Anda di halaman 1dari 14

RESUME

CEPHALO PELVIC DISPROPORTION (CPD)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Ajar Keperawatan Maternitas II

Dosen Pembimbing : Inggrid Dirgahayu, S.Kp., M.KM

Disusun oleh:

Putri Dewi Lestari 191FK03054

2B Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
 Konsep Teori

1. Definisi
Cephalopelvic Disproportion adalah ketidak seimbangan antara besar
kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya ukuran panggul ibu
(Wiknjosastro,2009). Dalam obstetri yang terpenting bukan panggul
sempit secara anatomisal melainkan panggul sempit secara fungsional
artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari
10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata vera
dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9 ½ cm dan kadang-kadang
mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari
10 cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau
kedua ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter transversa
sempit (Manuaba,2010).
2. Etiologi
Faktor-faktor terjadinya CFD
1) Faktor Ibu
a. Adanya kelainan panggul
b. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang.
c. Perubahan bentuk karena penyakit.
d. Adanya kesempitan panggul
a) Kesempitan pada pintu atas panggul (PAP) dianggap sempit
kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter tranvera
kurang dari 12 cm biasanya terdapat pada kelainan panggul.
b) Kesempitan bidang tengah panggul.
Dikatakan bahwa bidang tengah panggul sempit kalau jumlah
diameter spina kurang dari 9 cm, kesempitan pintu bawah
perut. Dikatakan sempit kalau jarak antara tuberosis 15 cm atau
kurang.
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah juga
sempit. Kesempatan pintu bawah panggul jarang memaksa.
2) Faktor janin
a. Janin yang terlalu besar.
b. Hidrocephalus.
c. Kelainan letak janin
3. Anatomi Fisiologi
a. Tulang Panggul
Os koxae atau tulang panggul membentuk gelang panggul. Letak
tulang ini berada di setiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis
pubis, maka dua tulang tersebut membentuk pelvis. Tulang panggul
menyerupai corong. Panggul besar ayau pelvis major mendukung isi
perut. Pelvis minor atau bagian bawah merupakan tempat alat
kandungan dan menentukan bentuk jalan lahir.
b. Panggul kecil atau pelvis minor
a) Pintu atas panggul
Pintu atas panggul merupakan batas atas dari panggul kecil atau
pelvis. Bentuknya bulat oval. Pintu atas panggul ini dibatasi oleh
promontorium, sayap sacrum, linea innominate, ramus superior
ossis pubis dan pinggir atas symphisis.
1) Ukuran muka belakang (diameter antero posterior, conjugata
vera)
Dari promontorium ke pinggir atas symphysis, terkenal dengan
nama conjugata vera, ukurannya 11 cm. Ukuran ini merupakan
ukuran paling penting dari panggul. Conjugata vera bukan
ukuran yang terpendek antara promontorium dan symphysis.
Ukuran terpendek yaitu conjugata obstetrica. Conjugata
obstetrica ini dari promontorium dan symphsis beberapa mm
dibawah pinggir atas symphsis. Pada wanita conjugata vera
tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat diukur dari
conjugata diagonalis (dari promontorium ke pinggir bawah
symphysis). Conjugata diagonalis ini dapat diukur dengan jari
saat melakukan pemeriksaan dalam.
2) Ukuran melintang (diameter transversa)
Ukuran terbesar antara linea innominate yang diambil tegak
lurus pada conjugata vera (Indonesia 12,5 cm dan Eropa 15,5
cm).
3) Kedua ukuran serong (diameter oblique)
Dari articulation sarco illiaca ke tuberculum pubicum dari
belahan panggul yang bertentangan.
b) Bidang luas panggul
Adalah bidang dengan ukuran-ukuran yang terbesar.
Bidang ini terbentang antara pertengahan symphsis, pertengahan
acetabulum dan pertemuan antara ruas sacral II & III. Ukuran
muka belakang 12,75 cm dan ukuran melintang 12,5 cm. Karena
tidak ada ukuran yang kecil, bidang ini tak menimbulkan
kesukaran dalam persalinan.
c) Bidang sempit panggul
Bidang ini dengan ukuran-ukuran kecil. Bidang ini terdapat
setinggi pinggir bawah symphysis kedua spinae ischiadicase dan
memotong sacrum ± 12 cm, diatas ujung sacrum. Ukuran muka
belakang 11,5 cm, ukuran melintang 10 cm dan diameter sagitalis
osteor ialah sacrum ke pertengahan antara spinae ischiadica 5 cm.
Bidang ini paling sulit penilaian nya dalam ilmu kebidanan, karena
ukuran-ukuran nya paling kecil dan sulit mengukurnya.
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya disertai kesempitan
bidang sempit panggul.
d) Pintu bawah panggul
Diameter transversa dan diameter sagitalis posterior dan
anterior dapat diukur dengan pelvimeter dari Thoms. Pengukuran
diameter transversa ini pengukuran secara kasar karena tubera
ischia tertutup oleh lapisan otot dan lemak yang berbeda tebalnya
dari orang ke orang. Ukuran yang lebih besar dari 8 cm dianggap
mencukupi. Disebabkan pengukuran diameter transversa kurang
tepat, maka dianjurkan untuk memerhatikan bentuk arcus pubis
yang hendaknya merupakan sudut yang tumpul.
Pintu bawah panggul bukan satu bidang tetapi terdiri dari 2
segitiga dengan dasar yang sama, ialah garis yang menghubungka
kedua tuber ischiadicum kiri dan kanan. Puncak segitiga yang
belakang adalah ujung os sacrum, sisi nya adalah ligamentum sacro
tuberosum kiri dan kanan. Segitiga depan dibatasi oleh arcus pubis.
Pada pintu bawah panggul biasanya ditentukan 3 ukuran yaitu :
a. Ukuran muka belakang
Dari pinggir bawah symphysis ke ujung sacrum (11,5 cm)
b. Ukuran melintang
Ukuran antara tuber ischiadicum kiri dan kanan sebelah kanan
(10,5 cm)
c. Diameter sagitalis posterior
Dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran melintang (7,5 cm).
4. Patofisiologi
Patosiologi cephalopelvic disproportion (CPD) dipengaruhi oleh faktor
passageway (bentuk dan ukuran panggul) dan juga passenger (ukuran dan
presentasi kepala janin). Ketika kepala janin lebih besar dari diameter
pintu panggul atau kepala janin berukuran normal namun ukuran panggul
lebih sempit, maka akan terjadi hambatan penurunan janin dan
mempersulit persalinan pervaginam sehingga pada umumnya akan
dilakukan sectio caesarea.
Panggul dibagi menjadi true pelvis dan false pelvis. Bagian true pelvis
berperan sebagai passage pada proses persalinan. True pelvis dibagi
menjadi bagian inlet ( pintu atas panggul), midpelvis (bidang tengah
panggul), dan outlet (pintu bawah panggul). Kesempitan (contracted) pada
salah sau atau lebih ruang/bidang panggul dapat menyebabkan CPD.
a) Inlet pelvis/pintu atas panggul
PAP dikatakan sempit jika jarak conjugata vera <10 cm atau
diameter transversal PAP (tegak lurus konjugata vera) <12 cm.
Konjugata vera akan dilalui oleh diameter biparietal janin dengan
ukuran ±9,5-10 cm. Ukuran konjugata vera yang <10 cm akan
mempersulit janin untuk lewat.
Konjugata diagonalis diukur dari promontorium sakrum hingga
tepi bawah simfisis pubis. ukuran normal konjugata diagonalis yang
normal adalah 12,5 cm. PAP dikatakan sempit bila konjugata
diagonalis <11,5 cm. Ukuran PAP yang sempit menyebabkan kepala
tertahan diatas PAP sehingga apabila ada kontraksi uterus tekanan
akan mengarah ke daerah kantung amnion di daerah serviks yang
sudah mengalami dilatasi.
Akibatnya, kantung amnion akan mudah pecah secara spontan dan
lebih awal pada bagian tersebut. Setelah kantung amnion pecah, tidak
ada penekanan langsung oleh bagian kepala janin ke serviks dan
bagian bawah uterus sehingga akan menghasilkan kontraksi yang tidak
efektif. Dampak yang diamati adalah dilatasi serviks yang lambat atau
tidak bertambah sama sekali.
b) Midpelvis/ruang tengah panggul
Jarak interspinarum yang normal adalah 10-10,5 cm. Diameter
interspinarum yang <10 cm dapat dicurigai sebagai RTP sempit dan
jika diameter interspinarum <8 cm dapat dikatakan RTP sempit
(contracted). Jarak anteroposterior yang melalyi RTP normalnya
berukuran minimal 11,5 cm. Sisi tepi panggul dapat berbentuk lurus
(straight), konvergen, atau divergen. Sisi tepi panggul yang berbentuk
konvergen menyebabkan RTP sempit.
c) Outlet pelvis/pintu bawah panggul
Bidang segituga anterior dibatasi oleh rami pubis di tepi dan sudut
subpubis pada bagian apeks. Segitiga posterior dibatasi oleh lateral dan
sendi sacrococcygeal dibagian apeks. Diameter tuberositas ischiadika
yang < 8 cm menunjukan PBP sempit. Kesempitan pada PBP hampir
selalu disertai dengan kesempitan pada RTP.
Ukuran panggul yang lebih kecil dari normal belum tentu
menimbulkan cephalopelvic disproportion bila janin yang dilahirkan
lebih kecil dari ukuran panggul. Begitu juga sebaliknya, pada ukuran
panggul yang normal dapat terjadi CPD apabila ukuran janin jauh lebih
besar atau terjadi malpresentasi.
5. Manifestasi Klinis
Gejala cephalopelvic disproportion atau CPD adalah ketika bayi
didalam kandungan terus menerus berada di posisi yang sama tanpa
adanya perubahan. Padahal, kondisi ibu hamil sudah mengalami kontraksi
melahirkan berulang kali. Akibatnya, bayi menjadi sulit melewati panggul
sehingga proses melahirkan normal dapat memakan waktu lama.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan medis sebagai cara mendiagnosis cephalopelvic
disproportion atau CPD pada ibu hamil sebagai berikut :
a) Pelvimeter
b) Ultrasonografi (USG)
c) Magnetic Resonance (MRI) panggul
7. Penatalaksanaan
Sectio caesaria dan partus perccobaan merupakan tindakan utama
untuk menangani persalinan pada disproporsi sefalopelvik. Disamping itu
kadang-kadang ada indikasi untuk melakukan simfisiofomia dan
kraniotomia akan tetapi simfisiotomia jarang sekali dilakukan di
Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dikerjakan pada janin yang mati
(Wiknjosastro, 2007).
1. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dapat dilakukan secara efektif atau primer, yaitu
sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara
sekunder, yaitu sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu.
a. Sectio caesaria efektif direncanakan lebih dahulu dan dapat
dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempatan panggul
yang cukup berat, atau karena terdapat disproporsi sefalopelvik
yang nyata.
b. Sectio sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap
gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan
selekas mungkin, sedangkan syarat-syarat untuk persalinan
pervaginam tidak atau belum terpenuhi.
2. Persalinan Percobaan
Berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan penilaian
tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan
berhubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai
kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung
pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan.
3. Simfisiotomi
Simfisiotomi adalah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri
dan tulang panggul kanan pada simfisis supaya dengan demikian
rongga panggul menjadi lebih luas.
4. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibicarakan berlarut-larut dan dengan janin
sudah meninggal sebaiknya persalinan diselesaikan dengan
kraniotomi.
 Asuhan Keperawatan berdasarkan kasus

KASUS
Ny. F, 27 thn, G1P0A0, aterm, berada di ruang persalinan dgn keluhan nyeri
dan kelelahan, klien sesekali tampak sesak. Klien mengalami prolonged latent
phase > dr 8 jam. Hasil pemeriksaan leopold menunjukkan TFU tinggi, DJJ
160 denyut/mnt, abdomen membentuk pendulum, His tidak teratur,
pembukaan serviks masih < 4 cm sehingga penurunan kepala bayi tidak
mengalami kemajuan. Hasil pemeriksaan USG menunjukkan berat janin
4000gr, Conjugata Vera 8 cm, TD 100/70 mmhg, takikardi dan takipneu.
Klien jg memiliki riwayat penyakit diabes gestasional dalam keluarganya,
sehingga tim medis segera memutuskan tindakan sectio cesarea pd klien.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. F (G1P0A0) DENGAN
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION
A. Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Ny. F
Umur : 27 Tahun
II. Alasan datang ke Rumah Sakit
Klien berada di ruang persalinan dgn keluhan nyeri dan kelelahan, klien
sesekali tampak sesak. Klien mengalami prolonged latent phase > dr 8
jam.
III. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
IV. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien jg memiliki riwayat penyakit diabes gestasional dalam
keluarganya, sehingga tim medis segera memutuskan tindakan sectio
cesarea pd klien.
V. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
KU : klien tampak sesak
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 100/70 mmHg
RR : Takipneu
HR : Takikardi
c. Pemeriksaan Head To Toe
a) Abdomen
Pada saat dikaji abdomen membentuk pendulum dan pada saat
di auskultasi DJJ 160 x/menit.
b) Genitalia
Pada saat dikaji pembukaan serviks masih < 4 cm sehingga
penurunan kepala bayi tidak mengalami dan Conjugata Vera 8
cm.
d. Pemeriksaan Leopold
a) Leopold I
Pada saat dikaji menunjukkan TFU tinggi.
VI. Data Penunjang

No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil


1 USG Menunjukkan berat
janin 4000gr.

VII. Analisa Data


No Data senjang Etiologi (interpretasi Masalah
data) Keperawatan
1 - Data Subjektif (DS) Kemajuan janin dalam
Klien mengeluh nyeri jalan lahir tertahan Nyeri akut
- Data Objektif (DO)
Pada saat di palpasi
ketegangan segmen
nadi terdapat takikardi bawah uterus yang
berlebihan

pembentukan lingkaran
retraksi

ruptur uteri

trauma jaringan

nyeri akut

2 - DS Indikasi SC Resiko infeksi


-
- DO
. Klien memiliki riwayat Persalinan SC
penyakit diabes gestasional
dalam keluarganya,
sehingga tim medis segera Trauma jaringan
memutuskan tindakan sectio
cesarea pd klien.
Terputusnya kontinuitas
Hasil pemeriksaan USG kulit dan jaringan
menunjukkan berat janin
4000gr, Conjugata Vera 8
cm Port the entry

Resiko Infeksi

3 - DS : Klien mengeluh Fase laten dan aktif Resiko kekurangan


nyeri dan kelelahan memanjang volume cairan
- DO :
- Klien mengalami
Partus lama
prolonged latent
phase > dr 8 jam.
Dehidrasi
- His tidak teratur
- Pembukaan serviks
masih < 4 cm Resiko kekurangan
volume cairan
sehingga penurunan
kepala bayi tidak
mengalami
kemajuan.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan.
2. Resiko infeksi b/d indikasi SC.
3. Resiko kekurangan volume cairan b/d partus lama.

B. Intervensi
DIAGNOSA INTERVENSI
NO
KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
1 Nyeri akut b/d SLKI SIKI
kemajuan janin Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (l.0838)
dalam jalan lahir (L.08066) Observasi
tertahan Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, Observasi
tindakan keperawatan karakteristik, durasi, 1. Untuk berfokus pada
diharapkan klien tidak frekuensi, kualitas, dan penyebab nyeri dan
mengalami tingkat intensitas nyeri manajemennya
nyeri menurun dan 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui
kontrol nyeri 3. Identifikasi respon nyeri tingkat nyeri klien
meningkat dengan non verbal. 3. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil : Terapeutik seberapa kuat nyeri
1. Tidak mengeluh 4. Kontrol lingkungan yang yang dirasakan klien.
nyeri memperberat rasa nyeri Terapeutik
2. Melaporkan nyeri ( mis. Suhu ruangan, 4. Lingkungan yang
terkontrol pencahayaan, kebisingan) tenang akan
3. Kemampuan Edukasi menurunkan
mengenali 5. Ajarkan teknik stimulus nyeri
penyebab nyeri nonfarmakologis untuk Edukasi
meningkat. mengurangi rasa nyeri. 5. Untuk mengalihkan
4. Kemampuan Kolaborasi nyeri yang dirasakan
menggunakan 6. Kolaborasi pemberian klien
teknik non analgetik, jika perlu Kolaborasi
farmakologis 6. Untuk memblok
meningkat nyeri pada susunan
saraf pusat
2 Resiko Infeksi b/d SLKI SIKI
indikasi SC Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
(L.14137) (l.14539)
Setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui
diharapkan tingkat infeksi lokal dan sistemik. apakah ada tanda
infeksi menurun Terapeutik dan gejala infeksi
dengan Kriteria Hasil : 2. Cuci tangan sebelum dan lokal atau sistemik.
1. Kemerahan sesudah kontak dengan Terapeutik
menurun pasien dan lingkungan 2. Untuk mencegah
2. Nyeri menurun pasien. infeksi.
3. Bengkak menurun 3. Pertahankan teknik 3. Untuk mencegah
4. Cairan berbau aseptik pada pasien infeksi dengan cara
busuk menurun. beresiko tinggi. teknik aseptik.
Edukasi Edukasi
4. Ajarkan tanda dan gejala 4. Untuk memahami
infeksi tanda dan gejala
5. Ajarkan cara mencuci infeksi.
tangan yang benar 5. Untuk mencegah
6. Ajarkan cara memeriksa infeksi dengan
kondisi luka atau luka mencuci tangan
operasi. dengan benar.
7. Anjurkan meningkatkan 6. Untuk menilai
asupan nutrisi kondisi luka
8. Anjurkan meningkatkan 7. Karena nutrisi
asupan cairan. memainkan peran
Kolaborasi penting dalam
9. Kolaborasi pemberian penyembuhan luka.
imunisasi, jika perlu 8. Untuk mencegah
terjadinya infeksi
9. Untuk mencegah
terjadi nya infeksi.
3 Resiko kekurangan SLKI SIKI
volume cairan b/d Keseimbangan Manajemen Cairan
partus lama Cairan (l.03098)
(L.03020) Observasi Observasi
Setelah dilakukan 1. Monitor status hidrasi (mis. 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan Frekuensi nadi, kekuatan apakah ada
diharapkan nadi, akral, pengisian perubahan status
keseimbangan cairan kapiler, kelembaban hidrasi
meningkat dengan mukosa, turgor kulit, Terapeutik
Kriteria Hasil : tekanan darah) 2. Agar cairan dalam
1. Asupan cairan Terapeutik tubuh tetap
meningkat 2. Catat intake output dan seimbang
2. Kelembaban hitung balans cairan 24 3. Untuk memenuhi
membran mukosa jam. kebutuhan cairan.
meningkat. 3. Berikan asupan cairan, 4. Untuk memenuhi
3. Dehidrasi menurun. sesuai kebutuhan. kebutuhan cairan
4. Denyut nadi radial 4. Berikan cairan intravena,
membaik.. jika perlu
5. Tekanan arteri rata-
rata membaik.
6. Membran mukosa
membaik.
7. Turgor kulit
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Cuningham, MacDonald dan Gant. 2014. Obstetric Williams (Joko Suyono & Andry
Hartono Penerjemaah ). Jakarta : EGC

Manuaba, Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpoG. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta :
EGC.

Nugrahaeni, Ardhina. 2020. Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia : Anak Hebat


Indonesia.

PPNI, T.P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((Cetakan II) ed ).Jakarta : DPP PPNI.

PPNI T.P. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan ((Cetakan II) 1 ed). Jakarta : DPP PPNI.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai