Anda di halaman 1dari 63

“EVALUASI DAN OPTIMASI ESP DENGAN MERUBAH TIPE

DAN STAGE POMPA YANG DIPENGARUHI PROBLEM


WATER CONING”
Seminar

Oleh:
Nico Shendy Yuliono
15.420.410.1008

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2018
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
b. Batasan Masalah
c. Maksud dan Tujuan
d. Metodologi Penulisan
II. Dasar Teori
III. Perhitungan, Evaluasi, dan Optimasi Studi Kasus Water
Coning
a. Data
b. Studi kasus dan Diskusi
IV. Pembahasan
V. Kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apabila tekanan formasi mulai mengecil
sehingga tidak dapat mengangkat fluida ke
permukaan, dengan demikian dilakukan
pengangkatan buatan. Pengangkatan buatan
terdiri dari dua kelompok, yaitu gas lift dan
pompa. Salah satu jenis pompa yaitu electrical
submersible pump(ESP) yang termasuk dalam
metode produksi primer.
1.2 Batasan Masalah

Pada Seminar ini penulis membatasi permasalahan terkait :

• Evaluasi kinerja Electrical Submersible Pump


• Perhitungan dan analisa produktifitas formasi (PI dan IPR)
• Perhitungan dan Analisa laju kritis produksi untuk mengatasi
problem water coning
• Perhitungan dan Analis pada optimasi Electrical Submersible
Pump dengan problem water coning

PENDAHULUAN (LANJUTAN)
1.3 Maksud Dan Tujuan

a. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah melakukan


evaluasi pendekatan yang dilakukan dengan
melakukan penentuan laju produksi maksimum
tanpa terjadinya water coning atau laju produksi
kritis bebas water coning

b. Tujuan
Tujuan dari semua evaluasi tersebut adalah untuk
menentukan besarnya laju produksi minyak
sehingga masalah water coning tidak menjadi
hambatan dalam memproduksikan minyak secara
maksimal dan untuk mengetahui perfoma ESP
terpasang.

PENDAHULUAN (LANJUTAN)
1.4 Metodologi Penulisan
1. Studi Literatur
Merupakan metodologi yang difokuskan pada
publikasi ilmiah mengenai teori yang berhubungan
dengan ESP dan Problem Water coning

2. Studi Kasus dan Diskusi


Merupakan metode untuk perhitungan
evaluasi dan optimasi ESP dan water coning dari
literatur dan dianalisa.

PENDAHULUAN (LANJUTAN)
BAB II. DASAR TEORI
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Porositas
Φ Densitas
(ρ)
Kompres Permea
sibilitas bilitas Kompres Spesific
(C) (K) sibilitas Gravity
Sifat Fisik (C) (SG)
Batuan Sifat Fisik
Reservoir Fluida
Wettabili Reservoir
tas Saturasi
Fluda (S) Kelarutan
(ω) Viscosity
Gas
Tekanan (μ)
Kapiler (RS)
Faktor
(Pc) Tekanan Volume
Formasi
(B)
Kondisi
Reservoir

Tempera
tur
PRODUKTIVITAS FORMASI

merupakan kemampuan formasi untuk mengalirkan fluida pada kondisi tekanan


tertentu, biasanya dinyatakan dengan productivity indeks (PI).
productivity indeks adalah indeks atau angka yang menunjukkan kemampuan suatu sumur
untuk berproduksi pada kondisi tertentu.

Keterangan :
q = gross liquid rate, STBD
Ps = tekanan statis reservoir, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps – Pwf = drowdown pressure, psi

Harga PI dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :


1. PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
2. PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
3. PI tinggi jika lebih dari 1,5

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Inflow performance relationship (IPR) merupakan gambaran tentang kemampuan suatu
sumur untuk memproduksikan atau menghasilakan fluida

Gambar Kurva IPR 1 Fasa


Gambar Kurva IPR 2 Fasa Gambar Kurva IPR 3 Fasa

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Metode
Produksi

Metode Metode Metode Tersier


Primer Sekunder (EOR)

Injeksi
Natural Flow Artificial Lift Injeksi Air Thermal

METODE PRODUKSI Gas Lift Pompa


Pressure
Maintenance
Injeksi
Kimiawi

Continuous Injeksi
Gas Lift SRP
Tercampur

Intermittent Injeksi Tak


ESP
Gas Lift Tercampur

PCP

HPU

DASAR TEORI (LANJUTAN)


DEFINISI ESP

Electrical Submersible Pump (ESP) atau


pompa benam listrik dibuat atas dasar
pompa sentrifugal bertingkat banyak
dimana keseluruhan pompa dan motornya
ditenggelamkan kedalam cairan. Pompa ini
digerakkan dengan motor listrik dibawah
permukaan melalui suatu motor (shaft)
yang memutar pompa, dan akan memutar
(impeller) pompa. Perputaran itu
menimbulkan gaya sentrifugal yang
digunakan untuk mendorong fluida
kepermukaan.

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Peralatan Electrical Submersible Pump (ESP)

Peralatan Di Atas Permukaan Peralatan Bawah Permukaan


1.Wellhead 1. Motor (Electric Motor)
2. Protector
2.Junction Box 3. Intake (Gas Separator)
3.Switchboard 4. Unit Pompa
5. Electric Cable
4.Transformer 6. Check Valve
7. Bleeder Valve
8. Centralizer

DASAR TEORI (LANJUTAN)


DASAR PERHITUNGAN ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Gambar

Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur6)

DASAR TEORI (LANJUTAN)


9. Perhitungan Total Dynamic Head (Tdh)
Untuk menghitung Total Dynamic Head fluida yang akan diangkat oleh
pompa, maka kita menggunakan langkah seperti dibawah ini:
1. Penentuan Gradien Fluida
𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝐹𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝐺𝑓 = 𝑆𝐺𝐹𝑙𝑢𝑖𝑑 × 0.433.............................................. (2.88)
2. Penentuan Pump Intake Pressure
𝑃𝑒𝑟𝑏 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 = 𝑀𝑖𝑑. 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑃𝑆𝐷 ........................................ (2.89)
𝑃𝑒𝑟𝑏 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑟𝑏 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 × 𝐺𝑓 ............................................ (2.90)
𝑃𝑢𝑚𝑝 𝐼𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑃𝐼𝑃 = 𝑃𝑤𝑓 − 𝑃𝑒𝑟𝑏𝑒𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 .......... (2.91)
3. Penentuan Vertical Lift (HD)
𝑃𝐼𝑃
𝐹𝑙𝑢𝑖𝑑 𝑂𝑣𝑒𝑟 𝑃𝑢𝑚𝑝 = ........................................................................... (2.92)
𝐺𝑓

𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑓𝑡 𝐻𝐷 = 𝑃𝑢𝑚𝑝 𝑆𝑒𝑡𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ 𝑃𝑆𝐷 − 𝐹𝑂𝑃 .................. (2.93)


4. Penentuan Tubing Friction Lost (Hf)
100 1.85 𝑄𝑡 1.85
2.0830 × 𝐶 34 .3
𝐹𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 4.8655 ..................................................... (2.94)
𝐼𝐷

𝑇𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑜𝑠𝑠 (𝐻𝐹 ) = 𝐹𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑜𝑠𝑠 × 𝑃𝑆𝐷 ........................... (2.95)


5. Penentuan Tubing Head (HT)
𝑇𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒
𝑇𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑒𝑎𝑑 (𝐻𝑇 ) = ..................................................... (2.96)
𝐺𝑓

6. Penentuan Total Dynamic Head (TDH)


𝑇𝐷𝐻 = 𝐻𝐷 + 𝐻𝐹 + 𝐻𝑇 ............................................................................. (2.97)

DASAR TEORI (LANJUTAN)


DASAR TEORI (LANJUTAN)
Pengertian Water Coning
Water Coning adalah pergerakan air secara vertikal dengan melewati batas air-minyak menuju atau
masuk kedalam perforasi. Hal ini dapat terjadi akibat gradien tekanan alir yang bekerja pada suatu
sumur relatif lebih besar jika dibandingkan dengan gradien gravitasi fluidanya, sehingga batas
minyak-air akan naik kelubang perforasi sampai batas tertentu.
Keterangan
hc = tinggi kerucut air dari BMA mula-mula
ho = tinggi kolom minyak atau ketebalan lapisan minyak
hp = tinggi perforasi
hpb = jarak perforasi terbawah dengan puncak perforasi formasi
hpt = jarak perforasi teratas dari puncak formasi
hpw = jarak perforasi terbawahg dari BMA mula-mula
ht = tinggi kolom minyak ditambah tinggi kolom air
hw = tinggi kolom air
Pe = tekanan reservoir
re = jari-jari reservoir
rw = jari-jari sumur

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Metode Chierici

Metode Chierici menggunakan metode potentiometric dalam mencari laju produksi kritis dengan
parameter-parameter reservoir serta produksi untuk menentukan interval perforasi dan posisinya.
Selain dapat digunakan untuk menentukan besarnya laju produksi kritis dapat juga digunakan
untuk optimasi penempatan panjang dari selang perforasi agar laju produksi kritisnya maksimum.

Adapun anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan laju produksi kritis dengan metode
Chierici ini adalah:
•Batuan reservoir homogen
•Volume aquifier terbatas
•Gas-cap berkembang dengan kecepatan yang relatif kecil atau produksinya semi-statik
•Pengaruh tekanan kapiler diabaikan
•Fluida incompressible

DASAR TEORI (LANJUTAN)


Rumus Metode Chierici

∆𝜌 𝑜𝑤 .𝑘 ℎ ℎ𝑐𝑤
𝑞𝑜𝑐𝑤 = 0,003073 ℎ2 𝜔 𝑟𝐷𝐸 , 𝑓𝑏, ℎ ........................................ (2.104)
𝐵𝑜 𝜇 𝑜

∆𝜌 𝑜𝑔 .𝑘 ℎ ℎ𝑐𝑤
𝑞𝑜𝑐𝑔 = 0,003073 ℎ2 𝜔 𝑟𝐷𝐸 , 𝑓𝑏, ℎ ........................................ (2.105)
𝐵𝑜 𝜇 𝑜

𝑟𝑒 𝑘ℎ
𝑟𝐷𝐸 = ................................................................................................... (2.106)
ℎ 𝑘𝑣

persamaan:
ℎ 𝑐𝑤
𝜔 = 𝐸𝑋𝑃 𝐴 + 𝐵𝑙𝑛 ............................................................................ (2.107)

Dimana:
𝐴 = 𝐶 + 𝐷 𝐸𝑋𝑃. −𝐹𝐵 .............................................................................. (2.108)
𝐵 = 𝐸 + 𝐹 𝐹𝐵 ............................................................................................. (2.109)
Dan:
𝐶 = −0.31253676 − 0.32957799 𝑙𝑛 𝑟𝐷𝐸 ................................................ (2.110)
𝐷 = −1.17760395 − 0.19623644 𝑙𝑛 𝑟𝐷𝐸 ................................................ (2.111)
𝐸 = −1.409514123 − 0.0029341 𝑟𝐷𝐸 𝑙𝑛 𝑟𝐷𝐸 .................................... (2.112)
𝐹 = −0.50297452 + 0.826966176 𝑟𝐷𝐸 𝑙𝑛 𝑟𝐷𝐸 ................................. (2.113)

DASAR TEORI (LANJUTAN)


BAB III STUDI KASUS
EVALUASI DAN OPTIMASI ESP DENGAN MERUBAH TIPE DAN STAGE
POMPA YANG DIPENGARUHI PROBLEM WATER CONING

3.1. DATA SUMUR KAJIAN

Dalam studi kasus kali ini, berikut adalah data sumur yang ada yaitu data reservoir dan data
produksi. Berdasarkan keterangan yang didapat, diketahui bahwa kadar air (water content) dari
sumur ini cukup tinggi, sehingga perlu dlakukan evaluasi untuk melihat apakah laju alir aktual
saat ini mengalami problem water coning.
Tabel 3.1. Data Reservoir

STUDI KASUS ( LANJUTAN )


Tabel 3.2. Data Sumur Tabel 3.3. Data Produksi

Tabel 3.4. Data Pompa

STUDI KASUS ( LANJUTAN )


STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
Jadi, laju alir minyak (Qo) kritis sebelum terjadinya water coning
pada sumur ini adalah sebesar 105,3 BOPD. Dari data sumur yang
tersedia, Qo aktual di lapangan adalah sebesar 117.47 BOPD,
sehingga Qo aktual melebihi Qo kritis yang menyebabkan
terjadinya Water Coning. Untuk itu perlu dilakukan optimasi
produksi agar laju alir minyak (Qo) yang diproduksikan di bawah
laju alir minyak (Qo) kritis. Terlebih dahulu kita mencari laju alir
total (Qt) kritis berdasarkan pada Qo kritis, yaitu dengan cara
berikut:

STUDI KASUS ( LANJUTAN )


STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
Menurut katalog motor, karena tidak tersedia untuk HP
sebesar 86 maka kita memilih HP satu tandem motor
sebesar 100 HP. Sehingga spesifikasi yang dipilih sebagai
berikut:
540S DX Type 100 HP/ 1,368 V/ 46A

STUDI KASUS ( LANJUTAN )


STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
STUDI KASUS ( LANJUTAN )
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
TABEL 4.2
IPR Q TERHADAP PWF

Gambar 4.1.
Kurva Qtotal Sumur

PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
4.4 OPTIMASI ESP DENGAN MENGGUNAKAN LAJU ALIR KRITIS WATER CONING
Pada perencanaan ulang pompa S6000N ini akan menggunakan Qt kritis sebagai Q baru yang
menentukan spesifikasi pompa. Qt kritis ini akan diplot pada Pump Performance Curve pompa yang
terpasang. Pada bab 3 kita telah memplotkan Qt kritis pada Pump Performance Curve, dan hasil yang
didapatkan adalah
Head/Stage = 56
HP/Stage = 2,75
Effisiensi Pompa = 71%

Kemudian setelah itu, kita menentukan Total Dynamic Head (TDH) dari desain pompa yang baru
dengan ada perubahan pada data Pwf dan Qt karena mengikuti harga Pwf kritis dan Qt kritis sebelum
terjadinya Water Coning. Perhitungan TDH dapat dilihat pada bab 3 hasil yang didapatkan adalah 1426 ft.
Setelah mendapatkan hasil TDH maka selanjutnya menentukan Stages yang akan digunakan pada
pompa baru. Stages didapatkan dari hasil pembagian TDH dengan Head/Stage, yaitu senilai 25 stages.
Setelah menentukan jumlah stage pompa pada satu tandem maka selanjutnya melakukan pemilihan
motor. Terlebih dahulu kita menghitung HP yang dibutuhkan pompa satu tandem dan mendapatkan hasil
68,75 HP. Kemudian kita menghitung HP yang dibutuhkan motor dengan cara membagi HP yang dibutuhkan
pompa satu tandem dengan 80%, didapatkanlah hasil 86 HP. Jika kita melihat katalog motor, tidak ditemukan
motor yang memiliki HP sebesar 86, maka kita gunakan HP yang sedikit melebihinya, yaitu 100 HP.
Terpilihlah motor dengan tipe 540S DX Type 100 HP/ 1,368 V/ 46A.

PEMBAHASAN (LANJUTAN)
PEMBAHASAN (LANJUTAN)
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari dasar teori, hasil perhitungan dan analisa yang ada, maka dapat disimpulkan:
1. Pada kondisi di lapangan biasanya terdapat reservoir yang mampu mengalirkan fluidanya sendiri kepermukaan
(natural flow), namun seiring berjalannya waktu tekanan reservoir yang ada mengalami penurunan yang
mengakibatkan perlu adanya tenaga tambahan untuk dapat mengalirkan fluida ke permukaan atau biasa
dikenal dengan istilah pengangkatan buatan (artificial lift).
2. Metode produksi terdiri dari Metode primer, Metode skunder, Metode tersier. Arificial lift termasuk dalam
Metode primer.
3. Artificial lift terdiri dari dua kelompok, yaitu gas lift dan pompa. Terdapat beberapa jenis pompa yang sering
digunakan dalam metode ini seperti Sucker Road Pump dan Electrical Submersible Pump.
4. Electrical Submersible Pump yang selanjutnya disebut ESP merupakan pompa sentrifugal berpenggerak motor
listrik yang ditenggelamkan pada fluida reservoir yang akan diangkat. Prinsip kerjanya yaitu dengan
memberikan tekanan tambahan pada fluida reservoir yang ada sehingga dapat mengalir ke permukaan.
5. Water coning dapat terjadi karena batas air dengan minyak yang naik hingga mencapai lubang bor. Naiknya
batas air dengan minyak tersebut dapat dikarenakan oleh Laju Alir Fluida yang terlalu kencang
6. Produksi sumur yang dilakukan untuk sumur-sumur tua bersifat wajar untuk yang mempunyai water cut yang
lebih besar dari 90% dan terjadinya water coning karena masih bernilai ekonomis.
7. Tipe pompa ESP yang digunakan adalah S6000N / 75 Stages / 738S DX Type 200 HP/ 2270 V/ 80.3A / 1226 V/
74.5A
8. Effisiensi volumetris 67,35% dan effisiensi pompa 42%. Laju produksi total (Qt) yang dihasilkan adalah sebesar
5792 BFPD dan Laju Alir Minyak (Qt) 117.47 BOPD. Pompa tidak dalam kondisi bagus lagi karena effisiensi
volumetris dan effisiensi pompa yang kecil sehingga perlu dilakukan optimasi.
9. Evaluasi Water Coning dengan menggunakan metode Chierici dan didapatkan hasil Laju Alir Total Kritisnya (Qt
kritis) sebesar 5212 BFPD sehingga telah terjadi water coning karena Q kritis telah melebihi Q aktual (Qt = 5792
BFPD).
10. Perencanaan ulang Electrical Submersible Pump dilakukan dengan memakai Qt kritis water coning sebagai Q
optimum untuk menentukan spesifikasi pompa yang baru. Setelah dilakukannya perencanaan ulang maka
didapatkanlah hasil spesifikasi pompa baru: Tipe : S6000N, Stages : 25, Motor : 540S DX Type 100 HP/ 1,368 V/
46A, Effisiensi Pompa : 71%, Laju Alir (Qt) : 5212 BFPD, Laju Alir (Qo) : 105,3 BOPD.

KESIMPULAN (LANJUTAN)

Anda mungkin juga menyukai