Anda di halaman 1dari 31

1.

Deskripsi Beban Dibayar di Muka

Beban dibayar di muka adalah beban yang dibayar terlebih dahulu untuk suatu periode

yang melebihi periode akuntansi. Dengan demikian, beban yang dibayar di muka bukanlah

merupakan beban seluruhnya pada periode tersebut melainkan sebagai aktiva lancar.

Pada akhir periode, barulah dihitung berapa besar beban yang telah dipakai dan sisanya

tetap merupakan aktiva lancar. Pencatatan beban yang dibayar di muka dapat dilakukan

dengan dua carayaitu beban dibayar di muka terlebih dahulu dicatat sebagai aktiva, dan beban

dibayar di muka dicatat terlebih dahulu sebagai beban.

Beban Dibayar di Muka Menurut Standar Akuntansi Keuangan :

a. Beban dibayar muka dimaksudkan sebagai Beban yang telah terjadi, yang akan

digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang.

b. Bagian dari Beban dibayar di muka yang akan memberikan manfaat untuk beberapa

periode kegiatan diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai Beban dibayar di muka

adalah :

o   Premi asuransi (prepaid insurance)

o   Sewa dibayar di muka untuk masa satu tahun yang akan datang (prepaid rent)

 Beban lain-lain dibayar di muka (prepaid others), misalnya: Beban iklan di radio,

televisi yang berdasarkan kontrak, barang-barang untuk promosi (hadiah berupa

gantungan kunci, payung)

2. Prosedur Substantif Asuransi Dibayar di Muka


            Pada banyak audit, auditor dapat mengumpulkan bukti yang memadai dan kompeten atas

asuransi dibayar di muka dengan melakukan prosedur analitis substantive. Pengujian terinci atas

transaksi, jika dilakukan, dilaksanakan sebagai bagian dari pengujian proses pembelian.

Pengujian terinci atas saldo asuransi dibayar di muka biasanya diperlukan hanya ketika salah saji

diperkirakan.

1) Prosedur Analitis Substantif

      Karena pada umumnya terdapat beberapa transaksi pada akun asuransi dibayar di muka dank

arena jumlah yang dilaporkan pada laporan keuangan untuk asuransi dibayar di muka biasanya

tidak material, prosedur analitis substantive adalah efektif untuk memverifikasi saldo akun.

Prosedur analitis sunbstantif berikut biasanya digunakan untuk menguji asuransi dibayar di

muka:

Membandingkan saldo asuransi dibayar di muka dan beban asuransi untuk tahun berjalan dengan

saldo tahun lalu setelah mempertimbangkan adanya perubahan dalam operasi.

Menghitung rasio beban asuransi terhadap aktiva atau penjualan dan membandingkannya dengan

rasio tahun lalu.

2) Pengujian Terinci atas Akun Asuransi Dibayar di Muka

      Pengujian terinci atas saldo asuransi dibayar di muka dan beban asuransi mungkinperlu

ketika auditor mencurigai salah saji berdasarkan audit tahun lalu atau ketika prosedur analitis

substantive menunjukan bahwa saldo akun mungkin mengandung salah saji. Auditor mulai

menguji saldo akun asuransi dibayar di muka dengan memperoleh skedul dari klien yang berisi

analisis terinci mengenai polis yang termasuk dalam akun asuransi dibayar di muka.
3) Keberadaan dan Kelengkapan (Existence and Completeness)

            Auditor dapat menguji keberadaan dan kelengkapan dari polis asuransi yang tercakup

dalam analisis akun dengan mengirimkan konfirmasi kea gen asuransi entitas, meminta informasi

dari tiap nomor polis, cakupan, tanggal akhir masa berlaku, dan premi. Hal ini merupakan cara

yang efektif dan efisien dalam mendapatkan bukti mengenai dua asersi. Pendekatan alternative

adalah pemeriksaan dokumen pendukung yang mendasarinya seperti tagihan dan polis asuransi.

Auditor dapat juga menguji kelengkapan dengan membandingkan polis terinci di daftar asuransi

tahun berjalan dengan polis yang ada di daftar asuransi tahun lalu.

4) Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)

            Pemegang polis dapat diuji dengan meminta informasi tersebut dikonfirmasi yang

dikirimkan kea gen asuransi atau dengan memeriksa polis asuransi. Jika pemegang polis adalah

orang lain di luar klien, auditor dapat memiliki bukti atas kewajiban yang tidak tercatat atau

bukti behwa pihak lain memiliki klaim atas aktiva yang diasuransikan.

5) Penilaian (Valuation)

            Auditor berkepentingan dengan apakah porsi yang belum jatuh tempo atas asuransi

dibayar di muka, dan juga beban asuransi, telah dinilai dengan tepat. Hal ini dapat dengan mudah

diuji dengan menghitung kembali porsi asuransi yang belum jatuh tempo setelah

mempertimbangkan premi yang dibayar dan termin polis. Drngan memverifikasi porsi asuransi
dibayar di muka yang belum jatuh tempo, auditor juga memverifikasi jumlah total beban

asuransi.

6) Klasifikasi (Classification)

            Pertimbangan auditor mengenai klasifikasi adalah bahwa berbagai jenis asuransi

dialokasikan secara tepat ke berbagai akun beban asuransi. Biasanya, pemerikasaan mengenai

cakupan polis asuransi menunjukan jenis asuransi. Misalnya, polis asuransi kebakaran pada

fasilitas pabrik dan administrasi utama harus dibebankan baik kea kun beban asuransi overhead

manufaktur maupun kea kun beban asuransi umum dan administrasi.

3.     Tujuan pemeriksaan Beban Dibayar di Muka

Tujuan Pemeriksaan :

1.     Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas Beban. Jika

akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas Beban berjalan

efektif maka luasnya pemeriksaan dalam melakukan substantive test dapat dipersempit.

Beberapa ciri internal control yang baik atas Bebanadalah :

a.      Setiap pengeluaran untuk Beban diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang.

b.     Setiap pengeluaran untuk Beban didukung oleh bukti-bukti yang sah dan lengkap.

Misalnya : polis asuransi,perjanjian sewa menyewa (lease agreement).

2.     Untuk memeriksa apakah Beban yang mempunyai kegunaan untuk tahun berikutnya sudah

dicatat sebagai Beban dibayar di muka.Maksudnya adalah auditor harus memeriksa apakah

bagian yang belum expired (mempunyai kegunaan untuk periode yang akan datang) tidak

dibebankan sebagai Beban, tetapi dicatat sebagai Beban dibayar di muka.


3.     Untuk memeriksa apakah Beban dibayar di muka yang mempunyai kegunaan untuk tahun

berjalan telah dibebankan/dicatat sebagai Beban tahun berjalan.Maksudnya adalah auditor

harus memeriksa apakah bagian yang expired (masa manfaatnya sudah berlalu) sudah

dibebankan sebagai Beban tahun berjalan.

4.   Untuk memeriksa apakah penyajian Beban dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (paybudi)/ PSAK.Biasanya Beban

dibayar di muka yang mempunyai masa manfaat kurang dari atau sama dengan satu tahun

disajikan sebagai harta lancar, sedangkan yang masa manfaatnya lebih dari sat tahun

disajikan sebagai aktiva tak lancer.

4. Prosedur Pemeriksaan Beban Dibayar di Muka

Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur compliance test dan prosedur subtantive test.

Pembahasan prosedur pemeriksaan untuk substantive test akan dibagi dalam beberapa bagian,

yaitu sewa dibayar di muka, premi asuransi dibayar di muka, Beban advertensi dibayar di muka .

Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan

kondisi perusahaan yang diaudit.

Prosedur Pemeriksaan Untuk Compliance Test :

1.     Pelajari dan evaluasi internal control atas pajak yang dibayar di muka:

a) Dalam hal ini internal control questionnaires yang dipergunakan tercakup dalam

internal control questionnaires atas pengeluaran kas dan bank :

 Apakah setiap pembayaran yang menyangkut pajak dibayar di muka

didukung oleh bukti-bukti sah dan lengkap.

 Apakah pembayaran tersebut diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang

berwenang.
 Apakah bukti setoran pajak, faktur pajak masukan, bukti pemotongan

pajak oleh pihak ketiga di file dengan baik dan rapi.

 Apakah lease agreement, insurance policy di file dengan baik dan rapi.

b)     Lakukan test transaksi (compliance test) atas Beban. Yang digunakan sebagai sample

biasanya adalah bukti pengeluaran kas dan bank dan sample cukup dipilih secara

random.

2.     Tarik kesimpulan mengenai internal control atas Beban.

Jika dari test transaksi auditor tidak menemukan sesuatu kesalahan, maka auditor bisa

menyimpulkan bahwa internal control atas pajak dibayar di muka berjalan efektif. Karena

itu subtantive test atas perkiraan pajak dibayar di muka bisa di persempit.

Prosedur Pemeriksaan Subtantive Sewa Dibayar di Muka ( Prepaid Rent )

1.      Minta rincian (schedule) prepaid rent per tanggal neraca.

2.      Check ketelitian perhitungan mathematic (mathematical accuracy).

3.     Cocokkan saldo prepaid rent per tanggal neraca dengan saldo buku besar (general ledger)

prepaid rent.

4.      Cocokkan saldo awal prepaid rent dengan kertas kerja pemeriksaan tahun lalu.

5.      Lakukkan vouching untuk pembayaran prepaid rent di tahun berjalan dan pemeriksaan

lease agreement( jika sudah dilakukan di compaliance test, refer ke kertas kerja

compliance test ).

6.      Tie-upltie-in (cocokkan) total yang dibebankan sebagai Beban sewa ke buku besar Beban

sewa.Dalam hal ada Beban sewa yang langsung dibebankan ke perkiraan Beban sewa

(tanpa melalui prepaid rent), jumlah Beban sewa di buku besar akan terlihat lebih besar.

7.     Buat usulan audit adjustment jika diperlukan.


Prosedur Pemeriksaan Substantive Premi Asuransi Dibayar di Muka (Prepaid

Insurance)

1.      Minta rincian prepaid insurance per tanggal neraca.

2.      Check mathematical accuracy.

3.      Cocokkan saldo prepaid insurance per tanggal neraca dengan saldo buku besar (general

ledger) prepaid insurance.

4.      Cocokkan saldo awal prepaid insurance dengan kertas kerja pemeriksaan tahun lalu.

5.      Lakukkan vouching untuk pembayaran premi asuransidi tahun berjalan, perhatikan apakah

ada discount untuk pembayaran tersebut.

6.      Periksa polis asuransi dan cocokkan data dalam polis asuransi dengan rincian prepaid

insurance.

7.      Tie-up total yang dibebankan sebagai Bebanasuransi ke buku besar Beban asuransi.

8.      Periksa apakah nilai pertanggungan ( insurance coverage ) cukup atau tidak dalam arti

tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

9.      Perhatikan apakah di dalam polis asuransi terdapat BANKER’S CLAUSE, maksudnya

apakah dalam polis asuransi tersebut ada salah satu pasal yang menyebutkan bahwa kalau

terjadi klaim, karena yang diasuransikan terbakar atau hilang, maka ganti rugi harus

dibayarkan kepada bank.

10.  Buat usulan audit adjustment jika diperlukan.

Prosedur Pemeriksaan Substantive Prepaid Advertising :


1.      Minta rincian prepaid Advertising per tanggal neraca.

2.      Check footing dan cocokkan saldo akhir prepaid advertising ke buku besar dan saldo awal

ke kertas kerja pemeriksaan tahun lalu.

3.      Periksa bukti pembayaran dan surat perjanjian ( untuk iklan di tv/radio/bill board ) dan

bukti pembelian ( untuk barang-barang souvenir ).

4.      Periksa kebenaran pembebanan ke Beban; untuk barang-barang souvenir harus dilakukan

stock opname ( perhitungan fisik ) pada akhir tahun.

Di dalam top schedule biasanya si auditor harus mencantumkan kesimpulan dari hasil

pemeriksaan atas perkiraan tersebut, apakah menurut pendapat auditor, perkiraan tersebut

disajikan secara wajar atau tidak.

5. Contoh kasus Beban Dibayar di Muka

Mula-mulanya transaksi yang terjadi di dalam kasus beban dibayar di muka ini dianggap

sebagai harta.  Tetapi seiring waktu berjalan harta ini akan menjadi beban. Disini kami akan

memberikan contoh agar semuanya tidak terlihat terlalu rumit.

Contoh: Sewa dibayar di muka adalah salah satu contoh  beban dibayar di muka. Misalnya

ada jasa penyewaan ruko. Saat salah satu ruko laku tersewa, sewa itu akan tercatat sebagai harta.

Tetapi seiring waktu berjalan menuju akhir periode sewa, harta ini akan tercatat sebagai beban.

Beban ini akan dibukukan di akhir periode akuntansi.

Beban dibayar di muka dapat dicatat dalam bentuk harta (sewa dibayar di muka)

atau beban (beban sewa).
Contohnya pada tanggal 1 Agustus 2011, dibayar sewa ruko untuk masa 1 tahun seharga

Rp.60.000.000. Ketika dibukukan sebagai harta akan terlihat seperti ini:

Sewa ruko dibayar di muka Rp.60.000.000

            Kas Rp.60.000.000

Sedangkan untuk jurnal penyesuaiannya, kita harus melihat periode akuntansi sang

perusahaan sendiri. Misalkan akhir periodenya adalah 31 Desember 2011, maka sewa ruko yang

menjadi beban pada 31 Desember 2011 adalah 5/12 x Rp.60.000.000 = Rp.25.000.000. Inilah

jurnal penyesuaiannya:

Beban sewa ruko Rp.25.000.000

           Sewa ruko dibayar di muka Rp.25.000.000

Bila transaksi sewa dibayar di muka dicatat sebagai beban, maka jurnalnya akan terlihat

seperti ini:

Beban sewa ruko Rp.60.000.000

            Kas Rp.60.000.000

Lalu, untuk membuat jurnal penyesuaiannya kita harus menghitung bagian dari sewa itu

yang masih menjadi sewa dibayar di muka pada akhir periode akuntansi. Atau dengan kata lain,

sisa nilai dari waktu penyewaan ruko. Yaitu, 7/12 x Rp.60.000.000 = Rp.35.000.000. Inilah

jurnal penyesuaiannya:

Sewa ruko dibayar di muka Rp.35.000.000

            Beban sewa Rp.35.000.000

Audit Persediaan
Audit Persediaan adalah merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya
cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu,
biasanya akun persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas
laporan keuangan perusahaan.

Adapun tujuan utama pemeriksaan persediaan adalah untuk menentukan bahwa :

- Persediaan secara fisik benar-benar ada

- Prosedur pisah batas (cut-off) persediaan telah dilakukan dengan memuaskan

- Persediaan telah dinilai sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PSAK) yang
diterapkan secara konsisten

- Persediaan yang bergerak lambat (slow moving), usang, rusak, dapat diidentifikasika
dengan tepat dan dicadangkan dalam jumlah yang memadai

- Penghitungan matematis dalam daftar persediaan telah dibuat dengan cermat · Persediaan
yang dijaminkan telah diidentifikasikan dan diungkapkan dengan jelas dalam catatan atas
laporan keuangan

Walaupun tujuan-tujuan audit yang disebutkan di atas diarahkan terutama atas eksistensi dan
valuasi persediaan dalam neraca, tetapi auditor harus selalu ingat bahwa audit terhadap akun
persediaan yang dilakukannya harus berhubungan dengan harga pokok penjualan dan akun-akun
terkait lainnya dalam laporan laba rugi.

Beberapa tahapan prosedur audit yang harus dilakukan auditor dalam melakukan pemeriksaan
atas akun persediaan diantaranya adalah :

1. Pemahaman Bisnis Klien – kecukupan pemahaman atas bisnis perusahaan merupakan


dasar terhadap audit persediaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh auditor
melalui Kuesioner Pemahaman Bisnis dan Jenis Usaha Klien akan memberikan auditor
pemahaman mengenai aspek-aspek unik dari bisnis dan jenis usaha, seperti faktor
musiman dan siklus, sifat dari keuangan, metode dan kebijaksanaan penjualan, kondisi
persaingan usaha, bahan baku dan sumbernya, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang
berkaitan dengan kebijaksanaan operasi perusahaan serta karakteristik sistim informasi
termasuk metode costing. Pemahaman ini memungkinkan auditor untuk mencapai
kesimpulan mengenai aspek-aspek laporan keuangan sehubungan dengan persediaan.

2. Penilaian Pengendalian Intern – tujuan pengendalian intern atas persediaan adalah


untuk meyakinkan bahwa (a) adanya pengendalian yang memadai terhadap mutasi
persediaan, (b) semua transaksi persediaan telah dicatat dan diklasifikasikan dengan
tepat, (c) penghitungan fisik persediaan telah dijalankan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan, (d) harga perolehan persediaan telah ditentukan dengan tepat, (e)
penyesuaian atas persediaan yang bergerak lambat (slow moving), usang dan rusak telah
dilakukan dengan tepat.

3. Pengujian Substantif – tujuan utama pengujian substantif terhadap persediaan adalah


untuk memberikan bukti nyata dari keberadaan dan penilaian persediaan. Pengujian ini
meliputi observasi dan pengujian penghitungan fisik (stock taking), pengujian ringkasan
dan pengujian harga.

Observasi dan Pengujian Fisik Persediaan

Observasi penghitungan fisik merupakan prosedur pemeriksaan umum. Keikutsertaan auditor


pemeriksa dalam penghitungan fisik dan observasinya akan memberikan kepuasan dalam menilai
metode penghitungan fisik yang dilakukan dan ketaatan perusahaan atas penyajian kuantitas
serta kondisi fisik persediaan.

Apabila auditor tidak dapat melakukan observasi atas penghitungan fisik persediaan karena
adanya pembatasan pemeriksaan, maka auditor dapat memberikan pendapat dengan kualifikasi
atau tidak memberikan pendapat sama sekali atas laporan keuangan perusahaan yang
diperiksanya.

Ada beberapa metode penghitungan fisik persediaan, antara lain :

1. Penghitungan fisik secara menyeluruh yang dilaksanakan setahun sekali pada tanggal neraca
atau pada tanggal tertentu yang dihadiri auditor.

2. Penghitungan yang kontinue yang dilakukan atas seluruh persediaan sekurang-kurangnya


sekali dalam setahun

3. Penghitungan ulang atas semua seksi yang terbesar dengan menghitung sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun untuk seksi-seksi lainnya.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 331 mengenai “Sediaan” mengatur
mengenai penghitungan fisik persediaan yang dilakukan oleh auditor.

Dalam paragraf 3 diatur bahwa jika kuantitas sediaan hanya ditentukan melalui penghitungan
fisik, dan semua penghitungan dilakukan pada tanggal neraca atau pada suatu tanggal dalam
periode yang tepat, baik sebelum maupun sesudah tanggal neraca, maka perlu bagi auditor untuk
hadir pada saat penghitungan fisik sediaan dan, melalui pengamatan, pengujian dan permintaan
keterangan memadai, untuk meyakinkan dirinya tentang efektivitas metode penghitungan fisik
sediaan dan mengukur keandalan yang dapat diletakkan atas representasi klien tentang kuantitas
dan kondisi fisik sediaan.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan auditor dalam penghitungan fisik persediaan,
diantaranya adalah :
1. Selama penghitungan fisik persediaan, auditor harus memastikan bahwa pengendalian atas
prosedur pemasukan dan pengeluaran barang atau pergerakan intern barang selama penghitungan
berlangsung telah diikuti sebagaimana mestinya, untuk menilai kecermatan pisah batas (cut-off)
yang telah dilakukan. Jika memungkinkan, sebaiknya proses produksi dihentikan sementara
selama berlangsungnya penghitungan fisik persediaan ataupun penghitungan fisik dilakukan
pada saat tidak adanya kegiatan penerimaan maupun pengeluaran barang di gudang.

2. Auditor harus memperhatikan kemungkinan adanya barang konsinyasi (titipan) yang bukan
menjadi milik perusahaan, barang jaminan dan lainnya

3. Kemungkinan adanya persediaan yang tidak berada dalam pengawasan perusahaan, misalnya
barang yang berada di lokasi gudang umum, barang yang dipegang oleh penjual, barang
konsinyasi dan lainnya. Untuk jenis persediaan ini, prosedur audit yang harus dilakukan adalah
dengan melakukan konfirmasi langsung secara tertulis ataupun dengan penghitungan fisik.

4. Auditor harus memastikan bahwa persediaan dalam perjalanan benar-benar belum diterima
sampai pada saat penghitungan fisik persediaan berlangsung.

Jika penghitungan fisik persediaan dilakukan setelah tanggal neraca, auditor harus melakukan
tarik mundur (draw back) hasil penghitungan fisik persediaan ke saldo tanggal neraca. Prosedur
ini terutama diperlukan untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa pencatatan saldo
persediaan pada tanggal neraca telah sesuai dengan fisik persediaan yang ada di gudang.

Pengujian atas Penentuan Harga Pokok Persediaan

Harga pokok persediaan umumnya ditentukan dengan metode rata-rata, FIFO ataupun LIFO.

Dalam meakukan pemeriksaan atas akun persediaan, auditor harus melakukan pengujian untuk
memperoleh keyakinan memadai bahwa metode yang digunakan dalam menilai persediaan telah
sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan.

Kuesioner Pengendalian Intern Persediaan

Kuesioner berkaitan dengan pengendalian intern persediaan di gudang yang biasanya ditanyakan
oleh auditor selama berlangsungnya pemeriksaan diantaranya adalah :

- apakah persediaan dipisahkan secara memadai antara bahan baku, barang dalam proses,
bahan pembantu maupun barang jadi

- apakah terdapat pengamanan yang cukup terhadap pencurian, kerusakan, kebakaran,


banjir maupun risiko lainnya

- apakah persediaan berada di bawah pengawasan penjaga gudang

- apakah gudang tempat penyimpanan barang hanya dapat dimasuki oleh petugas gudang
- apakah barang dalam gudang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan bukti permintaan dan
bukti pengeluaran barang yang telah disetujui oleh pejabat berwenang

- apakah ada prosedur/pengawasan barang masuk atau keluar gudang, seperti penjaga
pintu, pengecekan ulang antara barang di truk dengan dokumen bersangkutan dan lainnya

- jika perusahaan menggunakan sistim persediaan perpetual, apakah pencatatan di kartu


persediaan dibuat terpisah untuk masing-masing kelompok persediaan

- apakah orang yang melaksanan pencatatan pada kartu persediaan bukan orang yang
berfungsi sebagai penjaga gudang

- apakah secara periodik, jumah barang yang ada di kartu persediaan dicocokkan dengan
buku besar

- apakah saldo persediaan dihitung secara fisik sekurang-kurangnya setahun sekali dan
dicocokkan dengan kartu persediaan.

PEMERIKSAAN SIKLUS PERSEDIAAN

Persediaan terdiri dari berbagai bentuk yang berbeda, tergantung pada sifat kegiatan usaha. Audit
atas persedian sering kali merupakan bagian audit yang rumit dan memakan banyak waktu,
karena:

a. Pada umunya persediaan merupakan jenis perkiraan yang besar di dalam neraca, dan
sering merupakan unsur terbesar dari keseluruhan modal kerja (working capital account)

b. Persediaan berada pada lokasi yang berbeda, yang menyulitkan pengendalian secara fisik
serta penghitungannya

c. Keanekaragaman jenis persediaan menyebabkan berbagai kesulitan bagi auditor

d. Penilaian atas persediaan juga selalu menyulitkan karena adanya faktor keuangan dan
kebutuhan untuk mengalokasikan biaya-biaya pabrik ke dalam persediaan

e. Adanya beberapa metode penilaian persediaan yang dapat digunakan, tapi setiap klien
tertentu harus menggunakan satu metode secara konsisten dari tahun ke tahun

Sifat dasar audit atas siklus persediaan adalah eratnya hubungan siklus ini dengan siklus-siklus
transaksi lain di dalam organisasi tersebut. Hubunganya dengan siklus perolehan dan
pembayaran serta siklus penggajian dan personalia dilihat dari pendebitan-pendebitan ke dalam
perkiraan bahan baku, tenaga kerja langsung (direct labour), dan overhead pabrik (manufacturing
overhead) dalam bentuk-T. Hubungannya dengan sikluspenjualan dan penagihan dapat dilihat
dari pengurangan barang jadi dan pembebanan ke harga pokok penjualan.

FUNGSI BISNIS DALAM SIKLUS PERSEDIAAN DAN DOKUMEN TERKAIT

1. Mengolah Order Pembelian

Setiap permintaan pembelian (purchase requisition) digunakan untuk meminta bagian pembelian
membuat order atas persediaan. Permintaan dapat diajukan oleh karyawan bagian gudang
penyimpanan jika persediaan telah dalam jumlah untuk memesan kembali atau untuk memenuhi
pesanan khusus.

2.     Menerima Bahan yang Baru

Setiap bahan yang diterima harus diperiksa jumlah dan kualitasnya. Bagian penerimaan barang
membuat laporan penerimaan barang yang menjadi bagian dari dokumen penting sebelum
pelunasan dilakukan.

3.     Menyimpan Bahan Baku

Bahan-bahan yang disimpan di gudang dikeluarkan dari gudang ke bagian produksisetelah


adanya penyerahan permintaan bahan yang disetujuisebagaimana mestinya, order pekerjaan, atau
dokumen sejenisnya yang menunjukkan jenis dan jumlah unit bahan yang dibutuhkan.

4.     Mengolah Barang

Penentuan jenis dan jumlah barang yang akan diproduksi pada umumnya didasarkan pada order-
order spesifik dari langganan, ramalan penjualan (sales forecast), tingkat persediaan barang jadi
yang telah ditetapkan sebelumnya, dan pelaksanaan kegiatan produksi yang ekonomis.

5.     Menyimpan Barang Jadi

Dalam perusahaan dengan pengendalian intern yang baik, barang jadi disimpan di tempat
terpisah dengan akses yang terbatas, di bawah pengendalian secara fisik. Pengendalian barang
jadi sering dipandang sebagai bagian dari siklus penjualan dan penagihan.

6.     Mengirim Barang jadi

Sebagai bagian integral dari siklus penjualan dan penagihan, setiap pengiriman atau transfer
harus diotorisasi melalui dokumen pengiriman.

Tabel 1. Fungsi Bisnis dalam Siklus Persediaan dan Dokumen Terkait

NO. FUNGSI-FUNGSI DALAM SIKLUS DOKUMEN YANG BERHUBUNGAN


PERSEDIAAN
1. Mengolah order pembelian  Permintaan pembelian, order pembelian

2. Menerima bahan yg baru Laporan penerimaan barang, faktur rekanan

3. Menyimpan bahan baku  Catatan perpetual bahan baku

4. Mengolah barang Permintaan bahan baku, catatan akuntansi


biaya
5. Menyimpan barang jadi    Catatan perpetual barang jadi, catatan
akuntansi biaya
6. Mengirim barang jadi Dokumen pengiriman, catatan perpetual
barang jadi, catatan akuntansi biaya

TAHAP-TAHAP AUDIT PERSEDIAAN

Tujuan menyeluruh dari audit atas persediaan adalah untuk menetapakan bahwa bahan baku,
barang dalam proses, barang jadi, dan harga poko penjualan telah dinyatakan secara wajar di
dalam laporan keuangan. Ada 4 aspek yang menjadi perhatian auditor dalam menetapkan jenis
pengujian yang akan dilakukan yaitu :

1.    Pengendalian fisik terhadap persediaan

Pengujian auditor mengenai kecukupan pengendalian fisik terhadap bahan baku, barang dalam
proses, dan barang jadi harus terbatas pada pengamatan dan penyelidikan.

2.    Dokumen-dokumen dan catatan untuk transfer persediaan

Perhatian utama auditor dalam verifikasi transfer persediaan dari satu lokasi ke lokasi yang lain
adalah bahwa transfer yang dicatat adalah sah, transfer yang benar-benar terjadi telah dicatat, dan
kuantitas, uraian serta tanggal dari setiap transfer yang dicatat tersebut adalah akurat.

3.    Catatan perpetual

Terdapatnya catatan persediaan perpetual yang memadai berpengaruh terhadap waktu dan luas
pemeriksaan fisik yang dilakukan auditor atas persediaan. Jika catatan perpetual dapat
diandalkan, memungkinkan untuk menguji persediaan fisik sebelum tanggal neraca,
penghematan biaya bagi auditor maupun klien dan memungkinkan klien memperoleh laporan
keuangan yang diaudit lebih awal.

4.    Catatan mengenai biaya per unit

Catatan akuntansi biaya yang memadai harus dipadukan dengan kegiatan produksi dan catatan
akuntansi lain agar dapat menghasilkan biaya yang akurat untuk semua hasil produksi. Sistem
akuntansi biaya mempunyai hubungan dengan auditor karena penilaian persediaan akhir
tergantung pada perancangan dan penggunaan sistem yang tepat.

Pengujian rincian saldo untuk persediaan terdiri dari:

1. Menilai materialitas dan risiko inheren dari persediaan

2. Menilai risiko pengendalian untuk beberapa sikluS

3. Merancang dan melaksanakan pengujian pengendalian, pengujian substantif atas


transaksi dan prosedur analitis untuk beberapa siklus

4. Merancang dan melaksanakan prosedur analitis untuk saldo persediaan

5. Merancang pengujian rincian saldo persediaan untuk memenuhi tujuan-tujuan audit


yang spesifik seperti : prosedur audit, besar sampel, item yang dipilih, dan waktu
audit

Hasil pengujian dari beberapa siklus selain siklus persediaan dan pergudangan akan
mempengaruhi pengujian rincian atas saldo-saldo persediaan. Dua aspek pengujian rincian saldo
secara terpisah yaitu : observasi fisik dan penetapan harga serta kompilasi.

Observasi Fisik

Penting bagi auditor independen untuk hadir pada saat penghitungan dan observasi, pengujian
dan tanya jawab yang sesuai untuk mengetahui keefektifan metode penghitungan persediaan
(inventory taking) dan ukuran (tingkat) keandalan yang mungkin diberikan pada pernyataan
klien mengenai kuantitas dan kondisi fisik persediaan. Klien bertanggung jawab menetapkan
prosedur-prosedur untuk melakukan penghitungan fisik yang akurat dan untuk melakukan
penghitungan dan pencatatan secara aktual. Auditor bertanggung jawab mengevaluasi dan
mengamati setiap prosedur fisik klien dan menarik kesimpulan mengenai kecukupan dari
persediaan fisik. Seandainya persediaan yang alam kegiatan sehari-hari perusahaan berada di
gudang umum atau para penyimpan pihak luar lainnya, maka konfirmasi tertulis dari
penyimpanan tersebut dapat diterima dengan syarat bahwa apabila jumlah yang terkandung
menunjukkan proporsi yang signifikan dari aktiva lancar atau keseluruhan aktiva tetap,
keterangan-keterangan tambahan harus dibuat untuk meyakinkan auditor independen mengenai
tindak kejujuran dalam situasi tersebut.

Pengendalian

Dalam kaitannya dengan penghitungan fisik persediaan klien, prosedur pengendalian yang
memadai terdiri dari instruksi-instruksi mengenai penghitungan fisik yang cermat, pengawasan
oleh petugas yang bertanggung jawab, verifikasi intern yang independen terhadap setiap
penghitungan, rekonsiliasi independen terhadap penghitungan fisik dengan catatan perpetual, dan
adanya pengendalian yang mencakup kartu-kartu atau formulir-formulir penghitungan.
Keputusan Audit

Keputusan audit terdiri dari :

a.     Waktu (timing)

Auditor memutuskan apakah penghitungan fisik dapat dilakukan sebelu akhir tahun terutama
berdasarkan keakuratan catatan persediaan perpetual.

b.     Besar Sampel

Besar sampel (sample size) dalam pengamatan fisik baisanya mustahil dinyatakan dalam bentuk
jumlah item sebab penekanan selama pengujian terletak pada pengamatan terhadap prosedur-
prosedur klien dan bukan pada pemilihan item tertentu untuk diuji.

c.     Pemilihan Jenis Item

Pemilihan jenis item/barang tertentu untu diuji merupakan suatu bagian keputusan audit yang
penting dalam observasi persediaan meliputi; pengamatan jenis barang yang paling signifikan
dan sampel yang mewakili jenis persediaan yang khas, persediaan yang rusak atau usang, dan
alasan-alasan pengecualian jenis barang yang material oleh pihak manajemen.

Pengujian Observasi Fisik

Bagian yang paling penting dari pengamatan atas persediaan adalah penentuan apakah
perhitungan fisik telah dilakukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk klien.

Audit atas Penetapan Harga dan Kompilasi

Penetapan harga mencakup semua jenis pengujian harga satuan klien untuk menentukan apakah
hal-hal itu telah benar. Kompilasi mencakup semua pengujian atas ikhtisar dari perhitungan fisik,
hasil perkalian harga dengan kuantitas, penjumlahan dari ikhtisar persediaan, dan penelusuran
jumlah persediaan keseluruhannya ke buku besar.

Pengendalian atas Penetapan Harga dan Kompilasi

Pengendalian intern yang penting adalah penggunaan sistem biaya standar yang menunjukkan
setiap varians dalam biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead pabrik dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi produksi.

Pengendalian intern kompilasi dibutuhkan untuk memberikan sarana guna memastikan bahwa
perhitungan fisik telah diikhtisarkan sebagaimana mestinya, ditetapkan harganya dengan jumlah
yang sama dengan catatan satuannya, adanya perkalian dan penjumlahan yang benar, dan
dimasukkan ke dalam buku besar dengan jumlah yang tepat.
Prosedur Penetapan Harga dan Kompilasi

Dalam membahas prosedur penetapan harga dan kompilasi, tujuan spesifik terhadap pengujian
rincian saldo juga sangat bernanfaat. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:

Kelayakan secara menyeluruh yaitu saldo persediaan, rincian yang terdapat dalam daftar
persediaan dan saldo-saldo perhitungan yang berhubungan adalah layak.

Tujuan khusus  yaitu berkaitan dengan asersi penilaian dan pengalokasian, keberadaan dan
keterjadian, serta kelengkapan.

Penilaian atas Persediaan

Dalam melaksanakan pengujian atas penetapan harga, ada 3 hal yang sangat penting mengenai
metode penetapan harga klien, yaitu: metode tersebut harus sesuai dengan PABU, penerapan
metode tersebut harus konsisten dari tahun ke tahun, dan harga pokok pengganti (replacement
cost) dibanding dengan nilai pasar harus dipertimbangkan.

Penetapan harga persediaan yang berasal dari pembelian

Jenis persediaan pokok yang termasuk dalam kategori ini adalah bahan baku, suku cadang yang
dibeli, dan perlengkapan. Pertimbangan pertama yaitu pada metode penilaian persediaan yang
digunakan apakah FIFO atau LIFO, rata-rata tertimbang atau yang lain. Selain itu, juga
menyelidiki apakah ongkos angkut, penyimpanan, potongan, dan lainnya juga termasuk dalam
nilai persediaan.

Penetapan harga persediaan yang diproduksi sendiri

Dalam menetapkan harga barang dalam proses dan barang jadi, auditor harus memperhatikan
biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
audit atas barang yang diproduksi sendiri lebih rumit dibandingkan dengan audit atas persediaan
dari pembelian.

PROSEDUR ANALITIKAL

Prosedur anlitik itu penting pada audit atas persediaan dan pergudangan dan juga pada siklus
siklus lain. Tabel dibawah ini mencantumkan beberapa prosedur analitik yang umum di
pakai,dan kemungkinan salah saji yang diindikasikan jika ada fluktuasi. Beberapa dari prosedur
analitik dibawah dibahas pada silkus lainnya. Contoh adalah persentase marjin kotor.

PROSEDUR ANALITIK UNTUK SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN

Prosedur analitik    Kemungkinan salah saji


Bandingkan persentase marjin kotor dengan tahun sebelumnya. Salah saji atau kurang saji
persediaan dan harga pokok penjualan.

Bandingkan perputaran persediaan (Harga pokok penjualan dibagi dengan persediaan rata-rata)
dengan tahun sebelumnya.    Investasi keusangan persediaan yang mempengaruhi persediaan dan
harga pokok penjualan. Salah saji atau kurang saji persediaan

Bandingkan persediaan biaya perunit dengan tahun sebelumnya    Salah saji atau kurang saji
biaya perunit, yang mempengaruhi persediaan dan harga pokok penjualan

Bandingkan nilai persediaan yang diperluas denan tahun sebelumnya    Salah saji dalam
kompilasi, biaya perunit, atau pengalian, yang mempengaruhi persediaan dan harga pokok
penjualan

Bandingkan biaya produksi tahun berjalan dengan tahun sebelumnya (biaya variabel harus
disesuaikan jika ada perubahan volumen)    Salah saji biaya perunit persediaan, khususnya biaya
tenaga kerja langsung dan overhead pabrik, yang mempengaruhi persediaan dan HPP

METODE UNTUK MERANCANG UJI DETAIL TRANSAKSI

Tahap I

•    Identifikasi resiko bisnis klien yang mempengaruhi siklus persediaan dan pergudangan.

•    Tentukan salah saji yang dapat ditolerir dan nilailah resiko bawaan untuk siklus persediaan
dan pergudangan

•    Nilailah resiko pengendalian untuk beberapa silklus.

Tahap II

•    Rancang dan laksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi
untuk siklus persediaan dan pergudangan.

Tahap III

•    Rangcang dan laksanakan prosedur analitik untuk siklus persediaan dan pergudangan

•    Rancang pengujian terinci atas persediaan untuk memenuhi tujuan audit yang terkait saldo
yang terdiri dari :

a.    Prosedur audit


b.    Besar sampel

c.    Unsur yang dipilih

d.    Waktu

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK PERSEDIAAN

Memperoleh pemahaman atas bisnis klien bahkan lebih penting untuk persedian dibandingkan
untuk kelayakan aspek audit karena persediaan bervariasi sangat signifikan untuk perusahaan
yang berbeda. Pemahaman yang baik mengenai bisnis klien dan industrinya memungkinkan
auditor menanyakan dan membahas masalah semacam penilaian persediaan, potensi keusangan,
dan adanya persediaan konsinyasi yang bercampur baur dengan persediaa milik sendiri. Titik
awal yang berguna untuk lebih mengenal persediaan klien yaitu auditor melakukan pemeriksaan
ke fasilitas milik klien termasuk bagian penerimaan, bagian penyimpanan, produksi, perencanaan
dan pembukuan.

Sebagai bagian dari perolehan pemahaman mengenai dampak bisnis dan industri klien pada
persediaa didalam tahap perencanaan audit, auditor tersebut harus menilai resiko bisnis klien.
Terdapat sumber yang signifikan mengenai resiko bisnis yan terkait dengan persediaan karena
adanya faktor semacam siklus produk yangpendek dan resiko keusangan, penggunaan persediaan
JIT dan teknik manajemen saluran pasokan lain, ketergantungan pada sedikit pemasok dan
penggunaan teknologi pengelolaan yang canggih.

Setelah melakukan penilaian resiko bisnis, auditor selanjutnya selanjutnya menetapkan salah saji
yang ditolerir, dan menilai resiko bawaan untuk persediaan. Persediaa biasanya salah satu dari
unsur paling material didala laporan keuangan untuk perusahaan manufaktur, grosir dan eceran.
Risiko bawaan seringkali dinilai relatif tinggi tingkatannya untuk perusahaan yang persediaannya
signifikan. Persediaan dapat disimpan dibanyak lokasi, sehingga akan meningkatkan
kekhawatiran tentang keberadaan persediaan, termasuk potensi untuk kecurian. Penilaian harga
persediaan sering kali kompleks, sehingga meningkatkan risiko salah saji untuk tujuan akurasi.
Terdapat juga kekhawatiran mengenai keusangan persediaan, yang berhubungan dengan tujuan
nilai bersih yang dapat direalisasi. Dalam menilai resiko pengendalian, auditor terutama tertarik
pada pengendalian intern atas catatan perpectual, pengendalian fisik, perhitungan persediaan dan
penilaian harga persediaan. Sifat dan luasnya pengendalian sangant bervariasi dari satu
perusahaan ke perusahaan lainnya. Catat bahwa hasil pengujian dari beberapa siklus selain
persediaan dan pergudangan juga mempengaruhi pengujian terinci atas saldo untuk persediaan.

Proses pencatatan fisik

Auditor diharuskan melaksanakan pengujian pengamatan fisik atas persediaan sejak


dikemukakanyya kecurangan yang besar di tahun 1938 di McKesson & Robbins Company,
perusahaan itu membukukan jumlah persediaan fiktif yang signifikan. Hal ini mungkin karena
auditor tidak mengamati fisik persediaan. Hal penting dalam ketentuan SAS 1 adalah perbedaan
antara pengamatan terhadap penghitungan persediaan fisik dan tanggung jawab untuk melakukan
perhitungan. Klien bertanggung jawab menyusun prosedur yang akurat untuk pehitungan fisik
persediaan, serta betul-betul melakasanakannya dan membukukannya. Tanggung jawab auditor
adalah mengevaluasi dan mengamati prosedur fisik klien tadi dan mengambil kesimpulan
mengenai keberadaan persediaan fisik. Ketentuan pemeriksaaan fisik itu tidak dapat diterapkan
ke persediaan di dalam gudang umum. Persediaan di dalam gudang umum atau yang dilakukan
pihak luar lainnya biasanya diversifikasi melalui konfirmasi terhadap orang terebut. Akan tetapi,
jika jumlah persediaan mrupakan bagian yang signifikan dari aktiva lancar atau total aktiva,
auditor harus menerapkan prosedur tambahan. Tambahan ini meliputi menginvestigasi kinerja
penjaga gudang, menerima laporan akuntan independen mengenai prosedur pengendalian
penjaga gudang atas barang yang di bawah tanggung jawabnyadan mengamati persediaan fisik
barang yang berada di bawah tanggung jawab penjaga gudang, seandainya itu praktis.

Apapun metode pembukuan persediaan klien, selalu ada perhitungan secara periodik atas
persediaan fisik yang ada. Klien mungkin melakukan perhitungan pada saat atau di sekitar
tanggal neraca, beberapa waktu sebelumnya, atau berdasarkan siklus sepanjang tahun. Dalam
hubungannya dengan perhitungan fisik persediaan, prosedur pengendalian yang memadai
mencakup petunjuk yang jelas mengenai perhitungan fisik, verifikasi intern yang independen
atas perhitungan, rekonsiliasi independen antara hasil perhitungan dengan perhitungan dengan
berkas induk perpetual,  dan pengendalian yang cukup mengenai kartu atau kertas kerja hasil
perhitungan.

Aspek penting dari pemehaman auditor mengenai pengendalian fisik persediaan klien adalah
pengendalian menyeluruh terhadapnya dari sejak persediaan itu ada. Hal ini perlu untuk
mengevaluasi evektifitas prosedur klien, tetpi itu juga memungkinkan auditor untuk memberikan
saran yang membangun kepada klien.

Keputusan audit dalam hal pengantan persediaan secara fisik umumnya sama dengan bidang
audit lainnya: memilih prosedur audit, menetapkan saat pelaksanaan, mentapkan besarnya
sampel dan memilih unsur yang akan diuji.

Saat pelaksanaan. Auditor memutuskan apakah pengamatan persediaan fisik dapat dilakukan
sebelum tanggan neraca, terutama berdasarkan akurasi berkas induk persediaan perpetual. Kalau
penghitungan persediaan fisik interim diijinkan, maka auditor saat itu mengamati dan sekaligus
menguji berkas persediaan perpetual untuk transaksi dari tanggal perhitungan hingga tanggal
neraca.

Besarnya sampel. Besarnya sampel yang diambil dalam pengamatan fisik biasanya tidak
mungkin dinyatakan dalam angka tertentu, karena penekanan dalam pengujian ini, adalah
pengamatan prosedur klien, bukannya memilih unsur tertentu untuk diuji. Cara mudah
memandang besarnya sampel dalam pengamatan persediaan fisik adalah berdasarkan total jam
kerja yang digunakan, bukan jumlah persediaan yang dihitung.

Pemilihan unsur. Pemilohan unsur tertentu untuk diuji adalah bagian terpenting dalam keputusan
audit pada pengamatan persediaan secara fisik. Kecermatan dibutuhkan untuk mengamati
perhitungan unsur yang paling signifikan dan sampel yang mewakili jenis persediaan tertentu,
menanyakan jenis barang yang mungkin mengalami kusangan atau rusak, dan mendiskusikan
dengan manajemen alasan unuk tidak mengikutkan barang tertentu yang material.

Tujuan audit terkait sado yang sama yang telah digunakan dalam bagian sebelumnya pada
pengujian terinci atas saldo memberka kerangka acuan untuk pembahasan pengujian pengamatan
persdiaan fisik. Tapi, sebelum membahas tujuan, perlu memahami beberapa komentar yang
belaku untuk semua tujuan. Bagian terpenting dari pengamatan persediaan yaitu menentukan
apakah perhitungan persediaan secara fisik yang dilakukan sesuai dengan instruksi klien atau
tidak. Prosedur audit pengujian terinci atas saldo yang umum dilakukan untuk pengamatan
persediaan secara fisik. Sebagai tambahan atas prosedur terinci, auditor harus menelusuri semua
bagian dimana persediaan digudangkan untuk memastikan bahwa semua persediaan telah
dihitung dan diberi kartu yang memadai.

KASUS 1

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).
Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan
yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal
yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa
overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated
persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated
persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian
BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah
melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan
pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam
No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m –
Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan
apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi
penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal
64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang
Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda
yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 –
Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional,
dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen
adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor
independen.

 
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31
Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan
keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM)
menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga
pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan
publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan
laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya
kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya
ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat
dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib
melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal.
Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor
mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik.
Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan,
karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif
atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara
untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan
kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001.
Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti
diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001
sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai,
pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa,
akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam
pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai
bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan
keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya
kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan
PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar
modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut
antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang
sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu
telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat
melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun,
kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya
ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu
Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia
Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi
Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati
para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat
tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai
lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari
bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah
melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah
campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud
mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM
selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan
pemberian opini atas laporan keuangan klien.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari
segi kepentingan stakeholder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa
audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu
melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena
kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan
nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit.
Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko
manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang
telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun
publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya
kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit,
hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.

Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan
dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan.
Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun
hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh
KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta
menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko
etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa
kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam
pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior
sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan
menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas,
dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan
perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari
dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari
kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang
dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para
stakeholder HTM.

KASUS 2

Dua sahabat; Suzette Washington (SW) dan Paula Kaye (PK) bekerja pada sebuah toko
pakaian bernama Bertolini’s, yang melayani pakaian remaja pria dan wanita. Keduanya masih
berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Amerika Tenggara, yang letaknya
tidak jauh dari Bertolini’s. Suzette Washington (SW) adalah seorang mahasiwa jurusan
akuntansi, sedangkan Paula Kaye (PK) kuliah di jurusan pemasaran. Di Bertolini’s, Suzette
Washington (SW) bekerja sebagai karyawan di bagian persediaan, sedangkan Paula Kaye (PK)
sebagai karyawan di bagian pemasaran. Dalam perusahaan tersebut, selain bagian personalia,
hampir seluruh karyawannya masih berstatus sebagai mahasiwa.
Suatu ketika, perusahaan mulai mengalami penyusutan jumlah persediaan pakaian pria
pada tiga departemen. Supervisor SW, yang merupakan asisten manajer toko, yakin bahwa ada
karyawan bagian penjualan yang telah melakukan pencurian. Dari rumor yang beredar di
perusahaan, terdapat dua orang karyawan, yaitu Alex (Al) dan Matt (M), sebagai pelaku
pencurian tersebut. Alex dan Matt mencuri beberapa barang setiap minggunya, yaitu berupa polo
shirt, dasi sutera, jean, dan terkadang juga beberapa barang mahal seperti sweater rajut dan jaket
sport.
Modus pencurian diketahui bahwa Alex menyembunyikan satu atau dua barang di dasar
tong sampah di bawah cash register nomor 2. Selanjutnya, Matt, yang setiap malam bertugas
membuang sampah ke luar, mengambil barang-barang yang disembunyikan tersebut dan
menyimpan di mobilnya. Atas rumor tersebut, Suzette Washington (SW) akan melaporkan ke
manajemen perusahaan, namun Paula Kaye (PK) tidak sependapat, dengan alasan hal itu hanya
berupa rumor, tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. Apabila dilaporkan ke manajer, akan
menimbulkan banyak pertanyaan, dan akan melibatkan polisi. Bahkan pada akhirnya orang akan
menemukan siapa yang mengatakan.
Namun demikian, sebulan kemudian, manajemen memperoleh surat kaleng yang
menyebutkan adanya dua orang pencuri dalam toko tersebut. Atas hal tersebut, Bertolini’s
menyewa detektif untuk menyelidiki masalah tersebut. Setelah dilakukan penyidikan diketahui
bahwa memang pencurian dilakukan oleh Alex dan Matt, dengan total nilai pakaian yang dicuri
selama lebih dari empat minggu adalah sebesar $500.
 
Atas permasalah tersebut dapat diketahui bahwa:
a.       Bertolini’s merupakan toko pakaian dengan skala besar, dan tentu saja mempunyai
karyawan yang banyak pula. Selain bagian personalia, sebagian besar karyawannya adalah
mahasiswa. Dengan demikian, karyawan yang berstatus mahasiwa bukan merupakan
karyawan tetap, sehingga memungkinkan kurangnya loyalitas karyawan terhadap
perusahaan. Dimana hal ini dapat terjadi karena mahasiswa yang bekerja di Bertolini’s,
tujuan utamanya mencari penghasilan untuk membiayai kuliah. Dengan demikian, rasa
memiliki terhadap perusahaan sangatlah kecil, atau bahkan tidak ada. Hal ini ditunjukkan
dengan tidak adanya keinginan dan keberanian dari karyawan yang mengetahui adanya
kecurangan dalam perusahaan untuk mengungkapkannya kepada manajemen perusahaan.
 
b.      Sistem pengendalian pada perusahaan masih sangat lemah. Hal ini diketahui dari adanya
penyusutan jumlah persediaan barang yang tidak wajar, yang tidak segera diketahui oleh
manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian persediaan barang pada perusahaan
serta pengendalian pendapatan masih sangat lemah. Dimana persediaan barang yang
berkurang tidak seimbang dengan jumlah barang yang terjual.
 
c.       Pihak manajemen perusahaan kurang tanggap terhadap permasalahan yang ada. Dimana
ditunjukkan dengan adanya rumor pencurian oleh karyawan, bahkan sudah diketahui pula
modusnya, namun tidak segera ditindaklanjuti oleh pihak manajemen. Namun, setelah
mendapat surat kaleng, barulah manajemen mulai bertindak. Sikap kehati-hatian manajemen
tersebut mengakibatkan manajemen kurang peka terhadap permasalahan dalam perusahaan.

PEMBAHASAN
a. Bila berada dalam situasi seperti yang dialami oleh Suzette Washington (SW) , maka hal
yang akan dilakukan adalah segera melaporkan kepada manajemen dan supervisor yang
bertindak sebagai asisten manajer toko. Karena pencurian terhadap persediaan yang
terjadi adalah material jumlahnya. Semakin cepat pencurian tersebut diketahui, akan
semakin cepat pula pengendalian internal diperbaiki dan aktiva perusahaan diamankan.
Jika hal tersebut dibiarkan dan tidak dilaporkan maka lama kelamaan akan dapat
menyebabkan kerugian.
b. Sangat tepat apabila Suzette Washington (SW) segera melaporkan pencurian tersebut
kepada manajer toko. Hal itu bukan merupakan hal yang tidak etis, namun merupakan
tindakan dalam rangka menjaga etika profesional seorang pegawai terhadap perusahaan
dimana ia bekerja selain itu agar going concern perusahaan tetap terjaga. Hendaknya
karyawan loyal terhadap perusahaan atau tempat dimana dia bekerja. Dalam etika
profesional terdapat prinsip-pinsip yaitu tanggung jawab, kepentingan publik, integritas,
objektivitas dan independensi, kecermatan dan keseksamaan, lingkup dan sifat jasa.
c. Bagian Accounting mempunyai tanggung jawab besar karena berhubungan dengan
keuangan dimana dia bertugas untuk mencatat, mengidentifikasi sampai dengan
melaporkannya. Oleh karena itu hendaknya haruslah orang yang jujur dan
bertanggungjawab agar tidak melanggar etika atau terjadi manipulasi terhadap laporan
keuangan perusahaan sehingga kredibilitas perusahaan dapat tetap terjaga. Dalam sebuah
perusahaan accounting akan menyusun neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan
modal dan arus kas. Dimana nantinya laporan keuangan tersebut akan dipublikasikan dan
digunakan oleh pengguna laporan keuangan yaitu manajemen, karyawan, bank, kreditur,
investor, pemerintah dll.
d. Bertolini mempunyai pengendalian intern yg kurang baik. Seharusnya :
- Ada pencatatan terhadap keluar masuknya persediaan
- Penyimpanan persediaan dan penggunaan gudang atau ruang yang terkunci
dengan akses yang terbatas pada orang-orang yang diberi otorisasi saja
merupakan hal yang penting dalam melindungi aktiva dan untuk meminimalkan
terjadinya pencurian.
- Seharusnya dilakukan perhitungan persediaan dan pengecekan jumlah barang di
setiap hari atau setiap minggu (secara periodik) yang independen,
pembandingannya dengan catatan tentang jumlah dan kepemilikan. Hal itu
dilakukan agar jika terjadi ketidaksesuaian antara kuantitas pesediaan yang
tercatat dengan kuantitas yang ada ditangan (terjadi kehilangan inventori) dapat
terdeteksi sedini mungkin.
- Komputer mengecek kesesuaian antara catatan tambahan dan akun-akun
pengendali karena nilai yang tercatat persediaan dalam buku besar pembantu atau
file induk mungkin tidak sesuai dengan akun-akun pengendali (untuk menjaga
kebenaran saldo persediaan)
- Di adakannya Inspeksi kondisi persediaan secara periodik, laporan aktivitas
persediaan periodik untuk menelaah kinerja manajemen. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pencatatan persediaan dengan jumlah yang melebihi nilai pasar
- Tingkat manajemen yang berwenang memantau tingkat produksi, biaya produksi
dan kewajaran tingkat persediaan dibandingkan dengan volume penjualan. Hal ini
perlu dilakukan karena manajemen mungkin tidak bertanggungjawab atas
sumberdaya persediaan sehingga menimbulkan berbagai salah saji dalam laporan
keuangan
- Proteksi terhadap barang dalam proses dapat dilakukan dengan mengawasi daerah
produksi oleh penyelia dan petugas keamanan perusahaan, pemberian label pada
barang dan penggunaan tiket perpindahan bernomor urut untuk mengendalikan
perpindahan barang dalam proses di sekitar perusahaan
 

Anda mungkin juga menyukai