Anda di halaman 1dari 4

STUDI LABORATORIUM SCREENING CHEMICAL EOR SURFAKTAN

Studi laboratorium untuk penentuan rancangan fluida injeksi kimia diperlukan sebelum implementasinya di lapangan
minyak. Untuk meningkatkan produksi suatu lapangan minyak, perlu dilakukan serangkaian studi yang meliputi
beberapa tahap pekerjaan, seperti screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran alkaline-surfaktan, dan core
flooding. Screening surfaktan dilakukan untuk memastikan kandidat surfaktan yang digunakan cocok (compatible)
dengan air formasi. Screening alkaline dilakukan untuk memberikan nilai salinity yang optimum bagi surfactant untuk
menunrunkan tegangan antar muka (IFT) antara minyak dan air. Dengan demikian, kombinasi antara surfaktan dan
alkaline nantinya dapat mengoptimalkan injeksi kimia yang akan kita design. Injeksi kimia merupakan teknologi EOR
yang sangat menjanjikan, terutama pada lapangan-lapangan dangkal yang tidak mungkin dilakukan injeksi gas CO2
atau N2 karena tekanan rekahnya yang rendah. Data-data lapangan membuktikan injeksi kimia sebagai cara efektif
untuk me-recover minyak yang masih tersisa. Hasil evaluasi penelitian laboratorium secara mendetail juga
mendukung kelayakan injeksi kimia. Apalagi, chemical yang digunakan sekarang ini terbukti mampu bekerja lebih
efektif pada konsentrasi 10 kali lipat lebih rendah dibanding chemical hasil penemuan terdahulu. Tentu saja ini
menjadi hal yang penting karena berarti chemical cost menjadi lebih rendah. Injeksi kimia dilakukan dengan
menginjeksikan chemical seperti surfaktan, polimer dan alkali baik secara sendiri, gabungan atau berkelanjutan pada
sumur-sumur tua yang diyakini masih mengandung minyak potensial. Material tersebut menyebabkan perubahan
pada interaksi batuan dengan fluida dan meningkatkan recovery factor meningkat pada daerah kontak reservoir.
Sebelum implementasi injeksi kimia dilaksanakan di lapangan minyak, perlu dilakukan beberapa tahap studi
laboratorium. Pada lab EOR screening ini, chemical yang digunakan adalah gabungan surfaktan dan alkaline. Oleh
karena itu, tahapan studi yang dilakukan adalah screening surfaktan, screening alkalin, pencampuran surfaktan dan
alkaline, dan yang terakhir dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kinerja chemical yang digunakan adalah core
flooding. SCREENING SURFACTANT Surfaktan adalah senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki
sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik dimana apabila ditambahkan ke suatu cairan pada
konsentrasi rendah, dapat merubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Untuk
meningkatkan recovery minyak secara optimum, sejumlah uji terhadap surfaktan dilakukan di laboratorium seperti
uji kompatibilitas, uji pengukuran IFT, uji kestabilan terhadap panas, uji filtrasi dan uji adsorpsi sebelum
implementasi injeksi surfaktan di suatu lapangan minyak.

Gambar 1. Overview Surfaktan (Sumber Pribadi)


Gambar 2. Beberapa Sample Surfaktan
1. Uji Kompatibilitas Surfaktan Uji kompatibilitas merupakan uji screening paling awal untuk mengetahui
apakah suatu jenis surfaktan compatible dengan air formasi dari reservoar suatu lapangan minyak.
Surfaktan-surfaktan tersebut dilarutkan dalam air formasi lapangan, dengan konsentrasi 0.1%, 0.2%, 0.3%,
0.5%, dan 1.0%. Kemudian masing-masing larutan dimasukkan dalam tabung, dan dilakukan pengamatan
tiap waktu tertentu.
2. Phase Behavior Test Uji kelakuan fasa bertujuan untuk melihat besar nilai salinitias optimum dan kelarutan
surfactant terhadap sample minyak. Dengan phase behavior test ini kita juga dapat menghitung besarnya IFT
yang di bentuk oleh surfactant yang kita uji. Banyak di beberapa paper SPE menyebutkan bahwa phase
behavior test ini merupakan tahapan test yang lebih cepat dan memudahkan dalam menentukan nilai IFT
dan efektifitas performance larutan surfactant yang kita screen.

Gambar 3. Diagram Pseudoterner Brine-Surfaktan-Minyak Dalam proses EOR, bagian penting Diagram Terner
adalah daerah tiga fasa. Bentuk umum diagram terner tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: tipe II(-), yaitu
emulsi fasa bawah dan kelebihan fasa minyak; tipe II (+), yaitu emulsi fasa atas dengan kelebihan fasa air;
dan tipe III, yaitu mikroemulsi fasa tengah. Dengan uji kelakuan fasa ini, kita dapat mendapatkan informasi
data salinity optimum ketika surfactant membentuk fasa III, yang mana secara betuk microemulsi yang
terbentuk secara analitik akan memberikan nilai IFT yang kecil sesuai standar chemical EOR surfactant yang
mana nilai IFT nya 1 x 10-3 mN/m. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mampu menurunkan
tegangan antar muka (IFT) minyak-air ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan campuran surfaktan-air-
minyak dapat membentuk emulsi fasa bawah (larut dalam air), emulsi fasa tengah (disebut mikroemulsi,
larut dalam fasa minyak dan air) dan emulsi fasa atas (larut dalam minyak). Yang menjadi perhatian dalam
kegiatan EOR injeksi surfaktan adalah terbentuknya mikroemulsi akibat proses emulsifikasi atau
percampuran. Pada kondisi mikroemulsi, salah satu fasa menjadi fasa kontinyu (fasa external) dan yang lain
membentuk butiran (fasa diskontinyu).
Gambar 4. Uji Phase Behavior
3. Uji Tegangan Antar Muka (IFT) Tegangan antar muka (interfacial tension, IFT) antara minyak dan
mikroemulsi merupakan salah satu paremeter utama dalam EOR. Tegangan antar muka tersebut harus
dikontrol dan ditentukan sebelum slug mikroemulsi digunakan untuk proses EOR. Pengukuran nilai tegangan
antarmuka menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer pada suhu sekitar 60oC. Indikasi dari kinerja
surfaktan adalah menurunnya tegangan antarmuka minyak-air, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang
sekarang ini diyakini bagus agar surfaktan disebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10-3 Dyne/cm.

Gambar 5. Spinning Drop Tensiometer


4. Uji Thermal Stability Setelah dilakukannnya uji tegangan antar muka (IFT) surfaktan dengan minyak dan
air, maka surfaktan yang memiliki nilai IFT yang rendah sesuai syarat EOR yaitu 1 x 10-3 mN/m, maka
dilanjutkan dengan melakukan uji thermal stability. Uji thermal stability dilakukan untuk mengetahui
ketahanan surfaktan terhadap panas. Surfaktan yang bagus, kinerjanya akan tetap stabil oleh pengaruh
panas. Uji ini dilakukan dengan cara memasukkan larutan pada botol borosilikat yang tertutup rapat
kemudian diletakkan pada oven pada temperatur reservoir, yaitu 60oC. Tiap waktu tertentu dilakukan
pengamatan. Diharapkan hasil pengamatan stabil yang berarti surfaktan tidak rusak oleh panas. 5. Filtration
Test Uji filtrasi dilakukan dengan melewatkan 100 ml larutan surfaktan melalui membran saring ukuran
0,22 mikron dengan diberi tekanan. Setiap 10 ml larutan surfaktan yang yang melewati kertas saring, dicatat
waktunya. Kemudian dibuat grafik volume (ml) versus waktu (detik). Semua larutan surfaktan menunjukkan
garis lurus, yang berarti laju alir konstan yang mengindikasikan tidak adanya penyumbatan pada saat
melewati membran saring. Hasil ini harus dipenuhi agar suatu jenis surfaktan dinyatakan layak untuk
diinjeksikan ke dalam batuan.
5. Uji Adsorpsi Ada 2 tipe uji adsorpsi, yaitu adsorpsi statik dan dinamik. Sebagaimana namanya, adsorpsi
static dilakukan pada keadaan statik/diam, sedangkan adsorpsi dinamik, sebaliknya, surfaktan diinjeksikan
pada core. Kemudian diukur konsentrasinya. Jika konsentrasi setelah proses adsorpsi berkurang banyak,
maka jelas akan sangat mengurangi kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan
batuan. Karena berarti chemical loss yang tinggi.
Gambar 6. HPLC
6. Hasil uji adsorpsi tersebut dianalisa dengan menggunakan alat HPLC (High Pressure Liquid Chromatography).
Nantinya dri alat ini diperoleh grafik yang menunjukkan konsentrasi setiap komponet larutan yang keluar
dari core. Nah nantinya dari data tersebutlah kemudian kita hitung nilai adsorpsi surfaktan terhadap batuan
core reservoir.

CORE FLOODING Dari serangkaian screening lab EOR yang telah dilakukan, maka dipilihlah jenis
surfactant terbaik yang menghasilkan nilai IFT yang sesuai dengan ketentuan untuk EOR chemical injeksi
yaitu 1 x 10-3 mN/m. Lalu surfaktan tersebut diinjeksikan ke batuan core untuk melihat berapa persen
kemampuan surfaktan dalam merecover minyak.
Variabelvariabel yang mempengaruhi Injeksi Surfactant
Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi, konsentrasi slug surfactant,
clay, salinitas.
Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan surfactant.
Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap
surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis,
akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan dalam air yang merupakan
microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-
air, sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-
molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan
secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi adsorbsi
sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat ekivalen rendah didepan dibandingkan
dengan berat ekivalen tinggi.
Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan reservoir pada surfactant. Makin
pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik
jenuh.
Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak, disebabkan
oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan
salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.
Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant. Untuk
konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah
terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan
mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam NaCl,
maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak
dapat menurunkan tegangan permukaan minyak-air.

Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga mengakibatkan fraksinasi surfactant yang
lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut mencapai titik jenuh.

Anda mungkin juga menyukai