Oleh :
1. Desy Dwi Fitria 5. Shaffa Cintia Salsabila
2. Elvitria Khairunnisa 6. Sumairoh
3. Ericco Wijayanto 7. Nanda Titah Fitri Prasasti
4. Fani Indriani
Asisten Laboratorium
(Rendi)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom molekul atau ion
penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara
tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami
proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal,
yang semua atom-atom di dalamnya “terpasang” pada kisi atau struktur
kristal yang sama. Tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara
simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin atau polimorf
(Chairunnisa dan Wardhana, 2016).
Atom, ion, atau molekul yang terpisah dapat bergabung dengan
komposisi tertentu sehingga membentuk kristal. Penampilan kristal dapat
berupa potongan biasa (Zhou, 2019). Ada beberapa jenis kristal, antara
lain kristal molekuler, kristal ionik, kristal kovalen, dan kristal logam.
Kristal molekuler mempunyai energi kisi yang rendah dan mudah sekali
rusak. Kristal molekuler merupakan konduktor listrik yang buruk karena
elektronnya terikat pada molekulnya sendiri. Energi kisi yang dimiliki
kristal ionik itu sangat besar. Kristal kovalen mempunyai jaringan ikatan
kovalen antara atom-atomnya yang diperluas ke seluruh zat padat. Kristal
logam mempunyai ion positif (inti ditambah dengan elektron) yang
terlektak pada titik-titik kisi dengan elektron valensi kristal secara
keseluruhan bukan hanya untuk satu atom (Brady, 1994).
2.4 Sublimasi
Sublimasi merupakan perubahan fasa uap menjadi fasa padat dan
sebaliknya karena adanya pengaruh suhu dan tekanan udara. Pada suhu
kamar, zat akan berada dalam keadaan padat, kemudian langsung berubah
menjadi fasa gas pada suhu tertentu tanpa melalui fasa cair dulu (Ayuni
dan Yuningrat, 2014). Sublimasi didefinisikan sebagai transisi langsung
dari padatan ke uap tanpa melewati fasa cair. Contohnya uap padat CO3 ke
CO2 didefinisikan akan sepenuhnya terjadi dengan penguapan lewat
molekul dari keadaan cair atau fasa zat ke keadaan gasnya (Stojanovska,
2012).
Sublimasi dapat memisahkan padatan dan uap. Pada tekanan
atmosfer normal, karbon dioksida padat mengalami sublimasi, tidak
terdapat fasa cair pada tekanan (Young, dkk, 2002). Biasanya, sublimasi
digunakan untuk memisahkan komponen yang dapat menyublim dari
campuran yang tidak menyublim. Proses sublimasi yaitu molekul-molekul
langsung berubah dari fasa padat menjadi fasa uap. Molekul terikat lebih
kuat dalam padatan, tekanan uap padatan jauh lebih kecil daripada tekanan
uap cairnya (Chang, 2004).
4.2 Hasil/Pembahasan
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan
datar. Karema banyaknya zat padat seperti garam,kuarsa dan salju ada
dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris,telah lama para ilmuwan
menduga bahwa atom,ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun
secara simetris ( keenan,1979). Kristalisasi atau penghabluran ialah
peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam suatu fase
homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan. Kristalisasi
dapat terjadi sebagai pembentukan partikel padat di dalam uap, sebagai
pembekuan didalam lelehan cair. Kristalisasi juga merupakan proses
pemisahan solid liquid, karena pada kristalisasi terjadi perpindahan massa
solute dari larutan liquid ke padatan murni pada fase kristal
(Fachry,dkk,2008). Rekristalisasi adalah suatu Teknik pemurniaan zat
padat campuran pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut ( solven) yang sesuai
atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam
proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup
besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan
zat pengotor pada kristal ,dan mudah dipisahan dari kristal
( Rositawati,dkk,2013). Sublimasi merupakan perubahan fasa uap menjadi
fasa padat dan sebaliknya dari fasa uap karena adanya pengaruh suhu dan
tekanan udara. Pada suhu kamar zat akan berada dalam keadaan
padat,kemudian langsung berubah menjadi fasa gas pada suhu
tertentu,tanpa melalui fasa cair lebih dahulu,Senyawa pada pada proses
sublimasi akan terjadi perubahan dari padat menjadi uap lamgsung. Uap
tersebut akan menjadi padat kembali bila didinginkan,sehingga proses ini
didapatkan senyawa padat yang lebih murni ( Ayuni dan Yuningrat,2014).
Sublimasi didefinisikan sebagai transisi langsung dari padatan ke uap
tanpa melewati fasa cair,contohnya uap padat CO 3 ke CO2. Maka
didefinisikan akan sepenuhnya terjadi dengan penguapan lewat molekul
dari keadaan cair atau fasa zat ke keadaan gasnya. Berlaku untuk semua
padatan,disetiap suhu diatas 0⁰K, Perbedaannya hanya kuantitatif dan
tergantung pada tekanan uap solid ( Stojavoska,2012).
Kristalisasi
Pada percobaan ini yang pertama kali dilakukan adalah pemanasan
larutan ammonium klorida ( NH4Cl) dan larutan sodium perklorat
( NaClO4) hingga suhu 90⁰C. Fungsi dilakukannya pemanasan ammonium
klorida dan larutan sodium perklorat hingga suhu 90⁰C untuk mereaksikan
larutan sodium perklorat dari hasil elektrolisis dengan menggunakan
ammonium klorida (Pinalia ,2011). Ammonium klorida merupakan
senyawa anorganik ,berupa garam kristal putih yang sangat mudah larut
dalam air.Larutan ammonium klorida bersifat asam lemah. Mineral ini
umum terbentuk pada pembakaran batu bara akibat kondensasi gas-gas
yang dihasilkan (Gao, dkk., 2018). Sodium perklorat berbentuk
kristal ,tidak memiliki warna dan tidak memiliki bau. Titik leburnya 130⁰C
dan memiliki zat pengoksidasi kuat (Merck,2006). Sodium perklorat
digunakan sebagai senyawa antara ( precursor) untuk mencapai potassium
perklorat dan ammonium perklorat Setelah Dilakukannya proses
pemanasan dilanjutkan dengan proses amoniasi larutan NH4Cl dan larutan
sodium perklorat NaClO4 dengan suhu 90⁰C dialirkan ke reactor kristalizer
serta ditambahkan sodium hidroksida (NaOH) 15% sehingga terjadinya
heatloss atau suhu turun menjadi 70⁰C. Pada proses amoniasi biasanya
terjadi pengambilan kristal secara bertahap sehingga setelah terjadinya
pemanasan pada suhu 90⁰C pada larutan ammonium klorida NH 4Cl dan
larutan sodium perklorat kristal diambil secara bertahap dan dialirkan ke
reactor kristalizer (Setyaningsih,2009). Penambahan NaOH 15% untuk
menjaga PH tetap basa pada larutan ammonium klorida dan sodium
perklorat.Saat terjadi proses pengaliran larutan ke reator kristalizer terjadi
penurunan suhu yang semula saat pemanasan 90⁰C turun menjadi 70⁰
sehingga fungsi reactor kristalizer dapat mendinginkan dan sebagai
pereaksi ammonium klorida dan sodium perklorat sehingga terjadinya
penurunan suhu. Untuk menjaga suhu di reactor heating chamber pada
reactor kristalizer dinyalakan sehingga campuran kedua larutan disirkulasi
dari reactor ke heating chamber hingga diperoleh suhu 90⁰C selama 30
menit. Fungsi Heating Chamber untuk proses pemanasan bebas udara
(oksigen) seperti proses reduksi,proses pemanasan dengan kondisi media
lain(non udara),dan pemanasan dengan menghindari udara luar (atmosfir)
(Kisworo,2008). Melalui sirkulasi,sudut-sudut yang terbentuk oleh adanya
impuritas dapat terkikis (pinalia,2011). Sehingga setelah terjadi penurunan
dengan dialirkan ke reactor kristalizer untuk tetap menjaga suhu
sebelumnya larutan tersebut ditepatkan di heating chamber pada reactor
kristalizer dinyalakan.
Proses selanjutnya yang dilakukan adalah kristalisasi dua tahap
pendinginan,yaitu pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C dan ethylene
glycol pendinginan dengan suhu -27⁰C. Sehingga hasil yang didapatkan
pada proses pendinginan berlangsung lambat diawal batch,semakin lama
semakin cepat pembentukan kristal terhambat dan tidak terlalu banyak.
Kristal cenderung mengarah ke bentuk bulat,ukuran tidak terlalu lembut
dengan CSD yang sempit. Pada pedinginan,senyawa yang akan
dimurnikan kemudian membentuk kristal ( mengalami rekristalisasi).
Pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C akan membentuk kristal yang lebih
besar. Pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C dan ethylene glycol dengan
suhu -27⁰C dimaksudkan untuk mengatur laju pendinginan agar sistem
tetap berada dalam zona metastabil. Proses pendinginan berlangsung
lambat diawal batch untuk menimalisasi jumlah inti kristal yang terbentuk,
sementaras kristal yang terbentuk sebagian akan larut saat sirkulasi
berlangsung dengan demikian selain menghasilkan bentuk kristal yang
mendekati bulat dan inti kristal yang terbentuk tidak terlalu banyak ,proses
ini mampu menghasilkan kristal dengan kemurnian cukup tinggi
(Pinalia,2011). Setelah itu, air pendingin dialirkan melalui koil pendingin
dengan 3 pompa flowrate berbeda. Saat air pendingin dialirkan ke reactor
melalui koil pendingin terjadi penurunan suhu di setiap pompa flowrate
yang berbeda. Pada 4,5 liter/menit mendinginkan larutan dari suhu 90⁰C
menjadi 64,6⁰C kemudian dengan flowrate 9 liter/menit mendinginkan
larutan dari suhu 64,6⁰C menjadi 59,4⁰C,dilanjutkan dengan flowrate 15
liter/menit,mendinginkan larutan dari suhu 59,4⁰C menjadi 55,4⁰C. Proses
pendinginan dilanjutkan dengan pendinginan cepat menggunakan coolant
enthylen glycol dialirkan dari chiller ke reactor melalui 2 buah koil
pendingin dengan flowrate 30 liter/menit suhu dari 55,4°C menjadi 14,8°C
sehingga terbentuklah kristal. Ethylene glycole merupakan senyawa
turunan ethylene yang termasuk golongan poly alkohol. Ethylene glycole
mudah larut dalam air dan mempunyai titik beku yang cukup rendah.
Pendinginan cepat menggunakan coolant enthylene glycol sebagai radiator
coolant sehingga dapat menurunkan titik beku air pada radiator setelah itu
dialirkan dari chiller ke reactor melalui 2 buah koil pendingin hal ini yang
membuat terjadinya pendinginan dengan cepat dikarenakan beban yang
diserap oleh coolant ethynel glycol pada chiller. Dengan pendinginan cepat
jumlah solute yang mengkristal akan semakin banyak
(Syahputra,dkk,2016).
Proses kristalisasi dilanjutkan dengan penanganan kristal yang
diperoleh, di antaranya pemurniaan kadar air yang dilakukan penambahan
bahan pengikat pengotor yang bervariasi konsentrasinya. Penambahan
dilakukan secara bertetes-tetes hingga tidak terbentuk endapan. Pemurnian
ini dapat mengurangi kadar air yang terkandung dari hasil proses
kristalisasi ( Sulistyaningsih, dkk, 2010). Pemurnian kadar air dilakukan
dengan mengeringkan kristal dalm pengering putar pada suhu 120⁰C agar
kadar air yang terdapat didalam kristal berkurang dandidapatkan kristal
yang kering sehingga bentuk kristal tidak mudah mencair
(Sulistyaningsih,dkk,2010). Kristal berdasarkan ukurannya dengan sistem
pendinginana terkontrol sehingga ukuran kristal 40 mesh sebanyak 45,42
kg, dan ukuran 20 mesh sebanyak 0,03 kg (Pinalia,2011). Sampel kristal
dianilisa menggunakan HPLC sementara bentuknya diamati melalui
mikroskop. Analisa menggunakan HPLC digunakan untuk keperluan
pengidentifikasian maupun analisis kuantitatif yang didasarkan pada
bentuk kristal dan kemurniaan kristal 99,67% setelah diamati melalui
mikroskop terhadap sampel kristal yang telah dilakukan percobaan
(Kusuma dan Rosalina,2016). Kristal kemudian ditimbang dan disimpan
dalam tempat yang kering dengan dehumidifier. Setekah dilakukannya
penimbangan Total berat kristal 45,45 kg lalu disimpan ditempat yang
kering dilengkapi dengan dehumidifier agar kristal tersebut tetap kering
dan beratnya tidak berubah. Pemanfaatan dehumidifier untuk proses
pengeringan yang mengkombinasi mesin kalor dan pengering sehingga
kemampuan thermalnya akan meningkat dan pengontrolan kondisi udara
masuk lebih efektif (Handayani,dkk,2014).
Kristalisasi Sublimasi
Mula-mula yang dilakukan didalam percobaan ini adalah aseton
ditambahkan sebanyak 10 mL pada padatan kering hasil fraksinasi, dan
saring larutan dengaan keras saring. Aseton merupakan jenis senyawa
organic yang berwujud cairan yang tidak berwarna dan sangat mudah
terbakar serta memiliki bau yang khas. Aseton larut dalam berbagai
perbandingan air,etanol,dietil eter, dan lain-lain (Mcmurry,2008).
Penambahan aseton 10 mL pada padatan kering hasil fraksinasi adalah
sebagai campuran fasa gerak yang digunakan untuk proses pemurnian
padatan kering hasil fraksinasi (Yuliana,2013).
Setelah itu padatan kering hasil fraksinasi yang telah ditambahkan
aseton disaring dan diuapkan dengan hati-hati pada suhu 56⁰C. Larutan
disaring menggunakan kertas penyaring untuk memisahkan larutan
dengan pengotor. Larutan aseton diuapkan pada suhu 56⁰C untuk untuk
memperoleh kemurnian yang tinggi karena larutan aseton bersifat larutan
yang polar (Al-Ash’ary,dkk,2010). Selanjutnya cawan porselen yang
berisikan ekstrak padat yang ditutup dengan kertas saring dan corong kaca
yang diletakkan terbalik. Kertas saring disini berfungsi untuk menyaring
uap yang tebentuk sehingga pengotor-pengotor tidak ikut naik menuju
kondensor ( Wilantari,dkk,2018).
Ujung dari corong kaca ditutup dengan tissue basah dan bagian
dinding dari corong kaca ditutup dengan tissue dingin dan dijaga agar suhu
corong kaca tetap dingin ( sebagai kondensor). Ujung dari corong ditutup
dengan tissue basah agar uap tidak keluar. Dinding corong kaca juga
diselimuti dengan tissue yang basah untuk menjaga kondisi didalam
corong agar suhu nya tetap stabil yaitu tetap dingin karena tidak adanya
uap yang keluar dari alat sublimasi,pada proses sublimasi yang telah
dilakukan maka uap akan berubah wujud menjadi padatan dalam bentuk
kristal. Berdasarkan fasenye, pada proses sublimasi yang uap berubah
wujud menjadi padatan sehingga pada proses tersebut terjadi perpindahan
massa sistem gas dan padat (Martin dan Lindawati,2018).
Rangkaian alat kristalisasi sublimasi dipasang dengan baik dan suhu
hot plate diatur sebesar 250⁰C. penggunaan hotplate pada percobaan ini
sebagai pemanas dan juga digunakan untuk konduktivitas termal
pengukuran sampel kecil yang suhunya diatur sebesar 250⁰C
( Raefat,dkk,2018) . Pemanasan dilakukan pada suhu 250⁰C untuk dapat
menguapkan kafein karena kafein memiliki titik didih sebesar 178⁰C.
Kafein mudah menguap karena titik didih kafein lebih rendah dari suhu
hotplate yang sudah diatur 250⁰C sehingga kandungan senyawa organic
pada kafein mudah terjadi penguapan (Atif,dkk,2017). Setelah itu kristal
kafein ditunggu hingga terbentuk jarum berwarna putih pada kertas saring
dan dijaga selama proses kristalisasi sublimasi uap pada corong kaca tidak
bocor dan corong kaca tetap dalam suhu dingin. Kristalisasi kafein dengan
metode sublimasi hasil yang didapatkan adalah kristal yang didapat
sebanyak 3,12 gram atau 0,3% berwarna putih,berbentuk kristal jarum,bau
khas aromatic.
BAB V
KESIMPULAN