PROPOSAL SKRIPSI
OLEH:
Adetya Putra Pratama
17.420.410.1204
PROPOSAL SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
Adetya Putra Pratama
17.420.410.1204
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh:
Adetya Putra Pratama
17.420.410.1204
II. PENDAHULUAN
II.1. Latar Belakang
Industri migas dibagi menjadi dua kegiatan besar, yakni kegiatan hulu
(upstream) dan hilir (downstream). Kegiatan hulu meliputi kegiatan
eksplorasi dan produksi, sedangkan kegiatan hilir meliputi pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran. Produksi adalah suatu kegiatan
mengalirkan minyak dan gas bumi dari reservoir ke permukaan. Metode
Produksi dibagi menjadi tiga, yaitu Primary Recovery, Secondary Recovery
(Pressure Maintenance), dan Tertiary Recovery (Enhanced Oil Recovery).
Metode Primary Recovery terdiri dari Sembur Alam (Natural Flow) yaitu
kondisi dimana suatu sumur mampu mendorong fluida ke permukaan dengan
sendirinya karena memiliki tekanan reservoir yang lebih tinggi daripada
tekanan hidrostatik, dan Artificial Lift merupakan metode pengangkatan
buatan yang digunakan karena reservoir tidak mampu mendorong fluida ke
permukaan. Metode Artificial Lift terdiri dari Gas Lift dan Pompa. Pompa
terdiri dari Sucker Rod Pump (SRP), Electrical Submersible Pump (ESP),
Progressive Cavity Pump (PCP), dan Hydraulic Pump Unit (HPU). Pompa
ESP banyak digunakan pada sumur yang mempunyai laju produksi sedang
hingga tinggi, dan juga dapat digunakan pada sumur miring maupun
horizontal.
Electrical Submersible Pump (ESP) adalah pompa sentrifugal
berpenggerak motor listrik yang ditenggelamkan pada fluida reservoir yang
akan diangkat. Prinsip kerja pompa ESP adalah fluida diarahkan ke dasar
Impeller yang digerakkan oleh motor listrik dengan arah tegak, kemudian
energi kinetis fluida diubah menjadi energi potensial oleh diffuser, sehingga
fluida tersebut akan dapat dihisap oleh impeller pada stage yang berikutnya.
Proses ini berlangsung secara terus menerus hingga stage terakhir, sehingga
fluida akan dapat naik ke permukaan. Jika pompa bekerja melebihi
kapasitasnya, maka akan menimbulkan pengikisan pada upthrust, dan
sebaliknya jika pompa dioperasikan dibawah kapasitasnya akan menimbulkan
pengikisan pada downthrust yang dapat diketahui dengan melihat Pump
Performance Curve. Pump Performance Curve adalah kurva yang
menampilkan hubungan antara head capacity, motor load dan efisiensi
pompa. Nodal merupakan analisa kehilangan tekanan sepanjang produksi dari
reservoir ke permukaan, salah satunya dengan variasi stages. Setiap tingkat
(stage) yang digunakan akan sangat menentukan besarnya kapasitas produksi
pemompaan. Dalam penelitian Skripsi ini penulis akan menghitung Evaluasi
dan Optimasi ESP terpasang menggunakan nodal variasi stages pada sumur
“F” lapangan “I”.
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi Electrical Submersible
Pump yaitu dengan cara menentukan efisiensi volumetris dan efisiensi
pompa. Apabila hasil evaluasi didapatkan kurang dari 50% atau pompa
berada dalam kondisi upthrust maupun downthrust maka perlu dilakukan
optimasi. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi Electrical
Submersible Pump adalah dengan menghitung Productivity Index (PI)
selanjutnya membuat kurva Inflow Performance Relationship (IPR) sehingga
didapatkan laju alir maksimum (Qmax). Jika kurva IPR tersebut diplot
bersama kurva Tubing Intake, maka perpotongan yang dihasilkan merupakan
laju alir optimum. Kemudian melakukan pengaturan ulang Pump Setting
Depth, Total Dynamic Head (TDH), dan stages pompa yang disesuaikan
dengan kebutuhan.
II.3.1. Maksud
Maksud dari penelitian Skripsi ini adalah untuk menentukan
kemampuan produksi sumur yang diproduksi menggunakan Electrical
Submersible Pump dengan nodal variasi stages.
3.3.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian Skripsi ini adalah menentukan laju alir
optimum sumur yang diproduksi menggunakan ESP dengan nodal
variasi stage.
dimana :
PI = Production Index, bbl/day/psi
kh = Permeabilitas horizontal, cp
o = viscositas minyak, cp
Bo= Faktor volume formasi minyak. bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
= x ...............................................(3-20)
7. Menentukan harga PI dengan mempergunakan persamaan :
PI = ................................................................................ (3-21)
Gambar 3.4 Kurva IPR Tiga Fasa(2)
III.2.1.Kelakuan Aliran Fluida dalam Pipa
Aliran fluida dalam pipa dipengaruhi oleh sifat fisik fluida, friction loss
serta gradien tekanan fluida. Sub bab ini akan membahas pengaruh tersebut
terhadap aliran fluida dalam pipa.
III.2.2.Sifat Fisik Fluida
Sifat fisik fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan
variabel utama aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik
fluida yang akan dibahas adalah sifat fisika fluida yang mempengaruhi
perencanaan Gas Lift yaitu kelarutan gas dalam minyak (Rs), kandungan
aromatik, viskositas, densitas dan specific gravity fluida (SGmix).
A. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)
Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas akan terlarut dalam minyak,
dengan demikian harga kelarutan gas meningkat dan sebaliknya apabila terjadi
penurunan tekanan, fasa gas akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah gas
yang terlarut akan konstan, apabila tekanan mencapai tekanan saturasi (Bubble
Point Pressure-Pb).
B. Viskositas (µ)
Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir. Harga
viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur yang
tinggi harga viskositas fluida akan mengecil dan sebaliknya pada temperatur
rendah harga viskositas akan semakin besar.
Gambar 3.5 Hubungan Viskositas Terhadap Tekanan(2)
C. Densitas dan Specific Gravity Fluida (SG)
Densitas suatu fluida adalah bilangan yang menunjukkan berapa berat
(gram atau lb) fluida tersebut dalam volume 1 cm 3 atau cuft, atau dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
m
ρ=
A.h gr/cm3 atau lb/cuft....................................................................... (3-22)
Specific Gravity fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida
tersebut dengan fluida yang lain pada kondisi standar (14.7 psi, 60 oF). Untuk
menghitung besarnya SG fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan
densitas sebesar 62.40 lb/cuft. Sehingga specific gravity fluida secara sistematis
ditulis dengan persamaan :
ρ
SGf = 62. 40 ............................................................................................. (3-23)
Dalam teknik Perminyakan specific gravity sering dinyatakan dengan
o
API, dengan persamaan :
141. 5
o
SGoil = 131. 5+ API ................................................................................ (3-24)
Untuk fluida campuran, besarnya specific gravity dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :
SGmix = ((1-WC) x SG oil) + (WC x SG water)..........................................(3-25)
Keterangan :
ρ = densitas fluida, gr/cm3 atau lb/cuft
m = berat fluida, gr atau lb
A = luasan, cm2 atau ft2
h = tinggi, cm atau ft
o
API = derajat API
SGf = specific Gravity fluida
WC = water cut, %
F = Rs.
( )
γo
.............................................................................................. (3-27)
Dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
γo = specific gravity minyak, lb/cuft
γg = specific grafity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya
pengembangan gas.
Gambar 3.7 Faktor Volume Formasi (Bo) Terhadap Tekanan Minyak(2)
III.2.3.Aliran Laminar dan Turbulen dalam Pipa
Aliran fluida dapat dibedakan Menjadi aliran laminar dan aliran turbulen,
tergantung padajenis garis alir yang dihasilkan oleh partikel-partikel fluida. Jika
aliran dari seluruh partikel fluida bergerak sepanjang garis yang sejajar dengah
arah aliran (atau sejajar dengan garistengah pipa, jika fluida mengalir di dalam
pipa), fluida yang seperti ini dikatakan laminar.
Fluida laminar kadang-kadang disebut dengan fluida viskos atau fluida
garis alir (streamline). Kata laminar berasal dari bahasa latin lamina, yang berarti
lapisan atau plat tipis. Sehingga, aliran laminar berarti aliran yang berlapis-lapis.
Lapisan-lapisan fluida akan saling bertindihan satu sama lain tanpa bersilangan
seperti pada Gambar 3.8 dibawah ini menunjukkan aliran turbulen dan aliran
laminer.
Jika gerakan partikel fluida tidak lagi sejajar, mulai saling bersilangsatu
sama lain sehingga terbentuk pusarn di dalam fluida, aliran yang seperti ini
disebut dengan aliran turbulen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8
dibawah ini
Gambar 3.8 Aliran Turbulent (atas) Aliran Leminer (bawah)(2)
Karakteristik struktur aliran internal (dalam pipa) sangat tergantung dari
kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, densitas, viskositas dan diameter pipa.
Aliran fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran laminer atau
turbulen. Perbedaan antara aliran laminar dan turbulen secara eksperimen pertama
sekali dipaparkan oleh Osborne Reynolds pada tahun 1883. Eksperimen itu
dijalankan dengan menyuntikkan cairan berwarna ke dalam aliran air yang
mengalir di dalam tabung kaca. Jika fluida bergerak dengan kecepatan cukup
rendah, cairan berwarna akan mengalir didalam sistem membentuk garis lurus
tidak bercampur dengan aliran air.
Pada kondisi seperti ini, fluida masih mengalir secara laminar. Jadi pada
prinsipnya, jika fluida mengalir cukup rendah seperti kondisi eksperimen ini,
maka terdapat garis alir. Bila kecepatan fluida ditingkatkan, maka akan dicapai
suatu kecepatan kritis. Fluida mencapai kecepatan kritis dapat ditandai dengan
terbentuknya gelombang cairan warna. Artinya garis alir tidak lagi lurus, tetapi
mulai bergelombang dan kemudian garis alir menghilang, karena cairan berwarna
mulai menyebar secara seragam ke seluruh arah fluida air.
Perilaku ketika fluida mulai bergerak secara acak (tak menentu)
dalambentuk arus-silang dan pusaran, menunjukkan bahwa aliran air tidak lagi
laminar. Pada kondisi seperti ini garis alir fluida tidak lagi lurus dan sejajar.
Menurut Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau
laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi yang disebut dengan
Bilangan Reynold.
Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :
Dimana:
Re=Bilangan Reynold (tak berdimensi)
V = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
D= diameter pipa(ft atau m)
v= /viskositas kinematik(m2/s)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer.
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300-4000 terdapat daerah transisi.
dimana :
V = kecepatan aliran fluida, cm/detik
q = laju alir fluida, cm3/detik
A = luas penampang batuan, cm2
μ = viscositas fluida, cp
dP/dL = gradient tekanan dalam arah sama dengan v, atm/cm
k = permeabilitas batuan, darcy
Persamaan tersebut kemudian dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke
lubang sumur secara radial, menjadi :
k dP
q= ( )( )
μ dL ................................................................................(3-29)
Saat terjadi aliran, parameter yang berubah adalah tekanan dan jarak.
Dengan mengintegrasikan persamaan (4-22) diatas untuk kondisi aliran mantap :
r2 p2
q ∫r 1 ( dp/ r ) =2 π ∫p 1 h ( k / μ ) dp
.....................................(3-30)
Bila k dan konstanta pada interval tekanan p1 dan p2, maka diperoleh :
k ( p 2− p 1 )
q=2 πh
[ ]
μ ln ( r 2 /r 1 ) ...............................................(3-31)
Untuk p1 = Pwf ; p2 = Pe ; r1 = rw dan r2 = re, maka persamaan diatas akan menjadi :
kh ( P e− P wf )
q=0 , 007082
μ o ln ( r e / r w ) ...............................................(3-32)
kh ( Pe −Pwf )
q=0 , 007082
μo B o ln(r e /r w ) ...................................................(3-33)
dimana :
q = laju aliran, bbl/day
qsc = laju aliran fluida di permukaan, STB/day
h = ketebalan lapisan, ft
o = viscositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/stb
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk aliran gas kondisi standar dapat dihitung dengan persamaan :
kh ( Pe −Pwf )
q sc=0 ,703
μg T r Z ln(r e /r w ) ..........................................................(3-34)
dimana :
qsc = laju produksi gas, SCF/day
g = viscositas gas, cp
T = temperatur reservoir, F
Z = faktor kompresibilitas
qg
ditambah dengan gas bebas yang semula terlarut dalam minyak sebesar Rs,
sehingga Persamaan (4-28) menjadi :
μ o Bo k g
GOR permukaan =R s +
( μgo B g k o ) ……………………………………...(3-
36)
dimana :
GOR = Gas Oil Ratio di reservoir, cuft/bbl
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB
o = viscostas minyak, cp
g = viscositas gas, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bg = faktor volume formasi gas, SCF/bbl
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, md
kg = permeabilitas efektif terhadap gas, md
37)
Untuk kondisi di permukaan, maka volume minyak yang mengalir akan
mngecil. Hal ini disebabkan oleh adanya gas yang membebaskan diri dari minyak,
qo
dimana :
WOR = water oil ratio, cuft/STB
o = viscositas minyak, cp
g = viscositas gas, cp
kw = permeabilitas air, md
ko = permeabilitas minyak, md
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/stb
III.2.6.Friction Loss
Bila fluida mengalir di dalam pipa maka akan mengalami tegangan geser
(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya
yang sering di sebut dengan friction loss. Hazen-William membuat suatu
persamaan empiris untuk friction loss, yaitu:
Q 1,85
F=2.083
Keterangan :
100
[ ]
C
1,85
[ ]
( )
34.3
ID 4 ,8655 ....................................................(3-39)
Ym = .......................................(3-43)
Dimana :
ym = gravity campuran
yg = gravity gas kering
YL = spesifik gravity liquid
R = gas - oil ratio , SCF/STB
Metode gravitasi campuran ini dapat digunakan jika sumur berproduksi
dengan gas - oil ratio yang tinggi. Jika gas - oil ratio kurang dari 10000 SCF/STB
maka korelasi metode ini tidak dapat digunakan dan harus digunakan korelasi
pada kondisi dua fasa. Salahsatu korelasi yang dapat digunakan adalah korelasi
Hagedorn dan Brown yang akan diterangkan berikut ini.
Hagedorn dan Brown menggunakan persamaan berikut dengan
mengabaikan akselerasi
= ⍴m cos Ꝋ + ......................................(3-44)
Untuk menentukan densitas campuran , ⍴m , dan faktor gesekan , 𝑓
digunakan persamaan - persamaan empirik. Parameter-parameter yang terlibat di
dalam Persamaan 4-36 didefinisikan sebagai berikut :
⍴m = ⍴L HL + ⍴g (1 - HL)
⍴L = densitas liquid
⍴g = densitas gas
HL = liquid holdup
□ = sudut kemiringan terhadap arah vertical
Vm = VsL + VsG
vsL = superficial liquid velocity = qL/ Ap
vsG = superficial gas velocity = qg/ Ap
Ap = luas dari pipa alir = π d2 /4
d = diameter pipa dalam
⍴f = ⍴n 2 / ⍴m
⍴n = ⍴L λ + ⍴g (1- λ)
λ = VsL/ Vm
Faktor gesekan dihitung menggunakan persamaan Jain atau menggunakan
diagram Moody dengan bilangan Reynold’s sebagai berikut:
NRem = ................................................................(3-45)
Dimana:
µm = µL HL µg ( 1-HL )
µL = viskositas liquid
µg = viskositas gas
Untuk menentukan HL dapat digunakan tiga korelasi empirik. Ketiga
korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.7 , 3.8 dan 3.9. Dalam menentukan
HL dengan menggunakan gambar- gambar tersebut , bilangan tak berdimensi
berikut ini harus ditentukan dari data - data yang diketahui :
NLv = VsL ( ⍴L / g σ )0.25
Ngv = Vsg ( ⍴L / g σ )0.25
Nd = d ( ⍴L / g σ )0.5
NL = µL ( g /⍴L σ3 )0.25
dimana σ adalah tegangan permukaan antara gas dan liquid. Persamaan
diatas juga dapat ditulis dalam satuan lapangan sebagai berikut:
NLv = 1.938 VsL ( ⍴L / g σ )0.25
Ngv = 1.938 Vsg ( ⍴L / g σ )0.25
Nd = 120.872 d ( ⍴L / g σ )0.5
NL = 0.15726 µL ( g /⍴L σ3 )0.25
dimana masing masing parameter satuannya adalah sebagai berikut :
VSL , Vsg = ft/sec
⍴L = lbm/cu ft
σ = dynes/cm
d = ft
µL = cp
Untuk menggunakan persamaan tersebut , HL , harus ditentukan
berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1. Menghitung NL
2. Menentukan C N dari Gambar 3.7
3. Menghitung
xH =
4. Menentukan
xψ =
6. Menentukan ψ dari Gambar 3.9
7. Menghitung HL = ψ ( HL / ψ )
Dengan diketahuinya harga HL dan faktor gesekan , f, maka gradien
tekanan dapat ditentukan.
2. Komponen komplesi
Adanya lubang perforasi ataupun gravel pack di dasar lubang
sumur akan mempengruhi aliran fluida dari formasi ke dasar lubang
sumur. Berdasarkan analisa di komponen ini, dapat diketahui pengaruh
jumlah lubang perforasi ataupun adanya gravel pack terhadap laju
produksi sumur.
3. Komponen tubing
Fluida multifasa yang mengalir dalam pipa tegak maupun miring,
akan mengalami kehilangan tekanan yang besarnya antara lain tergantung
dari ukuran tubing. Dengan demikian analisa tentang pengaruh ukuran
tubing terhadap laju produksi dapat dilakukan dalam komponen ini
4. Komponen Pipa salur
Pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi yang dihasilkan
suatu sumur. Dapat dianalisa dalam komponen ini seperti halnya pengaruh
ukuran tubing, dalam komponen tubing.
5. komponen restriksi/ jepitan
Jepitan yang dipasang di kepala sumur atau di dalam tubing
sebagai safety valve, akan mempengruhi besar laju produksi yang
dihasilkan dari suatu sumur. Pemilihan ataupun analisa tentang pengaruh
ukuran jepitan terhadap laju produksi dapat dianalisa di komponen ini.
6. Komponen separator
Laju produksi suatu sumur dapat berubah dengan berubahnya
tekanan kerja separator.Pengaruh perubahan tekanan kerja separator
terhadap laju produksi untuk sistem sumur dapat dilakukan di komponen
ini.
Keenam komponen tersebut berpengaruh terhadap laju produksi
sumur yang akan dihasilkan. Laju produksi yang optimum dapat diperoleh dengan
cara memvariasikan ukuran tubing, pipa salur, jepitan, dan tekanan kerja
separator. Pengaruh kelakuan aliran fluida di masing-masing komponen terhadap
system sumur secara keseluruhan akan dianalisa, dengan menggunakan analisa
system nodal. Nodal merupakan titik pertemuan antara dua komponen, dimana di
titik pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan masa ataupun
keseimbangan tekanan. Hal ini berarti bahwa masa fluida yang keluar dari suatu
komponen akan sama dengan masa fluida yang masuk ke dalam komponen
berikutnya yang saling berhubungan atau tekanan di ujung suatu komponen akan
sama dengan tekanan di ujung komponen yang lain yang berhubungan.
Dalam system sumur produksi dapat ditemui 4 titik nodal, yaitu :
1. Titik nodal di dasar sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi
produktif/reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi sumur
adalah open hole atau pertemuan antara komponen tubing dengan
komponen komplesi yang diperforasi atau bergravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing
dan pipa salur dalam hal sumur tidak dilengkapi dengan jepitan atau
merupakan pertemuan komponen tubing dengan komponen jepitan bila
sumur dilengkapi jepitan.
3. Titik nodal di separator
Pertemuan antara komponen pipa salur dengan komponen
separator merupakan suatu titik nodal.
4. Titik nodal di “upstream/ downstream”
Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan antara
komponen jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitandipasang di tubing
sebagai safety valve atau merupakan pertemuanantara komponen tubing di
permukaan dengan komponen jepitan apabila jepitan dipasang di kepala sumur.
2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switcboard
dan wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau
penghubugn kabel yang berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal
dari switchboard. Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang
ikut dalam kabel agar tidak menimblkan kebakaran di swictboard.
Gambar 3.17 Junction Box(7)
3. Switchboard
Switchboard adalah panel kontrol kerja dipermukaan saat pompa
bekerja yang dilengkapi motor controller, overload dan underload protection
serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara manual
ataupun otomatis bila terjadi penyimpangan. Switchboard dapat digunakan
untuk tegangan 4400-4800 volt.
Fungsi utama dari switchboard adalah :
Mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti
overload atau underload current.
Auto restart underload pada kondisi intermittent well.
Mendeteksi unbalance voltage.
4. Transformer
Transformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa
untuk menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ni terdiri dari core yang
dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun
coil direndam dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan
tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya.
III.5.1.2. Peralatan Bawah Permukaan
Peralatan dibawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas
pressure testing sensing instrument, electric motor, protector, intake, pump
unit dan electric cable serta alat penunjang lainnya.
3. Protector
Protector seing juga disebut Sel Section. Alat ini berfungsi untuk
menahan masuknya fluida sumur kedalam motor, menahan thrust load yang
ditimbulkan oleh pompa pada saat pompa mengangkat cairan, juga untuk
menyeimbangkan tekanan yang ada didalam motor dengan tekanan didalam
annulus. Secara prinsip protector mempunyai 4 fungsi utama yaitu :
- Untuk mengimbangi tekanan dalam motor dengan tekanan diannulus.
- Tempat duduknya thrust bearing untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa.
- Menyekat masuknya fluida sumur kedalam motor.
- Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor
akibat perubahan temperatur dalam motor pada saat bekerja dan pada
saat dimatikan.
Secara umum protector mempunyai dua macam type, yaitu :
1. Positive Seal atau Modular Type Protector
2. Labyrinth Type Protector
5. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari:
impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing. Didalam housing pompa
terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi
langsung dengan Head Capavity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya
bisa menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity
yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan.
Impeller merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian
yang diam.Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing
stage dipasangtegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing.
Gambar 3.21 Jenis Rotary Gas Separator(7)
6. Electric Cable
Tenaga Listrik untuk menggerakan motor yang berada didasar sumur
disuplai oleh kabel yang khsusu digunakan untuk pompa ESP. Kabel yang
dipakai adalah 3 jenis konduktor. Dilihat dari bentuknya ada dua jenis, yaitu
flat cable typr dan round cable type. Fungsi kabel tersebut adalah sebagai
media penghantar arus listrik dari switchboard sampai ke motor di dalam
sumur. Secara umum ada 2 jenis kabel yang lazim digunakan di lapangan ,
yaitu Low temperature cable danHigh temperature cable.
Kerusakan pada round cable merupakan hal yang sering kali terjadi
pada saat menurunkan dan mencabut rangkaian ESP. Untuk menghindari
atau memperkecil kemungkinan tersebut, maka kecepatan string pada saat
menurunkan rangkaian tidak boleh melebihi dari 1500 ft/jam dan harus
lebih pelan lagi ketika melewati deviated zone atau dog leg. Kabel harus
tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan
terhadap resapan cairan dari sumur maka kabel harus mempunyai isolasi
dan sarung yang baik. Bagian dari kabel biasanya terdiri dari :
-Konduktor
-Isolasi
-Sarung (sheath) jaket
7. Check Valve
Check valve dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa. Bertujuan
untuk menjaga fluida tetap berada diatas pompa. Jika Check valve tidak
dipasang untuk maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan
melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik
ke atas, sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putara impeller
berbalk arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar dan rusak. Check
valve umumnya digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida
sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun kebawah.
8. Bleeder Valve
Bleeder Valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai
fungsi mencegah kinyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida akan keluar
melalui bleeder valve.
9. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau
selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel
karena gesekan dapat dicegah.
Dimana :
VF = WC + (1-WC) Bo + [GLR – (1-WC) Rs] Bg.....................(3.47)
qsc = PI (Pr-Pwf)
Gf(V) = 0,433 x ρ(V) ........................................................................(3-48)
qsc x ρf sc
ρ(V) ¿ .................................................................(3-50)
350 x V
Mensubstitusikan persamaan (3-48 ) kedalam persamaan (3-50)
didapatkan persamaan sebagai berikut :
0,433 qsc x ρf sc
Gf =(
350
) V
.......................................................(3-
51)
Pfsc adalah berat 1 bbl cairan ditambah gas yang terpompakan (per bbl
cairan) pada kondisi standart.
350 V
d (St) = ( )
0,433 x qsc x pfsc h ( V )
dp............................................(3-52)
P2 P2 ❑
1 hp ( V )
∫ d ( HP )=
P3
( 0,433 ) ∫ h (V ) dp .......................................................................(3-53)
P3
Atau
P2 ❑
1 hp ( V )
HP = ( 0,433 ) ∫ h ( V ) dp ........................................................(3-54)
P3
HP = hp x pfsc x St................................................................(3-58)
n
Sti = ∑ Δ(Sti)..................................................................(3-60)
i=i
Dimana :
n
Sti = ∑ ( A . ΔP 3/qsc ) Vi/hi ..............................................(3-61)
1=i
n
HP1 = ∑ Δ(HP )i
i=1
Pemilihan motor baik single motor maupun tandem didasarkan pada table
yang disediakan oleh pabrik pembuatnya terlampir. Besarnya horse power yang
dibutuhkan mtor pada hasil perhitungan tidak tersedia dalam table, maka dipilih
motor yang memiliki horse power lebih besar yang mendekati.
V. PENUTUP
Demikian proposal Skripsi yang akan dilaksanakan. Besar harapan
penulis, rencana penelitian Skripsi ini mendapat sambutan yang baik dari
perusahaan. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, penulis
mengucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
2. Amyx, J.W., Bass, D.M. Jr., and Whiting, R.L., “Petroleum Reservoir
Engineering”, McGraw-Hill Book Company, New York, 1960.