Paramita: Historical
Historical Studies
Studies Journal,
Journal, 26(2),
26 (2), 2016: 186-202
2016 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825
DOI:
ABSTRACT ABSTRAK
This paper aimed at explaining various prob- Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan
lems faced by the government of Semarang berbagai persoalan yang dihadapi pemerintah
city in the contexts of market and society. This kota Semarang dalam konteks pasar dan
study would be presented as a contribution to masyarakat. Hasil penelitian ini akan dapat
the city government to be considered in mak- dipergunakan untuk memberikan kontribusi,
ing some policies related to market revitaliza- yaitu sebagai bahan pertimbangan bagi
tion. The specific targets to be achieved were, pemerintah kota dalam mengambil sebuah
firstly, describing the infrastructure of Sema- kebijakan terkait dengan revitalisasi pasar.
rang as a city area in the early 20 th century, Adapun target khusus yang ingin dicapai ada-
and, secondly, analyzing the socio-economic lah mendeskripsikan infrastruktur Semarang
dynamics of the city dwellers in terms of Se- sebagai sebuah wilayah perkotaan pada peri-
marang development as a city area in the con- ode awal abad ke-20. Menganalisis dinamika
texts of market and state. To achieve the tar- sosial ekonomi warga kota terkait perkem-
gets, four method principles were used; they bangan Semarang sebagai wilayah perkotaan
were collecting the data relevant to the focus dalam konteks pasar dan negara. Untuk men-
of analysis, verifying the data, interpreting the capai tujuan itu, empat prinsip metode yang
data including data analysis and fact synthesiz- digunakan meliputi mengumpulkan data yang
ing. Finally, as a form of accountability, relevan dengan fokus kajian, verifikasi data,
histo- riography was conducted. This study interpretasi atau menafsirkan yang di da-
was essential to show that historical study lamnya termasuk analisis data dan sintesis
which involves generalization and social fakta, dan sebagai wujud akuntabilitas
significance are valuable to solve various penelitian akan dilakukan historiografi.
problems of the city in recent eras. Penelitian ini memiliki arti penting yang akan
mampu menunjukkan bahwa kajian historis
Keywords: infrastructure, city, market, state, yang mengandung generalisasi dan social sig-
social significance nificance mempunyai nilai guna untuk men-
gurai berbagai problem perkotaan pada de-
wasa ini.
Author correspondence
Email: putrikediri1962@gmail.com 186
Available online at http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/paramita
Paramita: Historical Studies Journal, 26(2),
2016
B = Kampung Pecinan
C = Kampung Moor
D = Kampung Melayu
E = Kampung Bugis
F = Kampung Pedamaran
G = Pasar-pasar
H = Bandar (tol huise)
K = Sekolah militer
L = Dalem
M = Kompleks Artileri
O = Taman Kota
Q = Kuburan orang
Eropa S = gudang
pemerintah
T = Masjid
kategori etnis yang tegas, dalam peta ta- masyarakat yaitu orang Arab yang sejak
hun 1800 bisa dilihat melalui keberadaan awaltidakmemilikipemukima
Kampung Pecinan, Kampung Bugis, dan n tersendiri, melainkan tinggal di kawasan
Kampung Moor. Kampung Pecinan pemukiman orang Koja dan sebagian ting-
merujuk pada sebuah kawasan yang meru- gal di Kampung Melayu (Shokeh, 2014:
pakan pemukiman masyarakat Tionghoa, 68). Kondisi ini bisa dijelaskan melalui
yang lokasinya di sebelah selatan Kam- tulisan Raffles yang menyatakan bahwa
pung Pedamaran. Menurut Anthony setelah ditetapkan monopoli Belanda dan
Reid, komunitas pedagang Tionghoa se- dihapuskannya perdagangan dengan In-
makin meningkat pada akhir abad ke-18 dia, jumlah orang Moor berkurang,
dan selalu lebih banyak di Batavia dan bahkan mer eka t idak per nah l agi
Semarang (Reid, 2001: 301). Hal yang mengunjungi Jawa. Menurut van der
serupa, menurutnya, terjadi pula pada Kroef, pada abad ke-19 pedagang dari
komunitas pedagang dari Sulawesi Se- Arab yang datang berkelompok ke Jawa
latan. Gambaran itu dapat dilihat dalam semakin banyak (Kroef, 1953: 302 & 305),
peta yang sama melalui keberadan Kam- dan realitas itulah yang mengubah
pung Bugis (Ammarell, 2002: 54). yang Pekojan akhirnya benar-benar menjadi
l ok as iny a d i se be l ah utar a p us a t pemukiman Arab (de Jonge dalam
pemerintahan Eropa. Grijns & Nas (peny.), 2007: 152), yang
Berseberangan dengan Kampung
beberapa puluh tahun kemudian
Pedamaran, di sisi timur sungai terdapat
menjelma sebagai pemukiman dan
Kampung Moor. Kampung yang pada
perdagangan Tionghoa.
awal abad ke-19, masih ditempati oleh Masih dalam peta tahun 1800, ter-
orang-orang Moor (O’Brien, 1937: 467), dapat hal yang menarik, yaitu tidak
pada masa kemudian menjadi pemukiman terekamnya pemukiman orang-orang Ja-
orang Koja, yang oleh masyarakat Sema- wa yang sebenarnya mendominasi
rang lebih dikenal sebagai Kampung penduduk kota. Melalui bukti lain di-
Pekojan Selatan (Joe, 1933: 54; Gillion, tunjukkan, orang Jawa tersebar di
1966: 124-125; Suud, dalam Muhammad, berbagai sudut kota mendiami beberapa
1995: 237 – 244; Blackburn, 2011: 44). kampung. Beberapa di antaranya pada sisi
Selain itu, terdapat satu kelompok timur sungai, atau lebih tepatnya di sebe-
lah selatan Kampung Moor
terdapat
Kampung Petudungan, Ambengan, Gan- lama. Perkembangan baru itu tidak hanya
dekan, Gabahan, dan Deresan. Di bersifat vertikal, melainkan juga berkem-
belakang Jalan Bojong terdapat Kampung bang secara horisontal (Nas dan Pratiwo,
Poncol, Karangtengah, Sekayu, dan 2007: 267 – 268). Hal itu dapat
Logenderan. Di sebelah timur pemukiman dibuktikan dari keberadaan dua pasar di
Eropa, terdapat Kampung Karangbidara, sisi barat kota sepanjang jalan Bojong,
Kobong, dan Terboyo. yaitu Pasar Karangtengah dan Pasar
Di samping kampung, elemen lain Gendingan. Dua pasar di sisi timur kota
yang juga perlu dihadirkan tentang Kota mengikuti jalan ke arah Demak, yaitu
Semarang adalah pemerintahan. Dalam Pasar Karangbidara dan Pasar Terboyo.
konteks ini, terdapat dua kawasan yang Artinya, dari sisi per- sebaran ruang
menjadipusatkekuasaan,yait ternyata cukup lengkap. Dari sisi
u pemerintahan Pribumi dan Eropa. Di persebaran lokasi, pasar di bagian timur
sebelah barat Kampung Pedamaran dan barat kota juga ada, jadi di berbagai
dijumpai tempat tinggal bupati yang sudut kota cukup terwakili. Per- sebaran
terpisahkan oleh pasar (Tio, t. th.: 38; lokasi pasar membuktikan, bahwa pola
Muhammad, 1995: 8). Sementara di sisi pertumbuhan pasar mengikuti
timur sungai, dijumpai kawasan pem- perkembangan pemukiman yang berupa
ukiman dan pusat pemerintahan Eropa kampung dan jalan.
beserta infrastruktur yang pada peta tahun Seratus tahun kemudian, perubahan
1800 masih dikelilingi oleh tembok ben- yang terjadi begitu besar, seperti terlihat
teng. Tembok benteng ini merupakan pada peta tahun 1909. Beberapa peru-
rekonstruksi untuk kedua kalinya dan bahan yang terjadi, pertama jalur kereta
sebagai perluasan dari bangunan benteng api antara Semarang – Solo yang pem-
yang sebelumnya digunakan Kompeni bangunannya dimulai tahun 1864 - 1870,
ketika awal kepindahan dari Jepara. dan dua tahun kemudian, tahun 1872
Tembok benteng hasil rekonstruksi kedua dilanjutkan dari Solo – Jogja (Suryo,
itu kemudian dibongkar pada tahun 1824. 1989: 108). Adanya jalan kereta api, telah
Kelengkapan fisik kota untuk mendukung mempercepat transportasi antar daerah
kekuasaan Belanda cenderung pada dan memudahkan pedagang, karena
infrastruktur militer, yaitu berupa pengangkutan barang ke dan dari Sema-
kompleks artileri yang sekaran rang – pedalaman menjadi semakin cepat,
g digunakan sebagai asrama Corps Polisi ongkos lebih ringan serta tidak banyak
Militer (CPM). Pada sisi timur sungai terjadi kerusakan. Perhubungan dagang
terdapat sekolah militer ( lokasi ini Vorstenlanden – Semarang semakin besar
sekarang digunakan untuk gedung kas dan berkembang pesat.
negara). Dari sekolah militer inilah, di Demikian pula pembangunan tram, se-
kemudian hari memunculkan istilah kadet makin memperluas jaringan lalu lintas
untuk me ny e but pr eman pasar di berbagai kawasan di kota Semarang. Jalur
Semarang. tram membuka hubungan kota dengan
Dari sisi kelengkapan fisik, seperti pinggiran kota, tanpa harus selalu bergan-
dalam peta tahun 1800, Kota Semarang tung pada sungai lagi. Sebuah stasiun
memiliki delapan pasar sebagai infra- tram kota dibangun di Jurnatan sebagai
struktur ekonomi. Empat pasar lokasinya pusat jaringan tram kota, lokasinya di sisi
dekat sungai, yaitu Pasar Pedamaran, timur sungai. Jalur tram ini merupakan
Pasar Regang, Pasar Jurnatan, dan Pasar transportasi kota yang membentuk jarin-
Kampung Melayu. Empat pasar yang gan antara kawasan Jomblang di selatan
lain, kehadirannya terkait pembangunan dengan kawasan Bulu di bagian barat. Di
jalan raya pos Daendels yang telah samping itu, juga melintasi jalan sepan-
mem- bawa pola perubahan kota. jang jalur utara – selatan antara Jurnatan
Sebuah pola perkembangan baru atas – Jomblang dengan melintasi Karangturi
keberadaan pasar terbentuk, di antara sejajar dengan jalan lama yang masih ber-
keberlangsungan pola fungsi sampai saat ini, yaitu Jl.
Mataram,
dekat Pasar Semarang dengan nama
Sumenepan, diduga kuat bekerja sebagai
kuli atau menjadi pedagang kecil.
Menurut Bambang Purwanto, migran
Madura ini memiliki andil besar dalam
terciptanya usaha ekonomis baru, sebagai
tanggapan terhadap perubahan kebutuhan
masyarakat di daerah perkotaan (2000:
61).
Sementara i tu di dekat Pasar
Kampung Melayu, dapat dijumpai
beberapa komunitas baru yang bermukim
di dalam masing-masing kampung yang
bernama Kampung Banjar. Untuk
mengetahui keberadaan kampung ini,
Gambar 2. Peta Semarang Tahun 1909 akan meminjam penjelasan Bambang
(Sumber: kitlv.nl) Purwanto, yang menyatakan bahwa
intervensi militer Belanda abad ke-19 di
yang dipisahkan oleh perkampungan berbagai wilayah Nusantara berpengaruh
pribumi, serta menghubungkan kawasan terhadap pola migrasi penduduk. Para
Jurnatan dengan Bulu yang melintasi Jl. pedagang tekstil dan keris dari Banjar
Bojong. Perkembangan transportasi yang menguasai pasar di wilayah tertentu
terjadi, tidak sebatas menjadikan Sema- (2000: 57). Orang Banjar yang datang ke
rang sebagai kota dagang modern, namun Jawa tidak lagi bekerja di perkebunan,
juga telah menjadi magnet bagi penduduk seperti yang ditunjukkan dalam catatan
dari luar Semarang (White, 1991: 64). Bambang Purwanto tentang tenaga kerja
Fenomena itu memperkuat kajian White di perkebunan karet Palembang
tentang migrasi desa kota yang pada (Purwanto dalam Lindblad (ed.), 2002:
dasarnya merupakan reaksi terhadap tidak 213). Pola inovatif migrasi orang Banjar
adanya peluang pendapatan di luar ke Jawa Tengah bekerja sebagai pedagang
pertanian dalam perekonomian desa, (Basri, Prisma, 1988: 43). Sementara
sehingga mereka harus mencarinya dalam menurut Potter, orang Banjar yang
kehidupan ekonomi kota. Oleh karena itu, semuanya beragama Islam, kadang-
menjadi semakin banyak penduduk yang kadang digolongkan sebagai
memasuki kota. Realitas yang kemudian “Melayu” (Potter dalam Lindblad (ed.),
mengemuka adalah fenomena pem- 2000: 372). Sebagai sebuah kebetulan atau
ukiman menjadi semakin padat dan analisis Potter bisa diterima, yang pasti
berhimpit (Cobban, 1974: 403-427). keberadaan Kampung Banjar berdekatan
Perubahan kedua, pada dua kawa- dengan Kampung Melayu. Kampung
san, yaitu sekitar Pasar Kampung Cerbonan, Kampung Bandengan, dan
Melayu dan Pasar Pedamaran Kampung Pranakan. Sebuah kawasan
memperlihatkan pertumbuhan baru yang kemudian berkembang menjadi
pemukiman semakin be- ragam. pemukiman kampung pribumi terletak di
Perkembangan pemukiman peda- gang di sebelah selatan kota adalah Peterongan,
sekitar Pasar Pedamaran, ditandai dengan sekalipun masih dipenuhi sawah dan
munculnya nama-nama pem- ukiman tegalan, namun penduduk pribumi sudah
baru, seperti Sedogan, Purmasan, banyak yang mendirikan rumah dan
Ngabangan, dan Sumenepan. Lahirnya membuka warung, seperti nampak dalam
kampung ini bisa dikaitkan dengan Gambar 3.
Di luar kategori itu, dijumpai pula
migrasi yang dilakukan kelompok
tempat hunian lebih kecil dari orang-
masyarakat muslim yang berasal dari
orang Jawa, mereka tinggal di dalam ru-
Madura. Di antara migran Madura, yang
masuk ke Kota Semarang dan bermukim
mah komunal yang disebut pondok. pelabuhan terkemuka di pantai utara Jawa
Penghuni pondok biasanya pedagang kecil bagian tengah. Perkembangan yang di-
yang datang ke kota hanya untuk bekerja. capai kota ini merupakan hasil dari proses
Mereka datang dari daerah asal yang sa- yang berlangsung selama lebih kurang dua
ma, mempunyai rumah permanen di desa, abad sebelumnya. Posisi Semarang se-
di mana istri dan anak-anaknya tetap bagai kota pelabuhan dengan basis
t in gg al di desa ( Hugo, 1982 : 61 ; ekonomi perdagangan, telah menjadi
Wertheim, 1956: 163). Sementara kajian magnet berbagai kelompok etnis dan suku
Irwan Abdullah yang menangkap adanya bangsa untuk memasuki kota ini.
fenomena pondok sebagai rumah kon- Dalam perkembangan selanjutnya,
trakan yang didirikan di kota untuk orang- mereka kemudian menjadi salah satu ele-
orang Bawean dan berfungsi untuk men kota yang turut mewarnai kemajuan
mengakomodasi pendatang baru dalam maupun kemunduran Semarang. Ke-
menjalankan usaha (1994: 33). Beberapa hadiran mereka merupakan bagian dari
di antaranya, seperti nampak dalam peta proses pengotaan yang menghuni kam-
tahun 1909 dapat ditemukan nama Pon- pung-kampung secara berkelompok ber-
dok Pati, Pondok Gresik, dan Pondok dasar latar belakang etnis. Berbagai
Tu- ban. Dalam peta yang sama, realitas komunitas etnis dan pengelompokan per-
kota yang tampak, menunjukkan bahwa mukiman di dalam lokalitas yang terdefi-
Sema- rang telah tumbuh sebagai sebuah nisikan secara tegas, menurut Bambang
kota. Realitas itu diperkuat oleh laporan Purwanto, hanya saling berhubungan
berita yang dimuat dalam Selompret secara longgar melalui perdagangan
Melajoe beri- kut ini. (2009; Furnivall, 2009: 474). Artinya,
kepentingan ekonomi mampu mencairkan
Iboe negeri Semarang pada masa ini
makin bertambah sadja eloknja, sedang
struktur masyarakat yang terbangun, dan
roemah-2nja dibaharoei, malahan pasar di kota merupakan ruang yang men-
agaknja tiada ada berhentinja orang jadi tempat berbaurnya penduduk yang
membangoenkan roemah-2 gedong, terpisah secara sosial.
seperti: di pinggir Hooenraaslaan di Menurut Frederick (1983),
djalan ke Tjandi, dalam kota dan lain-2 penduduk kota lebih dilihat sebagai
tempat. Slokan-2 poen kebanjakan keragaman etnis. Keberagaman itu terk-
soedah diberi tamping batoe, dan deras lasifikasi secara hirarkis atas dasar hukum
alir airnja, hingga menambahi kenja- kolonial menjadi tiga tingkatan, yang
manan badan dan kesenangan jang menempatkan kelompok orang Eropa pa-
melihatnja (Selompret Melajoe, 21
da lapisan teratas. Orang Tionghoa dan
Djanoeari 1908).
Timur Asing lainnya (Kroef, 1953: 301).
merupakan kelompok yang berada pada
Namun kenyataan itu tidak didukung oleh
lapisan menengah dan orang pribumi
kebersihan jalan yang seharusnya hadir di
sana. Di beberapa bagian kota ditemukan (Indonesia) diposisikan pada strata
tempat-tempat yang tidak sehat, seperti bawah. Berbagai kelompok etnis dan suku
yang ditunjukkan oleh Hendrik Freerk bangsa itu hidup dalam struktur masyara-
Tillema. Dalam artikelnya yang berjudul kat kolonial yang segregatif.
“Jalan Daendels”, ia menyampaikan Mereka tersegregasi di dalam
bahwa jalan yang merupakan kebanggaan kegiatan sosial yang ditandai dengan
Belanda di koloni ini telah menjadi munculnya kekhasan yang menjadi nama
“sebuah jamban besar” (Mrάzek, 2006: 35 kampung-kampung tertentu, dan pada
– 36). gilirannya akan menjadi penanda nama-
nama pasar. Terbentuknya kampung-
kampung sebagai tempat pemukiman
Demografi dan Dinamika Sosial Kota
berbagai etnis dan suku bangsa, sebenar-
Pada penghujung abad ke-19, Semarang
nya bukan sesuatu yang baru ketika
sudah berkembang sebagai kota
Belanda secara formal memiliki bentuk
dari jumlah penduduk kota 71.186 jiwa,
artinya terdapat pertambahan populasi
penduduk pribumi 33.974 jiwa (41,13
%), atau secara keseluruhan terjadi
pening- katan sekitar 59,26 % dalam 40
tahun. Dari jumlah 71.186 orang, terdiri
atas orang Eropa 3.565 jiwa, orang
Tionghoa
12.104 jiwa dan orang Timur Asing lain
1.543 jiwa (Brommer, et al., (ed.), 1995:
23).
Empat puluh tahun kemudian, pada 1890
Gambar 3. Warung pribumi di Kota Semarang penduduk pribumi menjadi 53.974 jiwa
tahun 1900 (Sumber: gahetna.nl)