?; dan (4) apakah ada konsekuensi yang tak
diharapkan ? (Margono Slamet, 2001). Jadi dalam tahap
“check” ini, manajer harus dapat melakukan analisis
(memisah, memilih dan membahas data), mengadakan
synthesis (merangkum data) dan menafsirkan data serta
informasi sebagai kesimpulan pendapat. Dalam kesimpulan
pendapat tersebut harus dapat digeneralisasikan dalam skala
yang lebih besar di dalam organisasi atau tidak. Dengan
demikian, dalam tahap check ini, manajer memperoleh
pengetahuan baru mengenai proses yang berada dalam
tanggung jawabnya.

4. Tahap Act (Tindak Lanjut). Nilailah hasil-hasil yang


dicapai demikian pula proses perbaikan dan perubahan
proses yang direkomendasikan. Teruskan perbaikan proses
bila diperlukan, bakukan bila memungkinkan. Rayakan
keberhasilan yang dicapai. Alat atau cara yang dapat
digunakan dalam tahap ini adalah affinity diagram dan
branstorming. a. Keputusan untuk perbaikan mana yang akan
diimplementasikan. Pada langkah ini, manajer dihadapkan
pada dua pilihan: (1) mengimplementasikan perubahan yang
sudah diuji, pada skala yang lebih luas, atau (2)
menyempurnakan hipothesis untuk diuji kembali. Yang juga
perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah efek dari pada
perubahan yang dilakukan terhadap SDM dan biaya untuk
diperbandingkan dengan keuntungan yang diantisipasikan. b.
Apabila perubahan yang dilakukan itu berhasil bagi
perbaikan proses, maka perlu disusun prosedur yang baku. c.
Agar supaya perubahan untuk perbaikan berjalan baik, perlu
dilakukan pelatihan ulang dan tambahan bagi karyawan
terkait. d. Dalam langkah ini manajer juga perlu mengkaji
apakah perubahan yang dilakukan itu tidak mempunyai efek
negatif terhadap bagian program lain. e. Pelaksanaan
perubahan tersebut perlu dimonitor terus untuk menjaga agar
seluruh karyawan melaksanakan apa yang ditetapkan dalam
prosedur yang telah digariskan. Dengan telah diperolehnya
pengetahuan atau informasi baru dari satu siklus PDCA,
maka Anda harus mengulangi siklus dalam tahap berikutnya
secara berkelanjutan sehingga terjadi perbaikan secara terus-
menerus (kontinu)

C. Pelaksanakan Program Perbaikan

Anda mungkin juga menyukai