Anda di halaman 1dari 11

KONJUNGTIVITIS GONORE

DAN PENATALAKSANAANNYA
Posted on November 26, 2008 by yumizone

BAB I

PENDAHULUAN

Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi diantara penyakit menular
seksual yang lain1, penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara endemik, termasuk di Indonesia.
Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun terdapat 1 juta penduduk terinfeksi gonore. Pada
umumnya diderita oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan wanita muda usia 15 sampai
19 tahun. 2

Gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879, dan baru diumumkan
tahun 1882, kuman tersebut termasuk dalam group Neisseria. Gonokok termasuk golongan
diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8U dan panjang 1,6U, bersifat tahan asam dan
Gram negatif, terlihat diluar dan didalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°C dan tidak tahan zat desinfektan. Gonokok
terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai vili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4
yang tidak mempunyai vili yang bersifat nonvirulen, vili akan melekat pada mucosa epitel dan
akan menimbulkan reaksi sedang. Gonore tidak hanya mengenai alat-alat genital tetapi juga
ekstra genital. Salah satunya adalah konjungtiva yang akan menyebabkan konjungtivitis,
penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore atau
pada orang dewasa, infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alat-
alat. 1

Tinjauan pustaka ini bertujuan agar dapat mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi,
gambaran klinis, penatalaksanaan, penyulit, pencegahan, dari konjungtivitis gonore.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung
kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama
kornea.14 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.

- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva
tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya
sehingga bola mata mudah bergerak.

Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar kebawahnya.13

Histologi :

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara
merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial
dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip
kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas,
dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas. (Gambar )

Gambar 1. Konjungtiva Palpebra

Sumber: 15

II.2. DEFINISI
Konjungtivis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret purulen
yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. 3-5
II.3. ETIOLOGI
Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. 1-8

II.4. KLASIFIKASI
Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 – 3 hari, disebut oftalmia neonatorum, akibat infeksi
jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur lebih dari 10 hari atau pada anak-anak yang
disebut konjungtivitis gonore infantum. Bila mengenai orang dewasa biasanya disebut
konjungtivitis gonoroika adultorum. 3,4,7,9

II.5. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi apapun pada
mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika
mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan
mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. 6

Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :

1. Infiltratif

2. Supuratif atau purulenta

3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.

1. Stadium Infiltratif.

Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai


rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemosis dan
menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin
disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol
dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik
gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan
biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya, 4,6,7

2. Stadium Supurativa/Purulenta.

Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa. 4,6,7

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).

Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva
masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. 4,6,7

Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga
pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada
orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.

Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara
12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva kemotik. 2,4,5,6,8,10

II.6. GAMBARAN KLINIS

Pada bayi dan anak

Gejala subjektif : (-)

Gejala objektif :

Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi
kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka
(gambar 1) dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah,
kemotik dan tebal. 3-7,8-10
Gambar 2. Konjungtivitis gonore pada bayi

Sumber: 2

Pada orang dewasa

Gejala subjektif :

- Rasa nyeri pada mata.

- Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.

- Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki dan biasanya
mengenai mata kanan.

- Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi mempunyai beberapa
perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu kental. Selaput konjungtiva terkena
lebih berat dan menjadi lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar
(gambar 2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu. 3-7,8-
10,12
Gambar 3. Konjungtivitis gonore pada bayi

Sumber: 12

II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret dengan pewarnaan
gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan
pengobatan.

Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan
metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek,
dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1% selama 1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air,
dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang
intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa
proses sudah berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk
membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-). Sedang
meningokok test maltose (+).

Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa. Jika pada orang
tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,7,9

II.8. PENYULIT
Penyulit yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas, dimulai dengan
infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis
kuman gonokok (enzim proteolitik). Tukak kornea marginal dapat terjadi pada stadium I atau II,
dimana terdapat blefarospasme dengan pembentukan sekret yang banyak, sehingga sekret
menumpuk dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler,
sehingga dapat menimbulkan keratitis, tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat
cepat menimbulkan perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan ptisis
bulbi.

Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perporasi
kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering berbentuk cincin. 3,4,7,9,10

II.9. PENCEGAHAN

1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual.

2. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah lahir (harus
diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%).

3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi dan
pemberian kloramfenikol salep mata.

4. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat
melahirkan.

5. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir dari ibu dengan
gonore yang tidak diterapi. 13,4,6,7,9,11

II.10. PENATALAKSANAAN

- Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang
intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.

- Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan suntikan, pada bayi
diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.

- Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam
fisiologik setiap ¼ jam, kemudian diberi salep penisillin setiap ¼ jam. Penisillin tetes
mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 – 20.000
unit/ml) setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit
selama 30 menit., disusul pemberian salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.

- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap hari
menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

- Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone (Rocephin) atau
Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi. 4,8

Efek samping pengobatan

- Tetes nitrat Argenti yang diberi pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi gonore akan
menyebabkan iritasi ringan, tapi akan sembuh dengan sendirinya satu sampai dua hari
tanpa meninggalkan kerusakan menetap.

- Antibiotika topikal dapat menyebabkan reaksi alergi.

- Antibiotika oral dapat menyebabkan gangguan perut, ruam dan reaksi alergi. 8

Pengawasan

Bayi harus diawasi untuk memastikan infeksi tidak kambuh setelah diterapi. Ibu dari janin
dengan konjungtivitis gonore neonatorum harus diuji dan diterapi terhadap penyakit menular
seksual bila diperlukan, gejala-gejala apapun yang baru ditemukan atau memperburuk keadaan
harus dilaporkan kepada dokter. 8

BAB III

RINGKASAN

Konjungtivitis Gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret purulen
yang disebabkan oleh Kuman Neisseria Gonorrhaea. Perjalanan penyakit pada orang dewasa
terdiri atas stadium Infiltratif, supuratif atau purulenta dan konvalesen (penyembuhan).

Gambaran klinik pada bayi dan anak adalah ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning
kental. Pada orang dewasa ditemukan gejala subjektif berupa rasa nyeri pada mata, tanda-tanda
infeksi biasanya terdapat pada satu mata dan gejala objektif yaitu ditemukan sekret purulen yang
tidak begitu kental. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan sediaan langsung
sekret dengan pewarnaan Gram atau giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji
sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.

Penatalaksanaan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang
intraseluler dan sangat dicurigai konjungtiva gonore. Pasien dirawat dengan pengobatan dengan
penicillin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, sekret
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau garam fisiologik setiap 4 ¼
jam, kemudian beri salep penicillin setiap ¼ jam dan penicillin tetes mata 10.000 – 20.000
unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit, 30 menit,
disusul dengan salep penicillin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai
dengan pengobatan gonokok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. FKUI,
Jakarta: 1999. 343-9

2. Anonim. Gonorchea. http://www.afraidtoask.com/std/gonorchea.html. Diakses tanggal 20


Maret 2008.

3. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2001.127 – 130.

4. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta: 2000. 31 – 3

5. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General


Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000. 103-5.

6. Wegman, John MD. Neonatal Conjunctivitis. http://www.ncbi.nihgov/. Diakses tanggal 20


Maret 2008.

7. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.

8. Anonim. Conjunctivitis (Newborn / Childhood):


http://www/nlm.nih.gos/medlineplus/ency/article/001606.html. Diakses tanggal 20 Maret
2008.

9. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji, Savitri, Rakhmi, Wardhani, Wahyu Ika. Setiowulan,
Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3, Jilid 4. Media Aescupapius FKUI, Jakarta: 1999.
51 –2

10. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI, Jakarta: 1998, 46 – 7.

11. Anonim. Neonatal Conjunctivitis. http://www/healtdiscovery.com/encyclopedias/2717.


Diakses tanggal 20 Maret 2008.

12. Ilyas, Sidarta. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto, Jakarta: 2001. 23.

13. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi
14.Jakarta:Widya Medika,2000,hal 5-6.111
14. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.

15. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.

Anda mungkin juga menyukai