Anda di halaman 1dari 451

REVIEWER

Prof. Dr. Ir. Eddy S. Siradj, M.Sc. (UPN Veteran Jakarta)


Prof. Dr. Ir. I Made Kartika D., Dipl.Ing. (Universitas Indonesia)
Prof. Dr. Ir. Bambang Suryawan, M.T. (Universitas Gunadarma)
Prof. Dr. Agustinus Purna Irawan, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel (Universitas Indonesia)
Harto Tanujaya, S.T., M.T, Ph.D. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Steven Darmawan, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
Ir. Sofyan Djamil, M.Si. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Ir. Erwin Siahaan, M.Si. (Universitas Tarumanagara)
Wilson Kosasih, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
I Wayan Sukania, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
Joni Fat, S.T., M.E. (Universitas Tarumanagara)
Ir. Hadian Satria Utama, MSEE. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Lamto Widodo, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Ir. M. Sobron Yamin Lubis, M.Sc. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Abrar Riza, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
Dr. Adianto, M.Sc. (Universitas Tarumanagara)
Lithrone Laricha S, S.T., M.T. (Universitas Tarumanagara)
PROSIDING

SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI XIII


dan
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI KOMPUTER DAN
TELEKOMUNIKASI IX

ISBN 978-602-53951-1-6

RISET MULTIDISIPLIN UNTUK MENUNJANG


PENGEMBANGAN INDUSTRI NASIONAL

Jakarta, 25-26 April 2019


Universitas Tarumanagara

Diterbitkan oleh:
Program Studi Teknik Mesin, Teknik Industri dan Teknik Elektro
Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik
Universitas Tarumanagara
Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440
Telp. 021-5672548, 5663124, 5638335; Fax. 021-5663277
e-mail: snmi@ft.untar.ac.id ; Website: www.untar.ac.id
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI) XIII dan Seminar Nasional Teknologi
Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT) IX 2019 dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.
Perguruan tinggi sebagai pilar utama dalam mencerdaskan bangsa harus semakin
aktif mengambil peran, salah satunya dengan terus meningkatkan kualitas dan
kuantitas Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (Abdimas) serta bersinergi dengan dunia industri. Dalam Era
Industry 4.0, sinergi antara Perguruan Tinggi dan Industri di Indonesia diharapkan
mendorong percepatan penguasaan teknologi digital dan ilmu pengetahuan, serta
mampu meningkatkan daya saing industri-bisnis yang berdampak terhadap peningkatan profitabilitas dan
produktivitas melalui pengembangan SDM, teknologi, maupun sistem.
Didasari oleh semangat tersebut serta dalam rangka untuk memperingati Dies Natalis Program Studi Teknik
Mesin yang ke-38, Program Studi Teknik Elektro yang ke-27, dan Program Studi Teknik Industri yang ke-14,
Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara menyelenggarakan SNMI XIII dan
SNTKT IX secara bersama-sama untuk pertama kalinya sebagai sarana komunikasi antara para dosen
peneliti, pakar ilmiah, praktisi dan mahasiswa teknik guna meningkatkan mutu pendidikan serta aplikasinya.
Adapun tema SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 ini adalah “Riset Multidisiplin untuk Menunjang
Pengembangan Industri Nasional”.
Tujuan dari kegiatan Seminar Nasional Mesin Industri XIII dan Seminar Nasional Teknologi Komputer dan
Telekomunikasi IX 2019 ini adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan sikap inovatif, kreatif terhadap perkembangan dan kemajuan IPTEK.
2. Forum komunikasi tentang IPTEK antara: Dosen, Peneliti, Praktisi dan Mahasiswa.
3. Menjadikan sarana komunikasi antara peneliti, dosen, praktisi dan pelaku bisnis untuk dapat
mengembangkan kerjasama dan jejaring dalam bidang IPTEK.
Pada SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 ini menghadirkan 3 (tiga) pembicara kunci dengan kepakaran masing-
masing serta Topik seminar, sebagai berikut:
1. Prof. Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D. (Rektor ITK dan Guru Besar Departemen Teknik Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya)
2. Ir. Sugiyanto (Direktur Operasi I PT. Pembangkitan Jawa Bali)
3. Shienny, S.T., M.M. (Founder dan Direktur PT. Guruloka Edukasi Teknologi)
Selain pembicara kunci, pada SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 terdapat pula 69 artikel ilmiah yang akan
dipresentasikan oleh sejumlah dosen dan mahasiswa dari PTN, PTS, serta praktisi dari seluruh Indonesia
yang meliputi bidang: Pengembangan & Konservasi Energi, Konstruksi Mesin, Konversi Energi, Teknik
Manufaktur, Mekatronika dan Robotika, Teknologi Material, Perancangan dan Pengembangan Produk,
Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, Manajemen Operasi dan Produksi, Rekayasa dan Manajemen
Kualitas, Logistik & Sistem Transportasi, Manajemen Rantai Pasokan, Optimasi Sistem Industri, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3), Internet of Thing, Signal Processing, Telekomunikasi, Computer Interfacing,
serta Pengabdian Kepada Masyarakat bidang Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan Teknik Industri.
Pada kesempatan ini ijinkan kami atas nama Panitia mengucapkan terima kepada seluruh peserta dan pihak-
pihak yang telah mendukung terlaksananya SNMI XIII dan SNTKT IX 2019. Perkenan juga kami memohon
maaf sebesar-besarnya atas kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan ini. Semoga pertemuan dan
ajang komunikasi ini tetap berlanjut setelah acara berakhir.
Sampai jumpa di SNMI XIV dan SNTKT X 2020.

Jakarta, 25 April 2019

Wilson Kosasih, S.T., M.T.


Ketua Pelaksana

i
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK

Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,


Marilah kita mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih, yang telah memberikan berkat dan hikmat sehingga kita
semua diberi kesehatan dan kebahagiaan sampai dengan hari ini.
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI) pada tahun 2019
memasuki penyelenggaraan ke 13 dari Program Studi Teknik Mesin &
Teknik Industri sedangkan Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi
(SNTKT) memasuki tahun ke 9 dari Program Studi Teknik Elektro. Pada tahun 2019,
penyelenggaraan kedua jenis seminar nasional ini digabungkan di bawah Jurusan
Teknologi Industri – Fakultas Teknik – Universitas Tarumanagara.
Kita berharap agar tema seminar “Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan
Industri Nasional”, yang saat ini sudah memasuki era industri 4.0 dapat dijadikan motivasi
dan wawasan agar kita dapat berpikir kreatif dan inovatif serta memanfaatkan peluang
dalam menghadapi teknologi yang serba “smart” tersebut.
Seminar nasional juga merupakan salah satu ajang untuk bersilahturahmi dan berdiskusi
antara dosen dan peneliti guna mewujudkan dan menghasilkan karya penelitian dan karya
ilmiah yang baik dan bermanfaat untuk dunia pendidikan, sehingga seluruh pihak yang
terlibat dalam dunia pendidikan dapat terus bersinergi dan termotivasi serta berperan aktif
dalam membangun pendidikan Indonesia yang berkualitas melalui pembelajaran yang
inovatif.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pemakalah dan peserta yang
telah berkontribusi dalam SNMI-13 dan SNTKT-9 tahun 2018 ini, dan juga terimakasih
untuk seluruh panitia yang telah berupaya keras untuk menyelenggarakan dan
mensukseskan penyelenggaraan seminar nasional ini.
Selamat berseminar dan semoga apa yang kita lakukan hari ini bermanfaat dan Tuhan
memberkati usaha baik kita semua.
SALAM SUKSES SELALU UNTUK KITA SEMUA.

Jakarta, 25 April 2019


Dekan Fakultas Teknik

Harto Tanujaya, S.T., M.T., Ph.D.

ii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Sambutan Dekan Fakultas Teknik ii
Daftar Isi iii
Susunan Panitia vi
Susunan Acara vii
Jadwal Presentasi viii

Pembicara Kunci
1. Peran Big Data untuk Bersaing Dalam Revolusi Industri 4.0, Budi Santosa 1
2. Overview Pembangkitan Jawa Bali, Sugiyanto 14
3. Peranan Internet of Things (IOT) pada Implementasi Generasi Milenial dan
Startup di Era Industri 4.0, Shienny 26

Bidang Teknik Mesin


1. Pengaruh Filler 5356 pada Sambungan Las Alumunium 6063 Metode Friction Stir
Welding, Sayyid Ridho, Syahbuddin 1
2. Eksperimental Model Turbin Angin Horizontal dengan Susunan In-Line, Dimas
Wildan Wibowo 12
3. Desain dan Optimasi High Pressure Die Casting Alumunium Ingots 99,7% pada
Rotor Motor Pompa untuk Mengurangi Defect Shrinkage Porosity, Charis
Maulana 21
4. Studi Penggunaan Baterai Ramah Lingkungan Berbasis Thorium, Budhi
Muliawan Suyitno, H. Sorimuda Harahap, Nurrahmawati Aulia Ismail 33
5. Perancangan Lifter Kapasitas 100 Kg untuk Proses Preparation Supply Body,
Yunda Febrilianingsih 43
6. Perencanaan Model Penganganan Batubara untuk Mendukung Stabilitas Pasokan
Batubara dengan ExtendTM (Studi Kasus PT. PJB UPJ O&M PAITON), Danang
Kusmiwardhana, Sugiono, Yudy Surya Irawan 51
7. Analisa Kegagalan Kantong Plastik rHDPE dengan Menggunakan Metode Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA), Rifka Findiani, Oyong Novareza, Moch.
Agus Choiron 60
8. Distribusi Tegangan Konstruksi Cooling Bank Transformator Akibat Percepatan
Horizontal Medium Gempa, Muhammad Zainularifin 67
9. Review Pengaruh Penerapan Metode Campbell Dudek Smith (CDS) pada Jadwal
Perawatan dan Jadwal Produksi pada Industri, Teuku Anggara, Pratikto, Achmad
As’ad Sonief 78
10. Studi Literatur Mengenai Implementasi Sustainable Manufacturing Menggunakan
Metode Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA), Galuh Zuhria Kautzar,
Ishardita Pambudi Tama, Yeni Sumantri 83
11. Analisis Umur Pahat Terhadap Variasi Kecepatan Makan pada Proses Bubut CNC
Grey Cast Iron, Rosehan, Erwin Siahaan, Irvan 88
12. Analisis Performa dan Gas Buang Mesin Gasoline JF51E Terhadap Bahan Bakar
Gas LGV (Liquified Gas for Vehicle), Khairil Zumar, Wegie Ruslan 96
13. Pengaruh Temperatur Preheat Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Hasil Pengelasan
Aluminium, Yustiasih Purwaningrum, M. Hari Mustofa, Fernanda Adhi
Wibowo 110

iii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

14. Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem Pendingin Central
Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap Penurunan
Temperatur Kerja (CPU), Wayan Nata Septiadi, I Wayan Gede Widyantara,
Ketut Astawa 117
15. Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem Pendingin Central
Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap Penurunan
Temperatur Keluaran Kondensor, Wayan Nata Septiadi, I Kadek Odik
Widiantara, Ketut Astawa 126
16. Pengujian Karakteristik Tungku Gasifikasi dengan Bahan Bakar Kayu, Aristo
Seandy Themas, Abrar Riza, Steven Darmawan 134

Bidang Teknik Industri


1. Ergonomi Partisipasi Tim Kerja Virtual pada Start Up Kewirausahaan Sosial,
Helena Juliana Kristina 143
2. Penentuan Interval Perawatan Mesin Hammer Mill Secara Preventive Maintenance
dengan Menggunakan Metode Age Replacement pada PT. XYZ, Endang Pudji
Widjajati, Ervandio Irzky Ardyanta 151
3. Usulan Waktu Preventive Maintenance untuk Menurunkan Downtime pada Mesin
Crane 0746 dengan Reliability Block Diagram, Evi Febianti, Putro Ferro
Ferdinant, Sarah Larasati 162
4. Studi Kelayakan Bisnis Aspek Finansial Rencana Pendirian Hotel, Nuraida
Wahyuni, Hadi Setiawan, Suryanawati, Akbar Gunawan 170
5. Perencanaan Pengembangan Arsitektur Sistem Informasi untuk Meningkatkan
Promosi Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon, Tri Retnasari, Eva
Rahmawati, Hani Harafani 177
6. Kegiatan Pengabdian Masyarakat: Perancangan Alat Bantu Packaging pada
Quality Control Container Dry II PT. Clariant Adsorbent Indonesia, Frans Jusuf
Daywin, Javelin Nicole Samuel, Carla Doaly, Ahmad, Lina Gozali, I Wayan
Sukania 188
7. Peningkatkan Produktivitas Kerja Pengemasan Baut pada PT. X dengan Intervensi
Ergonomi Menggunakan Metode QEC, REBA, dan WERA, Lamto Widodo, Silvi
Ariyanti, Bonaventura Andhika W. 197
8. Usulan Peningkatan Kualitas Produk Corrugated Sheet dengan Penerapan Lean
Six Sigma di PT. Purinusa Eka Persada, Sukoyo, Anisa Fauziah 208
9. Strategi Minimasi Produk Cacat Berbasis Metode Six Sigma dan Kaizen (Studi
Kasus: Salah Satu Produsen Sandal di Jakarta), Lithrone Laricha Salomon,
Lilyana, Reynald Andreas 218
10. Analisis Peramalan (Forecasting) Perencanaan Produksi Office Furniture Untuk
Meningkatkan Strategi Dalam Sistem Penjualan Produk E-Class (Studi Kasus: PT.
Modera Furintraco Industri), Lina Gozali, Kevin Oktavian, Tira Natasha, Nita
Sari, Claudia Jessica Atmadja 232
11. Analisis Product Defect Menggunakan Seventools dalam Pengendalian Kualitas
Produksi Baju Distro pada UKM Waris, Rizky Isa Divianto 242
12. Analisis Kelayakan Keuangan Pendirian PT Sinar Baru Pembuat Pants Support
Holder, Hendry, Maria G Elvira Siswanto, Olivia Audrey, Febricky, I Wayan
Sukania 255
13. Desain Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Metode Performance Prism (Studi
Kasus pada PT. PFB), Ahmad, Lithrone Laricha S., Dean Niecolas 263

iv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

14. Perancangan Penyeimbangan Lini Perakitan Upper Sepatu pada PT. XYZ
Menggunakan Pendekatan Mixed-Model Assembly Line Problem, Anak Agung
Gede Dwisuyoga Putra, Dida Diah Damayanti, Widia Juliani 275
15. Usulan Penyeimbangan Lini Perakitan Transformer untuk Meningkatkan Efisiensi
Lini pada PT. XYZ Menggunakan Metode Genetic Algorithm, Dzulhia Ardiaty,
Dida Diah Damayanti, Murni Dwi Astuti 284
16. Pengukuran Biaya Ekspektasi Kegagalan dan Penyebab Dominan dengan
Pendekatan FMEA Cost-Based dan Fault Tree Analysis (FTA) di Bagian Produksi
PT PJC, W Susihono, D L Trenggonowati, A P Ma’arif 293
17. Rancangan Alat Bantu Kerja yang Ergonomis pada Proses Pencetakan dan
Penekanan Tahu di UKM Produksi Tahu, Frans Jusuf Daywin, Nofi Erni,
Lithrone Laricha S., Monica 301
18. Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara dengan Menggunakan Pendekatan
Service Quality dan Lean Service, Ade Irman, Nurul Ummi, Irfan Faturohman 316
19. Peningkatan Produktivitas di Trimming 2 G-Line PT. Suzuki Indomobil Motor
dengan Pendekatan Work Load Analysis, Wilson Kosasih, Lithrone Laricha S.,
Claudia Putri 326

Bidang Teknik Elektro


1. Desain dan Implementasi QR Code Berbasis Android dengan Metode Error
Correction Kode Bose, Chaudhuri, Hocquenghem (BCH) untuk Sistem Presensi,
Afif Priyambodo, Koredianto Usman, Ledya Novamizanti 337
2. Perancangan Tingkat Kematangan Daun Teh Menggunakan Centroid Clustering
Berdasarkan Ruang Warna YCBCR, Bagaskara Aji Wicaksono, Ledya
Novamizanti, Nur Ibrahim 345
3. Perancangan Single-/Dual-Band Bandpass Filter Menggunakan Kombinasi Multi
STUB, Yudiansyah, Gunawan Wibisono, Teguh Firmansyah 353
4. Distribusi Manajemen Sistem dengan Integrasi Perangkat Otomasi pada Gardu
Konsumen Jaringan 20 kV Bersifat Transparan untuk Smart Grid, Hamzah Hilal,
Muhammad Taufiq Ridhwan 360
5. Aplikasi Delivery Schedule System pada PT.XYZ, Okto Yonatan, Tonny Prayogo 370
6. Pengembangan Prototipe Pengukur Gula Darah dengan Komunikasi Nirkabel,
Pratondo Busono dan Rony Febryarto 379
7. Perancangan dan Pengembangan Sistem Cerdas Untuk Pemantauan dan
Pengontrolan Pompa Infus, Pratondo Busono dan I Made Astawa 387

v
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

SUSUNAN PANITIA

Pelindung : Rektor Universitas Tarumanagara


Prof. Dr. Agustinus Purna Irawan, S.T., M.T.
Penasehat : Dekan Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Harto Tanujaya, S.T., M.T., Ph.D.
Penanggungjawab : Ketua Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Dr. (Cand). Ir. Sofyan Djamil, M.Si.
Panitia Pengarah:
Ketua : Prof. Dr. Ir. Eddy S. Siradj, M.Sc. (UPN Veteran Jakarta)
Anggota : Prof. Dr. Ir. I Made Kartika D., Dipl.Ing. (UI)
Prof. Dr. Ir. Bambang Suryawan, M.T. (Universitas Gunadarma)
Prof. Dr. Agustinus Purna Irawan, S.T., M.T. (UNTAR)
Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel (UI)
Dr. Ir. Iftikar Z. Sutalaksana, M.Sc. (ITB)
Harto Tanujaya, S.T., M.T, Ph.D. (UNTAR)
Dr. Steven Darmawan, S.T., M.T. (UNTAR)
Panitia Pelaksana:
Ketua : Wilson Kosasih, S.T., M.T.
Wakil Ketua : Joni Fat, S.T., M.E.
Sekretariat : 1. Lithrone Laricha S, S.T., M.T. (Koordinator)
2. Carla Olyvia Doaly, S.T., M.T.
3. Endro Wahyono
Bendahara : Ir. Sofyan Djamil, M.Si.
Seksi Publikasi & Sponsor : 1. Dr. Ir. Erwin Siahaan, M.Si. (Koordinator)
2. Agus Halim, S.T., M.T.
3. Ir. Hadian Satria Utama, MSEE.
Seksi Makalah : 1. Dr. Lamto Widodo, S.T., M.T. (Koordinator)
2. Dr. Ir. M. Sobron Yamin Lubis, M.Sc.
3. Dr. Abrar Riza, S.T., M.T.
4. Dr. Adianto, M.Sc.
5. Meirista Wulandari, S.T., M.Eng.
6. Dr. Ir. Endah Setyaningsih, M.T.
7. Dr. Hugeng
Seksi Acara & Dokumentasi : 1. I Wayan Sukania, S.T., M.T. (Koordinator)
2. Dr. Steven Darmawan, S.T., M.T.
3. Lina Gozali, S.T., M.M., Ph.D.
4. Suraidi, S.T., M.T.
5. Yohanes Calvinus, S.T., M.T.
Seksi Perlengkapan : 1. Ir. Rosehan, M.T. (Koordinator)
2. Ahmad, S.T., M.T.
3. Karyati, S.E.
4. Kusno
5. Agun Gunawan
6. Herman
7. Slamet Budi Nugroho
8. Sofyan Maulana
Seksi Konsumsi : 1. Sri Endah, S.E. (Koordinator)
2. Farida Ariyanti, S.E.

vi
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

SUSUNAN ACARA

KAMIS, 25 APRIL 2019


No. WAKTU KEGIATAN KETERANGAN
1. 07.30-08.30 Registrasi Peserta Seminar dan Coffee Break Panitia Registrasi
2. 08.30-09.45 Pembukaan:
1. Tarian Selamat Datang
2. Lagu Indonesia Raya
3. Lagu Mars Tarumanagara
4. Laporan Ketua Panitia
5. Sambutan Dekan Fakultas Teknik UNTAR
6. Pemukulan Gong
3. 09.45-10.00 Sesi Foto Bersama Dokumentasi
4. 10.00-11.30 Keynote Speaker 1: Prof. Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D.
Rektor ITK dan Guru Besar Teknik Industri ITS Surabaya
Keynote Speaker 2: Ir. Sugiyanto
Direktur Operasi I PT. PJB (Pembangkitan Jawa-Bali)
Keynote Speaker 3: Shienny, S.T., M.M. Panitia Acara
Founder dan Direktur PT. Guruloka Edukasi Teknologi
Moderator : Dr. Ir. Erwin Siahaan, M.Si.
Presentasi dari : PT. Maxi Utama Energy
Sponsor Utama
5. 11.30-12.00 Sesi Tanya Jawab Panitia Acara
6. 12.00-13.00 ISHOMA Sie Konsumsi
7. 13.00-15.00 Sesi Parallel I : Ruang 1,2,3 Panitia Acara
8. 15.00-15.30 Coffee Break Sie Konsumsi
9. 15.30-17.00 Sesi Paralel II : Ruang 1,2,3 Panitia Acara

JUMAT, 26 APRIL 2019


No. WAKTU KEGIATAN KETERANGAN
1. 07.30-08.30 Registrasi Ulang Peserta Seminar dan Coffee Break Panitia Registrasi
2. 08.30-11.00 Sesi Paralel III: Ruang 1,2,3 Panita Acara
3. 11.00-11.30 Penutupan dan Foto Bersama Panita Acara
4. 11.30-Selesai ISHOMA Sie Konsumsi

vii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Mesin RUANG : I


MODERATOR : Ir. Sofyan Djamil, M.Si. SESI :1
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 13.00-13.15 Ketut Astawa Analisa Unjuk Kerja Kolektor Surya Pelat TM - 01
I N Suarnadwipa Datar dengan Penambahan Sirip Berlubang
I GN Tenaya Berdiameter Beda Sebagai Nosel yang
Agus Junianto Disusun Secara Staggered
2. 13.15-13.30 Dimas Wildan Wibowo Eksperimental Model Turbin Angin TM - 04
Horizontal dengan Susunan In-Line
3. 13.30-13.45 Khairil Zumar Analisis Performa dan Gas Buang Mesin TM - 15
Wegie Ruslan Gasoline JF51E Terhadap Bahan Bakar Gas
LGV (Liquified Gas for Vehicle)
4. 13.45-14.00 Muhammad Zainularifin Distribusi Tegangan Konstruksi Cooling TM - 11
Bank Transformator Akibat Percepatan
Horizontal Medium Gempa
5. 14.00-14.15 Charis Maulana Desain dan Optimasi High Pressure Die TM - 05
Casting Alumunium Ingots 99,7% pada
Rotor Motor Pompa untuk Mengurangi
Defect Shrinkage Porosity
6. 14.15-14.30 Budhi Muliawan S. Studi Penggunaan Baterai Ramah TM - 06
Sorimuda Harahap Lingkungan Berbasis Thorium
Nurrahmawati Aulia I.
7. 14.30-14.45 Danang Kusmiwardhana Perencanaan Model Penganganan Batubara TM - 09
Sugiono untuk Mendukung Stabilitas Pasokan
Yudy Surya Irawan Batubara dengan ExtendTM (Studi Kasus
PT. PJB UPJ O&M PAITON)
8. 14.45-15.00 Rifka Findiani Analisa Kegagalan Kantong Plastik rHDPE TM - 10
Oyong Novareza dengan Menggunakan Metode Failure Mode
Moch. Agus Choiron and Effect Analysis (FMEA)

viii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Industri RUANG : II


MODERATOR : Lithrone Laricha S., S.T., M.T. SESI :1
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 13.00-13.15 Riana Magdalena Analisis Produktivitas Mesin Sheating 3 TI - 02
dengan Metode Overall Equipment
Effectiveness (OEE) pada Produksi Fiber
Optic PT Voksel Electric Tbk.
2. 13.15-13.30 Purnomo Analisis Strategi dan Pengembangan Produk TI - 03
Rudy Setiawan Unggulan pada Industri Kecil Menengah
Felik Sad Wisnu Bahan Kaca di Malang
3. 13.30-13.45 Maria Ulfah Penentuan Setting Optimum pada Proses TI - 04
Putro Ferro Ferdinant Heat Treatment untuk Meningkatkan
Riska Apriliani Kualitas Kekerasan Baja dengan Metode
Taguchi
4. 13.45-14.00 Endang Pudji Widjajati Penentuan Interval Perawatan Mesin TI - 05
Ervandio Irzky Ardyanta Hammer Mill Secara Preventive
Maintenance dengan Menggunakan Metode
Age Replacement pada PT. XYZ
5. 14.00-14.15 Dyah Lintang T. Simulasi Proses Produksi Layout Lantai TI - 06
Produksi Pipa Baja Las Spiral AWWA C200
di PT KHI Pipe Industries
6. 14.15-14.30 Hermanto Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap TI - 07
Elfitria Wiratmani Kualitas Pelayanan Jasa Go-Ride dengan
Metode Kano dan Quality Function
Deployment. (Studi kasus PT Go-Jek
Indonesia)
7. 14.30-14.45 Achmad Alfian Model Integer Programming untuk TI - 08
Mengoptimalkan Perencanaan Produksi
(Studi Kasus UKM “X”)
8. 14.45-15.00 Evi Febianti Usulan Waktu Preventive Maintenance untuk TI - 09
Putro Ferro Ferdinant Menurunkan Downtime pada Mesin Crane
Sarah Larasati 0746 dengan Reliability Block Diagram

ix
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Elektro RUANG : III


MODERATOR : Ir. Hadian Satria Utama, MSEE. SESI :1
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 13.00-13.15 Afif Priyambodo Desain dan Implementasi QR Code Berbasis TE - 01
Koredianto Usman Android dengan Metode Error Correction
Ledya Novamizanti Kode Bose, Chaudhuri, Hocquenghem
(BCH) untuk Sistem Presensi
2. 13.15-13.30 Bagaskara Aji W. Perancangan Tingkat Kematangan Daun Teh TE - 02
Ledya Novamizanti Menggunakan Centroid Clustering
Nur Ibrahim Berdasarkan Ruang Warna YCBCR
3. 13.30-13.45 Yudiansyah Perancangan Single-/Dual-Band Bandpass TE - 03
Gunawan Wibisono Filter Menggunakan Kombinasi Multi STUB
Teguh Firmansyah
4. 13.45-14.00 Hamzah Hilal Distribusi Manajemen Sistem dengan TE - 04
Muhammad Taufiq R. Integrasi Perangkat Otomasi pada Gardu
Konsumen Jaringan 20 kV Bersifat
Transparan untuk Smart Grid
5. 14.00-14.15 Okto Yonatan Aplikasi Delivery Schedule System pada TE - 05
Tonny Prayogo PT.XYZ
6. 14.15-14.30 Pratondo Busono Pengembangan Prototipe Pengukur Gula TE - 06
Rony Febryarto Darah dengan Komunikasi Nirkabel
7. 14.30-14.45 Pratondo Busono Perancangan dan Pengembangan Sistem TE - 07
I Made Astawa Cerdas Untuk Pemantauan dan Pengontrolan
Pompa Infus
8. 14.45-15.00 Nurawan Rodiansyah Perancangan Sistem Keamanan Parkir TE - 08
Hadian Satria Utama Sepeda Berbasis Radio Frequency
Endah Setyaningsih Identification

x
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Mesin RUANG : I


MODERATOR : Ir. Rosehan, M.T. SESI :2
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 15.30-15.45 Yunda Febrilianingsih Perancangan Lifter Kapasitas 100 Kg untuk TM - 07
Proses Preparation Supply Body
2. 15.45-16.00 Teuku Anggara Review Penagruh Penerapan Metode TM - 12
Pratikto Campbell Dudek Smith (CDS) pada Jadwal
Achmad As’ad Sonief Perawatan dan Jadwal Produksi pada Industri
3. 16.00-16.15 Galuh Zuhria Kautzar Studi Literatur Mengenai Implementasi TM - 13
Ishardita Pambudi Tama Sustainable Manufacturing Menggunakan
Yeni Sumantri Metode Life Cycle Sustainability Assessment
(LCSA)
4. 16.15-16.30 Yustiasih Purwaningrum Pengaruh Temperatur Preheat Terhadap Sifat TM - 16
M. Hari Mustofa Fisik dan Mekanik Hasil Pengelasan
Fernanda Adhi Wibowo Aluminium
5. 16.30-16.45 Wayan Nata Septiadi Pengaruh Double dan Single Kondensor pada TM - 18
I Wayan Gede W. Sistem Pendingin Central Processing Unit
Ketut Astawa (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe
Terhadap Penurunan Temperatur Kerja
(CPU)
6. 16.45-17.00 Wayan Nata Septiadi Pengaruh Double dan Single Kondensor pada TM - 19
I Kadek Odik Widiantara Sistem Pendingin Central Processing Unit
Ketut Astawa (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe
Terhadap Penurunan Temperatur Keluaran
Kondensor

xi
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Industri RUANG : II


MODERATOR : Ahmad, S.T., M.T. SESI :2
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 15.30-15.45 Nuraida Wahyuni Studi Kelayakan Bisnis Aspek Finansial TI - 10
Hadi Setiawan Rencana Pendirian Hotel
Suryanawati
Akbar Gunawan
2. 15.45-16.00 Tri Retnasari Perencanaan Pengembangan Arsitektur TI - 11
Eva Rahmawati Sistem Informasi untuk Meningkatkan
Hani Harafani Promosi Eduwisata Peternakan Wilayah
Pondok Rangon
3. 16.00-16.15 Sukoyo Usulan Peningkatan Kualitas Produk TI - 14
Anisa Fauziah Corrugated Sheet dengan Penerapan Lean
Six Sigma di PT. Purinusa Eka Persada
4. 16.15-16.30 Yusraini Muharni Penjadwalan Flow Shop Mesin Paralel TI - 15
Ade Irman Saeful M. Menggunakan Metode Longest Processing
Tania Ero Rubyanti Time dan Cross Entropy-Genetic Algorithm
pada Pembuatan Produk Steel Bridge B-60
5. 16.30-16.45 Mohammad Edo S. Analisis Usulan Perancangan Tata Letak TI - 16
Ratu Siti Khodijah Pabrik di CV. Atham Toys
Rizki Gema Ramadhan
6. 16.45-17.00 Fristha Ayu Reicita Analisis Perencanaan Produksi pada PT. TI - 17
Armstrong Industri Indonesia dengan Metode
Forecasting dan Agregat Planning

xii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Industri RUANG : III


MODERATOR : I Wayan Sukania, S.T., M.T. SESI :2
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 15.30-15.45 Siti Nurlelyza Trisaid Analisis Risiko Kecelakaan Kerja pada TI - 19
Kegiatan RIG Service Menggunakan Metode
HIRA dengan Pendekatan FTA
2. 15.45-16.00 Ghufron Analisis Pendekatan Line Balancing dengan TI - 20
Menggunakan Metode Rangked Positional
Weights, Largest Candidate Rules dan J-
Wagoon pada Proses Produksi Kaus Sabrina
Collection
3. 16.00-16.15 Dimas Rangga Wardhana Analisis Line Balancing pada Bagian Sub TI - 21
Frame Motor Matic XXX Menggunakan
Metode Rank Positional Weight
4. 16.15-16.30 Muhammad Noviandy Analisis Pengangkatan CPU di WM Game TI - 22
Center dengan Metode Recommended Weight
Limit (RWL) dan Chaffin Anderson
5. 16.30-16.45 Rizky Isa Divianto Analisis Product Defect Menggunakan TI - 25
Seventools dalam Pengendalian Kualitas
Produksi Baju Distro pada UKM Waris
6. 16.45-17.00 Anak Agung Gede DP. Perancangan Penyeimbangan Lini Perakitan TI - 28
Dida Diah Damayanti Upper Sepatu pada PT. XYZ Menggunakan
Widia Juliani Pendekatan Mixed-Model Assembly Line
Problem

xiii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Mesin RUANG : I


MODERATOR : Dr. Ir. M. Sobron Y. Lubis, M.Sc. SESI :3
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 08.30-08.45 Pradipta Satrio Wibisono Optimalisasi Paramater Resistance Spot TM - 02
Welding untuk Pengelasan Tiga Tumpuk
Lembar Baja SPCC
2. 08.45-09.00 Sayyid Ridho Pengaruh Filler 5356 pada Sambungan Las TM - 03
Syahbuddin Alumunium 6063 Metode Friction Stir
Welding
3. 09.00-09.15 Joni Fat Sekuritisasi Data Sensor pada Aplikasi TE - 09
Henry Candra Internet of Things (IoT) dengan
William Menggunakan Blockchain Ethereum di
Jaringan Testnet
4. 09.15-09.30 Yohanes Calvinus Penyiraman Tanaman Otomatis dengan TE - 10
Biaya Rendah dan Sederhana
5. 09.30-09.45 Sofyan Djamil Komparasi Studi Kekuatan Tekan Komposit TM - 08
NPG Suardana Laminat dengan Konfigurasi Lamina
Agustinus P Irawan
IKG Sugita
6. 09.45-10.00 Aristo Seandy Themas Pengujian Karakteristik Tungku Gasifikasi TM - 20
Abrar Riza dengan Bahan Bakar Kayu
Steven Darmawan
7. 10.00-10.15 Erwin Siahaan Karakteristik Engine Mounting pada TM - 21
Garth Raditya Temperatur Austenisasi Terhadap Sifat
Mekanis dan Struktur Mikro
8. 10.15-10.30 Andrianus Perancangan Awal Turbin Pikohidro Jenis TM - 22
Steven Darmawan Cross-Flow dengan Tinggi Tekan 10 Meter
Abrar Riza
9. 10.30-10.45 Rosehan Analisis Umur Pahat Terhadap Variasi TM - 14
Erwin Siahaan Kecepatan Makan pada Proses Bubut CNC
Irvan Grey Cast Iron
10. 10.45-11.00 Sobron Y. Lubis Variasi Kecepatan Pemotongan Proses TM - 17
Sofyan Djamil Pembubutan Baja AISI 4140 Terhadap
Steven Darmawan Keausan dan Umur Mata Pahat Karbida
Adianto
Amor Santosa
Edric V.M.

xiv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Industri RUANG : II


MODERATOR : Wilson Kosasih, S.T., M.T. SESI :3
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 08.30-08.45 Helena Juliana Kristina Ergonomi Partisipasi Tim Kerja Virtual pada TI - 01
Start Up Kewirausahaan Sosial
2. 08.45-09.00 Hendry Analisis Kelayakan Keuangan Pendirian PT TI - 26
Maria G Elvira Siswanto Sinar Baru Pembuat Pants Support Holder
Olivia Audrey
Febricky
I Wayan Sukania
3. 09.00-09.15 Ahmad Desain Pengukuran Kinerja Perusahaan TI - 27
Lithrone Laricha S. dengan Metode Performance Prism (Studi
Dean Niecolas Kasus pada PT. PFB)
4. 09.15-09.30 Frans Jusuf Daywin Rancangan Alat Bantu Kerja yang TI - 31
Nofi Erni Ergonomis pada Proses Pencetakan dan
Lithrone Laricha S. Penekanan Tahu di UKM Produksi Tahu
Monica
5. 09.30-09.45 Frans Jusuf Daywin Perancangan Mesin 3D Printer dengan TI - 32
Didi Widya Utama Metode Reverse Engineering (Studi kasus di
Wilson Kosasih Laboratorium Mekatronika dan Robotics,
Kevin William Universitas Tarumanagara)
6. 09.45-10.00 Carla Olyvia Doaly Implementasi Sistem E-Supply Chain pada TI - 33
Ahmad Proses Pemesanan Bahan Baku dengan
Erwin Tanuwijaya Konsep Value Matrix (Studi Kasus: PT
Anugrah Karya Aslindo)
7. 10.00-10.15 Frans Jusuf Daywin Kegiatan Pengabdian Masyarakat: TI - 12
Javelin Nicole Samuel Perancangan Alat Bantu Packaging pada
Carla Doaly Quality Control Container Dry II PT.
Ahmad Clariant Adsorbent Indonesia
Lina Gozali
I Wayan Sukania
8. 10.15-10.30 Lithrone Laricha S. Strategi Minimasi Produk Cacat Berbasis TI - 23
Lilyana Metode Six Sigma dan Kaizen (Studi Kasus:
Reynald Andreas Salah Satu Produsen Sandal di Jakarta)
9. 10.30-10.45 Wilson Kosasih Peningkatan Produktivitas di Trimming 2 G- TI - 37
Lithrone Laricha S. Line PT. Suzuki Indomobil Motor dengan
Claudia Putri Pendekatan Work Load Analysis

xv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019

BIDANG : Teknik Industri RUANG : III


MODERATOR : Dr. Lamto Widodo, S.T., M.T. SESI :3
Kode
No. Waktu Penulis Judul
Makalah
1. 08.30-08.45 Dita Meidiarti Pengendalian Kualitas Produk Cacat Batang TI - 18
Alumunium Ec Grade Menggunakan
Pendekatan Failure Mode and Effect
Analysis
2. 08.45-09.00 Dzulhia Ardiaty Usulan Penyeimbangan Lini Perakitan TI - 29
Dida Diah Damayanti Transformer untuk Meningkatkan Efisiensi
Murni Dwi Astuti Lini pada PT. XYZ Menggunakan Metode
Genetic Algorithm
3. 09.00-09.15 W Susihono Pengukuran Biaya Ekspektasi Kegagalan dan TI - 30
D L Trenggonowati Penyebab Dominan dengan Pendekatan
A P Ma’arif FMEA Cost-Based dan Fault Tree Analysis
(FTA) di Bagian Produksi PT PJC
4. 09.15-09.30 Ade Irman Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas TI - 34
Nurul Ummi Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah
Irfan Faturohman (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara dengan
Menggunakan Pendekatan Service Quality
dan Lean Service
5. 09.30-09.45 Patrick Samuel Penentuan Metode Peramalan Permintaan TI - 35
Fransiska Lefta Barang Setengah Jadi di PT. XYZ
Indahsari
Lina Gozali
6. 09.45-10.00 Bintang Bagaskara K. Analisa Kualitas Produk di Plant 1 PT Guna TI - 36
Clara Puspita N. Senaputra Sejahtera
Stephen Alexander
Lithrone Laricha S.
7. 10.00-10.15 Lina Gozali Analisis Peramalan (Forecasting) TI - 24
Kevin Oktavian Perencanaan Produksi Office Furniture
Tira Natasha Untuk Meningkatkan Strategi Dalam Sistem
Nita Sari Penjualan Produk E-Class (Studi Kasus: PT.
Claudia Jessica Atmadja Modera Furintraco Industri)
8. 10.15-10.30 Lamto Widodo Peningkatkan Produktivitas Kerja TI - 13
Silvi Ariyanti Pengemasan Baut pada PT. X dengan
Bonaventura Andhika W. Intervensi Ergonomi Menggunakan Metode
QEC, REBA, dan WERA

xvi
Makalah Pembicara Kunci
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Peran Big Data untuk Bersaing


Dalam Revolusi Industri 4.0

Seminar Nasional Mesin dan Industri XIII


Jurusan Teknologi Industri
Universitas Tarumanagara
Jakarta
Budi Santosa
Teknik Industri ITS

Revolusi Industri 4.0 Sebagai Tantangan Baru bagi


Industri
• Selain tantangan ekonomi, saat ini juga terdapat tantangan Industri 4.0 yang menuntut transformasi ekonomi secara
komprehensif.
• Sebagai langkah pertama penting memanfaatkan dan mengoptimalkan momentum Revolusi Industri 4.0 untuk menarik
industri yang masih menggunakan teknologi 1.0, 2.0, dan 3.0 agar lebih efisien dan produktif
Masih Terdapat Industri di Indonesia yang berada pada fase R.I 1,2,3
Revolusi Revolusi Revolusi Revolusi
Industri 1.0 Industri 2.0 Industri 3.0 Industri 4.0

Contoh: Contoh:
Contoh: Contoh:
Mesin Mekanik: Otomatisasi
Produksi Massal: Komputerisasi Fintech (crowdfunding,
• Industri Textil (Alat Industri Mamin (Mie Instan) Industri Elektronik P2P Lending)
tenun) Percetakan (Koran) Otomotif Consumer Digital (GO-
• Pertanian (Mesin Bajak)
JEK)
• Industri Indonesia mayoritas masih menggunakan teknologi revolusi industri 1.0 – 3.0. Industri 4.0 harus
dimanfaatkan sebagai lokomotif menarik industri 1.0 – 3.0 dalam mencapai pertumbuhan yang lebih
optimal.

• Dengan demikian, Indonesia perlahan-lahan akan ‘naik kelas,’ meninggalkan industri 1.0 – 3.0, dan seutuhnya
masuk ke revolusi industri 4.0

• Dengan pengoptimalan ini, dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sebesar 30-50% dari penambahan
tenaga kerja di tahun 2030* 2

1
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Data Mining

What is data mining?


Why data mining?

What Is Data Mining?

Extraction of interesting patterns (implicit, previously unknown and


potentially useful) or knowledge from huge amount of data

• Is everything “data mining”?


• Simple search and query processing
• (Deductive) expert systems

3
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Why Data Mining?

• The Explosive Growth of Data: from terabytes to petabytes


• Data collection and data availability
• Automated data collection tools, database systems, Web, digital society
• Major sources of abundant data
• Business: Web, e-commerce, transactions, stocks, …
• Science: Remote sensing, bioinformatics, scientific simulation, …
• Society and everyone: news, digital cameras, YouTube, cell phone

• We are drowning in data, but starving for knowledge!

10

Definisi Big Data

• No single standard definition…

“Big Data” is data whose scale, diversity, and complexity


require new architecture, techniques, algorithms, and
analytics to manage it and extract value and hidden
knowledge from it…

Big data analytics adalah proses mengeksplorasi data yang


jumlahnya sangat besar dan jenis data yang bermacam-
macam dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang
berharga.

11

Scale (Volume)
• Data Volume
• 44x increase from 2009 2020
• From 0.8 zettabytes to 35zb

• Data volume is increasing exponentially

Exponential increase in
collected/generated data

12

4
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berapa ukuran data?


• Google memproses 20 PB a day (2008)
1000 kilo
• Facebook mempunyai 2.5 PB data user + 15 TB/hari (4/2009) 2
1000 Mega/million
• eBay mempunyai 6.5 PB data user + 50 TB/hari (5/2009) 3
1000 Giga/trillion
• 2017 Users of the Internet generate 2.5 quintillion bytes of data each day, on 4
average, according to recent research .(1018)
1000 tera
5
1000 peta
• Among the key insights from the analysis: The Weather Channel 6
receives 18 million forecast requests every minute, on average. 1000 Exa/quintillion
7
• Also, every minute... 1000 zetta
8
1000 yotta
• YouTube users watch 4.1 million videos.

• Google delivers results for 3.6 million searches.

• Wikipedia users publish 600 new edits.

13

Complexity (Varity)
• Various formats, types, and structures
• Text, numerical, images, audio, video,
sequences, time series, social media
data, multi-dim arrays, etc…
• Static data vs. streaming data
• A single application can be
generating/collecting many types of
data

14

Speed (Velocity)
• Data is generated fast and need to be processed fast

• Online Data Analytics

• Late decisions  missing opportunities

• Contoh
• E-Promotions: Based on your current location, your purchase history,
what you like  send promotions right now for store next to you

• Healthcare monitoring: sensors monitoring your activities and body 


any abnormal measurements require immediate reaction

15

5
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Sejarah

• Data Mining Big Data


• 2000an: Data Mining
• 2005: istilah Big data Roger Maugalas dari O’Reilly
Media
• 2010: Eric Schmidt bicara kecepatan pembangkitan data
hingga 2003, 5 exabytes
• 2011: McKinsey memprediksi 140-190 data scientist
dibutuhkan di USA, 1.5 juta Data managers
• Algoritma dan ukuran data (scalability)

16

Knowledge Discovery From Data (KDD)

Manufacturing process and


data Mining
• Quality, cost and cycle time : decisive factors to competes
• Quality is viewed as the more critical for getting long-term
competitive advantages
• The development of information technology and sensor
technology has enabled large-scale data collection when
monitoring the manufacturing processes.
• These data could be potentially useful when learning patterns
and knowledge for the purpose of quality improvement in
manufacturing processes.
• Due to the large amount of data, it can be difficult to discover
the knowledge hidden in the data without proper tools.

6
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DMAIC dan Data Mining

Problem Performance Problem Quality Process


definition measure analysis improvment control Problem-driven

Goal Data Opportunity Quality


Definition Mining knowledge Identification Improvement Goal-driven
Knowledge based quality improvement model

Data Mining in Manufacturing


Data mining techniques

Design Manufacturing Service

Manufacturing Enterprises

• Parameter optimization is critical to quality improvement in manufacturing processes.

• Method: DOE (Design Of Experiments), RSM (Response Surface Methodology).

• The main idea of DOE and RSM is to build a function between the inputs (factors) and outputs
(responses) of a process.

• The parameters of the function can be optimized using mathematical methods

Data Mining Tasks

• Classification [Predictive]

• Clustering [Descriptive]

• Association Rule Discovery [Descriptive]

• Sequential Pattern Discovery [Descriptive]

• Regression [Predictive]

• Deviation Detection [Predictive]

7
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Contoh Aplikasi Bisnis


• Netflix website penyedia film berbayar, mereka memberikan sistem
rekomendasi kepada user dengan memberikan rating terhadap film-film
yang ada. Singkatnya, Netfix memberikan prediksi menggunakan data-
data film yang telah user tonton dan beri rating.

• Misal user A menyukai film Avenger dan memberikan rating 5, film


Spiderman memberikan rating 4.7, Hulk 4.8, Titanic 3.0, Twilight 2.8. Dari
situ polanya user tersebut menyukai film yang bergenre Sci-Fi dan action
dibanding film romance.

• Maka, misalnya ada film La La Land yang juga bergenre romance, Netflix
akan memberi prediksi rate rendah untuk user A. Sedangkan jika ada film
seperti X-Man, Netflix akan beri rate tinggi kepada user A.

• Adapun sistem rekomender yang digunakan lebih kompleks lagi, tidak


hanya menggunakan pertimbangan genre.

22

Keuntungan

• Dengan prediksi rating ini, Netflix dapat menyarakankan film-film


yang prediksi ratingnya tinggi ke user-user mereka, user akan
melihat filmnya dengan senang, jumlah film yang ditonton akan
meningkat, dan penghasilan Netfix juga meningkat.

• Netflix mengklaim dengan sistem rekomender barunya, mereka


mendapatkan tambahan pendapatan hingga 1 miliyar USD.

• Tahun 2009, mereka mengadakan kompetisi untuk melakukan


perbaikan terhadap sistem rekomender mereka dengan hadiah
sebesar 1 juta USD (sekitar 13 miliyar rupiah). Adapun pemenang
kompetisinya menggunakan matrix-based method, yaitu SVD
(Support Vector Decomposition).

• 2013, dalam 1 kuarter bisa menjaring 1 juta pelanggan atau 7%


tumbuh dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya

23

Big Data
dalam Bisnis
• Alibaba, salah satu e-commerce terbesar di dunia, mereka
memiliki data hingga ukuran Petabytes (1 juta Gb) dari
ratusan juta pembeli dan pedagang di toko online
mereka.
• Alibaba menggunakan Spark untuk mengekstrak
informasi dari data yang mereka miliki.
• Mulai dari hal yang sangat sederhana, seperti counting,
mencari nilai maksimal, minimal, rerata hingga
algoritma yang kompleks seperti memberikan
rekomendasi kepada user menggunakan assosiation rule
atau melakukan klasifikasi dan prediksi.

24

8
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Big Data Dalam Bisnis

• Setiap harinya, ratusan juta user berinteraksi di Alibaba.


Interaksi ini dapat diekspresikan dengan graph yang
kompleks dan besar jumlahnya. Untuk memining data
ini, mereka menggunakan komponen yang ada di dalam
Spark, yaitu GraphX. Di dalamnya terdapat graph mining
algorithm seperti PageRank, triangle counting, connected
component dan mencari shortest path.
• Dari data di website Apache Spark, banyak institusi yang
menjalankan Spark dalam klaster komputer sebanyak
1000 nodes (komputer), dan jumlah terbesar hingga
mencapai skala 8000 nodes. Dapat dibayangkan 8000
komputer untuk menjalankan sebuah tugas tertentu, pasti
akan sangat powerful.

25

• Untuk menjalankan Apache Spark dalam klaster


komputer, Spark memerlukan “claster manager”.
Claster manager ini dapat menggunakan bawaan
dari Apache Spark, atau dapat menggunakan Hadoop
YARN (yet another resource negotiator).

• Oleh karenanya, Spark dapat dijalankan di existing


klaster yang telah dibangun menggunakan Hadoop,

26

Manfaat

• Big Data bisa menciptakan bisnis baru

• Big Data bisa meningkatkan margin operasi

• Dalam bidang kesehatan bisa bermanfaat bagi


manusia

• Menciptakan lapangan kerja baru: data scientist,


data engineer

27

9
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Trend dalam Big Data


• Use of Business Intelligence from the Cloud will increase.

• Analytics will provide improved data visualization models

• Decisions regarding expansion into new markets and geographies will be based
on Big Data.

• Increase use of Cloud for storage and processing data

• Predictive Analytics provides its users with an edge, and has incredible
potential for increasing profits by “knowing the customer” in real-time

• Healthcare, Identifying different diseases, and diagnosing them correctly, is


one goal of ML research. The healthcare industry has been developing
computers/algorithms with the ability to identify and diagnose diseases. (At
the University of Texas, at Austin, a team of researchers has created a fully
automatic method for combining models of tumor growth)

28

Tools dan Algoritma

• Klasifikasi: Artificial neural network, Support Vector


Machines, Regresi Logistik, Linear Discriminant
Analysis, Naive Bayes, Decision Tree
• Klastering: K-means, Fuzzy C-means, Hierarchical
Clustering
• Regresi : Artificial Neural Network, Regresi Linier,
Support vector Regression
• Time Series: ARIMA, moving average
• Frequent Pattern: Association Rule, FP Growth

29

Who’s Generating Big Data

Mobile devices
(tracking all objects all the time)

Social media and networks Scientific instruments


(all of us are generating data) (collecting all sorts of data)

Sensor technology and networks


(measuring all kinds of data)

• The progress and innovation is no longer hindered by the ability to collect data

• But, by the ability to manage, analyze, summarize, visualize, and discover


knowledge from the collected data in a timely manner and in a scalable fashion

30

10
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

The Model Has Changed…


• The Model of Generating/Consuming Data has Changed

Old Model: Few companies are generating data, all others are consuming data

New Model: all of us are generating data, and all of us are consuming data

31

What’s driving Big Data


- Optimizations and predictive analytics
- Complex statistical analysis
- All types of data, and many sources
- Very large datasets
- More of a real-time

- Ad-hoc querying and reporting


- Data mining techniques
- Structured data, typical sources
- Small to mid-size datasets

32

Challenge Dalam Menangani


Big Data

• The Bottleneck is in technology


• New architecture, algorithms, techniques are needed

• Also in technical skills


• Experts in using the new technology and dealing with big data

33

11
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Big Data Analytic : On What Kinds of Data?

• Database-oriented data sets and applications


• Relational database, data warehouse, transactional database

• Advanced data sets and advanced applications


• Data streams and sensor data
• Time-series data, temporal data, sequence data (incl. bio-sequences)
• Spatial data and spatiotemporal data
• Multimedia database
• Text databases
• The World-Wide Web

34

Analytics: Confluence of Multiple Disciplines

Machine Statistics
Learning

Visualization
Applications Analytics

High-Performance
Technology
Computing

35

Applications of Data Analytics

• Web page analysis: from web page classification, clustering to PageRank


& HITS algorithms

• Recommender systems

• Basket data analysis to targeted marketing

• Biological and medical data analysis: classification, cluster analysis


(microarray data analysis), biological sequence analysis, biological
network analysis

36

12
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Example

• National Australia Bank records the details of


millions of electronic transactions, strips the data of
information that could identify individual customers,
and passes it to a joint venture that the bank set up in
2008 with the data analytics company Quantium,
which sells insights from the data to third parties.

37

Example

• Grocery retailer Tesco has worked with its Dunnhumby


business unit to build a big-data business that analyzes millions
of customer transactions and sells the resulting insights about
shopping behavior (but not customer-level data) to major
manufacturers, including Unilever, Nestlé, and Heinz.

• The anonymous data can pinpoint spending habits down to the


level of postal area, identifying which groups of residents buy,
for example, the most wine, chocolate, or organic food.

• Tesco uses the insights to offer its Clubcard holders rewards


worth £500 million each year. Dunnhumby generated £53
million in profits for Tesco in 2012.

38

13
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Overview PJB

Seminar Nasional Mesin dan


Industri

Universitas Tarumanagara

Sugiyanto,
Dirops 1 PJB
25 April 2019

SEKILAS PJB

STATUS KANTOR PUSAT


ANAK PERUSAHAAN Jl. Ketintang Baru No. 11
PT PLN ( Persero) Surabaya 60231

BIDANG USAHA JUMLAH PEGAWAI


Pembangkitan Tenaga 3.084 orang
Listrik (april 2019)

PENDIRIAN
TOTAL ASET
Rp 174,39 Triliun
3 Oktober 1995
(Audited 2018)

PERJALANAN
PJB
Transformasi (2017 – 2021)
04 • + Bussiness Excellence
• PJB Raya Terintegrasi
• Go-to-Market

Operational Excellence (2011 – 2015)


• Penerapan ISO 55001 Manajemen Aset pertama di Asia Pasifik
03 • Malcolm Baldridge Emerging Industry Leader band
• Top 10% NERC seperti UP Gresik, UP Paiton, UP Muara Karang
dan UP Cirata
• CNG Pembangkitan terbesar di dunia
• Meraih platinum Award CSR di Indonesia

Stable Growth (2000 – 2010)


• Pembentukan anak perusahaan dan afiliasi
02 • Penyertaan saham di IPP (S2P & BDSN)
• Best practice jasa O&M

Awal Mula (1995)


01 • Berdiri dengan asset 6 unit
pembangkitan (6.500 MW)
• Berbasis pondasi CMMS

14
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

W I L AYA H O P E R A S I O N A L
Mengelola lebih dari
19.000 MW

Struktur APPA

Anak Perusahaan :
1. PT PJB Services (PJBS)
2. PT Rekadaya Elektrika (RE)
3. PT Navigat Innovative Indonesia
(NII)
4. PT PJB Investasi (PJBI)
5. PT Prima Layanan Niaga Suku
Cadang (PLNSC)

Peran APPA

Integrasi bisnis menjadi pendorong utama pengembangan


usaha yang akan dioptimalkan melalui Anak Perusahaan
dengan fokus pada pengembangan core competence
PJB Raya dalam end-to-end bisnis ketenagalistrikan

25%

PT North Sumatera
Hydro Energy

2x BERTURUT-TURUT
PROPER EMAS UP
PAITON
(2017 – 2018)
PERTAMA di PLN GRUP DEFENDING
MALCOLM BALDRIGE CHAMPION-JUARA
‘INDUSTRY LEADER’ UMUM LOMBA KARYA
(SKOR 679) INOVASI PLN
B D

INDONESIA MOST ACHIVEMENT &


PENCAPAIAN CSR di
ADMIRED COMPANY AWARDING ASIA RESPONSIBLE
2018
Oleh Warta Ekonomi
HIGHLIGHTS OF AWARD 2018
PT PJB IN 2018

ENERGY
-2 AWARD di ASIAN MANAGEMENT
POWER AWARDS 2018 INSIGHT AWARD
-BEST PAPER AWARD di 2018 (CEM)
POWERGEN 2018

15
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Statistik Karyawan

Total karyawan 3.084 orang 1% (38 Orang)


* Data Bulan April 2019 Teknik Non Teknik
10%
(308 Orang)
Berdasarkan demografi usia,
karyawan PJB mayoritas Gen Y
berusia 21-40 tahun yang 21%
mencapai 2.113 orang atau (625 Orang)
68%. 68%
(2.113 Orang)

GEN X (41-50 th)


76% 24%
GEN Y (21-40 th)

GEN Z (18-20 th)

BABY BOOMERS (> 50 th)

Program Pengembangan Karyawan


DIRECTORSHIP CONFERENCE
1. Tujuan : Meningkatkan profesionalisme 1. Tujuan : Memberikan wawasan baru mengenai
kepemimpinan sesuai standar Direktori kondisi up to date yang berkaitan dengan
BUMN
2. Jenis Direstorchip meliputi :
01 05 bidang pengelolaan SDM, finansial dan
ketenagalistrikan
2. Pelaksanaan conference meliputi :
Professional Directorsip Program Batch 141th
Dalam Negeri
Training BoC - BoD
Luar Negeri
Leadership Enhancement Program
Workshop Pembekalan Kompetensi
02 04 TRAINING
1. Tujuan : Meningkatkan pengetahuan,
SCHOLARSHIP kompetensi dan kinerja yang unggul
1. Tujuan : Meningkatkan kompetensi
kader sesuai dengan kebutuhan
03 bagi para karyawan di lingkungan PT PJB
2. Program training dilaksanakan :
perkembangan bisnis perusahaan Dalam Negeri
2. Jenis Scholarship :
INTERNSHIP
1. Tujuan : Meningkatkan kompetensi dan skill Luar Negeri
Beasiswa Pendidikan di Korea University sebagai bentuk program pengembangan keahlian
serta memberikan wawasan skala internasional
Beasiswa Pendidikan S2 Penghargaan
2. Jenis program internship meliputi :
Direksi PT PLN (Persero)
Dalam Negeri Luar Negeri
Beasiswa Pendidikan S2 Manajemen
Internship konstruksi ke Proyek PLTU Internship Mahasiswa S2 Manajemen
Bisnis
Batang Toru Energi ke Sulzer Manajemen Ltd
Internship konstruksi ke proyek Jawa 7
Internship Karyawan ke Taishan
Internship konstruksi ke PLN Unit
PowerPlant China
Induk Pembangungan

Work Life Balance Organization Culture.


Dukungan atasan sebagai transformation leader dan role model
budaya adalah factor utama internalisasi program budaya

1. Program Senyum Salam Santun

2. Program Leader’s Share & Care

3. Our Leaders in Action !!

4. PJB YOUTH FESTIVAL 2018 : Be Creative, Be You!

16
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Operasional Pembangkit dan


Sistem Jawa Bali

SISTEM TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

BIG
INDUSTRIES

POWER PLANT
TRANSMISSION
LINES
SUBSTATION

MEDIUM VOLTAGE LINES


DISTRIBUTION
MIDDLE TRANSFORMER
INDUSTRIES

PUBLIC ROAD
LAMP

SMALL INDUSTRIES
LOW VOLTAGE
LINE
MALL
HOUSING

11

SISTEM TENAGA LISTRIK


Pembangkit Listrik P2B DISTRIBUSI

PENJUAL PEMBELI
“Unit Pembangkitan” “PT PLN – P3B”

Pembangkit

Trafo TT Trafo TM Trafo TR

Pusat • Kesiapan Saluran Transmisi Saluran Distribusi Pemakai :


Pembangkit (Availibility) SUTET 500 kV SUTM 30 kV Konsumen
Listrik : • Energi Listrik SUTT 150 kV SUTM 20 kV KTR
SKTT 150 kV SKTM 20 kV KTM
SUTT 70 kV SUTT 6 kV KTT

17
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

LOADSTACKING DAN KOMPOSISI


11 JANUARI 2019

Sumber Data : Data Aplikasi Rapsodi P2B

www.pln.co.id | 16

ALIRAN DAYA MALAM


10 JANUARI 2019 18:30; 25.529 MW

www.pln.co.id | 33

ALIRAN DAYA SIANG


11 JANUARI 2019 13:30; 25.723 MW

www.pln.co.id | 35

18
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pembangkit di Sistem 500kV

No Teg Perusahaan Unit DMN


1 500 kV IP PLTU Suralaya 1-4 1,486
2 500 kV IP PLTU Suralaya 5-7 1,726
3 500 kV IP PLTU Suralaya 8 590
4 500 kV PJB PLTGU Muaratawar Blok 1 615
5 500 kV PJB PLTG Muaratawar Blok 2 424
6 500 kV PJB PLTG Muaratawar Blok 3 420
7 500 kV PJB PLTG Muaratawar Blok 4 420
8 500 kV PJB PLTGU Muaratawar Blok 5 214
9 500 kV PJB PLTA Cirata 984
10 501 kV IP PLTA Jatigede 110
11 501 kV IP PLTA Rajamandala 47
12 500 kV IP PLTA Saguling 698
13 500 kV TJB PLTU Tanjungjati 1-2 1,322
14 500 kV TJB PLTU Tanjungjati 3-4 1,322
15 500 kV IP PLTGU Grati Blok 1 456
16 500 kV PJB PLTGU Gresik Blok 2 465
17 500 kV PJB PLTU Paiton 740
18 500 kV PJB PLTU Paiton 9 615
19 500 kV JP PLTU Paiton JP 1,220
20 500 kV PEC PLTU Paiton PEC 3 813
21 500 kV PEC PLTU Paiton PEC 7-8 1,220

Pembangkit di Sistem 150kV

No Teg Perusahaan Unit DMN No Teg Perusahaan Unit DMN


1 150 kV IP PLTD Senayan 100 33 150 kV IP PLTGU Tambaklorok Blok 1 405
2 150 kV IP PLTGU Cilegon 660 34 150 kV IP PLTGU Tambaklorok Blok 2 405
3 150 kV PJB PLTGU Muarakarang Blok 1 404 35 150 kV IP PLTGU
Tambaklorok Peaker
-
4 150 kV PJB PLTGU Muarakarang Blok 2 680 Blok 3
5 150 kV PJB PLTG - 36 150 kV Geodipa PLTP Dieng 55
Muarakarang Peaker
37 150 kV IP PLTA Area 3 107
6 150 kV IP PLTGU Priok Blok 1 548
38 150 kV IP PLTA Mrica 179
7 150 kV IP PLTGU Priok Blok 2 550
39 150 kV IP PLTU Adipala 615
8 150 kV IP PLTGU Priok Blok 3 720
40 150 kV SSP PLTU Cilacap 562
9 150 kV IP PLTGU Priok Blok 4 798
41 150 kV SSP PLTU Cilacap 3 614
10 150 kV IP PLTP Salak 1-3 170
42 150 kV IPP PLTU Jawa 8 -
11 150 kV Star Energy PLTP Salak 4-6 183
43 150 kV IPP PLTU Jawa Tengah 1-2 -
12 150 kV IP PLTA Area 1 37
44 150 kV PJB PLTU Rembang 560
13 151 kV LBE PLTU Banten 625
45 150 kV IP PLTU Tambaklorok 110
14 152 kV IPP PLTU Jawa 7 -
46 150 kV IP PLTGU Grati Blok 2 483
15 150 kV IP PLTU Labuan 560
47 151 kV IP PLTGU Grati Peaker 465
16 150 kV IP PLTU Lontar 840
48 150 kV PJB PLTGU Gresik Blok 1 475
17 150 kV PJB PLTU Muarakarang 324 49 150 kV PJB PLTGU 460
Gresik Blok 3
18 150 kV IP PLTU Pelabuhan Ratu 969 50 150 kV PJB PLTG 31
Gresik
19 150 kV Bekasi Power PLTGU Bekasi Power 119 51 150 kV PJB PLTA Area 4 8
20 150 kV Cikarang Listrindo PLTGU Cikarang 300 52 150 kV PJB PLTA Non Sutami 153
21 150 kV IP PLTP Darajat 1 52 53 150 kV PJB PLTA Sutami 103
22 150 kV Star Energy PLTP Darajat 2-3 207 54 150 kV PJB PLTU Gresik 1-2 160
23 150 kV IP PLTP Kamojang 1-3 135 55 150 kV PJB PLTU Gresik 3-4 340
24 150 kV Pertamina PLTP Kamojang 4 61 56 150 kV PJB PLTU Pacitan 560
25 150 kV Pertamina PLTP Kamojang 5 33 57 150 kV PJB PLTU Tanjung Awar Awar 646
26 150 kV Pertamina PLTP Karaha Bodas 30 58 150 kV IP PLTDG Pesanggaran DG 182
27 150 kV Geodipa PLTP Patuha 45 59 150 kV IP PLTG Gilimanuk 130
28 150 kV Star Energy PLTP Wayang Windu 223 60 150 kV IP PLTG Pemaron 80
29 150 kV IP PLTA Area 2 58 61 150 kV IP PLTG Pesanggaran 112
30 150 kV PJT II PLTA Jatiluhur 180 62 150 kV IP PLTD Pesanggaran BOO -
31 150 kV CEP PLTU Cirebon 660 63 150 kV IP PLTD Pesanggaran BOT 50
32 150 kV PJB PLTU Indramayu 870 64 150 kV GEB PLTU Celukan Bawang 380

• Vetical Integrated artinya tidak bisa dipisahkan mulai dari Pembangkit


sampai konsumen.

19
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tujuan Operasi
Optimasi biaya
pengoperasian tenaga listrik
tanpa melanggar batasan
keamanan & mutu.
Kemampuan Sistem untuk
menghadapi kejadian yang tidak ECONOMIC
direncanakan, tanpa terjadi
pemadaman.Tolok ukurnya
kontinyuitas penyaluran daya

SECURITY QUALITY

Kemampuan sistem untuk


menjaga agar semua batasan
operasi terpenuhi.Tolok ukur Teg
& Frek.

Teknologi Pembangkit

SURABAYA, 27 JULI 2018

Pembangkit Listrik (Fosil)

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Batubara, Gas, Minyak)

Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

20
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pembangkit Listrik (Energi Baru Terbarukan)

Pembangkit Listrik Tenaga Air Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Pembangkit Listrik Tenaga Pembangkit Listrik Tenaga Biomass Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Panas Bumi

DCS
- Historian Server
- OPC Server
- Performance Calculation
HMI Client for Operator
- PMS

HMI Server
Enginering
Work
Station
DCS Network

Controller / CPU

Module I/O

Field Instrumen

DCS & Iot (Industial 4.0)

UP. BRTS

21
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

REMOTISASI PLTA
UP BRANTAS

Malang
24 April 2019

TANTANGAN
REMOTISASI

Teknologi IT untuk Efisiensi Operasional PLTA

a. Ada 9 lokasi PLTA tersebar di 4 kabupaten, rata rata teknologi nya sudah jadul, jumlah
SDM berlebih
b. Teknologi IT sudah maju, handal dan terus berkembang
c. Konsep : PLTA PLTA tersebar, dihubungkan dengan IT dan di sentralisasi di satu lokasi,
dioperasikan dan dikontrol dari satu lokasi, REMOTISASI
d. Lebih efisien, lebih sederhana, menghemat banyak resource
f. Tantangan : keandalan system IT, Mind set para karyawan

22
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PROSES REMOTE :
PERJALANAN RETROFIT 1. Sengguruh 1,2
2. Sutami 1,2,3
11. Ngolang 1,2,3
12. Ngebel
3. Wlingi 1,2 13 Ampelgading 1,2
4. Lodoyo
PROSES RETROFIT : 5. Tulungagung 1,2 PROSES RETROFIT :
1. Selorejo 6. Wonorejo 1. Sutami 1
(AVR, Gov, Seq) 7. Selorejo (AVR, Gov)
PROSES RETROFIT : 2. Mendalan 4 PROSES REMOTE :: 8. Mendalan 1,2,3,4 2. Wonorejo
1. Mendalan 1 (Gov, Seq) 1. VIDEO WALL 9. Siman 1,2,3 (Gov, Seq)
(Gov, Seq) 3. Wonorejo (AVR) 2. CCR ROC 10.Giringan 1,2,3 3. Siman 1,2,3 (Seq)
4. Lodoyo (AVR) 3. Ruang Operator 4. Tulungagung 1.2
(Seq)

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

PROSES RETROFIT : PROSES RETROFIT : PROSES RETROFIT : CCR NON PLAN CCR NON OPERATOR :
1. Giringan 3 1. Siman 1,2,3 1. Mendalan 1,2,3,4 (AVR) OPERATOR :
(Gov, Seq) (Gov) 2. Tulungagung 1,2 (AVR) 2019 TW1 2019 TW3
2. Giringan 1,2 2. Mendalan 2,3 3. Lodoyo (Gov, Seq) 2018 TW4 SELOREJO, WLINGI,
(Seq) (Gov, Seq) 4. Wlingi 1,2 (Gov, Seq) LODOYO WONOREJO, SENGGURUH,
3. Wlingi 1,2 3. Tulungagung 1,2 5. Sutami 2,3 (AVR, Gov) NGEBEL MENDALAN
(AVR) (Gov) 6. Sengguruh 1,2
4. Sutami 1,2,3 (AVR, Gov, Seq) 2019 TW2 2019 TW4
(Seq) 7. Ngebel (AVR, Gov, Seq) NGOLANG, SIMAN,
8. Giringan 3 (AVR) GIRINGAN, TULUNGAGUN,
9. Giringan 1,2 (AVR, Gov) AMPELGADING SUTAMI
10.Ngolang 1,2,3
(AVR,Gov,Seq)
11.Siman 1,2,3 (AVR)

TIMELINE REMOTISASI
SIMAN
NGOLANG TULUNGAGUNG
GIRINGAN SUTAMI
AMPELGADING
LODOYO Progres s/d April 2019 :
Progres s/d April 2019 : 1. Untuk Tulungagung sudah mobilisasi 4
1. Ngolang (Progres 80%) personil operator (1 orang ke ROC dan 3
2. Giringan (Progres 50%) ke Harshift).
3. Ampelgading (Progres 60%) 2. Siman dan Sutami (Progres 50%)
3. Tulungagung (Progres 75%)

OKT
JAN – MAR 2019 APR – JUN 2019 JUL – SEP 2019 OKT – DES 2019
2018

SELOREJO WLINGI
WONOREJO SENGGURUH
NGEBEL MENDALAN

Progres s/d April 2019 : Progres s/d April 2019 :


1. Selorejo sudah Operation 1. Untuk Wlingi dan Sengguruh sudah
Remote (Perlu Penyempurnaan) mobilisasi personil (wlingi 3 dan sengguruh
2. Wonorejo sudah Operation 3 orang operator).
Remote (Perlu Penyempurnaan) 2. Mobilisasinya 1 orang/unit ke ROC dan
3. Ngebel sudah Operation Remote lainnya ke Harshift
(Perlu Penyempurnaan) 3. Sengguruh & Mendalan sudah Operation
Remote (Perlu Penyempurnaan)
4. Wlingi (Progres 80%)

Solution / Action

23
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

AKTIFITAS PEMENUHAN
No Macam Tantangan Solusi / Action Waktu PIC
1 Perlu Penambahan Sudah dilakukan Diharapkan di 2019 M.KAD
SPV ROC dibawah pertemuan dengan SDHC bisa disetujui
Manajer OPHAR & selanjutnya akan
disampaikan ke Direksi
2 Penerapan Budaya Dilakukan sosialisasi baik Sampai 21 April sudah GM, All
Remote di seluruh walkdown ke unit2 dan walkdown ke 7 PLTA. Manajer
PLTA visualisasi / banner2 Banner RETRO  ok
3 Penempatan Reposisi personil operator 29 Maret 2019 keluar M.KAD &
personil untuk di unit2 untuk pengisian SK Mutasi Jabatan 10 All
ROC dan personil ROC dan Har Shift orang. Pelaksanaannya Ka.PLTA
metodenya menunggu Pilpres
selesai.
4 Prioritas Kontinyu melakukan Setiap 2-4 minggu M.Ophar
pemenuhan fungsi monitoring dan evaluasi sekali dilakukan &
remote pada pada semua unit dengan monitoring Bersama M.Enjinir
semua peralatan prioritasi (Mandatory, Non terkait progress ing
di semua unit2 Mandatory). Perlu kontinyu improvement-
PLTA Anggaran utk pemenuhan. nya

SOSIALISASI REMOTISASI SUTAMI - SENGGURUH


- NGEBEL

KOMUNIKASI &
BUDAYA

SOSIALISASI REMOTISASI MENDALAN -


SELOREJO

24
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

SOSIALISASI REMOTISASI GIRINGAN -


NGOLANG

Terima Kasih

25
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2005 – 2010 2010 – 2011

Electrical Strategic
Engineer (S1) Management (S2)

IPK 3.22 / 4.0 IPK 3.92 / 4.0

Coach & Mentor For New


Entrepreneur
2018 - Present

Marketing Manager
(Automation System 2014 - 2016 2012 - 2014 Head of National
Engineer Specialist) Logistic (Philips)
SHIENNY S.T., M.M.

26
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANAN INTERNET OF THINGS (IOT)


PADA IMPLEMENTASI GENERASI MILENIAL
DAN STARTUP DI ERA INDUSTRI 4.0

3 TOPIK :
1. INDUSTRIAL REVOLUTION
2. IOT STARTUP & INCUBATOR EXAMPLES
3. ELEVATOR PITCH

27
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Rev Industry 3.0


Rev Industry 1.0 - Computer
- Steam Machine - Robotics

< 17th 19th 21st


Century Century Century

18th 20th
Century Century
Beginner Rev Industry 2.0 Rev Industry 4.0
- Human & Animal Power - Electrical Energy - Cyber Physical System
- Mass Production

28
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

29
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

30
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

31
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Guruloka is developing a website and mobile


apps to help parents and students meet the
available tutor with matching algorithm

- Psychology test for Student & Tutor


- Skill test for Tutor

“Anywhere and Anytime Study”

32
Makalah Bidang Teknik Mesin
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGARUH FILLER 5356 PADA SAMBUNGAN LAS ALUMUNIUM


6063 METODE FRICTION STIR WELDING

Sayyid Ridho1), Syahbuddin2)


1)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila
2)
Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No 56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan, (021) 7270086
e-mail: sayyidridho95@gmail.com1), syahbuddin5mh@gmail.com2)

Abstrak
Kemampuan las pada sambungan alumunium yang rendah membuat penelitian mengenai
penyambungan aluminium paduan semakin meningkat. Salah satu pilihan proses
penyambungan alumunium yang dapat dilakukan yaitu Friction stir welding. Tujuan utama
dalam penelitian ini adalah melakukan analisa mengenai struktur mikro dan sifat mekanik dari
spesimen. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium paduan seri 6063
serta digunakan filler dengan material alumunium 5356 juga dikombinasikan dengan variasi
kecepatan transverse mulai dari 20, 40, dan 60 mm/menit. Dilihat dari pengujian struktur
mikro, pengelasan friction stir welding aluminium 6063 tanpa filler maupun dengan filler
mengalami pembesaran graiz size pada daerah weld nugget dan daerah TMAZ, namun pada
pengelasan friction stir welding aluminium 6063 dengan menggunakan filler juga ditemukan
pencampuran material filler dan base metal di daerah weld nugget. Berdasarkan data hasil
pengujian tarik menunjukkan bahwa pada pengelasan friction stir welding aluminium 6063
tanpa menggunakan filler memiliki kekuatan tarik yang lebih besar bila dibandingkan dengan
pengelasan menggunakan filler yaitu sebesar 72.2 MPa dengan nilai regangan 5.3%. Data
dari pengujian kekerasan, pengelasan friction stir welding tanpa filler mengalami penurunan
kekerasan pada daerah weld nugger/stir zone sebesar 29.2 HV sedangkan pada pengelasan
friction stir welding dengan filler mengalami peningkatan kekerasan pada daerah weld nugget
sebesar 40.2 HV.

Kata kunci: Frictions stir welding, filler,struktur mikro, kekuatan mekanik.

1. Pendahuluan
Alumunium merupakan penghantar panas yang baik dan memiliki titik lebur yang
rendah, sehingga penyambungan alumunium menjadi kesulitan utama dimana las
konfensional memiliki kelemahan operasional maupun dampak terhadap lingkungan. Oleh
sebab itu metode pengelasan Solid State Joint dengan pengadukan material secara
langsung dan tidak melewati titik lebur material marak dikembangkan serta dilakukan
penelitian guna mengoptimalkan hasil pengelasan, sehingga nantinya pengelasan adukan
gesek atau Friction stir welding dapat menjadi salah satu solusi penyambungan material
yang efektif dan menghasilkan perubahan karakteristik material induk seminimal mungkin.

2. Studi Pustaka
2.1. Friction stir welding
Proses Friction Stir Welding ditemukan oleh The Welding Institute (TWI) tahun 1991
sebagai sebuah teknik penyambungan dimana material yang dilas tidak benar-benar
mencair pada saat proses berlangsung (temperature kerjanya tidak melewati titik lebur
material) [1]. Material yang akan dilas dikunci derajat kebebasannya, kemudian tool
berputar serta bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang jalur sambungan antara dua
material yang dilas. Gesekan panas dihasilkan dari gesekan antara pin/probe dan Shoulder
welding tool dengan material benda kerja. Panas ini dihasilkan dari proses pengadukan

1
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

mekanik (mechanical mixing) sehingga menyebabkan material yang diaduk akan melunak
tanpa melewati titik leburnya (melting point) [2].

Gambar 2. 1 Proses Friction stir welding [2]

2.2. Struktur Mikro pada Friction stir welding


Terjadi perubahan struktur mikro pada area yang di las akibat adanya panas pada
area pengelasan, dan menghasilkan weld zone yang dibagi menjadi beberapa bagian [3].

Gambar 2. 2 Struktur mikro hasil pengelasan metode Friction stir welding [3]

a. Unaffected material/parent metal, merupakan area logam induk yang tidak terkena
pengaruh panas yang dihasilkan selama proses Friction stir welding berlangsung.
b. Heat-Affected Zone (HAZ), merupakan area yang berada diluar lokasi pengelasan. Pada
area ini, material akan terpengaruh oleh panas akibat proses pengelasan sehingga terjadi
perubahan struktur mikro dan sifat mekanik, tetapi tidak mencair dan tidak terjadi
deformasi plastis akibat pengelasan.
c. Thermomecanically Affected Zone (TMAZ), daerah ini mengalami deformasi material
secara plastis akibat panas yang dihasilkan pada saat proses pengelasan sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro pada material.
d. Weld Nugget, adalah daerah yang mengalami rekristalisasi secara keseluruhan atau
terkadang disebut juga Stir Zone. Area ini merupakan area yang menghasilkan
sambungan akibat gerakan tool pada saat proses pengelasan.

2.3. Cacat Hasil Pengelasan Friction stir welding


Kualitas las dalam friction stir welding dipengaruhi oleh berbagai cacat yang timbul
selama proses pengelasan. Cacat yang dihasilkan selama friction stir welding yaitu [4]:
1. Cacat Tunnel
Kondisi parameter pengelasan gagal menghasilkan panas yang memadai untuk proses
pengadukan, pencampuran dan pengikatan bahan, sehingga mengakibatkan pembentukan
cacat terowongan/tunnel.

2
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2. 3 Cacat Tunnel [4]

2. Cacat Flash
Panas berlebihan yang dihasilkan akan melunakkan bahan di dekat batas shoulder dan
mengeluarkan material dalam volume besar dalam bentuk flash permukaan.

Gambar 2. 4 Cacat Flash [4]

3. Cacat Kissing Bond


Kerusakan parsial lapisan oksida mengakibatkan input panas rendah, yang dapat
membatasi aliran masuk material. Sehingga partikel oksida yang rusak membentuk garis
zigzag bergelombang gelap atau cacat Kissing Bond.

Gambar 2. 5 Cacat Kissing Bond [4]

4. Cacat Void / Wormhole


Kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan lubang di bawah
permukaan pengelasan atau pada sisi tepi nugget.

Gambar 2. 6 Cacat Void / Wormhole [4]

5. Cacat Crack Line Root Defect


Cacat akar seperti retak terjadi karena pin terlalu pendek, sehingga tidak mencapai untuk
ketebalan benda kerja. Oleh karena itu, sudut kemiringan pahat terlalu kecil maupun terlalu
besar berkontribusi terhadap pembentukan cacat akar.

Gambar 2. 7 Cacat Crack Line Root [4]

3
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Pendekatan Pemecahan Masalah


Penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan melakukan analisa pengaruh
sambungan las hasil Friction Stir Welding menggunakan logam pengisi dan tanpa
menggunakan logam pengisi, serta menganalisa pengaruh perbedaan kecepatan translasi
tool yaitu 20, 40, dan 60 (mm/menit). Kemudian membandingkan hasil pengamatan,
pengujian mekanik dan struktur mikro untuk mengetahui pengaruh dari setiap variasi.

3.1. Spesimen pengelasan


Spesimen uji yang akan digunakan adalah alumunium AA606. Berikut ini merupakan
kandungan dari AA6063:

Tabel 3. 1 Kandungan Alumunium 6063

Spesimen yang digunakan adalah plat-strip dengan tebal 3 mm dengan ukuran spesimen 50
mm x 30 mm.

3.2. Tool Stiring


Spesifikasi tool yang digunakan untuk proses pengelasan dengan metode Friction
stir welding adalah:
Material : High Speed Steel [HSS]
Dimensi : ø18 x 100 mm
Sudut Pin : 30°
Panjang Pin : 2.85 mm [95% dari tebal material]

Gambar 3. 1 Dimensi tool FSW

3.3. Backing Plate


Base benda kerja ketika tool bergerak menekan benda kerja sekaligus untuk menahan
lelehan material agar tidak keluar sepanjang jalur pengelasan.

Gambar 3. 2 Spesifikasi backing plate

4
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.4. Skema Pengelasan


Skema pengelasan Friction stir welding yang akan dilakukan adalah dengan
penambahan filler AL5356 diantara sambungan dua pelat alumunium, kemudian tool joint
akan ditranslasikan sepanjang jalur sambungan.

A B

Gambar 3. 3 Skema Pengelasan A.Tanpa filler, B.Dengan filler

4. Pengumpulan Data dan Analisis


4.1. Pengecekan Visual
Di bawah ini beberapa hasil dari percobaan pengelasan dengan metode Friction stir
welding dengan perbedaan parameter transverse speed.

Tabel 4. 1 Hasil Pengelasan Secara Visual


Metode Pengelasan Gambar Hasil

Pengelasan tanpa filler Permukaan kasar, terjadi


dengan feed rate 20 flash halus dibagian sisi
mm/menit pengelasan

Pengelasan tanpa filler


Permukaan halus, terjadi
dengan feed rate 40
flash halus dibagian sisi
mm/menit.
pengelasan.

Pengelasan tanpa filler


dengan feed rate 60
Permukaan halus.
mm/menit.

Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan
Permukaan kasar.
feed rate 20 mm/menit.

Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan Permukaan kasar.
feed rate 40 mm/menit.

Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan Permukaan kasar.
feed rate 60 mm/menit.

5
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pengelasan dengan filler memiliki permukaan lebih kasar dibandingkan pengelasan


tanpa filler. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh bahan tambah terhadap volume material saat
pengadukan sehingga temperatur pengelasan dengan filler lebih rendah dari suhu
pengelasan tanpa filler yang berakibat pada kemampuan melunakkan base metal.

4.2. Struktur Mikro


Struktur mikro dalam logam (paduan) di identifikasi berdasarkan besar butir, bentuk
butir, orientasi butiran, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana butir tersusun atau
terdistribusi.
Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Struktur Mikro
Metode Pengelasan Hasil Struktur Mikro
Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone
TMAZ Base Metal

Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ

translasi 20 mm/menit

2 2 2

Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone


TMAZ Base Metal

Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ

translasi 40 mm/menit

2 2 2

Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone


TMAZ Base Metal

Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ

translasi 60 mm/menit

2 2 2

Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone


TMAZ Base Metal

Sambungan
menggunakan filler –
Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
kecepatan translasi 20
mm/menit

2 2 2

6
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Metode Pengelasan Hasil Struktur Mikro


Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone
TMAZ Base Metal

Sambungan
menggunakan filler – Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ

kecepatan translasi 40
mm/menit

2 2 2

Base Metal TMAZ Weld Nugget / Stir Zone


TMAZ Base Metal

Sambungan
menggunakan filler – Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ

kecepatan translasi 60
mm/menit

2 2 2

Pada hasil uji foto mikro hasil sambungan tanpa filler dan dengan menggunakan
filler menunjukkan adanya pembesaran graiz size pada daerah weld nugget dan daerah
TMAZ, hal ini disebabkan daerah weld nugget, dan daerah TMAZ menerima heat input
yang lebih besar daripada daerah base metal. Namun pada sambungan dengan
menggunakan filler menunjukkan adanya pencampuran material filler dan base metal,
yang diidentifikasi dengan perbedaan warna pada daerah stir zone.
Hasil Friction stir welding tanpa filler dengan kecepatan translasi tool 20 mm/menit
terlihat adanya cacat rongga atau void pada bagian stiring zone, hal ini dapat disebabkan
karena proses translasi tool yang terlalu cepat mengakibatkan proses pengadukan material
kurang sempurna, sehingga butiran material menjadi tidak rata penyebarannya pada
seluruh daerah penyambungan.

Gambar 4. 1 Cacat void pengelasan tanpa filler


Sedangkan pengelasan dengan menggunakan filler pada kecepatan translasi tool 20
mm/menit terlihat adanya cacat tunnel dan kissing bond pada weld nugget. Hal ini dapat
disebabkan oleh kecepatan tool pengelasan dan rotasi pahat gagal menghasilkan panas
yang memadai untuk proses pengadukan, pencampuran dan pengikatan bahan, sehingga
mengakibatkan pengadukan material tidak memadai dan menyebabkan kerusakan parsial
lapisan oksida alami serta berakibat input panas rendah, yang dapat membatasi aliran

7
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

masuk material. Sedangkan pada kecepatan translasi tool 40 mm/menit terlihat adanya
cacat void.

Gambar 4. 2 Cacat Tunnel, Kissing Bond, & Void pengelasan dengan filler

4.3. Pengujian Mekanik


1. Pengujian Tarik
Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Tarik
Efisiensi
Feeding P1 P2 ΔP F F σUTS ε Lokasi
Spesimen Sambungan
[mm/min] [mm] [mm] [mm] [kg.F] [N] [MPa] [% ] Patahan
[%]
Base metal - 50 59 9 1512.5 14822.5 197.6 18.0% Base Metal
100%
Base metal - 50 56 6 1465 14357 191.4 12.0% Base Metal
20 50 52 2 660 6468 86.2 4.0% 44.3% Weld Nugget
Tanpa Filler 40 50 53 3 502 4919.6 65.6 6.0% 33.7% Weld Nugget
60 50 53 3 495 4851 64.7 6.0% 33.2% TMAZ
60 50 52 2 442.5 4336.5 57.8 4.0% 29.7% TMAZ
Dengan Filler 40 50 53 3 462.5 4532.5 60.4 6.0% 31.1% TMAZ
20 50 52 2 375 3675 49 4.0% 25.2% TMAZ

Data pengujian tarik menunjukkan bahwa pengelasan tanpa filler mengalami patahan
paling banyak pada daerah weld nugget Sedangkan pengelasan dengan filler, di daerah
Thermomecanically Affected Zone (TMAZ).

a. Tegangan (Ultimate Tensile Strength)

Gambar 4. 3 Grafik Efisiensi Tegangan

8
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pengelasan tanpa filler memiliki nilai kekuatan tarik rata-rata 72.2 MPa dengan
efisiensi sambungan las 37%, lebih besar dibanding menggunakan filler dengan nilai rata
rata kekuatan tarik 55.8 MPa dengan efisiensi sambungan 29%. Efisiensi Friction stir
welding dengan filler lebih kecil disebabkan ikatan partikel antara filler dengan base metal
kurang sempurna yang disebabkan adanya anil proses pada daerah TMAZ, sehingga ikatan
antara partikel halus didaerah TMAZ berkurang, hal ini diidentifikasi dengan terjadinya
patahan yang sebagian besar terdapat pada daerah TMAZ.

b. Regangan (Strain)

Gambar 4. 4 Grafik Regangan

Pengelasan tanpa filler memiliki rata-rata nilai efisiensi koefisien regang 36% dari
base metal sedangkan menggunakan filler 31% dari base metal. Hal ini dapat di
identifikasi dari patahan hasil uji tarik, dimana patahan spesimen pengelasan tanpa filler
lebih banyak terjadi di daerah weld nugget atau regangan tertinggi. Sedangkan pengelasan
dengan menggunakan filler semua spesimen mengalami patahan di daerah TMAZ, dimana
daerah ini mengalami deformasi material secara plastis akibat panas yang dihasilkan saat
proses pengelasan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro pada
material aluminium. Panas tersebut dapat menghasilkan regangan plastis tanpa adanya
proses rekristalisasi.

c. Tegangan-Regangan

Gambar 4. 5 Grafik Tegangan-Regangan

Dari grafik tegangan-regangan, menunjukkan bahwa pengelasan tanpa filler memiliki


nilai rata-rata kekuatan tarik dan regangan lebih besar dibandingkan dengan pengelasan

9
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

menggunakan filler. Dengan nilai kekuatan tarik base metal 194.5 MPa, lebih besar 2.5
kali dari nilai rata-rata kekuatan tarik pengelasan tanpa filler yaitu 72.2MPa, dan lebih
besar 3.5 kali jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kekuatan tarik pengelasan dengan
menggunakan filler yaitu 55.8MPa. Sehingga jika dibuat persamaan menjadi:
(1)

2. Pengujian Kekerasan

Gambar 4. 6 Grafik Uji Kekerasan

Dari grafik hasil pengujian kekerasan di atas, menunjukkan bahwa nilai kekerasan
pada pengelasan Friction stir welding aluminium AA6063 tanpa filler mengalami
penurunan kekerasan pada daerah weld nugget di titik 0 dengan rata-rata nilai kekerasan
sebesar 29.2 HV, hal ini disebabkan karena terjadinya pelunakan pada daerah pengelasan
sebagai akibat panas yang timbul. Sedangkan pengelasan dengan menggunakan filler
mengalami peningkatan kekerasan pada daerah weld nugget di titik 0 dengan rata-rata nilai
kekerasan 40.2 HV, hal ini disebabkan karena dengan menggunakan filler mengakibatkan
densitas partikel di daerah weld nugget menjadi lebih tinggi sehingga berakibat pada
kenaikan kekerasan pada daerah tersebut dan menyebabkan daerah TMAZ semakin
membesar yang diidentifikasi dengan pelunakan pada daerah tersebut.

5. Kesimpulan & Saran


5.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan proses analisa dan pembahasan pada tugas akhir ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Permukaan pengelasan dengan filler lebih kasar, akibat bahan tambah yang
mempengaruhi volume pengadukan dan berakibat pada kemampuan melunakkan base
metal.
2. Struktur mikro pada daerah TMAZ, dan weld nugget memiliki butiran yang lebih besar.
Serta kecepatan translasi tool mempengaruhi cacat yang timbul akibat proses
pengadukan material aluminium AA6063 kurang sempurna.

10
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Kekuatan tarik sambungan las tanpa menggunakan filler lebih tinggi 14.2 MPa
dibanding menggunakan filler, yang disebabkan karena pembesaran butiran akibat
pengaruh panas dan ikatan partikel antara filler dengan base metal kurang sempurna.
4. Nilai kekerasan sambungan las tanpa filler lebih rendah 11 HV dibanding
menggunakan filler pada daerah weld nugget. Akibat perbedaan densitas partikel di
daerah weld nugget dan anil proses yang mempengaruhi daerah TMAZ.

5.2. Saran
Saran diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan sebgai berikut:
1. Memperhatikan depth pin pada saat pengelasan agar meminimalisir defect flash yang
timbul.
2. Penetrasi awal harus dilakukan perlahan, karena awal pengelasan temperatur yang
dihasilkan oleh gesekan antara pin/probe dan material masih rendah.
3. Untuk memastikan posisi pin/probe berada di tengah sambungan las, diperlukan alat
tambahan seperti Centro-Fix.
4. Perlunya dilakukan pengecekan kondisi tool pin berkala setelah proses pengelasan
selesai, karena gesekan yang terjadi antara pin/probe dengan backing plate dapat
menyebabkan pengikisan pin/probe.

Daftar Pustaka
1. Singh B. Raj (2014). A Hand Book on Friction Stir Welding. Researchgate
publication.
2. Rahayu, D. (2012). Analisis proses friction stir welding (fsw) pada plat tipis
aluminium. Universitas Indonesia.
3. Rajiv S. Mishra, Murray W. Mahoney. (2007). Friction stir welding and Processing.
University of Missouri.
4. P. Kah, R. Rajan, J. Martikainen, R. Suoranta (2015). Investigation of weld defects in
friction-stir welding and fusion welding of aluminium alloys. International Journal of
Mechanical and Materials Engineering. No 10:26. Springer Science.

11
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

EKSPERIMENTAL MODEL TURBIN ANGIN HORIZONTAL


DENGAN SUSUNAN IN-LINE

Dimas Wildan Wibowo


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila, Jagakarsa Jakarta Selatan
e-mail: dimas07wildan@gmail.com

Abstrak
Pemanfaatan turbin angin horizontal yang disusun diperlukan untuk mendorong penelitian
atau pengembangan turbin angin untuk menghasilkan energi yang lebih besar, karena
pemanfaatan turbin angin horizontal masih minim untuk yang disusun di Indonesia. Metode
yang dilakukan adalah melakukan eksperimen pengujian susunan turbin angin horizontal tipe
sudu NACA 4421 dengan variasi susunan in-line (1D-3D) terhadap variasi kecepatan angin
(3-7 m/s) menggunakan wind tunnel untuk mengetahui karakteristik kecepatan angin setelah
terjadi tumbukan, keluaran daya antar turbin (tegangan dan arus), kecepatan putar masing-
masing turbin. Hasil pengujian dan analisis perhitungan menunjukkan bahwa variasi susunan
turbin in-line berpengaruh pada performansi daya yang dihasilkan masing-masing susunan
in-line turbin horizontal. Unjuk performansi daya paling tinggi didapat pada susunan in-line
3D dengan daya maksimal rotor 1 sebesar 1,774 W dan rotor 2 sebesar 0,496 W dengan
kecepatan angin 7 m/s, performansi paling rendah susunan in-line 1D dengan daya rotor 1
sebesar 0,1392 W dan rotor 2 sebesar 0,0549W dengan kecepatan angin 3 m/s.

Kata kunci: turbin angin horizontal, NACA 4421, susunan in-line

1. Pendahuluan
Kebutuhan energi di dunia terus meningkat, hal ini terjadi karena disebabkan oleh
pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pola konsumsi energi itu sendiri yang
senantiasa meningkat. Salah satu sumber pemasok listrik, PLTA bersama pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) memegang peran
penting terhadap ketersediaan listrik terutama di Jawa, Madura dan Bali. Data kementerian
ESDM dalam Outlook Energi Indonesia menyebutkan bahwa konsumsi energi di Indonesia
tahun 2015 mencapai 218 TWh dan terus tumbuh sebesar 7.7% per tahun. Energi alternatif
yang memiliki potensi yang besar adalah angin. Potensi energi angin yang terdapat di
Indonesia memiliki range sebesar 1 m/s hingga 5 m/s sehingga teknologi turbin angin yang
cocok terhadap potensi angin tersebut adalah menggunakan turbin angin horizontal dengan
sudu puntir. Eksperimen penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap pengaruh susunan
turbin angin horizontal yang disusun dengan susunan in-line. Selain itu jarak antara
masing-masing turbin angin dapat mempengaruhi reaksi antar turbin sehingga memberikan
hasil yang berbeda berindikasi pada putaran rotor, turbulensi serta distribusi angin antar
turbin.

2. Studi Pustaka
2.1 Turbin Angin
Turbin angin merupakan salah satu konverter energi. Turbin angin mempunyai
aplikasi yang independen atau tidak membutuhkan sumber energi lain. Jenis atau desain
rinci semua turbin angin memiliki kesamaan bahwa turbin angin mengubah energi kinetik
dari massa udara yang mengalir menjadi energi mekanik rotasi. Turbin angin yang zaman
dahulu lebih dikenal dengan kincir angin, pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan
para petani dalam melakukan penggilingan padi dan keperluan irigasi. Dari daratan Asia,
pertama kali kincir angin bersumbu vertikal dikembangkan. Lalu bangsa Eropa mulai

12
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

mengembangkan kincir angin bersumbu horizontal setelah kincir angin sumbu vertikal
dikembangkan di Asia [4]. Dapat dilihat pada Gambar 1 yang merupakan model turbin
angin hasil dari perkembangan model horizontal dan vertical. Inovasi baru dan potensi
dalam model turbin angin secara terus menerus dieksploitasi, terutama terkonsentrasi pada
bagian sudu. Dimana sudu dibentuk agar lebih ringan dengan fitur aerodinamis yang lebih
baik. Selain itu, sistem pengendalian pada turbin angin pun terus dikembangkan untuk
mendapatkan hasil energi listrik. Salah satu pengendalian utama untuk memaksimalkan
kinerja dari turbin angin ialah dengan mengendalikan sudut kerja dari sudu turbin angin.

Gambar 1. Turbin Angin Tipe Horizontal dan Vertikal [5]

2.2 Aerodinamika
Aliran udara di atas airfoil stasioner menghasilkan dua kekuatan, sebuah gaya angkat
tegak lurus terhadap aliran udara dan gaya tarik ke arah aliran udara, seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Adanya gaya angkat tergantung pada aliran laminar yang mengalir di atas
airfoil, yang berarti bahwa udara mengalir lancar di kedua sisi airfoil. Jika aliran turbulen
ada daripada aliran laminar, akan ada sedikit gaya angkat atau tidak akan ada gaya angkat
sama sekali. Udara yang mengalir di atas airfoil dapat dipercepat karena jarak yang lebih
besar untuk melakukan perjalanan dan peningkatan kecepatan menyebabkan sedikit
penurunan tekanan. Perbedaan tekanan di airfoil ini menghasilkan gaya angkat, yang tegak
lurus terhadap arah aliran udara [10].

Gambar 2. Gaya Angkat dan Gaya Tarik Pada Airfoil Stasioner [10]

2.3 NACA
NACA (National Advisory Committee for Aeronautics) merupakan salah satu
referensi pemilihan airfoil yang paling popular pada saat ini. Pengujian-pengujian yang
dilakukan oleh NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh dari efek kelengkungan
dan distribusi ketebalan (thickness) serta pengujiannya yang dilakukan pada berbagai
Bilangan Reynold. Airfoil NACA memiliki parameter-parameter dalam bentuknya.

13
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 3 di bawah menunjukan beberapa parameter yang terdapat dalam airfoil NACA
[12].

Gambar 3. Parameter Geometris Airfoil Dari Seri Airfoil NACA [12]

Dengan:
c = panjang chord
f = maksimum camber, sedangkan f/c = rasio camber
xf = posisi maksimum camber
d = ketebalan maksimum airfoil, sedangkan d/c thickness-chord ratio
xd = posisi ketebalan maximum airfoil
rN = nose radius
yo = upper surface
yu = lower surface

Setiap parameter dalam Airfoil NACA memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing.

2.4 Dasar Teori Perhitungan


1. Energi Pada Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Karena udara mempunyai massa maka energi yang
ditimbulkannya dapat dihitung berdasarkan energi kinetik yang ditujukan pada Persamaan
1 [10].
(1)
Dengan:
m = massa (kg)
V = kecepatan angin (m/s)

14
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Swept Area
Swept area adalah luas efektif dari rotor turbin angin yang menerima energi kinetik
dari angin dan mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik. Untuk turbin angin tipe
sumbu horizontal, swept area dapat ditujukan pada Persamaan 2.
(2)
Dengan:
A = luas pemnampang turbin (m2)
r = jari-jari rotor turbin (m)

3. Daya Turbin
Dari yang dapat dilihat pada Persamaan 4, itu merupakan tenaga dari aliran udara
secara bebas. Tidak semua tenaga dapat diambil karena ada aliran udara yang lewat
melalui sudu. Sehingga didapatkan persamaan baru daya turbin yang ditujukan pada
Persamaan 3 [10].
(3)
Dengan:
= daya turbin (J/s) (W)
 massa jenis udara (= 1.225 kg/m3)
A = luas penampang turbin (m2)
V = kecepatan angin (m/s)
Cp = daya koefisien

4. Efisiensi Turbin
Efisiensi Turbin umumnya digunakan untuk menunjuk efisiensi keseluruhan sistem
turbin. Seperti ditunjukan dalam Persamaan 4 di bawah ini, umumnya didefinisikan
sebagai rasio dari "daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin" ( ) dibagi dengan
"tenaga angin ke dalam turbin" ( ). Lalu dapat juga disebut "tenaga angin yang
tersedia" yang ditujukan pada Persamaan 4.
(4)

5. Tip Speed Ratio (TSR)


Variabel ini merupakan perbandingan antara kecepatan ujung rotor terhadap
kecepatan angin dan disebut sebagai tip speed ratio (TSR) yang ditujukan pada Persamaan
5 [13].
(5)
Dengan:
= tip speed ratio
V = kecepatan angin (m/s)
= kecepatan pada ujung rotor (m/s)
= radius rotor (m)
= velositas angular (rad/s)
= frekuensi pada rotasi (rotation/s)

15
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Desain Turbin Angin Horizontal


Setelah penentuan desain dan parameter yang akan digunakan, selanjutnya adalah
pembuatan model 3D. Dalam merancang model turbin angin sumbu horizontal 3 (tiga)
sudu untuk Tugas Akhir ini menggunakan software Pro Engineer. Berikut adalah
spesifikasi rancangan turbin angin sumbu horizontal 3 (tiga) sudu yang dibagi menjadi 3
komponen yaitu spesifikasi rotor sudu turbin, spesifikasi rotor sudu turbin twist dan
spesifikasi tower turbin. Setelah mendapatkan spesifikasi dari model perancangan turbin
angin sumbu horizontal 3 (tiga) sudu dan turbin angin sumbu horizontal 3 (tiga) sudu twist
yang meliputi spesifikasi rotor serta tower turbin, maka didapatkan model 3D dari turbin
angin sumbu horizontal 3 (tiga) sudu dan turbin angin sumbu horizontal 3 (tiga) sudu twist
yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema Rancangan Assembly Turbin Angin Sumbu Horizontal 3 (Tiga) Sudu Twist

4. Analisis Data
4.1 Menghitung Swept Area Turbin
Swept area adalah luas efektif dari rotor turbin angin yang menerima energi dari
angin dan mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik. Melihat dari Persamaan 2
dan diketahui diameter turbin 26 cm, maka didapat nilai swept area:

4.2 Menghitung Laju Aliran Massa Energi Potensial Angin


Melihat dari Persamaan 3, laju aliran massa energi potensial angin yang dihasilkan
dapat dihitung dengan menggunakan energi angin pengujian yang sudah ditentukan. Maka
didapatkan laju aliran massa energi potensial angin:

Tabel 1. Perbandingan Kecepatan Angin Terhadap Daya Angin


No Kecepatan Angin (m/s) Daya Angin (W)
1 1 m/s 0,0325 W
2 2 m/s 0,26 W
3 3 m/s 0,8775 W
4 4 m/s 2,0801 W
5 5 m/s 4,0628 W
6 6 m/s 7,0206W
7 7 m/s 11,1485 W

16
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Hasil perhitungan laju aliran massa energi potensial pada kecepatan angin yang
sudah ditentukan adalah daya pada angin yang tersedia dan merupakan daya potensial.
Daya pada angin ini bukanlah daya yang dibangkitkan oleh turbin angin sumbu horizontal
3 (tiga) sudu.

4.3 Menghitung Daya Turbin


Daya turbin adalah daya yang dapat dibangkitkan oleh turbin. Hal ini ditandai
dengan adanya daya listrik yang dihasilkan turbin untuk mendapatkan harga tegangan dan
arus listrik. Maka didapatkan daya turbin:

Tabel 2. Perbandingan Kecepatan Angin Terhadap Daya Angin


No Kecepatan Angin (m/s) Daya Turbin (W)
1 1 m/s 0,0162 W
2 2 m/s 0,13 W
3 3 m/s 0,4387 W
4 4 m/s 1,04 W
5 5 m/s 2,0314 W
6 6 m/s 3,5103 W
7 7 m/s 5,5742 W

5. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 1D
Kecepatan Angin (m/s) (Rpm) (Rpm) (V) I (A) P (W) P (W) (Rpm) (Rpm) (V) I (A) P (W) P (W)
No. Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor
Titik 1' Titik 1 Titik 2' Titik 2 Titik 3' Titik 3
1' 1 1 1 1' 1 2' 2 2 2 2' 2
1 1.5 1 0,91 - 0.83 - 560 - - - 0,07 - 152 - - - 0,008 -
2 2.3 2 1,55 - 1.72 - 1182 - - - 0,27 - 437 - - - 0,036 -
3 3.2 3 2,5 2,21 2.1 1,88 1692 338 2,32 0,06 0,44 0,1392 706 212 1,83 0,03 0,096 0,0549
4 4.4 4 3,55 2,71 2.93 2,45 2312 462 3,01 0,11 0,69 0,3311 892 268 2,31 0,05 0,161 0,1155
5 5.6 5 4,55 3,64 4.3 2,97 2982 596 3,7 0,2 1,08 0,740 1008 302 2,99 0,07 0,233 0,2093
6 6.6 6 5,7 4,33 5.4 3,64 3425 685 3,89 0,3 1,34 1,167 1203 361 3,07 0,09 0,304 0,2763
7 7.8 7 6,8 5,17 6.5 4,81 4005 801 4,82 0,31 1,67 1,4942 1393 418 3,16 0,1 0,383 0,316

Tabel 4. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 2D

17
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 5. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 3D

Titik 1 Titik 2 Titik 3

8
7
3 m/s
Kecepatan Angin (m/s)

6
4 m/s
5
5 m/s
4
6 m/s
3
7 m/s
2
1
0
130 mm 390 mm 650 mm

Posisi testo (mm)

(a) Susunan In-Line 1D (b) Susunan In-Line 2D (c) Susunan In-Line 3D


Gambar 5. Perbandingan Posisi Testo Terhadap Kecepatan Angin

Tabel 6. Intensitas Turbulensi pada Turbin Horizontal Susunan in-line 1D


Kecepatan
Intensitas Turbulensi (%)
Angin
(m/s) Simulasi Eksperimen Simulasi Eksperimen Simulasi Eksperimen
Titik 1 Titik 1 Titik 2 Titik 2 Titik 3 Titik 3
3 1,5124 1,4576 8,6156 6,8743 62.217 5,4687
4 2,1543 1,9714 12,215 10,9732 92.763 8,7845
5 2,6145 2,4654 14,095 12,4135 112.245 9,8715
6 3,0108 2,8932 15,296 14,7656 123.254 10,6676
7 3,5456 3,2124 16,632 15,3765 149.332 12,5901

Tabel 7. Intensitas turbulensi pada turbin horizontal susunan in-line 2D


Kecepatan
Intensitas Turbulensi (%)
Angin
(m/s) Simulasi Eksperimen Simulasi Eksperimen Simulasi Eksperimen
Titik 1 Titik 1 Titik 2 Titik 2 Titik 2 Titik 3
3 15.834 1,2676 11,606 9,8754 62.234 4,3364
4 26.713 1,9714 13,854 12,0423 73.126 5,7424
5 29.854 2,3554 16,067 14,5245 95.587 7,8516
6 30.178 2,8823 18,163 16,7865 109.234 8,6728
7 32.545 2,9655 19,865 17,9653 120.213 10,4719

18
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 8. Intensitas Turbulensi pada Turbin Horizontal Susunan In-Line 3D


Kecepatan
Intensitas Turbulensi (%)
Angin
(m/s) Titik 1 Titik 2 Titik 3
3 1,4256 8,2787 4,1145
4 1,8671 9,5345 5,3736
5 2,3245 11,3567 7,4575
6 2,7765 13,3942 8,5532
7 3,1944 14,4253 9,3467

(a) Susunan In-Line 1D (b) Susunan In-Line 2D

(c) Susunan In-Line 3D


Gambar 6. Grafik Perbandingan Kecepatan Angin terhadap Daya Turbin

6. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan
1. Nilai kecepatan pada turbin belakang pada susunan in-line 1D, 2D dan 3D mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya jarak turbin, hal ini menyebabkan
peningkatan daya yang dihasilkan turbin belakang pada susunan in-line 1D, 2D dan
3D.
2. Nilai intensitas turbulensi setelah mengenai tubin depan susunan in-line menurun, hal
ini menyebabkan kecepatan putar tubin belakang susunan in-line lebih kecil dari turbin
depan, sehingga daya yang dihasilkan susunan turbin depan lebih besar dari turbin
belakang pada susunan in-line 1D, 2D atau 3D dan perbandingan data hasil
eksperimental lebih rendah dari data hasil simulasi.

6.2 Saran
Penggunaan generator dengan nilai cogging torque di bawah 2% agar pada kecepatan
angin rendah turbin dapat menggerakkan generator sehingga dapat menghasilkan listrik.

19
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Penggunaan inverter untuk meningkatkan daya yang tersimpan dan mengubah arus yang
tersimpan dari arus DC menjadi arus AC.

Daftar Pustaka
1. Sekretariat Jendral Dewan Energi Nasional, Outlook Energi Indonesia. Jakarta, 2015.
2. Razivky, “Perancangan Pembuatan Dan Pengujian Model Turbin Angin Sumbu
Horizontal 3 Sudu”, Universitas Pancasila, 2017.
3. A. A. Azmi, “Simulasi Numerik Wake Effect Terhadap Performa Turbin Angin
Pada Ladang Angin Susunan Non-Staggered Far Wake dan Near Wake”,
Universitas Gajah Mada, 2017.
4. Nugroho, Ari Wisnu, “Eksperimental Turbin Angin Savonius Dengan Susunan
Staggered dan In-line”, Universitas Pancasila, 2018.
5. M. L. Dewi, “Analisis Kinerja Turbin Angin Poros Vertikal Dengan Modifikasi
Rotor Savonius L Untuk Optimasi Kinerja Turbin”, Universitas Sebelas Maret,
2010.
6. Johnson, Gary L., “Wind Energy System”, Electronic Edition, Manhattan, KS., 2006.
7. B. C. Chetia and G. C. Hazarika, “Effects of fuzziness on dynamical similarity and
Reynold’s number”, Fuzzy Sets Syst., vol. 115, no. 3, pp. 463–469, 2000.
8. C. Masson and A. Smaïli, “Numerical Study of Turbulent Flow Around A Wind
Turbine Nacelle”, Wind Energy, vol. 9, no. 3, pp. 281–298, 2006.
9. Waluyu, Selamet, “Unjuk Kerja Kincir Angin Sumbu Horizontal Tipe Petani
Garam Cirebon dengan Tiga Variasi Jumlah Sudu”, Universitas Sanata Dharma,
2018.
10. Data Dari Website http://www.aerospaceweb.org/question/aerodynamics/q0165 .shtml
(Diakses Pada Minggu, 27 Januari 2019 Pukul 21.00 WIB).
11. Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, & Code., “Fundamentals
of Fluid Mechanics, 6th Edition”, England, 2010.
12. Aji, S., Irfan, S., A. & Amiadji, “Analisa Sudut Serang Hidrofoil Terhadap Gaya
Angkat Kapal Trimaran Hidrofoil Menggunakan Metode Computational Fluid
Dynamics (CFD)”. Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
13. Jacobs E. N, K. E. Ward, & R. M. Pinkerton.1933. “The characteristics of 78 related
airfoil sections from tests in the variable-density wind tunnel”. NACA Report No.
460.
14. Data Dari Website http://www.aerospaceweb.org/question/Airfoil (Diakses Pada
Minggu, 27 Januari 2019 Pukul 21.45 WIB).
15. Cengel, Yunus A. & Cimbala, John M. “Fluid Mechanics Fundamental and
Applications”. McGraw-Hill Companies. New York. 2006.
16. N. Katayama, G. O. Takata, M. Miyake, and T. Nanahara, “Theoretical Study on
Synchronization Phenomena of Wind Turbines in a Wind Farm” vol. 155, no. 1, pp.
1123–1131, 2006.
17. Data Dari Website https://kbbi.web.id/koordinat (Diakses Pada Minggu, 27 Januari
2019).
18. Abbot, Ira H. & Von Doenhoff, Albert E. “Theory of Wing Sections”. Dover
Publications, Inc. New York. 1959.

20
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DESAIN DAN OPTIMASI HIGH PRESSURE DIE CASTING


ALUMUNIUM INGOTS 99,7% PADA ROTOR MOTOR POMPA
UNTUK MENGURANGI DEFECT SHRINKAGE POROSITY

Charis Maulana
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No 56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
e-mail: charismaulana25@yahoo.co.id

Abstrak
Salah satu jenis proses manufaktur dalam pengecoran adalah Die casting. Die casting
merupakan proses manufaktur untuk memproduksi benda-benda dengan keakuratan dimensi
yang tinggi melalui logam cair (molten metal). Logam cair tersebut diinjeksi dengan gaya
tekan, sehingga logam cair tersebut masuk kedalam cetakan yang disebut dengan die/mold dan
kemudian dibiarkan membeku. High Pressure Die Casting (HPDC) merupakan salah satu jenis
dari pengecoran dengan tekanan dimana logam cair dibekukan pada tekanan yang tinggi
diantara cetakan (dies) dan piston hidrolik pada ruang tertutup. High Pressure Die Casting
ada berbagai macam cacat yang terjadi pada pengecoran tetapi terdapat cacat utama pada
pressure die casting yaitu Shrinkage, Porosity and Gas blow. Rotor Alumunium 99,7% pada
proses HPDC terjadi defect Shrinkage Porosity. Analisa yang dilakukan untuk menurunkan
defect shrinkage porosity yaitu dengan metode Why-Why analisis. Pengujian yang dilakukan
yaitu pengujian metalurgi dan pengujian performansi Pompa. Untuk menentukan defect
terbesar berdasarkan type defect pada pengecoran rotor alumunium motor pompa
menggunakan pareto diagram. Berdasarkan pareto diagram, defect terbesar yang terjadi pada
pengecoran rotor alumununium motor pompa adalah Defect Porosity dan Shrinkage, dengan
Jumlah defect porosity sebanyak 1018 pcs dan defect shrinkage sebanyak 169 pcs. Defect
terjadi karena kondisi temperature pada Mold masih rendah yaitu < 60ºC, kondisi ketika
temperature Mold > 60ºC jumlah defect 0. Hasil dari pengujian parameter pressure diatas
dapat disimpulkan bahwa dengan nilai pressure 120 kgf tidak terjadi defect pada rotor
alumunium casting.

Kata kunci: High Pressure Die Casting (HPDC), rotor defect shrinkage porosity, alumunium
99,7%.

1. PENDAHULUAN
Die casting merupakan salah satu proses manufaktur yang dapat menghasilkan
produksi tinggi sehingga di anggap mampu mengurangi biaya produksi. Berdasarkan
besarnya tekanan, die casting dibedakan menjadi dua jenis yaitu Low Pressure Die Casting
(LPDC) dan High Pressure Die Casting (HPDC).
Low Pressure Die Casting merupakan jenis die casting yang menggunakan tekanan
rendah dalam proses pengecorannya. High Pressure Die Casting (HPDC) adalah proses
pemasukan (injection) logam cair (molten metal) kedalam mold cavity dengan tekanan
tinggi yang mencapai 250 MPa [1]. Berdasarkan proses dan tipe mesin, HPDC dibagi
menjadi dua yaitu hot chamber dan cold chamber [2].
Salah satu contoh produk HPDC adalah rotor die cast alumunium pompa. HPDC
merupakan proses yang paling ekonomis untuk membentuk squirrel cage rotor motor
induksi. Namun demikian, HPDC memiliki kelemahan terutama kandungan gas di dalam
cairan yang cukup tinggi sehingga akan menimbulkan defect shrinkage porosity.

21
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. DASAR TEORI
2.1. Pompa
Pompa adalah suatu jenis mesin yang mempunyai fungsi untuk memindahkan suatu
fluida dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Fluida tersebut contohnya seperti air,
minyak, atau bahan kimia lainnya. Dalam sistem klasifikasi seperti ini, secara garis besar
pompa dapat dibagi menjadi dua yaitu pompa perpindahan positif (positive displacement
pump) dan pompa perpindahan non - positif (dynamic pump) [8].

2.2. Pengecoran Logam


Proses pengecoran (casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana
logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian di tuangkan kedalam rongga cetakan
yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat [3].
Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran dengan sekali
pakai (expendable mold) dan ada pengecoran dengan cetakan permanent (permanent
mold). HPDC termasuk dalam permanent mold. Karena bisa digunakan berulang dan
jumlah produk yang banyak. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam,
yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting. Teknik traditional
casting terdiri atas [5]:
- Sand-Mold Casting - Dry-Sand Casting - Shell-Mold Casting
- Full-Mold Casting - Cement-Mold Casting - Vacuum-Mold Casting
Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas:
- High-Pressure Die Casting - Permanent-Mold Casting - Centrifugal Casting
- Plaster-Mold Casting - Investment Casting - Solid-Ceramic Casting

2.3. Proses Peleburan Alumunium


Proses peleburan alumunium pada dapur peleburan untuk mendapatkan alumunium
cair yang berkualitas baik harus melewati beberapa tahapan yaitu Charging, Fluxing,
Killing Time, Diss Lagging, Tapping, dan Distribusi Mold. [4].

Gambar 2.1 Tampilan Skematis Pengecoran HPDC [6]

2.4. Defect HPDC


Pada High Pressure Die Casting ada berbagai macam cacat yang terjadi pada
pengecoran tetapi terdapat cacat utama pada pressure die casting yaitu Shrinkage, Porosity
and Gas blow.

2.4.1. Shrinkages
Penyusutan terjadi selama pembekuan sebagai akibat dari perbedaan volumetrik
antara cair dan padat. Untuk sebagian besar alumunium alloy, penyusutan selama
pembekuan adalah volume sekitar 6%. Shrinkage adalah bentuk diskontinuitas yang
muncul seperti bintik hitam pada radiograf [6].

22
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2.2 Shrinkage [6]

2.4.2. Porosity
Alasan utama dari cacat porositas adalah gas hidrogen yang terperangkap dalam
logam cair selama pengecoran. Faktor utama dari porositas gas selama pembekuan adalah
tingkat hidrogen terlarut dalam mencair dan harus dihindari jika tidak secara signifikan
akan menurunkan sifat-sifat mekanik dan permukaan dari produk akhir coran. Ketika
aluminium bergabung dengan uap air di atmosfer, gas hidrogen terlepaskan
(2Al+3H2O=6H+ Al2O3) [4].

Gambar 2.3 Porosity [6]

3. METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian.

3.1. Design (Perancangan)


3.1.1. Perhitungan Daya Motor Pompa
Daya pompa dapat dituliskan seperti pada Persamaan berikut.
(3.1)
dengan:
Pp = Daya pompa (W), H = Head pompa (m), ρ = Massa jenis fluida (kg/m³)
Q = Kapasitas aliran (m³/h), = Efisiensi

3.1.2. Perhitungan Efisiensi Pompa


Dari data hasil pengujian maka untuk menghitung Efisiensi Pompa adalah
(3.2)

3.2. Peralatan dan Bahan


Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
 Die Casting Machine Toyo BD-250V5
 Alat Uji Komposisi (spectrometry)
 Mikroskop Optik
 Alat uji kekerasan (Vickers)
 Alat uji performa pompa

3.3. Pengujian
3.3.1. Pengujian Komposisi Material
Pengujian komposisi dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi yang
didapatkan tercapai sesuai dengan range komposisi yang ditentukan atau tidak. Pengujian
yang dilakukan menggunakan spektrometer.

23
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.3.2. Pengamatan Strukturmikro


Pengamatan strukturmikro bertujuan untuk mengamati dan mempelajari struktur
mikro suatu logam dan paduan serta kaitannya dengan sifat mekanik, dengan
menggunakan mikroskop optik atau electron.

3.3.3. Pengujian kekerasan vickers


Pengujian kekerasan dimaksudkan untuk mengetahui harga kekerasan benda uji pada
beberapa bagian kemudian akan diketahui distribusi kekerasan dari benda uji tersebut,
sehingga nanti bisa didapatkan hasil kekerasan terbaik melalui pengujian kekerasan vickers
ini. Pengujian dilakukan dengan mesin uji keras (Vickers Hardness Testing Machine)
dengan cara melakukan penekanan pada sampel menggunakan penekan berbentuk
piramida intan yang dasarnya bujur sangkar. Besarnya sudut puncak identor piramida intan
136°.
Besarnya angka kekerasan dihitung berdasarkan persamaan:
( )
(3.3)
VHN = Vickers Hardness Number
P = Beban yang digunakan (kg)
D = Panjang diagonal rata- rata (mm)
Ɵ = Sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 136º.

Gambar 3.1 Skematis Prinsip indentasi dengan metode kekerasan vickers [7]

3.3.4. Pengujian Performansi Pompa


Pengujian yang dilakukan adalah untuk mendapatkan data aktual yang akan
dikomparasi dengan hasil perancangan. Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa
alat simulasi sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki
penampungan menuju pipa pengujian dengan bantuan pompa dan variasi total head diatur
oleh katup pengatur aliran (gate valve) seperti terlihat pada Gambar 3.2 skema pengujian.

Gambar 3.2 Skema pengujian Pompa Air

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pareto Diagram Defect Rotor
Untuk menentukan defect terbesar berdasarkan type defect pada pengecoran rotor
alumunium motor pompa menggunakan pareto diagram.

24
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.1 Pareto Diagram Defect Pengecoran Rotor Alumunium Motor Pompa
selama 3 Bulan

Berdasarkan pareto diagram yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, kita dapat
mengetahui defect terbesar yang terjadi pada pengecoran rotor alumununium motor pompa
adalah Defect Porosity dan Shrinkage, dengan Jumlah defect porosity sebanyak 1018 pcs
dan defect shrinkage sebanyak 169 pcs.

4.1. Masalah Penyebab Defect

Tabel 4.1 Penyebab Defect Shrinkage Porosity


PROBLEM CAUSE SUB CAUSE 1 SUB CAUSE 2 SUB CAUSE 3
Temperatur suhu
Cairan Alumunium Tersumbat oleh cairan 1 pada Mold masih
tidak terdistribusi alumunium yang telah Waktu pendinginan sangat rendah
secara keseluruhan mengalami proses terlalu cepat ketika digunakan
kedalam Mold pembekuan untuk produksi
masal
Volume cairan
Die Cast Posisi Laddle terlalu
Sensor pada laddle tidak 2 Alumunium pada
Shrinkage Kesalahan pada tinggi ketika
dalam kondisi operasi laddle tidak sesuai
Porousity pengaturan mesin mengambil cairan
normal dengan volume
alumunium
yang dibutuhkan
Kotoran atau slag yang Pembersihan
Cairan Alumunium dihasilkan oleh cairan
tidak terdistribusi
Laju aliran cairan
alumunium ingot
3 kotoran atau slag
alumunium terhambat alumunium
secara keseluruhan menghambat masuk
masuk keseluruh rongga dilakukan hanya 1
kedalam Mold
cetakan kali/hari
PROBLEM CAUSE SUB CAUSE 1 SUB CAUSE 2 SUB CAUSE 3

Kesalahan pada
Adanya gas yang 4 Pengaturan
terperangkap saat prosess pressure injection
pengaturan mesin
Die Cast filling yang rendah
Shrinkage
Porousity Cairan Alumunium 5 tidak ada standard
tidak terdistribusi Suhu pada cetakan tidak Waktu proses spray
waktu proses
secara keseluruhan merata air morsol terlalu lama
spray air morsol
kedalam Mold

4.1.1. Parameter Temperatur Suhu Mold

Gambar 4.2 Grafik monitoring defect shrinkage porosity

25
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Untuk mengidentifikasi terjadinya defect shrinkage porosity pada rotor casting,


dilakukan monitoring defect selama 11 hari dengan parameter waktu setiap 2 jam. Defect
terjadi di waktu kondisi awal mesin HPDC memulai melakukan pengecoran. Untuk
menganalisa defect Alat yang digunakan untuk mengukur Temperature distribusi suhu
pada mold dalam penelitian ini adalah Thermal Imaging Camera. Rincian data pengujian
temperature distribusi Mold dapat dilihat Gambar 4.3 di bawah ini.

Gambar 4.3 Thermal Imaging Camera

Tabel 4.2 Data Analisa Distribusi Temperature Mold 4 cavity


No
No Thermal
Thermal Imager
Imager Rotor
Rotor Casting
Casting tt (min)
(min) Hasil
Hasil Keterangan
Keterangan

11 11 32
32 Starting
Starting awal
awal
mesin
mesin dalam
dalam
NG
NG kondisi
kondisi
Temperature
Temperature area
area
mold
mold 33,5ºC.
33,5ºC.

22 55 25
25 Temperature
Temperature di
di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
NG
NG 34,7ºC.
34,7ºC.

33 10
10 22 NG
NG Temperature
Temperature di
di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
58,9ºC
58,9ºC

44 20
20 OK
OK Temperature di
Temperature di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
127,6ºC.
127,6ºC.

Berdasarkan data pengujian dengan parameter temperature distribusi suhu Mold


dengan menggunakan Thermal imaging camera diatas dapat kita lihat pada Gambar 4.4
grafik pengujian distribusi suhu pada mold casting rotor alumunium di bawah ini.

26
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.4 Grafik pengujian distribusi suhu terhadap waktu dan jumlah reject

Berdasarkan grafik pengujian distribusi suhu terhadap waktu dan jumlah defect
dengan waktu 20 menit, kita dapat melihat bahwa defect terjadi karena kondisi temperature
pada Mold masih rendah yaitu < 60ºC, kondisi ketika temperature Mold > 60ºC jumlah
defect 0.
Penelitian selanjutnya yaitu mengamati perubahan suhu yang terjadi setiap 1 jam
selama proses pengecoran berjalan dalam 1 shift kerja. Grafik perbedaan suhu dapat dilihat
pada Gambar 4.5 Monitoring Grafik Temperatur mold terhadap waktu.

Gambar 4.5 Monitoring Grafik Temperatur mold terhadap Waktu

Berdasarkan pengujian temperature diatas dapat kita simpulkan bahwa temperature


mold sangat berpengaruh terhadapa kualitas hasil pengecoran. Temperature 30ºC - 60ºC
pada saat starting awal mesin menyebabkan defect shrinkage porosity.

Tabel 4.3 Perbaikan Yang dilakukan

4.1.2. Parameter Volume Cairan Alumunium


Salah satu penyebab terjadinya defect shrinkage porosity adalah adanya perbedaan
volume antara volume cairan benda cor terhadap volume mold pada die cast. Dalam kasus
ini perbedaan volume cairan pada ladle kurang dari volume pada mold atau cetakan rotor
casting alumunium.

27
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.6 Posisi ladle saat pengambilan cairan Alumunium Ingots

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa Posisi Ladle tidak mengambil secara
keseluruhan cairan alumunium pada dapur peleburan.

Gambar 4.7 Flow sebab akibat defect terhadap perbedaan volume

Tabel 4.4 Perbaikan defect rotor terhadap perbedaan volume

4.1.3. Analisa Slag pada coran alumunium


Slag yang dihasilkan pada peleburan alumunium ingots menyebabkan aliran
alumunium saat proses filling terhambat masuk.

Gambar 4.8 Porositas Bagian dalam Rotor akibat slag Alumunium

28
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.1.4. Parameter Pressure HPDC

Tabel 4.5 Pengujian parameter Pressure pada mesin HPDC


P Time
No Temperature Rotor Result
(Mpa) (Min)

1 1 4 NG

10,98

2 5 12 NG

3 10 OK

11,76

4 15 OK

5 20 2 NG

12,74

6 25 OK

7 13,72 30 1 NG

Berdasarkan pengujian parameter pressure pada mesin HPDC, dilakukan 4 nilai


parameter pressure yaitu: 112 kgf (10,98 MPa), 120 kgf (11,76 MPa), 130 kgf (12,74
MPa), dan 140 kgf (13,72 MPa).

29
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.2. Pengujian Metalurgi


4.2.1. Hasil Uji Komposisi Material

Tabel 4.8 Hasil Komposisi material rotor Alumunium ingots 99,7%.

4.2.2. Hasil Uji Mikrostruktur

Tabel 4.9 Hasil pengujian Mikrostruktur Rotor Al 99,7%.

Dari data pengujian mikrostruktur dengan parameter pressure injection, dapat


disimpulkan bahwa Pressure 120 kgf, tidak terlihat adanya defect. Struktur alumunium
yang halus tidak terlihat crack.

4.2.3. Uji Kekerasan Mikro


Putaran pada rotor beresiko tumbukan dengan komponen lain maka diperlukannya
pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan
pada Rotor Alumunium Die Casting berdasarkan parameter pressure injection. Perbesaran
yang digunakan menggunakan perbesaran 100 kali. Pengujian kekerasan dilakukan pada
spesimen uji dengan metode mikro vikers pada lima titik dengan parameter pressure
injection die casting 112 kgf, 120 kgf dan 130 kgf. Berikut Hasil Uji Kekerasan Vickers
Parameter Pressure Injection.

30
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.9 Summary Kekerasan Vickers Pressure Injection Rotor Die Cast 112 kgf dan
120 kgf

4.3. Data Hasil Pengujian Performance


4.3.1. Kurva Perbandingan Q-HT, Q-Rotation dan Q-P Input

Gambar 4.10 Kurva Perbandingan Rotor Non Pourosity Dengan Rotor Pourosity

Berdasarkan data pengujian Performance Pompa Rotor Non Pourosity dan Rotor
Pourosity dapat kita lihat pada Gambar 4.21 bahwa:
a. Debit dan Total head pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor Non
Pourosity.
b. Kecepatan putar motor pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor Non
Pourosity.
c. Daya Input yang dihasilkan pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor
Non Pourosity.

Gambar 4.11 Kurva Efisiensi Pompa 125 Watt Rotor Non Pourosity Dengan Rotor
Pourosity

Berdasarkan data pengujian Performance Pompa Rotor Non Pourosity dan Rotor
Pourosity dapat kita lihat Efisiensi Pompa pada Gambar 4.22 bahwa:

31
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Efisiensi pompa yang dihasilkan pada Rotor Pourosity Efisiensinya lebih rendah
dibandingkan dengan rotor Non Pourosity.

5. KESIMPULAN & SARAN


5.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan proses analisa dan pembahasan pada tugas akhir ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Defect terjadi karena kondisi temperature pada Mold masih rendah yaitu < 60ºC.
Perbaikan yang dilakukan adalah Mold dipanaskan hingga suhu mencapai 60ºC saat
starting awal mesin.
2. Analisa volume cairan alumunium sebab Posisi Ladle tidak mengambil secara
keseluruhan cairan alumunium pada dapur peleburan. Perbaikan Standarisasi
pengencangan rantai pada ladle.
3. Perbaikan desain yang dilakukan untuk mengatasi masalah defect adalah dengan
memperbesar dimensi gate yaitu dari 0,8 mm menjadi 1,4 mm.
4. Hasil dari pengujian parameter pressure dapat disimpulkan bahwa dengan nilai pressure
120 kgf tidak terjadi defect pada rotor alumunium casting.
5. Komposisi Material Zn 0,008% ; Fe 0,186 ; Cu 0,024% ; Ca 0,037% ; Al 99,7% dan Si
0,1%.
6. Berdasarkan pengujian microstructur Pressure 120 kgf tidak terlihat adanya defect
7. Pengujian kekerasan mikro Vickers didapatkan hasil bahwa nilai kekerasan dengan
pressure casting 120 kgf lebih tinggi dibandingkan dengan 112 KgF.
8. Rotor Porosity menyebabkan Efisiensi, Capacity, Total Head, Rotation Motor dan Daya
input menurun
9. Berdasarkan perhitungan teoritis pressure injection casting didapatkan nilai pressure
injection sebesar 103,79 Mpa.

5.2. SARAN
Analisa dilakukan dengan membandingkan kondisi lapangan dan diperkuat dengan
Analisa Simulasi Software.

DAFTAR PUSTAKA
[1] P. Umum dan T. Pengecoran, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 1–7.
[2] P. A. Sejati, “Pengaruh temperatur, pore free die casting, dan degasser terhadap
porositas pada material alumunium die casting 12,Studi kasus : Arm Suspension –
PT Wijaya Karya,” hal. 1–7, 2014.
[3] E. Sundari, “Rancang bangun dapur peleburan alumunium bahan bakar gas,” vol.
3, no. April, 2011.
[4] http://afrisujarwanto.web.id/2007/09/28/casting
[5] Sudjana Hardi, Teknik Pengecoran Logam SMK, Jilid 2, Jakarta, 2008.
[6] J. M. Patel, Y. R. Pandya, D. Sharma, dan R. C. Patel, “Various Type of Defects on
Pressure Die Casting for Aluminium Alloys,” vol. 5, no. 01, hal. 23–27, 2017.
[7] P. Studi, T. Pengecoran, dan P. M. Ceper, “Automotive Experiences,” vol. 1, no. 03,
hal. 70–76, 2018.
[8] Paryatmo W., “Pompa”, Unversitas Pancasila Press, Jakarta, 2005.

32
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

STUDI PENGGUNAAN BATERAI RAMAH LINGKUNGAN


BERBASIS THORIUM

Budhi Muliawan Suyitno, H. Sorimuda Harahap, Nurrahmawati Aulia Ismail


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
e-mail: aurahmaa@gmail.com
Abstrak
Thorium adalah sebuah unsur dengan no atom 90 dan mempunyai sifat radioaktif yang dapat
dipakai sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Thorium juga disebut sebagai bahan fertile,
meskipun bersifat radioaktif thorium tidak memancarkan radiasi dan hanya memancarkan
radiasi dan dengan frekuensi sangat kecil, sehingga penggunaannya cukup aman dan
tidak berbahaya. Thorium bekerja sebagai katoda, dirangkai sebagai pelapis (coating)
bersama logam cerdas paduan berilium, magnesium dan aluminium. Anoda yang digunakan
adalah tembaga. Pengujian dilakukan dengan membandingkan output yang dihasilkan
terhadap penggunaan 3 jenis elektrolit berbeda. Rangkaian berfungsi sebagai baterai yang
menghasilkan tegangan dan arus. Tegangan maksimal yang dihasilkan sebesar 1,2230 Volt,
arus maksimal sebesar 34,6400 Ampere dan didapatkan daya maksimal sebesar 34,7786 Watt
serta energi maksimal sebesar 25745 Joule. Output tertinggi dihasilkan pada penggunaan
elektrolit kuat, hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi ionisasi.

Kata kunci: Baterai, thorium, elektrolit, energi listrik.

1. PENDAHULUAN
Permintaan energi dunia terus meningkat sepanjang sejarah peradaban umat manusia.
Proyeksi permintaan energi pada tahun 2050 hampir mencapai tiga kali lipat dari
permintaan di tahun 2012. Tampaknya masalah energi akan tetap menjadi topik yang harus
dicarikan solusinya bersama. Usaha-usaha untuk mendapatkan energi alternatif telah lama
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya minyak bumi. Dalam
menanggapi krisis energi yang terjadi, pemerintah dan masyarakat mengupayakan berbagai
cara untuk mengembangkan berbagai energi alternatif. Salah satu alternatif energi yang
dapat digunakan adalah baterai ramah lingkungan berbasis thorium.

2. DASAR TEORI
2.1. Thorium
Thorium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik dengan lambang Th dan
nomor atom 90. Logam thorium berwarna keperakan dan bernoda hitam saat terkena udara,
membentuk dioksida; unsur yang cukup keras, mudah dibentuk, dan memiliki titik lebur
yang tinggi. Thorium adalah aktinida elektropositif yang didominasi oleh keadaan oksidasi
+4; unsur yang cukup reaktif dan bisa menyala di udara saat terbagi halus.
Thorium sebelumnya digunakan sebagai unsur paduan dalam pengelasan TIG
elektroda, sebagai bahan dalam instrumen optik dan teknologi canggih, dan sebagai
sumber cahaya pada perangkat lampu gas. Thorium telah diusulkan sebagai pengganti
uranium untuk bahan bakar nuklir reaktor nuklir, bahkan beberapa reaktor thorium telah
dibangun.
1. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi diawali dengan “breaking” monasit, selanjutnya dilarutkan
menggunakan 2 metode seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3,
pertama adalah memanaskan monasit pada temperatur (120-150oC) bersama asam sulfat
pekat (98%) selama beberapa jam (H2SO4) sehingga dihasilkan cairan yang mengandung

33
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

unsur-unsur tanah jarang, Th dan U. Kedua, proses basa monasit dipanaskan pada
temperature 140oC menggunakan larutan sodium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi
73% dimana Th dan U dipisahkan selama proses sebagai sebuah hidroksida.

Gambar 2.1 Proses ekstraksi thorium dari monasit

2. Jumlah Cadangan Thorium


Thorium tersebar dalam bentuk batuan dan mineral, biasanya bercampur dengan
uranium, unsur-unsur tanah jarang, niobium dan tantalum oksida, silikat dan fosfat.
Dalam deposit jenis vein, thorium berada sebagai thorite (thorium silicate) atau thorianite
(thorium oksida). Pada dasarnya terdapat beberapa mineral thorium dan beberapa mineral
thorium yang utama.
Jumlah cadangan thorium di dunia sekitar 3-4 kali lebih besar dibanding uranium.
Berdasarkan data IAEA tahun 2005, jumlah cadangan thorium dunia 6.078.000 tTh, tetapi
setiap tahun berubah tergantung ditemukan atau tidaknya cadangan baru. Seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.4, menunjukkan bahwa sumber daya thorium terbesar terdapat di
negara India.

Tabel 2.1. Sumber daya thorium Dunia


Negara Tonnes %
India 846.000 16
Turkey 744.000 14
Brazil 606.000 11
Australia 521.000 10
USA 434.000 8
Egypt 380.000 7
Norway 320.000 6
Venezuela 300.000 6
Canada 172.000 3
Russia 155.000 3
South Africa 148.000 3
China 100.000 2
Greenland 86.000 2
Finland 60.000 1
Sweden 50.000 1
Kazakhstan 50.000 1
Negara-negara lain 413.000 8
Total dunia 5.385.000

34
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Monasit
Monasit merupakan mineral re-phospat yang mempunyai komposisi 60% RE2O3 dan
20% P2O5 serta sedikit radionuklida uranium dan thorium. Di alam monasit merupakan
mineral ikutan dalam batuan Granit, Granit genesik, Aplit dan Pegmanit. Monasit
merupakan mineral yang mempunyai arti penting dalam bidang litbang ataupun industri
superkonduktor. Monasit dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia, antara lain
Bangka dan Belitung (Jalur Timah) serta Kalimantan Barat (Karimata, Ketapang, Rirang,
dan Tanah Merah).

4. Energi Yang Dihasilkan


Energi listrik adalah energi utama yang dibutuhkan bagi peralatan listrik/energi yang
tersimpan dalam arus listrik dengan satuan ampere (A) dan tegangan listrik dengan satuan
volt (V) dengan ketentuan kebutuhan konsumsi daya listrik dengan satuan Watt (W).
Energi listrik adalah kemampuan untuk melakukan atau menghasilkan usaha listrik.
Apabila di dalam sebuah rangkaian diberi beda potensial V sehingga mengalirkan
muatan listrik sejumlah Q dan arus listrik sebesar I, maka energi listrik yang diperlukan
dapat dirumuskan seperti persamaan (2.1):
W=QV (2.1)
Dengan;
Q=It (2.2)
Dimana:
W = Energi listrik [Joule]
Q = Muatan listrik [Coulomb]
V = Beda potensial [Volt]
I = Arus listrik [Ampere]
t = Waktu [Detik]

W adalah energi listrik dalam satuan joule, dimana 1 joule adalah energi diperlukan untuk
memindahkan satu muatan sebesar 1 coloumb dengan beda potensial 1 volt. Sehingga 1
joule = coulomb × volt. Sedangkan muatan per satuan waktu adalah kuat arus yang
mengalir maka energi listrik dapat ditulis, Karena I = Q/t maka diperoleh perumusan
seperti persamaan (2.3) dan (2/4):
W = (I.t).V (2.3)
W=VIt (2.4)
Apabila persamaan tersebut dihubungkan dengan hukum Ohm (V = I.R) maka
diperoleh perumusan seperti persamaan (2.5):
W = I.R.I.T atau W=I2.R.T (2.5)
Maka;

W= (2.6)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa besarnya energi listrik tergantung pada
muatan, beda potensial, arus listrik, hambatan, dan waktu. Semakin besar muatan, kuat

35
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

arus, beda potensial dan waktu, semakin besar pula energinya. Sedang untuk hambatan,
semakin besar hambatan, energi semakin kecil.
Dan untuk mencari daya listrik atau P (Power) didapatkan rumusan seperti pada
persamaan (2.7):
P=VxI (2.7)
Dimana:
P = Daya listrik (Watt)
I = Intensitas/arus listrik (Ampere)
V = Tegangan listrik (Volt)

2.2. Baterai
Baterai (battery) merupakan sebuah alat yang dapat merubah energi kimia yang
disimpannya menjadi energi listrik yang dapat digunakan oleh suatu perangkat elektronik.
Baterai adalah sel galvani yang dihubungkan secara seri, dimana potensial individu
ditambahkan untuk mendapatkan potensial baterai total dan merupakan sumber arus searah
(Hardjono Sastrohamidjojo, 2008:308). Baterai dapat menghasilkan energi listrik dengan
melibatkan transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari dua
elektroda (anoda dan katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial.
Komponen utama pada baterai terdiri dari elektroda dan elektrolit. (Kartawidjaja et al,
2008).
Elektrolit atau konduktor ionik, adalah penyedia sarana untuk mentransfer ion.
Elektrolit terdiri dari elektrolit cair dan elektrolit padat.

Gambar 2.5. Skema elektrolisis

1. Jenis-jenis baterai
Baterai terdiri dari terminal positif (katoda) dan terminal negatif (anoda) serta
elektrolit yang berfungsi sebagai penghantar. Output arus listrik dari baterai adalah arus
searah atau disebut juga dengan arus DC (Direct Current). Pada umumnya, baterai terdiri
dari 2 jenis utama yakni baterai primer yang hanya dapat digunakan untuk sekali pakai
(single use battery) dan baterai sekunder yang dapat diisi ulang (rechargeable battery).

36
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. METODE PENELITIAN
Proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada flowchart di bawah ini:

Gambar 3.1. Metode penelitian

3.1. Alat dan bahan


Untuk mendukung penelitian, dibutuhkan alat dan bahan yang akan digunakan
selama proses pengujian. Setiap alat dan bahan yang digunakan memiliki fungsi berbeda
seperti berikut:
1. Thorium
Thorium yang digunakan berupa serbuk, terkandung dalam kaos lampu petromaks.
Kaos lampu petromaks memiliki kandungan thorium sebesar 0.93 gram di setiap
bungkusnya. Pada Gambar 3.1 dapat dilihat kaos lampu petromaks dibuat dengan
mencelupkan kain kedap (misalnya, jaring nilon) ke dalam larutan thorium nitrat. Thorium
adalah pemancar partikel alfa.

Gambar 3.1 Kaos Petromaks

37
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Logam cerdas
Logam cerdas berfungsi sebagai anoda, yaitu penghantar dengan muatan negatif.
Logam cerdas yang digunakan terbuat dari campuran beberapa bahan yaitu berilium
(20%), magnesium (40%), dan alumunium (40%). Sebagai anoda, logam cerdas bekerja
menyerap energi negatif reaksi inti atom thorium yang tak beraturan dari reaksi fisi dengan
air.

3. Tembaga
Tembaga berfungsi sebagai katoda, yaitu penghantar dengan muatan positif.
Tembaga yang digunakan berbentuk tabung, selain berfungsi sebagai katoda tembaga juga
digunakan sebagai wadah untuk menampung elektrolit guna memicu terjadinya reaksi fisi
pada thorium.

4. Elektrolit
Dalam pengujian ini digunakan 3 jenis elektrolit berbeda, yaitu elektrolit kuat,
elektrolit netral, dan elektrolit lemah.
A. Elektrolit Lemah – Larutan Air Garam.
B. Elektrolit Netral – Air Mineral.
C. Elektrolit Kuat – Perasan Lemon.

5. Avo meter
Avo meter digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan, tegangan, dan arus yang
dihasilkan.

6. Light emitting diode (LED)


LED digunakan sebagai hambatan atau beban untuk menguji hasil output sumber
energi.

7. PH Meter
PH Meter digunakan untuk mengukur nlai PH terhadap elektrolit yang digunakan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Data Hasil Penelitian
Pengujian dilakukan metode eksperimen dengan menggunakan variasi elektrolit. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui nilai tegangan, arus, dan daya yang dihasilkan, serta
tingkat kestabilannya. Pengukuran dilakukan persatuan waktu.

1. Elektrolit Lemah
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit kuat dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pengujian dengan elektrolit lemah

38
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Elektrolit Netral
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit netral dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengujian dengan elektrolit netral

3. Elektrolit Lemah
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit netral dapat dilihat
pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Pengujian dengan elektrolit lemah

4. Daya Yang Dihasilkan


Daya yang dihasilkan di ukur dalam satuan Watt secara perhitungan dengan
memasukan rumus pada persamaan 1.9.

Gambar 4.1. Grafik hubungan daya berbanding waktu pengukuran

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1, dapat terlihat bahwa penggunaan elektrolit
yang berbeda berpengaruh pada daya yang dihasilkan waktu. Penggunaan elektrolit netral
dan lemah hasilnya cendrung stabil meskipun terjaqdi penurunan, dari 0,90 Watt daya
menurun hingga 0,60 Watt pada elektrolit netral dan 0,32 Watt pada elektrolit lemah.
Namun pada penggunaan elektrolit kuat daya yang dihasilkan nilainya sangat fluktiatif,
daya meningkat dengan hingga menyentuh nilai 34,78 Watt namun menurun hingga 10,95
Watt pada menit 30.

39
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Energi Yang Dihasilkan

Gambar 4.2 Grafik hubungan energi berbanding waktu pengukuran

Penggunaan elektrolit netral dan lemah hasilnya cendrung stabil dan terus mengalami
peningkatan, dari 0 joule daya meningkat hingga 50,84 joule pada elektrolit netral dan 520
joule pada elektrolit lemah. Namun pada penggunaan elektrolit kuat energi yang dihasilkan
nilainya sangat fluktuatif, daya meningkat dengan hingga menyentuh nilai 25745 Joule
Watt namun menurun hingga 19710 Joule pada menit 30.

6. Grafik Perbandingan Tegangan Persatuan Waktu

Gambar 4.3 Grafik perbandingan tegangan dengan waktu pengukuran

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2, dapat terlihat bahwa tegangan yang dihasilkan
berbeda-beda terhadap elektrolit yang digunakan. Penggunaan elektrolit netral dan lemah
hasilnya cendrung stabil dan tidak terjadi peningkatan signifikan. Pada penggunaan
elektrolit netral nilai tegangan terus stabil dari awal instalasihingga pada menit 30 hasilnya
tetap pada nilai 0,34 [V], sedangkan pada penggunaan elektrolit lemah tegangan awal
sebesar 0,49 lalu menurun menjadi 0,45 [V] pada menit ke-5 hingga menit 30. Namun
pada penggunaan elektrolit kuat daya yang dihasilkan nilainya sangat fluktuatif, dari awal
instalasi nilai tegangan sebesar 0,93 [V] dan terus meningkat hingga menit 15 sebesar 1,22
[V], lalu menurun lagi hingga menit 30 sebesar 0.58 [V].

7. Grafik Perbandingan Arus dengan Waktu

Gambar 4.4 Grafik perbandingan arus dengan waktu pengukuran

40
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tidak jauh berbeda dengan tegangan, berdasarkan grafik pada Gambar 4.3, dapat
dilihat bahwa arus yang dihasilkan berbeda-beda terhadap penggunaan elektrolit.
Penggunaan elektrolit netral dan kuat hasilnya cendrung stabil, meskipun terjadi
peningkatan dan penurunan namun nilainya tidak signifikan. Pada penggunaan elektrolit
netral dengan air mineral nilai arus mencapai 2,67 [A] pada awal instalasi dan menurun
pada menit ke-5 hingga menit ke-30, sebesar 1,76 [A] dan 0,82 [A], namun bila ditinjau
kembali penurunnya pun terbilang stabil dan tidak menurun secara drastis. Hal yang sama
juga terjadi pada pneggunaan elektrolit lemah, nilai arus hanya sebesar 0,75 [A] pada awal
instalasi dan menurun pada menit ke-5 hingga menit ke-30, sebesar 0,7 [A] dan 0,64 [A],
dan masih sama seperti elektrolit netral, nilai penurunnya cukup stabil dan tidak menurun
secara drastis. Sedangkan pada penggunaan elektrolit kuat dari larutan lemon, arus yang
dihasilkan nilainya sangat fluktuatif, dari awal instalasi nilai tegangan sebesar 21,96 [A]
dan meningkat hingga menit ke-5 sebesar 34,64 [A], lalu menurun lagi hingga menit 30
sebesar 18,75 [A].

8. Pembahasan
Hal ini disebabkan karena perasan lemon tergolong sebagai elektrolit kuat. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai
daya hantar listrik yang kuat, karena zatnya terlarut didalam pelarut, di tandai dengan
munculnya gelembung-gelembung udara saat rangkaian dimulai. Hal ini disebabkan karena
seluruh molekulnya akannya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1), atau disebut juga reaksi
ionisasi. Reaksi ionisasi atau terbentuknya ion-ion larutan tidak terbatas untuk senyawa ion
saja. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan proton atau ion hidrogen (H+) dalam
senyawa yang terkandung.

5. KESIMPULAN & SARAN


5.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan proses analisa dan pembahasan pada tugas akhir ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa rangkaian dapat
berfungsi sebagai baterai yang menghasilkan tegangan dan arus. Namun demikian,
perbedaan elektrolit yang digunakan berpengaruh pada output yang dihasilkan.
2. Output maksimal dihasilkan oleh penggunaan elektrolit kuat dari perasan lemon, hal ini
disebabkan oleh reaksi ionisasi. Reaksi ionisasi pada elektrolit kuat nilainya akan
mendekati 1 (sempurna).
3. Penggunaan elektrolit kuat dari perasan lemon menghasilkan tegangan yang stabil
dengan nilai maksimal sebesar 1,2230 Volt dengan nilai rata-rata 0,9193 dan arus yang
fluktuatif dengan nilai maksimal sebesar 34,6400 Ampere dengan nilai rata-rata 21,8143
Ampere. Dari tegangan dan arus didapatkan daya maksimal sebesar 34,7786 Watt dan
nilai rata-rata 20,5989 Watt serta energi listrik maksimal sebesar 25745 joule dan nilai
rata-rata sebesar 14955 joule.
4. Penggunaan elektrolit lemah dari larutan air & garam dapur (NACl) menghasilkan
tegangan yang stabil dengan nilai maksimal sebesar 0,4940 Volt dengan nilai rara-rata
0.4569 Volt dan arus yang fluktuatif dengan nilai maksimal sebesar 0,7470 Ampere
dengan nilai rata-rata 0,6841 Ampere. Dari tegangan dan arus didapatkan daya
maksimal sebesar 0,3690 Watt dan nilai rata-rata 0,3129 Watt serta energi listrik
maksimal sebesar 520,5564 joule dan nilai rata-rata sebesar 269,8241 joule.

41
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Penggunaan elektrolit netral dari air mineral menghasilkan tegangan yang stabil dengan
nilai maksimal sebesar 0,3400 Volt dan arus yang fluktuatif dengan nilai maksimal
sebesar 2,6700 Ampere dengan nilai rata-rata 1,4429 Ampere. Dari tegangan dan arus
didapatkan daya maksimal sebesar 0,9078 Watt dan nilai rata-rata 0,4906 Watt serta
energi listrik maksimal sebesar 501,8400 joule dan nilai rata-rata sebesar 321,5914
joule.

5.2. Saran
1. Untuk menghasilkan arus yang lebih besar pada baterai ramah lingkungan berbasis
thorium disarankan untuk menggunakan elektrolit kuat dari perasan lemon.
2. Pada elektrolit kuat, terjadi pengaruh waktu (nilai output pada 5 menit pertama dari
pengujian menghasilkan arus terbesar senilai 34,6400 Ampere), sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu optimal.
3. Untuk hasil yang lebih baik perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mencari tahu
bagaimana cara untuk mendapatkan arus yang lebih stabil.

DAFTAR PUSTAKA
[1] I. M. Astra, “Energi dan dampaknya terhadap lingkungan,” vol. 11, 2010.
[2] H. Bondan, Abimanyu; Alimah, Siti; Suntoko, “Studi Ketersediaan Thorium Untuk
Meningkatkan Keamanan Energi Nuklir,” 2017.
[3] IAEA, “Thorium Fuel Cycle - Potential Benefits & Challenges,” no. May, 2005.
[4] M. Iqbal, N. Said, M. Anggraini, M. Z. Mubarok, and K. S. Widana, “Studi Ekstraksi
Bijih Thorit dengan Metode Digesti Asam dan Pemisahan Thorium dari Logam Tanah
Jarang dengan Metode Oksidasi-Presipitasi Selektif,” vol. 38, no. 2, 2017.
[5] B. Mardwianta, “Bawang putih, Bayam Dan Garam Sebagai Energi Alternatif
Baterai,” 2016.
[6] H. Ln, R. Faizal, W. Sugeng, S. Budi, and S. Arif, “Pengolahan Monasit Dari Limbah
Penambangan Timah Pemisahan Logam Tanah Jarang (RE) Dari U Dan Th,” 2000.
[7] Z. Ariani, Menik; Supardi; Monado, Fiber; Su’ud, “Potensi Thorium Sebagai Bahan
Bakar Pada Reaktor Cepat Berpendingin Gas Untuk PLTN,” pp. 39–45, 2015.
[8] M. T. Pane, Asrian; Kurniawan, Ekki, S.T., M.T; Adam, Kharisma Bani, S.T.,
“Perancangan Dan Implementasi Sistem Penyimpanan Baterai Pada DC Power
House,” vol. 3, no. 3, pp. 4305–4313, 2016.

42
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANCANGAN LIFTER KAPASITAS 100 KG UNTUK PROSES


PREPARATION SUPPLY BODY

Yunda Febrilianingsih
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No.56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
e-mail: yunda_msv@yahoo.co.id

Abstrak
Kegiatan mengangkat barang merupakan salah satu yang dilakukan di industri manufaktur
maupun non manufaktur. Untuk kapasitas berat yang cukup besar akan lebih efektif
menggunakan material handling. Salah satunya proses di preparation supply body, untuk
proses penggantian travers dengan kapasitas berat antara 20 – 80 kg dilakukan manual oleh 2
pekerja. Untuk menghilangkan kegiatan mengangkat travers yang dilakukan oleh pekerja
maka dibutuhkan alat bantu angkat yaitu lifter. Rancangan lifter yang dibuat memiliki
kapasitas 100 kg dengan menggunakan metode concept selection yaitu untuk memutuskan
konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari
beberapa konsep yang telah dimunculkan. Komponen lifter yang dirancang harus memenuhi
persyaratan, yaitu tegangan yang dialami oleh tiap komponen lebih kecil dari nilai tegangan
standar material yang digunakan. Sehingga komponen lifter yang dirancang aman untuk
digunakan. Hasil rancangan lifter memiliki beberapa komponen utama yaitu garpu,
fingerboard, tiang, rantai, motor baterai, rangka dasar dan roda. Dan dari hasil perhitungan
lifter mampu mengangkat travers sehingga tidak ada kegiatan mengangkat travers yang
dilakukan oleh pekerja.

Kata kunci: material handling, preparation supply body, travers, lifter.

1. PENDAHULUAN
Penggunaan material handling disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaannya. Salah
satunya di proses preparation supply body, didalam proses tersebut terdapat aktifitas
mengangkat dan memindahkan travers body mobil yang dilakukan secara manual
menggunakan man power 2 orang dengan berat travers sekitar 20 – 80 kg. Alat bantu yang
saat ini digunakan adalah lifting device portable yang hanya berfungsi sebagai dudukan
travers tetapi tidak menghilangkan proses angkat yang dilakukan oleh pekerja. Solusi
untuk menghilangkan proses angkut yang dilakukan pekerja adalah alat bantu angkat lifter.

2. DASAR TEORI
2.1. Lifting Equipment
Alat berat telah menjadi jauh lebih sadar akan perlunya memasukkan titik angkat ke
dalam produk dan jika nilai kontrak atau frekuensi lift menjaminnya alat pengangkat dapat
dirancang khusus untuk pekerjaan tersebut. Namun masih menyisakan sebagian besar
operasi pengangkatan dimana slinger harus berurusan dengan banyak semua bentuk dan
ukuran biasanya tanpa sengaja membuat titik pengangkatan dan seringkali dimana ruang
atau ruang kepala dibatasi. Untuk menggunakan alat pengangkat keperluan umum yang
diatur dan dirakit harus sesuai dengan pekerjaan tertentu [1].

2.2. Mekanika Teknik


Salah satu masalah utama mekanika bahan ialah menyelidiki tahanan dalam dari
sebuah benda, yaitu hakekat gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang mengimbangi
gaya-gaya luar terpakai [2].

43
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.2.1. Tegangan (stress)


Suatu tegangan tertentu yang dianggap benar-benar bertitik tangkap pada sebuah
titik. Tegangan normal yang menghasilkan tarikan (traction atau tension) pada permukaan
sebuah potongan biasa disebut tegangan tarik (tensile stress). Di pihak lain, tegangan
normal yang mendorong potongan tersebut disebut tegangan tekan (compressive stress)
[2].

2.2.2. Tegangan geser rata-rata


Dalam semua kasus gaya yang diantarkan dari sebuah bagian benda kepada yang
lainnya adalah dengan menimbulkan tegangan-tegangan dalam bidang yang sejajar dengan
gaya terpakai [2].

2.2.3. Tegangan izin; faktor keamanan


Penentuan tegangan tidak akan berarti tanpa melakukan pengujian fisis bahan yang
memberikan keterangan mengenai ketahanan suatu bahan terhadap tegangan. Untuk desain
bagian struktur tingkat tegangan disebut tegangan izin (allowable stress) dibuat benar-
benar lebih rendah daripada kekuatan ultimat yang diperoleh dari yang disebut pengujian
"statis" tersebut. lni penting untuk beberapa pertimbangan [2].

2.2.4. Lenturan
Tegangan-tegangan yang berada di bawah permukaan netral ditentukan menurut
hubungan yang sama, tanda dari tegangan tersebut secara otomatis berlawanan dengan
tanda y yang diukur ke bawah dari sumbu netral. Tanda yang berlawanan ini sesuai dengan
tegangan yang berlawanan antara gaya tekan dengan tarik [2].

2.2.5. Momen inersia


Langkah pertama untuk mengevaluasi momen inersia suatu area adalah mendapatkan
titik berat dari area tersebut. Kemudian suatu integrasi y2 dA dapat dilakukan terhadap
sumbu horizontal yang melalui titik berat dari luas area tersebut. Integrasi yang
sesungguhnya terhadap area luas hanya diperlukan untuk beberapa bentuk dasar seperti
persegi panjang, segitiga dan seterusnya. Untuk mendapatkan momen inersia suatu luas
yang terdiri dari beberapa bentuk sederhana maka diperlukan teorema sumbu sejajar [2].

3. METODOLOGI PENELITIAN
Concept selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan
terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah
dimunculkan. Tahapan ini adalah salah satu bagian dari proses pengembangan suatu
produk baru [3].

3.1 Penyaringan konsep (concept screening)


Konsep ini bertujuan untuk mempersempit jumlah konsep secara cepat dan
meningkatkan (improve) konsep yang ada [3].
Dari konsep desain alternatif yang dipilih, dilakukan penyaringan 1 konsep desain
yang akan dikembangkan (improve) untuk dijadikan lifter yang sesuai dengan kebutuhan
proses.

44
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.2 Penilaian konsep (concept scoring)


Konsep ini bertujuan untuk memilih satu konsep dengan merefleksikan hasil dan
proses. Dari tabel III-2 desain yang memiliki rank tertinggi adalah tipe double lifter motor
dengan total skor sebesar 4.9.

3.3 Morphology chart


Berdasarkan kriteria penyaringan konsep dan concept matrix maka dapat ditentukan
kebutuhan komponen lifter yang sesuai dengan proses preparation supply body.

Dari kombinasi morpology chart yang terdapat pada tabel III-3 dihasilkan varian-varian
sebagai berikut:
Varian 1 : 1-2, 2-1, 3-3, 4-2, 5-1, 6-1

45
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Varian 2 : 1-1, 2-1, 3-2, 4-2, 5-2, 6-1


Varian 3 : 1-1, 2-2, 3-1, 4-1, 5-1, 6-3
Varian terpilih untuk desain lifter yang sesuai dengan kebutuhan adalah varian no 1.

4. PERANCANGAN DESAIN
4.1 Perancangan garpu
Garpu yang dirancangan untuk lifter ini sebanyak 2 buah. Dimana setiap lengannya
menerima beban kerja masing-masing.

Gambar 4.1 Perancangan dan spesifikasi garpu

Dari hasil yang telah diperhitungkan, tegangan terbesar yang dialami oleh garpu
berasal dari tegangan lentur, maka untuk keamanan konstruksinya ditinjau dari tegangan
lentur izin bahan.
σa σresult  18 kg/mm2 6,45 kg/mm2
Tegangan lentur izin yang didapat nilainya lebih besar daripada tegangan yang
terjadi pada garpu sehingga garpu aman untuk digunakan.

4.2 Pengait garpu

Gambar 4.2 Perancangan dan spesifikasi pengait garp

Tegangan maksimal pada kedua penampang yang telah diperhitungkan adalah:


X-X’ : σmax = 5,12 kg/mm2
σB σmax  33 kg/mm2 5,12 kg/mm2
Y-Y’ : σmax = 4,36 kg/mm2
σB σmax  33 kg/mm2 4,36 kg/mm2

46
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tegangan yang terjadi pada penampang pengait garpu lebih kecil dibanding dengan
tegangan tarik izin bahan yang ditentukan, maka pengait pada garpu aman untuk
digunakan.

4.3 Perancangan Fingerboard

Gambar 4.3 Perancangan dan spesifikasi fingerboard

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah tegangan normal yang terjadi pada
fingerboard harus lebih kecil dari tegangan tarik izin bahan. Dari hasil perhitungan yang
dilakukan:
σB σt  33 kg/mm2 22 kg/mm2
Maka fingerboard tersebut aman untuk digunakan karena tegangan lentur yang
terjadi pada fingerboard lebih kecil dari tegangan lentur izin bahan.

4.4 Perancangan Tiang


Dari perhitungan yang sudah dilakukan, persyaratan yang harus dipenuhi adalah
tagangan lentur yang terjadi pada rel harus lebih kecil dari tegangan lentur izin bahan.
2
l A  0,39 kg/mm 35,80 kg/mm2
Tegangan lentur yang terjadi lebih kecil dari tegangan lentur izinnya, maka rel hasil
perancangan aman untuk digunakan.

Gambar 4.4 Perancangan dan spesifikasi tiang

47
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.5 Pemilihan Bearing


Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan, bearing yang sesuai dengan kebutuhan
memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Gambar 4.5 Pemilihan dan spesifikasi bearing

4.6 Perencanaan Rantai


Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan, rantai yang sesuai dengan kebutuhan
memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Gambar 4.6 Spesifikasi rantai

4.7 Perancangan Rangka dasar

Gambar 4.7 Perancangan dan spesifikasi rangka dasar

48
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah tegangan lentur yang terjadi pada rangka
harus lebih kecil dari tegangan lentur izin material yang digunakan. Dari perhitungan
rangka dasar yang dibuat, maka dapat dibuktikan bahwa rangka aman untuk digunakan
dengan:
σl σA  12,08 kg/mm2 35,8 kg/mm2

4.8 Perencanaan Motor


Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan, motor yang sesuai dengan kebutuhan
memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Gambar 4.8 Spesifikasi motor

4.9 Pemilihan Roda Lifter


Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan, roda lifter yang sesuai dengan
kebutuhan memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Gambar 4.9 Spesifikasi roda lifter

49
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.10 Desain Rancangan Lifter

Gambar 4.10 Perancangan desain lifter

5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisa yang dilakukan, konsep perancangan yang dibuat untuk proses
preparation supply body adalah lifter dengan kapasitas maksimal 100 kg.
2. Rancangan desain berdasarkan pemilihan varian dari morphology chart memiliki
komponen utama yaitu double fork, single fingerboard, tiang profile U, transmisi
pulley dan rantai, tenaga penggerak motor listrik dan rangka dasar H base.
3. Dari hasil perhitungan rancangan teruji aman dan lifter mampu mengangkat travers
sehingga tidak ada proses angkat yang dilakukan oleh pekerja.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Osprey Court. (2014). Lifting Equipment Engineers Association. United Kingdom.
[2]. E.P. Popov, Zainul Astamar. (1984). Mekanika Teknik. Jakarta.
[3]. Erlinda Muslim, MEE., power point konsep seleksi.

50
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERENCANAAN MODEL PENGANGANAN BATUBARA UNTUK


MENDUKUNG STABILITAS PASOKAN BATUBARA DENGAN
EXTENDTM (STUDI KASUS PT. PJB UPJ O&M PAITON)

Danang Kusmiwardhana1), Sugiono2), Yudy Surya Irawan3)


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
e-mail: danzkusmi@yahoo.com1), sugiono_ub@yahoo.com2), yudysir@gmail.com3)
Abstrak
PLTU PJB UPJ O&M Paiton adalah pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan
batubara sebagai bahan bakar Coal Handling Plant. Ini adalah unit penting untuk
mengendalikan pasokan batubara. Baru-baru ini, PLTU PJB UPJ O&M Paiton menggunakan
batubara dari banyak pemasok. Pemasok itu dapat dibagi dalam dua kualitas berdasarkan
pada nilai kalornya, yaitu peringkat rendah dan peringkat tinggi. Multi pemasok dapat
mempengaruhi ketidakstabilan kinerja boiler jika pasokan batubara ke boiler tidak dikelola
dengan baik. Proses pencampuran antara batubara peringkat tinggi dan batubara peringkat
rendah telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, tetapi pencampuran yang tidak
diinginkan antara pemasok masih dapat terjadi jika tidak ada manajemen yang tepat di
lapangan batubara. Solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah adalah dengan
membuat desain hilang ke kabupaten dari sistem yang sebenarnya, sehingga, perlu untuk
memastikan bagaimana dampak dari hilang ke sistem di CHP. Metode simulasi digunakan
untuk mengetahui dampak itu. Simulasi dilakukan dengan perangkat lunak EXTEND6TM
dengan memodelkan komponen sistem CHP yang ada. Berdasarkan simulasi, ditemukan solusi
terbaik adalah dengan menambahkan jumlah dan kapasitas bulldozer. Penggunaan bulldozer
yang dapat mengurangi kemungkinan pencampuran batubara yang tidak diinginkan di bawah
saluran dan dapat memasok batubara ke boiler sesuai kebutuhan adalah 1 bulldozer dengan
kapasitas 36 ton di setiap halaman batubara dengan rute dari lot ke hopper, 3 bulldozer
dengan kapasitas 48, 48, dan 36 ton di pekarangan batubara peringkat tinggi dan 4 buldoser
dengan kapasitas 48, 48, 48, 36 ton di pekarangan batubara peringkat rendah dengan rute
dari saluran ke banyak. Solusi ini juga dilakukan dengan mengelola shift kerja bulldozer.

Kata kunci: Coal Handling Plant, Modeling, discrete – event simulation

1. PENDAHULUAN
PT PJB UPJ O&M PLTU Paiton adalah salah satu Unit Bisnis Jasa Operasi &
Pemeliharaan di PT PJB yang diberi tugas untuk mengelola PLTU PPDE 10.000 MW yang
berlokasi di PLTU Paiton Baru. Setiap tahunnya, energi listrik yang dibangkitkan adalah
5,508,18 GWh yang kemudian disalurkan melalui Jaringan Transmisi Tegangan Ekstra
Tinggi 500 kV ke sistem interkoneksi Jawa Bali. Berdasarkan data pada tahun 2017, rata-
rata pemakaian yang direncanakan adalah sebesar 9.309 ton/hari dan rata-rata pemakaian
aktual adalah scbesar 8.342 ton/hari. Rata-rata rencana persediaan setiap hari adalah
sebesar 319.676,5 ton, dan rata-rata persediaan aktual per hari sebesar 324.145,1 ton.
Adanya persediaan batubara yang disimpan di coalyard diperlukan untuk menjaga
kontinuitas pasokan batubara jika terjadi keterlambatan pengiriman oleh pihak supplier.
Kedatangan batubara mengalami naik-turun setiap bulannya karena adanya faktor
cuaca dan kontrak tertentu dengan pihak supplier. Berdasarkan data tahun 2017, diketahui
bahwa bulan Desember adalah bulan dengan penjadwalan kedatangan batubara terpadat,
sedangkan bulan April adalah bulan dengan penjadwalan kedatangan batubara paling
sedikit. Rata-rata perencanaan jumlah ton batubara yang datang setiap bulan adalah sebesar
250.267 ton sedangkan rata-rata jumlah ton batubara aktual yang datang setiap bulan
adalah sebesar 233.554 ton. PL'I'U PJB UPJ O&M PLTU Paiton dalam perkembangan

51
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

menggunakan batubara yang berasal dari supplier yang berbeda (multisupplier). Adanya
multi supplier menyebabkan kualitas batubara yang dipasok ditinjau dari nilai kalori yang
dimiliki oleh batubara tersebut berbeda. Beberapa supplier dapat digolongkan memasok
batubara high rank dengan nilai kalori di atas 5100 kkal dan beberapa supplier memasok
batubara low rank dcngan nilai kalori dibawah 5100 kkal. Pada tahun 2019, total supplier
yang memasok batubara ke PJB UPJ O&M PLTU Paiton sebanyak l4 supplier dengan 2
supplier merupakan supplier high rank coal, dan 12 supplier merupakan supplier low rank
coal.
Kualitas batubara yang berbeda menimbulkan permasalahan yang tidak diinginkan
apabila dipasok ke boiler. Perbedaan kualitas batubara dapat menimbulkan daya yang
nilainya bervariasi atau naik turun (tidak stabil), tergantung dari besar nilai kalori batubara
yang dipasok ke dalam power plant. Batubara high rank dengan nilai kalori relatif tinggi
dalam jumlah tertentu akan menghasilkan daya relatif tinggi, sedangkan batubara low rank
dengan nilai kalori relatif rendah dalam jumlah yang sama akan menghasilkan daya yang
lcbih rendah. Adanya ketidakstabilan ini dapat menyebabkan buruknya perfomansi power
plant.
Proses pembongkaran batubara (Unloading Process) tengantung dari jenis
transportasi yang digunakan untuk mengangkut batubara. Pengangkutan dapat
menggunakan jalur udara, darat, maupun dengan kapal/tongkang (jalur laut). Apabila alat
(transportasi yang digunakan adalah kapal/tongkang, maka peralatan yang dapat digunakan
untuk membongkar batubara di kapal adalah ship unloader. Salah satu tujuan utama dari
proses ini adalah bagaimana membongkar seluruh muatan dalam waktu yang minimum.
Proses pemasokan (Feeding Process) terdiri dari aliran kontinyu dan terkontrol untuk
memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Penanganan yang baik dari proses ini telah
membentuk karakter dari CHP. Penggunaan dari alat berat seperti dozer, maupun peralatan
mobile lainnya biasa digunakan untuk keperluan feeding.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai situasi-situasi tertentu. Penelitian
deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya
pada saat penelitian berlangsung. Metode penelitan dan pengembangan merupakan
rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka pengembangkan atau
menyempurnakan objek teliti. Sebelum pemodelan simulasi sistem Coal Handling Plant
PJB UPJ O&M Paiton dibuat, perlu dijabarkan dahulu mengenai segala informasi yang
berkaitan dengan sistem tersebut. Dengan adanya penjabaran informasi yang jelas dan
detail, diharapkan model yang dibuat akan merepresentasikan sistem yang sebenamya.

2.1 Studi Lapangan & Identifikasi Permasalahan


Tahap ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dapat dijadikan topik
Tugas Akhir. Tahap ini jugs anyangkut area yang spesifik dari PLTU PJB UPJ O&M
Paiton yang dapat digunakan sebagai objek penelitian. Hal yang menjadi dasar dari
identifikasi masalah adalah permasalahan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
pada latar belakang. Setelah masalah teridentifikasi, maka tahap selanjutnya adalah
merumuskan masalah yang dijadikan objek dalam penelitian Tugas Akhir ini.

52
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.2 Pengumpulan Data


Secara umum, analisa dapat dilakukan dengan menganalisa bagaimana pengaruh
layout coalyard baru yang disesuaikan persupplier terhadap kemampuan buldozer dalam
memasok batubara ke dalam boiler setiap harinya. Dengan layout baru tersebut, maka
dapat dilihat apakah Jumlah dan kapasitas buldozer telah mampu memasok jumlah
batubara yang dibutuhkan oleh sistem power plant setiap harinya serta bagaimana
kemungkinan adanya pencampuran batubara antar supplier yang menumpuk di bawah
chute. Melalui model awal dan kemudian membandingkannya dengan eksperimen model
maka dapat dilihat altematif mana yang dapat mendukung ketercapaian parameter yang
diinginkan. Tahap ini menyangkut pengumpulan data-data yang ada di lapangan. Data-data
tersebut yaitu:
1. Data kapasitas masing-masing peralatan infrastruktur yang ada pada coal handling
plant. Peralatan infrastruktur tersebut adalah ship unloader conveyor, chute, coalyard,
silo dan bulldozer
2. Data historis waktu dan kapasitas dari setiap supplier yang memasok batubara.
3. Data breakdown dan repair buldozer yang digunakan
4. Layout PLTU PJB Unit Paiton Coal Handling Plant
5. Data historis pemakaian batubara.

2.3 Pengolahan Data


Sebelum proses pemodelan dimulai, maka perlu dilakukan pengolahan dari data-data
yang telah dikumpulkan Beberapa data yang perlu diolah agar mampu digunakan sebagai
data inputan dalam menjalankan simulasi antara lain:
1. Kecepatan dan slot tiap ruas conveyor yang ada.
2. Penentuan distribusi time between failure dan time repair peralatan buldozer.
3. Perkiraan persediaan per bulan berdasarkan perencanaan kedatangan dan kebutuhan
10.000 ton/hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas maksimum masing-
masing supplier yang diperlukan dalam pembuatan kavling dan mengetahui bagaimana
pengaruh persediaan 2019 berdasarkan asunmsi kebutuhan 6000 ton HR dan 4000 ton
LR.
4. Pengaturan layout kavling di kedua coalyard batubara antarsupplier tidak saling
bercampur.
5. Waktu tempuh buldozer.

2.4 Pembuatan Model Simulasi Awal/Base Referensi


Setelah data dikumpulkan dan kemudian diolah, maka tahap selanjutnya adalah
pembuatan model referensi. Model referensi berupa gambaran ilustratif yang menjelaskan
aliran proses pemindahan batubara (model konseptual). Model ini nantinya akan dijadikan
sebagai acuan dan referensi dalam pembuatan model dengan menggunakan software
simulator. Secara umum, proses pembuatan model dari kondisi yang ingin disimulasikan
dapat dilihat pada gambar 3.2 sebagai berikut:

53
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

INP UT D ATA INPUT SIMULASI


LAPANGAN
1. Hari kedatangan & kapasitas kapal 1. St ock awal m asing-
sesuai perencanaan masing supplier di coalyard
2. Jam Kedatangan kapal agar batubara tidak
3. Kapasitas shi p unloader kehabisan dari adanya
4. Kecepatan & kapasitas kebutuhan 10.000 ton/hari
conveyor 2. Rute loading dan unloading
5. Kapasitas maksimtun stockpile di yang telah disesuaikan
bawah chute
3. Persediaan, pemakaian
6. Kapas itas s ilo
batubara, dan supplier yang
7. Kecepatanpemasokansilo ke
digunakan per hari
pulverizer (disesuaikan dengan
4. Layout kavling per
10.000 ton/hari)
supplier di coalyard untuk
8. Kecepatan bulldozer
menghitung waktu tempuh
9. Distribusibreakdwondan
bulldozer.
repairbulldozer.

VARI ABEL DALAM


SI MULASI MODEL DAN SIMULASI
EXTEND 6
1. Kaptisitas buldozer
2. Jumlah buldozer -Januari,Apri l dan Desember 200 9
3. Operasi buldozer - Si mulasi diskret dengan batch si ze ukuran 1 ton
4. Pengaturan operasi
peralatan penunjang lain

OUTPUT YANG
DIINGI NKAN
1. Tidak ada pencam puran bat ubara OUTPUT YANG DITINJAU
antar suppli er di stockpile di bawah 1. Juml ah antrian kapal di dermaga
chute. 2. Utili tas musing-masing bull dozer
2. Kebut uhan 10.000 ton/hari dengan
perbandingan 3:2 (HR:LR)

Gambar 1. Diagram Hubungan Input, Output (Parameter) dan Variabel Dalam Pembuatan
Model Coal Handling Plant PJB UPJ O&M PLTU Paiton

Langkah selanjutnya adalah membuat model simulasi berdasarkan model referensi


tersebut. Model simulasi akan dilakukan dengan menggunakan bantuan software Extend
6TM Model simulasi awal ini disesuaikan dengan kondisi handling yang ada saat ini di
lapangan dengan menyederhanakan model dalam situasi yang ideal dimana pengaturan
batubara di dalam coalyard telah didasarkan melalui kavling-kavling tertentu untuk 1
membedakan batubara. Jumlah buldozer pada simulasi awal ini adalah empat buah, dengan
2 buah buldozer berkapasitas 16 ton pada coalyard 1 dan 2 buah bulldozer berkapasitas 36
ton pada coalyard 2.

2.5 Verifikasi Model


Veriiikasi mengacu pada bagaimana membangun model dengan benar (building the
model correctly), atau bagaimana membangun model sesuai dengan yang diharapkan. Pada
tahap ini, model simulasi akan dibandingkan dengan model konseptual yang telah dibuat
sebelumnya. Model simulasi dengan software tersebut harus merupakan gambaran yang
sesuai dengan model konseptual. Dengan adanya tahap verifnkasi ini diharapkan bisa
menjawab pertanyaan apakah model telah di implementasikan dengan benar di dalam
komputer. Verifikasi model dapat dilakukan dengan memastikan bahwa tiap-tiap blok
dalam simulasi telah beroperasi seperti yang diharapkan. Untuk itu, model harus dibangun
dengan bertahap dan detail yang minimal, kemudian setiap tahap dijalankan untuk
diperiksa hasilnya. Cara yang umum dilakukan adalah dengan mengurangi kerumitan /
kompleksitas model menjadi lebih sederhana sehingga dapat diramalkan dengan mudah
bagaimana hasil simulasi nantinya.

54
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.6 Menjalankan Simulasi


Tahap ini adalah menjalankan model yang telah dibuat sebelumnya. Panjang waktu
simulasi tergantung dari sistem yang dimodelkan apakah tertentu (terminating model) atau
tidak (non-terminating model). Dalam penelitian Tugas Akhir ini, simulasi dijalankan
dalam periode waktu tertentu yang diatur sendiri, yakni periode l bulan dengan unit waktu
dalam jam. Bulan yang dimasukkan dalam simulasi Tugas Akhir ini meliputi bulan
Januari, April dan Desember. Dipilihnya ketiga bulan itu untuk menggambarkan jumlah
kedatangan rata-rata (average), minimum, dan maksimum yang terjadi pada tahun 2009.

2.7 Validasi Model


Dalam konteks ini, validasi model mengacu pada bagaimana membangun model
yang benar (building the right model). Tahap ini digunakan untuk menentukan apakah
model simulasi yang telah dirancang sesuai dengan kondisi real yang ada di lapangan. Pada
penelitian ini, validasi tidak bisa dilakukan karena model dibangun dan dijalankan
berdasarkan situasi ideal yang ingin dieapai. Kondisi ideal ini berbeda dengan kondisi real
yang ada sehingga validasi tidak dapat dilakukan.

2.8 Pembuatan dan Running Model Alternatif


Tahap selanjutnya adalah membuat beberapa eksperimen/skenario dari model awal
yang bertujuan untuk mengetahui altematif solusi yang paling optimal. Altematif terbaik
dianalisa berdasarkan altematif yang mampu menghasilkan pasokan batubara sesuai
dengan jumlah yang dibutuhkan oleh power plant setiap hari dan tidak terjadi peneampuran
batubara antar supplier yang menumpuk di bawah chute. Pembuatan model altematif
didasarkan pada kekurangan / keterbatasan yang terjadi pada real system dengan menitik
beratkan pada pengaturan dan variasi jumlah buldozer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Parameter yang ditinjau untuk mengetahui performansi sistem adalah jumlah
pasokan batubara ke boiler dan kemungkinan pencampuran batubara yang menumpuk di
bawah chute. Kedua parameter tersebut dapat dilihat dengan menganalisa grafik yang
didapat dari menjalankan simulasi selama 1 bulan. Parameter pertama, yakni jumlah
pasokan batubara ke boiler dapat dilihat melalui grafik yang ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2 Pasokan Batubara ke Boiler Januari 2019

55
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2 menunjukkan grafik pasokan batubara ke boiler dan silo pada bulan
Januari 2019. Garis sumbu x menunjukkan waktu (jam) dan sumbu y menunjukkan jumlah
batubara (ton). Perhitungan jumlah ton batubara dilakukan setiap periode 24 jam. Garis
biru menunjukkan pasokan high rank dan merah menunjukkan pasokan low rank. Dari
grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa pada Januari 2009 pasokan batubara low rank
mengalami kendala. Hal ini disebabkan buruknya kinerja bulldozer yang digunakan.
Sementara itu pasokan high rank telah mampu memenuhi target 6000 ton setiap hari
sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bulldozer berkapasitas 36 ton pada Januari
2019 di coalyard high rank rute 2 telah mencukupi.

3.1 Analisa Antrian Kapal di Dermaga dan Utilisasi Bulldozer


Hasil rata-rata replikasi antrian kapal di dermaga dan utilisasi bulldozer model
referensi untuk bulan Januari, April dan Desember 2009 dapat dilihat pada tabel 1 sebagai
berikut:

Tabel 1. Rata-Rata Antrian Kapal di Dennaga dan Utilisasi Bulldozer Model Referensi
Januari, April, dan Desember 2019
Length Waiting time Build Utilization HR Build Utilization LR
Bulan
Average Max Average Max Rute 1 Rute 2 Rute 1 Rute 2
Januari 0,250949 22,2 7,181001 31,56889 0,554833 0,600645071 0,456889 0,381852354
April 0,002476 1 0,160178 1,738989 0,131546 0,664269583 0,380602 0,453160354
Desember 16,63129 31,4 178,6185 505,6369 0,081041 0,360037951 0,528657 0,575541369

Berdasarkan tabel di atas dapat diambil beberapa informasi sebagai berikut:


 Antrian kapal di dermaga pada bulan Desember sangat tinggi jika dibandingkan dengan
Januari dan April. Hal ini terutama disebabkan oleh padatnya kapal pemasok yang
datang.
 Utilisasi bulldozer high rank rute 1 Januari relatif lebih besar dibandingkan 2 bulan
lainnya karena kedatangan batubara high rank pada bulan tersebut relatif lebih banyak.
 Utilisasi bulldozer LR baik rute 1 dan rute 2 pada Desember relatif lebih tinggi
dibandingkan kedua bulan lainnya disebabkan oleh padatnya batubara low rank yang
datang dan jarak tempuh yang relatif lebih jauh pada bulan tersebut.

3.2 Simulasi Dengan Penambahan Jumlah dan Kapasitas Bulldozer


Pada simulasi ini dilakukan optimasi berupa penambahan jumlah dan kapasitas
bulldozer di masing-masing rute hingga pasokan batubara ke boiler mampu memenuhi
kebutuhan sebesar 6000 ton (high rank) dan 4000 ton (low rank), serta mereduksi
kemungkinan pencampuran yang ada di tumpukan di bawah chute. Variasi kapasitas
bulldozer yang ditinjau adalah 16, 36 dan 48 ton. Peninjauan dilakukan di bulan Januari,
April dan Desember. Hasil penambahan jumlah dan kapasitas bulldozer untuk mencapai
parameter yang diinginkan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Parameter pencampuranZan


BulLdozer HR Bulldozer LR
Rute 1 Rute 2 Rute 1 Rute 2
Jmlh Kapasitas Jmlh Kapasitas Jmlh Kapasitas Jmlh Kapasitas
Januari 3 48, 48, 36 1 36 2 48, 36 1 16
April 1 36 1 36 1 16 1 16
Desember 1 36 1 36 4 48, 48, 1 36
48, 36

56
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2 menunjukkan kemungkinan pengurangan pencampurZan yang begitu


signifikan pada bulan Desember, dengan mengganti 1 buah bulldozer low rank rute 1
berkapasitas 16 ton pada model referensi (4.26 a) menjadi 4 buah bulldozer (4.26b)
berkapasitas 48, 48, 48 dan 36 ton. Pada grafik hasil simulasi dengan penambahan
bulldozer, dapat dilihat bahwa masih terjadi penumpukan-penumpukan batubara
(ditunjukkan oleh garis hijau) yang disebabkan oleh waktu istirahat setelah shift kerja 6
jam dan maintenance pada 250 jam kerja bulldozer Keduanya merupakan faktor yang tidak
bisa dihindari. Adanya penumpukan-penumpukan ini masih memungkinkan terjadinya
pencampuran, walaupun kemungkinan dan jumlah pencampurannya relatif kecil. Secara
lengkap, grafik hasil simulasi dengan penambahan jumlah dan kapasitas bulldozer bulan
Januari, April dan Desember.
Dengan memasukkan jumlah dan kapasitas tersebut ke dalam simulasi bulan Januari,
April dan Desember maka akan didapatkan nilai rata-rata antrian kapal dan utilisasi
bulldozer yang dapat dilihat pada tabel 2 dan 4. Hasil replikasi secara lengkap model
simulasi dengan penambahan jumlah dan kapasitas bulldozer.

Tabel 3. Hasil Simulasi Utilisasi Bulldozer Rute 1 dan Rute 2 dengan Penambahan Jumlah
dan Kapasitas Bulldozer
Bulan Build utilization HR Build utilization LR
Rute 1 Rute 2 Rute 1 Rute 2
A (48) B (48) C (36) A (48) B (48) C (36) D (36)
0,27672 0,091642 0,063638 0,600435 0,105696 0,025158 0,016347 0,015256 0,449447
0,016955 0,013285 0,692585 0,033035 0,0149 0,092226 0,014194 0,233947
0,04741 0,120841 0,02968 0,531711 0,180896 0,110209 0,401779 0,093543 0,401784

Berdasarkan tabel di atas, dapat diambil beberapa informasi yaitu:


 Antrian kapal, terutama pada bulan Desember telah jauh berkurang dibandingkan model
referensi. Hal ini disebabkan dengan adanya penambahan bulldozer rute 1 di coalyard
low rank menyebabkan tumpukan di bawah chute tidak pernah berada pada ambang
batas kapasitas maksimum seperti yang terjadi pada model referensi. Antrian pada bulan
Januari juga menunjukkan pengurangan.
 Banyaknya bulldozer yang digunakan terutama pada rute 1 menyebabkan utilisasi
bulldozer relatif kecil karena hanya digunakan saat chute menerima batubara. Utilisasi
tersebut juga berbeda-beda setiap bulannya yang dipengaruhi oleh jumlah kedatangan
batubara.

3.3 Simulasi Dengan Pengaturan Shift Kerja Bulldozer


Berdasarkan pembahasa di atas, dapat diketahui bahwa dengan penambahan jumlah
bulldozer, kemungkinan pencampuran batubara antarsupplier yang menumpuk di bawah
chute disebabkan adanya waktu istirahat sctelah shift kerja 6 jam. Untuk mengurangi
penumpukan itu, maka dilakukan pengaturan waktu shift kerja yang berbeda antara
bulldozer-bulldozer di rute 1. Dengan adanya pengaturan ini, diharapkan penumpukan-
penumpukan tersebut dapat berkurang sehingga kemungkinan pencampuran juga makin
berkurang.
Tabel 2 menunjukkan kondisi tumpukan di bawah chute dengan adanya pengaturan
shift kerja pada bulldozer rute 1. Dapat terlihat bahwa jika dibandingkan kondisi tanpa
pengaturan shift kerja, kondisi tumpukan jauh lebih berkurang dengan adanya pengaturan
shift kerja. Hal ini dapat dilihat bahwa garis-garis hijau yang menunjukkan kondisi

57
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

tumpukan di bawah chute telah jauh berkurang jika dibandingkan sebelumnya. Grafik hasil
simulasi dengan pengaturan shift kerja bulldozer pada Januari dan Desember.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan bulldozer pada model referensi dengan bulldozer berkapasitas 36 ton pada
coalyard 2 (high rank) dan 16 ton pada coalyard 1 (low rank) tidak mampu mencapai
parameter yang diinginkan. Masih terdapat kemungkinan pencampuran batubara yang
menumpuk di bawah chute dan pasokan batubara ke boiler tidak mampu terpenuhi
sesuai kebutuhan setiap hari.
2. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi parameter pasokan sesuai kebutuhan
10.000 ton/hari adalah menyediakan bulldozer berkapasitas 36 ton pada rute kavling-
hopper di masing-masing coalyard.
3. Ada beberapa altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan
pencampuran batubara di bawah chute. Altematif tersebut adalah:
a. Menambah jumlah dan kapasitas bulldozer dengan rute chute-kavling. Jumlah dan
kapasitas yang dibutuhkan di masing-masing coalyard adalah:

HR LR
48,48,36 48,48,48,36

Kerugian alternatif ini adalah masih terjadi penumpukan batubara ketika waktu
istirahat bulldozer dan utilisasi bulldozer relatif sangat kecil.
b. Menambah jumlah dan kapasitas bulldozer dengan rute chute-kavling dan mengatur
shift kerja bulldozer. Altematif ini sama dengan alternatif sebelumnya, namun
penumpukan batubara akibat waktu istirahat bulldozer yang bersamaan dapat
dikurangi.
c. Mengatur waktu pembongkarmuatan kapal. Altematif ini mengatur agar kapal tidak
dibongkar oleh ship unloader apabila masih ada batubara dari supplier yang berbeda
yang masih menumpuk di chute. Keuntungannya adalah jumlah bulldozer dapat
relatif lebih kecil dibandingkan alternatif sebdumnya namun di lain sisi kerugian
yang ditimbulkan adalah antrian kapal makin panjang.
4. Berdasarkan analisa perbandingan biaya investasi bulldozer dan biaya demmurage,
diketahui alternatif penambahan jumlah dan kapasitas bulldozer merupakan alternatif
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Baunach, G.R., E S. Wibberley, and B.R. Wood. (1985). Simulation of a Coal
Transhipment Terminal: Batam Island, Indonesia. Mathematics and Computers in
Simulation, Volume 27, Issues 2-3, April 1985, Pages 115-120.
[2]. Chung, Christoper A. (2004). Simulation Modelling Handbook, A Practical
Approach. CRC Press.
[3]. Dahal, Keshav P., et al. (2003). A Port System Simulation Facility With an
Optimisation Capability. International Journal of Computational Intelligence and
Applications.
[4]. Everett, J.E. (1997). Simulation to Reduce Variability in Iron Ore Stockpiles.
Mathematics and Computers in Simulation, Volume 43, Issues 3-6, March 1997,

58
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pages 563-568.
[5]. Harmse, Marthi and Johan Janse v Rensburg. (2007). Capacity Modelling of the Coal
Value Chain At Sasol Coal Supply. Proceedings of the 18th conference on
Proceedings of the 18th IASTED International Conference: modelling and
simulation.

59
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISA KEGAGALAN KANTONG PLASTIK rHDPE DENGAN


MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT
ANALYSIS (FMEA)

Rifka Findiani, Oyong Novareza, Moch. Agus Choiron


Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
e-mail: rifkafindiani@gmail.com

Abstrak
Studi ini bertujuan untuk mendesain pencegahan kegagalan masa depan dalam proses
produksi kantong plastik dengan menggunakan mesin Blon Film Extrusion. Meningkatkan
kualitas produk merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya dapat meminimalkan
biaya tetapi juga dapat menarik lebih banyak pelanggan. High Density Polythene daur ulang
(rHDPE) dipelajari dalam percobaan ini merupakan material plastik yang banyak digunakan
baik dalam alat industri maupun rumah tangga. Sehubungan dengan tujuan yang disebutkan di
atas, Metode Failure Mode and Effect Analysis(FMEA) diadopsi untuk memeriksa proses
produksi, mempertimbangkan kemungkinan kegagalan dan menganalisis efek dari sistem
kegagalan. Metode ini mengevaluasi tingkat keparahan, kejadian dan deteksi risiko yang
paling kritis, berdasarkan nomor prioritas risiko (RPN). Produk kantong plastik cacat yang
merupakan objek dalam penelitian ini, adalah cacat sealing, shrinkage, mata ikan, dan handle
misalignment. Dari hasil perhitungan dan analisis FMEA, maka didapatkan urutan prioritas
potensi kegagalan proses produksi kantong plastik disertai kemungkinan penyeba, dampak,
dan solusinya. Potensi kegagalan terbesar adalah cacat sealing.

Kata kunci: Kualitas, Plastik, FMEA, Blown Film Extrusion

1. Pendahuluan
Plastik, yang biasanya disintesis menggunakan sumber daya fosil tidak terbarukan,
merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam kehidupan modern. Saat ini,
terdapat masalah lingkungan yang memuncak mengenai limbah polimerik khususnya
Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) yang merupakan dua material plastik paling
umum ditemui. Pada tahun 2017, konsumsi plastik domestik mencapai 4,4 juta ton [1].
Bahan-bahan plastik ini tidak dapat terurai secara biologis, proses penguraiannya
membutuhkan waktu yang lama, mungkin hingga ratusan tahun [2].
Konsep pembangunan berkelanjutan berasal dari pemanfaatan sumber daya alam
yang efisien dan perluasan teknologi baru yang dapat dicapai dengan mengurangi
konsumsi bahan baku dan emisi polusi serta meningkatkan tingkat daur ulang limbah. Oleh
karena itu, daur ulang plastik dapat menjadi solusi. Namun, plastik daur ulang cenderung
memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah dibandingkan plastik murni sehingga aplikasi
plastik daur ulang terbatas. Dengan mengoptimalkan parameter proses produksi, produk
plastik daur ulang dengan sifat material yang diinginkan akan tercapai.
PT. XYZ merupakan perusahaan daur ulang plastik yang menggunakan material
Recycled High Density Polyethyelene (rHDPE) KW4, dimana artinya material HDPE pada
proses produksi ini merupakan 100% bahan daur ulang. Proses Extrusion Blown Film
digunakan dalam proses produksi di perusahaan ini. Pada proses ini polimer dilelehkan dan
diekstrusi melalui cetakan annular lalu udara dikeluarkan dari dalam cetakan untuk meniup
tabung seperti balon dan didinginkan oleh cincin udara pada jarak tertentu membentuk
sebuah film. Hasil tiupan tersebut akan melewati proses roll sehingga plastik akan menjadi
rata dan terkumpul dalam bentuk roll. Proses ini dilanjutkan dengan proses cutting,

60
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

sealing, printing, quality checking dan packing [3]. PT. XYZ masih memiliki
permasalahan-permasalahan internal, dimana operasional perusahaan ini masih belum
stabil. Ditemukannya cacat yang melebihi standar serta belum pernahnya dilakukan
pengujian mechanical properties seperti kuat tarik yang terstandarisasi, memungkinkan
perusahaan ini akan mengalami penurunan loyalitas pelanggan yang berdampak pada
pendapatan perusahaan.
Tabel 1.1 adalah data atribut jumlah produksi dan cacat produk PT. XYZ tahun 2017.
Standar persentase cacat adalah 4-5% untuk cacat HD dan 18% untuk cacat Finishing

Tabel 1. Data Jumlah Produksi dan Cacat Tahun 2017


HD Finishing
Bulan Produksi Cacat Produksi Cacat
% %
(Kg) (Kg) (Kg) (Kg)
1 35.968 1.162 3,13 229.823 41.769 18,2
2 35.843 1.237 3,34 209.864 36.654 17,5
3 38.969 1.377 3,53 236.081 40.162 17
4 27.482 1.478 5,37 202.670 35.075 17,3
5 27.456 1.660 6 212.278 39.172 18,5
6 24.102 1.080 4,48 97.300 18.994 19,2
7 21.553 2.032 9,43 115.920 23.978 20,7
8 21.565 4.600 21,33 171.154 38.593 22,5
9 31.493 1.495 4,75 149.532 27.628 18,5
10 31.259 1.792 5,73 123.327 23.811 19,3
11 30.069 2.024 6,73 167.524 32.236 19,2
12 26.372 1.884 7,14 196.547 40.569 20,6

Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan maka diperlukan


teknik pengendalian kualitas untuk meminimalkan permasalahan tersebut.
Dalam melakukan pengendalian kualitas, dibutuhkan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas tersebut. Identifikasi faktor tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). FMEA merupakan suatu
prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failure mode) [4]. Dengan mempertimbangkan dampak (severity), keterjadian
(occurance), dan deteksi (detection) akan didapatkan cacat atau kerusakan mana yang
dijadikan prioritas, sehingga diketahui permasalahan yang terjadi. Perhitungan prioritas
FMEA dilandaskan dengan RPN (Risk Priority Number), dimana nilai ini didapatkan dari
hasil perkalian dari tiga faktor yang disebutkan diatas (RPN = S x O x D). Semakin tinggi
nilai RPN yang didapatkan, maka semkain tinggi kebutuhan untuk dilakukan perbaikan.
Dari hasil FMEA, didapatkan faktor-faktor mana saja yang diprioritaskan berpengaruh
terhadap tingkat kualitas proses produksi kantong plastik sehingga dapat dilakukan
pengendalian kualitas berdasarkan prioritas tersebut guna mengurangi penyimpangan-
penyimpangan pada produk yang dihasilkan.
Sehingga output dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi perbaikan
kepada perusahaan sebagai upaya untuk mengurangi defect pada produk dan diharapkan
dapat memberikan peningkatan kualitas produk.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hal ini dikarenakan
peneliti akan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.

61
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Objek penelitian ini yaitu kantong plastik jenis rHDPE. Penelitian ini dilakukan di PT.
XYZ, Kabupaten Karanganyar pada Agustus sampai Desember 2018.

2.1 Langkah-langkah Penelitian


Metodologi penelitian digambarkan dalam bentuk langkah-langkah yang akan
dilakukan peneliti yaitu:

2.1.1 Tahap pendahuluan


Berikut ini tahap penelitian pendahuluan:
1. Studi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan peninjauan langsung terhadap kondisi lantai
produksi perusahaan untuk mengetahui proses produksi kantong plastik dan data cacat
yang sering terjadi pada proses produksi kantong plastik
2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan konsep teori dan metode
yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yang akan dicapai.
3. Identifikasi dan perumusan masalah
Tahap identifikasi berfungsi untuk memahami permasalahan yang terjadi di perusahaan.
4. Penetapan tujuan penelitian
Penetapan tujuan penelitian dilakukan berdasarkan perumusan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya.
5. Penetapan tujuan penelitian
Agar penelitian dapat terarah, dirumuskan pendugaan terlebih dahulu terhadap
penyebab terjadinya masalah tersebut (hipotesis).

2.1.2 Tahap Pengumpulan Data


Pada bagian ini akan dijelaskan tentang jenis dan sumber data yang digunakan:
1. Data Primer
Dalam penelitian ini data primer didapatkan dari observasi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kerusakan produk kantong plastik PT. XYZ.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dimiliki oleh perusahaan, bahan pustaka, serta
literatur dari perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data profil
perusahaan, jumlah produksi kantong plastik HDPE KW 4 tahun 2017, dan data cacat
produk pada proses produksi kantong plastik HDPE KW 4 di PT. XYZ.

2.1.3 Tahap Pengolahan Data


Setelah melakukan pengamatan dan pengambilan data-data di perusahaan, langkah
berikutnya adalah melakukan pengolahan dan analisis data yang diselesaikan dengan
metode terkait agar menjadi informasi yang memberi nilai tambah. Pengolahan data
dilakukan berdasarkan masalah yang dibahas yaitu terkait kualitas produk (cacat produk)
dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis dengan
mempertimbangkan nilai RPN. RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects
(Severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan
dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi
pada pelanggan (Detection) [5]. Dari hasil urutan cacat tersebut, diidentifikasi parameter-
parameter produksi apa saja yang mempengaruhi munculnya cacat tersebut.

62
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.1.4 Tahap Analisa dan Kesimpulan


Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan pada
subbab sebelumnya sehingga dapat diketahui apakah hasil penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian.
Dari hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan dari penelitian ini. Hal ini mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Failure Mode and Effect Analysis
Objek penelitian ini adalah cacat pada kantong plastik. Berikut merupakan beberapa
jenis cacat kantong plastik yang di PT. XYZ:
a. Sealing

Gambar 1. Cacat sealing

Kantong plastik dibuat menggunakan lembaran plastik terpisah yang disatukan dan
direkatkan di sepanjang tepinya. Gambar 1 adalah contoh cacat yang terjadi pada saat
penyegelan/pengelasan.. Umumnya cacat ini ditandai dengan kegagalan pengelasan yang
mengakibatkan perekatan/penyegelan tidak sempurna, seperti bolong atau bocor.

b. Mata Ikan

Gambar 2. Cacat Mata Ikan

Gambar 2 adalah cacat mata ikan yang terjadi pada proses ekstrusi HD, yaitu proses
pelelehan pelet plastik hingga proses tiup kantong plastik. Pada Gambar 2 dapat dilihat
bahwa terdapat bagian-bagian plastik yang lebih tipis dibanding lainnya, berbentuk mata
ikan.

63
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

c. Shrinkage

Gambar 3. Cacat Shrinkage

Gambar 3 adalah contoh cacat Shrinkage yang mengakibatkan kantong plastik


mengkerut. Cacat ini juga sering ditemui pada proses HD, yaitu pada proses tiup kantong
plastik.

d. Handle Misalignment

Gambar 4. Cacat Handle Misalignment

Gambar 4 adalah cacat handle misalignment yang sering terjadi pada saat proses
cutting handle. Penyebab cacat ini didominasi oleh kesalahan human error, dimana
penempatan penemapatan cutting board tidak sesuai.
Tabel 2 merupakan perhitungan FMEA dari seluruh cacat kantong plastik pada PT.
XYZ.

Tabel 2. FMEA Seluruh Cacat Kantong Plastik


Mode of Current Process
Effect of Failure S Cause of Failure O D RPN
Failure Control
Kesalahan penyetelan Melakukan penyesuaian
Sealing Segel kantong plastik
8 suhu dan waktu 5 tekanan, waktu, dan 5 200
tidak sempurna (bocor)
sealing suhu
Variasi ketebalan pada incorrect setting of Melakukan penyesuaian
Mata Ikan 5 5 100
lapisan plastik sealing temperature, 4 tekanan, waktu, dan
time, or pressure suhu
Poor machine
Shrinkage Lapisan kantong 6 Memeriksa perhitungan 5 120
alignment, Blow up 4
berkerut di sisi tertentu blow up ratio
ratio yang tidak sesuai
Handle
4 Penempatan cetakan 4 Penyesuaian setting 5
Misalignm Ukuran handle berbeda 80
tidak presisi cetakan handle
ent

64
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pemilihan prioritas rekomendasi perbaikan dari hasil tabel FMEA merupakan


langkah yang digunakan untuk menetapkan mode kegagalan atau penyebab masalah yang
akan diberikan rekomendasi perbaikan pada setiap jenis cacat pada kantong plastik
tersebut. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak manager produksi perusahaan serta hasil
RPN maka didapatkan urutan prioritas cacat kantong yang membutuhkan penanganan dan
perbaikan yaitu cacat sealing dengan nilai RPN 200, shrinkage dengan nilai RPN 120,
mata ikan dengan nilai RPN 100, dan handle misalignment dengan nilai RPN 80. Berikut
adalah identifikasi lebih lanjut penyebab terjadinya cacat-cacat tersebut serta solusi
perbaikannya:
1. Sealing
Jenis cacat ini merupakan jenis cacat yang terjadi di mesin sealing. Penyebab
permasalahan ini adalah kecepatan Timing Sealing yang merupakan ketepatan antara waktu
seal holder menyentuh lapisan kantong, yang disebut dengan pengelasan. Berdasarkan
wawancara dengan pengawas mesin sealer, waktu pengelasan mempengaruhi tingkat cacat
sealing yang dihasilkan. Kecepatan waktu pengelasan pada mesin sealing di perusahaan ini
berpatokan pada frekuensi mesin yaitu berkisar antara 45-50Hz. Adapun penyebab lain
cacat ini adalah suhu mesin sealing. Suhu sealer pada saat proses pengelasan
mempengaruhi kondisi kantong plastik. Suhu pada mesin sealing berkisar antara 180-
200°C. Kesalahan penyetelan yang dilakukan operator ini dapat diminimalisir dengan
memberikan checklist untuk setting mesin sealing agar dapat memastikan tiap tahap
dilakukan dengan benar.

2. Shrinkage
Cacat shrinkage/wrinkling sangat umum ditemukan pada proses produksi plastik film
tipis [6]. Ada berbagai macam kerutan yang dapat terbentuk yang mana sering menjadi
masalah apabila cacat ini mempengaruhi kualitas bungkus. Penyebab kerutan bisa sangat
bervariasi. Meskipun demikian, pemahaman tentang beberapa penyebab dan solusi umum
dapat membantu meminimalkan upaya agar mencapai sasaran mutu yang dinginkan.
Penjajaran mesin blowing merupakan salah satu penyebab permasalahan ini. Misalignment
pada mesin blowing sering terjadi pada saat awal mula proses produksi dijalankan. Oleh
karena itu memeriksa penyelarasan mesin adalah titik awal yang penting dan investasi
yang baik.
Blow up ratio (BUR) merupakan hitungan matematis dalam menentukan diameter
film plastik,BUR juga mempengaruhi orientasi molekul polimer. Film ditarik untuk
mencapai diameter utama gelembung. Pada saat yang sama, ia ditarik ke arah mesin oleh
pergerakan peralatan. Dengan menarik film ke dua arah, molekul menjadi berorientasi pada
kedua arah, sehingga terbentuk ukuran gelembung yang diinginkan. Perhitungan BUR
yang tidak tepat akan menghasilkan cacat shrinkage karena tarikan yang tidak selaras.

3. Mata Ikan
Mata ikan adalah cacat permukaan yang dapat mengganggu penampilan film plastik
dikarenakan ketebalan yang tidak rata. Hal ini dapat berdampak buruk apabila variasi
ketebalan terlalu tinggi. Cacat ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu yang
pertama adalah pencampuran bahan, sebelum dilakukan peniupan film plastik di mesin
HD, resin/palet plastik dilelehkan dan dicampurkan pada mesin leleh. Pencampuran bahan
yang tidak baik dapat menyebabkan cacat mata ikan [7].
Berkaitan dengan faktor pencampuran bahan, temperatur pada barel pencampuran
dan pelelehan resin sangat berpengaruh. Jika suhu barel terlalu rendah untuk melelehkan

65
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

bahan sepenuhnya, resin/pelet yang tidak dilelehkan akan bergabung dengan aliran leleh,
yang merusak permukaan bagian tersebut.
Solusi yang dapat dilakukan untuk menekan cacat ini adalah periksa pencampuran
bahan, membersihkan resin, barel, sistem transfer & pengumpan hopper. Memeriksa
polimer yang terbakar. Memeriksa homogenitas resin dan suhu barel.

4. Handle Misalignment
Penyebab permasalahan cacat ini adalah penempatan pemotong/cetakan plastik yang
tidak presisi oleh operator. Selama ini proses pemotongan handle dilakukan dengan
manual, yaitu operator sendiri yang memposisikan handle dan bahan plastik. Oleh karena
itu solusi yang dapat dilakukan adalah pemasangan cetakan/mold yang sudah tertanam di
meja cetakan agar meminimalisir kesalahan peneyelarasan handle.

4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dengan Failure Mode and Effect Analysis
dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan prioritas cacat kantong plasti rHDPE KW4 di PT.
XYZ adalah cacat sealing dengan nilai RPN 200, shrinkage dengan nilai RPN 120, mata
ikan dengan nilai RPN 100, dan handle misalignment dengan nilai RPN 80.

Daftar Pustaka
[1] Kamsiati, E., Herawati, H. & Purwani, E. Y. (2017). Potensi Pengembangan Plastik
Biodegradable Berbasis Pati Sagu Dan Ubikayu Di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian Vo. 36 No.2. 67-76.
[2] Fei, N.C., Mehat, N.M., Kamaruddin, S. & Arif, Z.M. (2013). Improving the
Performance of Reprocessed ABS Products from the Manufacturing Perspective via the
Taguchi Method. Hindawi Publishing Corporation. Hindawi Publishing Corporation
International Journal of Manufacturing Engineering. Volume 2013, 1-9.
[3] Karkhanis, S., Sabo, R., Stark, N.M. & Matuana, L.M. (2017). Blown film extrusion of
poly (lactic acid) without melt strength enhancers. Journal of Applied Polymer
Science. 1-10.
[4] Setyadi, Indra. 2013. Analisis Penyebab Kecacatan Produk Celana Jeans dengan
Menggunakan Metode Fault tree analysis (FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) di CV.Fragile Din Co. Bandung: Teknik Industri Universitas Widyatama.
[5] Hansen, Matthew J. 2011. FMEA Sclaes for Severity, Occurance and Detection.
Amerika: Statstuff. http://www.statstuff.com/ssfiles/FMEAScalesGuide.pdf
[6] Flores-Johnson, E.A., et.al. (2015). Modelling wrinkling interactions produced by
patterned defects in metal thin films. Extreme Mechanic Letters. 4 175-185. Elsevier
[7] Khan, J. G. (2014). Defects In Extrusion Process And Their Impact On Product
Quality. International Journal of Mechanical Engineering and Robotics Researc.
Vol. 3, No. 3. IJMER.

66
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DISTRIBUSI TEGANGAN KONSTRUKSI COOLING BANK


TRANSFORMATOR AKIBAT PERCEPATAN HORIZONTAL
MEDIUM GEMPA

Muhammad Zainularifin
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No. 56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
No. Tlp.: 0822 1932 2556
e-mail: zein_arif@yahoo.co.id

Abstrak
Distribusi tegangan kontruksi cooling bank transformator akibat percepatan horizontal
medium gempa diteliti dalam studi ini. Dalam menentukan tegangan-tegangan yang terjadi,
dianalisis dengan metode perhitungan dan menggunakan software solidworks 2015. Teganagn
paling kritis saat kondisi normal terdapat pada top support cooling bank. Dari hasil
perhitungan, top support cooling bank mangalami tegangan bengkok dan tegangan geser.
Tegangan tersebut diakibatkan oleh beban dari radiator, kipas, conservator, dan minyak trafo.
Tegangan maksimal dari hasil hitungan penggabungan tegangan bengkok dan geser sebesar
163 MPa. Defleksi yang terjadi pada top support cooling bank dari hasil perhitungan sebesar
1,93 mm dan dari hasil analisi software solidworks 2015 sebesar 1,69 mm. Teganagn paling
kritis saat terjadi percepatan horizontal medium gempa terdapat pada anchor bolt. Dari hasil
perhitungan, anchor bolt mangalami tegangan tarik. Tegangan tarik tersebut diakibatkan oleh
momen yang terjadi akibat percepatan horizontal medium gempa. Tegangan Tarik maksimal
dari hasil hitungan sebesar 108 MPa. Safety faktor ditentukan 1,4, sehingga tegangan izin
sebesar 171 MPa. Semua tegangan yang terjadi masih di bawah tegangan izin dan defleksi
dibawah 5 mm, maka semua komponen dinyatakan aman.

Kata kunci: Transformator, Cooling Bank, Distribusi Tegangan, Solidworks.

1. Pendahuluan
Listrik merupakan kebutuhan pokok. Namun jarak antara pembangkit listrik dengan
beban listrik yang digunakan oleh pengguna listrik relatif jauh, sehingga akan terjadi
penurunan tegangan. Untuk itu diperlukan sebuah alat untuk menaikkan tegangan sebelum
dilakukan distribusi dan transmisi listrik jarak jauh. Lalu, tegangan listrik harus diturunkan
ketika sudah mendekati beban atau pengguna listrik. Dibutuhkan alat untuk menaikan dan
menurunkan tegangan listrik, yaitu transformator [1]. Transformator (Trafo) merupakan
peralatan listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya atau tenaga listrik dari tegangan
tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya [2].
Isolasi trafo merupakan faktor penentu usia transformator. Bentuk media isolasi pada
transformator adalah kertas isolasi dan minyak trafo. Suhu operasi transformator yang
sedang beroperasi dipengaruhi oleh tegangan jaringan, daya, rugi-rugi, dan suhu
lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi pada
transformator [3].
Radiator sebisa mungkin menempel langsung pada dinding transformator. Namun
jika pada hasil perhitungan jumlah radiator terlalu banyak, menyebabkan tidak semua
radiator bisa menempel langsung pada dinding transformator. Maka dibuat konstruksi
cooling bank untuk menopang semua radiator yang dibutuhkan
Transformator menjadi kebutuhan di setiap daerah, termasuk di daerah rawan gempa.
Diharapkan transformator tidak mengalami kerusakan akibat terjadinya gempa. Proses
desain dituntut untuk dibuat sebaik mungkin. Hasil hitungan manual dan hasil analisa

67
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

sofware disajikan untuk meyakinkan kosumen terhadap transformator yang dibutuhkan


sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Termasuk pada konstruksi cooling bank.

2. Studi Pustaka
2.1. Transformator
Transformator adalah perangkat listrik yang mengubah tegangan antara dua saluran.
Fungsinya adalah menyalurkan daya atau tenaga listrik dari tegangan tinggi ke tegangan
rendah atau sebaliknya. Kebutuhan untuk melakukan penyesuaian tegangan bertujuan
untuk mengimbangi penurunan atau kenaikan tegangan pada saluran dan peralatan lainnya.
Perubahan tegangan ini bergantung pada arus beban, sehingga bervariasi sepanjang hari
[2].
Rugi-rugi pada transformator dihasilkan dari arus yang melewati konduktor pada
gulungan (winding). Rugi-rugi ini diubah menjadi energi panas. Kehidupan transformer
tergantung pada kualitas bahan isolasi pada gulungan. Suhu gulungan harus dijaga di
bawah batas suhu tertentu, karena panas berlebih menyebabkan kerusakan bahan isolasi.
Pada umumnya, transformator diharapkan bisa beroprasi normal selama ±20 tahun [3].
Transformator didinginkan dengan menggunakan metode pendinginan yang berbeda
sesuai dengan jenis dan kekuatan transformator. Sistem pendingin transformator memiliki
peran penting dalam beroprasinya sebuah transformator. Transformator dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis sesuai dengan metode pendinginannya; transformator
terendam minyak dan transformator tipe kering [3].
Panas minyak trafo yang dihasilkan dari gulungan dan inti (core), setelah itu
ditransmisikan ke udara sekitarnya oleh permukaan tangki. Pada kenyataannya, hanya
transformator distribusi yang memiliki permukaan tangki yang cukup untuk
menghilangkan panas internal secara efektif. Transformator yang lebih besar, area
permukaan untuk pembuangan panas ditingkatkan dengan memasang radiator pada tangki.
Untuk transformator yang lebih besar, cooling bank terpisah digunakan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 [1].

Gambar 1. Cooling Bank Terpisah

2.2. Perhitungan Gaya


Gaya dihasilkan dari beban yang bekerja pada suatu batang atau struktur.
Gaya dapat dirumuskan sebagai berikut [4]:
𝐹=𝑚×𝑔 (1)

2.3. Perhitungan Tegangan


Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas
bahan. Tegangan yang terjadi ketika suatu material dibebani oleh gaya aksial disebut
dengan tegangan normal. Nilai dari tegangan normal untuk berbagai luas area irisan secara
sederhana dapat didekati dengan gaya yang bekerja dibagi dengan luas area irisan. Secara
matematis ditulis sebagai berikut [5]:

68
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(2)
Ketika material dibebani, maka akan menghasilkan bending stress (tegangan tekuk).
Bending stress merupakan tipe dari normal stress akan tetapi sedikit lebih spesifik. Ketika
material dibebani, maka akan menghasilkan apa yang disebut sebagai tegangan kompresif
normal. Tegangan pada arah horizontal adalah nol.
Untuk setiap balok yang mempunyai suatu bidang simetri memanjang dan dikenai
momen tekuk (𝑀) pada suatu penampang melintangnya, tegangan normal yang bekerja
pada serat memanjang pada jarak (𝑦) dari sumbu netral balok diberikan dengan [5]:
(3)
Dimana 𝐼 menyatakan momen inersia penampang melintang terhadap sumbu netral.
I/y disebut modulus penampang yang umumnya dinotasikan dengan simbol Wb. Sehingga
tegangan lentur digambarkan oleh persamaan:
(4)
Selain tegangan tekuk (bending stress), tegangan normal juga akan menghasilkan
beban yang bekerja mengelilingi material. Shear stress/tegangan geser (Ʈ) akan terjadi
ketika beban diaplikasikan secara paralel ke area dari material tersebut. Tegangan geser
yang terjadi akibat adanya gaya geser (Ft) pada luas penampang (A) dapat diberikan
dengan rumus:
τ (5)
Selain tegangan tekuk (bending stress) dan Shear stress / tegangan geser, tegangan
puntir dapat diaplikasikan secara paralel ke area dari material tersebut. Tegangan puntir
yang terjadi akibat adanya gaya luar (F) yang memiliki jarak (l) terhadap sumbu
penampang (A) yang memiliki momen tahanan puntir (Wp) dapat diberikan dengan rumus:
(6)
Sehingga tegangan gabungan yang terjadi pada penampang potong dapat
dirumuskan:
√ (7)
Nilai tegangan gabungan yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan izin (σgab < σiz).
Pada pembebanan statis untuk material baja, tegangan izinnya adalah:
(8)

2.4. Defleksi
Besarnya defleksi di tunjukan oleh pergeseran jarak fm. Besarnya defleksi fm pada
setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok. Ketika batang diberi
beban, semua titik dari kurva elastis kecuali yang menopang batang tersebut terjadi
defleksi dari posisi aslinya. Jari-jari kelengkungan kurva elastis di bagian manapun
dinyatakan sebagai:
(9)
Jika tidak ada momen lentur, merupakan nilai tak terhingga dengan kurva
berbentuk garis lurus. Ketika nilai 𝑀 merupakan yang terbesar, maka merupakan nilai
yang terkecil dengan bentuk kurva yang terbesar. Pada kasus pembebanan dengan gaya
terletak ditengah batang dan tumpuan pada kedua ujung batang, besarnya defleksi dapat
dirumuskan [4]:

69
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(10)

2.5. Buckling
Beban dapat menyebabkan sumbu batang dari keadaan lurus menjadi melengkung
disebut beban tekuk atau beban kritis. Tegangan bucking kritis (σeuler) dibandingkan
dengan tegangan tekan (σd) yang terjadi. Buckling tidak terjadi bila tegangan tekan lebih
rendah dari teganagn backling kritis (σd < σeuler). Gaya bucking kritis (Feuler) adalah [4]:
𝐹 (11)

2.6. Gempa
Standard IEEE 693-2005 merekomendasikan perhitungan desain gardu listrik yang
tahan terhadap gempa. Diantaranya terdapat perhitungan untuk desain kontruksi
transformator dan aksesorisnya. Gambar 3 menunjukan akibat gempa sedang atau medium.

Gambar 2. Moderate required response spectrum [6]

Pada umumnya, transformator pada sistem ketenagalistrikan memiliki frekuensi 50


Hz sampai 60 Hz. Sehingga beban statis arah horizontal (FH) yang diterima adalah 0,25g.
Aksesoris seperti radiator, conservator, dan control cabinets memiliki syarat koefisien
analisa statis sebesar 3 kali beban arah horizontal. Total beban yang dihasilkan akibat
percepatan medium gempa pada arah horizontal dapat dirumuskan:
FH = m × 0,25 × g × 3 (12)
dimana: FH = Gaya horizontal (N), m = Massa (kg), g = Percepatan gravitasi (9,81 𝑚/s2)
Gempa tersebut akan menimbukan gaya vertikal (FV) berlawanan arah dengan
grafitasi sebesar 80% dari gaya horizontal (FH), secara matematis dapat ditulis:
FV = 0,8 × FH (13)
dimana: FV = Gaya vertikal (N), FH = Gaya horizontal (N) [6]

3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT CG Power Systems Indonesia. Waktu penelitian
dilaksanakan dalam jangka waktu empat (4) bulan yaitu dimulai dari bulan Setember 2018
sampai dengan bulan Februari 2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa, yaitu suatu
metode yang digunakan untuk memprediksi suatu material atau desain dengan cara
menganalisa desain tersebut dengan analisa perhitungan manual dan analisa sofware.

70
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4. Hasil dan Pembahasan


4.1. Massa Beban
Dari hasil perhitungan Massa, didapatkan data:
o Massa total 12 unit radiator: 11.592 kg
o Massa total 10 unit kipas: 598 kg
o Massa total conservator: 1.425 kg
o Massa Konstruksi Cooling Bank: 5.047 kg
o Massa total minyak trafo untuk 12 unit radiator: 3.492 kg
o Massa minyak trafo pada conservaror: 3.045 kg
o Massa minyak trafo pada top dan bottom support: 425 kg
• Total: 25.624 kg

4.2. Konstruksi Cooling Bank


Menghitung struktur konstruksi Cooling Bank diperlukan data dari desain yang telah
dibuat. Berikut adalah desain struktur konstruksi Cooling Bank yang telah dibuat. Material
yang digunakan adalah St37.

Gambar 3. Design Konstruksi Cooling Bank

4.3. Perhitungan Top Support Cooling Bank Pembebanan Normal


Top support menopang setengah beban radiator dan minyak trafo di dalamnya,
setengah beban kipas, beban conservator dan minyak trafo di dalamnya, serta minya trafo
dalam top support. Berikut gambar posisi pembebanan pada top support cooling bank.

Gambar 4. Pembebanan pada Top Support

F1 = F10 = (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (2 Kipas)) × g = 12,92 kN


F2 = F9 = (massa 0,5 (Conservator + minyak trafo)) × g = 21,93 kN

71
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

F3 = F4 = F7 = F8 = (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (4 Kipas)) × g = 13,5


kN
F5 + F6 = (massa Top Support + minyak trafo)) × g = 8,59 kN
Gaya pada Tumpuan A dan B
M=F×l
ΣMA = 0
(F1 × l1) + (F2 × l2) + (F3 × l3) + (F4 × l4) + ((F5 +F6) × l5,6) + (F7 × l7) + (F8 × l8) + (F9
× l9) + (F10 × l10) - (FB × lB) = 0
FB = 66,15 kN
ΣF = 0
FA - F1 – F2 – F3 – F4 – F5 – F6 – F7 – F8 – F9 – F10 + FB = 0
FA = 66,15 kN
Tegangan Bengkok pada Batang
𝑀 𝐹 𝑚𝑚
Momen Inersia (I) penampang didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar
95.622.794,09 mm4.
𝑚𝑚
𝑦
𝑀
𝑀
Tegangan Geser pada Batang
Ft = FA = FB
Luas penampang (A) didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar 9.842,48 mm2.
𝐹
𝑀
Tegangan Gabungan pada Batang
√ √ 𝑀
Defleksi pada Batang
𝐹
𝑚𝑚
𝐼

4.4. Pembebanan Akibat Percepatan Horizontal Medium Gempa


Perhitungan konstrusksi cooling bank akibat percepatan medium gempa
mengaplikasikan Standard IEEE 693-2005. Beban statis arah horizontal (FH) yang diterima
sebesar 0,25g dan memiliki koefisien perhitungan beban statis sebesar 3 kali beban arah
horizontal. Gempa tersebut akan menimbukan gaya vertikal (FV) yang berlawanan arah
dengan grafitasi sebesar 80% dari gaya horizontal (FH). Maka dapat dirumuskan:
FH = m × 0,25 × g × 3 = 0,75 × m × g
dan,
FV = 0,8 × FH = 0,8 × m × g × 0,75 = 0,6 × m × g
Sehingga gaya arah vertikal yang tejadi akibat beban benda-benda yang ditopang
oleh konstrusksi cooling bank dikurangin gaya vertikal akibat percepatan medium gempa.
Maka gaya arah vertikal yang terjadi:
F = (1 - 0,6) × m × g = 0,4 × m × g

72
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.5. Perhitungan Top Support Akibat Percepatan Horizontal Medium Gempa


Top support menopang setengah beban radiator dan minyak trafo di dalamnya,
setengah beban kipas, beban conservator dan minyak trafo di dalamnya, serta minya trafo
dalam top support. Ditambah dengan tegangan puntir yang diakibatkan percepatan medium
gempa pada titik tumpuan conservator. Sehingga top support menjadi bagian paling kritis
dan daerah kristisnya terletak pada tumpuan conservator. Berikut gambar posisi
pembebanan pada top support cooling bank.

Gambar 5. Pembebanan pada Top Support

F1 = F10 = 0,4 (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (2 Kipas)) × g = 5,17 kN
F2 = F9 = 0,4 (massa 0,5 (Conservator + minyak trafo)) × g = 8,77 kN
F3 = F4 = F7 = F8 = 0,4 (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (4 Kipas)) × g = 5,4 kN
F5 + F6 = 0,4 (massa Top Support + minyak trafo)) × g = 3.44 kN
Gaya pada Tumpuan A dan B
M=F×l
ΣMA = 0
(F1 × l1) + (F2 × l2) + (F3 × l3) + (F4 × l4) + ((F5 +F6) × l5,6) + (F7 × l7) + (F8 × l8) + (F9
× l9) + (F10 × l10) - (FB × lB) = 0
FB = 26,46 kN
ΣF = 0
FA - F1 – F2 – F3 – F4 – F5 – F6 – F7 – F8 – F9 – F10 + FB = 0
FA = 26,46 N
Tegangan Bengkok pada Tumpuan Conservator
𝑀 𝐹 𝐹
Momen Inersia (I) penampang didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar
95.622.794,09 mm4.
𝑚𝑚
𝑦
𝑀
𝑀
Tegangan Geser pada Tumpuan Conservator
Ft = FA = FB
Luas penampang (A) didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar 9.842,48 mm2.
maka,
𝐹
𝑀
Tegangan Puntir pada Tumpuan Conservator
Momen Inersia Polar (Ip) didapat dari perhitungan software AutoCAD dengan
menjumlahkan Ix dan Iy, maka (Ix+Iy) sebesar 206.347.062,9 mm4.

73
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

𝑚𝑚
𝑦
Nilai F merupakan gaya horizontal (FH) yang terjadi pada conservator akibat percepatan
medium gempa.
F = FH = 0,75 × m × g = 0,75 × (1.425+3.045) × 9,81 = 31.925,11 kN
𝑀
Tegangan Gabungan pada Batang
√ √ 𝑀

4.6. Perhitungan Anchor Bolt Akibat Percepatan Horizontal Medium Gempa


Anchor Bolt hanya akan menerima beban saat terjadi gempa. Anchor Bolt harus
mampu menahan momen yang terjadi akibat gaya horizontal (FH) dan gaya vertical (FV)
akibat gempa. Anchor Bolt berukuran M20, material St37, dan jumlahnya 16 buah. Berikut
gambar posisi Anchor Bolt pada pondasi cooling bank.

Gambar 6. Pembebanan dan Posisi Anchor Bolt

Gaya pada Conservator


FHc = 0,75 × mcons × g = 0,75 × (1.425+3.045) × 9,81 = 32,89 kN
FVc = 0,4 × mcons × g = 0,4 × (1.425+3.045) × 9,81 = 17,54 kN
Gaya pada Radiator
FHr = 0,75 × mrad × g = 0,75 × (11.592+598+3.492+425) × 9,81 = 118,51 kN
FVr = 0,4 × mrad × g = 0,4 × (11.592+598+3.492+425) × 9,81 = 63,2 kN
Gaya pada Konstruksi Cooling Bank
FHcb = 0,75 × mcb × g = 0,75 × 5.047 × 9,81 = 37,13 kN
FVcb = 0,4 × mcb × g = 0,4 × 5.047 × 9,81 = 19,8 kN

74
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Momen pada Titik D


MD = (FHc × hc) + (FHr × hr) + (FHcb × hcb) - (FVc × lc) - (FVr × lr) + (FVcb × lcb)
MD = (32,89×5.705) + (118,51×2.800) + (37,13×2.345) - (17,54×2.025) -
(63,2×2.025) - (19,8×2.025) = 400.995,8 kNmm
Gaya dan Tegangan Tarik pada Baut Pandangan Depan
𝑀
𝐹
𝐹
𝑀
Momen pada Titik S
MS = (FHc × hc) + (FHr × hr) + (FHcb × hcb) - (FVc × lc) - (FVr × lr) + (FVcb × lcb)
MS = (32,89×5.705) + (118,51×2.800) + (37,13×2.345) - (17,54×1.275) -
(63,2×1.275) - (19,8×1.275) = 478.346,8 kNmm
Gaya dan Tegangan Tarik pada Baut Pandangan Samping
𝑀
𝐹
𝐹
𝑀
Tegangan Gabungan pada Baut
√ √ 𝑀

4.7. Tegangan Izin


Tegangan yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan izin (σgab < σiz). Pada
pembebanan statis untuk material baja, faktor keamanan yang diberikan antara 1,2
sampai 2. Pada kasus berikut, material St37 memiliki Re 240 MPa dan diberikan faktor
keamanan sebesar 1,4. Maka tegangan izinnya adalah:
𝑀

4.8. Analisa Menggunakan Software


Setelah mendapatkan hasil perhitungan gaya yang diterima pada masing-masing titik
pada struktur rangka alat, maka dapat dilakukan analisa menggunakan software solidwork
versi 2015. Material yang digunakan adalah St37 Berikut adalah hasil analisa
menggunakan software Solidwork 2015:
Analisa pada Top Support Pembebanan Normal

Gambar 7. Hasil Analisa Displacement pada Top Support

75
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Hasil analisa menggunakan software solidworks versi 2015 didapatkan hasil yaitu
defleksi maksimal sebesar 1,69 mm.

4.9. Konklusi
Hasil perbandingan terhadap perhitungan manual, analisa software, dan tuntutan
spesifikasi disajikan dalam bentuk tabel:
a. Tegangan
Tabel 1. Perbandingan Tegangan
Tegangan
Komponen Spesifikasi (σ < σiz)
Hitungan
(σ < 171,43 MPa)
Pembebanan Normal
Top Support 162,54 MPa OK
Bottom Support 106,68 MPa OK
Side Support 9,4 MPa OK
Pembebanan Dipengaruhi Percepatan Medium Gempa
Top Support 48,61 MPa OK
Anchor Bolt 108,22 MPa OK

b. Defleksi
Tabel 2. Perbandingan Defleksi
Defleksi
Komponen Hitungan Analisa Spesifikasi
Manual Software (fm < 5 mm)
Top Support 1,93 mm 1,69 mm OK
Bottom Support 1,27 mm 1,25 mm OK

5. Kesimpulan
Hasil perhitungan dan analisa terhadap struktur konstruksi cooling bank, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Komponen paling kritis adalah Top Support Cooling Bank karena menerima beban
paling besar, yaitu dan defleksi sebesar 1,93 mm. Serta menerima beban
puntir saat terjadinya gempa. Tegangan yang terjadi masih di bawah tegangan izin
sebesar 171,43 MPa dan defleksi yang terjadi dibawah 5 mm sehingga dianggap aman.
2. Tegangan pada Anchor Bolt saat terjadinya gempa sebesar 108,22 Mpa. Tegangan yang
terjadi masih di bawah tegangan izin sebesar 171,43 MPa, sehingga dianggap aman.
3. Hasil analisa software Solidworks 2015 menunjukan hasil defleksi maksimal dengan
selisih 0,02 mm sampai 0,24 mm atau tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan
manual. Sehingga analisa software dapat digunakan sebagai perbandingan.

Daftar Pustaka
[1] Ljubljanac, Andrea. (2018). Basic Principles and Operation of Transformer.
Universitas Ljubljani.
[2] M. Del Vecchio, R., Poulin, B., T. Feghali, P., M. Shah, D., dan Rajendra, A. (2018).
Transformer Design Principles. Taylor & Francis Group. Florida.
[3] Kaymaz, Ozben. (2015). Investigation of Oil Flow and Heat Transfer in Transformer
Radiator. Universitas Dokuz Eylul. Izmir.
[4] Prasetyo, Apri J. (2010). Aplikasi Metode Elemen Hingga (MEH) pada Struktr Rib
Bodi Angutan Publik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

76
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[5] Shigley, Joseph E. (1991). Perancangan Teknik Mesin. Erlangga. Jakarta.


[6] IEEE Substations Committee. (2006). IEEE Recommended Practice for Seismic
Design of Substations. IEEE. New York.

77
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

REVIEW PENAGRUH PENERAPAN METODE CAMPBELL DUDEK


SMITH (CDS) PADA JADWAL PERAWATAN DAN JADWAL
PRODUKSI PADA INDUSTRI

Teuku Anggara, Pratikto, Achmad As’ad Sonief


Program Magister dan Doktor Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Jl. MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
e-mail: teukuanggara@gmail.com
Abstrak
Penjadwalan perawatan mesin dan produksi di dalam dunia industri memiliki peranan penting
sebagai bentuk pengambilan keputusan. Perusahaan berupaya untuk memiliki penjadwalan
perawatan mesin dan produksi yang paling efisien agar dapat menghasilkan peningkatan total
produksi sebaik mungkin. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pola kerja dan
penjadwalan perbaikan mesin yang optimal, serta menentukan jadwal operasi mesin produksi
recycle waste sehingga mendapatkan nilai makespan yang optimal. Penjadwalan dengan nilai
makespan optimal yang akan digunakan dalam proses penjadwalan perawatan mesin dan
proses produksi. Metode Campbell Dudek Smith (CDS) merupakan salah satu yang digunakan
dalam penjadwalan yang bersifat flowshop. CDS merupakan pengembangan dari aturan yang
telah dikemukakan Johnson yang disebut algoritma Johnson. Algoritma Johnson adalah suatu
aturan meminimalkan makespan dua mesin yang disusun seri dan saat ini menjadi dasar teori
penjadwalan. Metode CDS menghasilkan iterasi dengan nilai yang berbeda. Dari iterasi
digunakan nilai yang minimal untuk menentukan urutan kerja mesin. Berdasarkan hal
tersebut, Metode Campbell Dudek Smith (CDS) akan diterapkan untuk menyusun jadwal
perawatan mesin yang optimal. Lebih lanjut, akan diterapkan untuk menyusun jadwal
perawatan mesin dan produksi pada perusahaan manufaktur.

Kata kunci: Penjadwalan perawatan mesin dan produksi, CDS.

1. Pendahuluan
Perindustrian saat ini berkembang sangat pesat dan semakin meningkatnya kemajuan
teknologi dan kompleksitas proses manufaktur mengakibatkan terjadinya pergeseran
proses produksi dengan mesin atau peralatan produksi lainnya yang memerlukan perhatian
lebih pada aspek pemantauan, perawatan, pengendalian mutu dan pengurangan biaya
produksi (Lesage & Dehombreux, 2012). Menurut Ben Daya dan Duffuaa (1995), untuk
berhasil di lingkungan baru ini mesin dan peralatan harus dalam kondisi operasi yang ideal
dan berjalan efektif agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Peralatan
produksi yang tidak terawat akan cepat mengalami kerusakan dan banyak kerugian lain
yang timbul akibat downtime serta biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan
mengidentiflkasi dan memperbaiki kerusakan sedini mungkin. Selain itu, perlu diketahui
bahwa sebagian besar peralatan produksi permesinan akan cenderung menghasilkan
kualitas yang buruk sebelum benar-benar tidak bisa beroperasi. Sementara itu, kualitas
bagi sebagian besar perusahaan merupakan strategi utama yang menjadi kunci kesuksesan
untuk bisa tumbuh dan bertahan di arena persaingan industri. Seiring dengan
perkembangan industri yang semakin kompetitif, persyaratan pelanggan terhadap tingkat
kualitas suatu produk pun semakin tinggi. Perusahaan yang dapat memenuhi tingkat
kualitas secara efektif dan efisien, akan memiliki kesempatan lebih tinggi untuk bisa
bertahan dalam arena persaingan ini.
Pada umumnya, sistem perawatan dilakukan berbasis prediktif dan condition based
maintenance dengan menggunakan strategi loop tertutup dimana informasi dari peralatan

78
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

diperoleh dan digunakan dalam membuat keputusan perawatan yang direncanakan.


Keputusan perawatan biasanya didasarkan pada penggunaan ambang batas dimana jika
tidak tercapai, berarti perawatan itu harus dilakukan (Ben-Daya & Duffuaa, 1995). Pada
condition based maintenance, informasi kondisi mesin dapat diperoleh dengan
menggunakan peralatan teknologi tinggi dan harganya relatif mahal.
Menurut Bouslah et al. (2015) dalam proses produksi, terdapat situasi dimana
kualitas secara langsung dipengaruhi oleh degradasi sistem produksi. Oleh sebab itu,
informasi kualitas dapat dijadikan umpan balik untuk menentukan keputusan perawatan.
Tidak seperti teknik condition based maintenance, pada quality based maintenance tidak
diperlukan teknologi yang mahal dan tinggi untuk akuisisi dan analisis data. Oleh karena
itu, quality based maintenance dapat dikatakan sebagai modifikasi dari condition based
maintenance, dimana indentikaasi kerusakan mesin diperoleh berdasarkan informasi dari
kualitas produk yang dapat menjadi altematif yang lebih efektif dan efisien.
Seiring dengan perkembangan industri yang semakin maju, riset operasi semakin
banyak diterapkan diberbagai bidang ilmu. Perusahaan harus memiliki strategi yang tepat
untuk dapat bersaing dengan para pesaingnya. Strategi tersebut dapat berupa kualitas
produk yang dihasilkan atau ketepatan waktu proses penyelesaian. Sering kali terjadi
antrian yang panjang dikarenakan tidak tepat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan (job).
Akibatnya job menumpuk sehingga tidak sanggup menerima pesanan yang baru masuk.
Agar tidak terjadi antrian yang menumpuk dalam proses produksi, diperlukan suatu sistem
yang dapat mememinimasi total waktu penyelesaian. Sistem produksi yang sering
digunakan dalam penjadwalan yaitu pola alir searah (flow shop).
Penjadwalan flow shop adalah penjadwalan job dengan urutan mesin yang sama
tanpa adanya perulangan. Operasi suatu job hanya bergerak satu arah, yaitu dari proses
awal pada mesin pertama sampai proses akhir pada mesin terakhir. Upaya untuk
meminimasi total waktu penyelesaian pada metode Campbell Dudek and Smith (CDS)
menggunakan Johnson Rule. Meminimasi total waktu penyelesaian pada metode Palmer
menggunakan slope indeks. Urutan job yang dihasilkan metode Campbell Dudek and Smith
(CDS) diperoleh dari perhitungan berdasarkan waktu proses minimal. Urutan job yang
dihasilkan metode Palmer diperoleh dari perhitungan berdasarkan waktu proses maksimal.
Perhitungan metode Campbell Dudek and Smith (CDS) dimulai dengan menyusun daftar
waktu proses job i pada mesin ke j . Iterasi ditentukan berdasarkan jumlah urutan
penjadwalan (p) dengan aturan p = m-1 . Penjadwalan dapat dimulai dengan urut mulai
dari iterasi 1 sampai k = m-1
Langkah selanjutnya menghitung waktu proses minimal dengan Johnson Rule n job 2
grup mesin dengan grup pertama yaitu menentukan waktu proses mesin pertama dan waktu
proses mesin terakhir. Setelah penetapan waktu proses, dilanjutkan dengan mengurutkan
job yang diproses. Langkah terakhir hitung total waktu penyelesaian dari setiap iterasi
dalam proses pengerjaan job dan memilih job dengan total waktu penyelesaian minimal.
Perhitungan metode Palmer dimulai dengan menyusun daftar waktu proses job i pada
mesin ke j. Proses selanjutnya menghitung slope indeks job i dengan cara mensubstitusikan
data waktu proses kedalam rumus slope indeks. Urutkan nilai slope indeks mulai dari nilai
maksimal hingga nilai minimal, job dengan slope indeks maksimal mendapat urutan
pengerjaan pertama dalam jadwal dan diakhiri dengan job yang memiliki slope indeks
minimal. Langkah terakhir hitung total waktu penyelesaian dari urutan job yang diperoleh
berdasarkan pengurutan slope indeks.

79
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan dengan mereview beberapa jurnal yang menggunakan
kata kunci metode panjadwalan perawatan mesin Campbell Dudek Smith (CDS). Metode
Campbell Dudek Smith (CDS) adalah metode yang biasa dipakai dalam membuat jadwal
perawatan dengan menentukan makespen terkecil dari jadwal perawatan. Metode Campbell
Dudek Smith (CDS) akan menjadi perbandingan yang baik dengan menggabungkan
metode lainnya seperti Palmer, Dennenbring, NEH, CPI dan masih banyak lagi dengan
harus memperhatikan teori (data yang ada) dengan keadaan. Beberapa penelitian dengan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Daftar jurnal dengan Metode Campbell Dudek Smith (CDS)


NO Title Authors Cited By
Roy Khrisman P,
Penjadwalan Produksi Flow Shop Menggunakan Metode
1 Evi Febrianti, 2
Campbell Dudek Smith (CDS) dan Nawaz Enscore Ham (NEH)
Lely Herlin
Meminimumkan Waktu Produksi Sandal Dengan Penjadwalan
Asni Mustika
2 Metode Cds 8
Rani
(Studi Pada Cv Awmk)
Solusi Urutan Pengerjaan Job Yang Tepat Dengan Metode Hendy Tannady,
Campbell-Dudek-Smith (Cds) Steven,
3 7
(Studi Kasus: Pabrik Es Pt. Xyz, Kabupaten Luwuk, Sulawesi Andrew Verrayo
Tengah) Limas
Analisa Penjadwalan Produksi Dengan Menggunakan Metode
4 Ampbell Dudeck Smith, Palmer, Dan Nisa Masruroh 8
Dannenbring Di Pt. Loka Refraktoris Surabaya
Perbandingan Metode Campbell Dudek And Smith (CDS) Dan
Risa, Helmi,
5 Palmer Dalam Meminimasi Total Waktu Penyelesaian 1
Marisi Aritonang
Studi Kasus: Astra Konveksi Pontianak

3. Pembahasan
Berdasarkan ulasan beberapa jurnal yang telah direview dengan menggunakan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) , dapat dilihat bahwa metode-metode yang terdapat
di dalam teori penjadwalan memiliki fungsi-fungsi yang berbeda pada penerapannya.
Dalam flow shop terdapat metode CDS (Campbell, Dudek and Smith) dianggap sebagai
metode penjadwalan yang sesuai karena dengan banyaknya mesin harus disesuaikan
dengan pemesanan produk dan ketepatan waktu dari pemesanan hingga pengiriman kepada
konsumen kembali. CDS memilik job yang akan dikerjakan harus melalui proses masing-
masing mesin yang ada. Hal ini dapat diterapkan agar dapat meminimasi waktu produksi
yang nantinya akan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan analisis dalam
pembahasan hasil penelitian ini [1].
Penjadwalan job shop adalah pola alir dari N job melalui M mesin dengan pola alir
sembarang. Selain itu penjadwalan job shop dapat berarti setiap job dapat dijadwalkan
pada satu atau beberapa mesin yang mempunyai pemrosesan sama atau berbeda. Aliran
kerja job shop adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Pola Aliran Kerja Job Shop

80
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Penjadwalan job shop berbeda dengan penjadwalan flow shop, hal ini disebabkan
karena (Arman, 1999):
 Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang
berbeda-beda melalui pusat-pusat kerja.
 Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh bermacam-macam order
dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop digunakan khusus hanya satu
jenis produk.
 Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula. Hal ini
mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order
tersebut ditugaskan pada suatu pusat kerja. Sedangkan pada flow shop tidak terjadi
permasalahan seperti di atas karena keseragaman output yang diproduksi untuk
persediaan. Prioritas order flow shop dipengaruhi terutama pada pengirimannya
dibandingkan tanggal pemrosesan.

Pada penjadwalan job shop, sebuah operasi dinyatakan sebagai triplet (i,j,k) yang
berarti operasi ke j, job ke-i, membutuhkan mesin ke-k. uksi dengan pola job shop. Dalam
penjadwalan produksi tipe job shop terdapat metode-metode yang dapat digunakan guna
menyelesaikan masalah penjadwalan tipe ini ada dua macam yaitu Metode penjadwalan
Active dan Metode penjadwalan Non Delay [2].
Dapat disimulasikan pada penelitian yang menggunakan pola flowshop dengan 6
rangkaian mesin atau flowshop-5 stage. 6 rangkaian terdiri dari 5 unit fabrikasi dan 1 unit
cold kapasitas besar yang dapat menampung keseluruhan job yang datang dengan catatan
waktu sampai hasil akhir produksi tersebut terjual. Pembahasan perhitungan yang
digunakan hanya melibatkan 5 stage fabrikasi, karena pada 5 stage awal inilah terjadi
keterbatasan mesin dan waktu terhadap kuantitas kedatangan job. Job pada penelitian ini
didefinisikan sebagai jenis permintaan es yang dating dan memiliki dimensi bentuk dan
ukuran yang berbeda. Gambar 3.2 memperlihatkan aliran bahan hingga menuju cold
storage [3].

Gambar 3.2. Sistem Produksi Flowshop-5-Stage

4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar makalah yang ditinjau
tentang penjadwalan perawatan dan produksi terkadang menggunakan metode eksisting
(yang digunakan saat ini) atau hanya menggunakan feeling. Melalui perhitungan dengan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) tentunya akan jauh lebih menguntungkan dengan
memperhatikan aspek – aspek yang harus disesuaikan dengan data dan kondisi saat ini.
Metode Campbell Dudek Smith (CDS) banyak digunakan para penuntut ilmu bidang
Teknik Mesin, karena penerapannya banyak diperlukan untuk menjadwalkan perawatan
sebuah mesin yang mana metode Campbell Dudek Smith (CDS) juga dapat menentukan
jadwal produksi pada sebuah industri agar mendapatkan nilai makespen terbaik yang
tentunya antara jadwal produksi dan jadwal perawatan mesin dapat berjalan beriringan
tanpa harus mengunggulkan salah satunya.

81
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Daftar Pustaka
[1]. Asni Mustika Rani, 2016, Meminimumkan Waktu Produksi Sandal Dengan
Penjadwalan Metode CDS (Studi Pada Cv Awmk), Dosen Tetap Program Studi
Manajemen FEB Unisba, Bandung.
[2]. Nisa Masruroh, 2012, Analisa Penjadwalan Produksi Dengan Menggunakan Metode
Ampbell Dudeck Smith, Palmer, Dan Dannenbring Di Pt.Loka Refraktoris Surabaya,
Surabaya.
[3]. Hendy Tannady*), Steven, Andrew Verrayo Limas, 2015, Solusi Urutan Pengerjaan
Job Yang Tepat Dengan Metode Campbell-Dudek-Smith (CDS) (Studi Kasus: Pabrik
Es PT. XYZ, Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah).
[4]. Roy Khrisman P, Evi Febrianti, Lely Herlin, 2017, Penjadwalan Produksi Flow Shop
Menggunakan Metode Campbell Dudek Smith (CDS) dan Nawaz Enscore Ham
(NEH), Serang, Banten.
[5]. Risa, Helmi, Marisi Aritonang, 2015, Perbandingan Metode Campbell Dudek And
Smith (CDS) Dan Palmer Dalam Meminimasi Total Waktu Penyelesaian Studi Kasus:
Astra Konveksi Pontianak, Pontianak.

82
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

STUDI LITERATUR MENGENAI IMPLEMENTASI SUSTAINABLE


MANUFACTURING MENGGUNAKAN METODE LIFE CYCLE
SUSTAINABILITY ASSESSMENT (LCSA)

Galuh Zuhria Kautzar1), Ishardita Pambudi Tama2), Yeni Sumantri2)


1)
Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya
2)
Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya
e-mail: galuhzuhriakautzar@gmail.com

Abstrak
Industri manufaktur selain memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi juga
memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Bahkan, industri manufaktur sering
dianggap sebagai sumber utama dari degradasi lingkungan. Industri manufaktur akan
menghasilkan limbah dan eksploitasi sumber daya alam serta konsumsi berlebih dari energi.
Oleh karenanya, diperlukan implementasi inisiatif lingkungan serta penilaian sustainability
pada seluruh siklus hidup produk di industri manufaktur sehingga produk yang dihasilkan
akan lebih sustainable. Penelitian ini merupakan penelitian berjenis literature review yang
membahas mengenai sustainable manufacturing dan life cycle sustainability assessment
(LCSA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi peneliti
selanjutnya mengenai implementasi LCSA.

Kata kunci: sustainable manufacturing, life cycle sustainability assessment.

1. Pendahuluan
Industri manufaktur memiliki dampak yang signifikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan global dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan
permintaan akan produk guna memperbaiki kualitas hidup. Oleh karenanya, manufaktur
memerankan peran yang sangat penting baik di dalam sistem ekonomi dan sosial karena
akan berkontribusi terhadap penciptaan pekerjaan dan juga peningkatan taraf hidup
(Haapala et al., 2011). Namun, industri manufaktur sering disalahkan sebagai sumber
utama dari degradasi lingkungan dan permasalahan social lainnya (Azapagic 2003;
Azapagic and Perdan 2000).
Saat ini, sustainable manufacturing menjadi isu yang sangat penting di antara
industri di seluruh dunia. Meraih sustainable manufacturing telah diakui sebagai
kebutuhan kritis dikarenakan berkurangnya sumber daya alam yang tidak terbarukan,
ketatnya peraturan terkait lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta
meningkatnya pilihan konsumen akan produk yang lebih ramah lingkungan (Amrina &
Vilsi, 2015). Konsep sustainaibility telah menjadi subjek perdebatan sejak tahun 1987
dengan adanya laporan Brundland mengenai lingkungan dan perkembangan “Our Common
Future” yang menghasilkan definisi pertama yang cukup terkenal dari sustainable
development, yaitu perkembangan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri (World Commission on Environment and Development, 1987). Sustainable
manufacturing merupakan salah satu bagian dari konsep sustainable development
(Priyanka, 2017). United Stated Department of commerce (2010) mendefinisikan
sustainable manufacturing sebagai proses pembuatan produk, dimana dalam
pengaplikasiannya mampu mengurangi dampak negatif lingkungan, menghemat energi dan
sumber daya alam, aman bagi karyawan, masyarakat, dan konsumen serta ekonomis.

83
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan konsep


sustainable manufacturing adalah Life cycle sustainability assessment (LCSA). LCSA
mempertimbangkan aspek sustainability dalam serangkaian siklus hidup dari sebuah
produk untuk menghilangkan dampak negatif yang dihasilkan. Dalam pengaplikasiannya,
LCSA merupakan penggabungan dari tiga jenis teknik, yaitu Life cycle assessment (LCA)
untuk menilai dampak lingkungan, Life cycle costing (LCC) untuk menghitung nilai
ekonomi dari sebuah produk serta Social life cycle assessment (sLCA) untuk menilai
dampak sosial yang dihasilkan (Finkbeiner, Schau, Lehmann, & Traverso, 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan review mengenai penggunaan metode
Life cycle sustainability assessment (LCSA) sebagai upaya mengimplementasi sustainable
manufacturing pada industri manufaktur. Pada penelitian ini, beberapa jurnal yang terkait
dengan sustainable manufacturing dan life cycle sustainability assessment (LCSA) pada
industri manufaktur telah direview secara menyeluruh. Hasil dari penelitian ini diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi peneliti berikutnya dalam menentukan research gap
serta memberikan pengetahuan mengenai implementasi sustainable manufacturing
menggunakan metode Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA).

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian berjenis literature review, dimana menurut
Hasibuan (2007), Literature review berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian
lain yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Dalam
penelitian ini, beberapa jurnal di dapatkan dari beberapa publisher jurnal. Keyword yang
digunakan yaitu “sustainable manufacturing” dan “life cycle sustainability assessment”.
Berikut merupakan daftar jurnal yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan review
pada penelitian ini.

Tabel 1. Daftar Jurnal


NO Judul Penulis
Exploring the Current Challenges and Opportunities of Life Cycle (Fauzi, Lavoie, Sorelli,
1
Sustainability Assessment & Heidari, 2019)
Systems Thinking for Life Cycle Sustainability Assessment: A Review (Onat, Kucukvar, Halog,
2 & Cloutier, 2017)
of Recent Developments, Applications, and Future Perspectives
Life Cycle Sustainability Assessment for Sustainability Improvements: (Hannouf & Assefa,
3 A Case Study of High-Density Polyethylene Production in Alberta, 2017)
Canada
4 Life Cycle Sustainability Assessment of Products (Kloepffer, 2008)
5 A Review of Engineering Research in Sustainable Manufacturing (Haapala et al., 2011)

3. Hasil dan Pembahasan


Industri manufaktur telah memberikan dampak yang signfikan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan global. Hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk
sehingga permintaan akan barang juga meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup
(Haapala et al., 2011). Selain itu, industri manufaktur juga memiliki peran yang penting
dalam sektor ekonomi dan sosial. Berdasarkan data yang dirilis oleh United Nations
Statistics Division di tahun 2016 tercatat bahwa Indonesia menduduki peringkat 4 dari 15
negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi sebesar lebih dari 10 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut menunjukkan bahwa industri
manufaktur merupakan salah satu sektor yang menjanjikan dan mampu mempercepat

84
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pembangunan bangsa (Islam and Karim, 2011). Disisi lain, industri manufaktur sering
disalahkan sebagai sumber utama masalah degradasi lingkungan dan berbagai masalah
sosial, sehingga industri manufaktur diharuskan untuk menunjukkan tanggung jawab
mereka dengan menilai dan melaporkan kinerja sehubungan dengan sustainable
development dalam organisasi mereka (Azapagic 2003; Azapagic and Perdan 2000).
Saat ini, konsumen tidak hanya peduli dengan harga dan kualitas, tetapi juga inisiatif
keberlanjutan yang di implementasikan oleh perusahaan (Nordin, 2014). Inisiatif
keberlanjutan telah menjadi keharusan dikarenakan hal tersebut menunjukkan beban yang
signifikan terhadap lingkungan (Haapala et al., 2011). Dengan demikian, perusahaan
manufaktur perusahaan manufaktur dipaksa untuk mengubah paradigma sistem mereka
untuk mengakomodasi kebutuhan keberlanjutan (Bi, 2011).
LCSA merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melakukan penilaian
sustainability selama siklus hidup dari sebuah produk (Finkbeiner et al., 2010). Menurut
Kloepffer (2008), LCSA merupakan penggabungan antara Life cycle assessment (LCA),
Life cycle costing (LCC), dan Social life cycle assessment (SLCA). Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Life cycle sustainability assessment (LCSA)
mempertimbangkan tiga pilar dalam implementasinya, yaitu lingkungan, social dan
ekonomi. Ketiga pilar tersebut yang juga sering disebut dengan triple bottom line atau
three pillars. Penilaian atas tiga pilar tersebut dianggap penting dalam mencapai
sustainability. Pilar lingkungan, ekonomi, dan social harus seimbang dan disesuaikan satu
sama lain (Kloepffer, 2008).
Menurut UNEP/SETAC (2011) Life cycle sustainability assessment (LCSA) adalah
metode pengembangan untuk mengevaluasi semua dampak dan manfaat negatif
lingkungan, sosial dan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan menuju produk yang
lebih berkelanjutan selama siklus hidup mereka. Pada dasarnya, beberapa pengertian yang
disebutkan di atas memiliki pengertian yang sama, dimana LCSA merupakan salah satu
metode penilaian sustainability yang dilakukan selama siklus hidup dan
mempertimbangkan tiga pilar sustainability (lingkungan, ekonomi, dan social).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, Lavoie, Sorelli, & Heidari (2019),
jumlah publikasi ilmiah dari tahun 2007 hingga 2018 mengenai LCSA mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Penelitian tersebut dilakukan di berbagai sector, seperti
transportasi, gedung, energy, agriculture, manufaktur, serta pengolahan limbah. Seiring
dengan pesatnya penelitian mengenai LCSA, UNEP/SETAC menerbitkan sebuah dokumen
untuk memperkenalkan konsep LCSA, serta menyediakan arahan untuk mempraktekkan
LCSA (Fauzi et al., 2019).
Disisi lain, Onat, Kucukvar, Halog, & Cloutier, (2017) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa meskipun minat dalam meneliti LCSA terus berkembang, tetapi
penelitian yang dilakukan terbatas pada disiplin ilmu tertentu, seperti ilmu lingkungan,
ekonomi, teknik, serta ilmu social. Menurut Gloria, Guinée, Kua, Singh, & Lifset (2017)
menyebutkan bahwa aplikasi LCSA diklasifikasikan berdasarkan tiga dimensi perbaikan,
yaitu memperluas dampak lingkungan yang menyertakan indicator ekonomi dan social,
memperluas level analisis dari sebuah produk menjadi analisis global dan ekonomi yang
luas, serta memperdalam mekanisme penilaian dengan menyertakan penilaian scenario,
efek rebound, umpan balik dan interkoneksi, MCDM/keterlibatan pemangku kepentingan,
dan analisis ketidakpastian. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Onat, Kucukvar,
Halog, & Cloutier, (2017), 58% penelitian yang dilakukan merupakan product-level,
sementara 37%nya merupakan studi kuantitatif dampak pada level nasional sedangkan
sisanya dapat melakukan perhitungan dampak global dari sebuah produk. Selain itu, dalam

85
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa dari 109 jurnal yang direview, 56 jurnal
membahas aplikasi LCSA dengan berbagai macam studi kasus, sementara mayoritas studi
lain hanya fokus pada aspek metodologi dari LCSA itu sendiri dan beberapa studi lainnya
membahas mengenai aspek studi literature dari LCSA.
Meskipun implementasi LCSA dianggap mampu memberikan kontribusi bagi
pemangku kepentingan dalam menentukan keputusan, namun dalam implementasinya
masih terdapat berbagai tantangan. Tantangan tersebut meliputi pengumpulan data serta
integrasi ketiga pilar sustainability. LCSA sendiri merupakan metode yang tergolong baru
dan belum ada panduan mengenai pengintegrasian ketiga metode yang terlibat di
dalamnya. Sejauh ini, LCA adalah satu-satunya metode yang memiliki standar ISO, yaitu
ISO series 14040: 14044 (ISO 2006a, 2006b), sementara LCC masih terbatas pada
bangunan saja, yakni ISO 2008. Sedangkan SLCA hanya memiliki pedoman saja, yaitu
UNEP/SETAC 2009. Belum adanya standar yang dipatenkan membuat banyak peneliti
mengembangkan kerangka ini berdasarkan studi kasus yang dilakukan. Selain itu,
dikarenakan LCSA merupakan metode penilaian sustainability berdasarkan siklus
hidupnya, maka pengumpulan data merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi peneliti.
Namun, hal tersebut dapat diatasi mengingat ruang lingkup LCSA sendiri yang beragam,
mulai dari cradle to grave, cradle to gate, cradle to cradle serta gate to gate. Pemilihan
ruang lingkup tersebut dapat disesuaikan berdasarkan studi kasus yang dilakukan.

4. Kesimpulan
Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) merupakan metode penggabungan
antara Life Cycle Assessment (LCA), Life Cycle Costing (LCC) serta Social Life Cycle
Assessment (SLCA). Ketiga metode tersebut memiliki fungsi yang berbeda, LCA sebagai
metode untuk menilai dampak lingkungan, LCC menilai dampak ekonomi yang dihasilkan,
serta SLCA menilai dampak social yang dihasilkan dari serangkaian siklus hidup sebuah
produk. Integrasi dari ketiga metode tersebut sangat dibutuhkan guna mencapai sustainable
development goals. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian mengenai
LCSA sejauh ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tapi sayangnya, berbagai
penelitian tersebut hanya terfokus pada beberapa sector dan disiplin ilmu seperti
transportasi, gedung, energi, agriculture, manufaktur, serta pengolahan limbah dan pada
disiplin ilmu seperti ilmu lingkungan, ekonomi, teknik, serta ilmu social. Selain itu, hasil
dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari beberapa jurnal tersebut membahas
mengenai LCSA dalam bentuk studi kasus, metodologi LCSA dan sebagian kecil
membahas mengenai studi literature. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan bagi
peneliti selanjutnya untuk terus mengembangkan konsep ini baik dalam bentuk studi kasus
ataupun studi literature.
Selain itu, dalam penelitian ini juga dipaparkan mengenai tantangan yang dihadapi
dalam mengimplementasikan LCSA. Salah satu diantaranya adalah belum adanya standar
yang bisa digunakan sebagai acuan. Seperti yang sudah dijelaskan di analisis dan
pembahasan bahwa dari ketiga metode pada LCSA hanya ada satu metode yang memiliki
standar, yakni LCA (ISO series 14040: 14044 (ISO 2006a, 2006b). Sedangkan dua metode
lainnya belum memiliki standar. Selain itu, dikarenakan LCSA adalah penilaian
sustainability berdasarkan siklus hidupnya, maka pengumpulan data dapat menjadi
tantangan tersendiri bagi peneliti berikutnya. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru bagi peneliti berikutnya mengenai life
cycle sustainability assessment dan sustainable manufacturing.

86
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Daftar Pustaka
Amrina, E., & Vilsi, A. L. (2015). Key Performance Indicators for Sustainable
Manufacturing Evaluation in Cement Industry. Procedia CIRP, 26, 19–23.
https://doi.org/10.1016/j.procir.2014.07.173
Fauzi, R. T., Lavoie, P., Sorelli, L., & Heidari, M. D. (2019). Exploring the Current
Challenges and Opportunities of Life Cycle Sustainability Assessment, 1–17.
https://doi.org/10.3390/su11030636
Finkbeiner, M., Schau, E. M., Lehmann, A., & Traverso, M. (2010). Towards life cycle
sustainability assessment. Sustainability, 2(10), 3309–3322.
https://doi.org/10.3390/su2103309
Gloria, T., Guinée, J., Kua, H. W., Singh, B., & Lifset, R. (2017). Charting the Future of
Life Cycle Sustainability Assessment: A Special Issue. Journal of Industrial Ecology,
21(6), 1449–1453. https://doi.org/10.1111/jiec.12711
Haapala, K. R., Sutherland, J. W., Haapala, K. R., Hall, R., Camelio, J., & Sutherland, J.
W. (2011). A Review of Engineering Research in Sustainable Manufacturing, (July
2014). https://doi.org/10.1115/1.4024040
Hannouf, M., & Assefa, G. (2017). Life Cycle Sustainability Assessment for Sustainability
Improvements: A Case Study of High-Density Polyethylene Production in Alberta,
Canada. Sustainability, 9(12), 2332. https://doi.org/10.3390/su9122332
Hasibuan, Zainal A. 2007. Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu Komputer Dan
Teknologi Informasi:Konsep, Teknik, Dan Aplikasi. Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia.
Kloepffer, W. (2008). Life cycle sustainability assessment of products (with Comments by
Helias A. Udo de Haes, p. 95). International Journal of Life Cycle Assessment, 13(2),
89–94. https://doi.org/10.1065/lca2008.02.376
Onat, N., Kucukvar, M., Halog, A., & Cloutier, S. (2017). Systems Thinking for Life Cycle
Sustainability Assessment: A Review of Recent Developments, Applications, and
Future Perspectives. Sustainability, 9(5), 706. https://doi.org/10.3390/su9050706

87
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS UMUR PAHAT TERHADAP VARIASI KECEPATAN


MAKAN PADA PROSES BUBUT CNC GREY CAST IRON

Rosehan1), Erwin Siahaan1), Irvan2)


1)
Program Studi Teknik Mesin, Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknik
Universtias Tarumanagara
2)
Mahasiwa Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Jl. Let. Jen S. Parman No. 1 Jakarta 11440, Indonesia
e-mail: rosehan@ft.untar.ac.id

Abstrak
Terdapat tiga penyebab utama dari keausan mata pahat pada proses pemesinan bubut.
Kecepatan potong, feed rate dan kedalaman potong. Fokus penelitian ini adalah pengaruh
kecepatan makan terhadap keausan mata pahat. Meningkatkan kecepatan makan dapat
mengurangi waktu pemesinan dan mempengaruhi umur pahat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan makan terhadap keausan mata potong insert
CVD pada pemesinan bubut cnc menggunakan material besi tuang kelabu. Kecepatan makan
dan keausan mata pahat merupakan data penting pada peenelitian ini. Keausan mata pahat
diukur menggunakan mikroskop. Pengukuran keausan akan di fokuskan pada keausan tepi
karena keausan tepi berpengaruh terhadap umur pahat. Penelitian akan dilakukan dengan
menggubah kecepatan makan dengan 5 variasi yaitu dari 250 mm/min, 275 mm/min, 300
mm/min, 325 mm/min, 350 mm/min, sedangkan kecepatan potong dan kedalaman potong
konstan. Hasil dari penelitian ini mata potong memiliki umur lebih panjang pada kecepatan
makan 350mm/min. pada kecepatan makan 350mm/min umur pahat yang di dapat adalah
15’30” dan pada kecepatan makan 250mm/min umur pahat 10’58”. Semakin cepat kecepatan
makan maka umur pahat semakin panjang.

Kata kunci: Keausan mata potong, kecepatan makan, umur pahat, parameter pemesinan.

PENDAHULUAN
CNC telah banyak digunakan di industri manufaktur. CNC menghasilkan produk
yang sangat presisi dan sangat membantu produsen untuk menghasilkan suatu produk yang
berkualitas karena mesin CNC sangat presisi dan juga memiliki akurasi yang tinggi.
Permintaan terhadap barang hasil pemesinan yang berkualitas semakin tinggi, sehingga
mengakibatkan waktu pemesinan harus ditekan agar dapat membuat produk lebih banyak
lagi. Salah satu produk dari CNC adalah puli, puli merupakan sebuah mekanisme yang
terdiri dari roda pada sebuah poros atau batang yang memiliki alur di antara dua pinggiran
di sekeliling puli tersebut. Sebuah tali, kabel, atau sabuk biasa digunakan pada alur puli untuk
memindahkan daya. salah satu material pembentukan puli adalah besi cor kelabu.
Bahan besi cor kelabu sering digunakan dalam industri karena kemampuan untuk
dilakukan casting dan machinability yang baik. Besi tuang juga merupakan material yang
murah [1]. Besi tuang kelabu menjadi pilihan karena kekerasan, tahan vibrasi dan biasa
digunakan pada putaran tinggi.
Parameter pemotongan merupakan bagian penting dari proses pemesinan karena
dapat menentukan seberapa cepat produk yang dihasilkan. Parameter pemotongan
ditentukan oleh material dan juga mata potong yang digunakan. Diketahui bahwa mata
pahat memiliki parameter pemesinan yang ditetapkan oleh manufaktur mata pahat itu
sendiri yang dibuat untuk mengurangi keausan mata pahat tersebut. Tetapi di dalam
industri kecepatan produksi merupakan salah satu kunci untuk memenangkan konsumen
dan juga produsen. Dengan melakukan high speed machining maka waktu pembentukan
suatu produk dapat dikurangi. Tetapi dengan peningkatan kecepatan makan pada proses

88
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pembubutan maka mata pahat yang digunakan akan lebih cepat aus dan umur pahat
semakin pendek maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel kecepatan makan terhadap umur dari pahat tersebut dan juga untuk mengetahui
apakah dengan mempercepat waktu pemesinan hingga dua kali lipat umur pahat menjadi
setengah dari pemesinan yang normal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodologi eksperimental. Material yang digunakan
merupakan Grey cast iron FC-25. Penelitian dilakukan dengan beberapa variasi kecepatan
makan. Terdapat 5 variasi kecepatan makan yang digunakan dalam proses pemesinan ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kecepatan makan terhadap
umur pahat. Pengukuran keausan mata pahat akan diukur menggunakan mikroskop.
Peralatan dan bahan yang digunakan adalah:
1. Mesin bubut CNC Mazak Quick Turn 8N
2. Mata potong insert Kyocera Ca 4515 DNMG 150404
3. Grey cast iron FC-25 berukuran 100mmX150mm
4. Mikroskop

Gambar 1. Mesin CNC Mazak Quick Turn 8N

Gambar 2. Mata Pahat Insert Gambar 3. Material Grey Gambar 4. Mikroskop


Grade Ca 4515 cast iron FC-25 Digital

Tabel 1. Komposisi FC-25


Chemical composition (%)
Al Max 0.01
Cu Max 0.3
Ni Max 0.08
P Max 0.1
Si 2.2-2.9
S Max 0.08
Mn 0.2-0.7
C 3.0-3.7
Cr Max 0.08
Ti Max 0.05
Mo Max 0.01

89
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Penelitian dimulai dengan Mempersiapkan material besi tuang dan mata potong
CVD carbide untuk proses bubut. Setelah menentukan Grade mata pahat yang dipilih dari
katalog mata pahat, maka Nilai Vf, kedalaman potong dan kecepatan potong dapat di-input
ke mesin CNC bubut. Nilai Vf didapat dengan mengganti nilai feed. Dalam melakuan
penelitian, akan dilakukan lima kali penggantian variabel kecepatan makan. Setiap variabel
kecepatan makan akan digunakan satu sisi mata pahat, sehingga membutuhkan 3 buah
mata pahat. Pengukuran keausan akan dilakukan setiap 5 kali pemakanan untuk dilihat
berapa milimeter keausan dari mata pahat tersebut kemudian dicatat laju keausan tersebut
kedalam tabel. Data panjang pemakanan digunakan untuk melakukan pemakanan diambil
untuk dibandingkan dengan laju keausan pahat.
Flowchart penelitian dapat dilihat di bawah ini:

Analisa data dan pembahasan

Kesimpulan

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian

90
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1. Data awal proses pemesinan


No. Keterangan 1 2 3 4 5
1 Feeding Speed 250 mm/min 275 mm/min 300 mm/min 325 mm/min 350 mm/min
2 Cutting speed 270 m/min
3 Depth of Cut 1 mm
4 Mesin perkakas Mesin Bubut CNC Mazak T Plus
5 Jenis mata pahat Kyocera Ca4515 DNMG 150404
Jenis material Grey cast iron FC-25, Dimensi: DxL = 100x 150 mm

Hasil dan Pembahasan


Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan mengikuti parameter pada Tabel 1.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan metode eksperimen hasil keausaan diukur dari
bagian flank wear.
Tabel 2 adalah hasil dari keusan tepi pada Vf = 250 mm/min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.

Tabel 2. Hasil keausaan mata pahat pada Vf = 250 mm/min


Vf = 250 mm/min
VB (mm) Cutting
Running VB rata2
Grid 1 Grid 2 Grid 3 Grid 4 Grid 5 time
1 0,08 0,08 0,1 0,11 0,12 0,098 2’09”
2 0,13 0,17 0,18 0,18 0,19 0,170 4’18”
3 0,23 0,26 0,3 0,34 0,37 0,300 6’27”
4 0,35 0,38 0,41 0,46 0,53 0,426 8’36”
5 0,33 0,49 0,64 0,69 0,77 0,584 10’45”

mm
Tabel 3 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 275 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.

Tabel 3. Hasil keausaan mata pahat pada Vf = 275 mm/min


Vf = 275 mm/min
VB (mm) Cutting
running VB rata2
Grid 1 Grid 2 Grid 3 Grid 4 Grid 5 time
1 0,03 0,04 0,06 0,05 0,06 0,048 1’58”
2 0,13 0,15 0,16 0,17 0,17 0,156 3’56”
3 0,24 0,26 0,28 0,3 0,32 0,280 5’54”
4 0,34 0,37 0,38 0,43 0,49 0,402 7’52”
5 0,29 0,41 0,52 0,61 0,73 0,512 9’50”

Tabel 4. adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 300 mm/min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.

Tabel 4. Hasil keausaan mata pahat pada Vf = 300 mm/min


Vf = 300 mm/min
VB (mm) Cutting
running VB rata2
Grid 1 Grid 2 Grid 3 Grid 4 Grid 5 time
1 0,01 0,03 0,04 0,04 0,04 0,032 1’48”
2 0,07 0,19 0,13 0,16 0,17 0,144 3’36”
3 0,13 0,17 0,2 0,25 0,31 0,212 5’24”
4 0,31 0,32 0,35 0,4 0,48 0,372 7’12”
5 0,23 0,32 0,41 0,59 0,71 0,452 9’00”

91
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

mm
Tabel 5 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 325 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.

Tabel 5. Hasil keausaan mata pahat pada Vf = 325 mm/min


Vf = 325 mm/min
VB (mm) Cutting
running VB rata2
Grid 1 Grid 2 Grid 3 Grid 4 Grid 5 time
1 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,028 1’40”
2 0,11 0,11 0,12 0,13 0,15 0,124 3’20”
3 0,12 0,14 0,16 0,24 0,28 0,188 5’00”
4 0,28 0,3 0,32 0,37 0,46 0,346 6’40”
5 0,1 0,25 0,48 0,55 0,68 0,412 8’20”

mm
Tabel 6 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 350 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.

Tabel 6. Keausan mata pahat pada Vf = 350 mm/min


Vf = 350 mm/min
VB (mm) Cutting
running VB rata2
Grid 1 Grid 2 Grid 3 Grid 4 Grid 5 time
1 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06 0,022 1’33”
2 0,09 0,1 0,1 0,12 0,13 0,108 3’06”
3 0,08 0,13 0,18 0,2 0,22 0,162 4’39”
4 0,2 0,22 0,25 0,28 0,31 0,252 6’12”
5 0,23 0,25 0,32 0,35 0,4 0,31 7’45”

Dengan menggunakan metode interpolasi dapat dihitung umur pahat ketika mencapai
nilai Vb= 0,3.

Rumus interpolasi sebagai berikut:

sehingga didapat nilai umur pahat sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil perhitungan umur pahat


Vf (mm/min) Waktu
250 10’58”
275 11’25”
300 12’13’’
325 13’05’’
350 15’30’’

Berdasarkan data rata-rata keausan pada (Tabel 2 sampai Tabel 6) data tersebut
dimasukan ke dalam Grafik pada Gambar 6 pertumbuhan keausan terhadap kecepatan
makan.

92
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

0,6 0,584
0,512

Tool Wear (mm)


0,5 0,452
0,412
0,4
0,31
0,3
250 275 300 325 350
Feeding speed mm/min

Gambar 6. Pertumbuhan keausan terhadap kecepatan makan

Gambar 6 menunjukan nilai Vb terhadap perubahan kecepatan makan. semakin besar


nila Vf maka nilai keausan semakin kecil. Pada kecepatan makan 350 mm/min keausan yang
terjadi lebih kecil karena pada proses tersebut efek proses rubbing tidak terlalu besar.
Panas yang terjadi Pada saat pemakanan tidak sebesar kecepatan makan 250mm/min.
Proses rubbing biasa terjadi pada saat pemesinan dilakukan sangat lambat dengan
kecepatan makan yang besar. Rubbing menyebabkan keausan pada mata pahat meningkat
dan juga menyebabkan chatter atau getaran.
Pada kecepatan makan Vf 350 mm/min ada dua keausan yang terjadi yaitu keausan
adhesive dan keausan abrasive. Adhesive pada sisi dan ujung mata pahat. Bentuk keausan
abrasif adalah keausan flank wear. Sedangkan keausan adhesive membentuk BUE (build
up edge) yang terdapat sepanjang keausan mereduksi keausan pada pahat, sehingga nilai
keausan lebih kecil.

Gambar 7. Keausan pada Vf 350 mm/min

Pada pemakanan 250 mm/min keausan yang sangat besar terjadi karena proses rubbing.
Dapat dilihat pada Gambar 8 proses rubbing terjadi pada saat pemakanan.

Gambar 8. Proses Rubbing

93
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Besar nilai keausan pada kecepatan makan ini disebabkan oleh panas yang sangat
tinggi, sehingga membentuk keausan abrasif dan adhesif pada sisi dan ujung mata pahat.
Bentuk keausan abrasif adalah keausan flank wear. Sedangkan keausan adhesive
membentuk BUE dan notch wear. BUE pada kecepatan makan 250 mm/min Tidak terlihat
pada ujung mata pahat karena keausan yang begitu dalam.
Berikut ini adalah grafik kecepatan makan terhadap umur pahat. Data Grafik pada
Gambar 9 diambil dari data Tabel 7.

16 15,5

15
Tool Life (min)

14 13,081
12,33
13
11,41
12 10,97
11
10
250 275 300 325 350
Feeding speed mm/
min

Gambar 9. Kecepatan makan terhadap umur pahat

Gambar 9 menunjukan grafik umur pahat yang diukur dari waktu pemesinan setiap
kecepatan makan. Pengambilan batas Vb 0,6mm sesuai dengan batasan yang ditetapkan.
Pada Vf 250 mm/min nilai keausan yang paling dekat dengan keausan 0,6 mm.
Tanda-tanda umur pahat mencapai batas maksimum yaitu kekasaran permukaan
benda kerja yang memburuk. Kemudian terjadi lonjakan nilai X load dan Z load mencapai
70%. Lonjakan ini disebabkan gaya potong yang meningkat akibat keausan yang semakin
besar. Gaya potong yang besar dapat mengakibatkan getaran pada mesin CNC dan juga
dapat membuat mata pahat patah.
Pahat yang memiliki umur pemakaian yang paling panjang adalah pada kecepatan
makan 350 mm/min. yaitu sebesar 15.5 menit. Dalam waktu 15.5 menit panjang pemakanan
yang dapat dilakukan adalah sebesar 500 cm. Dengan kecepatan makan yang besar maka
panjang pemakanan akan lebih besar daripada kecepatan makan yang lebih kecil dengan
waktu pemesinan yang sama. Semakin tinggi kecepatan makan, maka umur mata potong
lebih tinggi karena pertumbuhan keausan semakin kecil.

SIMPULAN
Dari penelitian Analisis Umur Pahat terhadap Perubahan Variabel Kecepatan Makan
pada Bubut CNC, maka dapat ditarik simpulan bahwa:
1. Penyebab kegagalan pada pemakanan Vf 250 mm/min adalah proses rubbing yang terjadi
karena feed rate yang terlalu rendah. Keausan yang terjadi pada Vf 250 mm/min yaitu
sebesar 0,584mm sedangkan pada Vf 350 mm/mm yaitu sebesar 0,412mm
2. Meningkatkan kecepatan makan dapat mengurangi waktu pemesinan yang dibutuhkan
untuk membuat produk dan juga memperpanjang umur pahat yang digunakan. Pada
kecepatan makan uji minimum yaitu 250 mm/min umur pahat maksimal yang didapat
adalah 10’53” sedangkan pada kecepatan makan uji maksimal yaitu 350 mm/min umur
pahat yang didapat adalah 15’30”

94
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DAFTAR PUSTAKA
[1]. S. Thamizhmanii, "Analyses of roughness, forces and wear in turning gray cast iron,"
Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, vol. 17, no. 1-2,
pp. 401-404, 2006.
[2]. V. Munde and . D. D. P. , "Flank wear measurement of INCONEL 825 Using CVD
and PVD carbide tools," International Reasearch Journall of Engineering and
Technology (IRJET), vol. 04, no. 08, p. 1353, 2017.
[3]. A. ARDIAN, Teori Pembentukan Bahan, Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta,
2014.
[4]. A. P. Bayuseno, "Kajian Pustaka tentang Keausan pada Pahat Bubut," Jurnal Teknik
mesin Universitas Diponegoro, pp. 38-41, 2012.

95
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS PERFORMA DAN GAS BUANG MESIN GASOLINE JF51E


TERHADAP BAHAN BAKAR GAS LGV
(LIQUIFIED GAS FOR VEHICLE)

Khairil Zumar, Wegie Ruslan


Fakultas Teknik Program Studi Teknik Mesin Universitas Pancasila
e-mail: khairil_zumar@yahoo.com

Abstrak
Saat ini hampir seluruh negara berbicara mengenai penghematan energi terutama bahan
bakar minyak (BBM) mengingat kondisi minyak mentah yang semakin menipis. Upaya
pemerintah mengenai penghematan energi salah satunya dengan melakukan penelitian guna
mendapatkan pengganti BBM yang semakin menipis. Penelitian mengenai penghematan energi
salah satunya adalah penelitian mengenai LGV (Liquefied Gas for Vehicle) yang rendah emisi
dan merupakan faktor utama yang membuat konsumen lebih memilih menggunakan LGV
daripada BBM. Dalam penelitian ini akan membandingkan performa dan emisi gas buang
antara petamax dan LGV pada kendaraan urban roda 2 dengan kode mesin JF51E yang
banyak digunakan oleh masyarakat dalam keseharian untuk menunjang aktivitas dengan
sistem pengujian langsung. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian performa engine dan
exhaust gas. Dari penelitian ini didapatkan jika menggunakan bahan bakar LGV dapat
meningkatkan power mesin berdasarkan pengujian dyno test dengan mendapatkan hasil
tertinggi yaitu 7,09 HP sedangkan pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar
pertamax mendapatkan hasil tertinggi 6,28 HP. Pada torsi dengan menggunakan bahan bakar
LGV mendapatkan hasil tertinggi 8,08 Nm sedangkan pada pengujian menggunakan bahan
bakar pertamax didapat hasil 7,14 Nm. Dan dari hasil pengujian emisi gas buang kendaraan
bermotor untuk keseluruhan nilai kandungannya lebih rendah ketika menggunakan bahan
bakar LGV jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar pertamax

Kata kunci: Motor, LGV (Liquefied Gas for Vehicle), performa engine, exhaust gas. Rendah
emisi.

1. PENDAHULUAN
Berbicara tentang energi, cadangan gas bumi cukup besar apabila dibandingkan
dengan cadangan minyak bumi. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan mengenai
penggunaan bahan bakar gas pada berbagai sektor seperti industri, rumah tangga dan
transportasi. Penggunaan bahan bakar gas (BBG) mulai dilaksanakan oleh pemerintah
mengingat persediaan minyak dunia semakin menipis dan diperkirakan 25 tahun lagi akan
habis, sementara persediaan gas dunia diperkirakan 50 sampai 80 tahun lagi [2].
Penggunaan bahan bakar gas di bidang transportasi sangat perlu di perhatikan oleh
semua pihak mengingat hampir semua masyarakat sangat bergantung pada transportasi.
Terdapat catatan pengguna kendaraan bermotor sebesar 1 miliar. Hal ini bersangkutan
dengan masalah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang sangat besar yaitu 200
triliun, kurang lebih 67% dari pendapatan pertamina sebesar 300 triliun terbuang begitu
saja [2].
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian LPG pada genset bahan
bakar bensin dengan menambah komponen pada sistem bahan bakar. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahawa konsumsi bahan bakar LPG lebih sedikit dibandingkan
dengan konsumsi bahan bakar bensin dengan tingkat pembebanan yang sama pada genset
Dari penelitian tersebut secara tidak langsung dapat berkontribusi dalam hal penghematan
energy [3].
LPG merupakan campuran dari berbagai unsur Hydrocarbon yang berasal dari

96
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

penyulingan minyak mentah dan berbentuk gas. Dengan menambah tekanan dan
menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair, sehingga dapat disebut sebagai bahan
bakar gas cair. Komponennya didominasi propana (C₃H₈) dan butana (C₄H₁₀). LPG juga
mengandung hydrocarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C₄H₆) dan
pentana (C₅H₁₂). Dalam kondisi Atmosferis, LPG berupa gas dan dapat dicairkan pada
tekanan diatas 5kg/cm². Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam
bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu LPG dipasarkan dalam bentuk cair. Sifat
lain LPG lebih berat dibanding udara, karena butana dalam bentuk gas mempunyai berat
jenis dua kali berat jenis udara [3].
Seperti halnya LPG, Vi-Gas/LGV (Liquefied Gas for Vehicle), dengan campuran
propane dan butane adalah LPG yang digunakan untuk transportasi. Sangat sesuai untuk
jenis kendaraan kecil karena memiliki kapasitas tanki yang sama dengan BBM.
Dimasukkan ke dalam tabung yang juga berfungsi sebagai tanki bahan bakar. Tekanan Vi-
Gas yang rendah menyebabkan penggunaan Vi-Gas relatif tidak berbahaya. Selain itu,
penelitian membuktikan bahwa penggunaan Vi-Gas lebih hemat dari penggunaan BBM,
sehingga biaya operasional kendaraan dapat ditekan [4].
Pemakaian LGV sebagai bahan bakar kendaraan sudah digunakan secara luas di
negara-negara lainnya, seperti Australia, Korea, dan negara- negara Eropa. Harga BBM
yang semakin tinggi serta rendahnya emisi LGV merupakan faktor utama yang membuat
konsumen lebih memilih menggunakan LGV daripada BBM. Dalam istilah internasional,
BBG dikenal juga dengan nama CNG (Compressed Natural Gas) Vi-Gas adalah LPG yang
digunakan untuk transportasi, sangat sesuai untuk jenis kendaraan kecil karena memiliki
kapasitas tanki yang sama dengan BBM [4].

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Bensin
Motor bensin/spark ignition adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam yang
prinsipnya mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa putaran
poros engkol. Ciri khas dari jenis motor bensin ini adalah penggunaan busi pemantik yang
berfungsi sebagai pemicu pembakaran bahan bakar dengan udara pada ruang bakar [5].

2.1.1 Komponen Mesin Bensin


Mesin bensin memiliki berbagai komponen mekanikal yang saling bekerja sama
untuk mencapai satu tujuan yaitu putaran flywheel secara berkesinambungan. Komponen
mesin bensin meliputi [5]:
1. Cylinder block
2. Piston
3. Connecting Rod
4. CrankShaft
5. Head Cylinder Assyembly
6. Valve Mechanism
7. Busi
8. Fly wheel

2.1.2 Prinsip Kerja Motor Bensin


Untuk menghasilkan tenaga gerak, pada mesin bensin dilakukan tahapan proses
sebagai berikut:
• Pengisian gas (campuran bensin dan udara) ke dalam silinder, pada saat piston

97
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

bergerak, turun [5].


• Kompresi atau pemampatan gas kedalam ruang sempit (ruang bakar), pada saat piston
bergerak naik. Pada akhir kompresi ini, dilakukan penyalaan oleh busi sehingga gas
terbakar [5].
• Kerja, yaitu bergeraknya piston ke bawah karena terdesak oleh gas hasil pembakaran
yang bersuhu dan bertekanan tinggi [5].
• Pembuangan, yaitu membuang gas sisa pembakaran ke luar silinder [5].

Gambar 2.1 Skema motor bensin


Sumber: Bosch (2001)

Proses pengisapan gas kedalam silinder, mengkompresikan, membakarnya, kerja,


dan membuang gas pembakaran ke luar silinder disebut satu siklus. Untuk melaksanakan
satu siklus dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
 Satu siklus dilaksanakan dalam empat langkah piston. Cara ini terdapat pada mesin
bensin emapat langkah (mesin 4 tak).
 Satu siklus dilaksanakan dalam dua langkah piston. Cara ini terdapat pada mesin
bensin dua langkah (mesin 2 tak).

2.1.3 Prinsip Kerja Mesin Bensin 4 Langkah


Prinsip kerja motor bensin 4 langkah dapat diartikan bahwa dalam satu kali
melakukan siklus terdapat dua kali putaran poros engkol atau empat kali langkah torak.
Dalam empat kali langkah piston terjadi proses penghisapan, kompresi, kerja, dan
pembuangan. Beberapa istilah penting dalam membantu penjelasan prinsip kerja motor
bensin empat langkah yaitu jarak puncak piston / titik mati atas (TMA) dan jarak minimal
piston/titik mati bawah (TMB). Titik mati atas (TMA) adalah posisi piston berada pada titik
paling atas dalam silinder mesin atau piston berada pada titik paling jauh dari poros engkol
(crankshaft). Titik mati bawah (TMB) adalah posisi piston berada pada titik paling bawah
dalam silinder mesin atau piston berada pada titik paling dekat dari poros engkol
(crankshaft) [5].

Gambar 2.2 Skema langkah kerja mesin 4 langkah


Sumber: Arismunandar (2002)

98
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berikut merupakan kesimpulan dari siklus kerja mesin 4 langkah (tak):


1. gerakan piston dalam silinder = 4x
2. gerakan poros engkol dalam ruang engkol = 2x
3. kerja berada diatas piston
4. mesin menggunakan katup (katup hisap katup buang)

2.1.4 Siklus Ideal Mesin Bensin 4 Langkah


Jenis siklus pada mesin bensin adalah siklus otto. Pada siklus otto atau siklus volume
konstan proses pembakaranya terjadi saat volume konstan. Sedangkan siklus otto sendiri
dibagi menjadi 2 yaitu siklus empat langkah dan siklus dua langkah. Siklus volume udara
konstan dapat digambarkan pada diagram P-V dan diagram T-S sebagai berikut [5]:

Gambar 2.4 Diagram P-V siklus ideal otto


Sumber: Cengel (2006)
Gambar 2.5 Diagram T-S siklus ideal otto
Sumber: Cengel (2006)

2.1.5 Rumus Efisiensi Thermal


Efisiensi Thermal adalah perbandingan energi berguna dengan energi yang diberikan.
Prestasi mesin dapat juga dinyatakan dengan daya keluran dan pemakaian bahan bakar
spesifik engkol yang dihasilkan mesin. Daya output engkol menunjukan daya output yang
berguna untuk menggerakan sesuatu atau beban. Sedangkan pemakaian bahan bakar
spesifik engkol menunjukan seberapa efisien suatu mesin menggunakan bahan bakar yang
disuplai untuk menghasilkan kerja [6].
Adapun rumus mencari efisiensi themal suatu mesin bakar dengan cara, yaitu [6]:
Daya Poros Efektif Ne (kW)
τ = torsi motor (Nm) = m .g . L
ω = kecepatan sudut (rad/s)

Pemakaian Bahan Bakar FC (kg/jam)


Ρbb = massa jenis bahan bakar pertamax 835 (kg/m3)
Vbb = Volume bahan bakar (m3)

Efisiensi Thermal
Ne = daya poros efektif (kW)
Fc = pemakaian bahan bakar (kg/jam)
LHV = Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg.K)

99
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.1.6. Siklus Aktual Motor Bensin 4 Langkah


Dalam kenyataannya proses langkah kerja motor bensin tidak dapat bekerja dalam
kondisi ideal. Hal ini dikarena adanya beberapa alasan sebagai berikut [5]:
1. Kebocoran fluida kerja pada katup (valve), hal ini dikarenakan ketidak presisian baik
katup masuk maupun katup buang, juga kebocoran
2. Fluida kerja bukanlah udara yang bisa dianggap sebagai gas ideal [5].
3. Katup masuk atau katup buang tidak dibuka dan ditutup tepat pada saat piston berada di
titik mati atas (TMA) dan atau titik mati bawah (TMB), karena pertimbangan dinamika
mekanisme katup [5].
4. Pada motor bensin torak yang sebenarnya, pada saat torak di titik mati atas (TMA) tidak
terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan
temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran campuran udara dan bahan
bakar dalam silinder [5].
5. Pembakaran pada ruang bakar memerlukan jeda waktu untuk perambatan nyala apinya,
sehingga proses pembakaran berlangsung pada kondisi volume ruang yang berubah –
ubah sesuai gerakan piston. Oleh karena itu proses pembakaran harus dimulai beberapa
derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut
engkol sesudah TMA menuju TMB. Jadi proses pembakaran tidak dapat berlangsung
pada volume atau tekanan yang konstan [5].
6. Terdapat kerugian akibat perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin,
Terutama pada langkah kompresi, ekspansi dan saat gas buang meninggalkan silinder.
Perpindahan kalor ini terjadi karena ada perbedaan temperatur antara fluida kerja dan
fluida pendinginan. Fungsi fluida pendinginan sendiri adalah untuk melindungi bagian
mesin agar tidak aus karena overheating atau suhu mesin terlalu tinggi [5].
7. Terdapat kerugian energi karena adanya gesekan antara fluida kerja dengan dinding
silinder dan mesin [5].
8. Adanya kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke
atmosfer sekitarnya [5].
Dalam siklus udara ideal, langkah hisap dan langkah buang tidak diperlukan karena fluida
kerja berada tetap di dalam silinder. Berikut adalah gambar siklus aktual dari motor bensin
empat langkah [5].

2.1.7. Horse Power dan Torsi


1. Horse power
Adalah besarnya kerja motor persatuan waktu Satuan daya yaitu HP (horsepower).
Daya pada sepeda motor dapat diukur dengan menggunakan alat dynamometer, sehingga
untuk menghitung daya poros dapat diketahui dengan menggunakan rumus [6]:

2. Torsi
Gaya tekan putar pada bagian yang berputar disebut torsi, sepeda motor digerakkan
oleh torsi dari crankshaft. Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja.

100
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Besaran torsi adalah besaran turunan yang biasa digunakan untuk menghitung energi yang
dihasilkan dari benda yang berputar pada porosnya. Satuan torsi biasanya dinyatakan
dalam N.m (Newton meter). Adapun perumusannya adalah sebagai berikut [6]:
Dimana:
T = torsi (N.m) F = gaya (N)
r = jarak benda ke pusat rotasi (m)

2.2. Kompresi
Perbandingan kompresi menunjukkan berapa jauh campuran udara dan bahan bakar
yang dihisap selama langkah hisap dikompresikan dalam silinder selama langkah
kompresi. Nilainya dapat dirumuskan dengan ε = (Vh+V c)/Vc dimana Vh menunjukkan
volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMB sedangkan Vc menunjukkan
volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMA [6].
Menurut Bosch, rasio kompresi sangat berpengaruh terhadap:
a. Torsi yang dihasilkan oleh mesin.
b. Keluaran tenaga yang dihasilkan oleh mesin.
c. Konsumsi bahan bakar, dan
d. Emisi gas buang sisa pembakaran

2.3. Perbandingan Udara dan Bahan Bakar


Mesin bensin mempunyai rasio kompresi (ε) antara 7-13 tergantung tipe mesin dan
prinsip pemasukan bahan bakarnya. Mesin dengan rasio kompresi antara 14-24 umumnya
digunakan untuk mesin diesel dan tidak dapat digunakan untuk mesin bensin. Mesin
bensin memiliki kualitas anti-knock yang sangat terbatas, dan dengan tekanan kompresi
yang tinggi menyebabkan temperatur yang tinggi pula pada ruang bakar menyebabkan
pembakaran yang tidak terkendali pada bahan bakar bensin. Hal tersebut dapat
menyebabkan detonasi yang dapat merusak mesin [7].
Perbandingan udara yang dibutuhkan untuk membakar 14,7 kg udara membutuhkan 1
kg bahan bakar yang kemudian disebut perbandingan campuran udara dan bahan bakar
stoikiometri (stoichiometric ratio) 14,7:1. Faktor udara ekses (excess-air factor) λ
mengindikasikan seberapa jauh perbandingan udara dan bahan bakar aktual dengan
perbandingan udara dan bahan bakar teoritis 14,7:1. λ=1 menunjukkan bahwa mesin
berjalan dengan perbandingan udara dan bahan bakar stoikiometri [7].
Jika λ<1 menunjukkan mesin tersebut mengandung lebih banyak bahan bakar
(campuran kaya), sedangkan jika λ>1 (dibawah batasan λ = 1,6) menunjukkan mesin
tersebut mengalami kelebihan udara (campuran miskin) [7].
Besarnya campuran udara dan bahan bakar dimana mesin dapat bekerja tanpa
mengalami gangguan berada pada rentang 8:1 hingga 18,5:1, hal tersebut dapat dijelaskan:
a. 8 bagian udara berdasarkan berat dikombinasikan dengan 1 bagian bahan bakar (8:1)
merupakan campuran paling kaya yang dapat diterima oleh mesin dan masih dapat
melakukan pengapian [7].
b. 18,5 bagian udara dicampur dengan 1 bagian bahan bakar (18,5:1) merupakan
campuran paling miskin. Campuran udara dan bahan bakar yang terlalu kaya atau
terlalu miskin menyebabkan pembakaran tidak normal atau mesin tidak dapat berjalan
sama sekali

101
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.4. Bahan Bakar


Bahan bakar merupakan sumber energi adalah suatu materi yang akan diubah
menjadi energi oleh reaksi eksotermal pada proses pembakaran. Pada motor bensin terdapat
dua jenis bahan bakar yang dapat digunakan yaitu bahan bakar minyak dan gas.
Kandungan utama dalam bahan bakar adalah karbon (C) dan hidrogen (H). Sedangkan
kandungan minoritas bahan bakar adalah nitrogen (N), Sulfur (S), oksigen (O2),
karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Bahan Bakar motor bensin saat ini banyak di
hasilkan dari proses destilasi minyak bumi yang bersumber dari cadangan alam yang tidak
dapat diperbaharui, sehingga semakin hari cadangannya semakin menipis sejalan dengan
tuntutan kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat. Bensin yang biasanya
digunakan sebagai bahan bakar di dapatkan dari proses destilasi bertingkat dari minyak
bumi yang dirubah menjadi berbagi jenis bahan bakar seperti bensin, solar, kerosin, minyak
diesel, dll [7].

3. METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Daiagram Alir Penelitian


Sumber: Olahan Penulis, 2018

4. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Dengan Menggunakan Pertamax
Adapun hasil dan data yang diperoleh dari setiap pengujian yang dilakukan dapat
dilihat sebagai berikut:

102
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.1.1. Torsi dengan Dyno Test Menggunakan Pertamax


Adapun hasil dan data yang diperoleh dari pengujian Torsi menggunakan Pertamax
dapat dilihat sebagi berikut:

Table 4.1. Hasil Pengujian Torsi Dengan Menggunakan Pertamax


Putaran Pengujian Dengan Pengujian Dengan Pengujian Dengan
No
(rpm) Pertamax 1 Pertamax 2 Pertamax 3
1 3000 2,98 Nm 3 Nm 3,40 Nm
2 4000 3,67 Nm 4,20 Nm 4 Nm
3 5000 4,54 Nm 5,35 Nm 5 Nm
4 6000 6 Nm 6,44 Nm 7,14 Nm
5 7000 5,76 Nm 5,87 Nm 6,23 Nm
6 8000 4,28 Nm 5 Nm 5,48 Nm
7 9000 3,54 Nm 4 Nm 4,60 Nm

Diagram 4.1. Diagram Paretto Pengujian Torsi Menggunakan Pertamax

Keterangan Diagram:
Dari Diagram di atas dapat diketahui pada rpm 3000 di dapatkan hasil pengujian 1 yaitu
2,98 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 3 Nm, pengujian ke 3 yaitu 3,40 Nm, pada rpm 4000 di
dapatkan hasil pengujian 1 yaitu 3,67 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 4,20 Nm, pengujian
ke 3 yaitu 4 Nm, pada rpm 5000 didapatkan hasil pengujian 1 yaitu 4,54 Nm, pada
pengujian ke 2 yaitu 5,35 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu, 5 Nm, pada rpm 6000 didapatkan
hasil pengujian ke 1 yaitu 6 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 6,44 Nm, pada pengujian ke 3
yaitu 7,14 Nm, pada rpm 7000 didaptkan hasil pengujian ke 1 yaitu 5,76 Nm, pada
pengujian ke 2 yaitu 5,87 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 6,23 Nm, pada rpm 8000
didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 4,28 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 5 Nm, pada
pengujian ke 3 yaitu 5,48 Nm, pada rpm 9000 didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 3,54
Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 4 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 4,60 Nm.

4.1.2. Power dengan Dyno Test dengan Menggunakan Pertamax

Table 4.2. Hasil Pengujian Power Dengan Menggunakan Pertamax


Terhadap Putaran (rpm)
Putaran Pengujian Dengan Pengujian Dengan Pengujian Dengan
No
(rpm) Pertamax 1 Pertamax 2 Pertamax 3
1 3000 1,19 HP 1,45 HP 1,68 HP
2 4000 2 HP 2,19 HP 2,60 HP
3 5000 3,02 HP 3,20 HP 3,67 HP
4 6000 5,12 HP 5,48 HP 5,98 HP
5 7000 5,50 HP 5,99 HP 6,28 HP
6 8000 5,78 HP 6 HP 6,19 HP
7 9000 4,88 HP 5,29 HP 5,81 HP

103
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Diagram 4.2. Diagram Paretto Pengujian Power Menggunakan Pertamax


Terhadap Putaran (rpm)
Keterangan Diagram:
Dari Diagram di atas pada perhitungan power dengan menggunakan Pertamax pada rpm 3000 di
dapatkan hasil pengujian 1 yaitu 1,19 HP, pada pengujian ke 2 yaitu 1,45 HP, pengujian ke 3 yaitu
1,68 HP, pada rpm 4000 didapatkan hasil 2 HP pada pengujian ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu
2,19 HP, pengujian ke 3 yaitu 2,60 HP, pada rpm 5000 didapatkan hasil 3,02 HP pada pengujian
ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu 3,20 HP, pengujian ke yaitu 3,67 HP, pada rpm 6000 didapatkan
hasil 5,12 HP pada pengujian ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu 5,48 HP, pengujian ke 3 yaitu 5,98
HP, pada rpm 7000 didapatkan hasil 5,50 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 di dapaatkan
hasil yaitu 5,99 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,28 HP, pada rpm 8000 didapatkan hasil 5,78 HP pada
pengujian ke 1, pengujian ke 2 yaitu 6 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,19 HP, pada rpm 9000
didapatkan hasil 4,88 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 didapatkan hasil 5,29 HP,
pengujian ke 3 yaitu 5,81 HP.

4.1.3 Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Menggunakan Pertamax Terhadap Putaran
(rpm)

Tabel 4.3. Hasil Uji Emisi Gas Buang Dengan Menggunakan Pertamax
Terhadap Putaran (rpm)
Putaran CO HC CO2 NOx
(rpm) (%) (ppm) (%) (λ)
2000 0,46 284 6,4 2,095
4000 1,72 129 7,7 1,561
6000 1,45 119 11,5 1,201

4.2. Hasil Pengujian Dengan Menggunakan LGV


Adapun hasil dan data yang diperoleh dari setiap pengujian yang dilakukan dapat
dilihat sebagai berikut:

4.2.1 Torsi dengan Dyno Test Menggunakan LGV

Table 4.4. Hasil Pengujian Torsi Dengan Menggunakan LGV Terhadap Putaran (rpm)
Putaran Pengujian Pengujian Pengujian
No
(rpm) Menggunakan LGV 1 Menggunakan LGV 2 Menggunakan LGV 3
1 3000 2,43 Nm 2,55 Nm 2,67 Nm
2 4000 3,54 Nm 3,69 Nm 3,80 Nm
3 5000 4,80 Nm 4,98 Nm 5,20 Nm
4 6000 5,32 Nm 5,90 Nm 8,08 Nm
5 7000 5,50 Nm 6 Nm 7 Nm
6 8000 5,21 Nm 5,67 Nm 5,89 Nm
7 9000 4,12 Nm 4,32 Nm 4,78 Nm

104
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Diagram 4.3. Diagram Paretto Pengujian Torsi Menggunakan LGV


Terhadap Putaran (rpm)
Keterangan Diagram:
Dari Diagram di atas dapat diketahui pada rpm 3000 di dapatkan hasil pengujian 1 yaitu 4,23 Nm,
pada pengujian ke 2 yaitu 2,55 Nm, pengujian ke 3 yaitu 2,67 Nm, pada rpm 4000 di dapatkan hasil
pengujian 1 yaitu 3,54 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 3,69 Nm, pengujian ke 3 yaitu 3,80 Nm, pada
rpm 5000 didapatkan hasil pengujian 1 yaitu 4,80 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 5,35 Nm, pada
pengujian ke 3 yaitu 5,20 Nm, pada rpm 6000 didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 5,32Nm, pada
pengujian ke 2 yaitu 5,90 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 8,08 Nm, pada rpm 7000 didaptkan hasil
pengujian ke 1 yaitu 5,50 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 6 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 5,89 Nm,
pada rpm 8000 didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 5,21 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 5,67 Nm,
pada pengujian ke 3 yaitu 5,89 Nm, pada rpm 9000 didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 4,12 Nm,
pada pengujian ke 2 yaitu 4,32 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 4,78 Nm

4.2.2. Power dengan Dyno Test Menggunakan LGV

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Power Dengan Dyno Test Menggunakan LGV
Terhadap Putaran
Putaran Pengujian Pengujian Pengujian
No
(rpm) Menggunakan LGV 1 Menggunakan LGV 2 Menggunakan LGV 3
1 3000 2 HP 2,40 HP 1,38 HP
2 4000 2,79 HP 3 HP 2,42 HP
3 5000 3,02 HP 4,79 HP 3,83 HP
4 6000 4,32 HP 5,86 HP 7,09 HP
5 7000 5,50 HP 6,20 HP 6,80 HP
6 8000 5 HP 5,87 HP 6,43 HP
7 9000 4,87 HP 5,41 HP 6,01 HP

Diagram 4.4. Diagram Paretto Pengujian Power Menggunakan LGV


Terhadap Putaran (rpm)
Keterangan Diagram:
Dari diagram di atas pada perhitungan power dengan menggunakan LGV pada rpm 3000 di
dapatkan hasil pengujian 1 yaitu 2 HP, pada pengujian ke 2 yaitu 2,40 HP, pada pengujian ke 3
yaitu 1,38, pada rpm 4000 didapatkan hasil 2,79 HP pada pengujian ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu

105
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3 HP, pengujian ke 3 yaitu 2,42 HP, pada rpm 5000 didapatkan hasil 3,02 HP pada pengujian ke 1,
pada pengujian ke 2 yaitu 4,79 HP, pengujian ke 3 yaitu 3,83 HP, pada rpm 6000 didapatkan hasil
4,32 HP pada pengujian ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu 5,86 HP, pengujian ke 3 yaitu 7,09 HP,
pada rpm 7000 didapatkan hasil 5,50 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 di dapaatkan hasil
yaitu 6,20 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,80 HP, pada rpm 8000 didapatkan hasil 5 HP pada pengujian
ke 1, pengujian ke 2 yaitu 5,87 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,43 HP, pada rpm 9000 didapatkan hasil
4,87 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 didapatkan hasil 5,41 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,01
HP.

4.2.3 Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Dengan LGV

Tabel 4.6. Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Dengan LGV Terhadap Putaran (rpm)
Putaran HC CO2
CO (%) NOx (λ)
(rpm) (ppm) (%)
2000 0,35 106 5,6 1,774
4000 1,56 93 7,5 1,629
6000 0,67 66 9,4 1,043

4.3. Analisa Data


4.3.1 Perbandingan Hasil Pengujian Torsi
Adapun hasil dan data yang diperoleh dari setiap pengujian yang dilakukan dan
dilihat hasil dari perbandingannya sebagai berikut:

Grafik 4.1. Grafik Perbandingan Hasil Uji Torsi


Keterangan Grafik:
Grafik diatas diambil dari data torsi tertinggi dari setiap pengujian antara pertamax dan LGV dan
dari grafik diatas diketahui bahwa nilai torsi tertinggi dengan menggunakan LGV pada rpm 6000
yaitu 8,08 Nm.

4.3.2 Perbandingan Hasil Pengujian Power

Grafik 4.2. Grafik Perbandingan Hasil Uji Power Antara Pertamax dan LGV
Terhadap Putaran

106
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Keterangan Grafik:
Grafik di atas diambil dari data power tertinggi dari setiap pengujian antara pertamax dan LGV dan
dari grafik diatas diketahui bahwa nilai power tertinggi dengan menggunakan LGV pada rpm 6000
yaitu 7,09 HP,

4.3.3 Perbandingan Hasil Pengujian Torsi

Tabel 4.7. Perbandingan Emisi Gas Buang Menggunakan


Pertamax Dengan LGV
Putaran CO (%) HC (ppm) CO2 (%) NOx (λ)
(rpm) Pertamax LGV Pertamax LGV Pertamax LGV Pertamax LG
2000 0,46 0,35 284 106 6,4 5,6 2,095 1,77
4000 1,72 1,56 129 93 7,7 7,5 1,561 1,62
6000 1,45 0,67 119 66 11,5 9,4 1,201 1,04

Keterangan Tabel:
Dari table perbandingan emisi gas buang menggunakan pertamax dan LGV di atas dapat diketahui
bahwa nilai dari keseluruhan kandungan gas buang, menggunakan LGV jauh lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan pertamax.

4.4 Perhitungan Data


4.4.1. Grafik AFR

Tabel 4.8. Perbandingan AFR Menggunakan Pertamax


Dengan LGV Terhadap Putaran (rpm)
AFR
Putaran (rpm)
Pertamax LGV
17,65 18,87
3000
kgudara/kgbb kgudara/kgbb
16,98 17,62
4000 kgudara/kgbb kgudara/kgb
16,84 17,51
5000 kgudara/kgb kgudara/kgb
17,02 18,74
6000 kgudara/kgb kgudara/kgb
16,78 17,87
7000 kgudara/kgb kgudara/kgb
15,04 16,38
8000 kgudara/kgb kgudara/kgb
14,57 15,67
9000 kgudara/kgb kgudara/kgb

107
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Keterangan Grafik:
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa nilai AFR yang didapat lebih tinggi ketika menggunakan
LGV dengan nilai tertinggi 18,87 pada 3000 rpm sedangkan nilai AFR terendah yang didapat
menggunakan Pertamax adalag 14,57 pada 9000 rpm.

4.4.2 Perbandingan Efisiensi Thermal


Hasil perbandingan efisiensi Thermal antara Pertamax dan LGV, Sebagai berikut:

Grafik Hasil Perbandingan Efisiensi Thermal Pertamax dengan LGV

Keterangan Grafik:
Dari grafik diatas didapatkan hasil Efisiensi Thermal LGV lebih besar nilai persentasenya dengan
nilai 89% dibandingkan Pertamax dengan nilai 77%.

5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang telah dilakukan pada engine
gasoline JF51E menggunakan bahan bakar pertamax dan LGV, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: Menggunakan bahan bakar LGV dapat meningkatkan
power mesin berdasarkan pengujian dyno test dengan mendapatkan hasil tertinggi yaitu
7,09 HP pada percobaan ketiga, sedangkan pada pengujian dengan menggunakan bahan
bakar pertamax mendapatkan hasil tertinggi 6,28 HP. Pada torsi dengan menggunakan
bahan bakar LGV mendapatkan hasil tertinggi 8,08 Nm pada pengujian ketiga, sedangkan
pada pengujian menggunakan bahan bakar pertamax didapat hasil 7,14 Nm.
Dari hasil pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor untuk keseluruhan nilai
kandungannya lebih rendah ketika menggunakan bahan bakar LGV jika dibandingkan
dengan menggunakan bahan bakar pertamax.
Dari hasil penelitian ini serta kesimpulan yang dapat di dapat, maka dapat disarakan
bahwa:
1. Meningkatkan kinerja divisi supply chain management sehingga dalam kedepannya
penerapan supply material secara terpusat dapat lebih bagus lagi.
2. Tim proyek hendaknya meningkatkan kinerja dalam tepat waktu dalam proses
pengajuan untuk penerbitan Purchasing Order kepada pihak divisi Supply Chain
Management sehingga divisi SCM tidak menunda dalam penerbitan PO tersebut dan
pengadaan material dapat tepat waktu.

5.2 Saran
1. Pengujian hendaknya dilakukan dengan mengunakan standarisasi yang telah diakui
seperti SNI.

108
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Sebelum dilakukan pengujian hendaknya kendaraan yang akan diuji harus di service
terlebih dahulu, agar performa mesin optimal dalam proses pengujian.
3. Penulis mengharapkan agar penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi
penggunaannya dengan beralih menggunakan bahan bakar gas.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Asshiddiqie, J, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK Bentuk Kelembagaan Hulu Migas”
Jakarta, 2015.
[2] Legowo, E, “KebijakanPengaturan BBM Bersubsidi, Workshop IIEE, GSI & IISD,
Pengendalian BBM Bersubsidi: Persiapan Implementasi dan Mitigasi Dampak
Negatifnya” Jakarta, 2012.
[3] Harman, Arif E, Hasan D, “Pengaruh Penambahan Gas Oksihidrogen Terhadap Untuk
Kerja Motor Bensin Berbahan Bakar Pertamax”, Makasar: Jurnal Teknik Mesin,
Universitas Hasanuddin 2013.
[4] Indartono, “Pemakai Bahan Bakar Gas Menjadi Alternatif Bagi Kendaraan Bermotor
Berbahan Bakar Premium”, Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, 2012.
[5] Arismunandar. Wiranto, Penggerak Mula Motor Bakar, Bandung: ITB, 1988.
[6] Bahrudin, Yasim, “Analisis Pengaruh Bahan Bakar dan Emisi”. Universitas Muslim
Indonesia, Makassar, 2007.
[7] Widodo, Lagiyono, Agus, “Penentuan Air Fuel Ratio (AFR) Aktual Pembakaran LPG
Pada Celah Sempit Type Horizontal”, Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Pancasakti, Tegal, 2014.
[8] Morganti, K, J, “The Research and Motor Octane Numbers of Liquefied Petroleum
Gas”, 2013.
[9] Yahrib, Junaedi dan Bahrun Yasim, “Analisis Pengaruh Bahan Bakar dan Emisi Gas
Buang Pada Motor Bensin GX 160 T (Skripsi)”, Makassar, Univeritas Muslim
Indonesia Makassar 2017.
[10] Hendra, “Teknik Mesin Universitas Udayana yang menguji Bio Gas untuk bahan
bakar pada sepeda motor 4 langkah 125 cc”, Bali, 2008.

109
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGARUH TEMPERATUR PREHEAT TERHADAP SIFAT FISIK


DAN MEKANIK HASIL PENGELASAN ALUMINIUM

Yustiasih Purwaningrum, M. Hari Mustofa, Fernanda Adhi Wibowo


Teknik Mesin, FTI, Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang km 14,5 Yogyakarta
e-mail: yustiasih.purwaningrum@uii.ac.id

Abstrak
Tuiuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur preheat terhadap sifat
fisik dan mekanik hasil pengelasan aluminium. Aluminium yang digunakan adalah aluminium
seri 5051 dengan tebal 4 mm. Pengelasan dilakukan dengan jenis las GMAW (Gas Metal Arc
Welding) dengan menggunakan gas pelindung argon. Preheat bertujuan untuk mengurangi
perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan meminimalkan masalah yang terjadi
seperti distorsi, tegangan sisa yang berlebih dan cracking pada logam induk atau daerah
las.Temperatur preheat yang digunakan adalah 70°C, 90°C, dan 110°C. Pengujian dilakukan
untuk mengetahui sifat mekanik dan sifat fisik dari hasil pengelasan. Pengujian tarik dan
pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik hasil pengelasan, sedangkan
untuk mengetahui sifat fisik hasil las dilakukan pengamatan fotomikro, struktur mikro dan
pengujian distorsi. Hasil pengujian menunjukkan kekuatan tarik terbesar terdapat pada
spesimen dengan temperatur preheat 70°C dengan nilai 134,61 MPa. Sedangkan nilai
terendah terdapat pada specimen dengan temperatur preheat 90°C, hal tersebut disebabkan
karena specimen pada temperatur tersebut terdapat porositas yang banyak. Nilai kerataan
pada spesimen dengan variasi temperatur preheat 70°C, 90°C, dan 110°C mempunyai nilai
0.18 mm, 0.14 mm dan 0.36 mm.Hasil pengujian Vickers Microhardness menunjukkan bahwa
nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah lash al tersebut sesuai dengan struktur mikro
yang didapat pada pengamatan fotomikro. Daerah las mempunyai ukuran struktur mikro lebih
kecil dibandingkan logam induk dan daerah HAZ (Heat Affected Zone).

Kata kunci: Pengelasan GMAW, Preheat, kekuatan tarik, distorsi, struktur mikro.

1.1 Latar Belakang


Definisi preheat menurut AWS (American Welding Society) adalah panas yang
diberikan terhadap logam yang akan dilakukan pengelasan. Preheat bisa dilakukan dengan
menggunakan gas burner, oxy-gas asetillen, dan pemanasan induksi atau pemanasan
furnace.
Pada saat proses pengelasan logam di sekitar daerah las mengalami siklus thermal
cepat sehingga terjadi perubahan sifat. Perubahan ini dapat mengurangi kekuatan
sambungan las sehingga harus dihindari dengan memberikan perlakuan preheat dan
(PWHT) post weld heat treatment pada sambungan las (Hestiawan & Suyono, 2014).
Preheating akan mengurangi perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan
meminimalkan masalah yang terjadi seperti distorsi, tegangan sisa yang berlebih dan
cracking pada logam induk atau daerah las (Wiryosumarto & Okomura, 2000).
Gatot dkk (2015) melakukan penelitian tentang variasi suhu preheat terhadap sifat
mekanik material SA 516 GRADE 70 yang disambung dengan metode SMAW (Shielded
Metal Arc Welding). Hasil penelitian nilai ketangguhanya meningkat akibat proses preheat
dengan nilai paling tinggi terdapat pada suhu preheat 250oC.
Penelitian lain dilakukan oleh Rusnoto (2014) yang meneliti pengaruh proses preheat
pada pengelasan baja ST 37. Preheat dilakukan dengan oven pada suhu 95ºC, 105ºC,
115ºC, dan 125ºC ditahan selama 30 menit, spesimen dikeluarkan dari oven kemudian

110
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dilakukan pengelasan dan didinginkan menggunakan pendinginan udara. Hasil pengujian


tarik menunjukkan kekuatan tarik meningkat seiring dengan penambahan suhu preheat.
Hasil pengelasan GMAW (Gas Metal Arc Welding) alumunium 5083 yang
dikenakan proses preheat mempunyai nilai tegangan dan regangannya meningkat
dibandingkan tanpa dilakukan preheat. Sedangkan nilai kekerasan akan turun jika
dilakukan proses preheat pada alumunium.(Darsin & Junus, 2010). Sedangkan preheat
yang dilakukan pada aluminium seri 6063 T6 yang disambung dengan proses pengelasan
FSW (Friction Stir Welding) mempunyai nilai kekuatan tarik dan ketangguhan lebih tinggi
dibandingkan hasil las tanpa preheat (Purwaningrum & Supriyanto, 2013).
Dari beberapa penelitian tentang proses preheat diatas dapat disimpulkan bahwa
material yang dilakukan proses preheat sebelum dilakukan pengelasan akan
mengakibatkan perubahan nilai kekuatan tarik dan nilai kekerasan.

1.2 Metodologi Penelitian


Material
Material yang digunakan adalah alumunium tipe 5051 yang berbentuk plat dengan
ukuran 30mm x 10mm x 4 mm seperti pada gambar 1. Komposisi kimia aluminium 5051
dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Aluminium 5051

Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Material Alumunium 5051


Unsur Si Fe Cu Mn Mg Zn Ti Cr Ni Pb Sn Al
% 0,06 0,2351 0,043 0,055 >1,8924 0,0353 0,0045 0,192 0,0009 0,0029 0,0052 97,47

Alumunium dengan seri 5051 mempunyai sifat tahan korosi dan mampu las yang
baik. Untuk pemakaian alumunium seri ini adalah digunakan untuk pipa minyak, tangki
penyimpanan gas, dan komponen kendaraan darat, laut dan udara.

Proses Pengelasan
Proses pengelasan dilakukan dengan pengelasan GMAW (Gas Metal Arc Welding)
dengan metode lapis banyak (multilayer). Parameter pengelasan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Pengelasan


Lapisan Las Kecepatan Pengelasan (m/s) Tegangan (volt) Arus (Ampere) Kecepatan Filler (m/s)
1 0,0029 m/s 14 v 100 A 0,079 m/s
2 0,0035 m/s 14 v 100 A 0,085 m/s
3 0,0045 m/s 14 v 100 A 0,095 m/s

Filler yang digunakan adalah tipe ER5356 yang mempunyai paduan unsur
magnesium. Proses pengelasan dilakukan dengan memberikan gap sepanjang 4 mm sesuai
dengan standar gap (American Bureau of Shipping Incorporated, 2007)

111
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Sedangkan gas pelindung yang dipakai adalah gas argon. Preheat dilakukan dengan
menggunakan gas burner. Variasi temperature preheat yang digunakan adalah 70°C, 90°C,
dan 110°C. Parameter proses preheat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter Proses Preheat


No Suhu Preheat(˚C) Waktu Pencapaian (menit) Jarak Torch (mm) Sudut Torch
1 70˚C 14:03 20 60˚
2 90˚C 19:45 20 60˚
3 110˚C 25:34 20 60˚

Pengujian Material
Pengujian hasil pengelasan yang dilakukan adalah pengujian mekanik dan pengujian
fisik. Pengujian mekanik yang dilakukan adalah pengujian tarik dengan menggunakan
Universal Testing Machine dan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Vickers
Microhardness.
Sedangkan pengujian fisik yang dilakukan adalah pengujian distorsi dengan
menggunakan dial indicator, pengamatan fotomikro dengan stereozoom, dan pengamatan
struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optic.

1.3 Hasil dan Pembahasan


Pengamatan Fotomakro
Pengamatan fotomakro dilakukan dengan menggunakan stereozoom dengan
pembesaran 10x. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4. Fotomakro dilakukan pada
daerah las, HAZ dan logam induk.

Tabel 4. Fotomakro Hasil Pengelasan


Tanpa Preheat Preheat 70°C Preheat 90°C Preheat 110 °C

Dari Tabel 4 terlihat bahwa semakin besar nilai suhu preheat maka penetrasi las
semakin turun ke bawah atau mencair. Dapat dilihat juga bahwa terdapat cacat di spesimen
tanpa preheat dan di semua variasi preheat yaitu berupa cacat porositas. Porositas
disebabkan oleh gas yang larut ke dalam aluminium cair. Gas tersebut tidak bisa keluar
dari larutan karena proses pembekuan yang cepat menyebabkan gas ini terperangkap dan
membentuk gelembung halus.
Porositas juga disebabkan oleh sifat dari aluminium yang rentan terhadap porositas
dan gas argon tidak melindungi sempurna alur lasnya. Usaha yang paling baik untuk
menghindarinya adalah menghilangkan sumber hidrogen baik yang berbentuk zat-zat
seperti minyak maupun yang berbentuk uap air (Wiryosumarto & Okomura, 2000).

Pengamatan Struktur Mikro


Pengamatan strukturmikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop optic dengan
pembesaran 100 x, sehingga 10 strip pada gambar menunjukkan nilai 100 µm. Pengujian

112
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dilakukan pada 4 spesimen variasi suhu tanpa preheat, preheat 70°C, 90°C, dan 110°C.
Untuk hasil pengujian mikro dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 menunjukkan strukturmikro logam induk, daerah HAZ dan daerah batas
antara Las dan HAZ. Struktur mikro untuk semua variasi temperature preheat pada daerah
tersebut mirip. Pada daerah batas las dan HAZ terlihat perubahan struktur mikronya. Pada
daerah HAZ butiran struktur mikronya kecil sedangkan daerah Las butirannya lebih besar.

Tabel 5. Struktur Mikro Hasil Las


Batas Las dan HAZ HAZ Logam Induk

Tabel 6. Struktur Mikro Daerah Las


Tanpa Preheat Preheat 70°C Preheat 90°C Preheat 110 °C

Dari Tabel 6 dapat kita lihat butiran struktur mikro daerah las untuk semua variasi
pengelasan yang dilakukan. Ukuran butiran pada hasil las dengan temperatur preheat
110°C lebih besar dibandingkan dengan variasi temperatur yang lain.

Pengujian Distorsi
Pengujian distorsi dilakukan dengan membuat mesh pada hasil pengelasan dengan
jarak 1 cm, kemudian titik-titik tersebut diuji tingkat kerataannya dengan menggunakan
dial indicator. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar terlihat bahwa
semakin besar temperatur preheat maka semakin besar nilai distorsi hasil pengelasannya.

0,50
Nilai Distorsi (mm)

0,40 0,36

0,30
0,18
0,20 0,14
0,10
0,10

0,00
tanpa preheat preheat 70ͦ preheat 90 preheat 110

Gambar 2. Nilai Kerataan Hasil Las

113
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan standard ASTM E8. Hasil dari
pengujian tarik ini berupa nilai tegangan tarik dan regangan. Gambar 3 menunjukkan nilai
kekuatan tarik hasil las. Nilai kekuatan tarik hasil las dengan preheat 90°C mempunyai
nilai paling kecil dibandingkan hasil pengelasan yang lain karena terdapat banyak porositas
pada hasil pengelasannya.

200

158,22
Nilai Kekuatan Tarik (MPa)

150 134,61
128,73

98,47
100

50

0
tanpa preheat preheat 70ͦ preheat 90 preheat 110

Gambar 3. Nilai Kekuatan Tarik Hasil Las

Pengujian Kekerasan
Gambar 4 menunjukkan niali kekerasan hasil pengelasan dengan semua variasi
temperatur preheat pada daerah logam las, HAZ dan logam induk. Pengujian kekerasan
dilakukan dengan menggunakan Vickers Microhardness dengan beban 100 grf.

120

100
Nilai Kekerasan (VHN)

80
Logam induk
60 HAZ

40 Las

20

0
tanpa preheat preheat 70 preheat 90 preheat 110

Gambar 4. Nilai Kekerasan Hasil Las

Dari gambar terlihat bahwa semakin besar suhu preheat semakin tinggi nilai
kekerasannya. Hal ini dikarenakan pada material yang dilakukan proses preheat
pendinginan suhunya tidak terlalu cepat karena semua sisi suhunya sama yang
menyebabkan butiran pada aluminium menjadi halus dan rapat. Butiran yang halus dan

114
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

rapat ini membuat kekuatan untuk merusaknya semakin besar sehingga nilai kekerasannya
akan naik. Untuk nilai kekerasan yang paling tinggi terdapat pada suhu preheat 110°C.

1.4 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai
berikut:
1. Pengamatan fotomakro menunjukkan bahwa semua variasi suhu dari tanpa preheat,
70°C, 90°C, dan 110°C terdapat cacat porosity dan jumlah porosity paling banyak
terdapat pada variasi suhu preheat 110°C. Cacat ini disebabkan karena sifat material
alumunium yang rentan terhadap porosity dan material ini juga tipis sehingga gas argon
tidak melindungi daerah las dari udara luar dengan sempurna.
2. Hasil pengamatan strukturmikro menunjukkan bahwa pada struktur daerah HAZ
semakin tinggi suhu preheat, semakin terlihat batas butirnya.Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatannya pada daerah HAZ semakin baik tetapi kekerasannya semakin
berkurang.
3. Dari hasil pengujian kekerasan didapatkan bahwa nilai kekerasan aluminium yang
diberikan perlakuan preheat lebih besar dibandingkan dengan tanpa diberikan
perlakuan preheat. Untuk nilai kekerasan yang paling besar terdapat pada variasi suhu
preheat 70°C dengan kenaikan nilai kekerasan sebesar 27,78% dari variasi tanpa
preheat. Untuk daerah yang paling besar nilai kekerasannya yaitu terdapat pada daerah
las dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 19,95% dari nilai rata-rata daerah HAZ.
4. Dari hasil pengujian kekuatan tarik didapatkan bahwa nilai tegangan terbesar terdapat
pada variasi suhu tanpa preheat. Untuk nilai tegangan pada variasi suhu 70°C
mengalami penurunan nilai tegangan sebesar 19,7% dari variasi suhu tanpa preheat.
Dan untuk nilai terkecil terdapat pada variasi suhu preheat 90°C dengan penurunan
nilai sebesar 58,31% dari preheat 110°C..
5. Dari hasil penelitian pada pengelasan dengan variasi preheat. Karenasifat dari material
yang diperlukan adalah kekuatan tarik dan tingkat distorsi yang kecil, dan karena pada
variasi suhu preheat 90°C mengalami masalah dalam proses pengelasan yang
mengakibatkan logam las tidak mengisi sempurna. Maka suhu preheat 70°Cdipilih
sebagai suhu preheat yang paling optimal.

Daftar Pustaka
Darsin, M., & Junus, S. (2010). Analisis Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Paduan
Alumunium 5083 Akibat Pengelasan Metal Inert Gas (MIG) Dengan Variasi Preheat
Dan Post Heat. Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember.
Daryanto. (2011). Teknik Mengelas Logam. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.
Gatot, Nur, & Abdillah. (2015). Pengaruh Variasi Suhu Preheat Terhadap Sifat Mekanik
Material SA 516 Grade 70 Yang Disambung Dengan Metode Pengelasan SMAW.
Prodi D-3 Teknik Mesin Fakultas Teknik Industri-ITS.
Hestiawan, H., & Suyono, A. F. (2014). Pengaruh Preheat Dan Post Welding Heat
Treatment Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Las Smaw Pada Baja Amutit K-460.
Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Bengkulu.
Purwaningrum, Y., & Supriyanto, L. (2013). Optimation Of Mechanical And Physical
Properties Of FSW With Variation Of Preheat Temperature. Mechanical Engineering
Department, Faculty of Industrial Engineering Islamic University of Indonesia.

115
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Rusnoto. (2014). Pengaruh Proses Preheating Pada Pengelasan SMAW Terhadap Kekuatan
Tarik Material Baja ST 37. Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal.
Wiryosumarto, H., & Okomura, T. (2000). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT
Pradnya Paramita.

116
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGARUH DOUBLE DAN SINGLE KONDENSOR PADA SISTEM


PENDINGIN CENTRAL PROCESSING UNIT (CPU) BERBASIS
CASCADE STRAIGHT HEAT PIPE TERHADAP PENURUNAN
TEMPERATUR KERJA (CPU)

Wayan Nata Septiadi1,2,*), I Wayan Gede Widyantara2,3), Ketut Astawa1,2)


1)
Teknik Mesin, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung Bali
2)
Laboratorium Perpindahan Panas, Teknik Mesin Universitas Udayana
3)
Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana,
Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
Telp: (0361) 703321
e-mail: wayan.nata@unud.ac.id*), wayan.nata@gmail.com*)

Abstrak
Kebutuhan masyarakat akan komputer sangat tinggi. Komputer dapat diartikan sebagai alat
yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan. Pada
penggunannya terkadang komputer mengalami permasalahan yang membuat kinerja komputer
tidak berjalan optimal.Kondisi komputer yang dibebani kerja tentunya akan mengakibatkan
CPU bekerja lebih keras dan menyebabkan CPU lebih cepat panas. Panas inilah yang dapat
mengganggu kinerja dari CPU tersebut, oleh karena itu panas ini harus dibuang. Era
sekarang ini, sistem pendinginan untuk CPU mulai mengarah pada penggunaan pipa kalor
sebagai pendingin. Pipa kalor ini dapat mengatasi panas yang ditimbulkan oleh CPU yang
nantinya akan membantu mengembalikan performa dari CPU tersebut. Pendinginan dengan
menggunakan pipa kalor dilakukan secara cascade atau bertingkat. Cascade straight heat pipe
pada pengujian kali ini terdiri dari single kondensor dan double kondensor yang sama-sama
diberikan pembebanan 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48 watt. Pembebanan ini
mewakili kondisi CPU saat diberikan beban kerja. Hasilnya cascade straight heat pipe double
kondensor sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan temperatur kerja
CPU. Terbukti pada pembebanan 48 watt, double kondensor cascade straight heat pipe
mampu menurunkan suhu hingga 64,06°C.

Kata kunci: Pendinginan komputer, pipa kalor, pipa kalor bertingkat

1. Pendahuluan
Era sekarang kebutuhan masyarakat akan komputer sangat tinggi. Komputer dapat
diartikan sebagai alat yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah
dirumuskan. Kata computer pada awalnya dipergunakan untuk menggambarkan orang
yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmetika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi
arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan
informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah aritmetika, tetapi komputer
modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.
Komputer itu sendiri terdiri dari perangkat keras (Hardware) dan perangkat lunak
(Software). Salah satu komponen penting dalam komputer ialah Central Processing Unit
(CPU) yang merupakan perangkat keras. Pada penggunannya terkadang komputer
mengalami permasalahan yang membuat kinerja komputer tidak berjalan optimal.
Gangguan tersebut sering disebakan oleh persoalan hardware dalam CPU dan persoalan-
persoalan hardware lainnya. Kondisi komputer yang dibebani kerja tentunya akan
mengakibatkan CPU bekerja lebih keras dan menyebabkan CPU lebih cepat panas. Panas
inilah yang dapat mengganggu kinerja dari CPU tersebut, oleh karena itu panas ini harus
dibuang [1].

117
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Sistem pendingin PC CPU yang menggunakan heatsink aluminium dengan bantuan


kipas sangat buruk yaitu memiliki kelemahan diantaranya mempunyai bentuk yang besar,
suara yang ditimbulkan dari kipas menyebabkan kebisingan dan perpindahan panas yang
dihasilkan tidak efektif, sehingga dirancang sistem pendinginan dengan menggunakan heat
pipe yang bentuknya lebih kecil dari heatsink dan tidak menggunakan kipas sebagai alat
bantu pendinginan serta perpindahan panasnya menjadi lebih bagus [2,3]. Berdasarkan
uraian diatas maka penggunaan komputer harus memperhatikan sistem pendingin pada
CPU yang nantinya akan membantu mempertahankan kinerja dari CPU tersebut.
Era sekarang ini, sistem pendinginan untuk CPU mulai mengarah pada penggunaan
pipa kalor sebagai pendingin [4]. Pipa kalor merupakan alat penukar kalor yang
menggunakan prinsip dua fasa serta bersifat pasif yakni dalam sirkulasi fluida kerja selama
proses perpindahan kalor hanya memanfaatkan tekanan kapilaritas dari sumbu kapiler dan
tidak menggunakan energi tambahan berupa energi listrik. Pipa kalor ini dapat mengatasi
panas yang ditimbulkan oleh CPU yang nantinya akan membantu mengembalikan
performa dari CPU tersebut [5]. Telah banyak penelitian mengenai pipa kalor telah
dilakukan oleh Putra., dkk. yang salah satunya mengenai penggunaan pipa kalor sebagai
pendingin CPU [6-11]. Pengembangan pengembangan yang dilakukan semua mengarah
kepada peningkatan kinerja yang dibarengi dengan pengecilan dimensi dari produk
teknologi tersebut [12]. Kinerja heat pipe yang optimal dapat menyebabkan peningkatan
kalor dari sumber kalor dan di buang di bagian kondensor lumayan besar, temperatur yang
di buang dibagian kondensor bisa mencapai 50°C-60°C [13].
Dalam mengatasi permasalahan panas pada CPU, penulis kali ini akan mencoba
melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem
Pendingin Central Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat pipe Terhadap
Penurunan Temperatur Kerja CPU” yang nantinya diharapkan dari penelitian ini
didapatkan hasil yang optimal untuk penurunan panas pada CPU.

2. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode
eksperimental. Metode eksperimental ini dilakukan melalu proses pengujian atau
eksperimen terhadap suatu obyek dengan perlakuan tertentu dengan variabel. Penelitian ini
diawali dengan studi literature mengenai heat pipe khususnya cascade straight heat pipe,
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja heat pipe, dan persiapan alat dan bahan yang
nantinya akan digunakan dalam penelitian,
Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan mendesain alat Cascade Straight Heat pipe.
Cara pembuatan khususnya cascade straight heat pipe ini diawali dengan mencari straight
heat pipe di pasaran. Setelah mendapat straight heat pipe dilanjutkan dengan mendesain di
software komputer. Setelah desain selesai sesuai dengan keinginan, langkah selanjutnya
yaitu membentuk straight heat pipe yang sudah didapat sesuai dengan bentuk desain. Pada
saat pembentukan harus berhati-hati agar fluida dalam heat pipe tidak terjepit akibat
lekukan pada heat pipe.
Tahap selanjutnya yaitu tahap eksperimen yaitu tahap pengujian temperatur kerja
plat simulator, single dan double kondensor pada cascade straight heat pipe. tahap
pengujian dilakukan dengan memanaskan bagian evaporator heat pipe dengan alat pelat
pemanas. Setelah diuji nanti akan diamati hasil dari pengujian menggunakan pelat pemanas
ini. Ada beberapa daya yang digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan agar mendapat
variasi data yang lebih, sehingga nantinya data tersebut bisa digunakan sebagai

118
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pembanding. Setelah didapatkan data hasil pengujian, dilanjutkan dengan menganalisa data
hasil pengujian.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

2.1 Preparasi Desain Cascade Straight Heat Pipe


2.1.1 Desain Single Cascade Straight Heat Pipe
Desain Single Cascade Straight Heat Pipe bisa dilihat pada Gambar 3.2 di bawah:

Gambar 2. Desain Single Cascade Straight Heat Pipe

119
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Single cascade straight heat pipe dibentuk dari 2 buah straight heat pipe yang saling
ditumpuk. Bagian kondensor dari straight heat pipe pertama ditempelkan pada bagian
evaporator dari straight heat pipe yang kedua. Sehingga nantinya kondensor straight heat
pipe akan direkatkan pada evaporator straight heat pipe kedua menggunakan plat
alumunium. Untuk dimensi atau ukuran dari single cascade straight heat pipe bisa dilihat
pada gambar di atas.

2.1.2 Desain Double Cascade Straight Heat Pipe


Desain dari double cascade straight heat pipe bisa dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 3. Desain Double Cascade Straight Heat Pipe

Double cascade straight heat pipe dibentuk dari 3 buah straight heat pipe yang
saling ditumpuk. Bagian kondensor dari straight heat pipe pertama ditempelkan pada
bagian evaporator dari straight heat pipe yang kedua. Kemudian bagian evaporator dari
straight heat pipe ke 3 juga ditempelkan pada pada evaporator straight heat pipe 2,
sehingga terbentuk 3 tumpukan. Nantinya kondensor straight heat pipe pertama akan
direkatkan pada evaporator straight heat pipe kedua dan juga evaporator straight heat pipe
ke 3 menggunakan plat alumunium. Untuk dimensi atau ukuran dari double cascade
straight heat pipe bisa dilihat pada gambar di atas.

2.2 Skematik Pengujian

Gambar 4. Skematik Pengujian Single Cascade Straight Heat Pipe

120
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 5. Skematik Pengujian Double Cascade Straight Heat Pipe

Pada tahapan pengujian kinerja sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight
heat pipe dilakukan pada pemanas (heater). Kinerja sistem pendinginan cascade straight
heat pipe diamati dengan meletakan 7 thermocouple tipe-K pada kondensor tunggal dan 10
thermocouple tipe-K pada double kondensor.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil Pengujian Temperatur Kerja
Pengujian pada temperatur kerja dilakukan dengan cara memberikan 5 variasi watt
yang berbeda. Tujuan diberikannya 5 variasi yang berbeda adalah untuk mensimulasikan
keadaan CPU pada saat beoperasi. Variasi watt yang diberikan yaitu 10 watt, 20 watt, 30
watt, 40 watt dan 48 watt. Variasi watt dilakukan hingga masing-masing wTatt
mendapatkan kondisi steady state. Adapun hasil pengukuran masing-masing variasi untuk
temperatur kerja plat simulator yang ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabel Variasi Pengujian Temperatur Kerja


PLAT PLAT
WAKTU UDARA
VARIASI SIMULATOR SIMULATOR
(detik) (°C)
BAWAH (°C) ATAS(°C)
10 WATT 15591 55.448 51.015 24.564
20 WATT 12020 79.032 70.119 25.875
30 WATT 18258 104.415 91.511 24.084
40 WATT 14192 113.389 95.200 25.706
48 WATT 13042 149.697 129.397 25.875

3.2 Hasil Pengujian Single Kondensor Cascade Straight Heat Pipe


Pengujian pada temperatur single kondensor cascade straight heat pipe dilakukan
dengan cara yang sama seperti pengujian temperatur kerja dimana pada pengujian
temperatur single kondensor diberikan 5 variasi watt yang berbeda. Tujuan diberikannya 5
variasi yang berbeda adalah untuk mensimulasikan keadaan CPU pada saat dihidupkan
yang nantinya cascade straight heat pipe single kondensor akan mendinginkan temperatur
kerja tersebut. Variasi watt yang diberikan yaitu 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48
watt. Variasi watt dilakukan hingga masing-masing watt mendapatkan kondisi steady state.
Data yang diambil dalam pengujian single kondensor ini meliputi bagian atas plat
simulator, 2 evaporator, 2 kondensor, heatsink dan udara. Adapun hasil pengukuran
masing-masing variasi dan data untuk temperatur single kondensor cascade straight heat
pipe yang ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

121
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 4.2 Tabel Variasi Pengujian Single Kondensor Cascade Straight Heat Pipe
VARIASI WAKTU
T0(°C) T1(°C) T2(°C) T3(°C) T4(°C) T5(°C) T6(°C)
(WATT) (detik)
10 11101 44.461 36.267 32.305 30.872 30.005 30.133 24.876
20 11102 44.455 36.256 32.305 30.875 30.017 30.110 24.892
30 11103 44.459 36.306 32.312 30.877 29.994 30.116 24.893
40 11104 44.439 36.319 32.291 30.878 30.011 30.062 24.890
48 11105 44.442 36.333 32.285 30.878 30.036 30.060 24.875
Keterangan:
T0 : Temperatur Plat Simulator Atas T4 : Temperatur Kondensor 2
T1 : Temperatur Evaporator 1 T5 : Temperatur Heatsink 1
T2 : Temperatur Kondensor 1 T6 : Temperatur Lingkungan
T3: Temperatur Evaporator 2

3.3 Hasil Pengujian Double Kondensor Cascade Straight Heat Pipe


Pengujian pada temperatur double kondensor cascade straight heat pipe dilakukan
dengan cara yang sama seperti pengujian temperatur kerja dimana pada pengujian
temperatur double kondensor diberikan 5 variasi watt yang berbeda. Tujuan diberikannya 5
variasi yang berbeda adalah untuk mensimulasikan keadaan CPU pada saat dihidupkan
yang nantinya cascade straight heat pipe double kondensor akan mendinginkan temperatur
kerja tersebut. Variasi watt yang diberikan yaitu 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48
watt. Variasi watt dilakukan hingga masing-masing watt mendapatkan kondisi steady state.
Data yang diambil dalam pengujian double kondensor ini meliputi bagian atas plat
simulator, 3 evaporator, 3 kondensor, 2 heatsink dan udara. Adapun hasil pengukuran
masing-masing variasi dan data untuk temperatur double kondensor cascade straight heat
pipe yang ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3 Tabel Variasi Pengujian Double Kondensor Cascade Straight Heat Pipe
VARIASI WAKTU
(WATT)
T0(°C) T1(°C) T2(°C) T3(°C) T4(°C) T5(°C) T6(°C) T7(°C) T8(°C) T9(°C)
(detik)
10 15305 44.399 40.046 39.093 30.238 30.096 30.057 30.023 28.021 29.582 24.323
20 15306 44.402 40.065 39.099 30.246 30.099 30.069 30.007 28.094 29.608 24.336
30 15307 44.402 40.050 39.091 30.243 30.093 30.071 30.024 28.163 29.622 24.360
40 15308 44.409 40.058 39.097 30.242 30.100 30.066 30.031 28.149 29.618 24.419
48 15309 44.404 40.034 39.079 30.244 30.104 30.068 30.040 28.105 29.625 24.406
Keterangan:
T0 : Temperatur Plat Simulator Atas T4 : Temperatur Evaporator 3 T8 : Temperatur Heatsink 1
T1 : Temperatur Evaporator 1 T5 : Temperatur Kondensor 2 T9 : Temperatur Lingkungan
T2 : Temperatur Kondensor 1 T6 : Temperatur Kondensor 3
T3 : Temperatur Evaporator 2 T7 : Temperatur Heatsink 2

3.4 Analisa Hasil Pengujian


Berdasarkan hasil pengujian cascade straight heat pipe yang telah dilakukan,
didapatkan hasil bahwa cascade straight heat pipe sangat memberikan dampak pada
penurunan temperatur kerja. Data penurunan tersebut ditampilkan dalam bentuk diagram
yang ada pada Gambar 4.1 di bawah.

122
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DIAGRAM PENURUNAN TEMPERATUR


KERJA
Temperatur Kerja Single Kondensor Double Kondensor

129,3971
91,51162

95,201

72,792846
70,119421

69,895585

65,334793
58,836693
59,32425
54,00135
51,01507
44,441648
44,404654

50,026
47,539

10 WATT 20 WATT 30 WATT 40 WATT 48 WATT

Gambar 3.1 Diagram Penurunan Temperatur Kerja

Hal ini disebabkan karena cascade straight heat pipe memiliki hambatan termal yang
lebih kecil dibandingkan non cascade. Hambatan termal pada cascade straight heat pipe
dihitung berdasarkan kondisi temperatur evaporator dengan temperature pada bagian
kondensor terhadap pembebanan yang diberikan [14].
Hambatan panas akan semakin kecil pada peningkatan pembebanan atau
penambahan Q. selain itu semakin besar ΔT juga akan memperkecil hambatan panas. Hal
inilah yang merupakan karakteristik dari heat pipe tersebut [15]. Hambatan termal yang
kecil inilah yang menyebabkan reduksi panas pada bagian evaporator menjadi lebih besar.
Karena hambatan termal pada sistem cascade straight heat pipe lebih kecil dibandingkan
sistem non cascade yang mengakibatkan reduksi panas pada bagian evaporator sistem
cascade straight heat pipe lebih bagus dibandingkan non cascade. Selain hambatan termal,
sistem cascade straight heat pipe memiliki sirkulasi yang lebih panjang dibandingkan
sistem non cascade. Pada sistem cascade straight heat pipe panas yang keluar dari
kondensor pertama tidak langsung dilepas ke lingkungan melainkan diserap kembali oleh
evaporator 2 dan 3 sehingga sistem pendinginan berlanjut lagi di evaporator 2 dan 3.
Setelah didinginkan di tingkatan 2 dan 3 inilah, panas baru dilepaskan ke lingkungan
melalui kondensor 2 dan 3. Berbeda dengan sistem non cascade. Panas yang keluar dari
kondensor 1 langsung dilepas ke lingkungan karena tidak ada heat pipe lagi untuk
menyerap panas di kondensor, sehingga panas dari keluaran kondesor masih panas dan
evaporator 1 tidak bekerja secara maksimal. Dua hal inilah yang menyebabkan penurunan
bisa terjadi signifikan pada sistem pendingin berbasis cascade straight heat pipe
dibandingkan sistem non cascade.

4. Kesimpulan
Dari pengujian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemakaian single dan double kondensor pada sistem pendinginan CPU berbasis
cascade straight heat pipe memiliki pengaruh yang sangat signifikan untuk penurunan
temperatur kerja. Berdasarkan hasil pengujian, dengan adanya single dan double
kondensor pada sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight heat pipe
didapatkan penurunan yang sangat signifikan, hingga 57,6°C atau 44% untuk yang
single kondensor dan 64,06°C atau 49% untuk double kondensor.

123
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Penurunan temperatur kerja dengan pemakaian single dan double kondensor pada
sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight heat pipe memiliki penurunan yang
sangat signifikan untuk pembebanan yang maksimal. Untuk pembebenan rendah yaitu
10 watt penurunan belum terlalu signifikan. Untuk pembebanan 10 watt didapatkan
penurunan 6,57°C untuk yang single kondensor dan 6,6°C untuk double kondensor.
Pembebanan 20 watt didapatkan penurunan 20,09°C untuk single kondensor dan
22,58°C untuk double kondensor. Pembebanan 30 watt didapatkan penurunan 32,19°C
untuk single kondensor dan 37,51°C untuk double kondensor. Pembebanan 40 watt
didapatkan penurunan 25,31°C untuk single kondensor dan 36,37°C untuk double
kondensor. Pembebanan maksimal yaitu 48 watt didapatkan penurunan 57,6°C untuk
single kondensor dan 64,06°C untuk double kondensor.

Ucapan Terima kasih:


Terima kasih diucapkan kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana atas
dukungan dana melalui skema Hibah Penelitian Terapan Unggulan perguruan Tinggi
(PTUPT)-2019.

Daftar Pustaka
1. Mujaya, I K. J. 2015. Pengaruh Penggunaan Pipa Kalor Bertingkat Terhadap
Temperatur Kerja CPU dan Lingkungan di Sekitar Kondensor. Fakultas Teknik.
Universitas Udayana.
2. Elnaggar, Mohamed H.A. 2013. Numerical Investigation of Characteristics of Wick
Structure and Working Fluid of U-shape Heat Pipe for CPU Cooling,Engineering
Department, Palestine Technical College.
3. Putra, Nandy, Aziz O, Idam Bariyanto, Fery Yusivar. Penggunaan Heatsink-Fan
Sebagai Pendingin Sisi Panas Elemen Peltier Pada Pengembangan Vaccine Carrier.
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 1. Tahun XXI, Maret 2007, 24-31 ISSN 0215-1685.
4. Putra, N. & Septiadi, W. N. 2014. Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi.
Jakarta: Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia.
5. I. Mudawar. (2001). Assessment of high-heat-flux thermal management schemes.
Components and Packaging Technologies, IEEE Transactions on, vol. 24, pp. 122141,
2001.
6. Nandy Putra. Nano Teknologi: Pengembangan Potensi Nanofluida Sebagai Fluida
Kerja Alternatif. (2003).
7. Putra, Nandy, Wayan Nata Septiadi, Rosari Saleh, Rardi Artono Koestoer, and
Suhendro Purbo Prakoso. "The Effect of CuO-Water Nanofluid and Biomaterial Wick
on Loop Heat Pipe Performance." In Advanced Materials Research, 875, (2014). 356-
361.
8. Saleh, R., Putra, N., Wibowo, R. E., Septiadi, W. N., Prakoso, S. P. Titanium dioxide
nanofluids for heat transfer applications. Experimental Thermal and Fluid Science, 52,
(2014).19-29.
9. Putra, N et al., "Application of Al2O3 Nanofluid on Sintered Copper-Powder Vapor
Chamber for Electronic Cooling", Advanced Materials Research, Vol. 789, pp. 423-
428, 2013.
10. Putra, N., Septiadi, W. N., Rahman, H., Irwansyah, R. (2012). Thermal performance of
screen mesh wick heat pipes with nanofluids. Experimental Thermal and Fluid Science,
vol.40, pp.10-17.

124
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

11. R. Chein and G. Huang. (2004). Thermoelectric cooler application in electronic


cooling. Applied Thermal Engineering, vol. 24, pp. 2207-2217.
12. Wayan Nata Septiadi, I Gede Putu Agus Suryawan, I Ketut Gede Wirawan, I Komang
Jana Mujaya, Muchamad Rizal Sugiono Putu Wardana. Karakterisasi Kinerja Pipa
Kalor Bertingkat dengan Wick Screen Mesh untuk Pendingin CPU. Prosiding KNEP
VI ISSN 2338-414X (2015) 193-199.
13. Vasiliev, Leonard L. 2005. Heat Pipes in Modern Heat Exchangers. Belarus Minsk:
Russia.
14. Wayan Nata Septiadi, I Gusti Ketut Sukadana, I Ketut Astawa, Cahyo Sudarmo, I
Nyoman Swar Raditya M. Hambatan Termal Pipa Kalor Bertingkat Dengan Fluida
Kerja Hybrid Nanofluid Al2O3-CuO-Air, SNTTM XV, 2016, 490-497.
15. D. Reay, p. Kew, Heat Pipe Teory, desain and application, 5th edition, Elsevie, 2006.

125
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGARUH DOUBLE DAN SINGLE KONDENSOR PADA SISTEM


PENDINGIN CENTRAL PROCESSING UNIT (CPU) BERBASIS
CASCADE STRAIGHT HEAT PIPE TERHADAP PENURUNAN
TEMPERATUR KELUARAN KONDENSOR

Wayan Nata Septiadi1,2,*), I Kadek Odik Widiantara2,3), Ketut Astawa1,2)


1)
Teknik Mesin, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung Bali
2)
Laboratorium Perpindahan Panas, Teknik Mesin Universitas Udayana
3)
Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana,
Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali
Telp: (0361) 703321
e-mail: wayan.nata@unud.ac.id*), wayan.nata@gmail.com*)

Abstrakk
Seiring perkembangan zaman komputer merupakan salah satu komponen penting dalam
kehidupan sehari-hari, yang biasanya digunakan untuk mengolah data untuk menghasilkan
output. Namun komputer sering mengalami kerusakan pada CPU (Central Processing Unit)
akibat pemakaian komputer yang tidak sesuai aturan sehingga CPU mengalami overheating.
Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan upaya dengan menggunakan pendingin heat
pipe berbasis cascade straight heat pipe dengan double dan single kondensor untuk
menurunkan temperatur keluaran kondensor. Pengujian cascade straight heat pipe dilakukan
dengan pemberian pembebanan masing-masing 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48 watt.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendingin berbasis cascade straight heat pipe
double kondensor mampu menurunkan temperatur keluaran kondensor 1,169°C pada kondisi
20 watt, 0,437°C pada kondisi 30 watt, 2,675°C pada kondisi 40 watt dan 3,565°C pada
kondisi 48 watt dibandingkan dengan penggunaan sistem pendingin cascade straight heat pipe
single kondensor.

Kata kunci: Heat pipe, sistem pendingin, CPU.

1. Pendahuluan
Seiring perkembangan zaman komputer merupakan salah satu komponen penting
dalam kehidupan sehari-hari. Komputer adalah sebuah sistem elektronika yang mempunyai
kemampuan untuk mengolah data dengan cepat dan tepat serta dirancang agar secara
otomatis dapat menerima dan menyimpan data input, memproses data, dan menghasilkan
data output. Pada umumnya penggunan komputer terkadang mengalami permasalahan
yang membuat kerja komputer kurang maksimal. Permasalahan biasanya disebakan oleh
persoalan perangkat keras yang terdapat dalam CPU (Central Processing Unit) dan
persoalan-persoalan perangkat keras lainnya. Kondisi komputer yang saat dipergunakan
dibebani kerja tentunya akan membuat CPU bekerja lebih keras dan juga tentunya
menyebabkan CPU menjadi lebih cepat panas. Panas inilah nantinya yang dapat
mengganggu kerja dari CPU itu sendiri, oleh karena itu panas ini harus dibuang keluar.
Berdasarkan uraian diatas maka penggunaan komputer harus memperhatikan sistem
pendingin pada CPU sehingga nantinya dapat mempertahankan kinerja dari CPU itu sendiri.
Tetapi biasanya dalam memilih atau membeli komputer jarang yang mempertimbangkan
sistem pendingin yang dimiliki oleh komputer yang akan dibeli, padahal sistem pendingin
yang ada pada perangkat komputer adalah salah satu komponen yang penting untuk
mengatur temperatur kerja CPU dan juga mencegah panas yang berlebihan pada CPU.
Perlunya manajemen temperatur yang baik pada CPU guna menjaga kinerja
komputer tetap handal dan tentunya untuk memperpanjang umur pakai dari CPU itu

126
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan laju perpindahan panas pada
alat penukar kalor guna mempercepat perpindahan panas dan meningkatkan efisiensi
energi. Meskipun berbagai teknik telah diterapkan untuk meningkatkan perpindahan panas,
upaya tersebut seringkali dibatasi oleh konduktivitas termal yang rendah dari fluida kerja
serta mekanisme perpindahan panas satu fasa, dimana hal tersebut membatasi peningkatan
kinerja dan kekompakan alat penukar kalor [1]. Dengan meningkatnya permintaan
teknologi modern untuk miniaturisasi perangkat teknologi, timbul kerja baru yang
memiliki konduktivitas termal yang tinggi yang akan berdampak pada perpindahan panas
yang lebih efektif dalam hal peningkatan kinerja termal alat penukar kalor [2]. Pendingin
konvensional tidak lagi mampu mengatasi permasalahan tersebut sehingga sistem
pendingin mulai mengarah ke sistem dua fase, salah satunya heat pipe atau pipa kalor [3].
Cara konvensional untuk membuang panas dari komputer dilakukan secara konveksi
dengan menggunakan kipas angin dengan heatsink langsung. Namun, dengan
meningkatnya daya yang diperlukan dalam komputer modern, panas fluks di CPU telah
secara signifikan meningkat [4].
Heat pipe merupakan alat penukar kalor yang menggunakan prinsip dua fasa serta
bersifat pasif yakni dalam sirkulasi fluida kerja selama proses perpindahan kalor hanya
memanfaatkan tekanan kapilaritas dari sumbu kapiler dan tidak menggunakan energi
tambahan berupa energi listrik. Banyak penelitian mengenai heat pipe telah dilakukan oleh
Putra.,dkk., [5-9] dan Septiadi, dkk [10-12] dimana heat pipe dengan menggunakan wick
berupa screen mesh, sintered powder serta biomaterial telah dikaji. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa heat pipe memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan alat penukar kalor konvensional. Penggunaan heat pipe juga menunjukkan adanya
penurunan hambatan termal pada peningkatan beban kalor yang diserap. Kinerja heat pipe
yang optimal dapat menyebabkan peningkatan kalor dari sumber kalor dan di buang di
bagian kondensor lumayan besar, temperatur yang di buang dibagian kondensor bisa
mencapai 50°C-60°C [13]. Pipa kalor mulai banyak digunakan karena kemampuannya
menyerap kalor dalam jumlah besar dan sistem sirkulasi fluida kerja yang bersifat pasif.
Kinerja pipa kalor sangat dipengaruhi oleh fluida kerja yang digunakan yang berfungsi
sebagai media penghantar kalor [14].
Dalam mengatasi permasalahan panas pada CPU, penulis kali ini akan mencoba
melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem
Pendingin Central Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap
Penurunan Temperatur Keluaran Kondensor” yang nantinya diharapkan dari penelitian ini
dapat mengetahui pengaruh jumlah kondensor terhadap kinerja cascade straight heat pipe
dalam penurunan temperatur keluaran kondensor dan dapat mengetahui besar temperatur
keluaran kondensor pada penggunaan single maupun double kondensor pada sistem
pendingin CPU yang diberikan beban kerja tertentu.

2. Metode Penelitiannn
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan merancang alat pendingin
CPU berbasis cascade straight heat pipe, yang diuji menggunakan pelat simulator sebagai
pengganti CPU dan heater sebagai sumber kalor.

2.1 Metode Pengujian


Metode ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi preparasi heat
pipe dan pengujian temperatur keluaran kondensor pada pendinginan CPU dengan cascade

127
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

straight heat pipe. Secara skematik diagram alir tahap penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Adapun desain rancangan alat pendingin CPU berbasis cascade straight heat pipe
dapat dilihat pada gambar 2 untuk desain cascade straight heat pipe single kondensor dan
Gambar 3 untuk desain cascade straight heat pipe double kondensor.

Gambar 2. Desain cascade straight heat pipe single kondensor

Gambar 3. Desain cascade straight heat pipe double kondensor

128
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pada tahapan pengujian kinerja sistem pendingin CPU berbasis cascade straight heat
pipe dilakukan dengan meletakkan 6 thermocouple tipe-K pada desain cascade single
kondensor dan 9 thermocouple pada cascade double kondensor, dimana letak
thermocouple sesuai pada gambar 4 untuk pengujian single kondensor dan gambar 5 untuk
pengujian double kondensor.

Gambar 4. Skematik pengujian single kondensor

Gambar 5. Skematik pengujian double kondensor

Data temperatur pada thermocouple direkam menggunakan sistem data aquisisi NI


9214 dan c-DAQ 9174 yang diperoleh menggunakan software Labview. Pengujian pada
cascade single dan double kondensor dilakukan dengan memberikan pembeban kalor
masing-masing sebesar 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48 watt.

3. Pengumpulan Data
3.1 Karakterisasi Pelat Simulator
Untuk mendapatkan kalor (Q) yang telah ditentukan yaitu 10 watt, 20 watt, 30 watt,
40 watt dan 48 watt, dapat dilakukan dengan mengatur tegangan pada alat voltage
regulator sehingga memperoleh perbedaan temperatur (∆T) yang sesuai dan mendapatkan
nilai kalor yang telah ditentukan. Berikut ini adalah tabel hasil rekaman data terakhir
karakterisasi pelat simulator:

Tabel 1. Data terakhir karakterisasi pelat simulator


Waktu Pelat Simulator Pelat Simulator ∆T
Daya (Watt)
(detik) Bawah (°C) Atas (°C) (°C)
10 15591 55.447 51.015 4.432
20 12020 79.032 70.119 8.912
30 18258 104.415 91.511 12.903
40 14192 113.389 95.200 18.188
48 13043 149.697 129.397 20.300

129
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.2 Pengujian Temperatur Cascade Straight Heat Pipe


Pengujian temperatur cascade straight heat pipe dilakukan dengan memperoleh
sumber kalor (watt) dari heater dengan karakterisasi pelat simulator sebagai pengganti
CPU. Pengujian dilakukan sebanyak 2 kali pada kondisi pembebanan idle 10 watt, 20 watt,
30 watt, 40 watt dan maksimal 48 watt, penujian ini dilakukan pada ruangan dengan
temperatur kurang lebih (±) 25°C dengan desain cascade straight heat pipe single
kondensor dan cascade straight heat pipe double kondensor. Pengambilan data dimulai
tanpa pembebanan, dengan idle 10 watt, semua temperatur thermocouple mulai dari pelat
simulator, evaporator, kondensor dan heatsink dalam setiap proses pengambilan data harus
mendekati dengan temperatur udara lingkungan. Selanjutnya hasil pengambilan data
terakhir ditampilkan dalam bentuk tabel data temperatur hasil pengujian.

Tabel 2. Data terakhir hasil pengujian cascade straight heat pipe single kondensor
Daya Waktu T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
(Watt) (detik) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C)
10 11105 44.441 36.333 32.284 30.877 30.035 30.060 24.875
20 12558 50.026 40.719 35.326 31.988 31.602 30.694 25.949
30 8280 59.324 45.247 40.569 38.018 36.380 32.214 24.540
40 9456 69.895 49.559 44.526 42.308 40.418 34.868 25.093
48 6635 72.792 51.700 46.697 45.229 43.092 41.430 26.646
Keterangan
T0 = Temperatur Plat Simulator (°C) T4 = Temperatur Kondensor 2 (°C)
T1 = Temperatur Evaporator 1 (°C) T5 = Temperatur Heatsink (°C)
T2 = Temperatur Kondensor 1 (°C) T6 = Temperatur Lingkungan (°C)
T3 = Temperatur Evaporator 2 (°C)

Tabel 3. Data terakhir hasil pengujian cascade straight heat pipe double kondensor
Daya Waktu T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
(Watt) (detik) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C)
10 15309 44.404 35.034 32.079 30.244 30.104 30.068 30.040 28.105 29.624 24.406
20 13665 47.639 37.306 32.784 30.726 30.684 30.492 30.433 28.305 29.926 24.927
30 18267 54.001 40.774 37.317 35.974 35.997 35.498 35.943 31.995 31.380 26.211
40 14599 58.940 43.851 39.859 38.151 38.089 37.437 37.743 33.868 33.342 23.865
48 7292 65.334 45.143 41.104 39.218 40.130 38.740 39.527 35.568 37.156 24.915
Keterangan:
T0 = Temperatur Plat Simulator (°C) T5 = Temperatur Kondensor 2 (°C)
T1 = Temperatur Evaporator 1 (°C) T6 =Temperatur Kondensor 3 (°C)
T2 = Temperatur Kondensor 1 (°C) T7 = Temperatur Heatsink 3 (°C)
T3 = Temperatur Evaporator 2 (°C) T8 = Temperatur Heatsink 2 (°C)
T4 = Temperatur Evaporator 3 (°C) T9 = Temperatur Lingkungan (°C)

3.3 Distribusi Temperatur Sistem Pendingin CPU


3.3.1 Distribusi Temperatur Cascade Single Kondensor
Grafik distribusi temperatur cascade single kondensor pada pembebanan maksimal
48 watt dapat dilihat pada gambar 1. Pada gambar 1 memperlihatkan distribusi temperatur
cascade single kondensor pada kondisi maksimal 48 watt mengalami kenaikan temperatur
mulai dari 0 detik hingga 6635 detik, dan pada waktu tersebut temperatur di semua titik
pemasangan thermocouple telah mengalami kondisi steady, dimana nilai temperatur pada
pelat atas simulator (processor) yaitu 72,792°C, nilai temperatur keluaran dari kondensor 1
yaitu 46,697°C dan nilai temperatur keluaran dari kondensor 2 yaitu 43,092°C.

130
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Grafik distribusi temperatur pada cascade single kondensor


pada kondisi 48 watt

3.3.2 Distribusi Temperatur Cascade Double Kondensor


Grafik distribusi temperatur cascade double kondensor pada pembebanan maksimal
48 watt dapat dilihat pada gambar 2. Pada gambar 2 memperlihatkan distribusi temperatur
cascade double kondensor pada kondisi maksimal 48 watt mengalami kenaikan temperatur
mulai dari 0 detik hingga 7292 detik, dimana pada waktu tersebut temperatur di semua titik
pemasangan thermocouple telah mengalami kondisi steady, dimana nilai temperatur pada
pelat atas simulator (processor) yaitu 65,334°C, nilai temperatur keluaran dari kondensor 1
yaitu 41,104°C dan nilai temperatur keluaran dari kondensor 2 yaitu 38,740°C serta nilai
temperatur keluaran dari kondensor 3 yaitu 39,527°C.

Gambar 2 Grafik distribusi temperatur pada cascade double kondensor


pada kondisi 48 watt

3.4 Analisis
Gambar 3 menampilkan distribusi perbandingan temperatur keluaran kondensor
antara Cascade single Kondensor dengan Cascade Double Kondensor.

131
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 3. Grafik perbandingan temperatur keluaran kondensor

Dari gambar 3 menunjukan perbandingan temperatur keluaran kondensor antara


desain cascade single kondensor dengan cascade double kondensor. Sistem pendingin
CPU cascade straight heat pipe mampu menurunkan temperatur keluaran kondensor di
bawah 60°C [15]. Untuk kondisi maksimum 48 watt penggunaan cascade double
kondensor hanya menghasilkan penurunan temperatur keluaran kondensor sebesar 8,27%
dibandingkan cascade single kondensor, penurunan temperatur yang dihasilkan tidak
terlalu signifikan dikarenakan pada cascade double kondensor arah perpindahan panas
dominan mengarah ke atas sehingga hanya satu heat pipe yang dapat menyerap kalor
secara optimal yaitu heat pipe yang berada di posisi atas sehingga cascade double
kondensor sistem perpindahan panasnya menyerupai pada cascade single kondensor yang
menyebabkan penurunan temperatur keluaran kondensor menjadi tidak signifikan. Akan
tetapi penggunaan cascade straight heat pipe baik single maupun double kondensor lebih
baik dibandingkan non cascade, karena temperatur buang dari kondensor lebih rendah dan
tidak merusak komponen-komponen disekitar prosesor [15].

4. Kesimpulan
Dari hasil penulisan laporan dan pengujian dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jumlah kondensor berpengaruh terhadap penurunan temperatur keluaran kondensor
pada cascade straight heat pipe, dimana terdapat perbedaan temperatur keluaran antara
penggunaan single kondensor dengan double kondensor, akan tetapi pengaruhnya tidak
signifikan yaitu pada beban maksimal 48 watt perbedaan temperatur keluarannya
sebesar 8,27%.
2. Temperatur keluaran dengan penggunaan double kondensor memberikan temperatur
keluaran lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan single kondensor yakni
temperatur keluaran masing-masing untuk 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48
watt pada penggunaan double kondensor adalah 30,040°C, 30,433°C, 35,943°C,
37,743°C, 39,527°C serta untuk single kondensor masing-masing 30,035°C, 31,602°C,
36,380°C, 40,418°C, 43,092°C.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih diucapkan kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana

132
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

atas dukungan dana melalui skema Hibah Penelitian Terapan Unggulan perguruan Tinggi
(PTUPT)-2019.

Daftar Pustaka
1. J.A.E.S.U.S. Choi, (1995). Enhancing Thermal Conductivity of Fluids with
Nanoparticles, International Mechanical Engineering Congress and ExhibitionSan
Francisco, CA (United States).
2. Y. Abbassi, M. Talebi, A.S. Shirani, J. Khorsandi, (2014). Experimental investigation
of TiO2/water nanofluid effects on heat transfer characteristics of a vertical annulus
with nonuniform heat flux in non-radiation environment, Ann. Nucl. Energy 69 7–13.
3. I. Mudawar. (2001). Assessment of high-heat-flux thermal management schemes.
Components and Packaging Technologies, IEEE Transactions on, vol. 24, pp. 122-
141, 2001.
4. Elnaggar, Mohamed H.A. (2013). Numerical Investigation of Characteristics of Wick
Structure and Working Fluid of U-shape Heat Pipe for CPU Cooling, Engineering
Department, Palestine Technical College.
5. Nandy Putra. Nano Teknologi, (2003). Pengembangan Potensi Nanofluida Sebagai
Fluida Kerja Alternatif.
6. Saleh, R., Putra, N., Wibowo, R. E., Septiadi, W. N., Prakoso, S. P. (2014). Titanium
dioxide nanofluids for heat transfer applications. Experimental Thermal and Fluid
Science, 52.19-29.
7. Putra, Nandy, Wayan Nata Septiadi, Rosari Saleh, Rardi Artono Koestoer, and
Suhendro Purbo Prakoso, (2014). The Effect of CuO-Water Nanofluid and
Biomaterial Wick on Loop Heat Pipe Performance. In Advanced Materials Research,
875, 356-361.
8. Putra, N., Septiadi, W. N., Rahman, H., Irwansyah, R. (2012). Thermal performance of
screen mesh wick heat pipes with nanofluids. Experimental Thermal and Fluid
Science, vol.40, pp.10-17.
9. Putra, N et al. (2013). Application of Al2O3 Nanofluid on Sintered Copper-Powder
Vapor Chamber for Electronic Cooling, Advanced Materials Research, Vol. 789, pp.
423-428.
10. Wayan Nata Septiadi, I Gusti Ketut Sukadana, I Ketut Astawa2, Cahyo Sudarmo, I
Nyoman Swar Raditya M. (2016). Hambatan Termal Pipa Kalor Bertingkat dengan
Fluida Kerja Hybrid Nanofluid Al2O3-CuO-Air. SNTTM XV, 490-497.
11. Wayan Nata Septiadi, Cahyo Sudarmo, (2016). Konduktivitas Termal Hybrid
Nanofluid Al2O3-CuO-Air. Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) TM43-
TM49.
12. Wayan Nata Septiadi, I Gusti Ketut Sukadana, I Ketut Astawa,Cahyo Sudarmo, I
Nyoman Swar Raditya, (2016). Hambatan Termal Pipa Kalor Bertingkat dengan
Fluida Kerja Hybrid Nanofluid Al2O3-CuO-Air. Seminar Nasional Tahunan Teknik
Mesin XV (SNTTM XV), 490-497.
13. Vasiliev, Leonard L. (2005). Heat Pipes in Modern Heat Exchangers. Belarus
Minsk: Russia.
14. Nandy Putra, Wayan Nata Septiadi. (2014). Teknologi Pipa Kalor, Teori, Desain dan
Aplikasi. UI-Press: Jakarta.
15. Mujaya, I. K. J., Septiadi, W. N. & Suryawan, I. G. P. A. (2015). Karakterisasi
Kinerja Pipa Kalor Bertingkat dengan Wick Screen Mesh untuk Pendingin CPU.
Badung: Universitas Udayana.

133
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGUJIAN KARAKTERISTIK TUNGKU GASIFIKASI DENGAN


BAHAN BAKAR KAYU

Aristo Seandy Themas1), Abrar Riza2), Steven Darmawan3)


1)
Mahasiswa Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
2,3)
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
Jl. Let Jen S Parman No.1 Jakarta 11440, Indonesia
e-mail: aristo.515159201@stu.untar.ac.id1), abrarr@ft.untar.ac.id2),
stevend@ft.untar.ac.id3)

Abstrak
Tungku gasifikasi merupakan salah satu teknologi yang mampu mengubah energi dengan
proses gasifikasi, di mana metode gasifikasi adalah proses yang dapat mengubah bahan bakar
padat menjadi gas yang mudah terbakar (CO, H2, dan CH4) melalui proses pembakaran
dengan pasokan udara terbatas. Pasokan udara terbatas adalah proses yang menentukan
keberhasilan teknologi gasifikasi. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan karakteristik
tungku gasifikasi, tingkat pasokan udara dalam tungku berkurang hingga 20% hingga 40%
dari nilai stoikiometrik. Bahan bakar padat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
biomassa dalam bentuk kayu sisa konstruksi. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
gas yang mudah terbakar dengan memvariasikan massa bahan bakar dan ketinggian cerobong
asap. Variasi massa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1kg, 1,5 kg, 2 kg, 2,5 kg, dan
3 kg, sedangkan variasi ketinggian cerobong adalah 15 cm, 30 cm, dan 45 cm. Pasokan udara
dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan stoikiometrik, di mana kebutuhan udara
untuk pembakaran sempurna terjadi dalam 1 kg dan 1,5 kg massa, sedangkan kebutuhan
udara untuk pembakaran tidak sempurna yang merupakan kondisi proses gasifikasi terjadi
dalam tungku. Kebutuhan udara 1 kg dan 1,5 kg menunjukkan nilai 7,51 (AFR) sedangkan
kebutuhan udara 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg menunjukkan nilai 1,70 (AFR). Ini menunjukkan bahwa
kebutuhan udara dalam teknologi gasifikasi akan semakin berkurang jika massa bahan bakar
semakin besar. Semakin besar massa bahan bakar padat yang dimasukkan ke dalam tungku
gasifikasi, semakin banyak gas buang yang mudah terbakar terbentuk. Sehingga jika gas
buang yang terbentuk dapat dikatakan telah berubah menjadi gas sintetis sebagai produk
proses gasifikasi.

Kata kunci: gasifikasi, biomassa, proses pembakaran, stoikiometri, gas sintetis.

PENDAHULUAN
Teknologi gasifikasi merupakan suatu bentuk pendayagunaan energi yang
terkandung di dalam biomassa melalui suatu konversi dari bahan padat menjadi gas dengan
menggunakan proses degradasi termal material material organic pada temperatur tinggi di
dalam pembakaran yang tidak sempurna. Proses ini berlangsung dalam suatu alat yang
disebut gasifier. Kedalam alat ini dimasukkan bahan bakar biomassa berupa kayu untuk
dibakar didalam reaktor (ruang bakar) secara tidak sempurna atau suplai udara jauh
dibawah kebutuhan stoikiometri atau kekurangan oksigen sehingga fluegas yang dihasilkan
bersifat mampu bakar. Dengan kata lain, proses gasifikasi merupakan proses pembakaran
parsial bahan baku padat, melibatkan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar padat. Uap
air dan karbon dioksida hasil pembakaran direduksi menjadi gas yang mudah terbakar,
yaitu karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), dan methan (CH4) [1].
Dalam pengujian tungku gasifikasi ini terdapat beberapa masalah yang ada yaitu,
bagaimana mendapatkan gas sintetik atau syngas atau gas mampu bakar dari proses
gasifikasi. Apa yang mempengaruhi berhasilnya proses gasifikasi tersebut adalah konsep
gasifikasi, dimana proses gasifikasi mampu mereduksi bahan bakar kayu dengan sedikit
suplai udara sehingga menghasilkan fluegas yang mampu bakar (flamable). Adapun salah

134
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

satu usaha untuk mengoptimalkan jumlah fluegas yang flamable adalah dengan memberi
waktu gas CO2 bergeser menjadi gas CO dan steam bergeser menjadi H2 melewati
persamaan water shift reaction. Fenomena ini didapat dengan menambah panjang gasifier,
dalam hal ini kita memvariasikan tinggi freeboard apakah ketinggian freeboard
mempengaruhi proses terbentuknya gas sintetik atau syngas atau gas mampu bakar.
Apakah massa bahan bakar yang dimasukkan mempengaruhi keberhasilan dari proses
gasifikasi.
Batasan masalah pada pengujian ini adalah suplai udara dibuat kecil dan variabel laju
udara dimatikan (secondary air) sehingga dapat diperkirakan bahwa suplai udara sesuai
dengan kebutuhan proses gasifikasi. Pada penelitian ini belum dilakukan pengukuran laju
udara yang sebenarnya. Hal itu baru dilakukan pada tahap berikut dari penelitian ini.
Pengujian yang dilakukan menggunakan bahan bakar berupa kayu bekas tanpa melakukan
pengujian mengenai properties kayu. Properties kayu hanya dijadikan studi literatur untuk
mendapatkan karakteristik bahan bakar yang baik. Pengujian ini bertujuan untuk
mendapatkan karakteristik dari tungku gasifikasi sebagai salah satu teknologi yang mampu
mengkonversikan energi dari bahan bakar padat menjadi gas.

METODE PENELITIAN
Proses yang dilakukan ketika mengumpulkan informasi serta melakukan investigasi
pada penelitian, akan memberikan gambaran atau rancangan penelitian berupa prosedur
dan langkah langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan
langkah apa data data tersebut diperoleh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi literatur untuk properties biomassa dan uji eksperimental dengan
menggunakan tungku gasifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Uji Eksperimental
Untuk dapat melaksanakan suatu eksperimental yang baik, perlu memahami terlebih
dahulu segala sesuatu yang terkait dengan komponen-komponen eksperimen. Baik yang
berkaitan dengan jenis variabel, syarat eksperimen, langkah penelitian dan bentuk desain
penelitian. Untuk lebih memahami mengenai penelitian ini, maka akan dibahas mengenai
metode penelitian eksperimen beserta hal-hal yang terkait didalamnya. Pada pengujian
eksperimental digunakan tungku gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut adalah
gambar alat, bahan dan proses pada penelitian yang dilakukan.

Gambar 1. Beda ketinggian freeboard (cerobong 1, cerobong 2, dan cerobong 3)

135
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2. Persiapan bahan bakar kayu

Nyalakan api melalui ignitor yang terdapat pada bawah tungku gasifikasi lalu ambil
data temperatur tiap titik ketika waktu yang ditentukan sudah sesuai. Berikan pematik pada
ujung freeboard untuk mengetahui apakah proses gasifikasi pada tungku gasifier tersebut
dapat dikatakan berhasil atau tidak. Untuk meminimalisir terjadinya resiko seperti api yang
tidak terkontrol akibat proses gasifikasi perlu dilakukan persiapan untuk menanggulangi
resiko tersebut. Pasir dan air yang mampu mematikan nyala api dipersiapkan di sekitar
lokasi pengujian sebelum pengujian dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian yang membahas karakteristik dari tungku gasifikasi ini, kondisi
setiap pengujian diupayakan untuk menggunakan metode dan sistem yang sama secara
berulang dengan tujuan mendapatkan data yang akurat. Pada bab ini akan membahas
tentang analisa terhadap fenomena yang terjadi selama pengujian tersebut dengan
menggunakan parameter-parameter gasifikasi yang dihasilkan dari setiap pengujian.
Jika produk yang keluar dari cerobong tersebut menghasilkan api seperti yang
tampak pada Gambar 4, maka dapat dikatakan bahwa proses gasifikasi yang terdiri dari
pengeringan bahan bakar, devolatilisasi atau pemisahan unsur-unsur yang mudah terbakar,
pengoksidasian bahan bakar yang mengikat unsur oksigen, dan pereduksian unsur akibat
reaksi oksidasi berhasil terlaksana secara menyeluruh. Keempat proses gasifikasi tersebut
terjadi didalam tungku gasifikasi dan tidak tampak oleh kasat mata. Pembuktian bahwa
proses gasifikasi terjadi didalam tungku dapat dilihat pada gas produser yang terbentuk
atau yang keluar dari ujung cerobong. Gas produser inilah yang sering disebut dengan gas
sintetik atau syngas.
Untuk mengetahui output atau produk dari gasifikasi mengandung gas sintetik
(syngas) atau tidak, maka produk yang keluar dari ujung cerobong akan diberikan pematik
dan berubah menjadi energi baru atau api. Sehingga fenomena yang terjadi ketika
pengujian berlangsung adalah produk yang keluar dari ujung cerobong akan hilang dan
berubah menjadi api. Sebaliknya, produk yang keluar dari ujung cerobong tidak akan
hilang dan berubah menjadi api karena produk tersebut tidak mengandung gas sintetik atau
syngas atau gas mampu bakar (flammable).

136
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 3. Hasil Proses Gasifikasi pada 3 Ketinggian Cerobong


(gas sintetik tidak mengandung unsur yang flammable)

Fluegas yang terbentuk akibat pembakaran bahan bakar kayu didalam reaktor
mengalir keluar melalui ujung cerobong. Fluegas yang keluar melalui ujung cerobong
tersebut diberikan pematik (ignitor) untuk mengetahui apakah fluegas yang keluar tersebut
mengandung unsur yang flammable. Jika fluegas yang keluar dari cerobong tersebut diberi
pematik dan tidak membentuk nyala api maka dapat dikatakan proses gasifikasi tidak
berlangsung secara sempurna. Faktor yang mempengaruhi proses gasifikasi pada pengujian
ini adalah massa dari bahan bakar yang dimasukkan ke dalam reaktor (ruang bakar) pada
tungku. Pada jumlah massa bahan bakar 1 kg dan 1,5 kg proses gasifikasi diprediksi
memperoleh suplai udara yang berlebih sehingga syarat dari proses gasifikasi yang
membutuhkan suplai udara terbatas tidak terpenuhi.

137
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4. Hasil Proses Gasifikasi pada 3 Ketinggian Cerobong


(gas sintetik tidak mengandung unsur yang flammable)

Berbeda dengan yang tampak pada Gambar 3, fluegas yang terbentuk akibat
pembakar bahan bakar kayu di dalam reaktor dengan jumlah massa 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg,
mengandung gas yang mudah terbakar (flammable). Hal ini berarti proses gasifikasi pada
tungku berhasil memenuhi syarat suplai udara yang terbatas pada jumlah massa bahan
bakar yang lebih besar.
Biomassa terdiri atas bahan organik seperti karbon, hidrogen, dan oksigen. Saat
dibakar secara menyeluruh, bahan organik dari biomassa akan menghasilkan air dan
karbon dioksida. Biomassa secara umum merupakan bahan yang dapat diperoleh dari
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi
atau bahan bakar dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi

138
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

alternatif, dikatakan sebagai energi terbarukan yang terjadi pada tahap akhir, dimana bahan
bakar biomassa akan terurai menjadi karbon dioksida atau metana dan dibebaskan ke
udara. Biomassa yang mengandung energi tersebut dimanfaatkan melalui teknologi
gasifikasi, dimana nilai kalor dari bahan bakar tersebut digunakan sebagai indikator
kandungan energi yang dimiliki oleh biomassa. Kandungan energi yang terkandung
didalam bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan:
Q = ̇ x LHV
Keterangan:
Q = Kandungan energi dari bahan bakar (kJ)
LHV = Lower heating value (kJ/kg) ̇ = massa dari bahan bakar (kg)

Energi yang terkandung di dalam bahan bakar akan berubah wujud dari padat
menjadi gas sehingga untuk menciptakan energi yang besar, jumlah massa dari bahan
bakar sangat mempengaruhi energi yang terbentuk. Berikut adalah grafik hubungan antara
massa dari bahan bakar terhadap energi yang terkandung didalam bahan bakar:

Hubungan Energi Bahan Bakar Terhadap Jumlah Massa


Bahan Bakar
70.000
Q / Energi Bahan Bakar (kJ)

58.350
60.000
48.625 Q Energi
50.000 Bahan Bakar
38.900
40.000
29.175
Linear (Q
30.000 Energi
19.450 Bahan
20.000 Bakar)

10.000
1 1,5 2 2,5 3

Massa Bahan Bakar (kg)


Gambar 5. Hubungan Antara Energi Bahan Bakar Terhadap Jumlah Massa Bahan Bakar

Menurut yokoyama, kandungan energi yang terkandung didalam bahan bakar dapat
diindikasikan dengan nilai kalor yang terkandung didalam bahan bakar, sehingga nilai
temperatur akan sebanding dengan nilai kalor jika dikalikan dengan nilai kalor spesifik dan
massa dari bahan bakar yang digunakan. Hal ini dapat dilihat dari persamaan berikut:
Q = m x cp x
Keterangan:
Q = Nilai kalor (kJ)
m = Massa (Kg)
cp = Kalor spesifik (kJ/kg.oC)
= Temperatur (oC)
Hal ini lah yang menjadi indikasi bahwa temperatur akan meningkat jika nilai kalor
atau kandungan energi yang terdapat pada bahan bakar semakin banyak.
Ketinggian sebuah cerobong dari tungku gasifikasi diprediksi mampu memberikan
kesempatan untuk sistem melakukan semua proses dari gasifikasi yang akan mencapai

139
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

hasil berupa gas sintetik atau syngas. Dari proses yang dilakukan selama pengujian
berlangsung, api yang membakar bahan bakar berada dibagian bawah tungku, sehingga
titik pengukuran yang semakin lama akan menjauhi sumber api menunjukkan penurunan.
Untuk melihat hubungan yang terjadi antara ketinggian cerobong terhadap kemampuan
sistem untuk melaksanakan semua proses gasifikasi, maka distribusi temperatur yang
diukur terhadap titik pengukuran pada masing-masing cerobong uji akan membuktikan
bahwa gas sintetik tetap dapat terbentuk meskipun temperatur yang dibaca oleh alat ukur
menunjukkan nilai yang semakin kecil pada titik pengukuran yang semakin menjauhi
sumber api dari proses pembakaran bahan bakar.
Api yang terbentuk akibat terbakarnya gas mampu bakar yang keluar dari ujung
cerobong merupakan sebuah indikasi secara eksperimental yang menunjukkan bahwa
tungku gasifier telah berhasil memperoleh gas sintetik atau syngas. Sedangkan,
pengukuran temperatur disetiap titik pengukuran aka dianalisa berdasarkan perubahan
temperatur terhadap masing-masing proses yang terjadi didalam tungku gasifikasi. Berikut
adalah grafik yang akan menunjukkan pengaruh titik pengukuran temperatur terhadap
keberhasilan suatu sistem untuk melaksanakan proses gasifikasi:

Hubungan Temperatur Terhadap Titik Pengukuran Pada


160 Waktu 10 Menit Cerobong 1

140
Temperatur (oC)

Massa 2 kg
120
Massa 2.5 kg

100 Massa 3 kg

80

60
1 2 3 4
Titik Pengukuran
Gambar 6. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 1

Hubungan Temperatur Terhadap Titik Pengukuran Pada


210 Waktu 10 Menit Cerobong 2
Temperatur (oC)

160 Massa 2 kg

Massa 2.5 kg

110

60
1 2 3 4 5
Titik Pengukuran
Gambar 7. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 2

140
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Hubungan Temperatur Terhadap Titik Pengukuran Pada


260 Waktu 10 Menit Cerobong 3
Temperatur (oC)

210
Massa 2 kg

Massa 2.5 kg
160
Massa 3 kg

110

60
1 2 3 4 5 6
Titik Pengukuran
Gambar 8. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 3

Penurunan temperatur pada proses gasifikasi terjadi karena 4 proses utama dari
gasifikasi. Pada proses gasifikasi ada beberapa tahapan berdasarkan perbedaan rentang
kondisi temperatur, yaitu oksidasi (700-1500°C), reduksi (400-1000°C), pirolisis (300-
700°C), dan pengeringan (200-300°C) yang dilalui oleh biomassa sebelum pada akhirnya
menjadi gas yang flammable pada output reaktor. Proses oksidasi (combustion) merupakan
proses dimana unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan bakar akan bereaksi dengan
oksigen yang masuk dari lingkungan ke sistim. Reaksi yang terjadi pada proses oksidasi
disebabkan karena proses pembakaran bahan bakar yang terjadi didalam tungku. Proses
pembakaran ini akan memaksa unsur karbon untuk berikatan dengan oksigen dari
lingkungan dan melepaskan senyawa baru yang bersifat eksotermik. Senyawa baru yang
bersifat eksotermik merupakan hasil pembakaran berupa CO2 dan akan diserap oleh unsur
karbon pada reaksi reduksi, sehingga perbedaan temperatur yang terjadi antara zona
oksidasi dan zona reduksi menyebabkan senyawa CO2 bergeser menjadi senyawa CO.
Sedangkan pada proses pirolisis, biomassa dipanaskan 300-700oC tanpa kontak dengan
oksigen. Struktur kimia dari biomassa diubah dan menghasilkan karbon dioksida, karbon
monoksida, air, asam asetat, dan methanol [2].
Penurunan temperatur yang tampak pada Gambar 7 dan 8 merupakan salah satu hal
utama yang mendukung keberhasilan dari suatu proses gasifikasi. Penurunan temperatur
pada cerobong 1, cerobong 2, dan cerobong 3 yang terjadi akibat cerobong semakin tinggi
memberikan kesempatan untuk tungku gasifier melaksanakan semua proses dari gasifikasi
itu sendiri. Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat semakin tinggi cerobong yang
digunakan maka temperatur akan menjadi semakin rendah.

KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang dilakukan secara eksperimental dan analisa yang
dilakukan, maka Pengujian Karakteristik Fixed Bed Gasifier ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah dari massa bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tungku gasifikasi sangat
mempengaruhi produk output dari tungku gasifikasi. Produk dari tungku gasifikasi yang
berupa gas sintetik akan terbentuk jika jumlah dari bahan bakar yang dimasukkan
adalah 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg. Sedangkan tungku gasifikasi tidak menghasilkan produk

141
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

berupa gas sintetik jika jumlah dari massa bahan bakar yang dimasukkan adalah 1 kg
dan 1,5 kg.
2. Kebutuhan udara pembakaran dihitung menggunakan persamaan Air Fuel Ratio,
sehingga dalam proses analisa dijelaskan bahwa perbandingan udara yang dibutuhkan
untuk gasifikasi adalah 22,59%. Dimana angka ini menunjukkan semakin terbatas
suplai udara yang masuk kedalam tungku maka semakin mudah tungku gasifikasi untuk
mendapatkan gas sintetik (syngas) atau gas mampu bakar (flammable).

DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Yokoyama and Y. Matsumura, Panduan Untuk Produksi dan Pemanfaatan
Biomassa (Asian Biomassa Handbook), The Japan Institute of Energy, 2008.
[2] G. Rinovianto, "Karakteristik Gasifikasi Pada Updraft Double Gas Outlet Gasifier
Menggunakan Bahan Bakar Kayu Karet," Universitas Indonesia, Depok, 2012.
[3] Kurniawan, "Karakteristik Konvensional Updraft Gasifier Dengan Menggunakan
Bahan Bakar Kayu Karet Melalui Pengujian Variasi Flow Rate Udara," Universitas
Indonesia, Depok, 2012.
[4] "How Gasification Works,"All Power Labs, [Online]. Available:
www.allpowerlabs.com. [Accessed 14 Desember 2018].
[5] T. B. Reed and A. Das, Hand Book of Biomassa Downdraft Gasifier Engine Systems,
1617 Cole Boulevard, Golden, Colorado 80401-3393: Solar Energy Research
Institute, 1988.
[6] A. Hidayat, "Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa pada Reaktor Downdraft
Sistem Batch dengan Variasi Air-Fuel Ratio (AFR) dan Ukuran Biomassa,"
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2013.
[7] B. Sugiantoro, "Analisis Teknis Proses Pembakaran Fosil Fuel Dan Penggunaan Fame
/ Fatty Acid Mthyl Ester (Biofuel) Sebagai Peluang Efesiensi Energi Dan Peningkatan
Performasi Engine," pp. 131-140.
[8] H. Susanto, "Analisa Efisiensi Bahan Bakar Pada Boiler Pipa Api Kapasitas 1
Ton/Jam Menggunakan Bahan Bakar Solar dan Gas Di PT. X," Universitas Mercu
Buana, Jakarta, 2008.
[9] E. P. Akhator, A. O. and A. U. , "Nigerian Journal of Technology (NIJOTECH),"
Physico-chemical properties and energy potential of wood wastes from sawmills in
benin metropolis, Nigeria, vol. 36, no. 2, p. 452 – 456, April 2017.
[10] J. E. Brady, "Kimia Universitas Asas dan Struktur," Binarupa Aksara, Indonesia,
1999.
[11] I. Lawrence, "Perancangan Dan Manufaktur Burner," Universitas Tarumanagara,
Jakarta, 2018.
[12] A. Riza, Y. Bindar, H. Susanto and D. Sasongko, "Pengaruh Kadar Karbon Pada
Proses Gasifikasi," Sinergi, vol. 21, no. 1, pp. 1-8, Februari 2017.

142
Makalah Bidang Teknik Industri
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ERGONOMI PARTISIPASI TIM KERJA VIRTUAL


PADA START UP KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Helena Juliana Kristina


Program Studi Teknik Industri, Universitas Tarumanagara
e-mail: Helenakristina555@gmail.com

Abstrak
Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan
disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis. Keterlibatan media
sosial dilakukan dengan banyak hal, mulai dari menyebarkan semangat positif, memberikan
donasi, hingga hadir dalam keterlibatan langsung menjadi relawan. Banyak insiatif sosial
dalam aksi nyata yang berawal dari inisiatif di media sosial. Awareness masyarakat menjadi
sebuah titik temu pada bisnis digital (yang membawa misi sosial di dalamnya). Platform
kewirausahaan sosial bisnis komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah suatu sistem
(already alive) yang membantu tim projek pembawa misi sosial, guna menciptakan nilai
edukasi dalam insiatif sosial aksi nyatanya, melalui bantuan media sosial (FB Peduli Sampah
Cintai Bumi). Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan konsep ergonomi partisipasi tim
kerja virtual pada cetak biru startup kewirausahaan sosial yang bernama “Peduli Sampah
Cintai Bumi”. Metode penelitian adalah deskriptif studi. Hasil penelitian didapatkan bahwa
tim kerja virtual pada suatu kewirausahaan sosial, dapat dibangun dengan cara menanamkan
ikatan emosional dan mempersilahkan setiap anggota timnya dan pelanggan/partisipannya
untuk berkreasi melakukan aktivitas mental dan komunikasi dengan internet, sambil
menyalurkan minat/bakat/seni yang dimiliki masing-masing orang, sehingga terlihat
fleksibilitas dan kedinamisan hubungan keduanya dalam mencapai tujuan. Target proses
pelayanan startup kewirausahaan sosial bisnis yang bersifat crowdsourcing, yaitu praktik
yang melibatkan kerumunan orang atau kelompok (secara virtual) untuk membantu
memecahkan masalah, menyediakan informasi, dan dengan pengetahuan yang benar, yang
dapat memberikan kontribusi secara timbal balik pada crowd tersebut, didasarkan pengertian
bahwa pada tingkat yang paling sederhana kontribusi tiap orang adalah benar diperlukan,
sehingga orang akan merasa dihargai.

Kata kunci: ergonomi partisipasi, kewirausahaan sosial, start up, tim kerja virtual.

1. Pendahuluan
Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial
dengan disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis.
Kegiatan kewirausahaan sosial dapat meliputi kegiatan: a) yang tidak bertujuan mencari
laba, b) melakukan bisnis untuk tujuan sosial, dan c) campuran dari kedua tujuan itu, yakni
tidak untuk mencari laba, dan mencari laba, namun untuk tujuan social, Gregory Dees,
1998 (Utomo, Hardi, 2014). Pada umumnya kewirausahaan sosial adalah pemanfaatan
perilaku kewirausahaan yang lebih berorientasi untuk pencapaian tujuan sosial dan tidak
mengutamakan perolehan laba, atau laba yang diperoleh dimanfaatkan untuk kepentingan
sosial. Kewirausahaan sosial yang baru dirintis dapat disebut startup, dimana fasenya
masih dalam taraf pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar dan model yang
tepat. Startup adalah institusi manusia yang dirancang untuk menciptakan produk atau
layanan baru di bawah kondisi ketidakpastian ekstrem (Ries 2011). Menurut Rama
Mamuaya, CEO dailysocial.net, startup di Indonesia digolongkan dalam tiga kelompok
yaitu startup pencipta game, startup aplikasi edukasi serta startup perdagangan seperti e-
commerce dan informasi. Menurutnya Startup game dan aplikasi edukasi punya pasar yang
potensial dan terbuka di Indonesia. Hal ini dikarenakan proses pembuatan game dan
aplikasi edukasi relatif mudah. Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi menilai bahwa

143
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

mengomunikasikan tujuan bisnis secara jelas adalah strategi utama mereka dalam
menyusun tim dengan kinerja terbaik (Mudo 2015). Dalam operasinya, Startup banyak
menggunakan media sosial.
Media sosial mengubah masyarakat Indonesia secara umum dalam memandang
sebuah isu sosial. Keterlibatan dilakukan dengan banyak hal, mulai dari menyebarkan
semangat positif, memberikan donasi, hingga hadir dalam keterlibatan langsung menjadi
relawan. Banyak insiatif sosial dalam aksi nyata yang berawal dari inisiatif di media sosial.
Awareness masyarakat menjadi sebuah titik temu pada bisnis digital (yang membawa misi
sosial di dalamnya). Selain memang solusi tersebut dibutuhkan sebagai cara yang lebih
mudah diakses, penilaian masyarakat atas dampak sosial yang diberikan startup digital
ternyata begitu signifikan. Bukan berarti bisnis menjual dampak sosial, namun karena nilai
sosial tersebut menjadi prioritas di kalangan konsumen (dailysocial.id/post/startup-tren-
social-entrepreneur).
Komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah suatu komunitas masyarakat virtual
yang dibangun melalui media jaringan sosial terhubung (platform FB Peduli Sampah
Cintai Bumi) untuk mengikuti informasi dengan tema posting "peduli sampah cintai bumi".
Walaupun komunitas ini hanya terbentuk dalam dunia maya, tetapi semangat yang diusung
adalah menyebarkan virus kepedulian masyarakat untuk mulai berpartisipasi aktif,
memperhatikan masalah lingkungan hidup. Komunitas tidak hanya didasarkan pada satu
lokasi yang sama, tetapi bisa juga terbentuk karena suatu kepentingan, minat, nilai atau
profesi. Komunitas juga selalu memiliki banyak kepentingan dan pelaku, dan berkaitan
dengan entitas-entitas lain dalam skala yang berbeda (Clayton Susan & Gene Myers,
2014).
Platform kewirausahaan sosial bisnis komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah
suatu sistem (already alive) yang membantu tim projek pembawa misi sosial, guna
menciptakan nilai edukasi dalam insiatif sosial aksi nyatanya, melalui bantuan media sosial
(FB Peduli Sampah Cintai Bumi), untuk menumbuhkan awareness masyarakat akan
masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup. Adapun jumlah anggota tim inti virtual saat
ini ada 4 orang, dengan jejaring informasi dari komunitas bank sampah, komunitas wanita
tani, instansi pendidikan, industri, komunitas lingkungan hidup gereja, masyarakat umum,
pemerintah dan perorangan/siapa saja yang berkehendak baik dan tertarik dengan masalah
lingkungan hidup dan kemanusiaan.
Pendekatan lainnya yang dipakai dalam membangun komunitas dan tim kerja virtual
ini adalah konsep ergonomi partisipasi. Ergonomi Partisipasi merupakan terlibatnya orang
secara mental dan emosional di dalam satu kelompok atau komunitas yang merangsang
mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab untuk
apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999). Pendekatan melalui ergonomi partisipasi,
diharapkan seluruh partisipan memiliki keterlibatan langsung dalam perencanaan dan
pelaksanaan tugas-tugas mereka, seperti adanya rapat yang bertujuan untuk saling bertukar
pikiran maupn menyumbangkan ide-ide yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas
dengan baik dan sempurna (Vink et.all, 2008). Ergonomi partisipasi memerlukan kondisi
tertentu untuk bisa berlangsung secara berhasil dan sukses yaitu adanya waktu yang cukup
untuk ikut terlibat, manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan,
dan relevan dengan kebolehan orang yang dilatih untuk menangani masalah, serta cukup
waktu berkomunikasi, cara berkomunikasi yang menguntungkan kedua belah pihak, tidak
adanya perasaan dipaksa oleh pihak lain dan masih berada dalam wilayah kebebasan
bekerja. Pada tingkat yang paling sederhana, ergonomi partisipasi mengajarkan kesadaran
untuk bisa melihat dan merasakan bahwa kontribusi pekerja adalah benar diperlukan

144
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(Getty, 1994). Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan konsep ergonomi partisipasi
tim kerja virtual pada cetak biru startup kewirausahaan sosial yang bernama “Peduli
Sampah Cintai Bumi”.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif studi, memaparkan apa adanya mengenai konsep
ergonomi partisipasi tim kerja virtual pada cetak biru/blue print startup kewirausahaan
sosial yang bernama “Peduli Sampah Cintai Bumi”. Berikut langkah- langkah yang dipakai
untuk mencapai tujuan penelitian, mengikuti panduan Zeithaml, Bitner, & Gremler, 2006:
1. Memaparkan definisi target proses pelayanan
2. Memaparkan desain segmen pelanggan
3. Memaparkan tindakan garis depan (frontline actions) dan komunikasi antara pelanggan
dengan partisipan relawan
4. Memaparkan dukungan pelanggan/partisipan relawan dan komunikasi mereka dengan
frontliner
5. Menambahkan bukti fisik (physical evidence) untuk setiap tindakan pelanggan/
partisipan.
Pemaparan data pendukung diambil dari data historis publikasi kegiatan startup di
FB Peduli Sampah Cintai Bumi.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil dan pembahasan akan dituangkan dalam 5 bagian, adaptasi dari langkah-
langkah pendeskripsian cetak biru (Zeithaml, Bitner, & Gremler, 2006):

3.1. Memaparkan definisi target proses layanan


Target proses pelayanan bersifat inisiatif sosial, para tim kerja virtual dan pelanggan
virtual menggunakan internet dalam berkomunikasi. Proses ini terbuka untuk
menghasilkan penyampaian informasi/edukasi suatu produk/jasa/kegiatan sesuai tema,
yang diharapkan mempunyai nilai sosial dan ekologis, yang berdampak bagi mitra,
masyarakat dan jaringan mereka sendiri. Platform ini lebih bersifat menginspirasi daripada
bersifat praktis. Melalui platform ini, juga diperoleh fondasi bagaimana sebuah program
sosial bisnis dapat beroperasi, diproses dan dijalankan. Platfom juga diisi dengan
serangkaian prinsip atau kebijakan yang digunakan unt menunjang sistem operasi. Dengan
platform, semua partisipan, pengguna ataupun mitra terkait dapat berpartisipasi untuk
mengembangkan dan menambah fungsi kepada platform. Platform ini adalah tempat
dimana mereka dapat berpartisipasi untuk mengembangkan sesuatu, berkreasi dan
mendapat manfaat. Target proses pelayanan startup kewirausahaan sosial bisnis ini adalah
terbentuknya “Smart Virtual Community Peduli Sampah Cintai Bumi”, dengan praktik
sosial bisnisnya yang bersifat crowdsourcing, yaitu praktik yang melibatkan kerumunan
orang atau kelompok untuk memecahkan masalah, menyediakan informasi, dan dengan
pengetahuan yang benar, yang dapat memberikan kontribusi secara timbal balik pada
crowd tersebut. Internet dan media sosial FB, WA dan aplikasi terkait yang dipergunakan,
menjadi dasar untuk berkolaborasi dan menciptakan nilai bersama, yang mungkin belum
pernah ada sebelumnya. Secara visual, proses layanan dapat dilihat pada Gambar 1.

145
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

partisipan
pelanggan 2 posting di FB

partisipan konfirmasi
partisipan ke n
pelanggan 1 ke
pelanggan
/anggota tim
kerja virtual
dgn WA
olah/cari informasi
tim kerja dgn internet dan
aplikasi
virtual

Gambar 1. Proses Layanan

3.2. Memaparkan desain segmen pelanggan


Segmen pelanggannya adalah masyarakat/komunitas/individu virtual, yang
membutuhkan bantuan posting dengan tema besar “sampah”, “cintai bumi” dan
“kemanusiaan”. Permasalahan segmen pelanggan/partisipan virtual yang dicoba dibantu
diselesaikan disini adalah:
 Masalah kesenjangan pengetahuan aplikasi teknologi informasi di komunitas
masyarakat dan masalah biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan publikasi
kegiatan seperti di bank sampah, dan kelompok wanita tani, dan lain-lain.
 Masalah orang/komunitas yang mau berbagi informasi ataupun menawarkan
barang/jasa/networkingnya ataupun mencari bantuan donasi yang berhubungan dengan
tema besar : peduli sampah, cintai bumi dan kemanusiaan.
 Masalah jenis sampah tertentu yang belum bisa dijadikan tabungan sampah.
 Masalah kesadaran masyarakat Indonesia yang masih minim dalam praktek pilah
sampah, tabungan sampah, daur ulang sampah dan berkebun, dan mereka
membutuhkan akses informasi hal tersebut, ataupun penguatan untuk ajakan.
 Masalah kesenjangan pengetahuan di masyarakat, untuk tema besar edukasi masalah
sampah, lingkungan hidup, penghijauan, dan kemanusiaan.
Untuk lebih jelasnya desain tiga bagian kebutuhan segmen pelanggan di atas dapat dilihat
pada Gambar 2.

lokal/regional/nasional produk/jasa/
kesadaran
/global aktivitas

info kegiatan info edukasi info jejaring

Gambar 2. Desain tiga kebutuhan segmen pelanggan/partisipan virtual

3.3. Memaparkan tindakan garis depan (frontline actions) dan komunikasi antara
pelanggan/partisipan dengan tim kerja relawan
Sehubungan dengan bagian 2, maka dirumuskan cara penyelesaian untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan/partisipan virtual, sebagai berikut:
 Menyediakan tempat latihan gratis bagi orang yang mau belajar menjadi admin/editor
di FB Peduli Sampah Cintai Bumi.
 Membantu secara gratis posting informasi kegiatan dari komunitas masyarakat yang
gagap teknologi informasi ataupun tidak punya wadah untuk menyalurkan

146
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

informasinya, tetapi mau membagikan info kegiatannya/bisnisnya pada masyarakat


luas.
 Mencari jejaring CSR perusahaan ataupun pabrik ataupun pelapak sampah yang
bersedia menangani masalah sampah kemasan di masyarakat.
 Menulis dan memposting tema-tema edukasi lingkungan hidup yang diharapkan bisa
menumbuhkan kepedulian masyarakat akan masalah lingkungan hidup yang harus
diperhatikan bersama.

Cara menolong pelanggan secara praktisnya adalah sebagai berikut:


 Membuatkan video kegiatan konsumen/user
 Posting kegiatan konsumen/user dan nomor kontaknya untuk meluaskan jejaring
 Mencari tim relawan yang bisa membantu mengerjakan projek penelitian
 Membuatkan proposal penelitian yang didanai user/mitra terkait dan mengerjakan
penelitian serta melaporkannya.

3.4. Memaparkan dukungan pelanggan/partisipan relawan dan komunikasi mereka


dengan frontliner
Banyak cara digunakan oleh para anggota tim maupun partisipan virtual dalam
menuangkan dan menyampaikan ide, kreativitas dan informasi untuk keberlanjutan start up
kewirausahaan sosial ini. Dukungan pelanggan/partisipan terlihat mulai dari membagikan
informasi/pengetahuan, menyetujui posting dan meneruskan informasi tersebut kepada
orang lain/komunitasnya. Dukungan tersebut tercermin dalam prinsip/kebijakan yang
dirumuskan tim virtual sejak platform ini berdiri (Tabel 1).

Tabel 1. Prinsip/Kebijakan Platform FB Peduli Sampah Cintai Bumi


Prinsip hak individu atas informasi mengenai lingkungannya, peran sertanya dalam bersuara dan akses
keadilan untuk belajar dan menginspirasi masyarakat guna mewujudkan lingkungan hidup yang lebih baik
(Amanat dalam UUD 1945 Pasal 28 H)
Hak atas Informasi Lingkungan: Adalah hak setiap individu untuk memperoleh informasi mengenai
lingkungannya
Peran serta Masyarakat: Adalah tersedianya kesempatan bagi individu, kelompok,
organisasi, untuk belajar, bekerjasama, berkolaborasi lintas sektor
dan berekspresi dalam partisipasinya guna mewujudkan lingkungan
yang lebih baik
Prinsip Ekologis Capra (Keraf Sonny, 2014):
Membangun komunitas virtual “peduli sampah cintai bumi” yang berkelanjutan
1. Prinsip interdependensi:  Ada ketergantungan timbal balik antar partisipan dalam
komunitas peduli sampah cintai bumi,
 Komunitas ini hanya mungkin berkembang dan bertahan secara
berkelanjutan, ketika dibangun di atas dasar kesadaran tentang
hubungan beragam dan kait mengait di antara partisipannya.
2. Prinsip daur ulang:  Pola hubungan antar partisipan yang terjalin di dalam
komunitas ini, adalah berbentuk siklis, dalam sistem terbuka
yang menyerap dan mengeluarkan energi dan materi secara
timbal balik.
3. Prinsip kemitraan  Kedua prinsip diatas hanya bisa berkelanjutan kalau ada
kemitraan dan kerjasama di antara partisipannya.
 Kemitraan mengandung pengertian terbuka untuk saling terkait,
saling menunjang, saling mendukung untuk hidup dan
menghidupi satu sama lain dan bekerjasama.

147
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.5. Menambahkan bukti fisik (physical evidence) untuk setiap tindakan


pelanggan/partisipan.
Sebuah faktor utama untuk membangun komunitas platform virtual adalah
penciptaan nilai identitas yang baik. Dampak nyata dalam penciptaan nilai identitas berasal
dari cara strategis start up beroperasi dalam tiap programnya, dengan memberikan
pengalaman yang unik untuk pelanggan/mitra. Setiap posting yang dilakukan adalah hasil
integensi, ide dan kreativitas yang dimiliki masing-masing anggota tim virtual secara unik.
Dalam operasinya, para anggota tim kerja virtual selalu bersifat fleksibel dan terbuka. Jika
pelanggan/partisipan/tim kerja virtual ingin mengetahui jangkauan posting dari
informasi/kegiatan/edukasi yang dilakukannya, atau jangkauan statistik platform FB, maka
tim virtual bersedia memberitahukan statistiknya, dengan cara memfoto/screen shoot data
jangkauan di FB dan memberikannya pada pelanggan/partisipan virtual lewat WA
(Gambar 3 dan 4).

Informasi diberikan Hasil jangkauan posting dikirim ke WA partisipan/pelanggan


pelanggan/partisipan virtual kembali.
lewat WA
Gambar 3. Contoh bukti informasi fisik yang bisa diberikan
ke pelanggan/partisipan virtual

Gambar 4. Contoh bukti informasi fisik yang bisa diberikan


ke pelanggan/partisipan/tim kerja virtual untuk statistik platform FB

148
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4. KESIMPULAN
Tim kerja virtual start up kewirausahaan sosial dapat dibangun dengan cara
menanamkan ikatan emosional dan mempersilahkan setiap anggota timnya dan
pelanggan/partisipannya untuk berkreasi melakukan aktivitas mental dan komunikasi
dengan internet, sambil menyalurkan minat/bakat/seni yang dimiliki masing-masing orang,
sehingga terlihat fleksibilitas dan kedinamisan hubungan keduanya dalam mencapai tujuan.
Hal ini sesuai dengan konsep ergonomik partisipasi yang merupakan terlibatnya orang
secara mental dan emosional di dalam satu kelompok atau komunitas yang merangsang
mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab untuk
apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999). Target proses pelayanan startup kewirausahaan
sosial bisnis yang bersifat crowdsourcing, yaitu praktik yang melibatkan kerumunan orang
atau kelompok (secara virtual) untuk membantu memecahkan masalah, menyediakan
informasi, dan dengan pengetahuan yang benar, yang dapat memberikan kontribusi secara
timbal balik pada crowd tersebut, didasarkan pengertian bahwa pada tingkat yang paling
sederhana kontribusi tiap orang adalah benar diperlukan, sehingga orang akan merasa
dihargai. Hal ini dapat menjadi dasar untuk berkolaborasi dan menciptakan nilai bersama
dalam kewirausahaan sosial yang bersifat virtual, yang mungkin belum pernah ada
sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ergonomi partisipasi mengajarkan
kesadaran untuk bisa melihat dan merasakan bahwa kontribusi pekerja adalah benar
diperlukan, (Getty, 1994).

DAFTAR PUSTAKA
1. Mudo Sutan, “Apa itu bisnis startup? Dan bagaimana perkenbangannya?” Publikasi 26
Agustus 2015. https://id.techinasia.com/talk/apa-itu-bisnis-startup-dan-bagaimana-
perkembangannya (diakses 4 Juni 2018).
2. Ries Eric, The Lean Startup: How Today's Entrepreneurs Use Continuous Innovation
to Create Radically Successful Businesses, 2011, Crown Publishing Group.
https://books.google.co.id/books?id=tvfyz-
4JILwC&printsec=frontcover&dq=start+up+publication&hl=en&sa=X&ved=0ahUKE
wiWmMer4MLbAhXEXisKHUVwCeYQ6AEIKTAA#v=onepage&q=start%20up%20
publication&f=false (diakses 24 April 2018).
3. https://dailysocial.id/post/startup-tren-social-entrepreneur (diakses 28 Mei 2018).
4. Utomo, Hardi. Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial. Among Makarti, Vol.7
No.14. Salatiga: STIE AMA, 2014,
http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/download/99/83 pada tanggal 13
Januari 2018.
5. Clayton Susan dan Gene Myers, 2014, diterjemahkan oleh Daryatno, Psikologi
Konservasi: Memahami dan Meningkatkan Kepedulian Manusia Terhadap Alam,
cetakan 1, Penerbit Pustaka Pelajar.
6. Vink, P.; Imada, A.S. and Zink, K.J. 2008. Defining stakeholder involvement in
participatory design processes. Journal of Applied Ergonomics, 39: 519-526.
7. Manuaba Adnyana, 23 November 1999, Penerapan Pendekatan Ergonomi Partisipasi
Dalam Meningkatkan Kinerja Industri, Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Program Pascasarjana Ergonomi, Universitas Udayana , Disampaikan dalam Seminar
Nasional Ergonomi Reevaluasi Penerapan Ergonomi dalam Meningkatkan Kinerja
Industri Surabaya.

149
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

8. Getty Robert, Significance of Approaching Participatory Ergonomics From The


Macroergonomics Perspective: A continuous Improvement Process, Advance in
Industrial Ergonomics and Safety VI, Edited by F Aghazadeh, Taylor & Francis, 1994.
9. Zeithaml, V. A., Bitner, M. J., & Gremler, D. Services Marketing: Integrating
Customer Focus Across the Firm (4th ed.). Boston, MA, USA: McGraw-Hill, 2006.
10. Keraf Sonny, Filsafat Lingkungan Hidup, Alam sebagai Sebuah Sistem Kehidupan,
Seri Filsafat Atma Jaya No 32, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 2014.
11. FB Peduli Sampah Cintai Bumi
https://www.facebook.com/merawatbumirahimkehidupan

150
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN MESIN HAMMER MILL


SECARA PREVENTIVE MAINTENANCE DENGAN
MENGGUNAKAN METODE AGE REPLACEMENT PADA PT. XYZ

Endang Pudji Widjajati, Ervandio Irzky Ardyanta


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UPN "Veteran" Jawa Timur
Jalan Raya Rungkut Madya, Gunung Anyar, Surabaya 60294
e-mail: endangpudji2@gmail.com

Abstrak
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan tingkat produktivitas adalah dengan mengurangi
waktu downtime pada mesin produksi. Secara umum, waktu downtime dibagi menjadi dua
jenis, yaitu planned downtime dan unplanned downtime. Waktu downtime dapat diminamilisir
dengan melakukan perawatan pencegahan/preventive maintenance. PT. XYZ adalah
perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. Pada sistem perawatan-nya PT.
XYZ masih menggunakan metode corrective maintenance dimana perbaikan akan dilakukan
ketika telah terjadi kerusakan. Maka dari itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
menentukan interval waktu perawatan menggunakan metode age replacement. Subjek dari
penelitian ini adalah mesin hammer mill karena mesin hammer mill memiliki persentase
downtime tertinggi yaitu sebesar 45,22%. Sementara mesin sifter memiliki persentase
downtime sebesar 31,50% dan mesin dosing weigher memiliki persentase downtime sebesar
23,28%. Berdasarkan analisa hasil yang didapatkan diketahui bahwa dengan metode age
replacement interval waktu penggantian komponen yang optimal pada komponen screen
sebesar 74.000 menit, komponen feeder sebesar 50.000 menit, komponen machine frame
adalah 93.000 menit, dan komponen rotor sebesar 75.000 menit dengan total biaya perawatan
per tahun-nya adalah sebesar Rp 436.343.353,-. Dibandingkan dengan biaya perawatan pada
perusahaan yang memiliki nilai sebesar Rp 703.255.000 maka sistem perawatan dengan
menggunakan metode age replacement lebih efisien sebesar 37,95%.

Kata kunci: Maintenance, Interval, Age Replacement.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan tingkat produktivitas adalah dengan
mengurangi waktu downtime pada mesin produksi. Menurut Arsyad dan Sultan (2018)
waktu downtime dibagi menjadi dua jenis, yaitu planned downtime dan unplanned
downtime. Baik planned maupun unplanned downtime sama-sama menimbulkan kerugian
bagi perusahaan. Menurut Sudradjat (2011) penentuan interval waktu perawatan perlu
dilakukan apabila suatu sistem manufaktur menggunakan mesin-mesin yang bersifat kritis
dan tidak memiliki cadangan serta memiliki jadwal produksi yang ketat sehingga
berhentinya sistem akan mengakibatkan kerugian. Hal tersebut dilakukan guna menjamin
keandalan mesin, menjamin keselamatan bagi pemakai, memperpanjang umur mesin, dan
meminimumkan kerugian akibat kehilangan produksi. Sedangkan menurut Bachtiar dkk
(2015) preventive maintenance adalah perawatan yang dilakukan pada waktu yang optimal
sebelum sebelum kerusakan terjadi dengan tujuan memelihara dan memperbaiki fasilitas
sehingga saat akan digunakan fasilitas tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. PT.
XYZ menggunakan sistem produksi continuous process sehingga diperlukan sistem
perawatan yang baik untuk meminimalkan waktu breakdown dan memastikan mesin tetap
berproduksi. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah perawatan mesin
yang diterapkan perusahaan adalah corrective maintenance. Jenis perawatan tersebut

151
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

merupakan teknik perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki atau mengganti suatu
komponen mesin ketika telah terjadi kerusakan dan mesin telah terhenti proses operasinya
sehingga dapat menimbulkan kerugian akibat kehilangan produksi.
Mesin yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin hammer mill, karena mesin
hammer mill memiliki frekuensi kerusakan yang relatif tinggi dibandingkan dengan mesin
lainnya dalam stasiun kerja yang sama yaitu sebesar 45,22%. Sementara mesin sifter
memiliki persentase kerusakan sebesar 31,50% dan mesin dosing weigher memiliki
persentase kerusakan sebesar 23,28%. Mesin hammer mill digunakan pada awal proses
produksi untuk menggiling bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil, selain itu mesin
hammer mill juga diharuskan untuk beroperasi secara terus-menerus selama 24 jam
sehingga apabila mesin ini mengalami kerusakan akan menyebabkan terhentinya seluruh
proses produksi. Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk memberikan alternatif interval waktu perawatan guna menghasilkan biaya
perawatan yang paling minimum pada mesin hammer mill di PT. XYZ. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah age replacement. Age replacement adalah suatu
metode perawatan mesin yang digunakan untuk menentukan umur komponen dan interval
waktu penggantian komponen yang bertujuan untuk memberikan ekspektasi biaya
perawatan terendah.

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Jenis-Jenis Sistem Perawatan
Menurut Ansori dan Mustajib (2013), proses perawatan mesin yang dilakukan
perusahaan pada dasarnya dibagi dalam dua bagian yaitu perawatan terencana (planned
maintenance) dan perawatan tidak terencana (unplanned maintenance). Berikut uraian dari
masing-masing sistem perawatan mesin.
1. Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Preventive maintenance adalah kegiatan perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan
kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi menjadi rusak saat digunakan
dalam berproduksi. Dalam praktiknya preventive maintenance yang dilakukan di
perusahaan dibedakan atas:
a. Routine Maintenance
b. Periodic Maintenance
c. Running Maintenance
d. Shutdown Maintenance

2. Perawatan Koreksi (Breakdown/Corrective Maintenance)


Perawatan ini dilakukan setelah terjadinya kerusakan, sehingga merupakan bagian
dari perawatan yang tidak terencana (unplanned maintenance). Corrective maintenance
adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu
kerusakan pada peralatan sehingga peralatan tidak dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan
perawatan korektif meliputi seluruh aktivitas mengembalika sistem dari keadaan rusak
menjadi beroperasi kembali. Perawatan korektif dapat dihitung sebagai Mean Time to
Repair (MTTR). Waktu perbaikan ini meliputi beberapa aktivitas yang terbagi menjadi 3
bagian, antara lain:
1. Persiapan (preparation time) berupa persiapan tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan
yang diperlukan.
2. Perawatan (active maintenance time) berupa kegiatan rutin dalam pekerjaan perawatan.

152
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Menunggu dan logistik (delay time and logistic time) berupa waktu menunggu
persediaan

1.2.2 MTTF (Mean Time to Failure) dan MTTR (Mean Time to Repair)
Menurut Mital dkk (2008), MTTF (Mean Time to Failure) merupakan nilai rata-rata
waktu kegagalan yang akan datang dari sebuah sistem (komponen), untuk sistem yang
dapat direparasi maka MTTF adalah masa kerja suatu komponen saat pertama kali
digunakan atau dihidupkan sampai unit tersebut akan rusak kembali atau perlu diperiksa
kembali.
MTTR (Mean Time to Repair) adalah waktu rata-rata untuk waktu pengecekan atau
perbaikan saat komponen tersebut diperiksa sampai komponen tersebut digunakan dan
dihidupkan kembali. Karena perhitungan MTTR dan MTTF sama maka didefinisikan
sebagai berikut:
 Distribusi normal MTTF/MTTR = µ
 Distribusi lognormal MTTF/MTTR = exp µ
1
 Distribusi weibull MTTF/MTTR = 𝛽Γ [𝛼 + 1]
1
 Distribusi exponential MTTF/MTTR = 𝜆
Menurut Ansori dan Mustajib (2013), waktu terjadinya kerusakan tiap peralatan
merupakan variabel random. Sebelum menghitung nilai probabilitas keandalan suatu mesin
atau peralatan maka perlu diketahui secara statistik distribusi kerusakan peralatan tersebut.
Distribusi kerusakan digunakan untuk menentukan kerusakan komponen berdasarkan
interval waktu kerusakannya. Berikut ini merupakan distribusi yang umumnya digunakan
dalam menghitung tingkat keandalan suatu peralatan.
 Distribusi Normal
Distribusi normal digunakan untuk memodelkan fenomena keausan (kelelahan) atau
kondisi wearout dari suatu komponen. Parameter yang digunakan adalah μ (nilai tengah)
dan σ (standar deviasi).
Fungsi Probabilitasnya:
1 ∞ –(𝑡−𝜋)2
F(t) = ∫ 𝑒𝑥𝑝 |
𝜎√(2𝜋) 𝑡 2𝜎2
| 𝑑𝑡 (2.1)

Untuk - ~ ≤ t ≤ ~ ; 𝜎 > 0 < µ < ~


Fungsi Keandalannya:
1 ∞ –(𝑡−𝜋)2
R(t) = ∫ 𝑒𝑥𝑝 |
𝜎√(2𝜋) 𝑡 2𝜎2
| 𝑑𝑡 (2.2)

Laju kerusakannya:
𝑒𝑥𝑝|−(𝑡−𝜇)2 /2𝜎2 |
λ(t) = ∞ (2.3)
∫𝑡 𝑒𝑥𝑝 |–(𝑡−𝜇)2 /2𝜎2 |

 Distribusi Lognormal
Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk kondisi
yang bervariasi. Disini time to failure (t) dari suatu komponen diasumsikan memiliki
distribusi lognormal bila y=ln(t), mengikuti distribusi normal dengan parameter location µ
yang menunjukkan distribusi waktu dan parameter scale σ yang menunjukkan keragaman
data.

153
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Fungsi padat probabilitas (pdf) dari distribusi lognormal adalah:


𝛽 1
𝑓(𝑡) = 𝑡.𝜎√2𝜂 exp{− 2𝜎2 [ln 𝑡 − 𝑡0 ] 2 } (2.4)

Fungsi keandalan distribusi lognormal adalah:


1 𝑡
R(t) = 1 − ϕ |𝜎 𝑙𝑛 (𝜇)| (2.5)

Laju kegagalannya adalah:


𝑓(𝑡)
λ(t) = 𝑅(𝑡) (2.6)

MTTF distribusi lognormal adalah:


MTTF = exp(µ + (0,5. 𝜎 2 )) (2.7)
 Distribusi Weibull
Distribusi weibull merupakan distribusi yang paling banyak digunakan untuk waktu
kerusakan karena distribusi ini baik digunakan untuk laju kerusakan yang meningkat
maupun laju kerusakan yang menurun. Dalam distribusi weibull dikenal adanya dua
parameter yakni parameter bentuk (β) dan parameter skala (𝜂). Parameter bentuk/shape (β)
menggambarkan bentuk distribusi pada distribusi Weibull. Sedangkan parameter
skala/scale (η) menggambarkan sebaran data pada distribusi Weibull.
Fungsi padat probabilitas (pdf) distribusi weibull adalah:
𝛽 𝑡 𝛽−1 𝑡
f(t) = 𝛼 (𝛼) = 𝑒 −(𝛼)𝛽 (2.8)
Untuk β = shape parameter, 𝛽 > 0
𝜂 = skala parameter untuk karakteristik life time, 𝜂 > 0
Fungsi keandalan distribusi weibull adalah:
𝑡 𝛽
R(t) = 𝑓(𝑡)𝑑𝑡 = 𝑒𝑥𝑝 ⌊− (𝛼) ⌋ (2.9)

Nilai laju kerusakan distribusi weibull adalah:


𝛽 𝑡 𝛽−1
λ(t) = 𝜂 (𝜂) (2.10)

MTTF distribusi weibull adalah:


𝑡 𝛽
∞ −( )
MTTF = ∫0 𝑒 𝜂 𝑑𝑡 (2.11)
 Distribusi Exponential
Digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstan untuk sistem yang
beroperasi secara kontinyu. Dalam distribusi exponential beberapa persamaan yang
digunakan antara lain:
Fungsi padat probabilitas (pdf) dari distribusi exponential adalah:
𝑓(𝑡) = 𝜆𝑒 −𝜆𝑡 (2.12)
t = waktu t ≥ 0
𝜆 = kecepatan rata-rata terjadinya kerusakan 𝜆 > 0

154
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Fungsi keandalan distribusi exponential adalah:


𝑅(𝑡) = 𝑒 −𝜆𝑡 (2.13)
Nilai laju kerusakan:
λ(t) = 𝜆 (2.14)
MTTF distribusi exponential adalah:

MTTF = ∫0 𝑅(𝑡)𝑑𝑡 = 1⁄𝜆 (2.15)

1.3 Biaya Perawatan


Menurut Handoko dalam Yanti (2015), biaya preventive maintenance terdiri atas
biaya-biaya yang timbul dari kegiatan pemeriksaan dan penyesuaian peralatan,
penggantian atau perbaikan komponen-komponen, dan kehilangan waktu produksi yang
diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut. Biaya corrective maintenance adalah biaya-
biaya yang timbul bila peralatan rusak atau tidak dapat beroperasi, yang meliputi
kehilangan waktu produksi, biaya pelaksanaan pemeliharaan ataupun biaya penggantian
peralatan. Untuk menentukan biaya tenaga kerja dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang
memang sudah dijadwalkan dan proses produksi memang sengaja dihentikan. Sehingga
rumusnya menjadi:
𝐶𝑃 = [(Biaya operator + Biaya mekanik) x MTTR] + Harga komponen (2.16)
Sedangkan corrective cost adalah biaya yang timbul karena mesin mengalami
kerusakan secara tiba-tiba sehingga proses produksi harus terhenti. Corrective cost dapat
dihitung dengan rumus:
𝐶𝐹 = [(Biaya operator + Biaya mekanik + Biaya Downtime) x MTTR] + Harga komponen (2.17)
Dari analisa biaya pemeliharaan dan waktu preventive maintenance, maka total biaya
perawatan dengan menggunakan metode age replacement dapat dicari dengan persamaan
sebagai berikut.
(𝐶𝑃 𝑥 𝑅(𝑡𝑝))+(𝐶 𝑥 |1−𝑅(𝑡𝑝)|)
𝑓
𝑇𝐶(𝑡𝑝) = (𝑡𝑝𝑥𝑅(𝑡𝑝))+(𝑀(𝑡𝑝)𝑥|1−𝑅(𝑡𝑝)|) (2.18)
Dimana:
TC(tp) = Total ekspektasi biaya perawatan per satuan waktu
𝐶𝑃 = Biaya penggantian pencegahan komponen
𝐶𝑓 = Biaya penggantian kerusakan komponen
Tp = Interval waktu penggantian pencegahan optimal
R(tp) = Fungsi keandalan komponen
M(tp) = Rata-rata waktu terjadinya kerusakan bila penggantian pencegahan dilakukan
pada waktu tp
TC per tahun dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = (((365 hari x 24 jam x 60 menit)/tp) x MTTR x TC) + Harga Komponen (2.19)
Perhitungan perbandingan biaya perawatan usulan dengan biaya perawatan
perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC Perusahaan - TC Usulan
Efisiensi = x 100% (2.20)
TC Perusahaan

155
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. METODE PENELITIAN
2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah untuk menentukan
interval waktu perawatan guna menghasilkan biaya perawatan yang paling minimum pada
mesin hammer mill di PT. XYZ.

2.2 Identifikasi Variabel


Identifikasi variabel sebagai faktor yang mempunyai besaran dan variasi dalam
penelitian. Jenis variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
1. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah total
biaya perawatan yang paling minimum.

2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variansi perubahan nilai variabel
terikat. Variabel yang diteliti terbentuk atau terdiri dari atribut-atribut yang mempengaruhi
waktu penggantian optimal dan biaya perawatan pada mesin hammer mill. Variabel bebas
tersebut diantaranya adalah:
a. Data mesin dan komponen mesin.
Variabel ini merupakan data bagian penyusun mesin hammer mill serta komponen
utama-nya.
b. Data sub komponen kritis mesin hammer mill
Variabel ini menjelaskan sub-komponen kritis yang ada pada mesin hammer mill.
c. Data waktu kerusakan dan perbaikan komponen mesin hammer mill.
Variabel ini berisi data waktu kerusakan komponen-komponen mesin hammer mill
dalam satu periode, lamanya waktu perbaikan, serta jarak antar waktu kerusakan.
d. Harga komponen mesin hammer mill
Variabel ini berisi harga dari sub komponen yang ada pada mesin hammer mill.
e. Data biaya standar pada perusahaan
Variabel ini terdiri dari biaya dan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, harga jual
produk, dan biaya produksi.

2.3 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan pada saat data yang dibutuhkan sudah terkumpul.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data yaitu:
1. Pengumpulan dan pengolahan data yang terdiri dari:
a. Penentuan komponen kritis yang mengalami waktu downtime terbesar.
b. Uji kesesuaian distribusi data downtime.
c. Perhitungan nilai MTTF (Mean Time to Failure)/selang waktu kerusakan komponen.
d. Perhitungan nilai MTTR (Mean Time to Repair)/waktu perbaikan komponen.
e. Penentuan jadwal preventive maintenance dengan age replacement.
f. Perhitungan biaya downtime dan biaya tenaga kerja.
g. Perhitungan biaya penggantian komponen karena perawatan (Cp) dan biaya
penggantian komponen karena kerusakan (Cf).
h. Perhitungan total biaya perawatan dengan menggunakan metode age replacement.
2. Analisa Hasil dan Pembahasan
3. Usulan penghematan biaya dan penjadwalan perawatan mesin.

156
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Biaya Perawatan pada Perusahaan
Perawatan yang dilakukan oleh perusahaan hanya pada saat terjadinya kerusakan
pada mesin, hal yang dilakukan adalah mengganti komponen yang rusak tersebut.
Berdasarkan data informasi dari perusahaan, untuk biaya perawatan komponen dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Data Biaya Perawatan pada Perusahaan


No. Components Sub-Components Prices (Each Year)
Fine-hole Screen 1,0 Rp 17.600.000
Oscillation Sensor Rp 560.000
1 Screen
Bushing Rp 270.000
Screen Clamping Rp 2.130.000
Seal Profile Rp 1.320.000
Linear Drive Rp 2.040.000
2 Feeder Safety Door Interlock Rp 1.380.000
Vibration Detector Rp 38.400.000
Zero-Speed Detector Rp 26.380.000
Roll Shell Rp 60.530.000
3 Machine Frame Temperature Sensor Rp 647.000
Pillow Block Bearing Rp 578.000
Pins Rp 175.600.000
Hammer/Crusher Rp 375.400.000
4 Rotor
Ball Bearing Rp 300.000
Hammer Bolts Rp 120.000
Total Rp 703.255.000
Sumber: Data Sekunder/Data Perusahaan

Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang
merupakan data real dari biaya perawatan perusahaan selama periode Juli 2017 sampai
dengan Juli 2018. Data tersebut nantinya akan digunakan untuk perbandingan antara biaya
perawatan usulan dengan biaya perawatan pada perusahaan tersebut. Dan dapat diketahui
bahwa biaya perawatan pada perusahaan setiap tahunnya adalah Rp 703.255.000,- per
tahun.

3.2 Perhitungan Biaya Perawatan dengan Metode Age Replacement


3.2.1 Perhitungan MTTF dan MTTR
Berikut ini adalah perhitungan Mean Time To Repair (MTTR) dan Mean Time To
Failure (MTTF).

Tabel 2. Perhitungan MTTF dan MTTR


MTTR MTTF
No. Komponen
(Menit) (Menit)
1 Screen 73,97 80.002,64
2 Feeder 81,43 61.666,32
3 Machine Frame 75,79 119.455,05
4 Rotor 100,74 78.756,21
Sumber: Pengolahan Data

157
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.2.2 Penentuan Jadwal Preventive Maintenance dengan Metode Age Replacement


Setelah mendapatkan nilai MTTR dan MTTF, maka langkah selanjutnya adalah
membuat penjadwalan perawatan. Penjadwalan yang dibuat adalah penjadwalan
penggantian komponen yang optimal. Hal ini dilakukan dengan metode age replacement,
dimana metode ini bertujuan untuk meminimasi downtime yang terjadi. Berikut adalah
rekapitulasi hasil perhitungan age replacement dari masing-masing komponen.

Tabel 3. Waktu Penggantian Pencegahan Komponen


No. Komponen tp (menit)
1 Screen 74.000
2 Feeder 50.000
3 Machine Frame 93.000
4 Rotor 75.000
Sumber: Pengolahan Data

3.2.3 Perhitungan Total Biaya Perawatan dengan Menggunakan Metode Age


Replacement
Perhitungan total biaya perawatan dihitung berdasarkan frekuensi penggantian
optimal yang didapatkan dengan cara membagi jumlah hari dalam setahun yang telah
dikonversi menjadi menit dengan waktu penggantian optimal (tp), MTTR, TC per satuan
waktu, dan harga komponen. Untuk menghitung TC persatuan waktu atau TC (tp) pada sub
komponen fine hole screen 1.0 adalah sebagai berikut:
(𝐶𝑃 𝑥 𝑅(𝑡𝑝))+(𝐶 𝑥 |1−𝑅(𝑡𝑝)|)
𝑓
𝑇𝐶(𝑡𝑝) = (𝑡𝑝𝑥𝑅(𝑡𝑝))+(𝑀(𝑡𝑝)𝑥|1−𝑅(𝑡𝑝)|)
(Rp 2.107.873 𝑥 0,90)+(𝑅𝑝 31.519.231 𝑥 0,09)
= (74.000 𝑥 0,90)+(87971,33541 𝑥 0,09)
= Rp 63,61/menit

Sehingga didapatkan:
Tabel 4. Rekapitulasi Perhitungan TC(tp)
No Komponen Sub Komponen TC(tp) (Rupiah/menit)
1 Screen Fine-hole Screen 1.0 Rp 63,61
2 Feeder Vibration Detector Rp 322,92
3 Machine Frame Temperature Sensor Rp 45,21
4 Feeder Seal Profile Rp 100,03
5 Rotor Ball Bearing Rp 58,48
6 Feeder Linear Drive Rp 111,64
7 Rotor Hammer Bolt Rp 57,04
8 Machine Frame Pillow Block Bearing Rp 44,86
9 Screen Oscillation Sensor Rp 40,63
10 Rotor Pin Rp 580,12
11 Feeder Safety Door Interlock Rp 104,35
12 Rotor Hammer/Crusher Rp 4,184,39
13 Feeder Zero-Speed Detector Rp 240,75
14 Machine Frame Roll Shell Rp 230,90
15 Screen Screen Clamping Rp 43,69
16 Screen Bushing Rp 37,91
Sumber: Pengolahan Data

158
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan Tabel 4 selanjutnya dapat dihitung biaya perawatan total pada sub
komponen fine-hole screen 1.0 yang didapatkan dengan cara mengalikan nilai MTTR, TC,
dan jumlah menit dalam setahun yang dibagi dengan nilai tp, kemudian ditambahkan
dengan harga komponen. Perhitungan total biaya perawatan dapat dilihat sebagai berikut:
TC* = (((365 hari x 24 jam x 60 menit) / tp) x MTTR x TC) + Harga komponen
= ((525.600/74.000) x 73,97 x Rp 63,61) + Rp 2.000.000
= Rp 2.033.422,-
Sehingga didapatkan total biaya perawatan per tahun-nya adalah:

Tabel 5. Perhitungan Total Biaya per Tahun Menggunakan Age Replacement


Total Biaya
No Komponen Sub Komponen
(Rupiah/tahun)
1 Screen Fine-hole Screen 1.0 Rp 2.033.422
2 Feeder Vibration Detector Rp 22.276.415
3 Machine Frame Temperature Sensor Rp 219.366
4 Feeder Seal Profile Rp 385.626
5 Rotor Ball Bearing Rp 241.289
6 Feeder Linear Drive Rp 1.525.561
7 Rotor Hammer Bolt Rp 130.271
8 Machine Frame Pillow Block Bearing Rp 154.217
9 Screen Oscillation Sensor Rp 291.346
10 Rotor Pin Rp 40.409.556
11 Feeder Safety Door Interlock Rp 809.319
12 Rotor Hammer/Crusher Rp 317.954.117
13 Feeder Zero-Speed Detector Rp 14.206.078
14 Machine Frame Roll Shell Rp 35.098.901
15 Screen Screen Clamping Rp 522.952
16 Screen Bushing Rp 84.915
Total Rp 436.343.353
Sumber: Pengolahan Data

Total biaya perawatan mesin hammer mill yang dihitung dengan menggunakan metode age
replacement adalah sebesar Rp 436.343.353,- per tahun.

3.3 Pembahasan
Berikut ini adalah hasil analisa serta pembahasan mengenai hasil dari penelitian.
1. Berdasarkan data perawatan pada perusahaan dapat diketahui bahwa metode perawatan
yang diterapkan pada perusahaan adalah corrective maintenance sehingga perawatan
hanya dilakukan pada saat terjadinya kerusakan dan mesin telah berhenti beroperasi.
Sehingga didapatkan total biaya perawatan per tahun-nya sebesar Rp 703.255.000,- per
tahun.
2. Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka dapat diketahui bahwa pada metode age
replacement interval waktu penggantian komponen yang optimal pada komponen
screen sebesar 74.000 menit, komponen feeder sebesar 50.000 menit, komponen
machine frame adalah 93.000 menit, dan komponen rotor sebesar 75.000 menit dengan
total biaya perawatan per tahun-nya adalah sebesar Rp 436.343.353,-.

159
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Berdasarkan hasil perhitungan dari metode age replacement maka selanjutnya dapat
dihitung perbandingan biaya perawatan antara metode usulan dan biaya perawatan
pada kondisi awal sebagai berikut:

Tabel 6. Perbandingan Total Biaya pada Perusahaan dengan Total Biaya Usulan
Total Biaya pada Perusahaan Total Biaya dengan Age Replacement
Rp 703.255.000,-/tahun Rp 436.343.353,-/tahun
Sumber: Pengolahan Data

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa total biaya perawatan pada perusahaan
sebesar Rp 703.255.000,- per tahun, sedangkan total biaya pada metode usulan/age
replacement sebesar Rp 436.343.353,- per tahun. Maka selanjutnya dapat dihitung efisiensi
antara biaya perawatan pada perusahaan dengan metode usulan.
TC Perusahaan - TC Usulan
Efisiensi = x 100%
TC Perusahaan
Rp 703.255.000 − Rp 436.343.353
= x 100% = 37,95%
Rp 703.255.000

Dari perhitungan di atas dapat diketahui apabila total biaya pada perusahaan sebesar Rp
703.255.000,- per tahun dan total biaya usulan sebesar Rp 436.343.353,- per tahun, maka
didapatkan nilai efisiensi metode usulan/age replacement terhadap metode awal adalah
sebesar 37,95%. Sehingga metode perawatan usulan dengan age replacement dapat
diterima.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan biaya perawatan pada mesin hammer mill di PT. XYZ
dapat diketahui bahwa metode perawatan dengan age replacement menghasilkan interval
waktu penggantian komponen yang optimal pada komponen screen sebesar 74.000 menit,
komponen feeder sebesar 50.000 menit, komponen machine frame adalah 93.000 menit,
dan komponen rotor sebesar 75.000 menit. Sehingga total biaya perawatan per tahun-nya
adalah sebesar Rp 436.343.353,-. Maka selanjutnya dapat dilakukan perbandingan antara
biaya perawatan pada metode usulan yang terpilih/age replacement dengan biaya
perawatan pada perusahaan yang memiliki nilai sebesar Rp 703.255.000,- per tahun.
Dari angka tersebut dapat diketahui perbandingan antara total biaya perawatan
dengan metode usulan yang terpilih/age replacement dengan total biaya perawatan pada
perusahaan, dimana biaya yang dikeluarkan oleh metode usulan yang terpilih/age
replacement lebih kecil dibandingkan dengan total biaya perawatan pada perusahaan setiap
tahun-nya dengan nilai efisiensi sebesar 37.95%. Sehingga metode perawatan usulan
dengan age replacement dapat diterima.

4.2 Saran
Adapun saran yang didapatkan pada penelitian ini untuk perusahaan adalah:
1. Komponen dan tenaga kerja sebaiknya selalu tersedia sehingga waktu perbaikan dapat
lebih diminumkan.
2. Perusahaan diharapkan dapat mencatat data-data secara lengkap terkait pemeliharaan
mesin sehingga dapat dilakukan penjadwalan perawatan yang terencana untuk dapat
memaksimalkan masa pakai dari komponen-komponen mesin.

160
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa diterapkan untuk memperbaiki sistem

DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta:
BPFE.
Ansori, N. dan Mustajib, M.I. 2013. Sistem Perawatan Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arsyad, M. dan Sultan, A.Z. 2018. Manajemen Perawatan. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish
Bachtiar, D.P., Kusumaningrum, dan Helianty, Y. 2015. Penjadwalan Perawatan
Preventive pada Mesin Slotting di CV. Cahaya Abadi Teknik. Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional. Vol. 03 (04). pp. 296-307.
Kennet, R., Shelemyahu, Z., dan Amberti, D. 2014. Modern Industrial Statistics with
Applications in R, Minitab, and JMP 2𝑛𝑑 Edition. United Kingdom: John Wiley &
Sons, Ltd.
Kurniawan, Fajar. 2013. Manajemen Perawatan Industri, Teknik, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mital, A., Desai, A., Subramanian, A., dan Mital, A. 2008. Product Development: A
Structured Approach to Consumer Product Development, Design, and Manufacture.
Netherlands: Elsevier Science.
Otto, K.N. dan Wood, K.L. 2001. Product Design: Techniques in Reverse Engineering and
New Product Development. New Jersey: Prentice Hall.
Rofi, Muhammad. 2018. Alat Mesin Pertanian. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Sudrajat, Ating. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Perawatan Mesin Industri. Bandung:
Refika Aditama.
Tama, S.G. dan Iskandar. 2017. Penentuan Interval Waktu Optimal Penggantian
Komponen Wire Screen pada Mesin Wire Part dengan Metode Age Replacement di
PT. Mount Dream Indonesia. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 05 (02). pp 175-182.
Vidiasari D., Soemadi K., dan Mustofa, F.H. 2015. Interval Waktu Penggantian
Pencegahan Optimal Komponen Sistem Printing Unit U41 Menggunakan Metode
Age Replacement di PT. Pikiran Rakyat. Reka Integra. Vol. 03 (01). pp. 152-163.
Yanti, Vivi Tri. 2015. Penerapan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode
Modularity Design pada Mesin Goss di PT. ABC. Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Witonohadi, A., Amran, T.G., dan Herawati, N. 2011. Usulan Perawatan Mesin Secara
Preventive dengan Pendekatan Modularisasi Desain pada PT. BAI. Jurnal Teknik
Industri Universitas Trisakti. Vol. 03 (01). pp 1-9.

161
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

USULAN WAKTU PREVENTIVE MAINTENANCE


UNTUK MENURUNKAN DOWNTIME PADA MESIN CRANE 0746
DENGAN RELIABILITY BLOCK DIAGRAM

Evi Febianti, Putro Ferro Ferdinant, Sarah Larasati


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jln. Jend. Sudirman KM. 03 Cilegon - Banten
e-mail: evi@untirta.ac.id

Abstrak
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi, fabrikasi peralatan dan
struktur khusus di industri kimia. Dengan alat material handling yang digunakan yaitu forklift,
hand forklift dan crane. Penelitian difokuskan kepada mesin Crane 0746 dikarenakan pada
crane tersebut memiliki downtime terbesar. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi
komponen kritis, mengetahui nilai kehandalan setiap komponen kritis, mengetahui nilai
kehandalan sistem, dan mengetahui lamanya periode waktu preventive maintenance untuk
menjaga kehandalan komponen. Data kerusakan komponen yang diperoleh kemudian dicari
nilai reliability dengan metode reliability block diagram pada masing-masing komponen dan
dihitung nilai reliability sistem. Selanjutnya ditentukan jadwal preventive maintenance tiap-
tiap komponen. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima komponen kritis, dengan nilai
reliability komponen kontaktor sebesar 37.57%, dioda motor long travel sebesar 27.80%, baut
motor long travel sebesar 44.81%, gear motor long travel sebesar 36.79% dan brake lining
motor long travel sebesar 40.69%. Nilai reliability system yaitu sebesar 26%. Diusulkan nilai
reliability sistem sebesar 32% dengan jadwal preventive maintenance pada kontaktor
sebanyak 6 kali, dioda motor long travel sebanyak 5 kali, baut motor long travel sebanyak 2
kali, gear motor long travel sebanyak 2 kali, brake lining motor long travel sebanyak 2 kali,
brake lining motor hoist sebanyak 1 kali, collector shoe sebanyak 1 kali dan roller bearing
motor long travel sebanyak 6 kali.

Kata kunci: Downtime, Reliability, Reliability Block Diagram, Preventive Maintenance.

I. PENDAHULUAN
PT XYZ merupakan perusahaan teknis yang bergerak dalam bidang produksi,
fabrikasi peralatan dan juga struktur khusus yang digunakan dalam industri kimia,
petrokimia serta minyak dan gas. Selain mesin produksi juga terdapat beberapa mesin
penunjang produksi sebagai alat material handling. Alat material handling yang ada di
pabrik ini antara lain forklift, hand forklift dan crane. Penelitian berfokus pada mesin crane
0746 dikarenakan mesin tersebut sudah dipakai sejak berdirinya PT XYZ dan terletak di
dekat pintu keluar material sehingga digunakan untuk memindahkan produk jadi dari area
workshop ke truk dimana produk tersebut memiliki berat yang cukup besar.
Mesin Crane 0746 memiliki jumlah kerusakan sebanyak 49 kali. Waktu kerusakan
mesin biasa disebut dengan downtime, dimana downtime adalah jumlah waktu dimana
suatu equipment tidak dapat berfungsi disebabkan adanya kerusakan (failure). Downtime
pada mesin crane tersebut menyebabkan adanya kegiatan corrective maintenance, dimana
corrective maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau
pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan
reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima (Corder
dalam Hasriyono, 2009).
Untuk meminimalisir downtime akibat corrective maintenance, dibutuhkan
penjadwalan perawatan secara berkala. Penjadwalan perawatan ini disebut dengan
preventive maintenance. Preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang

162
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan


menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami
kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi (Hasriyono, 2009).
Penelitian yang dilakukan yaitu menentukan usulan waktu preventive maintenance
untuk menurunkan downtime mesin crane dengan reliability block diagram. Penelitian ini
menggunakan metode Reliability Block Diagram (RBD). Menurut Ebeling (1997),
Reliability Block Diagram adalah sebuah metode untuk melakukan analisis keandalan
sistem dan ketersediaan pada sistem besar dan kompleks dengan menggunakan diagram
blok sistem. Metode reliability block diagram ini menggunakan data waktu antar
kerusakan pada komponen-komponen mesin crane 0746 yaitu kontaktor, dioda motor long
travel, baut motor long travel, gear motor long travel, brake lining motor long travel, brake
lining motor hoist, collector shoe dan roller bearing motor long travel.
Data waktu tersebut digunakan untuk mencari pola distribusi yang sesuai dengan
pola kerusakan masing-masing komponen. Parameter distribusi digunakan untuk mencari
nilai waktu rata-rata antar kerusakan dan nilai reliability masing-masing komponen.
Selanjutnya dihitung nilai reliability sistem mesin crane 0746 dan menentukan jadwal
preventive maintenance. Perhitungan perbandingan availability bermaksud untuk
mengetahui apakah kegiatan preventive maintenance mengurangi availabilitas mesin
dibandingkan dengan corrective maintenance. Untuk menunjang kegiatan preventive
maintenance, dibuat usulan checksheet maintenance untuk mesin crane

II. TINJAUAN PUSTAKA


Perawatan (maintenance) dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau
menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau
penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan (Hasriyono, 2009). Menurut Hasriyono
(2009), preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi
atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu
digunakan dalam proses produksi. Dengan demikian semua fasilitas produksi yang
mendapatkan preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu
diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau
proses produksi setiap saat. Corrective maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan
secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian
(termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang
bisa diterima (Corder dalam Hasriyono, 2009).
Menurut Ebeling (1997), laju kerusakan (failure rate) merupakan laju dimana
kerusakan terjadi pada interval waktu yang ditetapkan. Laju kerusakan adalah peluang
peralatan tersebut akan gagal dalam interval waktu selanjutnya dengan syarat peralatan
tersebut berfungsi pada waktu awal interval. Time Failure adalah waktu kerusakan mesin
yang dipakai untuk mengetahui besarnya nilai kehandalan (reliability) dan pertimbangan
untuk menentukan strategi perawatan (maintainability) pada suatu mesin. Time failure
terdiri atas TTF (Time To Failure), TTR (Time To Repair) dan TBF (Time Between
Failure). TTR (Time To Repair) adalah waktu untuk perbaikan, merupakan selisih waktu
yang dihitung dari awal kerusakan mesin terjadi hingga mesin tersebut diperbaiki dan
dapat beroperasi normal kembali. TTF (Time To Failure) adalah waktu menuju kerusakan
yang merupakan selisih waktu yang dihitung dari awal mesin kembali dalam kondisi
normal setelah diperbaiki hingga awal mesin mengalami kerusakan kembali. TBF (Time

163
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Between Failure) adalah waktu antar kerusakan yang merupakan selisih waktu yang
dihitung dari awal mesin terjadi kerusakan hingga terjadi kerusakan selanjutnya.
Berikut ini adalah cara perhitungan MTTF/MTBF untuk masing-masing distribusi:
Distribusi Normal
(1)
Distribusi Eksponensial
(2)
Distribusi Weibull
(3)
Reliability (kehandalan) adalah probabilitas suatu peralatan atau komponen dapat
berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu ketika digunakan berdasarkan kondisi
operasi yang ditetapkan (Ebeling, 1997)).
Identifikasi dan parameter distribusi dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu
identifikasi distribusi awal dan estimasi parameter (Ebeling, 1997). Dengan menggunakan
menggunakan metode least square dibutuhkan perhitungan:
a. Nilai tengah (median rank)
(4)
i = data waktu ke-t
n = jumlah data

b. Index of fit
(5)

Menurut Ebeling (1997), Reliability Block Diagram adalah sebuah metode untuk
melakukan analisis keandalan sistem dan ketersediaan pada sistem besar dan kompleks
dengan menggunakan diagram blok sistem. RBD dapat tersusun atau terangkai secara seri
atau parallel atau gabungan keduanya. Rumus susunan seri dan parallel adalah sebagai
berikut:
a. Rangkaian Seri

1 2 n
Gambar 1. Rangkaian Seri

(6)
Dengan:
Rs = RBD Seri
R1, R2, Rn = Reliability komponen

b. Rangkaian Paralel
1

Gambar 2. Rangkaian Paralel

164
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(7)
Dengan:
Rp = RBD Paralel
R1, R2, Rn = Reliability komponen

Menurut Nazarudin (2009), Availability merupakan suatu rasio yang


menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau
peralatan. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability ratio
adalah:
(8)

III. METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reliability block diagram, yang
bertujuan untuk menentukan nilai reliability sistem mesin crane. Setelah didapatkan nilai
reliability sistem usulan dan waktu preventive maintenance, selanjutnya dibuat usulan
jadwal perawatan preventive. Berikut adalah flowchart pengolahan data:

Pengolahan Data 7 Perhitungan MTBF Untuk


Komponen yang Tidak Memiliki
Parameter Distribusi dengan
1 Perhitungan Waktu Kerusakan Pendekatan Empiris
Komponen
8
2 Perhitungan Reliability Komponen
Mesin Crane 0746 Kondisi Awal
Identifikasi Distribusi Untuk Selang
Waktu Kerusakan

Perhitungan Reliability Sistem Awal

Least-Square Curve Fitting


9
Penentuan Nilai Reliability Sistem
Usulan
Perbandingan Least-Square Curve
Fitting dengan Software Minitab
Penentuan Reliability Komponen
Usulan
3
Pilih Distribusi dengan Nilai Index of
Fit Terbesar Perhitungan RBD Usulan

Perhitungan Waktu Perawatan


Usulan
Pilih Distribusi
Ditolak dengan Nilai Index
Uji Goodness Of Fit
of Fit Terbesar
Selanjutnya 10 Usulan Jadwal Corrective
Maintenance dan Preventive
Diterima Maintenance

Perbandingan Penentuan Uji 11


Goodness Of Fit Berdasarkan Nilai
Anderson-Darling dengan Software
Minitab Perhitungan Downtime Perhitungan Downtime
Corrective Maintenance Preventive Maintenance

4
Perhitungan Parameter Distribusi
Perbandingan Availability

5 Perhitungan Reliability dan Laju


12 Perancangan Checksheet
Kerusakan
Maintenance

6 Selesai
Perhitungan MTBF

Gambar 3. Flow Chart Pengolahan Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penentuan komponen kritis
Penentuan komponen kritis berdasarkan diagram pareto yang diurutkan dari downtime
tertinggi hingga terendah dari data kerusakan:

165
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1. Penentuan Komponen Kritis Crane 0746


Total
% %
Komponen Downtime
Downtime Kumulatif
(Jam)
Kontaktor 28 23.33% 23.33%
Dioda motor long travel 22 18.33% 41.67%
Baut motor long travel 19 15.83% 57.50%
Gear motor long travel 16 13.33% 70.83%
Brake lining motor long travel 15 12.50% 83.33%
Brake lining motor hoist 7 5.83% 89.17%
Collector shoe 6 5.00% 94.17%
Roller bearing motor long travel 7 5.83% 100.00%
Total Downtime 120

Pareto Chart of Komponen Crane


Total Downtime (jam)

120 100
100 80

Percent
80
60
60
40
40
20 20
0 0
Komponen orel el el el is
t el e
kt
av av av av Ho av ho
nt
a Tr Tr Tr Tr r Tr rS
Ko ng ng ng ng o to ng cto
Lo Lo Lo Lo M Lo lle
or or or or ng or Co
ot ot ot ot ni ot
M Li
a ut M ar M g
M
k e g
M
od Ba Ge
in
Br
a
ar
in
Di Lin
e Be
ak ll e
r
Br o
R
Total Downtime (jam) 28 22 19 16 15 7 7 6
Percent 23.3 18.3 15.8 13.3 12.5 5.8 5.8 5.0
Cum % 23.3 41.7 57.5 70.8 83.3 89.2 95.0 100.0

Gambar 4. Diagram Pareto Komponen Crane 0746

Dari diagram pareto di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan total downtime
masing-masing komponen didapatkan bahwa komponen Kontaktor, Dioda motor long
travel, Baut motor long travel, Gear motor long travel, dan Brake lining motor long travel
adalah komponen kritis karena persen kumulatif downtime melebihi 80% dari total
downtime.

Perhitungan waktu kerusakan komponen


Time between failure adalah waktu antar kerusakan yang merupakan selisih waktu
yang dihitung dari awal terjadi kerusakan hingga terjadi kerusakan selanjutnya. Berikut ini
adalah salah satu contoh perhitungan TBF komponen Kontaktor:
Tabel 2. Perhitungan Time Between Failure Komponen Kontaktor
Actual TTF TTR TBF
Actual Start Day Hour
Completion (Min) (Min) (Min)
8/9/2014 8:30 8/9/2014 11:30 180
13/2/2015 10:00 13/2/2015 11:00 158 3792 227430 60 227610
24/5/2015 10:00 24/5/2015 11:00 100 2400 143940 60 144000
22/7/2015 10:30 22/7/2015 11:30 59 1416 84930 60 84990
24/8/2015 8:00 24/8/2015 10:00 33 792 47310 120 47370
21/9/2015 9:00 21/9/2015 10:00 28 672 40260 60 40380
23/9/2015 19:00 23/9/2015 21:00 2 48 3420 120 3480
28/10/2015 15:00 28/10/2015 16:00 35 840 50040 60 50160
25/11/2015 14:15 25/11/2015 18:15 28 672 40215 240 40275
17/12/2015 9:30 17/12/2015 11:30 22 528 31155 120 31395
18/1/2016 9:30 18/1/2016 12:30 32 768 45960 180 46080
6/2/2016 8:30 6/2/2016 10:30 19 456 27120 120 27300
30/4/2016 13:37 30/4/2016 16:37 84 2016 121147.2 180 121267.2
10/7/2016 16:00 10/7/2016 18:00 71 1704 102202.8 120 102382.8

166
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Didapatkan keputusan akhir distribusi untuk masing-masing komponen sebagai


berikut:
Mean Time Between Failure adalah rata-rata waktu antar kerusakan dari setiap
komponen mesin Crane. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui nilai MTBF dari
setiap komponen.
Pada komponen brake lining motor hoist, collector shoe dan roller bearing motor
long travel tidak memiliki parameter distribusi terpilih untuk rata-rata waktu kerusakannya.
Hal ini dikarenakan pada komponen tersebut tidak memiliki waktu kerusakan lebih dari
tiga kali. Setelah didapatkan nilai MTBF pada setiap komponen, berikutnya dihitung nilai
reliability komponen mesin Crane 0746. Berikut ini adalah rekapitulasi nilai MTBF untuk
komponen mesin Crane 0746:

Tabel 3. Rekapitulasi MTBF Komponen Mesin Crane 0746


Nilai MTBF
No Komponen
Menit Jam Hari
1 Kontaktor 83856.969 1397.6161 59
2 Dioda Motor Long Travel 174070.52 2901.1754 121
3 Baut Motor Long Travel 187912.42 3131.8737 131
4 Gear Motor Long Travel 299554.04 4992.5673 209
5 Brake Lining Motor Long Travel 230572.41 3842.8736 161
6 Brake lining motor hoist 477495 7958.25 332
7 Collector shoe 303075 5051.25 211
8 Roller bearing motor long travel 78405 1306.75 55

Berikut ini merupakan perhitungan reliability komponen Crane:

Tabel 4. Perhitungan Reliability Komponen dengan Distribusi


Waktu Kerusakan %
No Komponen
Hari Menit Kehandalan
1 Kontaktor 59 83856.96866 37.57%
2 Dioda Motor Long Travel 121 174070.524 27.80%
3 Baut Motor Long Travel 131 187912.4242 44.81%
4 Gear Motor Long Travel 209 299554.0356 36.79%
5 Brake Lining Motor Long Travel 161 230572.4142 40.69%

Tabel 5. Perhitungan Reliability Komponen dengan Pendekatan Empiris


Nilai MTBF %
No Komponen λ
Menit Jam Hari Kehandalan
1 Brake lining motor hoist 477495 7958.25 332 2.09426E-06 36.79%
2 Collector shoe 303075 5051.25 211 3.29951E-06 36.79%
3 Roller bearing motor long travel 78405 1306.75 55 1.27543E-05 36.79%

Reliability block diagram digunakan untuk mengetahui kehandalan sistem dengan


mengacu pada block diagram. Berikut ini adalah reliability block diagram dari mesin
Crane 0746:

167
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Baut Motor Long Gear Motor Long Roller Bearing Motor


Travel Travel Long Travel
Kontaktor Dioda Motor
Long Travel
Brake Lining Motor
Long Travel

Brake Lining Motor


Collector Shoe
Hoist

Gambar 5. Block Diagram Mesin Crane 0746

Berikut ini adalah perhitungan reliability yang bertujuan untuk menjaga kehandalan
sistem pada kondisi 32% handal dengan menggunakan bilangan random dan pendekatan
trial and error.

Tabel 6. Perhitungan Reliability Komponen RBD Usulan


Waktu Kerusakan %
Komponen R(MTBF)
Hari Menit Kehandalan
Kontaktor 58 82265.167 0.3831 38.31%
Dioda motor long travel 71 101754.17 0.3950 39.50%
Baut motor long travel 127 182371.52 0.4679 46.79%
Gear motor long travel 173 248485.34 0.4363 43.63%
Brake lining motor long travel 151 217107.1 0.4356 43.56%
Brake lining motor hoist 303 435450.81 0.4017 40.17%
Collector shoe 199 286159.33 0.3890 38.90%
Roller bearing motor long travel 55 78081.596 0.3694 36.94%

Usulan jadwal preventive maintenance


Dari perhitungan reliability sistem usulan pada kondisi 32% handal didapatkan
jadwal preventive maintenance sebagai berikut:

Hari
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Gambar 6. Simulasi Preventive Maintenance Komponen Kontaktor

Tidak ada hari


Corrective Maintenance
Preventive Maintenance

Diketahui total downtime dan available time selama 2017 (365 x 24 x 60 = 525600 menit),
maka availability saat corrective maintenance sebesar 99.06% dan availability saat
preventive maintenance

168
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

KESIMPULAN
Komponen yang termasuk pada komponen kritis pada mesin Crane yaitu kontaktor,
dioda motor long travel, baut motor long travel, gear motor long travel dan brake lining
motor long travel.Nilai kehandalan komponen kritis mesin Crane yaitu sebagai berikut:
kontaktor 37.57%, dioda motor long travel 27.80%, baut motor long travel 44.81%, gear
motor long travel 36.79% dan brake lining motor long travel 40.69%.Nilai kehandalan
sistem mesin Crane adalah 26% Periode usulan preventive maintenance pada masing-
masing komponen yaitu kontaktor sebanyak 6 kali, dioda motor long travel sebanyak 5
kali, baut motor long travel sebanyak 2 kali, gear motor long travel sebanyak 2 kali, brake
lining motor long travel sebanyak 2 kali, brake lining motor hoist sebanyak 1 kali, collector
shoe sebanyak 1 kali dan roller bearing motor long travel sebanyak 6 kali.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2016. Jenis-jenis Crane dan Fungsinya. Available from:
URL:http://www.ilmulabtekniksipil.id/2016/03/jenis-jenis-crane-dan-fungsinya.html
diakses pada 26 mei 2017 pukul 15:47
2. Ebeling, C. 1997. Reliability and Maintainability Engineering. Singapore: McGraw-Hill
Companies, Inc.
3. Hasriyono,M, 2009. Evaluasi Efektivitas Mesin Dengan Penerapan TotalProductive
Maintenance (TPM) Di PT. Hadi Baru. (skripsi). Medan: Jurusan Teknik Industri
Universitas Sumatera Utara.
4. Mushofik. 2016. Usulan Perencanaan Perawatan Mesin Roughing Stand dengan
Pendekatan Reliability Centered Maintenance di PT. Krakatau Wajatama. (skripsi).
Cilegon: Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Nazaruddin, N. 2014. Analisa Penjadwalan Perawatan Pada Mesin Three Roll Bending
PT. XYZ Dengan Reliability Block Diagram. (skripsi). Cilegon: Jurusan Teknik
Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Owhor. 2015. Reliability Analysis of Car Maintenance Forecast and Performance.
American Journal of Engineering Research. Vol 04.

169
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

STUDI KELAYAKAN BISNIS ASPEK FINANSIAL


RENCANA PENDIRIAN HOTEL

Nuraida Wahyuni, Hadi Setiawan, Suryanawati, Akbar Gunawan


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435, Indonesia
e-mail: nrdwahyuni@gmail.com

Abstrak
PT. ABC merupakan perusahaan yang melakukan bisnis properti berupa industri, komersial,
dan rumah tangga. Saat ini, PT. ABC berniat untuk melakukan bisnis di kawasan Tangerang
yaitu dengan mendirikan hotel bisnis. Hotel yang telah sukses dibangun oleh PT. ABC adalah
Hotel XYZ. Sebagai tindak lanjut dari keinginan tersebut maka diperlukan sebuah studi
kelayakan bisnis. Salah satu studi kelayakan yang dilakukan oleh PT. ABC adalah studi
kelayakan finansial. Fokus utama dari studi kelayakan finansial ini adalah dapat mengetahui
analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return
(IRR), dan Payback Period. Investasi hotel diketahui sejumlah Rp. 45 miliar dengan discount
factor diperkirakan 10% per tahun, dan masa analisis sekitar 20 tahun. Dari hasil
perhitungan, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 20.821.121.981,90, B/C Ratio sebesar 1,4627,
IRR sebesar 13,609% dan Payback Period selama 13,522 tahun. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan rencana pendirian hotel tersebut layak secara finansial.

Kata kunci: B/C Ratio, IRR, Kelayakan finansial, NPV, Payback Period

1. Pendahuluan
Kegiatan usaha yang dilakukan pada jasa perhotelan memiliki ciri-ciri khusus, yaitu
memadukan usaha menjual produk nyata hotel, seperti kamar, makanan, dan minuman,
dengan usaha menjual jasa pelayanan seperti keramahan, sopan santun, kecekatan,
kecepatan, kemudahan, dan lain-lain. Jasa layanan tersebut menjadi daya tarik bagi
pengunjung hotel, sehingga sering sekali mengundang minat pengunjung hotel untuk
melakukan aktivitas baik aktivitas informal maupun formal, hal tersebut terjadi di Provinsi
Banten.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2018), tingkat hunian kamar dari hotel
yang dimiliki oleh provinsi Banten pada tahun 2018 di bulan April sebesar 54,84%, bulan
Mei sebesar 47,02%, bulan Juni memiliki nilai sebesar 45,09%, bulan Juli sebesar 55,14
%, dan bulan Agustus sebesar 58,16%. Data tersebut menunjukan bahwa telah terjadi
kenaikan nilai tingkat hunian kamar dari Provinsi Banten. Kenaikan yang terjadi pada
bulan Juli ke Agustus sebesar 3,02 poin. Peningkatan tingkat hunian kamar ini disebabkan
oleh naiknya penghunian kamar pada hampir semua kelas hotel bintang di Banten,
kecuali hotel bintang satu dan hotel bintang dua yang mengalami penurunan sebesar
11,93 poin dan 8,50 poin.
Naiknya tingkat hunian kamar pada hampir semua kelas hotel bintang didukung oleh
pesatnya kemajuan dari wilayah yang ada Provinsi Banten. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (2018), saat ini provinsi Banten memiliki 4 kabupaten yaitu Pandeglang,
Lebak, Tangerang, dan Serang, dan 4 kota yaitu Kota Tangerang, Kota Serang, Kota
Cilegon, dan Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan berada di posisi tertinggi ke-4 dalam jumlah industri besar yang
dimiliki di tahun 2014 sebesar 57, namun berada dalam urutan pertama dalam laju
pertumbuhan ekonominya, yaitu sebesar 7,43%. Tangerang Selatan memiliki 11 pusat
perbelanjaan yang besar. Selain itu, Tangerang Selatan juga memiliki Indonesia

170
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Convention Exhibition (ICE) sebagai pusat konvensi dan pameran terbesar di Indonesia.
ICE juga dikenal sebagai gedung konser dan gedung pernikahan terbesar. Berdasarkan hal
tersebut, Tangerang Selatan dapat dipilih sebagai tempat untuk melakukan bisnis.
PT. ABC telah sukses membangun lahan industri, bangunan pabrik, hotel, lapangan
golf, gedung perkantoran, restoran, pusat olah raga, perumahan, pusat rekreasi, dan
apartemen. Hotel yang telah sukses dibangung oleh PT. ABC adalah Hotel XYZ. Sebagai
tindak lanjut dari keinginan tersebut maka diperlukan sebuah studi kelayakan bisnis.
Menurut Umar dalam Nurjanah 2013, studi kelayakan bisnis merupakan penelitian
terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis
dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian
keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi kelayakan finansial untuk
mengetahui tingkat kelayakan pada pembangunan hotel bisnis oleh PT. ABC di
Tanggerang Selatan. Menurut Fadlurrahman (2016), Studi kelayakan finansial adalah
kelayakan yang ditentukan dengan menghitung dan menganalisa net present value (NPV),
benefit cost ratio (BCR), internal rate of return (IRR), payback period (PP).

2. Pendekatan Pemecahan Masalah


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut
Sukmadinata dalam Rotikan (2013) penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang ada baik fenomena
yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia. Sedangkan, menurut Kasiram dalam
Kuntjojo (2009) penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menggunakan data-
data berupa angka untuk menganalisis dan melakukan kajian penelitian. Penelitian ini
menganalisa dan memberikan gambaran mengenai kelayakan bisnis rencana pembangunan
hotel di Tangerang Selatan. Gambar 1 merupakan alur pemecahan masalah pada penelitian
ini.
Mulai

Data historis jumlah kamar tersewa

Perhitungan Kamar Tersewa:


1. Peramalan Kamar Tersewa Seluruh Hotel di Banten
2. Perhitungan Kamar Tersewa per Hotel
3.Perhitungan Kamar Tersewa per Tipe Kamar

Perhitungan Kelayakan Finansial:


1. Perhitungan Net Present Value
2. Perhitungan Benefit Cost Ratio
3. Perhitungan Internal Rate of Return
4. Perhitungan Payback Period

Selesai

Gambar 1. Alur Pemecahan Masalah

171
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Pengumpulan Data
Data yang dapat dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 di
bawah ini. Tabel 1 di bawah menunjukkan tingkat hunian, banyak hotel berbintang dan
kamar dari seluruh hotel berbintang di Banten. Tingkat hunian hotel berbintang di Banten
terus meningkat meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 sampai 2016
sebesar 3,81%, 0,05%, 3,83% dan 3,43% dari tahun sebelumnya. Banyak hotel dan banyak
kamar dari seluruh hotel berbintang di Banten terus mengalami peningkatan setiap tahun.

Tabel 1. Jumlah Kamar Hotel Berbintang di Provinsi Banten


Tingkat Banyak Hotel Banyak Kamar
Tahun
Hunian Berbintang Hotel Berbintang
2007 37,58% 22 1.691
2008 46,89% 37 2.641
2009 42,07% 37 2.775
2010 41,69% 39 2.765
2011 37,88% 46 3.428
2012 37,83% 42 3.514
2013 52,60% 43 3.943
2014 48,77% 52 4.765
2015 57,31% 54 5.684
2016 53,88% 58 5.939
2017 54,47% 97 -
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018

Tabel 2 di bawah menunjukkan tingkat hunian, banyak hotel berbintang dan kamar dari
seluruh hotel berbintang di Banten. Tingkat hunian hotel berbintang di Banten terus
meningkat meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 sampai 2016 sebesar
3,81%, 0,05%, 3,83% dan 3,43% dari tahun sebelumnya. Banyak hotel dan banyak kamar
dari seluruh hotel berbintang di Banten terus mengalami peningkatan setiap tahun.

Tabel 2. Hotel Berbintang Tiga di Tangerang Selatan


No Nama Tipe Kamar Room Rate
Superior Double Room Only 498.000
Superior Room Twin 528.000
1 Hotel A Superior Room Value Package 688.000
Deluxe Room Double 728.000
Deluxe Room Value Package 768.000
Superior Twin Room Only 437.000
2 Hotel B Superior Double Room Only 609.333
Superior Twin 518.000
Superior Room Twin 640.000
3 Hotel C
Superior Room Queen 640.000
Sumber: Traveloka, 2018

Berdasarkan tabel 3 di bawah terlihat 6 hotel bintang 3 yang ada di Tangerang


Selatan. Hotel bintang 3 dipilih karena hotel ABC yang akan dibangun direncanakan setara
dengan hotel bintang 3 dan berlokasi di Tangerang Selatan. Hotel-hotel tersebut memiliki
beberapa jenis kamar dengan penawaran harga kamar yang berbeda. Hotel A memiliki
penawaran jenis kamar yang mendekati dengan hotel ABC yang akan dibangun sehingga
harga kamar pada hotel ABC mengikuti harga kamar pada Hotel A. Berdasarkan data pada
tabel 3 juga dapat di ketahui bahwa hotel ABC akan menawarkan 5 jenis kamar dengan
harga mengikuti hotel pesaing Hotel A, mulai dari Rp498.000 sampai dengan Rp768.000.
Jenis kamar dan harga yang variatif diharapkan dapat menarik minat calon pelanggan.

172
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Tipe dan Tarif Kamar Hotel XYZ


Type Kamar Jumlah (Unit) Luas (m2) Lama Tarif
Superior Twin Room Only 10 21 1 hari Rp 498.000
Superior Room Double 52 23 1 hari Rp 528.000
Superior Room Value Package 28 30 1 hari Rp 688.000
Deluxe Room Double 35 45 1 hari Rp 728.000
Deluxe Room Value Package 17 69 1 hari Rp 768.000
Total kamar 142
Sumber: PT. ABC, 2018

4. Analisis
Peramalan jumlah kamar tersewa hotel ABC menggunakan data kamar tersewa
seluruh hotel berbintang di Banten dan dilakukan dengan 3 metode yaitu metode tren
linear, tren kuadratis dan tren logaritma. Berikut adalah rekapitulasi hasil peramalan
dengan 3 metode tersebut. Berdasarkan hasil pada Tabel 4, dapat terlihat bahwa peramalan
jumlah kamar tersewa dengan metode tren kuadratis memiliki keakuratan paling tinggi
dibandingkan dengan 2 metode lain. Dengan demikian, metode tren kuadratis akan
digunakan untuk meramalkan jumlah kamar tersewa. Sehingga fungsi persamaan trend
kuadratis menjadi: Forecast D(t) = 482.212,536+ 95.717,818t + 15.738,332t2.

Tabel 4. Rekapitulasi Validasi Peramalan dengan 3 Metode Peramalan


MAD MSE MAPE Peramalan 2016 Data 2016
Linear 95.357,075 14.529.325.902,766 17,606 1.065.724
Kuadratis 66.378,633 6.052.649.243,337 15,394 1.354.260 1.167.975
Logaritma 72.405,493 8.283.104.652,923 13,825 1.191.174

Tabel 5. Perhitungan NPV dan BCR


Tahun Pendapatan Bersih Angsuran DF (10%) PV. Benefit Investasi
0 0 1 0
1 3.755.525.496 4.488.750.000 0,909 (666.567.731) 45.000.000.000
2 4.544.519.420 4.488.750.000 0,826 46.090.430
3 5.437.270.959 4.488.750.000 0,751 712.637.836
4 6.453.426.988 4.488.750.000 0,683 1.341.900.818
5 7.603.992.766 4.488.750.000 0,621 1.934.320.660
6 8.900.796.625 4.488.750.000 0,564 2.490.485.298
7 10.356.545.652 4.488.750.000 0,513 3.011.106.975
8 11.984.884.919 4.488.750.000 0,467 3.497.002.263
9 12.783.999.452 4.488.750.000 0,424 3.517.995.536
10 13.423.199.424 4.488.750.000 0,386 3.444.617.020
11 14.094.359.396 0,350 4.939.986.985
12 14.799.077.365 0,319 4.715.442.122
13 15.539.031.234 0,290 4.501.103.844
14 16.315.982.795 0,263 4.296.508.215
15 17.131.781.935 0,239 4.101.212.387
16 17.988.371.032 0,218 3.914.793.642
17 18.887.789.583 0,198 3.736.848.476
18 19.832.179.063 0,180 3.566.991.727
19 20.823.788.016 0,164 3.404.855.740
20 21.864.977.417 0,149 3.250.089.570
21 22.958.226.287 0,135 3.102.358.226
22 24.106.137.602 0,123 2.961.341.943
Total Rp 65.821.121.982 Rp.45.000.000.000
NPV Rp 20.821.121.981,90
BCR 1,4627

173
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan Tabel 5 terlihat perhitungan NPV dan BCR pada proyek pembangunan
hotel ABC. Hasil perhitungan menunjukan nilai net present value (NPV) yaitu sebesar
Rp20.821.121.981,90. Sedangkan nilai benefit cost ratio (BCR) sebesar 1,4627. Adapun
Contoh perhitungan NPV dan BCR adalah sebagai berikut.
Discount Factor tahun ke-10 = 1 : (1+0,10)10 = 0,386
PV Benefit tahun ke-10 = (Pendapatan – Angsuran) × DF
= (13.423.199.424 - 4.488.750.000) × 0,386
= Rp 3.444.617.020
NPV = Total PV Benefit – Investasi
= 65.821.121.982– 45.000.000.000
= Rp 20.821.121.981,90
BCR = Total Benefit : Investasi
= 65.821.121.982: 45.000.000.000
= 1,4627

Tabel 6. Perhitungan Internal Rate of Return


Pendapatan
Tahun Angsuran Investasi 10% PV 1 15% PV 2
Bersih
0 0 0 45.000.000.000 1 0 1 0
1 3.755.525.496 4.488.750.000 0,909 -666.567.731 0,870 -637.586.525
2 4.544.519.420 4.488.750.000 0,826 46.090.430 0,756 42.169.694
3 5.437.270.959 4.488.750.000 0,751 712.637.836 0,658 623.667.927
4 6.453.426.988 4.488.750.000 0,683 1.341.900.818 0,572 1.123.310.444
5 7.603.992.766 4.488.750.000 0,621 1.934.320.660 0,497 1.548.826.228
7 10.356.545.652 4.488.750.000 0,513 3.011.106.975 0,376 2.205.921.728
8 11.984.884.919 4.488.750.000 0,467 3.497.002.263 0,327 2.450.499.802
9 12.783.999.452 4.488.750.000 0,424 3.517.995.536 0,284 2.358.027.618
10 13.423.199.424 4.488.750.000 0,386 3.444.617.020 0,247 2.208.459.255
11 14.094.359.396 0,350 4.939.986.985 0,215 3.029.487.031
12 14.799.077.365 0,319 4.715.442.122 0,187 2.766.053.376
13 15.539.031.234 0,290 4.501.103.844 0,163 2.525.526.995
14 16.315.982.795 0,263 4.296.508.215 0,141 2.305.915.952
15 17.131.781.935 0,239 4.101.212.387 0,123 2.105.401.522
16 17.988.371.032 0,218 3.914.793.642 0,107 1.922.323.128
17 18.887.789.583 0,198 3.736.848.476 0,093 1.755.164.595
18 19.832.179.063 0,180 3.566.991.727 0,081 1.602.541.587
19 20.823.788.016 0,164 3.404.855.740 0,070 1.463.190.145
20 21.864.977.417 0,149 3.250.089.570 0,061 1.335.956.219
21 22.958.226.287 0,135 3.102.358.226 0,053 1.219.786.113
22 24.106.137.602 0,123 2.961.341.943 0,046 1.113.717.755
Total 65.821.121.982 Total 36.975810.101
IRR 13,609% NPV NPV
1 20.821.121.982 2 -8.024.189.899

Berdasarkan Tabel 6 di atas terlihat perhitungan IRR proyek pembangunan hotel


ABC. Nilai IRR yang dihasilkan sebesar 13,839%. Adapun contoh perhitungan IRR adalah
sebagai berikut.
DF (10%) tahun ke-16 = 1: (1+0,10)16 = 0,218
DF (15%) tahun ke-16 = 1: (1+0,15)16 = 0,107
PV 1 tahun ke-16 = (Pendapatan – angsuran) × DF 10%
= (17.988.371.032 – 0) × 0,218
= Rp 3.914.793.642
PV 2 tahun ke-16 = (Pendapatan – angsuran) × DF 15%
= (17.988.371.032 – 0) × 0, 107
= Rp 1.922.323.128
NPV 1 = Total PV 1 – Investasi
= 65.821.121.982– 45.000.000.000

174
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

= Rp 20.821.121.982
NPV 2 = Total PV 2 – Investasi
= 36.975810.101– 45.000.000.000
= Rp -8.024.189.899
IRR = 10% + [{NPV 1 / (NPV 1 – NPV 2)} × {15%-10%}]
= 13,609%

Tabel 7. Perhitungan Payback Period


Tahun Pendapatan Bersih Angsuran Investasi Kumulatif Keterangan
0 0 0 45.000.000.000
1 3.755.525.496 4.488.750.000 (45.733.224.504) belum tertutup
2 4.544.519.420 4.488.750.000 (45.677.455.084) belum tertutup
3 5.437.270.959 4.488.750.000 (44.728.934.125) belum tertutup
4 6.453.426.988 4.488.750.000 (42.764.257.137) belum tertutup
5 7.603.992.766 4.488.750.000 (39.649.014.371) belum tertutup
6 8.900.796.625 4.488.750.000 (35.236.967.746) belum tertutup
7 10.356.545.652 4.488.750.000 (29.369.172.094) belum tertutup
8 11.984.884.919 4.488.750.000 (21.873.037.175) belum tertutup
9 12.783.999.452 4.488.750.000 (13.577.787.723) belum tertutup
10 13.423.199.424 4.488.750.000 (4.643.338.299) belum tertutup
11 14.094.359.396 - 9.451.021.097 kelebihan
12 14.799.077.365 - 24.250.098.462 kelebihan
13 15.539.031.234 - 39.789.129.696 kelebihan
14 16.315.982.795 - 56.105.112.491 kelebihan
15 17.131.781.935 - 73.236.894.426 kelebihan
16 17.988.371.032 - 91.225.265.458 kelebihan
17 18.887.789.583 - 110.113.055.042 kelebihan
18 19.832.179.063 - 129.945.234.104 kelebihan
19 20.823.788.016 - 150.769.022.120 kelebihan
20 21.864.977.417 - 172.633.999.537 kelebihan
21 22.958.226.287 - 195.592.225.824 kelebihan
22 24.106.137.602 - 219.698.363.426 kelebihan
Payback Period 13,522 tahun

Berdasarkan Tabel 7 terlihat hasil perhitungan menunjukan nilai payback periode


sebesar 13,522 tahun. Berikut contoh perhitungan payback period.
Kumulatif tahun ke-1 = Pendapatan Bersih – angsuran – Investasi
= 3.755.525.496 – 4.488.750.000– 45.000.000.000
= - 45.733.224.504
Kumulatif tahun ke-2 = Kumulatif tahun ke-1 + Pendapatan Bersih – angsuran
= - 45.733.224.504 + 4.544.519.420- 4.488.750.000
= - 45.677.455.084
Payback Period = Tahun terakhir kumulatif arus kas negatif +
Investasi - Kumulatif arus kas negatif terakhir
N Kumulatif arus kas positif pertama - Kumulatif arus kas negatif terakhir
45.000.000.000 - (-4.643.338.299)
= 10 + × 1 tahun
9.451.021.097- (-4.643.338.299)
= 10 + 3,522 = 13,522 tahun

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa nilai NPV yang didapatkan
sebesar Rp 20.821.121.981,90. Nilai NPV tersebut >0. Nilai BCR yang didapatkan sebesar

175
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

1,4627 > 1. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 13,609%. Nilai IRR lebih besar dari arus
pengembalian yang diinginkan yaitu 10%. Nilai payback period yang didapatkan sebesar
13,522 tahun. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa NPV, BCR, IRR dan payback
period menunjukan bahwa pendirian hotel ini layak.

Daftar Pustaka
[1]. Badan Pusat Statistik. 2018. Berita Resmi Stratistik. Banten: Badan Pusat Statistik
[2]. Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Daerah Provinsi Banten: Banten. Badan Pusat
Statistik
[3]. Fadlurrahman, A. 2016. Perencanaan Investasi Pembangunan Perumahan Di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen. (Skripsi). Jurusan Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Surakarta
[4]. Kuntjojo. 2009. Metode Penelitian. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.Lungan, R.
2006. Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang . Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
[5]. Nurjanah, S. 2013. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis Pada Pt Dagang Jaya
Jakarta. Journal The WINNERS. Vol 14 No 1: 20-28.
[6]. Rotikan. 2013. Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Penentuan Harga
Pokok Produksi Pada Pt. Tropica Cocoprima. Jurnal EMBA. Vol.1 No 3 : 1019-1029
[7]. Traveloka. 2018. Hotel Bintang Tiga Di Tangerang Selatan. (serial online), Jan-Des.
[Cited:3 September 2018]. Available from: URL:
https://www.traveloka.com/en/hotel/indonesia/city/south-tangerang-100286/3-star-
hotels-in-south-tangerang

176
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERENCANAAN PENGEMBANGAN ARSITEKTUR SISTEM


INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PROMOSI EDUWISATA
PETERNAKAN WILAYAH PONDOK RANGON

Tri Retnasari, Eva Rahmawati, Hani Harafani


Teknik Informatika STMIK Nusa Mandiri
e-mail: haniharafani@gmail.com

Abstrak
Saat ini Eduwisata merupakan salah satu sub-tipe pariwisata yang terkenal, yang mana banyak
Negara di dunia menggunakan eduwisata sebagai salah satu sumber penghasilan utama. Namun
upaya dalam mempromosikan pariwisata berbasis edukasi pada peternakan dinilai masih
kurang, dikarenakan belum adanya perencanaan yang baik dan dukungan infrastruktur yang
baik sehingga membuat Eduwisata di bidang peternakan kurang diminati. Pada penelitian ini,
kami mencoba membangun perencanaan untuk mengembangkan arsitektur sistem informasi
pada peternakan wilayah Pondok Rangon untuk menganalisa aktivitas-aktivitas operasional
pada peternakan, merancang arsitektur pengembangan sistem informasi menggunakan TOGAF
ADM, dan membuat model rancangan arsitektur enterprise sistem informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu fasilitas untuk mengoptimalkan pengembangan promosi industri
pariwisata edukatif pada peternakan wilayah pondok rangon. TOGAF ADM digunakan pada
penelirian ini untuk melaksanakan perencanaan arsitektur infomasi, akan tetapi masih bersifat
generik. TOGAF memberikan panduan untuk mendefinisikan arsitektur data, arsitektur aplikasi,
arsitektur teknologi dan arsitektur bisnis. Semua arsitektur tersebut dipersiapkan untuk menjadi
suatu proses kerangka arsitektur

Kata kunci: TOGAF, TOGAF ADM, Arsitektur Enterprise, Peternakan Pondok Rangon.

PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu industri yang terbesar dan yang paling potensial
didunia saat ini [1]. Pariwisata telah memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun
ketahun, apalagi didukung oleh cepatnya proses globalisasi yang menyebabkan hubungan
antar bidang, bangsa dan individu di dunia. Pada industri pariwisata terkandung berbagai
sumber daya untuk mempersiapkan kekayaan dalam pertukaran budaya di antara negara-
negara [2], [3]. sehingga peningkatan kualitas pada industri pariwisata yang terhubung
langsung dengan masyarakat dapat membuat industri pariwisata mudah dijangkau oleh
wisatawan[2]. Terdapat banyak segmentasi dalam pariwisata seperti pengajaran alam[1],
pedesaan dan peternakan [4], kesadaran lingkungan, alat untuk pembangungan
berkelanjutan dan pencaharian, menciptakan peluang kerja, kemajuan sosial dan budaya [1]
[3], enterpreneur[5], dan masih banyak lagi.
Saat ini Eduwisata merupakan salah satu sub-tipe dari pariwisata yang terkenal [1].
Banyak Negara di Dunia menggunakan Eduwisata sebagai salah satu sumber penghasilan
utama. Rodger dalam [6] menyatakan bahwa Eduwisata merupakan semua jenis program
wisata dimana pesertanya melakukan perjalanan ke lokasi baik secara individu maupun
secara berkelompok dengan motif utama terlibat dalam atau memiliki pengalaman belajar,
sehingga kombinasi pariwisata dan pendidikan telah meningkatkan kinerja industri
pariwisata. Dalam dunia pedesaan dan peternakan misalnya, konsumen pariwisata pedasaan
dan pertanian mencari jenis pariwisata baru seperti hiburan pertanian, kelas memasak di
pertanian, menyiapkan obat herbal, demonstrasi secara tradisional dan lain-lain dengan
tujuan memberikan rekreasi yang menyenangkan dan mendidik bagi anak-anak[4].

177
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Perternakan Sapi Pondok Ranggon contohnya merupakan salah satu daerah daerah
perternakan sapi perah yang berada di kawasan DKI Jakarta tepatnya di daereah Cipayung
Jakarta Timur dengan luas wilayah 11 hektar. Pada tahun 2006 Bapak Rachmat Albaghory
mendirikan wahana edukasi yang berkonsep perternakan sapi perah yang dikenal dengan
Wisata Agro Istana Susu Cibugary. Perternakan Sapi Pondok Ranggon sudah memanfaatkan
teknologi, namun teknologi yang digunakan belum mampu untuk mengembangkan
pemasaran industri wisata.
Upaya untuk mempromosikan industri pariwisata menjadi hal yang sangat penting
dilakukan [7], karena industri pariwisata sangat memerlukan strategi pengembangan
ekonomi untuk menjawab tantangan bisnis. Terdapat beberapa pendekatan dalam melakukan
perencanaan pengembangan industri pariwisata seperti revitalisasi kota yang dilakukan oleh
[8], pendekatan teknologi seperti yang dilakukan oleh Liu dan Gao dalam [9], dan Internet
of Things [10][7][11]. Selain pendekatan dencan cara yang konvensional dan teknologi,
terdapat juga kerangka untuk menganalisis kebutuhan sistem secara terintegrasi dalam
melakukan perencanaan secara arsitektur seperti yang dilakukan oleh [12] dengan
menggunakan The Open Group Architecture Framework (TOGAF) Bussines Motivation
Model (BBM), [13] The Open Group Architecture Framework (TOGAF) Strategic
Alignment Model (SAM), dan [14] The Open Group Architecture Framework (TOGAF)
Architecture Development Method (ADM).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan arsitektur sistem informasi
pada peternakan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas operasional pada peternakan,
merancang arsitektur pengembangan sistem informasi menggunakan TOGAF ADM, dan
membuat model rancangan arsitektur enterprise sistem informasi yang dapat digunakan
sebagai salah satu fasilitas untuk mengoptimalkan pengembangan promosi industri
pariwisata edukatif pada peternakan wilayah pondok rangon.

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran yaitu dua pendekatan utama dalam
penelitian yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian
kualitatif berhubungan dengan penilaian subjektif dari sikap, pendapat, dan perilaku. Secara
umum teknik yang digunakan adalah interview pada kelompok tertentu dan wawancara yang
mendalam (Kothari, 2004).
Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan. Metode
penelitian kuantitatif disebut juga dengan metode discovery karena dengan metode ini dapat
ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru (Sugiyanto, 2008).
Pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara pada pemilik pertenakan
mengenai pemasaran Industri, dan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu
dengan meneliti pada populasi atau sample pada pertenakan pondok Rangon.
Pada penelitian ini, langkah yang dilakukan berdasarkan kerangka penelitian yang
dapat dilihat dalam bentuk diagram alir pada gambar berikut ini:

178
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Langkah-Langkah Penelitian

Tahapan dalam kerangka penelitian dibagi menjadi 4 bingkai dasar, yaitu:


1. Input
Pada tahapan input, dilakukan pengumpulan data melalui:
a. Studi Lapangan (survey)
1) Observasi
Dalam metode ini, dilakukan dengan mendatangi peternakan wilayah Pondok
Rangon untuk mengetahui proses bisnis yang sedang berjalan di perusahaan
tersebut, sehingga dapat mengetahui permasalahan yang terjadi.
2) Wawancara
Dalam metode ini, dilakukan dengan mendatangi peternakan wilayah Pondok
Rangon dan melakukan wawancara kepada koperasi dan peternak yang
berkepentingan yang sesuai dengan topik penelitian yang diambil.
b. Kuisioner
Mengumpulkan referensi mengenai Enterprise Architecture dan memberikan
kuisioner, sehingga dapat ditetapkan definisi dan lingkup yang digunakan dalam
penelitian.
2. Analisa
Evaluasi Enterprise Architecture saat ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengukur
tingkat kematangan organisasi dalam Enterprise Architecture. Evaluasi ini dilakukan
dengan Enterprise Architecture Capability Maturity Model (ACMM) Score.
3. Proses
Dilakukan perancangan Enterprise Architecture sebagai usulan meliputi arsitektur visi,
arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi dan arsitektur teknologi yang disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan dimasa yang akan datang.

179
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4. Hasil
Hasil dari perancangan arsitektur usulan adalah model rancangan enterprise architecture
sistem informasi yang dapat digunakan sebagai salah satu fasilitas di peternakan wilayah
Pondok Rangon untuk penyajian informasi serta mengoptimalkan pengembangan
pemasaran industri pariwisata pada peternakan wilayah Pondok Rangon.

HASIL PEMBAHASAN
Dalam pembuatan model rancangan enterprise architecture sistem informasi untuk
penyajian informasi untuk mengoptimalkan pengembangan pemasaran industri pariwisata
mengacu pada TOGAF yang melihat enterprise architeture dalam 4 (empat) kategori yaitu:
arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi.
Enterprise Architecture pada peternakan wilayah Pondok Rangon memiliki aktivitas
utama yaitu pemesanan produk hasil olahan dan peternakan, edukasi dan rekreasi, produk,
promosi dan pelayanan. Sedangkan untuk aktivitas pendukung diantaranya Infrastuktur,
manajemen sumber daya manusia, Pengembangan sistem informasi dan website.
Konsep pengelolaan dengan Kemitraan Pemerintah, Swasta & Masyarakat yang secara
bersama-sama melakukan kerjasama dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan
sarana.

Perancangan Arsitektur Usulan


Dalam pembuatan model rancangan enterprise architecture sistem informasi untuk
penyajian informasi penerapan pelayanan administrasi kependudukan mengacu pada
TOGAF yang melihat enterprise architeture dalam 4 (empat) kategori yaitu: arsitektur
bisnis, arsitektur data, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi.

Tahap I Fase preliminary: framework and priciples


Tahap persiapan perencanaan enterprise architecture:
1. lingkup enterprise organisasi.
2. dukungan manajemen dan peraturan pemerintah.
3. Mendefinisikan tim arsitektur dan organisasi.
4. Mengidentifikasi dan menetapkan prinsip-prinsip arsitektur.
strategy map Rancangan EA

Enterprise Architecture

Fase Preliminary Fase A: Architecture Vision

{Lingkup {Peraturan {T im {Prinsip {Profil {Visi dan {Strategi {Sasaran {Identifikasi {Definisi
Enterprise Pemerintah} Arsitektur Arsitektur} Organisasi} Misi dan T ujuan Organisasi} Stakeholder} Masalah dan
Organisasi} dan Organisasi} Organisasi} Solusi}
Organisasi} Value Rich
Rich Picture Architecture Vision Chain Picture

Fase B: Arsitektur Bisnis Fase C: Arsitektur Data Fase C: Arsitektur Aplikasi Fase D: Arsitektur T eknologi

Kondisi Arsitektur Bisnis Kondisi Arsitektur Data Kondisi Arsitektur Aplikasi Kondisi Arsitektur Teknologi
Saat Ini Saat Ini Saat Ini Saat Ini

Use Case
Diagram Enterprise Architecture:: Enterprise Architecture:: Enterprise Architecture::
Fase C: Arsitektur Data:: Fase C: Arsitektur Aplikasi:: Fase D: Arsitektur Teknologi:
Usulan arsitektur bisnis Usulan arsitektur bisnis :Usulan arsitektur bisnis
mendatang mendatang mendatang

Enterprise Architecture::
Fase B: Arsitektur Bisnis: {Identifikasi {Environment dan
{Menentukan
:Usulan arsitektur bisnis Kelompok lokasi}
Kandidat Data}
mendatang Aplikasi}
{Platform
T eknologi}
{Lingkup {Relasi Antara {Menentukan
Enterprise Fungsi Bisnis dan Jenis Aplikasi} Environment
Organisasi} Entitas Data} dan Lokasi
Diagram

Processing
Activity Diagram Application
Diagram
Class Diagram Communication
Diagram
Sketsa Arsitektur
T eknologi

Fase E: Opportunities and Solutions Fase F: Migration Planning

{Evaluasi Gap} {Manfaat {Penentuan {Meminimalisasi


Project Context
Enterprise Diagram Rencana Migrasi} resiko}
Architecture}

Gambar 2. Prinsip Perancangan Enterprise Architecture Yang Akan Dikembangkan

180
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pendefinisian tim arsitektur dan organisasi dirancang untuk mengetahui skenario


bisnis yang terjadi dalam menjalankan bisnis maupun arsitektur untuk pengembangan
pemasaran industry pariwisata adalah sebagai berikut:
a. Aktor SDM beserta wewenang
b. Aktor sistem dan fungsionalitas

Tabel 1. Aktor SDM


Aktor Wewenang
Ketua Memimpin seluruh kegiatan usaha, menetapkan sasaran kegiatan usaha dan
memastikan perkembangan usaha secara keseluruhan.
Subbagian Sekertaris dan Bendahara Melakukan pengelolaan urusan perencanaan, keuangan dan pengawasana.
Sekbid Produksi Mengatur kegiatan produksi susu pasteurisasi mulai dari bahan penyediaan
bahan baku, pengawasan dari kegiatan pengolahan hingga produk siap
dipasarkan.
Sekbid Pemasaran Merancang seluruh kegiatan pemasaran bertugas menyusun target pemasaran,
merencanakan, mengorganisir, mengontrol dan menggerakkan seluruh
kegiatan pemasaran.
Sekbid Argowisata Merencanakan serta mengontrol kegiatan wisata.
Sekbid Pengolahan Perencanaan, pendataan, serta pengawasan seluruh kegiatan dikandang.
Humas Mengontrol segala kegiatan yang berhubungan dengan pihak luar.
Departemen pertanian Dirjen Pasar Menentukan kebijakan organiasi, pembinaan atau penyuluhan dari pemerintah
Domestik PPHP ke peternak.
Unit Pemasaran produk Agribisnis Membuka jalur kerjasama dalam memasarkan produk khususnya hasil olahan
(UPPA) susu.

Tabel 2. Aktor Sistem


Aktor Sistem Fungsi
Sistem informasi pengelolaan wisata edukasi pada Menyediakan sarana promosi bagi peternak dibidang
peternakan wilayah Pondok Rangon pariwisata.

Tahap II Fase A: Architecture Vision


Menentukan kebutuhan untuk perancangan arsitektur sistem informasi meliputi:
1. Profil organisasi.
2. visi dan misi organisasi.
3. Strategi dan tujuan organisasi.
4. Sasaran organisasi.
5. Identifikasi stakeholder dan kebutuhan bisnis.
6. Pendefinisian permasalahan dan sasaran perbaikan.

v alue chain Stakeholder

The Value Chain


Firm Infrastructure: Pengelolaan Proses Bisnis
Porter 1985

Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia

Technology Development: Pengembangan Sistem Informasi dan Website

Inbound Logistics:
Outbound Logistics:
Legend
Pemesanan Produk Operations: Edukasi
Produk, Promosi dan Gross Sales
Hasil Olahan dan dan Rekreasi
Pelayanan
Peternakan Support Activities
Primary Activities

Gambar 3. Value Chain Kepengurusan Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon

181
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tahap III Fase B: Business Architecture


Menentukan model bisnis atau aktivitas bisnis yang diinginkan dengan melakukan tiga
hal, yaitu:
1. Mendefinisikan area fungsional utama.
2. Menetapkan fungsi bisnis.
3. Mengidentifikasi tugas dan tanggung jawab

Tahap IV Fase C: Information System Architecture – Data Architecture


1. Menentukan kandidat data.
2. Mendefinisikan entitas data.
3. Membuat relasi antara fungsi bisnis dan entitas data

Peraturan/Kebijakan
Pemanfaatan TIK
Pemerintah

Masyarakat dan Pemerintah


Peneliti
Penyedia Hasil
Peternakan

Visi dan Misi


Kebijakan
$ $
Manajemen
Peternak

Manajemen
Agrowisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon

UPPA Membuka jalur


kerjasama dalam
memasarkan produk
Kepuasan
Pelayanan Customer

Staff Sarana dan


Prasarana

Gambar 4. Rich Picture Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon

Arsitektur bisnis Agrowisata Pada Peternakan Wilayah Pondok Rangon dapat


diuraikan menjadi sebuah model sebagai berikut:

Gambar 5. Arsitektur Bisnis Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon

182
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Process Business Catalog


No. Proses Bisnis Deskripsi
1. Proses bisnis pembuatan Proses bisnis penyusunan marketing plan dilakukan untuk mengolah data survei kondisi, pasar,
paket wisata edukasi pelanggan, dan pesaing yang digunakan untuk menghaislkan rekomendasi perbaikan dan target
pemasaran
2. Proses bisnis pelayanan Salah satu sub proses dalam menentukan strategi pemasaran adalah penentuan harga layanan
pelanggan dan pembayaran jasa. Harga layanan jasa baru dibuat sesuai dengan kondisi pasar, pesaing dan keinginan
wisata edukasi pelanggan sehingga dapat menarik pelanggan untuk membeli layanan jasa tersebut.
3. Proses bisnis persiapan Salah satu sub proses dalam menentukan strategi pemasaran adalah pengembangan layanan
pelaksanaan wisata edukasi jasa baru. Layanan jasa baru dibuat sesuai dengan kondisi pasar dan keinginan pelanggan
sehingga dapat memuaskan kebutuhan pelanggan
4. Proses bisnis pemasaran Salah satu sub proses dalam menentukan strategi pemasaran adalah menentukan promosi.
produk hasil olahan dan Promosi merupakan hal yang penting karena dapat membantu dalam memberikan informasi
peternakan tentang jasa layanan dan menarik pelanggan untuk membeli layanan jasa tersebut.
5. Proses bisnis pelayanan Proses penanganan keluhan dilakukan untuk menampung dan menangani setiap masalah yang
komplain dan pembayaran dihadapi oleh pelanggan sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan kesetian pelangan
terhadap perusahaan
6. Proses bisnis sistem Pemanfaatan teknologi dan informasi merupakan salah satu upaya untuk mengeliminasi
administrator keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat. Informasi yang tersedia melalui media internet
saat ini sangat banyak dan dapat memberikan inspirasi serta peluang untuk mengembangakan
usaha. Internet tidak hanya menjadi media pemasaran yang efektif dan murah saja, tapi juga
dapat memberikan informasi mengenai produk-produk yang dapat dihasilkan oleh masyarakat

Tahap V Fase C: Information System Architecture – Application Architecture


1. Mengidentifikasi kelompok aplikasi.
2. Menentukan jenis aplikasi yang dibutuhkan.
3. Membuat pemodelan arsitektur aplikasi

Untuk penentuan arsitektur aplikasi yang akan digunakan, didefinisikan dengan pola
solusi kelompok aplikasi untuk memebantu fungsi bisnis utama dan pendukung.

Tabel 4. Solusi Kelompok Aplikasi Tiap Fungsi Bisnis


Solusi Kelompok
No Nama Aktivitas Bisnis Permasalahan Pola Solusi SI
Aplikasi
1. Pemesanan produk hasil Masih kuranganya Sistem pemasaran produk hasil - Pengumpulan Data
olahan dan peternakan informasi. olahan dan peternakan - Pengelolaan User
- Pengajuan Order produk
- Pembayaran produk
- Pembuatan Laporan Keuangan
2. Edukasi dan rekreasi - Belum ada - Informasi detail secara - Pengelolaan User
elektronik (online) - Pengumpulan Data
- Sistem pembuatan paket - Pembuatan Paket Wisata
wisata edukasi - Pembuatan Laporan Keuangan
- Sistem persiapan
pelaksanaan wisata edukasi
3. Produk, promosi dan Masih kuranganya - Membuat aplikasi online - Pengajuan Order Wisata
pelayanan informasi. untuk semua aktivitas - Pemberian Detail Paket
administrasi. Wisata dan
- Sistem pelayanan pelanggan - Batas Konfirmasi Persetujuan
dan pembayaran wisata dan Konfirmasi Detail
edukasi - Paket Wisata
- Sistem pelayanan komplain - Pembayaran Paket Wisata
dan pembayaran - Persiapan Wisata
- Persiapan Destinasi
- Pengajuan Komplain
Pelanggan
- Pembuatan Laporan Komplain
4. Pengelolaan proses Pengelolaan dan Pengembangan sistem - Pembuatan Laporan
bisnis pemantauan masih kurang informasi dengan Hak akses
terorganisir data
5. Manajemen Sumber Semua yang berkaitan Pengembangan sistem Website sistem administrator
Daya Manusia dengan transaksi belum informasi dengan Hak akses
ada pengolahan yang baik. data
6. Pengembangan sistem Pengamanan dan Hak akses data dengan user Website sistem administrator
informasi dan website pengolahan masih belum dan password.
efektif

183
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan uraian solusi kelompok aplikasi tiap fungsi bisnis diatas, berikut kode
aplikasi yang dirancang:

Tabel 5. Kode Aplikasi


Kelompok Aplikasi Kode Aplikasi Kandidat Aplikasi
Sistem pembuatan paket WAEC_1.1 1.1 Pengelolaan User
wisata edukasi WAEC_1.2 1.2 Pengumpulan Data
WAEC_1.3 1.3 Pembuatan Paket Wisata.
Sistem pelayanan WAEC_2.1 2.1 Pengajuan Order Wisata.
pelanggan dan pembayaran WAEC_2.2 2.2 Pemberian Detail Paket Wisata dan Batas Konfirmasi.
wisata edukasi WAEC_2.3 2.3 Persetujuan dan Konfirmasi Detail Paket Wisata.
WAEC_2.4 2.4 Pembayaran Paket Wisata.
WAEC_2.5 2.5 Pembuatan Laporan Keuangan
Sistem persiapan WAEC_3.1 3.1 Persiapan Wisata.
pelaksanaan wisata edukasi WAEC_3.2 3.2 Persiapan Destinasi.
Sistem pemasaran produk WAEC_4.1 4.1 Pengumpulan Data.
hasil olahan dan WAEC_4.2 4.2 Pengelolaan User.
peternakan WAEC_4.3 4.3 Pengajuan Order produk.
WAEC_4.4 4.4 Pembayaran produk
WAEC_4.5 4.5 Pembuatan Laporan Keuangan
Sistem pelayanan komplain WAEC_5.1 5.1 Pengajuan Komplain Pelanggan
dan pembayaran WAEC_5.2 5.2 Pembuatan Laporan Komplain.
Sistem administrator WAEC_6.1 6.1 Backup Database.
WAEC_6.2 6.2 Restore Database.
WAEC_6.3 6.3 Setting User.
WAEC_6.4 6.4 Histori Pengguna.
WAEC_6.5 6.5 Setting Informasi.
WAEC_6.6 6.6 Kirim Informasi.

Arsitektur sistem aplikasi dapat dimodelkan menggunakan Application


Communication Diagram, berikut ini:
soaml Application Communication

WAEC_1.1 WAEC_1.2 WAEC_2.1 WAEC_2.2 WAEC_2.3


WAEC_1.3

WAEC_2.4
Aplikasi
Aplikasi
Sistem pelayanan
pelanggan
Sistem pembuatan paket dan pembayaran wisata
wisata edukasi edukasi

WAEC_2.5

WAEC_6.1 WAEC_6.2
Aplikasi
Sistem persiapan
pelaksanaan
wisata edukasi

Aplikasi
WAEC_4.1
Sistem Administrator

Aplikasi
WAEC_3.1 WAEC_3.2

Sistem pemasaran
produk hasil olahan dan WAEC_4.2
peternakan
Aplikasi

Sistem pelayanan
WAEC_6.3 WAEC_6.4 WAEC_6.5 WAEC_6.6
komplain dan
pembayaran
WAEC_4.3

WAEC_4.4 WAEC_4.5
WAEC_5.1 WAEC_5.2

Gambar 6. Application Communication Diagram

184
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tahap VI Fase D: Technology Architecture


Untuk penjelasan pada tiap platform teknologi yang digunakan, dijelaskan melalui
table di bawah ini:

Tabel 6. Penggunaan Platform Teknologi


Kelompok Jenis
Sistem operasi  Windows XP/Linux all variant.
Aplikasi  Deployment Server: Apache Web Server.
 Programming Language: Java, PHP, JavaScript, AJAX.
 Database Engine: PostgreSQL.
Perangkat keras  Komputer web server: Intel 80486, Debian/Ubuntu Linux atau UNIX FreeBSD, aplikasi
Litespeeds, 2GB, 32 MB.
 Data Center
 Kabel fiber optic yang membentuk dedicated line.
 Telepon, saluran telepon, modem, switch, kabel, dan konektor RJ-11.
Komunikasi Internet.
Keamanan  Firewall: untuk mengatur komunikasi antar jaringan.
 Network Management System (NMS): untuk mengendalikan system dan sumber dayanya
dengan mengontrol penggunaannya, akses monitoring, dan melaporkan kondisi terkini.
 Anti-virus client/server

Tahap VII Fase E: Opportunities and Solutions


1. Evaluasi gap.
2. Melakukan penyusunan manfaat dari enterprise architecture

Tahap VIII Fase F: Migration Planning


Melakukan penilaian dengan model matrik pada penilaian dalam menentukan rencana
migrasi.
1. Penentuan rencana migrasi
2. Meminimalisasi resiko.

Dalam penerapan Sistem Informasi Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon


diharapkan seminimal mungkin terjadi resiko akibat penerapan sistem ini. Untuk
meminimalisasi resiko, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Melakukan testing terhadap modul aplikasi yang akan diterapkan kedalam sistem yang
akan dibangun.
b. Mendokumentasikan Sistem Informasi Eduwisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon
secara lengkap dan terstruktur sehingga bila terdapat kesalahan dapat dengan mudah di
telusuri.
c. Penerapan Sistem Informasi dilakukan secara pararel dengan beberapa aplikasi yang
sudah ada saat ini. Bila selama satu periode penerapan berjalan tanpa hambatan maka
migrasi data mulai dilakukan.
d. Melakukan sosialisasi untuk semua stakeholder.

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan TOGAF ADM
digunakan untuk melaksanakan perencanaan arsitektur infomasi, akan tetapi masih bersifat
generik. TOGAF memberikan panduan untuk mendefinisikan arsitektur data, arsitektur
aplikasi, arsitektur teknologi dan arsitektur bisnis. Semua arsitektur tersebut dipersiapkan
untuk menjadi suatu architecture framework process. Hasil akhir adalah rancangan

185
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

arsitektur sistem informasi dan standar-standar tata kelola teknologi informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu fasilitas di Peternakan Wilayah Pondok Rangon untuk
penyajian informasi dan pelayanan jasa pariwisata.
Peternakan Wilayah Pondok Rangon perlu menerapkan pengukuran secara berkala
agar lebih terpantau, sehingga tahu faktor-faktor apa yang masih kurang, dan perlu mendapat
perhatian, dan faktor-faktor apa yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan lagi.
Pengembangan aplikasi harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tahapan
implementasi yang telah disusun.

DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Hossain, R. Islam, and C. Siwar, “Educational Tourism and Forest Conservation :
Diversification for Child Education,” vol. 7, no. C, pp. 19–23, 2010.
[2] G. R. Taleghani, A. Ghafary, and B. M. Asgharpour, Seyed Esmail, “An investigation
of the barriers related to tourism industry develompement in Iran,” third Int. Geogr.
Symp., vol. 120, pp. 772–778, 2014.
[3] C. A. Mcgladdery and B. A. Lubbe, “International educational tourism : Does it foster
global learning ? A survey of South African high school learners,” Tour. Manag., vol.
62, pp. 292–301, 2017.
[4] C. Petroman, A. Mirea, A. Lozici, E. Claudia, and I. Merce, “The Rural Educational
Tourism at the Farm,” Procedia Econ. Financ., vol. 39, no. November 2015, pp. 88–93,
2016.
[5] V. Ndou, G. Mele, and P. Del Vecchio, “Leisure , Sport & Tourism Education
Entrepreneurship education in tourism : An investigation among European
Universities,” J. Hosp. Leis. Sport Tour. Educ., no. May 2017, pp. 1–11, 2018.
[6] A. Mohammed, B. Hamed, T. Shneikat, and A. Oday, “Motivational factors for
educational tourism : A case study in Northern Cyprus,” TMP, vol. 11, pp. 58–62, 2014.
[7] R. M. Dudensing, D. W. Hughes, and M. Shields, “Perceptions of tourism promotion
and business challenges : A survey-based comparison of tourism businesses and
promotion organizations,” Tour. Manag., vol. 32, no. 6, pp. 1453–1462, 2011.
[8] H. Idajati, “Cultural And Tourism Planning As Tool For City Revitalization The Case
Study Of Kalimas River , Surabaya-Indonesia,” Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. 135,
pp. 136–141, 2014.
[9] C. Oliver, Applied Computing in Medicine and Health. 2016.
[10] K. Julia, “ScienceDirect ScienceDirect Challenges in Integrating Enterprise
Architecture – a case study Challenges in Integrating Product-IT into Enterprise
Architecture – case study,” Procedia Comput. Sci., vol. 121, pp. 525–533, 2017.
[11] Kothari, C.R. (2004). Research Methodology Methods & Techniques. New Delhi:
New Age International (P) Ltd
[12] S. Yousaf and F. Xiucheng, “Halal culinary and tourism marketing strategies on
government websites : A preliminary analysis,” Tour. Manag., vol. 68, no. February,
pp. 423–443, 2018.
[13] P. Bhattacharya, “ScienceDirect ScienceDirect Modelling Strategic Alignment of
Business and IT through Modelling Architecture : Strategic Alignment of Business
and IT through Enterprise Augmenting Archimate with BMM Enterprise
Architecture : Augmenting Archimate with BMM,” Procedia Comput. Sci., vol. 121,
pp. 80–88, 2017.
[14] V. Goepp and M. Petit, “Insight from a comparison of TOGAF ADM and SAM
alignment processes ScienceDirect,” IFAC-PapersOnLine, vol. 50, no. 1, pp. 11707–

186
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

11712, 2017.
[15] S. Yamamoto, “A knowledge integration approach of safety-critical software
development and operation based on the method architecture,” Procedia - Procedia
Comput. Sci., vol. 35, pp. 1718–1727, 2014.
[16] R. Yunis and K. Surendro, “MODEL ENTERPRISE ARCHITECTURE UNTUK
PERGURUAN,” in Seminar Nasional Informatika, 2009, vol. 2009, no. semnasIF, pp.
72–79.
[17] E. B. Setiawan, “Perancangan Strategis Sistem Informasi IT Telkom untuk Menuju
World Class,” no. January 2009, 2016.
[18] A. Gandhi, A. P. Kurniati, and S. T. Mt, “PERENCANAAN STRATEGIS SISTEM
INFORMASI BERBASIS TOGAF ADM,” vol. 2012, no. Snati, pp. 15–16, 2012.
[19] S. Murni, “RENCANA STRATEGIS SISTEM INFORMASI/TEKNOLOGI
INFORMASI MENGGUNAKAN ENTERPRISE ARCHITECTURE PLANNING
(EAP) DENGAN,” Khatulistiwa Inform., vol. 3, no. 2, pp. 208–221, 2015.
[20] Sugiyanto.(2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

187
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT: PERANCANGAN


ALAT BANTU PACKAGING PADA QUALITY CONTROL
CONTAINER DRY II PT. CLARIANT ADSORBENT INDONESIA

Frans Jusuf Daywin1), Javelin Nicole Samuel2), Carla Doaly1), Ahmad1),


Lina Gozali1), I Wayan sukania1)
1)
Dosen Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: fransjusuf42@gmail.com

Abstrak
PT. Clariant Adsorbent Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Chemical.
Salah satu yang diproduksi adalah Container Dry II. Berdasarkan pengamatan langsung, pada
proses packaging sistem pengecekan angin yang dilakukan masih bersifat tradisional, dimana
proses kemudian akan dianalisa dengan metode Nordic Body Map,REBA, VDI 2221 Methond.
kesimpulan yang didapat dari tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu operator
melakukan pemukulan untuk pengecekan produk menggunakan tangan dan mengakibatkan
kelelahan fisik. Penelitian ini membahas penerapan yang bertujuan untuk mengetahui keluhan
fisik yang dirasakan oleh pekerja, mengetahui klasifikasi beban yang diangkat oleh pekerja,
memberikan rancangan alat bantu mesin otomatis yang dapat meringankan beban kerja
operator, serta menganalisis postur kerja pekerja pada keadaan awal dan setelah perbaikan
yang lebih efisien dan ergonomis. Data yang telah dikumpulkan penelitian ini adalah agar
dapat membantu operator dalam proses pengecekan angin dan mengurangi kelelahan fisik
yang dialami saat proses packaging..

Kata kunci: Container Dry II, Nordic Body Map,REBA, VDI 2221 Methond.

PENDAHULUAN
Dalam kegiatan produksi, banyak hal yang sangat berpengaruh pada hasil produksi
suatu pabrik, seperti alat bantu yang dibutuhkan untuk membantu produksi produk
tersebut. Misalnya, pada aktifitas packing produksi pada beberapa industri di Indonesia.
Perusahaan yang membutuhkan packing dalam akhir produksi menggunakan bantuan
mesin yang berteknologi sederhana hingga berteknologi tinggi. Namun, masih banyak
dijumpai beberapa industri yang masih melakukan pekerjaan secara manual atau
menggunakan tenaga manusia dalam aktivitas packing tersebut. Pada PT. Clariant
Adsorbent Indonesia memproduksi yaitu Container Dry II yang memiliki Fungsi untuk
penyerapan udara agar menjaga kelembapan udara. Di dalam produksi Container Dry II
banyak kegiatan yang dilakukan para pekerja yang dapat menyebabkan pekerja tersebut
mengalami cedera atau gangguan otot yang disebabkan karena kesalahan postur dalam
bekerja. Gangguan otot pada saat bekerja sering disebut WMSD (work musculoskeletal
disorders). Gangguan muskuloskeletal akibat kerja atau work related musculoskeletal
disorders (WMSD) merupakan gangguan kerusakan struktur pada tendon, otot, tulang dan
persendian, syaraf dan system pembuluh darah. Faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya WMSD pada aktivitas kerja antara lain adalah beban kerja (work load), postur
kerja, pengulangan (repetisi) dan durasi aktivitas [Bridger, 2003]. Postur kerja buruk
menyebabkan pembebanan statis pada jaringan lunak tertentu secara kontinyu sehingga
berpotensi terjadi gangguan dan penurunan kondisi otot, tulang dan sendi dan pada
akhirnya dapat berdampak pada performansi kerja dan produktivitas pekerja. Di dalam
produksi Container Dry II ergonomi dalam proses produksi sangatlah penting. Ergonomi
sendiri merupakan studi mengenai interaksi antara manusia dengan objek/peralatan yang

188
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

digunakan dan lingkungan tempat mereka bekerja. Ergonomi juga bertujuan untuk
membentuk kondisi kerja yang efektif, efisien dan tentunya aman bagi para pekerja. Selain
itu ergonomi juga berguna untuk meningkatkan produktivitas kerja dan dapat menghindari
pekerja dari risiko kecelakaan kerja. Kelelahan yang sering terjadi adalah pada proses
packing karena proses packing dengan keadaan duduk atau pun berdiri, menunduk,dan
atau pun dengan keadaan saat menerima produk dari mesin,pemungulan produk (agar
mengeluarkan angin yang ada didalam produk), pemasangan double tip, pelipatan produk,
memasukkan dalam plastik, pengikatan plastik, memasukkan dalam dus Ergonomi
merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Yunani. Ergonomi terdiri dari dua suku kata,
yaitu: ‘Ergon‘ yang berarti ‘kerja‘ dan ‘Nomos‘ yang berarti ‘hukum‘ atau ‘aturan‘.
Ergonomi juga dapat di definisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, di rumah, dan tempat
kerja. Dari kedua suku kata tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa ergonomi adalah
hukum atau aturan tentang kerja atau yang berhubungan dengan kerja. Menurut
International Ergonomics Association/IEA, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan
pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu
sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan
sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem
kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kempuan dan
keterbatasan manual sia. [sumber: Buku Ergonomi Eko Nurmianto].

Antropometri
Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti manusia dan “metri” yang
memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi
manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak [Survey, 2009]. Menurut
[Wignjosoebroto, 2008], antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia
seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh,
panjang tungkai, dan sebagainya.

Nordic Musculoskeletal Questionnaire


Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) adalah untuk mengembangkan dan
menguji kuesioner standar metodologi yang memungkinkan perbandingan pinggang, leher,
bahu dan keluhan umum untuk digunakan studi epidemiologi menurut Kroemer 2001
dalam Rachman [2008].
Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan untuk mengenali
sumber penyebab keluhan musculoskeletal adalah Nordic Body Map. Melalui Nordic Body
Map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan
mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit. Pekerja dapat menentukan
dengan tepat bagian tubuh yang mengalami masalah.

Rapid Entire Body Assessment


Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah metode perhitungan keluhan fisik
pekerja yang dikembangkan oleh Hignett, Su dan Mc Atamney, Lynn. REBA digunakan
untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang

189
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pekerja. Salah satu hal yang membedakan metode REBA dengan metode analisis lainnya
adalah dalam metode ini yang menjadi fokus analisis adalah seluruh bagian tubuh pekerja.
Melalui fokus terhadap keseluruhan postur tubuh ini, diharapkan bisa mengurangi potensi
terjadinya musculoskeletal disorders pada tubuh pekerja [Hignett, Su & Mc Atamney,
Lynn, 2000].

METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian dibuat untuk menguraikan tahap-tahap dan cara dalam
melaksanaan penelitian. Tahapan-tahapan alur Metodologi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Mulai
A

Studi Lapangan
Studi Literatur Studi Pendahuluan - Wawancara Membuat Spesifikasi
- Dokumentasi Awal

Mendesain Konsep Alat


Identifikasi dan
Bantu
Perumusan Masalah

Memilih Konsep dengan


VDI 2221 & Seleksi
Pengumpulan Data Pugh
- Data umum pekerja (usia, berat
badan, jenis kelamin) Tidak
- Beban material yang diangkat
Sesuai?
- Jarak dan frekuensi pengangkatan
- Keluhan pekerja
Ya

Perhitungan Data Menetapkan Spesifikasi


- Nordic Body Map Akhir
- REBA, WERA
- Kamalakannan
- OWAS Implementasi dan Analisa
- Snook Table Hasil Perbaikkan
- Waktu Baku

Identifikasi Kebutuhan Pekerja Kesimpulan dan Saran

A Selesai

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Dalam melakukan penelitian maka dilakukan Pengumpulan data pekerja dan data
lainnya yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Hasil pengumpulan data dari data
tersebut dapat menjadi bahan untuk pertimbangan dan mengetahui kebutuhan, dan masalah
yang terjadi menjadi bahan keluhan. Tabel pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Pekerja


Keterangan A B C D E F
Epi Eka
Nama Budi Obing .P Siti Anisah Meilani
Mardiani Suryani
Jenis Kelamin Laki-Laki Laki-Laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan

Usia 36 33 23 21 18 20
Pekerjaan Operator Operator Packaging Packaging Packaging Packaging
Sudah Sudah Belum Belum Belum Belum
Status
menikah menikah menikah menikah menikah menikah
Pengalaman 11 Tahun 2 1 Tahun 10 1 Tahun 10
12 Tahun 3 Bulan 2 Bulan
Bekerja Bulan Bulan Bulan

190
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Dalam melakukan pengelitian setelah dilakukan wawancara maka didapatlah analisa


keluhan fisik para pekerja agar dapat ditentukan keluhan, harapan, usulan untuk perbaikan.
Tabel analisa keluhan fisik dapat dilihat pada Tabel 2 analisa keluhan fisik yang dialami
oleh operator dalam proses pengecekan angin dan packaging.

Tabel 2. Analisa keluhan fisik


No Keluhan Penyebab Harapan Usulan
Desain alat bantu yang
Adanya nyeri otot pada Posisi pekerja yang bekerja Adanya alat yang dapat disesuaikan dengan
bagian dengan posisi duduk,proses memperbaiki postur tubuh antropometri pekerja
1 leher,pinggang,bahu,lengan pemukulan produk untuk pekerja dan dapat sehingga dapat
pergelangan tangan , tangan pengecekan angin secara terus mengurangi keluhan memperbaiki postur tubuh
dan punggung. menerus. berupa nyeri otot pekerja dan mengurangi
keluhan berupa nyeri otot.

Pekerja melakukan proses Proses ini agar dapat mengecek Pekerja tidak perlu
Desain alat bantu yang
pengecekan angin( dengan adanya kebocoran dalam mengecek, mengeluarkan
dirancangan agar dapat
2 mengempeskan produk) kemasan produk, dan agar dapat angin dengan cara
langsung mengeluarkan dan
dengan cara dipukul secara mengurangi tekanan yang ada memukul secara manual
mengecek produk.
manual menggunakan tangan. dalam produk. menggunakan tangan.

Pekerja melakukan proses


packaging dalam memasukkan Desain alat bantu yang
Dalam menggapai produk dari Pekerja tidak perlu terlalu
terlebih dulu produk kedalam dirancangan agar dapat
proses conveyor penggapaian jauh agar dapat
plastik dan posisi yang kurang dalam proses packging
3 terlalu jauh mengakibatkan menjangkau produk yang
ergonomis karena posisi pekerja tidak perlu terlalu
pekerja melakukan penggapaian akan di masukkan
penggapaian produk yang jauh dalam menggapai
dengan menggapai. kedalam plastik.
terlalu jauh dalam produk.
penggapaian.

Setelah dilakukan wawancara maka didapatlah tingkat kepentingan dari permintaan


dan wawancara pekerja yang dapat menentukan matriks kebutuhan yang dibutuhkan
pekerja. Tabel Matriks Kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks kebutuhan


2
1
2
3
Wakatu pengecekan angin & packaging 4
5
6
7
Ukuran alat yang ergonomis
Alat bantu yang otomatis

Bahan yang ringan


Bentuk alat bantu

Tinggi alat bantu


Bahan yang kuat
Metric

Kebutuhan Imp
1 Alat bantu yang mudah untuk digunakan 4
2 Alat bantu yang nyaman saat digunakan 5
3 Mempermudah proses pengecekan angin 5
4 Mempermudah proses packaging 5
5 Alat bantu yang dapat mempercepat produksi 5
6 Alat bantu yang mudah dipindahkan 3
7 Alat bantu yang memiliki desain menarik 4
8 Alat bantu yang memiliki umur panjang 4
Total 9 15 45 30 21 13 18

Presentace 13,59 22,65 67,95 45,3 31,71 19,63 27,18

Ranking 7 5 1 2 3 6 4

Keterangan: Hubungan kuat = 9 Hubungan sedang = 3 hubungan lemah = 1

Dari matrik kebutuhan di atas dapat disusun menjadi urutan kebutuhan yang
menentukan tingkat kepentingan. Tabel dapat dilihat pada Tabel 4.

191
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 4. Hubungan Matrik dengan Kebutuhan Bahan


Nomor Matric Matriks
1 Bahan yang kuat
2 Bentuk Alat
3 Fungsi Alat
4 Waktu pengecekan angin dan packaging
5 Tinggi alat bantu
6 Bahan yang ringan
7 Ukuran alat yang ergonomis

Di dalam perancangan terdapat 3 alternative desain yang dipilih untuk dijadikan


desain perancangan konsep yang sesuai karakteristik dan desain yang digunakan. 3 Konsep
Desain tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsep Desain


Konsep Penjelasan
Terdiri dari meja yang memiliki 8
roll (3 roll di atas dan 5 roll di
bawah) Alternative ini untuk alat
mengepress produk tetapi dengan
cara di roll dan di jepit dikedua
sela roll.
Terdiri dari meja yang memiliki
alat press yang dirancang untuk
dapat mengepress produk dengan
langsung produk untuk
mengeluarkan angin dengan
desain yang yang dibuat adalah
alat press.
Terdiri dari meja yang memiliki 2
roll (1 roll di atas dan 1 roll di
bawah). Alternative ini untuk alat
mengepress produk tetapi dengan
cara di roll dan di jepit dikedua
sela roll.

Dari gambar desain di atas analisis desain di dapatkan untuk menentukan desain.
Desain terdapat dari analisis fisik dan penyebab keluhan agar dapat mengetahui keluhan
dapat dilihhat pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis Keluhan Fisik dan Penyebab Keluhan


No Keluhan Fisik Penyebab Keluhan
1 Sakit pada leher atas dan bawah Seringnya menunduk
2 Sakit pada punggung Seringnya untuk menggapai produk dan packaging
3 sakit pada pinggang dan bawah pinggang seringnya dengan posisi duduk
4 sakit pada tangan kanan dan kiri Sering digunakan untuk memukul
5 sakit pada tangan bahu dan lengan atas kanan Seringnya bekerja
6 Sakit pada tangan kiri seringnya menggapai produk
7 Sakit pada bahu kiri dan lengan atas kiri seringngnya dipakai bekerjs

192
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Dari hasil keluhan reba maka didapatlah hasil Analisis Reba agar menentukan tingkat
Skor Reba, analisis REBA dan skor reba dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Reba

Spesifikasi Awal digunakan untuk menentukan penentuan awal yang akan dirancang
dengan hasil yang sesuai untuk penentuan yang di dapat. Daftar spesifikasi awal dapat
dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Daftar Spesifikasi Awal


Parameter Spesifikasi Demand (D)/Wish (W)
Dimensi Perancangan D
Panjang D
Geometri
Lebar D
Tinggi D
Kekakuan yang tinggi D
Titik berat yang tepat D
Gaya
Mempergunakan tangan manusia D
Bentuk rancangan hemat material W
Energi yang berasal dari tangan manusia D
Energi
Efisiensi energi tinggi W
Material mudah didapat D
Material Komponen tidak mudah rusak D
Material tahan lama D
Bentuk proporsional W
Ergonomi
Kenyamanan dan keamanan pengguna D
Perakitan Mudah untuk dibongkar pasang W

Data daftar spesifikasi awal Demand dan Wish adalah sebagai alat untu menentukan
tingkat kepentingan keinginan dan harapan dalam proses perancangan barang yang akan
dibuat. Menjadi tahapan dalam proses perancangan alat bantu.

193
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 9. kombinasi Prinsip Konsep


Konsep
No Matriks
1 2 3
Bahan yang Stainless Steel Stainless Steel
1
kuat Stainless Steel
Bentuk alat yang di desain Bentuk alat yang di Bentuk alat yang di
adalah meja yang desain adalah meja desain adalah meja
2 Bentuk Alat mempunyai 2 roll pada yang memiliki alat yang memiliki 8 roll
bagiannya press pada bagiannya
Mesin yang Press dengan sistem
3
digunakan Hydrolic
Fungsi dari 2 roll dengan Fungsi dari press Fungsi dari 8 roll
meja yang di rancang dengan meja yang di dengan meja yang di
adalah agar dapat rancang adalah agar rancang adalah agar
3 Fungsi Alat digunakan untuk dapat digunakan untuk dapat digunakan untuk
pengecekan angin dengan pengecekan angin pengecekan angin
cara di jepit di tengah- dengan cara dipress. dengan cara di jepit di
tengah roll. tengah- tengah roll.
adanya meja yang dapat
Fasilitas menjadi tempat operator
4
Tambahan untu mempacking
produk
Waktu 2 roll 8 roll
pengecekan
4 Press
angin dan
packaging
Tinggi alat
5 Panjang 1,5 m Panjang 1,5 m Panjang 1,5 m
bantu

v1 v2 v3

Hasil dari kombinasi prinsip konsep dapat didapatkan prinsip kombinasi terpilih
adalah kombinasi 2 yang dapat dipilih sesuai dengan harian dan kombinasi yang ada dan
dengan hasil wawancara atas kebutuhan yang ada.

Tabel 10. Pemilihan Varian Solusi


Diagram Seleksi
Varian dievaluasi dengan kriteria solusi: Keputusan tanda solusi varian (SV):
( + ) Ya ( + ) Meningkatkan solusi
( - ) Tidak ( - ) Menghilangkan solusi
( ? ) Kekurangan informasi ( ? ) Mengumpulkan informasi
( ! ) Periksa spesifikasi ( ! ) Memeriksa spesifikasi untuk
perubahan
Sesuai dengan fungsi keseluruhan
Sesuai dengan daftar kehendak
Secara prinsip dapat diwujudkan
Dalam batasan biaya produksi
Pengetahuan tentang konsep memadai
Sesuai dengan keinginan pembuat
Memenuhi syarat keamanan
Keterangan SV
V1 + + + + + + + Sesuai +
V2 + + + - + + + Tidak Sesuai !
V3 + + + - + - + Tidak Sesuai -

194
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Di dalam proses pendesaian yang didapat makan dipilihlah alternatif ke 2 yang


menggunakan alat press, karena berdasarkan desain 3 yang ada yang sesuai dengan
permintaan para pekerja dan yang dapat diimplementasikan di pabrik agar dapat
mempermudah pekerja untuk pengecekan angin dan untuk packaging Container Dry II
agar dapat mempermudah dan mengurangi kelelahan fisik yang dialami oleh para pekerja
saat proses produksi yang dilakukan

HASIL IMPLEMENTASI
Hasil dari implementasi desain yang di buat adalah banyaknya perubahan yang
terjadi dari proses pengecekan angin hingga ke proses packaging adalah sebagai berikut.
REBA sebelum implementasi REBA sesudah implementasi REA sebelum implementasi REBA sesudah implementasi

Gambar 2. REBA sebelum dan sesudah implementasi

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa PT. Clariant Adsorbent Indonesia
memproduksi Container Dry II. para pekerja membutuhkan sebuah alat yang dapat
langsung untuk pengecekan angin dan memperbaiki ergonomi yang kurang baik pada
posisi packaging yang membuat kelelahan fisik para operator. Dengan desain ini agar
dapat membantu pekerjaan lebih mudah dan dapat diterapkan untuk memperbaiki proses
produksi dan packaging yang sedang dilakukan.

195
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DAFTAR PUSTAKA
[1]. David, G.C.2005. Ergonomic Methods For Assensing Exposure to risk Factors for
Work RelatedMusculoskeletal disorders.Occupational Medicine Oxford Journals.
[2]. Dias. 2009. Definisi dan ruang lingkupergonomi.
http://ejournal.uajy.ac.id/8942/4/3MTS02179.pdf
[3]. Nurmianto, Eko.,1996, Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi Pertama,
Jakarta, Guna Widya.
[4]. Pahl, G., Beitz, W., J. Feldhusen., dan K.H., Grote. “Engineering Design” The Design
Council Ken Walles, London. 2007.
[5]. Stanton, Neville, Alan Hedge,Karel Brokhuis, Eduordo Salas, dan Hal Hendrick, 2005,
Handbook of Human Factors and Ergonomics Mehtods, New York : CRC Press.
[6]. Wignjosoebroto, S. 1995.Teknik Tata Cara Kerja dan Pengukuran Kerja. Guna Widya :
Surabaya:
[7]. Wignjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi studi gerak dan waktu. Guna Widya.
Surabaya.

196
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PENGEMASAN BAUT


PADA PT. X DENGAN INTERVENSI ERGONOMI
MENGGUNAKAN METODE QEC, REBA, DAN WERA
Lamto Widodo1), Silvi Ariyanti2), Bonaventura Andhika W.1)
1)
Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Program Studi Teknik Industri Universitas Mercu Buana
e-mail: lamtow@ft.untar.ac.id, navendhika@gmail.com
Abstrak
PT. X adalah perusahaan yang bergerak dibidang supply dan stock bolts and screw dalam
berbagai tipe dan model, khususnya untuk keperluan elektronik dan furniture. Problem yang
terjadi adalah pada proses pengecekan sampai dengan packaging, dimana terjadi
penumpukan barang, tercampurnya produk-produk yang tidak sejenis, sehingga menyebabkan
berkurangnya kepuasan pelanggan. Hasil analisis awal menggunakan kuesioner Nordic Body
Map (NBM) menunjukkan keluhan pekerja yang merasakan adanya beberapa titik rasa sakit
pada tubuhnya pada saat bekerja. Perhitungan dengan metode Quick Exposure Check (QEC)
menghasilkan nilai tertinggi pada proses penyusunaninventori sebesar 61,36, yang
mengidentifikasikan perlunya penelitian lanjutan dan perbaikan. Analisis REBA menghasilkan
score 10, dan analisis WERA menghasilkan score 40. Hal ini menunjukkan tingkat risiko
postur tubuh yang dihadapi pekerja adalah tinggi dan dapat membahayakan kesehatan
pekerja. Berdasarkan hal ini, perbaikan stasiun kerja dilakukan dengan merancang alat bantu
kerja melalui beberapa tahapan yaitu mengidentifikasi kebutuhan pekerja, membuat spesifikasi
teknis dan nilai target spesifikasi, mengembangkan need metric matrix, menyusun alternatif
konsep produk menggunakan pohon klasifikasi konsep dan tabel kombinasi konsep, kemudian
seleksi konsep dengan pendekatan Pugh Screening Concept dan Pugh Scoring Concept. Dari
hasil seleksi konsep terpilih rancangan alat bantu yaitu Konsep 7. Setelah implementasi alat
bantu kerja untuk proses penyusunan inventori, skor QEC sebesar 48,15%, hasil kuesioner
Nordic Body Map terhadap pekerja mengalami penurunan keluhan sakit dari 10 titik menjadi
4 titik, skor REBA sebesar 4, dan skor WERA sebesar 35. Dapat disimpulkan bahwa
rancangan alat bantu kerja dapat memperbaiki postur kerja. Hasil implementasi juga
menunjukkan waktu waktu baku mengalami penurunan sebesar 18,52%.

Kata kunci: Stasiun kerja, Nordic Body Map, REBA, WERA, QEC.

1. PENDAHULUAN
Industri di Indonesia berada pada tahap perkembangan, dilihat dari banyaknya
industri-industri yang tumbuh baik industri kecil, industri menengah maupun industri
besar. PT X adalah perusahaan yang bergerak dibidang supply dan stock baut dan mur
(bolts and screw) dalam berbagai tipe dan model khususnya untuk keperluan elektronik
dan furniture. PT X juga menerima dan memproduksi baut dan mur yang ukurannya tidak
umum (special order) sesuai dengan permintaan pelanggan. Perusahaan memiliki masalah
yaitu berupa hambatan pada proses pengecekan hingga packaging, dimana proses
pengerjaan dinilai kurang efektif sehingga terjadi penumpukan barang yang di proses,
masalah lainnya yaitu sering tercampurnya produk-produk yang tidak sejenis, misalnya
produk A tercampur dengan produk B yang dapat menyebabkan kurangnya rasa puas dari
pelanggan. Selain itu, ada pula keluhan dari pekerja yang merasakan adanya beberapa titik
rasa sakit pada tubuhnya saat melakukan kerja tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan
peracangan alat bantu kerja yang ergonomis untuk mengurangi rasa sakit. Sesuai dengan
definisi ergonomi yaitu memanfaatkan kemampuan dan karakteristik manusia sebagai
dasar desain peralatan, sistem dan pekerjaan. Ini adalah kegiatan interdisipliner berbasis

197
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pada teknik, psikologi, anatomi, fisiologi dan studi organisasi. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efisiensi, keamanan dan kesejahteraan operator [1].
Pada penelitian ini, digunakan data antropometri sebagai acuan untuk merancang
sebuah alat dan juga cara mengoperasikannya. Data antropometri adalah suatu kumpulan
data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk, dan
kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain [2]. Data
Antropometri sangat penting dalam menentukan alat dan cara mengoperasikannya.
Kesesuaian hubungan antara antropometri pekerja dengan alat yang digunakan sangat
berpengaruh pada sikap kerja, tingkat kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja.
Data antropometri dapat digunakan untuk mendesain pakaian, tempat kerja, lingkungan
kerja, mesin, alat dan sarana kerja serta produk-produk untuk konsumen [3].
Identifikasi resiko ergonomi dapat dilakukan dengan menggunakan metode REBA.
Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA digunakan untuk mengkaji
faktor risiko ergonomi seluruh tubuh yang sedang digunakan, postur statis, dinamis,
kecepatan perubahan, atau postur yang tidak stabil, pengangkatan yang sedang dilakukan,
dan seberapa sering frekuensinya, modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau
perilaku pekerja, REBA hanya alat analisis untuk menilai animasi load handling [4].
Pada penelitian digunakan kuisioner Nordic Body Map untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh operator. Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) adalah
kuisioner yang digunakan untuk menemukan gejala dan keluhan musculoskeletal disorder
pada pekerja yang melakukan pekerjaan [5]. Kuisioner Nordic Body Map merupakan
metode penilaian yang sangat subjektif, artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat
tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian
dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Kuisioner
Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomic untuk menilai
tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan
reabilitas yang cukup [6].
Metode lainnya untuk mengidentifikasi tingkat resiko ergonomi adalah dengan
menggunakan metode Workplace Ergonomic Risk Assessment (WERA) suatu alat survei
yang dikembangkan untuk penyaringan tugas secara cepat untuk mempaparkan faktor
risiko fisik yang berhubungan dengan Work-related Musculoskeletal Disorder (WMSDs),
penilaian WERA terdiri dari enam faktor risiko fisik termasuk postur, pengulangan,
kekuatan, getaran, kontak stres, dan durasi kerja serta melibatkan lima bagian tubuh utama
yaitu bahu, pergelangan tangan, punggung, leher, dan kaki [7].
Selain itu adapula metode QEC. QEC merupakan salah satu metode pengukuran
beban postur yang memiliki tingkat sensitivitas dan kegunaan yang tinggi serta dapat
diterima secara luas realibilitasnya [8]. Metode ini menilai gangguan risiko yang terjadi
pada bagian belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. QEC
membantu untuk mencegah terjadinya WMSDs seperti gerak repetitive, gaya tekan, postur
yang salah, dan durasi kerja [9].
Analisa dengan metode REBA, WERA dan QEC dilakukan pada proses pengemasan
produk yang diantaranya adalah proses pengecekan, proses pengemasan dan proses
penyusunan inventori. Skor terbesar yang ditemukan pada salah satu proses tersebut akan
dijadikan dasar untuk merancangan stasiun kerja. Dalam perancangan stasiun kerja
dilakukanlah perancangan alat bantu untuk meminimalisir postur tubuh yang bekerja dalam
posisi yang tidak ergonomis. Proses pengembangan produk adalah urutan langkah-langkah
atau kegiatan-kegiatan dimana suatu perusahaan berusaha untuk menyusun, merancang

198
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dan mengkomersialkan suatu produk. Salah satu cara untuk berpikir tentang proses
pengembangan adalah sebagai kreasi pendahuluan dari sekumpulan alternatif konsep
produk dan kemudian mempersempit alternatif-alternatif dan menambah spesifikasi
produk hingga produk dapat diandalkan dan diproduksi ulang dalam sistem produksi [10].

2. METODE PENELITIAN
Diagram alir penelitian dan perancangan disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Penelitian dilakukan dengan studi lapangan untuk menganalisa permasalahan yang ada.
Studi lapangan dilakukan dengan observasi dan wawancara langsung.
Mulai

Studi Pustaka Studi lapangan

Identifikasi Masalah
Mulai
Pengumpulan Data:
- Data Wawancara
- Data Nordic Body Map
- Dokumentasi postur,cara Identifikasi Kebutuhan
dan waktu kerja
Pelanggan
Tidak

Apakah Data Cukup ?


Penetapan Target
Ya Spesifikasi
Pengolahan Data:
- Identifikasi Titik Keluhan
Menggunakan Nordic Body Map
- Analisis Resiko Keluhan Pekerja
Matriks Kebutuhan-Metrik
Menggunakan Metode REBA (Need Metrics Matrix)
- Analisis Resiko Keluhan Pekerja
Menggunakan Metode WERA

Perancangan Stasiun Kerja yang Penyusunan Konsep


Ergonomis

Simulasi dengan Menggunakan


Software Catia
Seleksi Konsep
Kesimpulan dan Saran

Selesai Selesai

Gambar 1. Metode Penelitian Gambar 2. Metode Perancangan

Studi ini dilakukan dengan menggunakan dan mengumpulkan teori-teori yang


berhubungan dengan penelitian yang mengacu pada buku-buku, jurnal ilmiah serta
informasi dari berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian. Pengumpulan data didapat
dari hasil wawancara, data hasil kuisioner, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul,
selanjutnya adalah data diolah dimulai dari mengidentifikasi titik keluhan dengan
menggunakan Nordic Body Map, selanjutnya menganalisa resiko keluhan kerja dengan
menggunakan Metode REBA, QEC dan Metode WERA. Hasil pengolahan data digunakan
dalam tahap perancangan. Perancangan yang dilakukan adalah perancangan stasiun kerja
yang ergonomis yang sesuai dengan masalah yang dihadapi perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas perusahaan. Perancangan yang dibuat selanjutnya akan
disimulasikan dengan software Catia untuk memastikan hasil perancangan dapat
digunakan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

3. HASIL PENELITIAN
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map kepada 1
orang pekerja di PT X Jalan Adi Sucipto (Jurumudi-Daan Mogor) Komplek 38 Blok A
No. 3 Tangerang-Banten untuk menganalisa bagian tubuh yang mengalami keluhan fisik.

199
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Dari kuisioner Nordic Body Map dapat dilihat bahwa pekerja mengalami sakit pada
pinggang, bahu kanan, bahu kiri, lengan kiri, lengan kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri
dan betis kanan. Keluhan pada pinggang disebabkan karena pekerja yang menyusun
produk dalam keadaan berjongkok dan membungkuk, keluhan pada bahu kanan dan bahu
kiri disebabkan karena bahu pekerja yang harus terangkat diasat pekerja melakukan
kegiatan pemindahan produk dan menggapai produk ke tempat lain secara berulang kali
dan cepat. Keluhan pada lengan atas kanan dan kiri disebabkan karena adanya kegiatan
mengangkat produk dengan bobot berat secara terus menerus. Keluhan pada lutut kanan
dan lutut kiri disebabkan karena pekerja mengambil produk dalam kondisi berjongkok dan
menyusun produk dalam kondisi membungkuk dengan posisi badan yang menumpu pada
kedua kaki. Keluhan pada betis kanan dan betis kiri disebabkan karena kegiatan bekerja
dengan posisi kerja mayoritas berdiri statis dalam durasi waktu yang lama.
Setelah mengetahui hasil analisa penyebab keluhan fisik yang dirasakan oleh
operator, selanjutanya dilakukan analisa REBA. Skor REBA tertinggi terdapat pada proses
penyusunan inventori disebabkan karena pekerja yang menyusun produk dalam keadaan
membungkuk. Analisa REBA pada proses penyusunan inventori dapat dilihat pada
Gambar 3.
Pengukuran WERA dilakukan terhadap operator pada proses penyusunan inventori
yang mempunyai proses dengan keluhan paling besar dan juga postur tubuh yang tidak
ergonomis dimana pekerja harus berdiri dengan posisi badan yang menumpu pada kedua
kaki dan juga pekerja harus membungkuk pada saat penyusunan produk. Analisis WERA
dapat dilihat pada Gambar 4.
Pengukuran QEC dilakukan terhadap operator pada proses penyusunan inventori
yang mempunyai proses dengan keluhan paling besar dan juga postur tubuh yang tidak
ergonomis dimana pekerja harus berdiri dengan posisi badan yang menumpu pada kedua
kaki dan juga pekerja harus membungkuk pada saat penyusunan produk. Hasil analisis
QEC dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 3. Analisis REBA Proses Penyusunan Inventori

200
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4. Analisis WERA

Tabel 1. Hasil Analisis QEC


Anggota Tubuh yang Nilai Exposure Score di Stasiun Kerja
Diamati Pengecekan Penyusunan Inventori Pengemasan
Punggung (statis) 26 36 16
Bahu/ Lengan 22 36 20
Pergelangan Tangan 28 26 24
Leher (Neck) 14 10 12
Total Exposure Score 90 108 72
Exposure Level 51,14% 61,36% 44,44%
Tindakan Perlu penelitian lebih lanjut dan dilakukan perubahan Perlu penelitian lebih lanjut

Dari hasil analisa REBA, skor tertinggi terdapat pada proses penyusunan inventori
dengan skor 10. Dari hasil analisa WERA, skor tertinggi terdapat pada proses penyusunan
inventori yang disebabkan karena postur tubuh yang membungkuk dengan skor 40. Dan
dari hasil analisis QEC, skor tertinggi juga terdapt pada proses penyusunan inventori
dengan skor 61,36. Hasil dari analisis REBA, WERA, dan QEC menunjukkan bahwa pada
proses penyusunan inventori terdapat resiko ergonomi yang tinggi, maka dari itu perlunya
dilakukan perancangan stasiun kerja.
Dalam tahap peracangan stasiun kerja, tahap-tahap yang dilakukan adalah membuat
matriks kebutuhan, spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi, need metric matrix, pohon
klasifikasi dan tabel kombinasi konsep. Matriks kebutuhan merupakan suatu matriks yang
menggambarkan bagaimana keinginan pelanggan dan apa saja yang bisa harus dilakukan
oleh produk tersebut. Matriks kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 2.

201
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2. Matriks Kebutuhan


No Kebutuhan Kepentingan
1 Ukuran yang Sesuai Pekerja 5
2 Mempermudah Proses Penyusunan Inventori 5
3 Mudah Dipindahkan 5
4 Kemudahan Dalam Penggunaan 4
5 Bahan Dasar yang Tahan Lama 4
6 Desain yang Menarik 3
7 Memberikan Kenyamanan 4
8 Mempercepat Proses Pengerjaan 5

Kemudian selanjutnya adalah tahap spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi,
spesifikasi teknis merupakan penerjemahan kebutuhan pelanggan menjadi sekumpulan
kebutuhan yang dapat terukur dengan jelas, dan bertujuan untuk memberikan kepuasan
kepada operator. Kemudian target spesifikasi ini akan diperbaiki tergantung kepada
batasan konsep produk yang akhirnya dipilih. Spesifikasi Teknis dan Nilai Target
Spesifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi Teknis dan Nilai Target Spesifikasi


Nomor Metric Kebutuhan Spesifikasi Teknis Satuan
1 3,5,6 Jenis Bahan Kg
2 1,2,4,7 Tinggi Alat Bantu Cm
3 4,6,8 Desain Lubang Untuk Membuang Skrap Bentuk
4 1,2,4,6,7,8 Bentuk Alat Bantu Subjektif
5 3,5,6,8 Desain Roda Pada Kaki Alat Bantu Subjektif

Need Metric Matrix merupakan tahapan selanjutnya dalam penentuan spesifikasi


produk. Need Metric Matrix memperlihatkan hubungan antara masing-masing kebutuhan
dengan matrik. Kebutuhan yang diinginkan operator lalu disusun ke dalam metric
kebutuhan agar mendapat ranking kebutuhan yang bertujuan untuk menentukan prioritas
kebutuhan dan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Need Metric Matrix


Desain Lubang Untuk Membuang Sekrap

Desain Roda Pada Kaki Alat Bantu


Bentuk Alat Bantu
Tinggi Alat Bantu
Jenis Bahan
Metrics

=9

=3

=1

No Kebutuhan IMP
1 Ukuran yang Sesuai Pekerja 5
2 Mempermudah Proses Penyusunan Inventori 5
3 Mudah Dipindahkan 5
4 Kemudahan Dalam Penggunaan 4
5 Bahan Dasar yang Tahan Lama 4
6 Desain yang Menarik 3
7 Memberikan Kenyamanan 4
8 Mempercepat Proses Pengerjaan 5
Total Poin 15 30 21 36 14
Presentase (%) 12.9 25.9 18.1 31 12.1
Rangking 4 2 3 1 5

202
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Dari need metrics-matric didapatkan rangking, yang dijadikan sebagai kebutuhan


prioritas atau yang diutamakan. Dari spesifikasi teknis yang telah dibuat, terdapat beberapa
spesifikasi teknis yang tidak bisa dikembangkan antara lain yaitu tinggi alat bantu yang
disesuaikan dengan tinggi antropometri orang Indonesia.
Pohon klasifikasi digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian yang
mungkin menjadi beberapa kelas berbeda yang akan memudahkan perbandingan dan
pemangkasan. Pohon Klasifikasi Konsep dapat dilihat pada Gambar 5.

Spesifikasi Alat Bantu Meja Pengembangan Alternatif Konsep


Luas yang Mudah dalam Proses
Persegi
Memadai Pengerjaan
Bentuk Alat
Bantu Mudah dalam Proses
Persegi Luas yang
Panjang Memadai Pengerjaan

Mempercepat Proses Dapat disesuaikan dengan


Persegi
Pengerjaan desain alat bantu
Desain Lubang
Untuk
Membuang
Skrap Setengah Mempercepat Proses Dapat disesuaikan dengan
Lingkaran Pengerjaan desain alat bantu

Alat Bantu Kerja

Besi Siku Daya Tahan


Berat Kuat Baut dan Mur
Berlubang
Bahan Besi

Besi Stall Berat Daya Tahan


Las
Kuat
Desain Roda Umur Pakai
Kestabilan Bagus
Roda Nylon Panjang

Gambar 5. Pohon Klasifikasi Konsep Alat Bantu

Dari pohon klasifikasi konsep, dibuat tabel kombinasi konsep untuk membuat
kombinasi antara penggalan-penggalan solusi untuk mendorong pemikiran kreatif yang
lebih jauh. Berdasarkan alternatif kombinasi konsep produk di atas dilakukan penurunan
konsep produk alat bantu. Jumlah kombinasi yang diturunkan adalah 8 konsep yang
didapat dari (2x2x2x1).
Dari 8 Konsep yang ada, dilakukan seleksi konsep menggunakan Teori Pugh yaitu
matriks penyaringan konsep dan juga matriks penilaian konsep. Matriks penyaringan
konsep dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Penyaringan Konsep


Konsep
No Kriteria Seleksi
ref 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Ukuran yang Sesuai Pekerja 0 0 0 0 0 + + + +
2 Mempermudah Proses Penyusunan Inventori 0 + + + + + + + +
3 Mudah Dipindahkan 0 + + + + + + + +
4 Kemudahan Dalam Penggunaan 0 - - - - + + + +
5 Bahan Dasar yang Tahan Lama 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Desain yang Menarik 0 + - 0 - - - + -
7 Memberikan Kenyamanan 0 + - + - 0 - + -
8 Mempercepat Proses Pengerjaan 0 + + + + + + + +
Jumlah + 0 5 3 3 3 5 5 7 5
Jumlah 0 8 2 2 4 2 2 1 1 1
Jumlah - 0 1 3 1 3 1 2 0 2
Nilai Bersih 0 4 0 2 0 4 3 7 3
Rangking 2 5 4 5 2 3 1 3
Lanjut ? yes no no no yes no yes no

203
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Setelah dilakukan matriks penyaringan konsep, terpilihlah 3 konsep yaitu konsep 1,


konsep 5 dan konsep 7. Dari 3 konsep, kemudian dilakukan matriks penilaian konsep
untuk memilih 1 konsep yang sesuai dengan harapan dan solusi untuk mengatasi keluhan
yang ada. Matriks penilaian konsep dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Matriks Penilaian Konsep


Konsep
Referensi 1 5 7
Nilai Nilai Nilai Nilai
Kriteria Seleksi Bobot Rating Rating Rating Rating
Beban Beban Beban Beban
Ukuran yang Sesuai Pekerja 14.29 3 0.43 3 0.43 4 0.57 4 0.57
Mempermudah Proses
14.29 3 0.43 5 0.71 5 0.71 5 0.71
Penyusunan Inventori
Mudah Dipindahkan 14.29 3 0.43 5 0.71 5 0.71 5 0.71
Kemudahan Dalam Penggunaan 11.43 3 0.34 4 0.46 5 0.57 5 0.57
Bahan Dasar yang Tahan Lama 11.43 3 0.34 3 0.34 3 0.34 3 0.34
Desain yang Menarik 8.57 3 0.26 3 0.26 3 0.26 4 0.34
Memberikan Kenyamanan 11.43 3 0.34 5 0.57 5 0.57 5 0.57
Mempercepat Proses Pengerjaan 14.29 3 0.43 5 0.71 5 0.71 5 0.71
Total Nilai
3,00 4.20 4.46 4.54
Peringkat
Lanjutkan? 0 no no yes

Setelah dilakukan tahapan matriks penilaian konsep, maka terpilih konsep 7 yang
memiliki kriteria bentuk persegi panjang, bentuk lubang setengah lingkaran, berbahan besi
stall dan roda nylon. Dimensi produk dari konsep 4 dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) Tampak Atas (b)Tampak Samping (c) Tampak Depan


Gambar 6. Dimensi Produk Konsep 7

Setelah melakukan tahap perancangan dilakukanlah simulasi implementasi produk


menggunakan software CATIA. Berdasarkan analisis dengan menggunakan software
CATIA, didapatkan skor REBA setelah implementasi yang memiliki tingkat resiko kecil
yang menunjukkan berkurangnya nilai resiko. Berikut ini merupakan analisis dari software
CATIA yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis CATIA


No CATIA Kegiatan Skor REBA

Pekerja sedang
1 melakukan 3
pengecekan produk

204
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lanjutan Tabel 7. Hasil Analisis CATIA


No CATIA Kegiatan Skor REBA

Pekerja sedang
2 melakukan 3
pengemasan produk

Pekerja sedang
melakukan
3 4
penyusunan
inventori

4. HASIL IMPLEMENTASI
Hasil Implementasi dari rancangan stasiun kerja pada PT. X menunjukkan bahwa
keluhan yang dirasakan oleh pekerja menurun dibandingkan dengan sebelumnya. Dari
perancangan stasiun kerja yang baru juga terlihat bahwa keluhan bagian yang sangat sakit
menurun dari 10 titik keluhan sangat sakit menjadi 4 titik keluhan sakit.

Tabel 8. Rank Keluhan yang Dialami Pekerja


Tingkat Keluhan
No Jenis Keluhan Sebelum Bekerja Setelah Bekerja
A B C D A B C D
4 Sakit pada lengan atas kiri 1 1
6 Sakit pada lengan atas kanan 1 1
22 Sakit pada betis kiri 1 1
23 Sakit pada betis kanan 1 1

Setelah melakukan implementasi maka dapat dibandingkan hasil perhitungan dari metode
QEC, REBA dan WERA yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 9. Perbandingan Hasil Perhitungan QEC, REBA dan WERA


Sebelum dan Setelah Implementasi
Pekerjaan Sebelum Implementasi Setelah Implementasi

Proses Pengecekan

Metode QEC 51,14% 44,44%


Metode REBA 8 2
Metode WERA 35 30

205
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lanjutan Tabel 9. Perbandingan Hasil Perhitungan QEC, REBA dan WERA


Sebelum dan Setelah Implementasi
Pekerjaan Sebelum Implementasi Setelah Implementasi

Proses Pengemasan

Metode QEC 44,44% 44,44%


Metode REBA 3 3
Metode WERA 28 28

Proses Penyusunan
Inventori

Metode QEC 61,36% 48,15%


Metode REBA 10 4
Metode WERA 40 35

Setelah dilakukan perubahan stasiun kerja, maka didapatkan perbandingan waktu sebelum
dan sesudah implementasi yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perbandingan Waktu


Sebelum Sesudah Persentase Pengurangan
No Kriteria Waktu
Implementasi Implementasi Waktu Kerja
1. Waktu Siklus 1425,09 1244,99 12,63%
2. Waktu Normal 1496,35 1307,24 12,63%
3. Waktu Baku 2009,38 1637,162 18,52%

5. KESIMPULAN
Hasil analisa yang dilakukan terhadap satu orang pekerja dengan menggunakan
metode Nordic Body Map diketahui bahwa keluhan yang dialami oleh pekerja adalah rasa
sakit pada pinggang, bahu kanan, bahu kiri, lengan kiri, lengan kanan, lutut kiri, lutut
kanan, betis kiri dan betis kanan. Berdasarkan hasil analisa tersebut, dilakukan perhitungan
analisis resiko ergonomi dengan metode REBA, WERA dan QEC. Analisis resiko
ergonomi dilakukan untuk proses pengecekan, proses pengemasan.dan proses penyusunan
inventori. Dari hasil perhitungan dengan ketiga metode tersebut didapatkan score tertinggi
yaitu pada proses penyusunan inventori dimana pada proses tersebut menghasilkan skor

206
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

REBA sebesar 10, skor WERA sebesar 40, dan skor QEC sebesar 61,36 yang
menunjukkan bahwa perlu adanya penelitian dan tindakan lebih lanjut serta perlu
dilakukan adanya perubahan. Perancangan dimulai dengan menentukan matriks kebutuhan,
spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi, membuat need metric matrix, hingga
menghasilkan beberapa konsep yang dikembangkan dalam pohon klasifikasi. Hasil yang
didapat berupa 8 konsep yang kemudian dilanjutkan dengan matriks penyaringan konsep
dan menghasilkan 3 konsep terpilih yaitu konsep 1, konsep 5 dan konsep 7. Pada tahap
penilaian didapatkan nilai tertinggi yaitu pada konsep 7 dengan score 4,54.
Konsep usulan dibuat berdasarkan data antropometri dan diuji kembali skornya
menggunakan software CATIA. Setelah melakukan pengujian stasiun kerja menggunakan
software CATIA, stasiun kerja pada proses penyusunan inventori yang akan dirancang
memiliki skor REBA sama dengan 4 yang artinya postur pekerja baik dan dapat diterima.
Setelah implementasi alat bantu kerja, hasil kuesioner Nordic Body Map terhadap seorang
pekerja mengalami penurunan keluhan sakit dari 10 titik menjadi 4 titik sakit yaitu pada
bagian lengan atas kanan dan kiri serta pada bagian betis kanan dan kiri. Hasil perhitungan
mengalami penurunan setelah implementasi untuk proses penyusunan inventori yaitu skor
REBA sebesar 4, skor WERA sebesar 35 dan skor QEC sebesar 48,15%. Hal ini
menunjukkan perancangan alat bantu kerja dapat memperbaiki postur kerja pekerja dan
meminimalkan resiko beban kerja. Hasil rancangan menunjukkan waktu siklus proses kerja
mengalami penurunan sebesar 12,63%. Untuk waktu normal mengalami penurunan sebesar
12,63%. Dan untuk waktu baku mengalami penurunan sebesar 18,52%. Hal ini
menunjukkan penggunaan rancangan meja kerja baru dapat mempersingkat waktu kerja
sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Corlett, E.N. & Clark, T.S. 1995. The Ergonomics of Workspaces and Machines. A
Design Manual. 2nd edt. Taylor & Francis. Great Britain.
[2] Stevenson, M.G., 1989, Lecture Notes On The Principies of Ergonomics, University
of New South Wales, Sydney.
[3] Pulat, B. Mustafa (1992). Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey:
Prentice Hall. Englewood Cliffs
[4] Hignett, Sue., McAtamney Lynn.2000. Rapid Entire Body Assesment (REBA).
Applied Ergonomics 31. 201-205
[5] Kuorinka, I., B. Jonsson, A. Kilbom, H. Vinterberg, F. Biering-Srensen, G.
Andersson, K. Jørgensen. (1987). Standardised Nordic Questionnaires for The
Analysis of Musculoskeletal Symptoms. Applied Ergonomics, Vol 18, pp. 233-237.
[6] Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi
Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
[7] Rahman, M.N.A., M.R.A. Rani, and M.J. Rohani. 2011. WERA: An Observational
Tool Develop to Assess The Physical Risk Factor Associated with WRMDs. Journal
of Human Ergology. 40: 19-36.
[8] Li,G. and Buckle, E. 1999. Further Development of The Usability and Validity of The
Quick Exposure Check (QEC).
[9] Stanton, dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics method. USA: CRC
Press
[10] Karl T. Ulrich, dan Steven D. Eppinger, 2001, Perancangan dan Pengembangan
Produk, Jakarta: Salemba Teknika.

207
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

USULAN PENINGKATAN KUALITAS PRODUK CORRUGATED


SHEET DENGAN PENERAPAN LEAN SIX SIGMA
DI PT. PURINUSA EKA PERSADA

Sukoyo1), Anisa Fauziah2)


1)
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung 40132
2)
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Industri, Universitas Jenderal Achmad Yani
Jl. Jend. Gatot Subroto Tromol POS 807 (PINDAD), Bandung 40285
e-mail: sukoyo@gmail.com, anisafauz82@gmail.com

Abstrak
PT. Purinusa Eka Persada Bandung merupakan salah satu perusahaan di bidang industri yang
memproduksi karton box, sheet, dan die cut. Rata-rata besarnya waste akibat produk cacat
setiap bulannya sebesar 9,60%. Beberapa kategori waste tersebut yaitu trimming loss, waste
fluting, overproduksi, reject sheet, dan waste operator. Waste terbesar diperoleh dari waste
operator dengan rata-rata setiap bulannya sebesar 5,18%. Waste operator terdiri dari
beberapa jenis cacat, dengan cacat tertinggi adalah jenis sheet krepek. Total sheet krepek dari
bulan Januari 2017 sampai September 2017 sebesar 584.042 kg. Permasalahan sheet krepek
ini diselesaikan dengan menggunakan konsep Lean Six Sigma. Penelitian ini hanya berfokus
pada produk corrugated sheet di departemen corrugator dengan jenis waste operator adalah
sheet krepek. Pada tahap define, yakni melakukan identifikasi terhadap objek penelitian
dengan menggunakan value stream mapping. Pada tahap measure didapatkan nilai level
sigma adalah 4,21832 sigma dengan 3300 DPMO. Pada tahap analyze dilakukan analisis
penyebab dari terjadinya sheet krepek dengan menggunakan cause effect diagram dan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi yang
telah diusulkan berdampak pada potensi penurunan cacat. Hal ini ditandai dengan penurunan
potensial defect sebesar 30,68% dan diperoleh nilai level sigma baru sebesar 4,34 sigma
dengan peluang terhadap produk defect sebesar 2300 DPMO. Selain itu, penelitian ini juga
menghasilkan faktor-faktor yang menyebabkan sheet krepek di PT. Purinusa Eka Persada
Bandung.

Kata kunci: Lean Six Sigma, Waste, Value Stream Mapping, FMEA, Nilai Sigma.

PENDAHULUAN
Purinusa Eka Persada merupakan perusahaan manufaktur yang berproduksi dalam
bidang karton box, sheet, dan die cut. Strategi yang digunakan perusahaan dalam merespon
permintaan yaitu strategi make to order sehingga rencana produksi untuk suatu produk
ditentukan oleh order yang datang. Order yang diterima oleh perusahaan berfluktuasi
tergantung dengan permintaan konsumen, sedangkan fasilitas produksi harus berjalan
secara kontinyu untuk menghemat biaya dan waktu persiapan. Terdapat dua departemen
pada bagian produksi yaitu departemen corrugator, dan departemen finishing. Departemen
corrugator bertugas untuk membuat sheet dari bahan baku paper roll, sedangkan
departemen finishing bertugas untuk membuat produk karton box dengan menggunakan
sheet yang sudah dibuat di departemen corrugator.
Fokus penelitian ini adalah departemen corrugator yang menghasilkan output berupa
corrugated sheet, baik itu single wall corrugated atau double wall corrugated. Selama
proses produksi berlangsung terjadi beberapa kejadian diluar yang telah direncanakan,
seperti mesin tiba-tiba berhenti karena kertas putus, produk cacat (sheet melengkung,
krepek, keriput, high low dan lain-lain) dan produksi berlebih. Permasalahan yang akan
dibahas adalah produk cacat akibat proses produksi atau disebut juga sebagai waste di
perusahaan.

208
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Waste tertinggi selama 9 bulan dari bulan Januari sampai September 2017 yaitu pada
bulan Juni sebesar 18.17%. Kategori waste yang dihitung pada departemen corrugator
yaitu trimming loss, waste fluting, overproduksi, reject sheet, dan waste operator. Rata-
rata waste tertinggi adalah pada kategori waste operator sebesar 5.18%.
Penelitian ini akan membahas cara untuk mengurangi waste operator akibat dari
produk cacat pembuatan corrugated sheet menggunakan konsep lean six sigma. Tujuan
dari penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan sheet krepek dan
menyusun tindakan untuk meminimasi waste operator dengan mengurangi sheet krepek.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di industri manufaktur pembuatan karton box, sheet, dan die
cut. Selanjutnya dilakukan proses pengamatan pada departemen produksi perusahaan yaitu
departemen corrugator. Data yang dikumpulkan untuk penelitian meliputi data kuantitatif
dan kualitatif. Data-data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan brainstorming dengan
pihak-pihak yang terkait, serta informasi lainnya yang mendukung penggunaan metode
FMEA untuk melakukan perbaikan pada divisi corrugator. Adapun data yang
dikumpulkan yaitu data umum perusahaan PT. Purinusa Eka Persada, data jenis produk
yang diproduksi, dan data proses produksi sheet. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data tersebut adalah dengan wawancara dan berdasarkan data historis
perusahaan.
Wawancara digunakan untuk mengetahui penyebab dari waste. Wawancara
dilakukan kepada beberapa operator corrugator, kepala regu corrugator, admin corrugator
dan divisi quality control. Dalam wawancara ini, sumber informasi yang digunakan adalah
orang-orang yang bertanggung jawab dan kompeten dalam bidang produksi dan kualitas.
Data historis digunakan untuk perhitungan kapabilitas proses. Data historis waste terhitung
dari bulan Januari 2017 sampai bulan September 2017 dengan data yang dibutuhkan yaitu
total produksi corrugated sheet, persentase seluruh jenis waste, dan persentase seluruh
kategori produk cacat
Pada tahap Define, yaitu melakukan identifikasi terhadap objek penelitian. Hasil dari
identifikasi digambarkan melalui sebuah diagram value stream mapping. Diagram ini
menunjukkan kondisi aktual dari proses produksi corrugated sheet yang diamati, meliputi
value added, non value added time, dan necessary non value added time. Penelitian
dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi aktivitas perusahaan, kemudian dilakukan
identifikasi terjadinya waste.
Pada tahap Measure dilakukan identifikasi dan seleksi karakter-karakter CTQ
(critical to quality). Berdasarkan hasil CTQ dibuat peta kontrol-p untuk mengidentifikasi
apakah suatu proses terkendali atau tidak. Sampel yang diambil untuk membuat peta p
sebanyak 40 data dan diambil secara acak selama 9 bulan. Dilanjutkan dengan pengukuran
nilai DPMO dan Level Sigma dari setiap indikator jenis cacat. Lalu menghitung DPMO
dan Level Sigma untuk bulan Januari sampai September 2017. Tahapan ini juga dilakukan
untuk melihat seberapa besar pengaruh dari masing-masing kriteria cacat yang ada.
Tahap Analyze dilakukan dengan membuat diagram pareto untuk mengidentifikasi
jenis cacat yang paling dominan. Kemudian membuat cause effect diagram yang dilakukan
untuk menganalisis masalah serta penyebab terjadinya produk cacat. Setelah didapatkan
akar masalah dari cause effect diagram, kemudian dinilai dengan menggunakan tools
failure mode and effect analysis (FMEA). Kemudian dilakukan penyusunan prioritas
penyebab masalah berdasarkan nilai RPN. Dengan menggunakan cause effect diagram dan
FMEA akan didapatkan penyebab utama dari besarnya waste operator akibat produk cacat.
Pada tahap Improve diberikan usulan perbaikan terhadap proses produksi agar dapat
meminimasi sheet krepek. Selain itu, perbaikan ini didasarkan pada hasil diagram pareto

209
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

nilai RPN. Kemudian rekomendasi yang telah diusulkan akan ditindak lanjuti pada tahap
ini. Tahapan ini juga merupakan tahapan untuk memberikan alternative solusi terhadap
jalannya alternatif perbaikan dengan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) atau
formulir-formulir yang berkaitan dengan pengendalian kualitas corrugated sheet.
Pada tahap Control dilakukan perhitungan nilai RPN baru berdasarkan rekomendasi
yang telah diusulkan. Kemudian dihitung potensi penurunan cacat berdasarkan
perbandingan nilai occurance sebelum perbaikan dan setelah perbaikan. Setelah itu
menghitung nilai DPMO dan Level Sigma baru dari bulan Januari 2017-September 2017.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tahap define merupakan tahap pertama dalam penerapan lean six sigma. Pada
tahapan ini dilakukan identifikasi terhadap permasalah yang terjadi di perusahaan terutama
di divisi corrugator. Pada tahapan ini dilakukan pemetaan aktivitas proses pembuatan
corrugated sheet dengan membuat current value state mapping (CVSM). Pemetaan
aktivitas proses ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara detail terkait proses
produksi pembuatan corrugated sheeet, mengetahui lebih jelas mengenai alur produksi dari
departemen paper roll, departemen corrugator dan departemen glue kitchen, dan untuk
mengenali pemborosan dan mengidentifikasi penyebabnya secara menyeluruh. Setelah itu
dibuat future value stream mapping (FVSM) yang merupakan perbaikan dari current state
mapping dengan memberikan informasi seluruh kegiatan tanpa adanya kegiatan non value
added. Rekapitulasi hasil current state mapping dan future value stream mapping dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil current state mapping dan future value stream mapping
Current State Future Value
Mapping Stream Mapping
Keterangan
VA NVA VA NVA
(detik) (detik) (detik) (detik)
Pembuatan Single Wall Corrugated 1638,9 1640 1638,9 0
Pembuatan Double Wall Corrugated 1649,9 1640 1649,9 0
Departemen Paper Roll 5099 10 5099 0
Departemen Glue Kitchen 8400 0 8400 0

Berdasarkan hasil pada tahap define, selanjutnya dilakukan tahap measure


merupakan tahap identifikasi dan seleksi karakter-karakter CTQ (critical to quality). CTQ
merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan yang berhubungan langsung dengan
kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-
persyaratan output dan pelayanan. Hasil pengamatan pada proses pemeriksaan kualitas
produk corrugated sheet oleh tim sortir di Departemen Corrugator dapat dilihat pada
Tabel 2. Didapatkan sebanyak 28 jenis cacat dari hasil pengukuran CTQ. Peringkat
pertama diraih oleh jenis cacat sheet krepek dengan total yang dihasilkan dari bulan
Januari sampai September 2017 sebanyak 584.042 kg dengan persentase waste sebesar
18,40%. Karakteristik dari CTQ dapat dilihat pada Tabel 3.

210
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2. Critical to quality produk corrugated sheet


Total Waste Januari-September 2017
No. Hasil yang diperiksa
Total (kg) % Rank
1 Sheet Krepek 584042 18,40 1
2 Sheet Ngelotok 162635 4,22 2
3 Potongan Tidak Rapih 113572 2,71 3

28 Production Width Adjustment 0 0,00 13
Total yang diperiksa
1084519 31,19
Total produksi sheet

Tabel 3. Critical to quality produk corrugated sheet


Rank Kategori cacat Deskripsi
 sheet yang mudah untuk dikelupas
 sheet lebih keras dari sheet yang biasanya sehingga mudah
dipatahkan
1 Sheet Krepek Diakibatkan oleh:
 Steam kurang panas
 Viscositas lem rendah
 Press roll bocor
sheet yang mudah terkelupas, diakibatkan oleh :
2 Sheet Ngelotok  Lem kurang matang
 Steam kurang panas
Hasil pemotongan sheet di NC Slitter atau NC Cutter tidak rapih,
3 Potongan Tidak Rapih
akibat dari pisau tumpul

Production Width Sheet yang memaksakan menggunakan kertas yang ada karena kertas
28
Adjustment yang diproduksi kosong

Pada Peta kontrol-p merupakan peta kontrol yang digunakan untuk mengendalikan
proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari
produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Peta kontrol dibuat dengan tujuan untuk
melihat apakah jenis cacat produk yang dihasilkan masih berada dalam batas yang
disyaratkan. Peta kontrol-p dibuat berdasarkan data kategori sheet krepek pada waste
operator produk corrugated sheet dari bulan Januari 2017 sampai September 2017.

Gambar 1. Peta Kontrol-p dari Sheet Krepek

Gambar 1 menjelaskan bahwa sampel data sheet krepek sebanyak 40 data masih
dalam batas yang disyaratkan, karena terbukti dari data tersebut tidak ada yang berada di
luar batas kendali. Setelah itu dilakukan pengukuran defect per millions opportunities

211
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(DPMO) mengindikasikan berapa banyak cacat sheet krepek akan muncul jika terdapat
satu juta peluang. Tabel 4 menujukkan perhitungan nilai DPMO dan level sigma dari
jumlah defect produk corrugated sheet pada bulan Januari 2017 sampai bulan September
2017. Dapat dilihat bahwa rata-rata level sigma berdasarkan Tabel 4 adalah 3,1632 sigma
dengan 1769 DPMO (defect per millions opportunities).

Tabel 4. Perhitungan nilai DPMO dan level sigma corrugated sheet


Quantity Scrab
Standar Level
No Product Quantity DPU Pbar DPO DPMO
Deviasi Sigma
(pcs) (pcs)

i D E f  e/d G H
k  e /(d * j ) l  k * 1000000 m

1 500 35 0,0700 0,0500 0,0097 0,003 2500,000 4,307


2 250 12 0,0480 0,0500 0,0138 0,002 1714,286 4,426
3 800 56 0,0700 0,0500 0,0077 0,003 2500,000 4,307

40 400 22 0,0550 0,0500 0,0109 0,002 1964,286 4,384
Rata-rata 0,0496 0,0500 0,0114 0,0018 1769,9546 3,1632

Setelah itu, dilakukan perhitungan nilai DPMO dan level sigma pada bulan Januari
2017 sampai September 2017. Total produksi yang dihasilkan sebanyak 62.658.497 kg,
dengan CTQ berjumlah 28. Jumlah cacat yang terjadi sebanyak 5.854.370 kg. Berdasarkan
hasil perhitungan didapatkan nilai level sigma 4,21832 sigma dengan peluang terhadap
produk cacat sebesar 3300 DPMO.
Langkah berikutnya adalah proses analisis berdasarkan hasil yang didapat pada tahap
measure. Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi jenis-jenis cacat kategori waste
operator pada bulan Januari sampai September 2017. Kemudian, mengidentifikasi akar
penyebab dari cacat paling dominan dan membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi
dari masalah tersebut.
Dengan menggunakan diagram pareto diketahui bahwa dari 28 kategori cacat
terdapat 4 jenis cacat yang jumlah persentase kumulatifnya mencapai 88.14%, dari
persentase cacat keseluruhan. Adapun ke-4.jenis cacat tersebut adalah sheet krepek, sheet
ngelotok, potongan tidak rapih, dan sheet high low. Dari ke-4 jenis cacat tersebut akan
dilakukan pembahasan lebih lanjut pada kategori sheet krepek yang mempunyai persentase
paling besar yaitu 53.85%. Untuk menujukkan faktor yang berpengaruh dan faktor sebab
akibat yang dapat menimbulkan sheet krepek dapat digunakan diagram sebab akibat.
Gambar 2 akan menggambar diagram pareto dan Gambar 3 menggambarkan diagram
sebab akibat untuk jenis cacat sheet krepek.

Gambar 2. Diagram pareto

212
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Mesin Manusia

Kurang teliti dalam


Mengandalkan
Tidak pengecekan
Steam kurang keterampilan dan
mematuhi
panas pengalaman
WI
Batu bara Kurangnya briefing
dibawah standar Hanya memeriksa
sebelum bekerja
MO diawal proses
Setting mesin Kurangnya
dalam kecepatan pelatihan
Bekerja tanpa Kurang
normal mengetahui WI pengawasan Kurang
pengetahuan
tentang jenis cacat

Sheet krepek
Spesifikasi
Formula lem
Ketebalan lem kertas tidak
yang berubah - Lem terlalu cair
kurang sesuai MO
ubah
Tidak adanya
WI glue kitchen Spesifikasi timer otomatis
Penambahan/ tidak rinci kertas dari Tidak adanya
pengurangan lem di
supplier tidak valve otomatis
corrugator tidak Bahan baku yang Kran tangki soda
sesuai sesuai yang
tersedia tidak dan air terbuka
dipesan
sesuai standar sebelum 4 jam

Metode Material

Gambar 3. Diagram sebab akibat untuk jenis cacat sheet krepek

Penyusunan FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) pada tahap analisis ini
dilakukan untuk memilih faktor kritis prioritas. Penentuan faktor kritis prioritas akan
didasarkan pada nilai Risk Priority Number atau RPN. Tujuan pemilihan faktor kritis ini
adalah untuk menetapkan fokus perbaikan agar lingkup solusi atau perbaikan tidak terlalu
luas dan dapat dibentuk solusi perbaikan yang efektif. Dalam pembuatan FMEA terlebih
dahulu ditentukan modus kegagalan potensial yaitu berdasarkan diagram sebab akibat, efek
kegagalan potensial dan penyebab potensial.
Pengisian nilai severity (S), occurance (O), dan detectability (D) yaitu dengan
meminta penilaian kepada setiap responden yaitu Kepala Departemen Corrugator, Kepala
Regu Departemen Corrugator dan Operator Mesin Corrugator. Kegagalan-kegagalan yang
mempunyai nilai RPN terbesar diprioritaskan untuk diperbaiki, terkecuali untuk kegagalan
yang mempunyai nilai severity 10, maka harus diperbaiki terlebih dahulu. Berikut Tabel 5
akan menujukkan analisa FMEA untuk sheet krepek.

Tabel 5. Analisa FMEA untuk sheet krepek


Jenis Sumber Akibat Nilai
Penyebab RPN Rekomendasi
Cacat kegagalan kegagalan S O D
Adanya sheet
Operator tidak
krepek yang
mematuhi Work Sebaiknya kepala regu
lolos dari
Instruction (WI) 7 2 3 42 secara rutin melakukan
inspeksi dan
Management Sheet evaluasi
masuk ke
Operator yang sudah ada
dalam pallet
sortir kurang
Melakukan briefing
teliti dalam
kepada operator
pengecekan
Adanya sebelum melaksanakan
produk
pengembalian Operator kurang tugasnya
Sheet corrugated
produk pengetahuan tentang Memberikan
Krepe sheet 6 5 2 60
corrugated jenis-jenis produk pembelajaran
k
sheet dari cacat (pelatihan) mengenai
konsumen ciri-ciri sheet krepek
dengan cara visual,
suara, dan kekuatan lem
Operator Pembuatan papan
hanya Sheet krepek kinerja corrugator
Kurangnya
memeriksa tetap untuk mendukung
pengawasan dari 6 3 3 54
kesesuaian diproduksi penerapansistem
kepala seksi
Manufacturin sampai selesai pengukuran OEE
g Order (Overall Equipment

213
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Jenis Sumber Akibat Nilai


Penyebab RPN Rekomendasi
Cacat kegagalan kegagalan S O D
diawal proses Effectiveness)
Pembuatan papan
Operator mesin
kinerja corrugator
hanya
untuk mendukung
mengandalkan
7 2 3 42 penerapansistem
keterampilan dan
pengukuran OEE
pengalaman yang
(Overall Equipment
mereka miliki
Effectiveness)
Operator mesin
Target Visualisasi Work
bekerja tanpa
produksi tidak 6 3 3 54 Instruction (WI) agar
mengikuti Work
tercapai lebih mudah dipahami)
Instruction (WI)
Harus ada proses
persiapan untuk
Batu bara yang menyesuaikan ukuran
Tidak digunakan saat ini batubara (2mm). Jika
menyatunya dicampur, 50% ukuran batu bara besar
9 6 2 108
antara liner batubara 4800 kalori dihancurkan terlebih
Steam kurang
dan fluting, dan 50% batubara dahulu. Sedangkan
panas
sehingga 4100 kalori batubara yang sudah
mudah sangat hancur dilakukan
terkelupas proses pemadatan.
Setting mesin dalam
Menaikkan kecepatan
kecepatan normal 7 5 2 70
mesin menjadi 550 rpm
(450 rpm)
Pengukuran waktu
menggunakan timer
Banyaknya Kran tangki otomatis
jumlah sheet penampungan soda Harus dipastikan
Lem terlalu
yang mudah dan air terbuka oleh 7 2 3 42 krannya tertutup oleh
cair
sobek dan operator sebelum 4 operator
lembek jam Penggunaan valve
otomatis
Penambahan borax
Banyaknya
jumlah sheet
yang keras
dan mudah
Proses penambahan Dilakukan pelapisan
terkelupas
atau pengurangan atau penambahan lem
Ketebalan Tidak
lem di mesin 7 5 2 70 agar hasilnya sesuai
lem kurang menyatunya
corrugator tidak dengan standarisasi
antara liner
sesuai perusahaan
dan fluting,
sehingga
mudah
terkelupas
Memastikan penyediaan
Adanya kertas hanya untuk
Spesifikasi pengembalian Spesifikasi kertas konsumen yang
kertas tidak produk yang disediakan memiliki kontrak jangka
sesuai dengan corrugated pihak supplier tidak panjang
9 3 3 81
Manufacturin sheet dari sesuai dengan
konsumen Mengatur dan
g Order standarisasi
menyesuaikan
(MO) perusahaan
Kertas mudah kecepatan mesin
putus corrugator
Tidak
menyatunya
Bahan baku lem Perbaharui Work
Formula lem antara liner
yang tersedia tidak Instruction (WI) Glue
yang dan fluting, 8 2 2 32
sesuai dengan Kitchen dengan lebih
berubah-ubah sehingga
standar rinci
mudah
terkelupas
Total 655

214
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan pada Tabel 5 terdapat 16 rekomendasi yang diusulkan dengan


mempertimbangkan penyebab yang ditimbulkan. Setelah dilakukan analisis FMEA, maka
rekomendasi yang diusulkan tersebut dibicarakan dengan pihak perusahaan. Pihak
perusahaan akan memberikan persetujuan dari hasil rekomedasi tersebut dan memberikan
masukan agar rekomendasi yang diusulkan sesuai dengan harapan perusahaan. Kemudian
dilanjutkan dengan melakukan perhitungan dan pembuatan diagram pareto. Diagram
pareto yang akan dibuat ini berdasarkan nilai skor dari RPN (Risk Priority Number) pada
FMEA.
Pada tahap perbaikan, dilakukan berdasarkan hasil diagram pareto. Hasil diagram
pareto diambil sebanyak 80% penyebab timbul sebanyak 7 penyebab dengan 8
rekomendasi yang diusulkan. Dari 8 rekomendasi, hanya 6 rekomendasi yang akan
ditindak lanjuti karena rekomendasi tersebut merupakan rekomendasi yang disetujui oleh
pihak perusahaan.
Perbaikan pertama adalah mengatur dan menyesuaikan kecepatan mesin corrugator.
Mesin corrugator yang akan diatur kecepatannya adalah mesin B/C Flute dan Mesin
Double Backer. Agar dapat menghasilkan kualitas corrugated sheet yang baik, maka
perusahaan perlu standarisasi ukuran kecepatan yang mungkin untuk dilakukan dengan
dibuatnya instruksi kerja pengaturan kecepatan. Instruksi kerja pengaturan kecepatan
bertujuan sebagai pedoman kerja dalam proses pengaturan kecepatan di mesin B/C Flute
dan Double Backer untuk menghindari terjadinya sheet krepek pada saat proses produksi
berlangsung.
Perbaikan kedua adalah dilakukan pelapisan atau penambahan lem pada mesin B/C
Flute. Rekomendasi ini dibuat karena terjadinya sheet krepek disebabkan oleh ketebalan
lem yang kurang saat proses produksi berlangsung akibat dari proses penambahan atau
pengurangan lem di mesin yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian ini dipengaruhi oleh kondisi
mesin yang mengharuskan proses penambahan atau pengurangan dilakukan secara manual,
sedangkan tidak ada standarisasi atau instruksi kerja untuk proses penambahan atau
pengurangan lem. Akibatnya, akan banyak jumlah sheet yang keras dan mudah terkelupas,
sehingga membuat tidak menyatunya antara liner dan fluting.
Perbaikan ketiga yang diusulkan adalah melakukan briefing kepada operator sebelum
melaksanakan tugasnya. Rekomendasi ini diusulkan untuk mencegah banyaknya sheet
krepek yang dihasilkan akibat dari operator sortir yang kurang teliti dalam melakukan
pengecekan produk corrugated sheet. Akibatnya adalah adanya pengembalian produk
corrugated sheet dari konsumen. Pengembalian produk ini terjadi disebabkan oleh operator
kurang pengetahuan tentang jenis-jenis produk cacat, sehingga membuat sheet krepek
tersebut lolos dari inspeksi. Selain itu, briefing kepada operator juga berfungsi untuk
memaksimalkan pekerjaan yang akan dilakukan dan dapat menyatukan persepsi dan tujuan
kerja yang akan dicapai, sehingga dapat mengurangi jumlah sheet krepek.
Perbaikan keempat yang diusulkan adalah memberikan pembelajaran (pelatihan)
mengenai ciri-ciri sheet krepek kepada operator. Pelatihan adalah untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman operator terhadap ciri-ciri produk cacat, maka dibuat rencana
pelatihan mengenai ciri-ciri produk cacat tersebut. Setelah dilakukan pelatihan jenis-jenis
cacat, maka selanjutkan dilakukan penilaian terhadap kinerja operator. Pengukuran kinerja
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman operator terhadap pelatihan yang
sudah dilakukan.
Perbaikan kelima adalah pembuatan papan kinerja corrugator untuk mendukung
penerapan sistem pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE). Pembuatan papan
kinerja ini untuk menghindari operator yang hanya memeriksa kesesuaian Manufacturing
Order diawal proses saja. Hal ini mengakibatkan sheet krepek tetap diproduksi sampai
selesainya proses produksi. Penyebab kejadian tersebut adalah kurangnya pengawasan dari

215
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

kepala seksi. Pengukuran OEE dilakukan sebagai indikator keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan suatu produk. Maka dari itu, dengan dibuatnya papan kinerja ini diharapkan
dapat memotivasi seluruh karyawan terutama kepala seksi untuk selalu mengawasi
jalannya proses produksi.
Rekomendasi keenam yang diusulkan adalah visualisasi Work Instruction (WI) yang
lebih mudah dipahami dibandingkan yang sudah ada diperusahaan. Rekomendasi ini
merupakan rekomendasi lain dari sumber kegagalan operator yang hanya memeriksa
kesesuaian Manufacturing Order diawal proses saja. Akibat yang ditimbulkan adalah
target produksi yang tidak tercapai, karena operator mesin bekerja tanpa mengikuti Work
Instruction yang sudah ada. Rancangan visualisasi WI yang diusulkan merupakan
perbaikan dari WI yang sudah ada sebelumnya. Bentuk WI sebelumnya masih dalam
bentuk teks, dan struktur kata yang digunakan sulit untuk dipahami, sedangkan WI baru
dirancang lebih berwarna dan dalam bentuk gambar agar operator lebih mudah untuk
memahaminya.
Pada tahap kontrol, dilakukan dengan tujuan untuk memastikan agar perbaikan yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik. Dari perbaikan yang telah diusulkan diharapkan
dapat diketahui potensi penurunan cacat dengan cara melakukan wawancara kepada para
stakeholder. Selain itu, dilakukan perhitungan nilai RPN baru berdasarkan hasil perbaikan
yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, jika rekomendasi yang diusulkan
diterapkan oleh perusahaan maka akan berdampak pada penurunan nilai occurance (O).
Penurunan nilai occurance ini maksudnya adalah kemungkinan terjadinya cacat akan
berkurang setelah rekomendasi dilakukan.
Setelah dilakukan pembuatan tabel FMEA untuk mendapatkan RPN baru, didapatkan
total RPN sebesar 454. Nilai tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan total
nilai RPN awal yaitu sebesar 655. Selisih atau penurunan nilai total RPN adalah sebesar
201 atau sebesar 30,68% dari nilai RPN awal. Persentase penurunan nilai total RPN
diprediksikan akan menurunkan nilai defect sebesar 30,68%.
Setelah dilakukan perbaikan dengan penurunan defect sebesar 30,68%, diperoleh
nilai level sigma baru sebesar 4,34 sigma dengan peluang terhadap produk defect sebesar
2300 DPMO. Sedangkan pada kondisi awal nilai level sigma 4,21832 sigma dengan
peluang terhadap produk defect sebesar 3300 DPMO. Dibawah ini Tabel 6 merupakan
tabel yang menujukkan rekapitulasi perubahan nilai level sigma pada kondisi awal dan
setelah perbaikan.

Tabel 6. Rekapitulasi nilai level sigma


Keterangan DPMO Level Sigma
Kondisi Awal 3300 4,21
Setelah Perbaikan 2300 4,34

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Quality Control dari data jumlah defect produk
corrugated sheet dari bulan Januari 2017 sampai September 2017 dengan menggunakan
diagram pareto didapatkan satu jenis cacat yang jumlah persentase nya paling tinggi
sebesar 53,85% yaitu kategori sheet krepek. Terdapat 11 penyebab terjadinya sheet krepek
dengan nilai level sigma untuk 9 bulan pada produk corrugated sheet dari bulan Januari
2017 sampai September 2017 sebesar 4,21832 sigma. Nilai level sigma tersebut
menunjukkan bahwa peluang terhadap produk defect sebesar 3300 DPMO.
Setelah dilakukan perbaikan dengan 6 rekomendasi yang diusulkan, terjadi
penurunan defect sebesar 30,68% dari jumlah defect sebelumnya. Nilai level sigma yang

216
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

diperoleh setelah dilakukan perbaikan sebesar 4,34 sigma dengan peluang terhadap produk
defect sebesar 2300 DPMO.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Evans, J. R. 2007. An Introduction to Six Sigma & Process Improvement (Pengantar
Six Sigma). Jakarta: Salemba Empat.
[2] Gamang, G. R. 2016. Penerapan Metode Six Sigma untuk Meminimasi Cacat Pada
Produk Port PVC (Pivet) dengan Melakukan Perancangan Sistem Pendingin Mold
(Studi Kasus di PT Wafiq Mitra Teknik), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri,
Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung, 2016.
[3] Gaspersz, Vincent. 2007. Total Quality Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
[4] Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[5] George. 2002. Lean Six Sigma For Service. New York: Mc Graw – Hill Book
Company.
[6] George, Michael L, dkk. 2005. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[7] Haan, J.F. 2015. Usulan Continous Improvement pada Departemen Produksi dengan
Metode Lean Six Sigma di PT Nusantara Cemerlang Garment Industries, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2015.
[8] Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Gramedia.
[9] Liker, Jeffrey K, dan David Meier. 2006. The Toyota Way Fieldbook. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[10] Pande, Peter S. Robert P, Newman, Roland R, Cavanagh. 2002. The Six Sigma Way :
Bagaimana GE, Motorola dan Perusahaan Terkenal Lainya Mengasah Kinerja
Mereka. Yogyakarta: Andi.
[11] Reminda, Rininta. 2012. Penerapan Metode Six Sigma untuk Meminimasi Produk
Cacat (Studi Kasus Produk Collar 1382 di CV.GMI. Skripsi Teknik Industri, Program
Sarjana Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung.
[12] Rifqi, Adrian. 2016. Rancangan Usulan Perbaikan Kualitas RIB AT dengan Metode
Six Sigma di PT. Dirgantara Indonesia. Skripsi Teknik Industri, Program Sarjana
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[13] Sumanth, David J. (1985). Productivity Engineering and Management. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[14] Tannady, Hendy. 2002. Pengendalian Kualitas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

217
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

STRATEGI MINIMASI PRODUK CACAT


BERBASIS METODE SIX SIGMA DAN KAIZEN
(Studi Kasus: Salah Satu Produsen Sandal di Jakarta)

Lithrone Laricha Salomon1), Lilyana1), Reynald Andreas2)


1)
Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: lithrones@ft.untar.ac.id, lilyanajap@yahoo.com, reynalda.tin@stu.untar.ac.id

Abstrak
Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi sandal umumnya menggunakan
bahan baku biji plastik PE EVA. Dalam proses produksi sandal di PT. XYZ sering ditemukan
adanya produk cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengurangi cacat
pada produk sandal yang terjadi dengan mengggunakan metode Six Sigma dan kaizen. Selain
itu juga dilakukan upaya perbaikan untuk kebersihan dan penataan lantai produksi dengan
menggunakan penerapan Kaizen Five Step Plan. Berdasarkan data awal, diperoleh nilai
DPMO sebesar 3.476 yang dapat diartikan bahwa dari satu juta kesempatan akan terdapat
3.476 kemungkinan produk yang dihasilkan mengalami kerusakan. Melihat nilai DPMO ini
dapat diartikan perusahaan berada pada tingkat 4,20 sigma dengan jenis cacat terbesar yang
terjadi adalah produk yang terbakar. Strategi perbaikan yang diusulkan yaitu melalui rencana
tindakan berdasarkan ranking Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan penerapan
Kaizen Five-Step Plan untuk perbaikan lantai produksi. Setelah dilakukan implementasi dari
usulan perbaikan yang diberikan, maka didapat kenaikan pada level sigma perusahaan yaitu
dari 4,20 sigma menjadi 4,31 sigma dengan nilai DPMO yang turun dari 3.476 menjadi 2.516.
Selain itu, melalui penerapan Kaizen Five-Step Plan yang diusulkan, lantai produksi menjadi
lebih bersih dan tertata dengan rapi.

Kata kunci: Six Sigma, Kaizen, FMEA, DPMO.

PENDAHULUAN
Secara umum setiap perusahaan perlu berusaha untuk dapat menghasilkan produk
yang baik dan sesuai dengan keinginan dari konsumen. Beberapa aspek seperti harga,
promosi, pelayanan merupakan upaya yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
memenangkan persaingan. Kualitas produk yang dihasilkan perusahaan merupakan tolok
ukur yang paling penting disamping beberapa faktor-faktor lain tersebut diatas. Menurut
Sofjan Assauri (2004: 206) dikemukakan bahwa tingkat kualitas ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain Fungsi Suatu Barang, Wujud Luar, Biaya Barang Tersebut [1].
Produk cacat yang ditemukan pada PT.XYZ bersifat tidak dapat digunakan lagi,
sehingga tidak dapat memasuki proses selanjutnya dan hanya akan menjadi limbah
produksi. Permasalahan lain pada proses produksi di PT.XYZ yaitu situasi dan kondisi dari
lantai produksi yang berantakan dan kotor. Sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan
dari para pekerja dan dapat menurunkan efektifitas dan produktivitas dari para pekerja.
Pengendalian kualitas merupakan salah satu kegiatan yang sangat erat berkaitan
dengan proses produksi, dimana pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi
dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkatan/derajat kualitas produk atau proses yang
dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian alat yang sesuai, inspeksi
yang terus menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil
yang diperoleh dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-benar bisa memenuhi standar-
standar yang telah direncanakan/ditetapkan [2].
Dalam proses produksi sandal masih sering ditemukan permasalahan berupa
terjadinya cacat produk yang cukup banyak pada produk yang dihasilkan seperti dapat

218
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dilihat pad Gambar 1. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk meminimasi kerusakkan produk (defect). Salah satu cara dalam
pengendalian kualitas produk adalah dengan meningkatkan kualitas proses produksi yang
harus dijalankan secara terus menerus dan analisis dalam merumuskan penyebab terjadinya
kerusakan produk, dan melakukan penanggulangan ataupun pencegahan agar dapat
mengurangi tejadinya kerusakan produk. Pendekatan metode six sigma berbasis DMAIC
digunakan untuk mengurangi terjadinya kerusakan produk, mengukur tingkat kapabilitas
proses, dan juga upaya perbaikan untuk mencapai hasil yang mendekati sempurna.
Sedangkan sebagai upaya perbaikan lantai produksi dilakukan melalui penerapan metode
Kaizen Five-Step Plan (5S).

Gambar 1. Contoh Produk Sandal Cacat

TINJAUAN PUSTAKA
Six Sigma
Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi yang menyediakan alat-alat
untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan menurunkan variasi proses dan
meningkatkan kualitas produk. Pendekatan Six Sigma merupakan sekumpulan konsep dan
praktik yang berfokus pada penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau
kecacatan produk. Elemen-elemen yang penting dalam Six Sigma yaitu memproduksi
hanya 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO) serta inisiatif-
inisiatif peningkatan proses untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma. Apabila produk
(barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas Six Sigma, perusahaan boleh
mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen
dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk (barang dan/jasa) itu
(Gaspersz : 2007).
Berbagai upaya peningkatan menuju target six sigma dapat dilakukan menggunakan
dua metodologi, yaitu (1) Six Sigma – DMAIC (Define, Measure, Analyze , Improve,
Control), dan (2) Design For Six Sigma-DFSS DMADV (Define, Measure, Analyze,
Design, Verify) [3].
DMAIC merupakan model yang memiliki 5 fase siklus perbaikan yaitu Define
(mendefenisikan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisa), Improve (memperbaiki),
dan Control (mengendalikan) sebagai metode untuk memecahkan permasalahan pada
produk atau proses.

Kaizen
Kaizen berasal dari kata Kai yang artinya perubahan dan Zen yang artinya baik.
Kaizen dapat diartikan secara singkat yaitu perbaikan atau peningkatan. Menurut Imai
(1991:4)(6), Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap

219
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

orang baik manajer maupun karyawan. Alat-alat implementasi Kaizen yaitu Kaizen Five-
Step Plan, 5W dan 1H, dan Kaizen Five-M Checklist.[4]
Beberapa point penting dalam proses penerapan Kaizen yaitu:
1. Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang.
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat
waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya.
2. Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R.
3. Konsep PDCA (Plan, Do, Check dan Action) dalam Kaizen.
4. Konsep 5W + 1H.
Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA dalam kegiatan Kaizen adalah
dengan teknik bertanya dengan pertanyaan dasar 5W + 1H ( What, Who, Why, Where,
When dan How).

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


FMEA adalah sebuah teknik pemecahan masalah yang dimaksudkan untuk
membantu pengguna dalam mengidentifikasi dan mengurangi atau mengeliminasi dampak
dari potensial kegagalan sebelum kegagalan itu terjadi. FMEA dilakukan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas.[5]
Definisi menurut serta pengurutan atau ranking dari berbagai terminologi dalam
FMEA adalah sebagai berikut:
1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir.
2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang
menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan perubahan
dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk.
4. Occurance (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa
penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat
tertentu.
5. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana buruknya
pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut.
6. Detectibility (D) adalah perkiraan subyektif tentang efektifitas dan metode pencegahan
atau pendeteksian.
7. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating severity,
detectibility dan rating occurance.
RPN = (S) x (D) x (O) (1)

DPMO
Perhitungan DPMO dan level sigma bertujuan untuk mengukur kemampuan dan
kapabilitas sigma pada saat ini. Adapun nilai-nilai yang diperlukan untuk menghitung nilai
DPMO yang perlu diketahui adalah Unit (U), Defect (D) dan Opportunity (OP).[6]
Langkah perhitungan DPMO dalam Six Sigma adalah sebagai berikut:
1. Unit (U) = Jumlah produk yang diperiksa dalam inspeksi.
2. Opportunities (O)= Karakteristik kritis bagi kualitas adalah karakteristik yang
berpotensi untuk cacat (Critical to Quality).
3. Defect (D) = Jumlah kecacatan yang terjadi dalam produksi.
D
4. Defect per Unit (DPU) = (2)
U
5. Total Opportunities (TOP) = U x OP (3)

220
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

D
6. Defect per Opportunities (DPO) = (4)
TOP
7. Defect per Million Opportunities (DPMO) = DPO x 1000000 (5)
8. Tingkat Sigma = NORMSINV (1-DPMO/1000,000,000) + SHIFT 1,5 (6)

METODE PENELITIAN
1. Tahap Pertama
Tahap pertama dalam penyusunan skripsi adalah melakukan penelitian awal ke
perusahaan, melakukan studi pustaka, melakukan penyusunan proposal penelitian yang
mencakup pemilihan judul penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah dan tujuan
penelitian.

2. Tahap Kedua
Tahap kedua adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.
Pengumpulan data diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara
dengan pihak yang terkait. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
berdasarkan tahapan six sigma.
Pengolahan data berdasarkan tahapan six sigma adalah sebagai berikut:
a.Tahap Define
1) Mengidentifikasi jenis-jenis kerusakkan produk yang terdapat pada proses produksi.
2) Menentukan ruang lingkup penelitian dengan menggunakan diagram SIPOC.
3) Menentukan Critical To Quality (CTQ).

b.Tahap Measure
1) Pembuatan Peta Kendali (P-Chart).
2) Perhitungan Kapabilitas Proses.
3) Melakukan perhitungan DPMO dan Level Sigma.

c.Tahap Analyze
1) Membuat diagram pareto untuk produk rusak / cacat.
2) Membuat diagram sebab akibat (fishbone diagram).
3) Membuat diagram keterkaitan (interrelations diagram).
4) Membuat analisa dengan metode 5W+1H.
5) Membuat tabel FMEA untuk melihat masalah dengan nilai yang tertinggi sehingga
harus didahulukan untuk diperbaiki.

d. Tahap Improve
Memberikan usulan perbaikan dengan action planning for failure mode berdasarkan
hasil analisa dengan FMEA dan implementasi kaizen five-step plan (5S).

e. Tahap Control
Melakukan pemantauan terhadap hasil dari usulan perbaikan dan implementasi yang
telah dilakukan.

3. Tahap Ketiga
Tahapan ini mencakup pembuatan kesimpulan dari keseluruhan proses penelitian
yang dilakukan.

221
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN


Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan mengacu pada prinsip six sigma
dengan urutan sebagai berikut:

Tahap Define
Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukannya pendefinisian rencana-rencana
tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses
produksi.
Tahap awal dari tahap define adalah mendefinisikan jenis defect/kerusakkan yang
terdapat pada proses produksi. Defect/kerusakkan yang terdapat pada proses produksi
antara lain:
a. Terbakar
b. Kurang Bahan
c. Terbelah / Robek

Tabel 1. Data Produksi dan Kerusakkan Produk


Jumlah Jenis Cacat
Bulan Jumlah
Produksi Terbelah/Robek Terbakar Kurang Bahan
Maret 1,395,914 2,447 7,398 4,488 14,333
April 1,143,352 1,888 6,217 4,043 12,148
Mei 1,236,717 2,398 6,590 3,959 12,947
Juni 762,879 1,594 3,997 1,969 7,560
Juli 1,719,214 3,320 10,037 6,082 19,439
Agustus 1,371,207 2,008 6,811 4,315 13,134
Jumlah 7,629,283 13,655 41,050 24,856 79,561

Setelah mengidentifikasi jenis-jenis defect/kerusakkan produk yang terdapat pada


proses produksi sandal, maka di buat diagram SIPOC untuk mengetahui ruang lingkup
penelitian seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

DIAGRAM SIPOC
SUPPLIER INPUT PROCESS OUTPUT CUSTOMER

Persiapan Bahan
Baku
Biji Plastik PE
Supplier Impor
EVA
Injection Blow Semangat Baru
Molding
Supplier Impor
Naga Mas
Kancing, Tali,
CV. Bima Putera
Aksesoris lainnya
Jasa Bahagia
Pemasangan
PT. Panca Prima Aksesoris Sandal
Bandar Baru

PT. Mitra Jaya Perlengkapan


Mandiri Lainnya
Makmur

PT. Victory Indah Retail Market


Cat Pengecatan
Pelangi

CV. Surya Permata Kertas Transfer Pencetakkan Pola


Printing Sablon (Sablon)

PT. Trimitra Jaya


Packindo
Plastik, Kardus Packaging

PT. Dirga Reksa

Gambar 2. Diagram SIPOC

222
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Setelah diketahui ruang lingkup penelitian, didefinisikan juga kebutuhan spesifik


pelanggan oleh perusahaan ke dalam Critical to Quality (CTQ).Critical To Quality untuk
produk sandal dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Critical To Quality Sandal


Voice Of TheCustomer CTQ Description CTQ Measurement
What customer wants: How we will deliver what the customer wants: How we will measure what we deliver
Kepadatan: 0,021-0,027 G/Cm3
Penggunaan bahan yang kuat
Kuat 0,035-0,041 G/Cm3
Kekerasan: 24-300
Kekuatan tarik: 2,0-3,2 Kg/Cm2
Penggunaan bahan yang tidak mudah
Tidak Mudah Putus Kekuatan Sobek: 0.4-0.6 Kg/Cm2
putus
Perpanjangan putus = 180%
Penyerapan Air pada sandal Penyerapan air: <1%
Tahan Air
Isolasi termal yang baik, tahan air

Tahap Measure
Setelah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan, dilakukan tindakan
untuk mengolah atau mengukur data yang telah diperoleh dengan melakukan perhitungan,
sehingga dapat dianalisis lebih jelas.

Peta Kendali (P-Chart)


Berikut merupakan langkah langkah yang digunakan dalam peta kendali p, yaitu: [7]
1. Menghitung nilai proporsi unit yang cacat.
2. Menghitung nilai rata-rata dari proporsi unit yang cacat.
3. Menghitung batas kendali CL, UCL, dan LCL dari peta kendali p.
Berikut merupakan peta kendali dari defect/kerusakkan produk sandal yang terdapat
pada proses produksi PT.XYZ yang dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Peta Kendali (P-Chart)

Perhitungan Kapabilitas Proses


Berdasarkan perhitungan peta kendali P sebelumnya didapatkan nilai p sebesar
0,010428. Sehingga persentase proporsi cacatnya adalah 1,0428%. Berikut merupakan
hasil perhitungan nilai cp:

223
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 1,0428


𝑎 = 1− =1− = 0,99652
100 𝑥 𝑜𝑝𝑝𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 100 𝑥 3
Nilai a yang diperoleh adalah 0,99652, kemudian dicari pada tabel distribusi normal
dan diperoleh nilai Z = 2,7. Berikut merupakan perhitungan nilai Cp:
𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑍 2,7
𝐶𝑝 = = = 0,9
3 3
Berikut merupakan hasil perhitungan nilai cpk:
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 1,0428
𝑎 = 1− =1− = 0,98957
100 100
Nilai a yang diperoleh adalah 0,98957, kemudian dicari pada table distribusi normal dan
diperoleh nilai Z = 2,31. Berikut merupakan perhitungan nilai cpk:
𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑍 2,31
𝐶𝑝𝑘 = = = 0,77
3 3
Dari hasil perhitungan Cp dan Cpk yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa
kapabilitas proses rendah dan proses yang terjadi tidak sesuai dengan spesifikasi produk
yang telah ada, sehingga perlu dilakukan analisa lebih lanjut apa yang menjadi faktor
penyebab terjadinya hal tersebut agar dapat menghasilkan hasil yang maksimal.

DPMO
Berikut merupakan perhitungan DPMO untuk menentukan Level Sigma pada PT.
XYZ Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Perhitungan DPMO Produk Sandal


Keterangan 2018
Unit 7.629.283
Oportunities 3
Defect 79.561
Defect per unit 0,01042
Total Opportunities 22.847.849
Defect Per opportunities 0,003476
DPMO 3.476
Tingkat Sigma 4,20 Sigma

Tahap Analyze
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap jenis defect terbesar terhadap produk
sandal. Kemudian menganalisis akar permasalahan penyebab defect yang signifikan.

Diagram Pareto
Berikut merupakan diagram pareto dari defect/kerusakkan yang terjadi pada proses
produksi produk sandal yang dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

224
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Jumlah Produk Rusak / Cacat


100000 100%
80000 80%
60000 60%
40000 40%
20000 20%
0 0%
Terbakar Kurang Bahan Terbelah /
Robek

Jumlah Produk Rusak / Cacat Persentase Kumulatif

Gambar 4. Diagram Pareto Produk Rusak/Cacat

Dari diagram pareto di atas, dapat diketahui bahwa jenis produk rusak/cacat yang
paling sering terjadi adalah produk rusak/cacat terbakar. Setelah itu produk rusak kurang
bahan dan produk rusak terbelah/robek.

Fishbone Diagram
Merupakan diagram yang digunakan untuk mengindentifikasikan segala penyebab
terjadinya defect/kerusakkan produk tersebut. Fishbone diagram dari defect yang terjadi
pada proses produksi produk sandal dapat dilihat pada Gambar 5,6 dan 7 di bawah ini.

Machine Material
Tidak ada pengecekan kembali
Settingan cairan cetak Pada bahan
yang kurang tepat
Penyemprot cairan cetak macet Mold tidak bersih Bahan Baku tercampur benda asing
Atau tidak berfungsi

Machine error akibat penggunaan Vacuum mesin tidak berfungsi


Dengan baik Pengawasan Persiapan
Terus menerus Bahan Kurang Baik
Cacat Terbakar
Penataan Ruang Kurang Baik Kurang Fokus
Kurang Pengawasan
Pembersihan mold tidak baik
Banyak pintu/jendela
Kemampuan yang kurang baik
terbuka
Terburu-buru Banyak Pikiran
Jendela yang Kurang
tembus pandang training

Environment Man

Gambar 5. Fishbone Diagram Produk Terbakar

Machine Method

Settingan Mesin yang kurang tepat Tidak ada standar penyemprotan cairan
Machine error
Kurangnya Cairan Cetak Penyemprotan cairan cetak kurang baik
Bahan baku yang kurang
Penyemprot cairan macet Kurang pengawasan
Settingan bahan
kurang tepat
Cacat Kurang Bahan
Terburu-buru

Penyemprotan cairan Kurangnya pemberian training


Tidak sesuai pada pekerja
Kemampuan pekerja kurang baik
Kurang pengawasan

Kurangnya pengawasan yang ketat


Pada pekerja
Man

Gambar 6. Fishbone Diagram Produk Kurang Bahan

225
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Machine Method
Machine Error Suhu terlalu tinggi Kurang Pengawasan
Teknik pengambilan
Komposisi bahan yang lebih Sandal kurang baik
Efisiensi mesin yang kurang
Kurang
Settingan mesin kurang tepat
training
Pemakaian mesin secara
terus menerus
Cacat Robek
Pengaturan tata Kurang Fokus
Letak kurang baik Sirkulasi udara Kurang Pengawasan
yang kurang stabil Teknik pengambilan sandal
Ruangan Produksi Dari mold yang kurang baik
Yang Panas Kemampuan yang
Kurangnya kurang baik
ventilasi udara Terburu -buru Banyak Pikiran
Tidak Ada RTH
Kurang
training

Environtment Man

Gambar 7. Fishbone Diagram Produk Terbelah / Robek

Diagram Keterkaitan (Interrelations Diagram)


Diagram keterkaitan atau interrelationship diagram digunakan untuk menganalisa
dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor penyebab terjadinya defect/cacat pada
produk yang ada. Sehingga dapat diketahui keterkaitan antara sebab dan akibat terhadap
permasalahan yang ada yaitu produk defect/rusak. Berikut merupakan diagram keterkaitan
(interrelationship diagram) dari faktor-faktor penyebab defect/cacat yang dapat dilihat
pada Gambar 8 di bawah ini.
In / Out
2/1
Pekerja Kurang Baik In / Out
Saat 0/4
In / Out Menyemprotkan Pekerja yang
0/3 Silicone Emulsion terburu-buru dan
Tidak ada
kurang fokus saat
pengecekkan
bekerja
kembali pada In / Out
komponen mesin 3/1
sebelum digunakan In / Out
Silicone Emulsion
1/1
yang Kurang pada
Kurangnya cetakan/mold Operator yang tidak
pengawasan kepada membersihkan mold
pekerja/operator dengan baik
In / Out
0/3 In / Out In / Out
2/1 2/1
Penyemprot silicone
emulsion yang tidak Cetakan atau mold
berfungsi dengan yang tidak bersih
Bahan baku yang baik In / Out
tidak diberikan 5/1 In / Out
pengawasan khusus Produk Rusak / 1/2
Cacat Vacum pada mesin
In / Out yang tidak berfungsi
(Defect Product)
0/1 dengan baik saat
digunakan

In / Out In / Out
3/1 In / Out 2/1
Bahan baku yang 2/4
Error yang terjadi Komposisi bahan In / Out
kotor atau tercampur
pada mesin saat yang dicetak tidak 1/2
dengan benda-benda
beroperasi sesuai Tidak ada
asing
(Machine Error) pengecekkan
kembali pada
setingan mesin

Lingkungan kerja
yang kotor dan
Tidak adanya berantakan
pengecekkan
In / Out
kembali terhadap
1/1
bahan baku yang
akan digunakan
In / Out
1/1

Gambar 8. Diagram Keterkaitan (Interrelationship Diagram)

226
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Failure Mode and Effect Analysis


Berdasarkan analisa dengan FMEA diketahui bahwa penentuan prioritas terjadi pada
bahan baku yang tercampur benda-benda asing dengan nilai RPN sebesar 512, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian silicone emulsion pada mold dengan nilai RPN sebesar 448,
dan yang terakhir adalah penyemprot silicone emulsion yang macet dengan nilai RPN
sebesar 288.

Tahap Improve
Tahap improve dilakukan untuk menentukan tindakan perbaikan dalam rangka
mengurangi defect. Dalam tahap ini akan diberikan rekomendasi perbaikan sesuai dengan
akar penyebab dari defectyang terjadi.

Penerapan Action Plan


1. Memberikan pengawasan khusus dan melakukan penggecekkan kembali pada bahan
baku.
Pengawasan khusus terhadap bahan baku dilakukan melalui pemberian penutup kepada
hopper (wadah bahan baku) yang digunakan pada ruang produksi dan juga ruang
persiapan bahan baku sehingga bahan baku tidak tercampur dengan benda-benda asing.
Kemudian sebelum bahan baku masuk ke dalam proses pencetakkan maka dilakukan
penggecekan pada bahan baku sebelum masuk ke dalam proses pencetakkan dengan
menggunakan checksheet pemeriksaan bahan baku.
2. Melakukan pengecekkan dan perawatan berkala kepada komponen-komponen dari
mesin.
Untuk menjaga produktivitas dari mesin, maka diberikan usulan perbaikan untuk selalu
melakukan pengecekkan kepada komponen mesin yang berpengaruh kepada hasil
pencetakkan yaitu tekanan, temperatur oli, temperatur barrel, silicone emulsion, dan
mold dengan menggunakan checksheet yang telah dibuat.

Kaizen Five-Step Plan


1. Seiri
Permasalahan: Banyaknya scrap sisa produksi dari mesin, dan barang-barang yang
tidak diperlukan yang berserakan pada ruang produksi.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Pemberian tempat khusus untuk mengumpulkan
scrap sisa produksi dan barang-barang yang tidak diperlukan lagi agar tidak membuat
ruang produksi menjadi kotor dan berantakkan. Berikut gambar kondisi sebelum
penerapan dan usulan yang diberikan
2. Seiton
a. Permasalahan: Belum adanya pemberian wadah khusus yang akan digunakan pada
meja kerja.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Pemberian wadah khusus untuk
mengelompokan aksesoris sehingga tidak berantakan pada meja kerja. Berikut
gambar kondisi sebelum penerapan dan usulan yang diberikan
b. Permasalahan : Penataan keranjang yang kurang baik.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Penataan keranjang yang lebih rapih dan
tertata, sehingga tidak menganggu jalan pada ruang produksi dan tidak membuat
ruang produksi menjadi berantakan.
c. Permasalahan: Penataan bahan baku yang masih berantakan dan belum
dikelompokan.

227
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Usulan Perbaikan yang Diberikan: Menata bahan baku dengan mengelompokkan


sesuai dengan size dan warna masing-masing sehingga lebih mudah untuk
digunakan. Berikut gambar kondisi sebelum penerapan dan usulan yang diberikan
d. Permasalahan: Belum adanya rak penyimpanan khusus untuk mengelompokkan
perlengkapan.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Pemberian rak khusus untuk mengelompokkan
perlengkapan yang akan digunakan, dan diberikan label pada masing-masing
perlengkapan. Berikut gambar kondisi sebelum penerapan dan usulan yang
diberikan.
3. Seiso
a. Permasalahan: Lantai produksi yang sangat kotor dan berantakkan.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Melakukan kegiatan pembersihan terhadap
lantai produksi dari sampah-sampah plastik yang terdapat pada lantai. Berikut
merupakan gambar kondisi sebelum penerapan.
b. Permasalahan: Belum disediakan alat kebersihan pada lantai produksi dan area
kerja.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Penyediaan alat kebersihan di sekitar lantai
produksi dan area kerja, sehingga memudahkan para pekerja apabila ingin
melakukan kegiatan pembersihan.
c. Permasalahan: Tidak adanya jadwal pembersihan dan penanggung jawab atas
kebersihan lantai produksi dan area kerja.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Pembuatan jadwal pembersihan dan penetapan
penanggung jawab terhadap kebersihan lantai produksi.
4. Seiketsu
a. Permasalahan: Belum adanya kontrol visual untuk menjaga kebersihan dari
lingkungan kerja.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Penempatan poster dilarang merokok, poster
membuang sampah pada tempatnya dan juga membuat poster 5S sebagai upaya
untuk memelihara keadaan lingkungan kerja.
b. Permasalahan: Belum adanya penentuan jadwal kegiatan pembersihan pada area
ruang produksi.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Menentukan jadwal untuk melaksanakan
kegiatan pembersihan di area produksi secara teratur dan menetapkan salah satu yang
bertugas menjadi penanggung jawab.
5. Shitsuke
Permasalahan: Tidak ada pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan pada area
ruangan produksi.
Usulan Perbaikan yang Diberikan: Pembuatan checksheet untuk melihat hasil
penerapan dari Kaizen Five-Step Plan.

Tahap Control
Hasil Penerapan Action Plan
Melalui penerapan usulan perbaikan, maka diperoleh kenaikan level sigma
perusahaan dan juga peningkatan kapabilitas proses perusahaan, berikut merupakan
perbandingan hasil perhitungan sebelum dan sesudah implementasi.

228
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 4. Perbandingan Nilai Cp dan Cpk


Nilai Sebelum Implementasi (6 bulan) Sesudah Implementasi (15 Hari)
Cp 0,9 0,94
Cpk 0,77 0,81

Tabel 5. Perbandingan Nilai DPMO dan Nilai Sigma


Hasil Perhitungan
Keterangan
Sebelum Sesudah
DPMO 3.476 2.556
Nilai Sigma 4,20 Sigma 4,31 Sigma

Hasil Penerapan Kaizen Five-Step Plan


Tahap Seiri
Pada tahap seiri, dilakukan upaya untuk mengumpulkan dan menyingkirkan barang-
barang yang tidak diperlukan lagi yaitu scrap yang dihasilkan dari proses produksi yang
masih berserakan di lantai produksi dan sekitar mesin. Implementasi pada tahapan ini
dapat dilihat pada Tabel 6.

Tahap Seiton
Pada tahap seiton dilakukan penataan terhadap aksesoris yang masih berantakan dan
juga penempatan bahan baku langsung pada area produksi yang membutuhkan. Tahapan
ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tahap Seiso
Setelah dilakukan penerapan Seiso dengan melakukan kegiatan pembersihan dan
penyediaan alat kebersihan, lantai produksi menjadi bersih dari sampah sampah yang tidak
diperlukan. Berikut merupakan hasil penerapan tahap Seiso pada Gambar 9 di bawah ini.

Tahap Seiketsu
Penerapan usulan tahapan seiketsu dilakukan dengan menempelkan poster dilarang
merokok dan dilarang membuang sampah sembarangan di beberapa titik pada ruang
produksi. Berikut merupakan hasil penerapan usulan tahapan seiketsu pada Gambar 10 di
bawah ini.

Tahap Shitsuke
Pada perbaikan tahap shitsuke, dihasilkan checksheet untuk penilaian dari hasil
penerapan Kaizen Five-Step Plan (5S).

Tabel 6. Hasil Implementasi Tahap Seiri


Sebelum Implementasi Sesudah Implementasi

Scrap yang Langsung dikumpulkan Pada Tempat


Scrap yang Masih Berserakan di Lantai Produksi
yang diberikan pada Setiap Pintu Mesin

229
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 7. Hasil Implementasi Tahap Seiton


Sebelum Implementasi Sesudah Implementasi

Aksesoris yang Telah dikelompokkan dalam


Aksesoris yang Tidak Tertata dengan Rapi
Wadah Masing-Masing

Penataan keranjang yang kurang baik dan


Keranjang yang telah tertata dengan rapi.
mengganggu jalan

Gambar 9. Hasil Tahap Seiso

Gambar 10. Hasil Tahap Seiketsu

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat 3 jenis kerusakkan produk yang ditemukan pada proses produksi sandal yaitu
terbakar, kurang bahan, dan terbelah/robek.
b. Nilai DPMO untuk proses produksi sandal sebesar 3,476 dengan nilai kapabilitas sigma
sebesar 4,20 – sigma. Berdasarkan nilai Cp dan Cpk diketahui bahwa kapabilitas proses

230
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

yang dilaksanakan masih rendah, dan proses yang dijalankan tidak sesuai dengan
spesifikasi sehingga membutuhkan upaya perbaikan lebih lanjut.
c. Setelah dilakukannya perbaikan, dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan level sigma
dan juga kapabilitas proses perusahaan yaitu dari 4,20 Sigma menjadi 4,31 Sigma, dan
terdapat penurunan DPMO dari 3.476 menjadi 2.556. Selain itu juga terdapat kenaikan
nilai Cp dan Cpk yang mendekati kondisi ideal/lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
[2] Ariani, Dorothea Wahyu. (2004). Pengendalian Kualitas Stastik. Andi Yogyakarta:
Yogyakarta
[3] Gaspersz, V. (2007). Lean Six Sigma For Manufacturing And Service Industries. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
[4] Imai, Masaaki. (1998). Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada
Manajemen. CV Taruna Grafica: Jakarta
[5] Herjanto, Eddy. (2010). Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Grasindo:Jakarta
[6] Evan, James R., dan William M. Lindsay. (2005). An Introduction to Six Sigma and
Process Improvement. South-Western.
[7] Navidi, William (2008). Statistics for Engineers and Scientists 2nd Edition. Mc. Graw
Hill. New York.

231
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS PERAMALAN (FORECASTING) PERENCANAAN


PRODUKSI OFFICE FURNITURE UNTUK MENINGKATKAN
STRATEGI DALAM SISTEM PENJUALAN PRODUK E-CLASS
(Studi Kasus: PT. Modera Furintraco Industri)

Lina Gozali1), Kevin Oktavian2), Tira Natasha2), Nita Sari2), Claudia Jessica Atmadja2)
1)
Dosen Teknik Industri, Universitas Tarumanagara, Jakarta
2)
Mahasiswa Teknik Industri, Universitas Tarumanagara, Jakarta
e-mail: lighoz@gmail.com1), oktakevin26@gmail.com2), tiranatasha@yahoo.com2),
nita.siwonest@gmail.com2), jessicatmadja@gmail.com2)

Abstrak
PT. Modera Furintraco Industri merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi
furnitur kantor, seperti meja, laci, dan lemari kantor. Berdasarkan pengalaman dan data
historis perusahaan, diketahui bahwa Modera menerima setiap pesanan yang diminta namun
tidak mempertimbangkan sumber daya kapasitas produksi yang tersedia. Oleh karena itu,
diperlukan peramalan (forecasting) yang akan menghasilkan jadwal perencanaan produksi di
masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah menunjukkan implementasi forecasting
untuk data penjualan perusahaan yang bersifat irregular, dengan menggunakan delapan
metode peramalan, yaitu single moving average, weighted moving average, double moving
average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik, regresi
linier, dan siklik. Hasil penelitian ini menujukkan secara umum bahwa metode siklik
memberikan prediksi perencanaan produksi yang lebih baik dibandingkan tujuh metode
forecasting lainnya dengan nilai forecast error terkecil sebesar 0,38; 33,25; 17745,00;
1478,75; 40,16; 8,18 (ME, MAE, SSE, MSE, SDE, MAPE) dan persentase GAP antara data
aktual dan forecasting untuk produk E-Class sebesar 59%. Persamaan peramalan produksi
untuk perusahaan adalah y = -6,1608x + 515,21.

Kata kunci: Peramalan, Furnitur Kantor, Produk E-Class, Perencanaan Produksi, Penjualan.

PENDAHULUAN
Penjualan merupakan faktor utama dalam menunjang kelangsungan hidup dalam
suatu perusahaan. Tingginya tingkat penjualan pada suatu perusahaan dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan tersebut. Perusahaan harus mampu dalam menentukan
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan. Solusi masalah penjualan agar sesuai target perusahaan, maka diperlukan
adanya sebuah peramalan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah forecasting.
PT. Modera Furintraco Industri adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi
furnitur kantor (office furniture) guna memenuhi kebutuhan kantor, seperti meja, laci, dan
lemari kantor. Modera memproduksi bervariasi produk furnitur kantor yang terdiri atas
produk A-Class sampai Powell. Bahan baku utama yang digunakan dalam produksi
Modera adalah Particle Board.Modera merupakan salah satu industri kreatif yang
memiliki data permintaan produk yang berfluktuatif sesuai dengan keinginan pasar seperti
data permintaan produk E-Class yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.

232
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Permintaan Produk E-Class


(Sumber: PT. Modera Furintraco Industri)

Pola data permintaan produk Modera yang berfluktuatif menyebabkan sulitnya


perusahaan dalam menentukan jumlah produk yang hendak diproduksi oleh perusahaan di
masa yang akan datang, serta diikuti oleh jumlah stok bahan baku yang akan disediakan
guna memenuhi kebutuhan produksi. Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Modera
Furintraco Industri adalah sering ditemukan menerima permintaan produk dari konsumen
tanpa mempertimbangkan sumber daya kapasitas produksi yang tersedia. Sumber daya
kapasitas produksi yang tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan produksi dapat
menyebabkan beberapa jenis kondisi, seperti over stock dan out of stock pada stok bahan
baku yang hendak digunakan, seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Kebutuhan Produksi Produk E-Class (Tahun 2017)


Tahun Bulan Stok Prod. Jumlah
Jan 700 652 48
Feb 300 301 47
Mar 350 418 21
Apr 650 628 22
Mei 300 301 21
Juni 400 412 9
2017
Juli 700 674 35
Agst 350 408 23
Sept 400 401 24
Okt 550 611 37
Nov 450 422 28
Des 450 467 11
Keterangan
Over Stock
Out of Stock
(Sumber: PT. Modera Furintraco Industri (Direkap oleh Peneliti))

Permasalahan stok yang disebabkan oleh perencanaan produksi yang salah dapat
diatasi dengan melakukan peramalan jadwal produksi guna menghasilkan jadwal
perencanaan produksi yang akurat di masa yang akan datang. Perencanaan produksi di
masa yang akan datang akan mempermudah perusahaan dalam proses penentuan strategi
serta persediaan bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan.
Objek penelitian di PT. Modera Furintraco Industri terkait analisis peramalan
berfokus pada produk E-Class yang merupakan produk dengan tingkat penjualan tertinggi
pada periode tahun 2017 seperti terlihat pada Gambar 2.

233
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2. Data Penjualan Produk Modera


(Sumber: PT. Modera Furintraco Industri)

Metode peramalan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 8 (delapan) metode
peramalan (forecasting), yaitu single moving average, weighted moving average, double
moving average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik,
regresi linier, dan siklik. Perhitungan peramalan jadwal produksi tersebut diharapkan dapat
menjawab permasalahan perusahaan serta menunjukkan implementasi metode forecasting
dalam perusahaan dengan jenis data irregular. Penentuan jadwal produksi yang akurat
ditentukan dengan hasil perhitungan forecasting dengan nilai forecast error terkecil
sebagai hasil akhir dari penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Perusahaan manufaktur terdapat suatu bagian atau departemen yang bertanggung
jawab dalam mengatur inventory warehouse, penjadwalan produksi, serta mengatur jadwal
pemesanan untuk material-material yang dibutuhkan. Departemen tersebut disebut
departemen PPIC (Production Planning Inventory Control).
Departemen PPIC merupakan aktivitas manajemen produksi atau industri yang
bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk melalui
tahapan proses (Wingjosoebroto, 2008). Departemen tersebut bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan pengadaan produk jadi atau (finished good).
Departemen PPIC dapat mengoptimalkan persediaan bahan baku yang berada di
warehouse sehingga penempatan di warehouse menjadi lebih efektif dan dapat menekan
biaya penyimpanan pembelian bahan baku.
Secara umum, departemen PPIC merupakan penghubung antara departemen produksi
dengan departemen marketing atau pemasaran. Departemen PPIC menerima dan
menerjemahkan permintaan marketing menjadi sebuah rencana produksi bagi departemen
produksi dan gudang. Bagian PPIC terbagi atas dua sub-bagian penting, yaitu:
1. Production Planning Control (PPC)
Bagian yang memiliki tanggung jawab dalam hal perencanaan produksi.
2. Inventory Control Logistic (ILC)
Bagian yang memiliki tanggung jawab dalam hal perencanaan penyimpanan dan
pengadaan bahan baku.

Peramalan (Forecasting)
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang
yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang

234
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak
terlalu dibutuhkan bila kondisi permintaannya relatif kecil. Peramalan akan sangat
dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Dalam kondisi
pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis karena permintaan
tersebut tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing,
dan produk substitusi. Peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.
Berikut merupakan rumus-rumus perhitungan beberapa metode peramalan yang
termasuk dalam metode Time Series (Ellitan, 2008):
1. Single Moving Average
Teknik simple moving average menghasilkan perkiraan masa depan dengan rata-rata
permintaan sebenarnya dengan n periode waktu terakhir (n sering pada kisaran 4-7).
Setiap data yang lebih dari n, akan diabaikan.
Rumus:
𝐴 +𝐴 +𝐴 +⋯+𝐴𝑡−𝑛
𝐹𝑡 = 𝑡−1 𝑡−2 𝑛𝑡−3 (1)
Keterangan:
Ft : Peramalan untuk periode mendatang (periode t)
n : Jumlah periode yang dirata-ratakan
At-1 : Jumlah aktual periode sebelumnya hingga periode n

2. Weighted Moving Average


Metode weighted moving average merupakan sebuah penyempurnaan dari pendekatan
simple moving average.
Rumus:
𝐹𝑡 = 𝑊𝑡−1 𝐴𝑡−1 + 𝑊𝑡−2 𝐴𝑡−2 + 𝑊𝑡−3 𝐴𝑡−3 + ⋯ + 𝑊𝑡−𝑛 𝐴𝑡−𝑛 (2)
Keterangan:
Wt : Bobot yang diberikan untuk periode waktu “t”
n : Jumlah periode

3. Double Moving Average


Rumus metode double moving averageyaitu:
Rumus:

(3)
Keterangan:
Ft+m : Ramalan untuk m periode ke muka dari t
Xt : Data peramalan

4. Single Exponential Smoothing


Rumus metode single exponential smoothing:
Rumus:

(4)
Keterangan:
a : Konstanta pemulusan
Xt : Data aktual periode t
Ft : Peramalan pada periode t
Ft+1: Peramalan pada periode t+1

235
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Double Exponential Smoothing


Rumus metode double exponential smoothing:
Rumus:

(5)
Keterangan:
Ft+m : Peramalan data untuk m periode

6. Kuadratik
Rumus model metode kuadratik:
Rumus:
𝛾 = (∑𝑛𝑡=1 𝑡 2 )2 − 𝑛 ∑𝑛𝑡=1 𝑡 4 (6)
Keterangan:
Y = dt : Data permintaan

7. Regresi Linier
Rumus metode regresi linier:
Rumus:
𝐷(𝑡) = 𝑎 + 𝑏𝑡 (7)
Keterangan:
t : jumlah periode peramalan

8. Siklik
Rumus metode siklik:
Rumus:
2𝜋 2𝜋
Y’ (t) = 𝑎 + 𝑢 cos 𝑛 𝑡 + 𝑣 sin 𝑛 𝑡 (8)
Keterangan:
n : Jumlah periode peramalan

Rumus-rumus perhitungan metode kesalahan peramalan (Ellitan, 2008):


1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Rumus:
|𝑋 −𝐹 |
𝑀𝐴𝐷 = ∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑁 𝑖 (9)

2. Mean Square Error (MSE)


Rumus:
|𝑋𝑖 −𝐹𝑖 |2
𝑀𝑆𝐸 = ∑𝑛𝑖=1 𝑁
(10)

3. Standard Deviation of Error (SDE)


Rumus:
|𝑋𝑖 −𝐹𝑖 |2
𝑆𝐷𝐸 = ∑𝑛𝑖=1 𝑁−1
(11)

4. Mean Absolut Percent Error (MAPE)


Rumus:
|𝑋𝑖 −𝐹𝑖 |
100 ∑𝑛
𝑖=1 𝑋𝑖
𝑀𝐴𝑃𝐸 = 𝑁
(12)
Jenis Kesalahan:
Deviasi

236
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Mean Error (ME)


Rumus:
|𝑋 −𝐹 |
𝑀𝑆𝐸 = ∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑁 𝑖 (13)
Jenis Kesalahan:
Bias

6. Mean Perfect Error (MPE)


Rumus:
|𝑋𝑖 −𝐹𝑖 |
100 ∑𝑛
𝑖=1 𝑋𝑖
𝑀𝑃𝐸 = 𝑁
(14)
Keterangan rumus metode kesalahan peramalan (Ellitan, 2008):
Xt : Nilai data aktual pada periode-i
Ft : Nilai hasil peramalan pada periode-i
N : Jumlah periode pengamatan

METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Melakukan observasi terkait sistem yang berjalan di perusahaan.
2. Analisis masalah yang terjadi di perusahaan.
3. Analisis faktor atau variabel yang menjadi penyebab terjadinya masalah di dalam
perusahaan.
4. Studi literatur untuk menentukan pendekatan atau metode yang berguna untuk
memecahkan masalah perusahaan.
5. Melakukan diskusi dengan pihak internal perusahaan terkait proses pemecahan
masalah dan pencarian solusi.
6. Mengumpulkan data-data terkait yang dapat mendukung proses penelitian dan
pemecahan masalah.
7. Menghitung perencanaan produksi perusahaan di masa yang akan datang dengan data-
data produksi yang didapat menggunakan 8 (delapan) metode forecasting.
8. Melakukan uji kesalahan (error) dengan 6 (enam) metode kesalahan peramalan (error
forecasting method).
9. Menentukan hasil peramalan terbaik dan menganalisis hasil peramalan.
10. Implementasi hasil perencanaan produksi di perusahaan dan menentukan strategi yang
tepat terkait hasil yang didapat dari penelitian.
Observasi yang dilakukan di perusahaan dilakukan dengan meninjau berkas atau
dokumen perusahaan dan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk
menelusuri lebih dalam terkait sistem dan masalah di perusahaan. Proses penentuan
masalah utama dalam perusahaan dilakukan dengan meninjau variabel atau faktor yang
mungkin dapat menjadi penyebab masalah di perusahaan. Studi literatur dilakukan dengan
meninjau pada beberapa buku, dokumentasi, maupun jurnal penelitian yang mungkin dapat
menjadi alternatif pendekatan atau metode terhadap permasalahan dunia nyata yang sama.
Diskusi dengan pihak perusahaan (factory manager) untuk menerapkan perhitungan
peramalan (forecasting) sebagai solusi bagi perusahaan.
Pengumpulan data dilakukan dengan meminta data-data produksi dan permintaan
produk oleh konsumen kepada perusahaan agar dapat dihitung peramalan produksi di masa
yang akan datang. Perhitungan peramalan dilakukan dengan 8 (delapan) metode
forecasting, yaitu single moving average, weighted moving average, double moving
average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik, regresi

237
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

linier, dan siklik. Uji error dilakukan untuk mengetahui hasil peramalan dari metode
terbaik dengan nilai forecast error terkecil. Perhitungan uji error dilakukan dengan 6
(enam) metode, yaitu Mean Absolute Deviation Error (MADE), Mean Square Error
(MSE), Standard Deviation of Error (SDE), Mean Absolute Percent Error (MAPE), Mean
Error (ME), Mean Perfect Error (MPE). Analisis terkait hasil peramalan perlu dilakukan
untuk menentukan strategi produksi dan penjualan yang tepat sebagai bentuk implementasi
metode peramalan (forecasting) dalam lingkup perusahaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


PT. Modera Furintraco Industri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
produksi furnitur kantor dengan sistem Make to Stock (MTS). Produk furnitur kantor yang
diproduksi sangat banyak variasinya. Salah satu produk yang diproduksi dan akan dibahas
adalah produk furnitur kantor seri E-Class.

Data Permintaan Produk E-Class


Berikut merupakan data permintaan dari tipe produk E-Class pada tahun 2017 mulai
dari bulan Januari hingga Desember yang dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini

Tabel 2. Data Permintaan Produk E-Class


(Sumber: PT. Modera Furintraco Industri)
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2017
Jumlah 652 301 418 628 301 412 674 408 401 611 422 467

Berdasarkan data permintaan yang diketahui, dapat digambarkan pola data


permintaan melalui grafik. Grafik pola data permintaan produk E-Class dapat dilihat pada
Gambar 3 dengan jenis pola data permintaan musiman.

Data Permintaan Produk E-Class


(Tahun 2017)
800
Permintaan (unit)

700
600
500
400
300
200
100
0

Periode (Bulan)

Gambar 3. Grafik Pola Data Permintaan Produk E-Class

Perhitungan Peramalan
Hasil perhitungan peramalan menggunakan metode forecasting SMA (2 bulan, 3
bulan, 5 bulan), DMA (2 bulan), WMA (3 bulan), siklik, linier, kuadratik, SES (a=0,1; 0,3;
0,5; 0,7; dan 0,9) dan DES (a= 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9). Berikut merupakan hasil
perhitungan peramalan permintaan produk E-Class menggunakan metode siklik dengan
hasil yang optimal dan akurat serta nilai forecast error terkecil.

238
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Hasil Peramalan Produk E-Class (Metode Siklik)


Y't
Nilai (2*t*3, b c
sin(1) cos(1) a
Periode Bulan Pengamatan 14/n) Y(t)*(2) Y(t)*(3) Σ(Y(t)*( Σ(Y(t)*( Xi - Fi
(2) (3) ΣXi/n F
(Y(t)) (1) 2))/n 3))/n

1 Jan 652 2.09 0.87 -0.50 567 -326 475 165 -49 643 9
2 Feb 301 4.19 -0.86 -0.50 -259 -151 475 165 -49 358 -57
3 mar 418 6.28 0.00 1.00 0 418 475 165 -49 426 -8
4 Apr 628 8.37 0.87 -0.50 546 -314 475 165 -49 643 -15
5 Mei 301 10.47 -0.86 -0.50 -259 -151 475 165 -49 358 -57
6 Jun 412 12.56 -0.01 1.00 -4 412 475 165 -49 424 -12
7 Jul 674 14.65 0.87 -0.49 586 -330 475 165 -49 642 32
8 Agst 408 16.75 -0.86 -0.51 -351 -208 475 165 -49 359 49
9 Sept 401 18.84 -0.01 1.00 -4 401 475 165 -49 424 -23
10 Okt 611 20.93 0.87 -0.49 532 -299 475 165 -49 642 -31
11 Nov 422 23.03 -0.86 -0.51 -363 -215 475 165 -49 359 63
12 Des 467 25.12 -0.01 1.00 -5 467 475 165 -49 424 43
Jumlah 5,695 987 -296

Hasil perhitungan error pada peramalan produksi dan permintaan produk E-Class
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Perhitungan Error Peramalan


ME MAE SSE MSE SDE MPE MAPE
SMA2 51.00 276.80 1176896.00 130766.22 361.62 29.35 69.10
SMA3 78.00 245.11 829668.00 92185.33 322.04 21.60 59.30
SMA5 94.71 293.29 858025.00 95336.11 378.16 28.51 71.90
DMA2 88.28 224.32 609621.13 67736.68 276.05 31.85 53.00
WMA 3 11.22 129.89 211401.00 23489.00 162.56 5.42 27.42
SES0,1 117.00 157.36 366269.00 33297.18 191.38 35.29 41.55
SES0,3 54.00 142.73 315130.00 28648.18 177.52 21.76 35.58
SES0,5 33.45 144.36 346666.00 31515.09 186.19 17.70 34.99
SES0,7 24.82 156.09 404913.00 36810.27 201.22 16.37 37.57
SES0,9 19.36 179.91 480085.00 43644.09 219.11 15.58 43.45
DES0,1 30.70 118.30 189047.00 17186.09 144.93 13.51 27.19
DES0,3 30.20 127.40 257230.00 23384.55 169.06 0.91 26.27
DES0,5 33.10 178.50 416921.00 37901.91 215.03 1.62 38.45
DES0,7 34.00 235.00 684800.00 62254.55 275.84 2.64 53.07
DES0,9 36.20 304.60 1082132.00 98375.64 346.75 0.73 72.29
SIKLIK 0.38 33.25 17745.00 1478.75 40.16 1.14 8.18
LINIER 0.42 110.92 193387.00 16115.58 132.59 7.55 24.71
MIN 33.25 33.25 17745.00 1478.75 40.16 0.98 8.18

Hasil Peramalan dan Analisis


Hasil peramalan permintaan untuk tahun 2018 telah diperoleh melalui teknik
peramalan formal akan dengan data permintaan aktual pada tahun 2018 yang diperoleh dari
perusahaan melalui tabel dan grafik untuk mengetahui persentase kesalahan yang terjadi.
Maka dari itu, hasil peramalan dari produk E-Class adalah produk E-Class menggunakan
metode peramalan siklik karena memiliki nilai error terkecil paling banyak di antara
metode yang lain. Hasil peramalan untuk setiap produk pada tahun 2018 sesuai metode
yang telah dipilih kemudian akan dibandingkan dengan permintaan aktual pada 2018.
Perbandingan antara data aktual dan peramalan dapat dilihat pada Tabel 5.

239
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 5. Hasil Perbandingan Data Aktual dan Forecast


E-Class
Bulan
Aktual Forecast GAP
Januari 652 643 1%
Februari 301 358 19%
Maret 418 426 2%
April 628 643 2%
Mei 301 358 19%
Juni 412 424 3%
Juli 674 642 5%
Agustus 408 359 12%
September 401 424 6%
Oktober 611 642 5%
November 422 359 15%
Desember 467 424 9%
Rata-Rata (unit) 474,58 475,17
Rata – Rata GAP Percentage 8%

Perbandingan antara data aktual dan data hasil peramalan juga akan dibandingkan
melalui pola data grafik yang akan dibuat. Hasil dari pola data grafik perbandingan antara
data aktual dan forecast produk E-Class dapat dilihat pada Gambar 4.

Produk E-Class
Aktual Forecast Linear (Forecast)

800
700
Permintaan (unti)

600
500
400
300
200
100
y = -6.1608x + 515.21
0

Bulan

Gambar 4. Grafik Perbandingan Data Aktual dan Forecast Produk E-Class

Berdasarkan bentuk grafik perbandingan antara data aktual permintaan dan data
peramalan (forecasting), produk E-Class memiliki pola grafik yang dimana pola data
forecasting menyerupai pola data aktual permintaannya. Persamaan peramalan produksi
untuk perusahaan dengan metode siklik adalah:
y = -6,1608x + 515,21

240
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan peramalan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pola data permintaan produk E-Class dari Modera merupakan pola data musiman.
2. Metode peramalan dengan nilai forecast error terkecil adalah metode peramalan siklik
dengan hasil peramalan sebesar 643, 358, 426, 643, 358, 424, 642, 359, 424, 642, 359,
424 (periode Januari s/d Desember (dalam satuan unit)) serta nilai forecast error
terkecil dari 6 (enam) metode error, yaitu 0,38; 33,25; 17745,00; 1478,75; 40,16; 8,18
(ME, MAE, SSE, MSE, SDE, MAPE).
3. Perbandingan data produksi dan permintaan produk E-Class memiliki rata-rata hasil
sebesar 474,58 unit (aktual) dan 475,17 unit (forecast) dengan rata-rata GAP
percentage sebesar 8%.
4. Persamaan peramalan (forecasting) untuk produksi dan peramalan produk E-Class
untuk PT. Modera Furintraco Industri di tahun 2018 adalah y = -6,1608x + 515,21.
5. Hasil peramalan menggunakan metode siklik dapat menjadi gambaran perusahaan
dalam perencanaan produksi produk E-Class masa yang akan datang serta menjadi
acuan dalam strategi persediaan bahan baku yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ellitan, Lena dan Anatan. (2008). Manajemen Operasi. Bandung: Refika Aditama.
[2]. Makridakis, S. and Wheelwright, S.C. (1982). The Handbook of Forecasting:
Manager’s Guide. New York: Wiley.
[3]. Montgomery, D.C. and Johnson, L.A. (1976). Forecasting and Time Series Analysis.
New York: McGraw-Hill.
[4]. Wheelwright, S.C. and Makridakis, S. (1977). Forecasting Methods for Management.
New York: Wiley.
[5]. Wignjosoebroto, S. (2003). Pengantar Teknik dan Manajemen Industri. Surabaya:
Guna Widya.
[6]. Gaspersz, Vincent. (2005). Production Planning and Inventory Control Berdasarkan
Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

241
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS PRODUCT DEFECT MENGGUNAKAN SEVENTOOLS


DALAM PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI BAJU DISTRO
PADA UKM WARIS

Rizky Isa Divianto


Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia
Komplek Masjid Agung Al Azhar
Jalan Sisingamangaraja Kebayoran Baru, Jakarta Selatan12110, Indonesia.
e-mail: rizkyisa17@gmail.com

Abstrak
UKM Waris merupakan salah satu produsen produk kaos yang terhitung baru didalam industri
konveksi di Indonesia terutama di wilayah Jakarta. Agar produk yang dikeluarkan dapat
diterima oleh masyarakat serta bersaing dengan produk sejenis UKM Waris harus memiliki
sarana produksi serta pengendalian kualitas yang baik agar dapat menunjang kualitas dari
produk. Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses produksi bagi suatu
produk agar produk tersebut mampu memenuhi kebutuhan atau keinginan para konsumen.
Kualitas produk merupakan kunci bagi kemajuan serta kesuksesan suatu perusahaan. Salah
satu alat untuk pengendalian kualitas adalah Statistical Processing Control yang bertujuan
untuk mengurangi biaya, menurunkan cacat, dan meningkatkan kualitas pada proses produksi
dengan cara mengetahui akar dari permasalahan mutu. Penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan data cacat pada proses produksi selama masa observasi lalu setelah itu
dilakukan analisis terhadap data cacat tersebut menggunakan alat Seven Tools agar
selanjutnya dapat dilakukan langkah untuk perbaikan yang tepat dalam mengurangi cacat
dalam proses produksi.

Kata kunci: Pengendalian Kualitas, Seven Tools, Stastical Processing Control.

1. Pendahuluan
UKM Waris (Whoops Clothing) merupakan salah satu produsen produk kaos yang
terhitung baru didalam industri konveksi di Indonesia terutama di wilayah Jakarta. Agar
produk yang dikeluarkan dapat diterima oleh masyarakat umum serta bersaing dengan
produk sejenis UKM Waris (Whoops Clothing) harus memiliki sarana produksi serta
pengelolaan sumber daya manusia yang baik agar dapat menunjang kualitas dari produk
yang diproduksi. Untuk membuat produk Kaos Distro UKM Waris (Whoops Clothing)
memiliki macam-macam proses produksi yang dilakukan mulai dari proses pemilihan
bahan, pembuatan desain kaos, penyablonan kaos, pengepresan, hingga pengemasan
produk, dari proses-proses yang dilakukan setiap proses memiliki stasiun kerja masing-
masing. Dari seluruh proses yang berjalan sangatlah dibutuhkan suatu pengendalian
kualitas pada produk yang dihasilkan. Perusahaan yang ingin meningkatkan kualitas dari
produknya memerlukan perencanaan serta pengendalian yang baik, yang dikatakan
berkualitas adalah ketika suatu produk tidak memiliki kecacatan baik dalam proses
produksinya maupun ketika sudah menjadi finished good. Dalam menerapkan perbaikan
berkesinambungan (Kaizen) tentunya harus dilihat dari berbagai segi sehingga nanti
akhirnya dapat dijadikan suatu standar mutu yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan
oleh perusahaan tersebut.
Statistical Processing Control atau biasa disebut Seven Tools, merupakan salah satu
alat statistik untuk mencari akar permasalahan mutu, sehingga manajemen mutu dapat
menggunakan Seven Tools tersebut untuk mengetahui akar permasalahan terhadap produk
yang mengalami cacat, serta dapat mengetahui penyebab-penyebab terjadinya cacat.

242
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(Ishikawa,1989). UKM Waris (Whoops Clothing) dalam upayanya memenuhi kebutuhan


pasar akan produk barang jadi berbentuk Kaos Distro, masih memiliki banyak kecacatan
yang terdapat pada proses produksi dari produk tersebut. Sedangkan produk yang
berkualitas tidak boleh memiliki kecacatan dalam produksi maupun hasil akhirnya. Hal
tersebut mendorong saya membuat suatu penelitian di UKM Waris (Whoops Clothing)
untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab product defect yang terjadi dalam proses
produksi dari Kaos Distro di UKM Waris (Whoops Clothing).

2. Metode
2.1 Metodologi Penelitian

START

Studi Lapangan

Identifikasi
Masalah

Perumusan
Masalah

Tujuan
Penelitian

Studi Literatur

Pengumpulan
Data

Pengolahan Data

Data
Data Penelitian
Umum

Pareto Chart

Metode
Fishbone

Pembuatan SOP

Analisis

Kesimpulan & Saran

SELESAI

Gambar 1. Alur Metodologi Penelitian

1. Studi Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung ke lantai produksi asli dari perusahaan,
untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan. Penelitian lapangan dilakukan pada lantai
kerja UKM Waris (Whoops Clothing).

2. Identifikasi Masalah
Melakukan proses indentifikasi permasalahan tentang faktor penyebab terjadinya
defect produk serta jenis dari defect produk yang terjadi serta meminimalisir terjadinya
defect produk pada proses produksi pada UKM Waris (Whoops Clothing).

243
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Perumusan Masalah
Setelah melakukan proses identifikasi atas masalah apa yang terjadi pada UKM
Waris (Whoops Clothing). Ditemukan permasalahan yang akan diteliti di lapangan
menyangkut masalah faktor terjadinya defect produk Baju Distro serta jenis-jenis defect
yang terjadi pada proses produksinya serta cara meminimalisirnya.

4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya defect produk
serta jenis dari defect tersebut pada proses produksi di UKM Waris (Whoops Clothing) dan
cara untuk meminimalisir tejadinya defect produk tersebut pada proses produksi di UKM
Waris (Whoops Clothing).

5. Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan guna melengkapi informasi-informasi melalui jurnal atau
buku yang diperlukan demi mencapai tujuan dari penelitian ini, yang selanjutnya disusun
menjadi landasan teori untuk penelitian kali ini.

6. Pengumpulan Data
6.1 Data Umum
Merupakan data yang bersifat umum dan tidak berkaitan langsung dengan proses
analisis yang akan dilakukan. Adapun contoh data umum yang diambil dalam penelitian ini
adalah visi dan misi perusahaan, struktur organisasi serta sejarah dari perusahaan tersebut.

6.2 Data Penelitian


Merupakan data yang dibutuhkan serta akan digunakan dalam proses analisis
nantinya, data penelitian adalah data yang terkait langsung dengan tujuan penelitian ini.
Berikut data penelitian yang dibutuhkan untuk kepentingan analisa:
 Data faktor penyebab dari terjadinya defect produk pada proses produksi
 Data tentang jenis defect yang terjadi pada saat proses produksi
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, saya melakukan pengamatan langsung serta
wawancara dengan pihak terkait.

7. Pengolahan Data
Dilakukan menggunakan data defect yang didapatkan dari perusahaan untuk
membuat Diagram Pareto yang selanjutnya dilakukan pengolahan menggunakan Diagram
Sebab Akibat untuk mengetahui penyebab terjadinya defect.

8. Analisis
Menganalisa hasil yang didapat oleh metode-metode yang digunakan guna
mendapatkan solusi perbaikan terbaik.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Pareto Chart Defect Product
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan menggunakan software
minitab terhadap defect product kaos distro pada UKM Waris (Whoops Clothing)
didapatkan pareto chart seperti sebagai berikut ini:

244
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.3 Pareto Chart Defect Product

Berdasarkan pareto pada Gambar 4.3, diketahui bahwa terdapat 7 jenis defect yang
terjadi selama proses produksi dan terdapat 3 defect yang memiliki presentase tertinggi dari
seluruh proses yang dilakukan pada lini produksi UKM Waris (Whoops Clothing), defect
yang memiliki presentasi tinggi adalah pengepresan tidak maksimal, jahitan tidak lurus,
warna tidak tersablon. Setelah diketahui jenis defect yang memiliki presentase yang tinggi,
dilakukan pengolahan data terhadap masing-masing defect untuk mengetahui penyebab
terjadinya defect menggunakan diagram sebab-akibat.

3.2 Pengepresan Tidak Maksimal

Gambar 4.4 Diagram Sebab Akibat Pengepresan Tidak Maksimal

Berdasarkan Gambar 4.4 proses pengepresan memiliki 4 faktor utama yang


menyebabkan terjadinya defect pengepresan kaos tidak maksimal yaitu faktor machine,
man, methods, environment. Pada faktor Machine, mesin yang digunakan sudah memiliki
banyak kekurangan diantaranya per dari mesin sudah tidak bekerja secara optimal, suhu
dari mesin press tidak optimal unutk melakukan pengepressan. Untuk faktor manusia,
operator kurang mengerti untuk pengoperasian dari mesin press tersebut serta operator
terburu-buru untuk mengerjakan proses pengepressan kaos karna kuantitas dari kaos yang
banyak serta waktu yang cukup singkat untuk menyelesaikan proses produksi, agar sesuai
dengan waktu penyelesaian yang telah ditetapkan pada saat customer melakukan
pemesanan kaos. Pada faktor environment pengelihatan operator terganggu karena
diakibatkan oleh pencahayaan ruangan yang kurang sehingga operator kesulitan dalam
melakukan proses tersebut. Pada faktor methods operator dari mesin press tidak memiliki
SOP untuk dipatuhi sehingga sering terjadi kesalahan pada saat operator sedang melakukan
proses pengepresan kaos.

245
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.3 Jahitan Tidak Lurus

Gambar 4.5. Diagram Sebab Akibat Jahitan Tidak Lurus

Berdasarkan Gambar 4.5, penjahitan memiliki 4 faktor utama yang menyebabkan


terjadinya defect jahitan tidak lurus yaitu faktor environment, man, methods, machine.
Pada faktor environment, meja kerja untuk penjahitan mengambil tempat dimana lokasi
tersebut merupakan jalur yang sering dilewati oleh orang, sehingga operator sulit
berkonsentrasi serta mudah terdistraksi oleh orang yang lewat, pencahayaan ruangan yang
buruk juga merupakan salah satu alasan mengapa operator sering melakukan kesalahan
dalam penjahitan. Untuk faktor man, operator memiliki tingkat kehandalan yang rendah
sehingga sering terjadi kecacatan pada saat proses penjahitan, pengalaman kerja dari
operator pun ikut berpengaruh terhadap hasil yang dihasikan oleh operator tersebut. Pada
faktor machine, mesin jahit yang digunakan sering mengalami kendala yang diakibatkan
oleh part gear dari mesin jahit tersebut.

3.4 Warna Tidak Tersablon

Gambar 4.6. Diagram Sebab Akibat Warna Tidak Tersablon

Berdasarkan Gambar 4.6, proses penyablonan memiliki 4 faktor utama yang


menyebabkan terjadinya defect warna tidak tersablon yaitu faktor Measurement, Methods,
Machine dan Man. Pada faktor Measurement, rasio pencampuran zat kimia pelapis screen
sablon tidak seimbang sehingga proses penyablonan menjadi tidak efektif serta tata cara
pencampuran yang sering salah. Untuk faktor Methods, belum ada SOP untuk operator

246
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ketika akan mengerjakan proses penyablonan mulai dari mempersiapkan screen sablon
sampai dengan proses penyablonan itu sendiri sehingga sering terjadi kesalahan ketika
operator melakukan proses yang rumit yaitu mempersiapkan screen sablon. Untuk faktor
Machine, prosedur pemasangan desain pada screen sablon sering salah dilakukan oleh
operator, screen sablon yang dimiliki juga telah sering digunakan untuk penyablonan
sehingga fungsi dari screen sablon sudah tidak maksimal sehingga sering kali warna yang
ingin disablon tidak dapat tersablon dengan sempurna dikarenakan lifetime screen sablon
yang sudah habis dan sudah waktunya untuk diganti dengan screen sablon yang baru.
Sedangkan untuk faktor Man, operator memiliki tingkat kehandalan yang rendah karena
kurangnya pelatihan serta minimnya pengalaman.

3.5 Standar Operasioanl Prosedur


Standar operasional prosedur dibutuhkan guna meminimalisir terjadinya defect pada
stasiun kerja tertentu yang terdapat pada lini produksi baju sablon UKM Waris. Berikut
adalah usulan standar operasional proedur yang telah dirancang:

Tabel 1. Usulan Standar Operasional Prosedur Mesin Press


SOP
STASIUN KERJA MESIN PRESS
UKM WARIS (WHOOPS CLOTHING)
Tujuan : Sebagai Pedoman Untuk Menjamin Kelangsungan Kegiatan Pengepresan Pada
Proses Produksi Kaos Distro
Flowchart Deskripsi
Mulai 1. Operator mempersiapkan material yang
1.Mempersiapkan
dibutuhkan dalam proses press yaitu kaos
Material yang sudah selesai dijahit dan kaos yang
2.Menyalakan
sudah selesai disablon.
Mesin
2. Operator menyalakan mesin press, lalu
3.Mempersiapkan
menunggu suhu mesin press hingga siap
Mesin Press
digunakan. Jika siap lanjut ke tahap ke #3,
jika tidak kembali ke tahap #1.
TIDAK
Siap Memulai
Proses?
3. Sebelum proses pengepressan dimulai
operator harus memastikan apakah suhu
YA
4.Memeriksa Suhu mesin sudah sesuai untuk proses
Mesin
pengepressan yaitu 190oC. Jika suhu sudah
sesuai maka lanjut ke tahap #4, jika suhu
TIDAK
Sesuai belum sesuai maka kembali ke tahap #3
YA
4. Pada tahap ini operator melakukan proses
5. Masukan Baju pengepressan dengan cara menekan mesin
Kedalam Mesin
Press press untuk mengepress kaos selama 5 detik
6. Tekan Mesin sebanyak 3 kali.
Press
Tahap 4 dilakukan hingaa semua kaos
8.Keluarkan Baju
Dari Mesin Press
diproses.
5. Setelah operator selesai menggunakan mesin
8. Matikan Mesin
press, operator mematikan mesin.
Selesai

247
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2. Usulan Standar Operasional Prosedur Mesin Jahit


SOP
STASIUN KERJA MESIN JAHIT
UKM WARIS (WHOOPS CLOTHING)
Tujuan : Sebagai Pedoman Untuk Menjamin Kelangsungan Kegiatan Penjahitan Pada
Proses Produksi Kaos Distro
Flowchart Deskripsi
Mulai
1. Operator mempersiapkan material yang
dibutuhkan dalam proses penjahitan yaitu
bahan yang sudah dipotong sesuai pola, dan
1.Mempersiapkan gulungan benang untuk mesin jahit.
Material
2. Operator menyiapkan mesin jahit dengan
2.Mempersiapkan
menginstalasi gulungan benang pada mesin
Mesin jahit, dan memberi minyak pada mesin jahit.
Jika sudah siap lanjut ke tahap #3, jika belum
kembali ke tahap #1
Siap Memulai
3. Operator menyalakan mesin jahit, untuk
Proses? melakukan proses penjahitan.
TIDAK
4. Bahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya,
YA diletakan oleh operator di meja penjahitan
untuk mempermudah pengerjaan.
3.Menyalakan 5. Operator menggabungkan bahan yang sudah
Mesin
dipola dengan cara menjahit bahan-bahan
4. Letakan Bahan
tersebut hingga membentuk kaos. Tahap 5
Di Meja Kerja dilakukan hingga semua kaos diproses.
6. Meja kerja dibersihkan oleh operator agar
5. Jahit Bahan kembali seperti pada kondisi awal agar dapat
Yang Sudah
Dipola digunakan untuk proses produksi selanjutnya.
7. Bahan-bahan yang tersisa dan tidak terjahit
6.Bersihkan Meja dikategorikan sebagai barang yang sudah
Kerja
tidak terpakai untuk selanjutnya dibuang.
7. Buang Sisa 8. Operator mematikan mesin, apabila operator
Bahan Yang telah selesai.
Tersisa

8. Matikan Mesin

Selesai

248
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Usulan Standar Operasional Prosedur Stasiun Kerja Sablon


SOP
STASIUN KERJA SABLON
UKM WARIS (WHOOPS CLOTHING)
Tujuan : Sebagai Pedoman Untuk Menjamin Kelangsungan Kegiatan Penyablonan Pada
Proses Produksi Kaos Distro
Flowchart Deskripsi
Mulai 1. Operator mempersiapkan material yang
dibutuhkan dalam proses penyablonan yaitu kaos
1. Mempersiapkan
Material
yang sudah selesai dijahit, hvs yang berisi desain
yang diinginkan customer untuk selanjutnya
2.Bersihkan
Screen Sablon
diaplikasikan pada alat screen penyablonan, zat
kimia pelapis alat screen penyablonan.
3.Campur Zat
Kimia Pelapis
2. Pada tahap ini operator membersihkan screen
Sablon
sablon yang akan digunakan.
4. Ratakan Zat
Kimia Pada
Tahap 4 dilakukan hingga semua kaos diproses.
Screen 3. Operator melakukan pencampuran zat kimia
5. Keringkan pelapis sablon dengan rasio 10 banding 1.
Screen
4. Operator melapisi keseluruhan permukaan screen
6. Letakan Desain
Pada Screen
sablon dengan zat kimia yang telah dicampur
Sablon
sebelumnya.
7. Letakan Kaca 5. Operator mengeringkan screen sablon yang telah
Diatas Screen dan
Spons Sebagai dilapisi sebelumnya oleh zat kimia, dengan
Penyangga
menggunakan hairdryer.
8. Jemur Screen
Dibawah Lampu 6. Operator meletakan pola/desain yang akan di
UV
sablon diatas screen sablon.
9. Lepaskan Kaca
dan Spons Dari
7. Operator meletakan kaca diatas screen yang
Screen
berisi pola/desain yang akan disablon, lalu
TDAK
menyangga screen sablon menggunakan spons.
Sesuai?
8. Pada tahap ini operator menjemur screen sablon
YA dibawah lampu UV selama 7 detik.
10. Letakan
Screen Diatas
9. Operator melepaskan kaca dan spons dari screen,
Material Baju apabila screen sesuai dengan yang diharapkan
11. Sablon Baju
maka lanjut ke tahap #10, apabila tidak kembali
ke tahap #2.
12. Mengembalikan
10. Operator meletakan screen sablon diatas material
Alat-Alat Bekerja
kaos yang akan disablon.
Selesai
11. Operator melakukan proses penyablonan dengan
screen yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Tahap 11 dilakukan hingga semua kaos diproses.
12. Setelah operator selesai melakukan proses
penyablonan, operator harus mengembalikan
alat-alat yang digunakan ketempat awal, serta
mencuci screen agar dapat digunakan untuk
proses produksi selanjutnya.

249
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan dan pengolahan data yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Selama Proses terdapat 3 jenis defect dengan frekuensi tertinggi dari 7 jenis defect yang
ada, ketika diolah menggunakan pareto chart sehingga menjadi fokus penelitian. Yaitu,
pengepressan tidak maksimal, jahitan tidak lurus, dan warna tidak tersablon. lalu
berdasarkan penjelasan pada halaman 22-24 diketahui faktor utama penyebab dari
defect produk tersebut.
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) dibutuhkan pada bagian produksi Kaos Distro
UKM (Whoops Clothing) untuk meminimalisir terjadinya kesalahan atau kecacatan
pada saat proses produksi.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Gaspersz, V. 2005. Total Quality Management. PT Gramedia pustaka utama. Jakarta.
[2]. Hadiwiyono, P. S dan Panjaitan, T. W. 2013. Perancangan Standard Operating
Procedure (SOP) Departemen Human Resources (HR) di PT. X. Jurnal Titra Vol. 1,
227-232.
[3]. Ishikawa, Kaoru. 1989.“Teknik Penuntun Pengendalian Mutu”. Edisi Pertama. Jakarta :
Mediatama Sarana Perkasa
[4]. Ishikawa, Kaoru. 1992.“Pengendalian Mutu Terpadu”. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
[5]. Setiawan, L. 2011. Rahasia Membangun SOP (Standard Operating Procedure) Tepat.
Surabaya. Insan Cendekia

250
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lampiran-Lampiran

1. Pareto Chart Defect Baju Distro UKM Waris (Whoops Clothing)

251
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Diagram Sebab Akibat Warna Tidak Tersablon

252
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Diagram Sebab Akibat Pengepresan Tidak Maksimal

253
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4. Diagram Sebab Akibat Jahitan Tidak Lurus

254
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS KELAYAKAN KEUANGAN PENDIRIAN PT SINAR


BARU PEMBUAT PANTS SUPPORT HOLDER

Hendry1), Maria G. Elvira Siswanto1), Olivia Audrey1), Febricky1), I Wayan Sukania2)


1)
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Dosen Tetap Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: wayans@ft.untar.ac.id
Abstrak
Tujuan dilakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal
untuk kegiatan usaha yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan telah dikenal luas
oleh masyarakat terutama yang bergerak dalam bidang usaha dan bisnis. Studi kelayakan
terutama aspek keuangan juga dilakukan terhadap PT. Sinar baru sebuah perusahaan yang
memproduksi alat bantu berupa Pants Support Holder. Produk tersebut berfungsi
memudahkan lansia dalam mengenakan celana/kaos kaki tanpa rasa sakit secara fisik dan
meminimalkan gerakan-gerakan saat berpakaian. Berdasarkan beberapa asumsi yang diambil
dan berdasarkan berbagai komponen biaya maupun pendapatan yang terjadi selanjutnya
dihitung kelayakannya. Perhitungan kelayakan keuangan dengan berbagai parameter
terhadap produk Pants Support Holder menghasilkan keputusan bahwa perusaan layak untuk
didirikan karena total dana yang dibutuhkan PT. Sinar Baru pada tahun pertama sebagai
investasi dan modal kerja adalah Rp 225.888.621.474,43 yang diperoleh dari modal pribadi,
investasi, dan pinjaman bank. Internal Rate of Return perusahaan adalah 32%. Break Event
Point perusahaan adalah 1.483.517,5 unit dalam waktu 1,18 tahun. Net Present Value
perusahaan adalah Rp 193.514.747.861,99. Payback period perusahaan selama 3,76 tahun.

Kata kunci: aliran dana, asumsi, parameter keuangan kelayakan.

1. Pendahuluan
Salah satu indikator dari suatu keberhasilan pembangunan nasional dilihat dari segi
kesehatan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Berdasarkan
sumber dari World Population Prospects tahun 2012, bahwa penduduk Indonesia antara
tahun 2015–2020 memiliki proyeksi rata-rata usia harapan hidup sebesar 71,7%.
Meningkat 1% dari tahun 2010–2015. Meningkatnya usia harapan hidup, dapat
menyebabkan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) dari tahun ketahun [1]. Ketika lansia
maka muncul banyak terjadi ketergantungan yang bersifa alamiah. Ketergantungan lanjut
usia disebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis.
Kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari – hari jauh berkurang. Kondisi kesehatan
mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia tidak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari [2].
Salah satu yang menjadi perhatian adalah ditemukan masalah ketika lansia
mengenakan celana. Kemapuan gerak anggota tubuh yang sudah cukup banyak berkuran
serta ketidakstabilan postur tubuh mengakibatkan mereka kesulitan mengenakan celana
sendiri. Alat bantu berpakaian sudah juga dibuat prototipenya oleh beberapa mahasiwa di
sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya khusus untuk para penyandang tuna daksa [3].
Alat bantu mengenakan celana bagi para lansia yang masih memiliki anggota gerak tubuh
yang lengkap belum tersedia. Oleh karena itu perlu dibuat alat bantu dalam mengenakan
celana yang diberi nama Pants Support Holder. Alat bantu berupa pants support holder
dimaksudkan untuk memudahkan lansia berpakaian (memakai celana/kaos kaki) tanpa rasa
sakit secara fisik dan meminimalkan gerakan-gerakan saat berpakaian. Dengan melihat
besarnya kebutuhan lansia untuk memiliki alat bantu pants support holder, maka dilakukan

255
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pengusulan pendirian PT. Sinar Baru. Perusahaan tersebut menjalankan kegiatan produksi
khusus alat bantu pants support holder.
Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan produksi maka diperlukan studi kelayakan
pada berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pemasaran, teknis dan
teknologi, manajemen dan sumber daya manusia, hukum, sosial dan lingkungan, serta
aspek keuangan. Melalui analisis lengkap diharapkan bahwa perusahaan tersebut layak
untuk didirikan sehingga dapat melakukan kegiatan produksi, operasional dan pemasaran
produk pants support holder sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Pada
penelitian ini dibatasi pada pembahasan aspek keuangan saja. Analisis kelayakan keuangan
perusahaan meliputi rancangan biaya yang dihitung melalui perhitungan Break Even Point
(BEP), Net Present Value (NPV), Payback Period, Benefit-Cost Ratio, Internal Rate of
Return, dan analisis sensitivitas [4].

2. Metodologi Penelitian
Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dari studi pustaka, studi
lapangan, perhitungan berbagai aspek, analisis kelayakan keuangan dan penrikan
kesimpulan. Metodologi penelitian dinyatakan pada Gambar 1.

Gambar 1. Metodologi Penelitian

256
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Perhitungan Keuangan
3.1. Asumsi
Perhitungan keuangan dilakukan untuk mengetahui laba bersih perusahaan, titik
balik modal (BEP) dan kelayakan pendirian perusahaan. Terdapat beberapa asumsi yang
dipakai dalam perhitungan keuangan PT Sinar Baru, yaitu:
a. Perusahaan akan beroperasi selama 24 jam per hari dan 250 hari per tahun. Sehingga
durasi kerja selama 1 tahun adalah 6000 jam kerja.
b. Umur ekonomis dari bangunan, rak gudang bahan baku, dan rak gudang barang jadi
adalah 30 tahun tanpa memiliki nilai sisa. Umur ekonomis dari kendaraan adalah 5
tahun dengan nilai sisa sebesar 40% dari nilai investasi awal. Umur ekonomis dari
material handling kecuali pallet adalah 5 tahun dengan nilai sisa sebesar 10% dari nilai
investasi awal. Umur ekonomis dari lampu adalah 3 tahun tanpa memiliki nilai sisa.
Umur ekonomis dari mesin kantor dan produksi adalah 5 tahun dengan nilai sisa
sebesar 10% dari nilai investasi awal. Perhitungan depresiasi akan menggunakan
metode garis lurus.
c. Pembangunan perusahaan telah selesai pada tahun 2018 dan perusahaan akan langsung
beroperasi.
d. Penjualan Pants Support Holder di tahun 2018 adalah 1.254.500 unit dan akan
meningkat pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan meningkatnya jumlah lansia di
Indonesia. Market share awal dari PT Sinar Baru adalah sebesar 10%.
e. Biaya listrik, biaya air, biaya telepon, dan harga mesin diasumsikan mengalami
kenaikan sebesar 5% setiap tahunnya.
f. Modal usaha diperoleh dari dana pribadi dan penanaman modal dari investor serta
pinjaman dari bank.
g. Gaji karyawan akan mengalami kenaikan sebesar 8,7% setiap tahunnya

3.2. Biaya tetap dan variable


Biaya investasi ialah suatu aktiva yang digunakan oleh perusahaan untuk
menambahkan atau pertumbuhan kekayaannya melalui distribusi hasil investasi (misal
pendapatan bunga, royalty, deviden, pendapatan sewa dan lain-lain), untuk apresiasi nilai
investasi, atau juga untuk manfaat lain bagi suatu perusahaan yang berinvestasi,yang
seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan dagang [5]. Terdapat 5 (lima) investasi
utama yang dilakukan oleh PT Sinar Baru yaitu, investasi awal, investasi lantai produksi,
investasi ruang kantor dan fasilitas, investasi material handling dan investasi kendaraan
operasional. Rangkuman Biaya Investasi dimuat pada Tabel 1.

Tabel 1. Biaya Investasi Awal PT Sinar Baru

257
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.3. Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Modal Kerja


Biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak
ketiga, baik yang berkaitan dengan usaha pokok perusahaan maupun tidak [6].. Biaya
digolongkan menjadi 2 jenis yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah
biaya yang jumlahnya berubah ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, namun
biaya per unitnya tetap [7]. Artinya, jika volume kegiatan diperbesar 2 (dua) kali
lipat,maka total biaya juga menjadi 2 (dua) kali lipat dari jumlah semula. Biaya tetap
besarnya tetap tidak tergantung voume produksi.Biaya variabel untuk kegiatan produksi
perusahaan ini dituangkan pada Tabel 2 dan biaya tetap dituangkan pada Tabel 3.
Berdasarkan investasi dan biaya-biaya yang ada, maka modal kerja tahun 2018 PT Sinar
Baru dituangkan pada Tabel 4

Tabel 2. Biaya Variabel PT. Sinar Baru

Tabel 3. Biaya Tetap PT. Sinar Baru

258
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 4. Modal Kerja PT. Sinar Baru

3.4. Aliran Kas


Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas [8]. Laporan arus kas
merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka
membelanjakannya. Cash Flow PT Sinar Baru selama 10 tahun ke depan 2017 sd 2027
dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Aliran Kas PT. Sinar Baru Tahun 2017 sd 2022

3.5. Perhitungan Kelayakan Keuangan


Break Even Point (BEP) atau analisis pulang pokok adalah suatu analisis yang
bertujuan untuk menemukan satu titik dalam kurva biaya-pendapatan yang menunjukkan
biaya sama dengan pendapatan [9].. Titik tersebut disebut sebagai titk pulang pokok (break
even point, BEP). Adapun analisis break even point (BEP) dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan matematis dan pendekatan grafik. Hasil perhitungan BEP
ditayangkan pada Tabel 7. Sedangkan perhitungan kelayakan dari parameter lain

259
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dinyatakan pada Tabel 8. Untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter


produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan keuntungan
maka dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap 3 parameter
produksi yaitu biaya material, volume produksi, dan harga jual. Hasil uji kepekaan
perubahan dari suatu parameter terhadap kelayakan dituangkan pada Tabel 9 sd Tabel 12.

Tabel 6. Aliran Kas PT. Sinar Baru Tahun 2023 sd 2027

Tabel 7. Analsia BEP Selama 10 Tahun

Tabel 8. Hasil Studi Kelayakan

260
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 9. Analisis Sensitivitas Biaya Material, Volume Produksi dan Harga Jual

Tabel 10. Analisis Sensitivitas Kombinasi Tabel 11. Analisis Sensitivitas Kombinasi
Penurunan Volume Produksi dan Haga Penurunan Volume Produksi dan Kenaikan
Jual Biaya

Tabel 12. Analisis Sensitivitas Kombinasi Penurunan Volume Produksi, Penurunan Harga
dan dan Kenaikan Harga

4. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan kelayakan keuangan dengan berbagai parameter terhadap produk
Pants Support Holder disimpulkan bahwa PT. Sinar Baru layak untuk didirikan karena:
1. Total dana yang dibutuhkan PT. Sinar Baru pada tahun pertama sebagai investasi dan modal
kerja adalah Rp 225.888.621.474,43 yang diperoleh dari modal pribadi, investasi, dan pinjaman
bank.
2. Internal Rate Return perusahaan adalah 32%
3. Break Event Point perusahaan adalah 1.483.517,5 unit dalam waktu 1,18 tahun.
4. Net Present Value perusahaan adalah Rp 193.514.747.861,99
5. Payback Period perusahaan selama 3,76 tahun.

PUSTAKA
[1]. Kemenkes RI. 2012. Situasi dan Analisis Lanjut Usia dan Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Jakarta: Kemenkes.

261
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[2]. Malida, Dyan. 2011. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Lansia Dalam
Melakukan Aktifitas Kehidupan Sehari – hari Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota
Jambi.Diunduh dari: http://dyanmalida. blogspot.co.id/2011/05/faktor-yangmempengaruhi-
tingkat.html.
[3]. http://www.ubaya.ac.id/2014/content/2014/1445/Mahasiswa-Ubaya-Ciptakan-Alat- Bantu-
Tuna-Daksa.html
[4]. Newnan. Donald. G, 2014. Engineering Economic Analysis. Third Edition. Binarupa
Aksara, Engineeriang Press, Inc.
[5]. Henry Simamora. 2000. Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Salemba Empat. Jakarta.
[6]. Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi
Biaya. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
[7]. Amsyah, Zulkifli. 2003. Manajemen Sistem Informasi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
[8]. PSAK No.2 (2002 :5)
[9]. Herjanto, Eddy, 2008, Manajemen Operasi Edisi Ketiga, Jakarta: Grasindo.

262
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DESAIN PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN


METODE PERFORMANCE PRISM (STUDI KASUS PADA PT. PFB)

Ahmad1), Lithrone Laricha S.1), Dean Niecolas2)


1)
Dosen Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: ahmad@ft.untar.ac.id

Abstrak
PT. PFB adalah perusahaan yang bergerak di industri aksesoris otomotif yang memiliki varian
produk hampir 200 untuk berbagai jenis Mobil. Perusahaan ini diharapkan dapat
meningkatkan kinerjanya agar dapat bersaing dengan kompetitor, kondisi sekarang
pengukuran kinerja yang dilakukan hanya berfokus pada unsur pimpinan-pimpinan
perusahaan. Namun pengukuran kinerja mengabaikan stakeholder perusahaan seperti
investor, costumer, supplier, karyawan, dan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah
mengukur kinerja perusahaan secara menyeluruh dengan menggunakan performance prism,
model Performance Prism merupakan model pengukuran kinerja yang mempertimbangkan
aspek yang diukur bukan hanya berdasarkan konsumen atau pendapatan saja seperti model
pengukuran kinerja organisasi pada umumnya melainkan dari sisi stakeholder seperti
owner, supplier, customer, employee, masyarakat dan bahkan pemerintah. Hasil dari
penelitian ini, Berdasarkan metode performance prism terdapat beberapa KPI yang
berwarna merah yaitu KPI kepuasan dan kontribusi yaitu KPI 17 mengenai tingkat
keterlambatan dalam pengadaan bahan baku. Dua elemen KPI strategi yaitu pada KPI 5 dan
10 yaitu tingkat promosi, dan Tingkat keterlambatan pengiriman barang. KPI proses terdapat
satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI P8 merngenai Tingkat
keterlambatan pengiriman barang. Sedangkan KPI kapabilitas, terdapat satu elemen yang
tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI 10 yaitu Tingkat keterlambatan
pengiriman barang.

Kata kunci: Perusahaan, Kinerja, Performance Prism, KPI.

1. PENDAHULUAN
PT. PFB merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri aksesoris otomotif
yang memiliki hampir banyak varian produk untuk berbagai tipe kendaraan mobil. Selama
operasional perusahaan, kinerja perusahaan merupakan salah satu faktor kunci yang
mempengaruhi tumbuh-kembangnya perusahaan. Pada era globalisasi saat ini, tingkat
persaingan bisnis semakin ketat, setiap perusahaan semakin dihadapkan pada kelangkaan
dalam pengadaan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber daya. Menurut Helfer (2002)
dalam Ernita (2009), kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan.
Penilaian tersebut digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan serta sebagai dasar
penyusunan imbalan dalam perusahaan.
Untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, PT. PFB perlu melakukan
pengukuran dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan selama ini sehingga dapat dilakukan
tindakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Selama ini pengukuran kinerja
perusahaan hanya didasarkan pada aspek finansial saja, yaitu rasio profitabilitas yang
secara otomatis hanya memenuhi keinginan satu steakholder saja yaitu pemilik dan
investor, sedangkan aspek-aspek non-finansial dan kepentingan dari steakholder lainnya
terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian. Hal ini berdampak kepada kinerja

263
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

perusahaan secara keseluruhan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan tidak diketahui
secara pasti, oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengukuran kinerja yang baru yang
mampu mengukur kinerja perusahaan secara lebih komprehensif.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun
pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja
mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan
tersebut berlangsung. Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron
dalam Wibowo (2008) yaitu kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruksi multidimensi. Dalam hal ini, kinerja
perusahaan dapat dikategorikan atas kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja
keorganisasian. Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian,
ukuran kinerja ini dinilai sangatlah penting, tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan
efektifitas keseluruhan.
Peningkatan kinerja suatu perusahaan harus berdampak pada peningkatan kinerja
keuangan, maka sudah selayaknya pandangan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka
panjang bukan saja dipandang dari sisi keuangan saja, tetapi juga dari sisi non keuangan
seperti proses internal, kapabilitas dan komitmen personelnya (Srimindarti, 2004), karena
hal tersebut berhubungan langsung dengan hasil akhir yang berkelanjutan, hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan kinerja
keuangan saja memiliki kelemahan yaitu tidak mampu untuk mempresentasikan kinerja
aktiva tak berwujud dalam lapiran keuangan secara memadai, padahal struktur harta atau
asset perusahaan di era informasi ini justru didominasi oleh aktiva tak berwujud yang
merupakan harta-harta intelektual seperti sistem, teknologi, skill, entrepreneurship
karyawan, loyalitas konsumen, kultur organisasi, dan kepuasan pelanggan (Sudibyo, 1997).
Dengan adanya metode pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja
keuangan saja, namun juga aspek-aspek lainnya yang dinilai penting untuk
mempertahankan eksistensi perusahaan.

Metode Performance Prism


Performance Prism merupakan merupakan model yang berupaya melakukan
penyempurnaan terhadap metode sebelumnya seperti Balanced Scorecard dan IPMS.
Performance Prism merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang menggambarkan
kinerja organisasi sebagai bangunan 3 dimensi yang memiliki 5 bidang sisi yaitu dari sisi
kepuasan stakeholder, stratergi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder (Neely dan
Adams;2000), seperti yang di tunjukan pada Gambar 2.1.
Masing-masing bidang sisi prisma memiliki hubungan satu sama lain dalam
merepresentasikan kunci sukses atau setidaknya kinerja suatu organisasi. Sisi prisma
kepuasan stakeholder berupaya menjawab pertanyaan fundamental yaitu siapa saja
stakeholder organisasi dan pada yang menjadi keinginan dan kebutuhan mereka.
Stakeholder yang dipertimbangkan di sini adalah meliputi konsumen, tenaga kerja,
supplier, pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar. Penting bagi
perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang diinginkan dan dibutuhkan
dan melakukan komunikasi yang baik kepada setiap stakeholder.

264
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pada metode Performance prism akan dilakukan proses identifikasi 5 fase atau
perspektif Performance Prism dengan lima pertanyaan kunci untuk masing-masing
kelompok stakeholder pada PT. PFB.
1. Stakeholder Statisfaction: Apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh investor dari
PT.PFB?
2. Stakeholder Contribution: Apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh PT. PFB dari para
Investor?
3. Stakeholder Strategi: Strategi apa yang dapat digunakan uuntuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan tersebut?
4. Stakeholder Process: Proses apa yang dilakukan untuk dapat menjalankan strategi?
5. Stakeholder Capabilities: Kapabilitas apa yang harus dimiliki oleh PT. PFB agar proses
tersebut dapat terlaksana?

Gambar 2.1. Kerangka Kerja Performance Prism (Neely dan Adams, 2000)

Berdasarkan studi literature menunjukkan bahwa model Performance Prism


memiliki kelebihan dibandingkan dengan model Balanced Scorecard dan Integrated
Performance Measurement System (Neely dan Adams, 2000). Performance Prism
memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan Balanced Scorecard, seperti dalam
Performance Prism diawali dengan melakukan pengidentifikasian terhadap kepuasan dan
kontribusi (satisfaction & contribution) stakeholder yang dijadikan sebagai dasar untuk
membangun strategi perusahaan. Selain itu Performance Prism juga mengidentifikasi
steakholder dari banyak pihak yang berkepentingan diantaranya adalah investor,
pelanggan, karyawan, supplier, masyarakat sedangkan metode Balance scorecard hanya
mengidentifikasi dari sisi konsumen saja. Bila dibandingkan dengan Integrated
Performance Measurement System (IPMS), Performance Prism memiliki kelebihan, yaitu
dimana Key Performance Indicator (KPI) yang diidentifikasikan terdiri dari KPI Strategi,
KPI Proses, dan KPI Kapabilitas yang merupakan hasil dari identifikasi terhadap keinginan
dan kebutuhan stakeholder serta tujuan perusahaan, sedangkan pada metode Integrated
Performance Measutement System langsung mengidentifikasi KPI-KPI yang ada
berdasarkan keinginan dan kebutuhan stakeholder serta tujuan perusahaan, tanpa
mempedulikan yang merupakan strategi, proses, dan kemampuan perusahaan.
Ruang lingkup Performance Prism meliputi interaksi antara Stakeholder
Contribution dan Stakeholder Statisfaction yang kemudian diproteksikan ke dalam
stratergy, proses, dan capability. Ruang lingkup tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.2
berikut ini:

265
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 2.2. Ruang Lingkup Performance Prism

Stakeholder adalah sekelompok orang yang berperan penting dalam suatu


perusahaan, disamping itu merupakan pihak yang menerima dan menggunakan barang dan
jasa yanng diproduksi oleh sebuah perusahaan. Biasanya suatu perusahaan mempunyai
stakeholder antara lain:
a. Pelanggan (customer)
Pelanggan meruapakan konsumen, yang meliputi grup, individu, ataupun organisasi,
yang berperan sebagai pengguna atau pembeli barang-barang yang diproduksi oleh
produsen. Pelanggan ini biasanya menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar
kualitas tertentu. Dengan demikian pelanggan berperan sangat penting dalam
meningkatkan performansi suatu perusahaan
b. Penanam Modal atau Pemilik (investor)
Investor merupakan pihak penyelenggara sumber daya finansial, yang memiliki
tanggung jawab secara keseluruhan terhadap proses yang terdapat di perusahaan.
c. Penyedia (Supplier)
Supplier merupakan penyedia bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk
dapat beroperasi dengan baik. Jadi dapat dikatakan bahwa supplier sangat berperan
penting dalam kelangsungan hidup perusahaan dalam hal peningkatan kualitas bahan
baku.
d. Masyarakat (Community)
Masyarakat adalah lingkungan kerja suatu perusahaan, diamana meliputi pihak-pihak
yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dari perusahaan.
e. Tenaga kerja (employee)
Tenaga kerja adalah semua individu aatau sunber daya manusia yang terlibat dalam
proses kerja sebuah organisasi ataupun perusahaan. Sumber daya manusia merupakan
aspek yang sangta penting di dalam perusahaan, karena pencapaian performansi
perusahaan yang baik dapat tercapai dengan adanya peningkatan produktivitas
karyawanny. Oleh karena itu masalah kinerja karyawan ini harus mendapat perhatian
utama.
f. Regulators
Peraturan Pemerintah secara langsung memberikan pengaruh yang besar bagi
perusahaan, pemenuhan dengan peraturan merupakan suatu comformity (bukan hanya
issu). Perusahaan manapun harus memelihara reputasinya di dalam pasar, karenanya
ketidak berhasilan pemenuhan peraturan berpotensi merusakkan publisitas di dalam
pasar. Karena reputasi dari korporasi dapat dirusakkan oleh hal tersebut, belum lagi
proses pengadilan sebagai konsekwensinya memberikan biaya-biaya tambahan.

266
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Metode Cut-off Point


Cut-off Point merupakan metode yang digunakan untuk memastikan derajat
kebutuhan dari setiap kriteria, metode ini pertama kali dikenalkan oleh Maggie C. Y Tam.
Metode ini digunakan untuk memilah pemakaian kriteria untuk pertimbangan dalam suatu
masalah pengambilan sebuah keputusan. Pada metode Cut-off Point ini dibagi menjadi 3
buahh penilaian dimana bila suatu elemen dinilai sangat penting maka akan diberikan nilai
3, untuk cukup penting akan diberikan nilai 2, dan tidak penting akan diberikan nilai 1.
Seluruh penilaian dari responden dikumpulkan kemudian dirata-ratakan untuk tiap
elemennya.
Nilai yang layak untuk di Cut-off Point berdasarkan standard natural cut-off point
adalah nilai yang dibawah natural cut-off point maka kriteria tersebut tidak digunakan dan
dihapus (Tam & al, 2001).

Pengertian Analitycal Hierarchy Process (AHP)


Analitycal Hierarchy Process (AHP) Adalah metode untuk memecahkan suatu
situasi yang komplek tidak terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang
hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif,
dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi
hasil pada situasi tersebut. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih
suatu alternatif yang terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan
alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk variabel aleatori, penetap nilai,
persyaratan preferensi terhadap waktu, dan spesifikasi atas resiko. Betapapun melebarnya
alternatif yang dapat ditetapkan maupun terperincinya penjajagan nilai kemungkinan,
keterbatasan yang tetap melingkupi adalah dasar pembandingan berbentuk suatu kriteria
yang tunggal.

KPI (Key Performance Indikator)


Key Performance Indikator (KPI) adalah sebuah alat ukur kuantitatif untuk
peningkatan performa suatu aktifitas yang menjadi factor kunci kesuksesan suatu
organisasi, menurut Reh, F. John KPI membantu organisasi untuk mendefinisikan dan
mengukur progress dari tujuan organisasi setelah misi, steakholder, dan tujuannya telah
diidentifikasikan dan dianalisis.
Setiap organisasi memiliki KPI yang berbeda tergantung dari budaya dan strategi
organisasi. Sebagai contoh, KPI suatu sekolah adalah rata-rata kelulusan siswanya,
departemen customer service berdasarkan persentase panggilan pelanggan pada menit
pertama, dan untuk organisasi sosial berdasarkan jumlah klien yang dibantu per periode
satu tahunan.

Objective Matrix (OMAX)


Scoring dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah dengan
menggunakan metode Objective Matrix (OMAX), dengan metode ini kita dapat
mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode ini dapat digunakan
untuk mengukur aspek kinerja yang dipertimbangkan dalam suatu unit kerja. Indikator
untuk setiap input dan output dapat didefinisikan dengan jelas.
Konsep dari pengukuran metode Objective Matrix (OMAX) yaitu dari penggabungan
beberapa criteria kinerja kelompok kerja ke dalam sebuah matrik, dan setiap kritetia
kinerja memiliki sasaran berupa jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai
dengan kepentingan terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran dengan

267
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

metode Objective Matrix (OMAX) adalah sebuah nilai tunggal untuk suatu kelompok
kerja.
Langkah-langkah umum dalam melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan
metode Objective Matrix (OMAX) adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan criteria kinerja
Dale Furtwengler (2002: 13) mengidentifikasikan beberapa criteria yang efektif dalam
membuat sebuah ukuran, yaitu: Kuantitatif, Mudah dipahami, Seimbang, Mudah
dipantau, dan Sering dipublikasikan.
2. Penetapan Skala Skor Kinerja
Dalam Objective Matrix score performance yang digunakan yaitu antara 0-10. Hal ini
berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap indikatornya. Seperti yang di tunjukan
contoh Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Contoh Tabel Target Pencapaian Dalam OMAX

Tingkat 0 : Tingkat terendah dari kinerja selama periode dasar.


Tingkat 3 : Hasil yang menunjukkan tingkat kinerja kelompok kerja pada saat
pengukuran periode dasar.
Tingkat 10 : Tingkat realistis yang dapat dicapai dengan sumber sistem yang berlaku.
3. Penetapan bobot berrdasarkan kepentingan criteria kinerja.
Penetapan bobot kepentingan criteria kinerja merupakan tanggung jawab manajemen,
proses dalam penentuan bobot dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara subyektif dan
obyektif.
4. Mengukur indikator kinerja
Langkah terakhir dari pengukuran ini adalah dengan menggabungkan hasil dari
langkah-langkah sebelumnya menjadi suatu indikator.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah alur proses berpikir mengenai tahapan-tahapan
penelitian untuk mengidentifikasikan, menganalisa, merumuskan, memecahkan dan
menarik kesimpulan terhadap masalah yang dihadapi. Tujuannya agar penelitian lebih
terarah dan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan.
Tahapan-tahapan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

268
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 3.1. Metodologi penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi dan Validasi KPI.
Agar perusahaan dapat melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan metode
Performance Prism, maka perusahaan perlu mengidentifikasi dan melakukan validasi pada
KPI yang berhubungan dengan pihak stakeholder dan perspektif pada perusahaan. KPI-
KPI yang telah divalidasi maka akan disusun dalam sebuah bentuk hierarki kinerja.
Hierarki kinerja ini dikelompokkan berdasarkan stakeholder, dengan menggunakan kriteria
ini maka akan dihasilkan empat jenis hierarki, yaitu:

Gambar 4.1 Hierarki Kinerja Kepuasan dan Kontribusi Stakeholder

269
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4.2. Hierarki Kinerja Strategi Stakeholder

Gambar 4.3 Hierarki Kinerja Proses Stakeholder

Gambar 4.4 Hierarki Kinerja Kapabilitas Stakeholder

270
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pembobotan KPI dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)


Setelah mengetahui hierarki kinerja dan KPI setiap perspektif, maka perlu
menentukan prioritas terhadap aspek kinerja yang dianggap penting untuk menetapkan
tujuan perusahaan. Maka pembobotan KPI perlu dilakukan dengan menggunakan metode
Analytical Hierarcy Process. Besar prioritas setiap sasaran perspektif dilakukan dengan
perbandingan berpasangan, sehingga diperoleh bobot masing-masing sasaran perspektif
tersebut. Hal ini dilakukan agar pengukuran kinerja dapat lebih terarah dengan mengukur
kinerja pada KPI dengan nilai bobot tertinggi atau yang diprioritaskan. Nilai bobot total
KPI dapat dilihat pada Tabel 4.2. sedangkan Pada tahap pembobotan AHP ini akan
dilakukan berdasarkan hasil kuisoner KPI yang telah dibagikan kepada kepala bagian. hasil
dari kuisoner tersebut akan diolah dengan menggunakan perhitungan pairwise, yang
nantinya akan menghasilkan bobot dari masing-masing elemen KPI. Pada pembobotan
AHP ini ada 5 nilai yang diberikan yaitu 1,3,5,7,9 dimana diberikan nilai 1 apabila kedua
elemen memiliki kepentingan yang sama, diberi nilai 3 apabila salah satu elemen sedikit
lebih penting dari elemen yang lainnya, diberi nilai 5 apabila salah satu elemen lebih
penting dari elemen yang lainnya, diberi nilai 7 apabila satu elemen jauh lebih penting dari
elemen yang lainnya, dan diberi nilai 9 apabila satu elemen mutlak lebih penting dari
elemen lainnya. Bobot dari berbagai perspektif dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut dengan
rasio konsistensi 0,021:

Tabel 4.1 Bobot perspektif performa prism


Perspektif Bobot
Kepuasan dan kontribusi 0,648273
Strategi 0,196321
Proses 0,077703
Kapabilitas 0,077703

Tabel 4.2 Nilai Bobot total masing-maing KPI


Kepuasan dan kontribusi Strategi Proses Kapabilitas
KPI KK Bobot KPI S Bobot KPI P Bobot KPI K Bobot
1 0,0346 1 0,0081 1 0,0035 1 0,0071
2 0,0346 2 0,0199 2 0,0080 2 0,0017
3 0,0113 3 0,0033 3 0,0009 3 0,0035
4 0,0171 4 0,0063 4 0,0085 4 0,0147
5 0,0058 5 0,0556 5 0,0257 5 0,0049
6 0,0813 6 0,0244 6 0,0223 6 0,0147
7 0,0813 7 0,0060 7 0,0006 7 0,0058
8 0,0334 8 0,0357 8 0,0054 8 0,0024
9 0,0079 9 0,0147 9 0,0007 9 0,0141
10 0,0813 10 0,0114 10 0,0018 10 0,0045
11 0,0230 11 0,0038 11 0,0003 11 0,0015
12 0,0514 12 0,0053 12 0,0003
13 0,0514 13 0,0018 13 0,0018
14 0,0088 14 0,0007
15 0,0514
16 0,0216
17 0,0216
18 0,0071
19 0,0045
20 0,0019
21 0,0169

271
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pengukuran Kinerja dan Perhiutungan OMAX


Sebelum melakukan pengukuran kinerja maka diperlukan penetapan data mengenai
target maksimum, target minimum, dan kondisi awal. Hal ini akan menjadi bahan
perhitungan pada metode OMAX, karena pada data ini terdapat level 10, level 0, dan level
3 serta hasil data pada tahun 2017. Sehingga data pada tahun 2017 ini akan diukur dan
dikategorikan sesuai dengan level yang telah ditentukan dalam metode scoring OMAX.
Penentuan level inilah yang akan menjelaskan apakah kinerja perusahaan tersebut
termasuk kategori yang memiliki kinerja secara maksimal atau minimal. Perhitungan
dengan Metode OMAX Untuk dapat mengetahui pengukuran kinerja secara spesifik dan
level kinerja perusahaan secara tepat, maka perlu dilakukan penempatan level atau skor
setiap KPI dengan menggunakan metode OMAX. Selain itu metode traffic light system
juga diterapkan pada tahap ini dengan menggunakan tiga warna yaitu warna hijau dengan
ambang batas 8 hingga 10 yang berarti kinerja perusahaan telah mencapai performa yang
maksimal. Warna kuning dengan ambang batas 4 hingga 7 yang berarti tergolong pada
penilaian performa yang cukup. Sedangkan untuk warna merah yaitu indikator kinerja
yang berada pada level 0 hingga 3 dan tergolong pada penilaian performa yang kurang baik
atau minimal. Untuk indikator yang berwarna merah ini perlu diperbaiki dan ditingkatkan
lagi dengan melakukan beberapa usulan perbaikan.

Analisa pengukuran kinerja


Hasil analisa metode cut off, bobot masing-masing KPI serta hasil perhitungan dari
scoring OMAX dimana Warna hijau memiliki Performa yang sangat baik, Warna kuning
menunjukan Performa kinerja sedang, dan Warna merah menunjukan Performa yang
buruk dan harus segera diperbaiki dapat di lihat pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK, Strategi, Proses, dan Kapabilitas
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK Bobot
Investor
2 ROI 0,0346
Pelanggan
6 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0813
Karyawan
12 Tingkat motivasi dalam bekerja 0,0514
Pemasok
17 Tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan baku 0,0216
Masyarakat
21 Tingkat kepercayaan masyarakat akan produk yang dijual 0,0169
perusahaan
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Strategi
Investor
2 Tingkat pengurangan biaya-biaya yang tidak penting 0,0199
Pelanggan
5 Tingkat promosi 0,0556
Karyawan
8 Tingkat perekrutan yang lebih selektif 0,0357
Pemasok
10 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0114
Masyarakat
12 Tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar 0,0053

272
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lanjutan Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK, Strategi, Proses, dan Kapabilitas
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Proses
Investor
2 Peningkatan produktivitas karyawan 0,0080
Pelanggan
5 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0257
Karyawan
6 Pemberian training dan motivasi kepada pekerja 0,0223
Pemasok
8 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0054
Masyarakat
10 Tingkat kepercayaan masyarakat 0,0018
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Kapabilitas
Investor
1 Laporan keuangan perusahaan 0,0071
Pelanggan
4 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0147
Karyawan
9 Pemberian training dan motivasi kepada pekerja 0,0141
Pemasok
10 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0045
Masyarakat
13 Pemberian dana sponsor setelah dilakukan survey lapangan 0,0018

Berdasarkan hasil dari rangkuman analisa pada tabel 4.3, maka KPI kepuasan dan
kontribusi stakeholder (KK) terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan
perusahaan yaitu pada KPI KK 17 yaitu tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan
baku. Pada KPI strategi terdapat dua elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan
yaitu pada KPI S 5 dan 10 yaitu tingkat promosi, dan Tingkat keterlambatan pengiriman
barang. Pada KPI proses, terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan
yaitu pada KPI P8 yaitu Tingkat keterlambatan pengiriman barang. Sedangkan pada KPI
kapabilitas terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI
K 10 yaitu Tingkat keterlambatan pengiriman barang.

Usulan perbaikan
Berdasarkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan model scoring OMAX
maka diketahui KPI-KPI yang belum memenuhi target perusahaan. Perusahaan masih
memiliki kendala atau kekurangan dalam hal keterlambatan pengiriman barang dan
promosi produk mereka. Berikut ini terdapat beberapa usulan perbaikan yang telah
dilakukan diskusi dengan perusahaan, yaitu:
1. Berkaitan dengan Nomer KPI (KPI KK 17, KPI S 10, KPI P 8, KPI K 10) tentang
Tingkat keterlambatan pengiriman barang, usulan perbaikan adalah:
a) Melakukan rekap ulang terhadap jadwal pemesanan barang yang dilakukan kepada
pemasok seperti (melakukan stock produk lebih banyak dan memesan barang lebih
awal).
b) Mengutamakan barang yang lebih laku dipasaran untuk dikirim terlebih dahulu.
c) Membuat sebuah jadwal pengiriman barang dari supplier ke perusahaan.
2. Berkaitan dengan Nomer KPI Strategy tentang Tingkat Promosi, usulan perbaikan adalah:
a) Melakukan promosi-promosi seperti diskon.
b) Memberikan potongan harga kepada pelanggan tetap.
c) Membuat sebuah event yang menarik pembeli.

273
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan hasil analisa kinerja, faktor yang masih sangat kurang dan dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan adalah Tingkat keterlambatan dalam pengadaan
bahan baku, Promosi, dan keterlambatan Pengiriman Barang. Aspek-aspek tersebut
harus segera diperbaiki.
2. Usaha-usaha dari perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah
Meningkatkan motivasi kerja, mengurangi biaya-biaya yang tidak penting, perekrurtan
yang lebih selektif, peningkatan produktifitas, meningkatkan kepuasan pelanggan, serta
memberikan training pada pekerja. Sedangkan yang harus dipertahankan adalah tingkat
kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan.
3. Berdasarkan KPI KK 17 yaitu tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan baku,
maka Perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin mengurangi dan menangani
masalah keterlambatan pengiriman barang/bahan baku yang diakibatkan oleh
kemacetan jalan di Jakarta. Namun secara keseluruhan performance dari PT. PFB
sudah cukup baik, tetapi masih memiliki kendala dalam hal pengiriman barang dari
supplier dan promosi, kedua hal ini sedang dikembangkan terus oleh perusahaan
dengan usulan-usulan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Umar, Hausein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia
2. Sudayat, Ridwan Iskandar. 2009. Kinerja Karyawan. Jakarta
3. Vanady, Iwan dan Tanukhidah, Dian. 2004. Perancangan dan Implitasi Sistem
Pengukuran Kinerja Dengan Metode Performance Prism. Surabaya.
4. Arianto, Eka Zusan dan Partiwi, Sri Gunani.2008. Analisa Pengukuran Kinerja Dengan
Menggunakan Metode Performance Prism. Surabaya
5. Hanani, Tiffany Arie. 2012. Mengukur Kinerja Dengan Metode Performance Prism.
6. Wisanggeni, Bambang. 2010. Analitycal Hierarchy Process (AHP). Padang.
7. Neely, A.D., and Adams, C.A.(a), 2000. Perspectives on Performances: The
Performance Prism, Centre for Business Performance, Cranfield School of
Management, UK.
8. Saaty,T.L.,1993. Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for
Decision in Complex World, Prentice Hall Coy. Ltd, Pittsburgh
9. Kaplan, R.S and D.P Norton, 1996. “Translating Strategic into Action –The Balanced
Scorecard”. Havard Business School Press, Boston, Massachussets.
10. Suwignjo, P., I. Vanany, 2000. “Studi Inplementasi Sistem Pengukuran Kinerja
Balanced Scorecard di BUMN”, Penelitian Lemlit ITS, Surabaya

274
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANCANGAN PENYEIMBANGAN LINI PERAKITAN UPPER


SEPATU PADA PT.XYZ MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIXED-
MODEL ASSEMBLY LINE PROBLEM

Anak Agung Gede Dwisuyoga Putra1), Dida Diah Damayanti2), Widia Juliani3)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
e-mail: agungsuyogaputra@gmail.com1), didadiah@telkomuniversity.com2),
widiajuliani@telkomuniversity.ac.id3)

Abstrak
Dewasa ini persaingan di dunia industri manufaktur semakin ketat,sehingga hal ini menuntut
perusahaan manufaktur agar selalu meningkatkan performansi proses produksinya seiring
dengan bertambahnya target pencapaian dari perusahaan sendiri. PT.XYZ merupakan salah
satu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri sepatu. Produk sepatu yang
diproduksi oleh PT.XYZ terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian upper yang merupakan
bagian atas sepatu dan bagian button merupakan bagian bawah sepatu. Pada saat ini PT.XYZ
menghadapai permasalahan tidak tercapainya target produksi sepatu model A,B dan C yang
disebabkan oleh keterlambatan pencapaian target produksi upper sepatu. Keterlambatan
pencapaian target produksi upper disebabkan tidak seimbangnya waktu kerja setiap stasiun
kerja pada lini perakitan upper sepatu. Maka perlu dilakukannya penyeimbangan lini
perakitan,pada penelitian ini penyeimbangan lini perakitan menggunakan metode RPW-MVM.
Setelah dilakukan penyeimbangan lini perakitan diperoleh hasil ,penurunan jumlah stasiun
kerja menjadi 21,peningkatan line efficiency bottleneck situation menjadi 75%,balancing
efficiency meningkat menjadi 87% dan peningkatan output produksi menjadi 315 pasang/hari.

Kata kunci: Penyeimbangan lini perakitan, Ranked Positional Weighted-Moving Target,


Mixed-Model Assembly Line Balancing Problem (MALBP).

1. Pendahuluan
PT.XYZ merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang
industri sepatu. Produk sepatu yang diproduksi oleh PT.XYZ terdiri dari dua bagian utama
yaitu bagian upper yang merupakan bagian atas sepatu dan bagian button merupakan
bagian bawah sepatu. Berdasarkan hasil observasi pada PT.XYZ, didapat data target
produksi sepatu yang diperoleh pada Bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2018.
Berikut merupakan data jumlah target dan realisasi produksi sepatu model A,B dan C.
Tabel 1.1 Target dan Realisasi Produksi Sepatu Model A,B dan C tahun 2018
Target dan Realisasi Produksi Sepatu Tahun 2018 (dalam satuan pasang)
BULAN MODEL A MODEL B MODEL C
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
Januari 869 669 3000 3000 2024 2024
Februari 1448 1448 1189 1189 3000 2488
Maret 1018 968 2352 2352 2250 2250
April 1009 720 4068 3645 1674 1474
Mei 1009 877 1515 1365 3045 3045
Juni 0 0 0 0 0 0
Juli 2004 1950 3030 2715 1018 1018
Agustus 1500 1500 3030 2680 1500 1250
September 1450 1350 2848 2848 2050 1700
Oktober 0 0 0 0 0 0
November 3030 3030 2024 2024 1869 1869
Desember 2024 2024 3524 3000 864 864
Total 15361 14536 26580 24818 19294 17982

275
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa jumlah target produksi sepatu yang ada tidak
direalisasikan dengan baik, adapun penyebab tidak tercapainya target produksi disebabkan
oleh proses perakitan upper yang mengalami keterlambatan pencapaian target produksi
upper sepatu, sehingga penelitian ini hanya berfokus pada proses perakitan upper sepatu.
Berikut ini data distribusi waktu stasiun pada tiap stasiun kerja di lini perakitan upper
sepatu model A,B dan C, yang dijelaskan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Distribusi Waktu Stasiun Lini Perakitan Upper Sepatu Model A,B dan C

Berdasarkan Gambar 1.1 dapat disimpulkan bahwa adanya ketidakseimbangan lini


perakitan yang disebabkan oleh pembebanan kerja antar stasiun tidak merata. Jalur
perakitan model campuran harus dirancang untuk beroperasi secara efisien dalam
menghasilkan variasi dan volume produk yang berbeda untuk mengatasi beragam
kebutuhan pelanggan [1]. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada proses perakitan
upper, bahwa perlu dilakukannya penyeimbangan lini perakitan pada proses perakitan
upper. Pada penelitian ini,penyeimbangan lini perakitan dilakukan menggunakan metode
RPW-MVM dengan model lini perakian tipe Mix-Model Assembly Line, yang memiiliki
tujuan meminimasi jumlah stasiun kerja dengan waktu siklus yang diberikan untuk
meningkatkan efisiensi lintasan perakitan upper di PT.XYZ.

2. Pendekatan Pemecahan Masalah


2.1 RPW-MVM
Metode Ranked Positional Wight (RPW) merupakan metode untuk menyelesaikan
permasalahan line balancing yang diperkenalkan pertama kali oleh Helgeson dan Birnie
pada tahun 1960 yang dapat memberikan solusi memuaskan dan cepat menurut Boctor
(1995) apud Praça (1996). Pada metode ini dilakukan perhitungan pembebanan (weighted)
pada masing-masing elemen kerja (task) berdasarkan precedence diagram. Pembebanan
(weighted) merupakan penjumlahan dari masing-masing waktu elemen kerja dengan
predencecor operasi. Untuk menghilangkan batasan target yang tetap/waktu siklus yang
tetap maka alokasi elemen kerja harus dapat dialokasikan dimana saja dan kapan saja
sehingga dikembangkan metode line balancing pada lintasan perakitan berdasarkan
pembobotan dengan target bergerak (F target) atau Moving-Target (MVM) [2].
Perhitungan Moving-Target (MVM) pada lini perakitan dilakukan pada setiap
workstation dan menyeimbangkan lini perakitan berdasarkan jumlah workstation yang ada
kemudian nilai Moving-Target (MVM) digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penyeimbangan pengalokasian elemen kerja pada workstation. Perhitungan Moving-Target
(MVM) pada proses penyeimbangan lini perakitan akan mempermudah dalam
mengkonfigurasi stasiun kerja dengan mengalokasikan elemen kerja secara seimbang ke
worktation yang telah ditentukan [2].

276
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berikut ialah langkah-langkah perhitungan metode RPW-MVM [2]:


a. Membuat joint precedence, yaitu precedence diagram untuk tiga produk yang
digabungkan.
b. Menghitung proporsi demand, dengan rumus sebagai berikut.
𝑑
𝑝𝑑𝑚 = 𝐷𝑚 (1)
dimana dm ialah permintaan dari produk pada periode p, dengan model m=1,…,M; dan
D ialah total permintaan untuk semua model yang ada pada periode p
c. Menghitung waktu siklus atau takt time
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑝
𝑇𝑐 = (2)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑝
d. Menghitung time weighted average (𝑡̅𝑘 ) yang nantinya digunakan sebagai input
perhitungan average total station time (𝑆̅𝑗 ).
𝑡̅𝑘 = ∑𝑀
𝑚=1 𝑝𝑑𝑚 𝑡𝑘,𝑚 (3)
̅
𝑆𝑗 = ∑𝑘∈𝑗 𝑡𝑘 (4)
Dimana 𝑡𝑘,𝑚 ialah waktu proses dari elemen kerja k pada model m serta 𝑝𝑑𝑚 ialah
proporsi untuk varian/model m.
e. Melakukan perhitungan RPW untuk masing-masing elemen kerja dengan
menjumlahkan 𝑡𝑘 dari proses pendahulu berdasarkan joint precedence kemudian
urutkan sesuai pembobotan RPW.
f. Menghitung jumlah minimum stasiun berdasarkan waktu proses kemudian tentukan
jumlah stasiun teoritis j=W.
𝐶𝑇𝑇𝑚 = ∑𝑁 𝑘=1 𝑡𝑘,𝑚 (5)
𝐶𝑇𝑇𝑚
𝑀𝑖𝑛𝑊 = , 𝑚 = 1, … , 𝑀, (6)
𝑇𝑐
g. Melakukan perhitungan jumlah target bergerak (MVM) workstation terbaru untuk setiap
model (MVM j,m=1…,M).
𝐶𝑇𝐴𝑗,𝑚 = 𝐶𝑇𝐴𝑗+1,𝑚 + 𝑆𝑗,𝑚 (7)
𝐶𝑇𝑇𝑚 − 𝐶𝑇𝐴𝑗+1,𝑚
𝑀𝑉𝑀𝑗,𝑚 = , (8)
𝑀𝑖𝑛𝑊−(𝑀𝑖𝑛𝑊−𝑗)
Target bergerak dari workstation j untuk model m ialah (MVM j,m) ialah elemen kerja
yang belum dialokasikan dibagi dengan total workstation yang belum di-balancing
untuk model m, sedangkan CTAj,m ialah total pembebanan alokasi pada workstation j
dari model m.
h. Melakukan alokasi elemen kerja untuk setiap model ke worktation berdasarkan
pembobotan RPW dengan memperhatikan joint precedence dan bobot rata-rata stasiun
kerja (𝑆̅𝑗 ) dengan tujuan pengalokasian elemen kerja tidak melebihi bobot MVM
tertinggi (𝑆̅𝑗 ≤ (major MVM j,m=1,…,M)) dan perhatikan total waktu elemen kerja untuk
setiap model pada masing-masing stasiun kerja agar tidak melebihi waktu siklus/takt
time (𝑆𝑗,𝑚=1,..,𝑀 ≤ 𝑇𝑐 );
i. Melakukan pengulangan alokasi elemen kerja sampai elemen kerja untuk setiap model
tidak dapat dipindah kembali.
j. Tentukan ( j= j-1 ) dan lakukan perhituangan ulang MVM j,m=1,…,M
k. Melakukan validasi terhadap tingkat ketidak-merataan (inequality) yaitu jika ((major
MVM j,m=1,…,M) ≤ Tc) maka lakukan langkah selanjutnya, jika
((major MVM j,m=1,…,M) ≥ Tc) maka ulangi langkah ke-8 dengan menghitung (MinW=
MinW+1) dan lakukan pengulangan alokasi elemen kerja kemudian lakukan

277
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pengulangan perhitungan dari langkah ke-10 sampai dengan ke-13 hingga seluruh
elemen kerja terdistribusi.

2.2 Indikator Performansi Lini Perakitan


Adapun indikator performansi penyeimbangan lini perakitan metode RPW-MVM
yang digunakan sebagai berikut [3]:
a. Line Efficiency Bottleneck Situation (LEb)
Line Efficiency Bottleneck Situation (LEb) merupakan suatu indikator untuk mengukur
penggunaan lini perakitan yang akan berdampak kepada aspek evaluasi ekonomi.
Berikut ini merupakan rumus Line Efficiency Bottleneck Situation (LEb):
∑𝑁 ̅̅̅
𝑘=1 𝑡𝑘
𝐿𝐸𝑏 = 𝑥 100 (9)
𝑊 𝑥 𝑇𝐺
Dimana, 𝑡̅𝑘 adalah bobot waktu rata-rata, 𝑊 adalah jumlah workstation dan 𝑇𝐺 adalah
waktu workstation terbesar.

b. Balancing Efficiency
Balancing Efficiency merupakan suatu indikator yang mengukur kualitas alokasi
elemen kerja ke workstation yang berdampak kepada peningkatan tingkat produksi.
Berikut ini merupakan rumus Balancing Efficiency:
∑𝑊 |𝑆
̅̅̅𝑗 −𝑆𝑎𝑣 |
𝐵𝐸 = [1 − 𝑗=1 ] 𝑥 100 (10)
𝑊 𝑥 𝑆𝑎𝑣
Dimana, 𝑆̅𝑗 adalah waktu total stasiun rata-rata tertimbang, 𝑊 adalah jumlah
workstation dan 𝑆𝑎𝑣 adalah waktu stasiun rata-rata.

c. Kapasitas Produksi
𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝑝
𝐶𝑎𝑝𝑏 = (11)
𝑇 𝑔
Dimana, Tg merupakan waktu siklus terbesar.

3. Pengumpulan Data
3.1 Keseimbangan Lini Perakitan Existing
Berikut ini data yang menunjukkan keseimbangan lini perakitan pada kondisi aktual
yaitu:
a. Jumlah stasiun kerja pada lini perakitan upper saat ini berjumlah 28 stasiun kerja.
b. Waktu kerja untuk perakitan sebesar Waktu kerja untuk perakitan sebesar 28800
detik/hari, waktu siklus sebesar 112,59 detik/unit.
c. Indikator performansi kondisi keseimbangan lini aktual, ditampilkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.1 Indeks Performansi Lini Perakitan Aktual
Indikator Performansi Kondisi Aktual
Kapasitas Produksi 255 pasang/hari
Line Efficiency Bottleneck Situation/Leb 45%
Balancing Efficiency 59%

3.2 Perhitungan RPW-MVM


Berikut ialah hasil perhitungan RPW-MVM:
a. Penentuan joint precedence diagram untuk 3 varian produk upper model A,B dan C
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

278
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 3.1 Joint Precedence Diagram Upper Sepatu Model A,B dan C

b. Proporsi demand untuk model A sebesar 25,09%, model B sebesar 43,41%, dan model
C sebesar 31,51%
c. Perhitungan rata-rata tk (𝑡̅𝑘 ) dan pembobotan untuk setiap elemen kerja yang dijelaskan
pada Tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2 Perhitungan rata-rata tk (𝑡̅𝑘 ) dan Pembobotan RPW


No A B C Rata-rata
Elemen Kerja Bobot
Elemen 25,09% 43,41% 31,51% Tk
38 Pasang Tali 90,85 90,60 92,52 91,27 1429,81
37 Bersihkan dengan cairan kimia 38,35 38,04 35,45 37,30 1338,54
36 Rapihkan benang bekas jahitan dengan blower 35,58 37,14 35,08 36,10 1301,24
35 Jahit Upper dengan VampTOngue Sisi Kiri 69,20 69,29 70,57 69,67 1265,14
34 Jahit Upper dengan VampTOngue Sisi Kanan 68,98 67,36 62,61 66,27 1195,48
27 Press Kancing 17,11 24,83 24,82 22,89 832,66
26 Pasang Kancing 11,62 27,44 25,74 22,94 809,77
25 Ploncing 28,61 25,10 26,64 26,47 786,83
24 Tempel Collar Foam 58,74 62,29 59,23 60,43 760,37
23 Tempel Internal CT 34,63 0,00 0,00 8,69 699,94
22 Jahit Collar Lining 52,72 41,73 42,46 44,72 691,25
20 Jahit Abong 35,33 28,31 27,53 29,83 646,53
19 Tempel Back CT ke Side Guard 20,58 25,10 24,19 23,68 616,70
14 Jahit Eyelet 49,29 48,76 48,10 48,68 461,06
13 Jahit Keliling 63,07 61,81 67,48 63,91 412,38
12 Jahit Lurus 30,15 32,70 30,04 31,22 348,47
10 Jahit Back Tab 61,32 0,00 0,00 15,38 307,22
33 Jahit Vamp dengan Tongue 65,15 64,05 58,45 62,56 296,55
11 Jahit Babing 0,00 23,11 0,00 10,03 295,34
9 Tempel Back Tab pada Side Guard 26,02 0,00 0,00 6,53 291,83
8 Tempel Quarter Linning pada Side Guard 70,50 71,96 69,69 70,88 285,31
7 Tempel Collar Backer 36,93 37,80 35,67 36,91 214,43
32 Gunting Rapih 27,68 26,46 23,08 25,70 193,88
6 Tempel Mud Guard pada Side Guard 40,13 0,00 0,00 10,07 169,48
31 Jahit Keliling Tongue 41,72 37,84 36,43 38,37 168,17
5 Tempel Collar Side 0,00 0,00 25,51 8,04 161,21
4 Jahit Sambung Side Guard 66,64 70,61 72,08 70,08 153,18
18 Tempel Busa Ke Back CT 26,60 0,00 0,00 6,67 131,96
30 Tempel Tongue Linning dengan Tongue dan Perekatan 53,31 87,57 87,57 78,97 129,80
17 Tempel Intenal Heel I Ke Back CT 37,34 25,41 23,70 27,86 125,29
16 Blower dan lem Back C/T kanan & kiri 67,69 71,49 62,38 67,67 97,43
3 Tempel Quarter & Side Guard 62,73 59,31 57,05 59,45 83,10
29 Jahit Toungue Logo 24,14 23,44 23,90 23,76 50,83
21 Jahit Keliling Vamp 46,73 38,79 36,65 40,11 40,11
15 Jahit Back C/T kanan & kiri 31,82 28,96 29,22 29,76 29,76
28 Jahit Tongue Top & Button 26,58 28,89 24,95 27,07 27,07
2 Tempel Eyestay R/F 25,81 22,34 23,72 23,65 23,65
1 Tempel Eyestay dan Mud Guard 24,86 0,00 0,00 6,24 6,24

d. Perhitungan waktu siklus teoritis (𝑇𝑐 ) atau takt-time, didapat sebesar 93,51 menit/unit
dengan total demand 308 pasang/hari. Sehingga alokasi elemen kerja pada setiap stasiun
kerja tidak boleh melebihi 93,51 detik.

279
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

e. Perhitungan jumlah stasiun kerja minimal, didapat bahwa jumlah stasiun kerja minimal
ialah 17 stasiun, karena adanya batasan precedence stasiun yang dibutuhkan sejumlah
21 stasiun.

Tabel 3.3 Perhitungan Stasiun Kerja Minimal


Seri/Model
Upper A Upper B Upper C
CTTm (detik) 1568,49 1398,53 1362,50
Tc(detik) 93,51 93,51 93,51
Jumlah stasiun kerja minimal (MINw) 16,78 14,96 14,57
Jumlah stasiun kerja (W=j) 17

f. Perhitungan Moving Target dan Pengalokasian Elemen Kerja Usulan Berdasarkan


Pembobotan RPW dan Nilai Moving Target.
Sebelum melakukan pengalokasian elemen kerja ke stasiun kerja diperlukan
perhitungan jumlah target bergerak (MVM) workstation terbaru untuk setiap model (MVM
j,m=1…,M) sebagai acuan untuk melakukan pengalokasian elemen kerja ke stasiun kerja
baru. Berikut ini penjelasan perhitungan moving target dan alokasi elemen kerja
berdasarkan pembobotan RPW yang dijelaskan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Perhitungan Moving Target dan Pengalokasian Elemen Kerja Usulan
Berdasarkan Pembobotan RPW dan Nilai Moving Target
Waktu stasiun (Sj) Average
Seri/model produk A B C
Total Max Takt
W 21 21 21 Sj,A Sj,B Sj,C Station AVMm Time
j (m) Time
CTTm 1568,49 1398,53 1362,50
CTAj+1 0,00 0,00 0,00
21 90,85 90,60 92,52 91,27 74,69 93,51
AVMm 74,69 66,60 64,88
CTAj+1 90,85 90,60 92,52
20 73,93 75,19 70,52 73,40 73,88 93,51
AVMm 73,88 65,40 63,50
CTAj+1 164,77 165,79 163,04
19 69,20 69,29 70,57 69,67 73,88 93,51
AVMm 73,88 64,88 63,13
CTAj+1 233,97 235,07 233,61
18 68,98 67,36 62,61 66,27 74,14 93,51
AVMm 74,14 64,64 62,72
CTAj+1 302,95 302,43 296,21
17 57,34 77,37 77,20 72,29 74,44 93,51
AVMm 74,44 64,48 62,72
CTAj+1 360,29 379,80 373,42
16 93,37 62,29 59,23 69,12 75,51 93,51
AVMm 75,51 63,67 61,82
CTAj+1 453,66 442,09 432,65
15 52,72 41,73 42,46 44,72 74,32 93,51
AVMm 74,32 63,76 61,99
CTAj+1 506,37 483,82 475,11
14 55,91 53,42 51,72 53,51 75,87 93,51
AVMm 75,87 65,34 63,39
CTAj+1 562,28 537,24 526,83
13 49,29 48,76 48,10 48,68 77,40 93,51
AVMm 77,40 66,25 64,28
CTAj+1 611,57 586,00 574,92
12 63,07 61,81 67,48 63,91 79,74 93,51
AVMm 79,74 67,71 65,63
CTAj+1 674,63 647,80 642,40
11 91,47 55,81 30,04 56,63 81,26 93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46
CTAj+1 766,10 703,61 672,44
10 91,17 64,05 58,45 69,09 80,24 93,51
AVMm 80,24 69,49 69,01
CTAj+1 857,27 767,66 730,89
9 70,50 71,96 69,69 70,88 79,02 93,51
AVMm 79,02 70,10 70,18
CTAj+1 927,78 839,62 800,58
8 64,61 64,27 84,26 70,65 80,09 93,51
AVMm 80,09 69,86 280
70,24
CTAj+1 992,39 903,89 884,84
7 81,85 37,84 36,43 48,44 82,30 93,51
AVMm 82,30 70,66 68,24
CTAj+1 1074,24 941,73 921,27
AVMm 74,44 64,48 62,72
CTAj+1 360,29 379,80 373,42
16 93,37 62,29 59,23 69,12 75,51 93,51
AVMm 75,51 63,67 61,82
CTAj+1 453,66 442,09 432,65
15 Seminar Nasional
52,72 41,73Mesin
42,46 dan Industri
44,72 74,32(SNMI
93,51 XIII) 2019
AVMm 74,32 63,76 61,99
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
CTAj+1 506,37 483,82 475,11
14 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan
55,91 53,42 51,72 53,51 75,87Industri
93,51 Nasional
AVMm 75,87 65,34 63,39
CTAj+1 562,28 537,24 526,83
Jakarta, 25-26 April 2019
13 49,29 48,76 48,10 48,68 77,40 93,51
AVMm 77,40 66,25 64,28
Lanjutan Tabel 3.4 Perhitungan
CTAj+1 611,57 Moving Target
586,00 574,92 dan Pengalokasian Elemen Kerja Usulan
12 63,07 61,81 67,48
Berdasarkan
AVMm 79,74 Pembobotan
67,71 RPW dan
65,63 Nilai Moving63,91
Target79,74 93,51
CTAj+1 674,63 647,80 642,40 Waktu stasiun (Sj) Average
Seri/model
11 produk A B C 91,47 55,81 30,04 56,63 81,26 93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46 Total Max Takt
W
CTAj+1 21
766,10 21
703,61 21
672,44 Sj,A Sj,B Sj,C Station AVMm Time
j (m)
10 91,17 64,05 58,45 69,09
Time 80,24 93,51
CTTm
AVMm 1568,49
80,24 1398,53
69,49 1362,50
69,01
CTAj+1 0,00
857,27 0,00
767,66 0,00
730,89
21
9 90,85
70,50 90,60
71,96 92,52
69,69 91,27
70,88 74,69
79,02 93,51
AVMm 74,69
79,02 66,60
70,10 64,88
70,18
CTAj+1 90,85
927,78 90,60
839,62 92,52
800,58
20
8 73,93
64,61 75,19
64,27 70,52
84,26 73,40
70,65 73,88
80,09 93,51
AVMm 73,88
80,09 65,40
69,86 63,50
70,24
CTAj+1 164,77
992,39 165,79
903,89 163,04
884,84
19
7 69,20
81,85 69,29
37,84 70,57
36,43 69,67
48,44 73,88
82,30 93,51
AVMm 73,88
82,30 64,88
70,66 63,13
68,24
CTAj+1 233,97
1074,24 235,07
941,73 233,61
921,27
18
6 68,98
93,25 67,36
70,61 62,61
72,08 66,27
76,75 74,14
82,37 93,51
AVMm 74,14
82,37 64,64
76,13 62,72
73,54
CTAj+1 302,95
1167,48 302,43
1012,33 296,21
993,35
17
5 57,34
53,31 77,37
87,57 77,20
87,57 72,29
78,97 74,44
80,20 93,51
AVMm 74,44
80,20 64,48
77,24 62,72
73,83
CTAj+1 360,29
1220,80 379,80
1099,90 373,42
1080,92
16
4 93,37
88,06 62,29
77,73 59,23
72,56 69,12
78,69 75,51
86,92 93,51
AVMm 75,51
86,92 63,67
74,66 61,82
70,40
CTAj+1 453,66
1308,85 442,09
1177,63 432,65
1153,47
15
3 52,72
92,54 41,73
71,49 42,46
62,38 44,72
73,90 74,32
86,54 93,51
AVMm 74,32
86,54 63,76
73,63 61,99
69,67
CTAj+1 506,37
1401,40 483,82
1249,13 475,11
1215,85
14
2 55,91
88,54 53,42
81,65 51,72
80,77 53,51
83,10 75,87
83,55 93,51
AVMm 75,87
83,55 65,34
74,70 63,39
73,32
CTAj+1 562,28
1489,93 537,24
1330,77 526,83
1296,62
13
1 49,29
78,55 48,76
67,75 48,10
65,88 48,68
69,87 77,40
78,55 93,51
AVMm 77,40
78,55 66,25
67,75 64,28
65,88
CTAj+1 611,57 586,00 574,92
12 63,07 61,81 67,48 63,91 79,74 93,51
BerdasarkanAVMm 79,74
hasil perhitungan67,71
moving 65,63
target dan pengalokasian elemen kerja usulan
CTAj+1 674,63 647,80 642,40
berdasarkan11pembobotan RPW dan nilai moving91,47 target
55,81 yang
30,04 dijelaskan
56,63 81,26pada Tabel 3.4
93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46
bahwa jumlah stasiun
CTAj+1
kerja
766,10
baru
703,61
yang terbentuk
672,44
sejumlah 21. Berdasarkan hasil
perhitungan moving
10
AVMm
target
80,24
dan pengalokasian
69,49 69,01
elemen kerja bahwa dapat dilihat bahwa
91,17 64,05 58,45 69,09 80,24 93,51

validasi terhadap CTAj+1


tingkat 857,27
ketidak-merataan
767,66 (inequality)
730,89 yaitu ((major MVM j,m=1,…,M) ≤ Tc)
9 70,50 71,96 69,69 70,88 79,02 93,51
terpenuhi sehingga dapat
AVMm disimpulkan
79,02 70,10 lini perakitan
70,18 usulan dapat diimplementasikan.
CTAj+1 927,78 839,62 800,58
8 64,61 64,27 84,26 70,65 80,09 93,51
g. Perhitungan indeks
AVMm performansi
80,09 lini perakitan
69,86 70,24 usulan
Berikut
7 ini perhitungan indeks performansi
CTAj+1 992,39 903,89 884,84 lini37,84
81,85 perakitan
36,43 usulan,
48,44 yang
82,30 dijelaskan
93,51
pada Tabel 3.5. AVMm 82,30 70,66 68,24
CTAj+1 1074,24 941,73 921,27
6 93,25 70,61 72,08 76,75 82,37 93,51
AVMm 82,37 76,13 73,54
Tabel 3.5 Indeks Performansi Lini Perakitan Aktual
CTAj+1 1167,48 1012,33 993,35
5
AVMm
Indikator
80,20
Performansi
77,24 73,83
53,31 Kondisi
87,57 87,57 78,97 Aktual
80,20 93,51

Kapasitas
CTAj+1Produksi
1220,80 1099,90 1080,92 315 pasang/hari
4 88,06 77,73 72,56 78,69
Line Efficiency
AVMm Bottleneck
86,92 74,66 Situation/Leb
70,40 75% 86,92 93,51
Balancing
3
CTAj+1 Efficiency
1308,85 1177,63 1153,47
92,54 71,49 62,38
87% 86,54 93,51
73,90
AVMm 86,54 73,63 69,67
4. Analisis 2 CTAj+1 1401,40 1249,13 1215,85
88,54 81,65 80,77 83,10 83,55 93,51
AVMm 83,55 74,70 73,32
Setelah dilakukan penyeimbangan lini perakitan upper sepatu model A,B dan C
CTAj+1 1489,93 1330,77
kemudian dilakukan
1 perbandingan indeks1296,62
performansi antara
78,55 67,75 65,88lini69,87
perakitan
78,55 usulan
93,51 dengan
AVMm 78,55 67,75 65,88
lini perakitan aktual, perbandingan indeks performansi dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar peningkatan performansi lini perakitan usulan yang telah dicapai. Berikut
ini hasil perbandingan indeks performansi lini perakitan usulan dengan lini perakitan
aktual yang dijelaskan pada Tabel 4.1.

281
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 4.1 Hasil Perbandingan Indeks Performansi Lini Perakitan Usulan Dengan Lini
Perakitan Aktual
Aktual Usulan
Waktu yang tersedia (detik) 28800 28800
Demand (pasang) 308 308
Variabel Waktu siklus/takt time (detik) 93,51 93,51
Waktu siklus terbesar/Tg (detik) 112,59 91,27
Waktu total perakitan/CTTg (detik) 1429,81 1429,81
Jumlah stasun kerja 28 21
Kapasitas produksi (pasang) 255 315
Indikator Line Efficiency Bottleneck 45 75
Situation/LEb(persen)
Balancing Efficiency (persen) 59 87

Berdasarkan hasil perbandingan indeks performansi lini perakitan usulan dengan lini
perakitan aktual dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah stasiun kerja dan
peningkatan kapasitas produksi yang dapat dicapai lini perakitan upper usulan yang
disebabkan oleh peningkatan indeks balancing efficiency dan line efficiency bottleneck
situation.

5. Kesimpulan dan Saran


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh PT.XYZ yaitu tidak terpenuhinya
target produksi upper sepatu model A,B dan C yang disebabkan oleh lini perakitan yang
tidak seimbang dan terdapat waktu stasiun kerja yang melampaui takt time yang telah
ditentukan, maka penelitian ini melakukan penyeimbangan lini perakitan upper sepatu
model A,B,dan C dengan meratakan beban kerja untuk setiap stasiun kerja menggunakan
metode RPW-MVM. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai hasil yang diperoleh dari
penyeimbangan lini perakitan menggunakan metode RPW-MVM:
1. Dengan meratakan beban kerja untuk setiap stasiun kerja pada lini perakitan upper
sepatu model A,B dan C dapat menurunkan waktu siklus lini perakitan sehingga waktu
siklus pada lini perakitan usulan berada dibawah takt time. Dengan waktu siklus lini
perakitan dibawah takt time mengakibatkan lini perakitan dapat mencapai target
produksi yang telah ditentukan oleh perusahaan.
2. Terdapat peningkatan kapasitas produksi setelah dilakukannya penyeimbangan lini
perakitan sebesar 60 pasang upper sepatu. Dimana pada kondisi lini perakitan aktual
memiliki kapasitas produksi sebesar 255 pasang/hari, kemudian setelah dilakukannya
penyeimbangan lini perakitan kapasitas produksi yang dapat dicapai sebesar 315
pasang/hari.
3. Terdapat penurunan jumlah stasiun kerja dimana pada lini perakitan aktual terdapat 28
stasiun kerja, sedangkan lini perakitan usulan berkurang menjadi 21 stasiun kerja.
4. Didapatkan indeks performansi yang lebih baik. Lini perakitan upper sepatu model A,B
dan C usulan memiliki line efficiency bottleneck situation sebesar 75 % dan balancing
efficiency sebesar 87 % sedangkan lini perakitan aktual memiliki memiliki line
efficiency bottleneck situation sebesar 45 % dan balancing efficiency sebesar 59 %.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa lini perakitan usulan lebih baik dari lini perakitan
aktual.

282
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5.2 Saran
Penelitian ini hanya berfokus pada pengalokasian beban kerja (elemen kerja) pada
stasiun, untuk penelitian yang lebih menyeluruh dapat dilakukannya optimasi tata letak
stasiun serta kelancaran part dan komponen pada lini perakian.

Daftar Pustaka
1. D. Damayanti dan I. Toha, “Reconfigurable Mixed Model Assembly Line Design in a
Dynamic Production Environtment,” Hong Kong, China, 2012.
2. G. Reginato, M. Anzanello, A. Kahmann dan L. Schmidt, “Mixed Assembly Line
Balancing Method In Scenarios With Different Mixed of Products,” Gest. Prod Sao
Carlos, pp. 294-307, 2017.
3. J. Peinado dan A. Graeml, “Administracao da producao: operacoes industriais e de
servicos,” Curitiba: UNICENP, 2007.

283
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

USULAN PENYEIMBANGAN LINI PERAKITAN TRANSFORMER


UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI LINI PADA PT.XYZ
MENGGUNAKAN METODE GENETIC ALGORITHM

Dzulhia Ardiaty, Dida Diah Damayanti, Murni Dwi Astuti


Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
Jl. Telekomunikasi No. 1, Telp/Fax. (022) 7564108
e-mail: dzulhiaa@gmail.com
Abstrak
PT.XYZ adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang perakitan transformer.
Dalam memproduksi transformer perusahaan menetapkan target produksi yang harus
tercapai, namun target produksi yang ditetapkan perusahaan tidak dapat dicapai dengan baik,
dengan tingkat rata-rata ketidaktercapaian produksi sebesar 45%. Hal ini diakibatkan oleh
nilai efisiensi lintasan produksi yang rendah, dimana terdapat perbedaan waktu disetiap
stasiun kerja yang menyebabkan adanya bottleneck karena beberapa stasiun kerja melakukan
proses penuh dan beberapa stasiun kerja lainnya dalam kondisi menganggur karena
menunggu input dari stasiun kerja sebelumnya. Penelitian ini dilakukan untuk membantu
perusahaan dalam menyelesaikan permasalah tersebut dengan melakukan penyeimbangan
pada lini perakitan. Penyeimbangan lini perakitan merupakan metode untuk menyeimbangkan
penugasan elemen kerja pada tiap stasiun kerja untuk meminimumkan total idle time pada
keseluruhan stasiun kerja pada tingkat output tertentu. Tujuan akhir dari penyeimbangan lini
perakitan adalah meminimasi waktu menggangur di tiap stasiun kerja sehingga, dicapai
efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja. Pada penelitian ini, penyeimbangan lini
perakitan dilakukan menggunakan metode genetic algorithm dengan hasil balance delay pada
lini perakitan usulan menurun menjadi 20.59% dari lini perakitan aktual 82.35%, line
efficiency pada lini perakitan usulan meningkat menjadi 76.90% dari lini perakitan aktual
17.65%, dan smoothing index pada lini perakitan usulan menurun menjadi 3.42 dari lini
perakitan aktual 66.21.

Kata kunci: Penyeimbangan Lini Perakitan, Genetic Algorithm, Balance Delay, Line Efficiency,
Smoothing Index.

1. Pendahuluan
Perkembangan industri manufaktur di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Ketatnya persaingan menuntut perusahaan untuk lebih meningkatkan
performansi agar dapat tetap bertahan dan bersaing dengan kompetitor. Perusahaan perlu
menyesuaikan tingkat kebutuhan terhadap kapasitas produksi yang tersedia agar dapat
memberikan tingkat produksi yang optimum.
PT.XYZ adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang perakitan
transformer. Dalam memproduksi transformer perusahaan menetapkan target produksi
yang harus tercapai, namun target produksi yang ditetapkan perusahaan tidak dapat dicapai
dengan baik, dengan tingkat rata-rata ketidaktercapaian produksi sebesar 45%. Hal ini
diakibatkan oleh nilai efisiensi lintasan produksi yang rendah. Berikut grafik waktu stasiun
kerja eksisting dan taktime dapat dilihat pada Gambar 1.

284
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

20,000
18,000
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tws (menit) 10,0 17,3 1,92 1,83 1,09 2,43 1,39 1,12 2,82 1,73 1,14 0,99 0,83 3,73 3,98 2,44 2,97 2,03 1,14 0,23
Takt Time 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57

Tws (menit) Takt Time

Gambar 1. Grafik Waktu Stasiun Kerja Eksisting dan Taktime

Berdasarkan Gambar 1 terdapat perbedaan waktu disetiap stasiun kerja yang


menyebabkan adanya bottleneck dimana beberapa stasiun kerja melakukan proses penuh
dan beberapa stasiun kerja lainnya dalam kondisi menganggur karena menunggu input dari
stasiun kerja sebelumnya (Groover, 2001). Penumpukan produk setengah jadi/work in
process di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya terdapat pada
stasiun kerja 2 sejumlah 19 unit, stasiun kerja 6 sejumlah 234, stasiun kerja 9 sejumlah
247, stasiun kerja 14 sejumlah 434, stasiun kerja 15 sejumlah 7, dan stasiun kerja 17
sejumlah 34 unit. Penumpukan produk setengah jadi dapat menyebabkan waktu
penyelesaian produk bertambah, hal ini tentu saja tidak efisien dan akan mengurangi
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Salah satu cara untuk menyelesaikan permasalah tersebut ialah dengan melakukan
penyeimbangan pada lini perakitan. Penyeimbangan lini perakitan merupakan metode
untuk menyeimbangkan penugasan elemen kerja pada tiap stasiun kerja untuk
meminimumkan total idle time pada keseluruhan stasiun kerja pada tingkat output tertentu
(Boysen, 2007). Pada penelitian ini, penyeimbangan lini perakitan dilakukan menggunakan
metode genetic algorithm dengan tujuan meningkatkan efisiensi lintasan dari proses
assembly pada PT.XYZ. Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan sebelumnya dengan
judul penelitian “Penyeimbangan Lini Perakitan Menggunakan Metode Genetic Algorithm
untuk Meningkatkan Kapasitas Produksi” oleh Sumiharni Batubara dan Fikri Nuradhi yang
menghasilkan completion time sebesar 1032 detik dengan jumlah stasiun sebanyak 7.
Sehingga menghasilkan penghematan waktu sebesar 13.85% dan meningkatkan efisiensi
lini sebanyak 16%.

2. Pendekatan Pemecahan Masalah


Penyelesaian permasalahan keseimbangan lini perakitan menggunakan genetic
algorithm terdiri dari:
1. Inisialisasi Populasi
Populasi awal terdiri dari beberapa kromosom, dalam penelitian ini didapatkan
dengan menggunakan metode Helgeson and Birnie dan secara acak tanpa melanggar
precedence.

285
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Nilai Fitness
Tujuan dalam masalah ALB tipe-1 adalah untuk meminimalkan jumlah stasiun.
Berikut merupakan rumus dari fitness function (M.Tanyer, 1997):
∑𝑛
𝑘=1(𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑘 )
2 ∑𝑛
𝑘=1(𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑘 )
𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑓𝑢𝑛𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = 2√ + (1)
𝑛 𝑛

Dimana:
𝑆𝑚𝑎𝑥 = Waktu stasiun kerja maksimal
𝑆𝑘 = Waktu stasiun kerja k
𝑛 = Jumlah stasiun kerja

Bagian pertama pada fitness function bertujuan untuk menemukan keseimbangan


terbaik di antara solusi yang memiliki jumlah stasiun yang sama sedangkan bagian kedua
bertujuan untuk meminimalkan jumlah stasiun dalam solusi.

3. Linear Fitness Ranking


Linear fitness ranking digunakan untuk menghindari kecenderungan konvergen
apabila mencapai optimum lokal karena kecilnya perbedaan nilai-nilai fitness pada semua
individu dalam populasi. Nilai fitness dibuat menjadi skala dalam ranking dari yang
memiliki nilai fitness terkecil hingga besar dengan nilai fitness baru yang berada pada
rentang fitness terkecil hingga terbesar (Suyanto, 2005).

4. Prosedur Seleksi
Seleksi dilakukan menggunakan roulette wheel selection, seleksi ini untuk
mendapatkan individu dengan nilai fitness yang lebih baik, serta mendapatkan peluang
dalam memilih individu untuk menjadi populasi pada generasi berikutnya.

5. Crossover
Pindah silang dilakukan terhadap individu yang telah terpilih oleh roulette wheel
selection, menggunakan two-point order crossover dengan probabilitas yang ditentukan
menggunakan trial and error.

6. Mutation
Mutasi dilakukan terhadap setiap elemen kerja di dalam seluruh individu di dalam
populasi dengan probabilitas dilakukannya mutasi sebesar probabilitas mutasi yang
ditentukan dengan trial and error. Teknik yang digunakan yaitu swapping mutation
dengan menukar satu elemen kerja dengan elemen kerja lainnya di dalam satu individu.

7. Stopping Condition
Jumlah generasi maksimum ditentukan dengan percobaan genetic algorithm hingga
nilai fitness berturut-turut tidak terjadi kenaikan lagi.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data


3.1 Pengumpulan Data
1. Data Waktu Kerja
Waktu kerja normal pada perusahaan yaitu selama lima hari dalam satu minggu.
Total jam kerja dalam satu hari dapat dilihat pada Tabel 1.

286
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1. Total Jam Kerja dalam Satu Hari


Durasi Total Waktu Kerja
Hari Jam Kerja
(menit) (menit/hari)
08.00-11.45 225
Senin-Jumat 12.45-15.00 135 465
15.15-17.00 105

2. Diagram Keterkaitan Elemen Kerja


Diagram keterkaitan digunakan sebagai representasi grafis dari urutan elemen kerja
yang saling ketergantungan, dimana suatu elemen kerja dengan suatu elemen kerja
pendahulunya tidak boleh dilanggar.

Gambar 2. Diagram Keterkaitan Elemen Kerja

3. Jumlah Stasiun Kerja dan Operator


Jumlah stasiun kerja aktual adalah 20 stasiun kerja dengan jumlah operator sebanyak
20 orang, dimana dalam satu stasiun kerja terdiri dari satu orang operator.

4. Alokasi Elemen Kerja dan Waktu Stasiun Kerja Aktual

Tabel 2. Alokasi Elemen Kerja dan Waktu Stasiun Kerja Aktual


WS No. Elemen Kerja Tek (menit)
1 1.22
2 1.07
3 1.06
1 4 0.93
5 1.93
6 2.09
7 1.72
8 0.23
9 1.56
10 2.09
11 2.08
12 1.68
2 13 1.54
14 1.31
15 1.29
16 1.72
17 1.72
18 2.14

287
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lanjutan Tabel 2. Alokasi Elemen Kerja dan Waktu Stasiun Kerja Aktual
WS No. Elemen Kerja Tek (menit)
3 19 1.92
4 20 1.83
5 21 1.09
6 22 2.44
7 23 1.40
8 24 1.13
25 0.27
9 26 2.32
27 0.23
10 28 1.74
11 29 1.14
12 30 1.00
13 31 0.83
32 2.27
14
33 1.47
34 2.36
15
35 1.62
16 36 2.45
37 2.31
17
38 0.66
18 39 2.04
19 40 1.14
20 41 0.23

5. Balance Delay
Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari
waktu mengganggur sebenarnya (Baroto, 2002). Balance delay pada lini perakitan aktual
yaitu:
(𝑛 𝑥 𝐶) − ∑𝑛
𝑖=1 𝑡𝑖 𝑥 100% (20 𝑥 17,362) − 61,300 𝑥 100%
𝐷= = = 82,346%
(𝑛 𝑥 𝐶) (20 𝑥 17,362)

6. Line Efficiency
Line efficiency didapatkan dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan siklus
dikalikan jumlah stasiun kerja, sehingga didapatkan line efficiency lini perakitan aktual
yaitu:
∑𝐾𝑛
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖 61,300
𝐿𝐸 = 𝑥 100% = (20)(17,362) 𝑥 100% = 17,654%
(𝐾)(𝐶𝑇)

7. Smoothing Index
Smoothing index merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu. Smoothing index pada lini perakitan aktual yaitu:
𝑆𝐼 = √∑𝐾 2
𝑖=1(𝑆𝑇𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖) = √4383.822 = 66,210

3.2 Pengolahan Data


1. Penerapan Genetic Algorithm menggunakan Software MATLAB
Penerapan genetic algorithm pada lini perakitan transformer terdiri dari beberapa
parameter, yaitu:
a. Ukuran Populasi
Jumlah kromosom dalam populasi yaitu 6.

288
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

b. Populasi Awal
Dalam model ini digunakan metode Helgeson and Birnie serta secara acak.
c. Probabilitas Crossover
Probabilitas crossover berdasarkan penelitian sebelumnya sebesar 98%.
d. Probabilitas Mutation
Probabilitas mutation berdasarkan penelitian sebelumnya sebesar 2%.
e. Jumlah Iterasi
Jumlah iterasi pada penelitian ini yaitu 100.
f. Waktu Siklus
Waktu siklus yang ditentukan berdasarkan target produksi adalah 2.57 menit.

2. Hasil Running Program Genetic Algorithm dengan Software MATLAB


Hasil yang didapat dari beberapa kali running program genetic algorithm yaitu:

Tabel 3. Hasil Running Genetic Algorithm


Smoothing Jumlah Stasiun
Running ke- Line Efficiency Elapsed Time
Index Kerja
1 0.769 3.42 31 0.09
2 0.769 3.42 31 0.11
3 0.769 3.42 31 0.71
4 0.769 3.42 31 0.32
5 0.769 3.42 31 0.13

Hasil running tersebut memberikan nilai yang sama, tidak terdapat perubahan
kenaikan atau penurunan. Lini perakitan yang dihasilkan sebagai berikut:
a. Jalur Terbaik
Columns 1 through 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Columns 10 through 18
10 11 12 13 14 15 16 17 18
Columns 19 through 27
19 22 20 21 23 24 25 28 29
Columns 28 through 36
30 32 31 33 34 35 37 26 36
Columns 37 through 41
39 40 38 27 41
b. Waktu Siklus Setiap Stasiun
Columns 1 through 5
2.2900 1.9900 1.9300 2.0900 1.9500
Columns 6 through 10
1.5600 2.0900 2.0800 1.6800 1.5400
Columns 11 through 15
1.3100 1.2900 1.7200 1.7200 2.1400
Columns 16 through 20
1.9200 2.4400 1.8300 2.4900 1.4000
Columns 21 through 25
1.7400 2.1400 2.2700 2.3000 2.3600
Columns 26 through 30
1.6200 2.3100 2.3200 2.4500 2.0400

289
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Column 31
2.2600
c. Jumlah Stasiun: 31
d. Kapasitas Perakitan: 181
e. Line Efficiency: 76.9%
f. Smoothing Index: 3.42

Alokasi elemen kerja dan waktu stasiun kerja usulan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Alokasi Elemen Kerja dan Waktu Stasiun Kerja Usulan


WS No Elemen Kerja Tek Tws
1 1.22
1 2.30
2 1.07
3 1.06
2 1.99
4 0.93
3 5 1.93 1.93
4 6 2.09 2.09
7 1.72
5 1.96
8 0.23
6 9 1.56 1.56
7 10 2.09 2.09
8 11 2.08 2.08
9 12 1.68 1.68
10 13 1.54 1.54
11 14 1.31 1.31
12 15 1.29 1.29
13 16 1.72 1.72
14 17 1.72 1.72
15 18 2.14 2.14
16 19 1.92 1.92
17 22 2.44 2.44
18 20 1.83 1.83
21 1.09
19 2.49
23 1.40
24 1.13
20 1.40
25 0.27
21 28 1.74 1.74
29 1.14
22 2.14
30 1.00
23 32 2.27 2.27
31 0.83
24 2.31
33 1.47
25 34 2.36 2.36
26 35 1.62 1.62
27 37 2.31 2.31
28 26 2.32 2.32
29 36 2.45 2.45
30 39 2.04 2.04
40 1.14
38 0.66
31 2.27
27 0.23
41 0.23

290
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4. Analisis
4.1 Analisis Indeks Performansi
Berdasarkan hasil perhitungan lini perakitan aktual dan lini perakitan usulan
didapatkan perbandingan indeks performansi dari masing-masing lini yang dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Indeks Performansi Aktual dan Usulan


Aktual Usulan
Balance Delay 82.35% 20.59%
Line Efficiency 17.65% 76.90%
Smoothest Index 66.21 3.42
Jumlah Stasiun Kerja 20 31
Waktu Siklus 17.36 2.49
Kapasitas Lini Perakitan (unit) 27 181
Jam Kerja Tersedia (menit) 465 465

Hasil perhitungan dengan menggunakan genetic algorithm memberikan hasil


penyeimbangan lini perakitan yang lebih baik daripada lini perakitan aktual. Hal ini dapat
dibuktikan dari balance delay kondisi aktual sebesar 82.35% kemudian setelah dilakukan
penyeimbangan balance delay mengalami penurunan menjadi 23.07%, sehingga dapat
dikatakan bahwa performansi lini perakitan semakin baik karena waktu menganggur lini
perakitan semakin kecil.
Line efficiency kondisi aktual sebesar 17.65% kemudian setelah dilakukan
penyeimbangan line efficiency mengalami peningkatan menjadi 74%. Line efficiency yang
baik memiliki nilai yang tinggi yang menunjukkan bahwa waktu stasiun mendekati waktu
siklus, sehingga dapat dikatakan lini perakitan usulan semakin baik.
Nilai smoothing index kondisi aktual sebesar 66.21 kemudian setelah dilakukan
penyeimbangan smoothing index mengalami penurunan menjadi 3.86. Penyeimbangan
yang sempurna (perfect balancing) tercapai pada tingkat waktu tunggu relatif yaitu 0,
sehingga dapat dikatakan kelancaran produksi yang terjadi pada lini perakitan hampir
tercapai.
Jumlah stasiun kerja kondisi aktual 20 kemudian setelah dilakukan penyeimbangan
jumlah stasiun kerja mengalami peningkatan menjadi 31, hal ini terjadi untuk memenuhi
target taktime sehingga cycle time tidak melebihi taktime.

4.2 Analisis Sensitivitas


Selain itu dilakukan beberapa variasi waktu siklus untuk memperoleh jumlah stasiun
kerja tetap sesuai dengan jumlah aktual yaitu 20. Perbandingan indeks performansi dari lini
perakitan aktual dan usulan dengan jumlah staisun kerja tetap dapat dapat dilihat pada
Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan Indeks Performansi Aktual dan Usulan dengan Jumlah Stasiun
Kerja Tetap
20 Stasiun Kerja Aktual 20 Stasiun Kerja Usulan
Balance Delay 82.35% 21%
Line Efficiency 17.65% 79%
Smoothest Index 66.21 4.32
Waktu Siklus 17.36 3.85
Kapasitas Lini Perakitan (unit) 27 120
Jam Kerja Tersedia (menit) 465 465

291
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel di atas, menunjukkan hasil penyeimbangan lini perakitan usulan lebih baik dari lini
perakitan aktual dengan jumlah stasiun kerja yang sama.

5. Kesimpulan
Penyeimbangan lini perakitan pada PT.XYZ dengan menggunakan genetic
algorithm, memberikan efisiensi lini perakitan yang lebih baik dengan hasil balance delay
pada lini perakitan usulan menurun, line efficiency pada lini perakitan usulan meningkat,
smoothing index pada lini perakitan usulan menurun, waktu siklus lini perakitan usulan
berada dibawah taktime, dan terdapat peningkatan jumlah kapasitas perakitan pada lini
perakitan usulan.

Daftar Pustaka
1. Batubara. Sumiharni. dan Nuradhi. Fikri. (2017). Penyeimbangan Lini Perakitan
Menggunakan Metode Genetic Algorithm untuk Meningkatkan Kapasitas
Produksi. Jurnal Teknik Industri. Vol 7 no 2.
2. Groover. Michael. (2001). Computer Integrated Manufacturing & Automation.
USA: McGraw-Hill.
3. Suyanto. (2005). Algoritma Genetika dalam MATLAB. Yogyakarta: ANDI.
4. M. Tanyer. (1997). Assembly Line Balancing Using Genetic Algorithms. Vol. 1997.
5. Wahyuniardi. Rizki. Mety, Putri. Satrio. Pamungkas. (2012). Perbaikan
Keseimbangan Lintasan Perakitan dengan Algoritma Genetika (Studi Kasus Di
Cv. Jaya Pratama Bandung). Seminar Nasional Mesin Dan Industri (Snmi7).
6. Boysen. Nils. Fliedner, Malte. Armin. Scholl. (2007). Assembly line balancing: Which
model to use when?. International Journal of Production Economics, 111(2), pp.509–
528.
7. Baroto. Teguh. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
8. Naufal. Muhammad. Diah, Dida. Widia. Juliani. (2017). Perancangan Mixed Model
untuk Minimasi Idle Time pada Proses Pengepakan di Ptpn VIII Ciater. e-
Proceeding of Engineering : Vol.4, No.2.

292
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGUKURAN BIAYA EKSPEKTASI KEGAGALAN DAN


PENYEBAB DOMINAN DENGAN PENDEKATAN FMEA COST-
BASED DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)
DI BAGIAN PRODUKSI PT PJC

W Susihono, D L Trenggonowati, A P Ma’arif


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Cilegon, Banten-Indonesia
e-mail: susihono@untirta.ac.id

Abstrak
PT PJC adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan resin sintetis. Perusahaan
memiliki beberapa lantai produksi (P2 dan P3). Dalam menjalankan kegiatan produksi,
operator harus menghadapi beberapa hazard seperti paparan bahan kimia dalam bentuk
powder maupun cair. Aktivitas manual material handling ditemukan di lapangan memiliki
potensi pajanan yang sangat tinggi. Lantai produksi dengan semi outdoor turut serta
menyebabkan debu kimia yang kemudian mudah bertebaran di udara bebas sehingga dapat
memicu kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan dan
menghitung besarnya ekspektasi biaya kegagalan yang ditimbulkan khususnya bagian
produksi area P2 dan P3. Rancangan pada penelitian ini berupa cross sectional. Penelitian ini
menggunakan metode FMEA cost based dan Fault Tree Analysis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total biaya ekspektasi kegagalan yang dikeluarkan akibat 19 high risk di
P2 sebesar Rp3.021.910.007 sedangkan total biaya ekspektasi kegagalan di P3 sebesar
Rp643.974.416,5. Basic Event kegagalan diantaranya adalah kebakaran, sikap kerja tidak
alamiah, lift jatuh, sling bag crane putus, tangan terjepit dan tertimpa material.

Kata kunci: FMEA cost-based, FTA, Ekspektasi Kegagalan, Penyebab Dominan Kegagalan.

I. PENDAHULUAN
Resin sintetis adalah suatu campuran senyawa organik yang dapat dibentuk menjadi
berbagai macam kebutuhan komersial, misalnya bahan pakaian, bahan bangunan, peralatan
rumah tangga, dan lain-lain. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan pada penelitian ini
adalah resin akrilik, resin alkid dan resin polyester tak jenuh. Perusahaan memiliki
beberapa lantai produksi diantaranya P2 dan P3. Dalam aktivitas menyelesaikan kegiatan
produksi, operator menghadapi beberapa hazard seperti paparan bahan kimia dalam bentuk
powder maupun cair. Operator seringkali melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh tidak
alamiah. Seperti berdiri terlalu lama, membungkuk dan mengangkat beban berat. Menurut
Susihono dan Prasetyo (2012) sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan slipped disks
bila dibarengi dengan pengangkatan beban berlebih. Sikap kerja yang tidak alamiah ini
dapat menimbulkan keluhan nyeri otot (Tana dkk, 2009). Selain itu, pekerjaan yang
berulang-ulang yang dilakukan oleh pekerja adalah suatu kegiatan yang monoton. Dalam
pengerjaannya yang berulang-ulang dapat menimbulkan kebosanan dan hilangnya
konsentrasi dalam pekerjaan tersebut (Leksono, 2014). Sehingga secara tidak langsung,
kegiatan monoton akan memicu terjadinya human error karena kehilangan konsentrasi dan
menimbulkan kegagalan-kegagalan saat bekerja. Menurut Mc Cormic (1993) dalam
Muharromah (2018) human error dapat berpotensi mengurangi efektifikas, keamanan atau
performansi suatu sistem.
Secara umum metode untuk mengukur tingkat resiko kecelakaan maupun
perhitungan biaya ekspektasi kegegalan adalah menggunakan pendekatan FMEA cost
based. Peneliti menggunakan metode FMEA karena metode FMEA mudah digunakan

293
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

untuk mengidentifikasi dan mengukur tingkat risiko kecelakaan kerja (Apriyan dkk, 2017).
Pendekatan tambahan lainnya adalah dengan menggunakan metode FTA yakni, digunakan
untuk mengidentifikasi kegagalan dari kejadian puncak sampai penyebab dasar (root
cause) (Hanif dkk, 2015). Menurut Pasaribu dkk (2018), metode FMEA sering
digabungkan dengan metode lainnya seperti JSA (Job Safety Analysis) atau FTA (Fault
Tree Analysis) untuk penganganan risiko.
Guna memperoleh hasil yang menyeluruh perlu dilakukan identifikasi penyebab
kegagalan dan menghitung besarnya ekspektasi biaya kegagalan yang berlokasi di lantai
produksi P2 dan P3. Identifikasi potensi kecelakaan di P2 dan P3 untuk mengetahui
besarnya nilai risk priority number, risiko kecelakaan kerja yang tergolong dalam kategori
high risk, besarnya ekspektasi biaya kegagalan, faktor penyebab kecelakaan dan rasio
besar biaya ekspektasi kegagalan P2 dan P3.
Pada dasarnya metode FMEA Cost Based sama seperti metode FMEA pada
umumnya. Tahapan pengolahan meliputi penentuan nilai RPN dari skala severity, detection
dan opportunity, selanjutnya menentukan prioritas menggunakan probability impact
matrix. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk mengidentifikasi
potensi kegagalan, efek yang ditimbulkan pada operasi dari produk dan mengidentifikasi
aksi untuk mengatasi masalah.
Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan
adalah suatu bahaya yang muncul dari suatu proses (Sakti, 2016). Menurut Apriyan dkk
(2017) metode FMEA menggabungkan pengetahuan dan pengalaman manusia. Probability
Impact Matrix adalah salah satu metode untuk menganalisis risiko secara kualitatif
kemungkinan suatu risiko muncul. Penilaian risiko dilakukan berdasarkan peluang/
probabilitas dan konsekuensinya/dampaknya (Sufa’atin, 2017) yang terdiri dari 3 kategori
yaitu low risk, medium risk, dan high risk (Novitasari, 2015).
Fault Tree Analysis (FTA) sangat membantu terutama pada penggunaan diagram
pohon untuk menunjukan cause-and-effect dari pertistiwa yang tidak diinginkan dan untuk
berbagai penyebab kegagalan (Mayangsari, dkk, 2015), melalui identifikasi top level event,
diagram pohon kesalahan (Hanif dkk 2015).

III. METODE PENELITIAN


Rancangan penelitian ini adalah penelitian cross sectional, hanya dilakukan dalam
rentang waktu tertentu. Data kualitatif berupa hasil pengamatan dan brainstorming
mengenai potensi hazard yang ada di perusahaan. Data kualitatif berupa data dari beberapa
pernyataan-pernyataan yang ada di perusahaan (Kuntjojo, 2009). Data kuantitatif berupa
data RPN dan nilai ekspektasi kegagalan (Rp). Waktu penelitian selama 6 bulan. Data yang
dikumpulkan adalah data kecelakaan kerja, data klasifikasi biaya dan data potensi hazard.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Berdasarkan Gambar 1. terdapat 150 task di P2. Dapat diketahui nilai RPN tertinggi
P2 ada pada nomor risk 45 yaitu dengan nilai RPN sebesar 45 satuan. Risk nomor 45 yaitu
memasukkan material melalui mainhole dengan failure berupa munculnya uap solvent
pemicu kebakaran. Pada perhitungan metode ini, task yang dilakukan di P2 dan P3
didefinisikan dan dicari nilai severity, occurance dan detection. Nilai tersebut digunakan
untuk menghitung skor RPN. Berdasarkan Gambar 2. terdapat 57 task di P3, nilai RPN
tertinggi ada pada nomor risk 36 yaitu task charging material pada mesin kneader dengan

294
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

failure berupa munculnya elektrostatis penyebab kebakaran dengan nilai RPN sebesar 48
satuan.

Gambar 1. Nilai RPN pada area P2

Gambar 2. Nilai RPN pada area P3

4.2. Probability Impact Matrix


Penggunaan metode Probability Impact Matrix diperlukan. Seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Wijaya (2018) dan Nanda (2014), sebelum mencari biaya ekspektasi
kegagalan, setiap risiko perlu dikelompokkan untuk mencari risiko dengan kategori high
risk. Berikut Gambar 3. dan Gambar 4. merupakan Probability Impact Matrix yang ada
pada task di P2.
79, 81, 83, 85, 87-89, 91-94, 96,
97, 99, 100, 102, 103, 105, 106,
108, 109, 111, 112, 114, 115,
Pasti Terjadi
117, 118, 120, 121, 123, 124, 49, 50, 90 31, 45
(5) 126, 127, 129, 130, 132, 133,
135, 136, 138, 139, 141, 142,
144, 145, 147, 148, 150
1, 2, 5, 6, 7, 10, 15, 17, 18, 20-
22, 30, 34, 41-44, 46, 47, 52-54,
Sering Terjadi 65, 66, 68, 70, 71, 73, 78, 82, 86,
16 8, 11, 38, 64, 73 12, 13, 14, 19, 56, 70
(4) 95, 98, 101, 104, 107, 110, 113,
116, 119, 122, 125, 128, 131,
134, 137, 140, 143, 146, 149
Probabilitas

Sedang 26, 27, 29, 33, 35, 36, 37, 40, 57,
80 23, 25, 32, 51, 67, 75, 77 3, 4, 9, 39, 48, 71, 76
(3) 58, 59-62, 63, 72, 76

Jarang Terjadi
24 28 86
(2)

Sangat Jarang Terjadi


(1)

Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar


(1) (2) (3) (4) (5)

Dampak

Gambar 3. Probability Impact Matrix P2

295
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pasti Terjadi 21, 29, 35, 38, 39, 41,


1, 4, 5, 10, 14, 18, 19, 27
(5) 42, 45, 49, 51, 52, 57

2, 6, 8, 13, 16, 22, 24,


Sering Terjadi
7, 9 25, 30, 34, 37, 44, 46, 11, 17 12, 36
(4)
47, 48, 50, 53, 54, 56
Probabilitas

Sedang 3, 15, 23, 26, 31, 33, 40,


55 20, 28, 32
(3) 43

Jarang Terjadi
(2)

Sangat Jarang Terjadi


(1)

Sangat Kecil Kecil Sedang Besar Sangat Besar


(1) (2) (3) (4) (5)

Dampak

Gambar 4. Probability Impact Matrix P3

4.3. Biaya Ekspektasi Kegagalan


Berdasarkan hasil Probability Impact Matrix, selanjutnya task dengan kategori high
risk dihitung biaya ekspektasi kegagalannya. Biaya ekspektasi kegagalan adalah
perhitungan besarnya kerugian yang mungkin diterima perusahaan apabila terjadi
kecelakaan. Berikut merupakan biaya ekspektasi kegagalan di P2 dan P3.

Tabel 2. Biaya Ekspektasi Kegagalan P2


Biaya
No Biaya Tenaga Biaya Biaya Biaya Ekspektasi
Failure
Risk Kerja Material Kesempatan lain-lain Kegagalan
(Rp)
3 Lift jatuh 487.500 5.375.650 162.500 2.860.000 8.885.650
4 Lift jatuh 487.500 5.375.650 162.500 2.860.000 8.885.650
8 bahaya kebakaran 304.687.5 278.000 101.562.5 2.860.000 3.544.250
9 timbul elektrostatik saat charging 1.218.750 551.000.000 406.250 26,780,000 579.405.000
11 sling bag crane putus 487.500 500.000 162.500 2.860.000 4.010.000
12 Bahaya ledakan karena overheat 1.218.750 593.136.500 406.250 22,860,000 617.621.500
Bahaya ledakan saat terjadi over
13 1.218.750 593.136.500 406.250 22,860,000 617.621.500
process
Kebocoran glant packing
14 731.250 551.000.000 243.750 2.860.000 554.835.000
menimbulkan uap
19 Muncul elektrostatis 365.625 778.957 121.875 2.860.000 4.126.457
31 Tertimpa material 365.625 0 121.875 2.860.000 3.347.500
38 Paparan panas reaktor 365.625 0 121.875 5,360,000 5.847.500
39 Terjepit tutup mainhole 60.937.5 0 20.312.5 2.860.000 2.941.250
45 Terjepit pintu 365.625 0 40.625 2.860.000 3.266.250
48 Bahaya fisik, hoist crane jatuh 487.500 16.000.000 162.500 22,860,000 39.510.000
Listrik statis dan dapat
56 1.218.750 551.000.000 406.250 2.860.000 555.485.000
menyebabkan kebakaran
64 Terpapar bahan kimia 487.500 0 162.500 2.860.000 3.510.000
74 Tertimpa material 121.875 0 40.625 2.860.000 3.022.500
76 Tergores pump 121.875 0 40.625 2.860.000 3.022.500
84 Bahaya api 121.875 0 40.625 2.860.000 3.022.500
Total 3.021.910.007

296
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Biaya Ekspektasi Kegagalan P3


Biaya
No Biaya Tenaga Biaya Biaya Biaya Ekspektasi
Failure
Risk Kerja Material Kesempatan lain-lain Kegagalan
(Rp)
11 Kesalahan sikap kerja 1.340.625 0 121.875 4.192.000 5.654.500
Timbul elektrostatik saat charging
1.787.500 2.022.552 162.500 4.192.000 8.164.552
12 material
Forklift terlalu berat membawa
1.787.500 150.000 162.500 4.192.000 6.292.000
17 raw material
20 Timbul elektrostatis 1.340.625 2.500.000 121.875 4.192.000 8.154.500
28 Timbul elektrostatis 1.340.625 152.022.552 121.875 28.112.000 181.597.052
32 Timbul elektrostatis 1.340.625 400.000.000 121.875 28.112.000 429.574.500
36 Tangan terjepit 33.515.6.25 0 1.015.6.25 4.192.000 4.537.312,5
Total 643.974.416,5

Total biaya ekspektasi kegagalan (Tabel 2) yang mungkin dikeluarkan akibat 19 high
risk di P2 adalah sebesar Rp 3.021.910.007. Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa
total biaya ekspektasi kegagalan yang mungkin dikeluarkan akibat 7 high risk di P3 adalah
sebesar Rp 643.974.416,5.

4.4. Fault Tree Analysis (FTA)


Metode FTA digunakan untuk mengetahui akar permasalahan dari kegagalan yang
terjadi.
1. Fault Tree Analysis Kebakaran
Kebakaran

Debu kimia saat charging


Debu kimia saat penimbangan Munculnya elektrostatik saat
Konsleting listrik material powder lewat main
bahan kimia powder mixing resin cair
hole

Tidak menyalakan dust Tidak memasang alat


collector grounding bounding saat
Munculnya percikan api mixing

Tidak menyalakan dust


Kulit kabel rusak (terbuka) collector
Debu kimia tertiup
angin

Kelalaian pekerja

Masa pakai kabel habis


Kelalaian pekerja
(tidak diganti)

Gambar 5. Fault Tree Analysis Kebakaran

Kegagalan kebakaran yang dimiliki adalah masa pakai kabel listrik habis dan belum
diganti (Tabel 5), pekerja tidak menyalakan dust collector dan alat grounding untuk
menghisap debu kimia sehingga muncul elektrostatis. Menurut Ramli (2010) dengan
mengetahui sumber atau penyebab dari bahaya dan risiko yang mungkin terjadi maka dapat
mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. meningkatkan
efektivitas perlindungan dan kesehatan serta menciptakan lingkungan kerja yang aman,
nyaman dan efisien.

297
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Fault Tree Analysis Tangan Terjepit

Tangan terjepit

Tidak membuka/menutup Kesalahan dalam charging


mainhole dengan benar material

Posisi pekerja salah

Layout lokasi
charging material
Tidak ada SOP berbasis
Kelalaian pekerja tidak efektif
ergonomi

Gambar 7. Fault Tree Analysis Tangan Terjepit

Tangan terjepit dapat disebabkan oleh kelalaian pekerja (Gambar 7), pekerja tidak
membuka atau menutup mainhole dengan benar. dan kesalahan dalam charging material.
Pekerja tidak membuka atau menutup pintu dengan benar disebabkan oleh kelalaian
pekerja dan tidak ada SOP berbasis ergonomi. Menurut Andara (2018) setelah dibuat dan
diterapkannya SOP Berbasis Ergonomi. skor postur kerja dan tingkat kebosanan operator
mengalami penurunan skor. artinya rancangan SOP ini efektif untuk menurunkan skor
postur kerja dan kebosanan operator. Berdasarkan penelitian tersebut maka SOP berbasis
ergonomi seharusnya mulai diterapkan perusahaan untuk mengatasi masalah sikap kerja
yang tidak alamiah dan potensi tertimpa material. Sedangkan kesalahan dalam charging
material dikarenakan lokasi charging material yang tidak efektif yaitu di atas tangga.

3. Fault Tree Analysis Kesalahan Postur Kerja

Sikap Kerja Salah

Kesalahan dalam manual


Posisi Pekerja Salah Kebiasaan
handling

Tidak diatur dalam SOP MMH Kurang pengawasan

Pekerja belum
memahami cara kerja
MMH dengan benar

SOP MMH belum Jumlah pengawas


berbasis ergonomi kurang

Gambar 6. Fault Tree Analysis Sikap kerja tidak alamiah

298
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pada Gambar 6. terdapat tiga penyebab yang dapat mengakibatkan pekerja


mengalami sikap kerja tidak alamiah. Yang pertama adalah posisi yang salah saat manual
handling. Hal ini disebabkan oleh SOP untuk manual material handling belum berbasis
ergonomi. Selain itu sikap kerja tidak alamiah dapat juga disebabkan oleh pekerja belum
memahami cara kerja manual material handling dengan benar. Faktor kebiasaan juga
mempengaruhi sikap kerja yang tidak alamiah ini. Menurut Tana dkk (2019) sikap kerja
yang tidak alamiah ini dapat menimbulkan keluhan nyeri otot.

V. KESIMPULAN
1. Nilai RPN tertinggi di area P2 pada task memasukkan material melalui mainhole
(RPN=45 satuan), sedangkan pada area P3 pada task charging material di mesin
kneader (RPN=48 satuan)
2. Risiko kecelakaan kerja yang tergolong high risk di area P2 berupa bahaya kebakaran.
timbul elektrostatik saat charging, sling bag crane putus, ledakan saat over process,
kebocoran glant packing, muncul elektrostatis, tertimpa material, terjepit tutup
mainhole atau pintu, terpapar bahan kimia, dan tergores pump, sedangkan di bagian P3
berupa kesalahan timbul elektrostatik saat charging material, forklift terlalu berat
membawa material, tangan terjepit.
3. Total biaya ekspektasi kegagalan pada area P2 sebesar Rp3.021.910.007 sedangkan P3
sebesar Rp643.974.416,5.
4. Perbandingan persentase kategori risiko untuk low risk pada P2 sebesar 38,67%
sedangkan P3 sebesar 19,29%, sedangkan untuk medium risk pada P2 sebesar 48,67%
dan P3 sebesar 68,42% dan untuk kategori high risk pada P2 sebesar 12,67% dan P3
sebesar 12,28%.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Andara, S. A. 2018. Perbaikan Postur Kerja dan Tingkat Kebosanan Melalui
Rancangan Standard Operating Procedure Berbasis Ergonomi Pada Pekerja di Bagian
Filling PT Pardic Jaya Chemical. (Skripsi). Cilegon: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
[2]. Apriyan, J. Setiawan, H dan Ervianto, W.I. 2017. Analisis Risiko Kecelakaan Kerja
pada Proyek Bangunan Gedung Dengan Metode FMEA. Jurnal Muara Sains.
Teknologi. Kedokteran. dan Ilmu Kesehatan. Vol. 1 No. 1.
[3]. Hanif, R. Y, Rukmi, H. S dan Susanty S. 2015. Perbaikan Kualitas Produk Keraton
Luxury di PT X Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis
(FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Jurnal Reka Integra. Vol. 3 No. 3.
[4]. Kuntjojo. 2009. Metodologi Penelitian. Kediri.
[5]. Leksono. H. S. 2014. Kebosanan Kerja: Peningkatan Stres dan Penurunan Kinerja
Karyawan Dalam Spesialisasi Pekerjaan. Jurnal JIBEKA. Vol. 8 No. 2
[6]. Muharromah. N. 2018. Evaluasi Human Error dengan Metode SHERPA pada Proses
Charging Material di PT XYZ. (Skripsi). Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[7]. Nanda, L. Hartanti. L. P. S dan Runtuk. J. K. 2014. Analisa Resiko Kualitas Produk
Dalam Proses Produksi Miniatur Bis dengan Metode Failure Mode Effect Analysis
pada Usaha Kecil Menengah Niki Kayoe. Jurnal Gema Aktualita. Vol. 3 No. 2.
[8]. Pasaribu, H. P. Setiawan, H dan Ervianto. W. I. 2018. Metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA) untuk Mengidentifikasi
Potensi dan Penyebab Kecelakaan Kerja Pada Proyek Gedung.

299
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[9]. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: PT Dian Rakyat.
[10]. Sakti, Y. K. 2016. Analisis Penyebab Insiden Kerja dengan Pendekatan Failure
Mode And Effect Analysis (FMEA) dan Penerapan Sistem K3 (Keselamata n
Kesehatan Kerja) di Area Pertambangan Batubara Pada “PT.X”. Jurnal Teknik
Industri. Vol. 19 No.2.
[11]. Sufa’atin. 2017. Implementasi Probability Impact Matriks (PIM) Untuk
Mengidentifikasi Kemungkinan dan Dampak Risiko Proyek. Jurnal Informa Infosys.
Vol 8 No. 1.
[12]. Susihono, W dan Prasetyo W. 2012. Perbaikan Postur Kerja untuk Mengurangi
Keluhan Muskuloskeletal dengan Pendekatan Metode OWAS (Studi Kasus di UD.
Rizki Ragil Jaya – Kota Cilegon). Jurnal Spektrum Industri. Vol. 10 No.1.
[13]. Tana, L, Delima, Tuminah. S. 2009. Hubungan Lama Kerja dan Posisi Kerja dengan
Keluhan Otot Rangka Leher dan Ekstremitas Atas pada Pekerja Garmen Perempuan
di Jakarta Utara. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol. 37 No. 1.

300
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

RANCANGAN ALAT BANTU KERJA YANG ERGONOMIS PADA


PROSES PENCETAKAN DAN PENEKANAN TAHU DI UKM
PRODUKSI TAHU

Frans Jusuf Daywin1), Nofi Erni1), Lithrone Laricha S.1), Monica2)


1)
Dosen Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
2)
Alumni Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara
e-mail: fransjusuf42@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada salah satu UKM PRODUKSI TAHU yang terletak di Jalan
Tanah Sereal XIV No. 27, Jakarta Barat. Tahu yang diproduksi berupa tahu putih yang
berbentuk kotak yang diproduksi secara manual. Alat cetakan tahu yang digunakan pada UKM
berupa cetakan kayu yang digunakan untuk membuat satu keping tahu. Proses pencetakan
dilakukan secara berulang sehingga membutuhkan waktu proses yang lama, kemudian tahu
yang telah dicetak dilanjutkan dengan penekanan menggunakan tong yang berisi air. Selain
membutuhkan waktu proses yang lama, terdapat keluhan sakit fisik yang dialami pekerja
karena posisi kerja yang kurang nyaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
sebuah alat bantu pencetakan dan penekanan tahu yang ergonomis untuk mengurangi waktu
proses dan mengurangi keluhan sakit yang dialami oleh pekerja dengan analisis menggunakan
kuesioner NBM, sedangkan tingkat risiko sakit akan dianalisis dengan metode REBA dan JSI.
Berdasarkan hasil sebelum dan sesudah implementasi metode REBA, diketahui bahwa proses
pencetakan tahu mendapatkan skor 8 menjadi skor 2 dan proses penekanan tahu mendapatkan
skor 11 menjadi skor 4 sedangkan pada metode JSI, proses pencetakan tahu mendapatkan skor
9 menjadi skor 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan dan proses penekanan tahu
mendapat skor 13 menjadi 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Setelah
melakukan implementasi produk, dapat diketahui dengan adanya alat bantu kerja produksi
tahu dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik untuk
menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik untuk
menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali penekanan,
jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik. Dilakukan perancangan konsep dengan
mengidentifikasi kebutuhan pekerja untuk mendapatkan alternatif desain yang dibutuhkan.
Dengan menggunakan metode rekayasa desain, terpilih alternatif desain terbaik adalah
alternatif ke 3.

Kata kunci: Ergonomi, Nordic Body Map, REBA, JSI, Waktu Baku, Rekayasa Design.

PENDAHULUAN
Tahu merupakan makanan yang berasal dari Tiongkok yang dibuat dari endapan
perasan biji kedelai yang merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan
oleh manusia sejak 2500 SM [1]. Tahu yang dibuat pada UKM pembuatan tahu ini adalah
tahu putih yang berbentuk kotak. Proses pembuatan tahu dimulai dari membersihkan biji
kedelai, memisahkan biji kedelai yang rusak, perendaman biji kedelai kedalam air bersih,
setelah itu pencucian kembali lalu ditiriskan. Biji kedelai yang sudah ditiriskan kemudian
digiling menggunakan mesin penggiling biji kedelai hingga menghasilkan sari kedelai.
Selanjutnya, perebusan sari biji kedelai dengan alat pemanas, penyaringan sari biji kedelai
dengan menggunakan alat penyaring berupa kain khusus, perebusan sari biji kedelai
setelah disaring, penggumpalan sari biji kedelai dengan penambahan asam cuka,
pencetakan tahu, penekanan tahu dan proses pengemasan tahu.
Proses pencetakan dan penekanan tahu masih dilakukan secara manual. Alat cetakan
tahu yang ada pada UKM tersebut berupa cetakan kayu dan kain yang digunakan untuk
membuat satu keping tahu. Proses pencetakan tahu yang dilakukan secara berulang satu

301
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

per satu tersebut cukup memakan waktu yang lama. Rata-rata waktu pencetakan selama 6
jam untuk memenuhi 720 keping tahu per hari. Alat penekan tahu tidak menggunakan alat
penekan khusus, alat yang digunakan berupa 5 buah tong yang berisi air dan diangkat satu
per satu. Selain membutuhkan waktu proses yang lama, terdapat keluhan sakit fisik yang
dialami pekerja karena posisi kerja yang kurang nyaman. Maka dari itu, pada penilitian ini
akan dibuat sebuah alat bantu pencetakan dan penekanan tahu yang ergonomis yang dapat
mengurangi waktu proses pencetakan dan penekanan tahu dan mengurangi keluhan sakit
yang dialami oleh pekerja.
Alat bantu yang ergonomis yang dimaksudkan adalah yang sesuai dengan prinsip
ilmu ergonomi. Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan karakteristik
manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan lain-lain) yang relevan dalam konteks
kerja, serta memanfaatkan informasi yang diperoleh dalam upaya merancang produk,
mesin, alat, lingkungan, serta sistem kerja yang terbaik [2].
Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia
dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien [3].
Berdasarkan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
keluhan sakit fisik yang dirasakan oleh para pekerja dengan Nordic Body Map, mengetahui
tingkat risiko pekerja dengan menggunakan REBA dan JSI sebelum dan sesudah
implementasi serta meningkatkan kecepatan proses pencetakan dan penekanan tahu
sebelum dan sesudah implementasi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada UKM pembuatan tahu yang terletak di Jalan Tanah
Sereal XIV No. 27 Jakarta Barat. Jumlah pekerja yang terdapat pada UKM ini adalah 3
orang. Penelitian ini bermula dengan melakukan observasi awal terhadap UKM pembuatan
tahu. Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengamatan secara langsung terhadap proses-
proses pembuatan tahu serta melakukan studi literatur mengenai ergonomi, PPP, dan waktu
kerja. Kemudian mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga dapat menentukan topik
penelitian yang akan dibahas. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung
kepada para pekerja mengenai keluhan sakit yang dirasakan untuk diisikan kedalam
kuesioner NBM, dokumentasi postur, dan penghitungan waktu kerja dengan menggunakan
stopwatch. Apabila data sudah cukup, maka dilanjutkan dengan melakukan pengolahan
terhadap data-data tersebut.
Setelah itu, dilakukan analisis keluhan, penyebab, harapan dan usulan perancangan
alat bantu kerja yang kemudian akan dibuat alternatif desain dan spesifikasinya untuk
menentukan konsep perancangan alat bantu kerja. Dari konsep-konsep yang telah dibuat,
akan dilakukan penentuan alternatid desain dengan menggunakan metode rekayasa desain.
Alternatif yang terpilih akan diuji coba dengan menggunakan software CATIA untuk
melihat skor akhir REBA apabila telah dilakukan implementasi. Metodologi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

302
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Mulai

Observasi Awal
A

Studi Literatur: Analisa Keluhan,


Studi Lapangan:
-Ergonomi Penyebab, Harapan dan
-Pengamatan Langsung
-PPP Usulan Perancangan
-Wawancara
-Waktu Kerja

Perancangan Alternatif
Desain
Identifikasi Masalah
Penentuan Alternatif
Pengambilan Data: Desain
-Kuesioner NBM
-Dokumentasi Postur
Uji Coba dengan CATIA
Pekerja dengan Foto
-Waktu Kerja
Tidak Implementasi

Data Analisa Keluhan Sakit,


Cukup? Postur Kerja dan Waktu
Baku Setelah
Ya Implementasi
Pengolahan Data:
-Kuesioner NBM Kesimpulan dan Saran
-Postur Pekerja dengan
REBA dan JSI Selesai
-Perhitungan Waktu
Baku

Gambar 1. Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap
UKM pembuatan tahu, serta pembagian kuesioner kepada para pekerja, maka didapatkan
hasil sebagai berikut:

Analisis Nordic Body Map


Analisis Nordic Body Map digunakan untuk mengetahui keluhan sakit yang
dirasakan oleh para pekerja pada UKM pembuatan tahu. Analisis ini dilakukan
berdasarkan hasil kuesioner Nordic Body Map yang telah dibagikan kepada para pekerja..
Kuesioner nordic merupakan kuisioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui
ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh. Suatu bagian yang spesifik dalam daftar
pertanyaan Nordic terpusat pada area tubuh dimana gejala gangguan bagian area tubuh
tersebut paling umum dijumpai seperti leher atau punggung. Pertanyaan lain yang biasa
ditanyakan adalah sifat alamiah keluhan, jangka waktu dan kebiasaan manusia [4]. Berikut
ini merupakan hasil dari analisis data kuesioner Nordic Body Map sebelum implementasi
yang telah dibagikan kepada 3 pekerja pada UKM pembuatan tahu yang dapat dilihat pada
Tabel 1.

303
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1. Hasil Pengolahan Data Kuesioner Nordic Body Map


Tingkat Keluhan
No Keluhan Fisik Sebelum Bekerja Setelah Bekerja
A B C D A B C D
0 Sakit pada leher atas 2 1 0 0 0 0 2 1
7 Sakit pada pinggang 3 0 0 0 0 1 1 1
8 Sakit pada bawah pinggang 3 0 0 0 0 1 1 1
1 Sakit pada leher bawah 3 0 0 0 0 1 2 0
4 Sakit pada lengan atas kiri 3 0 0 0 0 1 2 0
6 Sakit pada lengan atas kanan 3 0 0 0 0 1 2 0
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 3 0 0 0 0 1 2 0
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 3 0 0 0 0 1 2 0
3 Sakit pada bahu kanan 3 0 0 0 0 2 1 0
5 Sakit pada punggung 3 0 0 0 0 3 0 0
2 Sakit pada bahu kiri 3 0 0 0 0 3 0 0
17 Sakit pada tangan kanan 3 0 0 0 0 3 0 0

Analisis Rapid Entire Body Assessment (REBA)


Analisis tingkat risiko pekerja pada UKM pembuatan tahu dilakukan dengan
menggunakan metode REBA. Rapid Entire Body Assesment (REBA) adalah sebuah
metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dikembangkan untuk mengkaji
postur kerja di industri pelayanan kesehatan. Metode REBA digunakan untuk mengkaji
faktor risiko ergonomi seluruh tubuh yang sedang digunakan, postur statis, dinamis,
kecepatan perubahan atau postur yang tidak stabil, pengangkatan yang sedang dilakukan,
dan seberapa sering frekuensinya, modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau
perilaku kerja, REBA hanya alat analisis untuk menilai animasi load handling [5].
Berikut ini adalah penilaian postur pekerja pada beberapa proses di UKM pembuatan
tahu, yaitu postur pekerja pada proses pencetakan tahu dan penekanan tahu yang dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2.
Berdasarkan analisis REBA, diketahui bahwa proses pencetakan tahu menghasilkan
skor 8 yang memiliki arti risiko tinggi, diperlukan pemeriksaan lanjutan dan perubahan
perlu segera dilakukan. Sedangkan untuk proses penekanan tahu menghasilkan skor 11
memiliki arti risiko tinggi, perubahan diperlukan sekarang juga.

(a) (b)
Gambar 2. Penilaian Postur Kerja

Tabel 2. Skor REBA


No. Proses Skor Akhir REBA
1. Pencetakan tahu 8
2. Penekanan tahu 11

304
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Analisis Job Strain Index (JSI)


Metode lain yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko pekerja adalah Job
Strain Index (JSI). JSI merupakan metode untuk mengevaluasi tingkatan risiko dari sebuah
pekerjaan yang dapat menyebabkan cedera pada bagian atas yaitu tangan, pergelangan
tangan, lengan atas, atau siku (distal upper extremity)[6]. Pengukuran JSI dilakukan
terhadap pekerja pada proses pencetakan tahu dan penekanan tahu. Analisis Job Strain
Index dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 3. Analisis Job Strain Index Sebelum Implementasi Alat Bantu

Dari hasil analisis JSI, proses pencetakan tahu mendapatkan skor 9 dan pada proses
penekanan tahu mendapatkan skor 13, yang memiliki arti bahwa pekerjaan mungkin
berbahaya.

Analisis Keluhan, Penyebab, Harapan dan Usulan Perancangan


Analisis ini dilakukan dengan wawancara terhadap para pekerja untuk mengetahui
keluhan sakit yang dirasakan, penyebab dari keluhan tersebut, serta harapan dari para
pekerja agar dapat mengatasi keluhan-keluhan tersebut sehingga dapat bekerja dengan
nyaman. Kemudian dibuat usulan/solusi perancangan terbaik agar dapat memenuhi
harapan serta mengurangi keluhan pekerja. Analisis ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Analisis Keluhan, Penyebab, Harapan dan Usulan/Solusi


No Keluhan Penyebab Harapan Usulan/Solusi
Posisi pekerja yang Desain alat bantu
Adanya nyeri otot
bekerja dengan posisi Adanya alat yang dapat disesuaikan dengan
pada bagian leher,
duduk, dan proses memperbaiki postur antropometri pekerja
pinggang, bahu,
1 pencetakan, penekanan, tubuh pekerja dan dapat sehingga dapat
lengan, pergelangan
dan pembukaan bungkus mengurangi keluhan memperbaiki postur tubuh
tangan, tangan dan
tahu yang dilakukan berupa nyeri otot. pekerja dan mengurangi
punggung.
secara terus menerus. keluhan berupa nyeri otot

305
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Lanjutan Tabel 3. Analisis Keluhan, Penyebab, Harapan dan Usulan/Solusi


No Keluhan Penyebab Harapan Usulan/Solusi
Kapasitas alat cetakan Pekerja tidak perlu
Pekerja masih harus tahu yang terbatas mencetak satu per satu Desain alat bantu berupa
mencetak tahu satu sehingga pekerja harus dan dapat mencetak cetakan yang dapat
2
per satu secara mencetak satu per satu beberapa sekaligus mencetak beberapa tahu
berulang dan memakan waktu sehingga tidak memakan sekaligus.
yang cukup lama. waktu yang cukup lama.
Tidak adanya alat
penekan khusus
Desain alat bantu penekan
Pekerja masih penekanan tahu
Pekerja dapat khusus penekanan tahu
menggunakan alat sehingga menyebabkan
3 menggunakan alat sehingga dapat
penekanan yang nyeri otot pada saat
penekan khusus. mengurangi nyeri otot
seadanya mengambil dan
pekerja.
meletakkan alat penekan
yang cukup berat.
Sering terjadi Desain alat bantu berupa
Karena pekerja tidak Pekerja dapat membuat
keluhan pada cetakan tahu yang
4 mempunyai takaran tahu dengan bentuk dan
bentuk/ukuran tahu memiliki bentuk dan
yang tepat. ukuran yang sama.
yang berbeda-beda. ukuran yang sama.

Perancangan Alternatif Desain


Tahap perancangan alternatif desain dimulai dengan menentukan matriks kebutuhan,
spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi, need metric matrix dan spesifikasi teknis
berdasarkan ranking. Matriks kebutuhan merupakan suatu matriks yang menggambarkan
bagaimana keinginan pelanggan dan apa saja yang bisa harus dilakukan oleh produk
tersebut. Matriks kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Kebutuhan


No. Kebutuhan Kepentingan
1 Alat bantu yang mudah untuk digunakan 4
2 Alat bantu yang nyaman saat digunakan 5
3 Mempermudah proses pencetakan tahu 5
4 Mempermudah proses penekanan tahu 5
5 Alat bantu yang memiliki umur pakai yang lama 5
6 Mempercepat waktu proses produksi 5
7 Alat bantu yang mudah dipindahkan 3
8 Desain yang menarik 4

Selanjutnya, tahap penentuan spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi yang
merupakan tujuan tim pengembangan yang berperan dalam menjelaskan produk yang
terukur, kemudian target spesifikasi ini akan diperbaiki tergantung kepada batasan konsep
produk yang akhirnya dipilih. Spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi Teknis dan Nilai Target Spesifikasi
Nomor
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Satuan
Metric
1 5 Bahan yang Kuat Subjektif
2 2,3,8 Bentuk Alat Bantu Subjektif
3 1,3,6,8 Wadah Cetakan yang Terdapat Ukuran yang Sama. Subjektif
4 2,3,4,8 Tinggi Alat Bantu Cm
5 1,3,4,6 Waktu Pencetakan dan Penekanan Tahu Detik
6 5,7 Bahan yang Ringan Subjektif
7 2,8 Ukuran Alat Bantu yang Ergonomis Cm

306
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Setelah membuat matrik kebutuhan dan spesifikasi teknis, maka tahap berikutnya
adalah membuat need metrics matrix. Informasi dalam need metrics matrix dijelaskan
dengan mudah dengan cara memasukkan nomer kebutuhan yang berhubungan pada tiap
metrik dalam daftar metrik dapat berguna untuk menjelaskan pemetaan tersebut. Need
metrics matrix dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari need metrics matrix yang telah dibuat, maka kita mengurutkan ranking dari
yang paling tinggi total nilainya sampai dengan nilai yang paling rendah. Spesifikasi teknis
yang telah diurutkan berdasarkan ranking dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Need Metrics Matrix

7
Ukuran alat bantu yang
Waktu pencetakan dan
Terdapat Ukuran yang
Wadah Cetakan yang

Bahan yang ringan


Bentuk Alat Bantu

Tinggi Alat Bantu


Bahan yang Kuat

penekanan tahu
●=9
○=3

ergonomis
∆=1
Metric

Kebutuhan Imp
1 Alat Bantu yang Mudah Digunakan 4 ○ ● ○ ● ○
2 Alat Bantu yang Nyaman Saat Digunakan 5 ● ○ ● ○ ●

3 Mempermudah Proses Pencetakan Tahu 5 ● ● ● ● ○

4 Mempermudah Proses Penekanan Tahu 5 ○ ● ●


5 Alat Bantu yang Memiliki Umur Pakai yang Lama 5 ● ●
6 Mempercepat waktu proses produksi 4 ○ ● ∆ ∆ ●
7 Alat Bantu yang Mudah Dipindahkan 3 ∆ ∆ ● ○
8 Desain yang Menarik 4 ∆ ● ● ● ○ ●
Total 13 31 39 43 39 22 28
Persentase 6.05 14.42 18.14 20.00 18.14 10.23 13.02
Ranking 6 3 2 1 2 5 4

Tabel 7. Spesifikasi Teknis Berdasarkan Ranking


Nomor Metric Kebutuhan Spesifikasi Teknis Satuan
1 2,3,4,8 Tinggi Alat Bantu Cm
2 1,3,6,8 Wadah Cetakan yang Terdapat Ukuran yang Sama. Subjektif
2 2,4 Waktu Pencetakan dan Penekanan Tahu Detik
3 2,3,8 Bentuk Alat Bantu Subjektif
4 2,8 Ukuran Alat Bantu yang Ergonomis Cm
5 5,7 Bahan yang Ringan Subjektif
6 5 Bahan yang Kuat Subjektif

Setelah mengidentifikasi spesifikasi teknis berdasarkan ranking, selanjutnya


dilakukan penyebaran kuesioner kepada 3 pekerja yang bertujuan untuk mengetahui
perancangan alternatif desain alat bantu yang dibutuhkan pekerja. Berdasarkan hasil
rekapitulasi kuesioner, dibuat karakteristik dan varian alternatif desain perancangan alat
bantu yang dapat dilihat pada Tabel 8.

307
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 8. Karakteristik Dan Alternatif Desain


No. Karakteristik Varian
1 Desain alat bantu proses pencetakan tahu Wadah yang mempunyai sekat cetakan tahu
dengan jumlah tahu yang ditentukan
2 Bentuk wadah alat bantu proses pencetakan tahu Persegi panjang
3 Material alat bantu proses pencetakan tahu Stainless steel, Aluminium
4 Bentuk desain permukaan alat bantu proses Rata dan terdapat lubang
pencetakan tahu
5 Desain alat bantu proses penekanan tahu Desain alat bantu yang didorong ke bawah pada
proses penggerakannya, Desain alat bantu yang
diputar pada proses penggerakannya
menggunakan satu tangan, Desain alat bantu
yang diputar pada proses penggerakannya
menggunakan dua tangan
6 Material alat bantu proses penekanan tahu Stainless steel, Besi
7 Peletakkan alat bantu Di lantai dengan menggunakan penyangga
8 Material penyangga alat bantu Besi siku, Besi hollow
9 Fitur tambahan pada pembuangan air sisa Berupa kombinasi corong yang berbentuk
adonan kerucut dan berbentuk pipia yang terdapat di
bawah cetakan.
10 Material corong berbentuk kerucut Aluminium, Stainless steel, Plat besi
11 Material corong berbentuk pipa Pipa CPVC, Pipa stainless steel
12 Sistem perakitan Las dan bongkar pasang

Berikut ini merupakan spesifikasi dan gambar setiap alternatif desain yang telah
dibuat berdasarkan karakteristik dan varian yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Alternatif Desain


No Alternatif Desain Deskripsi
Alat bantu pada alternatif 1 mempunyai wadah cetakan tahu berbentuk persegi
panjang yang memiliki sekat dengan jumlah yang telah ditentukan dengan bahan
material aluminium, dengan bentuk permukaan cetakan yang rata dan terdapat
lubang. Dan alat bantu alternatif 1 menggunakan alat penekan dengan cara diputar
1 dengan satu tangan pada proses penggerakannya dengan bahan material besi.
Peletakan alat bantu ini di lantai dengan menggunakan penyangga dengan bahan
material besi siku. Fitur tambahan pada alternatif 1 adalah corong yang berbentuk
kerucut dan pipa dengan bahan stainless steel yang terdapat di bawah cetakan.
Sistem perkitan alat bantu alternatif 1 adalah sistem las dan copot pasang.
Alat bantu pada alternatif 2 mempunyai wadah cetakan tahu berbentuk persegi
panjang yang memiliki sekat dengan jumlah yang telah ditentukan dengan
material stainless steel, dengan bentuk permukaan cetakan yang rata dan terdapat
lubang. Dan alat bantu alternatif 2 menggunakan alat penekan dengan cara diputar
dengan dua tangan pada proses penggerakannya dengan bahan material stainless
2
steel. Peletakan alat bantu ini di lantai dengan menggunakan penyangga dengan
bahan material besi hollow. Fitur tambahan pada alternatif 2 adalah corong yang
berbentuk kerucut dengan bahan material plat besi dan pipa jenis CPVC yang
terdapat di bawah cetakan. Sistem perkitan alat bantu alternatif 2 adalah sistem las
dan copot pasang.
Alat bantu pada alternatif 3 mempunyai wadah cetakan tahu berbentuk persegi
panjang yang memiliki sekat dengan jumlah yang telah ditentukan dengan
material stainless steel, dengan bentuk permukaan cetakan yang rata dan terdapat
lubang. Dan alat bantu alternatif 3 menggunakan alat penekan dengan cara didorong
3 ke bawah pada proses penggerakannya dengan bahan material besi. Peletakan alat
bantu ini di lantai dengan menggunakan penyangga dengan bahan material besi
siku. Fitur tambahan pada alternatif 3 adalah corong yang berbentuk kerucut
dengan bahan material aluminium dan pipa jenis CPVC yang terdapat di bawah
cetakan. Sistem perkitan alat bantu alternatif 3 adalah sistem las dan copot pasang.

308
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Metode Rekayasa Desain


Metode Rekayasa Desain merupakan salah satu metode untuk menyelesaikan
masalah dan mengoptimalkan penggunaan material, teknologi, dan keadaan ekonomi[7].
Demand merupakan suatu keharusan sehingga spesifikasi tersebut harus dipenuhi karena
jika tidak akan merusak sistem tersebut, sedangkan wish merupakan suatu opsional atau
sesuai keinginan dari produk tersebut. Berikut merupakan tabel daftar spesifikasi awal
yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Setelah melakukan spesifikasi daftar awal, prinsip solusi sub fungsi perlu dibuat
untuk menyeleksi komponen yang akan digunakan pada perancangan alat bantu. Prinsip
solusi ini dapat dibuat sebanyak yang diinginkan dengan tujuan menghasilkan produk
dengan nilai efisien yang tinggi. Prinsip solusi sub fungsi dan kombinasinya dapat dilihat
pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 10. Daftar Spesifikasi Awal


Parameter Spesifikasi Demand (D) / Wish (W)
Dimensi Perancangan W
Panjang W
Geometri
Lebar W
Tinggi W
Kekakuan yang tinggi D
Titik berat yang tepat D
Gaya
Mempergunakan tangan manusia D
Bentuk rancangan hemat material D
Energi yang berasal dari tangan manusia D
Energi
Efisiensi energi tinggi D
Material mudah didapat D
Material Komponen tidak mudah rusak D
Material tahan lama D
Bentuk proporsional D
Ergonomi
Kenyamanan dan keamanan pengguna D
Perakitan Mudah untuk dibongkar pasang W
Biaya produksi Biaya pembuatan terjangkau W

Tabel 11. Prinsip Solusi Sub Fungsi dan Kombinasi Prinsip Solusi Sub Fungsi
No. Karakteristik Varian
1 Desain alat bantu proses Wadah yang mempunyai sekat cetakan tahu dengan jumlah tahu yang
pencetakan tahu ditentukan
2 Bentuk wadah alat bantu Persegi panjang
3 Material cetakan Stainless steel Aluminium
4 Bentuk permukaan Rata dan terdapat lubang
cetakan
5 Desain alat bantu yang Desain alat bantu yang Desain alat bantu
diputar pada proses diputar pada proses
yang didorong
Desain alat bantu proses penggerakannya penggerakannya
penekanan tahu menggunakan satu menggunakan dua kebawah pada
tangan tangan proses
penggerakannya
6 Material penekan Besi Stainless steel
7 Peletakkan alat bantu Di lantai dengan menggunakan penyangga
8 Material penyangga Besi siku Besi hollow
9 Berupa corong yang berbentuk kerucut dan pipa yang terdapat di bawah
Fitur tambahan
cetakan.
10 Material corong
berbentuk kerucut
Aluminium Stainless steel Plat besi
11 Material corong Pipa CPVC Pipa stainless steel
berbentuk pipa
12 Sistem perakitan Las dan bongkar pasang

V3 V2 V1

309
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Setelah melakukan spesifikasi daftar awal, prinsip solusi sub fungsi perlu dibuat
untuk menyeleksi komponen yang akan digunakan pada perancangan alat bantu. Prinsip
solusi ini dapat dibuat sebanyak yang diinginkan dengan tujuan menghasilkan produk
dengan nilai efisien yang tinggi.
Berdasarkan prinsip-prinsip solusi yang telah dibuat pada Tabel 12 dan Tabel 10,
dapat diperoleh 7776 variansi dan dipilih 3 variansi sesuai dengan demand dan wish, yaitu
sebagai berikut:
V1 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.2 ~ 4.1 ~ 5.1 ~ 6.1 ~ 7.1 ~ 8.1 ~ 9.1 ~ 10.2 ~ 11.2 ~ 12.1
V2 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.1 ~ 4.1 ~ 5.2 ~ 6.2 ~ 7.1 ~ 8.2 ~ 9.1 ~ 10.3 ~ 11.1 ~ 12.1
V3 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.1 ~ 4.1 ~ 5.3 ~ 6.1 ~ 7.1 ~ 8.1 ~ 9.1 ~ 10.1 ~ 11.1 ~ 12.1

Untuk menentukan varian yang mungkin dilanjutkan dalam proses perancangan ini,
harus dilakukan seleksi terhadap varian yang ada. Salah satu cara dalam pemilihan varian
dapat dilakukan dengan menggunakan diagram seleksi seperti pada Tabel 13.

Tabel 12. Pemilihan Varian Solusi


Diagram Seleksi
Varian dievaluasi dengan kriteria solusi: Keputusan tanda solusi varian (SV):
( + ) Ya ( + ) Meningkatkan solusi
( - ) Tidak ( - ) Menghilangkan solusi
( ? ) Kekurangan informasi ( ? ) Mengumpulkan informasi
( ! ) Periksa spesifikasi ( ! ) Memeriksa spesifikasi untuk perubahan
Sesuai dengan fungsi keseluruhan
Sesuai dengan daftar kehendak
Secara prinsip dapat diwujudkan
Dalam batasan biaya produksi
Pengetahuan tentang konsep memadai
Sesuai dengan keinginan pembuat
Memenuhi syarat keamanan
Keterangan SV
V1 + + + - + + + Tidak Sesuai -
V2 + - + + + - + Tidak Sesuai !
V3 + + + + + + + Sesuai +

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa varian yang memenuhi kriteria perancangan
adalah varian alternatif desain 3.

Dimensi Ukuran
Alternatif desain yang terpilih yaitu alternatif desain 3 akan dirancang dengan
menggunakan dimensi ukuran sesuai dengan data antropometri orang Indonesia.
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik
tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain [8].
Dalam pembuatan alat bantu kerja pencetakan dan penekanan tahu, ukuran tinggi
cetakan disesuaikan dengan tinggi siku saat berdiri dengan persentil wanita 5% yaitu 90,9
cm dan tinggi alat bantu penekanan tahu disesuaikan dengan tinggi bahu saat berdiri
dengan persentil wanita 5% 123,8 cm. Ukuran cetakan disesuaikan dengan jumlah tahu
yang akan dibuat dalam satu kali cetakan yaitu sebanyak 25 keping tahu yang berukuran
5x5 cm. Berikut adalah ukuran desain alat bantu dalam ukuran (mm) yang dapat dilihat
pada Gambar 4.

310
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

(a) Tampak Depan (b) Tampak Samping (c) Tampak Atas


Gambar 4. Ukuran Dimensi Alat Bant

Analisis Implementasi Stasiun Kerja


Pada proses pencetakan dan penekanan tahu di UKM produksi tahu terdapat keluhan
yang dirasakan oleh pekerja. Tahu yang diproduksi harus dicetak satu per satu sehingga
memakan waktu yang cukup lama dan penekanan yang masih menggunakan alat yang
seadanya. Proses pencetakan dan penekanan tersebut menimbulkan beberapa keluhan fisik,
tetapi dengan menggunakan alat bantu, keluhan fisik yang dirasakan pekerja dapat
berkurang serta dapat mempercepat proses pembuatan tahu.
Namun pada saat melakukan implementasi alat bantu terdapat perubahan bentuk.
Perubahan bentuk yang terdapat pada alat bantu ini yaitu adanya penambahan tulang besi
ada samping penahan alat penekan dan tidak adanya plat meja yang rata dan terdapat
lubang, melainkan digantikan oleh tiang-tiang penyangga cetakan. Dan juga terdapat
perubahan pada sekat-sekat yang terdapat di dalam wadah cetakan, yaitu sekat – sekat yang
sebelumnya menempel pada wadah cetakan menjadi terlepas dari wadah cetakan. Berikut
ini merupakan gambar desain 3D dan gambar alat bantu yang telah dirancang yang dapat
dilihat pada Gambar 5.

(a) Desain 3D Alat Bantu (b) Alat Bantu


Gambar 5. Alat Bantu Kerja

311
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Analisis Nordic Body Map Sesudah Implementasi


Berikut ini merupakan hasil rank keluhan fisik dari analisis data kuesioner Nordic
Body Map sesudah implementasi yang telah dibagikan kepada 3 pekerja pada UKM
pembuatan tahu yang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rank Keluhan Fisik Sesudah Implementasi


Tingkat Keluhan
No Keluhan Fisik Sebelum Bekerja Setelah Bekerja
A B C D A B C D
0 Sakit pada leher atas 2 1 0 0 2 1 0 0
7 Sakit pada pinggang 3 0 0 0 2 1 0 0
8 Sakit pada bawah pinggang 3 0 0 0 3 0 0 0
1 Sakit pada leher bawah 3 0 0 0 1 2 0 0
4 Sakit pada lengan atas kiri 3 0 0 0 1 2 0 0
6 Sakit pada lengan atas kanan 3 0 0 0 2 1 0 0
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 3 0 0 0 2 1 0 0
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 3 0 0 0 1 2 0 0
3 Sakit pada bahu kanan 3 0 0 0 1 2 0 0
5 Sakit pada punggung 3 0 0 0 3 0 0 0
2 Sakit pada bahu kiri 3 0 0 0 3 0 0 0
17 Sakit pada tangan kanan 3 0 0 0 1 2 0 0

Berdasarkan hasil implementasi alat bantu kerja pencetakan dan penekanan tahu,
diketahui terjadi penurunan keluhan sakit yang dirasakan para pekerja. Dibuktikan dengan
jumlah keluhan fisik yang sebelum implementasi yang totalnya 36 dan setelah
implementasi yang totalnya 14. Dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan keluhan
fisik pada proses pencetakan dan penekanan tahu sebesar 61,11%

Analisis Rapid Entire Body Assessment (REBA) Sesudah Implementasi


Berikut ini adalah penilaian postur pekerja setelah implementasi pada beberapa
proses di UKM pembuatan tahu, yaitu postur pekerja pada proses pencetakan tahu dan
penekanan tahu yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 15.

(a) Pencetakan tahu (b) Penekanan tahu


Gambar 6. Penilaian Postur Kerja Setelah Implementasi

312
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 14. Perbandingan Skor Akhir REBA Sebelum dan Sesudah Implementasi
Gerakan Sebelum Implementasi Sesudah Implementasi
Proses Pencetakan Tahu 8 2
Proses Penekanan Tahu 11 4

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai skor akhir REBA
setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada proses pencetakan yang mulanya
mempunyai skor akhir REBA sebesar 8 menurun menjadi skor akhir 2 yaitu diperlukan
pemeriksaan lanjutan, perubahan mungkin diperlukan. Sedangkan pada proses penekanan
yang mulanya mempunyai skor sebesar 11 menurun menjadi skor akhir 4 yaitu resiko
sedang, pemeriksaan lebih lanjut, segera diubah.

Analisis Job Strain Index (JSI) Sesudah Implementasi


Berikut ini merupakan hasil analisis Job Strain Index seteah implementasi yang dapat
dilihat pada Gambar 7.

Strain Index Scoring Sheet Strain Index Scoring Sheet


Date: Task: Tahu Date: Task: Tahu
Company: UKM Tahu Supervisor: Widya Company: UKM Tahu Supervisor: Widya
Dept: Pencetakan Tahu Setelah Implementasi Evaluator: Monica Dept: Penekanan Tahu Setelah Implementasi Evaluator: Monica

Risk Factor Rating Criterion Observation Multiplier Left Right Risk Factor Rating Criterion Observation Multiplier Left Right
Light Barely noticeable or relaxed effort (BS: 0-2) 1 Light Barely noticeable or relaxed effort (BS: 0-2) 1
Intensity of Somew hat Hard Noticeable or definite effort (BS: 3) Intensity of Somew hat Hard Noticeable or definite effort (BS: 3)
3 3
Exertion Exertion
(Borg Scale -
Hard Obvious effort; Unchanged facial expression (BS: 4-5) 6 1 3 (Borg Scale -
Hard Obvious effort; Unchanged facial expression (BS: 4-5) 6 3 6
Very Hard Substantial effort; Changes expression (BS: 6-7) 9 Very Hard Substantial effort; Changes expression (BS: 6-7) 9
BS) BS)
Near Maximal Uses shoulder or trunk for force (BS: 8-10) 13 Near Maximal Uses shoulder or trunk for force (BS: 8-10) 13
< 10% Calculated Duration of Exertion (from inputs below ) 0.5 < 10% Calculated Duration of Exertion (from inputs below ) 0.5
10-29% User Inputs Left Right 1.0 10-29% User Inputs Left Right 1.0
30-49% Total observation time (sec.) 1800 1800 1.5 Duration of 30-49% Total observation time (sec.) 1800 1800 1.5
Duration of
50-79% Single exertion time (sec.) 120 120 2.0 50-79% Single exertion time (sec.) 120 120 2.0 1 1
Exertion 1 1 Exertion
(% of Cycle) Number of exertions during (% of Cycle) Number of exertions during
> 80% 3 3 3.0 > 80% 2 2 3.0
observation time observation time
Calculated Duration of Exertion (%) 20.0 % 20.0 % Calculated Duration of Exertion (%) 13.3 % 13.3 %
<4 Calculated Efforts Per Minute (from inputs above) 0.5 <4 Calculated Efforts Per Minute (from inputs above) 0.5
4-8 Left Right 1.0 4-8 Left Right 1.0
Efforts Per Efforts Per
Minute
9 - 14 1.5 0.5 0.5 Minute
9 - 14 1.5 0.5 0.5
15 - 19 0.10 0.10 2.0 15 - 19 0.07 0.07 2.0
> 20 3.0 > 20 3.0
Very Good Perfectly Neutral 1.0 Very Good Perfectly Neutral 1.0
Good Near Neutral 1.0 Good Near Neutral 1.0
Hand/Wrist Hand/Wrist
Posture
Fair Non-Neutral 1.5 2 2 Posture
Fair Non-Neutral 1.5 1 1
Bad Marked Deviation 2.0 Bad Marked Deviation 2.0
Very Bad Near Extreme 3.0 Very Bad Near Extreme 3.0
Very Slow Extremely relaxed pace 1.0 Very Slow Extremely relaxed pace 1.0
Slow Taking one's ow n time 1.0 Slow Taking one's ow n time 1.0
Speed of Work Fair Normal speed of motion 1.0 1 1 Speed of Work Fair Normal speed of motion 1.0 1 1
Fast Rushed, but able to keep up 1.5 Fast Rushed, but able to keep up 1.5
Very Fast Rushed and barely/unable to keep up 2.0 Very Fast Rushed and barely/unable to keep up 2.0
<1 0.25 <1 0.25
Duration of 1<2 0.50 Duration of 1<2 0.50
Task Per Day 2<4 0.75 0.75 0.75 Task Per Day 2<4 0.75 0.75 0.75
(hours) 4<8 1.00 (hours) 4<8 1.00
>8 1.50 >8 1.50

SI < 3 Job is probably safe SI < 3 Job is probably safe

Job may place individual at Job may place individual at


Results Key 3 < SI < 7 increased risk for distal upper
extremity disorders
0.8 2.3 Results Key 3 < SI < 7 increased risk for distal upper
extremity disorders
1.1 2.3
7 < SI Job is probably hazardous 7 < SI Job is probably hazardous

(a) Pencetakan tahu (b) Penekanan tahu


Notes/ Comments Notes/ Comments

Gambar 7. Analisis Job Strain Index Sesudah Implementasi Alat Bantu


Reference: M oore, JS and Garg, A. (1995). The Strain Index: A proposed method to analyze jobs for risk of distal upper extremity disorders. Journal of the American Industrial Hygiene Reference: M oore, JS and Garg, A. (1995). The Strain Index: A proposed method to analyze jobs for risk of distal upper extremity disorders. Journal of the American Industrial Hygiene
Association, (56), 457-458. Association, (56), 457-458.

Tabel 15. Perbandingan Skor Akhir JSI Sebelum dan Sesudah Implementasi
Sebelum Implementasi Setelah Implementasi
Gerakan
Left Right Left Right
Proses Pencetakan Tahu 9 9 0,8 2,3
Proses Penekanan Tahu 13 13 1,1 2,3

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai skor akhir JSI setelah
dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada proses pencetakan yang mulanya
mempunyai skor akhir JSI sebesar 9 pada tangan kiri dan kanan menurun menjadi skor
akhir 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Sedangkan pada proses penekanan
yang mulanya mempunyai skor sebesar 13 pada tangan kiri dan kanan menurun menjadi
skor akhir 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Hasil skor akhir setelah

313
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

implementasi pada proses pencetakan dan penekanan yaitu < 3 yang berarti pekerjaan
mungkin aman.

Analisis Waktu Sebelum dan Sebelum Implementasi


Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerjanya
baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat pengukuran waktu.
Setelah melakukan pengukuran waktu maka hal berikutnya yang harus dilakukan adalah
melakukan pengujian kenormalan data, keseragaman data, dan kecukupan data [9]. Berikut
merupakan tabel perbandingan waktu sebelum dan sesudah implementasi yang dapat
dilihat pada Tabel 17.

Tabel 16. Perbandingan Waktu Sebelum dan Sesudah Implementasi


Waktu Siklus Waktu Normal Waktu Baku
No Proses (detik) (detik) (detik)
Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1 Pencetakkan tahu 62,47 119,70 69,34 132,87 94,99 184,69
2 Penekanan tahu 997 902,73 1046,85 947,87 1496,99 1305,69

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat dengan adanya alat bantu kerja produksi tahu
dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik untuk
menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik untuk
menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali
penekanan, jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis keluhan sakit fisik dengan menggunakan kuesioner Nordic
Body Map dari 3 pekerja pada UKM pembuatan tahu, diketahui keluhan sakit fisik yang
terjadi pada pekerja terdapat pada bagian leher atas, pinggang, bawah pinggang, leher
bawah, lengan atas kiri dan kanan, pergelangan tangan kiri dan kanan, bahu kanan,
punggung, bahu kiri dan tangan kanan.
Berdasarkan analisis tingkat risiko pekerja dengan menggunakan REBA, diketahui
terjadi penurunan nilai skor akhir REBA setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja.
Pada proses pencetakan yang mulanya mempunyai skor akhir REBA sebesar 8 menurun
menjadi skor akhir 2 yaitu diperlukan pemeriksaan lanjutan, perubahan mungkin
diperlukan. Sedangkan pada proses penekanan yang mulanya mempunyai skor sebesar 11
menurun menjadi skor akhir 4 yaitu resiko sedang, pemeriksaan lebih lanjut, segera
diubah.
Berdasarkan analisis tingkat risiko pekerja dengan menggunakan JSI, diketahui
terjadi penurunan nilai skor akhir JSI setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada
proses pencetakan yang mulanya mempunyai skor akhir JSI sebesar 9 pada tangan kiri dan
kanan menurun menjadi skor akhir 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan.
Sedangkan pada proses penekanan yang mulanya mempunyai skor sebesar 13 pada tangan
kiri dan kanan menurun menjadi skor akhir 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan.
Hasil skor akhir setelah implementasi pada proses pencetakan dan penekanan yaitu < 3
yang berarti pekerjaan mungkin aman.
Setelah melakukan implementasi produk, dapat diketahui dengan adanya alat bantu
kerja produksi tahu dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik

314
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

untuk menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik
untuk menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali
penekanan, jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik.
Alternatif desain alat bantu kerja yang terpilih dengan menggunakan metode
rekayasa desain adalah alternatif desain 3, yang dimana ukuran alat bantu kerja sudah
disesuaikan dengan data antropometri orang Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Adisarwanto, T; 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
[2]. Iridiastadi, Hardianto. Yassierli.; “Ergonomi Suatu Pengantar”, Rosda Jaya Putra,
2015.
[3]. Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
[4]. Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert, 2011, Ergonomics : How
To Design For Ease And Efficiency, Prentice Hall, New Jersey.
[5]. Hignett, Sue., McAtamney Lynn.2000. Rapid Entire Body Assesment (REBA).
Ergonomics 31. 201-205
[6]. Garg, J. S, 1995, The Strain Index: A Proposed Method To Analyze Jobs For Risk,
American Industrial Hygiene Association Journal.
[7]. Pahl, G., Beitz, W., J. Feldhusen., dan K.H., Grote. “Engineering Design” The Design
Council Ken Walles, London. 2007.
[8]. Nurmianto, Eko, 1996, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya,
Surabaya.
[9]. Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., & Tjakraatmadja, J.H. 2006. Teknik
Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB.

315
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ANALISIS KEPUASAN PASIEN TERHADAP KUALITAS


PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA DENGAN
MENGGUNAKAN PENDEKATAN SERVICE
QUALITY DAN LEAN SERVICE

Ade Irman, Nurul Ummi, Irfan Faturohman


Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jln. Jend. Sudirman KM. 03 Cilegon - Banten
e-mail: irman@untirta.ac.id

Abstrak
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara merupakan rumah sakit yang
dimiliki pemerintah Kabupaten Serang, yang berlokasi di Kota Serang bertempat di Jl. Rumah
Sakit Nomor 1 Serang Banten yang tak luput dari upaya peningkatan kualitas pelayanan untuk
mewujudkan kepuasan pelanggan. Sebagai pusat rujukan Rumah Sakit sewilayah Provinsi
Banten dituntut untuk dapat melakukan pelayanan secara professional kepada pasiennya.
Kualitas pelayanan rumah sakit terhadap para konsumennya merupakan suatu hal yang
sangat penting, yang pada akhirnya akan mampu memberikan kepuasan kepada
pasiennya. Sehingga diharapkan fungsi dan tujuan rumah sakit tersebut dapat tercapai.
Didukung oleh metode Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengetahui atribut
pelayanan mana yang perlu dilakukan perbaikan. Selanjutnya untuk memperbaiki proses
pelayanan yang kurang baik, metode umum yang digunakan adalah metode lean service yang
akan meminimalisir waste pada proses pelayanan yang kurang baik. Penelitian dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara berdasarkan kuesioner
service quality dan layanan serta penyebaran kuesioner waste kepada tiga orang pihak yang
ahli dibidangnya. Hasil penilaian Process Cycle Efficiency (PCE) sebelum dilakukan usulan
perbaikan menggunakan 5W+1H adalah 76,74% dengan besarnya waktu VA (Value Added)
pada kondisi current state yaitu 66 menit dengan persen waktu 76,74% dan pada kondisi
future state yaitu 58 menit dengan persen waktu 82,85% besarnya waktu NNVA (Necessary but
Non Value Added) pada kondisi current state yaitu 8 menit dengan persen waktu 9,31% dan
pada kondisi future state yaitu 8 menit dengan persen waktu 11,43%. Besarnya waktu NVA
(Non Value Added) pada kondisi current state yaitu 12 menit dengan persen waktu 13,95% dan
pada kondisi future state yaitu 4 menit dengan persen waktu 8,57%. Dari hasil penelitian,
setelah melalukan usulan perbaikan menggunakan 5W+1H didapatkan bahwa efisiensi waktu
proses pengambilan obat di apotek rawat jalan mengalami peningkatan sebesar 6,11%.

Kata kunci: Importance Performance Analysis (IPA), Lean Service, Service Quality, 5W+1H

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
menjadi salah satu kebutuhan dasar, dimana pelayanan jasa kesehatan yang berkualitas
sangat diharapkan oleh masyarakat. Sejalan dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan, ilmu pengetahuan, pesatnya teknologi kedokteran dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka meningkat pula kesadaran dan kebutuhan akan kesehatan di kalangan
masyarakat (Setyaningsih, 2013).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara merupakan rumah
sakit yang dimiliki pemerintah Kabupaten Serang, yang berlokasi di Kota Serang
bertempat di Jl. Rumah Sakit Nomor 1 Serang Banten yang tak luput dari upaya
peningkatan kualitas pelayanan untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Sebagai pusat
rujukan Rumah Sakit sewilayah Provinsi Banten dituntut untuk dapat melakukan

316
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pelayanan secara professional kepada pasiennya. Kualitas pelayanan rumah sakit terhadap
para konsumennya merupakan suatu hal yang sangat penting, yang pada akhirnya akan
mampu memberikan kepuasan kepada pasiennya. Sehingga diharapkan fungsi dan tujuan
rumah sakit tersebut dapat tercapai.
Menurut Isik et al. (2015) dimensi service quality sangat berguna untuk menilai
kualitas pelayanan di rumah sakit. Didukung oleh metode Importance Performance
Analysis (IPA) untuk mengetahui atribut pelayanan mana yang perlu dilakukan perbaikan.
Selanjutnya untuk memperbaiki proses pelayanan yang kurang baik, metode umum yang
digunakan adalah metode lean service yang akan meminimalisir waste pada proses
pelayanan yang kurang baik.
Dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan lean
service diharapkan mampu meningkatkn kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara

1.2 Tujuan Penelitian


Berikut tujuan dari penelitian:
1. Bagaimana tingkat kepuasan kualitas pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Dr. Dradjat Prawiranegara berdasarkan kepuasan pasien, selaku konsumen dengan
menggunakan Service Quality?
2. Atribut apa saja yang perlu dilakukan perbaikan untuk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Dradjat Prawiranegara?
3. Bagaimanakah usulan perbaikan kualitas pelayanan dengan menggunakan konsep lean
service?

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penilitian yang dilakukan adalah: Pengambilan data
dilakukan pada pasien rawat jalan pada Poli Jantung, Poli Mata, dan Poli Rehab Medik.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Service Quality
Harapan merupakan keinginan para pelanggan dari pelayanan yang mungkin
diberikan oleh perusahaan. Dimensi kualitas jasa dalam model SERVQUAL didasarkan
pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan,
serta gap diantara keduanya dalam dimensi-dimensi kualitas jasa. Tjiptono dan Chandra
(2011) mengidentifikasi lima dimensi service quality yaitu:
1 Bukti langsung (tangibles); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi
2 Keandalan (reliability); yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan
3 Daya tanggap (responsiveness); yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap
4 Jaminan (assurance); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keraguraguan
5 Empati (empathy); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan bahwa terdapat
pengaruh dari dimensi kualitas pelayanan terhadap harapan para pelanggan yang
berdasarkan informasi.

317
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.2 Importance Performance Analysis (IPA)


Pada metode ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan kinerja,
kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tersebut dianalisis pada
Importance-Performance Matrix, yang mana sumbu x mewakili persepsi sedangkan sumbu
y mewakili harapan. Kelebihan tersebut antara lain dapat menunjukkan atribut produk/jasa
yang perlu ditingkatkan ataupun dikurangi untuk menjaga kepuasan konsumen, hasilnya
relatif mudah diinterpretasikan, skalanya relatif mudah dimengerti, dan membutuhkan
biaya yang rendah.

2.3 Lean Service


Lean service adalah sekumpulan peralatan dan metode yang dirancang untuk
mengeliminasi waste, mengurangi waktu tunggu, memperbaiki performance, dan
mengurangi biaya (William, 2006 dalam Muzakiyah dkk, 2011).

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi lapangan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara, observasi lapangan yang dilakukan adalah
mencari permasalahan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat
Prawiranegara agar dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Berdasarkan hasil
kuesioner dimensi service quality dan kuesioner layanan. Proses pelayanan yang perlu
diperbaiki pada bagian pengambilan obat di apotek rawat jalan. Kemudian dilakukan
penyebaran kuesioner waste untuk mengidentifikasi waste yang paling berpengaruh pada
proses bagian administrasi dan keuangan rawat inap. Setelah itu peneliti menentukan Value
Stream Analysis Tools (VALSAT) yang berguna untuk mencari inti permasalahan melalui
kategori aktivitas. Berdasarkan hasil perhitungan VALSAT ranking tertinggi yaitu
menggunakan tools Process Activty Mapping (PAM) untuk mengidentifikasi seluruh jenis
aktivitas selanjutnya membuat Big Picture Mapping (BPM) untuk mengetahui alur proses
pelayanan keseluruhan. Selanjutnya diperoleh hasil nilai Process Cycle Effieciency (PCE)
dari nilai aktivitas pelayanan yang termasuk ke dalam kategori Value Added (VA). Untuk
meningkatkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) agar terciptanya proses pelayanan yang
efisien dan mengeliminasi aktivitas pelayanan yang termasuk kedalam kategori Non Value
Added (NVA) dan Necessery Non Value Added (NNVA), dilakukan usulan perbaikan
menggunakan 5W+1H. setelah itu dilakukan perhitungan ulang dari Process Activity
Mapping (PAM) sampai Process Cycle Efficiency (PCE) untuk future state sehingga
didapatkan hasil rekapituasi peningkatan dari nilai Process Cycle Efficiency (PCE).

3.1 Flowchart Pemecahan Masalah


Berikut flowchart pemecahan masalah untuk mempermudah penilitian dan proses
pengumpulan data.

318
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Flowchart Pemecahan Masalah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari mengukur tingkat kepuasan,
penentuan atribut dan layanan prioritas perbaikan menggunakan penerapan dimensi service
quality dan metode Importance Performance Analysis (IPA), dan penentuan hasil
perbaikan proses layanan menggunakan konsep lean service. Dari perhitungan indeks
kepuasan pelanggan (IKP) diperoleh hasil sebesar 72,54% yang berarti pasien merasa puas
terhadap layanan yang diberikan oleh rumah sakit, namun masih perlu melakukan
perbaikan kualitas karena dalam perhitungan servqual (gap) keseluruhan masih
menunjukkan nilai negatif yaitu sebesar -0,943 terhadap pelayanan yang diberikan.
Selanjutnya memberikan usulan perbaikan menggunakan 5W+1H dan penentuan hasil
rekapitulasi current state dan future state.

4.1 Penentuan Atribut Dan Layanan Prioritas Perbaikan

Gambar 2. Diagram Kartesius Metode IPA

319
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan hasil kuesioner SERVQUAL menggunakan metode Importance


Performance Analysis (IPA) di dapatkan bahwa ada beberapa atribut yang masuk ke dalam
kuadran I, dimana kuadran I adalah kuadran yang mendeskripsikan tingginya tingkat
kepentingan pelayanan yang dibutuhkan pasien sedangkan kinerja pelayanannya rendah.
Atribut tersebut antara lain:
1. Atribut 6 (RL3), yaitu tagihan pembiayaan yang diberikan oleh rumah sakit akurat,
jelas, dan sesuai.
2. Atribut 7 (RS1), yaitu tenaga medis, perawat, dan staff memberikan informasi kepada
pasien kapan layanan akan dilakukan dengan tepat.
3. Atribut 8 (RS2), yaitu pasien menerima pelayanan dengan cepat dari tenaga medis,
perawat, dan staff rumah sakit.
4. Atribut 14 (E1), yaitu tenaga medis, perawat, dan staff rumah sakit memberikan
perhatian secara personal kepada pasien.
Sedangkan, berdasarkan hasil kuesioner layanan pernyataan pendukung pelayanan
rumah sakit yang perlu ditingkatkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Dradjat
Prawiranegara, didapatkan jumlah kategori tertinggi yaitu “Apotek” sebesar 42, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pelayanan apotek rawat jalan di RSUD Dr. Dradjat
Prawiranegara perlu dilakukan perbaikan guna untuk meningkatkan kualitas pelayanan
yang diberikan. Berdasarkan data keluhan dan wawancara yang dilakukan dalam beberapa
pasien yang telah menjalani proses rawat jalan, banyak keluhan yang dirasakan oleh pasien
pada saat proses pengambilan obat di apotek rawat jalan. (sumber: customer service rawat
inap). Hal ini berkaitan dengan dua atribut yang termasuk kedalam kuadran I pada diagram
kartesius.
Sedangkan pada atribut 6 (RL3) dan atribut 14 (E1) tidak bisa menjadi prioritas
atribut karena merupakan atribut fisik yang tidak mempunyai waktu standar sehingga tidak
memenuhi perbaikan menggunakan metode lean service. Maka dari itu, diperlukan
perbaikan proses pengambilan obat di apotek rawat jalan menggunakan metode lean
service agar dapat meminimalisir waste yang ada pada proses pelayanan di bagian
pengambilan obat di apotek rawat jalan.

4.2 Perhitungan Hasil Waste


Berdasarkan hasil perhitungan waste proses pengambilan obat di apotek rawat jalan
didapatkan nilai presentase yaitu Overproduction sebesar 12,38%, Waiting sebesar
20,00%, Defect sebesar 11,13%, Trasnportation sebesar 19,05%, Unnecessary Inventory
sebesar 12,38%, Over Processing sebesar 10,48% dan Unnecessary Motion sebesar
14,29%.

4.3 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)


Setelah mendapatkan nilai dari tiap waste yang ada kemudian dilakukan pemilihan
tool yang tepat dengan menggunakan Value Stream Analysis Tool. Nilai dari tiap tool
didapatkan dengan cara mengalikan nilai waste pada hasil rekapitulasi kuisioner dengan
nilai bobot pada tabel VALSAT.
Berdasarkan hasil dari perhitungan VALSAT yang telah dilakukan, maka didapat
bahwa tool dengan bobot tertinggi adalah Process Activity Mapping (PAM). Maka dari itu
tool yang akan digunakan untuk pemetaan aktivitas pada proses pengambilan obat di
apotek rawat jalan adalah Process Activity Mapping (PAM).

320
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4.4 Process Activity Mapping (PAM) -Current State


Proses ini menggunakan simbol-simbol yang berada dalam mempresentasikan
aktivitas operasi dengan simbol O, trasnsportasi dengan simbol T, inspeksi dengan simbol
I, storage dengan simbol s, dan penundaan (delay) dengan simbol D. Process Activiy
Mapping juga mengelompokkan proses atau kegiatan yang termasuk ke dalam tipe-tipe
aktivitas dari value adding activities (VA), non value adding activities (NVA), dan
necessary non value adding activities (NNVA).
Dalam proses pengambilan obat di apotek rawat jalan memiliki aktivitas operasi
sebanyak 30 aktivitas dengan presentase 73,17%, aktivitas transportasi sebanyak 3
aktivitas dengan presentase 7,32%, aktivitas inspeksi sebanyak 7 aktivitas dengan
presentase 17,07%, aktivitas storages sebanyak 0 aktivitas dengan presentase 0% dan
aktivitas delay sebanyak 1 aktivitas dengan presentase 2,44% dan presentase waktu VA
sebesar 76,74% dengan total waktu sebesar 66 menit dari 27 proses, presentase NVA
sebesar 13,95% dengan jumlah waktu 12 menit dari 10 proses, dan presentase NNVA
sebesar 9,31% dengan jumlah waktu 8 menit dari 4 proses.

4.5 Big Picture Mapping (BPM) - Current State


Big Picture Mapping (BPM) current state dari proses administrasi dan keuangan
rawat inap. Berdasarkan Gambar 3. menunjukkan total waktu value added proses
pengambilan obat di apotek rawat jalan selama 66 menit dari total keseluruhan proses
pengambilan obat di apotek rawat jalan selama 86 menit.

Pemohon Pemohon
Datang Pulang

Antrian Loket Loket Pembayaran Loket BPJS Centre


Pengambilan Pelayanan Obat Pengambilan Obat Pembayaran
Obat Obat Umum
3 staff
3 Loket 3 Loket
2 Staff 3 Tenaga Teknis 3 Tenaga Teknis 3 staff
3 staff
Kefarmasian Kefarmasian
Kasir
Kasir Kasir Meminta Kartu Tanda Peserta BPJS
Menerima Obat dari Pelayanan Menanyakan Keperluan Menyerahkan Biaya Obat Menerima Kartu Tanda Peserta
Menanyakan Keperluan Pemohon Menerima Resep Obat dari Staff Obat Pemohon Menjelaskan Biaya Obat BPJS
Menjelaskan Berkas Persyaratan Antrian Obat Memanggil Pasien Untuk Meminta Kwitansi Obat pada Menerima Biaya Obat Memeriksa Kartu Tanda Peserta
Menerima Berkas Persyaratan Memeriksa Resep Obat dari Staff Menyesuaikan Berkas Pemohon Menginput Data: BPJS
Menerima Resep Obat dari Antrian Obat Menerima Nomor Antrian dari Menerima Kwitansi Obat -Input Data Pembayaran Menginput Data:
Pemohon Memeriksa Ketersediaan Obat Pasien Pemohon -Mengupdate Informasi Stok Obat -Input Data Pembayaran
Memeriksa Kelengkapan Berkas Mengambil Obat Sesuai yang Ada Menerima Berkas Memeriksa Kwitansi Obat Menyerahkan Kwitansi Tanda -Mengupdate Informasi Stok Obat
Persayaratan di Resep Memeriksa Kesesuaian Berkas Memverifikasi Biaya Lunas Menyerahkan Kwitansi Pembayaran
Memberikan Nomor Antrian Menyerahkan Obat ke Loket Menyerahkan Kwitansi Menyerahkan Obat BPJS
Menyerahkan Resep Obat ke Pengambilan Obat Penyerahan Obat Mengarsipkan Berkas yang Telah Menyerahkan Obat
Pelayanan Obat Menunggu Pemohon Selesai Mengarsipkan Berkas yang Telah
Memeriksa Kwitansi Selesai
Pembayaran
Menyerahkan Obat ke
Pemohon

10 Menit 27 Menit 13 Menit 8 Menit 14 Menit 14 Menit

1 Menit 2 Menit 0 Menit 0 Menit 0 Menit

Value Added Time 66 Menit


Lead Time 86 Menit

Gambar 3. Big Picture Mapping (BPM) - Current State

Berikut adalah perhitungan Process Cycle Efficiency:


𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝐴𝑑𝑑𝑒𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒
PCE = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑒𝑎𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 100%
66
= 86 x 100 % = 76,74%

321
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan nilai PCE di atas dapat dilihat bahwa persentase 76,74% dapat
dikatakan sebagai persentase utilitas dalam proses pengambilan obat di apotek rawat jalan.
Oleh karena itu, demi meningkatkan nilai PCE diperlukannya rekomendasi perbaikan guna
memperbaiki proses dan meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara khususnya dibagian proses pengambilan obat di apotek rawat jalan. Berikut
merupakan rekomendasi perbaikan proses pengambilan obat di apotek rawat jalan
menggunakan 5W+1H.

4.6 Usulan Perbaikan 5W+1H


Usulan perbaikan 5W+1H guna mereduksi lead time yaitu:
1. Mengurangi waktu menunggu dengan cara menyusun obat-obatan sesuai dengan abjad
nama dari obat tersebut. Dengan menyusun obat obatan sesuai dengan abjad nama obat
akan mempermudah tenaga farmasi dalam meracik atau menyusun obat yang
dibutuhkan pemohon. Proses ini mampu mengurangi waktu menunggu pada proses
pelayanan obat sebesar 10 menit, yang semula 27 menit menjadi 17 menit.
2. Menggabungkan aktivitas pengambilan obat dan pembayaran obat di harapkan agar
proses pengambilan obat dan pembayaran obat lebih efektif dan efisien dimana tenaga
teknis kefarmasian dan pemohon tidak akan melakukan aktivitas yang sama secara
berulang kali. Rekomendasi perbaikan ini akan mereduksi waktu proses sebanyak 7
menit, yang semula 21 menit menjadi 14 menit.

4.7 Process Activity Mapping (PAM) –Future State


Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan Process Activity Mapping (PAM) –
Future State didapatkan hasil presentase aktivitas menunjukkan bahwa dalam proses
pengambilan obat di apotek rawat jalan memiliki 25 aktivitas operasi dengan presentase
71,43%, 3 aktivitas transportasi dengan presentase 8,57%, dan 7 aktivitas inspeksi dengan
presentase 20%. Sedangkan presentase VA sebesar 80% dengan jumlah waktu 58 menit
dari 28 proses, presentase NVA sebesar 8,57% dengan jumlah waktu 4 menit dari 3
proses, dan presentase NNVA sebesar 11,43% dengan jumlah waktu 8 menit dari 4 proses.

4.8 Big Picture Mapping (BPM) - Future State


Big Picture Mapping (BPM) future state menunjukkan total waktu value added
proses pengambilan obat di apotek rawat jalan selama 58 menit dari total keseluruhan
proses pengambilan obat di apotek rawat jalan (lead time) selama 70 menit.

Pemohon Pemohon
Datang Pulang

Loket
Pembayaran
Antrian Loket dan Loket BPJS Centre
Pengambilan Pelayanan Obat Pengambilan Pembayaran
Obat Obat Umum
3 staff
3 Loket 3 Loket
2 Staff 3 Tenaga Teknis 3 Tenaga Teknis
3 staff
Kefarmasian Kefarmasian
Kasir
Kasir Meminta Kartu Tanda Peserta BPJS
Menerima Obat dari Pelayanan Menyerahkan Biaya Obat Menerima Kartu Tanda Peserta
Menanyakan Keperluan Pemohon Menerima Resep Obat dari Staff Obat Menjelaskan Biaya Obat BPJS
Menjelaskan Berkas Persyaratan Antrian Obat Memanggil Pasien Untuk Menerima Biaya Obat Memeriksa Kartu Tanda Peserta
Menerima Berkas Persyaratan Memeriksa Resep Obat dari Staff Menyesuaikan Berkas Menginput Data: BPJS
Menerima Resep Obat dari Antrian Obat Menerima Berkas -Input Data Pembayaran Menginput Data:
Pemohon Memeriksa Ketersediaan Obat Memeriksa Kesesuaian Berkas -Mengupdate Informasi Stok Obat -Input Data Pembayaran
Memeriksa Kelengkapan Berkas Mengambil Obat Sesuai yang Ada Menyerahkan Kwitansi Menyerahkan Kwitansi Tanda -Mengupdate Informasi Stok Obat
Persayaratan di Resep Penyerahan Obat Lunas Menyerahkan Kwitansi Pembayaran
Memberikan Nomor Antrian Menyerahkan Obat ke Loket Menyerahkan Obat ke Menyerahkan Obat BPJS
Menyerahkan Resep Obat ke Pengambilan Obat Pemohon Mengarsipkan Berkas yang Telah Menyerahkan Obat
Pelayanan Obat Memeriksa Kwitansi Obat Selesai Mengarsipkan Berkas yang Telah
Memverifikasi Biaya Selesai

11 Menit 17 Menit 14 Menit 14 Menit 14 Menit

1 Menit 2 Menit 0 Menit 0 Menit 0 Menit

Value Added Time 58 Menit


Lead Time 70 Menit

Gambar 4. Big Picture Mapping (BPM) -future state

322
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berikut adalah perhitungan Process Cycle Efficiency:


𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝐴𝑑𝑑𝑒𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒 58
PCE = x 100 % PCE = 70 x 100 % = 82,85%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑒𝑎𝑑 𝑇𝑖𝑚𝑒

Berdasarkan nilai PCE di atas dapat dilihat bahwa persentase 82,85% dapat
dikatakan sebagai persentase utilitas dalam proses pengambilan obat di apotek rawat jalan.

4.9 Rekapitulasi Hasil Current State dan Future State


Berikut ini merupakan rekapitulasi dari hasil current state dan future state
berdasarkan nilai perhitungan process cycle efficiency:

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Current State Dan Future State


Current State Future State
Kategori Waktu % Waktu %
(menit) Waktu (menit) Waktu
VA 66 76.74 58 82,85
NVA 12 13.95 4 8,57
NNVA 8 9.31 8 11,43
Total 86 100 70 100
PCE 76,74% 82,85%

Maka PCE (Value Added)


= PCEfuture - PCEcurrent
= 82,85% - 76,74% = 6,11%

Dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan efisiensi pada siklus proses. Besarnya
waktu VA (Value Added) pada kondisi current state yaitu 66 menit dengan persen waktu
76,74% dan pada kondisi future state yaitu 58 menit dengan persen waktu 82,85%
besarnya waktu NNVA (Necessary but Non Value Added) pada kondisi current state yaitu
8 menit dengan persen waktu 13,93% dan pada kondisi future state yaitu 8 menit dengan
persen waktu 8,57%. Besarnya waktu NVA (Non Value Added) pada kondisi current state
yaitu 12 menit dengan persen waktu 13,95% dan pada kondisi future state yaitu 4 menit
dengan persen waktu 8,57%. Berdasarkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) diatas
maka diketahui bahwa efisiensi waktu proses pengambilan obat di apotek rawat jalan
mengalami peningkatan sebesar 6,11%.
Selain itu terdapat perbedaan lead time pada kondisi current state dan future state,
yaitu pada kondisi current state total waktu lead time berjumlah 86 menit, sementara pada
kondisi future state total waktu lead time berjumlah 70 menit. Maka, persentase selisih
waktu lead time yaitu sebesar 18,61%.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa kesimpulan antara lain:
1. Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap kualitas
layanan di Rumah Sakit Dr. Dradjat Prawiranegara menggunakan metode Importance
Performance Analysis (IPA), didapatkan bahwa kualitas layanan di Rumah Sakit Dr.
Dradjat Prawiranegara menurut hasil perhitungan indeks kepuasan pelanggan (IKP) dari
dimensi servqual didapatkan hasil untuk kualitas layanan dari penyebaran kuesioner
kepada 100 responden yaitu sebesar 72,54% yang berarti pasien merasa puas terhadap
layanan yang diberikan oleh rumah sakit, namun masih perlu melakukan perbaikan

323
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

kualitas karena dalam perhitungan servqual (gap) keseluruhan masih menunjukkan nilai
negatif yaitu sebesar -0,943 terhadap pelayanan yang diberikan.
2. Atribut yang menjadi prioritas untuk diperbaiki agar dapat meningkatkan kualitas
pelayanannya ada didalam kuadran I diagram kartesius, yaitu Atribut 6 (RL3) tagihan
pembiayaan yang diberikan oleh rumah sakit akurat, jelas, dan sesuai; Atribut 7 (R1)
tenaga medis, perawat, dan staff memberikan informasi kepada pasien kapan layanan
akan dilakukan dengan tepat; Atribut 8 (RS2) pasien menerima pelayanan dengan cepat
dari tenaga medis, perawat dan staff rumah sakit; dan Atribut 14 (E1) tenaga medis,
perawat, dan staff rumah sakit memberika perhatian secara personal kepada pasien.
3. Usulan perbaikan 5W+1H untuk mereduksi lead time yaitu mengurangi waktu
menunggu dengan cara menyusun obat-obatan sesuai abjad nama dari obat tersebut.
Dengan menyusun obat-obatan sesuai dengan abjad nama obat akan mempermudah
tenaga farmasi dalam meracik atau menyusun obat yang dibutuhkan pemohon,
Menggabungkan aktivitas pengambilan obat dan pembayaran obat dengan cara
menggabungkan beberapa aktivitas pada tahapan yang berbeda kedalam tahapan yang
sama diharapkan agar proses pengambilan dan pembayaran obat lebih efektif dan
efisien dimana tenaga teknis kefarmasian dan pemohon tidak melakukan aktivitas yang
sama secara berulang kali. Sehingga didapatkan hasil pada konsep lean service bahwa
Process Cycle Efficiency (PCE) sebesar 6,11% dengan PCE (current state) sebesar
76,74% dan total waktu 86 menit menjadi 82,85% dengan total waktu 70 menit PCE
(future state).

DAFTAR PUSTAKA
[1]. Alpasa, Fijar. Lisye Fitria. 2014. Penerapan Konsep Lean Service dan DMAIC untuk
Mengurangi Waktu Tunggu Pelayanan. Jurusan Teknik Industri Itenas No. 03 Vol. 02
Juli 2014 Reka Integra ISSN: 2338-5081. Bandung: Institut Teknologi Nasional
[2]. Butar, Fajar Ridho. 2018. Implementasi Lean Service Pada Proses Penerbitan Paspor
Terpadu/ One Stop Service (OSS) (Studi Kasus: Kantor Imigrasi Kelas II Cilegon).
Skripsi. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[3]. Dwiyanto, Agus. 2011. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press
[4]. Dr. Ceylan, Cemil. 2011. Value Chain Analysis using Value Stream Mapping: White
Good Industry Application. Proceedings of the 2011 International Conference on
Industrial Engineering adn Operations Management. Kuala Lumpur, Malaysia.
[5]. Gasperz, V., dan Fontana, A. 2011. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Bogor : Vichisto Publication
[6]. Hines, P & Taylor, D. 2000. Going Lean: A Guide to Implementation. Lean Enterprise
Research Centre Cardiff Bussiness School: Cardiff, UK.
[7]. Hines, P., Holweg, M., & Rich, N. 2004. Learning to evolve: A review of
contemporary lean thinking. Interna-tional Journal of Operations & Production
Management 24 (10):994-1011
[8]. Isik, Dr. B.R Ambedkar. 2011. Quality Of Service, Customer Satisfaction And Loyalty
In The Hospital: Thinking For The Future.
[9]. Lopez, E. Andres, I Gonzales Requena, A Sanz Lobera. 2015. Lean Service:
Reassesment Of Lean Manufacturing For Service Activities. Procedia Engineering.
[10]. Meesela, Appalaya. Justin Paul. 2018. Quality Of Service, Customer Satisfaction And
Loyalty In The Hospital: Thinking For The Future. Journal Of Retail And Consumer
Services. USA: University Of Washington

324
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[11]. Panuti, Sri, Shanti Kirana Aggraeny, Achmad Bahauddin. 2013. Rancangan
Perbaikan Kualitas Layanan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Cilegon dengan
Pengintegrasian Metode Servqual, Lean dan Six Sigma. Jurnal Teknik Industri,
Vol.1, No.2.
[12]. Priyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif. Bina Dharma
[13]. Rahaman, Moh. Mizenur et al. 2011. Measuring Service Quality using SERVQUAL
Models: A Study on PCBs (Private Commercial Banks) in Bangladesh
[14]. Ratminto, Winarsih Atik Septi. 2006. Manajemen Pelayanan. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
[15]. Tjiptono, Fandy. Chandra. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi
[16]. Wirawan, Adhitomo. Venia Yunita. 2017. Analisis Kepuasan Pelayanan Pasien Pada
Instalasi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah
Batam Dengan Pendekatan Lean Service Dan Service Perfomance Spektrum Industri.
Journal of Business Administration. Volume 1, nomor 2. Batam: Politeknik Negeri.
[17]. Sholikah, Hesti. Iriananda, Syahroni. 2017. Analisis Kepuasan Pelanggan Travel
Menggunakan Metode Fuzzy Service Quality. JOINTECS. Malang: Universitas
Widyagama.

325
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADA TRIMMING 2 G-LINE


PT. SUZUKI INDOMOBIL MOTOR DENGAN PENDEKATAN
WORK LOAD ANALYSIS

Wilson Kosasih, Lithrone Laricha S., Claudia Putri


Program Studi Teknik Industri, Universitas Tarumanagara
e-mail: wilsonk@ft.untar.ac.id
Abstrak
Sehubungan dengan kondisi ekonomi di Indonesia yang kurang stabil menyebabkan terjadinya
penurunan pemintaan khususnya industri otomotif. Oleh karena itu PT. Suzuki Indomobil
Motor harus melakukan penghematan biaya untuk menjaga keberlangsungan perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga menurun. Untuk
menghindari terjadinya idle time dari operator dan pekerjaan menjadi tidak efektif maka
diperlukan perhitungan beban kerja yang efektif untuk masing-masing operator. Berdasarkan
permasalahan di PT Suzuki Indomobil Motor diharapkan dengan penerapan metode Work
Load Analysis (WLA) dapat diketahui beban karyawan yang optimal. Sehingga diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi kerja karyawan dan jumlah karyawan yang optimal sehingga
dapat memenuhi konsumen yang berperan sebagai konsumen. Berdasarkan hasil pengolahan
data didapatkan jumlah tenaga kerja optimal untuk varian Berdasarkan hasil pengolahan data
didapatkan jumlah tenaga kerja optimal yaitu 17 operator dengan pengurangan operator di
stasiun 26 yaitu dari 3 orang menjadi 2 orang. Dengan mendapatkan jumlah tenaga kerja
optimal maka dapat meningkatkan efisiensi kerja.

Kata kunci: Work Load Analysis, Efisiensi Kerja, Tenaga Kerja.

PENDAHULUAN
Sehubungan dengan kondisi ekonomi di Indonesia yang kurang stabil menyebabkan
terjadinya penurunan pemintaan khusunya industri otomotif. Oleh karena itu PT. Suzuki
Indomobil Motor harus melakukan penghematan biaya untuk menjaga keberlangsungan
perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga
menurun. Untuk menghindari terjadinya idle time dari operator dan pekerjaan menjadi
tidak efektif maka diperlukan perhitungan beban kerja yang efektif untuk masing-masing
operator. Selain itu terdapat beberapa hambatan dari mesin dan operator. Hambatan dalam
mesin terjadi dikarenakan terjadi kesalahan mesin (error) sehingga diperlukan
maintenance yang terencana. Sedangkan hambatan dari operator disebabkan oleh operator
yang tidak teliti dalam memasang komponen pada body mobil. Berdasarkan permasalahan
di PT Suzuki Indomobil Motor diharapkan dengan penerapan metode Work Load Analysis
(WLA) dapat diketahui beban karyawan yang optimal. Setelah mendapatkan jumlah tenaga
kerja optimal, maka dilakukan simulasi trial and error sehingga diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi kerja karyawan dan jumlah karyawan yang optimal sehingga dapat
memenuhi konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas dan Pengukuran Kerja
Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja)
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
Produktivitas perusahaan diukur berdasarkan pendekatan nilai tambah, perbandingan antar
nilai tambah dengan sumber yang terpakai (resource used) menunjukkan tingkat
produktivitas [1].

326
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Metode Stopwatch (jam henti) merupakan pengukuran waktu kerja secara langsung
yang biasa diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan
berulang-ulang/repetitive. Menurut Wignjosoebroto (2003), pengukuran kerja adalah suatu
aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki
ketrampilan rata-rata dan terlatih baik) dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam
kondisi dan tempo kerja yang normal [2]. Untuk mengetahui apakah suatu sistem kerja
yang diterapkan sudah baik, maka diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja yang
meliputi teknik-teknik pengukuran mengenai waktu yang dibutuhkan, tenaga yang
dikeluarkan, pengaruh psikologis dan fisiologis. Salah satu pengukuran kerja adalah
pengukuran waktu kerja (time study). Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk
mendapatkan waktu standar/waktu baku penyelesaian pekerjaan secara wajar, tidak terlalu
cepat dan juga tidak terlalu lambat, oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya
dalam suatu sistem kerja yang telah berjalan dengan baik (Barnes, 1980). Salah satu
manfaat dari menghitung waktu baku ini adalah untuk merencanakan kebutuhan tenaga
kerja [2].

Pengujian Kecukupan dan Keseragaman Data


Menurut Sutalaksana (2006, p.134), uji kecukupan data dilakukan untuk
mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan penelitian [3].
Uji kecukupan data bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah sample yang diambil telah
cukup untuk mewakili populasi. Apabila N>N’ maka jumlah sample sudah mencukupi.
2
𝑘⁄ √𝑁 Ʃ 𝑋 2 − (Ʃ 𝑋 )2
𝑠 𝑖 𝑖
N’ = ( ) (1)
Ʃ 𝑋𝑖

Dimana:
N’ = jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan;
K = tingkat kepercayaan dalam pengamatan (k=1,96, 1-α = 95%);
S = derajat ketelitian dalam pengamatan (5%);
N = jumlah pengamatan yang sudah dilakukan;
Xi = data pengamatan.

Sebelum data dapat digunakan maka perlu dilakukan pengujian keseragaman data
untuk dapat menetapkan waktu standar, dengan tujuan untuk mengetahui apakah hasil
pengukuran waktu cukup seragam untuk digunakan. Suatu data dikatakan seragam, yaitu
data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di antara kedua batas kendali
[3].
Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran pendahuluan adalah:
1) Hitung rata-rata dari data:
𝑋𝑖
𝑋̅ = Ʃ 𝑘 (2)
Dimana:
X = data yang ada; k = jumlah data

2) Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:


Ʃ (𝑋𝑖−𝑋̅ )2
σ=√ (3)
𝑁−1
Dimana:
Xi = data ke-i; 𝑋̅ = rata-rata; N = jumlah data

327
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3) Tentukan batas kontrol atas dan kontrol batas bawah dengan rumus:
BKA = 𝑋̅ + (k x σ) (4)
BKB = 𝑋̅ - (k x σ) (5)

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Work Load Analysis (WLA)


Menurut Mangkuprawira (2004:88), analisis beban kerja adalah beban kerja yang
sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya.
Apabila besar karyawan bekerja sesuai dengan standar perusahaan tidak masalah.
Sebaliknya jika bekerja dibawah standar mungkin beban kerjanya berlebih [4].
Moekijat (1995:44) mengemukakan, bahwa dalam memberikan informasi tentang
syarat-syarat tenaga kerja secara kualitatif, serta jenis-jenis jabatan dan pegawai yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas [5]. Di samping itu dinyatakan pula, bahwa
jumlah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah sama dengan jumlah
keempat waktu berikut: 1. Waktu yang sungguh-sungguh digunakan untuk bekerja, yakni
waktu digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan produksi
(waktu lingkaran, atau waktu baku atau dasar). 2. Waktu yang digunakan dalam kegiatan-
kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan produksi (bukan lingkaran atau non-
cyclical time). 3. Waktu untuk menghilangkan kelelahan (fatigue time). 4. Waktu untuk
keperluan pribadi (personal time) [5].
Apabila jumlah keluaran utama dan waktu kerja tersedia serta waktu baku pekerjaan
sudah ditentukan maka untuk menentukan jumlah tenaga kerja yang diperlukan pada suatu
aktivitas operasi dapat menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
𝑃 𝑥 𝑊𝑏
N= (6)
𝐷𝑥𝐸

Dimana:
P = Target jumlah produk atau jasa layanan yang harus dihasilkan atau dilaksanakan
oleh suatu unit kerja dalam periode waktu kerja tertentu;
E = Standard persentase efisiensi kerja dari pekerja yang ditetapkan oleh perusahaan
oleh perusahaan ataupun lembaga yang berkewenangan menentukan standar
produktivitas kerja;
Wb = Waktu baku atau waktu standar pengerjaan yang ditetapkan untuk proses
produksi yang diperoleh dari hasil pengukuran kerja;
D = Jumlah waktu kerja efektif yang tersedia;
N = Jumlah pekerja optimal yang dibutuhkan pada suatu operasi kerja.

METODE PENELITIAN
Prosedur pengerjaan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir di
bawah ini:

328
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


Dalam pengumpulan data dilakukan di Trimming 2 G-Line dengan bentuk layout
yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Layout Trimming 2 G-Line

Dari layout tersebut maka didapatkan:


1. Jumlah Operator Main Line : 18 man power
2. Jumlah Checkman : 1 man power
3. Jumlah Reliefman : 2 man power
4. Jumlah Leader : 1 man power

Pengumpulan data berupa waktu operator dari mulai hingga selesai pekerjaan untuk
pengerjaan setiap varian dan pengambilan data yang diamati sebanyak 30 data sehingga
terdapat 18 data waktu operator setiap 5 varian. Berikut data pengamatan operator kanan di
stasiun 20 untuk varian Futura chasis dengan satuan detik dapat dilihat pada Tabel 1.

329
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1. Waktu Operator Kanan Stasiun 20 Varian Futura Chasis


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
CHS 102 85 86 104 84 85 99 85 102 85 100 103 105 106 89 90 91 87 88 104 109 83 81 78 79 80 85 82 108 110
TRK 85 104 103 103 99 105 85 86 105 106 85 106 90 100 81 94 95 81 109 107 104 101 98 83 86 82 80 83 85 81
GL 131 167 142 169 159 144 165 139 134 135 141 138 143 145 166 132 136 170 136 132 149 159 166 171 167 174 168 171 163 135
GE 145 174 143 168 169 144 143 171 142 172 170 173 177 142 175 174 178 144 171 170 141 142 140 143 138 143 145 148 144 142
TRK 120 121 145 143 146 150 123 147 148 144 145 125 120 145 149 150 149 148 130 122 121 125 121 123 124 150 120 122 151 159
Setelah mendapatkan waktu setiap operator maka dilakukan pengujian kecukupan
data dan keseragaman data.

Uji Kecukupan Data


Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisa jumlah pengukuran apakah sudah
cukup untuk melakukan penelitian. Uji kecukupan data dilakukan ke setiap operator dan
varian sehingga terdapat 90 uji kecukupan data. Berikut uji kecukupan data dari Futura
Chasis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Kecukupan Data


Operator N' Keterangan
Kanan 18,91 Cukup
ST 20 Kiri 15,83 Cukup
Tengah 21,12 Cukup
Kanan 13,84 Cukup
ST 21
Kiri 14,13 Cukup
Kanan 13,12 Cukup
ST 22 Kiri 10,07 Cukup
Tengah 15,97 Cukup
Kanan 10 Cukup
ST 23
Kiri 10,25 Cukup
Kanan 10,27 Cukup
ST 24
Kiri 10,85 Cukup
Kanan 10,18 Cukup
ST 25
Kiri 10,17 Cukup
Kanan 10,15 Cukup
ST 26 Kiri 10,79 Cukup
Tengah 10,08 Cukup
ST 27 11,45 Cukup

Contoh perhitungan uji keseragaman data sebagai berikut:


1. Operator kanan stasiun 20
Data pengamatan = 30 Tingkat ketelitian = s = 5%
Tingkat kepercayaan = 95% Ʃ (X) = 2775
k = 95%, maka k = 1,96 Ʃ (X^2) = 259847
1,96⁄ 2
2
0.05√30𝑥259847− (2775)
N’ = ( ) = 18,91
2775
Setelah melakukan perhitungan di atas maka didapatkan nilai N’ sebesar 18,91. Nilai
N’ < N sehingga dikatakan bahwa jumlah data yang diambil telah mencukupi.

330
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Operator kiri stasiun 20


Data pengamatan = 30 Tingkat ketelitian = s = 5%
Tingkat kepercayaan = 95% Ʃ (X) = 3520
k = 95%, maka k = 1,96 Ʃ (X^2) = 417270
1,96⁄ 2
2
0,05√30𝑥417270− (3520)
N’ = ( ) = 15,83
3520
Setelah melakukan perhitungan di atas maka didapatkan nilai N’ sebesar 15,83. Nilai
N’ < N sehingga dikatakan bahwa jumlah data yang diambil telah mencukupi.
Berdasarkan hasil uji kecukupan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruh data
memiliki nilai N’ < N sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah data yang diambil telah
mencukupi.

Uji Keseragaman Data


Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran waktu
cukup seragam untuk digunakan. Suatu data dikatakan seragam bila hasil rata-rata sub grup
berada antara batas kendali atas dan batas kendali bawah. Jika hasil rata-rata berada di luar
batas kendali atas dan batas kendali bawah maka data tersebut dihilangkan. Tabel uji
keseragaman data dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Keseragaman Data


Operator BKB Rata-Rata (Detik) BKA Keterangan
Kanan 107,06 125,96 144,86 Seragam
ST 20 Kiri 117,52 129,34 141,16 Seragam
Tengah 49,08 101,48 153,88 Seragam
Kanan 74,30 95,76 117,22 Seragam
ST 21
Kiri 73,12 99,55 125,99 Seragam
Kanan 98,02 134,17 170,33 Seragam
ST 22 Kiri 91,35 131,35 171,36 Seragam
Tengah 30,69 80,98 131,28 Seragam
ST 23 Kanan 107,45 132,04 156,65 Seragam
Kiri 100,41 120,10 139,80 Seragam
Kanan 71,38 105,66 139,95 Seragam
ST 24
Kiri 73,94 117,98 162,02 Seragam
Kanan 118,39 143,18 167,99 Seragam
ST 25
Kiri 91,33 141,37 191,42 Seragam
Kanan 48,91 61,2 73,49 Seragam
ST 26 Kiri 48,34 61,21 74,09 Seragam
Tengah 68,36 104,34 140,33 Seragam
ST 27 84,39 109,83 135,27 Seragam

Penjelasan perhitungan uji keseragaman data sebagai berikut.


1. Operator kanan stasiun 20
Untuk operator kanan stasiun 20 didapatkan waktu rata-rata = 125,96 detik, nilai k =
1,96 dan standar deviasi dari operator kanan stasiun 20 adalah 9,64. Dengan menggunakan
rumus maka didapatkan hasil batas kontrol atas dan batas kontrol bawah sebagai berikut:
BKA = X + (k x σ) = 125,96 + (1,96 x BKB = X - (k x σ)
9,64) = 125,96 - (1,96 x 9,64)
= 144,86 = 107,06
Maka didapatkan hasil perhitungan BKA = 144,86 dan BKB = 107,06.

331
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Operator kiri stasiun 20


Untuk operator kiri stasiun 20 didapatkan waktu rata-rata = 129,34 detik, nilai k =
1,96 dan standar deviasi dari operator kiri stasiun 20 adalah 6,03. Dengan menggunakan
rumus maka didapatkan hasil batas kontrol atas dan batas kontrol bawah sebagai berikut:
BKA = X + (k x σ) BKB = X - (k x σ)
= 129,34 + (1,96 x 6,03) = 129,34 - (1,96 x 6,03)
= 141,16 = 117,52

Setelah melakukan perhitungan di atas maka didapatkan BKA = 141,16 dan BKB =
117,52. Berdasarkan tabel uji keseragaman data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa semua
data untuk tiap operator memiliki nilai rata-rata diantara BKA dan BKB sehingga seluruh
data dapat dikatakan seragam.

Data Hari Kerja Efektif Dalam 1 Tahun


Data ini merupakan data sekunder yang didapatkan dari PT. Suzuki Indomobil Motor
untuk kalender kerja 1 tahun periode tahun 2014. Berikut hari kerja efektif untuk
perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Hari Kerja Efektif Selama 1 Tahun


Keterangan Jumlah Hari
Jumlah hari dalam setahun 365 hari
Jumlah hari cuti bersama 4 hari
Jumlah hari cuti individu 8 hari
Jumlah hari libur nasional 11 hari
Jumlah hari sabtu & minggu dalam setahun 122 hari
Jumlah hari kerja efektif 220 hari

Perhitungan Standar Waktu Kerja


Standar Waktu Kerja Stasiun 20 Varian Futura chasis
Di dalam stasiun 20, aktivitasnya dibagi menjadi beberapa operator sebagai berikut:
1. Operator kanan
Standar waktu = (102+85+86+104+…+159)/150 = 125,96 detik
Sample variance = ((102-125,96)2+(85-125,96)2+…+(159-125,96)2)/149 = 929,38 detik
Standar deviasi = √929,38 = 30,486 detik
2. Operator kiri
Standar waktu = (113+129+127+111+…+121)/150 = 129,34 detik
Sample variance = ((113-129,34)2+(129-129,34)2+…+(121-129,34)2)/149 = 363,41 detik
Standar deviasi = √363,41 = 19,063 detik
3. Operator Tengah
Standar waktu = (43+42+48+46+…+61)/150 = 101,48 detik
Sample variance = ((43-101.48)2+(42-101,48)2+…+(61-101,48)2)/149 = 7146,5 detik
Standar deviasi = √7146,5 = 84,537 detik
Dengan cara yang sama dengan perhitungan di atas maka akan didapatkan hasil pada Tabel
5 di bawah ini.

332
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 5. Hasil Perhitungan Rata-Rata Waktu Kerja dan Standar Deviasi


Operator Data Hasil Pengukuran Rata-Rata (Detik) Standar Deviasi
Kanan 125,96 30,48
ST 20 Kiri 129,34 19,06
Tengah 101,48 84,53
Kanan 95,76 34,61
ST 21
Kiri 99,55 42,65
Kanan 134,17 58,33
ST 22 Kiri 131,35 64,54
Tengah 80,98 81,14
Kanan 132,05 39,68
ST 23
Kiri 120,11 31,77
Kanan 105,67 55,31
ST 24
Kiri 117,98 71,04
Kanan 143,19 40,01
ST 25
Kiri 141,37 80,73
Kanan 61,2 19,83
ST 26 Kiri 61,21 20,76
Tengah 104,35 58,05
ST 27 109,83 41,04

Berdasarkan pembagian operator Tabel 5. di atas, dapat dihitungan berapa jumlah


operator masing-masing sebagai berikut:
Data volume produksi satu tahun = 75.400
Persentase efisiensi kerja = 95%
Waktu kerja efektif 1 tahun = 220 hari
= 16jam x 3600detik x 220hari = 12.672.000 detik
Waktu standar pekerjaan = data pengukuran + standar deviasi
1. Stasiun 20
Waktu standar pekerjaan = 125,96+129,34+101,48+30,48+19,06+84,53 = 490,87 detik
75.400 𝑥 490,87
Jumlah operator = 12.672.000 𝑥 95% = 2,95 orang ≈ 3 orang
2. Stasiun 21
Waktu standar pekerjaan = 95,76+99,55+34,61+42,65 = 272,59 detik
75.400 𝑥 272.59
Jumlah operator = 12.672.000 𝑥 95% = 1,64 orang ≈ 2 orang
Dengan cara yang sama dengan perhitungan di atas maka akan didapatkan hasil pada Tabel
6 di bawah ini.
Tabel 6. Kebutuhan Jumlah Tenaga Kerja
Stasiun Jumlah Operator
20 3
21 2
22 3
23 2
24 2
25 2
26 2
27 1
Total 17

333
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah operator di atas maka dibutuhkan 17 orang


untuk setiap varian. Setelah mendapatkan data jumlah tenaga kerja optimal maka dilakukan
simulasi trial and error untuk mengetahui hasil akhir setelah dilakukan perbaikan.
Perbaikan yang dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah tenaga kerja sehingga
pekerjaan akan dipindahkan ke operator lain.
Analisa Perhitungan Beban Kerja
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa operator yang berkurang berada di stasiun 26.
Dalam G-Line terdapat 2 jenis mobil yaitu Futura dan APV sehingga setiap pekerjaan
operator di setiap stasun terdapat perbedaan. Berikut pekerjaan operator yang berpindah
pada mobil Futura dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pekerjaan Sebelum Dilakukan Perbaikan Stasiun 26 Mobil Futura


Before Before Before
Pekerjaan Waktu Waktu Waktu
(Ilham) (Jarwono) (Ardi)
Ambil glass windshield Ya 6 det - - - -
Pasang glass windshield Ya 18 det - - - -
Merapihkan moulding glass windshield Ya 9 det - - - -
Ambil glass back window Ya 6 det - - - -
Menarik tambang saat pemasangan glass back window Ya 5 det - - - -
Melumasi panel roof dengan air sabun - - Ya 5 det - -
Melumasi glass back window - - Ya 3 det - -
Meletakkan cover deck floor dalam body - - Ya 3 det - -
Menarik tambang saat pemasangan front glass - - Ya 20 det - -
Melumasi glass back window - - Ya 9 det - -
Merapihkan kembali cover deck floor - - Ya 5 det - -
Ambil komponen - - - - Ya 8 det
Menaruh head lamp 2 unit - - - - Ya 25 det
Total waktu per operator 45 det 44 det 33 det

Sebelum dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja, operator awal adalah 3 orang.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja maka hanya diperlukan operator 2
orang. Dalam pengurangan operator ini dilihat kembali waktu awal operator yang tercepat
sehingga operator tersebutlah yang dihilangkan. Sehingga dalam hal ini, operator Ardi
dihilangkan dan dapat dilihat pada Tabel 8 merupakan pekerjaan baru yang dikerjakan oleh
operator Musgiyatno di stasiun 27. Pekerjaan Ardi dipindahkan ke operator Musgiyatno
karena pekerjaan Ardi merupakan pekerjaan yang berhubungan pada stasiun 27 sehingga
pekerjaan tersebut dipindahkan ke operator Musgiyatno.

Tabel 8. Pekerjaan Setelah Dilakukan Perbaikan Stasiun 26 Mobil Futura


After (Musgiyatno) Waktu
Ambil komponen 15 det
Pasang head lamp 2 unit (bolt 4pcs dan screw 2pcs) 57 det
Mengencangkan nut wiper 2pcs 11 det
Pasang cup nut wiper 2pcs 10 det
Check sebelum ke unit berikutnya 6 det
Total waktu operator 99 det

Hasil waktu di atas lebih besar dikarenakan operator belum terbiasa terhadap pekerjaan
yang baru. Selain operator mengerjakan pekerjaan mobil Futura, terdapat pekerjaan mobil
APV yang berubah sesuai dengan hasil perhitungan jumlah tenaga kerja. Berikut dapat

334
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dilihat pekerjaan sebelum dan setelah dilakukan perbaikan pekerjaan stasiun 26 mobil
APV pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Pekerjaan Sebelum Dilakukan Perbaikan Stasiun 26 Mobil APV


Before Before Before
Pekerjaan Waktu Waktu Waktu
(Ilham) (Jarwono) (Ardi)
Ambil komponen - - - - Ya 16 det
Pasang front mud flap LH RH & - - - - Ya 138 det
linning front fender LH RH
Pasang glass primer pada glass Ya 14 det - - - -
windshield dan glass back door
Menekan tombol start pada robot Ya 45 det - - - -
betasil
Pasang glass windshield Ya 16 det - - - -
Pasang body primer pada flang - - Ya 34 det - -
body
Pasang glass windshield dan - - Ya 41 det - -
glass back door
Total waktu per operator 75 det 75 det 154 det

Sebelum dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja, operator awal adalah 3 orang.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja maka hanya diperlukan operator 2
orang. Dalam pengurangan operator ini dilihat kembali pekerjaan operator tersebut. dapat
dilihat operator Ardi mengerjakan front mud flap bagian kanan dan kiri, operator Ardi
dapat dihilangkan karena pekerjaan operator Ardi dapat dipindahkan ke operator Ilham dan
Jarwono. Berikut dapat dilihat pada Tabel 10 merupakan pekerjaan baru yang dikerjakan
oleh operator Ilham dan Jarwono.

Tabel 10. Pekerjaan Setelah Dilakukan Perbaikan Stasiun 26 Mobil APV


After (Ilham) Waktu After (Jarwono) Waktu
Ambil komponen 8 det Ambil komponen 8 det
Pasang front mud flap LH & linning 70 det Pasang front mud flap RH & linning front 71 det
front fender LH fender RH
Pasang glass primer pada glass 15 det Pasang body primer pada flang body 35 det
windshield dan glass back door
Menekan tombol start pada robot 45 det Pasang glass windshield dan glass back 42 det
betasil door
Pasang glass windshield 17 det
Total waktu operator 155 det Total waktu operator 156 det

Hasil waktu di atas lebih besar dikarenakan operator belum terbiasa terhadap pekerjaan
yang baru.

KESIMPULAN
Dalam melakukan penghematan biaya, PT. Suzuki Indomobil Motor mengurangi
jumlah tenaga kerja. Untuk menghindari terjadinya idle time dari operator dan pekerjaan
menjadi tidak efektif maka diperlukan perhitungan beban kerja yang efektif untuk masing-
masing operator. Selain itu terdapat beberapa hambatan dari mesin dan operator. Hambatan
dalam mesin terjadi dikarenakan terjadi kesalahan mesin (error) sehingga diperlukan
maintenance yang terencana. Sedangkan hambatan dari operator disebabkan oleh operator
yang tidak teliti dalam memasang komponen pada body mobil. Berdasarkan hasil

335
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

pengolahan data didapatkan jumlah tenaga kerja optimal adalah 17 operator untuk
keseluruhan varian. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan operator yang berubah
di stasiun 26 yaitu 3 orang menjadi 2 orang dengan hasil perhitungan jumlah tenaga kerja.
Item pekerjaan operator stasiun 26 bagian tengah dipindahkan ke operator 26 kanan dan
kiri serta operator 27. Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah untuk lebih
mempertimbangkan setiap beban kerja dari karyawan sehingga tidak adanya waktu luang
yang terlalu besar.

DAFTAR PUSTAKA
[1] J. Ravianto. 1985. Produktvitas dan Manajemen. Yogyakarta: UGM Press.
[2] Wignjosoebroto, S., 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit PT. Guna Widya.
[3] Sutalaksana, Iftikar Z., Ruhana Anggawisastra, Jann H. Tjakraatmadja. 2006. Teknik
Perancangan Sistem Kerja, Edisi kedua, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[4] Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
[5] Moekijat. 1995. Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai. Cetakan 3.
Remaja Rodaskarya. Bandung.
[6] Ayuningtyas, Respati, dkk. 2014. Analisis Peningkatan dan Efisiensi Kerja Dengan
Penerapan Kaizen. Teknik Industri Universitas Brawijaya. Malang.
[7] Arif, Riduwan. 2012. Analisis Beban Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja yang Optimal
pada Bagian Produksi dengan Pendekatan Metode Analysis (WLA) di PT Surabaya
Perdana Rotopack. Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Surabaya.
[8] Wibawa, Raissa Putri Nanda, dkk. 2014. Analisis Beban Kerja dengan Metode
Workload Analysis sebagai Pertimbangan Pemberian Insentif Pekerja. Teknik
Industri Universitas Brawijaya. Malang.
[9] Santoso, Dewi Agustini, Agus Supriyadi. 2010. Perhitungan Waktu Baku dengan
Metode Work Sampling untuk Menentukan Jumlah Tenaga Kerja Optimal. Teknik
Industri UDINUS. Semarang.

336
Makalah Bidang Teknik Elektro
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DESAIN DAN IMPLEMENTASI QR CODE BERBASIS ANDROID


DENGAN METODE ERROR CORRECTION KODE BOSE,
CHAUDHURI, HOCQUENGHEM (BCH) UNTUK SISTEM PRESENSI

Afif Priyambodo, Koredianto Usman, Ledya Novamizanti


Teknik Telekomunikasi, Telkom University
e-mail: afifpriyambodo@gmail.com

Abstrak
Presensi merupakan hal utama dalam kegiatan belajar-mengajar, karena menjadi bukti dari
laporan pelaksanaan. Umumnya, presensi dilakukan secara manual yaitu siswa membubuhkan
tanda tangan pada suatu kertas yang diedarkan. Hal itu menimbulkan pemborosan kertas dan
kurang efisien. Untuk itu, dibutuhkan teknologi dalam sistem presensi yang baik, aman, dan
efisien. Dalam penelitian ini dilakukan desain dan implementasi penggunaan teknologi QR-
Code untuk sistem presensi berbasis android. Siswa akan memiliki identitas QR-Code masing-
masing yang ditanamkan pada kartu pelajar, kemudian pengajar akan melakukan scanning QR-
Code dengan aplikasi yang telah dibuat di android. Penggunaan kode The Bose, Chaudhuri, and
Hocquenghem (BCH) sebagai error correction menghasilkan suatu sistem yang handal.
Algoritma kode BCH dapat mendeteksi (error detection) sekaligus memperbaiki kesalahan bit
(error correction). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian ketahanan QR-Code dengan
indikator kotor tinta, kotor lumpur, dan gesekan. Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki
akurasi 100%.

Kata kunci: Presensi, QR-Code, Kode BCH, Smartphone, The Bose Chaudhuri and
Hocquenghem.

1. Pendahuluan
Presensi pada sekolah merupakan kegiatan yang wajib dilakukan sebelum
terlaksananya kegiatan belajar-mengajar. Presensi digunakan sebagai bukti kehadiran siswa.
Hal yang terjadi dalam sistem yang diterapkan saat ini adalah melakukan presensi manual,
yaitu siswa membubuhkan tanda tangan di kertas yang diedarkan. Hal itu menimbulkan
pemborosan kertas dan kurang efisien. Berbagai penerapan teknologi untuk sistem presensi
sudah dilakukan, seperti penggunaan teknologi fingerprint, RFID, barcode [5] dan lainnya
[6] . Teknologi tersebut dirasa kurang efisien karena dalam segi biaya tergolong lebih mahal.
QR-Code (Quick Response) adalah kode matriks 2D yang dirancang menyimpan data
lebih besar dibandingkan dengan barcode 1D dan dikodekan dengan kecepatan tinggi
menggunakan perangkat smartphone [1]. QR-Code diterapkan di berbagai bidang mulai dari
pemasaran, keamanan, akademisi dan menjadi buah bibir dikalangan masyarakat sebagai
teknologi yang bagus [1]. Salah satunya, QR-Code telah dirancang dan diimplementasikan
untuk sistem parkir di IT Telkom [7]. Smartphone memiliki kemampuan mengambil,
menyimpan, serta menampilkan gambar [3]. Oleh karena itu, digunakan perangkat
smartphone dalam penggunaan QR-Code untuk sistem presensi.
Pada penelitian ini, dilakukan desain dan implementasi sistem presensi menggunakan
QR-Code berbasis android. Penggunaan kode The Bose, Chaudhuri, and Hocquenghem
(BCH) sebagai error correction menghasilkan suatu sistem yang handal. Penggunaan kode
BCH dapat mengkoreksi (error detection) dan mempebaiki kesalahan (error correction) [2].
Dalam penelitian ini, sistem terbagi menjadi tiga kategori meliputi sistem encoder,
sistem hardware, dan sistem decoder. Dalam sistem encoder dilakukan proses pengkodean
data berupa NISN siswa menjadi QR-Code menggunakan aplikasi Matlab. Sistem hardware
meliputi kartu pelajar yang telah ditanamkan QR-Code masing masing siswa dan perangkat

337
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

android untuk proses scanning QR-Code. Sistem decoder berisi proses decode QR-Code
menjadi data informasi dengan aplikasi android.
Penggunaan QR-Code berbasis android dengan analisis error correction kode BCH
diharapkan mempermudah dan efisien untuk sistem presensi.

2. Pendekatan Pemecahan Masalah


2.1 Dasar Teori
2.1.1 Quick Response (QR) Code
QR-Code adalah jenis simbol dua dimensi yang dikembangkan oleh Denso Wave,
anak perusahaan Toyota di Jepang tahun 1994. QR-Code dapat mengkodekan data informasi
berupa URL, pesan SMS, V-Card atau pesan text lainnya [4]. QR-Code telah mendapatkan
standarisasi internasional S0/IEC18004 dan Jepang JIS-X-0510 [5].

Gambar 1. Contoh QR-Code “Afif Priyambodo, 11054312, Kebumen 7 September 1997”

Setiap simbol QR-Code disusun dalam bentuk persegi dan terdiri dari function patterns
dan encoding region [4]. Seluruh simbol dikelilingi oleh batas quiet zone pada keempat sisi.
Ada 4 jenis pola fungsi meliputi finder pattern, separators, timing patterns, dan
alignment patterns. Encoding region berisi data, yang mewakili informasi versi, format
informasi, data dan koreksi kesalahan [1].

Gambar 2. Struktur QR-Code [4]

2.1.2 Error Correction QR-Code


Menurut Denso (2011) ada 4 tingkat koreksi kesalahan dan kemampuannya dalam QR-
Code.
Tabel 1. Kemampuan Error Correction QR-Code
Level Error Correction Jumlah Perkiraan
L 7%
M 15%
Q 25%
H 30%

Penentuan tingkat koreksi kesalahan berdasarkan faktor lingkungan. Selain itu, ukuran QR-
Code juga dipertimbangkan. Semakin tinggi tingkat koreksi kesalahan maka semakin besar
versi QR-Code.

338
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

The Bose, Chaudhuri, and Hocquenghem (BCH) error correction


Kode BCH adalah hasil dari penyamarataan kode Hamming dimana memiliki fungsi
mengoreksi kesalahan ganda (multiple error corretion) [2]. Kode BCH membentuk kode
siklik besar yang dapat mengoreksi kesalahan acak yang kuat.
Proses awal kode BCH adalah pembentukan kumpulan checkbit yang akan dikirimkan
bersama informasi. Adapun proses pembentukan sebagai berikut [2]:
a. Bentuk Galois Field, GF (2m)
b. Menentukan nilai codeword length , dengan rumus 2t-1 (minimal polynomial)
c. Membentuk bit g(x) (generator polynomial)
d. Bit informasi telah terbentuk, tambahkan bit 0 dibelakangnya
e. Gabungan bit biner dengan bit 0 dibagi dengan bit g(x)
f. Hasil dari operasi pembagian merupakan checkbit (v(x))
g. Data informasi yang akan dikirim berupa bit informasi dan checkbit.

Adapun proses mendeteksi error serta pengkoreksian jika error ditemukan [2].

Error detection
a. Pembagian
𝑣(𝑥)
(1)
𝑔(𝑥)
b. Apabila hasil pembagian = 0, maka tidak ada error. Namun, apabila hasil pembagian ≠ 0,
itu berarti terdapat error dan harus melalui proses koreksi.

Error correction
a. Menentukan nilai minimal polynomial (2t)
b. Menghitung syndrome dari codeword ( S1, ... , S2t)
c. Membentuk tabel BCH (algoritma Peterson-Berlekamp)
d. Hasil dari tabel BCH ( 𝜎 (𝑛) (𝑥)) adalah polinomial yang berfungi mendeteksi lokasi jika
terdapat error
e. Menentukan akar persamaan polinomial dengan metode trial dan error
f. Menentukan nilai kebalikan dari akar persamaan polinomial. Nilai tersebut merupakan
posisi dari bit error.

2.1.3 Android
Android adalah sistem operasi mobile bersifat open source yang dimiliki oleh
perusahaan Google [3]. Android dikembangkan menggunakan kernel linux. Android sebagai
sistem operasi neniliki beberapa layer diantaranya:
a. Linux kernel
Linux kernel merupakan layer dasar dari sistem android, berisi file file sistem seperti system
processing, memory, resource, drivers dan lainnya.
b. Libraries
Pada layer ini terdapat fitur-fitur android yang digunakan untuk menjalankan aplikasi.
c. Android Runtime
Layer ini digunakan menjalankan aplikasi di android menggunakan implementasi dari linux
d. Aplication framework
Layer ini berisi komponen-komponen yang digunakan untuk membuat alikasi.
e. Applications and Widget
Layer yang berhubungan dengan aplikasi inti yang berjalan pada sistem android.

339
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3. Pengumpulan Data
3.1 Studi Literatur
Studi literatur dalam hal ini berupa catatan, jurnal, hasil penelitian dan sumber-sumber
elektronik di internet.

3.2 Perancangan Sistem


Dalam penelitian ini, sistem secara umum terbagi menjadi tiga kategori meliputi sistem
encoder, sistem hardware, dan sistem decoder.

3.2.1 Sistem encoder QR-Code


Sistem encoder merupakan proses pengkodean data informasi menjadi QR-Code.
Data informasi tesebut meliputi nomor induk siswa nasional (NISN). Berikut alur proses
sistem encoder QR-Code:

MULAI

Input Data Informasi Data & Error Correction


(NISN) Codewords

Analisis Data Alokasi Codeword ke Biner

Encoding Data Penyusunan Biner ke Matrik QR-Code

Error Correction dengan kode BCH QR-Code

SELESAI

Gambar 3. Diagram alur sistem encoder QR-Code

Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses encoding data informasi
menjadi QR-Code sebagai berikut:
a. Analisis data informasi
b. Pengkodean data informasi dan proses error correction dengan kode BCH
c. Penyusunan QR-Code

3.2.2 Sistem Hardware


Pada penelitian ini, digunakan hardware untuk mendukung penelitian berupa
perangkat android sebagai alat scanning pada sistem decoder QR-Code dan kartu pelajar
berisi QR-Code siswa.

Gambar 4. Desain kartu pelajar

340
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

3.2.3 Sistem Decoder QR-Code


Sistem decoder merupakan proses decoding QR-Code menjadi data informasi. Dalam
sistem tersebut melibatkan aplikasi berbasis android, perangkat android, serta QR-Code
yang ditempatkan di kartu pelajar siswa. Adapun alur proses dari sistem decoder QR-Code
sebagai berikut:
MULAI

Mengenalli Modul Error Detection

Ekstraksi Format Informasi


Error Correction

Menentukan Versi QR-Code


Decode Data Codewords

Melepaskan Masking
Data Informasi

Mengembalikan Data & Error


Correction Codewords
SELESAI

Gambar 5. Diagram alur sistem decoder QR-Code

Secara garis besar, proses dekode QR-Code menjadi data informasi dalam sistem decoder
QR-Code sebagai berikut:
a. Identifikasi QR-Code
b. Identifikasi data dan error correction codewords
c. Error detection dan error correction
d. Decode data codewords menjadi data informasi

3.3 Pengujian Sistem


Pengujian dilakukan terhadap ketahanan QR-Code terhadap lingkungan. Pengujian ini
menghasilkan akurasi deteksi QR-Code dengan aplikasi scanner. Terdapat parameter
pengujian sebagai berikut:
a. Kotor tinta
Digunakan tinta spidol sebagai media pengujian. Terdapat empat warna spidol meliputi
merah, hitam, biru, dan kuning. Pengujian dilakukan dengan cara menggoreskan tinta ke
kartu pelajar (QR-Code) secara horizontal. Pengujian dilakukan dalam tiga kategori, yaitu
ringan (3 goresan), sedang (5 goresan) dan berat (lebih dari 5 goresan). Uji coba dilakukan
pada lima kartu pelajar.

b. Kotor lumpur
Digunakan lumpur sebagai media pengujian. Diasumsikan lumpur adalah campuran dari
tanah liat dan air. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan lumpur (takaran dengan
ukuran sendok teh) ke kartu pelajar (QR-Code) kemudian diratakan. Pengujian dilakukan
dalam tiga kategori, yaitu ringan (1 sendok), sedang (3 sendok) dan berat (5 sendok). Uji
coba dilakukan pada lima kartu pelajar.

341
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

c. Gesekan
Pengujian dilakukan dengan cara menggesekan kartu pelajar (QR-Code) dengan benda
tumpul. Pada penelitian ini digunakan meja sebagai media. Pengujian dilakukan dalam tiga
kategori, yaitu ringan (10 gesekan), sedang (30 gesekan) dan berat (50 gesekan). Uji coba
dilakukan pada lima kartu pelajar.

4. Analisis
Dalam penelitian ini, implementasi dari sistem akan disimulasikan terhadap sekolah
SMA dengan indikator pengajar dan siswa sebagai subjek sistem. Aplikasi scanner dan kartu
pelajar sebagai media dalam sistem ini. Pada penelitian ini, digunakan aplikasi berbasis
android dalam melakukan proses decoding QR-Code menjadi data informasi. Aplikasi
tersebut dinamakan Smart Presence. Adapun diagram alur proses decoding QR-Code
menjadi data informasi menggunakan aplikasi Smart Presence sebagai berikut:

MULAI

Aktifkan aplikasi

Login pengajar

Scanning QR-Code
Tambah data
Data Informasi

Daftar Hadir

SELESAI

Gambar 6. Diagram alur Smart Presence

Smart Presence merupakan aplikasi berbasis android yang digunakan dalam proses
decoder QR-Code. Adapun desain aplikasi Smart Presence sebagai berikut:

Gambar 7. Tampilan pembuka

Tampilan pembuka aplikasi berupa tombol login dan data siswa. Login akan mengarah
pada tampilan login pengajar dan data siswa akan mengarah pada database siswa.

342
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 8. Tampilan login

Tampilan login berisi informasi nama pengajar, mata pelajaran dan tanggal
pelaksanaan belajar-mengajar. Setelah login, akan menuju pada tampilan scanner.

Gambar 9. Tampilan scanner

Kartu pelajar akan di scan dan di decode menjadi data informasi berupa NISN. Data
NISN akan di cocokan dengan informasi siswa di database. Tampilan selanjutnya akan
memunculkan data informasi siswa dan daftar hadir keseluruhan siswa.

Gambar 10. Tampilan database

5. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil pengujian dan analisa adalah:
1. Kode BCH dalam mendeteksi dan mengoreksi error pada QR-Code diharapkan memiliki
hasil yang baik dengan akurasi diatas 90%
2. Perancangan pada sistem ini diharapkan membantu proses presensi dengan cepat dan
efisien
3. Pengujian ketahanan QR-Code terhadap lingkungan diharapkan memiliki akurasi yang
baik
4. Proses scanning QR-Code dapat dilakukan dari posisi manapun dengan jarak yang baik.
Semakin jauh jarak pengambilan maka tingkat akurasi semakin rendah

Daftar Pustaka
1. Tiwari, Sumit. (2016). An Introduction To QR Code Technology. SITS Educators Society.
India

343
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Eko, Fuji Setiawan. (2014). Simulasi Kode Hamming, Kode BCH, dan Kode Reed-
Solomon untuk Optimalisasi Forward Error Correction. Makalah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
3. Moh, Lukman Soleh, Lutfi Ali Muharom. (2016). Smart Presence menggunakan QR-
Code dengan enkripsi Vignere Cipher. Universitas Muhammadiyah Jember. Jember
4. Denso, ADC. (2011). QR-Code Essentials. Online
5. P. Krismanto, K. Usman, L. Novamizanti. (2011). Desain dan Implementasi Prototype
Sistem Presensi Otomatis Berbasis Barcode Menggunakan Webcam dan Pengolahan
Citra Digital di IT Telkom. IT Telkom. Bandung
6. N. Iswanto, K. Usman, L. Novamizanti. (2011). Sistem Verifikasi Nomor Kendaraan
Bermotor Dengan Database Menggunakan Pengolahan Citra Digital pada Sistem
Keluaran Parkir. IT Telkom. Bandung
7. K. Usman, Septirasyahyani, L. Novamizanti. (2011). Desain dan Implementasi QR-Code
Berbasiskan Pengolahan Citra untuk Sistem Parkir di IT Telkom. IT Telkom. Bandung

344
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANCANGAN TINGKAT KEMATANGAN DAUN TEH


MENGGUNAKAN CENTROID CLUSTERING BERDASARKAN
RUANG WARNA YCBCR

Bagaskara Aji Wicaksono1), Ledya Novamizanti2), Nur Ibrahim3)


Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom
e-mail: bagaskaraaji@student.telkomuniversity.ac.id1)

Abstrak
Pemetikan daun teh selama ini dilakukan petani hanya berdasarkan waktu petik dari blok tanam.
Jika waktu petik blok tersebut sudah tiba, maka pada blok tersebut dilakukan pemetikan secara
menyeluruh. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penentu kualitas teh yang dihasilkan.
Perancangan sistem identifikasi tingkat kematangan daun teh berdasarkan pada pengolahan
citra digital daun teh. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu proses pelatihan dan
proses pengujian. Pada proses pelatihan dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 sampel
citra daun teh pucuk peko (P+2) di blok dengan waktu petik yang berbeda. Citra daun teh pucuk
peko (P+2) tersebut kemudian diproses pada sistem yang diawali dengan preprocessing crop
dan resize. citra yang sudah seragam kemudian dilakukan ekstraksi citra yang
ditransformasikan kedalam fitur warna YCbCr. Setelah mendapatkan nilai luma dan kroma
selanjutnya dilakukan pengklasteran menggunakan Centroid. Kemudian data ekstraksi dan
pengklasteran dijadikan database sistem yang kemudian akan digunakan pada saat proses
pengujian. Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah dalam mengidentifikasi tingkat
kematangan daun teh berdasarkan kelompok yaitu matang, setengah matang, dan belum matang
dengan tingkat akurasi yang mendekati 100%.

Kata kunci: kematangan teh, YCbCr, Centroid Clustering.

1. Pendahuluan
Letak geografis Indonesia pada garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki
iklim tropis dan subtropis sehingga memiliki potensi dalam budidaya tanaman teh. Teh atau
Camelia Sinensis tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian antara 200-2000 meter diatas
permukaan laut dan memiliki suhu cuaca antara 14-25 derajat celsius [1]. Indonesia
mencatatkan hasil ekspor sektor non migas, teh, kopi, dan rempah-rempah menduduki urutan
kedua dalam bidang pertanian setelah ikan dan udang [2]. Ekspor teh, kopi, dan rempah-
rempah pada tahun 2017 sebesar 1.826,8 juta dollar AS, meningkat 2,7% dari tahun 2016
yang berjumlah 1.779,2 juta dollar AS [2]. Sebagai salah satu penyumbang devisa negara
dari hasil ekspor, kualitas teh sangat diperhatikan. Pemilihan daun teh yang memiliki tingkat
kematangan yang tepat dapat menghasilkan produk teh yang memiliki mutu dan kualitas
yang tinggi. Penentuan tingkat kematangan daun teh dapat diidentifikasi dari jangka waktu
pemetikan sebelumnya. Jangka waktu pemetikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain ketinggian kebun, sistem petik, kesuburan tanah, jenis dan pengelolaan tanaman [3].
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai deteksi kualitas cabai
beradasarkan tingkat kematangan menggunakan ruang warna YCbCr [4]. Jumlah sampel
yang digunakan dalam proses penelitian adalah 30 citra digital. Dimana telah dikelompokan
untuk masing-masing 10 dengan kondisi yang berbeda yaitu mentah, setengah matang, dan
matang. Dari hasil penelitian 30 sampel menggunakan nilai Cb dan Cr diperoleh persentase
nilai akurasi sebesar 96%. Tahun 2015, Febri Liantoni melakukan penelitian menggunakan
metode Centroid Clustering untuk klasfikasi daun berdasarkan bentuk tepi daun [5].
Penggunaan metode Centroid Clustering penelitian tersebut memiliki persentasi nilai error
yang relatif kecil yaitu 8,666%.

345
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Penelitian ini melakukan identifikasi tingkat kematangan daun teh menggunakan citra
digital. Citra digital daun teh diamati warna hijau pada ruang warna RGB (Red, Green, Blue)
yang kemudian ditransformsikan kedalam ruang warna YCbCr dimana Y merupakan
komponen luma sedangkan Cb dan Cr merupakan komponen kroma perbedaan biru dan
merah. Kemudian dilakukan pengelompokan menggunakan metode Centroid Clustering.

2. Konsep Dasar
2.1 Tanaman Teh
Teh merupakan minuman yang menggunakan daun dan pucuk daun dari spesies
tanaman Camellia sinensis. Spesies tanaman Camellia sinensis dipekirakan ditemukan pada
dataran tinggi Himalaya yang berbatasan dengan RRC, India, dan Burma. Tanaman teh telah
dikenal sebagai sumber antioksidan potensial yang bermanfaat untuk kesehatan. Para
peneliti dari University of Kansas menduga bahwa kekuatan antioksidan pada teh adalah
sekitar 100 kali lebih besar daripada vitamin C, 25 kali lebih besar daripada vitamin E, dan
dua kali lebih efektif dibandingkan antioksidan yang ditemukan pada anggur merah dalam
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.
Pada umumnya tanaman teh tumbuh pada daerah yang memiliki ketinggian 200 – 2300
mdpl dengan suhu antara 14°C-25°C. Teh memiliki komposisi kimia antara lain kafein,
tanin, protein, gula dan minyak atsiri yang terbentuk setelah fermentasi dan menghasilkan
aroma. Tanaman teh tumbuh dengan tinggi hanya berkisar satu meter dengan pemangkasan
secara berkala. Tujuannya supaya pohon teh tidak tumbuh kecil ramping keatas seperti
bentuk kerucut. Pemangkasan dilakukan untuk memudahakan pemetikan daun teh agar
diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak.

Tabel 1 Klasifikasi teh [3].


Kingdom Plantae
Divisio Spermatophyta
Sub Divisio Angiospermae
Class Dicotyledoneae
Ordo Guttiferales
Famili Theaceae
Genus Camellia
Spesies Camellia sinensis L
Varietas Sinensis dan Asamika

Pada perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra terdapat 2 jenis teh
yang di tanam yaitu:
a. Teh Gambung
Jenis teh gambung merupakan teh yang dominan ditanam pada perkebunan PT.
Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra. Teh gambung merupakan salah satu varietas
Assamica. Ciri daun teh gambung adalah memiliki warna kuning kehijauan yang mengkilap
saat kondisi matang. Teh gambung merupakan salah satu varietas teh yang tahan terhadap
musim hujan dan tahan terhadap penyakit cacar daun teh (blister blight), namun tidak tahan
terhadap hama Empoasca yang dapat mengakibatkan permukaan daun seperti terbakar.

b. Teh TRI
Jenis teh TRI juga merupakan teh dari varietas Assamica yang terdapat pada
perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra. Memiliki ciri daun yang lebar

346
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

dan pendek. Pada kondisi matang warna daun teh TRI memiliki intensitas warna hijau yang
lebih dominan dibandingkan teh gambung, menyebabkan teh TRI lebih tahan terhadap hama
Empoasca. Teh TRI memiliki ketahanan terhadap musim kemarau, namun tidak tahan
terhadap penyakit cacar daun teh (blister blight).

(a) (b)
Gambar 1. Teh (a) gambung (b) TRI

Kematangan teh gambung dihitung berdasarkan jangka waktu petik terakhir dan ciri
fisik daun teh tersebut. Kematangan daun teh dapat berubah-ubah dipengaruhi oleh iklim,
ketinggian dataran, kualitas pupuk yang digunakan dan lain sebagainya. Sampel teh
gambung yang peniliti ambil berada pada musim pancaroba atau peralihan dari musim
kemarau ke musim hujan, sehingga memiliki intensitas curah hujan yang rendah.
Kematangan daun teh gambung dibedakan menjadi tiga berdasarkan blok petik yang berbeda.

(a) (b) (c)


Gambar 2. Pucuk peko (P+2) teh gambung (a) matang (b) setengah matang (c) belum matang.

a. Citra Digital
Sebuah citra digital dapat didefinisikan sebagai ruang diskrit 2D yang memiliki asal
dari citra analog (x,y) menjadi citra kontinu 2D melalui proses sampling atau biasa disebut
digitalisasi. Sampling memiliki arti pemilihan titik-titik yang bertujuan untuk mewakili
suatu citra digital. Sampling merupakan proses merubah citra kontinu (x,y) menjadi N baris
dan M kolom. Ukuran citra biasanya diukur dalam jumlah titik atau sering disebut piksel,
dimana suatu piksel memiliki koordinat tertentu pada citra digital. Setiap piksel memiliki
nilai yang mewakili informasi yang terdapat dalam piksel tersebut.

Gambar 3. Koordinat Representasi Citra [6]

347
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

b. Ekstraksi Fitur YCbCr


Ekstraksi fitur merupakan pengambilan ciri pada suatu objek yang dapat
menggambarkan karakteristik suatu objek [7]. Pengolahan gambar biasanya diwakili dalam
tiga lapisan informasi yaitu RGB (Red, Green, Blue) [8]. Ruang warna YCbCr memiliki tiga
penyusun Y, Cb, dan Cr, dimana Y mewakili nilai luma, Cb dan Cr mewakili nilai kroma
biru dan merah [9]. Komponen luma mempresentasikan intensitas cahaya pada citra,
sedangkan kroma biru dan merah mempresentasikan komponen selisih kroma biru dan
komponen selisih kroma merah. Kroma (chrominance) adalah sinyal yang digunakan untuk
menyampaikan informasi warna [10].
Perhitungan konversi dari RGB ke YCbCr
𝑌 0 0.299 0.587 0.114 𝑅
[𝐶𝑏] = [128] + [−0.169 −0.331 0.500 ] [𝐺 ] (1)
𝐶𝑟 128 0.500 −0.419 −0.081 𝐵
dengan R adalah nilai Red, B adalah nilai Blue, dan G adalah nilai Green yang memiliki
rentang hasil konversi 0 – 255 [10].
Sedangkan konversi balik dari YCbCr ke RGB dapat dilakukan dengan persamaan
𝑅 1 0.000 1.403 𝑌
[𝐺 ] = [1 −0.344 −0.7154 ] [ 𝐶𝑏 ] (2)
𝐵 1 1.773 0.000 𝐶𝑟
dengan Y adalah nilai Luma, Cb dan Cr adalah nilai kroma yang memiliki rentang konversi
0 – 255 [10].

c. K-Means
K-Means merupakan salah satu metode algoritma klastering dengan cara membagi
data menjadi beberapa kelompok. Algoritma K-Means akan mengelompokan data atau objek
k buah kelompul (klaster), setiap klaster terdapat titik pusat (centroid) yang
mempresentasikan klaster tersebut [11].

d. Centroid Clustering
Clustering adalah proses pengelompokan objek-objek ke dalam beberapa grup yang
berbeda, atau tepatnya mempartisi menjadi subsets (klaster) [11]. Setiap klaster memiliki
titik pusat/tengah yang disebut Centroid. Pada awal centroid ditentukan secara acak namun
setelah algoritma berjalan centroid dapat dicari dengan menggunakan rumus [11]
𝑛
𝑋𝑖
𝐶=∑ (3)
𝑛
𝑖=1
dengan C merupakan centroid pada klaster, 𝑋𝑖 adalah titik/objek ke-i, dan n adalah jumlah
objek. Persamaan (3) merupakan rumus untuk mencari nilai rata-rata. Terdapat rumus
lainnya yang sedikit berbeda namun memiliki esensi yang sama [11]
𝑁𝑘
1 (4)
𝜇𝑘 = ∑ 𝑋𝑞
𝑁𝑘
𝑞=1
dimana 𝜇𝑘 adalah centroid dari klaster ke-k, 𝑋𝑞 merupakan objek ke-q dari klaster ke-k, dan
q adalah jumlah data dari klaster-k.
Algoritma klastering dapat dijelaskan sebagai berikut [11]:
1. Tentukan k buah klaster
2. Pilih jumlah k buah objek secara acak yang akan dijadikan sebagai titik centroid klaster
3. Tentukan k buah centroid
4. Kelompokan objek ke centroid klaster terdekat berdasarkan Euclidean Distance

348
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Hitung kembali semua titik nilai centroid


6. Ulangi langkah 3-5 hingga nilai titik centroid tidak berubah lagi

3. Model Sistem dan Perancangan


a. Desain Sistem
Perancangan sistem identifikasi tingkat kematangan daun teh pada PT. Perkebunan
Nusantara VIII yang terletak di Sinumbra mengamati beberapa blok dengan usia tanam yang
berbeda. Identifikasi kematangan daun teh secara umum dilihat dari usia panen, namun pada
sistem ini menggunakan citra digital khususnya warna hijau pada daun teh. Kemudian
dilakukan ekstraksi citra RGB kemudian dikonversikan ke dalam ruang warna YCbCr untuk
mendapatkan nilai tertentu. Setelah diperoleh nilai tersebut dilakukan pengklasteran
menggunakan metode Centroid Clustering. Kemudian dilakukan analisis performasi dan
akurasi dari sistem.
Berikut merupakan tahapan menggunakan diagram alir:

Mulai

Mulai

Akusisi
Akusisi Citra Uji
Citra
Latih

Pre-Processing

Pre-Processing

Ekstraksi Fitur
Warna YCbCr
Ekstraksi Fitur
Warna YCbCr

Database Pengujian
Data Pelatihan
Centroid
Identifikasi
Kematangan
Selesai Daun Teh

Selesai

(a) (b)
Gambar 4. Diagram alir (a) pelatihan (b) pengujian

3.1.1 Akusisi Citra


Akusisi citra merupakan awal dari sistem indentifikasi kematangan daun teh, yaitu
pengumpulan data daun teh untuk data latih dan uji sistem identifikasi kematangan daun teh.
Pengambilan data penelitian daun teh dilakukan secara langsung di beberapa blok PT.
Perkebunan Nusantara VIII yang terletak di Sinumbra dengan usia tanam daun teh yang
berbeda.

349
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Berikut tahapan proses akusisi citra:


1. Mempersiapkan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) Canon 600D dengan lensa
18-55mm.
2. Citra digital yang menggunakan format .JPEG atau .JPG dengan ukuran 1 Megabyte – 2
Megabyte.
3. Pengambilan 10 sampel data menggunakan kamera pada setiap blok tanam.
4. Mengulangi langkah kedua di blok yang berbeda dengan perbedaan usia tanam daun teh.

3.1.2 Preprocessing
Setelah dilakukan pengambilan data uji, masuk pada preprocessing yaitu menyamakan
semua data uji sebelum dimasukan ke dalam sistem. Berikut merupakan tahapan
preprocessing:
Crop, dan Citra Hasil
Citra Akusisi
Resize Preprocessing

Gambar 5. Diagram blok Preprocessing

Sistem kerja diagram blok di atas adalah sebagai berikut:


1. Citra akusisi, data yang diambil merupakan citra digital yang diambil sampel sebanyak
10 sampel setiap blok dengan usia petik yang berbeda.
2. Crop dan resize, setelah akusisi citra kemudian citra daun teh dilakukan proses crop dan
resize terlebih dahulu. Crop merupakan pengambilan citra daunnya saja dan resize
merupakan penyeragaman ukuran citra daun teh.

3.1.3 Ekstraksi Ciri


Setelah dilakukan preprocessing, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi warna hijau
pada daun untuk mendapatkan nilai RGB (Red, Green, Blue) yang kemudian nilai tersebut
dilakukan pengkonversian kedalam ruang warna YCbCr untuk mendapatkan nilai luma dan
kroma menggunakan rumus persamaan (1).
Pada Software Matlab 2017a sudah disediakan fungsi untuk merubah nilai RGB ke
nilai YCbCr. Setelah dilakukan konversi masing-masing diambil nilai Y, Cb, dan Cr untuk
dijadikan data uji kematangan daun teh.

3.1.4 Klasifikasi
Prinsip Centroid Clustering dengan memperhatikan rata-rata dari setiap objek
kemudian digabungkan berdasarkan jarak minumum menggunakan rumus persamaan (3)
dan (4). Pengelompokan data uji dibagi berdasarkan blok pengamatan yang memiliki usia
petik yang berbeda. Proses klasifikasi dapat dilihat pada Gambar 6. Klasifikasi tingkat
kematangan daun teh dibagi menjadi tiga kelompok yaitu matang, setengah matang, dan
daun teh yang belum matang. Pengelompokan tersebut dilihat dari nilai Y, Cb, dan Cr yang
diperoleh pada ekstraksi ciri.

350
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Mulai

Tentukan nilai k

Centroid (tentukan titik tengah


klaster)

Hitung Euclidean Distance (jarak


objek ke centroid)

Klastering (berdasarkan jarak


terdekat)

Selesai

Gambar 6. Diagram Alir K-Means

b. Performansi Sistem
Performansi sistem adalah tolak ukur sistem apakah sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan. Serta untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan dari sistem yang dibuat
untuk penelitian terkait. Sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan kesimpulan
mengenai sistem yang digunakan.

3.2.1 Akurasi
Nilai yang mempresentasikan apakah suatu sistem dapat dikatakan berhasil atau gagal,
dengan skala tingkat akuasi 0% sampai dengan 100%. Akurasi dapat dihitung dengan
perbandingan tingkat keberhasilan sistem dan jumlah data [12].
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑢𝑘𝑠𝑒𝑠
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = × 100% (5)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛

3.2.2 Waktu Komputasi


Waktu komputasi adalah waktu yang diperlukan untuk sistem melakukan pemrosesan
data dari awal hingga menghasilkan sesuatu yang diinginkan.
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑢𝑡𝑎𝑠𝑖 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑒𝑠𝑎𝑖 − 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙 (6)

DAFTAR PUSTAKA
[1] Admin, “Tanaman Teh,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2013.
[Online]. Available: http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=6142#.
[2] “Perkembangan Ekspor NonMigas (Sektor) Periode : 2013-2018,” Kementerian
Perdagangan, 2018. [Online]. Available: http://www.kemendag.go.id/id/economic-
profile/indonesia-export-import/growth-of-non-oil-and-gas-export-sectoral.
[3] D. S. Effendi, M. Syakir, M. Yusron, and Wiratno, Budidaya dan Pasca Panen Teh.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010.

351
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[4] I. D. Ananto and Murinto, “Aplikasi Pengolahan Citra Mendeteksi Kualitas Cabai
Berdasarkan Tingkat Kematangan Menggunakan Transformasi Warna YCbCr,” J. Sarj.
Tek. Inform., vol. 3, pp. 283–293, 2015.
[5] F. Liantoni, N. Ramadijanti, and N. R. Mubtada’i, “Klasifikasi Daun Dengan Centroid
Linked Clustering Berdasarkan Fitur Bentuk Tepi Daun,” Elektronika, 2015.
[6] D. Putra, Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET, 2010.
[7] D. Satria and Mushthofa, “Perbandingan Metode Ekstraksi Ciri Histogram dan PCA
untuk Mendeteksi Stoma pada Citra Penampang Daun Freycinetia,” Ilmu Komput. Agri-
Informatika, vol. 2, pp. 20–28, 2013.
[8] Z. Feng and J. Zhu, “NIB2DPCA-based feature extraction method for color image
recognition,” Proc. - 14th Int. Symp. Distrib. Comput. Appl. Business, Eng. Sci.
DCABES 2015, no. 2, pp. 308–311, 2016.
[9] R. Amirulah, M. M. Mokji, and Z. Ibrahim, “Starfruit color maturity classification using
Cr as feature,” Proc. 6th Int. Conf. Signal Image Technol. Internet Based Syst. SITIS
2010, pp. 93–97, 2010.
[10] P. Hidayatullah, Pengolahan Citra Digital. Bandung: Informatika, 2017.
[11] R. Primartha, Belajar Machine Learning Teori dan Praktik. Bandung: Informatika,
2018.
[12] C.P. Riesmala, A. Rizal, L. Novamizanti, Pengenalan Motif Batik Dengan Analisis
Struktur Dan Warna Pada Citra Digital, Skripsi Sarjana pada IT Telkom Bandung, 2012

352
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANCANGAN SINGLE-/DUAL-BAND BANDPASS FILTER


MENGGUNAKAN KOMBINASI MULTI STUB
Yudiansyah, Gunawan Wibisono, Teguh Firmansyah
Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
e-mail: yudiansyah61@ui.ac.id

Abstrak
Beberapa penelitian dalam merancang Bandpass Filter (BPF) sering ditemukan permasalahan
pada struktur yang rumit dan kompleks, serta lebar pita yang sempit. Pada penelitian ini
dirancang filter BPF menggunakan kombinasi multi stub dengan bentuk yang sederhana, lebar
pita yang lebar dan koefisien transmisi yang bagus. Filter BPF ini terdiri dari rangkaian
resonator dan open stub yang dibebankan pada short stub. Transmission zero dihasilkan oleh
open stub pada lengan short stub. Frekuensi tengah dan lebar pita pada filter ini dapat
disesuaikan dengan mengatur open stub pada lengan, sehingga mampu menghasilkan respon
passband yang sempit ataupun lebar. Perancangan menggunakan substrat duroid dengan
parameter permitivitas relatif 2.2, ketebalan 1.5mm dan tangen loss 0.0009. Simulasi dilakukan
menggunakan perangkat lunak Advanced Design System (ADS). Singleband BPF memberikan
hasil koefisien transmisi 0.11 dB dan fractional bandwidth sebesar 88.8% pada frekuensi tengah
0.9GHz. Kemudian BPF dualband pada frekuensi tengah 0.9GHz dan 2.2GHz dengan fractional
bandwidth 105% dan 32%. Nilai koefisien transmisi yang diperoleh masing-masing sebesar
0.2dB dan 0.006dB. Perancangan filter BPF singleband dan dualband mampu menghasilkan
koefisien transmisi yang baik, lebar pita yang lebih lebar dan geometri yang sederhana.

Kata kunci: Bandpass filter (BPF), singleband, dualband, stub.

1. Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan teknologi pada system komunikasi
semakin berkembang dengan pesat. Sistem komunikasi modern seperti Global Positioning
System (GPS), Global System for Mobile Communications (GSM), Wireless Local Area
Network (WLAN), dan Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX).
Peningkatan kebutuhan untuk semua aplikasi ini memerlukan komponen filter yang
memiliki kinerja tangguh. Singleband dan Dualband BPF menjadi sorotan untuk dapat
dikembangkan lebih jauh dan lebih efisien.
Terdapat banyak teknik yang telah dikembangkan para peneliti dalam merancang
single-/dual-band BPF. Pada umumnya beberapa teknik sederhana yang sering digunakan
adalah stub-loaded resonator [7-10], step impedance resonator [2], dan spiral resonator [5].
Beberapa penelitian single band dengan mengetsa ground plane [3], Skema coupling
resonator [4] dan Spiral resonator [5] memiliki geometri yang kompleks. Bentuk layout yang
dihasilkan sangat rumit dan geometri rangkaian cukup besar.
Saat ini pengembangan BPF dengan multiple mode resonator paling banyak digemari.
Dimana multimode ini digunakan untuk mendapatkan passband yang berkelipatan.
Perancangan multimode pada [8,9] digunakan untuk menghasilkan dual passband dengan
dualmode pada masing-masing band yang diloloskan. Namun Insertion Loss yang dihasilkan
masih besar dan frekuensi tengah pada masing-masing passband tidak bisa diatur atau
disesuaikan dengan mudah.
Pada penelitian ini dirancang mikrostip BPF dengan kombinasi multi stub untuk
menghasilkan multi passband. Transmission zero (TZ) dihasilkan oleh open stub pada
lengan short stub, sehingga dapat menghasilkan passband yang diinginkan filter untuk
diloloskan. Dengan mengatur jumlah open stub pada lengan maka jumlah TZ dapat
diperoleh. Sepasang open stub dibebankan pada lengan resonator menghasilkan single-band

353
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

BPF. Ketika dua pasang open stub dibebankan pada lengan maka TZ yang dihasilkan juga
akan bertambah dan menghasilkan dual-band BPF. Frekuensi tengah dan lebar pita pada
filter dapat diatur dengan menyesuaikan nilai open stub.
BPF ini menghasilkan nilai koefisien transmisi yang bagus, insertion loss rendah dan
struktur geometri yang sederhana. Semua filter menggunakan substrat duroid dengan
parameter permitivitas relatif 2.2, ketebalan 1.5mm dan tangen loss 0.0009. Simulasi
dilakukan menggunakan perangkat lunak Advanced Design System (ADS) untuk mengukur
parameter-parameter rangkaian yang diperlukan, seperti frekuensi kerja, Insertion Loss, dan
Fractional Bandwidth (FBW).

2. Prinsip dan Karakteristik BPF


Model jalur transmisi pada BPF yang dirancang dapat dilihat pada gambar 1. Dua buah
jalur transmisi 50 Ω terhubung dengan jalur impedansi tinggi berfungsi sebagai port
masukan dan keluaran sistem. Jalur impedansi tinggi ini adalah serial inductor dengan
karakteristik impedansi Z1 dan panjang elektrik θL. Sementara open stub impedansi rendah
bertindak sebagai paralel kapasitor dengan karakteristik impedansi Z2 dan panjang elektrik
θC. Sehingga model transmisi pada antara port 1 dan port 2 merupakan sebuah prototipe filter
L-C LPF bertangga.
Kemudian short stub juga dihubungkan pada port 1 dan port 2, dimana akan
menghasilkan nilai TZ pada titik tertentu. Seperti terlihat pada gambar 1, karakteristik
impedansi dan panjang elektrik dari jalur transmisi short stub adalah ZS dan θS. Ketika
masukan impedansi short stub Zins sama dengan nol, maka port masukan sinyal terhubung
ke ground dan kemudian diperoleh TZ. Frekuensi TZ dapat dihitung dengan
𝑍𝑖𝑛𝑠 = 𝑗 𝑍𝑠 tan(𝜃𝑠) = 0 (1)
Persamaan (1) dapat ditulis kembali menjadi
𝑛𝜋𝑓𝑐
𝑓𝑧𝑛 = , 𝑛 = 0, 1, 2, …
𝜃𝑠
Zins Z2,θc Zins

Zs,θs Z1,θL Z1,θL Zs,θs

port 1 port 2
Gambar 1 Model Jalur Transmisi BPF

3. Desain Singleband BPF


Pada Gambar 2 merupakan skematik layout singleband BPF. Dua buah short stub yang
terhubung dengan jalur port masukan dan keluaran, yang mana ujung stub berupa ground
via lubang (hole). Bentuk layout BPF sangat sederhana, sehingga mudah disesuaikan dengan
parameter yang diinginkan. Pemasangan open stub L2 dan W2 mengoptimasi konfigurasi
dan hasil keluaran respon.
BW 3-dB pada singleband BPF adalah dari 0.5GHz hingga 1.3 GHz. Dan frekuensi
tengah 0.9GHz. Lebar jalur transmisi pada port 50Ω adalah 3mm. Seperti yang terlihat pada
Gambar 2, karakteristik impedansi dari open stub diperoleh dari panjang L2a dan lebar W2a.

354
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Hasil simulasi parameter S diperoleh seperti pada tampak Gambar 3. Pada frekuensi
tengah 0.9GHz diperoleh FBW 88.8%, minimal insertion loss 0.11dB dan return loss -20dB.
Frekuensi 800/900MHz masuk kedalam aplikasi GSM. Nilai insertion loss dari aplikasi
lainnya GPS L2 1.228 GHz adalah 0.09dB. Lokasi frekuensi TZ adalah pada frekuensi
1.5GHz.
W1a

L2a

L1a W2a
W3a

L3a
Port 1 Port 2
W5a
L4a L5a
Gambar 2 Skematik Singleband BPF

-10

-20
dB(S(1,1))
dB(S(2,1))

-30 S21
-40
S11
-50
TZ
-60

-70
0 1 2 3 4 5

freq, GHz
Gambar 3 Hasil Simulasi S-parameter Singleband BPF
0 0

-10

-20
dB(S(2,1))

dB(S(1,1))

-30

-40

-50

-60

-3 -70
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5

freq, GHz freq, GHz

Gambar 4 S-parameter Singleband BPF

355
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 1 Perbandingan performa Singleband BPF


CF (Ghz) IL (dB) FBW (%)
[1] 1.45 1 88.8
[2] 1.9 0.3 52.4
[3] 2 0.8 33
Filter rancangan 0.9 0.11 88.8

Pada Tabel 1 menunjukkan hasil perbandingan dengan beberapa penelitian


sebelumnya dimana memberikan hasil koefisien transmisi yang lebih baik dan lebar pita
yang lebih lebar.

4. Desain Dualband BPF


Untuk mendapatkan multiple passband, impedansi Zins harus didesain untuk
menghasilkan TZ yang banyak & dapat dikontrol. Semula diketahui bahwa jalur impedansi
tinggi adalah serial induktor, jalur impedansi tinggi adalah paralel kapasitor, dan multi open
stub yang dibebankan pada short stub menghasilkan multiple TZ. Maka model jalur
transmisi dan persamaan rangkaian dapat ditunjukkan pada Gambar 5. Dengan menambah
open stub maka menghasilkan nilai TZ yang baru.
Dualband BPF didesain dengan menambahkan 2 open stub pada short stub. Optimasi
skematik layout dapat dilihat pada Gambar 6. Open stub dengan panjang L2b & L3b serta
lebar W2b & W3b yang memberikan keluaran dua buah nilai TZ. Nilai S-parameter
dualband BPF ditunjukkan pada Gambar 7. Frekuensi tengah berada pada 0.9GHz dan
2.2GHz dengan nilai FBW 3-dB masing-masing 105% dan 32%. Nilai TZ berada di
frekuensi 1.5GHz dan 2.7GHz. Nilai return loss yang diperoleh 14dB dan 51dB. Besar nilai
insertion loss pada masing-masing frekuensi tengah adalah 0.2dB dan 0.06dB. Nilai
insertion loss pada beberapa aplikasi GPS L2 1228 sebesar 0.12 dan WLAN 2.45GHz
sebesar 0.13dB.

Gambar 5 Model jalur transmisi open stub dibebankan pada short stub dan rangkaian
ekuivalennya

356
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

W1b

L2b

W2b

L1b
L3b

W3b
W4b

Port 1 L4b Port 2

W6b
L5b L6b
Gambar 6 Skematik Singleband BPF
0

-20
dB(S(1,1))
dB(S(2,1))

S21
-40
S11
TZ1 TZ2
-60

-80
0 1 2 3 4 5

freq, GHz
Gambar 7 Hasil Simulasi S-parameter Singleband BPF
0 0

-10

-1 -20
dB(S(2,1))

dB(S(1,1))

-30

-2 -40

-50

-3 -60
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5

freq, GHz freq, GHz

Gambar 8 S-parameter Singleband BPF

357
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2 Perbandingan performa Singleband BPF


CF (Ghz) IL (dB) FBW (%)
[4] 1.87/2.43 2/2 4.5/3.3
[5] 1.80/2.40 1.6/2.5 5.6/3
[6] 1.14/2.31 0.22/1.87 94.19/33.5
1.21/2.41 0.19/1.29 89.08/31.9
[7] 1.1/2.86 0.22/0.35 94/35.4
[8] 1.51/2.5 1.11/0.4 9.6/12
[9] 1.57/2.45 1.26/2.4 9/8.5
Filter Rancangan 0.9/2.2 0.2/0.06 105/32

Pada Tabel 2 menunjukkan hasil perbandingan dengan beberapa penelitian


sebelumnya dimana memberikan hasil koefisien transmisi yang lebih baik dan lebar pita
yang lebih lebar.

5. Kesimpulan
Penelitian ini memperkenalkan metode perancangan BPF dengan kombinasi multi
stub, dimana open stub dibebankan pada short stub sehingga menghasilkan nilai TZ. BPF
singleband maupun dualband memiliki skematik yang sederhana sehingga mudah dirancang
dan difabrikasi. BPF ini memiliki kemampuan dalam mengatur nilai TZ dan frekuensi
tengah dengan menambah dan mengatur open stub pada lengan. Selain skematik layout yang
sederhana, kedua filter ini juga menghasilkan transmisi koefisien yang baik dan lebar pita
yang lebih lebar.

Daftar Pustaka
1. J. Fan, D. Zhan, C. Jin, and J. Luo, “Wideband microstrip bandpass filter based on
quadruple mode ring resonator,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol. 22, no. 7,
pp. 348–350, Jul. 2012.
2. Jin Xu, Yu-Xue Ji, Chen Miao, and Wen Wu “Compact Single-/Dual-Wideband BPF
Using Stubs Loaded SIR (SsLSIR)” 2013
3. T.-N. Kuo, S.-C. Lin, C.-H. Wang, and C.-H. Chen, “New coupling scheme for microstrip
bandpass filters with quarter-wavelength resonators,” IEEE Trans. Microw. Theory
Tech., vol. 56, no. 12, pp. 2930–2935, Dec. 2008
4. Mi X, Guoliang S, Fang X. Compact dual-band bandpass filters based on a novel defected
ground spiral resonator. Microw Opt Technol Lett. 2016;58:1636–1640
5. Hung C-Y, Yang R-Y, Lin Y-L. A simple method to design a compact and high
performance dual-band bandpass filter for GSM and WLAN. Prog Electromagn Res C.
2010;13:187–193
6. Teguh Firmansyah “Dual-wideband band pass filter using folded cross-stub stepped
impedance resonator” 2017
7. Qian Yang, Yong-Chang Jiao ‘Compact Multiband Bandpass Filter Using Low-Pass
Filter Combined With Open Stub-Loaded Shorted Stub’ 2018
8. S.-J. Sun, T. Su, B. Wu, K. Deng, and C.-H. Liang, “Compact microstrip dual-band
bandpass filter using a novel stub-loaded quadmode resonator,” IEEE Microw. Wireless
Compon. Lett., vol. 23, no. 9,pp. 465–467, Sep. 2013

358
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

9. Y. Peng, L. Zhang, J. Fu, Y. Wang, and Y. Leng, “Compact dual-band bandpass filter
using coupled lines multimode resonator,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol.
25, no. 4, pp. 235–237, Apr. 2015.
10. X. Luo, J.-G. Ma, and E.-P. Li, “Wideband bandpass filter with wide stopband using
loaded BCMC stub and short-stub,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol. 21, no.
7, pp. 353–355, Jul. 2011.

359
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

DISTRIBUSI MANAJEMEN SISTEM DENGAN INTEGRASI


PERANGKAT OTOMASI PADA GARDU KONSUMEN JARINGAN 20
kV BERSIFAT TRANSPARAN UNTUK SMART GRID

Hamzah Hilal1), Muhammad Taufiq Ridhwan2)


1)
Balai Besar Teknologi Konversi Energi – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung 620-625, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten 15314
Telepon (021) 756 0916, 756 0092
2)
Jurusan Magister Teknik Elektro, Fakultas Pascasarjana Universitas Mercubuana
Gedung Tedja Buana Lt.7, Jl. Menteng Raya No.29 Jakarta Pusat Indonesia
Telp. (021) 31935454
e-mail: Hamzah.hilal@bppt.go.id, taufiqm100991@gmail.com

Abstrak
Penerapan Smart grid pada jaringan sistem distribusi listrik harus didukung oleh layer
aplikasi serta infrastruktur berupa perangkat otomasi listrik, sistem transmisi data, perangkat
lunak serta sistem SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) yang handal dalam
memberikan informasi baik itu berupa data maupun sinyal untuk digunakan sebagai pemicu
untuk mengubah jaringan distribusi listrik dengan melakukan manuver pada panel kubikel
atau LBS (Load Break Switch). Dalam mengelola sistem SCADA diperlukan manajemen sistem
pada jaringan distribusi, salah satunya dalam hal mengelola sistem yang dibuat membahas
aspek transparansi data yang mencakup penggunaan perangkat otomasi listrik serta
pembacaan protokol – protokol komunikasi yang diintegrasikan ke dalam suatu sistem SCADA
agar bisa digunakan datanya di master station atau HMI SCADA. Pada penelitian ini dibahas
aspek transparansi data dengan melakukan perbandingan terhadap sistem yang bersifat non-
transparan dengan transparan untuk diimplementasikan pada sistem SCADA yang bekerja
pada gardu konsumen jaringan distribusi listrik 20kV, serta mengetahui sistem komunikasi
dari field device ke master station antara sistem transparan dengan sistem non-transparan
yang efektif dan efisien untuk diimplementasikan pada sistem SDS (Smart Distribution System),
dimana sistem transparan memiliki sistem yang lebih handal, efektif dan efisien dalam
memberikan data dengan waktu rata-rata perubahan status point dan control point yang lebih
cepat atau mendekati real-time yaitu kurang dari 5 detik.

Kata kunci: Smart grid, perangkat otomasi listrik, jaringan distribusi listrik, SCADA, sistem
transparan, smart distribution system.

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi digital yang sangat cepat mendorong perusahaan listrik
untuk berubah agar melayani konsumen dalam hal menyalurkan listrik lebih baik lagi.
Perubahan yang dimaksud adalah memberikan kualitas listrik yang terjaga kehandalannya
serta memberikan kebutuhan data dalam penggunaan listrik yang realtime menjadikan
industri penyaluran listrik membutuhkan suatu terobosan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, teknologi itu dinamakan smart grid. Pada smart grid terdapat banyak
data yang bisa dimanfaatkan dengan menggabungkan beberapa smart meter dan perangkat
intelligent electronic device (IED) sehingga bisa menyediakan data yang mendekati Real-
time [1].
Untuk mendapatkan sistem penyaluran listrik yang handal, efektif dan efisien
diperlukan infrastruktur yang mendukung terciptanya sistem jaringan listrik yang cerdas.
Dalam hal ini, penerapan smart grid pada jaringan distribusi dilakukan pada bagian
distribusi listrik jaringan 20 kV dikarenakan tingkat permasalahan yang sangat tinggi yang

360
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

disebabkan bagian distribusi listrik 20 kV memiliki jaringan listrik yang paling luas serta
terhubung langsung dengan konsumen sehingga diperlukan perbaikan yang sangat cepat
jika jaringan mengalami gangguan agar konsumen tetap mendapatkan kepuasan dalam hal
pelayanan energi listrik [1].
Teknologi smart grid ini adalah gabungan dari beberapa sistem aplikasi yang
kompleks seperti SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition), RCS (Remote
Control Switch), FLISR (Fault Location, Insulation, and Service Restoration), OMS
(Outage Management System), dan AMI (Advanced Metering Infrastructure). Selain
aplikasi, untuk mendukung sistem smart grid dibutuhkan peralatan listrik seperti sistem
proteksi, meter energi maupun RTU (Remote Terminal Unit) yang diambil datanya untuk
membangun SDS (Smart Distribution System). RTU bisa menurunkan persentase SAIDI
(System Average Interruption Duration Index) sehingga meningkatkan layanan listrik [2].
serta energi meter bukan hanya sekedar pengukuran tetapi memiliki potensi dalam
melakukan perencanaan jaringan, manajemen serta operasional [3]. Dalam proses
pengambilan datanya, komunikasi antara master ke perangkat melalui perantara atau
proprietary dan bersifat non-transparan, ada juga yang melakukan komunikasi antara
master ke perangkat tanpa perantara atau direct dan bersifat transparan.
Transparansi data maksudnya adalah peralatan listrik berkomunikasi langsung ke
master tanpa melalui pengolah data atau concentrator. Sehingga jalur data yang terjadi
adalah komunikasi antara perangkat otomasi listrik dengan master station secara dua arah
tanpa merubah keaslian datanya [3]. Dalam hal ini yang dimaksud keaslian datanya adalah
tidak ada proses konversi suatu protokol perangkat otomasi listrik yang orisinil sesuai
spesifikasi perangkat menjadi protokol lain.
Sedangkan sistem non – transparansi data membuat perubahan protokol pada proses
pengiriman data dari perangkat otomasi listrik ke master station menggunakan pengolah
data atau concentrator yang mengakibatkan proses manipulasi terhadap keaslian data dari
perangkat otomasi listrik [4].
Meodologi yang diterapkan pada penelitian ini dimulai dengan melakukan survei
terhadap beberapa literatur terkait, kemudian merumuskan suatu pemecahan permasalahan,
membuat rancangan sistek kerja, dan menganalisis data dan menguji rangcangan yang
dibangun.

1.2 Survei Literatur


Survei terhadap beberapa literatur yang terkait dengan tema penelitian ini telah
dilakukan dengtan hasil sebagai berikut: Yazhou Jiang, Chen-Ching Liu dan Yin Xu[1]
membahas serta mereview tentang sistem distribusi listrik yang cerdas meliputi aplikasi –
aplikasi sistem dari smart grid pada jaringan 20kV seperti DMS (Distribution Management
System) yang berfungsi untuk mengatur restorasi gangguan pada jaringan serta kendali
terhadap jaringan distribusi listrik, MDMS (Meter Data Management System) yang
berfungsi untuk mengatur sistem energi meter digital yang meliputi pemakaian energi serta
karakteristik beban listrik dan pengaturan jadwal penggantian energi meter, dan OMS
(Outage Management System) yang berfungsi untuk mengatur jadwal pemadaman yang
disebabkan pemeliharaan ataupun gangguan dimana sistem OMS ini berkoordinasi
langsung dengan konsumen yang terkena padam. Sedangkan pada penelitian ini berfokus
pada implementasi perangkat yang berkaitan erat dengan sistem DMS.
Yan He, Nick Jenkins, dan Jianzhong Wu [5] membahas tentang sistem transparan
pada perangkat energi meter digital yang digunakan untuk kebutuhan data pada sistem

361
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

OMS. Sedangkan pada penelitian ini membahas tentang sistem transparan data pada
perangkat yang digunakan untuk kebutuhan sistem DMS.
Pada acuan [2] dan [6]dapat dilihat suatu bahasan tentang optimalisasi pada SAIDI
(System Average Interruption Duration Index) dan SAIFI (System Average Interruption
Frequency Index) dengan meningkatkan kehandalan perangkat RTU (Remote Terminal
Unit) dengan mengaktifkan sistem RCS (Remote Control Switch) untuk kendali jarak jauh
terhadap jaringan distribusi listrik yang diperlukan saat isolasi dan restorasi jaringan
melalui sistem non-transparan. Sedangkan pada penelitian ini membahas RTU serta RCS
yang diintegrasikan dengan sistem transparan untuk kebutuhan DMS.

2. Aplikasi Smart Grid Pada Jarinngan Distribusi 20kV


Smart grid merupakan suatu konsep dalam mengelola energi listrik mulai dari hulu
hingga ke hilir, yang membentuk sebuah jaringan listrik cerdas dimana setiap perangkat
listrik bisa berkomunikasi dua arah. Pada implementasinya bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan inter operasi sistem pada jaringan sehingga menciptakan ketahanan dan
kehandalan pada jaringan listrik serta bisa menyediakan data dari metering ke gardu,
distribusi, transmisi serta generator [5].
Sistem yang cerdas pada jaringan sistem tenaga listrik harus memiliki hubungan
antar sistem yang saling berbagi informasi maupun data secara otomatis antara sistem
generator dengan operasi, transmisi, distribusi, penyedia layanan listrik, hingga pelanggan
sesuai dengan kebutuhan untuk menopang operasional sistem. Arsitektur konsep smart grid
yang paling terkenal merujuk pada United States NIST (National Institute of Standards
and Technology) yang dibuat dalam kerangka konsep standard untuk smart grid, dimana
setiap unit saling berinteraksi secara dua arah atau lebih seperti dapat dilihat pada Gambar
1 [7].

Gambar 1. Konsep model smart grid (NIST)

Penelitian ini berfokus pada smart grid di bagian jaringan distribusi atau biasa
disebut smart distribution system. Ketersediaan kemampuan data dan kendali jarak jauh
dalam Smart distribution system memberikan peluang pada operator distribusi untuk
mengoptimalkan operasi dan kontrol sistem [8,9]. Pada Gambar 2 ditunjukan layer aplikasi
smart grid pada jaringan distribusi yang menjelaskan layer aplikasi tentang smart
distribution system yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. DMS (Distribution Management System) yang berfokus pada kualitas operasional
penyaluran listrik,
b. MDMS (Management Data Metering System) yang berfokus pada data metering dan
billing,

362
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

c. OMS (Outage Management System) yang berfokus pada pemadaman yang terjadwal
dengan sistematis.

Gambar 2. Layer aplikasi pada smart distribution system

Penelitian ini berfokus pada ruang lingkup aplikasi distribution management system
(DMS), yaitu FLISR dan RCS. FLISR (Fault Location, Isolation, and Service Restoration)
merupakan aplikasi yang berfungsi untuk melakukan normalisasi gangguan pada jaringan
listrik secara otomatis berdasarkan pada input parameter yang masuk seperti nilai analog
point dan aliran beban. Sedangkan RCS (Remote Control Switch) yaitu aktivitas
melakukan manuver ataupun penyakelaran panel kubikel secara remote [7], [10], dan [11].

3. Perancangan Sistem Kerja


3.1 Blok diagram sistem
Perancangan sistem kerja distribusi manajemen sistem dengan integrasi perangkat
listrik yang bersifat transparan ataupun tidak, dapat dideskripsikan melalui blok diagram
sistem kerja seperti diberikan pada Gambar 3.
PROSES
OUTPUT
Analog
Energy Point /
INPUT Meter Measureme
nt

SP Remote
Mater Terminal Digital Status
Unit / Input /
Terminal Digital Point I/O
Unit Modem Output
Router

Relay Status
Protection Relay

FEEDBACK

Value

Gambar 3. Blok diagram sistem

Sistem kerja perangkat otomasi pada gardu induk jaringan 20 kV untuk smart grid
sepeti yang diberikan pada gambar 3 dijelasan sebagai berikut:

363
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

a. Bagian input, dimana terdapat set point yang merupakan sinyal pemicu berupa
perintah terhadap digital output pada Remote Terminal Unit (RTU) melalui Master
Terminal Unit (MTU) berupa software human machine interface (HMI) SCADA pada
unit komputer server yang telah terintegrasi antara alamat berupa tag yang dituju
dengan database pada HMI SCADA, pada bagian input juga memiliki fungsi untuk
memantau kondisi atau status dari SCADA berupa status point maupun analog point
sehingga selain memberikan set point terhadap RTU, juga dapat menerima feedback
pula dari RTU dan membuat komunikasi berjalan dua arah.
b. Bagian proses, berperan untuk melakukan perintah dari MTU, dimana antara RTU
dengan MTU ini terhubung melalui jaringan layanan provider yang memiliki Access
Point Name (APN) khusus. Bagian ini pula menjadi pembeda antara sistem transparan
dengan sistem non-transparan, dimana sistem non-transparan menggunakan modem
RTU Concentrator yang didalamnya terdapat program yang bertujuan untuk membaca
protokol-protokol yang berbeda dari perangkat otomasi seperti input-output (I/O),
Energy Meter, dan relay proteksi untuk di konversi ke dalam satu protokol yang sama.
Sehingga, MTU hanya berkomunikasi ke modem RTU Concentrator (tidak bisa
berkomunikasi langsung ke perangkat otomasi). Sedangkan sistem transparan
menggunakan modem router yang dilengkapi protokol modbus transmission control
protocol (TCP) yang didalamnya hanya melakukan konfigurasi jaringan untuk
mengatur hubungan MTU terhadap perangkat otomasi dalam satu jaringan APN
sehingga MTU bisa berkomunikasi langsung dengan perangkat otomasi tanpa melalui
perantara ataupun konversi protokol namun membutuhkan IP Static pada sim card
modem router.
c. Bagian output dan feedback. Pada bagian output yang terdiri atas beberapa perangkat
otomasi seperti (I/O), Energy Meter dan Relay Proteksi berperan sebagai objek kendali
maupun monitoring data. Digital input dan output memiliki peran sebagai status point
yang berfungsi untuk melakukan kendali dan memantau status kubikel, kondisi pintu
gardu, kondisi pintu meter, status power suplai serta Earth Fault Indicator. Energy
Meter memiliki peran sebagai analog point yang berfungsi untuk memantau nilai-nilai
instantaneous seperti tegangan, arus, power factor dan daya. Relay proteksi berperan
sebagai informasi status relay yang berfungsi memantau keaktifan relay (Watchdog)
serta status trip pada kubikel outgoing. Semua output yang keluar akan memberikan
feedback terhadap blok proses untuk diteruskan ke MTU.

3.2 Sistem Otomasi Listrik


Konfigurasi sistem otomasi listrik transparan pada gardu konsumen. Pada dasarnya
sistem otomasi listrik transparan merupakan upaya menghilangkan sifat proprietary pada
perangkat concentrator otomasi listrik yang berdampak terhadap ketergantungan pada
perangkat tertentu untuk bisa diterapkan pada sistem yang ada, artinya tidak bisa
menggunakan perangkat otomasi listrik yang lainnya.
Merealisasikan sistem otomasi listrik transparan, perlu direncanakan dan
dikonfigurasikan sesuai dengan tujuan untuk menghilangkan propiertary seperti yang
diilustrasikan pada gambar 4 yaitu sistem otomasi listrik transparan pada gardu konsumen
untuk SCADA dan automatic meter reading (AMR).

364
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 4. Sistem komunikasi otomasi listrik transparan pada gardu konsumen

Peralatan otomasi listrik pada gardu konsumen yang ada terdiri atas energi meter
yang digunakan untuk keperluan AMR dan validasi data penggunaan listrik. Relay
proteksi digunakan untuk mengamankan peralatan pada CB Outgoing atau CB Midpoint,
merekam data arus gangguan serta memberikan sinyal untuk status trip. Kemudian RTU
atau I/O yang digunakan berfungsi untuk memonitoring status seperti pintu gardu dan
meter, sinyal earth fault, status suplai 220 V, kondisi relai proteksi serta memonitoring
dan mengendalikan status LBS dan CB outgoing. Pada tabel 1 diberikan penjelasan
penggunaan sinyal input dan output RTU.

Tabel 1. Penggunaan sinyal input dan output pada RTU


Alamat Sinyal Input dan
Fungsi
Output
DO 1 Remote Close LBS IM1
DO 2 Remote Open LBS IM1
Digital DO 3 Remote Close LBS IM2
Output DO 4 Remote Open LBS IM2
DO 5 Remote Close CB Outgoing
DO 6 Remote Open CB Outgoing
DI 1 Suplai 220V
DI 2 Substation Door
DI 3 Meter Door
DI 4 Earth Fault Indicator
DI 5 Status Close LBS IM1
Digital DI 6 Status Open LBS IM1
Input DI 7 Status Close LBS IM2
DI 8 Status Open LBS IM2
DI 9 Status Close CB Outgoing
DI 10 Status Open CB Outgoing
DI 11 Status Relay Fault
DI 12 Status Trip Relay

Pada penelitian ini, agar dapat menggambarkan dan menguraikan elemen-elemen


dasar diperlukan sampling atau contoh implementasi sistem pada beberapa gardu
konsumen sesuai penjelasan di atas mengenai sistem otomasi listrik yang bersifat
transparan. Pada gambar 5 ditunjukkan panel SCADA pada gardu konsumen yang berisi
peralatan otomasi listrik ]’yang terhubung dengan server atau master station secara
transparan. Kunci sistem transparan ini terdapat pada modem router yang spesifikasinya
terdiri dari masing-masing 2 port serial RS485 dan RS232 serta 1 Port Ethernet WAN dan

365
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

4 port Ethernet LAN. Modem router seperti pada Gambar 6 bertugas hanya meneruskan
paket data pada peralatan otomasi listrik tanpa mengubah protokol peralatan otomasi
listrik tersebut ke server atau master station. Peralatan otomasi listrik yang terhubung
dengan modem router ini yaitu energy meter, relai proteksi dan RTU seperti pada Gambar
7 dan 8.

Gambar 5. Panel SCADA berbasis transparan Gambar 6. Modem Router

Gambar 7. Realisasi Sistem Energy Meter Gambar 8. Realisasi Sistem RTU

Untuk mengatur jalur jenis paket data peralatan otomasi listrik yang sesuai ke
server, diperlukan konfigurasi pada modem router tersebut yang terdiri atas perubahan
alamat port serta IP address modem router itu sendiri yang menggunakan IP Static dengan
APN khusus.

4. Hasil Penelitian
Dalam membandingkan suatu sistem dengan sistem lainnya diperlukan penilaian
terhadap sistem tersebut. Pada penelitian ini membandingkan sistem dengan melakukan
penilaian berupa data yang mencakup nilai kehandalan, merupakan nilai atau data
performansi sistem otomasi perangkat listrik dengan cara menguji fungsi DI (Digital Input)
dan DO (Digital Output) pada gardu konsumen dari perangkat RTU (Remote Terminal
Unit) hingga diterimanya data yang menjadi status point pada HMI SCADA, yang
kemudian hasilnya dibandingkan antara sistem yang bersifat non-transparan dengan sistem
transparan.
Pada Tabel 2 dan 3 dapat dilihat hasil pengujian waktu perubahan status point baik
itu berasal dari DI maupun DO ke HMI SCADA dengan membandingkan sistem otomasi
perangkat listrik yang bersifat non-transparan yang dilakukan pada gardu Hularo.

366
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2. Perbandingan pengujian digital input sistem di gardu Hularo


WAKTU PERUBAHAN SISTEM WAKTU PERUBAHAN SISTEM
DIGITAL INPUT NON-TRANSPARAN TRANSPARAN
ON (Second) OFF (Second) ON (Second) OFF (Second)
220V (DI1) 5 6 4 3
SUBS DOOR (DI2) 6 7 3 2
METER DOOR (DI3) 6 4 4 3
EFI (DI4) 7 5 5 4
LBS INCOMING (DI5&DI6) 8 6 4 5
LBS OUTGOING (DI7&DI8) 5 6 4 5
QMC OUTGOING (DI9&DI10) 8 6 3 4
RATA-RATA 6.43 5.71 3.86 3.71

Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa waktu perubahan status point sistem
transparan memiliki waktu rata-rata lebih cepat atau mendekati real time dibandingkan
dengan waktu perubahan pada sistem non-transparan.

Tabel 3. Perbandingan pengujian digital output sistem di gardu Hularo


WAKTU PERUBAHAN SISTEM WAKTU PERUBAHAN SISTEM
DIGITAL OUTPUT NON-TRANSPARAN TRANSPARAN
CLOSE (Second) OPEN (Second) CLOSE (Second) OPEN (Second)
REMOTE LBS INCOMING
7 8 5 6
(DO1&DO2)
REMOTE LBS OUTGOING
Gagal 6 5 4
(DO3&DO4)
REMOTE QMC OUTGOING
8 7 4 3
(DO5&DO6)
RATA-RATA 7.50 7.00 4.67 4.33

Sedangkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa waktu perubahan untuk control point
sistem transparan memiliki waktu rata-rata lebih cepat atau mendekati real time dalam
melakukan remote terhadap panel kubikel dibandingkan dengan waktu perubahan pada
sistem non-transparan yang bahkan mengalami kegagalan dalam melakukan remote.
Pada Tabel 4 dan 5 ditunjukkan bahwa waktu rata-rata perubahan status point dan
control point yang dilakukan pada beberapa gardu konsumen tersebar yang menggunakan
sistem transparan memiliki waktu lebih cepat atau mendekati real time dibandingkan
dengan sistem non-transparan. Waktu rata-rata perubahan data pada sistem transparan
memiliki hasil kurang dari 5 detik sesuai dengan standar kualitas baik yang ada di PT.
Cikarang Listrindo.

Tabel 4. Perbandingan pengujian digital input sistem di beberapa gardu tersebar


WAKTU RATA-RATA PERUBAHAN WAKTU RATA-RATA PERUBAHAN
DIGITAL INPUT SISTEM NON-TRANSPARAN SISTEM TRANSPARAN
ON (Second) OFF (Second) ON (Second) OFF (Second)
GARDU HULARO 6.43 5.71 3.86 3.71
GARDU MMC METAL 6.51 7.62 3.57 2.71
GARDU SAMINDO-2 3.71 6.43 4.00 3.71
GARDU KANSAI 7.62 5.71 4.29 4.00
GARDU MAH SING 7.71 6.86 3.57 4.29

Tabel 5. Perbandingan pengujian digital output sistem di gardu tersebar


WAKTU RATA-RATA PERUBAHAN WAKTU RATA-RATA PERUBAHAN
DIGITAL OUTPUT SISTEM NON-TRANSPARAN SISTEM TRANSPARAN
CLOSE (Second) OPEN (Second) CLOSE (Second) OPEN (Second)
GARDU HULARO 7.50 7.00 4.67 4.33
GARDU MMC METAL 8.00 6.67 3.33 2.67
GARDU SAMINDO-2 7.33 5.33 3.67 4.67
GARDU KANSAI 7.00 5.67 4.67 4.33
GARDU MAH SING 8.00 6.33 4.33 4.00

367
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

5. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya mengenai distribusi manajemen sistem
dengan integrasi perangkat otomasi listrik yang bersifat transparan pada gardu konsumen,
dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Sistem otomasi listrik yang bersifat non-transparan pada gardu konsumen dapat diganti
dengan sistem otomasi listrik yang bersifat transparan dengan menambahkan perangkat
modem router tanpa harus mengubah infrastruktur jaringan maupun server yang ada.
b. Sistem otomasi listrik yang bersifat transparan lebih handal dalam memberikan data
dengan waktu rata-rata perubahan status point dan control point yang lebih cepat atau
mendekati real-time yaitu kurang dari 5 detik.
c. Sistem otomasi listrik yang bersifat transparan bisa menghindar dari permasalahan
monopoli oleh vendor tertentu.

Daftar Pustaka
1. Yazhou Jiang, Chen-Ching Liu dan Yin Xu. (2016). Smart Distribution System.
Energies 2016, 9, 297; doi: 10.3390/en9040297.
2. Pongsakorn N dan Anant O. (2017). Optimal Selection Switching of Remote Terminal
Unit Using Reliabilty Index in Electric Power Distribution Systems. Energy Procedia
138 (2017) 128-133. doi:10.1016/j.egypro.2017.10.077. Elsevier.
3. Aurabind Pal dan Roma Dash. (2015). A Paradigm Shift in Substatiom Engineering:
IEC 61850 Approach. Procedia Technology 21 (2015) 8 – 14, doi:
10.1016/j.protcy.2015.10. 003. Elsevier.
4. Mohd Ruddin Ab Ghamni, Wan Nor Shela Ezwane, Mohd Arif, Siti Hajar Raman dan
Zanariah J. (2013) , A Review of Communication Protocols for Intelligent Remote
Terminal Unit Development, TELKOMNIKA, Vol.11, No.4, December 2013, pp.
819~826 ISSN: 1693-6930, DOI:10.12928/TELKOMNIKA.v11i4.1928.
5. Yan He, Nick Jenkins, dan Jianzhong Wu. (2016), Smart Metering for Outage
Management of Electric Power Distribution Networks, Energy Procedia 103 (2016)
159 – 164, doi: 10.1016/j.egypro.2016.11.266. Elsevier.
6. Soleh, Muhammad. (2014). Desain Sistem SCADA Untuk Peningkatan Pelayanan
Pelanggan Dan Efisiensi Operasional Sistem Tenaga Listrik di APJ Cirebon,
IncomTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, vol.5, no.1, Januari 2014.
7. Hossein Zeynal, Mostafa Eidiani dan Dariush Yazdanpanah. (2013). Intelligent
Control Systems for Futuristic Smart Grid Initiatives in Electric Utilities, 2013 First
International Conference on Artificial Intelligence, Modelling & Simulation, DOI
10.1109/AIMS. 2013.65. IEEE.
8. Anthony R. Metke dan Randy L. (2010), Smart Grid Security Technology, 978-1-
4244-6266-7/10/2010. IEEE.
9. Saputro Nico dan Akkaya Kemal. (2012). A Survey of Routing Protocols for Smart
Grid Communications, Southern Illinois University: Elsevier.
10. Palak P. Parikh, Mitalkumar G. Kanabar dan Tarlochan S. Sidhu. (2010).
Opportunities and Challenges of Wireless Communication Technologies for Smart
Grid Applications, 978-1-4244-6551-4/10/2010. IEEE.
11. Sang-Yun Yun dan Joon-Ho Choi, (2014). Development and Field Test of a Real-
Time Database in the Korean Smart Distribution Management System, Energies 2014,
7, 1852-1875; ISSN996-1073, doi:10.3390/en7041852.
12. A. Naamane dan N.K Msirdi. (2015). Toward A Smart Grid Communication. Energy
Procedia 83 (2015) 428 – 433, doi: 10.1016/j.egypro.2015.12.162. Elsevier.

368
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

13. Abdulrahaman O.O, Mohd Wazir M, dan Raja Masood L. (2017), Smart grids security
challenges: Classification by sources of threats”. doi:10.1016/j.jesit.2018.01.001.
Elsevier.

369
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

APLIKASI DELIVERY SCHEDULE SYSTEM PADA PT.XYZ

Okto Yonatan, Tonny Prayogo


Sistem Informasi, Fakultas Teknologi dan Desain, Universitas Bunda Mulia
Jl. Jalur Sutera Barat Kav. 7-9, Alam Sutra, Tangerang, Banten 15143
e-mail: oyonathan@bundamulia.ac.id

Abstrak
Memiliki strategi bisnis yang tepat adalah salah satu hal yang sangat penting bagi seseorang
atau perusahaan untuk bersaing dalam industri yang serupa atau yang berbeda. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan strategi aplikasiprogram apa yang harus digunakan untuk
layanan pengiriman ke Pelanggan dan terkait dengan Faktur pembayaran, bahan
baku(materi), Kwitansi, Running Order dan Data Pelanggan. oleh karena itu tugas dalam
mengontrol Faktur sangat penting untuk menghitung pendapatan perusahaan. Dalam
penelitian ini kami mencoba untuk menganalisis dan membuat saran atau usulan dari sistem
komputer yang dapat memberikan solusi terbaik untuk Akuntansi dan departemen logistik
untuk mengontrol jadwal pengiriman berdasarkan pesanan Kerja/order. Jadi kami meneliti
untuk mengembangkan sistem yang disebut "Aplikasi Sistem penjadwalan Pengiriman
pesanan", sehingga tugas Akuntansi (Faktur) dan Logistik menjadi lebih ringan dan cepat
dalam pemrosesan. Metode penelitian untuk pengembangan aplikasi ini, dilakukan dengan
menggunakan metode waterfall model/SDLC, metode analisis sistem meliputi pengumpulan
data melalui tinjauan pustaka dan observasi. Sedangkan metode desain digunakan untuk
membantu dalam membuat Aplikasi Sistem penjadwalan pengiriman pesanan dapat
memberikan solusi permasalahan yang ada saat ini.

Kata kunci: Sistem penjadwalan Pengiriman, Accouting, Faktur, Keuangan.

PENDAHULUAN
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat serta
banyaknya persaingan usaha yang ketat saat ini. Sehingga membutuhkan perbaikan dalam
bidang sumber daya manusia yang lebih baik dan teknologi informasi yang mendukung.
Banyak solusi yang ditawarkan dalam membantu meringankan kerja manusia, dengan
menggunakan teknologi informasi. Suatu perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang
besar dengan menggunakan teknologi informasi yang optimal. Pada saat sebuah
perusahaan semakin berkembang, pertumbuhan data dan informasi juga akan semakin
besar dan kompleks. Sehingga mendorong perusahaan memiliki suatu sistem pengolahan
data yang baik dan efektif. sehingga dalam rangka menjaga stabilitas perusahaan yang ber
orientasi Customer satisfaction, Maka sangat lah penting membuat suatu sistem untuk
menangani pengerjaan dari delivery order system untuk pelanggan agar dapar di kerjakan
dengan setepat mungkin sehingga dapat meningkatkan pelayanan pada pelanggan.
Maka dengan ini perlu melakukan cara tercepat untuk membuat suatu aplikasi
delivery order system dengan modul-modul sistem aplikasi lain yang nantinya dapat
terintegrasi menjadi suatu sistem enterprise yang dapat membantu perusahaan untuk dapat
menangani proses bisnis secara terintegrasi dalam hal mengirim produksi pesanan
pelanggan untuk dikirim ke pelanggan berikut Invoice.

RUANG LINGKUP
Dalam penelitian ini permasalahan Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai
berikut:
1. Penelitian ini hanya terbatas dengan ruang lingkup Accounting/Finance and Logistik,
Marketing Departemen.

370
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2. Kajian penelitian hanya akan difokuskan pada pengembangan Sistem penjadwalan


pengiriman Produk dan Invoice Penjualan.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Informasi
Sistem informasi adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan yang
mengumpulkan, mengambil, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi
untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengendalian dalam suatu
organisasi. Selain itu, sistem informasi juga dapat membantu manajer dan pekerja
menganalisis masalah sertamenggambarkan suatu pelajaran yang rumit, dan menciptakan
produk-produk baru (Kenneth dan Jane, 2016, p13).

Persediaan
Persediaan adalah stok bahan yang digunakan untuk memenuhi suatu permintaan
pelanggan atau untuk mendukung produksi jasa atau barang(Krajewski et al., 2013, p329).
persediaan memiliki tiga jenis kategori yang berguna, yaitu:
 Raw Material (RM) atau Bahan baku adalah persediaan yang dibutuhkan untuk produksi
jasa atau barang. Mereka dianggap masukan untuk proses transformasi perusahaan.
 Work-in-Procces (WIP) terdiri dari barang-barang, seperti komponen atau rakitan yang
diperlukan untuk menghasilkan produk akhir di bidang manufaktur. WIP juga hadir
dalam beberapa operasi layanan, seperti bengkel, restoran, dan jasa pengiriman paket.
 Finished Goods (FG) atau Barang Jadi di pabrik, gudang, dan outlet ritel adalah item
yang dijual kepada pelanggan perusahaan. Barang jadi dari satu perusahaan sebenarnya
dapat menjadi bahan baku untuk perusahaan lainnya.

Penjualan
Penjualan adalah suatu kegiatan dimana perusahaan atau suatu bisnis menjual
berbagai produkatau jasa yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan. Suatu
penjualan dikatakan terjadi apabila terdapat interaksi yang dilakukan minimal 2 orang atau
lebih sehingga terjadi komunikasi yang memberikan kesan kepada orang lain untuk
memiliki ketertarikan terhadap barang yang ditawarkan (Philip dan Kevin, 2012, p18).

Pembelian
Proses pembelian berkaitan dengan pengadaan dari layanan atau bahan dari pemasok.
Proses ini meliputi penciptaan, pengaturan, persetujuan purchase order (PO), dan
menentukan berbagai keputusan untuk melakukan pembelian. Meskipun tidak semua
pembelian melibatkan internet, pembelian secara tradisional masih sering digunakanoleh
beberapa banyak perusahaan atau bisnis tertentu.Yaitu kedua belah pihak bertemu dan
membuat kesepakatan secara langsung (Krajewski et al., 2013, p442).

METODE PENELITIAN
Systems Development Life Cycle
Tahapan-tahapan dalam pengembangan sistem dapat divisualisasikan dengan
menggunakan Systems Development Life Cycleatau yang disingkat SDLC. SDLC berfungsi
untuk merencanakan dan mengelola proses pengembangan sistem. SDLC menjelaskan
kegiatan dan fungsi yang dilakukan oleh pengembang sistem, terlepas dari pendekatan
yang mereka gunakan. SDLC memiliki berbagai jenis model seperti yang paling umum

371
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

yaitu model waterfall, model spiral, model prototyping dan lainnya (Rosenblatt, 2013, p22-
23).

SDLC Waterfall
Model Waterfall SDLC adalah proses pengembangan perangkat lunak berurutan di
mana kemajuan dianggap mengalir semakin ke bawah (mirip dengan air terjun) melalui
daftar fase yang harus dijalankan agar berhasil membangun perangkat lunak
komputer(Rather and Bhatnagar, 2015). Pada dasarnya, model Waterfall terdiri dari lima
fase yang terdiri dari:
- Analisis kebutuhan: Proses pengembangan perangkat lunak dimulai dengan
komunikasi antara pengembang danpelanggan. Menurut air terjun, model yang harus
dimiliki pelanggan adalah pada awal proyek
- Desain Sistem dan Perangkat Lunak: perangkat lunak perancangan sistem mencakup
estimasi lengkap seperti biaya, waktu,tenaga kerja dan penjadwalan. Grafik garis waktu
lengkap untuk pengembangan dan pelacakan proyek.
- Implementasi dan pengujian unit: Persyaratan dan desain proyek dari sisi pengembang.
- Integrasi dan pengujian sistem: memenuhi persyaratan yang ditentukan yang
diberikanoleh pengguna.
- Operasi dan Pemeliharaan: Setelah perangkat lunak, fase pelepasan digunakan untuk
peningkatan masalah.

Gambar 1. SDLC Waterfall (Rather and Bhatnagar, 2015)

Unified Modelling Language (UML)


Unified Modeling Language (UML) adalah metode yang digunakan secara luas
menggambarkan dan mendokumentasikan desain sistem perangkat lunak. Unified
Modelling Language menggunakan konsep desain yang berorientasi objek, tetapi
menganut sistem independen dari bahasa pemrograman yang diperlukan, dan dapat
digunakan untuk menggambarkan proses bisnis dan seluruh persyaratan umumnya
(Rosenblatt, 2013, p141).

Use Case Diagram


Diagram use case merupakan sebuah gambaran dari beberapa kasus penggunaan
yang terkait dalam suatu sistem. Sebuah use case mendeskripsikan langkah-langkah dalam
fungsi bisnis tertentu atau proses. Suatu entitas eksternal, disebut aktor, memulai kasus

372
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

penggunaan dengan meminta sistem untuk melakukan fungsi atau proses (Rosenblatt,
2013, p235-237).

Tabel 1. Komponen Use Case Diagram


Komponen Nama Keterangan
Use Case Sebuah skenario atau tindakan yang dilakukan oleh
Actor

Actor Sebuah subjek atau peran yang terlibat atau menjalankan


sistem

Association Relasi antara actor dengan usecase yang disebut


komunikasi
Include Relasi di mana use case dari sebuah actor melakukan
<include> kegiatan yang setelahnya akan menjalankan kegiatan
tertentu secara langsung
Extends Relasi dimana use case memiliki kegiatan yang dapat
<extend>
berdiri sendiri dan terpicu ketika suatu kondisi terpenuhi
Dependency Ketergantungan di mana suatu kegiatan harus memiliki
kondisi yang terpenuhi sebelum melakukan kegiatan
selanjutnya
System Boundary Batasan dari satu sistem yang digambarkan di mana actor
dan use case berada di dalamnya

Class Diagram
Tahapan dalam pembuatan diagram use case dimulai dengan mengidentifikasi
batasan sistem (system boundary) dan memasukkan beberapa aktor terkait dalam sistem,
kemudian memberikan relasi terhadap skenario yang diinginkan (Rosenblatt, 2013, p238).

Tabel 2. Komponen Class Diagram


Komponen Nama Keterangan
Class Menggambarkan keseluruhan objek dalam class, yaitu
atribut dan operasi di dalamnya

Multiplicity Memberikan gambaran terhadap jumlah objek dari class


0..1
yang dapat berhubungan dengan objek dari class lainnya
Association Gambaran relasi umum antara class yang satu dengan
class lainnya (terdapat multiplicity)
Aggregation Gambaran relasi yang bermakna keseluruhan bagian
antara class satu dengan class lainnya
Dependency Ketergantungan di mana suatu class harus memiliki
kondisi yang terpenuhi sebelum menjalankan class lainnya

Sebuah diagram kelas menunjukkan objek kelasdan hubungan yang terlibat dalam
diagram use case. Diagram class adalah model logis, yang berkembang menjadi model
fisik dan akhirnya menjadi sistem informasi yang berfungsi. Dalam diagram kelas, masing-
masing kelasmuncul sebagai persegi panjang, dengan nama kelas di atas, diikuti dengan
atribut dan metode kelas yang digunakan. Garis menunjukkan hubungan antara kelas dan
memiliki label untuk mengidentifikasi tindakan yang berkaitan dengan dua kelas
(Rosenblatt, 2013, p238).

373
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Activity Diagram

Tabel 3. Komponen Activity Diagram


Komponen Nama Keterangan
Initial State Gambaran terhadap awalan sebelum action dilakukan

Final State Gambaran di mana action yang dilakukan telah berakhir

Action Gambaran aksi yang dilakukan dalam sistem

Decision Gambaran yang memberikan keputusan dengan hasil


tujuan action yang berbeda

Transition Gambaran yang mengarahkan suatu action menuju action


selanjutnya
Fork Gambaran di mana kelanjutan dari action sebelumnya
mengarahkan pada percabangan menuju action lainnya

Join Gambaran di mana lebih dari 1 action memiliki


penggabungan atau ketergantungan untuk menuju 1 action

Diagram aktivitas menyerupai sebuah diagram alur horizontal yang menunjukkan


keseluruhan tindakan dan peristiwa yang terjadi. Diagram aktivitas menunjukkan urutan
tindakan berlangsung dan mengidentifikasi sebuah hasil (Rosenblatt, 2013, p238).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Menampilkan aplikasi yang dibagun, baik dalam bentuk software, hardware, jaringan
komputer, dan lain-lain.
Sertakan data pendukung yang berupa desain/perancangan, tabel, grafik, gambar,
atau alat penolong lain seperlunya untuk memperjelas dan mempersingkat uraian yang
harus diberikan.

Penerapan Rancangan
Implementasi Menu Utama: Delivery Order System

Gambar 2. Menu Utama Delivery Order System

374
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Halaman utama yang merupakan Menu Utama dari sub-sub halaman untuk halaman
Purchase order, stock menu, customer, delivery order dan Menu Laporan yang digunakan
untuk mencetak Laporan-Laporan yang diinginkan.

Implementasi Fill and edit Stock

Gambar 3. Fill and edit Stock

Halaman Menu Fill and edit stock adalah Halaman untuk melakukan pengisian data
material atau stock barang dan berikut gambar/fotonya, menu dapat dipilih di menu utama,
bisa dilihat pada Gambar 2.

Implementasi Stock Report

Gambar 4. Stock Report

Halaman Stock Report adalah laporan stock secara keseluruhan yang berada di gudang,
baik untuk bahan baku atau produk jadi yang diproduksi di pabrik.

375
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Implementasi Input Customer Data

Gambar 5. Menu Input Customer data

Halaman Input Customer Data adalah halaman untuk memasukan Data Customer yang
menjadi pelanggan bagi perusahaan, sebagai data berharga untuk menghitung harga order
yang dipesan pelanggan.

Implementasi Fill In Order Form

Gambar 6. Menu Fill In Order Form

Halaman Fill In Order Form adalah halaman untuk memasukan Data pesanan per
pelanggan per produk, yang nantinya data digunakan untuk melakukan pengiriman barang
berdasarkan tanggal kirimnya yang tertera di invoice. Sehingga diketahui kapan tanggal
jatuh tempo untuk penagihan pembayaran.

Implementasi Menu Fill in Delivery Order

Gambar 7. Fill in Delivery Order

376
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Halaman Fill in Delivery Order adalah halaman untuk memasukan Data pengiriman
barang ke pelanggan berdasarkan nomor pesanan dan pada tanggal berapa pesanan dikirim,
tanggal kirim inilah yang menjadi patokan untuk tanggal penagihan Invoice ke pelanggan,
sehingga setiap bulan bisa diketahui berapa banyak pendapatan yang akan diperoleh oleh
perusahaan.

Implementasi Menu Laporan

Gambar 8. Menu Report

Halaman menu Laporan adalah halaman untuk memilih laporan apa saja yang ingin
dilakukan, order report, stock report, delivery order report atau customer report.

Implementasi Laporan Purchase Order Report

Gambar 9. Laporan Purchase Order Report

Halaman Purchase Order Report adalah laporan pemesanan dari pelanggan secara
keseluruhan dan diperuntukkan untuk bagian marketing dept.

Implementasi Customer Report

Gambar 10. Customer Report

377
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Halaman Menu Customer Report adalah halaman untuk mencetak data dari Customer yang
memesan produk ke perusahaan, semua proses input order dan delivery/pengiriman
berdasarkan kode customer yang telah dimasukkan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah perhitungan untuk
semua pemesanan dari pelanggan yang berpotensi terjadi kesalahan dalam melakukan
peramalan atau perkiraan pendapatan perusahaan untuk periode bulan berjalan dengan
menggunakan Aplikasi delivery schedule system pada pt. xyz:
1. Mempermudah perhitungan pesanan yang sedang berjalan (Order on hand).
2. Pengelolaan tagihan/Invoice dapat langsung di buat berdasarkan laporan delivery
report yang tersedia.
3. Menghasilkan laporan dengan Cepat untuk Manajer terkait dalam menangani project
berjalan atau Order on Hand yang akan telah diterima Perusahaan.
4. Mempermudah dalam memenuhi pesanan/order dari pelanggan dengan cepat dan tepat
waktu sehingga penagihan piutang bisa segera dibuatkan.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan aplikasi yang di buat:
a. Sudah terintegrasi dengan aplikasi untuk bagian pembukuan atau accounting
departemen.
b. Tersedia fasilitas untuk mencetak surat pengiriman barang dan Invoice.
c. laporan dalam bentuk grafik.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller, (2012), Marketing Management, 14th Edition,
Pearson, America.
[2] Krajewski, Lee J., Larry P. Ritzman, dan Manoj K. Malhotra, (2013), Operations
Management: Processes and Supply Chains, Global Edition, Pearson, America.
[3] Laudon, Kenneth C., dan Jane P.Laudon, (2016), Essential of Management Information
Systems, 12th Edition, Pearson, America.
[4] Rather, Manzoor A., dan Bhatnagar, Mr. V, (2015), A Comparative Study Of Software
Development Life Cycle Models, International Journal of Application or Innovation in
Engineering & Management (IJAIEM), Volume 4, Issue 10, ISSN 2319 – 4847.
[5] Rosenblatt, Harry J., (2013), System Analysis and Design, Tenth Edition, Course
Technology, Boston.

378
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PENGUKUR GULA DARAH


DENGAN KOMUNIKASI NIRKABEL

Pratondo Busono dan Rony Febryarto


Pusat Teknologi Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung Teknologi 3, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan
e-mail: pratondo.busono@bppt.go.id
Abstrak
Akhir-akhir ini komunikasi nirkabel memainkan peranan penting dalam dunia medis.
Komunikasi nirkabel digunakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien selama pengukuran
dan pengambilan data medis. Teknologi bluetooth merupakan salah satu jenis komunikasi
nirkabel yang paling banyak digunakan pada peralatan medis. Pada penelitian ini, telah
dikembangkan interfacing antara biosensor reader dengan menggunakan modul bluetooth.
Jenis bluetooth yang dipilih adalah RN4020. Modul ini dipilih karena harganya yang relative
murah serta memiliki konsumsi daya yang rendah. Uji coba awal dilakukan dengan cara
mengirimkan data hasil pengukuran voltametri siklik dari biosensor reader ke personal
komputer melalui komunikasi bluetooth. Hasil akhir menunjukan bahwa hasil pengukuran
cyclic voltametry dapat ditransfer melalui modul bluetooh dan ditampilkan pada personal
komputer. Uji coba dilakukan pula dengan menggunakan sampel darah pasien baik yang sehat
maupun mengidap penyakit diabetes. Hasil pengukuran tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan hasil pengukuran laboratorium klinik sebagai standar acuan dan glucometer
komersial. Hasil perbandingan menunjukan bahwa perbedaan hasil pengukuran kurang dari
5%.

Kata kunci: pengukur gula darah, biosensor glukosa, voltametri siklik, nirkabel.

1. Pendahuluan
POCT (Point of Care Testing) untuk pengukuran kadar glukosa merupakan tindakan
medis yang biasa dilakukan berkali-kali dalam sehari dalam dunia medis. Sejak
diperkenalkannya glucose meter portable pada tahun 1969 oleh Ames, salah satu divisi dari
Bayer, POCT telah merevolusi perawatan pasien yang dirawat di rumah sakit maupun
pasien yang mengidap penyakit diabetes [1]. Sekarang telah banyak dijumpai di apotik-
apotik atau toko obat, peralatan POCT dalam bentuk mini, yang dapat meningkatkan
kecepatan dan frekuensi dimana kadar glukosa darah dapat diukur dengan cepat. Untuk
pemeriksaan pasien rawat jalan, pemeriksaan di laboratorium dengan menggunakan plasma
glucose masih tetap menjadi gold standard, karena hasil pengukuran yang diperoleh sangat
akurat dan presisi [2]. Namun pemeriksaan dengan cara ini memiliki banyak kerugian
diantaranya adalah jeda waktu antara saat pasien dilakukan pengambilan sampel darah
dengan tindakan medis yang menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
membutuh waktu yang lama. Perangkat pengukur glukosa berbasis POCT dapat
memberikan hasil pengukuran yang relative cepat dan cukup tepat sebagaimana
pengukuran keseluruhan darah yang banyak dilakukan di laboratorium klinik. Perangkat
pengukur glukosa berbasis POCT telah dianggap cukup teliti untuk pemantauan gangguan
glikemik termasuk penyakit diabetes mellitus, tetapi memang belum cukup untuk
menetapkan diagnosa awal. Beberapa contoh dari perangkat pengukur glukosa berbasis
POCT komersial adalah Roche Comfort Curve, the Abbott Precision Line, LifeScan
Surestep, Bayer Ascensia range dan Nova Statstrip [2]. POCT umumnya menggunakan
sensor dalam bentuk test strip sekali pakai. Test strip yang digunakan umumnya berbasis
biosensor atau sensor elektrokimia dengan peralatan pembaca yang disebut dengan
potentiostat.

379
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Sensor elektrokimia merupakan transduser yang mengubah biosignal yang dihasilkan


dari reaksi kimia menjadi sinyal listrik yang selanjutnya dapat diukur secara elektronik.
Sensor tersebut konfigurasi 2 atau 3 elektroda (working elected, counter electrode dan
reference electrode), dengan material secara berturut-turut terbuat dari logam mulia (emas
atau platina), Ag/AgCl dan Carbon [3]. Demikian pula perangkat yang digunakan untuk
membaca dan mengontrol jalannya reaksi kimia yang pada permukaan sensor tersebut
yang disebut dengan potentiostat. Dengan menggunakan potensiostat tersebut, jalannya
reaksi kimia dikontrol dengan memberikan tegangan konstan pada elektroda acuan
(reference electrode) dan mengukur arus yang mengalir pada elektroda kerja (working
electrode). Beberapa penelitian tentang potentiostat telah banyak dipublikasikan di
literature [4-8]. Potentiostat untuk aplikasi POCT biasanya memiliki ukuran yang kecil dan
spesifik yang artinya hanya dipakai untuk pengukuran sampel tertentu seperti gula darah,
kolesterol, asam urat atau trigliserida.
Komunikasi nirkabel akhir-akhir ini menjadi sangat popular dalam dunia medis,
khususnya untuk aplikasi telemedicine dan aplikasi lainnya yang terkaitu dengan
perawatan kesehatan [9] Banyak peralatan medis seperti ECG, vital sign monitor,
stethoscope dan pengukur gula darah berbasis POCT menggunakan komunikasi nirkabel
untuk mentransfer data biosignal guna meningkatkan kenyamanan pasien selama proses
pengukuran berlangsung. Perancangan dan pengembangan peralatan medis nirkabel
dibanding peralatan berbasis nirkabel lainnya. Food and Drug Administration, USA, pada
tahun 2013 mengeluarkan pedoman tentang perancangan dan pengembangan peralatan
medis berbasis nirkabel. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perancangan dan
pengembangan prototipe pengukur gula darah yang dilengkapi komunikasi nirkabel
Bluetooth RN4020.

2. Bahan dan Metoda


2.1. Bahan
Carbon conductive ink (Electrodag PF-407), silver conductive ink dan silver chloride
conductive Ink dibeli dari Acheson Colliods, USA. Serbuk platina (99.95%) dibeli dari
Sigma Aldrich, USA. Triton-10, Enzim Glucose Oxidase dibeli Sigma, USA. Natrium
Klorida (NaCl), Kalium khlorida (KCl), Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), dinatrium
hidrogen fosfat (Na2HPO), Glucose (99%) dibeli dari Sigma Aldrich, USA. Pyrrole dibeli
dari Fluka.
Mikrokontroler STM32F411-DISCO, Modul Bluetooth RN4020, Modul
LMP91000EVM, OPA2354 dibeli dari Mouser Electronic, USA.

2.2. Pengembangan Potentiostat


Blok diagram perangkat pengukur gula darah dapat dilihat pada Gambar 1. Model
pengukur gula darah ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari perangkat pengukur
sensor elektrokimia yang telah dikembangkan sebelumnya [10]. Perangkat tersebut terdiri
dari biosensor glukosa, modul potentiostat, modul mikrokontroler, Bluetooth modul
dimana perangakat pembaca dihubungkan, dan power supply. Potensiostat merupakan
perangkat elektronik untuk mengontrol jalannya reaksi oksidasi reduksi antara enzim
Glucose Oxidase (GOD) dengan glukosa pada permukaan working electrode. Pengontrolan
dilakukan dengan memberikan tegangan konstan pada elektroda acuan (reference
electrode) dan mengukur arus yang mengalir pada elektroda kerja (working electrode).
Antara modul potentiostat dan modul mikrokontroler dihubungkan dengan menggunakan
I2C bus.

380
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 1. Blok diagram Prototipe Pengukur Gula Darah Nirkabel

Modul mikrokontroler terdiri dari komponen yang diperlukan untuk pengontrolan


dan akuisisi data, sedangkan pemrosesan maupun untuk penghitungan dilakukan di PC
maupun perangkat mobile. Mikrokontroler tersebut diprogram untuk fungsi yang lebih
spesifik, seperti misalnya firmware kalibrasi untuk pengukuran konsentrasi glukosa akan
berbeda dengan firmware kalibrasi untuk pengukuran glukosa. Perangkat potensiotat yang
dikembangkan menggunakan mikrokontroler STM32F411-DISCO yang didalamnya
terdapat 32-bit ARM prosesor, memori, ADC, DAC, dan dapat dikoneksikan dengan
perangkat lainnya melalui komunikasi seperti i2C, SPI, serial dan USB [10].
Pengukur gula darah menggunakan modul potentiostat LMP91000EVM analog front
end. Modul ini dapat diprogram agar dapat melakukan pengukuran elektrokimia.
LMP91000EVM dikontrol oleh mikrokontroler STM32F411-DISCO melalui i2C interface.
Untuk pemakaian sensor elektrokimia, modifikasi perlu dilakukan pada chip LMP91000,
karena chip LMP91000 dipersiapkan untuk pengukuran dengan sensor gas. Oleh karena
itu perlu direkonfigurasi agar dapat digunakan untuk pengukuran voltametri siklik [11].

2.3. Pemilihan Modul Komunikasi


Pengembangan peralatan medis nirkabel biasanya memiliki persyaratan yang ketat
dibanding dengan peralatan nirkabel lainnya. Persyaratan tersebut untuk memastikan
bahwa peralatan medis yang sedang dikembangkan aman untuk pasien dan beroperasi
sesuai dengan standar. Menurut panduan yang dikeluarkan oleh FDA pada tahun 2013
bahwa dalam merancang dan mengembangkan peralatan medis menggunakan komunikasi
nirkabel, perlu dipertimbangkan hal sebagai berikut:
 Pemilihan teknologi nirkabel
 Kualitas layanan nirkabel.
 Wireless coexsistance.
 Keamanan signal dan data nirkabel
 Electromagnetic compatibility
 Setup dan pengoperasian yang sesuai
 Perawatan
Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pembilihan teknologi nirkabel
adalah data rate, jangkauan dan konsumsi energy.

381
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Interkoneksi antara perangkat bluetooth dengan biosensor reader dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Interkoneksi antara modul bluetooh dengan mikrokontroler


dari biosensor reader

Tabel 1. Spesifikasi RN4020 [12]


Spesifikasi Deskripsi
Standar Bluetooth 4.1
Lebar pita frekuensi 2.4-2.48 GHz
Data Rate maksimum 1 Mbps
Rentang operasi 100 meters
Interface UART, PIO, AIO, SPI
RF TX Power +7dBm (average)
Enkripsi AES128
Suhu operasi -30 to +85 oC
Supply Voltage 1.8-3.6 V DC
Working Current 12 mA
Standby current <0.5 mA
Idle <1.5 mA
Deep sleep <5.0 µA
Dormant <700 nA

Tabel 2. Konsumsi arus rata-rata dengan MCU pada 3 V [13]


Konfigurasi Konsumsi arus
Hanya MCU saja 2.6 mA
Deep sleep 3.3 mA
Aktif 5.5 mA
Terhubung 5.9 mA
Kirim data (fs=500 Hz) 7.6 mA
Kirim data (fs=1000 Hz) 7.9 mA

Seperti terlihat pada Gambar 2, komunikasi antara modul RN4020 dengan


mikrokontroler STM32F411 dapat menggunakan UART TX pada pin 6 dan UART RX
pada pin 5, dimana UART TX pada modul RN4020 tersambung dengan UART RX pada
mikrokontroler STM32F411. Pada moda MLDP pin 8 diberikan nilai high (1). Modul akan
berubah ke moda tidur (tidak aktif) atau bangun (aktif) dengan mengubah logic level pada
pin WAKE HW. Keluaran ACTIV STAT, CONN STAT dan MLDP STAT menyatakan
keadaan berikut: aktif, tersambung dan MLDP data receive. Untuk mengetahui ketiga

382
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

keluaran di atas dalam keadaan aktif maka pin-pin yang terkait dengan ketiga keluaran
tersebut dihubungkan ke LED indicator seperti yang terlihat skematik diagram modul
RN4020 pada Gambar 3.

Gambar 3. Skematik diagram modul RN4020

2.4. Fabrikasi Biosensor Glukosa


Pengukur gula darah yang dikembangkan menggunakan test strip dengan konfigurasi
dua elektroda yakni working electrode dan reference electrode sebagaimana yang dijual
dipasar. Test strip tersebut yang bahan dasarnya ceramic sheet difabrikasi dengan
menggunakan teknik screen printing. Sekali cetak ada 40 test strip yang bisa dihasilkan.
Pada working electrode, bahan elektroda yang digunakan merupakan campuran carbon
conductive ink and serbuk platina. Fungsi dari serbuk platina tersebut untuk meningkatkan
sensitivitas dari working electrode.
Setelah proses pencetakan working electrode dan counter electrode pada ceramic
sheet selesai dilakukan, maka tahapan berikutnya adalah proses pengeringan dan pelapisan
permukaan working electrode dengan menggunakan enzyme. Proses ini dinamakan
immobilisasi.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu sekitar 90-100oC,
selama kurang lebih 2 jam. Proses immobilisasi dilakukan dengan menggunakan teknik
layer-by-layer dan physical entrapment. Dalam teknik ini, campuran antara enzyme dan
carbon ink dicetak pada permukaan working electrode. Prosesnya dilakukan secara
serempak pada keseluruhan working electrode yang telah tercetak pada permukaan ceramic
sheet. Proses berikutnya adalah pengerimangan pada suhu kamar dan penyimpanan pada
ruang pendingin (refrigerator) dengan suhu sekitar 4oC.

2.5 Uji Coba dan Validasi


Tahapan berikutnya dalam pembuatan prototipe pengukur gula darah adalah
melakukan pengujian dan validasi. Uji coba diperlukan untuk memastikan bahwa
perangkat berfungsi sebagaimana yang diharapkan sedangkan validasi diperlukan untuk
mengetahui ketepatan dan ketelitian suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya [14].
Pada tahapan pengujian, perangkat pengukur gula darah berikut biosensor glukosa,
diuji mencelupkan sensor dalam larutan yang berisi larutan glukosa standar. Uji voltametri
siklik selanjutnya dilakukan untuk berbagai konsentrasi larutan glukosa standar mulai dari
50 mg/dl sampai dengan 300 mg/dl. Dari keseluruhan kurva voltamogram yang dihasilkan,
masing-masing diukur tinggi puncaknya untuk dibuat kurva kalibrasi yang mengaitkan
antara tegangan dengan konsentrasi dari larutan glukosa, dimana puncak kurva tersebut

383
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

muncul. Proses scaning dilakukan dari tegangan negatif (-0.6 V) ke tegangan positif
(+0.6V) dengan scan rate 1 mV/detik.
Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan prototipe
pengukur gula darah dengan berbagai produk komersial dengan kondisi lingkungan dan
sampel yang sama.

3. Hasil dan Diskusi


Gambar 4 merupakan potentiostat board yang telah terintegrasi dengan modul
mikrokontroler dan terkoneksi dengan biosensor glukosa. Modul mikrokontroler dicatu
dengan tegangan 5 V. Potentiostat diset sehingga memiliki rentang tegangan maksimum -
1.6 V dan 1.6 V. Potentiostat yang dikembangkan dapat diprogram untuk memberikan
proses scanning dengan berbagai rentang tegangan dan berbagai nilai scan rate mulai dari 1
mV/detik sampai dengan 100 mV/detik.

Gambar 4. Perangkat pembaca biosensor dengan komunikasi bluetooth

Gambar 5 menunjukan voltamogram untuk pengukuran glukosa standar dengan


konsentrasi 10 mM, dimana arus puncak yang dihasilkan adalah 9 pA. Puncak tersebut
memberikan informasi bahwa reaksi reduksi/oksidasi (redox) terjadi pada sensor
elektrokimia dan transfer elektron terjadi pada working electrode. Arus puncak terjadi pada
tegangan 0.08 V, dimana scan ratenya adalah 5 mV/second. Besarnya arus puncak tersebut
sebanding dengan banyaknya konsentrasi glukosa.

Gambar 5. Voltamogram untuk biosensor glukosa

384
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 3. Perbandingan hasil pengukuran peak current dengan potentiostat hasil


pengembangan dan potentiostat komersial
Konsentrasi Glukosa Peak Current (9A) Peak Current (µA)
No
Standar (mM) Potentiostat Hasil Pengembangan Potentiostat Komersial
1 5 8.43 7.20
2 8 9.55 8.49
3 10 10.57 9.73
4 15 12.72 11.87
5 20 13.22 14.18

Tabel 3 menunjukan perbandingan hasil pengukuran peak current dengan


potentiostat hasil pengembangan dan potentiostat komersial (Uniscan, PG580) untuk
berbagai konsentrasi kolesterol. Perbedaan hasil pengukuran masih dalam rentang
pengukuran potentiostat komersial (±5%).
Tabel 4 merupakan hasil uji coba dengan sampel darah pasien dan perbandingannya
dengan pengukur gula darah yang lainnya. Sebagai gold standar adalah hasil pemeriksaan
oleh laboratorium klinik. Ada 5 sampel darah yang akan ditest yang berasal dari 5 pasien.
Dari pengujian dengan sampel darah, terlihat bahwa hasil pengukuran gula darah dengan
prototipe yang sedang dikembangkan mendekati dengan hasil pengukuran dari
laboratorium klinik, dengan perbedaan kurang dari ±5%.

Tabel 4. Hasil Uji Coba Dengan Sampel Darah Manusia dan Perbandingannya dengan
hasil pengukurannya
Hasil Pengukuran dengan Pemeriksaan oleh Hasil pengukuran dengan
Nama Sampel prototipe pengukur gula darah Laboratorium Klinik pengukur gula darah
(mg/dL) (mg/dL) komersial (mg/dL)
Sampel Darah -1 93 ± 3.52 96 99
Sampel Darah -2 120 ± 4.75 123 128
Sampel Darah -3 250 ± 4.69 254 260
Sampel Darah -4 98 ± 5.32 102 105
Sampel Darah -5 252 ± 5.27 349 354

4. Kesimpulan
Prototipe pengukur gula darah nirkabel telah berhasil dikembangkan dan dapat
digunakan untuk mengukur kadar glukosa stadar. Spesifikasi teknis dari pengukur gula
darah (potentiostat) adalah scan rate 1 mV/s dan pengukuran tegangan maksimum berkisar
± 1.6 V.
Pengujian kinerja pengukur gula darah telah berhasil dilakukan, yakni dengan
melakukan percobaan penguran kadar glukosa standar. Dari hasil percobaan telah
dihasilkan kurva cyclic voltametry dan kurva kalibrasi.
Bluetooth Low Energi RN2040 telah berhasil digunakan untuk transfer data antara
prototipe glucose reader dengan PC. Adapun data yang ditransfer berupa data hasil
pengukuran arus yang dihasilkan dari reaski reduksi-oksidasi pada permukaan elektroda.
Dengan adanya BLE RN4020 maka transfer data melalui kabel menggunakan port
USB maupun port serial dapat diganti dengan komunikasi nirkabel, sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan pasien selama proses pengukuran berlangsung.
Untuk mengetahui kehandalan produk, hasil percobaan pengukuran dengan prototipe
yang sedang dikembangkan dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan
pengukur gula darah komersial dan pengukuran dari laboratorium klinik untuk sampel
darah pasien. Hasil perbandingan menunjukan bahwa perbedaan hasil pengukuran antara
prototipe pengukur gula darah dengan hasil pengukuran laboratorium kurang dari 5%.

385
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Daftar Pustaka
[1]. Anne A. Iqbokwe, In-Patient Glucose Point of Care Testing, Newspath, October 2007.
[2]. Khan AI, Vasquez Y, Gray J, Wians FH Jr, Kroll MH. The Variability of Results
Between Point-of-Care Testing Glucose Meters and the Central Laboratory Analyzer.
Arch Pathol Lab Med. 2006;130:1527–1532.
[3]. Pratondo Busono, Development of Amperometric Biosensor Immobilized by
Entrapment of Urease Enzyme in Polypiroll Film for Determination of Blood Urea,
Proc. Of the 7th Interantional Conference on Physics and Its Application 2014
(ICOPIA 2014), pp. 123-126, February 2015.
[4]. Harrar, J.E., 2013, The Potentiostat and the Voltage Clamp, The Electrochemical
Society Interface , 42-44.
[5]. Gopinath , A.V. and Russel, D. , 2005. An Inexpensive Field-Portable Programmable
Potentiostat, The Chemical Educator, Vol.11, No.1.
[6]. Blanco, J.R., Ferrero, F.J., Campo, J.C., Anton, J.C., Pingarron, J.M., Reviejo, A.J. and
Manso, J. (2006) Design of Low-Cost Portable Potentiostat for Amperometric
Measurements. Proceedings of the IEEE Instrumentation and Measurement
Technology Conference, Sorrento, 24-27 April 2016, 690.
[7]. Rowe, A.A., Bonham, A.J., White, R.J., Zimmer, M.P., Yadgar, R.J., Hobza, T.M.,
Honea, J.W., Ben-Yaacov, I. and Plaxco, K.W. (2011) CheapStat: An Open-Source,
“Do-It-Yourself” Potentiostat for Analytical and Educational Applications. PLoS ONE,
6, e23783.
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0023783
[8]. Michael D. M. Dryden, and Aaron R. Wheeler, DStat: A Versatile, Open-Source
Potentiostat for Electroanalysis and Integration, PLoS One. 2015; 10(10): e0140349.
Published online 2015 Oct 28. doi: 10.1371/journal.pone.0140349.
[9]. D. West, "How Mobile Devices are Transforming Healthcare," Issues in Technology
Innovation, vol. 18, pp. 1-14, May 2012.
[10]. Pratondo Busono, Rony Febryarto, Menasita Mayantasari, Rancang Bangun
Potensiostat Ekonomis Untuk Aplikasi Sensor Elektrokimia, Prosiding Semnastek,
FT UMJ, 2018.
[11]. ---------, LMP91000EVM User’s Guide, Texas Instrument, June 2012.
[12]. RN4020 Bluetooth Low Energy Datasheet, Microchip Technology Inc. 2015.
[13]. Discovery kit with STM32F411VE MCU User Manual, December 2014.
[14]. Kost GJ. Preventing Medical Errors in Point-of-Care Testing: Security, Validation,
Performance, Safeguards, and Connectivity. Arch Pathol Lab Med. 2001;125:1307–
1315.

386
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM CERDAS


UNTUK PEMANTAUAN DAN PENGONTROLAN POMPA INFUS
Pratondo Busono dan I Made Astawa
Pusat Teknologi Elektronika-BPPT
Gedung Teknologi 3, Lt.2, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan
e-mail: pratondo.busono@bppt.go.id
Abstrak
Pompa infus merupakan peralatan medis yang digunakan untuk menginjeksikan cairan obat
kedalam tubuh manusia, dengan volume cairan injeksi yang terukur. Tujuan dari penelitian
ini adalah melakukan rancang bangun sistem pompa infus otomatis berbasis mikrokontroler
yang dilengkapi dengan perangkat komunikasi USB. Metoda yang digunakan mencakup
perancangan, pengembangan, integrasi, pengujian dan evaluasi. Sistem perangkat infus yang
dikembangkan berdasarkan prinsip pompa infus intravena. Sistem cerdas yang dikembangkan
menggunakan 2 buah mikrokontroler. Mikrokontroler pertama dipasang pada modul motor
driver yang berfungsi untuk memutar motor step pada pompa infus. Mikrokontroler kedua
dipasang pada main board yang digunakan untuk membaca tekanan darah (diastolik maupun
sistolik) serta membaca laju perpindahan tuas pendorong tabung cairan infus yang
merepresentasikan laju aliran cairan injeksi. Tuas pendorong tersebut digerakan dengan sebuah
gearbox yang terhubung dengan stepper motor. Dengan mengatur laju putaran motor, maka
jumlah cairan infus yang diinjeksikan dapat diatur secara akurat sesuai kebutuhan. Kebaruan
sistem yang dirancang adalah ditambahkannya sistem cerdas untuk mengatur laju aliran injeksi
yang didasarkan pada besarnya tekanan darah baik sistolic maupun diastolic. Selain itu, sistem
juga dilengkapi dengan perangkat deteksi gelembung udara untuk pengamanan sistem infus.

Kata kunci: pompa heparin, mesin hemodialisa, mikrokontroler, sistem cerdas.

1. Pendahuluan
Dalam dua kedokteran khususnya untuk pengobatan penyakit, pemberian obat dapat
dilakukan secara oral, injeksi subkutan dan intravena [1]. Secara tradisional, pengiriman obat
ke pasien kritis dilakukan dengan menggunakan sistem pengiriman drip roller clamp,
dimana obat dalam bentuk cair disimpan dalam kantong plastik yang diletakan lebih tinggi
dari posisi pasien. Selang dipasang untuk mengalirkan cairan obat/infus dari kantong plastik
ke tubuh pasien. Jumlah obat yang diinjeksikan ke pasien per satuan waktu bergantung pada
gravitasi, dan kekuatan tekanan klem penjepit pada selang infus. Meskipun sistem roller
clamp telah digunakan di rumah sakit selama beberapa dekade, akan tetapi sistem ini
memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah jumlah obat yang dikirim tidak dapat
dikontrol secara pasti karena ini tergantung pada pengaturan penjepit yang dipasang pada
selang infus.
Pompa infus eksternal adalah alat medis yang digunakan untuk menginjeksi cairan ke
tubuh pasien dengan cara yang terkendali. Pompa infus ini biasa digunakan untuk
memberikan cairan dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat digunakan untuk memberikan
nutrisi atau obat - seperti insulin, hormon, antibiotik, obat kemoterapi, dan penghilang rasa
sakit kepada pasien. Pasien menerima infus melalui berbagai perangkat, seperti misalnya:
kateter vena perifer, kateter vena sentral, PICC (kateter sentral yang disisipkan secara
sentral), port implan dan kateter epidural [2]. Pompa infus ini dikendalikan oleh
mikrokontroler berkinerja tinggi agar diperoleh tingkat akurasi dan keamanan atas
banyaknya cairan atau obat yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien.
Dalam beberapa tahun terakhir, pompa infus modern telah banyak digunakan di
rumah sakit maupun klinik. Pompa infus modern ini dikenal juga dengan istilah pompa

387
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

infus pintar, dimana pompa infus tersebut dapat memberikan tingkat pengiriman cairan
infus yang tepat dan akurat untuk pasien melalui jalur intravena (IV). Pada pompa infus
tersebut juga disertakan fitur keamanan yang canggih untuk memastikan bahwa setiap
kegagalan dapat dideteksi dan dilaporkan segera [3]. Sistem juga dilengkapi dengan fitur-
fitur berupa perpustakaan obat-obatan, layanan yang memungkinkan dilakukan dengan
pemrograman, yakni untuk menghitung dosis dan tingkat pengiriman (penginjeksian) yang
tepat dan akurat yang harus diberikan oleh sistem kepada pasien [4]. Selain itu pompa infus
pintar tersebut dapat diintegrasikan dengan rekam medis elektronik rumah sakit. Ketika
digunakan dengan benar, fitur-fitur ini membantu mencegah kesalahan pengobatan dan
mengurangi bahaya pada pasien [5].
Kebutuhan nasional akan pompa infus dari tahun ke tahun makin meningkat seiring
dengan jumlah pasien yang dalam perawatannya maupun pengobatannya membutuhan
pompa infus. Saat ini pompa infus yang banyak digunakan di rumah sakit-rumah sakit
maupun pusat-pusat layanan kesehatan umumnya masih diimpor, sehingga rentan terhadap
perubahan mata uang asing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan rancang
bangun prototipe pompa infus cerdas untuk aplikasi medis. Implementasi awal dari
teknologi pompa infus ini adalah untuk penginjeksian cairan heparin pada saluran
extracorporeal mesin hemodialisa. Cairan heparin ini digunakan untuk mencegah terjadinya
pengumpalan cairan darah selama proses terapi hemodialisa berlangsung. Pada saat
implementasi, beberapa modifikasi terhadap disain awal dari pompa infus telah dilakukan
yakni pada penempatan sistem alarm bunyi dan monitor untuk visualisasi hasil pengukuran.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh industri untuk dikembangkan lebih lanjut
untuk diproduksi secara massal.

2. Metodologi
Pompa infus adalah peralatan medis portabel yang perancangan dan pembuatannya
diatur oleh regulasi mapun standar. Proses kegiatan mulai dari perancangan, konstruksi,
implementasi dan pengujian prototipe harus mengikuti proses yang terdokumentasi dengan
baik.
Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini mencakup pengembangan sistem
mekanik pompa infus, pengembangan sistem elektronik, user interface, algorithma untuk
kendali, sistem alarm dan interface untuk komunikasi.

2.1. Sistem Pompa Infus Cerdas


Komponen utama sistem pompa infus cerdas tediri dari pompa infus, blood pressure
monitor untuk pengukuran tekanan darah baik tekanan systolic dan diastolic, modul
pengatur dan pemantau, algorithma pengontrol, user interface, perawat dan pasien.
Gambar 1 merupakan struktur dari sistem pompa infus cerdas.

Gambar 1. Sistem cerdas untuk pemantauan dan pengontrolan pompa infus

388
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Parameter yang dipantau adalah laju cairan infus yang diinjeksikan, tekanan darah
yang dihasilkan dari keluaran blood pressure monitor. Laju cairan injeksi dari pompa infus,
dipantau dan dikontrol oleh Pump Monitor. Pada Pompa Infus, beban motor dipengaruhi
oleh posisi pompa, viskositas fluida, dan laju alir. Sirkuit penggerak motor menggunakan
sinyal keluaran dari sensor motor yang masuk ke sistem kontrol loop tertutup untuk
menyesuaikan tegangan penggerak motor, sehingga laju gerakan motor menjadi berubah
[6]. Agar dapat diimplementasikan pada mesin hemodialisa, khususnya untuk pengaturan
cairan heparin, perlu dilakukan beberapa modifikasi terutama pada bagian pengendali utama
dan peletakan posisi sensor.

2.2. Sistem Perangkat Lunak


Ada 2 jenis perangkat lunak yang dikembangkan, yakni perangkat lunak embedded
untuk akuisisi data, kendali sistem dan komunikasi serta perangkat lunak aplikasi user
interface (GUI). Perangkat lunak embedded ditanam pada modul elektronik. Perangkat
lunak embedded digunakan untuk mengontrol gerakan stepper motor yang digunakan
untuk mendorong tabung yang berisi cairan infus. Laju dari gerakan stepper motor maupun
volume cairan infus yang diinjeksikan diatur melalui user interface. Perangkat lunak
embedded juga digunakan untuk membaca keluaran Hall sensor yang digunakan untuk
mengukur laju atau flowrate dari cairan infus yang diinjeksikan. Perangkat lunak
embedded digunakan pula membaca keluaran modul vital sign monitor, yakni jumlah detak
jantung per menit mau tekanan darah. Kedua informasi ini digunakan untuk mengatur laju
pemompaan [7]. Hasil-hasil pengukuran tersebut, sebelum diproses lebih lanjut, dengan
terlebih dahulu dinormalisasi. Setelah proses normalisasi, maka langkah berikutnya adalah
memanggil algoritma agar dihasilkan bentuk keluaran untuk laju pemompaan. Apabila
hasil komputasi diluar jangkauan tertentu maka alarm akan aktif. Gambar 2 adalah
sequence diagram untuk untuk mengaktifkan sistem alarm:

Gambar 2. Sequence diagram untuk sistem pompa infus cerdas

 MonitoredDevice: Sistem dimodelkan sebagai sebuah hirarki devais, dimulai dengan


entitas yang dekat dengan perangkat keras. Untuk setiap devais, ada nol atau lebih sub
devais dan algorithma pengontrol.
 ControllingAlgorithm: Controlling Algorithm digunakan untuk melakukan
penghitungan dan untuk menentukan nilai-nilai suboutput dari divais yang didasarkan
pada besarnya input yang dimasukan pada subdevice dan kendali yang diterima dari
devais yang ada di bawah kendalinya.
 Normaliser: Untuk melakukan deal dengan satuan pengukuran yang berbeda biasanya
digunakan normalization archetype.
 AlarmDevice: Komponen-komponen dari AlarmDevice bertanggung jawab untuk
memantau sub device dan memastikan nilai yang dibaca dari sensor ada dalam nilai

389
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

ambang alarm yang telah diset pada AlarmDevice. Ketika batas ambang dilampaui
komponen AlarmHandler dijalankan.
 AlarmHandler: Adalah archetype yang bertanggung jawab pada alarm dengan
mengembalikan sistem pada keadaan aman atau dengan melakukan pengadresan
penyebab alarm tersebut aktif.

2.3. Algorithma
Fuzzy Logic Controller digunakan untuk mengontrol laju aliran cairan injeksi.
Diagram blok Fuzzy Logic Controller berikut proses yang yang dikontrol dapat dilihat
pada Gambar 3. Algorithma Fuzzy Logic Controller merupakan implementasi lebih lanjut
dari Fuzzy Logic Controller yang telah dikembangkan sebelumnya [11].

Gambar 3. Diagram blok Fuzzy Logic Controller Untuk Pompa Infus Cerdas

Sebagai input dari algoritma adalah laju perubahan detak jantung per menit (HRV)
dan tekanan darah arteri (BP) maksimum (systolic) dan tekanan darah arteri minimum
(diastolic), dan laju cairan injeksi yang direpresentasikan dengan jumlah putaran motor
step tuas pendorong (ɵm), sedangkan sebagai keluarannya adalah jumlah putaran motor
step (ɵC) yang terkait laju perpindahan tuas pendorong tabung cairan infus. Sebagai nilai
set point adalah laju aliran cairan heparin per jam yang selanjutnya dikonversi ke jumlah
putaran motor step. Demikian pula untuk sinyal input tekanan darah. Rentang tekanan
darah ini dibagi kedalam beberapa segmen. BP dibagi kedalam 2 nilai yakni Bottom
Number Blood Pressure (Diastolic) dan Top Number Pressure (Systolic), pengelompokan
keduanya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Masing-masing segmen direpresentasikan ke
dalam fungsi keanggotaan (membership function). FLC adalah pengendali yang
mengendalikan sebuah sistem atau proses dengan menggunakan logika fuzzy sebagai cara
pengambilan keputusan.

Tabel 1. Fuzzy linguistic untuk input dan output


Parameter Tipe Minimum Maksimum Satuan
BP (Bottom Number BP -Diastolic) Input 40 100 mm Hg
BP (Top Number BP-Systolic) Input 70 190 mmHg
Laju cairan infus heparin yang diukur Input 0 500 ml/jam
Laju cairan infus heparin yang diinginkan Output 0 500 ml/jam

Untuk Arterial Minimum Blood Pressure, pengelompokannya dapat dilihat pada


Tabel 2 sedang Arterial Maximum Blood Pressure dapat dilihat pada Tabel 3.

390
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Tabel 2. Pengelompokan Arterial Minimum Blood Pressure (Diastolic)


No Blood Pressure Rentang (mmHg)
1 Low BP 40-60
2 Ideal BP 61-80
3 Pre-High BP 81-90
4 High BP 91-100

Tabel 3. Pengelompokan Arterial Maximum Blood Pressure (Diastolic)


No Blood Pressure Rentang (mmHg)
1 Low BP 40-60
2 Ideal BP 61-80
3 Pre-High BP 81-90
4 High BP 91-100

Tabel 4. Pengelompokan Laju Cairan Infus Yang Diukur


No Blood Pressure Flow Rate (ml/jam)
1 Sangat Rendah 0-40
2 Rendah 41-80
3 Sedang 81-180
4 Tinggi 181-280
5 Cukup Tinggi 281-380
6 Sangat Tinggi 381-500

Tabel 3. Pengelompokan Laju Cairan Infus Yang Diinginkan


No Blood Pressure Flow rate
1 Sangat Rendah 0-40
2 Rendah 41-80
3 Sedang 81-180
4 Tinggi 181-280
5 Cukup Tinggi 281-380
6 Sangat Tinggi 381-500

2.4. User Interface


User interface merupakan salah satu bagian penting dalam pengembangan prototipe
pompa infus. User interface dikembangkan dalam bentuk grafis yang dengan warna yang
menarik dan interaktif. Layar user interface dilengkapi dengan beberapa tombol layar
sentuh yang memungkinkan nilai parameter dimasukan dan ditampilkan. Laju aliran dapat
diprogram dalam rentang yang sangat lebar, yakni mulai: 0.1mL/jam sampai 500 mL/jam.
Layar untuk menyampaikan pesan ataupun peringatan ditampikan pula dalam user interface.
Data-data tentang penggunaan cairan infus oleh pasien dapat diintegrasikan dengan modul
rekam medis elektronik.

2.5. Alarm
Prototipe pompa infus yang dikembangkan harus dilengkapi dengan sistem alarm
yang dapat didengar dan terlihat untuk memperingatkan pengguna terhadap kesalahan atau
kondisi yang berpotensi membahayakan pasien. Lampu threecolor (merah/oranye/hijau)
digunakan sebagai indikator visual. Sedangkan Untuk alarm bunyi digunakan beeper,
dengan nada suara yang disediakan bervariasi bergantung pada jenis kesalahan atau
malfunction yang terjadi.

391
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

2.6. Communication Interface


Prototipe pompa infus cerdas yang dikembangkan dilengkapi dengan antarmuka agar
dapat dihubungkan dengan sistem informasi rumah sakit. Ini adalah berbagai port untuk
antar muka seperti (RS-232, USB, dan Ethernet, CAN). Untuk komunikasi dengan kabel,
isolasi galvanis digunakan untuk memenuhi persyaratan keselamatan pasien IEC 60601-1 [ ].

3. Hasil dan Pembahasan


Salah satu pemakaian dari desain pompa infus adalah untuk pompa infus heparin
yang dipasang pada mesin hemodialisa, seperti yang terlihat pada Gambar 3 dan motor
driver untuk menggerakan tabung berisi cairan infus (Gambar 4). Tabung yang berisi
cairan heparin diletakan pada holder pompa infus. Heparin merupakan obat antikoagulan
yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah. Cairan heparin ini diinjeksikan pada
selang darah pada waktu berlangsung terapi hemodialisa. Pompa heparin yang dipasang
dapat mengakomodasi berbagai berbagai ukuran tabung syringe komersial.

Gambar 3. Pompa infus heparin Gambar 4. Stepper motor dan motor driver
untuk menggerakan sistem mekanis
pompa infus

Gambar 5 adalah menu layar sentuh untuk pompa infus heparin. Ada beberapa input
yang ada pada menu tersebut, yakni: syringe (ukuran dan merek), delivery rate (ml/h),
infusion time (h:min) dan bolus dose (ml).

Gambar 5. User Interface untuk pompa infus heparin

Gambar 6 adalah modul sistem elektronik untuk pemantau dan pengontrol


keseluruhan sistem pompa infus cerdas. Sebagai pemroses utama dipasang mikrokontroler
STM32F411 Discovery. Sistem elektronik ini terhubung dengan pompa infus heparin dan

392
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

vital sign monitor melalui komunikasi serial, RS232. Selain itu modul ini juga terhubung
dengan modul blood pump maupun modul pengontrol utama melalui komunikasi CAN.
Sistem juga terhubung dengan perangkat modul alarm device, dimana modul alarm ini
terhubung dengan sensor gelembung udara dan lampu 3 warna dan beeper. Koneksi antara
mikrokontroler dengan modul alarm device menggunakan komunikasi SPI.

Gambar 6. Modul sistem elektronik untuk pemantau dan pengontrol pompa infus dan
perangkat lainnya

Uji fungsi sistem cerdas untuk pemantau dan pengontrol sistem cerdas dilakukan
dengan melakukan percobaan dengan masukan data tekanan darah yang dihasilkan dari
patient simulator. Sinyal blood pressure yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Sinyal Blood Pressure

Tabel 1 adalah perbandingan hasil pengukuran dan penghitungan volume dari cairan
infus yang diinjeksikan dengan menggunakan pompa infus heparin. Pengukuran dilakukan
dengan gelas ukur, sedangkan penghitungan volume dilakukan dengan mengukur
perpindahan tuas pendorong dikalikan dengan luas permukaan tabung infus. Sinyal keluaran
dari Hall sensor digunakan untuk mengukur perpindahan tuas pendorong. Setiap percobaan
(Run – 1 s/d Run-5) dilakukan 10 kali pengulangan selanjutnya dicari rata-ratanya.

Tabel 1. Perbandingan hasil pengukuran dan penghitungan volume


Percobaan Volume yang diukur (ml) Volume yang dihitung (ml)
Run – 1 5.24 ± 0.64 5.02 ± 0.48
Run – 2 10.23 ± 0.56 10.02 ± 0.47
Run – 3 15.18 ± 0.65 15.06 ± 0.34
Run – 4 19.92 ± 0.53 20.02 ± 0.54
Run – 5 24.87 ± 0.54 25.00 ± 0.55

Untuk mengevaluasi pengaruh tekanan darah pada laju infus, telah dilakukan
percobaan dengan memasang turbine flowmeter resulusi tinggi (IR-UPFLOW) pada selang
keluaran. Pada port input dari Modul Pemantau dan Pengontrol disambung ke Blood

393
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Pressure Simulator. Simulated tekanan darah digunakan sebagai masukan dari algorithma
untuk pengaturan kecepatan pompa infus. Algorithma Fuzzy Logic digunakan untuk
menentukan berapa laju kecepatan dari pompa infus. Tabel 2 menunjukan bacaan dari laju
cairan infus keluaran dari turbine flow meter. Dari hasil percobaan telah didemostrasikan
bahwa modul pemantau dan pengatur pompa infus telah bekerja seperti yang diharapkan.

Tabel 2 Pengaruh heart rate dan tekanan darah pada flowrate cairan infus
Waktu Heart Rate Sistolik Diastolik Laju infus (ml/jam)
EXP – 1 80 120 80 20.28
EXP – 2 90 120 80 22.35
EXP – 3 80 140 80 21.43
EXP – 4 80 110 70 19.74
EXP – 5 80 90 60 15.87

Gambar 7 adalah sinyal keluaran dari sistem alarm yang digunakan untuk mendrive
lamput tiga warna mapun beeper apabila ada gelembung melewati saluran darah. Pada
percobaan ini, sensor gelembung udara dipasang pada selang darah yang menuju ke
pembuluh vena. Percobaan dilakukan dengan menginjeksi selah darah dengan serentetan
gelembung udara. Dari hasil percobaan menunjukan bawah alarm untuk deteksi gelembung
udara berfungsi dengan baik.

Gambar 7. Sinyal alarm bunyi

Gambar 8. Tekanan systolic (top number) dan diastolic (bottom number)

394
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

Gambar 9. Laju injeksi heparin

4. Kesimpulan
Sistem cerdas untuk pemantau dan pengontrol laju pompa infus telah dirancang,
dikembangkan dan digunakan untuk memantau dan mengontrol laju aliran dari pompa
infus. Laju Pompa infus merupakan peralatan medis yang digunakan untuk mengantarkan
cairan, darah, dan obat-obatan ke dalam tubuh pasien dengan cara yang terkendali. Ini
memberikan kontribusi untuk perbaikan dalam perawatan pasien, memungkinkan untuk
tingkat kontrol yang lebih besar, akurasi, dan ketepatan dalam pengiriman obat, dan dengan
demikian mengurangi kesalahan pengobatan, maka disebut sebagai "pompa pintar". Ada
dua hal penting yang harus diingat, pertama adalah untuk memastikan bahwa setiap infus
diberikan dengan benar dan aman dengan metode yang paling tepat dan kedua adalah untuk
memastikan bahwa pompa dan barang konsumsi terkait mereka dikelola untuk memastikan
kinerja optimalnya. Otomasi terlihat untuk meningkatkan kinerja pompa infus. Hasil akhir
untuk dokter adalah proses administrasi dan dokumentasi obat yang aman, cepat dan andal.
Sementara pompa infus cukup cerdas, mereka hanya dapat mencapai potensi penuh.

Daftar Pustaka
[1]. B.L. Elias, B. J.A. Moss, Smart pump technology: what we have learned. Computers,
informatics, nursing: CIN, 29(3), 184–90 (2011).
[2]. J. Fanikos, K. Fiumara, S. Baroletti, C. Luppi, C. Saniuk, A. Mehta, J. Silverman, and
S. Z. Goldhaber, “Impact of Smart Infusion Technology on Administration of
Anticoagulants (Unfractionated Heparin, Argatroban, Lepirudin, and Bivalirudin),”
The American Journal of Cardiology, vol. 99, no. 7, pp. 1002–1005 (2007).
[3]. “Infusion Pumps.” Available
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/
GeneralHospitalDevicesandSupplies/InfusionPumps/default.htm.
[4]. N. Bressan, M. Pinto, H. Sobreira, P. Amorim, C.S. Nunes, A.Paulo Moreira, Infusion
rate control algorithm for target control infusion using optimal control. Proceedings of
European Society for Computing and Technology in Anesthesia and Intensive Care,
2010.
[5]. J. L. Wood and J. S. Burnette, “Enhancing patient safety with intelligent intravenous
infusion devices: Experience in a specialty cardiac hospital,” Heart & Lung: The
Journal of Acute and Critical Care, vol. 41, no. 2, pp. 173–176 (2012).
[6]. J.F. Coetzee, Principles of intravenous drug infusion, Anaesthesia and intensive care
medicine, 6:141:44 (2005).

395
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019

[7]. A.C. Catlin, W.X. Malloy, K.J. Arthur, C. Gaston, J. Young, S. Fernando, R.
Fernando, Comparative analytics of infusion pump data across multiple hospital
systems, American Journal Of Health-System Pharmacy, 72(4), 317-324.(2015).
[8]. C. Hertzel, V.D. Sousa, The use of smart pumps for preventing medication errors,
Journal of Infusion Nursing, 32(5):257–67 (2009).
[9]. R.M. Tackley, G.T.R. Lewis, C. Prys Roberts, R.W. Boaden, J. Dixon, J.T. Harvey,
Computer controlled infusion of propofol, Br.J.Anaesth, 62:46:53 (1989).
[10]. „Smart‟ Infusion Pumps are Selectively Intelligent.”[Online]. Available:
http://www.fda.gov/MedicalDevices/Safety/AlertsandNotices/
TipsandArticlesonDeviceSafety/ucm245160.htm. [diakses: 11-Mar-2016].
[11]. P.Busono, et.al, Development of Fuzzy Logic Temperature Controller for Dialysate
Preparation System, Proc.of the EECSI 2015, Palembang, 2015.
[12]. S. Manrique-Rodríguez, A. Sánchez-Galindo, C. M. Fernández-Llamazares, J. López-
Herce, I. García-López, Á. Carrillo-Álvarez, and M. Sanjuro-Sáez, “Developing a
drug library for smart pumps in a pediatric intensive care unit,” Artificial Intelligence
in Medicine, vol. 54, no. 3, pp. 155–161 (2012).
[13]. A. D. Harding, “Use of Intravenous Smart Pumps for Patient Safety,” Journal of
Emergency Nursing, vol. 37, no. 1, pp. 71–72 (2011).

396

Anda mungkin juga menyukai