Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaatan Nano-Partikel di dalam Larutan Surfaktan untuk

Pengurasan Minyak dengan Enhanced Oil Recovery (EOR) di Indonesia.


Taufan Marhaendrajana1, Nadya Puteri Puspaseruni1, Zeta Nur Muhammad Yahya1, Rani Kurnia1,
Deana Wahyuningrum2, Irma Mulyani2, Tito Wijayanto3, Masanori Kurihara3, Sigit Sulistio Waskito4
Department of Petroleum Engineering, Faculty of Mining and Petroleum Engineering, Bandung
1

Institute of Technology, Indonesia


2
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Institut Bandung Institute of
Technology, Indonesia
3
Department of Resources and Environmental Engineering, Faculty of Science and Engineering,
Waseda University, Japan
4
Pertamina EP, Indonesia

email : 1tmarhaendrajana@tm.itb.ac.id, 1puspaserunina@gmail.com,


1
zetanurmuhammady@gmail.com, 1rk.tirtoatmodjo@gmail.com,
2
deana.wahyuningrum@gmail.com,2irma@chem.itb.ac.id, 3kurihara.m.@waseda.jp,
3
wijayanto@ruri.waseda.jp, 4sigit.w@pertamina.com

Abstrak
Kombinasi yang tepat antara surfaktan dan partikel nano (NPs) dapat menghasilkan nanofluid
yang memiliki kemampuan sebagai surfaktan dan dapat mengubah sifat basah batuan (wettability
alteration) menjadi basah air, yang berfungsi untuk memperbaiki mobility control. Studi lanjutan
diperlukan untuk mendukung hipotesis ini menggunakan surfaktan lokal (SAE + FEO) dan crude
oil/brine dari lapangan minyak di Indonesia, yang digunakan pada kajian ini.

Abstract
The appropriate combination between surfactant and nano particles (NPs) was required to create
nanofluids which maintain capability as a surfactant and yet has ability to modify rock wettability
toward water wet, which aids the mobility control of injection fluids. Further study is needed dto
support the hypothesis, using locally developed surfactants (SAE + FEO) and crude oil/brine from
Indonesia’s oil field.

1 PENDAHULUAN
Sumur minyak pertama di Indonesia dibor di Jawa Barat pada tahun 1871 di daerah Majalengka,
Jawa Barat. Penemuan minyak di Sumatera terjadi pada tahun 1880 di kabupaten Langkat, Sumatera
Utara. Setelah itu eksplorasi minyak di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak lapangan
minyak yang diproduksikan sampai sekarang. Banyak lapangan minyak yang sudah tua dan produksi
minyak sudah menipis dengan produksi air yang sangat besar. Produksi menggunakan teknik
konvensional tidak lagi dapat diandalkan untuk meningkatkan produksi minyak dari lapangan ini,
apalagi sudah banyak sumur yang dibor di lapangan tersebut sehingga tidak lagi tersisa ruang untuk
menambah produksi minyak. Walaupun demikian minyak yang masih tersisa di bawah tanah bisa
mencapai 60% (lebih banyak dari yang sudah terambil). Tergantung pada kondisi dan jenis reservoir
nya, minyak yang tersisa ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berdiri sendiri atau saling
mendukung seperti berkurangnya energi (tekanan) reservoir (Pavangat et al., 2015; Zheng and
Daoyong, 2013), efisiensi penyapuan yang kurang baik karena keragaman batuan reservoir dan
kekentalan minyak (Wang et al., 2021; Leon et al., 2018; Al-Hattali et al., 2013), capillary forces yang
cukup tinggi (Melrose and Brandner, 1974; Anton and Hilfer, 1999), dan kebasahan batuan terhadap
minyak (McDougall and Sorbie, 1995).
Energi dari reservoir dapat dipulihkan dengan memasukkan fluida (cair atau gas) ke dalam
reservoir untuk memberikan tenaga dorong supaya minyak mengalir ke sumur produksi. Sumber
fluida tersebut dapat berupa air formasi yang ikut terproduksi, air permukaan, gas yang terproduksi,
gas nitrogen atau gas CO2. Untuk keperluan pressure maintenance ini lokasi titik injeksi terletak di
zona air dengan bentuk peripheral atau bottom water injection untuk air injeksi dan di zona gas cap
untuk gas injeksi seperti terlihat pada gambar 1.
Kekentalan minyak yang tinggi dan radius pori-pori batuan yang sangat kontras akan
menyebabkan bidang antarmuka fluida injeksi dan minyak menjadi tidak stabil, sehingga
menyebabkan pola bidang yang menjari (dikenal sebagai viscous fingering), seperti yang ditunjukkan
oleh gambar 2a. Efisiensi penyapuan ditingkatkan dengan penambahan polymer atau senyawa kimia
lain untuk mengurangi mobilitas air injeksi sehingga dapat membentuk front pendesakan lebih stabil
dan tidak menjari (fingering).

Gambar 1. Skema pola injeksi peripheral dengan air dan gas.


(a)

(b)
Gambar 2. (a) Pola pendesakan membentuk fingering flood front yang dipengaruhi oleh kekentalan
minyak dan keragaman pori-pori batuan terhadap daerah penyapuan minyak oleh fluida pendorong, (b)
Pola pendesakan dengan flood front yang stabil.

Pada permukaan batuan yang sangat basah air (strongly water wet), minyak terdorong oleh air
(waterfloods atau natural water drive) dan pada akhirnya minyak tersisa dalam bentuk gelembung
(atau ganglia) di dalam pori yang terpisah antara satu dengan lainnya. Pada keadaan ini minyak tidak
lagi dapat mengalir (Gambar 3a) karena adanya tekanan kapiler yang besar. Diperlukan pressure
drawdown yang sangat besar (viscous forces) untuk mengatasi gaya kapiler tersebut, dan pada
prakteknya di lapangan tidak mungkin diberikan dengan penambahan tekanan eksternal. Yang dapat
dilakukan adalah mengubah tegangan antarmuka (IFT) minyak-air untuk meminimalkan tekanan
kapiller tersebut, yaitu dengan penambahan surfaktan seperti yang dilaporkan oleh banyak penulis
(diantaranya oleh Wellington et al., 1997; Hirasaki et al., 2011; dan Marhaendrajana et al., 2019).
Sebaliknya pada sistem oil wet, minyak yang tertinggal berupa film yang sangat tipis melapisi
permukaan batuan (gambar 3b). Dalam keadaan ini minyak tersambung satu sama lain namun karena
gaya adhesi dengan batuan dan ketebalan yang sangat tipis, minyak tersebut dapat dikatakan tidak
dapat lagi bergerak (immobile). Untuk mengambil (recover) minyak pada kondisi ini menurunkan
tegangan antar-muka air-minyak tidak terlalu banyak membantu tanpa mengubah sifat kebasahan dari
oil wet menjadi ke arah water wet. Hal tersebut biasanya dilakukan dengan penambahan alkaline
(Ehrlich et al., 1974), surfactant (Kumar et al., 2008) dan low salinity water flooding (Vledder et al.,
2010; Marhaendrajana et al., 2018).
(a) Water wet system (b) Oil wet system

Gambar 3. Pengaruh kebasahan terhadap minyak yang tertinggal di dalam pori batuan

Cheragian et al. (2020) dalam review nya tentang Nanotechnology in Enhanced Oil Recovery,
menyebutkan bahwa menambahkan partikel nano ke dalam fluida injeksi dapat memberikan
keuntungan selama proses EOR dengan memberikan tambahan perolehan minyak. Hal tersebut terjadi
karena tambahan partiken nano tersebut dapat memperbaiki mobility control, menurunkan tegangan
antar muka air-minyak (IFT), dan mengubah kebasahan batuan. Tiap jenis partikel nano memberikan
efek yang berbeda-beda tergantung pada komposisi minyak, air dan den jenis mineral penyusun
batuannya. Selain itu penambahan nano pada air injeksi tidak memberikan penurunan IFT yang cukup
berarti dibandingkan dengan penggunaan surfaktan, Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan
percobaan untuk menerapkan partikel nano (NPs) dalam injeksi surfaktan. Dengan demikian fluida
nano (NFs) yang merupakan campuran antara larutan surfaktan dan NPs dan memiliki IFT yang sangat
kecil seperti halnya surfaktan dan dapat memodifikasi kebasahan batuan tanpa harus kehilangan
surfaktan yang teradsorpsi pada permukaan batuan. Oleh karena itu proses EOR dengan NFs tersebut
menjadi lebih efektif.

2 MEKANISME NPs SEBAGAI MATERIAL EOR


Mekanisme pengambilan minyak (oil recovery) oleh NPs dipelajari melalui eksperimen oleh
Wasan dan Nikolov (2003), Chengara et al. (2004) dan Wasan (2011). Mereka menyimpulkan bahwa
yang bertanggung jawab terhadap oil recovery adalah mekanisme disjoining pressure. Mekanisme ini,
disebutkan oleh McElfresh et al. (2012), disebabkan oleh brownian motion dan gaya tolak
elektrostatik diantara partikel nano. Gaya diantara NPs ini semakin besar bila ukuran NPs makin kecil
dan atau konsentrasi NPs makin banyak.
Partikel nano ini berada pada interface dalam bentuk lapisan tipis seperti baji karena
kemampuannya untuk menyebar di permukaan solid (batuan). Mekanisme ini akan memisahkan fluida
formasi seperti minyak, parafin, air dan gas dari permukaan batuan (gambar 4).
Gambar 4. Struktur baji partikel nano pada bidang antar muka.

Hendraningrat et al. (2013) melakukan percobaan menggunakan NPs jenis silicon oxide pada
crude oil di salah satu lapangan di North Sea dengan core Berea dan brine sintetik. Penambahan NPs
terbukti bahwa penambahan nano partikel pada larutan brine 30000 ppm menyebabkan kebasahan air
meningkat (sudut kontak berkurang). Mereka mengamati hal tersebut pada konsentrasi NPs mulai dari
0, 100, 500 dan 1000 ppm. Sudut kontak pada percobaan tersebut berturut-turut adalah 54o, 40o, 34o
dan 22o. Meningkatnya kebasahan air ini menyebahkan berkurangnya permeabilitas air dan turunnya
mobility ratio yang berdampak positif terhadap meningkatnya luas penyapuan minyak (Cheraghian
dan Nezhad, 2015; Saha et al. 2019)
Partikel nano juga dapat menurunkan IFT dan efek tersebut seiring dengan bertambahnya
konsentrasi NPs di dalam larutan. Hendraningrat et al. menengarai bahwa phenomena ini desebabkan
oleh penurunan pH. Penurunan IFT tersebut diamati dari 19,2 mN/m tanpa NPs menjadi 7,9 mN/m
dengan konsentrasi NPs 500 ppm. Walaupun penurunan IFT ini tidak cukup berarti dalam
meningkatkan capillary number untuk mengurangi minyak yang tertinggal di dalam pori, namun
Hendraningrat et al. menduga bahwa hal tersebut cukup untuk meningkatkan perolehan minyak
sebagaimana yang diamati dalam percobaan dan peneliti-peneliti sebelumnya.
Beberapa peneliti melakukan kajian terhadap penambahan NPs pada larutan surfaktan dan
pengaruhnya terhadap tegangan antar muka (IFT). NPs membuat lapisan tipis pada surfaktan yang
terdistribusi diantara minyak dan fluida injeksi. Proses ini akan menghasilkan penurunan IFT (Xu et al.
2019), sesuatu yang diharapkan di dalam enhanced oil recovery (EOR).

3 PENGARUH SINERGI PARTIKEL NANO DAN SURFAKTAN


Terlepas dari laporan-laporan yang sudah dipublikasikan oleh banyak peneliti sebelumnya,
penulis, pada bagian ini, melakukan percobaan untuk mengamati dan melakukan analisis terhadap
pengaruh penambahan NPs dalam larutan surfaktan pada IFT dan sudut kontak. Percobaan ini
dilakukan dengan menggunakan crude oil dari salah satu lapangan di Indonesia dan kombinasi
surfaktan anionik dan nonionik yang dihasilkan sendiri di laboratorium ( Marhaendrajana et al. 2016;
Marhaendrajana et al. 2019). Surfaktan anionik tersebut adalah sulfonated alkyl ester yang memiliki
dua gugus head yaitu sulfonate yang bermuatan negatif (anionik) dan ester yang tidak bermuatan
(nonionik). Dengan total muatan head group negatif, maka surfaktan ini disebut sebagai anionik.
Namun jika melihat bahwa head grup ini terdiri dari dua gugus aktif yang berbeda muatan, surfaktan
ini dapat disebut sebagai amfoterik atau zwitterionik (Sheng, 2011). Sedangkan surfaktan nonionik
yang digunakan adalah fatty ester oleate (FEO). Campuran kedua surfaktan ini pada proporsi tertentu
mampu meningkatkan perolehan minyak yang memiliki kandungan wax yang tinggi dalam percobaan
coreflooding (Marhaendrajana et al. 2019). Hal tersebut dicapai dengan penurunan IFT sampai
tingkatan kurang dari 0,01 mN/m (ultra low IFT).
Hendraningrat et al. (2013) menyimpulkan bahwa walaupun NPs ini dapat memodifikasi
permukaan ke arah water wetness dan menurunkan IFT, namun penambahan NPs dalam larutan brine
tidak menjamin kenaikan perolehan minyak yang cukup berarti. Hal ini juga yang menjadi salah satu
pendorong penulis di dalam melakukan kajian ini selain dorongan atas penggunaan material surfaktan
lokal dan aplikasi nya terhadap jenis crude oil dan brine lapangan di Indonesia.
Tiga campuran dari SAE dan FEO diukur menggunakan spinning drop tensiometer dan optical
tensiometer untuk melihat pengaruhnya terhadap IFT dan sudut kontak. Ketiga formulasi tersebut
dinamakan SAE-01A (perbandingan SAE dan FEO, 1:1), SAE-01B (perbandingan SAE dan FEO, 2:1)
dan SAE-01C (perbandingan SAE dan FEO, 1:2). Batuan yang digunakan pada pengukuran sudut
kontak adalah jenis Berea (merupakan batuan outcrop standar yang banyak digunakan oleh para
peneliti di laboratorium karena cukup banyak dan mudah tersedia, sebelum menggunakan batuan dari
lapangan). Temperatur yang digunakan pada pengukuran tersebut adalah sama dengan temperatur di
reservoir yaitu 81,9 oC.
Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan NPs pada larutan surfaktan tidak memberikan
pengaruh yang positif terhadap IFT, bahkan cenderung berdampak negatif. Terkecuali pada SAE-01C
yang cukup stabil IFT nya pada tingkatan ultra low sampai pada konsentrasi NPs 250 ppm, dan seperti
IFT meningkat tajam seiring konsentrasi NPs lebih besar 250 ppm. Peningkatat IFT ini sangat tidak
diharapkan dalam kegiatan EOR, karena berdampak negatif terhadap peningkatan perolehan minyak.
Gambar 5. Pengukuran IFT dari SAE-01A 0.25 wt%, SAE-01B 0.25 wt%, dan SAE-01C 0.25 wt%
dengan crude oil dan brine pada berbagai konsentrasi NPs aluminosilicate
Pengaruh positif terlihat pada pengukuran sudut kontak (gambar 6). Untuk ketiga formulasi
surfaktan, penambahan NPs sampai pada 1000 ppm (1 wt%) secara konsisten menurunkan sudut
kontak yang berarti menambah sifat permukaan batuan ke arah water wetness (basah air). Dengan
mekanisme ini diharapkan minyak yang menempel pada permukaan batuan dapat terlepas. Selain itu
permeabilitas air berkurang yang pada akhirnya dapat memperbesar luas penyapuan minyak.

Gambar 6. Hasil pengukuran sudut kontak dari SAE-01A, SAE-01B, dan SAE-01C pada permukaan
batuan Berea
Dari dua pengukuran tersebut, ada harapan dalam melakukan kombinasi surfaktan dengan NPs.
Dengan penambahan konsentrasi NPs 250 ppm pada surfaktan SAE-01C, IFT dari surfaktan relatif
tidak berkurang (cenderung stabil) dan kehadiran NPs memberikan kemampuan nanofluid (SAE-01C
+ NPs) ini untuk mengubah kebasahan permukaan batuan ke arah water wetness. Oleh karena itu
selain kemampuan untuk mengurangi residual oil yang dimiliki surfaktan tetap dipertahankan,
nanofluid ini juga dapat meningkatkan mobility control sehingga memperluas daerah penyapuan
minyak. Untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka perlu dilakukan studi lanjutan untuk melihat
pengaruhnya terhadap perolehan minyak melalui uji coreflooding.

4 KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dapat ditarik dari hasil penelusuran literatur dan percobaan laboratorium yang
dilakukan pada kajian ini, yaitu:
1. Walaupun NPs memiliki kemampuan untuk menurunkan IFT pada beberapa situasi dan kondisi,
namun pengaruh penurunan IFT tersebut tidak cukup berarti. Bahkan pada kasus tertentu penambahan
NPs ini akan memperbesar IFT yang dihindari dalam kegiatan EOR.
2. Pengaruh positif dari penambahan NPs ini yang secara konsisten diamati oleh para peneliti
sebelumnya dan pada kajian tulisan ini adalah kemampuannya untuk mengubah sifat basah permukaan
batuan ke arah basah air (water wetness). Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan perolehan
minyak.
3. Kombinasi yang tepat antara surfaktan dan NPs dapat menghasilkan nanofluid yang memiliki
kemampuan sebagai surfaktan dan dapat mengubah sifat basah batuan (wettability alteration) menjadi
basah air, yang berfungsi untuk memperbaiki mobility control. Studi lanjutan diperlukan untuk
mendukung hipotesis ini menggunakan surfaktan lokal (SAE + FEO) dan crude oil/brine dari lapangan
minyak di Indonesia, yang digunakan pada kajian ini.

DAFTAR REFERENSI
Al-Hattali, R., Al-Sulaimani, H., Al-Wahaibi, Y., Al-Bahry, S., Elshafie, A., Al-Bemani, A., and Joshi,
S.J. 2013. Fractured carbonate reservoirs sweep efficiency improvement using microbial
biomass. Journal of Petroleum Science and Engineering, Volume 112, Pages 178-184, ISSN
0920-4105, https://doi.org/10.1016/j.petrol.2013.11.003.
Anton, L. and Hilfer, R. 1999. Trapping and mobilization of residual fluid during capillary
desaturation in porous media. Physical Review E, Volume 59, Number 6, Pages 6819-6823
Chengara, A., Nikolov, A. Wasan, D.T., Trokhymchuck, A. and Henderson, D. 2004. Spreading of
Nanofluids Driven by the Structural Disjoining Pressure Gradient. Journal of Colloid and
Interface Science (280): 192-201.
Cheraghian, G., and Nezhad, S.S.K. 2015. Effect of Nanoclay on Heavy Oil Recovery During Polymer
Flooding. Pet. Sci. Technol., 33, 999–1007.
Cheraghian, G., Rostami, S. and Afrand, M. 2020. Review Nanotechnology in Enhanced Oil Recovery.
Processes, 8, 1073; doi:10.3390/pr8091073
Ehrlich, R., Hasiba, H.H. and Raimondi, P. 1974. Alkaline Waterflooding for Wettability Alteration-
Evaluating a Potential Field Application . J Pet Technol 26 (12): 1335–1343.
https://doi.org/10.2118/4905-PA
Hendraningrat, L., Li, S., and Torsæter, O. 2013. A Coreflood Investigation of Nanofluid Enhanced
Oil Recovery in Low-Medium Permeability Berea Sandstone. SPE-164106-MS, Paper
presented at the SPE International Symposium on Oilfield Chemistry, DOI:
https://doi.org/10.2118/164106-MS
Hirasaki, G.J., Miller, C.A., and Puerto, M. 2011. Recent Advances in Surfactant EOR. SPE J. 16
(2011): 889–907. doi: https://doi.org/10.2118/115386-PA
Kumar, K., Dao, E.K., and Kishore K.M. 2008. Atomic Force Microscopy Study of Wettability
Alteration by Surfactants. SPE J. 13: 137–145. doi: https://doi.org/10.2118/93009-PA

Leon, J. M., Izadi, M., Castillo, A., Zapata, J. F., Chaparro, C., Jimenez, J., Vicente, S.E., Castro, R.
2018. Use of Cross-Linked Polymer Systems to Improve Volumetric Sweep Efficiency and
Alternative Full Field Development Strategy for a Mature Waterflooding Optimization
Processes - Dina Cretaceous Field Case. Paper presented at the SPE Improved Oil Recovery
Conference, SPE-190313-MS, April 14–18, DOI: https://doi.org/10.2118/190313-MS
Marhaendrajana, T., Kurnia, R., Wahyuningrum, D., and Fauzi, I. 2018. Wettability alteration induced
by surface roughening during low salinity waterflooding. J Eng Technol Sci 50 (5), 635-649.
DOI: 10.5614/j.eng.technol.sci.2018.50.5.4
Marhaendrajana, T., Kurnia, R., Irfana, D., Abdassah, D., Wahyuningrum, D. 2019. Study to improve
an amphoteric sulfonate alkyl ester surfactant by mixing with nonionic surfactant to reduce
brine–waxy oil interfacial tension and to increase oil recovery in sandstone reservoir: T-KS
field, Indonesia. J Petrol Explor Prod Technol 9, 675–683 (2019).
https://doi.org/10.1007/s13202-018-0503-y
Marhaendrajana, T., Kurnia, R., Wahyuningrum, D., and Fauzi, I. 2016. A novel Sulfonated Alkyl
Ester Surfactant to Reduce Oil-Water Interfacial Tensions in Wide Range Salinity with
Monovalent and Divalent Ions. Modern Applied Science 10 (1), 93,
McDougall, S.R. and Sorbie, K.S. 1995. The Impact of Wettability on Waterflooding: Pore-Scale
Simulation. SPE Reservoir Engineering 10 (03): 208–21, DOI:
https://doi.org/10.2118/25271-PA
McElfresh, P., Holcomb, D., and Ector, D. 2012. Application of Nanofluid Technology to Improve
Recovery in Oil and Gas Wells. SPE-154827-MS, Paper presented at the SPE International
Oilfield Nanotechnology Conference and Exhibition, DOI: https://doi.org/10.2118/154827-
MS
Melrose, J.C. and Brandner, C.F. 1974. Role of Capillary Forces in Determining Microscopic
Displacement Efficiency for Oil Recovery by Waterflooding. The Journal of Canadian
Petroleum, Pages 54-62.
Pavangat, V., Patacchini, L., Goyal, P., Mohamed, F., Lavenu, A.P., Aubertin, F. and Nakashima, T.
2015. Development of a Giant Carbonate Oil Field, Part 1: Fifty Years of Pressure
Maintenance History. Paper presented at the Abu Dhabi International Petroleum Exhibition
and Conference, SPE-177768-MS, November 9–12. DOI: https://doi.org/10.2118/177768-
MS
Saha, R., Uppaluri, R.V.S., and Tiwari, P. 2019. Impact of Natural Surfactant (Reetha), Polymer
(Xanthan Gum), and Silica Nanoparticles to Enhance Heavy Crude Oil Recovery. Energy
Fuels, 33, 4225–4236.
Sheng, J.J. 2011. Modern Chemical Enhanced Oil Recovery. Elsevier Inc. (10), ISBN 978-1-85617-
745-0, Page 240.
Vledder, P., et al. 2010. Low Salinity Water Flooding: Proof Of Wettability Alteration On A Field
Wide Scale. SPE-129564-MS, Paper presented at the SPE Improved Oil Recovery
Symposium, Tulsa, Oklahoma, USA, April 2010. https://doi.org/10.2118/129564-MS
Wang, S., Shi, L., Ye, Z., Wang, Y., Liu, C., Xue. X. 2021. Microscopic experimental study on the
sweep and displacement efficiencies in heterogeneous heavy oil reservoirs. Energy Reports,
Volume 7, 2021, Pages 1627-1635, ISSN 2352-4847,
https://doi.org/10.1016/j.egyr.2021.03.018.
Wasan, D.T. and Nikolov, A. 2003. Spreading of Nanofluids on Solids. Journal of Nature (423): 156-
159.
Wasan, D.T. and Nikolov, A. and Kondiparty, K. 2011. The Wetting and Spreading of Nanofluids on
Solids: Role of the Structural Disjoining Pressure. Current Opinion in Colloid and Interface
Science (16): 344-349.
Wellington, S.L. and Richardson, E.A. 1997. Low Surfactant Concentration Enhanced Waterflooding.
SPE J. 2 : 389–405. doi: https://doi.org/10.2118/30748-PA
Xu, D., Bai, B., Wu, H., Hou, J., Meng, Z., Sun, R., Li, Z., Lu, Y., and Kang, W. 2019. Mechanisms
of imbibition enhanced oil recovery in low permeability reservoirs: Effect of IFT reduction
and wettability alteration. Fuel, 244, 110–119.
Zheng, S. and Daoyong, Y. 2013. Pressure Maintenance and Improving Oil Recovery by Means of
Immiscible Water-Alternating-CO 2 Processes in Thin Heavy-Oil Reservoirs. SPE Reservoir
Evaluation & Engineering 16 (01): 60–71. DOI: https://doi.org/10.2118/157719-PA

Anda mungkin juga menyukai