2. Kata Sulit
1) Elektrokardiografi : Alat ukur untuk mengukur aktivitas listrik jantung, untuk
mempelajari kerja otot jantung.
2) Iskemik : Penyempitan pembuluh darah di arteri (kekurangan oksigen)
3) Kelistrikan Jantung : Merupakan serangkaian aliran listrik yang dimiliki oleh
jantung dan fungsinya adalah untuk menggerakan otot-otot jantung agar berkonraksi.
3. Kata Kunci
Laki-laki, 47 Tahun
Riwayat Gangguan Jantung
Kerusakan Sel Jantung
4. Pertanyaan
1) Apa yang dimaksud dengan sel ?
2) Jelaskan jenis-jenis sel!
3) Bagaimana fungsi dan struktur sel ?
4) Jelaskan apa saja proses reproduksi pada sel!
5) Jelaskan metabolism pada sel!
6) Jelaskan bagaimana komunikasi pada sel!
7) Jelaskan mekanisme pada pompa jantung!
5. Tujuan Pembelajaran
1) Memahami prinsip dasar, struktur dan fungsi sel.
2) Memahami jaringan dasar dan fungsinya.
3) Memahami komunikasi antar sel dan transduksi sinyal.
4) Memahami siklus sel.
5) Memahami metabolisme sel.
6) Memahami daya regenerasi.
6. Hasil Sintesis Informasi
A. Komunikasi Sel
Pengertian ialah interaksi antara satu sel dengan yang lainnya
TujuanSetiap organ ditubuh dapat menjalankan tugas dengan baik, sehingga
menjaga kelangsungan hidup
Fungsi Organisme uniseluler ( iritabilitas, konduktifitas, kontraktilitas, respirasi )
Mengatur pengembangan dan pengorganisasian menjadi jaringan
Mengawasi pertumbuhan, pembelahan dan koordinasi aktivitas
Mengeluarkan pembawa pesan kimiawi eksternal
Mekanisme komunikasi sel
Antar sel terjadi karena adanya sinyal-sinyal yang dikirim oleh pengirim sinyal
kepada sel penerima, sinyal melalui proses-proses tertentu yang terjadi antal sel.
Dalam kejadianya, molekul sinyal telah diterima oleh sel penerima mengalami
transduksi yaitu perubahan bentuk informasi. Tahap sinyaling pada sel ketika
ingin mengirim sinyal oleh sel pengirim, molekul sinyal berupa protein, asam
amino, nukleotida, steroid.
B. Definisi Sel
• Robert Hooke, Sel adalah unit struktural dan fungsional terkecil yang mampu
menjalankan proses-proses kehidupan.
• Schleiden dan Schwann, Menyatakan bahwa sel merupakan unit struktural makhluk
hidup.
• Max Schultze, Menyatakan bahwa sel merupakan unit fungsional kehidupan.
C. Struktur Sel
1. MEMBRAN SEL
Membran plasma merupakan lapisan ganda lipid cair dengan protein yang
terbenam di dalamnya. Membrane sel (disebut juga membrane plasma) yang
menyelebungi sel adalah suatu struktur yang elastis, fleksibel, tipis dengan ketebalan
hanya 7,5 sampai 10 nanometer.
Struktur dasar membran adalah sebuah lapisan lipid ganda, yang merupakan
lapisan tipis sebanyak dua buah lapisan lipid, setiap lapisannya memiliki ketebalan hanya
satu molekul, yang terbentang di seluruh permukaan sel. Molekul protein globules yang
besar tersebar tersebar di lapisan lipid tersebut.
Fungsi dari membran plasma :
Bekerja sebagai sawar mekanis yang menahan molekul-molekul yang dibutuhkan
tetap di dalam sel.
Membrane plasma membantu menentukan komposisi sel dengan jalan secara
selektif mengizinkan bahan-bahan tertentu keluar dari sel ke lingkungan.
Membrane plasma mengendalikan masuknya molekul nutrient seta keluarnya
produk sekretorik da produk sampah.
Membran plasma mempertahankan perbedaan konsentrasi ion dalam dan diluar sel,
yang penting bagi aktivitas listrik membran.
Membrane plasma berperan serta dalam komunikasi antar sel.
Fungsi umum dari membrane sel ini penting bagi penting bagi kelangsung hidup
sel, kemampuan sel melakukan aktivitas homeostatic khusus, dan kemampuan sel
mengkoordinasika fungsinya denganfungsi sel lain.
2. SITOPLASMA
Sitoplasma merupakan bagian interior sel yang tidka ditempati nucleus.
Sitoplasma mengandung sejumlah struktur organel (“organ mini” sel) khusus dan
sitoskeleton (kerangka protein yang berfungsi sebgai “tulang dan otot” sel) yang tersebar
di dalam sitosol (cairan kompleks mirip gel.)
Organel merupakan struktur individual yang sangat terorganisasi dan menjalankan
fungsi khusus di dalam sel. umumnya, hampis separuh volume sel total ditempati dua jenis
organel-organel bermembran dan organel tak-bermembran.
Organel-organel tersebut ialah :
Reticulum endoplasma
Merupakan sistem membranosa berisi cairan yang tersebar luas diseluruh sistool.
Struktur :
a) Luas permukaan struktur ini pada beberapa sel misalnya, sel hati dapat
mencapai 30 sampai 40 kali luas permukaan membrane sel.
b) RE yaitu benang-benang yang bermuara di inti sel.
c) Terdapat dua jenis RE : RE halus dan RE kasar
Fungsi :
a) Tempat sintesis protein.
b) RE kasar menonjol dalam sel yang khusus untuk sekresi protein seperti
enzim pencernaan.
c) Pada sel otot, RE halus disebut reticulum sarkoplasma dan turut berperan
dalam proses kontraksi.
Ribosom (Ergastoplasma)
Struktur :
a) Ribosom adalah granula kecil berwarna hitam (berdiameter 22nm), yang
tersusun dari RNA ribosomal dan hamper 80 jenis protein
Apparatus golgi (badan golgi)
Struktur :
a) Mengandung 6-7 kantong datar yang trikat membrane, atau sistema,
masing-masing membentuk agak melekuk. Kantong tersebut tersusun
sepertimangkuk terbalik
b) Permukaan konveks susunan menghadap ke permukaan eksternal sel.
Fungsi :
a) Organel ini dihubungkan dengan fungsi ekresi sel, dan struktur ini dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.
b) Organel ini banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi
ekresi, misalnya ginjal.
Lisosom
Struktur :
a) Organel berbentuk vesikel yang terbentuk dari beberapa bagian apparatus
golgi yang lepas dan kemudian menyebar ke seluruh sitoplasma.
b) Lisosom dikelilingin oleh membrane lipid ganda yang khusus dan terisi
dengan sejumlah besar granula berukuran kecil yang berdiameter 5-8
naometer
c) Merupakan agregat protein yang terdiri dari 40 jenis enzim hidrolase
(pencernaan).
Fungsi :
a) Membentuk sistem pencernaan intrasel yang memungkinkan sel untuk
mencerna :
1) Struktur sel rusak
2) Partikel makanan yang telah dicerna sel
3) Zat yang tidak diinginkan seperti bakteri
b) Pencernaan intraselular
Peroksisom
Struktur :
a) Peroksisom berbentuk sama seperti lisosom
b) Mengandung oksidae dan bukan hidrolase.
Fungsi :
a) Enzim oksidae dengan jumlah yang banyak yang terdapat didalam
peroksisom brguna untuk mengoksidasi banyak zat yang akan menjadi
racun.
b) Berfungsi juga dalam metabolisme lipid
Vesikel sekretoris
Struktur :
a) Dibentuk dari sistem reticulum endoplasma-apparatus golgi dan
kemudian dilepaskan dari apparatus golgi ke dalam sitoplasma dalam
bentuk vesikel penyimpanan.
Fungsi :
a) Menyimpan proenzim protein (enzim yang belum aktif).
b) Proenzim tersebut melakukan fungsi pencernaannya terhadap makanan
yang berada dalam saluran pencernaan.
Mitokondria
Struktur :
a) Mitokondria terdapat disemua bagian dari setiap sitoplasma
b) Beberapa mitokondria berdiameter hanya beberapa ratus nanometer
dan berbentuk globules.
c) Sedangkan mitokondria yang lain bentuknya memanjang-berdiamter 1
mikrometer dan panjangnya 7 mikrometer, sisanya bercabang-cabang
dan berbentuk filamen.
d) Terdiri dari dua lapisan lipid ganda-protein
e) Banyak lipatan membrane yang membentuk rak-rak.
f) Rongga bagian dalam mitokondria juga dipenuhi dengan matriks yang
mengandung sejumlah besar enzim terlarut.
Fungsi :
a) Mitokondira dapat mereplikasi-diri, yang berarti satu mitokondria
dapat membentuk mitokondria yang kedua, yang ketiga dan
seterusnya, bilamana sel perlu sel perlu menambah ATP.
b) Mitokondria sering disebut sebagai pembangkit tenanga sel karena
fungsi terpentingnya adalah memproduksi energi kedalam bentuk
ATP.
c) Energy tersebut dihasilkan dari penguraian nutrient seperti glukosa,
asam amino, dan asam lemak.
d) Energy yang dibutuhkan untuk melepas energy secara kimia,
terlokalisasi dalam matriks mitokondria dan partikel kecil pada Krista.
3. NUKLEUS
Nukleous merupakan pusat pengaturan sel. Secara singkat nucleus mengandung,
sejumlah besar DNA, yang merupakan gen. gen tersebut menentukan karakteristik protein
protein sel, termasuk protein structural, dan enzim internal yang mengontrol aktivitas
sitoplasma dan nucleus.
Membrane nucleus
Disebut juga selubung nucleus, sebenarnya merupakan dua lapisan membrane
yang terpisah, yakni satu membrane terdapat di dalam membrane yang laiun. Membrane
luar terhubung dengan retikulus endoplasma yang berada di sitoplasma sel, dan ruangan
antar kedua membrane nucleus juga terhubungan dengan ruangan didalam reticulum
endoplasma.
Fungsi nucleus :
Nucleus sangat penting untuk keseluruhan aktivitas selular.
Nukleus mengandung material genetic sel (DNA) yang mengkonfirmasi untuk
mengontrol sintesis protein dan reproduksi sel.
4. FUNGSI SEL
a. Diferensiasi
Setelah beberapa kali pembiakan sel, timbul diferensiasi,yaitu perbedaan bentuk
dan fungsi. Sel-sel tertentu mempunyai bentuk dan fungsi tertentu pula yang berbeda dari
sel lainnya.
b. Reparasi Sel
Tubuh manusia dewasa terdiri dari ± 50-70 triliun sel-sel eukaryotik yang rata-rata
besarnya 10 mµ. Setiap saat sel tersebut ada yang rusak dan harus diperbaiki, agar fungsi-
fungsi tubuh tetap berjalan normal.
c. Pertahanan
Fungsi pertahanan tubuh dilakukan oleh beberapa system, untuk memberikan
kekebalan, yaitu:
- Pertahanan mekanik
Pertahanan mekanik merupakan barrier alamiah untuk menangkal masuknya
mikro-organisme dan penyebaran sel-sel kanker.
- Pertahanan kekebalan
Organ yang termasuk dalam pertahanan immunitas ialah sumsum tulang,
kelenjar limfe, kelenjar thymus,dsb
d. Reproduksi
Fungsi reproduksi hanya dikerjakan oleh organ genetalia. Pada laki-laki testis
dengan duktus epidedimis,prostate dan urethra. Pada wanita ovarium dengan tuba,uretus
dan vagina.
e. Supplier(pasokan)
Fungsi ini dikerjakan oleh:
- Sistem organ pencernaan: untuk pasokan nutrisi, air, mineral dan vitamin.
- Sistem organ pernapasan: untuk pasokan oksigen(O2) dan pengeluaran
karbondioksida(CO2).
j. Orientasi
Fungsi orientasi dikerjakan oleh sistem reseptor dan motor melalui sistem saraf
dan pancaindera yang terpusat di dalam otak.
k. Pengawasan
Banyak keadaan yang perlu diatur supaya fungsi organ dapat berjalan dengan
baik, misalnya: temperatur, pernapasan, homeostasis, pertumbuhan, eksresi, dsb.
C. METABOLISME SEL
Metabolisme sel adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan interkonversi senyawa
kimia di dalam tubuh, jalur yang diambil oleh tiap molekul, hubungan antar molekul, dan
mekanisme yang mengatur aliran metabolit melalui jalur-jalur metabolism.
Jalur metabolit dibagi menjadi tiga :
1. Jalur Anabolik
Yaitu jalur-jalur yang berperan dalam sintesis senyawa yang lebih besar dan
kompleks dari prekursor yang lebih kecil misalnya sintesis proteindari as.amino dan
sintesis cadangan triasilgliserol dan glikogen. Jalur anabolik bersifat endotermik.
2. Jalur Katabolik
Yang berperan dalam penguraian molekul besar, sering melibatkan reaksi oksidatif.
Jalur ini bersifat eksotermik, yang menghasilkan ekuivalen pereduksi, dan terutama
melalui rantai respiratorik, yaitu ATP
3. Jalur Amfibolik
Bekerja sebagai penghubung anta jalur katabolic dan jalur anabolic misalnya siklus
asam sitrat.
Sifat alamiah makananmenntukan pola dasar metabolisme. Terdapat kebutuhan untuk
mengolah produk pencernaan karbohidrat,lipid dan protein makanan. Produk-produk ini masing-
masing adalah glukosa, asam lemak dan gliserol, serta asam amino.
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa dimetabolisme dimetabolisme menjadi piruvat dalam proses glikolisis.
Jaringan aerob metabolisme piruvatmenjadi asetil-koA yang dapat memasuki siklus asam
sitrat untuk dioksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O yang berkaitan dengan
pembentukan ATP dalam proses fosfolidasi oksidatif. Glikolisis juga dapat berlangsung
secara anaerob dengan produk akhir berupa laktat.
Glukosa dan metabolitnya juga ikut serta dalam proses lain misalnya
1) Sintesis polimer simpanan glikogen di otot rangka dan hati
2) Jalur pentose fosfat, suatu alternative sebagian jalur glikolisis. Jalur ini adalah sumber
ekuivalen preduksi (NADPH) untuk sintesis asam lemak dan sumber ribose untuk
membentuk nukleotida dan asam nukleat.
3) Triosa fosfat membentuk gliserol triasilgliserol
4) Piruvat dan zat-zat antara siklus asam sitrat menyediakan kerangka karbon untuk sintesis
asa amino nonesensial (dispensable)
Metabolisme Lipid
Sumber asam lemak rantai panjang adalah lipid makanan atau melalui sintesis de
novo dari asetil-KoA (oksidasi-β) atau diesterefikasi dengan gliserol yang membentuk
triasil gliserol (lemak) sebagai bahan cadangan utama dalam tubuh.
Asetil-KoA yang dibentuk oleh oksidasi-β dapat mengalami tiga hal :
1) Seperti asetil-KoA yang berasal dari glikolisis dan senyawa ini dioksidasi menjadi
CO2+H2O melalui siklus asam sitrat
2) Menjadi prekursor untuk membentuk kolesterol dan steroid
3) Di hati, senyawa ini digunakan untuk membuat badan keton (asetoasetat dan 3-
hidoksibutirat) yang merupakan bahan bakar penting pada keadaan lama puasa
dan kelaparan
Transduksi Sinyal
Transduksi sinyal adalah proses dimana sinyal datang (intruksi dari pembawa pesan
kimiawi ekstrasel) disampaikan ke bagian dalam sel untuk dilaksanakan.
Pembawa pesan kimiawi ekstra sel dapat berikatan dengan reseptor di dalam sel
sasaran untuk memicu sendiri respons intrasel yang diinginkan. Pembawa pesan
kimiawi ekstrasel yang larut air tidak dapat masuk ke sel sasaran karena kurang larut
dalam lemak dan tidak dapat menerobos membrane plasma.
0. Meiosis
Pembelahan pada sel germinal dalam alat reproduksi
Dari 1 sel kelamin diploid dihasilkan 4 sel kelamin haploid yang memiliki jumlah
kromosom ½ dari kromosom induk (46 ⇒ 23) : Pembelahan Reduksi
Tujuan Meiosis :
→ Mendapatkan individu yang memiliki jumlah kromosom normal (46) yang berasal
½ dari ayah dan ibu
Tingkatan Meiosis :
Meiosis pertama (I) → terjadi pembelahan reduksi
Meiosis kedua (II) → prosesnya = mitosis biasa (Mitotik Meiosis)
Meiosis II:
Profase : DNA bereplikasi, sentriol berjalan ke dua belah kutub sel dan
mengeluarakan benang-benang spindel dan meyambungkan ke sentromer. Bentuk
kromosom diploid
Metafase: Kromosom berada di satu bidang tegak lurus (bidang ekuator) dan bersiap
mengalami pembelahan. Bentuk kromosom diploid
Anaphase : benang-benang spindel sentriol menarik kromosom ke dua kutub sel
sehingga terjadi pembelahan. Bentuk kromosom haploid
Telofase : dinding sel mulai menekan bagian tengah sel sehingga terjadi pemisahan
antara kedua belah kutub.
Sitokinesis : bersamaan dengan telofase, sel membagi 2 cairan didalamanya.
Sub Modul 2
1. Skenario
Berikut beberapa laporan kasus yang disusun oleh dokter yang bekerja di pelayanan
primer atas kasus-kasus yang ditemuinya.
a. Penderita telah mengalami hipertensi lebih dari 10 tahun dan tidak berobat rutin.
Hipertensi inilah yang menyebabkan kardiomegali/pembesaran jantung.
b. Sesuai dengan perjalanan penyakit ini, pasien mengalami kerusakan sel-sel otak
karena zat sisa metabolisme yang terlalu banyak dalam tubuhnya. Kerusakan sel otak
inilah yang menyebabkan pasien mengalami koma.
c. Berdasarkan hasil visum et repertum, korban perahu tenggelam bukan karena
menghirup air, tetapi karena korban mengalami kedinginan. Suhu saat itu
diperkirakan sekitar -5˚C dan korban berada di air dalam waktu yang cukup lama .
Hal ini menjadi fatal karena kerusakan sel terjadi pada organ-organ vital.
d. Pasien yang mengalami schizophrenia telah dipasung selama lebih dari 4 tahun, kaki
penderita mengecil/artrofi, padahal sebelumnya penderita mampu berjalan biasa.
Kondisi psikologis perlu penatalaksanaan secara holistik.
e. Epitel bronkus pada perokok mengalami dysplasia akibat paparan asap rokok yang
terus-menerus.
2. Kata sulit
1) Atrofi : Mengecilnya sel, jaringan, organ, atau bagian tubuh.
2) Hipertensi : Tekanan darah tinggi dimana tekanan darah berukuran 130/80
mmhg atau lebih.
3) Dysplasia : Perkembangan sel atau jaringan yang tidak normal.
4) Visum et repertum (VeR) : Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam
ilmu kedokteran forensic atas permintaan yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati.
5) Schizophrenia, Gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan
ini bisa menyebabkan penderita mengalami, kekacauan berpikir, dan perubahan
perilaku.
3. Kata Kunci
Hipertensi
Atrofi
Kerusakan sel
Dysplasia
Kardiomegali
4. Pertanyaan
1) Bagaimana adaptasi sel ?
2) Apa yang dimaksud dengan kerusakan/jejas sel?
3) Hubungan antara efek dan durasi jejas pada sel?
4) Bagaimana mekanisme kematian sel?
5) Apa saja akibat dari kerusakan/jejas sel?
6) Bagaimana mekanisme biokimia dalam kerusakan sel?
7) Apa yang dimaksud dengan atrofi?
8) Apa saja faktor yang menyebakan dysplasia?
9) Mengapa kerusakan sel otak dapat menyebabkan koma?
10) Apa yang menyebabkan sel mengalami perubahan sehingga menyebabkan
kardiomegali?
11) Apa Penyebab jejas sel?
12) Bagaimana tahap respon sel terhadap stress dan stimulus yang merugikan?
5. Tujuan Pembelajaran
Untuk mempelajari dan memahami tentang sel dan perubahannya.
1. Adaptasi sel
Fisiologi ialah respon sel stimulus normal yaitu mediator endrogen
Patologis ialah respon terhadap sel, stress
o Hipertrofia : pembesaran sel
o Hiperplasia yaitu penambahan jumlah sel
o Atrofi yaitu pengecilan ukuran sel
o Metaplasia yaitu perubahan fenotip sel
2. Definisi Jejas sel
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya,
sel tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal.
3. Hubungan antara efek dan durasi jejas pada sel
sel menjadi tidak berfungsi setelah terjadinya jejas, walaupun masih viabel dan
dapat mengakibatkan kerusakan pada reversible, dengan bertambah lamanya waktu
terjadinya jejas, dapat mengakibatkan jejas ireversibel dan kematian sel. Juga agar
diperhatikan bahwa kematian sel mendahului perubahan ultrastruktural, mikroskop
cahaya dan perubahan morfologik yang dapat dilihat.
b) Nekrosis Liquefaktif
Disebabkan oleh bakteri
Membentuk cairan berwarna kuning kental (nanah)
c) Nekrosis Kaseosa
Mirip seperti “keju”
Khas dari penyakit Tuberkulosis
d) Nekrosis Lemak
Daerah setempat mengalami destruksi lemak karena pelepasan enzim lipase
pada pancreas
Berwarna putih mirip kapur
e) Nekrosis Fibrinoid
Nekrosis khusus
Memberikan gambaran merah muda amorf yang mencolok
5. Faktor penyebab dysplasia
1. Sel menjadi dysplasia
Sel-sel normal bisa menjadi sel kanker. Sebelum sel kanker terbentuk di jaringan
tubuh,
sel-sel mengalami perubahan abnormal yang disebut hiperplasia dan displasia. Pada
hiperplasia, ada peningkatan jumlah sel di organ atau jaringan yang tampak normal
di bawah mikroskop. Dalam displasia, sel-sel terlihat abnormal di bawah mikroskop
tetapi bukan kanker. Hiperplasia dan displasia mungkin atau mungkin tidak menjadi
kanker. (NCI Dictionary of Cancer Terms, 2016)
2. Penyebab dysplasia
a. Genetika atau faktor keturunan. di mana ketika misalnya orang tua memiliki riwayat
kanker, maka sang anak pun akan memiliki risiko lebih besar dalam menderita
kanker yang sama. Ini karena dari kondisi tubuh orang tua, jaringan tubuh anak pun
menurun dari orang tuanya sehingga tingkat kerentanan terkena displasia pun juga
makin tinggi.Radikal bebas yang banyak ditemui pada asap rokok, polusi udara,
makanan cepat saji;
b. Zat kimia, seperti pengawet makanan;
c. Radiasi, seperti radiasi sinar rotgen, radiaso ultraviolet;
Penyusun tubuh mahluk hidup terkecil adalah sel. Saat sel berinteraksi
dengan radiasi ion, energi dari radiasi akan terserap ke dalam sel dan mampu
mengakibatkan perubahan kimiawi pada molekul yang terkandung dalam sel.
Perubahan kimiawi inilah yang dapat memicu terjadinya kelainan genetik yang lain.
d. Logam berat;
e. Bahan radioaktif;
f. Kondisi infeksi atau peradangan yang kronis;
g. Kurangnya beberapa jenis hormon yang mengatur keseimbangan fungsi tubuh.
6. Kerusakan sel otak dapat menyebabkan koma
Fungsi : Integritas berbagai proses kortikal (kegiatan sehari-hari) dan subkortikal
(informasi visual & audio), yaitu penentuan status kesadaran dan keadaan bangun.
Letak : Tengah jejas saraf asedens & desenders)
RAS (Retikular Activing System) : komponen yg
penting dalam mengatur fungsi kesadaran
dengan merangsang korteks seribri untuk
menerima rangsang dari semua bagian tubuh.
Koma : Kerusakan pada bagian tertentu dari
informasi retikularis dapat menyebabkan koma,
yaitu keadaan seketika individu tidak dapat
membuka mata dengan rangsangan apapun,
tidak dapat membuat suatu kata, ataupun
perintah sederhana.
Sel normal yang homeostasis apabila terkena stress atau stimulus yang merugikan akan
beradaptasi. Apabila sel tidak mampu beradaptasi akan terjadi jejas sel/kerusakan
sel. Jejas dapat bersifat reversible dan ireversibel. Jejas yang reversible bersifat
ringan dan dapat kembali menjadi sel yang normal. Jejas Reversibel biasanya
berupa:
1. Pembengkakan sel : kegagalan pompa ion pada membran plasma yang mengakibatkan sel
tidak mampu menjaga homeostasis ion dan cairan)
2. Degenerasi lemak : kekurangan oksigen / hipoksia dan cedera toksik pada vakuola
Sedangkan jejas ireversibel bersifat berat dan akan menyebabkan kematian sel yaitu
kerusakan membran amat parah
dan kebocoran sel akibat enzim
(nekrosis) dan sel kehilangan
faktor pertumbuhan, DNA dan
protein rusak kemudian sel bunuh
diri (apoptosis).
7. Hasil Analisa
Ketika Sel normal mengalami stress atau stimulus yang merugikan, akan menyebabkan
terganggunya homeostasis sel yang akan mengakibatkan sel beradaptasi dengan
munculnya jejas reversible dan ireversibel. Jejas ireversibel merupakan kematian sel
yang akan merugikan tubuh.
Sub Modul 3
Skenario
An.A, datang dengan tonsilitis akut. Saat yang hampir bersamaan, datang pula
An.B dengan tonsillitis kronik. Dengan jenis penyakit yang sama yaitu tonsillitis,kondisi
An.A dan An.B ada yang berbeda. An.A mengeluhkan demam dan nyeri, dan pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar hiperemi. Sedangkan, An.B tidak merasakan
keluhan yang sama dengan An.A dan pula pada pemeriksaan tonsil tidak tampak
hiperemi meskipun tonsil membesar. Meskipun radang terjadi pada organ yang sama,
namun penatalaksaannya berbeda dan prognosis juga berbeda.
Kata Sulit
Kata Kunci
Tujuan Pembelajaran
Setelah Mempelajari Sub Modul 3 ini Mahasiswa semester 1 dapat memahami Materi
tentang Radang sebagai respons dan jejas.
MEKANISME INFLAMASI
Inflamasi dimulai ketika sel tubuh mengalami kerusakan dan terjadi pelepasan zat kimia tubuh
sebagai tanda bagi sistem imun. Inflamasi sebagai respon imun pertama bertujuan untuk
merusak zat atau objek asing yang dianggap merugikan, baik itu sel yang rusak, bakteri, atau
virus.
Menghilangkan zat atau objek asing tersebut penting untuk memulai proses penyembuhan.
Dengan melalui berbagai mekanisme lainnya, sel inflamasi dalam pembuluh darah memicu
pembengkakan pada area tubuh yang mengalami kerusakan dan menyebabkan pembengkakan,
warna kemerahan, dan rasa nyeri. Inflamasi memang akan menimbulkan rasa tidak nyaman,
tetapi hal tersebut penting dalam proses penyembuhan.
Mekanisme inflamasi diawali dengan adanya iritasi, di mana sel tubuh memulai proses perbaikan
sel tubuh yang rusak. Sel rusak dan yang terinfeksi oleh bakteri dikeluarkan dalam bentuk nanah.
Kemudian diikuti dengan proses terbentuknya jaringan-jaringan baru untuk menggantikan yang
rusak.
PENYEBAB INFLAMASI
Penyebab inflamasi terbagi menjadi dua, yaitu eksternal dan internal. Untuk eksternal,
penyebabnya antara lain:
Kekurangan oksigen.
Contohnya terjadi obstruksi atau sumbatan.
Agen kimia.
Contohnya seperti tangan dari pekerja pabrik terkena asam asetat.
Agen penyebab infeksi.
Contohnya seperti jamur, bakteri, dan protozoa
Kekurangan oksigen
Yaitu terjadi pada penderita anemia atau hemofili
Reaksi imunologi
Contohnya autoimun terhadap jaringan sendiri dan reaksi alergi terhadap lingkungan
Faktor genetik, misalnya seperti kelainan genetic
Contohnya pada penderita syndrome down
Penuaan, yaitu akibat gangguan replikasi dan repair pada sel
Eksudat ialah cairan dan sel yang keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan pada
waktu radang. Eksudat terbagi menjadi beberapa macam, antara lain:
1. Eksudat bening. Ini sering terjadi pada radang tuberculosis yang mengisi rongga
pleura dapat berjumlah satu liter atau lebih.
2. Eksudat fibrinosa mengandung banyak fibrin sehingga melekat pada permukaan
pleura merupakan lapisan kelabu/kuning yang ditemukan pada pneumonia.
3. Eksudat purulen ialah eksudat yang terjadi daripada nanah.
4. Eksudat hemoragik ialah eksudat radang yang berwarna kemerah–merahan karena
mengandung banyak eritrosit.
TANDA-TANDA INFLAMASI
1.Kalor, Panas yang menyertai peradangan. Panas timbul akibat peningkatan aliran darah,
darah merupakan zat pembawa panas tubuh.
4.Dolor, Nyeri peradangan. Nyeri terjadi akibat peregangan saraf karena pembengkakan dan
rangsangan ujung-ujung saraf oleh mediator-mediator peradangan
MEDIATOR KIMIAWI
Mediator diproduksi lokal oleh sel pada daerah radang atau berasal dari prekursor inaktif yang
biasanya disintesis di hati dan berderah didarah dan diaktifkan di tempat terjadinya radang.
Mediator berperan melalui ikatan dengan reseptor spesifik pada sel target yang berbeda.
Aktivitas mediator umumnya diatur dan berumur pendek.
Mediator kimiawi dibagi menjadi dua yaitu :
a. mediator asal sel akan disekuestrasi digranula intrasel dan disekresi pada saat pengaktifan
sel (contoh histamin dan sel mast) dan merespon pada suatu stimulus seperti
prostaglandin dan sitokin yang diproduksi oleh leukosit dsb.
b. Mediator asal protein plasma bersirkulasi dalam bentuk inaktif dan akan mengalami
pemecahan proteolitik agar memperoleh aktivitas biologis.
- Lipoksin ketika leukosit memasuki jaringan, maka secara bertahap akan engubah
produk dari AA asal lipoksigenasi dari leukotrin menjadi mediator radang dan
menghalangi kemotaksis neutrophil da adhesi ke endotel dan berperan sebagai
antagonis endogen leukotrin.
Disintesis melalui jalur NADPH oksidase (fagosit oxidase) dan dilepaskan dari
neutrophil dan makrofag yang diaktifka oleh mikroba, kompleks imun, sitokin dan
berbagai stimulus radang lain. Apabila ROS diproduksi dalam lisosom maka fungsinya
ialah menghancurkan mikroba yang telah difagosit dan sel nektrotik. Apabila disekresi
dalam kadar rendah, ROS akan meningkatkan kemokin, sitokin, dan ekspresi molekul
adhesi, sehingga memperbesar kaskade mediator radang.
e. Nitrogen oksida
Nitrit oksida adalah molekul gas kecil, mudah larut dan berumur pendek. Makrofag
menggunakannya sebagai metabolit sitotoksik untuk membunuh mikroba dan sel tumor. NO
merupakan mediator penting bagi sejumlah besar keadaan fisiologis dan patologis.
Inflamasi merangsang aktivasi makrofag. iNOS memang sudah berada di makrofag. Lalu
reaksi kimia bersifat sitotoksik terhadap mikroba. NO masuk kedalam saluran pembuluh
darah lewat endotel mengakitbatkan adhesi trombosit berkurang. Di dalam pembuluh darah
ada eNOS, eNOS diaktivasi setelah adanya perangsangan endotel dan influks Ca++ yang
mengakibatkan adhesi leukosit berkurang. NO keluar dan mengakibatkan adanya relaksasi
dan vasodilatasi otot polos pembuluh darah.
f. Sitokin
Sitokin merupakan produk polipeptida dari banyak jenis sel (tetapi pada dasarnya limfosit
dan makrofag yang teraktivasi) yang melakukan fungsi sel lainnya. Sitokin di hasilkan
selama terjadi respon radang imun, sekresinya bersifat sementara dan diatur secara ketat.
Sitokin dapat bekerja pada sel yang sama dengan sel yang memproduksinya, pada sel lain di
sekitarnya atau secara sistemik. Sitokin secara garis besar dapat di kelompokan menjadi 5
kelompok berdasarkan cara kerja atau sel targetnya:
Sitokin yang merngaktifkan sel radang (terutama makrofag) selama terjadi imu yang di
perantarai oleh sel.
g. Kemokin
Kelompok rotein kecil yang strukturnya berhubungan bekerja terutama sebagai
komoatraktan untuk berbagai subset leukosit berbeda. Dua fungsi utama kemosin adalah
mengerahkan keukositke tempat radang dan mengatur organisasi sel agar secara anatomic
normal di jaringan limfoid dan jaringan lain. Kemokin yang diproduksi sebagai respon
terhadap stimulus radang ialah untuk mengumpulkan populasi sel tertentu (neutrophil ,
limfosil atau eosinophil) menuju daerah radang.
Imunitas merupakan kemampuan tubuh manusia untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Imunitas bawaan, yang merupakan akibat dari proses imun dan bukan dari proses yang
terarah pada organisme penyebab penyakit spesifik. Imunitas bawaan ini meliputi;
1. Fagositosis terhadap bakteri oleh sel darah putih dan sel pada sistem makrofag
jaringan.
2. Pengerusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap organisme
yang tertelan ke dalam lambung.
3. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme
4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing
atau toksin dan menghancurkannya.
Imunitas didapat, yang merupakan proses yang terarah pada organisme penyebab
penyakit spesifik. Imunitas didapat merupakan produk dari sistem limfosit tubuh.
Leukosit (sel darah putih) dan turunannya, bersama dengan beragam protein plasma,
bertanggung jawab melaksanakan beragam strategi pertahanan imun.
Fungsi Leukosit :
Neutrofil adalah spesialis fagositik yang memiliki mobilitas tinggi serta mampu menelan
dan menghancurkan bahan yang tidak diinginkan.
Eosinofil mengeluarkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan cacing parasitik dan
berperan dalam reaksi alergi.
Basofil mengeluarkan histamin dan heparin serta juga berperan dalam reaksi alergi.
Monosit berubah makrofag, yaitu spesialis fagositik besar yang berada di jaringan.
Limfosit terdiri dari dua tipe:
a. Limfosit B (sel B) berubah menjadi sel plasma, yang mengeluarkan antibodi
secara tidak langsung menyebabkan destruksi benda asing (imunitas yang
diperantarai oleh antibodi, imunitas hormonal)
b. Limfosit T (sel T) secara langsung mengahncurkan sel yang terinfeksi virus A
c. sel mutan dengan mengeluarkan bahan-bahan kimia yang melubangi sel korban
(imunitas yang diperantarai oleh sel, imunitas seluler)
Dari kelima jenis leukosit neutrofi dan makrofag adalah yang paling bertanggung jawab dalam
sistem pertahanan, maka yang paling berperan dalam respons imun terhadap peradangan
(inflamasi) adalah neutrofil dan makrofag.
Pertahanan pertama
Dalam beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah terdapat di dalam
jaringan dan segera masuk ke dalam pembuluh darah yang mengalami dilatasi untuk
memulai fagositiknya. Efek Dari hal tersebut adalah terjadi pembesaran setiap sel-sel
dengan cepat. Selanjutnya makrofag-makrofag yang sebelumnya terikat menjadi lepas
dari pelekatnya dan bergerak membentuk garis pertahanan pertama tubuh terhadap
infeksi.
Pertahanan kedua
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai sejumlah besar neutrosil dari darah
mulai menginvasi area yang meradang. Kemudian ada produk yang berasal dari jaringan
yang meradang yang memicu terjadinya reaksi:
1. Perubahan permukaan bagian dalam endotel kapiler, yang menyebabkan neutrofil
melekat pada dinding kapiler dalam area yang meradang. Efek ini yang disebut
marginal.
2. Pemisahan sel-sel endotel pada kapiler dan venula-venula kecil agar secara
mudah terpisah dan terbuka, sehingga neutrophil pun mengalami diapedesis atau
masuk ke jaringan peradangan melalui rangsangan kemoktasis yang memberikan
sinyal tempat jejas tersebut berada,dan mulai memfagosit bakteri-bakteri yang
berada di jaringan.
Pertahanan ketiga
Setelah neutrophil menjalani masa kerjanya menangani infeksi dalam beberapa waktu,
maka masuklah makrofag yang membantu tugas neutrophil tersebut. Makrofag
merupakan sel dewasa berasal dari sel monosit yang mengalami perubahan dari sel
immature menjadi sel dewasa seperti makrofa. Kerja makrofag dalam mengatasi bakteri-
bakteri penyebab jejas jauh lebih baik daripada neutrophil,selain itu juga memiliki umur
yang lebih panjang, sehingga sangat membantu kerja naeutrofil untuk mampu menangani
jejas lebih cepat.
Pertahanan keempat
Meningkatkan produksi granulosit dan monosit oleh sum-sum tulang belakang.
1. Perubahan Vaskular
Reaksi vaskular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah yang terjadi sekunder
akibat dilatasi pembuluh dan peningkatan permeabilitas vaskular, kedua hal dirancang untuk
membawa sel darah dan protein menuju tempat infeksi atau tempat jejas. Pada tahap awal,
stimulus yang merugikan seperti mikroba dihadapi oleh makrofag dan sel lain di jaringan
ikat, kemudian akan diikuti reaksi vaskular yang dipicu oleh interaksi ini dan akan mendominasi
respons fase awal.
Perubahan rongga vaskular dan aliran darah
Perubahan pada pembuluh terjadi segera setelah infeksi atau jejas namun kecepatannya
terjadi berbeda, tergantung pada jenis dan beratnya stimulus awal peradangan.
Setelah vasokonstriksi sebentar (berlangsung hanya beberapa detik) terjadi vasodilatasi
arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah setempat sehingga pada bagian
ujung daerah kapiler penuh berisi darah (Ekspansi vaskular ini akan memberi warna
merah (eritema) dan rasa panas merupakan tanda khas radang akut, dan disebutkan
sebagai dua tanda kardinal (utama) pada radang akut
Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeabel, dan cairan kaya protein akan mengalir
keluar ke jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi sel
darah merah di darah yang mengalir, sehingga meningkatkan viskositas darah dan
memperlambat aliran darah. Kelainan ini tampak secara mikroskopik tampak banyak
pembuluh darah kecil yang melebar dan berisi penuh dengan sel darah merah, dan disebut
stasis
Setelah timbulnya stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai berkelompok pada
permukaan vaskular endotel pembuluh darah suatu proses yang disebut marginasi. Hal ini
merupakan langkah awal leukosit keluar ke jaringan intestisium melalui dinding
pembuluh darah.
Mengakibatkan aliran cairan kaya protein dan juga sel darah ke jaringan ekstravaskular.
Hal ini akan mengakibatkan tekanan osmotik cairan interstisium meningkat dan lebih banyak air
keluar dari darah ke jaringan.
Radang akut diawali dengan adanya reaksi vaskular yaitu peningkatan aliran darah yang
terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh (vasodilatasi) dan peningkatan permeabiilitas
vaskular. Vasodilatasi inilah yang akan memberi warna merah (eritema) dan rasa panas
tang merupakan tanda khas radang akut, sedangkan peningkatan permeabilitas vaskular
yang disebabkan pelebaran perbatasan antar sel endotel dari venula atau jejas langsung
pada sel endotel akan mengakibatkan terjadinya eksudat ekstravaskular yang kaya protein
(edema jaringan). Kedua hal tersebut dirancang untuk membawa sel darah dan protein
menuju temoat infeksi atau tempat jejas. Kemudian, sel darah putih terutama jenis
neutrophil, akan melekat pada endotel melalui molekul adhesi dan keluar dari vaskular
mikro untuk migrasi ke tempat cedera di bawah agen kemotaksis. Selanjutnya akan
terjadi pengaktifan leukosit yang meliputi proses fagositosis, destruksi intrasel mikroba
dan jaringan yang telah difagosit, dan pelepasan substansi yang memusnahkan mikroba
dan jaringan mati ekstrasel.
1) Marginasi
Produk bakteri seperti LPS, komplemen (C5a) merangsang endotel untuk mengekpresikan P-
selektin yang telah ada pada granula intrasel ke membran sel. P-selektin ini akan berikatan
dengan PSGL-1 (P-Selectin Glycoprotein Ligand-1) yang berada di permukaan lekosit. Ikatan
yang terjadi membuat lekosit menempel pada endotel, namun kekuatan dari ikatan ini lemah
sehingga mudah untuk dilepaskan oleh kekuatan arus darah.
2) Rolling
IL-1, TNF-α dan LPS merangsang endotel untuk memproduksi E-selektin yang kemudian
berikatan dengan Sialyl Lex pada membran lekosit. Ikatan yang kedua ini semakin meningkatkan
kekuatan perlekatan antara lekosit dengan endotel.
Lekosit yang telah menempel pada endotel akan menjadi aktif dan memproduksi L-selektin.
Sialyl Lex yang ada di membran endotel sebagai ligan dari L-selektin akan mengikatnya
sehingga semakin meningkatkan kekuatan ikatan antara endotel dengan lekosit. Meskipun
kekuatan ikatan antara lekosit lebih kuat dibandingkan pada fase marginasi tetapi belum cukup
kuat untuk menempel ke membran endotel sehingga ia akan tersapu oleh aliran darah tetapi tidak
lepas dari endotel (berguling-guling di sepanjang endotel ketika tersapu oleh aliran darah).
3) Firm Adhesion
Leucocyte Function Antigen LFA yang terletak di membran sel lekosit berikatan dengan ICAM-
1 (Intercellular Adhesion Molecule-1) yang berada di membran endotel, sedangkan Very Late
Antigen di permukaan lekosit berikatan dengan VCAM-1 (Vascular Cell Adhesion Molecule-1)
dari membran endotel. Dengan bertambahnya ikatan antara endotel dengan lekosit jelas semakin
mempererat ikatan diantara keduanya.
Peradangan yang terjadi di tempat invasi patogen menghasilkan berbagai kemoatraktan, seperti
IL-8. Kemoatraktan akan tersebar dan mencapai daerah sub membran basalis dari endotel.
Kemoatraktan kemudian akan berikatan dengan Glikosaminoglikan (GAG) atau Duffy Antigen
Receptor for Chemokine (DARC). Setelah berikatan maka kemoatraktan akan di bawa menuju
ke permukaan membran sel di sisi yang berhubungan dengan darah secara transendotelial.
Kemoatraktan yang telah berada di permuakan kemudian diikat oleh reseptor komplemen yang
berada di lekosit. Ikatan ini bersama dengan ikatan antara integrin (LFA dan VLA) akan
menyebabkan adanya firm adhesion lekosit dengan endotel.
4) Transendothelial Migration
Proses migrasi lekosit dari pembuluh darah menuju ke jaringan yang mengalami inflamasi sudah
diketahui sejak lama dan melibatkan berbagai molekul dengan proses yang rumit. Untuk
memudahkan memepelajarinya, migrasi transendotelial dibagi menjadi dua, yakni:
ICAM-1 dan VCAM-1 yang terikat dengan integrin mengalami Clustering, yang memberikan
sinyal pada endotel untuk melepaskan ikatan antara endotel dengan endotel di sebelahnya dan
memicu kontraksi protein kontraktil dari endotel, sehingga muncullah celah diantara endotel.
Selanjutnya PECAM (Platelet Endothel Cell Adhesion Molecule) yang berada pada membran sel
lekosit berikatan dengan PECAM yang terletak di membran sel endotel. Hasil akhir dari ikatan
PECAM adalah semakin terbukanya celah antar endotel untuk dilewati lekosit. Akan tetapi
bukan berarti lekosit melewati celah antar endotel seperti ia melewati sebuah terowongan.
Kemudian lekosit menghasilkan MMP (matrix metaloproteinase) yang mencerna membran sel
sehingga lekosit dapat memasuki jaringan. Sel lekosit yang telah masuk ke dalam jaringan akan
bergerak menuju ke tempat invasi patogen dengan mengikuti gradien kemokin yang berada di
jaringan.
5) Kemotaksis
Setelah keluar dari darah, leukosit akan bergerak menuju tempat infeksi atau cedera
melalui gradien kimia dengan suatu proses yang disebut kemotaksis.
Radang serosum
ditandai dengan pembentukan cairan seperti air, yang miskin protein, yang bergantung dari
tempat asal jejas, terbentuk dari plasma atau sekresi sel mesotel yang melapisi rongga
peritoneum, pleura dan perikardium. Bula pada kulit akibat luka bakar atau infeksi virus
merupakan contoh yang tepat dari akumulasi efusi serosum pada atau langsung di bawah
epidermis kulit. Cairan di rongga serosum disebut cairan efusi.
Radang fibrinosa
terjadi karena jejas yang lebih berat, mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular
yang lebih parah sehingga molekul besar (seperti fibrinogen) dapat melalui pembatas
endotel. Secara histologis, akumulasi fibrin ekstravaskular tampak sebagai jaringan benang
eosinofil atau kadang-kadang sebagai koagulasi amorfik. Eksudat fibrin merupakan ciri khas
radang pada lapisan rongga tubuh, seperti meninges, perikardium, dan pleura. Eksudat
tersebut akan didegradasi melalui fibrinolisis, dan kemudian debris akan dipindahkan oleh
makrofag, menghasilkan restorasi struktur jaringan normal (resolusi). Namun, eksudat kaya
fibrin yang banyak, tidak seluruhnya dapat dihilangkan, dan diganti dengan pertumbuhan
fibroblast dan pembuluh darah (organisasi) ,perikardium dan membatasi fungsi miokardium
mengakibatkan jaringan parut yang dapat mengakibatkan gangguanklinis yang signifikan.
Sebagai contoh, Organisasi dari eksudat fibrin pericardium membentuk jaringan parut padat
yang menjembatani atau menghilangkan rongga perikardium dan membatasi fungsi
miokardium.
Radang supuratif (purulen) dan pembentukan abses.
Tampak sebagai pembentukan cairan eksudat purulen dalam jumlah banyak (pus) yang
terdiri atas neutrofil, sel nekrotik, dan cairan edema. Beberapa organisme (misalnya
stafilokokus) sering mengakibatkan supurasi setempat dan disebut kuman piogenik
(membentuk pus). Abses adalah pengumpulan nanah setempat yang terjadi akibat
penempatan kuman piogenik di jaringan atau
akibat infeksi sekunder pada fokus nekrotik. Abses biasanya ditandai daerah sentral yang
kebanyakan nekrotik dibatasi lapisan neutrofil yang masih baik dikelilingi zona pembuluh
yang melebar dan proliferasi fibroblas tanda adanya upaya pemulihan. Dengan berlalunya
waktu, seluruh abses akan terisolasi dari jaringan sekitarnya, dan akhirnya diganti dengan
jaringan ikat. Akibat terjadinya kerusakan jaringan, maka setelah pembentukan suatu abses
akan terbentuk jaringan parut.
Ulkus
merupakan defek lokal, atau ekskavasi, di permukaan organ atau jaringan yang disebabkan
oleh nekrosis sel dan pelepasan jaringan nekrotik dan radang. Ulserasi hanya dapat timbul
apabila nekrosis jaringan dan peradangan terjadi pada atau dekat permukaan. Ulkus sering
dijumpai di: (1) mukosa mulut, lambung, usus, atau saluran urogenital dan (2) jaringan
subkutan ekstremitas bawah pada penderita berumur lanjut dengan gangguan sirkulasi
sehingga jaringan terkena cenderung menderita nekrosis yang luas. Contoh terbaik ialah
ulkus peptikum di lambung atau duodenum, di mana dijumpai kedua jenis radang akut
dan kronik bersamaan. Pada tahap akut, dijumpai infiltrasi leukosit yang kuat dan dilatasi
vaskular di tepi daerah defek. Apabila menjadi kronik, tepi dan dasar ulkus membentuk
jaringan parut dengan akumulasi limfosit, makrofag, dan sel plasma.
1. Resolusi : regenerasi dan pemulihan jaringan. Apabila jejas terbatas dan berumur
pendek, kerusakan jaringan minimal atau tidak ada yang rusak , dan jaringan yang
cedera mampu mengandakan regenerasi.,maka hasil akhir biasanya struktur dan
fungsi kemali normal. Sebelum proses resolusi dapat dimulai, respon radang akut
harus dihentikan. Kegiatan ini meliputi netralisasi,mengehntikan pengerusakan atau
menghentikan degradasi enzimatik berbagai mediator kimia dan lain lain.
Selanjutnya, leukosit akan mulai memproduksi mediator yang mencegah radang,
sehingga reaksi radang akan terbatas.
2. Radang kronik dapat terjadi setelah radang akut apabila agen penyebab tidak dapat
dihilangkan,atau bisa dijumpai pada awal timbuknya jejas. Tergantung pada luas
cedera jaringan awal dan lanjut,dan juga pada kemampuan jaringan yang terkena
untuk tumbuh kembali,radang kronik dapat diikuti dengan restorasi struktur dan
fungsi normal atau menimbulkan jaringan parut.
3. Jaringan parut merupakan jenis pemulihan akbat kerusakan jaringan yang cukup besar
atau apabila terjadi pada jaringan yang tidak dapat beregenerasi dimana jaringan
cedera akan diisi jaringan ikat.
• Demam, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan manifestasi paling menonjol
pada respons fase akut. Demam timbul sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi
melalui stimulasi sintesa prostaglandin di sel vaskular dan perivaskular di hipotalamus. Produk
bakteri, misalnya liposakarida (LPS) (disebut pirogen eksogen), menstimulasi leukosit untuk
menghasilkan sitokin seperti IL-1 dan TNF (disebut pirogen endogen), yang akan meningkatkan
kadar siklooksigenase yang mengubah AA menjadi prostaglandin. Di hipotalamus prostaglandin,
terutama PGE2, akan menstimulasi produksi neurotransmitor, yang berfungsi mengatur ulang
titik suhu pada tingkat lebih tinggi. NSAID, termasuk aspirin, menurunkan demam dengan
mencegah siklooksigenase dan dengan demikian menghentikan sintesa prostaglandin. Walaupun
demam telah dikenal sebagai tanda infeksi beberapa ratus tahun yang lalu, tidak jelas tujuan
timbulnya reaksi ini. Peningkatan suhu tubuh pada amfibi dapat menghalau infeksi mikrobakteri,
dan diperkirakan demam juga memberi pengaruh yang sama pada mamalia, walaupun
mekanisme tidak diketahui.
• Peningkatan kadar protein fase akut plasma. Protein plasma terutama disintesa di hati, dan
pada radang akut, konsentrasi akan meningkat sampai beberapa ratus kali lipat. Tiga jenis protein
terpenting kelompok ini ialah protein C-reaktif (CRP), fibrinogen, dan protein amiloida serum
(SAA). Sintesa molekul ini oleh sel hati akan menstimulasi sitokin, terutama IL-6. Banyak
protein fase akut, misalnya CRP dan SAA, akan melekat pada dinding sel mikroba, dan
berfungsi sebagai opsonin dan komplemen tetap, sehingga meningkatkan eliminasi mikroba.
Fibrinogen akan mengikat butir darah merah sehingga terbentuk tumpukan (rouleaux) yang akan
mengendap lebih cepat ke dasar dibandingmbutir darah merah yang terlepas lepas. Hal ini
menjadi dasar pengukuran laju endap darah (ESR) sebagai tes sederhana untuk mengetahui
respons sistemik inflamasi, yang disebabkan oleh berbagai jenis stimulus, termasuk LPS.
Pemeriksaan serial ESR dan CRP dipakai untuk menilai respons pengobatan pada penderita
dengan gangguan inflamasi misalnya artritis rematoid. Peningkatan kadar serum CRP dipakai
sebagai petanda untuk meramalkan peningkatan risiko infark miokardium atau stroke pada
pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik. Diperkirakan inflamasi berperan pada timbulnya
aterosklerosis, dan peningkatan CRP merupakan tanda inflamasi.
• Leukositosis merupakan reaksi radang yang umum dijumpai.
Khususnya apabila disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah leukosit biasanya meningkat menjadi
15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada keadaan tertentu dapat mencapai 40.000 hingga
100.000 sel/mL. Peningkatan ekstrem ini disebut reaksi leukemoid karena mirip seperti yang
terlihat pada leukemia. Leukositosis biasanya terjadi karena pengeluaran sel yang dipercepat (di
bawah pengaruh sitokin, termasuk TNF dan IL-1) dari tempat cadangan pasca mitosis sumsum
tulang. Kedua jenis neutrofil matur dan imatur dapat dijumpai di darah; dijumpainya sel imatur
yang beredar disebut sebagai "pergeseran ke kiri". Infeksi yang berkelanjutan juga merangsang
factor stimulasi koloni (CSF), yang akan meningkatkan output leukosit, untuk mengkompensasi
pemakaian sel tersebut pada reaksi radang. Infeksi bakteri umumnya akan menimbulkan
peningkatan jumlah neutrofil darah, disebut neutrofilia. Infeksi virus, misalnya mononuldeosis
infeksiosa, parotitis, dan German measles, dikaitkan dengan peningkatan limfosit (limfositosis).
Asma bronkial, hay fever, dan infestasi parasit semua melibatkan naiknya jumlah eosinophil
absolut, menyebabkan eosinofilia. Beberapa infeksi (demam tifus dan infeksi yang disebabkan
oleh beberapa virus, riketsia, dan protozoa tertentu) dikaitkan dengan situasi berlawanan yaitu
menurunnya jumlah sel darah putih yang beredar (lekopenia), agaknya karena sekuestrasi
limfosit di kelenjar getah bening akibat induksi sitokin.
• Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut jantung dan tekanan
darah, keringat menurun, terutama karena akibat aliran darah semula dari daerah permukaan
berubah mengalir ke daerah vaskular yang letaknya lebih dalam, untuk mengurangi panas yang
hilang keluar dari kulit: dan rigor (gemetar), menggigil (persepsi rasa dingin karena hipotalamus
mengubah suhu tubuh), anoreksia, somnolen, dan malaise, terjadi sekunder karena kerja sitokin
pada sel otak.
• Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar produk bakteri di darah dan
jaringan ekstravaskular menstimulasi produksi beberapa sitokin, yaitu TNF, juga IL-12 danlL-1.
TNF menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata (KID), gangguan metabolit termasuk
asidosis, dan syok hipotensif.
Hasil Analisa
Inflamasi atau radang adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
mediator kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator radang
seperti histamine, serotonin, bradikinin prostaglandin dan lainnyayang menimbulkan
reaksi inflamasi berupa panas, nyeri, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi
inflamasi berupa panas, nyeri, merah, bengkak dandisertai gangguan fungsi. Dapat kita
simpulkan bahwa inflamasi bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi dari suatu
penyakit. Dimana inflamasi merupakan respon fisiologislokal terhadap cidera jaringan.
Inflamasi dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi
sebagai penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga
akses, inflamasi juga dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang
merugikan dari inflamasi,karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit.
Misalnya, abses otak dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan
menyebabkan gangguan fungsi.
Sub Modul 4
1. Skenario
Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang disebabkan adanya respon
jaringan terhadap pengaruh yang merusak. Respon jaringan inilah yang dipelajari untuk
menentukan terapi medikamentosa yang rasional.
Obat anti radang A mempunyai efek anti radang yang cukup efektif dengan cara
penghambatan prostaglandin, namun mempunyai efek samping iritasi lambung.
Sedangkan obat B yang menghambat pembentukan asam arikidonat juga memiliki efek
anti radang yang cukup baik, tetapi menurunkan kekebalan terhadap infeksi. Obat C
memiliki kemampuan anti radang yang lemah namun dianggap lebih aman.
2. Kata Sulit
1) Medikamentosa : Berkenaan dengan obat-obatan dalam pengobatan atau
perawatan penyakit.
2) Prostaglandin : Setiap golongan asam lemak alami dan mempunyai
kemiripan struktur kimia yang merangsang kontraktilitas uterus dan otot polos
lain serta mempunyai kemampuan untuk menurunkan tekanan darah, meregulasi
sekresi asam lambung, mengatur suhu tubuh dan agregasi trombosit, serta
mengendalikan radang dan permeabilitas vaskular.
3. Kata Kunci
Obat
Efek samping
Radang
4. Pertanyaan
1) Obat apa yang menghambat pembentukan asam arakidonat?
2) Obat apa yang menghambat prostaglandin?
3) Apa yang dimaksud dengan terapi medikamentosa?
4) Bagaimana cara pengobatan pada penyakit radang?
5) Bagaimana peran obat terhadap suatu penyakit?
6) Bagaimana mekanisme kerja anti-inflamasi?
7) Apa definisi anti-inflamasi?
8) Apa yang dimaksud dengan penyembuhan?
9) Apa saja efek samping yang ditimbulkan dalam mengonsumsi obat anti-inflamasi?
10) Bagaimana biokimia yang terjadi pada pembentukan prostaglandin dan asam
arakidonat?
5. Tujuan Pembelajaran
Untuk mempelajari dan memahami tentang sel dan perubahannya.
Contoh dari penghambatan prostaglandin yaitu obat yang tergolong salisilat, seperti
Aspirin, proris, dan lain-lain.
Obat yang tergolong berat seperti Indometachin yang termasuk asam para-klorobenzoat.
Kedua obat ini menyebabkan rasa nyeri di bagian ulkus lambung, sehingga alangkah
lebih baiknya meminum obat ini setelah makan, agar lambung tidak terluka.
7. Hasil Analisa
Kerja utama kebanyakan OAINS/NSAID adalah menghambat sintesis prostaglandin
melalui pengharnbatan enzim siklooksigenase.
Kerja utama obat anti Inflamasi glukokortikoid mengharnbat pembebasan asam
arakidonat melalui pengharnbatan secara tidak langsung enzim fosfolipase A2.
Daftar Pustaka
Leslie P. Gartner, PhD dan James L. Hiatt, PhD. 2007. Buku Ajar Berwarna Histologi
Edisi Ke-3. Elsevier.
Mescher, 2016. Histologi Dasar JUNQUEIRA edisi 14, EGC: Jakarta
2016.Biokimia Harper edisi 30 EGC:Jakarta
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapura:
Elsevier
Severs, Nicholas. 2000. The Cardiac Muscle Cell. Bioessays 22 (2): 188-199
Buckberg,Gerald D, at all. 2018. what is the heart? Anatomy,function,pathophysiologi,
and misconception. Journal of Cardiovaskular Development and Disease. 5(2): 33.
EROSCHENKO, Victor P. (2010). Atlas Histologi diFiore dengan Kolerasi Fungsional
(11). Jakarta : EGC
Drazner MH. The progression of hypertensive heart disease.
Ciroulation.2011;123:327,34.
Depresi Tinjauan Psikologis (DR. Namora Lumongga Lubi, M.Sc)
Bickley, Lynn S. 2015. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Jakarta:
ECG
Kumar,vinay. 2015. Buku ajar patologi. Robbins. Edisi ke9. Singapore: Elsevier
saunders.
NCI Dictionary of Cancer Terms. (2016). Retrieved from National Cancer Institutes:
https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-terms/def/dysplasia
Buku ajar: Asuhan keperawatan klien dengan gangguan system Persarafan. 2008. Arif
Muttaqin.
Williams & Wilkins. 2000. Basic Medical Biochemistry : A Clinical Approach. ECG
Bonaldo, Paolo dan Sandri, Marco. 2013. cellular and molecular mechanisms of muscle
atrophy. E- journal. 6(1): 25-39.
Chandrasoma, Parakrama dan Clive Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta : penerbit buku kedokteran ECG.
Herawati, sri, dkk. 2003. Buku ajar; Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. ECG. Jakarta,
Adipokines in inflammation and metabolic disease. Nat Rev Immunol. 11: 85-97
Sikaris, K. 2004. the clinical biochemistry of obesity. Clinical biochemichal. 25: 168-
181
Sudiono, Janti, dkk, 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tamher, Sayuti, dan Heryati, 2008. Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Trans Info Media
Himawan, Sutisna, dkk, 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum) Edisi Satu.Jakarta: Penerbit
Sagung Seto
Sumber: L, Joyce., dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatann proses
Keperawatan. Jakarta: ECG.
Handy, Fransiscia. 2016. “A-Z Penyakit Langganan Anak”. Depok : Puspa Swara
Maher, D. Everyday Health (2016). Ease Rheumatoid Arthritis Symptoms With These
Anti-Inflammatory Foods.
Alangari, A. (2014). Corticosteroids in the Treatment of Acute Asthma. Annals of
Thoracic Medicine, 9(4), pp. 187-192
Wallace JL. Mechanisms, prevention and clinical implications of nonsteroidal anti-
inflammatory drug-enteropathy. World J Gastroenterol. 2013;19(12):1861-76.
Bagian Farmakologi FKUI edisi 6.(2016). Farmakologi dan Terapi. Badan Penerbit
FKUI : Jakarta.
Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Ed 6. Vol 1. 2015. Jakarta; EGC. Hal
63