Anda di halaman 1dari 26

PAPER MATA KULIAH

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK DASAR

(KRISTALISASI & SUBLIMASI)

Oleh :
1. Desy Dwi Fitria 5. Shaffa Cintia Salsabila
2. Elvitria Khairunnisa 6. Sumairoh
3. Ericco Wijayanto 7. Nanda Titah Fitri Prasasti
4. Fani Indriani

Asisten Laboratorium
(Rendi)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan kimia diproduksi dalam skala besar dan dijual dalam
berbagai bentuk dari makanan sampai obat-obatan. Setiap harinya, banyak
bahan kimia yang dibuat untuk digunakan secara langsung atau digunakan
sebagai reaktan dalam produksi bahan lainnya. Pembuatan bahan-bahan ini
tentunya harus dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Pemurnian
merupakan langkah terakhir dalam memurnikan suatu senyawa setelah
mereaksikan senyawa tersebut dengan senyawa lain. Zat dilarutkan dalam
suatu zat pelarut untuk melepasnya dari zat-zat pengotor. Endapan akan
terbentuk setelah pelarut menguap ataupun diuapkan.
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-
permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju
ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan
menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun
secara simetris (Keenan,1979). Zat padat dapat dimurnikan dengan
memanfaaatkan beda kelarutan pada temperatur yang berlainan. Untuk
kebanyakan zat bial larutan jenuh panas didinginkan,kelebihan zat padat
akan mengkristalisasi. Proses itu dapat dipermudah dengan membibit
larutan itu dengan beberapa kristalhalus zat padat murni (Keenan,2005).
Kristalisasi merupakan metode untuk pemurnian zat dengan pelarut
dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa organik
dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa
oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tegantung dalam struktur
kristal-kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby,1986). Kelarutan suatu
komponen Sublimasi dalam pelarut ditentukan oleh polaritas masing-
masing. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non
polar akan melarutkan senyawa non polar(Ahmadi, 2010).
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dan faktor-faktor rekristalisasi dan sublimasi
2. Mengetahui aplikasi sehari-hari dari metode rekristalisasi dan
sublimasi

1.3 Manfaat Percobaan


1. Praktikan dapat memahami pengertian dan faktor-faktor
rekristalisasi dan sublimasi
2. Praktikan dapat memahami aplikasi dari metode rekristalisasi dan
sublimasi
3. Praktikan dapat menerapkan pemahaman dari rekristalisasi dan
sublimasi dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom molekul atau ion
penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara
tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami
proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal,
yang semua atom-atom di dalamnya “terpasang” pada kisi atau struktur
kristal yang sama. Tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara
simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin atau polimorf
(Chairunnisa dan Wardhana, 2016).
Atom, ion, atau molekul yang terpisah dapat bergabung dengan
komposisi tertentu sehingga membentuk kristal. Penampilan kristal dapat
berupa potongan biasa (Zhou, 2019). Ada beberapa jenis kristal, antara
lain kristal molekuler, kristal ionik, kristal kovalen, dan kristal logam.
Kristal molekuler mempunyai energi kisi yang rendah dan mudah sekali
rusak. Kristal molekuler merupakan konduktor listrik yang buruk karena
elektronnya terikat pada molekulnya sendiri. Energi kisi yang dimiliki
kristal ionik itu sangat besar. Kristal kovalen mempunyai jaringan ikatan
kovalen antara atom-atomnya yang diperluas ke seluruh zat padat. Kristal
logam mempunyai ion positif (inti ditambah dengan elektron) yang
terlektak pada titik-titik kisi dengan elektron valensi kristal secara
keseluruhan bukan hanya untuk satu atom (Brady, 1994).

2.2 Kristalisasi, dan Rekristalisasi


Kristalisasi merupakan proses pemisahan dan pemurnian yang
efisien. Tujuan dari proses ini adalah untuk memisahkan dan memurnikan
suatu senyawa. Hasil yang ingin dicapai dari proses kristalisasi adalah
kristal yang berkualitas. Kualitas kristal dapat ditentukan dari 3 parameter,
yaitu distribusi ukuran kristal, kemurnian kristal, dan bentuk kristal.
Kristal dapat diperoleh dari proses kristalisasi dengan lelehan atau larutan
(Setyopratomo, dkk., 2003). Kristalisasi biasanya disebut penghabluran.
Kristalisasi membentuk partikel-partikel zat padat dalam fase homogen.
Kristalisasi juga merupakan proses pemisahan solid-liquid karena pada
kristalisasi terjadi perpindahan massa zat terlarut dari larutan liquid ke fasa
kristal. Kristalisasi terbentuk melalui tahap nukleasi (pembentukan inti
kristal) dan pertumbuhan kristal (Pinalla, 2011).
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari
larutan atau leburan dari material yang ada. Rekristalisasi adalah sebuah
proses lanjutan dari kristalisasi. Apabila kristalisasi memuaskan,
rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu
kamar (Fessenden, 1988). Rekristalisasi adalah suatu teknik memurnikan
suatu zat padat dari bahan pengotornya dengan mengkristalkan kembali zat
yang sudah larut. Zat pelarut yang digunakan dalam kristalisasi harus
memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar atau zat yang
dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada
kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya (Wirda, 2001). Rekristalisasi
merupakan salah satu dari beberapa metode terlama yang digunakan untuk
memisahkan dan memurnikan senyawa organik (Tipson, 1950).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Rekristalisasi


Salah satu penentu keberhasilan dalam proses kristalisasi yaitu
tercapainya kondisi supersaturasi dimana banyak inti kristal baru (nukleus)
yang akan terbentuk dan kemudian akan tumbuh kembali menjadi kristal
baru. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan kristal adalah suhu,
viskositas, kecepatan pengadukan, kecepatan pendinginan, adanya bahan
tambahan dan pengotor, serta tekanan atar permukaan antara pelarut dan
zat terlarut. Agitasi juga sering digunakan dalam proses kristalisasi untuk
menghasilkan kristal yang bentuk dan ukurannya cenderung homogen
(Khairunisa, dkk., 2019). Tingkat keasaman sangat mempengaruhi
kristalisasi, contohnya asam sulfat yang sangat efektif untuk mendekati
tingkat kristalisasi. (Nickerson dan Moore, 1974).

2.4 Sublimasi
Sublimasi merupakan perubahan fasa uap menjadi fasa padat dan
sebaliknya karena adanya pengaruh suhu dan tekanan udara. Pada suhu
kamar, zat akan berada dalam keadaan padat, kemudian langsung berubah
menjadi fasa gas pada suhu tertentu tanpa melalui fasa cair dulu (Ayuni
dan Yuningrat, 2014). Sublimasi didefinisikan sebagai transisi langsung
dari padatan ke uap tanpa melewati fasa cair. Contohnya uap padat CO3 ke
CO2 didefinisikan akan sepenuhnya terjadi dengan penguapan lewat
molekul dari keadaan cair atau fasa zat ke keadaan gasnya (Stojanovska,
2012).
Sublimasi dapat memisahkan padatan dan uap. Pada tekanan
atmosfer normal, karbon dioksida padat mengalami sublimasi, tidak
terdapat fasa cair pada tekanan (Young, dkk, 2002). Biasanya, sublimasi
digunakan untuk memisahkan komponen yang dapat menyublim dari
campuran yang tidak menyublim. Proses sublimasi yaitu molekul-molekul
langsung berubah dari fasa padat menjadi fasa uap. Molekul terikat lebih
kuat dalam padatan, tekanan uap padatan jauh lebih kecil daripada tekanan
uap cairnya (Chang, 2004).

2.5 Amonium Perklorat (NH4ClO4, AP)


Amonium perklorat (AP) permerupakan kristal tidak berwarna,
dengan kerapatan/massa jenis 1,95 g/mL. Dihasilkan dari reaksi pertukaran
ion antara sodium perklorat dengan amonium klorida, dan dikristalkan dari
air sebagai garam anhidrat (Schumacher, 1960).
AP dapat disintesis melalui dua tahap, sintesis pertama yaiyu sintesis
elektrokimia sodium perklorat (NaCLO4) dari sodium klorat (NaClO3) dan
yang kedua konversi NaClO4 dalam amonium perklorat (NH4ClO4) yang
reaksinya adalah (Andrića, 2007) :
NaClO4 + NH4Cl  NH4ClO4 + NaCl
Amonium perklorat dan sodium klorida merupakan hasil reaksi
double exchange yang harus dipisahkan pada tahap kristalisasi (Andrića,
2007). Modifikasi reaksi pembentukan AP juga telah dikembangkan oleh
Schumacher (1960),AP terbentuk dari hasil reaksi antara amonia, asam
hidroklorida dan sodium perklorat :
NaClO4 + HCl + NH3  NH4ClO4 + NaCl
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah amonium
klorida (NH4Cl) sebanyak 130 liter, sodium perklorat (NaClO 4) sebanyak
150 liter, dan sodium hidroksida (NaOH) 15%.
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah reaktor
kristalizer, screen mesh, timbangan, mikroskop dan high performance
liquid chromatography (HPLC).

3.2 Prosedur Kerja


Proses penelitian diawali dengan preparasi bahan baku, yaitu
pemanasan larutan ammonium klorida (NH4Cl) dan larutan sodium
perklorat (NaClO4) hingga suhu 90°C. Kemudian dilanjutkan dengan
proses amoniasi. Larutan ammonium klorida (NH4Cl) dan larutan sodium
perklorat (NaClO4) dengan suhu 90°C dialirkan ke reaktor kristalizer serta
ditambahkan sodium hidroksida (NaOH) (15%). Selama proses transfer ke
reaktor, larutan ammonium klorida (NH4Cl) dan larutan sodium perklorat
(NaClO4) mengalami heat loss sehingga suhunya turun menjadi 70°C,
untuk menjaga suhu di reaktor heating chamber pada reaktor kristalizer
dinyalakan. Campuran kedua larutan disirkulasi dari reaktor ke heating
chamber hingga diperoleh suhu 90°C selama kurang lebih 30 menit.
Proses dilanjutkan dengan kristalisasi dua tahap pendinginan, yaitu
pendinginan lambat menggunakan air pendingin dengan suhu 30°C dan
ethylene glycol dengan suhu -27°C. Air pendingin dialirkan ke reaktor
melalui koil pendingin menggunakan 3 pompa dengan flowrate yang
berbeda secara bergantian. Yaitu, dengan flowrate 4,5 liter/menit
mendinginkan larutan dari suhu 90°C menjadi 64,6°C, kemudian dengan
flowrate 9 liter/menit mendingin- kan larutan dari suhu 64,6°C menjadi
59,4°C, dilanjutkan dengan flowrate 15 liter/menit, mendinginkan larutan
dari suhu 59,4°C menjadi 55,4°C. Proses pendinginan dilanjutkan dengan
pendinginan cepat menggunakan coolant ethylene glycol dengan suhu -
27°C. Ethylene glycol dialirkan dari chiller ke reaktor melalui 2 buah koil
pendingin dengan flowrate 30 liter/menit, men- dinginkan larutan dari
55,4°C hingga 14,8°C.
Proses kristalisasi dilanjutkan dengan penanganan kristal yang
diper- oleh, di antaranya pemurnian kadar air, klasifikasi kristal
berdasarkan ukurannya, analisa, dan penyimpanan kristal. Pe- murnian
kadar air dilakukan dengan mengeringkan kristal dalam pengering putar
pada suhu 120°C, kemudian dipisahkan berdasarkan ukurannya meng-
gunakan screen mesh 20, 40, dan 60. Selanjutnya sampel kristal dianalisa
menggunakan HPLC , sementara bentuknya diamati melalui mikroskop.
Kristal ke- mudian ditimbang dan disimpan dalam tempat yang kering
dilengkapi dengan dehumidifier.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


No Perlakuan Hasil Pengamatan
.
1. Pemanasan larutan NH4CL dan NaClO4 Suhu 90°C
2. Amoniasi larutan NH4Cl dan Mengalami heatloss
NaClO4+NaOH 15% suhu tutun menjadi
70°C
3. Disirkulasi campuran kedua larutan dari Suhu menjadi 90°C
reaktor ke heating chamber selama 30 menit
4. Kristalisasi tahap pendinginan Proses pendinginan
menggunakan air dengan suhu 30°C dan berlangsung lambat
ethylene glycol dengan suhu -27°C diawal batch, semakin
lama semakin cepat.
Pembentukan kristal
terhambat dan tidak
terlalu banyak. Kristal
cenderung mengarah
ke bentuk bulat ,
ukuran tidak terlalu
lembut denga CSD
yang sempit
5. Air pendingin dialirkan melalui koil  Flowrate 4,5
pendingin dengan 3 pompa flowrate liter/menit →
berbeda suhu dari 90°C
menjadi 64,6°C
 Flowrate 9
liter/menit →
suhu dari
64,6°C menjadi
59,4°C
 Flowrate 15
liter/menit→
suhu dari
59,4°C menjadi
55,4°C
6. Pendinginan cepat menggunakan coolant Flowrate 30
ethylene glycol -27°C liter/menit→
suhu dari
55,4°C menjadi
14,8°C. Kristal
terbentuk
7. Pemurnian kadar air pada suhu 120°C dan  Kristal 40
dipisahkan berdasarkan ukuran screen mesh→45,42
mesh 20,40 dan 60. kg
 Kristal 20
mesh→ 0,03
kg

8. Sampel kristal dianalisa menggunakan Kemurnian


HPLC dan bentuknya diamati melalui kristal 99,67%
mikroskop
9. Kristal ditimbang dan disimpan dalam Total kristal
tempat kering dengan dehumidifier 45,45 kg

4.2 Hasil/Pembahasan
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan
datar. Karema banyaknya zat padat seperti garam,kuarsa dan salju ada
dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris,telah lama para ilmuwan
menduga bahwa atom,ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun
secara simetris ( keenan,1979). Kristalisasi atau penghabluran ialah
peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam suatu fase
homogen. Kristalisasi dapat terjadi sebagai pembentukan. Kristalisasi
dapat terjadi sebagai pembentukan partikel padat di dalam uap, sebagai
pembekuan didalam lelehan cair. Kristalisasi juga merupakan proses
pemisahan solid liquid, karena pada kristalisasi terjadi perpindahan massa
solute dari larutan liquid ke padatan murni pada fase kristal
(Fachry,dkk,2008). Rekristalisasi adalah suatu Teknik pemurniaan zat
padat campuran pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut ( solven) yang sesuai
atau cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan dalam
proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup
besar antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan
zat pengotor pada kristal ,dan mudah dipisahan dari kristal
( Rositawati,dkk,2013). Sublimasi merupakan perubahan fasa uap menjadi
fasa padat dan sebaliknya dari fasa uap karena adanya pengaruh suhu dan
tekanan udara. Pada suhu kamar zat akan berada dalam keadaan
padat,kemudian langsung berubah menjadi fasa gas pada suhu
tertentu,tanpa melalui fasa cair lebih dahulu,Senyawa pada pada proses
sublimasi akan terjadi perubahan dari padat menjadi uap lamgsung. Uap
tersebut akan menjadi padat kembali bila didinginkan,sehingga proses ini
didapatkan senyawa padat yang lebih murni ( Ayuni dan Yuningrat,2014).
Sublimasi didefinisikan sebagai transisi langsung dari padatan ke uap
tanpa melewati fasa cair,contohnya uap padat CO 3 ke CO2. Maka
didefinisikan akan sepenuhnya terjadi dengan penguapan lewat molekul
dari keadaan cair atau fasa zat ke keadaan gasnya. Berlaku untuk semua
padatan,disetiap suhu diatas 0⁰K, Perbedaannya hanya kuantitatif dan
tergantung pada tekanan uap solid ( Stojavoska,2012).

Kristalisasi
Pada percobaan ini yang pertama kali dilakukan adalah pemanasan
larutan ammonium klorida ( NH4Cl) dan larutan sodium perklorat
( NaClO4) hingga suhu 90⁰C. Fungsi dilakukannya pemanasan ammonium
klorida dan larutan sodium perklorat hingga suhu 90⁰C untuk mereaksikan
larutan sodium perklorat dari hasil elektrolisis dengan menggunakan
ammonium klorida (Pinalia ,2011). Ammonium klorida merupakan
senyawa anorganik ,berupa garam kristal putih yang sangat mudah larut
dalam air.Larutan ammonium klorida bersifat asam lemah. Mineral ini
umum terbentuk pada pembakaran batu bara akibat kondensasi gas-gas
yang dihasilkan (Gao, dkk., 2018). Sodium perklorat berbentuk
kristal ,tidak memiliki warna dan tidak memiliki bau. Titik leburnya 130⁰C
dan memiliki zat pengoksidasi kuat (Merck,2006). Sodium perklorat
digunakan sebagai senyawa antara ( precursor) untuk mencapai potassium
perklorat dan ammonium perklorat Setelah Dilakukannya proses
pemanasan dilanjutkan dengan proses amoniasi larutan NH4Cl dan larutan
sodium perklorat NaClO4 dengan suhu 90⁰C dialirkan ke reactor kristalizer
serta ditambahkan sodium hidroksida (NaOH) 15% sehingga terjadinya
heatloss atau suhu turun menjadi 70⁰C. Pada proses amoniasi biasanya
terjadi pengambilan kristal secara bertahap sehingga setelah terjadinya
pemanasan pada suhu 90⁰C pada larutan ammonium klorida NH 4Cl dan
larutan sodium perklorat kristal diambil secara bertahap dan dialirkan ke
reactor kristalizer (Setyaningsih,2009). Penambahan NaOH 15% untuk
menjaga PH tetap basa pada larutan ammonium klorida dan sodium
perklorat.Saat terjadi proses pengaliran larutan ke reator kristalizer terjadi
penurunan suhu yang semula saat pemanasan 90⁰C turun menjadi 70⁰
sehingga fungsi reactor kristalizer dapat mendinginkan dan sebagai
pereaksi ammonium klorida dan sodium perklorat sehingga terjadinya
penurunan suhu. Untuk menjaga suhu di reactor heating chamber pada
reactor kristalizer dinyalakan sehingga campuran kedua larutan disirkulasi
dari reactor ke heating chamber hingga diperoleh suhu 90⁰C selama 30
menit. Fungsi Heating Chamber untuk proses pemanasan bebas udara
(oksigen) seperti proses reduksi,proses pemanasan dengan kondisi media
lain(non udara),dan pemanasan dengan menghindari udara luar (atmosfir)
(Kisworo,2008). Melalui sirkulasi,sudut-sudut yang terbentuk oleh adanya
impuritas dapat terkikis (pinalia,2011). Sehingga setelah terjadi penurunan
dengan dialirkan ke reactor kristalizer untuk tetap menjaga suhu
sebelumnya larutan tersebut ditepatkan di heating chamber pada reactor
kristalizer dinyalakan.
Proses selanjutnya yang dilakukan adalah kristalisasi dua tahap
pendinginan,yaitu pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C dan ethylene
glycol pendinginan dengan suhu -27⁰C. Sehingga hasil yang didapatkan
pada proses pendinginan berlangsung lambat diawal batch,semakin lama
semakin cepat pembentukan kristal terhambat dan tidak terlalu banyak.
Kristal cenderung mengarah ke bentuk bulat,ukuran tidak terlalu lembut
dengan CSD yang sempit. Pada pedinginan,senyawa yang akan
dimurnikan kemudian membentuk kristal ( mengalami rekristalisasi).
Pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C akan membentuk kristal yang lebih
besar. Pendinginan lambat dengan suhu 30⁰C dan ethylene glycol dengan
suhu -27⁰C dimaksudkan untuk mengatur laju pendinginan agar sistem
tetap berada dalam zona metastabil. Proses pendinginan berlangsung
lambat diawal batch untuk menimalisasi jumlah inti kristal yang terbentuk,
sementaras kristal yang terbentuk sebagian akan larut saat sirkulasi
berlangsung dengan demikian selain menghasilkan bentuk kristal yang
mendekati bulat dan inti kristal yang terbentuk tidak terlalu banyak ,proses
ini mampu menghasilkan kristal dengan kemurnian cukup tinggi
(Pinalia,2011). Setelah itu, air pendingin dialirkan melalui koil pendingin
dengan 3 pompa flowrate berbeda. Saat air pendingin dialirkan ke reactor
melalui koil pendingin terjadi penurunan suhu di setiap pompa flowrate
yang berbeda. Pada 4,5 liter/menit mendinginkan larutan dari suhu 90⁰C
menjadi 64,6⁰C kemudian dengan flowrate 9 liter/menit mendinginkan
larutan dari suhu 64,6⁰C menjadi 59,4⁰C,dilanjutkan dengan flowrate 15
liter/menit,mendinginkan larutan dari suhu 59,4⁰C menjadi 55,4⁰C. Proses
pendinginan dilanjutkan dengan pendinginan cepat menggunakan coolant
enthylen glycol dialirkan dari chiller ke reactor melalui 2 buah koil
pendingin dengan flowrate 30 liter/menit suhu dari 55,4°C menjadi 14,8°C
sehingga terbentuklah kristal. Ethylene glycole merupakan senyawa
turunan ethylene yang termasuk golongan poly alkohol. Ethylene glycole
mudah larut dalam air dan mempunyai titik beku yang cukup rendah.
Pendinginan cepat menggunakan coolant enthylene glycol sebagai radiator
coolant sehingga dapat menurunkan titik beku air pada radiator setelah itu
dialirkan dari chiller ke reactor melalui 2 buah koil pendingin hal ini yang
membuat terjadinya pendinginan dengan cepat dikarenakan beban yang
diserap oleh coolant ethynel glycol pada chiller. Dengan pendinginan cepat
jumlah solute yang mengkristal akan semakin banyak
(Syahputra,dkk,2016).
Proses kristalisasi dilanjutkan dengan penanganan kristal yang
diperoleh, di antaranya pemurniaan kadar air yang dilakukan penambahan
bahan pengikat pengotor yang bervariasi konsentrasinya. Penambahan
dilakukan secara bertetes-tetes hingga tidak terbentuk endapan. Pemurnian
ini dapat mengurangi kadar air yang terkandung dari hasil proses
kristalisasi ( Sulistyaningsih, dkk, 2010). Pemurnian kadar air dilakukan
dengan mengeringkan kristal dalm pengering putar pada suhu 120⁰C agar
kadar air yang terdapat didalam kristal berkurang dandidapatkan kristal
yang kering sehingga bentuk kristal tidak mudah mencair
(Sulistyaningsih,dkk,2010). Kristal berdasarkan ukurannya dengan sistem
pendinginana terkontrol sehingga ukuran kristal 40 mesh sebanyak 45,42
kg, dan ukuran 20 mesh sebanyak 0,03 kg (Pinalia,2011). Sampel kristal
dianilisa menggunakan HPLC sementara bentuknya diamati melalui
mikroskop. Analisa menggunakan HPLC digunakan untuk keperluan
pengidentifikasian maupun analisis kuantitatif yang didasarkan pada
bentuk kristal dan kemurniaan kristal 99,67% setelah diamati melalui
mikroskop terhadap sampel kristal yang telah dilakukan percobaan
(Kusuma dan Rosalina,2016). Kristal kemudian ditimbang dan disimpan
dalam tempat yang kering dengan dehumidifier. Setekah dilakukannya
penimbangan Total berat kristal 45,45 kg lalu disimpan ditempat yang
kering dilengkapi dengan dehumidifier agar kristal tersebut tetap kering
dan beratnya tidak berubah. Pemanfaatan dehumidifier untuk proses
pengeringan yang mengkombinasi mesin kalor dan pengering sehingga
kemampuan thermalnya akan meningkat dan pengontrolan kondisi udara
masuk lebih efektif (Handayani,dkk,2014).

Kristalisasi Sublimasi
Mula-mula yang dilakukan didalam percobaan ini adalah aseton
ditambahkan sebanyak 10 mL pada padatan kering hasil fraksinasi, dan
saring larutan dengaan keras saring. Aseton merupakan jenis senyawa
organic yang berwujud cairan yang tidak berwarna dan sangat mudah
terbakar serta memiliki bau yang khas. Aseton larut dalam berbagai
perbandingan air,etanol,dietil eter, dan lain-lain (Mcmurry,2008).
Penambahan aseton 10 mL pada padatan kering hasil fraksinasi adalah
sebagai campuran fasa gerak yang digunakan untuk proses pemurnian
padatan kering hasil fraksinasi (Yuliana,2013).
Setelah itu padatan kering hasil fraksinasi yang telah ditambahkan
aseton disaring dan diuapkan dengan hati-hati pada suhu 56⁰C. Larutan
disaring menggunakan kertas penyaring untuk memisahkan larutan
dengan pengotor. Larutan aseton diuapkan pada suhu 56⁰C untuk untuk
memperoleh kemurnian yang tinggi karena larutan aseton bersifat larutan
yang polar (Al-Ash’ary,dkk,2010). Selanjutnya cawan porselen yang
berisikan ekstrak padat yang ditutup dengan kertas saring dan corong kaca
yang diletakkan terbalik. Kertas saring disini berfungsi untuk menyaring
uap yang tebentuk sehingga pengotor-pengotor tidak ikut naik menuju
kondensor ( Wilantari,dkk,2018).
Ujung dari corong kaca ditutup dengan tissue basah dan bagian
dinding dari corong kaca ditutup dengan tissue dingin dan dijaga agar suhu
corong kaca tetap dingin ( sebagai kondensor). Ujung dari corong ditutup
dengan tissue basah agar uap tidak keluar. Dinding corong kaca juga
diselimuti dengan tissue yang basah untuk menjaga kondisi didalam
corong agar suhu nya tetap stabil yaitu tetap dingin karena tidak adanya
uap yang keluar dari alat sublimasi,pada proses sublimasi yang telah
dilakukan maka uap akan berubah wujud menjadi padatan dalam bentuk
kristal. Berdasarkan fasenye, pada proses sublimasi yang uap berubah
wujud menjadi padatan sehingga pada proses tersebut terjadi perpindahan
massa sistem gas dan padat (Martin dan Lindawati,2018).
Rangkaian alat kristalisasi sublimasi dipasang dengan baik dan suhu
hot plate diatur sebesar 250⁰C. penggunaan hotplate pada percobaan ini
sebagai pemanas dan juga digunakan untuk konduktivitas termal
pengukuran sampel kecil yang suhunya diatur sebesar 250⁰C
( Raefat,dkk,2018) . Pemanasan dilakukan pada suhu 250⁰C untuk dapat
menguapkan kafein karena kafein memiliki titik didih sebesar 178⁰C.
Kafein mudah menguap karena titik didih kafein lebih rendah dari suhu
hotplate yang sudah diatur 250⁰C sehingga kandungan senyawa organic
pada kafein mudah terjadi penguapan (Atif,dkk,2017). Setelah itu kristal
kafein ditunggu hingga terbentuk jarum berwarna putih pada kertas saring
dan dijaga selama proses kristalisasi sublimasi uap pada corong kaca tidak
bocor dan corong kaca tetap dalam suhu dingin. Kristalisasi kafein dengan
metode sublimasi hasil yang didapatkan adalah kristal yang didapat
sebanyak 3,12 gram atau 0,3% berwarna putih,berbentuk kristal jarum,bau
khas aromatic.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan dari paper ini adalah :


1. Praktikan dapat mengetahi pengertian dari rekristalisasi dan
sublimasi.Rekristalisasi merupakan suatu proses pemurnian kembali zat
padat dengan melarutkan pelarut yang dilanjutkan dengan proses
pendinginan hingga membentuk kristal sedangkan sublimasi merupakan
perubahan fasa uap menjadi padat dan sebaliknya. Faktor – faktor
rekristalisasi dan sublimasi adalah ukuran kristal,temperature,kelarutan,
supersaturasi,dan aglomerasi.
2. Praktikan dapat mengetahui aplikasi sehari-hari dari metode rekristalisasi
dan sublimasi yaitu dalam proses pengkristalan garam dari air laut.
DAFTAR PUSTAKA

Al-ash’ary, N. M., Supriyanti, T. M. F., Zackiyah, 2010, Penentuan Pelarut


Terbaik dalam Mengekstraksi Senyawa Bioaktif dari Kulit Batang
Artocarpus heterophyllus, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1(2) : 150-158
Andrića, A. M. Ž., 2007, Crystallization of Ammonium-Perchlorate from
Solution of Electrolytically Produced Sodium-Perchlorate in a Pilot-Scale
Plant, European Congress of Chemical Engineering (ECCE-6),
Copenhagen, pp. 16-20.
Atif , H. A., Shazad, A, Sahar, N., Arshad, S., Iqbal, Y., Rafique, S., Ashiq, M.,
2017, Volatile Organic Compounds : Classification, Sampling, Extraction,
Analysis and Health Impacts,The Pharmaceutical and Chemical Journal,
4(2) : 52.
Ayuni, N.P.S., dan Yuningrat, N.W., 2014, Kimia Analitik : Analisis Kualitatif
dan Pemisahan Kimia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Brady, J.E., 1994, Kimia Universitas : Asas dan Struktur Jilid 1, Erlangga,
Jakarta.
Chairunnisa, S.P. dan Wardhana, W.Y., 2016, Karakterisasi Kristal Bahan Padat
Aktif Farmasi : Review, Farmaka, 14 (1) : 17-32.
Chang, R., 2004, Kimia Dasar 1, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Fachry, R. A., Tumanggor, J, Yuni, L. E. P. N., 2008, Pengaruh Waktu
Kristalisasi dengan Proses Pendinginan Terhadap Pertumbuhan Kristal
Ammonium Sulfat Dari Larutannya, Jurnal Teknik Kimia, 12 (2) : 9.
Fessenden, dan Fessenden, 1988, Principles of Organic Chemistry 4th Edition,
McGraw-Hill Kogakhusa, LTD., New York.
Gao, B., Zhang G., Zhou X, Huang, H., 2018, Palladium-Catalyzed
Regiodivergent Hydroaminocarbonylation of Alkenes to Primary Amides
With Ammonium Chloride, Chemical Science, 9(2) : 380-6.
Handayani, U. S., Rahmat, Darmanto, S, 2014, Uji Unjuk Kerja Sistem Pengering
Dehumidifier untuk Pengeringan Jahe,Agritech, 34 (2) : 232-238.
Hartel, R.W., 2001, Crystallization in Foods, Springer US.
Keenan, C., 2005, Kimia Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta.
Khairunisa, L.F., Asri W., dan Sarifah N., 2019, Kajian Pengaruh Kecepatan
Pengadukan terhadap Rendemen dan Mutu Kristal Patchouli Alcohol
dengan Metode Cooling Crystallization, Jurnal Keteknikan Pertanian
Tropis dan Biosistem, 7 (1) : 55-66.
Kisworo, D., 2008, Pembuatan Heating Chamber pada Tungku Kiln/Heat
Treatment Furnace Type N 41/H, BATAN, 1(2):36-44.
Kusuma, W. S. A., Rosalina, G, 2016, Analisis Kadar Kapsaisin dari Ekstrak
“Bon Cabe” dengan Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT), Farmaka, 14(2) : 11-18.
Martin dan Lindawati, 2018, Pengaruh Kecepatan Alir Udara dan Temperature
Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Massa Padat dan Gas (Bola
Naftalena-Udara) dalam Sistem Kolom Akrilik, Jurnal Integrasi Proses,
7(2) : 99-105.
McMurry, 2008, Organic Chemitry 7th Edition, McMurry University, Texas.
Merck, 2016, MSDS Sodium Perklorat.
Nickerson, T.A., dan Moore, E.E., 1997, Factors Influencing Lactose
Crystallization, Journal of Dairy Science, 57 (11) : 1315-1319.
Pinalia, A, 2011, Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Ammonium Perklorat (AP), Majalah
Sains dan Teknologi Dirgantara, 6 (2) : 64.
Pinalia, A., 2011, Kristalisasi Ammonium Perklorat (AP) dengan Sistem
Pendinginan Terkontrol untuk mengahasilkan Kristal Berbentuk
Bulat, Jurnal Teknologi Dirgantara, 9(2) : 124-131.
Pinalia, A., 2011, Penelitian Metode Rekristalisasi yang Tepat untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Peklorat (AP), Jurnal Majalah
Sains dan Teknologi Dirgantara, 6 (2) : 64-70
Raefat, S., Garoum, M., Laaroussi, N., Khattabi, E. M. E., Rhachi, 2018, An
Extended Hot Plate Method for Measurement of Thermal Conductivity
Variation With Temperature of Building Materials, Materials Science and
Engineering , 446(012007) : 1-6.
Rositawati, L. A., Taslim, M. C., Danny, S., 2013, Rekristalisasi Garam Rakyat
Dari Daerah Demak Untuk Mencapai SNI Garam Industri, Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri, 2(4) : 218.
Scumacher, J.C., 1960, Perchlorates Their Properties, Manufacture and Uses,
Reinhold Publishing Corporation, New York.
Setyaningsih, H., 2009, Upaya Kemandirian Ammonium Perklorat dalam Rangka
Menunjang Roket Peluncur Satelit, Berita Dirgantara, 10 (4) : 96-100.
Setyopratomo, P., Siswanto, W., Ilham, H.S., 2003, Studi Eksperimental
Pemurnian Haram NaCl dengan cara Rekristalisasi, Unitas, 11(2) : 17-28.
Stojanovska, M., Petrusevski, V.M., dan Soptrajanov, B., 2012, The Concept of
Sublimation – Iodine as Example, Emergent Topics on Chemistry Education
(Experimental Teaching), 23 (1) : 171-175.
Sulistyaningsih, T., Sugiyo, W., Sedyawati , S. M. R, 2010, Pemurniaan Garam
Dapur Melalui Metode Kristalisasi Air Tua dengan Bahan Pengikat
Pengotor Na2C2O4-NaHCO3 dan Na2C2O4-Na2CO3, Sainteknol : Jurnal Sains
dan Teknologi, 8(1) : 26-33
Syahputra, H., Aziz, A., Mainil, I., R., 2016, Laju Pendinginan Coolant Ethylene
Glycol pada Mesin Pendingin Type Chiller untuk Cold Storage, Jom
FTEKNIK, 3(1) : 1-4.
Tipson, S., 1950, Theory, Scope, and Methods of Recrystallization, Analytical
Chemistry, 22 (5) : 628-635.
Wilantari, D. P., Putri, A. R. N., Nugraha, K. A. A. G. I., Syawalistianah,
Prawitasari, Samirana, O. P, 2018, Isolasi Kafein dengan Metode Sublimasi
dari Fraksi Etil Asetat Serbuk Daun The Hitam (Camelia sintesis), Jurnal
Farmasi Udayana, 7(2) : 53-62.
Wirda, Z., Hakimah H., Tanwirul M.., dan Rahmi Z., 2013, Pengaruh Berbagai
Jenis Pelarut dan Asam terhadap Rendemen Antosianin dari Kubis Merah,
Agroscietiae, 18 (2) :
Young, H.D., Freedman, R.A., Ford, A.L., dan Sandin, T.R., 2002, Fisika
Universitas, Erlangga, Jakarta.
Yuliana, T., 2013, Isolasi dan Pemurnian Wedelolakton dari Tumbuhan Urang
Aring (Eclipta alba L.Hassk), JKTI. 15 (1) : 1-7
Zhou, W., 2009, Review, Reversed Crystal Growth, Journal Crystals, 9 (7) : 1-16.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kutipan dan cover jurnal Zhou (2009)


Lampiran 2. Kutipan dan cover jurnal Tipson (1950)
Lampiran 3. Kutipan dan cover jurnal Nickerson dan Moore (1974)
Lampiran 4. Kutipan dan Cover Jurnal Khairunisa (2019)
Lampiran 5. Kutipan dan cover jurnal Setyopratomo, dkk (2003)

Anda mungkin juga menyukai