Cetakan 1:
Januari 2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dapat diselesaikan dengan
tepat waktu sesuai dengan kubutuhan RS. Prima Husada.
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) ini yang mulai dipergunakan
pada tahun 2018 meliputi sasaran keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien,
standar manajemen rumah sakit, program nasional dan Integrasi pendidikan kesehatan
dalam pelayanan di rumah sakit.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah berjuang untuk
menyelesaikan standar ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada
para kontributor yang telah memberikan masukan sangat berharga.
2
TIM PENYUSUN
PENGARAH
Pelaksana
3
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kebijakan PMKP
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
b. Tujuan
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH
SAKIT
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS PRIMA HUSADA
a. MUTU PELAYANAN RS PRIMA HUSADA
b. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS PRIMA HUSADA
BAB IV
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
BAB VII
PENUTUP
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA
NOMOR
TENTANG
MEMUTUSKAN:
Menetapka :
n
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
BAB I
PENGORGANISASIAN
Pasal 1
7
BAB II
SISTEM MANAJEMEN DATA
Pasal 2
BAB III
PELATIHAN PMKP
Pasal 3
BAB IV
PEMILIHAN AREA PRIORITAS
Pasal 4
8
1. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran
pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
2. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran mutu di unit pelayanan serta pelaporannya.
3. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progres
pengumpulan data sesuai dengan yang direncanakan.
4. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala
bidang/divisi dalam memilih dan menetapkan prioritas pengukuran
mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi.
5. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area klinis.
6. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area manajemen.
7. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator sasaran keselamatan pasien.
BAB V
PENGUKURAN MUTU
Pasal 5
9
f) metodologi pengumpulan data;
g) cakupan data;
h) frekuensi pengumpulan data;
i) frekuensi analisis data;
j) metodologi analisis data;
k) sumber data;
l) penanggung jawab pengumpul data; dan
m) publikasi data
9. Direktur rumah sakit dan komite PMKP melakukan supervisi
terhadap proses pengumpulan dan analisis data.
10. Rumah sakit menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan
melakukan evaluasi panduan prak k klinis, alur klinis, atau protokol
di prioritas pengukuran mutu rumah sakit.
11. Hasil evaluasi dapat menunjukkan pengurangan variasi pada 5
(lima) panduan praktik klinis, alur klinis atau protokol di prioritas
pengukuran mutu rumah sakit.
12. Rumah sakit telah melaksanakan audit medis dan atau audit klinis
pada panduan praktik klinis/alur klinis prioritas di tingkat rumah
sakit.
BAB VI
EVALUASI PELAYANAN KEDOKTERAN
Pasal 6
BAB VII
ANALISIS DATA
Pasal 7
10
2. Rumah sakit telah melakukan pengumpulan data, analisis, dan
menyediakan informasi yang berguna untuk mengidentifikasi
kebutuhan perbaikan.
3. Analisis data telah dilakukan menggunakan metode dan teknik
statistik yang sesuai dengan kebutuhan.
4. Analisis data telah dilakukan dengan melakukan perbadingan dari
waktu ke waktu di dalam rumah sakit, dengan melakukan
perbandingan database eksternal dari rumah sakit sejenis atau
data nasional/internasional, dan melakukan perbandingan dengan
standar serta prak k terbaik berdasar atas referensi terkini.
5. Pelaksana analisis data, yaitu staf komite PMKP dan penanggung
jawab data di unit pelayanan/kerja sudah mempunyai
pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang tepat sehingga
dapat berpar sipasi dalam proses tersebut dengan baik.
6. Hasil analisis data telah disampaikan kepada direktur, para kepala
bidang/divisi, dan kepala unit untuk di tindaklanjuti.
7. Komite PMKP atau bentuk organisasi lainnya telah mengumpulkan
dan menganalisis data program PMKP prioritas.
8. Ada bukti direktur rumah sakit telah menindaklanjuti hasil analisis
data
9. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan perbaikan
di rumah sakit secara keseluruhan.
10. Ada bukti program PMKP prioritas telah menghasilkan efiiensi
penggunaan sumber daya.
BAB VIII
VALIDASI DATA
Pasal 8
11
BAB IX
MANAJEMEN RISIKO
Pasal 9
1. Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko
2. Rumah sakit mempunyai da ar risiko di ngkat rumah sakit
3. Rumah sakit telah membuat strategi untuk mengurangi risiko yang
ada,
4. Rumah Sakit telah melakukan analisis efek modus kegagalan /
FMEA setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang
diprioritaskan.
5. Rumah sakit telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus
dampak kegagalan (FMEA).
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 9
Ditetapkan di MALANG
Pada tanggal Desember 2017
DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA
12
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
PRIMA HUSADA
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN
BAB I
PENDAHULUAN
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Prima Husada dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS
Prima Husada. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program peningkatan
mutu pelayanan RS Prima Husada, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS
Prima Husada dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-
langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
1.2 Tujuan
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem
monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.
13
BAB II
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada
tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.
A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E. A. Codman dan beberapa ahli bedah lain
kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit.
Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat
di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu
yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha
mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS)
menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya
pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini
ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit
tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu
kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu
diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American
Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of
Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu
Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan
sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965
standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu
Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan
baik.
14
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah
pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui
manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS
telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada
dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun
masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena
itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk
membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan
disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium
peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya
peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi
Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi
dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan
bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan
Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas
Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972.
Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A, B, C, an D.
Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun
disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana
untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga
mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan
Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk
mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C
dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini
setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun
1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang
dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara.
Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen
mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan
15
langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian
standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui
penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat
mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan
evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah
melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien.
Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah
Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan
penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui
penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit
Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali
Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data
di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas
walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
16
BAB III
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di Rumah sakit secara wajar, efisien dan efektifserta diberikan secara aman
dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu
pelayanan.
17
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai
suatu system. Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat
diukur dengan menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, teknologi, organisasi,
dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan,
penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Pendekatan proses adalah
pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome, adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider.
Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu
proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur
atau proses yang buruk.
RS Prima Husada adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS Prima Husada
menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun
jenis disiplin. Agar RS Prima Husada mampu melaksanakan fungsi yang demikian
kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis
medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, RS
Prima Husada harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di
semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Prima Husada diawali dengan penilaian
akreditasi RS Prima Husada yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat
input dan proses. Pada kegiatan ini RS Prima Husada harus menetapkan standar input,
proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah
ditetapkan. RS Prima Husada dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai
kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen
mutu pelayanan RS Prima Husada yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil
(output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja RS Prima Husada tidak dapat
18
diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula.
Indikator RS Prima Husada disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu
RS Prima Husada secara nyata.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan,
memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu
pelayanan akan menjadi lebih baik.
Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan
mutu pelayanan akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu
menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan
langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun
disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu
memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan
mutu pelayanan:
3. Indikator mutu
19
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang berorientasi pada
waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada efektifitas (effectivenes), efisiensi
(efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah strategi sebagai
berikut:
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan
mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
Rumah Sakit Prima Husada, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Prima Husada, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang
masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap
pertama.
20
BAB iV
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab akibat atau
diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan
penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses
identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan
menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada
gambar 1.
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan
yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian
kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of
customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit
Umum Daerah Ende.
21
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada
gambar 2.
Dalam gambar 2 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 4.
Plan
Action
Corrective
Do
Study
Improvement
up
Action
Follow-
22
(1) Plan
Acti Menentukan
(6) Tujuan dan
onn (2)
Mengambi sasaran
Menetapkan
l Metode untuk
tindakan Mencapai tujuan
yang tepat
Menyelenggaraka
(5) n
Memeriksa Pendidikan dan
Stu (4 latihan
akibat
dy pelaksanaan )Melaksanakan (3)
pekerjaan Do
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
23
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus
disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar
dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan,
maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami
dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai,
melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis
kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas
pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap outcome, tetapi
terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan
berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam
setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai
tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai
mata rantai dari suatu proses.
24
BAB IV
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang
baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
25
BAB V
Fokus utama upaya peningkatan mutu RS Prima Husada terintegrasi dengan Panduan
Patient Safety RS Prima Husada yang menerapkan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
26
Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan Keselamatan Pasien:
• Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit (alur pelaporan
terlampir).
• Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator kinerja
manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan.
• Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Panitia
Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
• Unit yang terkait:
1. Bagian Pengadaan
2. Bagian HRD
3. Bagian Customer Service
4. Bagian Keuangan
5. Instalasi Rekam Medis
6. Instalasi Farmasi
7. Instalasi Laboratorium
8. Instalasi Radiologi
9. Instalasi Rehabilitasi Medik
10. Instalasi Gizi
11. Unit Pelayanan Darah
12. IPSRS
13. Instalasi Rawat Jalan
14. Instalasi Rawat Inap
15. Instalasi Kamar Operasi
16. Instalasi UGD
17. Instalasi ICU
18. Panitia PPI
19. Panitia Ponek
20. Panitia K3
21. Pelayanan TB
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada secara berkala (paling
lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di Prima Husada
• Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator utama yang sensitif untuk
dianalisa lebih jauh sesuai dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini
direview setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini didasarkan pada
konsensus antara pimpinan dengan panitia mutu dan keselamatan pasien.
• Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
1. Proses utama yang kritikal
2. Proses risiko tinggi
3. Proses yang cenderung bermasalah
27
• Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Prima Husada melakukan analisa
terhadap kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara membandingkan secara
internal, yaitu dengan bulan sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan.
• Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien apabila terdapat:
1. Indikator atau proses yang baru diberlakukan
2. Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka pemenuhan indikator
3. Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan indikator
4. Data yang dianggap meragukan
5. Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap semua data indikator dan
dilaporakan dalam laporan triwulan panita PMKP.
6. Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator utama.
• Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan untuk melihat bagaimana
data dikumpulkan dan dicatat. Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data
kembali oleh individu yang berbeda.
28
Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RS Prima Husada antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat
tersebut meliputi Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA
2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa (check sheet)
Awal/ akhir
proses Penghubu
ng
Kegiatan
Keput
usan
29
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Desain ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang tadi
Tabel 5.1 Risk Priority Numbers (RPN)
S O D
Severity (Keparahan) Occurence (Keseringan) Detectable (Terdeteksi)
1. Minor 1. Hampir tidak pernah 1. selalu terdeteksi
2. Moderate terjadi 2. sangat mungkin
3. Minor Injury 2. jarang terdeteksi
4. Mayor Injury 3. kadang-kadang 3. Mungkin terdeteksi
5. Terminal injury/death 4. sering 4. Kemungkinan kecil
5. sangat sering dan pasti terdeteksi
5. Tidak mungkin
terdeteksi
Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya.
• Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden.
• Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan
dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
30
BAB VI
1. Seluruh jajaran manajemen Prima Husada secara berkala melakukan monitoring dan
evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien Prima Husada.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada secara berkala (paling lama 2
tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang
dipergunakan di Prima Husada.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada melakukan evaluasi kegiatan
setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Prima Husada melakukan analisa pemenuhan
indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien:
31
BAB VII
PENUTUP
Pedoman yang disusun ini merupakan langkah awal sebagai pedoman/panduan bagi rumah
sakit untuk melakukan pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap Indikator RS.
Pedoman ini diharapkan dapat diterapkan oleh RS dan menjadi pedoman bersama dalam
mengukur Indikator rumah sakit.
Hasil pengukuran indikator rumah sakit tersebut kedepannya diharapkan dapat diakses dan
dipublikasikan untuk perbaikan internal rumah sakit dan eksternal untuk bukti akuntabilitas
pada masyarakat. Buku pedoman ini masih dalam tahap perkembangan sehingga tidak
menutup kemungkinan adanya masukan demi tercapainya perbaikan bagi buku pedoman ini
ttd
32