Anda di halaman 1dari 4

Laba Setiap 15 Hari

Filed in Majalah, Sayuran by Admin on 08/06/2016


Zekky Bachry membudidayakan kangkung secara hidroponik
dalam skala besar.
Zekky Bachry menempatkan 32 perangkat hidroponik bertingkat di lahan
terbuka seluas 3.000 m². Petani di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu menanam kangkung
dengan teknologi hidroponik. Setiap perangkat terdiri atas 24 talang pipa
polivinil klorida (PVC) dengan panjang masing-masing 12 meter. Ia
menyusun talang-talang itu dalam rak berbentuk segitiga.

Hidroponik kangkung ala Zekky Bachry, satu set terdiri dari 24 talang
dengan jarak tanam 15 cm.
Sebanyak 11 perangkat lainnya ia tempatkan di dalam rumah tanam.
Zekky menanami seluruh perangkat itu dengan kangkung. Ia menanam
tanaman anggota famili Convolvulaceae itu dalam 3 fase. Pada fase
pertama Zekky menyemai benih di wadah persemaian yang berisi media
tanam berupa campuran tanah, sekam bakar, dan sekam kering
perbandingan 1:1:1. Lima hari setelah semai ia memindahkan bibit pada
media tanam berupa rockwool.
Pembesaran
Zekky lalu menempatkan bibit kangkung itu ke dalam gelas plastik yang
sudah dilubangi bagian dasar dan sampingnya. Ia menggunakan gelas
plastik itu untuk mengganti net pot agar lebih efisien. Menurut Zekky
harga net pot Rp700 per buah. Jika menggunakan gelas plastik lebih
murah yakni hanya Rp110 per buah. Petani itu lalu menempatkan gelas
plastik berisi bibit kangkung pada 11 perangkat hidroponik untuk
pembesaran.

Netpot digantikan dengan gelas plastik bekas kemasan air mineral untuk
memangkas biaya produksi.
Perangkat itu menggunakan 24 talang pipa berdiameter 2,5 inci
sepanjang 6 meter yang disusun pada rak berbentuk segitiga. Talang itu
terdapat lubang berdiameter 5 cm dan jarak antarlubang 7,5 cm.
Menurut Zekky jarak antarlubang tanam itu sengaja dibuat lebih rapat.
“Itu tidak menjadi persoalan karena hanya untuk pembesaran,” kata
pemilik Specta Farm itu. Ia menempatkan perangkat itu di dalam
greenhouse berukuran seluas 264 m².
“Pembesaran dilakukan di dalam naungan karena umur tanaman masih
muda sehingga masih rentan terkena serangan hama dan penyakit,”
tuturnya. Pada fase pembesaran Zekky memberikan nutrisi berupa
larutan AB mix hasil racikan sendiri dengan nilai electrical conductivity
(EC) 2,5. Fase pembesaran berlangsung selama 5 hari. Setelah itu
Zekky memindahkan kangkung berumur 10 hari ke perangkat hidroponik
untuk produksi.
Secara teknis sistem hidroponik untuk pembesaran dan produksi sama.
Perbedaannya hanya pada jarak antarlubang tanam dan panjang talang.
Jarak antarlubang tanam pada perangkat untuk produksi 15 cm dengan
panjang talang 12 meter. Sebagai sumber nutrisi Zekky memberikan
pupuk AB mix racikan sendiri dengan nilai EC 2,5. Fase produksi juga
berlangsung 5 hari. Tanaman siap panen jika sudah mencapai tinggi
rata-rata 25 cm.
Jadi dari mulai semai hingga panen perlu waktu 15 hari. Zekky
mengatakan, masa panen itu lebih cepat dibandingkan dengan
sebelumnya. “Dulu rata-rata panen 18—20 hari,” katanya. Menurut
Zekky faktor utama penyebab masa panen lebih cepat adalah
pemupukan yang tepat. Oleh sebab itu Zekky meramu sendiri pupuknya
agar mengetahui takaran yang tepat untuk budidaya kangkung.
Menguntungkan

Charlie Tjendapati (ikat kepala biru) dan Zekky Bachri, di kebun milik
Zekky.
Dari seluruh perangkat itu, Zekky memanen 1,5 ton kangkung setiap
pekan. Zekky mengemas hasil panen dalam kemasan berbobot 250 g
dan 1.000 g. Ia menjual hasil panen itu ke pasar swalayan Rp20.000 per
kg. Artinya, dalam sepekan omzet Zekky rata-rata hingga Rp30-juta per
pekan. Menurut Zekky dengan harga jual itu sangat menguntungkan
meski biaya investasi ketika memulai budidaya relatif mahal.
Alumni Jurusan Fisika Universitas Indonesia itu mengatakan biaya
produksi untuk menghasilkan 1 kg kangkung hidroponik hanya Rp8.000.
Artinya, ia memungut laba Rp12.000 per kg. Dengan laba sebesar itu
Zekky bisa mencapai balik modal setelah berproduksi selama 10 bulan.
“Kangkung jenis tanaman yang mudah dibudidayakan dan disukai
semua kalangan. Namun, nilainya akan meningkat jika dibudidayakan
secara hidroponik,” kata Zekky.
Menurut praktikus hidroponik asal Kota Bandung, Jawa Barat, Charlie
Tjendapati, budidaya kangkung dengan sistem hidroponik memang
menguntungkan. Hasil hitung-hitungan Charlie, jika terdapat 86.400
lubang tanam, maka menghasilkan 5.400 kg sekali panen. “Sekilogram
kangkung terdiri atas 64 tanaman. Jika setiap lubang tanam
menghasilkan 4—6 tanaman, maka untuk menghasilkan sekilogram
kangkung perlu 16 lubang tanam. Jika jumlah lubang tanam 86.400,
berarti jumlah panen mencapai 5.400 kg,” katanya.
Bernilai tinggi

Persemaian benih kangkung di media khusus.


Menurut Charlie jika panen kangkung pada umur 20 hari, maka setiap
10 hari akan dipanen sekitar 2.700 kg atau 8.100 kg setiap bulan.
Dengan asumsi harga kangkung hanya Rp12.000 per kg, maka
pendapatan yang diperoleh sekitar Rp97.200.000 per bulan. “Hasilnya
fantastis, apalagi jika harga jual yang diperoleh bisa lebih tinggi.
Pekebun akan memperoleh keuntungan meski biaya produksinya lebih
mahal ketimbang budidaya kangkung konvensional,” katanya.
Menurut dosen Jurusan Agroteknologi, Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati, Bandung, Dr Ir Cecep Hidayat MP, budidaya dengan
teknik hidroponik menghasilkan produk berkualitas dan berproduksi
tinggi karena asupan nutrisi dan kebutuhan air terjamin. Meski begitu,
Cecep menyarankan sebaiknya pekebun tetap memilih komoditas yang
memiliki nilai ekonomi tinggi karena biaya untuk instalasi hidroponik
besar. “Pasar sayuran hidroponik rata-rata adalah pasar swalayan.
Kualitasnya lebih baik dan seragam karena itu perlu dipilih komoditas
dengan nilai ekonomi tinggi dan diminati masyarakat,”
tuturnya. (Muhamad Fajar Ramadhan)

Anda mungkin juga menyukai