Anda di halaman 1dari 7

INJEKSI KIMIA

Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak
tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk
menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau
menurunkkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir.
Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir-reservoir yang telah sukses
dilakukan injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi
pengembangannya masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya
yang kompleks. Beberapa faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu injeksi kimia ialah :

Kedalaman

Tingkat heterogenitas reservoir

Sifat-sifat petrofisik

Kemiringan

Mekanisme pendorong

Cadangan minyak tersisa

Saturasi minyak tersisa

Viskositas minyak

Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu Injeksi Polymer, Injeksi
Surfactant, dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada
kombinasi antara injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama
Micellar-Polymer Flooding.
Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air
injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah
polymer. Metode ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang
diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan
karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air.
Kadang sering dipakai berselang-seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan
untuk menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya
dengan menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala
pori. Injeksi alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga
12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH.
Untuk micellar-polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih
besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar-polymer flooding
dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan
meningkatkan mobilitas minyak di reservoir.

Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-fluida
injeksi supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi meningkat sesuai dengan
penurunan tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H Fahmy). Ojeda et al (1954)
mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang menentukan kinerja injeksi
surfactant, yaitu :
Geometri pori
Tegangan antarmuka
Kebasahan atau sudut kontak
P atau P/L
Karakteristik perpindahan kromatografis surfactant pada sistem tertentu
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang ditinggalkan
oleh water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat
bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran
surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal. Pada
surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti
dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk
meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya diinjeksikan air.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion
bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan reservoir
terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin dapat menghambat proses surfaktan
flooding, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti kosurfaktan
(umumnya alkohol) dan larutan NaCl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu
diperhatikan dalam operasi surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat
tersebut.

Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam penggunaan surfactant
untuk meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung
surfactant dengan konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air atau
minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfactant
yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 60% atau lebih)
diinjeksikan ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan
air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi diinjeksikan
ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 20% PV). Dalam hal ini, micelles
yang terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam
air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya surfactant pada permukaan air/minyak
antara lain :

Jenis asam organik yang terkandung

Komposisi kimiawi minyak mentah

Kadar wax, dan sebagainya

Penelitian yang mendalam mengenai faktor-faktor ini belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, didalam prakteknya, harus kasus perkasus perlu diteliti. Dengan melihat kenyataan
bahwa penurunan tegangan antarmuka yang drastis dapat memperbesar recovery, maka
percobaan pemakaian surfactant yang dimanufaktur kemudian banyak dilakukan. Dan juga
jenis minyak buminya tidak lagi tergantung pada berapa acid numbernya.
Dasar pertimbangan yang diguankan untuk memilih metoda pendesakan surfactant pada
suatu reservoir, yang diperoleh dari data empiris diantaranya meliputi
1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak,
komposisi dan kandugan kloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe formasinya,
ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.
Kriteria seleksi untuk injeksi surfactant yang diharapkan dapat menghasilkan perolehan
optimum adalah sebagai berikut :
1.Kualitas crude oil

Gravity : > 25 API

Viskositas : < 30 cp

Permeabilitas rata-rata (mD) : < 250

Kandungan klorida : < 20000 ppm

Saturasi minyak sisa : > 20

Jenis batuan : Sandstone

Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)

2.Surfactant dan polimer

Ukuran dari slug adalah 5 15% dari volume pori (PV) untuk sistim surfactant yang
tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah besarnya 15 50% dari volume
pori (PV).

Konsentrasi polimer berkisar antara 500 2000 mg/i

Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.

3.Kondisi reservoir

Saturasi minyak >30% PV

Tipe fomasi diutamakan sandstone

Ketebalan formasi > 10 ft

Permeabilitas > 20 md

Kedalaman < 8000 ft

Temperatur < 175F

4.Batasan lain

Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan lebih besar
dari 50%

Diusahakan formasi yang homogen

Tidak terlalu banyak mengandung annydrite, pysum atau clay.

Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divale (Ca dan Mg) lebih
kecil dari 500 ppm.

Sifat sifat Surfactant


Surfactant adalah bahan kimia yang molekulnya selalu mencari tempat diantara dua
fluida yang tidak mau bercampur dan surfactant mengikat kedua fluida tersebut menjadi
emulsi. Surfactant yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu
surfactant yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika

konsentrasinya masih kecil, maka campuran surfactant tersebut masih berupa monomor
(belum aktif). Untuk itu setiap slug perlu diketahui CMC-nya (Critical Micelles Cocentration)
yaitu konsentrasi tertentu, sehingga campuran surfactant yang semula monomor berubah
menjadi micelle.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium sulfonate
yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai. Larutan surfactant yang
biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak sisa hasil pendorongan air, terdiri dari
komponen surfactant, air, minyak dan alkohol sebagai kosurfactant. Campuran cairan
surfactant ini diijeksikan ke dalam reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan
polimer untuk memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat
bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume), diharapkan
kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan jika digunakan
secondery recovery.

Variabelvariabel yang mempengaruhi Injeksi Surfactant


Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah adsorbsi,
konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas.
Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan reservoir
terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug surfactant terjadi akibat gaya
tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya
ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang
terjadi kuat sekali, maka surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis,
akibatnya kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin
menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang dilarutkan
dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam reservoir. Slug surfactant
akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, sekaligus akan bersinggungan dengan
permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan ini molekul-molekul surfactant
akan ditarik oleh molekul-molekul batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan
secara kontinyu sampai mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena
terjadi adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan berat
ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi batuan
reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan
semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik jenuh.
Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan
recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorbsi
yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat
dominan.
Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan minyak-air
oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan

penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena
ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang sangat mudah terurai menjadi ion
Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan
mudah terurai menjadi ion RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi
surfactant terdapat garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan
RSO3Na buakan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan minyak-air.
Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga
mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir tersebut
mencapai titik jenuh.

Mekanisme Injeksi Surfactant


Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke dalam
reservoir, mula-mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak
melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan reservoir dan
gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul
surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion
RSO3- dan H+. Ion-ion RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak,
ia akan mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi
adhesion tension antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir, akibatnya
ikatan antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan adhesion tension
semakin kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan diproduksikan.
Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian diikuti oleh
larutan polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fingering dan chanelling.
Karena surfactant + kosurfactant harganya cukup mahal, di satu pihak polymer melindungi
bank ini sehingga tidak terjadi fingering menerobos zone minyak dan di lain pihak
melindungi surfactant bank dari terobosan air pendesak.
Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika sistem
fluida di dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas harus diperhatikan.
Misalnya mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol. Mobilitas slug surfactant harus
lebih kecil dari mobilitas minyak dan air didepannya. Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi
surfactant meliputi sistem perlakuan terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant
dan sistem injeksi fluida.

Sistem Injeksi Fluida


Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melalui beberapa sumur umumnya dilakukan
dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya digunakan pompa positive displacement
untuk menginjeksikan fluida di dalam reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol,
untuk melihat program injeksi secara keseluruhan.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif ditentukan
dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing sumur injeksi. Untuk
mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan beberapa jenis kontrol aliran pada
masing-masing sumur.

Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug), throttling
valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur mendapat fluida dari satu
pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol dapat menjadi tidak stabil karena
seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan sedikit saja pada perawatan throttling pada
sumur menyebabkan perubahan aliran di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total
tetap konstan. Namun sistem ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju
injeksi pada masing-masing sumur.

Performance Reservoir Setelah Injeksi Surfactant


Performance reservoir setelah injeksi surfactant pada dasarnya tidak sama antara satu
reservoir dengan reservoir lainnya, tergantung pada karakteristik reservoir tersebut yang lebih
sesuai atau tepat untuk pelaksanaan injeksi surfactant. Namun dari data-data yang diperoleh
dari keberhasilan injeksi surfactant pada sumur-sumur produksi yang telah dilakukan, dapat
diambil performance reservoir setelah injeksi surfactant.
Perolehan minyak yang dapat diharapkan dari injeksi surfactant adalah sekitar 82% dari
OOIP, atau bahkan lebih jika dilkakukan injeksi surfactant di laboratorium dengan memakai
model batupasir. Namun keseluruhan dari injeksi surfactant dapat dihasilkan perolehan
minyak yang lebih besar daripada injeksi air konvensional. Sedangkan perolehan minyak
tambahan adalah sekitar 15% dari residual oil reserves. Untuk reservoir dengan kandungan
minyak kental atau reservoir minyak berat, perolehan yang mungkin didapat adalah sekitar
30%. Selain itu, reservoir dengan solution gas drive perolehan yang dapat diharapkan lebih
kecil, yaitu sekitar 15% dan untuk reservoir dengan water drive, injeksi gas atau gravity
drainage sekitar 10%.
Laju produksi minyak selama injeksi surfactant meningkat. Perolehan minyak
bertambah jika ukuran buffer mobilitas semakin besar. Perolehan minyak maksimum dengan
injeksi surfactant terjadi pada harga salinitas (kadar garam) yang optimal.
http://petroleum-uir.blogspot.com/2011/03/injeksi-surfactant.html

Anda mungkin juga menyukai