RCOG-RCM Version 11: Published Friday 24 July 2020 JARINGAN NASIONALPELATIHAN KLINIK - KESEHATAN REPRODUKSI Pendahuluan RCOG & RCOM membuat pedoman bagi profesional Kesehatan yang berbasis bukti ilmiah, praktik terbaik dan pendapat ahli. Prioritasnya adalah: • Pencegahan penularan COVID-19 pada kelompok rentan (Ibu, Bayi, dan Anak). • Penyediaan asuhan yang aman, terfokus pada ibu hamil, persalinan, nifas, akseptor KB, dan bayi selama pandemi COVID-19. Epidemiologi
Pandemi COVID-19 berkembang sangat pesat yang saat ini dan
penderitanya sudah mencapai 2 milyar orang dan sekitar 2% diantaranya telah meninggal dunia SARS Covid 19, menyerang semua orang, bukan hanya pasien tetapi juga petugas kesehatan Petugas Kesehatan, Keluarga, dan Masyarakat disarankan untuk mengetahui berbagai informasi dan penanganan Covid-19 untuk mencegah transmisi & membuat keputusan terbaik Transmisi • Sebagian besar penularan COVID-19 terjadi dari manusia ke manusia (paparan aerosols, droplet,sekresi, faeces, muntah). • Jarak dekat (≤ 2 meter) atau kontaminasi dengan permukaan tercemar merupakan mode transmisi yang umum • Risiko penularan ke ibu, neonatus, dan bayi, relatif sama dengan yang lain, tapi kehamilan terkait dengan gangguan imunitas dan respons kurang memadai terhadap COVID-19 • Tak ada bukti ibu hamil & pengguna kontrasepsi, sakit lebih berat, pakai ICU > banyak, dan tingkat kematian yang tinggi. HASIL RT-PCR DAN INTERPRETASINYA Pengaruh COVID-19 pada ibu hamil
Ada kelompok atau individu yang asimptomatik atau dengan gejala
minim tapi prevalensinya belum diketahui. Studi prospektif pada 675 ibu hamil di 3 RS Kota New York terkait SARS-CoV-2, hasilnya 10% positif; 79% diantaranya OTG atau gejala flu, batuk, demam, sesak, sefalgia, & anosmia. Gejala parah (pneumonia dan hipoksia) terjadi pada ibu usia lebih tua, imunosupresi & komorbid (diabetes, kanker, COPD). Faktor Risiko Pengguna KB terhadap COVID-19
Faktor risiko yang mengarah pada penanganan di RS terkait dengan
penyakit COVID-19 meliputi: 1. Ras kulit hitam, Asia atau Minoritas, dan Etnik (BAME) 2. Kelebihan berat badan atau obesitas 3. Komorbiditas yang sudah ada sebelumnya 4. Usia ibu > 35 tahun Sex-specific differences in COVID-19 testing, cases & outcomes a population-wide study in Ontario, Canada, Nathan M. Stall, et all, https://doi.org/10.1101/2020.04.30.20086975
Studi klinik di Ontario, Canada dengan 194,372 responden yang melakukan
pemeriksaan SARS-CoV-2, 23 Januari - 28 April 2020 menunjukkan bahwa:
• Laki-laki mempunyai hasil ui positif SARS-CoV-2, hospitalisasi, pemakaian ICU,
dan risiko fatal yang lebih tinggi. • Walaupun telah dilakukan penyesuaian variabel usia tetapi hal tersebut tidak berpengaruh terhadap luaran frekuensi dan komplikasi berat yang lebih tinggi pada laki-laki. • Penelitian lanjut menunjukkan bahwa perbedaan tersebut terkait dengan perbedaan sistem imunologi berdasarkan jenis kelamin atau gender • Estrogen dengan kadar yang tinggi pada perempuan yang belum menopause, berinteraksi dengan sistem imunitas melalui berbagai cara, termasuk mempengaruhi sel-sel penghasil antibodi untuk mengatur produksi dan respons terhadap infeksi.
• Respons sistem imunitas tubuh terhadap COVID
sangat penting untuk menentukan berat-ringannya gejala yang mungkin timbul. • Memiliki estrogen sebagai pemicu sistem imunitas untuk menghasilkan antibody dalam jumlah yang memadai, merupakan sistem perlindungan tubuh yang sangat menguntungkan perempuan.
• Tetapi, sistem proteksi berbasis estrogen ini, tidak
berlangsung selamanya karena imunitas terhubung dengan kadar hormon yang tinggi dan tidak efektif jika kemudian terjadi penurunan kadar estrogen dalam tubuh Efek Proteksi Estrogen terhadap COVID-19 • Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa menghambat atau menghilangkan pengaruh estrogen pada hewan betina akan meningkatkan sel-sel peradangan pada jaringan paru sehingga membuat mereka mengalami reaksi yang lebih berat jika terpapar COVID-19 SARS 2
• Penelitian lebih lanjut (2020) di Wuhan-Cina terkait dengan kadar
estrogen pasien perempuan yang dirawat dengan COVID-19 menunjukkan bahwa pasien dengan kadar estrogen rendah mengalami gejala penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan pasien dengan kadar estrogen tinggi. Penelitian King's College Hospital London 600,000 responden perempuan (UK) COVID Symptom Study App May and June 2020.
• Penelitian terbaru (2021) mengungkapkan bahwa Pil KB Kombinasi
(KOK) dapat menurunkan angka penularan dan mengurangi komplikasi berat terhadap COVID-19 SARS 2. • Secara spesifik, pengguna KOK (estrogen dan progesteron) memiliki angka penularan dan rawat inap yang lebih rendah dibandingkan dengan populasi normal. • Estrogen yang terkandung di KOK terbukti dapat meningkatkan sistem imunitas terhadap infeksi virus dan memberikan efek proteksi bagi pengguna. Penelitian lebih lanjut tentang bagaimana estrogen dapat memperkuat sistem immunitas dan menghindarkan perempuan atau pengguna kontrasepsi oral kombinasi (estrogen & progesteron) terkait dengan pencegahan terhadap penularan dan mengurangi tingkat keparahan COVID-19. menjadi sangat menjanjikan di masa depan Kesimpulan
• Estrogen dapat memperkuat sistem imunitas
tubuh perempuan • Pengguna KOK lebih sedikit terkena atau mengalami keparahan COVID-19. • Perempuan yang sudah menopause menunjukkan proporsi lebih tinggi terhadap paparan dan perawatan intensif akibat COVID- 19 di Rumah Sakit. Effek COVID-19 pada Fetus
• Kemungkinan ada peningkatan insidens keguguran
• Hasil Studi kehamilan muda dengan SARS-CoV dan MERS-CoV tidak menemukan adanya kaitan infeksi COVID-19 dengan keguguran trimester kedua • Belum terbukti kaitan PJT (IUGR) pada ibu hamil dgn COVID-19, tapi belakangan ini ada laporan PJT tsb. • Median Gestational Age saat bayi lahir adalah 38 minggu (36–39 minggu) • Sebanyak 27% bayi lahir prematur, 10% dirawat di unit neonatal, 6 (2.5%) positif SARS-CoV-2 pada 12 jam postpartum (3 diantaranya lahir secara SC), dan terjadi 2 kematian perinatal. • Dari 71 neonatus yang lahir pada trimester ketiga, 4 (5.6%) diantaranya positif uji PCR dari spesimen darah tali pusat dan perifer. Bukti Ilmiah dan Dukungan bagi Pelayanan
• Ketersediaan Sumberdaya, Kelengkapan Pelayanan, dan
Prevalensi COVID-19 sangat bervariasi antara satu dan tempat lainnya. • Pedoman Tatalaksana dan Asuhan COVID-19 selau diperbarui dan disempurnakan sesuai dengan bukti yang ada • Pedoman sanitasi dan pengamanan lingkungan, area perawatan, dan tempat berkumpulnya orang, diupayakan untuk memberikan hasil terbaik dan meminimalkan penularan. Perhatian pada penyintas COVID-19
Untuk penyintas COVID-19 yang sembuh,
gejala ringan/tanpa gejala maka Asuhan Antenatal dilakukan seperti biasanya.
Ibu hamil yang tak dapat melangsungkan
Asuhan Antenatal karena isolasi mandiri akan mendapat asuhan tersebut pada kesempatan pertama setelah situasinya memungkinkan Ibu Hamil dengan Asimptomatik COVID-19
Isolasi mandiri di rumah dengan asuhan yang dianjurkan
Jika mungkin, ibu hamil dapat meminta untuk dilakukan pemeriksaan antenatal dan laboratorium yang sesuai Dianjurkan dapat memeriksakan diri ke Klinik/RS dengan pengamanan ketat, menunggu tanda inpartu di rumah kecuali jika rumahnya jauh/tidak tersedia transportasi umum 24 jam. Ibu hamil/bersalin, diwajibkan untuk melahirkan di RS • Pasangan ibu hamil yang asimptomatik, tidak dianjurkan untuk menemani ibu ke tempat persalinan. • Jika kondisi pasangan tak diketahui maka ia harus melakukan uji konfirmatif dan isolasi mandiri jika hasil test positif. • Jika pasangan mengalami gejala demam, batuk, anosmia, sesak napas, diare, dsb. dalam 7 hari terakhir maka ia harus isolasi mandiri dengan pengobatan atau dirawat Terapi COVID-19
• Standar terapi sangat variatif karena belum adanya terapi definitif,
profil & dampak COVID-19 belum dipahami saat ini • Ada versi Cina, India, Perancis, dan Inggris. Semua memakai bukti operational research dan eksperimen empirik tiap senter. • Cina pakai Oseltamivir, Hidroksi Hlorokuin, Vitamin C dan Lianhua Qinwen (TCM), juga ditambahkan Tocilizumab yang menurut mereka dapat menurunkan viral load segera. Prinsipnya replikasi RNA ke DNA dihalangi secara enzimatik sehingga DNA tak terbentuk dan intercell infection dicegah. Klorokuin cukup efektif tetapi efek sampingnya banyak (jantung, ginjal, retina, dsb.) sehingga tidak digunakan lagi. Pilihan pada Hidrosi Klorokuin yang lebih efektif dan efek sampingnya terkendala dengan penyediaan obat ini akibat penggunaan massif secara global. • India memakai Favipiravir (Avigan), Kloroquin, Isoprinosine, dan Siprofloksasin. • Favipiravir ini menghambat enzym RNA transferase yg akan menghasilkan DNA (virus) sehingga viral loadnya diturunkan. • Penelitian di RS Rajashtan tempat eksperimen terapi Covid, Klorokuin menurunan jumlah virus karena efek anti inflamasi (selama ini dipakai untuk arthritis dan SLE selain malaria). Siprofloksasin utk infeksi bakteri oportunistik yang mengikuti virus yang terikat pada ACE receptor (kompetitif pada para pemakai obat jantung seperti ace inhibitor atau penghambat reseptor angiotensin) di paru dan jantung dimana viral spike secara leluasa dapat terikat dan menyebabkan pneumonia • Remdesivir adalah RNA polimerase yg dapat menghambat replikasi virus shg eliminasi virus akan lebih cepat. • Obat ini baru diakui oleh FDA (USA) dan NIH (British) karena efektifitasnya sangat menjanjikan. • Perancis menggunakan remdesivir yang digabung dengan Azythromycin kafena antibiotika ini lebih bermakna dampaknya bagi pneumonia. • Italia menggunakan juga formula Prancis ditambah dengan Tocilizumab (IL receptor inhibitor) yang membantu remdesivir mengeleminasi virus.
• Sayangnya, hasil studi di beberapa
negara pengguna Remdesivir (juga WHO) menyebutkan bahwa obat ini tidak lebih unggul dari yang lainnya Ivermectin untuk Mild COVID-19 MedSynapse, April 17, 2021
• Ivermectin digunakan sebagai alternatif pengobatan karena diduga
dapat menghambat replikasi virus Corona di tempat masuknya (various protein-binding sites). • Ivermectin dipilih karena secara in vitro dan penelitian pada hewan percobaan menunjukkan aktifitas melawan SARS-CoV-2 • Pusing, gatal dan ruam pada kulit, mual, iritasi neurologis, dan diare merupakan efek samping umum. • Dari 400 pasien (usia rata-rata 37 tahun; 231 perempuan [58%]), 398 pasien (99.5%) mengikuti penelitian hingga selesai. • Rerata waktu perbaikan gejala di kelompok ivermectin adalah 10 hari dan 12 hari di kelompok kontrol (plasebo). • Pada hari ke 21, gejala penyakit hilang di 82% peserta kelompok ivermectin dan 79% kelompok plasebo. • Sefalgia terjadi pada 104 pasien (52%) kelompok ivermectin and 111 (56%) pada kelompok placebo dan MOF (multiorgan failure), terjadi pada 2 pasien di masing-masing kelompok. KESIMPULAN
• Hasil penelitian tidak menunjukkan efek bermakna ivermectin jika dilihat
dari manfaat klinis (evaluated measures) untuk pengobatan COVID-19. • Studi awal yang singkat pada kelompok usia relatif muda & mempunyai kondisi cukup stabil tanpa komplikasi berat membuat penilaian menjadi lemah (underpowered) untuk memperlihatkan manfaat nyata ivermectin. • Perlu penelitian dengan sampel yang lebih besar dan kondisi penyakit di tahap tertentu untuk menunjukkan efek pencegahan progresifitas Mild COVID-19 ke tahap lebih ekstrim. RISIKO TRANSMISI COVID-19 TERKAIT KEGIATAN SOSIAL Vaksin COVID-19 • Vaksin harus memenuhi syarat safety, efficacy & quality. • Dari sudut pandang ilmiah, vaksin Novavax unggul untuk syarat di atas karena dibuat dari rekayasa protein (bukan dari virus), ditambah matrix M Novavax agar tubuh menghasilkan neutralizing antibody yang mengenali spike protein membran virus • Untuk virus vector vaccine, ketiga unsur tadi memadai tapi masih dibawah Novavax. • Seperti Moderna, neutralizing antibody yg dihasilkan berkisar antara 80 - 95% pada penerima vaksin dengan rentang usia 18 - 59 tahun (standar WHO, harus di atas 50%). • Yang belum banyak publikasi adalah ujicoba klinik fase III vaksin yang dibuat dengan inactivated virus dari Sinopharm. • Untuk mRNA vaccine, efficacy dan qualitynya baik, terutama buatan Moderna karena bahannya lebih stabil (cukup minus 20°C utk penyimpanan), tidak ada laporan anafilaktik syok. • Vaksin Pfizer bahannya agak labil dan thermosensitive karena perlu suhu minus 80 - 90°C untuk penyimpanan sehingga perlu modal besar buat penyimpanannya • Untuk vaksin Pfizer, perlu disiapkan antidotum anafilaktik utk memperbaiki tingkat safety nya. Sinovac sudah memiliki EUA yang bersifat interim artinya hanya di Cina dan di wilayah ujicoba dan hasilnya sangat variatif di Brazil effectiveness 60%, Turki 91%, Unpad 97%, dsb. Sinovac tidak ada pembanding saat ini karena merupakan satu- satunya vaksin yang memakai killed virus sedangkan yang DNA- based lain menggunakan adeno virus vektor corona seperti Astra Zeneca, Sputnik-Gamaleya, dan Cansino • Sinovac juga membatasi sampel pada kisaran usia 18 - 59 untuk ujicoba klinis sehingga tidak mewakili whole population profile untuk persetujuan lisensi WHO. • Sinovac hanya menghasilkan immunogenicity pada 40 - 50% penerima usia > 59 tahun shg mereka menunggu hasil interim results vaksinasi lansia untuk laporan ke WHO. • Sebetulnya Astra Zeneca juga punya hasil yang kurang menjanjikan pada mereka yang menerima dosis tinggi (hanya 60%) dan penerima dosis rendah mencapai hasil 90%. • Belakangan ini, penggunaan Astra Zenca terkendala akibat terjadinya pembekuan darah pada sebagian kecil (4 diantara 1,2 juta) penerima vaksin jenis ini. Vaksin yang dibuat dari live attenuated virus Corona dan efektifitasnyo cukup baik (70-90%, tergantung populasi dan kondisi pandemi) dianggap cukup efektif. Inactivated atau killed virus, diharapkan aman dari penularan tapi immunogenity nya berkisar pada angka 50-60%. Pfizer dan Moderna aman dari kemungkinan terjadinya penularan COVID-19 dan immunigenity nya mencapai 95% tapi Pfizer memiliki risiko alergi ringan hingga anafilaksis. Untuk vaksin dengan bahan adenovirus carrying gen encoding S protein corona virus, ini agak aman dari penularan dan immunogenity nya 80 - 91% seperti Sinopharm, Gamaleya- Sputnik, dan Astra Zeneca. Yang dianggap paling aman karena tidak memiliki partikel COVID- 19 dan immunogenity nya 95% adalah jenis recombinant RNA yg dibuat oleh Novavax. Rangkuman • Akseptor KB, ibu hamil dan neonatus merupakan kelompok rentan terhadap penularan dan dampak COVID-19 • Upaya pencegahan penularan merupakan upaya terbaik bagi ibu hamil tetapi jika terjadi paparan maka asuhan antenatal, terfokus, isolasi mandiri, dan pemantauan melekat dapat menyelamatkan ibu hamil dari akibat yang sangat merugikan • Terapi medikamentosa masih dapat ditoleransi oleh ibu hamil dengan berbagai derajat dampak yang mungkin terjadi