Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Skabies

Penyusun:

Raditya Prasidya

Pembimbing:

dr. Evy Aryanti, Sp.KK.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT

DAN KELAMIN RSUD KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 20 DESEMBER 2020 – 10 JANUARI 2021


Tugas Laporan Kasus Divisi Dermatologi & Venerologi

Nama/ NPM : Raditya Prasidya (1102014217)

Judul : Skabies

Tempat : RSUD Kab. Bekasi

Pembimbing : dr. Evy Aryanti, Sp.KK

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 3 tahun

Agama : Islam

Alamat : Kampung Cibuntu, RT.02/RW. 05

Suku : Jawa

Tanggal datang ke RS : 23 Desember 2020

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dilakukan dengan orangtua pasien di Poliklinik Kulit


RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 23 Desember 2020 pukul 11:00
WIB.

Autoanamnesis dilakukan dengan pasien di Poliklinik Kulit RSUD


Kabupaten Bekasi pada tanggal 23 Desember 2020 pukul 11:00 WIB.

2
a. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan terasa gatal dari kedua lengan bawah,
hingga jari dan sela-sela jari tangan, serta lutut, punggung kaki, dan jari-jari
kaki yang meningkat intensitasnya pada malam hari, dirasakan dari ± 4
minggu yang lalu.

b. Keluhan tambahan

Pasien mengeluh ada lesi bentol-bentol yang ditemukan pada daerah


yang gatal yang luka saat digaruk. Pasien juga demam minggu yang lalu
selama 2 hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dan ibu pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi pada


tanggal 23 Desember 2020 dengan keluhan kulit terasa gatal di kedua lengan
bawah, kedua pergelangan tangan, hingga kedua jari dan sela-sela jari
tangan, serta kedua lutut, dan kedua jari-jari kaki yang sejak ± 4 minggu
yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari, dan memberat pada malam hari
hingga mengganggu waktu tidur. Rasa gatal membaik jika pasien
menggaruk pada tempat tersebut, rasa gatal tidak memberat ketika makan,
maupun saat setelah menggunakan sabun mandi atau bedak. Ibu pasien juga
mengeluh menemukan lesi berupa bentol-bentol pada daerah yang gatal,
ditemukan di kedua pergelangan tangan, telapak tangan, lutut, dan
punggung kaki. Lesi awalnya muncul berupa bintik kemerahan, lalu setelah
kurang lebih 3 hari, ditemukan bentol, jika digaruk, lesi ini lecet dan
menjadi koreng. Ibu pasien juga mengeluhkan pasien demam selama 2 hari
minggu lalu, demam tidak disertai menggigil dan kejang. Ibu pasien
menyangkal adanya riwayat gigitan serangga pada tempat-tempat yang
gatal. Ibu pasien mengaku pasien sering bermain dekat pasir-pasir di tempat
dekat rumahnya, pasien tidak suka bermain atau memelihara hewan seperti
kucing, tetapi menurut ibu pasien, ada beberapa kucing liar di lingkungan
perumahan tempat pasien bermain.

3
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu pasien merasa belum pernah pasien mengeluh keluhan yang


serupa sebelumnya, riwayat alergi disangkal.

e. Riwayat penyakit Keluarga

Ayah pasien memiliki keluhan serupa yaitu merasa gatal setiap


malam sejak 3 hari yang lalu di daerah ketiak, tapi ibu pasien tidak merasa
ada bentol-bentol seperti yang ditemukan pada pasien di ayah pasien. Ayah
pasien tidur bersama ibu pasien dan pasien setiap malam di satu kamar. Ibu
pasien tidak memiliki keluhan yang serupa dengan pasien.

f. Riwayat Pengobatan

Ibu pasien membawa pasien berobat di klinik dekat dengan rumah


pasien sekitar satu minggu yang lalu, ibu pasien diberikan obat tapi ibu
pasien tidak ingat dan tidak membawa obat yang diberikan, karena merasa
masih belum sembuh, ibu pasien membawa anaknya ke RSUD.

g. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah anak tunggal, tinggal bersama kedua orangtua, dan


neneknya yang merupakan ibu dari ibu kandung pasien. Ayah pasien
bekerja sebagai penjual bahan bangunan di desa nya seperti pasir dan
semen, sedangkan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan kadang
berjualan kue. Pasien tinggal di rumah sederhana di kawasan yang tidak
padat, dengan ventilasi dan pencahayaan baik.

h. Riwayat kebiasaan

Pasien mandi satu sampai dua kali dalam sehari. Pasien sejak mulai
bisa berjalan, sering dibawa oleh ibunya keluar rumah dan suka bermain di
pasir/bahan bangunan milik ayah pasien di dekat rumah pasien.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital :

• Tekanan darah : Tidak diperiksa

• Nadi : 92 x/ menit

• Respirasi : 20 x/ menit

• Suhu : 36,7°C

• Status gizi : Berat badan : 26 kg

Tinggi badan : 108 cm

Kesan : Normal (22,2)

Status Generalis:

Kepala :

• Mata : Konjungtiva tidak hiperemis, sklera tidak ikterik

• Hidung : Deviasi septum (-/-), secret (-/-)

• Mulut : Bibir tidak pucat

• Leher : Tidak ada pembedaran KGB

Thoraks : Vesikular seluruh lapang paru, BJ 1 dan 2 normal

Abdomen : Datar

Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT <2 detik

• Kulit : Lihat status dermatologikus

5
Status Dermatologis

• Regio lokalis, pada regio antebrachii, bagian volar, dan metacarpal,


untuk dextra dan sinistra, terdapat multiple papul eritematosa, berbatas
tegas, penyebaran konfluens dan vesikel eritematosa berbatas tegas,
penyebaran konfluens.
• Pada regio interdigitalis manus dextra et sinistra, terdapat gambaran
papul eritematosa berbatas sirkumskrip dengan krusta hiperpigmentasi
berbatas difus ukuran numular polimorfik.
• Pada regio genus anterior, terdapat multiple papul eritematosa, berbatas
tegas, penyebaran konfluens.
• Pada dorsum pedis, terdapat multiple papul eritematosa, berbatas tegas,
penyebaran konfluens dengan krusta hiperpigmentasi berbatas difus
ukuran numular polimorfik.

Gambar 1. Lesi pada regio antebrachii, volar, dorsum manus, dan


interdigitalis manus dextra.

6
Gambar 2. Lesi pada regio antebrachii, volar, dorsum manus dan
interdigitalis manus sinistra.

Gambar 3. Lesi pada regio genus anterior dan regio cruris anterior sinistra

7
Gambar 4. Lesi pada regio dorsum pedis sinistra

Gambar 5. Lesi pada regio genus anterior dan regio cruris anterior dextra

8
Gambar 6. Lesi pada regio dorsum pedis dextra

Menurut Boediardja dan Handoko. diagnosis skabies dapat dibuat dengan


menemukan dua dari empat kriteria tanda kardinal sebagai berikut:

1. Pruritus Nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas
tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Adanya individu yang tinggal satu lingkungan dengan penderita mempunyai


gejala yang sama dengan penderita, atau tidak mempunyai gejala tapi mengalami
infestasi tungau.

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel.

4. Menemukan tungau, yang merupakan hal yang paling menunjang diagnosis.


Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau.

9
IV. DIAGNOSIS BANDING

1. Skabies
2. Dermatitis Atopi
3. Insect bite reaction

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Saran pemeriksaan penunjang, antara lain:

• Mencari A.scabiei dewasa, larva, telur, atau skibala


• Ink burrow test

VI. DIAGNOSIS KERJA

Skabies dengan infeksi sekunder

VII. PENATALAKSANAAN

Nonmedikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya.
- Menjelaskan bahwa scabies adalah penyakit menular.
- Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan lingkungan
tempat tinggal.
- Menjemur kasur, batal, dan guling secara rutin.
- Memberitahu ibu pasien untuk menjauhi pasien dari sumber infeksi.
- Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi.
- Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama.
- Memberi penjelasan bahwa pengobatan dengan penggunaan krim yang
dioleskan pada seluruh baban tidak boleh terkena air, jika terkena air harus
diulang kembali. Krim dioleskan ke seluruh tubuh saat malam hari
menjelang tidur dan didiamkan selama 8 jam hingga keesokan harinya. Obat
digunakan 1x seminggu dan dapat diulang seminggu kemudian.

10
- Memberi penjelasan bahwa pasien harus memberikan cream ke seluruh
tubuh anak pasien secara rutin seminggu sekali sampai obat yang diberikan
habis, bahkan jika gejala sudah terasa hilang. Karena gejala ruam dan gatal-
gatal menetap sampai kurang lebih 4 minggu.
Medikamentosa
Topikal

• Cream Permetrin 5% dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari


sebelum tidur, dan dibiarkan selama 8 jam, sekali dalam seminggu

Sistemik
• Antihistamin :
o Cetirizine, dosis anak usia 2-6 tahun : 5 mg/hari
▪ Cetirizine tablet 10 mg dibagi dua buat dalam pulv,
diberikan sekali sehari
• Antibiotik :
o Amoxicilin, dosis anak > 3 bulan dan BB < 40 kg : 20-45
mg/KgBB/hari :
▪ Amoxicilin Sirup 125 mg / 5 ml, 2 tsp x 3 kali sehari.
VIII. RESUME

Telah diperiksa seorang pasien An. A, laki-laki 3 tahun dengan


keluhan kulit terasa gatal di kedua lengan bawah, kedua pergelangan tangan,
hingga kedua jari dan sela-sela jari tangan, serta kedua lutut, dan kedua jari-
jari kaki yang sejak ± 4 minggu yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari,
dan memberat pada malam hari hingga mengganggu waktu tidur. Rasa gatal
membaik jika pasien menggaruk pada tempat tersebut, rasa gatal tidak
memberat ketika makan, maupun saat setelah menggunakan sabun mandi
atau bedak. Pasien juga mengeluh menemukan lesi berupa bentol-bentol
pada daerah yang gatal, ditemukan di kedua pergelangan tangan, telapak
tangan, lutut, dan punggung kaki, lesi awalnya muncul berupa bintik
kemerahan, lalu setelah kurang lebih 3 hari menjadi bentol, jika digaruk lesi
ini lecet dan menjadi koreng. Ibu pasien juga mengeluhkan pasien demam

11
selama 2 hari minggu lalu, demam tidak disertai menggigil dan kejang.
Selain itu, ibu pasien menyangkal adanya riwayat gigitan/sengatan serangga
pada tempat-tempat yang gatal atau ada lesi. Ibu pasien mengaku pasien
sering bermain dekat pasir-pasir di tempat dekat rumahnya, pasien tidak
suka main atau memelihara hewan seperti kucing, tetapi menurut ibu pasien
ada beberapa kucing liar di lingkungan perumahan tempat pasien bermain.
Ayah dari pasien memiliki keluhan serupa yaitu merasa gatal setiap malam
sejak 3 hari yang lalu di daerah ketiak, tapi ibu pasien tidak merasa ada
bentol-bentol seperti yang ditemukan pada pasien di ayah pasien. Ayah
pasien tidur bersama ibu pasien dan pasien setiap malam di satu kamar.
Menurut kriteria Boediardja dan Handoko penyakit yang dialami pasien
termasuk Infestasi Parasit Skabies.

IX. PROGNOSIS

Quad ad vitam : Ad Bonam


Quad ad Functionam : Ad Bonam
Quad ad Sanactionam : Ad Bonam

12
BAB II
PEMBAHASAN
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien mengarah pada
diagnosis Skabies. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis dan profuknya. Ditandai gatal
malam hari, mengenai sekelompok orang denga tempat predileksi di lipatan kulit
yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat terlihat polimorfi tersebar di
seluruh badan. 1 Infestasi pada manusia oleh tungau host spesifik yang menjalani
seluruh siklus hidupnya didalam epidermis, yang menyebabkan erupsi pruritus
setelah masa inkubasi 4 sampai 6 minggu. Menular dengan kontak fisik atau dengan
fomites. 2
Sekitar 300 juta kasus scabies dilaporkan terjadi secara global setiap
tahunnya. 3 Skabies terjadi di seluruh dunia dan penyebaran kejadian penyakitnya
merata pada seluruh usia, ras, dan level sosioekonomi. Prevalensi terjadinya
bervariasi, pada negara berkembang mulai dari 4% sampai 100% populasi. Pasien
biasanya memiliki jumlah parasit berkisar dari 3 sampai 50 tungau betina yang
bertelur, jumlah tungau bisa berbeda-beda setiap individu. Contoh pada pasien
immunocompromised atau dengan gangguan respon sensoris (seperti pada MH,
paraplegia) dengan Scabies tipe “Norweigian”, bisa ditemukan jutaan tungau pada
permukaan kulitnya dengan pruritus yang minimal. 2
Scabies merupakan infestasi dari Sarcoptes scabiei tungau spesifik host.
Tungau berbentuk oval seperti mutiara dan bening, berukuran 0.4 x 0.3 mm, tungau
dapat hidup untuk tiga hari jauh dari host didalam tube steril, dan 7 hari ditempat
yang penuh mineral. Tungau Scabies tidak dapat mencari host sendiri dengan cara
lompat ataupun terbawa udara.
Siklus hidup dari tungau ini hanya bisa terjadi didalam kulit manusia.
Tungau betina menggali sarang dan bertelur di bagian terdalam stratum corneum
berbatasan dengan stratum granulosum, sedangkan tungau jantan hidup di
permmukaan kulit, dan masuk ke dalam bagian yang lebih dalam di kulit untuk
berkembang biak. 2

13
Gejala utama skabies adalah pruritus yang di asosiasikan dengan distribusi
lesi yang identik dan riwayat penularan. Pruritus biasanya muncul kurang lebih
empat sampai enam minggu setelah infestasi tungau awal, dengan infestasi tungau
setelahnya gejala dapat muncul dalam rentang waktu dua hari. Mirip dengan reaksi
manusia ke serangga lainnya seperti kutu dan nyamuk, ada perbedaan gejala yang
muncul pada infestasi scabies dari beberapa individu terinfeksi yang tidak muncul
gejala. Individu ini dinamakan carrier. 2
Lesi patognomonk yang ditemukan berupa terowongan, struktur linear yang
tipis mirip dengan benang dengan panjang 1-10 mm, terowongan ini dibuat dari
pergerakan tungau di stratum corneum. Jika ditemukan pada pasien, terowongan
biasanya terlihat di sela-sela jari tangan dan pergelangan tangan, namun agak sulit
untuk menemukan terowongan tersebut pada stadium awal infestasi skabies, atau
jika pasien sudah keseringan menggaruk lesi tersebut. 2
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal sebagai
berikut, 1. Pruritus nokturna, artinya gatal apda malam hari yang disebabkan oleh
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 2. Penyakit
ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga, sehingga
seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau pondokan. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota keluarga
mengalami infestasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal
sebagai hiposensitisasi. Penderita bersifat sebagai pembawa (carrier). 3. Adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulit menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Namun, kunikulus
biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu menggaruk, kunikulus
dapat rusak karenanya. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan
stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (perempuan),
umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-laki), dan perut bagian belakang. Pada

14
bayi, dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki, wajah dan kepala. 4.
Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang diagnosis. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadioum hidup tungau. Selain tungau dapat ditemukan
telur dan kotoran (skibala).
Pada pasien ini ditemukan 2 kriteria dari 4 kriteria yang ada diatas yaitu
pruritus nokturna atau gatal pada malam hari yang disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas tungau, dan penularan kepada individu yang tinggal bersama pasien,
contoh seperti ayah dari pasien yang menderita keluhan yang serupa, serta ibu dari
pasien yang kemungkinan besar sebagai salah satu host carrier.
Gold standard dalam penetapan diagnosis ini adalah jika ditemukan tungau
scabies dewasa, telur, atau sisa feces (skibala), dapat dilakukan dengan meneteskan
minyak mineral pada terowongan dan dilakukan pengikisan sejajar dengan lesi
terowongan menggunakan scalpel nomor 15 sepanjang terowongan atau area kulit
yang diduga terinfestasi skabies, dilakukan jangan sampai melukai kulit pasien.
Hasil pengikisan lalu di oleskan ke kaca objek, dan diamati dengan lampu redup.
Pada preparat mikroskopik hasil positif infeksi scabies dapat ditegakkan apabila
ditemukan tungau dewasa, juga bisa ditegakkan bila ditemukan telur berbentuk
lonjong berwarnna abu-abu disertai skibala. 2
Diagnosis banding pada pasien ini yaitu Reaksi Gigitan Serangga atau Insect
Bite Raction, gejalanya serupa yaitu ditemukannya papula eritematosa disertai rasa
gatal-gatal, namun rasa gatal-gatal yang ditemukan pada pasien meningkat
intensitasnya pada malam hari, serta ada individu yang tinggal satu lingkungan
dengan pasien yang mempunyai gejala yang serupa dengan pasien. Reaksi Gigitan
Serangga sembuh setelah beberapa hari. 4
Pengobatan topikal untuk Skabies dapat menggunakan agen yang bersifat
skabisidal seperti permetrin, lindane, atau ivermectin, juga menggunakan terapi
antibiotik bila ada infeksi sekunder pada pasien. Walaupun sudah mulai
ditemukannya resistensi, permetrin masih memberikan hasil terapi yang efektif
belakangan ini. Rasa gata dapat menetap sampai satu bulan, bahkan setelah terapi
yang sukses. Rasa gatal dapat diredakan dengan antihistamin oral seperti
Hidroksizin hcl, difenhidramine hcl, atau cyproheptadin hcl. Jika memungkinkan,

15
penggunaan videodermatoskopi dapat digunakan untuk memperkuat pemantauan
respons pengobatan dari terapi skabies, dan dapat dilakukannya timing yang tepat
untuk pemakaian obat. Pasien dengan skabies berkrusta harus diedukasikan untuk
mengangkat jaringan krusta supaya penggunaan skabisid topikal dapat masuk ke
targetnya dan meredakan beban infestasi tungau, dapat dicapai dengan kompres air
hangat diikuti dengan pemakaian agen keratolisis seperti asam salisilat 5% dalam
cream petrolatum atau lac-hydrin. Penggunaan asam salisilat tidak disarnkan jika
permukaan kulit yang bersangkutan cukup luas karena berpotensi terjadinya
keracunan asam salisilat. Krusta nantinya bisa di debridasikan dengan spatel atau
benda tumpul. Pasien dengan skabies harus di periksa ulang pada minggu kedua
dan minggu keempat setelah terapi. Jika pasien memiliki lesi yang persisten di
minggu keempat, kemungkinan terjadi reinfeksi atau infeksi persisten pada pasien.
Jika ternyata terbukti, terapi harus diulang. Selain itu, keluarga pasien atau individu
yang tinggal bersama pasien harus di periksan untuk mencari adanya sumber
reinfeksi. Pasien dengan skabies berkrusta, harus di follow up ulang setelah terapi
dan memungkinan dibutuhkannya terapi yang berulang. 3
Syarat obat yang ideal pada terapi scabies adalah 1. Harus efektif terhadap
semua stadium tungau; 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik; 3.
Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian; 4. Mudah
diperoleh dan harganya murah.1 Cara pengobatan ialah seluruh anggota keluarga
harus diobati (Termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topikal yang
bisa digunakan adalah 1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20%
dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium
telur, maka penggunaan dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Kekurangan yang
lain ialah berbai dan mengotori pakaian serta kadang-kadang menimbulkan iritasi.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari usia dua tahun; 2. Emulsi benzil-
benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama
3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal dan panas setelah dipakai; 3. Gama benzena heksa klorida (gemeksan)
kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunkaan dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak

16
dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan ibu hamil karena toksis terhadap
susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala, diulangi
seminggu kemudian; 4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan
obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus
dijauhkan dari mata, mulut dan uretra; 5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim,
efektivitas sama, aplikasi hanya sekali dan dibersihkan dengan mandi setelah 8-10
jam. Pengobatan diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah
umur 2 tahun. Pada pasien yang persisten dengan resistensi terhadap permetrin
dianjurkan pemakaian ivermectin 200µg/kg per oral. 1
Skabies biasanya diterapi dengan kombinasi skabisid dan kontrol dari fomite
(Benda yang terinfestasi dengan skabies). Dengan obat-obat bersifat insektisida
pada terapi, tatalaksana sekunder biasanya satu minggu setelah terapi pertama
dibutuhkan untuk menghilangkan potensi terjadinya reinfestasi dari fomite, selain
itu juga untuk membunuh larva lainnya yang menetas setelah terapi sebagai hasil
dari lingkungan semiprotektif pada telur. Semua barang dirumah dengan kontak
dekat dengan pasien, seperti kasur, selimut, pakaian, harus dicuci dengan air hangat
untuk mencegah munculnya infestasi pada individu lain atau munculnya carrier
asimtomatik. Skabisid topikal di aplikasikan pada malam hari ke seluruh
permukaan kulit. Pada individu yang sudah terapi, gejalanya biasanya sudah tidak
dirasakan dalam 3 hari, namun pasien harus tetap di beritahu bahwa bahkan setelah
terapi skabisidal yang adekuat, rasa gatal dan kemerahan masih menetap sampai
satu bulan. Rasa gatal yang dirasakan biasanya disebut juga sebagai post scabetic-
itch. Pasien harus di beritahu kalau pemberishan kulit yang eksesif dengan sabun
basa kuat dapat membuat kulitnya iritasi, disini peran antihistamin oral dan
emollient. 2
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu Cream Permetrin 5% dioleskan
yang berfungsi sebagai skabisid yaitu agen untuk membunuh tungau Skabies yang
sudah berinfestasi di dalam permukaan kulit pasien, pasien juga diberikan skabisid
karena dari keluhan dan lesi yang terlihat pada pasien, sudah terbukti bahwa pasien
mengalami Skabies. Diberikan pula antihistamin berupa cetirizine untuk mencegah
garukan pada lesi sehingga mengurangi terjadinya infeksi sekunder pada pasien.

17
Antihistamin sistemik bekerja terutama memblok reseptor H1 dalam dermis,
karenanya dapat menghilangkan pruritus akibat histamin. Ibu pasien perlu
diedukasi untuk mencegah pasien anak menggaruk lesi dengan cara memotong
kuku pasien anak, dan memantau gerakan anak dirumah. Pasien dianjurkan untuk
kontrol kembali ke poli kulit dan kelamin di minggu depan untuk evaluasi hasil
pengobatan dan mengamati apakah adanya reinfestasi atau gejala serupa yang
timbul di keluarga pasien.
Prognosis dari skabies tergantung dari pemilihan dan pemakaian obat, serta
syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain hygiene, serta
semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini
1
dapat diberantas dan prognosis baik. Pencegahan terjadinya reinfestasi dari
transmisi fomite juga dapat dilakukan dengan terapi anggota keluarga dan individu
yang tinggal satu rumah dengan pasien, serta mencuci dengan bersih baju, sarung
bantal, handuk, dan sprei tempat tidur dengan air hangan dan di keringkan ditempat
yang panas seperti tepat dibawah sinar matahari. Benda yang tidak bisa dicuci
seharusnya di bersihkan dengan cara dry-cleaning, diseterika, atau ditaruh di tempat
pengeringan baju tanpa dicuci, disimpan dalam tas plastik di tempat yang hangat
selama 2 minggu. Lantai, karpet, dan furnitur rumah sebaiknya di vacuum. 2

18
BAB III
KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien anak laki-laki 3 tahun, dengan status


dermatologis pada regio antebrachii bagian anterior dan posterior dextra dan
sinistra, bagian volar, dan metacarpal dextra dan sinistra, terdapat multiple papul
dan vesikel eritematosa, dan pada regio interdigitalis manus dextra et sinistra,
terdapat gambaran krusta. Pada regio genus anterior, cruris anterior dorsum pedis
dextra dan sinistra dan interdigitalis pedis ditemukan papula. Menurut Boediardja
dan Handoko ditemukan dua dari empat kriteria tanda kardinal dan pasien tersebut
termasuk dalam Infeksi Parasit Skabies. Penatalaksanaan pada pasien
menggunakan obat topical skabisid yaitu Cream Permetrin 5%, dan anti histamin
cetirizine untuk mengatasi gatal-gatalnya, diberikan antibiotik amoxicillin karena
adanya infeksi sekunder.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, dkk. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. Hlm. 167-183.

2. Craig N. Burkhart & Craig G. Burkhart. 2019. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. In: Goldsmith LA, et. al. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 9th Edition. NewYork: McGraw-Hill Companies. Pp. 2569-2572.

3. Scabies. Diunduh dari: https://emedicine.medscape.com/article/1109204-


overview#a1

4. Tim editor PB IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Cekatakan Kedua. Jakarta: PB IDI. 2017

5. James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus IM. 2016. Andrews Diseases of the
Skin: Clinical Dermatology. 12th Edition. Philadelphia: Elsevier. Pp 62-9.

20

Anda mungkin juga menyukai