Anda di halaman 1dari 129

PERENCANAAN DAN TROUBLE SHOOTING

ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP


(ESP)
Tujuan
• Memilih ESP (menentukan jenis dan ukuran
pompa, jumlah stages, jenis motor, kabel,
transformator dan switch board) sesuai merek
dagang terpilih, data produksi, konfigurasi
sumur, dan karakteristik fluida produksi.
• Mencari gejala kerusakan pada ESP, sehingga
dapat ditanggulangi sedini mungkin agar
kerusakan lebih lanjut dapat dikurangi dan
pompa dapat bekerja kembali secara lebih
efisien.
Outline
• Komponen ESP
• Karakteristik Kerja ESP
• Desain ESP
• Troubleshooting ESP
• Analisa Biaya
ESP UNIT
ESP
• Merupakan multistage centrifugal pump.
• Bisa memproduksi minyak dengan rate besar : 200 sd 60.000 bbl/d
(pada 10 ¾” OD Casing)
• Kedalaman bisa mencapai 15.000 ft.
• Kekuatan motor paling besar dibanding pompa manapun; Bisa
mencapai 700 HP.
• Offshore tepat menggunakan ESP.
• Temperatur sumur bisa hingga 400 F.
• Baik untuk sumur miring dengan dogleg severity <6o/100ft.
Produsen ESP
• Reda (menguasai 70% pasaran dunia)
• Centrilift (25% pasaran dunia)
• Oil Line, ODI, Trico, Baker, dll.

Pada prinsipnya semua ESP dari berbagai


perusahaan adalah sama yang membedakan hanya
pada bentuk atau desain impeller, diffuser, gas
separator, seal section, putaran dan arah
putarannya.
Komponen ESP
a. Multistage centrifugal pump.
b. Seal section.
c. Electric motor.
d. Intake section.
e. Electric cable.
f. Switchboard.
g. Transformator.
h. Junction Box.
i. Alat tambahan :
- Vent box
- Check valve
- Bleeder valve
- Tubing head
- dll
a. Pompa
• Unit pompa merupakan Multistages Centrifugal
Pump yang terdiri dari impeller, diffuser, shaft
(tangkai) dan housing (rumah pompa).
• Prinsip kerja pompa ini secara centrifugal dengan
mengubah tenaga kinetik menjadi tenaga
potensial.
• Motor berfungsi untuk menggerakkan pompa
dengan mengubah tegangan listrik menjadi
tegangan mekanik.
Impeller dan Difuser
b. Seal Section
• Protector sering juga disebut dengan seal section
(centrilift) atau Equalizer (ODI).
• Digunakan untuk menyamakan tekanan dalam motor
dengan tekanan tenggelamnya pompa
(submergence) di lubang sumur.
• untuk merendam gaya axial yang ditimbulkan oleh pompa.
• Mencegah rusaknya dinding motor terhadap runtuh
(collapse, yang terjadi dengan differential 20 psi).
• Mencegah masuknya fluida ke motor.
• Seal section terletak di antara pompa dan motor
c. Electric Motor
• Motor berfungsi untuk
menggerakkan pompa
dengan mengubah
tegangan listrik menjadi
tegangan mekanik.
Intake
• merupakan saluran masuknya fluida dari dasar sumur ke pompa menuju
permukaan.
Ada beberapa jenis intake yang sering dipakai yaitu :
1. Standart Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang
masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15% dari total
volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa,
dan dibagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring
partikel masuk ke intake sebelum masuk ke dalam pompa.
2. Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90% dan
biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas Separator jenis
ini tidak direkomendasikan untuk dipasang pada sumur-sumur yang abrasive.
3. Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator yang dipakai
untuk memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya.
d.Kabel
• Terbuat dari tembaga (Cu) atau alumunium (Al)
• Berbentuk bulat untuk dilekatkan di tubing dan berbentuk pipih
untuk di sekitar pompa dan protector ke arah motor.
• Standard tahanan Cu = 10.37 ohm dan Al = 17 Ohm (20 oC).
• Secara umum ada dua jenis kabel yang biasa dipakai dilapangan, yaitu :
• 1. Low Temperatur : disarankan untuk pemasangan pada sumur dengan
temperature maksimum 200°F.
• 2. High Temperatur : disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur
dengan temperatur yang cukup tinggi sampai mencapai 400 oF.
• Kapasitas aliran arus maksimum :
1 Cu dan 2/0 Al maksimum 110 Ampere
2 Cu dan 1/0 Al maksimum 95 Ampere
4 Cu dan 2 Al maksimum 70 Ampere
6 Cu dan 4 Al maksimum 55 Ampere
g.Check Valve
• Dipasang 2-3 joint di atas pompa.
• Untuk menahan cairan agar tidak turun ke
bawah saat pompa dimatikan. (Jika check
Valve tidak ada maka untuk start up
diperlukan waktu tambahan 30 menit)
h.Drain Valve
• Untuk mengeringkan fluida di dalam tubing
yang jatuh di anulus selama mengangkat
tubing.
i.Centralizers
• Berfungsi untuk pendinginan sempurna untuk
motor
• Agar kabel pada tubing tidak mudah lecet.
f.Well Head
• Kepala sumur yang harus dilengkapi dengan
“Seal” agar tidak bocor pada lubang untuk
kabel dan tubing.
• Wellhead merupakan bagian teratas dari
peralatan pompa yang berfungsi untuk
menahan tubing dan pompa di dalam sumur
• Didesain untuk tahan terhadap tekanan 500-
3000 psi.
I.Junction Box
• Digunakan untuk melepaskan gas yang ikut
merambat naik melalui kabel agar tidak
menimbulkan kebakaran di switchboard.
Fungsi Junction Box :
1. Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang
mungkin bermigrasi ke permukaan melalui kabel
agar terbuang ke atmosfer.
2. Sebagai terminal penyambung kabel dari
dalam sumur dengan kabel dari switchboard.
e.Switchboard
• Merupakan pusat pengendali, memonitor arus motor, memberikan
perlindungan terhadap kelebihan beban yaitu pada saat terjadinya
hubungan singkat jika motor terpaksa bekerja melampaui kapasitasnya.
• Tersedia dengan range 400 V – 4800 V.
• Ditempatkan pada kotak yang tahan cuaca.
• Terdiri dari : sekering (fuse), alat untuk mengontrol kemungkinan
terjadinya downhole problem (overload/underload protection),
tombol sakelar atau switch, start-stop otomatis, anti petir dan
pencatat ampere (recording ammeter)
• Kadang dipasang lampu tanda bahaya, timers untuk pompa
intermittent dan alat-alat kontrol otomatis.
J. Transformator
• Merupakan alat untuk mengubah tegangan
listrik, bisa untuk menaikkan atau
menurunkan tegangan.
• Alat ini terdiri dari core (inti) yang dikelilingi
oleh coil dari lilitan kawat tembaga.
j.lain-lain
• Cable Guard : pelindung kabel flat di pompa ke
motor.
• Swaged nipple : penyambung kepala pompa atau
drain valve ke tubing.
• Service cable : kabel dari trafo ke switchboard
• Cable Guide wheel : untuk pemasangan kabel.
• Cable Reels : gulungan kabel dan penahannya (reel
support).
Karakteristik Kerja ESP
a.Dasar Kerja
• Total Dynamic Head
• Horse Power
• Effisiensi
Total Dynamic Head (TDH)
• TDH adalah total pressure yang bisa diberikan oleh
pompa ke luar pompa.
• TDH dinyatakan dalam HEAD (ketinggian kolom cairan)
• Faktor TDH :
– Pressure Head : head yang berhubungan dengan
tekanan di suatu titik tertentu.
– Elevation Head : ketinggian di atas suatu datum
(dasar) yang ditentukan.
– Velocity Head : Head ekivalent saat cairan akan jatuh
pada kecepatan yang sama.
Pt

Faktor-faktor pada TDH


Zfl
Hf

Z Pt  2.31
Producing
Fluid Level TDH  Z fl  Hf
SG

Zs Pump

Pump Inlet

Seal Section

Electric Motor

Perforasi
Horse Power
• Dengan mengetahui TDH dan laju produksi,
maka Hydraulic Horse Power dapat dituliskan
sebagai berikut :
Q  TDH  SG
HHP 
C
• HHP = Hydraulic Horse Power, HP
• Q = Laju produksi, B/D atam m3/hari
• TDH = Total Dynamic Head, ft atau meter
• C = 135770 kalau B/D dan Ft
= 6580 kalau m3/hari dan meter
Efisiensi
• Input brake horsepower dari permukaan ke
pompa harus dikoreksi dulu dengan Efisiensi
ESP.
• Efisiensi ESP = Effisiensi motor x Effisiensi
Pompa x Effisiensi kabel.
HHP
BHP 
Eff.pompa x Eff.motor x Eff.kabel
• Effisiensi menggambarkan terjadinya
kehilangan friksi fluida pada impeller/diffuser,
lubang masuk, pusaran (eddy current),
belokan, separasi dan kombinasinya
b.Kinerja Pompa
• Head Capacity
• Horsepower Curves
• Grafik Efisiensi
Head Capacity

• Plot grafik Head menunjukkan hubungan


TDH dengan laju produksi pada kecepatan
(rpm) konstan.
• Head Caapacity pompa digunakan untuk
menghitung jumlah stage pompa terhadap
rasio TDH.
• Pompa dengan head lebih curam lebih
disukai karena lebih toleran terhdap
keslahan data-data sumur (API, GOR, SG,
dll)
Horsepower Curves

• Menunjukkan BHP input yang diperlukan


per stage pada test pabrik.
Grafik Efisiensi

• Merupakan ratio dari output HP dibagi input


braake HP.
Qoutput hp pompa Q  TDH  SG
efisiensi pompa = 
Input Brake HP 135770.Pt
• Downthrust : saat impeller menggesek ke
bawah/rpm tinggi.
• Upthrust : saat gerak impeller mengesek ke
atas/rpm rendah.
• Range Efisiensi terbesar terjadi saat seakan-
akan impeller melayang bebas.
Desain ESP
Dengan memakai contoh soal (kasus sumur vertikal)
Casing 7 inchi, 26 #, 6000 TD (ID : 6.276 inchi)
Tubing 3.5 inchi OD
Listrik 60 cycle
Perforasi 5800 –5850 ft
PI 5 STB/hari/psi
Ps 1800 @5800 feet
WOR 50 %
THP 100 psi
GOR 100 SCF/STB
SG water 1.02
SG oil 0.86
BHT 160 oF
BPP 600 psi
Langkah
1) Isi data yang diperlukan (data sumur,
reservoir, dan fluida) dalam “kolom-kolom
data” pada Tabel 1 berikut :
2) Hitung berat jenis rata-rata dan gradien
tekanan fluida produksi menurut:

Gradien Fluida (GF) = 0.433 × SG


Bila mengandung gas, kurangi GF sekitar
10%.
1 x SG oil + 0.5 x SG water 1 x 0.86 + 0.5 x 1.02
SGrata rata    0.913
1.5 1.5
Gradien fluida (GF) = 0.433 × Sg rata-rata =
0.433 × 0.913 = 0.395 psi/ft
Karena terdapat gas maka GF di turunkan
sekitar 10%, sehingga harga GF menjadi =
0.35 psi/ft (kalau tidak ada gas, gunakan
gradien statik 0.395 psi di atas)
3) Tentukan kedudukan pompa (HPIP) kurang
lebih 100 ft di atas lubang perforasi teratas.
Jarak antara motor dan lubang perforasi teratas
(HS) kurang lebih 50 ft.
Perforasi terdapat pada kedalaman 5800-5850
ft maka ESP dipasang pada 5700 feet, yang
berarti jarak motor dengan perforasi 50 ft
atau jarak perforasi dengan pompa 100 ft.
4) Tentukan laju produksi diinginkan dengan cara
memilih kemudian mencoba harga Pwf untuk
menghitung harga laju total menurut
persamaan : Qtot = (Ps-Pwf) x PI
Hitung laju yang diinginkan (Qo) menurut
1
persamaan: Qo  x Qtot
1  WOR
Apabila harga tersebut belum sesuai, ulangi
memilih harga Pwf dengan trial error
Ambil Pwf = 700 psi, dengan
mempertimbangkan BPP = 600 psi dan besar
Qo yang dinginkan.
Qtot =(Ps-Pwf) × PI = (1800 - 700) x 5 = 5500
bbl/d
1 1
Qo  x Qtot   3670 bbl/d
1  WOR 1  5500

Atur kembali Pwf, bila Qo yang dihasilkan


kurang sesuai dengan yang diharapkan.
5) Hitung pump intake pressure (PIP) menurut
persamaan : PIP = Pwf - GF × (HS-HPIP)
Harga PIP harus lebih besar dari BPP (tekanan
jenuh); bila tidak terpenuhi, ulangi langkah 4
dan 5 dengan laju produksi yang lebih rendah
Pump Intake Pressure (PIP)
• PIP = Pwf - GF × (HS - HPIP)
= 700 – 0.35 × (5800 - 5700) = 665 psi.
Ternyata 665 psi lebih besar dari BPP (600 psi),
berbagai syarat terpenuhi.
6) Hitung kedalaman fluid level (Zfl) menurut
persamaan:
Pwf
Z fl  HS 
GF
700
Z fl  5800   3800 ft
0.35
7) Tentukan kehilangan tekanan sepanjang
tubing (Hf) dengan menggunakan
Gambar 14.
Tentukan hilang tekanan sepanjang tubing.
Dengan menggunakan Gambar 14, pada Qtot
= 5500 BPD dan ukuran tubing = 3.5 inci
dengan kondisi tubing “old”, diperoleh hilang
tekanan 85 ft/1000 ft sehingga :
Hf = 85/1000 ft x panjang tubing = 85/1000 x
5700 ft= 485.5 ft
8) Hitung total dynamic head (TDH) menurut
persamaan:
THP
TDH   Z fl  H f
GF
100
TDH   3800  485.5  4572 ft
0.35
9) Pilih jenis dan ukuran pompa dengan menggunakan
Gambar 4 s.d 13 (hanya sebagian dari gambar yang
tersedia dari katalog pabrik). Ambil gambar yang
dapat memberikan efisiensi maksimum untuk laju
produksi yang ditentukan pada langkah 4.
Dalam seal ini untuk Qtot = 5500 BPD, maka gambar
yang memberikan efisiensi maksimum adalah
Gambar 4. (Tabel 2 dapat digunakan untuk memilih
jenis pompanya). Tentukan dari Gambar 4 tersebut:
– Head capacity (HC) = 2950 ft untuk tiap 100 stages
– Horse power motor, HPmotor = 184 HP untuk tiap 100
stages.
10)Hitung jumlah stages (tingkat):
TDH 4572
Jumlah Stage =   154 stage
HC 2950
11)Hitung daya kuda yang diperlukan.
HP = HP motor × Jumlah stages
= 184/100) × 154 = 284 HP
12)Tentukan Jenis motor pada Tabel 3 yang
memenuhi HP tersebut. Misalnya type 540
series (5.43 inci OD), maka didapat jenis
motor 300 HP, 2150 Volts, 87A.
13)Untuk masing-masing jenis motor, hitung
kecepatan aliran di anulus motor (FV)
0.0119 x Qtot
FV 
 ID   OD 
2 2
casing motor

Jenis motor dan OD motor terkecil yang


memberikan FV > l ft/detik adalah pasangan
yang harus dipilih.
0.0119 x Qtot 0.0119 x Q tot
FV    6.6 ft/detik
 ID   OD   6.276  5.43
2 2 2 2
casing motor

Karena FV > 1 ft/detik maka jenis motor dan


OD tersebut yang kita pilih.
14)Baca harga arus listrik (A) dan tegangan
listrik (Vmotor) yang dibutuhkan untuk jenis
motor yang bersangkutan.
Pilih jenis kabel dari Gambar 15 sedemikian
sehingga pada arus yang dipakai (87A)
memberikan kehilangan tegangan sekitar 30
volt per 1000 ft (umumnya setengah dari
maksimum). Dalam hal ini didapat jenis kabel
# 1/0 AL dengan kehilangan tegangan 27 volt
per 1000 ft.
15)Dari harga arus listrik tersebut pilih jenis
kabel pada Gambar 15 (dianjurkan memilih
jenis kabel yang mempunyai kehilangan
tegangan dibawah atau sekitar 30 volt tiap
1000 ft).
Vkabel   HS  50  V /1000 ft
Kehilangan tegangan di kabel = (5750 ×
27/1000) = 155 volt.
16)Pilih transformator dan switch board
a. Total tegangan yang diperlukan = 2150 +
155 = 2305 volt.
b. KVA  1.73  tegangan
1000
total  a 1.73  2305  87

1000
 347

c. Tentukan ukuran transformator. Dengan


menggunakan Tabel 4 dipakai tranformator
dari 1/3 hasil hitungan (1/3 x 347 KVA) sekitar
150 KVA.
d. Tentukan switchboard. Dengan menggunakan
Tabel 5 dipilih RPR-2, yaitu 2400 volt, 700 HP,
360 A. Switchboard yang dipilih harus
mempunyai kapasitas lebih besar dari
kebutuhan (2306 volt, 285 HP, 87A).
17)Lakukan perhitungan total tegangan
pada waktu start sebagai berikut :
a. Kebutuhan tegangan untuk start =
0.35× voltage rating
b. Kehilangan tegangan selama start =
3 × kehilangan tegangan biasa.
• Lakukan perhitungan untuk membuktikan bahwa
motor dapat dihidupkan (distart) dengan
transformator, kabel, switch board yang dipilih.
• Kebutuhan tegangan untuk start = 0.35 ×
voltage rating = 0.35 × 2150 = 752.5 Volt.
• Kehilangan tegangan selama start = 3 × 156
volt = 468 volt
Ternyata tegangan yang tersedia 2400 > (752 +
468). Kesimpulan semua peralatan yang telah
dipilih dapat berjalan.
Selesai
TROBLESHOUTING ESP
1. METODE API RP 11S
2. METODE GRAFIK
METODE API RP 11S

1.Lakukan pengamatan langsung kelakuan pompa


sebagai berikut:
- Teliti apakah alat masih bekerja pada
besarnya arus listrik yang didisain. (Cara yang
umum adalah dengan melihat voltmeternya).
- Amati karat pada perangkat pompa di
permukaan.
- Teliti apakah laju produksi nyata masih
tercakup dalam "range" kemampuan laju
produksi pompa.
₋ Teliti apakah alat masih bekerja pada kondisi
kerja.
₋ Teliti apakah head discharge pompa
bervariasi tidak lebih dari 5%, serta daya
kuda bervariasi tidak lebih dari 15%.
₋ Lakukan shut-off head, yaitu pompa
dijalankan dengan wing-valve ditutup
sebentar, kemudian amati tekanan kepala
sumur.
₋ Teliti apakah total dynamic head (TDH) dan
laju produksi turun.
2.Dari gejala yang telah dideteksi pada point 1
klasifikasikan dan tentukan tindakan yang
harus dilakukan.
Gejala Tindakan
Produksi diatas Teliti aras cairan dan tekanan alir dasar sumur Pwf.
kapasitas Bila aras cairan cukup, perkecil jepitan agar tekanan
pompa kepala sumur naik dan laju produksi sesuai dengan
kapasitas pompa.
Atau ganti pompa dengan ukuran yang lebih besar.
Gejala Tindakan
Tak berproduksi atau Lihat tindakan seperti analisa pertama
produksi dibawah
kapasitas pompa
Teliti desain TDH nya
Pertukaran kedudukan 2 kabel di switchboard agar
arah perputaran pompa benar. (Lakukan tindakan ini
setelah pompa berhenti berputar terbalik atau fluida di
sumur telah kembali stabil).
Lakukan kebocoran tubing. Apabila tubing terbukti
bocor, ganti tubing.
kadang dari tinggi atau rendahnya ampere bisa dihitung
bocornya aras fluida dan ukuran pompa (dibandingkan
desainnya)
Teliti plug bila dipakai ã-tool.
Teliti tekanan di pipa permukaan dan kepala sumur.
Apabila terlalu tinggi, cari dan tanggulangi
penyebabnya agar tekanan turun.
lanjutan
Bersihkan sumur.
Kotoran yang menyumbat lubang masuk pompa
kadangkadang dapat dibersihkan dengan aliran
pompa balik (berputar terbalik) yaitu apabila tidak
dipakai check valve.
Ganti, betulkan as/pompa.
Bila saja relay arus rendah dipakai hal ini dapat
menghentikan pompa karena rendahnya arus.
Tentukan arus fluida dan Pwf serta teliti tekanan
pompa (discharge pressure) dengan jalan
menutup tubing. Apabila menunjukkan turunnya
head atau kapasitas pompa, ganti pompa.
Teliti dan ganti bila bocor.
Teliti dan perbaiki.
Teliti TDH dan aras fluida, sesuaikan tekanan
kepala
sumur (rubah jepitan)
Metode Grafik
1) Rekam arus dengan amperemeter.
2) Lakukan analisa terhadap grafik tersebut
sebagai berikut:
a. Pompa berjalan normal.
Grafik rata dan simetris, harga ampere lebih
kurang sama dengan yang tertera di
nameplate (contoh Gambar 19).
b. Fluktuasi Daya Listrik (VA)
Grafik menunjukkan seperti pada Gambar
20. Fluktuasi daya listrik dapat terjadi
karena adanya pembebanan listrik pada
pompa lain yang sedang distart. Gejala
serupa juga dapat terjadi karena adanya
petir.
c. Gas Lock
Keadaan gas lock ditandai oleh adanya harga
ampere yang rendah. Bila harga ampere
merosot hingga di bawah underload (batas
bawah harga ampere) maka pompa otomatis
berhenti. Contoh pada Gambar 21.
 Titik A merupakan saat start pompa,
biasanya harga ampere naik 3-8 kali harga
ampere pada keadaan pompa berjalan
normal.
 Titik B menunjukkan operasi normal.
 Titik C memperlihatkan berkurangnya harga
ampere dan terjadinya fluktuasi akibat
masuknya gas ke dalam pompa.
 Titik D menunjukkan kenaikan mendadak
harga ampere, ini menandakan arus cairan
masuk pompa. Selanjutnya terjadi gas lock
yang diikuti oleh turunnya harga Ampere di
E, pada saat ini tidak ada cairan yang
diproduksikan.
21
Penanggulangan Gas Lock:
 Matikan pompa agak lama agar gas lock hilang.
 Turunkan pompa sehingga lebih tenggelam.
 Bila pompa di rat hole gunakan jaket.
 Turunkan produksi dengan mengecilkan choke,
sepanjang memungkinkan.
 Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tetap tak
tertanggulangi, maka pompa harus diganti dengan yang
lebih kecil atau produksikan secara intermittent dengan
menggunakan (cycle controller) meskipun cara ini
sebenarnya dapat merusak pompa.
d. Pompa mati karena terjadi interferensi gas atau air
• Grafik pada Gambar 22 menandakan keadaan
pompa mati (pump-off) dan interferensi gas atau
air terjadi berkali-kali, hal ini terdeteksi karena
adanya starter otomatis.
• Pada Gambar 23, titik A adalah saat start
pompa, titik B pompa berjalan normal, titik C gas
mulai masuk pompa, dan titik D arus cairan
mendekati pompa dan selanjutnya diiringi
dengan matinya pompa karena ampere terlalu
rendah (under current shut-down).
Pompa mati bukan karena interferensi gas atau air.
pada grafik tak terlihat fluktuasi. Dalam hal ini kematian
pompa adalah akibat tiadanya cairan terproduksi
sehingga cara penanggulangannya seperti pada
masalah gas locking.
e. False Starts
Grafik pada Gambar 24 yaitu menunjukkan
seolah-olah ‘pump off’ dengan restart yang
gagal. Kejadian ini adalah sebagai akibat
panjang cycle waktu tak cukup untuk
menghasilkan arus cairan yang cukup tinggi.
Unit ini harus diganti dengan yang lebih kecil.
f. Selang-seling start dan mati.

• Grafik pada Gambar 25, yaitu menunjukkan selang-


seling kejadian start dan mati, yang berlangsung dalam
waktu singkat. Kejadian ini adalah akibat ukuran pompa
terlalu besar atau pompa bekerja dengan TDH (head)
yang kurang besar. Cara penanggulangan adalah:
- cek TDH dengan cara menutup wing-valve sesaat.
- cek kemungkinan kebuntuan aliran di pipa atau
tertutupnya katup dipermukaan.
- hentikan pompa dan cek arus cairan.
Pompa dengan grafik ampere demikian harus segera
dihentikan karena kejadian tersebut akan sangat
merusak pompa.
g. Produksi dengan GOR tinggi.
Cara penanggulangan GOR tinggi adalah
dengan pengaturan tekanan selubung dan
penggunaan separator gas. Grafik serupa juga
dapat terjadi karena adanya emulsi, sehingga
harga ampere biasanya menurun sesaat.
Penanggulangannya adalah dengan
penggunaan deemulsifier (pemecah emulsi).
Lihat Gambar 26.
h. Harga Ampere terlalu kecil.

• Grafik pada Gambar 27, yaitu menunjukkan pompa yang


distart berkali-kali, tetapi tidak berhasil hidup. Hal ini
biasanya terjadi karena harga ampere yang diberikan
terlalu rendah, sehingga tidak cukup memberi tenaga ke
motor untuk mengangkat fluida dengan berat jenis dan
volume tertentu. Bila dari test terlihat adanya produksi,
maka penanggulangan-nya adalah dengan melakukan
penyetelan under-current (ampere rendah). Gambar 27
mungkin pula disebabkan oleh gagalnya relay ketika
menghentikan batas ampere rendah dari kontrolnya,
sewaktu pompa distart secara otomatis. Gambar 27 juga
bisa terjadi karena patahnya pompa.
i. Beban Rendah.
• Grafik pada Gambar 28, yaitu menunjukkan
pompa dijalankan (distart) dengan normal tetapi
diikuti dengan penurunan harga ampere secara
bertahap, selanjutnya terjadi keadaan tanpa
beban untuk beberapa saat dan akhirnya terjadi
kerusakan pada unitnya dan pompa berhenti
karena overload (beban berlebih).
• Grafik ini menandakan pompa yang salah disain
(ukurannya), atau salah melakukan penyetelan
pelindung beban rendahnya (underload
protection relay), kesalahan tersebut
mengakibatkan tertahannya fluida produksi,
sehingga motor bekerja pada keadaan tanpa
beban. Selanjutnya karena tidak ada aliran
maka tidak terjadi pendinginan motor sehingga
timbul panas dan ini menyebabkan overload
(beban berlebih) dan akhirnya motor mati.
j. Pengontrolan Pompa oleh tangki pengumpul.
Grafik pada Gambar 29, yaitu menunjukkan harga ampere
motor pompa (berhenti dan bekerjanya pompa) dikontrol
oleh arus cairan tangki pengumpul. Gambar 29 menunjukkan
tenggang waktu (delay) antara saat pompa berhenti dan start
kembali terlalu singkat. Bila pompa tak dilengkapi check valve
(katup penahan aliran balik) yang baik, maka setiap pompa
berhenti fluida akan turun kembali sehingga pompa akan
berputar kearah sebaliknya. Menjalankan kembali pompa
yang sedang berputar terbalik mengakibatkan kerusakan
pompa. Biasanya as pompa terpuntir atau as patah. Tenggang
waktu (delay) antara saat pompa berhenti dan start kembali
adalah minimal kurang lebih 30 menit, yaitu agar fluida dapat
stabil kembali.
k. Beban berlebih
Grafik pada Gambar 30. Titik A pada gambar
adalah saat dijalankan; biasanya menunjukkan
harga ampere yang meningkat, B adalah pada
keadaan pompa bekerja normal, C
menunjukkan kenaikan beban hingga
mencapai batas tertinggi (overload) dan
akhirnya pompa mati.
• Gejala peningkatan beban yang diikuti dengan
matinya pompa tersebut disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1.Naiknya berat jenis fluida (misalnya karena
terproduksinya lumpur atau fluida komplesi).
2.Terjadinya emulsi atau kenaikan viskositas.
3.Terjadinya problem mekanis atau listrik (misal
motor panas atau terjadi keausan alat).
4.Problem daya listrik.
l. Beban karena kotoran padat.
• Grafik pada Gambar 31, yaitu mula-mula
berfluktuasi tak teratur, selanjutnya normal.
• Gejala ini disebabkan terikutnya scale, pasir
atau partikel lumpur waktu sumur mulamula
diproduksikan. Walaupun hal ini umum terjadi,
sebaiknya dihindari dengan terlebih dahulu
melakukan pembersihan sumur sebelum pompa
distart. Untuk mematikan sumur sebaiknya
digunakan fluida yang ringan atau hampir sama
dengan fluida yang akan dipompa.
• Dalam hal tertentu perlu pemberian tekanan
balik (menggunakan jepitan), guna menahan
naiknya harga ampere secara berlebihan. Untuk
sumur yang menjumpai problem pasir, start
harus lambat dengan laju produksi kecil (jepitan
dipermukaan diperkecil).
m. Start berulang-ulang.
• Grafik pada Gambar 32, yaitu menunjukkan start
normal yang lalu mati karena beban berlebinan.
Garis-garis naik setelah itu menunjukkan usaha
menstart kembali berkalikali.
• Usaha ini bisa merusak pompa. Dianjurkan
pompa di tes terlebih dahulu sebelum menstart
kembali.
m. Beban berfluktuasi tak beraturan.

Grafik pada Gambar 33 harga ampere yang


turun naik tak beraturan. Umumnya disebabkan
adanya fluktuasi pada berat jenis fluida atau
adanya variasi tekanan permukaan. Akhirannya
dapat berakibat pompa mati karena beban
berlebihan (overload). Grafik serupa bisa juga
disebabkan karena pompa tersumbat, motor
atau kabel terbakar atau sekering putus ( primer
atau sekunder).
Analisa Biaya
Ada 3 Faktor biaya utama pemasangan ESP :
• Biaya Instalasi
- Tergantung biaya sistem pompa, produksi,
kedalaman, service, problem sumur, tempat
(offshore/onshore.
- Jumlah pompa yang akan dipasang.
• Biaya perbaikan
- Umumnya ESP perlu diservice setiap 450 hari
- Biaya kerusakan dapat diambil dari statistik,
rata-ratanya sekitar 1,33 kerusakan/tahun
• Biaya listrik
- Dari brake input motor sd transformator
dapat ditentukan KW input dan biayanya :

(Volt  Ampere  Power Faktor 1,73)


KWinput =
1000

Power faktor diambil 80% bila tidak tahu.


Misal biaya 1 KWH = Rp 200,00 maka biaya
/hari = Kw input x 200 x 24
Selesai

Anda mungkin juga menyukai