Anda di halaman 1dari 6

Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584

Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

PENGARUH SALINITAS OPTIMUM TERHADAP SURFAKTAN PADA


LAPANGAN X

Hardianti1), Sugiatmo Kasmungin2), Havidh Pramadika3), Eti Suryati4), Tommy Rinanto


Suhadi5), Yunita Yulianti6)
1),2),3) Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Universitas

Trisakti
4),5) PT. PERTAMINA Upstream Technical Center

6) Laboratorium Enhanced Oil Recovery Research Technology Center – PT. PERTAMINA

E-mail: Hardianti@hotmail.com

Abstrak
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui salinitas optimum
surfaktan dapat bekerja. Sebelum dilakukannya uji laboratorium terlebih dahulu
dilakukan screening criteria for EOR methods. Screening criteria for EOR methods
yang cocok untuk lapangan X yaitu chemical flooding yang salah satu bahan
kimianya surfaktan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian compatibility, phase
behavior, interfacial tension untuk mengetahui CMC berdasarkan nilai IFT
menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer yang pengujiannya menggunakan
campuran fluida reservoir Lapangan X dan surfaktan. Selanjutnya dilakukan uji
salinity scan pada surfaktan dengan variasi salinitas. Variasi salinitas pada
penelitian ini yaitu 10000 ppm, 20000 ppm, 30000 ppm, 40000 ppm dan 50000
ppm. Hasil penelitian surfaktan dengan variasi salinitas yang dilarutkan
menggunakan synthetic brine yang dimana surfaktan memiliki salinitas optimum
dapat bekerja pada salinitas 30000 ppm sebesar 0,000215 dyne/cm.

Kata kunci: surfaktan, kompatibilitas, kelakuan fasa, tegangan antarmuka, salinitas

Pendahuluan
Lapangan produksi minyak PT. PERTAMINA umumnya diproduksikan
mengandalkan pada daya dorong alami, pada suatu saat produksi menjadi sangat
menurun dan tidak lagi ekonomis. Sementara sisa cadangan yang tidak terambil masih
cukup besar, secara umum diketahui produksi minyak pada primary recovery rata-rata
30% dari jumlah cadangan, sehingga masih tersisa sekitar 70% yang menjadi peluang
untuk diproduksikan (PT. Pertamina,2015). Adapun beberapa lapangan minyak di
Indonesia yang telah menerapkan teknologi injeksi air, saat ini kinerja produksinya
mempunyai water cut yang sangat tinggi (Sugihardjo, 2001). Selain itu (Doddy
Basalamah, Tanpa Tahun) menginjeksikan air ke dalam reservoir tidak serta merta
membuat semua minyak yang ada didalam reservoir dapat diperoleh ke permukaan.
Dengan demikian akan tertinggal minyak yang tidak dapat diproduksikan atau terdapat
saturasi minyak tersisa. Hal tersebut diatas menjadi salah satu alasan pertimbangan
dilakukan proyek EOR. Hal lain yang menjadi pertimbangan dilakukannya metode EOR
yaitu mengingat masih besarnya jumlah sisa minyak yang tertinggal masih ekonomis
akan tetapi sudah tidak lagi dapat diambil dengan cara primary recovery ataupun dengan
cara secondary recovery. Meskipun metode EOR ini memerlukan biaya sangat mahal dan
resiko kegagalan cukup tinggi, sehingga diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam
setiap pengambilan keputusan. Untuk memperkecil resiko kegagalan dilakukan kajian
secara bertahap melalui proses penelitian laboratorium yang disesuaikan dengan kondisi
lapangan, berikut adalah uraian penelitian yang dilakukan di laboratorium dengan

1.43.1
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

melakukan kajian mengenai compatibility campuran antara fluida reservoir dan surfaktan,
kajian mengenai phase behavior campuran antara fluida reservoir dan surfaktan, kajian
mengenai interfacial tension campuran antara fluida reservoir dan surfaktan dengan
menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer, kajian mengenai aqueous stability campuran
antara synthetic brine dan surfaktan, kajian mengenai phase behavior campuran antara
synthetic brine dan surfaktan serta kajian mengenai interfacial tension campuran antara
synthetic brine dan surfaktan dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan apabila nantinya akan
dilakukan penerapan chemical injection khususnya pada Lapangan X milik PT.
PERTAMINA.

Studi Pustaka
Enhanced Oil recovery atau EOR merupakan metode yang digunakan untuk
meningkatkan perolehan hidrokarbon pada suatu sumur dengan menginjeksikan fluida
ataupun energi dari luar ke dalam reservoir. Tujuan dilakukannya EOR yaitu untuk
mengambil sisa minyak yang masih ekonomis akan tetapi sudah tidak lagi dapat diambil
dengan cara primary recovery ataupun dengan cara secondary recovery. Primary recovery
merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memproduksi hidrokarbon dengan
memanfaatkan energi alami yang terkandung dalam reservoir itu sendiri, pada tahap
primary recovery hanya sebagian kecil dari hidrokarbon yang diproduksi, biasanya sekitar
10% untuk reservoir minyak. Sedangkan secondary recovery merupakan suatu metode
yang dilakukan dengan menginjeksikan air (water flood) atau gas (gas flood) kedalam
sumur yang tujuannya untuk menggantikan tekanan yang hilang. Sedangkan untuk
tahap tertiary recovery meskipun pada tahap ini menggunakan metode tambahan yang
mahal dan sukar untuk dapat diprediksi akan tetapi hidrokarbon yang dapat diproduksi
sekitar 30% sampai dengan 60% dari potensi total minyak. Menurut proses dalam EOR
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu :
1. Thermal injection : steam injection dan in-situ combustion.
2. Gas injection : CO2, N2 dan LPG.
3. Chemical injection : surfactant, alkaline dan polymer.
4. Microbial Enhanced Oil Recovery
Dari ke empat proses dalam EOR tersebut pada dasarnya untuk meningkatkan
recovery factor dengan mengubah sifat fisik fluida maupun sifat fisik batuan. Misal seperti
halnya surfaktan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka.

Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent adalah suatu senyawa kimia yang mengandung
gugus hidrofilik (suka air) dan gugus lipofilik (suka minyak) pada molekul yang sama
(Larry W. Lake, 1989). Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan
antarmuka atau interfacial tension antar dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu tegangan permukaan akan konstan
walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi
konsentrasi maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya
misel ini disebut Critical Micelle Concentration atau CMC. Tegangan antarmuka akan
menurun hingga CMC tercapai setelah tegangan antarmuka akan konstan (Larry W.
Lake, 1989).

1.43.2
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

(Myers, 1946) menjelaskan bahwa pada umumnya surfaktan dapat digolongkan menjadi
empat golongan. Berikut adalah klasifikasi surfaktan berdasarkan muatan yang juga
dikemukakan oleh Lake (1989), yaitu :
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
2. Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkil terikat pada suatu kation.
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofobnya tidak bermuatan.
4. Surfaktan Amfoter
Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif.

Tahapan Pemilihan Surfaktan di Laboratorium


Sebelum surfaktan diaplikasikan pada EOR ada serangkaian tes yang harus dilakukan,
diantaranya :
1. Uji Compatibility
Untuk melihat kecocokan surfaktan terhadap air formasi. Surfaktan dianggap
compatible apabila larutan tetap jernih setelah surfaktan dilarutkan dengan air formasi.
2. Uji Phase Behavior
Uji phase behavior bertujuan untuk melihat interaksi antara larutan surfaktan dengan
minyak serta apakah terbentuk mikroemulsi saat larutan surfaktan dan minyak disatukan
didalam pipet ukur 10 mL.
3. Uji Interfacial Tension
Untuk mengetahui nilai tegangan antarmuka surfaktan dengan minyak. Yang di
tetapkan oleh SKK MIGAS untuk dapat lolos ke tahap selanjutnya yaitu nilai IFT berada
pada orde10-3 dyne/cm (Research and Development Injection Center for Oil and Gas
Technology, 2008).

Pengukuran Interfacial Tension


Interfacial tension atau tegangan antarmuka merupakan parameter yang sangat
penting untuk menentukan apakah suatu jenis surfaktan baik atau tidak sebagai injection
chemical. Pada teknik chemical flooding ini dibutuhkan nilai IFT yang sangat rendah
(ultralow IFT), yaitu berkisar antara 10-2-10-3 dyne/cm. Semakin rendah nilai tegangan
antarmuka minyak dan air, maka akan mempermudah proses pengaliran tetesan-tetesan
minyak yang terperangkap dalam batuan. Pengukuran nilai IFT ini menggunakan
instrumentasi Spinning Drop Tensiometer.
Dalam menghitung nilai IFT menggunakan rumus :
ϒ = 1,44 x 10-7 x Δρ x D3 x θ2 (1)
Keterangan :
ϒ = Interfacial Tension (dyne/cm)
Δρ = Density difference absolute (g/cm3)
D = Diameter (mm)
θ = Rotation in rpm

Metodologi Penelitian
Untuk sampai pada tahap metode EOR perlu dilakukan screening criteria for EOR
methods, salah satu metode EOR yang dipilih yaitu chemical flooding dimana bahan kimia
yang digunakan yaitu surfaktan. Dalam melaksanakan penelitian ini diperlukan

1.43.3
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

serangkaian uji laboratorium untuk memperoleh surfaktan yang memenuhi kriteria.


Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji compatibility, phase
behavior dan interfacial tension. Dalam penelitian ini berpacu pada parameter yang
diberikan oleh SKK MIGAS. Selain itu, adapun pengujian salinity scan yang dimana pada
pengujian ini bertujuan untuk mengetahui salinitas optimum suatu surfaktan dapat
bekerja. Berikut dibawah ini adalah gambar tahapan pelaksanaan pemilihan surfaktan di
laboratorium.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Hasil dan Pembahasan


Sebelum melakukan uji laboratorium perlu dilakukan kriteria pemilihan metode
EOR terlebih dahulu untuk mengetahui metode EOR yang tepat untuk diaplikasikan.
Pada penelitian ini screening criteria metode EOR yang tepat adalah chemical flooding yaitu
salah satunya dengan menggunakan bahan kimia surfaktan. Penelitian ini dilakukan di

1.43.4
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

Laboratorium Enhanced Oil Recovery Research Technology Center – PT. PERTAMINA.


Pengujian yang dilakukan yakni uji compatibility, phase behavior dan interfacial tension test
dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer.

Berikut adalah tabel uji compatibility surfaktan variasi konsentrasi.

Tabel 1. Hasil Uji Compatibility Surfaktan


Konsentrasi Surfaktan Hasil Uji Compatibility Keterangan
(%)
0,1 Jernih Lolos uji compatibility
Sampel 0,5 Jernih Lolos uji compatibility
Surfaktan
1,0 Jernih Lolos uji compatibility
1,5 Jernih Lolos uji compatibility
2,0 Jernih Lolos uji compatibility

Selanjutnya dilakukan pengujian phase behavior, dibawah ini adalah tabel hasil uji phase
behavior surfaktan.

Tabel 2. Hasil Uji Phase Behavior Surfaktan


Konsentrasi Surfaktan Tipe WINSOR Keterangan
(%)
0,1 - Tidak ada emulsi
Sampel 0,5 III
Surfaktan
1,0 I
1,5 I
2,0 I

Berikut dibawah ini merupakan kurva hubungan antara nilai IFT vs konsentrasi
surfaktan.

Gambar 2. Kurva Hubungan Nilai IFT vs Konsentrasi Surfaktan

Adapun uji salinity scan yang dilakukan pada larutan surfaktan untuk mengetahui
salinitas optimum surfaktan bekerja secara optimal. Pada pengujian salinity scan surfaktan

1.43.5
Seminar Nasional Pakar ke 2 Tahun 2019 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 : Sains dan Teknologi ISSN (E) : 2615 - 3343

dilakukan dengan variasi salinitas yang dilarutkan menggunakan synthetic brine. Variasi
salinitas brine yaitu 10000 ppm, 20000 ppm, 30000 ppm, 40000 ppm dan 50000 ppm.
Surfaktan memiliki salinitas optimum dapat bekerja pada salinitas 30000 ppm sebesar
0,000215 dyne/cm.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada larutan surfaktan, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pada pengujian compatibility tidak adanya endapan dan warna yang jernih
mengindikasikan bahwa surfaktan tersebut dapat terlarut dengan air formasi
Lapangan X.
2. Pengujian phase behavior dapat dijadikan acuan untuk melihat interaksi antara
surfaktan dengan minyak serta apakah terbentuknya emulsi.
3. Variasi konsentrasi surfaktan dalam pengujian IFT dengan Spinning Drop Tensiometer
dapat mengetahui CMC berdasarkan nilai IFT. Dimana tegangan antarmuka akan
menurun apabila telah mecapai CMC.
4. Hasil penelitian surfaktan dengan variasi salinitas yang dilarutkan menggunakan
synthetic brine yang dimana surfaktan memiliki salinitas optimum dapat bekerja pada
salinitas 30000 ppm sebesar 0,000215 dyne/cm.

Ucapan Terima kasih


Terima kasih disampaikan kepada PT. PERTAMINA Upstream Technical Center
yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan kepada penulis untuk mengikut
sertakan penulis dalam project yang dilaksanakan di Laboratorium Enhanced Oil Recovery
Research Technology Center – PT. PERTAMINA dan memfasilitasi penulis selama
melakukan penelitian.

Daftar pustaka
Lake, Larry W., 1989, Enhanced Oil Recovery. Englewood Cliffs : Prentice Hall, Inc.
Myers, Drew., 1946, Surfactant Science and Technology 3rd ed. United States of America:
Wiley Interscience A John Wiley & Sons, Inc., Publication.
PT. Pertamina, 2015, Laporan Akhir Pekerjaan Optimasi Proses dan Kinetika Reaksi serta
Formulasi Surfaktan SLS Berbahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Enhanced
Oil Recovery, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Research and Development Injection Center for Oil and Gas Technology, 2008, Standard
Operation Procedure For Laboratory Screening Of ASP, Lemigas.
Sugihardjo, 2001, Kelakuan Fasa Campuran Antara Reservoar-Injeksi-Surfaktan Untuk
Implementasi Water Flooding, Proceeding Simposium Nasional IATMI.

1.43.6

Anda mungkin juga menyukai