Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
 
1.1 Latar Belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health
Organisation (WHO) karena angka kematian ibu dan anak merupakan bagian dari negara
Asean yang mempunyai angka kematian Ibu dan Anak yang masih tinggi dibandingkan
dengan negara lain. Walaupun 85% persalinan berjalan normal, namun 15 %-nya dijumpai
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus. Antenatal care yang baik dapat mencegah
komplikasi. Masalah dinegara berkembang adalah tentang fasilitas rumah sakit, sosio-
budaya dan sosio-medis masih memegang peranan dibandingkan dengan Negara-negara
maju.
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa
intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan
ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya
adalah psikologi ibu (respon ibu) , penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan
normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini,
dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Untuk berhasilnya suatu
persalinan spontan, harus diperhatikan 3 faktor penting yaitu jalan lahir, janin, dan kekuatan-
kekuatan pada ibu.
Karena panggul berbentuk khas, sukar untuk menetapkan masing-masing bidang
pada lokasi yang tepat. Untuk memudahkan, ditentukan 3 bidang khayal dalam rongga
panggul : Pintu atas panggul, Ruang tengah panggul, Pintu bawah panggul (Asrinah, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu distosia ?
1.2.2 Bagaimanakah menentukan kesempitan pintu atas panggul (PAP) ?
1.2.3 Bagaimanakah menentukan kesempitan bidang tengah panggul (BTP) ?
1.2.4 Bagaimanakah menentukan kesempitan pintu bawah panggul (PBP) ?
1.2.5 Bagaimanakah penanganan dari distosia kelainan jalan lahir ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang distosia
1.3.2 Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang kesempitan
pintu atas apanggul (PAP)
1.3.3 Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang kesempitan
bidang tengah panggul (BTP)
1.3.4 Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang kesempitan
pintu bawah panggul (PBP)
1.3.5 Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui dan memahami penanganan dari
distosia kelainan jalan lahir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena
kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul,
atau kelainan pada jaringan lunak panggul.

2.2 Macam – Macam Distosia Jalan Lahir


2.2.1 Kesempitan Pintu Atas Panggul (PAP)
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
 Ø antero-posterior terpendek < 10 cm
 Ø tranversal terbesar < 12 cm
Perkiraan Ø AP – PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara
manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila
ukuran CD < 11.5 cm.

Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm
atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera

3
(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua
ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan
lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini
serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia
uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul
sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban
bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli.
Pada panggul  turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi
kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua
ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan
melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian
dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila
ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter
biparietal – BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin
dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul
yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan
normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik
pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan
langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul
dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan
hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri
internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus
kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan
hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan
kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan
presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan
letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat
meningkat 5 – 6 kali lipat.

4
2.2.2 Kesempitan Bidang Tengah Panggul (BTP)
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukurannya kurang dari
9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang
sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi
kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas
Panggul. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest”
( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan
posisi occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan
Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis
pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara
vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang
Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian
anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas
lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah
Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.

Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :


 Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
 Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
 Diameter Sagitalis Posterior – DSP ( titik pertengahan diameter interspinous
dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya
kesempitan PAP. Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami
kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm =

5
15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami
penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya kesempitan BTP
adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica
yang menyolok.

2.2.3 Kesempitan Pintu Bawah Panggul (PBP)


Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas
segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni
distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka
sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari 80°). Agar kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan per vaginaan
dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. PBP berbentuk
dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous)
dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga
posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior
sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi
pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan
Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir
selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.

2.3 Penanganan
Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvikyang dahulu
banyak dilakukan tidak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-
traction forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran
besarnya belum melewati pintu atas panggul – ke dalam rongga panggul dan terus keluar.
Tindakan ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh
lebih aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Keberatan

6
tindakan ini ialah kesulitan untuk menetapkan apakan janin walaupun belum cukup bulan,
sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala
janin dapat dengan aman melewati kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus percobaan, simfisiotomia dan
karsiotomia. Namun simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan
kraniotomia hanya dilakukan pada janin mati.
 Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan
cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat
disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada
kesempitan ringan apabila ada factor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti
primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita
yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal,
atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.
 Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua
diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan
hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada
harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil
keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan
ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage
kepala janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung
selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan
cermat. Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-
keadaan ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan.

7
Selain itu, janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih
dari 42 minggu. Karena kepala janin bertambah besar serta lebih sukar mengadakan
moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin
kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina percobaan. Perlu
disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak,
lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina yang agak lama perlu
dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis
2. Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena
kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada
pembukaan serviks
3. Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung
 Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang
panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak
banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah
apabila pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat,
sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
 Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya
jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan
kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.

8
BAB III
PENUTUP
 
3.1 Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan pada jalan lahir.
Kelainan jalan lahir dapat terjadi di vulva, vagina, serviks dan uterus. Peran bidan dalam
mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan
yang memilki fasilitas yang lengkap.

3.2 Saran
Peran bidan dalam menangani kelainan jalan lahir hendaknya dapat dideteksi secara
dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam merujuk.
Dengan adanya ketepatan penanganan bidan yang segera dan sesuai dengan kewenangan
bidan, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Anda mungkin juga menyukai