ISBN 978-602-53951-1-6
Diterbitkan oleh:
Program Studi Teknik Mesin, Teknik Industri dan Teknik Elektro
Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik
Universitas Tarumanagara
Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440
Telp. 021-5672548, 5663124, 5638335; Fax. 021-5663277
e-mail: snmi@ft.untar.ac.id ; Website: www.untar.ac.id
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI) XIII dan Seminar Nasional Teknologi
Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT) IX 2019 dapat terlaksana dengan baik dan
lancar.
Perguruan tinggi sebagai pilar utama dalam mencerdaskan bangsa harus semakin
aktif mengambil peran, salah satunya dengan terus meningkatkan kualitas dan
kuantitas Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (Abdimas) serta bersinergi dengan dunia industri. Dalam Era
Industry 4.0, sinergi antara Perguruan Tinggi dan Industri di Indonesia diharapkan
mendorong percepatan penguasaan teknologi digital dan ilmu pengetahuan, serta
mampu meningkatkan daya saing industri-bisnis yang berdampak terhadap peningkatan profitabilitas dan
produktivitas melalui pengembangan SDM, teknologi, maupun sistem.
Didasari oleh semangat tersebut serta dalam rangka untuk memperingati Dies Natalis Program Studi Teknik
Mesin yang ke-38, Program Studi Teknik Elektro yang ke-27, dan Program Studi Teknik Industri yang ke-14,
Jurusan Teknologi Industri, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara menyelenggarakan SNMI XIII dan
SNTKT IX secara bersama-sama untuk pertama kalinya sebagai sarana komunikasi antara para dosen
peneliti, pakar ilmiah, praktisi dan mahasiswa teknik guna meningkatkan mutu pendidikan serta aplikasinya.
Adapun tema SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 ini adalah “Riset Multidisiplin untuk Menunjang
Pengembangan Industri Nasional”.
Tujuan dari kegiatan Seminar Nasional Mesin Industri XIII dan Seminar Nasional Teknologi Komputer dan
Telekomunikasi IX 2019 ini adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan sikap inovatif, kreatif terhadap perkembangan dan kemajuan IPTEK.
2. Forum komunikasi tentang IPTEK antara: Dosen, Peneliti, Praktisi dan Mahasiswa.
3. Menjadikan sarana komunikasi antara peneliti, dosen, praktisi dan pelaku bisnis untuk dapat
mengembangkan kerjasama dan jejaring dalam bidang IPTEK.
Pada SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 ini menghadirkan 3 (tiga) pembicara kunci dengan kepakaran masing-
masing serta Topik seminar, sebagai berikut:
1. Prof. Ir. Budi Santosa, M.S., Ph.D. (Rektor ITK dan Guru Besar Departemen Teknik Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya)
2. Ir. Sugiyanto (Direktur Operasi I PT. Pembangkitan Jawa Bali)
3. Shienny, S.T., M.M. (Founder dan Direktur PT. Guruloka Edukasi Teknologi)
Selain pembicara kunci, pada SNMI XIII dan SNTKT IX 2019 terdapat pula 69 artikel ilmiah yang akan
dipresentasikan oleh sejumlah dosen dan mahasiswa dari PTN, PTS, serta praktisi dari seluruh Indonesia
yang meliputi bidang: Pengembangan & Konservasi Energi, Konstruksi Mesin, Konversi Energi, Teknik
Manufaktur, Mekatronika dan Robotika, Teknologi Material, Perancangan dan Pengembangan Produk,
Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, Manajemen Operasi dan Produksi, Rekayasa dan Manajemen
Kualitas, Logistik & Sistem Transportasi, Manajemen Rantai Pasokan, Optimasi Sistem Industri, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3), Internet of Thing, Signal Processing, Telekomunikasi, Computer Interfacing,
serta Pengabdian Kepada Masyarakat bidang Teknik Mesin, Teknik Elektro, dan Teknik Industri.
Pada kesempatan ini ijinkan kami atas nama Panitia mengucapkan terima kepada seluruh peserta dan pihak-
pihak yang telah mendukung terlaksananya SNMI XIII dan SNTKT IX 2019. Perkenan juga kami memohon
maaf sebesar-besarnya atas kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan ini. Semoga pertemuan dan
ajang komunikasi ini tetap berlanjut setelah acara berakhir.
Sampai jumpa di SNMI XIV dan SNTKT X 2020.
i
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
ii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Sambutan Dekan Fakultas Teknik ii
Daftar Isi iii
Susunan Panitia vi
Susunan Acara vii
Jadwal Presentasi viii
Pembicara Kunci
1. Peran Big Data untuk Bersaing Dalam Revolusi Industri 4.0, Budi Santosa 1
2. Overview Pembangkitan Jawa Bali, Sugiyanto 14
3. Peranan Internet of Things (IOT) pada Implementasi Generasi Milenial dan
Startup di Era Industri 4.0, Shienny 26
iii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
14. Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem Pendingin Central
Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap Penurunan
Temperatur Kerja (CPU), Wayan Nata Septiadi, I Wayan Gede Widyantara,
Ketut Astawa 117
15. Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem Pendingin Central
Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap Penurunan
Temperatur Keluaran Kondensor, Wayan Nata Septiadi, I Kadek Odik
Widiantara, Ketut Astawa 126
16. Pengujian Karakteristik Tungku Gasifikasi dengan Bahan Bakar Kayu, Aristo
Seandy Themas, Abrar Riza, Steven Darmawan 134
iv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
14. Perancangan Penyeimbangan Lini Perakitan Upper Sepatu pada PT. XYZ
Menggunakan Pendekatan Mixed-Model Assembly Line Problem, Anak Agung
Gede Dwisuyoga Putra, Dida Diah Damayanti, Widia Juliani 275
15. Usulan Penyeimbangan Lini Perakitan Transformer untuk Meningkatkan Efisiensi
Lini pada PT. XYZ Menggunakan Metode Genetic Algorithm, Dzulhia Ardiaty,
Dida Diah Damayanti, Murni Dwi Astuti 284
16. Pengukuran Biaya Ekspektasi Kegagalan dan Penyebab Dominan dengan
Pendekatan FMEA Cost-Based dan Fault Tree Analysis (FTA) di Bagian Produksi
PT PJC, W Susihono, D L Trenggonowati, A P Ma’arif 293
17. Rancangan Alat Bantu Kerja yang Ergonomis pada Proses Pencetakan dan
Penekanan Tahu di UKM Produksi Tahu, Frans Jusuf Daywin, Nofi Erni,
Lithrone Laricha S., Monica 301
18. Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara dengan Menggunakan Pendekatan
Service Quality dan Lean Service, Ade Irman, Nurul Ummi, Irfan Faturohman 316
19. Peningkatan Produktivitas di Trimming 2 G-Line PT. Suzuki Indomobil Motor
dengan Pendekatan Work Load Analysis, Wilson Kosasih, Lithrone Laricha S.,
Claudia Putri 326
v
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
SUSUNAN PANITIA
vi
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
SUSUNAN ACARA
vii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
viii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
ix
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
x
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
xi
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
xii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
KAMIS, 25 APRIL 2019
xiii
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019
xiv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019
xv
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
JADWAL PRESENTASI
JUMAT, 26 APRIL 2019
xvi
Makalah Pembicara Kunci
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Contoh: Contoh:
Contoh: Contoh:
Mesin Mekanik: Otomatisasi
Produksi Massal: Komputerisasi Fintech (crowdfunding,
• Industri Textil (Alat Industri Mamin (Mie Instan) Industri Elektronik P2P Lending)
tenun) Percetakan (Koran) Otomotif Consumer Digital (GO-
• Pertanian (Mesin Bajak)
JEK)
• Industri Indonesia mayoritas masih menggunakan teknologi revolusi industri 1.0 – 3.0. Industri 4.0 harus
dimanfaatkan sebagai lokomotif menarik industri 1.0 – 3.0 dalam mencapai pertumbuhan yang lebih
optimal.
• Dengan demikian, Indonesia perlahan-lahan akan ‘naik kelas,’ meninggalkan industri 1.0 – 3.0, dan seutuhnya
masuk ke revolusi industri 4.0
• Dengan pengoptimalan ini, dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sebesar 30-50% dari penambahan
tenaga kerja di tahun 2030* 2
1
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Data Mining
3
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
10
11
Scale (Volume)
• Data Volume
• 44x increase from 2009 2020
• From 0.8 zettabytes to 35zb
Exponential increase in
collected/generated data
12
4
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
13
Complexity (Varity)
• Various formats, types, and structures
• Text, numerical, images, audio, video,
sequences, time series, social media
data, multi-dim arrays, etc…
• Static data vs. streaming data
• A single application can be
generating/collecting many types of
data
14
Speed (Velocity)
• Data is generated fast and need to be processed fast
• Contoh
• E-Promotions: Based on your current location, your purchase history,
what you like send promotions right now for store next to you
15
5
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sejarah
16
6
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Manufacturing Enterprises
• The main idea of DOE and RSM is to build a function between the inputs (factors) and outputs
(responses) of a process.
• Classification [Predictive]
• Clustering [Descriptive]
• Regression [Predictive]
7
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
• Maka, misalnya ada film La La Land yang juga bergenre romance, Netflix
akan memberi prediksi rate rendah untuk user A. Sedangkan jika ada film
seperti X-Man, Netflix akan beri rate tinggi kepada user A.
22
Keuntungan
23
Big Data
dalam Bisnis
• Alibaba, salah satu e-commerce terbesar di dunia, mereka
memiliki data hingga ukuran Petabytes (1 juta Gb) dari
ratusan juta pembeli dan pedagang di toko online
mereka.
• Alibaba menggunakan Spark untuk mengekstrak
informasi dari data yang mereka miliki.
• Mulai dari hal yang sangat sederhana, seperti counting,
mencari nilai maksimal, minimal, rerata hingga
algoritma yang kompleks seperti memberikan
rekomendasi kepada user menggunakan assosiation rule
atau melakukan klasifikasi dan prediksi.
24
8
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
25
26
Manfaat
27
9
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
• Decisions regarding expansion into new markets and geographies will be based
on Big Data.
• Predictive Analytics provides its users with an edge, and has incredible
potential for increasing profits by “knowing the customer” in real-time
28
29
Mobile devices
(tracking all objects all the time)
• The progress and innovation is no longer hindered by the ability to collect data
30
10
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Old Model: Few companies are generating data, all others are consuming data
New Model: all of us are generating data, and all of us are consuming data
31
32
33
11
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
34
Machine Statistics
Learning
Visualization
Applications Analytics
High-Performance
Technology
Computing
35
• Recommender systems
36
12
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Example
37
Example
38
13
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Overview PJB
Universitas Tarumanagara
Sugiyanto,
Dirops 1 PJB
25 April 2019
SEKILAS PJB
PENDIRIAN
TOTAL ASET
Rp 174,39 Triliun
3 Oktober 1995
(Audited 2018)
PERJALANAN
PJB
Transformasi (2017 – 2021)
04 • + Bussiness Excellence
• PJB Raya Terintegrasi
• Go-to-Market
14
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
W I L AYA H O P E R A S I O N A L
Mengelola lebih dari
19.000 MW
Struktur APPA
Anak Perusahaan :
1. PT PJB Services (PJBS)
2. PT Rekadaya Elektrika (RE)
3. PT Navigat Innovative Indonesia
(NII)
4. PT PJB Investasi (PJBI)
5. PT Prima Layanan Niaga Suku
Cadang (PLNSC)
Peran APPA
25%
PT North Sumatera
Hydro Energy
2x BERTURUT-TURUT
PROPER EMAS UP
PAITON
(2017 – 2018)
PERTAMA di PLN GRUP DEFENDING
MALCOLM BALDRIGE CHAMPION-JUARA
‘INDUSTRY LEADER’ UMUM LOMBA KARYA
(SKOR 679) INOVASI PLN
B D
ENERGY
-2 AWARD di ASIAN MANAGEMENT
POWER AWARDS 2018 INSIGHT AWARD
-BEST PAPER AWARD di 2018 (CEM)
POWERGEN 2018
15
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Statistik Karyawan
16
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
BIG
INDUSTRIES
POWER PLANT
TRANSMISSION
LINES
SUBSTATION
PUBLIC ROAD
LAMP
SMALL INDUSTRIES
LOW VOLTAGE
LINE
MALL
HOUSING
11
PENJUAL PEMBELI
“Unit Pembangkitan” “PT PLN – P3B”
Pembangkit
Trafo TT Trafo TM Trafo TR
17
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
www.pln.co.id | 16
www.pln.co.id | 33
www.pln.co.id | 35
18
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
19
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tujuan Operasi
Optimasi biaya
pengoperasian tenaga listrik
tanpa melanggar batasan
keamanan & mutu.
Kemampuan Sistem untuk
menghadapi kejadian yang tidak ECONOMIC
direncanakan, tanpa terjadi
pemadaman.Tolok ukurnya
kontinyuitas penyaluran daya
SECURITY QUALITY
Teknologi Pembangkit
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Batubara, Gas, Minyak)
20
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pembangkit Listrik Tenaga Air Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Surya Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Pembangkit Listrik Tenaga Pembangkit Listrik Tenaga Biomass Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Panas Bumi
DCS
- Historian Server
- OPC Server
- Performance Calculation
HMI Client for Operator
- PMS
HMI Server
Enginering
Work
Station
DCS Network
Controller / CPU
Module I/O
Field Instrumen
UP. BRTS
21
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
REMOTISASI PLTA
UP BRANTAS
Malang
24 April 2019
TANTANGAN
REMOTISASI
a. Ada 9 lokasi PLTA tersebar di 4 kabupaten, rata rata teknologi nya sudah jadul, jumlah
SDM berlebih
b. Teknologi IT sudah maju, handal dan terus berkembang
c. Konsep : PLTA PLTA tersebar, dihubungkan dengan IT dan di sentralisasi di satu lokasi,
dioperasikan dan dikontrol dari satu lokasi, REMOTISASI
d. Lebih efisien, lebih sederhana, menghemat banyak resource
f. Tantangan : keandalan system IT, Mind set para karyawan
22
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
PROSES REMOTE :
PERJALANAN RETROFIT 1. Sengguruh 1,2
2. Sutami 1,2,3
11. Ngolang 1,2,3
12. Ngebel
3. Wlingi 1,2 13 Ampelgading 1,2
4. Lodoyo
PROSES RETROFIT : 5. Tulungagung 1,2 PROSES RETROFIT :
1. Selorejo 6. Wonorejo 1. Sutami 1
(AVR, Gov, Seq) 7. Selorejo (AVR, Gov)
PROSES RETROFIT : 2. Mendalan 4 PROSES REMOTE :: 8. Mendalan 1,2,3,4 2. Wonorejo
1. Mendalan 1 (Gov, Seq) 1. VIDEO WALL 9. Siman 1,2,3 (Gov, Seq)
(Gov, Seq) 3. Wonorejo (AVR) 2. CCR ROC 10.Giringan 1,2,3 3. Siman 1,2,3 (Seq)
4. Lodoyo (AVR) 3. Ruang Operator 4. Tulungagung 1.2
(Seq)
PROSES RETROFIT : PROSES RETROFIT : PROSES RETROFIT : CCR NON PLAN CCR NON OPERATOR :
1. Giringan 3 1. Siman 1,2,3 1. Mendalan 1,2,3,4 (AVR) OPERATOR :
(Gov, Seq) (Gov) 2. Tulungagung 1,2 (AVR) 2019 TW1 2019 TW3
2. Giringan 1,2 2. Mendalan 2,3 3. Lodoyo (Gov, Seq) 2018 TW4 SELOREJO, WLINGI,
(Seq) (Gov, Seq) 4. Wlingi 1,2 (Gov, Seq) LODOYO WONOREJO, SENGGURUH,
3. Wlingi 1,2 3. Tulungagung 1,2 5. Sutami 2,3 (AVR, Gov) NGEBEL MENDALAN
(AVR) (Gov) 6. Sengguruh 1,2
4. Sutami 1,2,3 (AVR, Gov, Seq) 2019 TW2 2019 TW4
(Seq) 7. Ngebel (AVR, Gov, Seq) NGOLANG, SIMAN,
8. Giringan 3 (AVR) GIRINGAN, TULUNGAGUN,
9. Giringan 1,2 (AVR, Gov) AMPELGADING SUTAMI
10.Ngolang 1,2,3
(AVR,Gov,Seq)
11.Siman 1,2,3 (AVR)
TIMELINE REMOTISASI
SIMAN
NGOLANG TULUNGAGUNG
GIRINGAN SUTAMI
AMPELGADING
LODOYO Progres s/d April 2019 :
Progres s/d April 2019 : 1. Untuk Tulungagung sudah mobilisasi 4
1. Ngolang (Progres 80%) personil operator (1 orang ke ROC dan 3
2. Giringan (Progres 50%) ke Harshift).
3. Ampelgading (Progres 60%) 2. Siman dan Sutami (Progres 50%)
3. Tulungagung (Progres 75%)
OKT
JAN – MAR 2019 APR – JUN 2019 JUL – SEP 2019 OKT – DES 2019
2018
SELOREJO WLINGI
WONOREJO SENGGURUH
NGEBEL MENDALAN
Solution / Action
23
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
AKTIFITAS PEMENUHAN
No Macam Tantangan Solusi / Action Waktu PIC
1 Perlu Penambahan Sudah dilakukan Diharapkan di 2019 M.KAD
SPV ROC dibawah pertemuan dengan SDHC bisa disetujui
Manajer OPHAR & selanjutnya akan
disampaikan ke Direksi
2 Penerapan Budaya Dilakukan sosialisasi baik Sampai 21 April sudah GM, All
Remote di seluruh walkdown ke unit2 dan walkdown ke 7 PLTA. Manajer
PLTA visualisasi / banner2 Banner RETRO ok
3 Penempatan Reposisi personil operator 29 Maret 2019 keluar M.KAD &
personil untuk di unit2 untuk pengisian SK Mutasi Jabatan 10 All
ROC dan personil ROC dan Har Shift orang. Pelaksanaannya Ka.PLTA
metodenya menunggu Pilpres
selesai.
4 Prioritas Kontinyu melakukan Setiap 2-4 minggu M.Ophar
pemenuhan fungsi monitoring dan evaluasi sekali dilakukan &
remote pada pada semua unit dengan monitoring Bersama M.Enjinir
semua peralatan prioritasi (Mandatory, Non terkait progress ing
di semua unit2 Mandatory). Perlu kontinyu improvement-
PLTA Anggaran utk pemenuhan. nya
KOMUNIKASI &
BUDAYA
24
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Terima Kasih
25
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Electrical Strategic
Engineer (S1) Management (S2)
Marketing Manager
(Automation System 2014 - 2016 2012 - 2014 Head of National
Engineer Specialist) Logistic (Philips)
SHIENNY S.T., M.M.
26
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3 TOPIK :
1. INDUSTRIAL REVOLUTION
2. IOT STARTUP & INCUBATOR EXAMPLES
3. ELEVATOR PITCH
27
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
18th 20th
Century Century
Beginner Rev Industry 2.0 Rev Industry 4.0
- Human & Animal Power - Electrical Energy - Cyber Physical System
- Mass Production
28
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
29
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
30
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
31
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
32
Makalah Bidang Teknik Mesin
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Kemampuan las pada sambungan alumunium yang rendah membuat penelitian mengenai
penyambungan aluminium paduan semakin meningkat. Salah satu pilihan proses
penyambungan alumunium yang dapat dilakukan yaitu Friction stir welding. Tujuan utama
dalam penelitian ini adalah melakukan analisa mengenai struktur mikro dan sifat mekanik dari
spesimen. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium paduan seri 6063
serta digunakan filler dengan material alumunium 5356 juga dikombinasikan dengan variasi
kecepatan transverse mulai dari 20, 40, dan 60 mm/menit. Dilihat dari pengujian struktur
mikro, pengelasan friction stir welding aluminium 6063 tanpa filler maupun dengan filler
mengalami pembesaran graiz size pada daerah weld nugget dan daerah TMAZ, namun pada
pengelasan friction stir welding aluminium 6063 dengan menggunakan filler juga ditemukan
pencampuran material filler dan base metal di daerah weld nugget. Berdasarkan data hasil
pengujian tarik menunjukkan bahwa pada pengelasan friction stir welding aluminium 6063
tanpa menggunakan filler memiliki kekuatan tarik yang lebih besar bila dibandingkan dengan
pengelasan menggunakan filler yaitu sebesar 72.2 MPa dengan nilai regangan 5.3%. Data
dari pengujian kekerasan, pengelasan friction stir welding tanpa filler mengalami penurunan
kekerasan pada daerah weld nugger/stir zone sebesar 29.2 HV sedangkan pada pengelasan
friction stir welding dengan filler mengalami peningkatan kekerasan pada daerah weld nugget
sebesar 40.2 HV.
1. Pendahuluan
Alumunium merupakan penghantar panas yang baik dan memiliki titik lebur yang
rendah, sehingga penyambungan alumunium menjadi kesulitan utama dimana las
konfensional memiliki kelemahan operasional maupun dampak terhadap lingkungan. Oleh
sebab itu metode pengelasan Solid State Joint dengan pengadukan material secara
langsung dan tidak melewati titik lebur material marak dikembangkan serta dilakukan
penelitian guna mengoptimalkan hasil pengelasan, sehingga nantinya pengelasan adukan
gesek atau Friction stir welding dapat menjadi salah satu solusi penyambungan material
yang efektif dan menghasilkan perubahan karakteristik material induk seminimal mungkin.
2. Studi Pustaka
2.1. Friction stir welding
Proses Friction Stir Welding ditemukan oleh The Welding Institute (TWI) tahun 1991
sebagai sebuah teknik penyambungan dimana material yang dilas tidak benar-benar
mencair pada saat proses berlangsung (temperature kerjanya tidak melewati titik lebur
material) [1]. Material yang akan dilas dikunci derajat kebebasannya, kemudian tool
berputar serta bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang jalur sambungan antara dua
material yang dilas. Gesekan panas dihasilkan dari gesekan antara pin/probe dan Shoulder
welding tool dengan material benda kerja. Panas ini dihasilkan dari proses pengadukan
1
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
mekanik (mechanical mixing) sehingga menyebabkan material yang diaduk akan melunak
tanpa melewati titik leburnya (melting point) [2].
Gambar 2. 2 Struktur mikro hasil pengelasan metode Friction stir welding [3]
a. Unaffected material/parent metal, merupakan area logam induk yang tidak terkena
pengaruh panas yang dihasilkan selama proses Friction stir welding berlangsung.
b. Heat-Affected Zone (HAZ), merupakan area yang berada diluar lokasi pengelasan. Pada
area ini, material akan terpengaruh oleh panas akibat proses pengelasan sehingga terjadi
perubahan struktur mikro dan sifat mekanik, tetapi tidak mencair dan tidak terjadi
deformasi plastis akibat pengelasan.
c. Thermomecanically Affected Zone (TMAZ), daerah ini mengalami deformasi material
secara plastis akibat panas yang dihasilkan pada saat proses pengelasan sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro pada material.
d. Weld Nugget, adalah daerah yang mengalami rekristalisasi secara keseluruhan atau
terkadang disebut juga Stir Zone. Area ini merupakan area yang menghasilkan
sambungan akibat gerakan tool pada saat proses pengelasan.
2
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Cacat Flash
Panas berlebihan yang dihasilkan akan melunakkan bahan di dekat batas shoulder dan
mengeluarkan material dalam volume besar dalam bentuk flash permukaan.
3
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Spesimen yang digunakan adalah plat-strip dengan tebal 3 mm dengan ukuran spesimen 50
mm x 30 mm.
4
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
A B
Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan
Permukaan kasar.
feed rate 20 mm/menit.
Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan Permukaan kasar.
feed rate 40 mm/menit.
Pengelasan dengan
menggunakan filler dengan Permukaan kasar.
feed rate 60 mm/menit.
5
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
translasi 20 mm/menit
2 2 2
Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
translasi 40 mm/menit
2 2 2
Sambungan tanpa
filler – kecepatan Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
translasi 60 mm/menit
2 2 2
Sambungan
menggunakan filler –
Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
kecepatan translasi 20
mm/menit
2 2 2
6
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sambungan
menggunakan filler – Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
kecepatan translasi 40
mm/menit
2 2 2
Sambungan
menggunakan filler – Daerah Base Metal Daerah Stir Zone Daerah TMAZ
kecepatan translasi 60
mm/menit
2 2 2
Pada hasil uji foto mikro hasil sambungan tanpa filler dan dengan menggunakan
filler menunjukkan adanya pembesaran graiz size pada daerah weld nugget dan daerah
TMAZ, hal ini disebabkan daerah weld nugget, dan daerah TMAZ menerima heat input
yang lebih besar daripada daerah base metal. Namun pada sambungan dengan
menggunakan filler menunjukkan adanya pencampuran material filler dan base metal,
yang diidentifikasi dengan perbedaan warna pada daerah stir zone.
Hasil Friction stir welding tanpa filler dengan kecepatan translasi tool 20 mm/menit
terlihat adanya cacat rongga atau void pada bagian stiring zone, hal ini dapat disebabkan
karena proses translasi tool yang terlalu cepat mengakibatkan proses pengadukan material
kurang sempurna, sehingga butiran material menjadi tidak rata penyebarannya pada
seluruh daerah penyambungan.
7
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
masuk material. Sedangkan pada kecepatan translasi tool 40 mm/menit terlihat adanya
cacat void.
Gambar 4. 2 Cacat Tunnel, Kissing Bond, & Void pengelasan dengan filler
Data pengujian tarik menunjukkan bahwa pengelasan tanpa filler mengalami patahan
paling banyak pada daerah weld nugget Sedangkan pengelasan dengan filler, di daerah
Thermomecanically Affected Zone (TMAZ).
8
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pengelasan tanpa filler memiliki nilai kekuatan tarik rata-rata 72.2 MPa dengan
efisiensi sambungan las 37%, lebih besar dibanding menggunakan filler dengan nilai rata
rata kekuatan tarik 55.8 MPa dengan efisiensi sambungan 29%. Efisiensi Friction stir
welding dengan filler lebih kecil disebabkan ikatan partikel antara filler dengan base metal
kurang sempurna yang disebabkan adanya anil proses pada daerah TMAZ, sehingga ikatan
antara partikel halus didaerah TMAZ berkurang, hal ini diidentifikasi dengan terjadinya
patahan yang sebagian besar terdapat pada daerah TMAZ.
b. Regangan (Strain)
Pengelasan tanpa filler memiliki rata-rata nilai efisiensi koefisien regang 36% dari
base metal sedangkan menggunakan filler 31% dari base metal. Hal ini dapat di
identifikasi dari patahan hasil uji tarik, dimana patahan spesimen pengelasan tanpa filler
lebih banyak terjadi di daerah weld nugget atau regangan tertinggi. Sedangkan pengelasan
dengan menggunakan filler semua spesimen mengalami patahan di daerah TMAZ, dimana
daerah ini mengalami deformasi material secara plastis akibat panas yang dihasilkan saat
proses pengelasan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro pada
material aluminium. Panas tersebut dapat menghasilkan regangan plastis tanpa adanya
proses rekristalisasi.
c. Tegangan-Regangan
9
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
menggunakan filler. Dengan nilai kekuatan tarik base metal 194.5 MPa, lebih besar 2.5
kali dari nilai rata-rata kekuatan tarik pengelasan tanpa filler yaitu 72.2MPa, dan lebih
besar 3.5 kali jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kekuatan tarik pengelasan dengan
menggunakan filler yaitu 55.8MPa. Sehingga jika dibuat persamaan menjadi:
(1)
2. Pengujian Kekerasan
Dari grafik hasil pengujian kekerasan di atas, menunjukkan bahwa nilai kekerasan
pada pengelasan Friction stir welding aluminium AA6063 tanpa filler mengalami
penurunan kekerasan pada daerah weld nugget di titik 0 dengan rata-rata nilai kekerasan
sebesar 29.2 HV, hal ini disebabkan karena terjadinya pelunakan pada daerah pengelasan
sebagai akibat panas yang timbul. Sedangkan pengelasan dengan menggunakan filler
mengalami peningkatan kekerasan pada daerah weld nugget di titik 0 dengan rata-rata nilai
kekerasan 40.2 HV, hal ini disebabkan karena dengan menggunakan filler mengakibatkan
densitas partikel di daerah weld nugget menjadi lebih tinggi sehingga berakibat pada
kenaikan kekerasan pada daerah tersebut dan menyebabkan daerah TMAZ semakin
membesar yang diidentifikasi dengan pelunakan pada daerah tersebut.
10
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Kekuatan tarik sambungan las tanpa menggunakan filler lebih tinggi 14.2 MPa
dibanding menggunakan filler, yang disebabkan karena pembesaran butiran akibat
pengaruh panas dan ikatan partikel antara filler dengan base metal kurang sempurna.
4. Nilai kekerasan sambungan las tanpa filler lebih rendah 11 HV dibanding
menggunakan filler pada daerah weld nugget. Akibat perbedaan densitas partikel di
daerah weld nugget dan anil proses yang mempengaruhi daerah TMAZ.
5.2. Saran
Saran diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan sebgai berikut:
1. Memperhatikan depth pin pada saat pengelasan agar meminimalisir defect flash yang
timbul.
2. Penetrasi awal harus dilakukan perlahan, karena awal pengelasan temperatur yang
dihasilkan oleh gesekan antara pin/probe dan material masih rendah.
3. Untuk memastikan posisi pin/probe berada di tengah sambungan las, diperlukan alat
tambahan seperti Centro-Fix.
4. Perlunya dilakukan pengecekan kondisi tool pin berkala setelah proses pengelasan
selesai, karena gesekan yang terjadi antara pin/probe dengan backing plate dapat
menyebabkan pengikisan pin/probe.
Daftar Pustaka
1. Singh B. Raj (2014). A Hand Book on Friction Stir Welding. Researchgate
publication.
2. Rahayu, D. (2012). Analisis proses friction stir welding (fsw) pada plat tipis
aluminium. Universitas Indonesia.
3. Rajiv S. Mishra, Murray W. Mahoney. (2007). Friction stir welding and Processing.
University of Missouri.
4. P. Kah, R. Rajan, J. Martikainen, R. Suoranta (2015). Investigation of weld defects in
friction-stir welding and fusion welding of aluminium alloys. International Journal of
Mechanical and Materials Engineering. No 10:26. Springer Science.
11
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Pemanfaatan turbin angin horizontal yang disusun diperlukan untuk mendorong penelitian
atau pengembangan turbin angin untuk menghasilkan energi yang lebih besar, karena
pemanfaatan turbin angin horizontal masih minim untuk yang disusun di Indonesia. Metode
yang dilakukan adalah melakukan eksperimen pengujian susunan turbin angin horizontal tipe
sudu NACA 4421 dengan variasi susunan in-line (1D-3D) terhadap variasi kecepatan angin
(3-7 m/s) menggunakan wind tunnel untuk mengetahui karakteristik kecepatan angin setelah
terjadi tumbukan, keluaran daya antar turbin (tegangan dan arus), kecepatan putar masing-
masing turbin. Hasil pengujian dan analisis perhitungan menunjukkan bahwa variasi susunan
turbin in-line berpengaruh pada performansi daya yang dihasilkan masing-masing susunan
in-line turbin horizontal. Unjuk performansi daya paling tinggi didapat pada susunan in-line
3D dengan daya maksimal rotor 1 sebesar 1,774 W dan rotor 2 sebesar 0,496 W dengan
kecepatan angin 7 m/s, performansi paling rendah susunan in-line 1D dengan daya rotor 1
sebesar 0,1392 W dan rotor 2 sebesar 0,0549W dengan kecepatan angin 3 m/s.
1. Pendahuluan
Kebutuhan energi di dunia terus meningkat, hal ini terjadi karena disebabkan oleh
pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pola konsumsi energi itu sendiri yang
senantiasa meningkat. Salah satu sumber pemasok listrik, PLTA bersama pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) memegang peran
penting terhadap ketersediaan listrik terutama di Jawa, Madura dan Bali. Data kementerian
ESDM dalam Outlook Energi Indonesia menyebutkan bahwa konsumsi energi di Indonesia
tahun 2015 mencapai 218 TWh dan terus tumbuh sebesar 7.7% per tahun. Energi alternatif
yang memiliki potensi yang besar adalah angin. Potensi energi angin yang terdapat di
Indonesia memiliki range sebesar 1 m/s hingga 5 m/s sehingga teknologi turbin angin yang
cocok terhadap potensi angin tersebut adalah menggunakan turbin angin horizontal dengan
sudu puntir. Eksperimen penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap pengaruh susunan
turbin angin horizontal yang disusun dengan susunan in-line. Selain itu jarak antara
masing-masing turbin angin dapat mempengaruhi reaksi antar turbin sehingga memberikan
hasil yang berbeda berindikasi pada putaran rotor, turbulensi serta distribusi angin antar
turbin.
2. Studi Pustaka
2.1 Turbin Angin
Turbin angin merupakan salah satu konverter energi. Turbin angin mempunyai
aplikasi yang independen atau tidak membutuhkan sumber energi lain. Jenis atau desain
rinci semua turbin angin memiliki kesamaan bahwa turbin angin mengubah energi kinetik
dari massa udara yang mengalir menjadi energi mekanik rotasi. Turbin angin yang zaman
dahulu lebih dikenal dengan kincir angin, pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan
para petani dalam melakukan penggilingan padi dan keperluan irigasi. Dari daratan Asia,
pertama kali kincir angin bersumbu vertikal dikembangkan. Lalu bangsa Eropa mulai
12
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
mengembangkan kincir angin bersumbu horizontal setelah kincir angin sumbu vertikal
dikembangkan di Asia [4]. Dapat dilihat pada Gambar 1 yang merupakan model turbin
angin hasil dari perkembangan model horizontal dan vertical. Inovasi baru dan potensi
dalam model turbin angin secara terus menerus dieksploitasi, terutama terkonsentrasi pada
bagian sudu. Dimana sudu dibentuk agar lebih ringan dengan fitur aerodinamis yang lebih
baik. Selain itu, sistem pengendalian pada turbin angin pun terus dikembangkan untuk
mendapatkan hasil energi listrik. Salah satu pengendalian utama untuk memaksimalkan
kinerja dari turbin angin ialah dengan mengendalikan sudut kerja dari sudu turbin angin.
2.2 Aerodinamika
Aliran udara di atas airfoil stasioner menghasilkan dua kekuatan, sebuah gaya angkat
tegak lurus terhadap aliran udara dan gaya tarik ke arah aliran udara, seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Adanya gaya angkat tergantung pada aliran laminar yang mengalir di atas
airfoil, yang berarti bahwa udara mengalir lancar di kedua sisi airfoil. Jika aliran turbulen
ada daripada aliran laminar, akan ada sedikit gaya angkat atau tidak akan ada gaya angkat
sama sekali. Udara yang mengalir di atas airfoil dapat dipercepat karena jarak yang lebih
besar untuk melakukan perjalanan dan peningkatan kecepatan menyebabkan sedikit
penurunan tekanan. Perbedaan tekanan di airfoil ini menghasilkan gaya angkat, yang tegak
lurus terhadap arah aliran udara [10].
Gambar 2. Gaya Angkat dan Gaya Tarik Pada Airfoil Stasioner [10]
2.3 NACA
NACA (National Advisory Committee for Aeronautics) merupakan salah satu
referensi pemilihan airfoil yang paling popular pada saat ini. Pengujian-pengujian yang
dilakukan oleh NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh dari efek kelengkungan
dan distribusi ketebalan (thickness) serta pengujiannya yang dilakukan pada berbagai
Bilangan Reynold. Airfoil NACA memiliki parameter-parameter dalam bentuknya.
13
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 3 di bawah menunjukan beberapa parameter yang terdapat dalam airfoil NACA
[12].
Dengan:
c = panjang chord
f = maksimum camber, sedangkan f/c = rasio camber
xf = posisi maksimum camber
d = ketebalan maksimum airfoil, sedangkan d/c thickness-chord ratio
xd = posisi ketebalan maximum airfoil
rN = nose radius
yo = upper surface
yu = lower surface
Setiap parameter dalam Airfoil NACA memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing.
14
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Swept Area
Swept area adalah luas efektif dari rotor turbin angin yang menerima energi kinetik
dari angin dan mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik. Untuk turbin angin tipe
sumbu horizontal, swept area dapat ditujukan pada Persamaan 2.
(2)
Dengan:
A = luas pemnampang turbin (m2)
r = jari-jari rotor turbin (m)
3. Daya Turbin
Dari yang dapat dilihat pada Persamaan 4, itu merupakan tenaga dari aliran udara
secara bebas. Tidak semua tenaga dapat diambil karena ada aliran udara yang lewat
melalui sudu. Sehingga didapatkan persamaan baru daya turbin yang ditujukan pada
Persamaan 3 [10].
(3)
Dengan:
= daya turbin (J/s) (W)
massa jenis udara (= 1.225 kg/m3)
A = luas penampang turbin (m2)
V = kecepatan angin (m/s)
Cp = daya koefisien
4. Efisiensi Turbin
Efisiensi Turbin umumnya digunakan untuk menunjuk efisiensi keseluruhan sistem
turbin. Seperti ditunjukan dalam Persamaan 4 di bawah ini, umumnya didefinisikan
sebagai rasio dari "daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin" ( ) dibagi dengan
"tenaga angin ke dalam turbin" ( ). Lalu dapat juga disebut "tenaga angin yang
tersedia" yang ditujukan pada Persamaan 4.
(4)
15
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 4. Skema Rancangan Assembly Turbin Angin Sumbu Horizontal 3 (Tiga) Sudu Twist
4. Analisis Data
4.1 Menghitung Swept Area Turbin
Swept area adalah luas efektif dari rotor turbin angin yang menerima energi dari
angin dan mengubah energi tersebut menjadi energi mekanik. Melihat dari Persamaan 2
dan diketahui diameter turbin 26 cm, maka didapat nilai swept area:
16
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Hasil perhitungan laju aliran massa energi potensial pada kecepatan angin yang
sudah ditentukan adalah daya pada angin yang tersedia dan merupakan daya potensial.
Daya pada angin ini bukanlah daya yang dibangkitkan oleh turbin angin sumbu horizontal
3 (tiga) sudu.
Tabel 3. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 1D
Kecepatan Angin (m/s) (Rpm) (Rpm) (V) I (A) P (W) P (W) (Rpm) (Rpm) (V) I (A) P (W) P (W)
No. Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor Rotor
Titik 1' Titik 1 Titik 2' Titik 2 Titik 3' Titik 3
1' 1 1 1 1' 1 2' 2 2 2 2' 2
1 1.5 1 0,91 - 0.83 - 560 - - - 0,07 - 152 - - - 0,008 -
2 2.3 2 1,55 - 1.72 - 1182 - - - 0,27 - 437 - - - 0,036 -
3 3.2 3 2,5 2,21 2.1 1,88 1692 338 2,32 0,06 0,44 0,1392 706 212 1,83 0,03 0,096 0,0549
4 4.4 4 3,55 2,71 2.93 2,45 2312 462 3,01 0,11 0,69 0,3311 892 268 2,31 0,05 0,161 0,1155
5 5.6 5 4,55 3,64 4.3 2,97 2982 596 3,7 0,2 1,08 0,740 1008 302 2,99 0,07 0,233 0,2093
6 6.6 6 5,7 4,33 5.4 3,64 3425 685 3,89 0,3 1,34 1,167 1203 361 3,07 0,09 0,304 0,2763
7 7.8 7 6,8 5,17 6.5 4,81 4005 801 4,82 0,31 1,67 1,4942 1393 418 3,16 0,1 0,383 0,316
Tabel 4. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 2D
17
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 5. Data Kecepatan Angin terhadap Daya Rotor Turbin pada Susunan In-line 3D
8
7
3 m/s
Kecepatan Angin (m/s)
6
4 m/s
5
5 m/s
4
6 m/s
3
7 m/s
2
1
0
130 mm 390 mm 650 mm
18
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
6.2 Saran
Penggunaan generator dengan nilai cogging torque di bawah 2% agar pada kecepatan
angin rendah turbin dapat menggerakkan generator sehingga dapat menghasilkan listrik.
19
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Penggunaan inverter untuk meningkatkan daya yang tersimpan dan mengubah arus yang
tersimpan dari arus DC menjadi arus AC.
Daftar Pustaka
1. Sekretariat Jendral Dewan Energi Nasional, Outlook Energi Indonesia. Jakarta, 2015.
2. Razivky, “Perancangan Pembuatan Dan Pengujian Model Turbin Angin Sumbu
Horizontal 3 Sudu”, Universitas Pancasila, 2017.
3. A. A. Azmi, “Simulasi Numerik Wake Effect Terhadap Performa Turbin Angin
Pada Ladang Angin Susunan Non-Staggered Far Wake dan Near Wake”,
Universitas Gajah Mada, 2017.
4. Nugroho, Ari Wisnu, “Eksperimental Turbin Angin Savonius Dengan Susunan
Staggered dan In-line”, Universitas Pancasila, 2018.
5. M. L. Dewi, “Analisis Kinerja Turbin Angin Poros Vertikal Dengan Modifikasi
Rotor Savonius L Untuk Optimasi Kinerja Turbin”, Universitas Sebelas Maret,
2010.
6. Johnson, Gary L., “Wind Energy System”, Electronic Edition, Manhattan, KS., 2006.
7. B. C. Chetia and G. C. Hazarika, “Effects of fuzziness on dynamical similarity and
Reynold’s number”, Fuzzy Sets Syst., vol. 115, no. 3, pp. 463–469, 2000.
8. C. Masson and A. Smaïli, “Numerical Study of Turbulent Flow Around A Wind
Turbine Nacelle”, Wind Energy, vol. 9, no. 3, pp. 281–298, 2006.
9. Waluyu, Selamet, “Unjuk Kerja Kincir Angin Sumbu Horizontal Tipe Petani
Garam Cirebon dengan Tiga Variasi Jumlah Sudu”, Universitas Sanata Dharma,
2018.
10. Data Dari Website http://www.aerospaceweb.org/question/aerodynamics/q0165 .shtml
(Diakses Pada Minggu, 27 Januari 2019 Pukul 21.00 WIB).
11. Bruce R. Munson, Donald F. Young, Theodore H. Okiishi, & Code., “Fundamentals
of Fluid Mechanics, 6th Edition”, England, 2010.
12. Aji, S., Irfan, S., A. & Amiadji, “Analisa Sudut Serang Hidrofoil Terhadap Gaya
Angkat Kapal Trimaran Hidrofoil Menggunakan Metode Computational Fluid
Dynamics (CFD)”. Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
13. Jacobs E. N, K. E. Ward, & R. M. Pinkerton.1933. “The characteristics of 78 related
airfoil sections from tests in the variable-density wind tunnel”. NACA Report No.
460.
14. Data Dari Website http://www.aerospaceweb.org/question/Airfoil (Diakses Pada
Minggu, 27 Januari 2019 Pukul 21.45 WIB).
15. Cengel, Yunus A. & Cimbala, John M. “Fluid Mechanics Fundamental and
Applications”. McGraw-Hill Companies. New York. 2006.
16. N. Katayama, G. O. Takata, M. Miyake, and T. Nanahara, “Theoretical Study on
Synchronization Phenomena of Wind Turbines in a Wind Farm” vol. 155, no. 1, pp.
1123–1131, 2006.
17. Data Dari Website https://kbbi.web.id/koordinat (Diakses Pada Minggu, 27 Januari
2019).
18. Abbot, Ira H. & Von Doenhoff, Albert E. “Theory of Wing Sections”. Dover
Publications, Inc. New York. 1959.
20
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Charis Maulana
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No 56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
e-mail: charismaulana25@yahoo.co.id
Abstrak
Salah satu jenis proses manufaktur dalam pengecoran adalah Die casting. Die casting
merupakan proses manufaktur untuk memproduksi benda-benda dengan keakuratan dimensi
yang tinggi melalui logam cair (molten metal). Logam cair tersebut diinjeksi dengan gaya
tekan, sehingga logam cair tersebut masuk kedalam cetakan yang disebut dengan die/mold dan
kemudian dibiarkan membeku. High Pressure Die Casting (HPDC) merupakan salah satu jenis
dari pengecoran dengan tekanan dimana logam cair dibekukan pada tekanan yang tinggi
diantara cetakan (dies) dan piston hidrolik pada ruang tertutup. High Pressure Die Casting
ada berbagai macam cacat yang terjadi pada pengecoran tetapi terdapat cacat utama pada
pressure die casting yaitu Shrinkage, Porosity and Gas blow. Rotor Alumunium 99,7% pada
proses HPDC terjadi defect Shrinkage Porosity. Analisa yang dilakukan untuk menurunkan
defect shrinkage porosity yaitu dengan metode Why-Why analisis. Pengujian yang dilakukan
yaitu pengujian metalurgi dan pengujian performansi Pompa. Untuk menentukan defect
terbesar berdasarkan type defect pada pengecoran rotor alumunium motor pompa
menggunakan pareto diagram. Berdasarkan pareto diagram, defect terbesar yang terjadi pada
pengecoran rotor alumununium motor pompa adalah Defect Porosity dan Shrinkage, dengan
Jumlah defect porosity sebanyak 1018 pcs dan defect shrinkage sebanyak 169 pcs. Defect
terjadi karena kondisi temperature pada Mold masih rendah yaitu < 60ºC, kondisi ketika
temperature Mold > 60ºC jumlah defect 0. Hasil dari pengujian parameter pressure diatas
dapat disimpulkan bahwa dengan nilai pressure 120 kgf tidak terjadi defect pada rotor
alumunium casting.
Kata kunci: High Pressure Die Casting (HPDC), rotor defect shrinkage porosity, alumunium
99,7%.
1. PENDAHULUAN
Die casting merupakan salah satu proses manufaktur yang dapat menghasilkan
produksi tinggi sehingga di anggap mampu mengurangi biaya produksi. Berdasarkan
besarnya tekanan, die casting dibedakan menjadi dua jenis yaitu Low Pressure Die Casting
(LPDC) dan High Pressure Die Casting (HPDC).
Low Pressure Die Casting merupakan jenis die casting yang menggunakan tekanan
rendah dalam proses pengecorannya. High Pressure Die Casting (HPDC) adalah proses
pemasukan (injection) logam cair (molten metal) kedalam mold cavity dengan tekanan
tinggi yang mencapai 250 MPa [1]. Berdasarkan proses dan tipe mesin, HPDC dibagi
menjadi dua yaitu hot chamber dan cold chamber [2].
Salah satu contoh produk HPDC adalah rotor die cast alumunium pompa. HPDC
merupakan proses yang paling ekonomis untuk membentuk squirrel cage rotor motor
induksi. Namun demikian, HPDC memiliki kelemahan terutama kandungan gas di dalam
cairan yang cukup tinggi sehingga akan menimbulkan defect shrinkage porosity.
21
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. DASAR TEORI
2.1. Pompa
Pompa adalah suatu jenis mesin yang mempunyai fungsi untuk memindahkan suatu
fluida dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Fluida tersebut contohnya seperti air,
minyak, atau bahan kimia lainnya. Dalam sistem klasifikasi seperti ini, secara garis besar
pompa dapat dibagi menjadi dua yaitu pompa perpindahan positif (positive displacement
pump) dan pompa perpindahan non - positif (dynamic pump) [8].
2.4.1. Shrinkages
Penyusutan terjadi selama pembekuan sebagai akibat dari perbedaan volumetrik
antara cair dan padat. Untuk sebagian besar alumunium alloy, penyusutan selama
pembekuan adalah volume sekitar 6%. Shrinkage adalah bentuk diskontinuitas yang
muncul seperti bintik hitam pada radiograf [6].
22
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2.4.2. Porosity
Alasan utama dari cacat porositas adalah gas hidrogen yang terperangkap dalam
logam cair selama pengecoran. Faktor utama dari porositas gas selama pembekuan adalah
tingkat hidrogen terlarut dalam mencair dan harus dihindari jika tidak secara signifikan
akan menurunkan sifat-sifat mekanik dan permukaan dari produk akhir coran. Ketika
aluminium bergabung dengan uap air di atmosfer, gas hidrogen terlepaskan
(2Al+3H2O=6H+ Al2O3) [4].
3. METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian.
3.3. Pengujian
3.3.1. Pengujian Komposisi Material
Pengujian komposisi dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi yang
didapatkan tercapai sesuai dengan range komposisi yang ditentukan atau tidak. Pengujian
yang dilakukan menggunakan spektrometer.
23
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 3.1 Skematis Prinsip indentasi dengan metode kekerasan vickers [7]
24
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 4.1 Pareto Diagram Defect Pengecoran Rotor Alumunium Motor Pompa
selama 3 Bulan
Berdasarkan pareto diagram yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, kita dapat
mengetahui defect terbesar yang terjadi pada pengecoran rotor alumununium motor pompa
adalah Defect Porosity dan Shrinkage, dengan Jumlah defect porosity sebanyak 1018 pcs
dan defect shrinkage sebanyak 169 pcs.
Kesalahan pada
Adanya gas yang 4 Pengaturan
terperangkap saat prosess pressure injection
pengaturan mesin
Die Cast filling yang rendah
Shrinkage
Porousity Cairan Alumunium 5 tidak ada standard
tidak terdistribusi Suhu pada cetakan tidak Waktu proses spray
waktu proses
secara keseluruhan merata air morsol terlalu lama
spray air morsol
kedalam Mold
25
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
11 11 32
32 Starting
Starting awal
awal
mesin
mesin dalam
dalam
NG
NG kondisi
kondisi
Temperature
Temperature area
area
mold
mold 33,5ºC.
33,5ºC.
22 55 25
25 Temperature
Temperature di
di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
NG
NG 34,7ºC.
34,7ºC.
33 10
10 22 NG
NG Temperature
Temperature di
di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
58,9ºC
58,9ºC
44 20
20 OK
OK Temperature di
Temperature di
area
area Mold
Mold rotor
rotor
127,6ºC.
127,6ºC.
26
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 4.4 Grafik pengujian distribusi suhu terhadap waktu dan jumlah reject
Berdasarkan grafik pengujian distribusi suhu terhadap waktu dan jumlah defect
dengan waktu 20 menit, kita dapat melihat bahwa defect terjadi karena kondisi temperature
pada Mold masih rendah yaitu < 60ºC, kondisi ketika temperature Mold > 60ºC jumlah
defect 0.
Penelitian selanjutnya yaitu mengamati perubahan suhu yang terjadi setiap 1 jam
selama proses pengecoran berjalan dalam 1 shift kerja. Grafik perbedaan suhu dapat dilihat
pada Gambar 4.5 Monitoring Grafik Temperatur mold terhadap waktu.
27
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa Posisi Ladle tidak mengambil secara
keseluruhan cairan alumunium pada dapur peleburan.
28
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1 1 4 NG
10,98
2 5 12 NG
3 10 OK
11,76
4 15 OK
5 20 2 NG
12,74
6 25 OK
7 13,72 30 1 NG
29
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
30
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 4.9 Summary Kekerasan Vickers Pressure Injection Rotor Die Cast 112 kgf dan
120 kgf
Gambar 4.10 Kurva Perbandingan Rotor Non Pourosity Dengan Rotor Pourosity
Berdasarkan data pengujian Performance Pompa Rotor Non Pourosity dan Rotor
Pourosity dapat kita lihat pada Gambar 4.21 bahwa:
a. Debit dan Total head pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor Non
Pourosity.
b. Kecepatan putar motor pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor Non
Pourosity.
c. Daya Input yang dihasilkan pada Rotor Pourosity lebih kecil dibandingkan dengan rotor
Non Pourosity.
Gambar 4.11 Kurva Efisiensi Pompa 125 Watt Rotor Non Pourosity Dengan Rotor
Pourosity
Berdasarkan data pengujian Performance Pompa Rotor Non Pourosity dan Rotor
Pourosity dapat kita lihat Efisiensi Pompa pada Gambar 4.22 bahwa:
31
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Efisiensi pompa yang dihasilkan pada Rotor Pourosity Efisiensinya lebih rendah
dibandingkan dengan rotor Non Pourosity.
5.2. SARAN
Analisa dilakukan dengan membandingkan kondisi lapangan dan diperkuat dengan
Analisa Simulasi Software.
DAFTAR PUSTAKA
[1] P. Umum dan T. Pengecoran, “Teknik Pengecoran Logam” hal. 1–7.
[2] P. A. Sejati, “Pengaruh temperatur, pore free die casting, dan degasser terhadap
porositas pada material alumunium die casting 12,Studi kasus : Arm Suspension –
PT Wijaya Karya,” hal. 1–7, 2014.
[3] E. Sundari, “Rancang bangun dapur peleburan alumunium bahan bakar gas,” vol.
3, no. April, 2011.
[4] http://afrisujarwanto.web.id/2007/09/28/casting
[5] Sudjana Hardi, Teknik Pengecoran Logam SMK, Jilid 2, Jakarta, 2008.
[6] J. M. Patel, Y. R. Pandya, D. Sharma, dan R. C. Patel, “Various Type of Defects on
Pressure Die Casting for Aluminium Alloys,” vol. 5, no. 01, hal. 23–27, 2017.
[7] P. Studi, T. Pengecoran, dan P. M. Ceper, “Automotive Experiences,” vol. 1, no. 03,
hal. 70–76, 2018.
[8] Paryatmo W., “Pompa”, Unversitas Pancasila Press, Jakarta, 2005.
32
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1. PENDAHULUAN
Permintaan energi dunia terus meningkat sepanjang sejarah peradaban umat manusia.
Proyeksi permintaan energi pada tahun 2050 hampir mencapai tiga kali lipat dari
permintaan di tahun 2012. Tampaknya masalah energi akan tetap menjadi topik yang harus
dicarikan solusinya bersama. Usaha-usaha untuk mendapatkan energi alternatif telah lama
dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya minyak bumi. Dalam
menanggapi krisis energi yang terjadi, pemerintah dan masyarakat mengupayakan berbagai
cara untuk mengembangkan berbagai energi alternatif. Salah satu alternatif energi yang
dapat digunakan adalah baterai ramah lingkungan berbasis thorium.
2. DASAR TEORI
2.1. Thorium
Thorium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik dengan lambang Th dan
nomor atom 90. Logam thorium berwarna keperakan dan bernoda hitam saat terkena udara,
membentuk dioksida; unsur yang cukup keras, mudah dibentuk, dan memiliki titik lebur
yang tinggi. Thorium adalah aktinida elektropositif yang didominasi oleh keadaan oksidasi
+4; unsur yang cukup reaktif dan bisa menyala di udara saat terbagi halus.
Thorium sebelumnya digunakan sebagai unsur paduan dalam pengelasan TIG
elektroda, sebagai bahan dalam instrumen optik dan teknologi canggih, dan sebagai
sumber cahaya pada perangkat lampu gas. Thorium telah diusulkan sebagai pengganti
uranium untuk bahan bakar nuklir reaktor nuklir, bahkan beberapa reaktor thorium telah
dibangun.
1. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi diawali dengan “breaking” monasit, selanjutnya dilarutkan
menggunakan 2 metode seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3,
pertama adalah memanaskan monasit pada temperatur (120-150oC) bersama asam sulfat
pekat (98%) selama beberapa jam (H2SO4) sehingga dihasilkan cairan yang mengandung
33
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
unsur-unsur tanah jarang, Th dan U. Kedua, proses basa monasit dipanaskan pada
temperature 140oC menggunakan larutan sodium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi
73% dimana Th dan U dipisahkan selama proses sebagai sebuah hidroksida.
34
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Monasit
Monasit merupakan mineral re-phospat yang mempunyai komposisi 60% RE2O3 dan
20% P2O5 serta sedikit radionuklida uranium dan thorium. Di alam monasit merupakan
mineral ikutan dalam batuan Granit, Granit genesik, Aplit dan Pegmanit. Monasit
merupakan mineral yang mempunyai arti penting dalam bidang litbang ataupun industri
superkonduktor. Monasit dapat dijumpai di beberapa daerah di Indonesia, antara lain
Bangka dan Belitung (Jalur Timah) serta Kalimantan Barat (Karimata, Ketapang, Rirang,
dan Tanah Merah).
W adalah energi listrik dalam satuan joule, dimana 1 joule adalah energi diperlukan untuk
memindahkan satu muatan sebesar 1 coloumb dengan beda potensial 1 volt. Sehingga 1
joule = coulomb × volt. Sedangkan muatan per satuan waktu adalah kuat arus yang
mengalir maka energi listrik dapat ditulis, Karena I = Q/t maka diperoleh perumusan
seperti persamaan (2.3) dan (2/4):
W = (I.t).V (2.3)
W=VIt (2.4)
Apabila persamaan tersebut dihubungkan dengan hukum Ohm (V = I.R) maka
diperoleh perumusan seperti persamaan (2.5):
W = I.R.I.T atau W=I2.R.T (2.5)
Maka;
W= (2.6)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa besarnya energi listrik tergantung pada
muatan, beda potensial, arus listrik, hambatan, dan waktu. Semakin besar muatan, kuat
35
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
arus, beda potensial dan waktu, semakin besar pula energinya. Sedang untuk hambatan,
semakin besar hambatan, energi semakin kecil.
Dan untuk mencari daya listrik atau P (Power) didapatkan rumusan seperti pada
persamaan (2.7):
P=VxI (2.7)
Dimana:
P = Daya listrik (Watt)
I = Intensitas/arus listrik (Ampere)
V = Tegangan listrik (Volt)
2.2. Baterai
Baterai (battery) merupakan sebuah alat yang dapat merubah energi kimia yang
disimpannya menjadi energi listrik yang dapat digunakan oleh suatu perangkat elektronik.
Baterai adalah sel galvani yang dihubungkan secara seri, dimana potensial individu
ditambahkan untuk mendapatkan potensial baterai total dan merupakan sumber arus searah
(Hardjono Sastrohamidjojo, 2008:308). Baterai dapat menghasilkan energi listrik dengan
melibatkan transfer elektron melalui suatu media yang bersifat konduktif dari dua
elektroda (anoda dan katoda) sehingga menghasilkan arus listrik dan beda potensial.
Komponen utama pada baterai terdiri dari elektroda dan elektrolit. (Kartawidjaja et al,
2008).
Elektrolit atau konduktor ionik, adalah penyedia sarana untuk mentransfer ion.
Elektrolit terdiri dari elektrolit cair dan elektrolit padat.
1. Jenis-jenis baterai
Baterai terdiri dari terminal positif (katoda) dan terminal negatif (anoda) serta
elektrolit yang berfungsi sebagai penghantar. Output arus listrik dari baterai adalah arus
searah atau disebut juga dengan arus DC (Direct Current). Pada umumnya, baterai terdiri
dari 2 jenis utama yakni baterai primer yang hanya dapat digunakan untuk sekali pakai
(single use battery) dan baterai sekunder yang dapat diisi ulang (rechargeable battery).
36
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. METODE PENELITIAN
Proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada flowchart di bawah ini:
37
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Logam cerdas
Logam cerdas berfungsi sebagai anoda, yaitu penghantar dengan muatan negatif.
Logam cerdas yang digunakan terbuat dari campuran beberapa bahan yaitu berilium
(20%), magnesium (40%), dan alumunium (40%). Sebagai anoda, logam cerdas bekerja
menyerap energi negatif reaksi inti atom thorium yang tak beraturan dari reaksi fisi dengan
air.
3. Tembaga
Tembaga berfungsi sebagai katoda, yaitu penghantar dengan muatan positif.
Tembaga yang digunakan berbentuk tabung, selain berfungsi sebagai katoda tembaga juga
digunakan sebagai wadah untuk menampung elektrolit guna memicu terjadinya reaksi fisi
pada thorium.
4. Elektrolit
Dalam pengujian ini digunakan 3 jenis elektrolit berbeda, yaitu elektrolit kuat,
elektrolit netral, dan elektrolit lemah.
A. Elektrolit Lemah – Larutan Air Garam.
B. Elektrolit Netral – Air Mineral.
C. Elektrolit Kuat – Perasan Lemon.
5. Avo meter
Avo meter digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan, tegangan, dan arus yang
dihasilkan.
7. PH Meter
PH Meter digunakan untuk mengukur nlai PH terhadap elektrolit yang digunakan.
1. Elektrolit Lemah
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit kuat dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pengujian dengan elektrolit lemah
38
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Elektrolit Netral
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit netral dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
3. Elektrolit Lemah
Hasil pengukuran yang dihasilkan dengan penggunaan elektrolit netral dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1, dapat terlihat bahwa penggunaan elektrolit
yang berbeda berpengaruh pada daya yang dihasilkan waktu. Penggunaan elektrolit netral
dan lemah hasilnya cendrung stabil meskipun terjaqdi penurunan, dari 0,90 Watt daya
menurun hingga 0,60 Watt pada elektrolit netral dan 0,32 Watt pada elektrolit lemah.
Namun pada penggunaan elektrolit kuat daya yang dihasilkan nilainya sangat fluktiatif,
daya meningkat dengan hingga menyentuh nilai 34,78 Watt namun menurun hingga 10,95
Watt pada menit 30.
39
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Penggunaan elektrolit netral dan lemah hasilnya cendrung stabil dan terus mengalami
peningkatan, dari 0 joule daya meningkat hingga 50,84 joule pada elektrolit netral dan 520
joule pada elektrolit lemah. Namun pada penggunaan elektrolit kuat energi yang dihasilkan
nilainya sangat fluktuatif, daya meningkat dengan hingga menyentuh nilai 25745 Joule
Watt namun menurun hingga 19710 Joule pada menit 30.
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2, dapat terlihat bahwa tegangan yang dihasilkan
berbeda-beda terhadap elektrolit yang digunakan. Penggunaan elektrolit netral dan lemah
hasilnya cendrung stabil dan tidak terjadi peningkatan signifikan. Pada penggunaan
elektrolit netral nilai tegangan terus stabil dari awal instalasihingga pada menit 30 hasilnya
tetap pada nilai 0,34 [V], sedangkan pada penggunaan elektrolit lemah tegangan awal
sebesar 0,49 lalu menurun menjadi 0,45 [V] pada menit ke-5 hingga menit 30. Namun
pada penggunaan elektrolit kuat daya yang dihasilkan nilainya sangat fluktuatif, dari awal
instalasi nilai tegangan sebesar 0,93 [V] dan terus meningkat hingga menit 15 sebesar 1,22
[V], lalu menurun lagi hingga menit 30 sebesar 0.58 [V].
40
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tidak jauh berbeda dengan tegangan, berdasarkan grafik pada Gambar 4.3, dapat
dilihat bahwa arus yang dihasilkan berbeda-beda terhadap penggunaan elektrolit.
Penggunaan elektrolit netral dan kuat hasilnya cendrung stabil, meskipun terjadi
peningkatan dan penurunan namun nilainya tidak signifikan. Pada penggunaan elektrolit
netral dengan air mineral nilai arus mencapai 2,67 [A] pada awal instalasi dan menurun
pada menit ke-5 hingga menit ke-30, sebesar 1,76 [A] dan 0,82 [A], namun bila ditinjau
kembali penurunnya pun terbilang stabil dan tidak menurun secara drastis. Hal yang sama
juga terjadi pada pneggunaan elektrolit lemah, nilai arus hanya sebesar 0,75 [A] pada awal
instalasi dan menurun pada menit ke-5 hingga menit ke-30, sebesar 0,7 [A] dan 0,64 [A],
dan masih sama seperti elektrolit netral, nilai penurunnya cukup stabil dan tidak menurun
secara drastis. Sedangkan pada penggunaan elektrolit kuat dari larutan lemon, arus yang
dihasilkan nilainya sangat fluktuatif, dari awal instalasi nilai tegangan sebesar 21,96 [A]
dan meningkat hingga menit ke-5 sebesar 34,64 [A], lalu menurun lagi hingga menit 30
sebesar 18,75 [A].
8. Pembahasan
Hal ini disebabkan karena perasan lemon tergolong sebagai elektrolit kuat. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai
daya hantar listrik yang kuat, karena zatnya terlarut didalam pelarut, di tandai dengan
munculnya gelembung-gelembung udara saat rangkaian dimulai. Hal ini disebabkan karena
seluruh molekulnya akannya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1), atau disebut juga reaksi
ionisasi. Reaksi ionisasi atau terbentuknya ion-ion larutan tidak terbatas untuk senyawa ion
saja. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan proton atau ion hidrogen (H+) dalam
senyawa yang terkandung.
41
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5. Penggunaan elektrolit netral dari air mineral menghasilkan tegangan yang stabil dengan
nilai maksimal sebesar 0,3400 Volt dan arus yang fluktuatif dengan nilai maksimal
sebesar 2,6700 Ampere dengan nilai rata-rata 1,4429 Ampere. Dari tegangan dan arus
didapatkan daya maksimal sebesar 0,9078 Watt dan nilai rata-rata 0,4906 Watt serta
energi listrik maksimal sebesar 501,8400 joule dan nilai rata-rata sebesar 321,5914
joule.
5.2. Saran
1. Untuk menghasilkan arus yang lebih besar pada baterai ramah lingkungan berbasis
thorium disarankan untuk menggunakan elektrolit kuat dari perasan lemon.
2. Pada elektrolit kuat, terjadi pengaruh waktu (nilai output pada 5 menit pertama dari
pengujian menghasilkan arus terbesar senilai 34,6400 Ampere), sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui waktu optimal.
3. Untuk hasil yang lebih baik perlu dilakukan penelitian lanjutan guna mencari tahu
bagaimana cara untuk mendapatkan arus yang lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA
[1] I. M. Astra, “Energi dan dampaknya terhadap lingkungan,” vol. 11, 2010.
[2] H. Bondan, Abimanyu; Alimah, Siti; Suntoko, “Studi Ketersediaan Thorium Untuk
Meningkatkan Keamanan Energi Nuklir,” 2017.
[3] IAEA, “Thorium Fuel Cycle - Potential Benefits & Challenges,” no. May, 2005.
[4] M. Iqbal, N. Said, M. Anggraini, M. Z. Mubarok, and K. S. Widana, “Studi Ekstraksi
Bijih Thorit dengan Metode Digesti Asam dan Pemisahan Thorium dari Logam Tanah
Jarang dengan Metode Oksidasi-Presipitasi Selektif,” vol. 38, no. 2, 2017.
[5] B. Mardwianta, “Bawang putih, Bayam Dan Garam Sebagai Energi Alternatif
Baterai,” 2016.
[6] H. Ln, R. Faizal, W. Sugeng, S. Budi, and S. Arif, “Pengolahan Monasit Dari Limbah
Penambangan Timah Pemisahan Logam Tanah Jarang (RE) Dari U Dan Th,” 2000.
[7] Z. Ariani, Menik; Supardi; Monado, Fiber; Su’ud, “Potensi Thorium Sebagai Bahan
Bakar Pada Reaktor Cepat Berpendingin Gas Untuk PLTN,” pp. 39–45, 2015.
[8] M. T. Pane, Asrian; Kurniawan, Ekki, S.T., M.T; Adam, Kharisma Bani, S.T.,
“Perancangan Dan Implementasi Sistem Penyimpanan Baterai Pada DC Power
House,” vol. 3, no. 3, pp. 4305–4313, 2016.
42
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Yunda Febrilianingsih
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No.56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
e-mail: yunda_msv@yahoo.co.id
Abstrak
Kegiatan mengangkat barang merupakan salah satu yang dilakukan di industri manufaktur
maupun non manufaktur. Untuk kapasitas berat yang cukup besar akan lebih efektif
menggunakan material handling. Salah satunya proses di preparation supply body, untuk
proses penggantian travers dengan kapasitas berat antara 20 – 80 kg dilakukan manual oleh 2
pekerja. Untuk menghilangkan kegiatan mengangkat travers yang dilakukan oleh pekerja
maka dibutuhkan alat bantu angkat yaitu lifter. Rancangan lifter yang dibuat memiliki
kapasitas 100 kg dengan menggunakan metode concept selection yaitu untuk memutuskan
konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari
beberapa konsep yang telah dimunculkan. Komponen lifter yang dirancang harus memenuhi
persyaratan, yaitu tegangan yang dialami oleh tiap komponen lebih kecil dari nilai tegangan
standar material yang digunakan. Sehingga komponen lifter yang dirancang aman untuk
digunakan. Hasil rancangan lifter memiliki beberapa komponen utama yaitu garpu,
fingerboard, tiang, rantai, motor baterai, rangka dasar dan roda. Dan dari hasil perhitungan
lifter mampu mengangkat travers sehingga tidak ada kegiatan mengangkat travers yang
dilakukan oleh pekerja.
1. PENDAHULUAN
Penggunaan material handling disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaannya. Salah
satunya di proses preparation supply body, didalam proses tersebut terdapat aktifitas
mengangkat dan memindahkan travers body mobil yang dilakukan secara manual
menggunakan man power 2 orang dengan berat travers sekitar 20 – 80 kg. Alat bantu yang
saat ini digunakan adalah lifting device portable yang hanya berfungsi sebagai dudukan
travers tetapi tidak menghilangkan proses angkat yang dilakukan oleh pekerja. Solusi
untuk menghilangkan proses angkut yang dilakukan pekerja adalah alat bantu angkat lifter.
2. DASAR TEORI
2.1. Lifting Equipment
Alat berat telah menjadi jauh lebih sadar akan perlunya memasukkan titik angkat ke
dalam produk dan jika nilai kontrak atau frekuensi lift menjaminnya alat pengangkat dapat
dirancang khusus untuk pekerjaan tersebut. Namun masih menyisakan sebagian besar
operasi pengangkatan dimana slinger harus berurusan dengan banyak semua bentuk dan
ukuran biasanya tanpa sengaja membuat titik pengangkatan dan seringkali dimana ruang
atau ruang kepala dibatasi. Untuk menggunakan alat pengangkat keperluan umum yang
diatur dan dirakit harus sesuai dengan pekerjaan tertentu [1].
43
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2.2.4. Lenturan
Tegangan-tegangan yang berada di bawah permukaan netral ditentukan menurut
hubungan yang sama, tanda dari tegangan tersebut secara otomatis berlawanan dengan
tanda y yang diukur ke bawah dari sumbu netral. Tanda yang berlawanan ini sesuai dengan
tegangan yang berlawanan antara gaya tekan dengan tarik [2].
3. METODOLOGI PENELITIAN
Concept selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan
terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah
dimunculkan. Tahapan ini adalah salah satu bagian dari proses pengembangan suatu
produk baru [3].
44
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari kombinasi morpology chart yang terdapat pada tabel III-3 dihasilkan varian-varian
sebagai berikut:
Varian 1 : 1-2, 2-1, 3-3, 4-2, 5-1, 6-1
45
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. PERANCANGAN DESAIN
4.1 Perancangan garpu
Garpu yang dirancangan untuk lifter ini sebanyak 2 buah. Dimana setiap lengannya
menerima beban kerja masing-masing.
Dari hasil yang telah diperhitungkan, tegangan terbesar yang dialami oleh garpu
berasal dari tegangan lentur, maka untuk keamanan konstruksinya ditinjau dari tegangan
lentur izin bahan.
σa σresult 18 kg/mm2 6,45 kg/mm2
Tegangan lentur izin yang didapat nilainya lebih besar daripada tegangan yang
terjadi pada garpu sehingga garpu aman untuk digunakan.
46
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tegangan yang terjadi pada penampang pengait garpu lebih kecil dibanding dengan
tegangan tarik izin bahan yang ditentukan, maka pengait pada garpu aman untuk
digunakan.
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah tegangan normal yang terjadi pada
fingerboard harus lebih kecil dari tegangan tarik izin bahan. Dari hasil perhitungan yang
dilakukan:
σB σt 33 kg/mm2 22 kg/mm2
Maka fingerboard tersebut aman untuk digunakan karena tegangan lentur yang
terjadi pada fingerboard lebih kecil dari tegangan lentur izin bahan.
47
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
48
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah tegangan lentur yang terjadi pada rangka
harus lebih kecil dari tegangan lentur izin material yang digunakan. Dari perhitungan
rangka dasar yang dibuat, maka dapat dibuktikan bahwa rangka aman untuk digunakan
dengan:
σl σA 12,08 kg/mm2 35,8 kg/mm2
49
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisa yang dilakukan, konsep perancangan yang dibuat untuk proses
preparation supply body adalah lifter dengan kapasitas maksimal 100 kg.
2. Rancangan desain berdasarkan pemilihan varian dari morphology chart memiliki
komponen utama yaitu double fork, single fingerboard, tiang profile U, transmisi
pulley dan rantai, tenaga penggerak motor listrik dan rangka dasar H base.
3. Dari hasil perhitungan rancangan teruji aman dan lifter mampu mengangkat travers
sehingga tidak ada proses angkat yang dilakukan oleh pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Osprey Court. (2014). Lifting Equipment Engineers Association. United Kingdom.
[2]. E.P. Popov, Zainul Astamar. (1984). Mekanika Teknik. Jakarta.
[3]. Erlinda Muslim, MEE., power point konsep seleksi.
50
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1. PENDAHULUAN
PT PJB UPJ O&M PLTU Paiton adalah salah satu Unit Bisnis Jasa Operasi &
Pemeliharaan di PT PJB yang diberi tugas untuk mengelola PLTU PPDE 10.000 MW yang
berlokasi di PLTU Paiton Baru. Setiap tahunnya, energi listrik yang dibangkitkan adalah
5,508,18 GWh yang kemudian disalurkan melalui Jaringan Transmisi Tegangan Ekstra
Tinggi 500 kV ke sistem interkoneksi Jawa Bali. Berdasarkan data pada tahun 2017, rata-
rata pemakaian yang direncanakan adalah sebesar 9.309 ton/hari dan rata-rata pemakaian
aktual adalah scbesar 8.342 ton/hari. Rata-rata rencana persediaan setiap hari adalah
sebesar 319.676,5 ton, dan rata-rata persediaan aktual per hari sebesar 324.145,1 ton.
Adanya persediaan batubara yang disimpan di coalyard diperlukan untuk menjaga
kontinuitas pasokan batubara jika terjadi keterlambatan pengiriman oleh pihak supplier.
Kedatangan batubara mengalami naik-turun setiap bulannya karena adanya faktor
cuaca dan kontrak tertentu dengan pihak supplier. Berdasarkan data tahun 2017, diketahui
bahwa bulan Desember adalah bulan dengan penjadwalan kedatangan batubara terpadat,
sedangkan bulan April adalah bulan dengan penjadwalan kedatangan batubara paling
sedikit. Rata-rata perencanaan jumlah ton batubara yang datang setiap bulan adalah sebesar
250.267 ton sedangkan rata-rata jumlah ton batubara aktual yang datang setiap bulan
adalah sebesar 233.554 ton. PL'I'U PJB UPJ O&M PLTU Paiton dalam perkembangan
51
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
menggunakan batubara yang berasal dari supplier yang berbeda (multisupplier). Adanya
multi supplier menyebabkan kualitas batubara yang dipasok ditinjau dari nilai kalori yang
dimiliki oleh batubara tersebut berbeda. Beberapa supplier dapat digolongkan memasok
batubara high rank dengan nilai kalori di atas 5100 kkal dan beberapa supplier memasok
batubara low rank dcngan nilai kalori dibawah 5100 kkal. Pada tahun 2019, total supplier
yang memasok batubara ke PJB UPJ O&M PLTU Paiton sebanyak l4 supplier dengan 2
supplier merupakan supplier high rank coal, dan 12 supplier merupakan supplier low rank
coal.
Kualitas batubara yang berbeda menimbulkan permasalahan yang tidak diinginkan
apabila dipasok ke boiler. Perbedaan kualitas batubara dapat menimbulkan daya yang
nilainya bervariasi atau naik turun (tidak stabil), tergantung dari besar nilai kalori batubara
yang dipasok ke dalam power plant. Batubara high rank dengan nilai kalori relatif tinggi
dalam jumlah tertentu akan menghasilkan daya relatif tinggi, sedangkan batubara low rank
dengan nilai kalori relatif rendah dalam jumlah yang sama akan menghasilkan daya yang
lcbih rendah. Adanya ketidakstabilan ini dapat menyebabkan buruknya perfomansi power
plant.
Proses pembongkaran batubara (Unloading Process) tengantung dari jenis
transportasi yang digunakan untuk mengangkut batubara. Pengangkutan dapat
menggunakan jalur udara, darat, maupun dengan kapal/tongkang (jalur laut). Apabila alat
(transportasi yang digunakan adalah kapal/tongkang, maka peralatan yang dapat digunakan
untuk membongkar batubara di kapal adalah ship unloader. Salah satu tujuan utama dari
proses ini adalah bagaimana membongkar seluruh muatan dalam waktu yang minimum.
Proses pemasokan (Feeding Process) terdiri dari aliran kontinyu dan terkontrol untuk
memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Penanganan yang baik dari proses ini telah
membentuk karakter dari CHP. Penggunaan dari alat berat seperti dozer, maupun peralatan
mobile lainnya biasa digunakan untuk keperluan feeding.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai situasi-situasi tertentu. Penelitian
deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya
pada saat penelitian berlangsung. Metode penelitan dan pengembangan merupakan
rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka pengembangkan atau
menyempurnakan objek teliti. Sebelum pemodelan simulasi sistem Coal Handling Plant
PJB UPJ O&M Paiton dibuat, perlu dijabarkan dahulu mengenai segala informasi yang
berkaitan dengan sistem tersebut. Dengan adanya penjabaran informasi yang jelas dan
detail, diharapkan model yang dibuat akan merepresentasikan sistem yang sebenamya.
52
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
53
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
OUTPUT YANG
DIINGI NKAN
1. Tidak ada pencam puran bat ubara OUTPUT YANG DITINJAU
antar suppli er di stockpile di bawah 1. Juml ah antrian kapal di dermaga
chute. 2. Utili tas musing-masing bull dozer
2. Kebut uhan 10.000 ton/hari dengan
perbandingan 3:2 (HR:LR)
Gambar 1. Diagram Hubungan Input, Output (Parameter) dan Variabel Dalam Pembuatan
Model Coal Handling Plant PJB UPJ O&M PLTU Paiton
54
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
55
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 2 menunjukkan grafik pasokan batubara ke boiler dan silo pada bulan
Januari 2019. Garis sumbu x menunjukkan waktu (jam) dan sumbu y menunjukkan jumlah
batubara (ton). Perhitungan jumlah ton batubara dilakukan setiap periode 24 jam. Garis
biru menunjukkan pasokan high rank dan merah menunjukkan pasokan low rank. Dari
grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa pada Januari 2009 pasokan batubara low rank
mengalami kendala. Hal ini disebabkan buruknya kinerja bulldozer yang digunakan.
Sementara itu pasokan high rank telah mampu memenuhi target 6000 ton setiap hari
sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan bulldozer berkapasitas 36 ton pada Januari
2019 di coalyard high rank rute 2 telah mencukupi.
Tabel 1. Rata-Rata Antrian Kapal di Dennaga dan Utilisasi Bulldozer Model Referensi
Januari, April, dan Desember 2019
Length Waiting time Build Utilization HR Build Utilization LR
Bulan
Average Max Average Max Rute 1 Rute 2 Rute 1 Rute 2
Januari 0,250949 22,2 7,181001 31,56889 0,554833 0,600645071 0,456889 0,381852354
April 0,002476 1 0,160178 1,738989 0,131546 0,664269583 0,380602 0,453160354
Desember 16,63129 31,4 178,6185 505,6369 0,081041 0,360037951 0,528657 0,575541369
56
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 3. Hasil Simulasi Utilisasi Bulldozer Rute 1 dan Rute 2 dengan Penambahan Jumlah
dan Kapasitas Bulldozer
Bulan Build utilization HR Build utilization LR
Rute 1 Rute 2 Rute 1 Rute 2
A (48) B (48) C (36) A (48) B (48) C (36) D (36)
0,27672 0,091642 0,063638 0,600435 0,105696 0,025158 0,016347 0,015256 0,449447
0,016955 0,013285 0,692585 0,033035 0,0149 0,092226 0,014194 0,233947
0,04741 0,120841 0,02968 0,531711 0,180896 0,110209 0,401779 0,093543 0,401784
57
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
tumpukan di bawah chute telah jauh berkurang jika dibandingkan sebelumnya. Grafik hasil
simulasi dengan pengaturan shift kerja bulldozer pada Januari dan Desember.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan bulldozer pada model referensi dengan bulldozer berkapasitas 36 ton pada
coalyard 2 (high rank) dan 16 ton pada coalyard 1 (low rank) tidak mampu mencapai
parameter yang diinginkan. Masih terdapat kemungkinan pencampuran batubara yang
menumpuk di bawah chute dan pasokan batubara ke boiler tidak mampu terpenuhi
sesuai kebutuhan setiap hari.
2. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi parameter pasokan sesuai kebutuhan
10.000 ton/hari adalah menyediakan bulldozer berkapasitas 36 ton pada rute kavling-
hopper di masing-masing coalyard.
3. Ada beberapa altematif yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan
pencampuran batubara di bawah chute. Altematif tersebut adalah:
a. Menambah jumlah dan kapasitas bulldozer dengan rute chute-kavling. Jumlah dan
kapasitas yang dibutuhkan di masing-masing coalyard adalah:
HR LR
48,48,36 48,48,48,36
Kerugian alternatif ini adalah masih terjadi penumpukan batubara ketika waktu
istirahat bulldozer dan utilisasi bulldozer relatif sangat kecil.
b. Menambah jumlah dan kapasitas bulldozer dengan rute chute-kavling dan mengatur
shift kerja bulldozer. Altematif ini sama dengan alternatif sebelumnya, namun
penumpukan batubara akibat waktu istirahat bulldozer yang bersamaan dapat
dikurangi.
c. Mengatur waktu pembongkarmuatan kapal. Altematif ini mengatur agar kapal tidak
dibongkar oleh ship unloader apabila masih ada batubara dari supplier yang berbeda
yang masih menumpuk di chute. Keuntungannya adalah jumlah bulldozer dapat
relatif lebih kecil dibandingkan alternatif sebdumnya namun di lain sisi kerugian
yang ditimbulkan adalah antrian kapal makin panjang.
4. Berdasarkan analisa perbandingan biaya investasi bulldozer dan biaya demmurage,
diketahui alternatif penambahan jumlah dan kapasitas bulldozer merupakan alternatif
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Baunach, G.R., E S. Wibberley, and B.R. Wood. (1985). Simulation of a Coal
Transhipment Terminal: Batam Island, Indonesia. Mathematics and Computers in
Simulation, Volume 27, Issues 2-3, April 1985, Pages 115-120.
[2]. Chung, Christoper A. (2004). Simulation Modelling Handbook, A Practical
Approach. CRC Press.
[3]. Dahal, Keshav P., et al. (2003). A Port System Simulation Facility With an
Optimisation Capability. International Journal of Computational Intelligence and
Applications.
[4]. Everett, J.E. (1997). Simulation to Reduce Variability in Iron Ore Stockpiles.
Mathematics and Computers in Simulation, Volume 43, Issues 3-6, March 1997,
58
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pages 563-568.
[5]. Harmse, Marthi and Johan Janse v Rensburg. (2007). Capacity Modelling of the Coal
Value Chain At Sasol Coal Supply. Proceedings of the 18th conference on
Proceedings of the 18th IASTED International Conference: modelling and
simulation.
59
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Studi ini bertujuan untuk mendesain pencegahan kegagalan masa depan dalam proses
produksi kantong plastik dengan menggunakan mesin Blon Film Extrusion. Meningkatkan
kualitas produk merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya dapat meminimalkan
biaya tetapi juga dapat menarik lebih banyak pelanggan. High Density Polythene daur ulang
(rHDPE) dipelajari dalam percobaan ini merupakan material plastik yang banyak digunakan
baik dalam alat industri maupun rumah tangga. Sehubungan dengan tujuan yang disebutkan di
atas, Metode Failure Mode and Effect Analysis(FMEA) diadopsi untuk memeriksa proses
produksi, mempertimbangkan kemungkinan kegagalan dan menganalisis efek dari sistem
kegagalan. Metode ini mengevaluasi tingkat keparahan, kejadian dan deteksi risiko yang
paling kritis, berdasarkan nomor prioritas risiko (RPN). Produk kantong plastik cacat yang
merupakan objek dalam penelitian ini, adalah cacat sealing, shrinkage, mata ikan, dan handle
misalignment. Dari hasil perhitungan dan analisis FMEA, maka didapatkan urutan prioritas
potensi kegagalan proses produksi kantong plastik disertai kemungkinan penyeba, dampak,
dan solusinya. Potensi kegagalan terbesar adalah cacat sealing.
1. Pendahuluan
Plastik, yang biasanya disintesis menggunakan sumber daya fosil tidak terbarukan,
merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam kehidupan modern. Saat ini,
terdapat masalah lingkungan yang memuncak mengenai limbah polimerik khususnya
Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) yang merupakan dua material plastik paling
umum ditemui. Pada tahun 2017, konsumsi plastik domestik mencapai 4,4 juta ton [1].
Bahan-bahan plastik ini tidak dapat terurai secara biologis, proses penguraiannya
membutuhkan waktu yang lama, mungkin hingga ratusan tahun [2].
Konsep pembangunan berkelanjutan berasal dari pemanfaatan sumber daya alam
yang efisien dan perluasan teknologi baru yang dapat dicapai dengan mengurangi
konsumsi bahan baku dan emisi polusi serta meningkatkan tingkat daur ulang limbah. Oleh
karena itu, daur ulang plastik dapat menjadi solusi. Namun, plastik daur ulang cenderung
memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah dibandingkan plastik murni sehingga aplikasi
plastik daur ulang terbatas. Dengan mengoptimalkan parameter proses produksi, produk
plastik daur ulang dengan sifat material yang diinginkan akan tercapai.
PT. XYZ merupakan perusahaan daur ulang plastik yang menggunakan material
Recycled High Density Polyethyelene (rHDPE) KW4, dimana artinya material HDPE pada
proses produksi ini merupakan 100% bahan daur ulang. Proses Extrusion Blown Film
digunakan dalam proses produksi di perusahaan ini. Pada proses ini polimer dilelehkan dan
diekstrusi melalui cetakan annular lalu udara dikeluarkan dari dalam cetakan untuk meniup
tabung seperti balon dan didinginkan oleh cincin udara pada jarak tertentu membentuk
sebuah film. Hasil tiupan tersebut akan melewati proses roll sehingga plastik akan menjadi
rata dan terkumpul dalam bentuk roll. Proses ini dilanjutkan dengan proses cutting,
60
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
sealing, printing, quality checking dan packing [3]. PT. XYZ masih memiliki
permasalahan-permasalahan internal, dimana operasional perusahaan ini masih belum
stabil. Ditemukannya cacat yang melebihi standar serta belum pernahnya dilakukan
pengujian mechanical properties seperti kuat tarik yang terstandarisasi, memungkinkan
perusahaan ini akan mengalami penurunan loyalitas pelanggan yang berdampak pada
pendapatan perusahaan.
Tabel 1.1 adalah data atribut jumlah produksi dan cacat produk PT. XYZ tahun 2017.
Standar persentase cacat adalah 4-5% untuk cacat HD dan 18% untuk cacat Finishing
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hal ini dikarenakan
peneliti akan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.
61
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Objek penelitian ini yaitu kantong plastik jenis rHDPE. Penelitian ini dilakukan di PT.
XYZ, Kabupaten Karanganyar pada Agustus sampai Desember 2018.
62
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Kantong plastik dibuat menggunakan lembaran plastik terpisah yang disatukan dan
direkatkan di sepanjang tepinya. Gambar 1 adalah contoh cacat yang terjadi pada saat
penyegelan/pengelasan.. Umumnya cacat ini ditandai dengan kegagalan pengelasan yang
mengakibatkan perekatan/penyegelan tidak sempurna, seperti bolong atau bocor.
b. Mata Ikan
Gambar 2 adalah cacat mata ikan yang terjadi pada proses ekstrusi HD, yaitu proses
pelelehan pelet plastik hingga proses tiup kantong plastik. Pada Gambar 2 dapat dilihat
bahwa terdapat bagian-bagian plastik yang lebih tipis dibanding lainnya, berbentuk mata
ikan.
63
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
c. Shrinkage
d. Handle Misalignment
Gambar 4 adalah cacat handle misalignment yang sering terjadi pada saat proses
cutting handle. Penyebab cacat ini didominasi oleh kesalahan human error, dimana
penempatan penemapatan cutting board tidak sesuai.
Tabel 2 merupakan perhitungan FMEA dari seluruh cacat kantong plastik pada PT.
XYZ.
64
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Shrinkage
Cacat shrinkage/wrinkling sangat umum ditemukan pada proses produksi plastik film
tipis [6]. Ada berbagai macam kerutan yang dapat terbentuk yang mana sering menjadi
masalah apabila cacat ini mempengaruhi kualitas bungkus. Penyebab kerutan bisa sangat
bervariasi. Meskipun demikian, pemahaman tentang beberapa penyebab dan solusi umum
dapat membantu meminimalkan upaya agar mencapai sasaran mutu yang dinginkan.
Penjajaran mesin blowing merupakan salah satu penyebab permasalahan ini. Misalignment
pada mesin blowing sering terjadi pada saat awal mula proses produksi dijalankan. Oleh
karena itu memeriksa penyelarasan mesin adalah titik awal yang penting dan investasi
yang baik.
Blow up ratio (BUR) merupakan hitungan matematis dalam menentukan diameter
film plastik,BUR juga mempengaruhi orientasi molekul polimer. Film ditarik untuk
mencapai diameter utama gelembung. Pada saat yang sama, ia ditarik ke arah mesin oleh
pergerakan peralatan. Dengan menarik film ke dua arah, molekul menjadi berorientasi pada
kedua arah, sehingga terbentuk ukuran gelembung yang diinginkan. Perhitungan BUR
yang tidak tepat akan menghasilkan cacat shrinkage karena tarikan yang tidak selaras.
3. Mata Ikan
Mata ikan adalah cacat permukaan yang dapat mengganggu penampilan film plastik
dikarenakan ketebalan yang tidak rata. Hal ini dapat berdampak buruk apabila variasi
ketebalan terlalu tinggi. Cacat ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu yang
pertama adalah pencampuran bahan, sebelum dilakukan peniupan film plastik di mesin
HD, resin/palet plastik dilelehkan dan dicampurkan pada mesin leleh. Pencampuran bahan
yang tidak baik dapat menyebabkan cacat mata ikan [7].
Berkaitan dengan faktor pencampuran bahan, temperatur pada barel pencampuran
dan pelelehan resin sangat berpengaruh. Jika suhu barel terlalu rendah untuk melelehkan
65
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
bahan sepenuhnya, resin/pelet yang tidak dilelehkan akan bergabung dengan aliran leleh,
yang merusak permukaan bagian tersebut.
Solusi yang dapat dilakukan untuk menekan cacat ini adalah periksa pencampuran
bahan, membersihkan resin, barel, sistem transfer & pengumpan hopper. Memeriksa
polimer yang terbakar. Memeriksa homogenitas resin dan suhu barel.
4. Handle Misalignment
Penyebab permasalahan cacat ini adalah penempatan pemotong/cetakan plastik yang
tidak presisi oleh operator. Selama ini proses pemotongan handle dilakukan dengan
manual, yaitu operator sendiri yang memposisikan handle dan bahan plastik. Oleh karena
itu solusi yang dapat dilakukan adalah pemasangan cetakan/mold yang sudah tertanam di
meja cetakan agar meminimalisir kesalahan peneyelarasan handle.
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dengan Failure Mode and Effect Analysis
dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan prioritas cacat kantong plasti rHDPE KW4 di PT.
XYZ adalah cacat sealing dengan nilai RPN 200, shrinkage dengan nilai RPN 120, mata
ikan dengan nilai RPN 100, dan handle misalignment dengan nilai RPN 80.
Daftar Pustaka
[1] Kamsiati, E., Herawati, H. & Purwani, E. Y. (2017). Potensi Pengembangan Plastik
Biodegradable Berbasis Pati Sagu Dan Ubikayu Di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian Vo. 36 No.2. 67-76.
[2] Fei, N.C., Mehat, N.M., Kamaruddin, S. & Arif, Z.M. (2013). Improving the
Performance of Reprocessed ABS Products from the Manufacturing Perspective via the
Taguchi Method. Hindawi Publishing Corporation. Hindawi Publishing Corporation
International Journal of Manufacturing Engineering. Volume 2013, 1-9.
[3] Karkhanis, S., Sabo, R., Stark, N.M. & Matuana, L.M. (2017). Blown film extrusion of
poly (lactic acid) without melt strength enhancers. Journal of Applied Polymer
Science. 1-10.
[4] Setyadi, Indra. 2013. Analisis Penyebab Kecacatan Produk Celana Jeans dengan
Menggunakan Metode Fault tree analysis (FTA) dan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) di CV.Fragile Din Co. Bandung: Teknik Industri Universitas Widyatama.
[5] Hansen, Matthew J. 2011. FMEA Sclaes for Severity, Occurance and Detection.
Amerika: Statstuff. http://www.statstuff.com/ssfiles/FMEAScalesGuide.pdf
[6] Flores-Johnson, E.A., et.al. (2015). Modelling wrinkling interactions produced by
patterned defects in metal thin films. Extreme Mechanic Letters. 4 175-185. Elsevier
[7] Khan, J. G. (2014). Defects In Extrusion Process And Their Impact On Product
Quality. International Journal of Mechanical Engineering and Robotics Researc.
Vol. 3, No. 3. IJMER.
66
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Muhammad Zainularifin
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No. 56-80, Jagakarsa, Jakarta Selatan
No. Tlp.: 0822 1932 2556
e-mail: zein_arif@yahoo.co.id
Abstrak
Distribusi tegangan kontruksi cooling bank transformator akibat percepatan horizontal
medium gempa diteliti dalam studi ini. Dalam menentukan tegangan-tegangan yang terjadi,
dianalisis dengan metode perhitungan dan menggunakan software solidworks 2015. Teganagn
paling kritis saat kondisi normal terdapat pada top support cooling bank. Dari hasil
perhitungan, top support cooling bank mangalami tegangan bengkok dan tegangan geser.
Tegangan tersebut diakibatkan oleh beban dari radiator, kipas, conservator, dan minyak trafo.
Tegangan maksimal dari hasil hitungan penggabungan tegangan bengkok dan geser sebesar
163 MPa. Defleksi yang terjadi pada top support cooling bank dari hasil perhitungan sebesar
1,93 mm dan dari hasil analisi software solidworks 2015 sebesar 1,69 mm. Teganagn paling
kritis saat terjadi percepatan horizontal medium gempa terdapat pada anchor bolt. Dari hasil
perhitungan, anchor bolt mangalami tegangan tarik. Tegangan tarik tersebut diakibatkan oleh
momen yang terjadi akibat percepatan horizontal medium gempa. Tegangan Tarik maksimal
dari hasil hitungan sebesar 108 MPa. Safety faktor ditentukan 1,4, sehingga tegangan izin
sebesar 171 MPa. Semua tegangan yang terjadi masih di bawah tegangan izin dan defleksi
dibawah 5 mm, maka semua komponen dinyatakan aman.
1. Pendahuluan
Listrik merupakan kebutuhan pokok. Namun jarak antara pembangkit listrik dengan
beban listrik yang digunakan oleh pengguna listrik relatif jauh, sehingga akan terjadi
penurunan tegangan. Untuk itu diperlukan sebuah alat untuk menaikkan tegangan sebelum
dilakukan distribusi dan transmisi listrik jarak jauh. Lalu, tegangan listrik harus diturunkan
ketika sudah mendekati beban atau pengguna listrik. Dibutuhkan alat untuk menaikan dan
menurunkan tegangan listrik, yaitu transformator [1]. Transformator (Trafo) merupakan
peralatan listrik yang berfungsi untuk menyalurkan daya atau tenaga listrik dari tegangan
tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya [2].
Isolasi trafo merupakan faktor penentu usia transformator. Bentuk media isolasi pada
transformator adalah kertas isolasi dan minyak trafo. Suhu operasi transformator yang
sedang beroperasi dipengaruhi oleh tegangan jaringan, daya, rugi-rugi, dan suhu
lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi pada
transformator [3].
Radiator sebisa mungkin menempel langsung pada dinding transformator. Namun
jika pada hasil perhitungan jumlah radiator terlalu banyak, menyebabkan tidak semua
radiator bisa menempel langsung pada dinding transformator. Maka dibuat konstruksi
cooling bank untuk menopang semua radiator yang dibutuhkan
Transformator menjadi kebutuhan di setiap daerah, termasuk di daerah rawan gempa.
Diharapkan transformator tidak mengalami kerusakan akibat terjadinya gempa. Proses
desain dituntut untuk dibuat sebaik mungkin. Hasil hitungan manual dan hasil analisa
67
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Studi Pustaka
2.1. Transformator
Transformator adalah perangkat listrik yang mengubah tegangan antara dua saluran.
Fungsinya adalah menyalurkan daya atau tenaga listrik dari tegangan tinggi ke tegangan
rendah atau sebaliknya. Kebutuhan untuk melakukan penyesuaian tegangan bertujuan
untuk mengimbangi penurunan atau kenaikan tegangan pada saluran dan peralatan lainnya.
Perubahan tegangan ini bergantung pada arus beban, sehingga bervariasi sepanjang hari
[2].
Rugi-rugi pada transformator dihasilkan dari arus yang melewati konduktor pada
gulungan (winding). Rugi-rugi ini diubah menjadi energi panas. Kehidupan transformer
tergantung pada kualitas bahan isolasi pada gulungan. Suhu gulungan harus dijaga di
bawah batas suhu tertentu, karena panas berlebih menyebabkan kerusakan bahan isolasi.
Pada umumnya, transformator diharapkan bisa beroprasi normal selama ±20 tahun [3].
Transformator didinginkan dengan menggunakan metode pendinginan yang berbeda
sesuai dengan jenis dan kekuatan transformator. Sistem pendingin transformator memiliki
peran penting dalam beroprasinya sebuah transformator. Transformator dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis sesuai dengan metode pendinginannya; transformator
terendam minyak dan transformator tipe kering [3].
Panas minyak trafo yang dihasilkan dari gulungan dan inti (core), setelah itu
ditransmisikan ke udara sekitarnya oleh permukaan tangki. Pada kenyataannya, hanya
transformator distribusi yang memiliki permukaan tangki yang cukup untuk
menghilangkan panas internal secara efektif. Transformator yang lebih besar, area
permukaan untuk pembuangan panas ditingkatkan dengan memasang radiator pada tangki.
Untuk transformator yang lebih besar, cooling bank terpisah digunakan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2 [1].
68
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(2)
Ketika material dibebani, maka akan menghasilkan bending stress (tegangan tekuk).
Bending stress merupakan tipe dari normal stress akan tetapi sedikit lebih spesifik. Ketika
material dibebani, maka akan menghasilkan apa yang disebut sebagai tegangan kompresif
normal. Tegangan pada arah horizontal adalah nol.
Untuk setiap balok yang mempunyai suatu bidang simetri memanjang dan dikenai
momen tekuk (𝑀) pada suatu penampang melintangnya, tegangan normal yang bekerja
pada serat memanjang pada jarak (𝑦) dari sumbu netral balok diberikan dengan [5]:
(3)
Dimana 𝐼 menyatakan momen inersia penampang melintang terhadap sumbu netral.
I/y disebut modulus penampang yang umumnya dinotasikan dengan simbol Wb. Sehingga
tegangan lentur digambarkan oleh persamaan:
(4)
Selain tegangan tekuk (bending stress), tegangan normal juga akan menghasilkan
beban yang bekerja mengelilingi material. Shear stress/tegangan geser (Ʈ) akan terjadi
ketika beban diaplikasikan secara paralel ke area dari material tersebut. Tegangan geser
yang terjadi akibat adanya gaya geser (Ft) pada luas penampang (A) dapat diberikan
dengan rumus:
τ (5)
Selain tegangan tekuk (bending stress) dan Shear stress / tegangan geser, tegangan
puntir dapat diaplikasikan secara paralel ke area dari material tersebut. Tegangan puntir
yang terjadi akibat adanya gaya luar (F) yang memiliki jarak (l) terhadap sumbu
penampang (A) yang memiliki momen tahanan puntir (Wp) dapat diberikan dengan rumus:
(6)
Sehingga tegangan gabungan yang terjadi pada penampang potong dapat
dirumuskan:
√ (7)
Nilai tegangan gabungan yang terjadi harus lebih kecil dari tegangan izin (σgab < σiz).
Pada pembebanan statis untuk material baja, tegangan izinnya adalah:
(8)
2.4. Defleksi
Besarnya defleksi di tunjukan oleh pergeseran jarak fm. Besarnya defleksi fm pada
setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok. Ketika batang diberi
beban, semua titik dari kurva elastis kecuali yang menopang batang tersebut terjadi
defleksi dari posisi aslinya. Jari-jari kelengkungan kurva elastis di bagian manapun
dinyatakan sebagai:
(9)
Jika tidak ada momen lentur, merupakan nilai tak terhingga dengan kurva
berbentuk garis lurus. Ketika nilai 𝑀 merupakan yang terbesar, maka merupakan nilai
yang terkecil dengan bentuk kurva yang terbesar. Pada kasus pembebanan dengan gaya
terletak ditengah batang dan tumpuan pada kedua ujung batang, besarnya defleksi dapat
dirumuskan [4]:
69
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(10)
2.5. Buckling
Beban dapat menyebabkan sumbu batang dari keadaan lurus menjadi melengkung
disebut beban tekuk atau beban kritis. Tegangan bucking kritis (σeuler) dibandingkan
dengan tegangan tekan (σd) yang terjadi. Buckling tidak terjadi bila tegangan tekan lebih
rendah dari teganagn backling kritis (σd < σeuler). Gaya bucking kritis (Feuler) adalah [4]:
𝐹 (11)
2.6. Gempa
Standard IEEE 693-2005 merekomendasikan perhitungan desain gardu listrik yang
tahan terhadap gempa. Diantaranya terdapat perhitungan untuk desain kontruksi
transformator dan aksesorisnya. Gambar 3 menunjukan akibat gempa sedang atau medium.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT CG Power Systems Indonesia. Waktu penelitian
dilaksanakan dalam jangka waktu empat (4) bulan yaitu dimulai dari bulan Setember 2018
sampai dengan bulan Februari 2019.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa, yaitu suatu
metode yang digunakan untuk memprediksi suatu material atau desain dengan cara
menganalisa desain tersebut dengan analisa perhitungan manual dan analisa sofware.
70
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
71
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
72
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
F1 = F10 = 0,4 (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (2 Kipas)) × g = 5,17 kN
F2 = F9 = 0,4 (massa 0,5 (Conservator + minyak trafo)) × g = 8,77 kN
F3 = F4 = F7 = F8 = 0,4 (massa 0,5 ((2 Radiator + minyak trafo) + (4 Kipas)) × g = 5,4 kN
F5 + F6 = 0,4 (massa Top Support + minyak trafo)) × g = 3.44 kN
Gaya pada Tumpuan A dan B
M=F×l
ΣMA = 0
(F1 × l1) + (F2 × l2) + (F3 × l3) + (F4 × l4) + ((F5 +F6) × l5,6) + (F7 × l7) + (F8 × l8) + (F9
× l9) + (F10 × l10) - (FB × lB) = 0
FB = 26,46 kN
ΣF = 0
FA - F1 – F2 – F3 – F4 – F5 – F6 – F7 – F8 – F9 – F10 + FB = 0
FA = 26,46 N
Tegangan Bengkok pada Tumpuan Conservator
𝑀 𝐹 𝐹
Momen Inersia (I) penampang didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar
95.622.794,09 mm4.
𝑚𝑚
𝑦
𝑀
𝑀
Tegangan Geser pada Tumpuan Conservator
Ft = FA = FB
Luas penampang (A) didapat dari perhitungan software AutoCAD, sebesar 9.842,48 mm2.
maka,
𝐹
𝑀
Tegangan Puntir pada Tumpuan Conservator
Momen Inersia Polar (Ip) didapat dari perhitungan software AutoCAD dengan
menjumlahkan Ix dan Iy, maka (Ix+Iy) sebesar 206.347.062,9 mm4.
73
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
𝑚𝑚
𝑦
Nilai F merupakan gaya horizontal (FH) yang terjadi pada conservator akibat percepatan
medium gempa.
F = FH = 0,75 × m × g = 0,75 × (1.425+3.045) × 9,81 = 31.925,11 kN
𝑀
Tegangan Gabungan pada Batang
√ √ 𝑀
74
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
75
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Hasil analisa menggunakan software solidworks versi 2015 didapatkan hasil yaitu
defleksi maksimal sebesar 1,69 mm.
4.9. Konklusi
Hasil perbandingan terhadap perhitungan manual, analisa software, dan tuntutan
spesifikasi disajikan dalam bentuk tabel:
a. Tegangan
Tabel 1. Perbandingan Tegangan
Tegangan
Komponen Spesifikasi (σ < σiz)
Hitungan
(σ < 171,43 MPa)
Pembebanan Normal
Top Support 162,54 MPa OK
Bottom Support 106,68 MPa OK
Side Support 9,4 MPa OK
Pembebanan Dipengaruhi Percepatan Medium Gempa
Top Support 48,61 MPa OK
Anchor Bolt 108,22 MPa OK
b. Defleksi
Tabel 2. Perbandingan Defleksi
Defleksi
Komponen Hitungan Analisa Spesifikasi
Manual Software (fm < 5 mm)
Top Support 1,93 mm 1,69 mm OK
Bottom Support 1,27 mm 1,25 mm OK
5. Kesimpulan
Hasil perhitungan dan analisa terhadap struktur konstruksi cooling bank, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Komponen paling kritis adalah Top Support Cooling Bank karena menerima beban
paling besar, yaitu dan defleksi sebesar 1,93 mm. Serta menerima beban
puntir saat terjadinya gempa. Tegangan yang terjadi masih di bawah tegangan izin
sebesar 171,43 MPa dan defleksi yang terjadi dibawah 5 mm sehingga dianggap aman.
2. Tegangan pada Anchor Bolt saat terjadinya gempa sebesar 108,22 Mpa. Tegangan yang
terjadi masih di bawah tegangan izin sebesar 171,43 MPa, sehingga dianggap aman.
3. Hasil analisa software Solidworks 2015 menunjukan hasil defleksi maksimal dengan
selisih 0,02 mm sampai 0,24 mm atau tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan
manual. Sehingga analisa software dapat digunakan sebagai perbandingan.
Daftar Pustaka
[1] Ljubljanac, Andrea. (2018). Basic Principles and Operation of Transformer.
Universitas Ljubljani.
[2] M. Del Vecchio, R., Poulin, B., T. Feghali, P., M. Shah, D., dan Rajendra, A. (2018).
Transformer Design Principles. Taylor & Francis Group. Florida.
[3] Kaymaz, Ozben. (2015). Investigation of Oil Flow and Heat Transfer in Transformer
Radiator. Universitas Dokuz Eylul. Izmir.
[4] Prasetyo, Apri J. (2010). Aplikasi Metode Elemen Hingga (MEH) pada Struktr Rib
Bodi Angutan Publik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
76
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
77
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1. Pendahuluan
Perindustrian saat ini berkembang sangat pesat dan semakin meningkatnya kemajuan
teknologi dan kompleksitas proses manufaktur mengakibatkan terjadinya pergeseran
proses produksi dengan mesin atau peralatan produksi lainnya yang memerlukan perhatian
lebih pada aspek pemantauan, perawatan, pengendalian mutu dan pengurangan biaya
produksi (Lesage & Dehombreux, 2012). Menurut Ben Daya dan Duffuaa (1995), untuk
berhasil di lingkungan baru ini mesin dan peralatan harus dalam kondisi operasi yang ideal
dan berjalan efektif agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Peralatan
produksi yang tidak terawat akan cepat mengalami kerusakan dan banyak kerugian lain
yang timbul akibat downtime serta biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan
mengidentiflkasi dan memperbaiki kerusakan sedini mungkin. Selain itu, perlu diketahui
bahwa sebagian besar peralatan produksi permesinan akan cenderung menghasilkan
kualitas yang buruk sebelum benar-benar tidak bisa beroperasi. Sementara itu, kualitas
bagi sebagian besar perusahaan merupakan strategi utama yang menjadi kunci kesuksesan
untuk bisa tumbuh dan bertahan di arena persaingan industri. Seiring dengan
perkembangan industri yang semakin kompetitif, persyaratan pelanggan terhadap tingkat
kualitas suatu produk pun semakin tinggi. Perusahaan yang dapat memenuhi tingkat
kualitas secara efektif dan efisien, akan memiliki kesempatan lebih tinggi untuk bisa
bertahan dalam arena persaingan ini.
Pada umumnya, sistem perawatan dilakukan berbasis prediktif dan condition based
maintenance dengan menggunakan strategi loop tertutup dimana informasi dari peralatan
78
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
79
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan dengan mereview beberapa jurnal yang menggunakan
kata kunci metode panjadwalan perawatan mesin Campbell Dudek Smith (CDS). Metode
Campbell Dudek Smith (CDS) adalah metode yang biasa dipakai dalam membuat jadwal
perawatan dengan menentukan makespen terkecil dari jadwal perawatan. Metode Campbell
Dudek Smith (CDS) akan menjadi perbandingan yang baik dengan menggabungkan
metode lainnya seperti Palmer, Dennenbring, NEH, CPI dan masih banyak lagi dengan
harus memperhatikan teori (data yang ada) dengan keadaan. Beberapa penelitian dengan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) adalah sebagai berikut:
3. Pembahasan
Berdasarkan ulasan beberapa jurnal yang telah direview dengan menggunakan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) , dapat dilihat bahwa metode-metode yang terdapat
di dalam teori penjadwalan memiliki fungsi-fungsi yang berbeda pada penerapannya.
Dalam flow shop terdapat metode CDS (Campbell, Dudek and Smith) dianggap sebagai
metode penjadwalan yang sesuai karena dengan banyaknya mesin harus disesuaikan
dengan pemesanan produk dan ketepatan waktu dari pemesanan hingga pengiriman kepada
konsumen kembali. CDS memilik job yang akan dikerjakan harus melalui proses masing-
masing mesin yang ada. Hal ini dapat diterapkan agar dapat meminimasi waktu produksi
yang nantinya akan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuan analisis dalam
pembahasan hasil penelitian ini [1].
Penjadwalan job shop adalah pola alir dari N job melalui M mesin dengan pola alir
sembarang. Selain itu penjadwalan job shop dapat berarti setiap job dapat dijadwalkan
pada satu atau beberapa mesin yang mempunyai pemrosesan sama atau berbeda. Aliran
kerja job shop adalah sebagai berikut:
80
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Penjadwalan job shop berbeda dengan penjadwalan flow shop, hal ini disebabkan
karena (Arman, 1999):
Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang
berbeda-beda melalui pusat-pusat kerja.
Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh bermacam-macam order
dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop digunakan khusus hanya satu
jenis produk.
Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula. Hal ini
mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order
tersebut ditugaskan pada suatu pusat kerja. Sedangkan pada flow shop tidak terjadi
permasalahan seperti di atas karena keseragaman output yang diproduksi untuk
persediaan. Prioritas order flow shop dipengaruhi terutama pada pengirimannya
dibandingkan tanggal pemrosesan.
Pada penjadwalan job shop, sebuah operasi dinyatakan sebagai triplet (i,j,k) yang
berarti operasi ke j, job ke-i, membutuhkan mesin ke-k. uksi dengan pola job shop. Dalam
penjadwalan produksi tipe job shop terdapat metode-metode yang dapat digunakan guna
menyelesaikan masalah penjadwalan tipe ini ada dua macam yaitu Metode penjadwalan
Active dan Metode penjadwalan Non Delay [2].
Dapat disimulasikan pada penelitian yang menggunakan pola flowshop dengan 6
rangkaian mesin atau flowshop-5 stage. 6 rangkaian terdiri dari 5 unit fabrikasi dan 1 unit
cold kapasitas besar yang dapat menampung keseluruhan job yang datang dengan catatan
waktu sampai hasil akhir produksi tersebut terjual. Pembahasan perhitungan yang
digunakan hanya melibatkan 5 stage fabrikasi, karena pada 5 stage awal inilah terjadi
keterbatasan mesin dan waktu terhadap kuantitas kedatangan job. Job pada penelitian ini
didefinisikan sebagai jenis permintaan es yang dating dan memiliki dimensi bentuk dan
ukuran yang berbeda. Gambar 3.2 memperlihatkan aliran bahan hingga menuju cold
storage [3].
4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar makalah yang ditinjau
tentang penjadwalan perawatan dan produksi terkadang menggunakan metode eksisting
(yang digunakan saat ini) atau hanya menggunakan feeling. Melalui perhitungan dengan
metode Campbell Dudek Smith (CDS) tentunya akan jauh lebih menguntungkan dengan
memperhatikan aspek – aspek yang harus disesuaikan dengan data dan kondisi saat ini.
Metode Campbell Dudek Smith (CDS) banyak digunakan para penuntut ilmu bidang
Teknik Mesin, karena penerapannya banyak diperlukan untuk menjadwalkan perawatan
sebuah mesin yang mana metode Campbell Dudek Smith (CDS) juga dapat menentukan
jadwal produksi pada sebuah industri agar mendapatkan nilai makespen terbaik yang
tentunya antara jadwal produksi dan jadwal perawatan mesin dapat berjalan beriringan
tanpa harus mengunggulkan salah satunya.
81
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Daftar Pustaka
[1]. Asni Mustika Rani, 2016, Meminimumkan Waktu Produksi Sandal Dengan
Penjadwalan Metode CDS (Studi Pada Cv Awmk), Dosen Tetap Program Studi
Manajemen FEB Unisba, Bandung.
[2]. Nisa Masruroh, 2012, Analisa Penjadwalan Produksi Dengan Menggunakan Metode
Ampbell Dudeck Smith, Palmer, Dan Dannenbring Di Pt.Loka Refraktoris Surabaya,
Surabaya.
[3]. Hendy Tannady*), Steven, Andrew Verrayo Limas, 2015, Solusi Urutan Pengerjaan
Job Yang Tepat Dengan Metode Campbell-Dudek-Smith (CDS) (Studi Kasus: Pabrik
Es PT. XYZ, Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah).
[4]. Roy Khrisman P, Evi Febrianti, Lely Herlin, 2017, Penjadwalan Produksi Flow Shop
Menggunakan Metode Campbell Dudek Smith (CDS) dan Nawaz Enscore Ham
(NEH), Serang, Banten.
[5]. Risa, Helmi, Marisi Aritonang, 2015, Perbandingan Metode Campbell Dudek And
Smith (CDS) Dan Palmer Dalam Meminimasi Total Waktu Penyelesaian Studi Kasus:
Astra Konveksi Pontianak, Pontianak.
82
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Industri manufaktur selain memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi juga
memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Bahkan, industri manufaktur sering
dianggap sebagai sumber utama dari degradasi lingkungan. Industri manufaktur akan
menghasilkan limbah dan eksploitasi sumber daya alam serta konsumsi berlebih dari energi.
Oleh karenanya, diperlukan implementasi inisiatif lingkungan serta penilaian sustainability
pada seluruh siklus hidup produk di industri manufaktur sehingga produk yang dihasilkan
akan lebih sustainable. Penelitian ini merupakan penelitian berjenis literature review yang
membahas mengenai sustainable manufacturing dan life cycle sustainability assessment
(LCSA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi peneliti
selanjutnya mengenai implementasi LCSA.
1. Pendahuluan
Industri manufaktur memiliki dampak yang signifikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan global dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk dan peningkatan
permintaan akan produk guna memperbaiki kualitas hidup. Oleh karenanya, manufaktur
memerankan peran yang sangat penting baik di dalam sistem ekonomi dan sosial karena
akan berkontribusi terhadap penciptaan pekerjaan dan juga peningkatan taraf hidup
(Haapala et al., 2011). Namun, industri manufaktur sering disalahkan sebagai sumber
utama dari degradasi lingkungan dan permasalahan social lainnya (Azapagic 2003;
Azapagic and Perdan 2000).
Saat ini, sustainable manufacturing menjadi isu yang sangat penting di antara
industri di seluruh dunia. Meraih sustainable manufacturing telah diakui sebagai
kebutuhan kritis dikarenakan berkurangnya sumber daya alam yang tidak terbarukan,
ketatnya peraturan terkait lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta
meningkatnya pilihan konsumen akan produk yang lebih ramah lingkungan (Amrina &
Vilsi, 2015). Konsep sustainaibility telah menjadi subjek perdebatan sejak tahun 1987
dengan adanya laporan Brundland mengenai lingkungan dan perkembangan “Our Common
Future” yang menghasilkan definisi pertama yang cukup terkenal dari sustainable
development, yaitu perkembangan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri (World Commission on Environment and Development, 1987). Sustainable
manufacturing merupakan salah satu bagian dari konsep sustainable development
(Priyanka, 2017). United Stated Department of commerce (2010) mendefinisikan
sustainable manufacturing sebagai proses pembuatan produk, dimana dalam
pengaplikasiannya mampu mengurangi dampak negatif lingkungan, menghemat energi dan
sumber daya alam, aman bagi karyawan, masyarakat, dan konsumen serta ekonomis.
83
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian berjenis literature review, dimana menurut
Hasibuan (2007), Literature review berisi uraian tentang teori, temuan dan bahan penelitian
lain yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan landasan kegiatan penelitian. Dalam
penelitian ini, beberapa jurnal di dapatkan dari beberapa publisher jurnal. Keyword yang
digunakan yaitu “sustainable manufacturing” dan “life cycle sustainability assessment”.
Berikut merupakan daftar jurnal yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan review
pada penelitian ini.
84
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pembangunan bangsa (Islam and Karim, 2011). Disisi lain, industri manufaktur sering
disalahkan sebagai sumber utama masalah degradasi lingkungan dan berbagai masalah
sosial, sehingga industri manufaktur diharuskan untuk menunjukkan tanggung jawab
mereka dengan menilai dan melaporkan kinerja sehubungan dengan sustainable
development dalam organisasi mereka (Azapagic 2003; Azapagic and Perdan 2000).
Saat ini, konsumen tidak hanya peduli dengan harga dan kualitas, tetapi juga inisiatif
keberlanjutan yang di implementasikan oleh perusahaan (Nordin, 2014). Inisiatif
keberlanjutan telah menjadi keharusan dikarenakan hal tersebut menunjukkan beban yang
signifikan terhadap lingkungan (Haapala et al., 2011). Dengan demikian, perusahaan
manufaktur perusahaan manufaktur dipaksa untuk mengubah paradigma sistem mereka
untuk mengakomodasi kebutuhan keberlanjutan (Bi, 2011).
LCSA merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melakukan penilaian
sustainability selama siklus hidup dari sebuah produk (Finkbeiner et al., 2010). Menurut
Kloepffer (2008), LCSA merupakan penggabungan antara Life cycle assessment (LCA),
Life cycle costing (LCC), dan Social life cycle assessment (SLCA). Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Life cycle sustainability assessment (LCSA)
mempertimbangkan tiga pilar dalam implementasinya, yaitu lingkungan, social dan
ekonomi. Ketiga pilar tersebut yang juga sering disebut dengan triple bottom line atau
three pillars. Penilaian atas tiga pilar tersebut dianggap penting dalam mencapai
sustainability. Pilar lingkungan, ekonomi, dan social harus seimbang dan disesuaikan satu
sama lain (Kloepffer, 2008).
Menurut UNEP/SETAC (2011) Life cycle sustainability assessment (LCSA) adalah
metode pengembangan untuk mengevaluasi semua dampak dan manfaat negatif
lingkungan, sosial dan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan menuju produk yang
lebih berkelanjutan selama siklus hidup mereka. Pada dasarnya, beberapa pengertian yang
disebutkan di atas memiliki pengertian yang sama, dimana LCSA merupakan salah satu
metode penilaian sustainability yang dilakukan selama siklus hidup dan
mempertimbangkan tiga pilar sustainability (lingkungan, ekonomi, dan social).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, Lavoie, Sorelli, & Heidari (2019),
jumlah publikasi ilmiah dari tahun 2007 hingga 2018 mengenai LCSA mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Penelitian tersebut dilakukan di berbagai sector, seperti
transportasi, gedung, energy, agriculture, manufaktur, serta pengolahan limbah. Seiring
dengan pesatnya penelitian mengenai LCSA, UNEP/SETAC menerbitkan sebuah dokumen
untuk memperkenalkan konsep LCSA, serta menyediakan arahan untuk mempraktekkan
LCSA (Fauzi et al., 2019).
Disisi lain, Onat, Kucukvar, Halog, & Cloutier, (2017) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa meskipun minat dalam meneliti LCSA terus berkembang, tetapi
penelitian yang dilakukan terbatas pada disiplin ilmu tertentu, seperti ilmu lingkungan,
ekonomi, teknik, serta ilmu social. Menurut Gloria, Guinée, Kua, Singh, & Lifset (2017)
menyebutkan bahwa aplikasi LCSA diklasifikasikan berdasarkan tiga dimensi perbaikan,
yaitu memperluas dampak lingkungan yang menyertakan indicator ekonomi dan social,
memperluas level analisis dari sebuah produk menjadi analisis global dan ekonomi yang
luas, serta memperdalam mekanisme penilaian dengan menyertakan penilaian scenario,
efek rebound, umpan balik dan interkoneksi, MCDM/keterlibatan pemangku kepentingan,
dan analisis ketidakpastian. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Onat, Kucukvar,
Halog, & Cloutier, (2017), 58% penelitian yang dilakukan merupakan product-level,
sementara 37%nya merupakan studi kuantitatif dampak pada level nasional sedangkan
sisanya dapat melakukan perhitungan dampak global dari sebuah produk. Selain itu, dalam
85
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa dari 109 jurnal yang direview, 56 jurnal
membahas aplikasi LCSA dengan berbagai macam studi kasus, sementara mayoritas studi
lain hanya fokus pada aspek metodologi dari LCSA itu sendiri dan beberapa studi lainnya
membahas mengenai aspek studi literature dari LCSA.
Meskipun implementasi LCSA dianggap mampu memberikan kontribusi bagi
pemangku kepentingan dalam menentukan keputusan, namun dalam implementasinya
masih terdapat berbagai tantangan. Tantangan tersebut meliputi pengumpulan data serta
integrasi ketiga pilar sustainability. LCSA sendiri merupakan metode yang tergolong baru
dan belum ada panduan mengenai pengintegrasian ketiga metode yang terlibat di
dalamnya. Sejauh ini, LCA adalah satu-satunya metode yang memiliki standar ISO, yaitu
ISO series 14040: 14044 (ISO 2006a, 2006b), sementara LCC masih terbatas pada
bangunan saja, yakni ISO 2008. Sedangkan SLCA hanya memiliki pedoman saja, yaitu
UNEP/SETAC 2009. Belum adanya standar yang dipatenkan membuat banyak peneliti
mengembangkan kerangka ini berdasarkan studi kasus yang dilakukan. Selain itu,
dikarenakan LCSA merupakan metode penilaian sustainability berdasarkan siklus
hidupnya, maka pengumpulan data merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi peneliti.
Namun, hal tersebut dapat diatasi mengingat ruang lingkup LCSA sendiri yang beragam,
mulai dari cradle to grave, cradle to gate, cradle to cradle serta gate to gate. Pemilihan
ruang lingkup tersebut dapat disesuaikan berdasarkan studi kasus yang dilakukan.
4. Kesimpulan
Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) merupakan metode penggabungan
antara Life Cycle Assessment (LCA), Life Cycle Costing (LCC) serta Social Life Cycle
Assessment (SLCA). Ketiga metode tersebut memiliki fungsi yang berbeda, LCA sebagai
metode untuk menilai dampak lingkungan, LCC menilai dampak ekonomi yang dihasilkan,
serta SLCA menilai dampak social yang dihasilkan dari serangkaian siklus hidup sebuah
produk. Integrasi dari ketiga metode tersebut sangat dibutuhkan guna mencapai sustainable
development goals. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian mengenai
LCSA sejauh ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tapi sayangnya, berbagai
penelitian tersebut hanya terfokus pada beberapa sector dan disiplin ilmu seperti
transportasi, gedung, energi, agriculture, manufaktur, serta pengolahan limbah dan pada
disiplin ilmu seperti ilmu lingkungan, ekonomi, teknik, serta ilmu social. Selain itu, hasil
dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari beberapa jurnal tersebut membahas
mengenai LCSA dalam bentuk studi kasus, metodologi LCSA dan sebagian kecil
membahas mengenai studi literature. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan bagi
peneliti selanjutnya untuk terus mengembangkan konsep ini baik dalam bentuk studi kasus
ataupun studi literature.
Selain itu, dalam penelitian ini juga dipaparkan mengenai tantangan yang dihadapi
dalam mengimplementasikan LCSA. Salah satu diantaranya adalah belum adanya standar
yang bisa digunakan sebagai acuan. Seperti yang sudah dijelaskan di analisis dan
pembahasan bahwa dari ketiga metode pada LCSA hanya ada satu metode yang memiliki
standar, yakni LCA (ISO series 14040: 14044 (ISO 2006a, 2006b). Sedangkan dua metode
lainnya belum memiliki standar. Selain itu, dikarenakan LCSA adalah penilaian
sustainability berdasarkan siklus hidupnya, maka pengumpulan data dapat menjadi
tantangan tersendiri bagi peneliti berikutnya. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru bagi peneliti berikutnya mengenai life
cycle sustainability assessment dan sustainable manufacturing.
86
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Daftar Pustaka
Amrina, E., & Vilsi, A. L. (2015). Key Performance Indicators for Sustainable
Manufacturing Evaluation in Cement Industry. Procedia CIRP, 26, 19–23.
https://doi.org/10.1016/j.procir.2014.07.173
Fauzi, R. T., Lavoie, P., Sorelli, L., & Heidari, M. D. (2019). Exploring the Current
Challenges and Opportunities of Life Cycle Sustainability Assessment, 1–17.
https://doi.org/10.3390/su11030636
Finkbeiner, M., Schau, E. M., Lehmann, A., & Traverso, M. (2010). Towards life cycle
sustainability assessment. Sustainability, 2(10), 3309–3322.
https://doi.org/10.3390/su2103309
Gloria, T., Guinée, J., Kua, H. W., Singh, B., & Lifset, R. (2017). Charting the Future of
Life Cycle Sustainability Assessment: A Special Issue. Journal of Industrial Ecology,
21(6), 1449–1453. https://doi.org/10.1111/jiec.12711
Haapala, K. R., Sutherland, J. W., Haapala, K. R., Hall, R., Camelio, J., & Sutherland, J.
W. (2011). A Review of Engineering Research in Sustainable Manufacturing, (July
2014). https://doi.org/10.1115/1.4024040
Hannouf, M., & Assefa, G. (2017). Life Cycle Sustainability Assessment for Sustainability
Improvements: A Case Study of High-Density Polyethylene Production in Alberta,
Canada. Sustainability, 9(12), 2332. https://doi.org/10.3390/su9122332
Hasibuan, Zainal A. 2007. Metodologi Penelitian Pada Bidang Ilmu Komputer Dan
Teknologi Informasi:Konsep, Teknik, Dan Aplikasi. Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia.
Kloepffer, W. (2008). Life cycle sustainability assessment of products (with Comments by
Helias A. Udo de Haes, p. 95). International Journal of Life Cycle Assessment, 13(2),
89–94. https://doi.org/10.1065/lca2008.02.376
Onat, N., Kucukvar, M., Halog, A., & Cloutier, S. (2017). Systems Thinking for Life Cycle
Sustainability Assessment: A Review of Recent Developments, Applications, and
Future Perspectives. Sustainability, 9(5), 706. https://doi.org/10.3390/su9050706
87
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Terdapat tiga penyebab utama dari keausan mata pahat pada proses pemesinan bubut.
Kecepatan potong, feed rate dan kedalaman potong. Fokus penelitian ini adalah pengaruh
kecepatan makan terhadap keausan mata pahat. Meningkatkan kecepatan makan dapat
mengurangi waktu pemesinan dan mempengaruhi umur pahat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh kecepatan makan terhadap keausan mata potong insert
CVD pada pemesinan bubut cnc menggunakan material besi tuang kelabu. Kecepatan makan
dan keausan mata pahat merupakan data penting pada peenelitian ini. Keausan mata pahat
diukur menggunakan mikroskop. Pengukuran keausan akan di fokuskan pada keausan tepi
karena keausan tepi berpengaruh terhadap umur pahat. Penelitian akan dilakukan dengan
menggubah kecepatan makan dengan 5 variasi yaitu dari 250 mm/min, 275 mm/min, 300
mm/min, 325 mm/min, 350 mm/min, sedangkan kecepatan potong dan kedalaman potong
konstan. Hasil dari penelitian ini mata potong memiliki umur lebih panjang pada kecepatan
makan 350mm/min. pada kecepatan makan 350mm/min umur pahat yang di dapat adalah
15’30” dan pada kecepatan makan 250mm/min umur pahat 10’58”. Semakin cepat kecepatan
makan maka umur pahat semakin panjang.
Kata kunci: Keausan mata potong, kecepatan makan, umur pahat, parameter pemesinan.
PENDAHULUAN
CNC telah banyak digunakan di industri manufaktur. CNC menghasilkan produk
yang sangat presisi dan sangat membantu produsen untuk menghasilkan suatu produk yang
berkualitas karena mesin CNC sangat presisi dan juga memiliki akurasi yang tinggi.
Permintaan terhadap barang hasil pemesinan yang berkualitas semakin tinggi, sehingga
mengakibatkan waktu pemesinan harus ditekan agar dapat membuat produk lebih banyak
lagi. Salah satu produk dari CNC adalah puli, puli merupakan sebuah mekanisme yang
terdiri dari roda pada sebuah poros atau batang yang memiliki alur di antara dua pinggiran
di sekeliling puli tersebut. Sebuah tali, kabel, atau sabuk biasa digunakan pada alur puli untuk
memindahkan daya. salah satu material pembentukan puli adalah besi cor kelabu.
Bahan besi cor kelabu sering digunakan dalam industri karena kemampuan untuk
dilakukan casting dan machinability yang baik. Besi tuang juga merupakan material yang
murah [1]. Besi tuang kelabu menjadi pilihan karena kekerasan, tahan vibrasi dan biasa
digunakan pada putaran tinggi.
Parameter pemotongan merupakan bagian penting dari proses pemesinan karena
dapat menentukan seberapa cepat produk yang dihasilkan. Parameter pemotongan
ditentukan oleh material dan juga mata potong yang digunakan. Diketahui bahwa mata
pahat memiliki parameter pemesinan yang ditetapkan oleh manufaktur mata pahat itu
sendiri yang dibuat untuk mengurangi keausan mata pahat tersebut. Tetapi di dalam
industri kecepatan produksi merupakan salah satu kunci untuk memenangkan konsumen
dan juga produsen. Dengan melakukan high speed machining maka waktu pembentukan
suatu produk dapat dikurangi. Tetapi dengan peningkatan kecepatan makan pada proses
88
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pembubutan maka mata pahat yang digunakan akan lebih cepat aus dan umur pahat
semakin pendek maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel kecepatan makan terhadap umur dari pahat tersebut dan juga untuk mengetahui
apakah dengan mempercepat waktu pemesinan hingga dua kali lipat umur pahat menjadi
setengah dari pemesinan yang normal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodologi eksperimental. Material yang digunakan
merupakan Grey cast iron FC-25. Penelitian dilakukan dengan beberapa variasi kecepatan
makan. Terdapat 5 variasi kecepatan makan yang digunakan dalam proses pemesinan ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kecepatan makan terhadap
umur pahat. Pengukuran keausan mata pahat akan diukur menggunakan mikroskop.
Peralatan dan bahan yang digunakan adalah:
1. Mesin bubut CNC Mazak Quick Turn 8N
2. Mata potong insert Kyocera Ca 4515 DNMG 150404
3. Grey cast iron FC-25 berukuran 100mmX150mm
4. Mikroskop
89
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Penelitian dimulai dengan Mempersiapkan material besi tuang dan mata potong
CVD carbide untuk proses bubut. Setelah menentukan Grade mata pahat yang dipilih dari
katalog mata pahat, maka Nilai Vf, kedalaman potong dan kecepatan potong dapat di-input
ke mesin CNC bubut. Nilai Vf didapat dengan mengganti nilai feed. Dalam melakuan
penelitian, akan dilakukan lima kali penggantian variabel kecepatan makan. Setiap variabel
kecepatan makan akan digunakan satu sisi mata pahat, sehingga membutuhkan 3 buah
mata pahat. Pengukuran keausan akan dilakukan setiap 5 kali pemakanan untuk dilihat
berapa milimeter keausan dari mata pahat tersebut kemudian dicatat laju keausan tersebut
kedalam tabel. Data panjang pemakanan digunakan untuk melakukan pemakanan diambil
untuk dibandingkan dengan laju keausan pahat.
Flowchart penelitian dapat dilihat di bawah ini:
Kesimpulan
90
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
mm
Tabel 3 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 275 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.
Tabel 4. adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 300 mm/min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.
91
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
mm
Tabel 5 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 325 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.
mm
Tabel 6 adalah hasil dari keausan tepi pada Vf = 350 /min yang didapat melalui
pengukuran dengan mikroskop dan aplikasi toupview.
Dengan menggunakan metode interpolasi dapat dihitung umur pahat ketika mencapai
nilai Vb= 0,3.
Berdasarkan data rata-rata keausan pada (Tabel 2 sampai Tabel 6) data tersebut
dimasukan ke dalam Grafik pada Gambar 6 pertumbuhan keausan terhadap kecepatan
makan.
92
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
0,6 0,584
0,512
Pada pemakanan 250 mm/min keausan yang sangat besar terjadi karena proses rubbing.
Dapat dilihat pada Gambar 8 proses rubbing terjadi pada saat pemakanan.
93
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Besar nilai keausan pada kecepatan makan ini disebabkan oleh panas yang sangat
tinggi, sehingga membentuk keausan abrasif dan adhesif pada sisi dan ujung mata pahat.
Bentuk keausan abrasif adalah keausan flank wear. Sedangkan keausan adhesive
membentuk BUE dan notch wear. BUE pada kecepatan makan 250 mm/min Tidak terlihat
pada ujung mata pahat karena keausan yang begitu dalam.
Berikut ini adalah grafik kecepatan makan terhadap umur pahat. Data Grafik pada
Gambar 9 diambil dari data Tabel 7.
16 15,5
15
Tool Life (min)
14 13,081
12,33
13
11,41
12 10,97
11
10
250 275 300 325 350
Feeding speed mm/
min
Gambar 9 menunjukan grafik umur pahat yang diukur dari waktu pemesinan setiap
kecepatan makan. Pengambilan batas Vb 0,6mm sesuai dengan batasan yang ditetapkan.
Pada Vf 250 mm/min nilai keausan yang paling dekat dengan keausan 0,6 mm.
Tanda-tanda umur pahat mencapai batas maksimum yaitu kekasaran permukaan
benda kerja yang memburuk. Kemudian terjadi lonjakan nilai X load dan Z load mencapai
70%. Lonjakan ini disebabkan gaya potong yang meningkat akibat keausan yang semakin
besar. Gaya potong yang besar dapat mengakibatkan getaran pada mesin CNC dan juga
dapat membuat mata pahat patah.
Pahat yang memiliki umur pemakaian yang paling panjang adalah pada kecepatan
makan 350 mm/min. yaitu sebesar 15.5 menit. Dalam waktu 15.5 menit panjang pemakanan
yang dapat dilakukan adalah sebesar 500 cm. Dengan kecepatan makan yang besar maka
panjang pemakanan akan lebih besar daripada kecepatan makan yang lebih kecil dengan
waktu pemesinan yang sama. Semakin tinggi kecepatan makan, maka umur mata potong
lebih tinggi karena pertumbuhan keausan semakin kecil.
SIMPULAN
Dari penelitian Analisis Umur Pahat terhadap Perubahan Variabel Kecepatan Makan
pada Bubut CNC, maka dapat ditarik simpulan bahwa:
1. Penyebab kegagalan pada pemakanan Vf 250 mm/min adalah proses rubbing yang terjadi
karena feed rate yang terlalu rendah. Keausan yang terjadi pada Vf 250 mm/min yaitu
sebesar 0,584mm sedangkan pada Vf 350 mm/mm yaitu sebesar 0,412mm
2. Meningkatkan kecepatan makan dapat mengurangi waktu pemesinan yang dibutuhkan
untuk membuat produk dan juga memperpanjang umur pahat yang digunakan. Pada
kecepatan makan uji minimum yaitu 250 mm/min umur pahat maksimal yang didapat
adalah 10’53” sedangkan pada kecepatan makan uji maksimal yaitu 350 mm/min umur
pahat yang didapat adalah 15’30”
94
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
DAFTAR PUSTAKA
[1]. S. Thamizhmanii, "Analyses of roughness, forces and wear in turning gray cast iron,"
Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering, vol. 17, no. 1-2,
pp. 401-404, 2006.
[2]. V. Munde and . D. D. P. , "Flank wear measurement of INCONEL 825 Using CVD
and PVD carbide tools," International Reasearch Journall of Engineering and
Technology (IRJET), vol. 04, no. 08, p. 1353, 2017.
[3]. A. ARDIAN, Teori Pembentukan Bahan, Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta,
2014.
[4]. A. P. Bayuseno, "Kajian Pustaka tentang Keausan pada Pahat Bubut," Jurnal Teknik
mesin Universitas Diponegoro, pp. 38-41, 2012.
95
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Saat ini hampir seluruh negara berbicara mengenai penghematan energi terutama bahan
bakar minyak (BBM) mengingat kondisi minyak mentah yang semakin menipis. Upaya
pemerintah mengenai penghematan energi salah satunya dengan melakukan penelitian guna
mendapatkan pengganti BBM yang semakin menipis. Penelitian mengenai penghematan energi
salah satunya adalah penelitian mengenai LGV (Liquefied Gas for Vehicle) yang rendah emisi
dan merupakan faktor utama yang membuat konsumen lebih memilih menggunakan LGV
daripada BBM. Dalam penelitian ini akan membandingkan performa dan emisi gas buang
antara petamax dan LGV pada kendaraan urban roda 2 dengan kode mesin JF51E yang
banyak digunakan oleh masyarakat dalam keseharian untuk menunjang aktivitas dengan
sistem pengujian langsung. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian performa engine dan
exhaust gas. Dari penelitian ini didapatkan jika menggunakan bahan bakar LGV dapat
meningkatkan power mesin berdasarkan pengujian dyno test dengan mendapatkan hasil
tertinggi yaitu 7,09 HP sedangkan pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar
pertamax mendapatkan hasil tertinggi 6,28 HP. Pada torsi dengan menggunakan bahan bakar
LGV mendapatkan hasil tertinggi 8,08 Nm sedangkan pada pengujian menggunakan bahan
bakar pertamax didapat hasil 7,14 Nm. Dan dari hasil pengujian emisi gas buang kendaraan
bermotor untuk keseluruhan nilai kandungannya lebih rendah ketika menggunakan bahan
bakar LGV jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar pertamax
Kata kunci: Motor, LGV (Liquefied Gas for Vehicle), performa engine, exhaust gas. Rendah
emisi.
1. PENDAHULUAN
Berbicara tentang energi, cadangan gas bumi cukup besar apabila dibandingkan
dengan cadangan minyak bumi. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan mengenai
penggunaan bahan bakar gas pada berbagai sektor seperti industri, rumah tangga dan
transportasi. Penggunaan bahan bakar gas (BBG) mulai dilaksanakan oleh pemerintah
mengingat persediaan minyak dunia semakin menipis dan diperkirakan 25 tahun lagi akan
habis, sementara persediaan gas dunia diperkirakan 50 sampai 80 tahun lagi [2].
Penggunaan bahan bakar gas di bidang transportasi sangat perlu di perhatikan oleh
semua pihak mengingat hampir semua masyarakat sangat bergantung pada transportasi.
Terdapat catatan pengguna kendaraan bermotor sebesar 1 miliar. Hal ini bersangkutan
dengan masalah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang sangat besar yaitu 200
triliun, kurang lebih 67% dari pendapatan pertamina sebesar 300 triliun terbuang begitu
saja [2].
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pemakaian LPG pada genset bahan
bakar bensin dengan menambah komponen pada sistem bahan bakar. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahawa konsumsi bahan bakar LPG lebih sedikit dibandingkan
dengan konsumsi bahan bakar bensin dengan tingkat pembebanan yang sama pada genset
Dari penelitian tersebut secara tidak langsung dapat berkontribusi dalam hal penghematan
energy [3].
LPG merupakan campuran dari berbagai unsur Hydrocarbon yang berasal dari
96
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
penyulingan minyak mentah dan berbentuk gas. Dengan menambah tekanan dan
menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair, sehingga dapat disebut sebagai bahan
bakar gas cair. Komponennya didominasi propana (C₃H₈) dan butana (C₄H₁₀). LPG juga
mengandung hydrocarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C₄H₆) dan
pentana (C₅H₁₂). Dalam kondisi Atmosferis, LPG berupa gas dan dapat dicairkan pada
tekanan diatas 5kg/cm². Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam
bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu LPG dipasarkan dalam bentuk cair. Sifat
lain LPG lebih berat dibanding udara, karena butana dalam bentuk gas mempunyai berat
jenis dua kali berat jenis udara [3].
Seperti halnya LPG, Vi-Gas/LGV (Liquefied Gas for Vehicle), dengan campuran
propane dan butane adalah LPG yang digunakan untuk transportasi. Sangat sesuai untuk
jenis kendaraan kecil karena memiliki kapasitas tanki yang sama dengan BBM.
Dimasukkan ke dalam tabung yang juga berfungsi sebagai tanki bahan bakar. Tekanan Vi-
Gas yang rendah menyebabkan penggunaan Vi-Gas relatif tidak berbahaya. Selain itu,
penelitian membuktikan bahwa penggunaan Vi-Gas lebih hemat dari penggunaan BBM,
sehingga biaya operasional kendaraan dapat ditekan [4].
Pemakaian LGV sebagai bahan bakar kendaraan sudah digunakan secara luas di
negara-negara lainnya, seperti Australia, Korea, dan negara- negara Eropa. Harga BBM
yang semakin tinggi serta rendahnya emisi LGV merupakan faktor utama yang membuat
konsumen lebih memilih menggunakan LGV daripada BBM. Dalam istilah internasional,
BBG dikenal juga dengan nama CNG (Compressed Natural Gas) Vi-Gas adalah LPG yang
digunakan untuk transportasi, sangat sesuai untuk jenis kendaraan kecil karena memiliki
kapasitas tanki yang sama dengan BBM [4].
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Bensin
Motor bensin/spark ignition adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam yang
prinsipnya mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi mekanik berupa putaran
poros engkol. Ciri khas dari jenis motor bensin ini adalah penggunaan busi pemantik yang
berfungsi sebagai pemicu pembakaran bahan bakar dengan udara pada ruang bakar [5].
97
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
98
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Efisiensi Thermal
Ne = daya poros efektif (kW)
Fc = pemakaian bahan bakar (kg/jam)
LHV = Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg.K)
99
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Torsi
Gaya tekan putar pada bagian yang berputar disebut torsi, sepeda motor digerakkan
oleh torsi dari crankshaft. Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja.
100
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Besaran torsi adalah besaran turunan yang biasa digunakan untuk menghitung energi yang
dihasilkan dari benda yang berputar pada porosnya. Satuan torsi biasanya dinyatakan
dalam N.m (Newton meter). Adapun perumusannya adalah sebagai berikut [6]:
Dimana:
T = torsi (N.m) F = gaya (N)
r = jarak benda ke pusat rotasi (m)
2.2. Kompresi
Perbandingan kompresi menunjukkan berapa jauh campuran udara dan bahan bakar
yang dihisap selama langkah hisap dikompresikan dalam silinder selama langkah
kompresi. Nilainya dapat dirumuskan dengan ε = (Vh+V c)/Vc dimana Vh menunjukkan
volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMB sedangkan Vc menunjukkan
volume ruang bakar dengan piston berada pada posisi TMA [6].
Menurut Bosch, rasio kompresi sangat berpengaruh terhadap:
a. Torsi yang dihasilkan oleh mesin.
b. Keluaran tenaga yang dihasilkan oleh mesin.
c. Konsumsi bahan bakar, dan
d. Emisi gas buang sisa pembakaran
101
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. METODE PENELITIAN
4. PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Dengan Menggunakan Pertamax
Adapun hasil dan data yang diperoleh dari setiap pengujian yang dilakukan dapat
dilihat sebagai berikut:
102
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Keterangan Diagram:
Dari Diagram di atas dapat diketahui pada rpm 3000 di dapatkan hasil pengujian 1 yaitu
2,98 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 3 Nm, pengujian ke 3 yaitu 3,40 Nm, pada rpm 4000 di
dapatkan hasil pengujian 1 yaitu 3,67 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 4,20 Nm, pengujian
ke 3 yaitu 4 Nm, pada rpm 5000 didapatkan hasil pengujian 1 yaitu 4,54 Nm, pada
pengujian ke 2 yaitu 5,35 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu, 5 Nm, pada rpm 6000 didapatkan
hasil pengujian ke 1 yaitu 6 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 6,44 Nm, pada pengujian ke 3
yaitu 7,14 Nm, pada rpm 7000 didaptkan hasil pengujian ke 1 yaitu 5,76 Nm, pada
pengujian ke 2 yaitu 5,87 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 6,23 Nm, pada rpm 8000
didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 4,28 Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 5 Nm, pada
pengujian ke 3 yaitu 5,48 Nm, pada rpm 9000 didapatkan hasil pengujian ke 1 yaitu 3,54
Nm, pada pengujian ke 2 yaitu 4 Nm, pada pengujian ke 3 yaitu 4,60 Nm.
103
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4.1.3 Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Menggunakan Pertamax Terhadap Putaran
(rpm)
Tabel 4.3. Hasil Uji Emisi Gas Buang Dengan Menggunakan Pertamax
Terhadap Putaran (rpm)
Putaran CO HC CO2 NOx
(rpm) (%) (ppm) (%) (λ)
2000 0,46 284 6,4 2,095
4000 1,72 129 7,7 1,561
6000 1,45 119 11,5 1,201
Table 4.4. Hasil Pengujian Torsi Dengan Menggunakan LGV Terhadap Putaran (rpm)
Putaran Pengujian Pengujian Pengujian
No
(rpm) Menggunakan LGV 1 Menggunakan LGV 2 Menggunakan LGV 3
1 3000 2,43 Nm 2,55 Nm 2,67 Nm
2 4000 3,54 Nm 3,69 Nm 3,80 Nm
3 5000 4,80 Nm 4,98 Nm 5,20 Nm
4 6000 5,32 Nm 5,90 Nm 8,08 Nm
5 7000 5,50 Nm 6 Nm 7 Nm
6 8000 5,21 Nm 5,67 Nm 5,89 Nm
7 9000 4,12 Nm 4,32 Nm 4,78 Nm
104
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Power Dengan Dyno Test Menggunakan LGV
Terhadap Putaran
Putaran Pengujian Pengujian Pengujian
No
(rpm) Menggunakan LGV 1 Menggunakan LGV 2 Menggunakan LGV 3
1 3000 2 HP 2,40 HP 1,38 HP
2 4000 2,79 HP 3 HP 2,42 HP
3 5000 3,02 HP 4,79 HP 3,83 HP
4 6000 4,32 HP 5,86 HP 7,09 HP
5 7000 5,50 HP 6,20 HP 6,80 HP
6 8000 5 HP 5,87 HP 6,43 HP
7 9000 4,87 HP 5,41 HP 6,01 HP
105
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3 HP, pengujian ke 3 yaitu 2,42 HP, pada rpm 5000 didapatkan hasil 3,02 HP pada pengujian ke 1,
pada pengujian ke 2 yaitu 4,79 HP, pengujian ke 3 yaitu 3,83 HP, pada rpm 6000 didapatkan hasil
4,32 HP pada pengujian ke 1, pada pengujian ke 2 yaitu 5,86 HP, pengujian ke 3 yaitu 7,09 HP,
pada rpm 7000 didapatkan hasil 5,50 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 di dapaatkan hasil
yaitu 6,20 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,80 HP, pada rpm 8000 didapatkan hasil 5 HP pada pengujian
ke 1, pengujian ke 2 yaitu 5,87 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,43 HP, pada rpm 9000 didapatkan hasil
4,87 HP pada pengujian ke 1, pengujian ke 2 didapatkan hasil 5,41 HP, pengujian ke 3 yaitu 6,01
HP.
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Emisi Gas Buang Dengan LGV Terhadap Putaran (rpm)
Putaran HC CO2
CO (%) NOx (λ)
(rpm) (ppm) (%)
2000 0,35 106 5,6 1,774
4000 1,56 93 7,5 1,629
6000 0,67 66 9,4 1,043
Grafik 4.2. Grafik Perbandingan Hasil Uji Power Antara Pertamax dan LGV
Terhadap Putaran
106
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Keterangan Grafik:
Grafik di atas diambil dari data power tertinggi dari setiap pengujian antara pertamax dan LGV dan
dari grafik diatas diketahui bahwa nilai power tertinggi dengan menggunakan LGV pada rpm 6000
yaitu 7,09 HP,
Keterangan Tabel:
Dari table perbandingan emisi gas buang menggunakan pertamax dan LGV di atas dapat diketahui
bahwa nilai dari keseluruhan kandungan gas buang, menggunakan LGV jauh lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan pertamax.
107
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Keterangan Grafik:
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa nilai AFR yang didapat lebih tinggi ketika menggunakan
LGV dengan nilai tertinggi 18,87 pada 3000 rpm sedangkan nilai AFR terendah yang didapat
menggunakan Pertamax adalag 14,57 pada 9000 rpm.
Keterangan Grafik:
Dari grafik diatas didapatkan hasil Efisiensi Thermal LGV lebih besar nilai persentasenya dengan
nilai 89% dibandingkan Pertamax dengan nilai 77%.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang telah dilakukan pada engine
gasoline JF51E menggunakan bahan bakar pertamax dan LGV, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: Menggunakan bahan bakar LGV dapat meningkatkan
power mesin berdasarkan pengujian dyno test dengan mendapatkan hasil tertinggi yaitu
7,09 HP pada percobaan ketiga, sedangkan pada pengujian dengan menggunakan bahan
bakar pertamax mendapatkan hasil tertinggi 6,28 HP. Pada torsi dengan menggunakan
bahan bakar LGV mendapatkan hasil tertinggi 8,08 Nm pada pengujian ketiga, sedangkan
pada pengujian menggunakan bahan bakar pertamax didapat hasil 7,14 Nm.
Dari hasil pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor untuk keseluruhan nilai
kandungannya lebih rendah ketika menggunakan bahan bakar LGV jika dibandingkan
dengan menggunakan bahan bakar pertamax.
Dari hasil penelitian ini serta kesimpulan yang dapat di dapat, maka dapat disarakan
bahwa:
1. Meningkatkan kinerja divisi supply chain management sehingga dalam kedepannya
penerapan supply material secara terpusat dapat lebih bagus lagi.
2. Tim proyek hendaknya meningkatkan kinerja dalam tepat waktu dalam proses
pengajuan untuk penerbitan Purchasing Order kepada pihak divisi Supply Chain
Management sehingga divisi SCM tidak menunda dalam penerbitan PO tersebut dan
pengadaan material dapat tepat waktu.
5.2 Saran
1. Pengujian hendaknya dilakukan dengan mengunakan standarisasi yang telah diakui
seperti SNI.
108
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Sebelum dilakukan pengujian hendaknya kendaraan yang akan diuji harus di service
terlebih dahulu, agar performa mesin optimal dalam proses pengujian.
3. Penulis mengharapkan agar penggunaan bahan bakar fosil dapat dikurangi
penggunaannya dengan beralih menggunakan bahan bakar gas.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Asshiddiqie, J, “Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK Bentuk Kelembagaan Hulu Migas”
Jakarta, 2015.
[2] Legowo, E, “KebijakanPengaturan BBM Bersubsidi, Workshop IIEE, GSI & IISD,
Pengendalian BBM Bersubsidi: Persiapan Implementasi dan Mitigasi Dampak
Negatifnya” Jakarta, 2012.
[3] Harman, Arif E, Hasan D, “Pengaruh Penambahan Gas Oksihidrogen Terhadap Untuk
Kerja Motor Bensin Berbahan Bakar Pertamax”, Makasar: Jurnal Teknik Mesin,
Universitas Hasanuddin 2013.
[4] Indartono, “Pemakai Bahan Bakar Gas Menjadi Alternatif Bagi Kendaraan Bermotor
Berbahan Bakar Premium”, Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, 2012.
[5] Arismunandar. Wiranto, Penggerak Mula Motor Bakar, Bandung: ITB, 1988.
[6] Bahrudin, Yasim, “Analisis Pengaruh Bahan Bakar dan Emisi”. Universitas Muslim
Indonesia, Makassar, 2007.
[7] Widodo, Lagiyono, Agus, “Penentuan Air Fuel Ratio (AFR) Aktual Pembakaran LPG
Pada Celah Sempit Type Horizontal”, Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Pancasakti, Tegal, 2014.
[8] Morganti, K, J, “The Research and Motor Octane Numbers of Liquefied Petroleum
Gas”, 2013.
[9] Yahrib, Junaedi dan Bahrun Yasim, “Analisis Pengaruh Bahan Bakar dan Emisi Gas
Buang Pada Motor Bensin GX 160 T (Skripsi)”, Makassar, Univeritas Muslim
Indonesia Makassar 2017.
[10] Hendra, “Teknik Mesin Universitas Udayana yang menguji Bio Gas untuk bahan
bakar pada sepeda motor 4 langkah 125 cc”, Bali, 2008.
109
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Tuiuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur preheat terhadap sifat
fisik dan mekanik hasil pengelasan aluminium. Aluminium yang digunakan adalah aluminium
seri 5051 dengan tebal 4 mm. Pengelasan dilakukan dengan jenis las GMAW (Gas Metal Arc
Welding) dengan menggunakan gas pelindung argon. Preheat bertujuan untuk mengurangi
perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan meminimalkan masalah yang terjadi
seperti distorsi, tegangan sisa yang berlebih dan cracking pada logam induk atau daerah
las.Temperatur preheat yang digunakan adalah 70°C, 90°C, dan 110°C. Pengujian dilakukan
untuk mengetahui sifat mekanik dan sifat fisik dari hasil pengelasan. Pengujian tarik dan
pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik hasil pengelasan, sedangkan
untuk mengetahui sifat fisik hasil las dilakukan pengamatan fotomikro, struktur mikro dan
pengujian distorsi. Hasil pengujian menunjukkan kekuatan tarik terbesar terdapat pada
spesimen dengan temperatur preheat 70°C dengan nilai 134,61 MPa. Sedangkan nilai
terendah terdapat pada specimen dengan temperatur preheat 90°C, hal tersebut disebabkan
karena specimen pada temperatur tersebut terdapat porositas yang banyak. Nilai kerataan
pada spesimen dengan variasi temperatur preheat 70°C, 90°C, dan 110°C mempunyai nilai
0.18 mm, 0.14 mm dan 0.36 mm.Hasil pengujian Vickers Microhardness menunjukkan bahwa
nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah lash al tersebut sesuai dengan struktur mikro
yang didapat pada pengamatan fotomikro. Daerah las mempunyai ukuran struktur mikro lebih
kecil dibandingkan logam induk dan daerah HAZ (Heat Affected Zone).
Kata kunci: Pengelasan GMAW, Preheat, kekuatan tarik, distorsi, struktur mikro.
110
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Alumunium dengan seri 5051 mempunyai sifat tahan korosi dan mampu las yang
baik. Untuk pemakaian alumunium seri ini adalah digunakan untuk pipa minyak, tangki
penyimpanan gas, dan komponen kendaraan darat, laut dan udara.
Proses Pengelasan
Proses pengelasan dilakukan dengan pengelasan GMAW (Gas Metal Arc Welding)
dengan metode lapis banyak (multilayer). Parameter pengelasan dapat dilihat pada Tabel 2.
Filler yang digunakan adalah tipe ER5356 yang mempunyai paduan unsur
magnesium. Proses pengelasan dilakukan dengan memberikan gap sepanjang 4 mm sesuai
dengan standar gap (American Bureau of Shipping Incorporated, 2007)
111
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sedangkan gas pelindung yang dipakai adalah gas argon. Preheat dilakukan dengan
menggunakan gas burner. Variasi temperature preheat yang digunakan adalah 70°C, 90°C,
dan 110°C. Parameter proses preheat dapat dilihat pada Tabel 3.
Pengujian Material
Pengujian hasil pengelasan yang dilakukan adalah pengujian mekanik dan pengujian
fisik. Pengujian mekanik yang dilakukan adalah pengujian tarik dengan menggunakan
Universal Testing Machine dan pengujian kekerasan dengan menggunakan metode Vickers
Microhardness.
Sedangkan pengujian fisik yang dilakukan adalah pengujian distorsi dengan
menggunakan dial indicator, pengamatan fotomikro dengan stereozoom, dan pengamatan
struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optic.
Dari Tabel 4 terlihat bahwa semakin besar nilai suhu preheat maka penetrasi las
semakin turun ke bawah atau mencair. Dapat dilihat juga bahwa terdapat cacat di spesimen
tanpa preheat dan di semua variasi preheat yaitu berupa cacat porositas. Porositas
disebabkan oleh gas yang larut ke dalam aluminium cair. Gas tersebut tidak bisa keluar
dari larutan karena proses pembekuan yang cepat menyebabkan gas ini terperangkap dan
membentuk gelembung halus.
Porositas juga disebabkan oleh sifat dari aluminium yang rentan terhadap porositas
dan gas argon tidak melindungi sempurna alur lasnya. Usaha yang paling baik untuk
menghindarinya adalah menghilangkan sumber hidrogen baik yang berbentuk zat-zat
seperti minyak maupun yang berbentuk uap air (Wiryosumarto & Okomura, 2000).
112
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dilakukan pada 4 spesimen variasi suhu tanpa preheat, preheat 70°C, 90°C, dan 110°C.
Untuk hasil pengujian mikro dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 menunjukkan strukturmikro logam induk, daerah HAZ dan daerah batas
antara Las dan HAZ. Struktur mikro untuk semua variasi temperature preheat pada daerah
tersebut mirip. Pada daerah batas las dan HAZ terlihat perubahan struktur mikronya. Pada
daerah HAZ butiran struktur mikronya kecil sedangkan daerah Las butirannya lebih besar.
Dari Tabel 6 dapat kita lihat butiran struktur mikro daerah las untuk semua variasi
pengelasan yang dilakukan. Ukuran butiran pada hasil las dengan temperatur preheat
110°C lebih besar dibandingkan dengan variasi temperatur yang lain.
Pengujian Distorsi
Pengujian distorsi dilakukan dengan membuat mesh pada hasil pengelasan dengan
jarak 1 cm, kemudian titik-titik tersebut diuji tingkat kerataannya dengan menggunakan
dial indicator. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar terlihat bahwa
semakin besar temperatur preheat maka semakin besar nilai distorsi hasil pengelasannya.
0,50
Nilai Distorsi (mm)
0,40 0,36
0,30
0,18
0,20 0,14
0,10
0,10
0,00
tanpa preheat preheat 70ͦ preheat 90 preheat 110
113
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan standard ASTM E8. Hasil dari
pengujian tarik ini berupa nilai tegangan tarik dan regangan. Gambar 3 menunjukkan nilai
kekuatan tarik hasil las. Nilai kekuatan tarik hasil las dengan preheat 90°C mempunyai
nilai paling kecil dibandingkan hasil pengelasan yang lain karena terdapat banyak porositas
pada hasil pengelasannya.
200
158,22
Nilai Kekuatan Tarik (MPa)
150 134,61
128,73
98,47
100
50
0
tanpa preheat preheat 70ͦ preheat 90 preheat 110
Pengujian Kekerasan
Gambar 4 menunjukkan niali kekerasan hasil pengelasan dengan semua variasi
temperatur preheat pada daerah logam las, HAZ dan logam induk. Pengujian kekerasan
dilakukan dengan menggunakan Vickers Microhardness dengan beban 100 grf.
120
100
Nilai Kekerasan (VHN)
80
Logam induk
60 HAZ
40 Las
20
0
tanpa preheat preheat 70 preheat 90 preheat 110
Dari gambar terlihat bahwa semakin besar suhu preheat semakin tinggi nilai
kekerasannya. Hal ini dikarenakan pada material yang dilakukan proses preheat
pendinginan suhunya tidak terlalu cepat karena semua sisi suhunya sama yang
menyebabkan butiran pada aluminium menjadi halus dan rapat. Butiran yang halus dan
114
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
rapat ini membuat kekuatan untuk merusaknya semakin besar sehingga nilai kekerasannya
akan naik. Untuk nilai kekerasan yang paling tinggi terdapat pada suhu preheat 110°C.
1.4 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hasil sebagai
berikut:
1. Pengamatan fotomakro menunjukkan bahwa semua variasi suhu dari tanpa preheat,
70°C, 90°C, dan 110°C terdapat cacat porosity dan jumlah porosity paling banyak
terdapat pada variasi suhu preheat 110°C. Cacat ini disebabkan karena sifat material
alumunium yang rentan terhadap porosity dan material ini juga tipis sehingga gas argon
tidak melindungi daerah las dari udara luar dengan sempurna.
2. Hasil pengamatan strukturmikro menunjukkan bahwa pada struktur daerah HAZ
semakin tinggi suhu preheat, semakin terlihat batas butirnya.Hal ini menunjukkan
bahwa kekuatannya pada daerah HAZ semakin baik tetapi kekerasannya semakin
berkurang.
3. Dari hasil pengujian kekerasan didapatkan bahwa nilai kekerasan aluminium yang
diberikan perlakuan preheat lebih besar dibandingkan dengan tanpa diberikan
perlakuan preheat. Untuk nilai kekerasan yang paling besar terdapat pada variasi suhu
preheat 70°C dengan kenaikan nilai kekerasan sebesar 27,78% dari variasi tanpa
preheat. Untuk daerah yang paling besar nilai kekerasannya yaitu terdapat pada daerah
las dengan kenaikan nilai rata-rata sebesar 19,95% dari nilai rata-rata daerah HAZ.
4. Dari hasil pengujian kekuatan tarik didapatkan bahwa nilai tegangan terbesar terdapat
pada variasi suhu tanpa preheat. Untuk nilai tegangan pada variasi suhu 70°C
mengalami penurunan nilai tegangan sebesar 19,7% dari variasi suhu tanpa preheat.
Dan untuk nilai terkecil terdapat pada variasi suhu preheat 90°C dengan penurunan
nilai sebesar 58,31% dari preheat 110°C..
5. Dari hasil penelitian pada pengelasan dengan variasi preheat. Karenasifat dari material
yang diperlukan adalah kekuatan tarik dan tingkat distorsi yang kecil, dan karena pada
variasi suhu preheat 90°C mengalami masalah dalam proses pengelasan yang
mengakibatkan logam las tidak mengisi sempurna. Maka suhu preheat 70°Cdipilih
sebagai suhu preheat yang paling optimal.
Daftar Pustaka
Darsin, M., & Junus, S. (2010). Analisis Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Paduan
Alumunium 5083 Akibat Pengelasan Metal Inert Gas (MIG) Dengan Variasi Preheat
Dan Post Heat. Jurusan Teknik Mesin Universitas Jember.
Daryanto. (2011). Teknik Mengelas Logam. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.
Gatot, Nur, & Abdillah. (2015). Pengaruh Variasi Suhu Preheat Terhadap Sifat Mekanik
Material SA 516 Grade 70 Yang Disambung Dengan Metode Pengelasan SMAW.
Prodi D-3 Teknik Mesin Fakultas Teknik Industri-ITS.
Hestiawan, H., & Suyono, A. F. (2014). Pengaruh Preheat Dan Post Welding Heat
Treatment Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Las Smaw Pada Baja Amutit K-460.
Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Bengkulu.
Purwaningrum, Y., & Supriyanto, L. (2013). Optimation Of Mechanical And Physical
Properties Of FSW With Variation Of Preheat Temperature. Mechanical Engineering
Department, Faculty of Industrial Engineering Islamic University of Indonesia.
115
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Rusnoto. (2014). Pengaruh Proses Preheating Pada Pengelasan SMAW Terhadap Kekuatan
Tarik Material Baja ST 37. Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal.
Wiryosumarto, H., & Okomura, T. (2000). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT
Pradnya Paramita.
116
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Kebutuhan masyarakat akan komputer sangat tinggi. Komputer dapat diartikan sebagai alat
yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan. Pada
penggunannya terkadang komputer mengalami permasalahan yang membuat kinerja komputer
tidak berjalan optimal.Kondisi komputer yang dibebani kerja tentunya akan mengakibatkan
CPU bekerja lebih keras dan menyebabkan CPU lebih cepat panas. Panas inilah yang dapat
mengganggu kinerja dari CPU tersebut, oleh karena itu panas ini harus dibuang. Era
sekarang ini, sistem pendinginan untuk CPU mulai mengarah pada penggunaan pipa kalor
sebagai pendingin. Pipa kalor ini dapat mengatasi panas yang ditimbulkan oleh CPU yang
nantinya akan membantu mengembalikan performa dari CPU tersebut. Pendinginan dengan
menggunakan pipa kalor dilakukan secara cascade atau bertingkat. Cascade straight heat pipe
pada pengujian kali ini terdiri dari single kondensor dan double kondensor yang sama-sama
diberikan pembebanan 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48 watt. Pembebanan ini
mewakili kondisi CPU saat diberikan beban kerja. Hasilnya cascade straight heat pipe double
kondensor sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan temperatur kerja
CPU. Terbukti pada pembebanan 48 watt, double kondensor cascade straight heat pipe
mampu menurunkan suhu hingga 64,06°C.
1. Pendahuluan
Era sekarang kebutuhan masyarakat akan komputer sangat tinggi. Komputer dapat
diartikan sebagai alat yang dipakai untuk mengolah data menurut prosedur yang telah
dirumuskan. Kata computer pada awalnya dipergunakan untuk menggambarkan orang
yang perkerjaannya melakukan perhitungan aritmetika, dengan atau tanpa alat bantu, tetapi
arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu sendiri. Asal mulanya, pengolahan
informasi hampir eksklusif berhubungan dengan masalah aritmetika, tetapi komputer
modern dipakai untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.
Komputer itu sendiri terdiri dari perangkat keras (Hardware) dan perangkat lunak
(Software). Salah satu komponen penting dalam komputer ialah Central Processing Unit
(CPU) yang merupakan perangkat keras. Pada penggunannya terkadang komputer
mengalami permasalahan yang membuat kinerja komputer tidak berjalan optimal.
Gangguan tersebut sering disebakan oleh persoalan hardware dalam CPU dan persoalan-
persoalan hardware lainnya. Kondisi komputer yang dibebani kerja tentunya akan
mengakibatkan CPU bekerja lebih keras dan menyebabkan CPU lebih cepat panas. Panas
inilah yang dapat mengganggu kinerja dari CPU tersebut, oleh karena itu panas ini harus
dibuang [1].
117
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode
eksperimental. Metode eksperimental ini dilakukan melalu proses pengujian atau
eksperimen terhadap suatu obyek dengan perlakuan tertentu dengan variabel. Penelitian ini
diawali dengan studi literature mengenai heat pipe khususnya cascade straight heat pipe,
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja heat pipe, dan persiapan alat dan bahan yang
nantinya akan digunakan dalam penelitian,
Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan mendesain alat Cascade Straight Heat pipe.
Cara pembuatan khususnya cascade straight heat pipe ini diawali dengan mencari straight
heat pipe di pasaran. Setelah mendapat straight heat pipe dilanjutkan dengan mendesain di
software komputer. Setelah desain selesai sesuai dengan keinginan, langkah selanjutnya
yaitu membentuk straight heat pipe yang sudah didapat sesuai dengan bentuk desain. Pada
saat pembentukan harus berhati-hati agar fluida dalam heat pipe tidak terjepit akibat
lekukan pada heat pipe.
Tahap selanjutnya yaitu tahap eksperimen yaitu tahap pengujian temperatur kerja
plat simulator, single dan double kondensor pada cascade straight heat pipe. tahap
pengujian dilakukan dengan memanaskan bagian evaporator heat pipe dengan alat pelat
pemanas. Setelah diuji nanti akan diamati hasil dari pengujian menggunakan pelat pemanas
ini. Ada beberapa daya yang digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan agar mendapat
variasi data yang lebih, sehingga nantinya data tersebut bisa digunakan sebagai
118
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pembanding. Setelah didapatkan data hasil pengujian, dilanjutkan dengan menganalisa data
hasil pengujian.
119
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Single cascade straight heat pipe dibentuk dari 2 buah straight heat pipe yang saling
ditumpuk. Bagian kondensor dari straight heat pipe pertama ditempelkan pada bagian
evaporator dari straight heat pipe yang kedua. Sehingga nantinya kondensor straight heat
pipe akan direkatkan pada evaporator straight heat pipe kedua menggunakan plat
alumunium. Untuk dimensi atau ukuran dari single cascade straight heat pipe bisa dilihat
pada gambar di atas.
Double cascade straight heat pipe dibentuk dari 3 buah straight heat pipe yang
saling ditumpuk. Bagian kondensor dari straight heat pipe pertama ditempelkan pada
bagian evaporator dari straight heat pipe yang kedua. Kemudian bagian evaporator dari
straight heat pipe ke 3 juga ditempelkan pada pada evaporator straight heat pipe 2,
sehingga terbentuk 3 tumpukan. Nantinya kondensor straight heat pipe pertama akan
direkatkan pada evaporator straight heat pipe kedua dan juga evaporator straight heat pipe
ke 3 menggunakan plat alumunium. Untuk dimensi atau ukuran dari double cascade
straight heat pipe bisa dilihat pada gambar di atas.
120
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pada tahapan pengujian kinerja sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight
heat pipe dilakukan pada pemanas (heater). Kinerja sistem pendinginan cascade straight
heat pipe diamati dengan meletakan 7 thermocouple tipe-K pada kondensor tunggal dan 10
thermocouple tipe-K pada double kondensor.
121
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 4.2 Tabel Variasi Pengujian Single Kondensor Cascade Straight Heat Pipe
VARIASI WAKTU
T0(°C) T1(°C) T2(°C) T3(°C) T4(°C) T5(°C) T6(°C)
(WATT) (detik)
10 11101 44.461 36.267 32.305 30.872 30.005 30.133 24.876
20 11102 44.455 36.256 32.305 30.875 30.017 30.110 24.892
30 11103 44.459 36.306 32.312 30.877 29.994 30.116 24.893
40 11104 44.439 36.319 32.291 30.878 30.011 30.062 24.890
48 11105 44.442 36.333 32.285 30.878 30.036 30.060 24.875
Keterangan:
T0 : Temperatur Plat Simulator Atas T4 : Temperatur Kondensor 2
T1 : Temperatur Evaporator 1 T5 : Temperatur Heatsink 1
T2 : Temperatur Kondensor 1 T6 : Temperatur Lingkungan
T3: Temperatur Evaporator 2
Tabel 4.3 Tabel Variasi Pengujian Double Kondensor Cascade Straight Heat Pipe
VARIASI WAKTU
(WATT)
T0(°C) T1(°C) T2(°C) T3(°C) T4(°C) T5(°C) T6(°C) T7(°C) T8(°C) T9(°C)
(detik)
10 15305 44.399 40.046 39.093 30.238 30.096 30.057 30.023 28.021 29.582 24.323
20 15306 44.402 40.065 39.099 30.246 30.099 30.069 30.007 28.094 29.608 24.336
30 15307 44.402 40.050 39.091 30.243 30.093 30.071 30.024 28.163 29.622 24.360
40 15308 44.409 40.058 39.097 30.242 30.100 30.066 30.031 28.149 29.618 24.419
48 15309 44.404 40.034 39.079 30.244 30.104 30.068 30.040 28.105 29.625 24.406
Keterangan:
T0 : Temperatur Plat Simulator Atas T4 : Temperatur Evaporator 3 T8 : Temperatur Heatsink 1
T1 : Temperatur Evaporator 1 T5 : Temperatur Kondensor 2 T9 : Temperatur Lingkungan
T2 : Temperatur Kondensor 1 T6 : Temperatur Kondensor 3
T3 : Temperatur Evaporator 2 T7 : Temperatur Heatsink 2
122
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
129,3971
91,51162
95,201
72,792846
70,119421
69,895585
65,334793
58,836693
59,32425
54,00135
51,01507
44,441648
44,404654
50,026
47,539
Hal ini disebabkan karena cascade straight heat pipe memiliki hambatan termal yang
lebih kecil dibandingkan non cascade. Hambatan termal pada cascade straight heat pipe
dihitung berdasarkan kondisi temperatur evaporator dengan temperature pada bagian
kondensor terhadap pembebanan yang diberikan [14].
Hambatan panas akan semakin kecil pada peningkatan pembebanan atau
penambahan Q. selain itu semakin besar ΔT juga akan memperkecil hambatan panas. Hal
inilah yang merupakan karakteristik dari heat pipe tersebut [15]. Hambatan termal yang
kecil inilah yang menyebabkan reduksi panas pada bagian evaporator menjadi lebih besar.
Karena hambatan termal pada sistem cascade straight heat pipe lebih kecil dibandingkan
sistem non cascade yang mengakibatkan reduksi panas pada bagian evaporator sistem
cascade straight heat pipe lebih bagus dibandingkan non cascade. Selain hambatan termal,
sistem cascade straight heat pipe memiliki sirkulasi yang lebih panjang dibandingkan
sistem non cascade. Pada sistem cascade straight heat pipe panas yang keluar dari
kondensor pertama tidak langsung dilepas ke lingkungan melainkan diserap kembali oleh
evaporator 2 dan 3 sehingga sistem pendinginan berlanjut lagi di evaporator 2 dan 3.
Setelah didinginkan di tingkatan 2 dan 3 inilah, panas baru dilepaskan ke lingkungan
melalui kondensor 2 dan 3. Berbeda dengan sistem non cascade. Panas yang keluar dari
kondensor 1 langsung dilepas ke lingkungan karena tidak ada heat pipe lagi untuk
menyerap panas di kondensor, sehingga panas dari keluaran kondesor masih panas dan
evaporator 1 tidak bekerja secara maksimal. Dua hal inilah yang menyebabkan penurunan
bisa terjadi signifikan pada sistem pendingin berbasis cascade straight heat pipe
dibandingkan sistem non cascade.
4. Kesimpulan
Dari pengujian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemakaian single dan double kondensor pada sistem pendinginan CPU berbasis
cascade straight heat pipe memiliki pengaruh yang sangat signifikan untuk penurunan
temperatur kerja. Berdasarkan hasil pengujian, dengan adanya single dan double
kondensor pada sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight heat pipe
didapatkan penurunan yang sangat signifikan, hingga 57,6°C atau 44% untuk yang
single kondensor dan 64,06°C atau 49% untuk double kondensor.
123
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Penurunan temperatur kerja dengan pemakaian single dan double kondensor pada
sistem pendinginan CPU berbasis cascade straight heat pipe memiliki penurunan yang
sangat signifikan untuk pembebanan yang maksimal. Untuk pembebenan rendah yaitu
10 watt penurunan belum terlalu signifikan. Untuk pembebanan 10 watt didapatkan
penurunan 6,57°C untuk yang single kondensor dan 6,6°C untuk double kondensor.
Pembebanan 20 watt didapatkan penurunan 20,09°C untuk single kondensor dan
22,58°C untuk double kondensor. Pembebanan 30 watt didapatkan penurunan 32,19°C
untuk single kondensor dan 37,51°C untuk double kondensor. Pembebanan 40 watt
didapatkan penurunan 25,31°C untuk single kondensor dan 36,37°C untuk double
kondensor. Pembebanan maksimal yaitu 48 watt didapatkan penurunan 57,6°C untuk
single kondensor dan 64,06°C untuk double kondensor.
Daftar Pustaka
1. Mujaya, I K. J. 2015. Pengaruh Penggunaan Pipa Kalor Bertingkat Terhadap
Temperatur Kerja CPU dan Lingkungan di Sekitar Kondensor. Fakultas Teknik.
Universitas Udayana.
2. Elnaggar, Mohamed H.A. 2013. Numerical Investigation of Characteristics of Wick
Structure and Working Fluid of U-shape Heat Pipe for CPU Cooling,Engineering
Department, Palestine Technical College.
3. Putra, Nandy, Aziz O, Idam Bariyanto, Fery Yusivar. Penggunaan Heatsink-Fan
Sebagai Pendingin Sisi Panas Elemen Peltier Pada Pengembangan Vaccine Carrier.
JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 1. Tahun XXI, Maret 2007, 24-31 ISSN 0215-1685.
4. Putra, N. & Septiadi, W. N. 2014. Teknologi Pipa Kalor Teori, Desain dan Aplikasi.
Jakarta: Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia.
5. I. Mudawar. (2001). Assessment of high-heat-flux thermal management schemes.
Components and Packaging Technologies, IEEE Transactions on, vol. 24, pp. 122141,
2001.
6. Nandy Putra. Nano Teknologi: Pengembangan Potensi Nanofluida Sebagai Fluida
Kerja Alternatif. (2003).
7. Putra, Nandy, Wayan Nata Septiadi, Rosari Saleh, Rardi Artono Koestoer, and
Suhendro Purbo Prakoso. "The Effect of CuO-Water Nanofluid and Biomaterial Wick
on Loop Heat Pipe Performance." In Advanced Materials Research, 875, (2014). 356-
361.
8. Saleh, R., Putra, N., Wibowo, R. E., Septiadi, W. N., Prakoso, S. P. Titanium dioxide
nanofluids for heat transfer applications. Experimental Thermal and Fluid Science, 52,
(2014).19-29.
9. Putra, N et al., "Application of Al2O3 Nanofluid on Sintered Copper-Powder Vapor
Chamber for Electronic Cooling", Advanced Materials Research, Vol. 789, pp. 423-
428, 2013.
10. Putra, N., Septiadi, W. N., Rahman, H., Irwansyah, R. (2012). Thermal performance of
screen mesh wick heat pipes with nanofluids. Experimental Thermal and Fluid Science,
vol.40, pp.10-17.
124
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
125
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrakk
Seiring perkembangan zaman komputer merupakan salah satu komponen penting dalam
kehidupan sehari-hari, yang biasanya digunakan untuk mengolah data untuk menghasilkan
output. Namun komputer sering mengalami kerusakan pada CPU (Central Processing Unit)
akibat pemakaian komputer yang tidak sesuai aturan sehingga CPU mengalami overheating.
Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan upaya dengan menggunakan pendingin heat
pipe berbasis cascade straight heat pipe dengan double dan single kondensor untuk
menurunkan temperatur keluaran kondensor. Pengujian cascade straight heat pipe dilakukan
dengan pemberian pembebanan masing-masing 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48 watt.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendingin berbasis cascade straight heat pipe
double kondensor mampu menurunkan temperatur keluaran kondensor 1,169°C pada kondisi
20 watt, 0,437°C pada kondisi 30 watt, 2,675°C pada kondisi 40 watt dan 3,565°C pada
kondisi 48 watt dibandingkan dengan penggunaan sistem pendingin cascade straight heat pipe
single kondensor.
1. Pendahuluan
Seiring perkembangan zaman komputer merupakan salah satu komponen penting
dalam kehidupan sehari-hari. Komputer adalah sebuah sistem elektronika yang mempunyai
kemampuan untuk mengolah data dengan cepat dan tepat serta dirancang agar secara
otomatis dapat menerima dan menyimpan data input, memproses data, dan menghasilkan
data output. Pada umumnya penggunan komputer terkadang mengalami permasalahan
yang membuat kerja komputer kurang maksimal. Permasalahan biasanya disebakan oleh
persoalan perangkat keras yang terdapat dalam CPU (Central Processing Unit) dan
persoalan-persoalan perangkat keras lainnya. Kondisi komputer yang saat dipergunakan
dibebani kerja tentunya akan membuat CPU bekerja lebih keras dan juga tentunya
menyebabkan CPU menjadi lebih cepat panas. Panas inilah nantinya yang dapat
mengganggu kerja dari CPU itu sendiri, oleh karena itu panas ini harus dibuang keluar.
Berdasarkan uraian diatas maka penggunaan komputer harus memperhatikan sistem
pendingin pada CPU sehingga nantinya dapat mempertahankan kinerja dari CPU itu sendiri.
Tetapi biasanya dalam memilih atau membeli komputer jarang yang mempertimbangkan
sistem pendingin yang dimiliki oleh komputer yang akan dibeli, padahal sistem pendingin
yang ada pada perangkat komputer adalah salah satu komponen yang penting untuk
mengatur temperatur kerja CPU dan juga mencegah panas yang berlebihan pada CPU.
Perlunya manajemen temperatur yang baik pada CPU guna menjaga kinerja
komputer tetap handal dan tentunya untuk memperpanjang umur pakai dari CPU itu
126
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan laju perpindahan panas pada
alat penukar kalor guna mempercepat perpindahan panas dan meningkatkan efisiensi
energi. Meskipun berbagai teknik telah diterapkan untuk meningkatkan perpindahan panas,
upaya tersebut seringkali dibatasi oleh konduktivitas termal yang rendah dari fluida kerja
serta mekanisme perpindahan panas satu fasa, dimana hal tersebut membatasi peningkatan
kinerja dan kekompakan alat penukar kalor [1]. Dengan meningkatnya permintaan
teknologi modern untuk miniaturisasi perangkat teknologi, timbul kerja baru yang
memiliki konduktivitas termal yang tinggi yang akan berdampak pada perpindahan panas
yang lebih efektif dalam hal peningkatan kinerja termal alat penukar kalor [2]. Pendingin
konvensional tidak lagi mampu mengatasi permasalahan tersebut sehingga sistem
pendingin mulai mengarah ke sistem dua fase, salah satunya heat pipe atau pipa kalor [3].
Cara konvensional untuk membuang panas dari komputer dilakukan secara konveksi
dengan menggunakan kipas angin dengan heatsink langsung. Namun, dengan
meningkatnya daya yang diperlukan dalam komputer modern, panas fluks di CPU telah
secara signifikan meningkat [4].
Heat pipe merupakan alat penukar kalor yang menggunakan prinsip dua fasa serta
bersifat pasif yakni dalam sirkulasi fluida kerja selama proses perpindahan kalor hanya
memanfaatkan tekanan kapilaritas dari sumbu kapiler dan tidak menggunakan energi
tambahan berupa energi listrik. Banyak penelitian mengenai heat pipe telah dilakukan oleh
Putra.,dkk., [5-9] dan Septiadi, dkk [10-12] dimana heat pipe dengan menggunakan wick
berupa screen mesh, sintered powder serta biomaterial telah dikaji. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa heat pipe memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan alat penukar kalor konvensional. Penggunaan heat pipe juga menunjukkan adanya
penurunan hambatan termal pada peningkatan beban kalor yang diserap. Kinerja heat pipe
yang optimal dapat menyebabkan peningkatan kalor dari sumber kalor dan di buang di
bagian kondensor lumayan besar, temperatur yang di buang dibagian kondensor bisa
mencapai 50°C-60°C [13]. Pipa kalor mulai banyak digunakan karena kemampuannya
menyerap kalor dalam jumlah besar dan sistem sirkulasi fluida kerja yang bersifat pasif.
Kinerja pipa kalor sangat dipengaruhi oleh fluida kerja yang digunakan yang berfungsi
sebagai media penghantar kalor [14].
Dalam mengatasi permasalahan panas pada CPU, penulis kali ini akan mencoba
melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Double dan Single Kondensor pada Sistem
Pendingin Central Processing Unit (CPU) Berbasis Cascade Straight Heat Pipe Terhadap
Penurunan Temperatur Keluaran Kondensor” yang nantinya diharapkan dari penelitian ini
dapat mengetahui pengaruh jumlah kondensor terhadap kinerja cascade straight heat pipe
dalam penurunan temperatur keluaran kondensor dan dapat mengetahui besar temperatur
keluaran kondensor pada penggunaan single maupun double kondensor pada sistem
pendingin CPU yang diberikan beban kerja tertentu.
2. Metode Penelitiannn
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan merancang alat pendingin
CPU berbasis cascade straight heat pipe, yang diuji menggunakan pelat simulator sebagai
pengganti CPU dan heater sebagai sumber kalor.
127
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
straight heat pipe. Secara skematik diagram alir tahap penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Adapun desain rancangan alat pendingin CPU berbasis cascade straight heat pipe
dapat dilihat pada gambar 2 untuk desain cascade straight heat pipe single kondensor dan
Gambar 3 untuk desain cascade straight heat pipe double kondensor.
128
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pada tahapan pengujian kinerja sistem pendingin CPU berbasis cascade straight heat
pipe dilakukan dengan meletakkan 6 thermocouple tipe-K pada desain cascade single
kondensor dan 9 thermocouple pada cascade double kondensor, dimana letak
thermocouple sesuai pada gambar 4 untuk pengujian single kondensor dan gambar 5 untuk
pengujian double kondensor.
3. Pengumpulan Data
3.1 Karakterisasi Pelat Simulator
Untuk mendapatkan kalor (Q) yang telah ditentukan yaitu 10 watt, 20 watt, 30 watt,
40 watt dan 48 watt, dapat dilakukan dengan mengatur tegangan pada alat voltage
regulator sehingga memperoleh perbedaan temperatur (∆T) yang sesuai dan mendapatkan
nilai kalor yang telah ditentukan. Berikut ini adalah tabel hasil rekaman data terakhir
karakterisasi pelat simulator:
129
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 2. Data terakhir hasil pengujian cascade straight heat pipe single kondensor
Daya Waktu T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
(Watt) (detik) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C)
10 11105 44.441 36.333 32.284 30.877 30.035 30.060 24.875
20 12558 50.026 40.719 35.326 31.988 31.602 30.694 25.949
30 8280 59.324 45.247 40.569 38.018 36.380 32.214 24.540
40 9456 69.895 49.559 44.526 42.308 40.418 34.868 25.093
48 6635 72.792 51.700 46.697 45.229 43.092 41.430 26.646
Keterangan
T0 = Temperatur Plat Simulator (°C) T4 = Temperatur Kondensor 2 (°C)
T1 = Temperatur Evaporator 1 (°C) T5 = Temperatur Heatsink (°C)
T2 = Temperatur Kondensor 1 (°C) T6 = Temperatur Lingkungan (°C)
T3 = Temperatur Evaporator 2 (°C)
Tabel 3. Data terakhir hasil pengujian cascade straight heat pipe double kondensor
Daya Waktu T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
(Watt) (detik) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C) (°C)
10 15309 44.404 35.034 32.079 30.244 30.104 30.068 30.040 28.105 29.624 24.406
20 13665 47.639 37.306 32.784 30.726 30.684 30.492 30.433 28.305 29.926 24.927
30 18267 54.001 40.774 37.317 35.974 35.997 35.498 35.943 31.995 31.380 26.211
40 14599 58.940 43.851 39.859 38.151 38.089 37.437 37.743 33.868 33.342 23.865
48 7292 65.334 45.143 41.104 39.218 40.130 38.740 39.527 35.568 37.156 24.915
Keterangan:
T0 = Temperatur Plat Simulator (°C) T5 = Temperatur Kondensor 2 (°C)
T1 = Temperatur Evaporator 1 (°C) T6 =Temperatur Kondensor 3 (°C)
T2 = Temperatur Kondensor 1 (°C) T7 = Temperatur Heatsink 3 (°C)
T3 = Temperatur Evaporator 2 (°C) T8 = Temperatur Heatsink 2 (°C)
T4 = Temperatur Evaporator 3 (°C) T9 = Temperatur Lingkungan (°C)
130
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3.4 Analisis
Gambar 3 menampilkan distribusi perbandingan temperatur keluaran kondensor
antara Cascade single Kondensor dengan Cascade Double Kondensor.
131
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. Kesimpulan
Dari hasil penulisan laporan dan pengujian dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Jumlah kondensor berpengaruh terhadap penurunan temperatur keluaran kondensor
pada cascade straight heat pipe, dimana terdapat perbedaan temperatur keluaran antara
penggunaan single kondensor dengan double kondensor, akan tetapi pengaruhnya tidak
signifikan yaitu pada beban maksimal 48 watt perbedaan temperatur keluarannya
sebesar 8,27%.
2. Temperatur keluaran dengan penggunaan double kondensor memberikan temperatur
keluaran lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan single kondensor yakni
temperatur keluaran masing-masing untuk 10 watt, 20 watt, 30 watt, 40 watt dan 48
watt pada penggunaan double kondensor adalah 30,040°C, 30,433°C, 35,943°C,
37,743°C, 39,527°C serta untuk single kondensor masing-masing 30,035°C, 31,602°C,
36,380°C, 40,418°C, 43,092°C.
132
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
atas dukungan dana melalui skema Hibah Penelitian Terapan Unggulan perguruan Tinggi
(PTUPT)-2019.
Daftar Pustaka
1. J.A.E.S.U.S. Choi, (1995). Enhancing Thermal Conductivity of Fluids with
Nanoparticles, International Mechanical Engineering Congress and ExhibitionSan
Francisco, CA (United States).
2. Y. Abbassi, M. Talebi, A.S. Shirani, J. Khorsandi, (2014). Experimental investigation
of TiO2/water nanofluid effects on heat transfer characteristics of a vertical annulus
with nonuniform heat flux in non-radiation environment, Ann. Nucl. Energy 69 7–13.
3. I. Mudawar. (2001). Assessment of high-heat-flux thermal management schemes.
Components and Packaging Technologies, IEEE Transactions on, vol. 24, pp. 122-
141, 2001.
4. Elnaggar, Mohamed H.A. (2013). Numerical Investigation of Characteristics of Wick
Structure and Working Fluid of U-shape Heat Pipe for CPU Cooling, Engineering
Department, Palestine Technical College.
5. Nandy Putra. Nano Teknologi, (2003). Pengembangan Potensi Nanofluida Sebagai
Fluida Kerja Alternatif.
6. Saleh, R., Putra, N., Wibowo, R. E., Septiadi, W. N., Prakoso, S. P. (2014). Titanium
dioxide nanofluids for heat transfer applications. Experimental Thermal and Fluid
Science, 52.19-29.
7. Putra, Nandy, Wayan Nata Septiadi, Rosari Saleh, Rardi Artono Koestoer, and
Suhendro Purbo Prakoso, (2014). The Effect of CuO-Water Nanofluid and
Biomaterial Wick on Loop Heat Pipe Performance. In Advanced Materials Research,
875, 356-361.
8. Putra, N., Septiadi, W. N., Rahman, H., Irwansyah, R. (2012). Thermal performance of
screen mesh wick heat pipes with nanofluids. Experimental Thermal and Fluid
Science, vol.40, pp.10-17.
9. Putra, N et al. (2013). Application of Al2O3 Nanofluid on Sintered Copper-Powder
Vapor Chamber for Electronic Cooling, Advanced Materials Research, Vol. 789, pp.
423-428.
10. Wayan Nata Septiadi, I Gusti Ketut Sukadana, I Ketut Astawa2, Cahyo Sudarmo, I
Nyoman Swar Raditya M. (2016). Hambatan Termal Pipa Kalor Bertingkat dengan
Fluida Kerja Hybrid Nanofluid Al2O3-CuO-Air. SNTTM XV, 490-497.
11. Wayan Nata Septiadi, Cahyo Sudarmo, (2016). Konduktivitas Termal Hybrid
Nanofluid Al2O3-CuO-Air. Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI X) TM43-
TM49.
12. Wayan Nata Septiadi, I Gusti Ketut Sukadana, I Ketut Astawa,Cahyo Sudarmo, I
Nyoman Swar Raditya, (2016). Hambatan Termal Pipa Kalor Bertingkat dengan
Fluida Kerja Hybrid Nanofluid Al2O3-CuO-Air. Seminar Nasional Tahunan Teknik
Mesin XV (SNTTM XV), 490-497.
13. Vasiliev, Leonard L. (2005). Heat Pipes in Modern Heat Exchangers. Belarus
Minsk: Russia.
14. Nandy Putra, Wayan Nata Septiadi. (2014). Teknologi Pipa Kalor, Teori, Desain dan
Aplikasi. UI-Press: Jakarta.
15. Mujaya, I. K. J., Septiadi, W. N. & Suryawan, I. G. P. A. (2015). Karakterisasi
Kinerja Pipa Kalor Bertingkat dengan Wick Screen Mesh untuk Pendingin CPU.
Badung: Universitas Udayana.
133
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Tungku gasifikasi merupakan salah satu teknologi yang mampu mengubah energi dengan
proses gasifikasi, di mana metode gasifikasi adalah proses yang dapat mengubah bahan bakar
padat menjadi gas yang mudah terbakar (CO, H2, dan CH4) melalui proses pembakaran
dengan pasokan udara terbatas. Pasokan udara terbatas adalah proses yang menentukan
keberhasilan teknologi gasifikasi. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan karakteristik
tungku gasifikasi, tingkat pasokan udara dalam tungku berkurang hingga 20% hingga 40%
dari nilai stoikiometrik. Bahan bakar padat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
biomassa dalam bentuk kayu sisa konstruksi. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
gas yang mudah terbakar dengan memvariasikan massa bahan bakar dan ketinggian cerobong
asap. Variasi massa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1kg, 1,5 kg, 2 kg, 2,5 kg, dan
3 kg, sedangkan variasi ketinggian cerobong adalah 15 cm, 30 cm, dan 45 cm. Pasokan udara
dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan stoikiometrik, di mana kebutuhan udara
untuk pembakaran sempurna terjadi dalam 1 kg dan 1,5 kg massa, sedangkan kebutuhan
udara untuk pembakaran tidak sempurna yang merupakan kondisi proses gasifikasi terjadi
dalam tungku. Kebutuhan udara 1 kg dan 1,5 kg menunjukkan nilai 7,51 (AFR) sedangkan
kebutuhan udara 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg menunjukkan nilai 1,70 (AFR). Ini menunjukkan bahwa
kebutuhan udara dalam teknologi gasifikasi akan semakin berkurang jika massa bahan bakar
semakin besar. Semakin besar massa bahan bakar padat yang dimasukkan ke dalam tungku
gasifikasi, semakin banyak gas buang yang mudah terbakar terbentuk. Sehingga jika gas
buang yang terbentuk dapat dikatakan telah berubah menjadi gas sintetis sebagai produk
proses gasifikasi.
PENDAHULUAN
Teknologi gasifikasi merupakan suatu bentuk pendayagunaan energi yang
terkandung di dalam biomassa melalui suatu konversi dari bahan padat menjadi gas dengan
menggunakan proses degradasi termal material material organic pada temperatur tinggi di
dalam pembakaran yang tidak sempurna. Proses ini berlangsung dalam suatu alat yang
disebut gasifier. Kedalam alat ini dimasukkan bahan bakar biomassa berupa kayu untuk
dibakar didalam reaktor (ruang bakar) secara tidak sempurna atau suplai udara jauh
dibawah kebutuhan stoikiometri atau kekurangan oksigen sehingga fluegas yang dihasilkan
bersifat mampu bakar. Dengan kata lain, proses gasifikasi merupakan proses pembakaran
parsial bahan baku padat, melibatkan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar padat. Uap
air dan karbon dioksida hasil pembakaran direduksi menjadi gas yang mudah terbakar,
yaitu karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), dan methan (CH4) [1].
Dalam pengujian tungku gasifikasi ini terdapat beberapa masalah yang ada yaitu,
bagaimana mendapatkan gas sintetik atau syngas atau gas mampu bakar dari proses
gasifikasi. Apa yang mempengaruhi berhasilnya proses gasifikasi tersebut adalah konsep
gasifikasi, dimana proses gasifikasi mampu mereduksi bahan bakar kayu dengan sedikit
suplai udara sehingga menghasilkan fluegas yang mampu bakar (flamable). Adapun salah
134
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
satu usaha untuk mengoptimalkan jumlah fluegas yang flamable adalah dengan memberi
waktu gas CO2 bergeser menjadi gas CO dan steam bergeser menjadi H2 melewati
persamaan water shift reaction. Fenomena ini didapat dengan menambah panjang gasifier,
dalam hal ini kita memvariasikan tinggi freeboard apakah ketinggian freeboard
mempengaruhi proses terbentuknya gas sintetik atau syngas atau gas mampu bakar.
Apakah massa bahan bakar yang dimasukkan mempengaruhi keberhasilan dari proses
gasifikasi.
Batasan masalah pada pengujian ini adalah suplai udara dibuat kecil dan variabel laju
udara dimatikan (secondary air) sehingga dapat diperkirakan bahwa suplai udara sesuai
dengan kebutuhan proses gasifikasi. Pada penelitian ini belum dilakukan pengukuran laju
udara yang sebenarnya. Hal itu baru dilakukan pada tahap berikut dari penelitian ini.
Pengujian yang dilakukan menggunakan bahan bakar berupa kayu bekas tanpa melakukan
pengujian mengenai properties kayu. Properties kayu hanya dijadikan studi literatur untuk
mendapatkan karakteristik bahan bakar yang baik. Pengujian ini bertujuan untuk
mendapatkan karakteristik dari tungku gasifikasi sebagai salah satu teknologi yang mampu
mengkonversikan energi dari bahan bakar padat menjadi gas.
METODE PENELITIAN
Proses yang dilakukan ketika mengumpulkan informasi serta melakukan investigasi
pada penelitian, akan memberikan gambaran atau rancangan penelitian berupa prosedur
dan langkah langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan
langkah apa data data tersebut diperoleh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi literatur untuk properties biomassa dan uji eksperimental dengan
menggunakan tungku gasifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Uji Eksperimental
Untuk dapat melaksanakan suatu eksperimental yang baik, perlu memahami terlebih
dahulu segala sesuatu yang terkait dengan komponen-komponen eksperimen. Baik yang
berkaitan dengan jenis variabel, syarat eksperimen, langkah penelitian dan bentuk desain
penelitian. Untuk lebih memahami mengenai penelitian ini, maka akan dibahas mengenai
metode penelitian eksperimen beserta hal-hal yang terkait didalamnya. Pada pengujian
eksperimental digunakan tungku gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut adalah
gambar alat, bahan dan proses pada penelitian yang dilakukan.
135
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Nyalakan api melalui ignitor yang terdapat pada bawah tungku gasifikasi lalu ambil
data temperatur tiap titik ketika waktu yang ditentukan sudah sesuai. Berikan pematik pada
ujung freeboard untuk mengetahui apakah proses gasifikasi pada tungku gasifier tersebut
dapat dikatakan berhasil atau tidak. Untuk meminimalisir terjadinya resiko seperti api yang
tidak terkontrol akibat proses gasifikasi perlu dilakukan persiapan untuk menanggulangi
resiko tersebut. Pasir dan air yang mampu mematikan nyala api dipersiapkan di sekitar
lokasi pengujian sebelum pengujian dilakukan.
136
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Fluegas yang terbentuk akibat pembakaran bahan bakar kayu didalam reaktor
mengalir keluar melalui ujung cerobong. Fluegas yang keluar melalui ujung cerobong
tersebut diberikan pematik (ignitor) untuk mengetahui apakah fluegas yang keluar tersebut
mengandung unsur yang flammable. Jika fluegas yang keluar dari cerobong tersebut diberi
pematik dan tidak membentuk nyala api maka dapat dikatakan proses gasifikasi tidak
berlangsung secara sempurna. Faktor yang mempengaruhi proses gasifikasi pada pengujian
ini adalah massa dari bahan bakar yang dimasukkan ke dalam reaktor (ruang bakar) pada
tungku. Pada jumlah massa bahan bakar 1 kg dan 1,5 kg proses gasifikasi diprediksi
memperoleh suplai udara yang berlebih sehingga syarat dari proses gasifikasi yang
membutuhkan suplai udara terbatas tidak terpenuhi.
137
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berbeda dengan yang tampak pada Gambar 3, fluegas yang terbentuk akibat
pembakar bahan bakar kayu di dalam reaktor dengan jumlah massa 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg,
mengandung gas yang mudah terbakar (flammable). Hal ini berarti proses gasifikasi pada
tungku berhasil memenuhi syarat suplai udara yang terbatas pada jumlah massa bahan
bakar yang lebih besar.
Biomassa terdiri atas bahan organik seperti karbon, hidrogen, dan oksigen. Saat
dibakar secara menyeluruh, bahan organik dari biomassa akan menghasilkan air dan
karbon dioksida. Biomassa secara umum merupakan bahan yang dapat diperoleh dari
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi
atau bahan bakar dalam jumlah yang besar. Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi
138
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
alternatif, dikatakan sebagai energi terbarukan yang terjadi pada tahap akhir, dimana bahan
bakar biomassa akan terurai menjadi karbon dioksida atau metana dan dibebaskan ke
udara. Biomassa yang mengandung energi tersebut dimanfaatkan melalui teknologi
gasifikasi, dimana nilai kalor dari bahan bakar tersebut digunakan sebagai indikator
kandungan energi yang dimiliki oleh biomassa. Kandungan energi yang terkandung
didalam bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan:
Q = ̇ x LHV
Keterangan:
Q = Kandungan energi dari bahan bakar (kJ)
LHV = Lower heating value (kJ/kg) ̇ = massa dari bahan bakar (kg)
Energi yang terkandung di dalam bahan bakar akan berubah wujud dari padat
menjadi gas sehingga untuk menciptakan energi yang besar, jumlah massa dari bahan
bakar sangat mempengaruhi energi yang terbentuk. Berikut adalah grafik hubungan antara
massa dari bahan bakar terhadap energi yang terkandung didalam bahan bakar:
58.350
60.000
48.625 Q Energi
50.000 Bahan Bakar
38.900
40.000
29.175
Linear (Q
30.000 Energi
19.450 Bahan
20.000 Bakar)
10.000
1 1,5 2 2,5 3
Menurut yokoyama, kandungan energi yang terkandung didalam bahan bakar dapat
diindikasikan dengan nilai kalor yang terkandung didalam bahan bakar, sehingga nilai
temperatur akan sebanding dengan nilai kalor jika dikalikan dengan nilai kalor spesifik dan
massa dari bahan bakar yang digunakan. Hal ini dapat dilihat dari persamaan berikut:
Q = m x cp x
Keterangan:
Q = Nilai kalor (kJ)
m = Massa (Kg)
cp = Kalor spesifik (kJ/kg.oC)
= Temperatur (oC)
Hal ini lah yang menjadi indikasi bahwa temperatur akan meningkat jika nilai kalor
atau kandungan energi yang terdapat pada bahan bakar semakin banyak.
Ketinggian sebuah cerobong dari tungku gasifikasi diprediksi mampu memberikan
kesempatan untuk sistem melakukan semua proses dari gasifikasi yang akan mencapai
139
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
hasil berupa gas sintetik atau syngas. Dari proses yang dilakukan selama pengujian
berlangsung, api yang membakar bahan bakar berada dibagian bawah tungku, sehingga
titik pengukuran yang semakin lama akan menjauhi sumber api menunjukkan penurunan.
Untuk melihat hubungan yang terjadi antara ketinggian cerobong terhadap kemampuan
sistem untuk melaksanakan semua proses gasifikasi, maka distribusi temperatur yang
diukur terhadap titik pengukuran pada masing-masing cerobong uji akan membuktikan
bahwa gas sintetik tetap dapat terbentuk meskipun temperatur yang dibaca oleh alat ukur
menunjukkan nilai yang semakin kecil pada titik pengukuran yang semakin menjauhi
sumber api dari proses pembakaran bahan bakar.
Api yang terbentuk akibat terbakarnya gas mampu bakar yang keluar dari ujung
cerobong merupakan sebuah indikasi secara eksperimental yang menunjukkan bahwa
tungku gasifier telah berhasil memperoleh gas sintetik atau syngas. Sedangkan,
pengukuran temperatur disetiap titik pengukuran aka dianalisa berdasarkan perubahan
temperatur terhadap masing-masing proses yang terjadi didalam tungku gasifikasi. Berikut
adalah grafik yang akan menunjukkan pengaruh titik pengukuran temperatur terhadap
keberhasilan suatu sistem untuk melaksanakan proses gasifikasi:
140
Temperatur (oC)
Massa 2 kg
120
Massa 2.5 kg
100 Massa 3 kg
80
60
1 2 3 4
Titik Pengukuran
Gambar 6. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 1
160 Massa 2 kg
Massa 2.5 kg
110
60
1 2 3 4 5
Titik Pengukuran
Gambar 7. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 2
140
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
210
Massa 2 kg
Massa 2.5 kg
160
Massa 3 kg
110
60
1 2 3 4 5 6
Titik Pengukuran
Gambar 8. Hubungan Antara Temperatur Terhadap Titik Pengukuran pada Waktu 10
Menit Menggunakan Cerobong 3
Penurunan temperatur pada proses gasifikasi terjadi karena 4 proses utama dari
gasifikasi. Pada proses gasifikasi ada beberapa tahapan berdasarkan perbedaan rentang
kondisi temperatur, yaitu oksidasi (700-1500°C), reduksi (400-1000°C), pirolisis (300-
700°C), dan pengeringan (200-300°C) yang dilalui oleh biomassa sebelum pada akhirnya
menjadi gas yang flammable pada output reaktor. Proses oksidasi (combustion) merupakan
proses dimana unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan bakar akan bereaksi dengan
oksigen yang masuk dari lingkungan ke sistim. Reaksi yang terjadi pada proses oksidasi
disebabkan karena proses pembakaran bahan bakar yang terjadi didalam tungku. Proses
pembakaran ini akan memaksa unsur karbon untuk berikatan dengan oksigen dari
lingkungan dan melepaskan senyawa baru yang bersifat eksotermik. Senyawa baru yang
bersifat eksotermik merupakan hasil pembakaran berupa CO2 dan akan diserap oleh unsur
karbon pada reaksi reduksi, sehingga perbedaan temperatur yang terjadi antara zona
oksidasi dan zona reduksi menyebabkan senyawa CO2 bergeser menjadi senyawa CO.
Sedangkan pada proses pirolisis, biomassa dipanaskan 300-700oC tanpa kontak dengan
oksigen. Struktur kimia dari biomassa diubah dan menghasilkan karbon dioksida, karbon
monoksida, air, asam asetat, dan methanol [2].
Penurunan temperatur yang tampak pada Gambar 7 dan 8 merupakan salah satu hal
utama yang mendukung keberhasilan dari suatu proses gasifikasi. Penurunan temperatur
pada cerobong 1, cerobong 2, dan cerobong 3 yang terjadi akibat cerobong semakin tinggi
memberikan kesempatan untuk tungku gasifier melaksanakan semua proses dari gasifikasi
itu sendiri. Berdasarkan grafik diatas maka dapat dilihat semakin tinggi cerobong yang
digunakan maka temperatur akan menjadi semakin rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang dilakukan secara eksperimental dan analisa yang
dilakukan, maka Pengujian Karakteristik Fixed Bed Gasifier ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah dari massa bahan bakar yang dimasukkan ke dalam tungku gasifikasi sangat
mempengaruhi produk output dari tungku gasifikasi. Produk dari tungku gasifikasi yang
berupa gas sintetik akan terbentuk jika jumlah dari bahan bakar yang dimasukkan
adalah 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg. Sedangkan tungku gasifikasi tidak menghasilkan produk
141
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
berupa gas sintetik jika jumlah dari massa bahan bakar yang dimasukkan adalah 1 kg
dan 1,5 kg.
2. Kebutuhan udara pembakaran dihitung menggunakan persamaan Air Fuel Ratio,
sehingga dalam proses analisa dijelaskan bahwa perbandingan udara yang dibutuhkan
untuk gasifikasi adalah 22,59%. Dimana angka ini menunjukkan semakin terbatas
suplai udara yang masuk kedalam tungku maka semakin mudah tungku gasifikasi untuk
mendapatkan gas sintetik (syngas) atau gas mampu bakar (flammable).
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Yokoyama and Y. Matsumura, Panduan Untuk Produksi dan Pemanfaatan
Biomassa (Asian Biomassa Handbook), The Japan Institute of Energy, 2008.
[2] G. Rinovianto, "Karakteristik Gasifikasi Pada Updraft Double Gas Outlet Gasifier
Menggunakan Bahan Bakar Kayu Karet," Universitas Indonesia, Depok, 2012.
[3] Kurniawan, "Karakteristik Konvensional Updraft Gasifier Dengan Menggunakan
Bahan Bakar Kayu Karet Melalui Pengujian Variasi Flow Rate Udara," Universitas
Indonesia, Depok, 2012.
[4] "How Gasification Works,"All Power Labs, [Online]. Available:
www.allpowerlabs.com. [Accessed 14 Desember 2018].
[5] T. B. Reed and A. Das, Hand Book of Biomassa Downdraft Gasifier Engine Systems,
1617 Cole Boulevard, Golden, Colorado 80401-3393: Solar Energy Research
Institute, 1988.
[6] A. Hidayat, "Karakterisasi Proses Gasifikasi Biomassa pada Reaktor Downdraft
Sistem Batch dengan Variasi Air-Fuel Ratio (AFR) dan Ukuran Biomassa,"
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2013.
[7] B. Sugiantoro, "Analisis Teknis Proses Pembakaran Fosil Fuel Dan Penggunaan Fame
/ Fatty Acid Mthyl Ester (Biofuel) Sebagai Peluang Efesiensi Energi Dan Peningkatan
Performasi Engine," pp. 131-140.
[8] H. Susanto, "Analisa Efisiensi Bahan Bakar Pada Boiler Pipa Api Kapasitas 1
Ton/Jam Menggunakan Bahan Bakar Solar dan Gas Di PT. X," Universitas Mercu
Buana, Jakarta, 2008.
[9] E. P. Akhator, A. O. and A. U. , "Nigerian Journal of Technology (NIJOTECH),"
Physico-chemical properties and energy potential of wood wastes from sawmills in
benin metropolis, Nigeria, vol. 36, no. 2, p. 452 – 456, April 2017.
[10] J. E. Brady, "Kimia Universitas Asas dan Struktur," Binarupa Aksara, Indonesia,
1999.
[11] I. Lawrence, "Perancangan Dan Manufaktur Burner," Universitas Tarumanagara,
Jakarta, 2018.
[12] A. Riza, Y. Bindar, H. Susanto and D. Sasongko, "Pengaruh Kadar Karbon Pada
Proses Gasifikasi," Sinergi, vol. 21, no. 1, pp. 1-8, Februari 2017.
142
Makalah Bidang Teknik Industri
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan
disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis. Keterlibatan media
sosial dilakukan dengan banyak hal, mulai dari menyebarkan semangat positif, memberikan
donasi, hingga hadir dalam keterlibatan langsung menjadi relawan. Banyak insiatif sosial
dalam aksi nyata yang berawal dari inisiatif di media sosial. Awareness masyarakat menjadi
sebuah titik temu pada bisnis digital (yang membawa misi sosial di dalamnya). Platform
kewirausahaan sosial bisnis komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah suatu sistem
(already alive) yang membantu tim projek pembawa misi sosial, guna menciptakan nilai
edukasi dalam insiatif sosial aksi nyatanya, melalui bantuan media sosial (FB Peduli Sampah
Cintai Bumi). Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan konsep ergonomi partisipasi tim
kerja virtual pada cetak biru startup kewirausahaan sosial yang bernama “Peduli Sampah
Cintai Bumi”. Metode penelitian adalah deskriptif studi. Hasil penelitian didapatkan bahwa
tim kerja virtual pada suatu kewirausahaan sosial, dapat dibangun dengan cara menanamkan
ikatan emosional dan mempersilahkan setiap anggota timnya dan pelanggan/partisipannya
untuk berkreasi melakukan aktivitas mental dan komunikasi dengan internet, sambil
menyalurkan minat/bakat/seni yang dimiliki masing-masing orang, sehingga terlihat
fleksibilitas dan kedinamisan hubungan keduanya dalam mencapai tujuan. Target proses
pelayanan startup kewirausahaan sosial bisnis yang bersifat crowdsourcing, yaitu praktik
yang melibatkan kerumunan orang atau kelompok (secara virtual) untuk membantu
memecahkan masalah, menyediakan informasi, dan dengan pengetahuan yang benar, yang
dapat memberikan kontribusi secara timbal balik pada crowd tersebut, didasarkan pengertian
bahwa pada tingkat yang paling sederhana kontribusi tiap orang adalah benar diperlukan,
sehingga orang akan merasa dihargai.
Kata kunci: ergonomi partisipasi, kewirausahaan sosial, start up, tim kerja virtual.
1. Pendahuluan
Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial
dengan disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis.
Kegiatan kewirausahaan sosial dapat meliputi kegiatan: a) yang tidak bertujuan mencari
laba, b) melakukan bisnis untuk tujuan sosial, dan c) campuran dari kedua tujuan itu, yakni
tidak untuk mencari laba, dan mencari laba, namun untuk tujuan social, Gregory Dees,
1998 (Utomo, Hardi, 2014). Pada umumnya kewirausahaan sosial adalah pemanfaatan
perilaku kewirausahaan yang lebih berorientasi untuk pencapaian tujuan sosial dan tidak
mengutamakan perolehan laba, atau laba yang diperoleh dimanfaatkan untuk kepentingan
sosial. Kewirausahaan sosial yang baru dirintis dapat disebut startup, dimana fasenya
masih dalam taraf pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar dan model yang
tepat. Startup adalah institusi manusia yang dirancang untuk menciptakan produk atau
layanan baru di bawah kondisi ketidakpastian ekstrem (Ries 2011). Menurut Rama
Mamuaya, CEO dailysocial.net, startup di Indonesia digolongkan dalam tiga kelompok
yaitu startup pencipta game, startup aplikasi edukasi serta startup perdagangan seperti e-
commerce dan informasi. Menurutnya Startup game dan aplikasi edukasi punya pasar yang
potensial dan terbuka di Indonesia. Hal ini dikarenakan proses pembuatan game dan
aplikasi edukasi relatif mudah. Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi menilai bahwa
143
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
mengomunikasikan tujuan bisnis secara jelas adalah strategi utama mereka dalam
menyusun tim dengan kinerja terbaik (Mudo 2015). Dalam operasinya, Startup banyak
menggunakan media sosial.
Media sosial mengubah masyarakat Indonesia secara umum dalam memandang
sebuah isu sosial. Keterlibatan dilakukan dengan banyak hal, mulai dari menyebarkan
semangat positif, memberikan donasi, hingga hadir dalam keterlibatan langsung menjadi
relawan. Banyak insiatif sosial dalam aksi nyata yang berawal dari inisiatif di media sosial.
Awareness masyarakat menjadi sebuah titik temu pada bisnis digital (yang membawa misi
sosial di dalamnya). Selain memang solusi tersebut dibutuhkan sebagai cara yang lebih
mudah diakses, penilaian masyarakat atas dampak sosial yang diberikan startup digital
ternyata begitu signifikan. Bukan berarti bisnis menjual dampak sosial, namun karena nilai
sosial tersebut menjadi prioritas di kalangan konsumen (dailysocial.id/post/startup-tren-
social-entrepreneur).
Komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah suatu komunitas masyarakat virtual
yang dibangun melalui media jaringan sosial terhubung (platform FB Peduli Sampah
Cintai Bumi) untuk mengikuti informasi dengan tema posting "peduli sampah cintai bumi".
Walaupun komunitas ini hanya terbentuk dalam dunia maya, tetapi semangat yang diusung
adalah menyebarkan virus kepedulian masyarakat untuk mulai berpartisipasi aktif,
memperhatikan masalah lingkungan hidup. Komunitas tidak hanya didasarkan pada satu
lokasi yang sama, tetapi bisa juga terbentuk karena suatu kepentingan, minat, nilai atau
profesi. Komunitas juga selalu memiliki banyak kepentingan dan pelaku, dan berkaitan
dengan entitas-entitas lain dalam skala yang berbeda (Clayton Susan & Gene Myers,
2014).
Platform kewirausahaan sosial bisnis komunitas peduli sampah cintai bumi, adalah
suatu sistem (already alive) yang membantu tim projek pembawa misi sosial, guna
menciptakan nilai edukasi dalam insiatif sosial aksi nyatanya, melalui bantuan media sosial
(FB Peduli Sampah Cintai Bumi), untuk menumbuhkan awareness masyarakat akan
masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup. Adapun jumlah anggota tim inti virtual saat
ini ada 4 orang, dengan jejaring informasi dari komunitas bank sampah, komunitas wanita
tani, instansi pendidikan, industri, komunitas lingkungan hidup gereja, masyarakat umum,
pemerintah dan perorangan/siapa saja yang berkehendak baik dan tertarik dengan masalah
lingkungan hidup dan kemanusiaan.
Pendekatan lainnya yang dipakai dalam membangun komunitas dan tim kerja virtual
ini adalah konsep ergonomi partisipasi. Ergonomi Partisipasi merupakan terlibatnya orang
secara mental dan emosional di dalam satu kelompok atau komunitas yang merangsang
mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab untuk
apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999). Pendekatan melalui ergonomi partisipasi,
diharapkan seluruh partisipan memiliki keterlibatan langsung dalam perencanaan dan
pelaksanaan tugas-tugas mereka, seperti adanya rapat yang bertujuan untuk saling bertukar
pikiran maupn menyumbangkan ide-ide yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas
dengan baik dan sempurna (Vink et.all, 2008). Ergonomi partisipasi memerlukan kondisi
tertentu untuk bisa berlangsung secara berhasil dan sukses yaitu adanya waktu yang cukup
untuk ikut terlibat, manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan,
dan relevan dengan kebolehan orang yang dilatih untuk menangani masalah, serta cukup
waktu berkomunikasi, cara berkomunikasi yang menguntungkan kedua belah pihak, tidak
adanya perasaan dipaksa oleh pihak lain dan masih berada dalam wilayah kebebasan
bekerja. Pada tingkat yang paling sederhana, ergonomi partisipasi mengajarkan kesadaran
untuk bisa melihat dan merasakan bahwa kontribusi pekerja adalah benar diperlukan
144
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(Getty, 1994). Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan konsep ergonomi partisipasi
tim kerja virtual pada cetak biru startup kewirausahaan sosial yang bernama “Peduli
Sampah Cintai Bumi”.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif studi, memaparkan apa adanya mengenai konsep
ergonomi partisipasi tim kerja virtual pada cetak biru/blue print startup kewirausahaan
sosial yang bernama “Peduli Sampah Cintai Bumi”. Berikut langkah- langkah yang dipakai
untuk mencapai tujuan penelitian, mengikuti panduan Zeithaml, Bitner, & Gremler, 2006:
1. Memaparkan definisi target proses pelayanan
2. Memaparkan desain segmen pelanggan
3. Memaparkan tindakan garis depan (frontline actions) dan komunikasi antara pelanggan
dengan partisipan relawan
4. Memaparkan dukungan pelanggan/partisipan relawan dan komunikasi mereka dengan
frontliner
5. Menambahkan bukti fisik (physical evidence) untuk setiap tindakan pelanggan/
partisipan.
Pemaparan data pendukung diambil dari data historis publikasi kegiatan startup di
FB Peduli Sampah Cintai Bumi.
145
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
partisipan
pelanggan 2 posting di FB
partisipan konfirmasi
partisipan ke n
pelanggan 1 ke
pelanggan
/anggota tim
kerja virtual
dgn WA
olah/cari informasi
tim kerja dgn internet dan
aplikasi
virtual
lokal/regional/nasional produk/jasa/
kesadaran
/global aktivitas
3.3. Memaparkan tindakan garis depan (frontline actions) dan komunikasi antara
pelanggan/partisipan dengan tim kerja relawan
Sehubungan dengan bagian 2, maka dirumuskan cara penyelesaian untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan/partisipan virtual, sebagai berikut:
Menyediakan tempat latihan gratis bagi orang yang mau belajar menjadi admin/editor
di FB Peduli Sampah Cintai Bumi.
Membantu secara gratis posting informasi kegiatan dari komunitas masyarakat yang
gagap teknologi informasi ataupun tidak punya wadah untuk menyalurkan
146
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
147
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
148
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. KESIMPULAN
Tim kerja virtual start up kewirausahaan sosial dapat dibangun dengan cara
menanamkan ikatan emosional dan mempersilahkan setiap anggota timnya dan
pelanggan/partisipannya untuk berkreasi melakukan aktivitas mental dan komunikasi
dengan internet, sambil menyalurkan minat/bakat/seni yang dimiliki masing-masing orang,
sehingga terlihat fleksibilitas dan kedinamisan hubungan keduanya dalam mencapai tujuan.
Hal ini sesuai dengan konsep ergonomik partisipasi yang merupakan terlibatnya orang
secara mental dan emosional di dalam satu kelompok atau komunitas yang merangsang
mereka untuk berkontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab untuk
apa yang dihasilkannya (Manuaba, 1999). Target proses pelayanan startup kewirausahaan
sosial bisnis yang bersifat crowdsourcing, yaitu praktik yang melibatkan kerumunan orang
atau kelompok (secara virtual) untuk membantu memecahkan masalah, menyediakan
informasi, dan dengan pengetahuan yang benar, yang dapat memberikan kontribusi secara
timbal balik pada crowd tersebut, didasarkan pengertian bahwa pada tingkat yang paling
sederhana kontribusi tiap orang adalah benar diperlukan, sehingga orang akan merasa
dihargai. Hal ini dapat menjadi dasar untuk berkolaborasi dan menciptakan nilai bersama
dalam kewirausahaan sosial yang bersifat virtual, yang mungkin belum pernah ada
sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ergonomi partisipasi mengajarkan
kesadaran untuk bisa melihat dan merasakan bahwa kontribusi pekerja adalah benar
diperlukan, (Getty, 1994).
DAFTAR PUSTAKA
1. Mudo Sutan, “Apa itu bisnis startup? Dan bagaimana perkenbangannya?” Publikasi 26
Agustus 2015. https://id.techinasia.com/talk/apa-itu-bisnis-startup-dan-bagaimana-
perkembangannya (diakses 4 Juni 2018).
2. Ries Eric, The Lean Startup: How Today's Entrepreneurs Use Continuous Innovation
to Create Radically Successful Businesses, 2011, Crown Publishing Group.
https://books.google.co.id/books?id=tvfyz-
4JILwC&printsec=frontcover&dq=start+up+publication&hl=en&sa=X&ved=0ahUKE
wiWmMer4MLbAhXEXisKHUVwCeYQ6AEIKTAA#v=onepage&q=start%20up%20
publication&f=false (diakses 24 April 2018).
3. https://dailysocial.id/post/startup-tren-social-entrepreneur (diakses 28 Mei 2018).
4. Utomo, Hardi. Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial. Among Makarti, Vol.7
No.14. Salatiga: STIE AMA, 2014,
http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/download/99/83 pada tanggal 13
Januari 2018.
5. Clayton Susan dan Gene Myers, 2014, diterjemahkan oleh Daryatno, Psikologi
Konservasi: Memahami dan Meningkatkan Kepedulian Manusia Terhadap Alam,
cetakan 1, Penerbit Pustaka Pelajar.
6. Vink, P.; Imada, A.S. and Zink, K.J. 2008. Defining stakeholder involvement in
participatory design processes. Journal of Applied Ergonomics, 39: 519-526.
7. Manuaba Adnyana, 23 November 1999, Penerapan Pendekatan Ergonomi Partisipasi
Dalam Meningkatkan Kinerja Industri, Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Program Pascasarjana Ergonomi, Universitas Udayana , Disampaikan dalam Seminar
Nasional Ergonomi Reevaluasi Penerapan Ergonomi dalam Meningkatkan Kinerja
Industri Surabaya.
149
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
150
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan tingkat produktivitas adalah dengan mengurangi
waktu downtime pada mesin produksi. Secara umum, waktu downtime dibagi menjadi dua
jenis, yaitu planned downtime dan unplanned downtime. Waktu downtime dapat diminamilisir
dengan melakukan perawatan pencegahan/preventive maintenance. PT. XYZ adalah
perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. Pada sistem perawatan-nya PT.
XYZ masih menggunakan metode corrective maintenance dimana perbaikan akan dilakukan
ketika telah terjadi kerusakan. Maka dari itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
menentukan interval waktu perawatan menggunakan metode age replacement. Subjek dari
penelitian ini adalah mesin hammer mill karena mesin hammer mill memiliki persentase
downtime tertinggi yaitu sebesar 45,22%. Sementara mesin sifter memiliki persentase
downtime sebesar 31,50% dan mesin dosing weigher memiliki persentase downtime sebesar
23,28%. Berdasarkan analisa hasil yang didapatkan diketahui bahwa dengan metode age
replacement interval waktu penggantian komponen yang optimal pada komponen screen
sebesar 74.000 menit, komponen feeder sebesar 50.000 menit, komponen machine frame
adalah 93.000 menit, dan komponen rotor sebesar 75.000 menit dengan total biaya perawatan
per tahun-nya adalah sebesar Rp 436.343.353,-. Dibandingkan dengan biaya perawatan pada
perusahaan yang memiliki nilai sebesar Rp 703.255.000 maka sistem perawatan dengan
menggunakan metode age replacement lebih efisien sebesar 37,95%.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan tingkat produktivitas adalah dengan
mengurangi waktu downtime pada mesin produksi. Menurut Arsyad dan Sultan (2018)
waktu downtime dibagi menjadi dua jenis, yaitu planned downtime dan unplanned
downtime. Baik planned maupun unplanned downtime sama-sama menimbulkan kerugian
bagi perusahaan. Menurut Sudradjat (2011) penentuan interval waktu perawatan perlu
dilakukan apabila suatu sistem manufaktur menggunakan mesin-mesin yang bersifat kritis
dan tidak memiliki cadangan serta memiliki jadwal produksi yang ketat sehingga
berhentinya sistem akan mengakibatkan kerugian. Hal tersebut dilakukan guna menjamin
keandalan mesin, menjamin keselamatan bagi pemakai, memperpanjang umur mesin, dan
meminimumkan kerugian akibat kehilangan produksi. Sedangkan menurut Bachtiar dkk
(2015) preventive maintenance adalah perawatan yang dilakukan pada waktu yang optimal
sebelum sebelum kerusakan terjadi dengan tujuan memelihara dan memperbaiki fasilitas
sehingga saat akan digunakan fasilitas tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi pakan ternak. PT.
XYZ menggunakan sistem produksi continuous process sehingga diperlukan sistem
perawatan yang baik untuk meminimalkan waktu breakdown dan memastikan mesin tetap
berproduksi. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah perawatan mesin
yang diterapkan perusahaan adalah corrective maintenance. Jenis perawatan tersebut
151
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
merupakan teknik perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki atau mengganti suatu
komponen mesin ketika telah terjadi kerusakan dan mesin telah terhenti proses operasinya
sehingga dapat menimbulkan kerugian akibat kehilangan produksi.
Mesin yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin hammer mill, karena mesin
hammer mill memiliki frekuensi kerusakan yang relatif tinggi dibandingkan dengan mesin
lainnya dalam stasiun kerja yang sama yaitu sebesar 45,22%. Sementara mesin sifter
memiliki persentase kerusakan sebesar 31,50% dan mesin dosing weigher memiliki
persentase kerusakan sebesar 23,28%. Mesin hammer mill digunakan pada awal proses
produksi untuk menggiling bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil, selain itu mesin
hammer mill juga diharuskan untuk beroperasi secara terus-menerus selama 24 jam
sehingga apabila mesin ini mengalami kerusakan akan menyebabkan terhentinya seluruh
proses produksi. Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk memberikan alternatif interval waktu perawatan guna menghasilkan biaya
perawatan yang paling minimum pada mesin hammer mill di PT. XYZ. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah age replacement. Age replacement adalah suatu
metode perawatan mesin yang digunakan untuk menentukan umur komponen dan interval
waktu penggantian komponen yang bertujuan untuk memberikan ekspektasi biaya
perawatan terendah.
152
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Menunggu dan logistik (delay time and logistic time) berupa waktu menunggu
persediaan
1.2.2 MTTF (Mean Time to Failure) dan MTTR (Mean Time to Repair)
Menurut Mital dkk (2008), MTTF (Mean Time to Failure) merupakan nilai rata-rata
waktu kegagalan yang akan datang dari sebuah sistem (komponen), untuk sistem yang
dapat direparasi maka MTTF adalah masa kerja suatu komponen saat pertama kali
digunakan atau dihidupkan sampai unit tersebut akan rusak kembali atau perlu diperiksa
kembali.
MTTR (Mean Time to Repair) adalah waktu rata-rata untuk waktu pengecekan atau
perbaikan saat komponen tersebut diperiksa sampai komponen tersebut digunakan dan
dihidupkan kembali. Karena perhitungan MTTR dan MTTF sama maka didefinisikan
sebagai berikut:
Distribusi normal MTTF/MTTR = µ
Distribusi lognormal MTTF/MTTR = exp µ
1
Distribusi weibull MTTF/MTTR = 𝛽Γ [𝛼 + 1]
1
Distribusi exponential MTTF/MTTR = 𝜆
Menurut Ansori dan Mustajib (2013), waktu terjadinya kerusakan tiap peralatan
merupakan variabel random. Sebelum menghitung nilai probabilitas keandalan suatu mesin
atau peralatan maka perlu diketahui secara statistik distribusi kerusakan peralatan tersebut.
Distribusi kerusakan digunakan untuk menentukan kerusakan komponen berdasarkan
interval waktu kerusakannya. Berikut ini merupakan distribusi yang umumnya digunakan
dalam menghitung tingkat keandalan suatu peralatan.
Distribusi Normal
Distribusi normal digunakan untuk memodelkan fenomena keausan (kelelahan) atau
kondisi wearout dari suatu komponen. Parameter yang digunakan adalah μ (nilai tengah)
dan σ (standar deviasi).
Fungsi Probabilitasnya:
1 ∞ –(𝑡−𝜋)2
F(t) = ∫ 𝑒𝑥𝑝 |
𝜎√(2𝜋) 𝑡 2𝜎2
| 𝑑𝑡 (2.1)
Laju kerusakannya:
𝑒𝑥𝑝|−(𝑡−𝜇)2 /2𝜎2 |
λ(t) = ∞ (2.3)
∫𝑡 𝑒𝑥𝑝 |–(𝑡−𝜇)2 /2𝜎2 |
Distribusi Lognormal
Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk kondisi
yang bervariasi. Disini time to failure (t) dari suatu komponen diasumsikan memiliki
distribusi lognormal bila y=ln(t), mengikuti distribusi normal dengan parameter location µ
yang menunjukkan distribusi waktu dan parameter scale σ yang menunjukkan keragaman
data.
153
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
154
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
155
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. METODE PENELITIAN
2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tugas akhir ini adalah untuk menentukan
interval waktu perawatan guna menghasilkan biaya perawatan yang paling minimum pada
mesin hammer mill di PT. XYZ.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variansi perubahan nilai variabel
terikat. Variabel yang diteliti terbentuk atau terdiri dari atribut-atribut yang mempengaruhi
waktu penggantian optimal dan biaya perawatan pada mesin hammer mill. Variabel bebas
tersebut diantaranya adalah:
a. Data mesin dan komponen mesin.
Variabel ini merupakan data bagian penyusun mesin hammer mill serta komponen
utama-nya.
b. Data sub komponen kritis mesin hammer mill
Variabel ini menjelaskan sub-komponen kritis yang ada pada mesin hammer mill.
c. Data waktu kerusakan dan perbaikan komponen mesin hammer mill.
Variabel ini berisi data waktu kerusakan komponen-komponen mesin hammer mill
dalam satu periode, lamanya waktu perbaikan, serta jarak antar waktu kerusakan.
d. Harga komponen mesin hammer mill
Variabel ini berisi harga dari sub komponen yang ada pada mesin hammer mill.
e. Data biaya standar pada perusahaan
Variabel ini terdiri dari biaya dan jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, harga jual
produk, dan biaya produksi.
156
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang
merupakan data real dari biaya perawatan perusahaan selama periode Juli 2017 sampai
dengan Juli 2018. Data tersebut nantinya akan digunakan untuk perbandingan antara biaya
perawatan usulan dengan biaya perawatan pada perusahaan tersebut. Dan dapat diketahui
bahwa biaya perawatan pada perusahaan setiap tahunnya adalah Rp 703.255.000,- per
tahun.
157
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sehingga didapatkan:
Tabel 4. Rekapitulasi Perhitungan TC(tp)
No Komponen Sub Komponen TC(tp) (Rupiah/menit)
1 Screen Fine-hole Screen 1.0 Rp 63,61
2 Feeder Vibration Detector Rp 322,92
3 Machine Frame Temperature Sensor Rp 45,21
4 Feeder Seal Profile Rp 100,03
5 Rotor Ball Bearing Rp 58,48
6 Feeder Linear Drive Rp 111,64
7 Rotor Hammer Bolt Rp 57,04
8 Machine Frame Pillow Block Bearing Rp 44,86
9 Screen Oscillation Sensor Rp 40,63
10 Rotor Pin Rp 580,12
11 Feeder Safety Door Interlock Rp 104,35
12 Rotor Hammer/Crusher Rp 4,184,39
13 Feeder Zero-Speed Detector Rp 240,75
14 Machine Frame Roll Shell Rp 230,90
15 Screen Screen Clamping Rp 43,69
16 Screen Bushing Rp 37,91
Sumber: Pengolahan Data
158
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan Tabel 4 selanjutnya dapat dihitung biaya perawatan total pada sub
komponen fine-hole screen 1.0 yang didapatkan dengan cara mengalikan nilai MTTR, TC,
dan jumlah menit dalam setahun yang dibagi dengan nilai tp, kemudian ditambahkan
dengan harga komponen. Perhitungan total biaya perawatan dapat dilihat sebagai berikut:
TC* = (((365 hari x 24 jam x 60 menit) / tp) x MTTR x TC) + Harga komponen
= ((525.600/74.000) x 73,97 x Rp 63,61) + Rp 2.000.000
= Rp 2.033.422,-
Sehingga didapatkan total biaya perawatan per tahun-nya adalah:
Total biaya perawatan mesin hammer mill yang dihitung dengan menggunakan metode age
replacement adalah sebesar Rp 436.343.353,- per tahun.
3.3 Pembahasan
Berikut ini adalah hasil analisa serta pembahasan mengenai hasil dari penelitian.
1. Berdasarkan data perawatan pada perusahaan dapat diketahui bahwa metode perawatan
yang diterapkan pada perusahaan adalah corrective maintenance sehingga perawatan
hanya dilakukan pada saat terjadinya kerusakan dan mesin telah berhenti beroperasi.
Sehingga didapatkan total biaya perawatan per tahun-nya sebesar Rp 703.255.000,- per
tahun.
2. Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka dapat diketahui bahwa pada metode age
replacement interval waktu penggantian komponen yang optimal pada komponen
screen sebesar 74.000 menit, komponen feeder sebesar 50.000 menit, komponen
machine frame adalah 93.000 menit, dan komponen rotor sebesar 75.000 menit dengan
total biaya perawatan per tahun-nya adalah sebesar Rp 436.343.353,-.
159
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Berdasarkan hasil perhitungan dari metode age replacement maka selanjutnya dapat
dihitung perbandingan biaya perawatan antara metode usulan dan biaya perawatan
pada kondisi awal sebagai berikut:
Tabel 6. Perbandingan Total Biaya pada Perusahaan dengan Total Biaya Usulan
Total Biaya pada Perusahaan Total Biaya dengan Age Replacement
Rp 703.255.000,-/tahun Rp 436.343.353,-/tahun
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa total biaya perawatan pada perusahaan
sebesar Rp 703.255.000,- per tahun, sedangkan total biaya pada metode usulan/age
replacement sebesar Rp 436.343.353,- per tahun. Maka selanjutnya dapat dihitung efisiensi
antara biaya perawatan pada perusahaan dengan metode usulan.
TC Perusahaan - TC Usulan
Efisiensi = x 100%
TC Perusahaan
Rp 703.255.000 − Rp 436.343.353
= x 100% = 37,95%
Rp 703.255.000
Dari perhitungan di atas dapat diketahui apabila total biaya pada perusahaan sebesar Rp
703.255.000,- per tahun dan total biaya usulan sebesar Rp 436.343.353,- per tahun, maka
didapatkan nilai efisiensi metode usulan/age replacement terhadap metode awal adalah
sebesar 37,95%. Sehingga metode perawatan usulan dengan age replacement dapat
diterima.
4.2 Saran
Adapun saran yang didapatkan pada penelitian ini untuk perusahaan adalah:
1. Komponen dan tenaga kerja sebaiknya selalu tersedia sehingga waktu perbaikan dapat
lebih diminumkan.
2. Perusahaan diharapkan dapat mencatat data-data secara lengkap terkait pemeliharaan
mesin sehingga dapat dilakukan penjadwalan perawatan yang terencana untuk dapat
memaksimalkan masa pakai dari komponen-komponen mesin.
160
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa diterapkan untuk memperbaiki sistem
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta:
BPFE.
Ansori, N. dan Mustajib, M.I. 2013. Sistem Perawatan Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arsyad, M. dan Sultan, A.Z. 2018. Manajemen Perawatan. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish
Bachtiar, D.P., Kusumaningrum, dan Helianty, Y. 2015. Penjadwalan Perawatan
Preventive pada Mesin Slotting di CV. Cahaya Abadi Teknik. Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional. Vol. 03 (04). pp. 296-307.
Kennet, R., Shelemyahu, Z., dan Amberti, D. 2014. Modern Industrial Statistics with
Applications in R, Minitab, and JMP 2𝑛𝑑 Edition. United Kingdom: John Wiley &
Sons, Ltd.
Kurniawan, Fajar. 2013. Manajemen Perawatan Industri, Teknik, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mital, A., Desai, A., Subramanian, A., dan Mital, A. 2008. Product Development: A
Structured Approach to Consumer Product Development, Design, and Manufacture.
Netherlands: Elsevier Science.
Otto, K.N. dan Wood, K.L. 2001. Product Design: Techniques in Reverse Engineering and
New Product Development. New Jersey: Prentice Hall.
Rofi, Muhammad. 2018. Alat Mesin Pertanian. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Sudrajat, Ating. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Perawatan Mesin Industri. Bandung:
Refika Aditama.
Tama, S.G. dan Iskandar. 2017. Penentuan Interval Waktu Optimal Penggantian
Komponen Wire Screen pada Mesin Wire Part dengan Metode Age Replacement di
PT. Mount Dream Indonesia. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 05 (02). pp 175-182.
Vidiasari D., Soemadi K., dan Mustofa, F.H. 2015. Interval Waktu Penggantian
Pencegahan Optimal Komponen Sistem Printing Unit U41 Menggunakan Metode
Age Replacement di PT. Pikiran Rakyat. Reka Integra. Vol. 03 (01). pp. 152-163.
Yanti, Vivi Tri. 2015. Penerapan Preventive Maintenance dengan Menggunakan Metode
Modularity Design pada Mesin Goss di PT. ABC. Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Witonohadi, A., Amran, T.G., dan Herawati, N. 2011. Usulan Perawatan Mesin Secara
Preventive dengan Pendekatan Modularisasi Desain pada PT. BAI. Jurnal Teknik
Industri Universitas Trisakti. Vol. 03 (01). pp 1-9.
161
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi, fabrikasi peralatan dan
struktur khusus di industri kimia. Dengan alat material handling yang digunakan yaitu forklift,
hand forklift dan crane. Penelitian difokuskan kepada mesin Crane 0746 dikarenakan pada
crane tersebut memiliki downtime terbesar. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi
komponen kritis, mengetahui nilai kehandalan setiap komponen kritis, mengetahui nilai
kehandalan sistem, dan mengetahui lamanya periode waktu preventive maintenance untuk
menjaga kehandalan komponen. Data kerusakan komponen yang diperoleh kemudian dicari
nilai reliability dengan metode reliability block diagram pada masing-masing komponen dan
dihitung nilai reliability sistem. Selanjutnya ditentukan jadwal preventive maintenance tiap-
tiap komponen. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima komponen kritis, dengan nilai
reliability komponen kontaktor sebesar 37.57%, dioda motor long travel sebesar 27.80%, baut
motor long travel sebesar 44.81%, gear motor long travel sebesar 36.79% dan brake lining
motor long travel sebesar 40.69%. Nilai reliability system yaitu sebesar 26%. Diusulkan nilai
reliability sistem sebesar 32% dengan jadwal preventive maintenance pada kontaktor
sebanyak 6 kali, dioda motor long travel sebanyak 5 kali, baut motor long travel sebanyak 2
kali, gear motor long travel sebanyak 2 kali, brake lining motor long travel sebanyak 2 kali,
brake lining motor hoist sebanyak 1 kali, collector shoe sebanyak 1 kali dan roller bearing
motor long travel sebanyak 6 kali.
I. PENDAHULUAN
PT XYZ merupakan perusahaan teknis yang bergerak dalam bidang produksi,
fabrikasi peralatan dan juga struktur khusus yang digunakan dalam industri kimia,
petrokimia serta minyak dan gas. Selain mesin produksi juga terdapat beberapa mesin
penunjang produksi sebagai alat material handling. Alat material handling yang ada di
pabrik ini antara lain forklift, hand forklift dan crane. Penelitian berfokus pada mesin crane
0746 dikarenakan mesin tersebut sudah dipakai sejak berdirinya PT XYZ dan terletak di
dekat pintu keluar material sehingga digunakan untuk memindahkan produk jadi dari area
workshop ke truk dimana produk tersebut memiliki berat yang cukup besar.
Mesin Crane 0746 memiliki jumlah kerusakan sebanyak 49 kali. Waktu kerusakan
mesin biasa disebut dengan downtime, dimana downtime adalah jumlah waktu dimana
suatu equipment tidak dapat berfungsi disebabkan adanya kerusakan (failure). Downtime
pada mesin crane tersebut menyebabkan adanya kegiatan corrective maintenance, dimana
corrective maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau
pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan
reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima (Corder
dalam Hasriyono, 2009).
Untuk meminimalisir downtime akibat corrective maintenance, dibutuhkan
penjadwalan perawatan secara berkala. Penjadwalan perawatan ini disebut dengan
preventive maintenance. Preventive maintenance adalah kegiatan perawatan yang
162
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
163
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Between Failure) adalah waktu antar kerusakan yang merupakan selisih waktu yang
dihitung dari awal mesin terjadi kerusakan hingga terjadi kerusakan selanjutnya.
Berikut ini adalah cara perhitungan MTTF/MTBF untuk masing-masing distribusi:
Distribusi Normal
(1)
Distribusi Eksponensial
(2)
Distribusi Weibull
(3)
Reliability (kehandalan) adalah probabilitas suatu peralatan atau komponen dapat
berfungsi dengan baik dalam suatu periode waktu ketika digunakan berdasarkan kondisi
operasi yang ditetapkan (Ebeling, 1997)).
Identifikasi dan parameter distribusi dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu
identifikasi distribusi awal dan estimasi parameter (Ebeling, 1997). Dengan menggunakan
menggunakan metode least square dibutuhkan perhitungan:
a. Nilai tengah (median rank)
(4)
i = data waktu ke-t
n = jumlah data
b. Index of fit
(5)
Menurut Ebeling (1997), Reliability Block Diagram adalah sebuah metode untuk
melakukan analisis keandalan sistem dan ketersediaan pada sistem besar dan kompleks
dengan menggunakan diagram blok sistem. RBD dapat tersusun atau terangkai secara seri
atau parallel atau gabungan keduanya. Rumus susunan seri dan parallel adalah sebagai
berikut:
a. Rangkaian Seri
1 2 n
Gambar 1. Rangkaian Seri
(6)
Dengan:
Rs = RBD Seri
R1, R2, Rn = Reliability komponen
b. Rangkaian Paralel
1
164
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(7)
Dengan:
Rp = RBD Paralel
R1, R2, Rn = Reliability komponen
4
Perhitungan Parameter Distribusi
Perbandingan Availability
6 Selesai
Perhitungan MTBF
165
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
120 100
100 80
Percent
80
60
60
40
40
20 20
0 0
Komponen orel el el el is
t el e
kt
av av av av Ho av ho
nt
a Tr Tr Tr Tr r Tr rS
Ko ng ng ng ng o to ng cto
Lo Lo Lo Lo M Lo lle
or or or or ng or Co
ot ot ot ot ni ot
M Li
a ut M ar M g
M
k e g
M
od Ba Ge
in
Br
a
ar
in
Di Lin
e Be
ak ll e
r
Br o
R
Total Downtime (jam) 28 22 19 16 15 7 7 6
Percent 23.3 18.3 15.8 13.3 12.5 5.8 5.8 5.0
Cum % 23.3 41.7 57.5 70.8 83.3 89.2 95.0 100.0
Dari diagram pareto di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan total downtime
masing-masing komponen didapatkan bahwa komponen Kontaktor, Dioda motor long
travel, Baut motor long travel, Gear motor long travel, dan Brake lining motor long travel
adalah komponen kritis karena persen kumulatif downtime melebihi 80% dari total
downtime.
166
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
167
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berikut ini adalah perhitungan reliability yang bertujuan untuk menjaga kehandalan
sistem pada kondisi 32% handal dengan menggunakan bilangan random dan pendekatan
trial and error.
Hari
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Gambar 6. Simulasi Preventive Maintenance Komponen Kontaktor
Diketahui total downtime dan available time selama 2017 (365 x 24 x 60 = 525600 menit),
maka availability saat corrective maintenance sebesar 99.06% dan availability saat
preventive maintenance
168
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
KESIMPULAN
Komponen yang termasuk pada komponen kritis pada mesin Crane yaitu kontaktor,
dioda motor long travel, baut motor long travel, gear motor long travel dan brake lining
motor long travel.Nilai kehandalan komponen kritis mesin Crane yaitu sebagai berikut:
kontaktor 37.57%, dioda motor long travel 27.80%, baut motor long travel 44.81%, gear
motor long travel 36.79% dan brake lining motor long travel 40.69%.Nilai kehandalan
sistem mesin Crane adalah 26% Periode usulan preventive maintenance pada masing-
masing komponen yaitu kontaktor sebanyak 6 kali, dioda motor long travel sebanyak 5
kali, baut motor long travel sebanyak 2 kali, gear motor long travel sebanyak 2 kali, brake
lining motor long travel sebanyak 2 kali, brake lining motor hoist sebanyak 1 kali, collector
shoe sebanyak 1 kali dan roller bearing motor long travel sebanyak 6 kali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2016. Jenis-jenis Crane dan Fungsinya. Available from:
URL:http://www.ilmulabtekniksipil.id/2016/03/jenis-jenis-crane-dan-fungsinya.html
diakses pada 26 mei 2017 pukul 15:47
2. Ebeling, C. 1997. Reliability and Maintainability Engineering. Singapore: McGraw-Hill
Companies, Inc.
3. Hasriyono,M, 2009. Evaluasi Efektivitas Mesin Dengan Penerapan TotalProductive
Maintenance (TPM) Di PT. Hadi Baru. (skripsi). Medan: Jurusan Teknik Industri
Universitas Sumatera Utara.
4. Mushofik. 2016. Usulan Perencanaan Perawatan Mesin Roughing Stand dengan
Pendekatan Reliability Centered Maintenance di PT. Krakatau Wajatama. (skripsi).
Cilegon: Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Nazaruddin, N. 2014. Analisa Penjadwalan Perawatan Pada Mesin Three Roll Bending
PT. XYZ Dengan Reliability Block Diagram. (skripsi). Cilegon: Jurusan Teknik
Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Owhor. 2015. Reliability Analysis of Car Maintenance Forecast and Performance.
American Journal of Engineering Research. Vol 04.
169
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT. ABC merupakan perusahaan yang melakukan bisnis properti berupa industri, komersial,
dan rumah tangga. Saat ini, PT. ABC berniat untuk melakukan bisnis di kawasan Tangerang
yaitu dengan mendirikan hotel bisnis. Hotel yang telah sukses dibangun oleh PT. ABC adalah
Hotel XYZ. Sebagai tindak lanjut dari keinginan tersebut maka diperlukan sebuah studi
kelayakan bisnis. Salah satu studi kelayakan yang dilakukan oleh PT. ABC adalah studi
kelayakan finansial. Fokus utama dari studi kelayakan finansial ini adalah dapat mengetahui
analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return
(IRR), dan Payback Period. Investasi hotel diketahui sejumlah Rp. 45 miliar dengan discount
factor diperkirakan 10% per tahun, dan masa analisis sekitar 20 tahun. Dari hasil
perhitungan, didapatkan nilai NPV sebesar Rp 20.821.121.981,90, B/C Ratio sebesar 1,4627,
IRR sebesar 13,609% dan Payback Period selama 13,522 tahun. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan rencana pendirian hotel tersebut layak secara finansial.
Kata kunci: B/C Ratio, IRR, Kelayakan finansial, NPV, Payback Period
1. Pendahuluan
Kegiatan usaha yang dilakukan pada jasa perhotelan memiliki ciri-ciri khusus, yaitu
memadukan usaha menjual produk nyata hotel, seperti kamar, makanan, dan minuman,
dengan usaha menjual jasa pelayanan seperti keramahan, sopan santun, kecekatan,
kecepatan, kemudahan, dan lain-lain. Jasa layanan tersebut menjadi daya tarik bagi
pengunjung hotel, sehingga sering sekali mengundang minat pengunjung hotel untuk
melakukan aktivitas baik aktivitas informal maupun formal, hal tersebut terjadi di Provinsi
Banten.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2018), tingkat hunian kamar dari hotel
yang dimiliki oleh provinsi Banten pada tahun 2018 di bulan April sebesar 54,84%, bulan
Mei sebesar 47,02%, bulan Juni memiliki nilai sebesar 45,09%, bulan Juli sebesar 55,14
%, dan bulan Agustus sebesar 58,16%. Data tersebut menunjukan bahwa telah terjadi
kenaikan nilai tingkat hunian kamar dari Provinsi Banten. Kenaikan yang terjadi pada
bulan Juli ke Agustus sebesar 3,02 poin. Peningkatan tingkat hunian kamar ini disebabkan
oleh naiknya penghunian kamar pada hampir semua kelas hotel bintang di Banten,
kecuali hotel bintang satu dan hotel bintang dua yang mengalami penurunan sebesar
11,93 poin dan 8,50 poin.
Naiknya tingkat hunian kamar pada hampir semua kelas hotel bintang didukung oleh
pesatnya kemajuan dari wilayah yang ada Provinsi Banten. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (2018), saat ini provinsi Banten memiliki 4 kabupaten yaitu Pandeglang,
Lebak, Tangerang, dan Serang, dan 4 kota yaitu Kota Tangerang, Kota Serang, Kota
Cilegon, dan Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan berada di posisi tertinggi ke-4 dalam jumlah industri besar yang
dimiliki di tahun 2014 sebesar 57, namun berada dalam urutan pertama dalam laju
pertumbuhan ekonominya, yaitu sebesar 7,43%. Tangerang Selatan memiliki 11 pusat
perbelanjaan yang besar. Selain itu, Tangerang Selatan juga memiliki Indonesia
170
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Convention Exhibition (ICE) sebagai pusat konvensi dan pameran terbesar di Indonesia.
ICE juga dikenal sebagai gedung konser dan gedung pernikahan terbesar. Berdasarkan hal
tersebut, Tangerang Selatan dapat dipilih sebagai tempat untuk melakukan bisnis.
PT. ABC telah sukses membangun lahan industri, bangunan pabrik, hotel, lapangan
golf, gedung perkantoran, restoran, pusat olah raga, perumahan, pusat rekreasi, dan
apartemen. Hotel yang telah sukses dibangung oleh PT. ABC adalah Hotel XYZ. Sebagai
tindak lanjut dari keinginan tersebut maka diperlukan sebuah studi kelayakan bisnis.
Menurut Umar dalam Nurjanah 2013, studi kelayakan bisnis merupakan penelitian
terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis
dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian
keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi kelayakan finansial untuk
mengetahui tingkat kelayakan pada pembangunan hotel bisnis oleh PT. ABC di
Tanggerang Selatan. Menurut Fadlurrahman (2016), Studi kelayakan finansial adalah
kelayakan yang ditentukan dengan menghitung dan menganalisa net present value (NPV),
benefit cost ratio (BCR), internal rate of return (IRR), payback period (PP).
Selesai
171
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Pengumpulan Data
Data yang dapat dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 di
bawah ini. Tabel 1 di bawah menunjukkan tingkat hunian, banyak hotel berbintang dan
kamar dari seluruh hotel berbintang di Banten. Tingkat hunian hotel berbintang di Banten
terus meningkat meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 sampai 2016
sebesar 3,81%, 0,05%, 3,83% dan 3,43% dari tahun sebelumnya. Banyak hotel dan banyak
kamar dari seluruh hotel berbintang di Banten terus mengalami peningkatan setiap tahun.
Tabel 2 di bawah menunjukkan tingkat hunian, banyak hotel berbintang dan kamar dari
seluruh hotel berbintang di Banten. Tingkat hunian hotel berbintang di Banten terus
meningkat meskipun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 sampai 2016 sebesar
3,81%, 0,05%, 3,83% dan 3,43% dari tahun sebelumnya. Banyak hotel dan banyak kamar
dari seluruh hotel berbintang di Banten terus mengalami peningkatan setiap tahun.
172
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. Analisis
Peramalan jumlah kamar tersewa hotel ABC menggunakan data kamar tersewa
seluruh hotel berbintang di Banten dan dilakukan dengan 3 metode yaitu metode tren
linear, tren kuadratis dan tren logaritma. Berikut adalah rekapitulasi hasil peramalan
dengan 3 metode tersebut. Berdasarkan hasil pada Tabel 4, dapat terlihat bahwa peramalan
jumlah kamar tersewa dengan metode tren kuadratis memiliki keakuratan paling tinggi
dibandingkan dengan 2 metode lain. Dengan demikian, metode tren kuadratis akan
digunakan untuk meramalkan jumlah kamar tersewa. Sehingga fungsi persamaan trend
kuadratis menjadi: Forecast D(t) = 482.212,536+ 95.717,818t + 15.738,332t2.
173
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan Tabel 5 terlihat perhitungan NPV dan BCR pada proyek pembangunan
hotel ABC. Hasil perhitungan menunjukan nilai net present value (NPV) yaitu sebesar
Rp20.821.121.981,90. Sedangkan nilai benefit cost ratio (BCR) sebesar 1,4627. Adapun
Contoh perhitungan NPV dan BCR adalah sebagai berikut.
Discount Factor tahun ke-10 = 1 : (1+0,10)10 = 0,386
PV Benefit tahun ke-10 = (Pendapatan – Angsuran) × DF
= (13.423.199.424 - 4.488.750.000) × 0,386
= Rp 3.444.617.020
NPV = Total PV Benefit – Investasi
= 65.821.121.982– 45.000.000.000
= Rp 20.821.121.981,90
BCR = Total Benefit : Investasi
= 65.821.121.982: 45.000.000.000
= 1,4627
174
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
= Rp 20.821.121.982
NPV 2 = Total PV 2 – Investasi
= 36.975810.101– 45.000.000.000
= Rp -8.024.189.899
IRR = 10% + [{NPV 1 / (NPV 1 – NPV 2)} × {15%-10%}]
= 13,609%
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa nilai NPV yang didapatkan
sebesar Rp 20.821.121.981,90. Nilai NPV tersebut >0. Nilai BCR yang didapatkan sebesar
175
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1,4627 > 1. Nilai IRR yang didapatkan sebesar 13,609%. Nilai IRR lebih besar dari arus
pengembalian yang diinginkan yaitu 10%. Nilai payback period yang didapatkan sebesar
13,522 tahun. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa NPV, BCR, IRR dan payback
period menunjukan bahwa pendirian hotel ini layak.
Daftar Pustaka
[1]. Badan Pusat Statistik. 2018. Berita Resmi Stratistik. Banten: Badan Pusat Statistik
[2]. Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Daerah Provinsi Banten: Banten. Badan Pusat
Statistik
[3]. Fadlurrahman, A. 2016. Perencanaan Investasi Pembangunan Perumahan Di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen. (Skripsi). Jurusan Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Surakarta
[4]. Kuntjojo. 2009. Metode Penelitian. Kediri: Universitas Nusantara PGRI.Lungan, R.
2006. Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang . Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
[5]. Nurjanah, S. 2013. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis Pada Pt Dagang Jaya
Jakarta. Journal The WINNERS. Vol 14 No 1: 20-28.
[6]. Rotikan. 2013. Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam Penentuan Harga
Pokok Produksi Pada Pt. Tropica Cocoprima. Jurnal EMBA. Vol.1 No 3 : 1019-1029
[7]. Traveloka. 2018. Hotel Bintang Tiga Di Tangerang Selatan. (serial online), Jan-Des.
[Cited:3 September 2018]. Available from: URL:
https://www.traveloka.com/en/hotel/indonesia/city/south-tangerang-100286/3-star-
hotels-in-south-tangerang
176
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Saat ini Eduwisata merupakan salah satu sub-tipe pariwisata yang terkenal, yang mana banyak
Negara di dunia menggunakan eduwisata sebagai salah satu sumber penghasilan utama. Namun
upaya dalam mempromosikan pariwisata berbasis edukasi pada peternakan dinilai masih
kurang, dikarenakan belum adanya perencanaan yang baik dan dukungan infrastruktur yang
baik sehingga membuat Eduwisata di bidang peternakan kurang diminati. Pada penelitian ini,
kami mencoba membangun perencanaan untuk mengembangkan arsitektur sistem informasi
pada peternakan wilayah Pondok Rangon untuk menganalisa aktivitas-aktivitas operasional
pada peternakan, merancang arsitektur pengembangan sistem informasi menggunakan TOGAF
ADM, dan membuat model rancangan arsitektur enterprise sistem informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu fasilitas untuk mengoptimalkan pengembangan promosi industri
pariwisata edukatif pada peternakan wilayah pondok rangon. TOGAF ADM digunakan pada
penelirian ini untuk melaksanakan perencanaan arsitektur infomasi, akan tetapi masih bersifat
generik. TOGAF memberikan panduan untuk mendefinisikan arsitektur data, arsitektur aplikasi,
arsitektur teknologi dan arsitektur bisnis. Semua arsitektur tersebut dipersiapkan untuk menjadi
suatu proses kerangka arsitektur
Kata kunci: TOGAF, TOGAF ADM, Arsitektur Enterprise, Peternakan Pondok Rangon.
PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan salah satu industri yang terbesar dan yang paling potensial
didunia saat ini [1]. Pariwisata telah memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun
ketahun, apalagi didukung oleh cepatnya proses globalisasi yang menyebabkan hubungan
antar bidang, bangsa dan individu di dunia. Pada industri pariwisata terkandung berbagai
sumber daya untuk mempersiapkan kekayaan dalam pertukaran budaya di antara negara-
negara [2], [3]. sehingga peningkatan kualitas pada industri pariwisata yang terhubung
langsung dengan masyarakat dapat membuat industri pariwisata mudah dijangkau oleh
wisatawan[2]. Terdapat banyak segmentasi dalam pariwisata seperti pengajaran alam[1],
pedesaan dan peternakan [4], kesadaran lingkungan, alat untuk pembangungan
berkelanjutan dan pencaharian, menciptakan peluang kerja, kemajuan sosial dan budaya [1]
[3], enterpreneur[5], dan masih banyak lagi.
Saat ini Eduwisata merupakan salah satu sub-tipe dari pariwisata yang terkenal [1].
Banyak Negara di Dunia menggunakan Eduwisata sebagai salah satu sumber penghasilan
utama. Rodger dalam [6] menyatakan bahwa Eduwisata merupakan semua jenis program
wisata dimana pesertanya melakukan perjalanan ke lokasi baik secara individu maupun
secara berkelompok dengan motif utama terlibat dalam atau memiliki pengalaman belajar,
sehingga kombinasi pariwisata dan pendidikan telah meningkatkan kinerja industri
pariwisata. Dalam dunia pedesaan dan peternakan misalnya, konsumen pariwisata pedasaan
dan pertanian mencari jenis pariwisata baru seperti hiburan pertanian, kelas memasak di
pertanian, menyiapkan obat herbal, demonstrasi secara tradisional dan lain-lain dengan
tujuan memberikan rekreasi yang menyenangkan dan mendidik bagi anak-anak[4].
177
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Perternakan Sapi Pondok Ranggon contohnya merupakan salah satu daerah daerah
perternakan sapi perah yang berada di kawasan DKI Jakarta tepatnya di daereah Cipayung
Jakarta Timur dengan luas wilayah 11 hektar. Pada tahun 2006 Bapak Rachmat Albaghory
mendirikan wahana edukasi yang berkonsep perternakan sapi perah yang dikenal dengan
Wisata Agro Istana Susu Cibugary. Perternakan Sapi Pondok Ranggon sudah memanfaatkan
teknologi, namun teknologi yang digunakan belum mampu untuk mengembangkan
pemasaran industri wisata.
Upaya untuk mempromosikan industri pariwisata menjadi hal yang sangat penting
dilakukan [7], karena industri pariwisata sangat memerlukan strategi pengembangan
ekonomi untuk menjawab tantangan bisnis. Terdapat beberapa pendekatan dalam melakukan
perencanaan pengembangan industri pariwisata seperti revitalisasi kota yang dilakukan oleh
[8], pendekatan teknologi seperti yang dilakukan oleh Liu dan Gao dalam [9], dan Internet
of Things [10][7][11]. Selain pendekatan dencan cara yang konvensional dan teknologi,
terdapat juga kerangka untuk menganalisis kebutuhan sistem secara terintegrasi dalam
melakukan perencanaan secara arsitektur seperti yang dilakukan oleh [12] dengan
menggunakan The Open Group Architecture Framework (TOGAF) Bussines Motivation
Model (BBM), [13] The Open Group Architecture Framework (TOGAF) Strategic
Alignment Model (SAM), dan [14] The Open Group Architecture Framework (TOGAF)
Architecture Development Method (ADM).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan arsitektur sistem informasi
pada peternakan untuk menganalisa aktivitas-aktivitas operasional pada peternakan,
merancang arsitektur pengembangan sistem informasi menggunakan TOGAF ADM, dan
membuat model rancangan arsitektur enterprise sistem informasi yang dapat digunakan
sebagai salah satu fasilitas untuk mengoptimalkan pengembangan promosi industri
pariwisata edukatif pada peternakan wilayah pondok rangon.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran yaitu dua pendekatan utama dalam
penelitian yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian
kualitatif berhubungan dengan penilaian subjektif dari sikap, pendapat, dan perilaku. Secara
umum teknik yang digunakan adalah interview pada kelompok tertentu dan wawancara yang
mendalam (Kothari, 2004).
Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan. Metode
penelitian kuantitatif disebut juga dengan metode discovery karena dengan metode ini dapat
ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru (Sugiyanto, 2008).
Pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara pada pemilik pertenakan
mengenai pemasaran Industri, dan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu
dengan meneliti pada populasi atau sample pada pertenakan pondok Rangon.
Pada penelitian ini, langkah yang dilakukan berdasarkan kerangka penelitian yang
dapat dilihat dalam bentuk diagram alir pada gambar berikut ini:
178
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
179
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. Hasil
Hasil dari perancangan arsitektur usulan adalah model rancangan enterprise architecture
sistem informasi yang dapat digunakan sebagai salah satu fasilitas di peternakan wilayah
Pondok Rangon untuk penyajian informasi serta mengoptimalkan pengembangan
pemasaran industri pariwisata pada peternakan wilayah Pondok Rangon.
HASIL PEMBAHASAN
Dalam pembuatan model rancangan enterprise architecture sistem informasi untuk
penyajian informasi untuk mengoptimalkan pengembangan pemasaran industri pariwisata
mengacu pada TOGAF yang melihat enterprise architeture dalam 4 (empat) kategori yaitu:
arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi.
Enterprise Architecture pada peternakan wilayah Pondok Rangon memiliki aktivitas
utama yaitu pemesanan produk hasil olahan dan peternakan, edukasi dan rekreasi, produk,
promosi dan pelayanan. Sedangkan untuk aktivitas pendukung diantaranya Infrastuktur,
manajemen sumber daya manusia, Pengembangan sistem informasi dan website.
Konsep pengelolaan dengan Kemitraan Pemerintah, Swasta & Masyarakat yang secara
bersama-sama melakukan kerjasama dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan
sarana.
Enterprise Architecture
{Lingkup {Peraturan {T im {Prinsip {Profil {Visi dan {Strategi {Sasaran {Identifikasi {Definisi
Enterprise Pemerintah} Arsitektur Arsitektur} Organisasi} Misi dan T ujuan Organisasi} Stakeholder} Masalah dan
Organisasi} dan Organisasi} Organisasi} Solusi}
Organisasi} Value Rich
Rich Picture Architecture Vision Chain Picture
Fase B: Arsitektur Bisnis Fase C: Arsitektur Data Fase C: Arsitektur Aplikasi Fase D: Arsitektur T eknologi
Kondisi Arsitektur Bisnis Kondisi Arsitektur Data Kondisi Arsitektur Aplikasi Kondisi Arsitektur Teknologi
Saat Ini Saat Ini Saat Ini Saat Ini
Use Case
Diagram Enterprise Architecture:: Enterprise Architecture:: Enterprise Architecture::
Fase C: Arsitektur Data:: Fase C: Arsitektur Aplikasi:: Fase D: Arsitektur Teknologi:
Usulan arsitektur bisnis Usulan arsitektur bisnis :Usulan arsitektur bisnis
mendatang mendatang mendatang
Enterprise Architecture::
Fase B: Arsitektur Bisnis: {Identifikasi {Environment dan
{Menentukan
:Usulan arsitektur bisnis Kelompok lokasi}
Kandidat Data}
mendatang Aplikasi}
{Platform
T eknologi}
{Lingkup {Relasi Antara {Menentukan
Enterprise Fungsi Bisnis dan Jenis Aplikasi} Environment
Organisasi} Entitas Data} dan Lokasi
Diagram
Processing
Activity Diagram Application
Diagram
Class Diagram Communication
Diagram
Sketsa Arsitektur
T eknologi
180
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Inbound Logistics:
Outbound Logistics:
Legend
Pemesanan Produk Operations: Edukasi
Produk, Promosi dan Gross Sales
Hasil Olahan dan dan Rekreasi
Pelayanan
Peternakan Support Activities
Primary Activities
181
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Peraturan/Kebijakan
Pemanfaatan TIK
Pemerintah
Manajemen
Agrowisata Peternakan Wilayah Pondok Rangon
182
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Untuk penentuan arsitektur aplikasi yang akan digunakan, didefinisikan dengan pola
solusi kelompok aplikasi untuk memebantu fungsi bisnis utama dan pendukung.
183
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan uraian solusi kelompok aplikasi tiap fungsi bisnis diatas, berikut kode
aplikasi yang dirancang:
WAEC_2.4
Aplikasi
Aplikasi
Sistem pelayanan
pelanggan
Sistem pembuatan paket dan pembayaran wisata
wisata edukasi edukasi
WAEC_2.5
WAEC_6.1 WAEC_6.2
Aplikasi
Sistem persiapan
pelaksanaan
wisata edukasi
Aplikasi
WAEC_4.1
Sistem Administrator
Aplikasi
WAEC_3.1 WAEC_3.2
Sistem pemasaran
produk hasil olahan dan WAEC_4.2
peternakan
Aplikasi
Sistem pelayanan
WAEC_6.3 WAEC_6.4 WAEC_6.5 WAEC_6.6
komplain dan
pembayaran
WAEC_4.3
WAEC_4.4 WAEC_4.5
WAEC_5.1 WAEC_5.2
184
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
185
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
arsitektur sistem informasi dan standar-standar tata kelola teknologi informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu fasilitas di Peternakan Wilayah Pondok Rangon untuk
penyajian informasi dan pelayanan jasa pariwisata.
Peternakan Wilayah Pondok Rangon perlu menerapkan pengukuran secara berkala
agar lebih terpantau, sehingga tahu faktor-faktor apa yang masih kurang, dan perlu mendapat
perhatian, dan faktor-faktor apa yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan lagi.
Pengembangan aplikasi harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tahapan
implementasi yang telah disusun.
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Hossain, R. Islam, and C. Siwar, “Educational Tourism and Forest Conservation :
Diversification for Child Education,” vol. 7, no. C, pp. 19–23, 2010.
[2] G. R. Taleghani, A. Ghafary, and B. M. Asgharpour, Seyed Esmail, “An investigation
of the barriers related to tourism industry develompement in Iran,” third Int. Geogr.
Symp., vol. 120, pp. 772–778, 2014.
[3] C. A. Mcgladdery and B. A. Lubbe, “International educational tourism : Does it foster
global learning ? A survey of South African high school learners,” Tour. Manag., vol.
62, pp. 292–301, 2017.
[4] C. Petroman, A. Mirea, A. Lozici, E. Claudia, and I. Merce, “The Rural Educational
Tourism at the Farm,” Procedia Econ. Financ., vol. 39, no. November 2015, pp. 88–93,
2016.
[5] V. Ndou, G. Mele, and P. Del Vecchio, “Leisure , Sport & Tourism Education
Entrepreneurship education in tourism : An investigation among European
Universities,” J. Hosp. Leis. Sport Tour. Educ., no. May 2017, pp. 1–11, 2018.
[6] A. Mohammed, B. Hamed, T. Shneikat, and A. Oday, “Motivational factors for
educational tourism : A case study in Northern Cyprus,” TMP, vol. 11, pp. 58–62, 2014.
[7] R. M. Dudensing, D. W. Hughes, and M. Shields, “Perceptions of tourism promotion
and business challenges : A survey-based comparison of tourism businesses and
promotion organizations,” Tour. Manag., vol. 32, no. 6, pp. 1453–1462, 2011.
[8] H. Idajati, “Cultural And Tourism Planning As Tool For City Revitalization The Case
Study Of Kalimas River , Surabaya-Indonesia,” Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. 135,
pp. 136–141, 2014.
[9] C. Oliver, Applied Computing in Medicine and Health. 2016.
[10] K. Julia, “ScienceDirect ScienceDirect Challenges in Integrating Enterprise
Architecture – a case study Challenges in Integrating Product-IT into Enterprise
Architecture – case study,” Procedia Comput. Sci., vol. 121, pp. 525–533, 2017.
[11] Kothari, C.R. (2004). Research Methodology Methods & Techniques. New Delhi:
New Age International (P) Ltd
[12] S. Yousaf and F. Xiucheng, “Halal culinary and tourism marketing strategies on
government websites : A preliminary analysis,” Tour. Manag., vol. 68, no. February,
pp. 423–443, 2018.
[13] P. Bhattacharya, “ScienceDirect ScienceDirect Modelling Strategic Alignment of
Business and IT through Modelling Architecture : Strategic Alignment of Business
and IT through Enterprise Augmenting Archimate with BMM Enterprise
Architecture : Augmenting Archimate with BMM,” Procedia Comput. Sci., vol. 121,
pp. 80–88, 2017.
[14] V. Goepp and M. Petit, “Insight from a comparison of TOGAF ADM and SAM
alignment processes ScienceDirect,” IFAC-PapersOnLine, vol. 50, no. 1, pp. 11707–
186
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
11712, 2017.
[15] S. Yamamoto, “A knowledge integration approach of safety-critical software
development and operation based on the method architecture,” Procedia - Procedia
Comput. Sci., vol. 35, pp. 1718–1727, 2014.
[16] R. Yunis and K. Surendro, “MODEL ENTERPRISE ARCHITECTURE UNTUK
PERGURUAN,” in Seminar Nasional Informatika, 2009, vol. 2009, no. semnasIF, pp.
72–79.
[17] E. B. Setiawan, “Perancangan Strategis Sistem Informasi IT Telkom untuk Menuju
World Class,” no. January 2009, 2016.
[18] A. Gandhi, A. P. Kurniati, and S. T. Mt, “PERENCANAAN STRATEGIS SISTEM
INFORMASI BERBASIS TOGAF ADM,” vol. 2012, no. Snati, pp. 15–16, 2012.
[19] S. Murni, “RENCANA STRATEGIS SISTEM INFORMASI/TEKNOLOGI
INFORMASI MENGGUNAKAN ENTERPRISE ARCHITECTURE PLANNING
(EAP) DENGAN,” Khatulistiwa Inform., vol. 3, no. 2, pp. 208–221, 2015.
[20] Sugiyanto.(2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
187
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT. Clariant Adsorbent Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Chemical.
Salah satu yang diproduksi adalah Container Dry II. Berdasarkan pengamatan langsung, pada
proses packaging sistem pengecekan angin yang dilakukan masih bersifat tradisional, dimana
proses kemudian akan dianalisa dengan metode Nordic Body Map,REBA, VDI 2221 Methond.
kesimpulan yang didapat dari tersebut dilakukan dengan cara manual yaitu operator
melakukan pemukulan untuk pengecekan produk menggunakan tangan dan mengakibatkan
kelelahan fisik. Penelitian ini membahas penerapan yang bertujuan untuk mengetahui keluhan
fisik yang dirasakan oleh pekerja, mengetahui klasifikasi beban yang diangkat oleh pekerja,
memberikan rancangan alat bantu mesin otomatis yang dapat meringankan beban kerja
operator, serta menganalisis postur kerja pekerja pada keadaan awal dan setelah perbaikan
yang lebih efisien dan ergonomis. Data yang telah dikumpulkan penelitian ini adalah agar
dapat membantu operator dalam proses pengecekan angin dan mengurangi kelelahan fisik
yang dialami saat proses packaging..
Kata kunci: Container Dry II, Nordic Body Map,REBA, VDI 2221 Methond.
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan produksi, banyak hal yang sangat berpengaruh pada hasil produksi
suatu pabrik, seperti alat bantu yang dibutuhkan untuk membantu produksi produk
tersebut. Misalnya, pada aktifitas packing produksi pada beberapa industri di Indonesia.
Perusahaan yang membutuhkan packing dalam akhir produksi menggunakan bantuan
mesin yang berteknologi sederhana hingga berteknologi tinggi. Namun, masih banyak
dijumpai beberapa industri yang masih melakukan pekerjaan secara manual atau
menggunakan tenaga manusia dalam aktivitas packing tersebut. Pada PT. Clariant
Adsorbent Indonesia memproduksi yaitu Container Dry II yang memiliki Fungsi untuk
penyerapan udara agar menjaga kelembapan udara. Di dalam produksi Container Dry II
banyak kegiatan yang dilakukan para pekerja yang dapat menyebabkan pekerja tersebut
mengalami cedera atau gangguan otot yang disebabkan karena kesalahan postur dalam
bekerja. Gangguan otot pada saat bekerja sering disebut WMSD (work musculoskeletal
disorders). Gangguan muskuloskeletal akibat kerja atau work related musculoskeletal
disorders (WMSD) merupakan gangguan kerusakan struktur pada tendon, otot, tulang dan
persendian, syaraf dan system pembuluh darah. Faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya WMSD pada aktivitas kerja antara lain adalah beban kerja (work load), postur
kerja, pengulangan (repetisi) dan durasi aktivitas [Bridger, 2003]. Postur kerja buruk
menyebabkan pembebanan statis pada jaringan lunak tertentu secara kontinyu sehingga
berpotensi terjadi gangguan dan penurunan kondisi otot, tulang dan sendi dan pada
akhirnya dapat berdampak pada performansi kerja dan produktivitas pekerja. Di dalam
produksi Container Dry II ergonomi dalam proses produksi sangatlah penting. Ergonomi
sendiri merupakan studi mengenai interaksi antara manusia dengan objek/peralatan yang
188
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
digunakan dan lingkungan tempat mereka bekerja. Ergonomi juga bertujuan untuk
membentuk kondisi kerja yang efektif, efisien dan tentunya aman bagi para pekerja. Selain
itu ergonomi juga berguna untuk meningkatkan produktivitas kerja dan dapat menghindari
pekerja dari risiko kecelakaan kerja. Kelelahan yang sering terjadi adalah pada proses
packing karena proses packing dengan keadaan duduk atau pun berdiri, menunduk,dan
atau pun dengan keadaan saat menerima produk dari mesin,pemungulan produk (agar
mengeluarkan angin yang ada didalam produk), pemasangan double tip, pelipatan produk,
memasukkan dalam plastik, pengikatan plastik, memasukkan dalam dus Ergonomi
merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Yunani. Ergonomi terdiri dari dua suku kata,
yaitu: ‘Ergon‘ yang berarti ‘kerja‘ dan ‘Nomos‘ yang berarti ‘hukum‘ atau ‘aturan‘.
Ergonomi juga dapat di definisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, di rumah, dan tempat
kerja. Dari kedua suku kata tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa ergonomi adalah
hukum atau aturan tentang kerja atau yang berhubungan dengan kerja. Menurut
International Ergonomics Association/IEA, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan
pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu
sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan
sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem
kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kempuan dan
keterbatasan manual sia. [sumber: Buku Ergonomi Eko Nurmianto].
Antropometri
Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti manusia dan “metri” yang
memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi
manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak [Survey, 2009]. Menurut
[Wignjosoebroto, 2008], antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia
seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh,
panjang tungkai, dan sebagainya.
189
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pekerja. Salah satu hal yang membedakan metode REBA dengan metode analisis lainnya
adalah dalam metode ini yang menjadi fokus analisis adalah seluruh bagian tubuh pekerja.
Melalui fokus terhadap keseluruhan postur tubuh ini, diharapkan bisa mengurangi potensi
terjadinya musculoskeletal disorders pada tubuh pekerja [Hignett, Su & Mc Atamney,
Lynn, 2000].
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian dibuat untuk menguraikan tahap-tahap dan cara dalam
melaksanaan penelitian. Tahapan-tahapan alur Metodologi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Mulai
A
Studi Lapangan
Studi Literatur Studi Pendahuluan - Wawancara Membuat Spesifikasi
- Dokumentasi Awal
A Selesai
Dalam melakukan penelitian maka dilakukan Pengumpulan data pekerja dan data
lainnya yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Hasil pengumpulan data dari data
tersebut dapat menjadi bahan untuk pertimbangan dan mengetahui kebutuhan, dan masalah
yang terjadi menjadi bahan keluhan. Tabel pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1.
Usia 36 33 23 21 18 20
Pekerjaan Operator Operator Packaging Packaging Packaging Packaging
Sudah Sudah Belum Belum Belum Belum
Status
menikah menikah menikah menikah menikah menikah
Pengalaman 11 Tahun 2 1 Tahun 10 1 Tahun 10
12 Tahun 3 Bulan 2 Bulan
Bekerja Bulan Bulan Bulan
190
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pekerja melakukan proses Proses ini agar dapat mengecek Pekerja tidak perlu
Desain alat bantu yang
pengecekan angin( dengan adanya kebocoran dalam mengecek, mengeluarkan
dirancangan agar dapat
2 mengempeskan produk) kemasan produk, dan agar dapat angin dengan cara
langsung mengeluarkan dan
dengan cara dipukul secara mengurangi tekanan yang ada memukul secara manual
mengecek produk.
manual menggunakan tangan. dalam produk. menggunakan tangan.
Kebutuhan Imp
1 Alat bantu yang mudah untuk digunakan 4
2 Alat bantu yang nyaman saat digunakan 5
3 Mempermudah proses pengecekan angin 5
4 Mempermudah proses packaging 5
5 Alat bantu yang dapat mempercepat produksi 5
6 Alat bantu yang mudah dipindahkan 3
7 Alat bantu yang memiliki desain menarik 4
8 Alat bantu yang memiliki umur panjang 4
Total 9 15 45 30 21 13 18
Ranking 7 5 1 2 3 6 4
Dari matrik kebutuhan di atas dapat disusun menjadi urutan kebutuhan yang
menentukan tingkat kepentingan. Tabel dapat dilihat pada Tabel 4.
191
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari gambar desain di atas analisis desain di dapatkan untuk menentukan desain.
Desain terdapat dari analisis fisik dan penyebab keluhan agar dapat mengetahui keluhan
dapat dilihhat pada Tabel 6.
192
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari hasil keluhan reba maka didapatlah hasil Analisis Reba agar menentukan tingkat
Skor Reba, analisis REBA dan skor reba dapat dilihat pada Tabel 7.
Spesifikasi Awal digunakan untuk menentukan penentuan awal yang akan dirancang
dengan hasil yang sesuai untuk penentuan yang di dapat. Daftar spesifikasi awal dapat
dilihat pada Tabel 8.
Data daftar spesifikasi awal Demand dan Wish adalah sebagai alat untu menentukan
tingkat kepentingan keinginan dan harapan dalam proses perancangan barang yang akan
dibuat. Menjadi tahapan dalam proses perancangan alat bantu.
193
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
v1 v2 v3
Hasil dari kombinasi prinsip konsep dapat didapatkan prinsip kombinasi terpilih
adalah kombinasi 2 yang dapat dipilih sesuai dengan harian dan kombinasi yang ada dan
dengan hasil wawancara atas kebutuhan yang ada.
194
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
HASIL IMPLEMENTASI
Hasil dari implementasi desain yang di buat adalah banyaknya perubahan yang
terjadi dari proses pengecekan angin hingga ke proses packaging adalah sebagai berikut.
REBA sebelum implementasi REBA sesudah implementasi REA sebelum implementasi REBA sesudah implementasi
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa PT. Clariant Adsorbent Indonesia
memproduksi Container Dry II. para pekerja membutuhkan sebuah alat yang dapat
langsung untuk pengecekan angin dan memperbaiki ergonomi yang kurang baik pada
posisi packaging yang membuat kelelahan fisik para operator. Dengan desain ini agar
dapat membantu pekerjaan lebih mudah dan dapat diterapkan untuk memperbaiki proses
produksi dan packaging yang sedang dilakukan.
195
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
DAFTAR PUSTAKA
[1]. David, G.C.2005. Ergonomic Methods For Assensing Exposure to risk Factors for
Work RelatedMusculoskeletal disorders.Occupational Medicine Oxford Journals.
[2]. Dias. 2009. Definisi dan ruang lingkupergonomi.
http://ejournal.uajy.ac.id/8942/4/3MTS02179.pdf
[3]. Nurmianto, Eko.,1996, Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi Pertama,
Jakarta, Guna Widya.
[4]. Pahl, G., Beitz, W., J. Feldhusen., dan K.H., Grote. “Engineering Design” The Design
Council Ken Walles, London. 2007.
[5]. Stanton, Neville, Alan Hedge,Karel Brokhuis, Eduordo Salas, dan Hal Hendrick, 2005,
Handbook of Human Factors and Ergonomics Mehtods, New York : CRC Press.
[6]. Wignjosoebroto, S. 1995.Teknik Tata Cara Kerja dan Pengukuran Kerja. Guna Widya :
Surabaya:
[7]. Wignjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi studi gerak dan waktu. Guna Widya.
Surabaya.
196
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Kata kunci: Stasiun kerja, Nordic Body Map, REBA, WERA, QEC.
1. PENDAHULUAN
Industri di Indonesia berada pada tahap perkembangan, dilihat dari banyaknya
industri-industri yang tumbuh baik industri kecil, industri menengah maupun industri
besar. PT X adalah perusahaan yang bergerak dibidang supply dan stock baut dan mur
(bolts and screw) dalam berbagai tipe dan model khususnya untuk keperluan elektronik
dan furniture. PT X juga menerima dan memproduksi baut dan mur yang ukurannya tidak
umum (special order) sesuai dengan permintaan pelanggan. Perusahaan memiliki masalah
yaitu berupa hambatan pada proses pengecekan hingga packaging, dimana proses
pengerjaan dinilai kurang efektif sehingga terjadi penumpukan barang yang di proses,
masalah lainnya yaitu sering tercampurnya produk-produk yang tidak sejenis, misalnya
produk A tercampur dengan produk B yang dapat menyebabkan kurangnya rasa puas dari
pelanggan. Selain itu, ada pula keluhan dari pekerja yang merasakan adanya beberapa titik
rasa sakit pada tubuhnya saat melakukan kerja tersebut. Maka dari itu perlu dilakukan
peracangan alat bantu kerja yang ergonomis untuk mengurangi rasa sakit. Sesuai dengan
definisi ergonomi yaitu memanfaatkan kemampuan dan karakteristik manusia sebagai
dasar desain peralatan, sistem dan pekerjaan. Ini adalah kegiatan interdisipliner berbasis
197
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pada teknik, psikologi, anatomi, fisiologi dan studi organisasi. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efisiensi, keamanan dan kesejahteraan operator [1].
Pada penelitian ini, digunakan data antropometri sebagai acuan untuk merancang
sebuah alat dan juga cara mengoperasikannya. Data antropometri adalah suatu kumpulan
data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk, dan
kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain [2]. Data
Antropometri sangat penting dalam menentukan alat dan cara mengoperasikannya.
Kesesuaian hubungan antara antropometri pekerja dengan alat yang digunakan sangat
berpengaruh pada sikap kerja, tingkat kelelahan, kemampuan kerja dan produktivitas kerja.
Data antropometri dapat digunakan untuk mendesain pakaian, tempat kerja, lingkungan
kerja, mesin, alat dan sarana kerja serta produk-produk untuk konsumen [3].
Identifikasi resiko ergonomi dapat dilakukan dengan menggunakan metode REBA.
Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA digunakan untuk mengkaji
faktor risiko ergonomi seluruh tubuh yang sedang digunakan, postur statis, dinamis,
kecepatan perubahan, atau postur yang tidak stabil, pengangkatan yang sedang dilakukan,
dan seberapa sering frekuensinya, modifikasi tempat kerja, peralatan, pelatihan atau
perilaku pekerja, REBA hanya alat analisis untuk menilai animasi load handling [4].
Pada penelitian digunakan kuisioner Nordic Body Map untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh operator. Nordic Musculoskeletal Questionnaire (NMQ) adalah
kuisioner yang digunakan untuk menemukan gejala dan keluhan musculoskeletal disorder
pada pekerja yang melakukan pekerjaan [5]. Kuisioner Nordic Body Map merupakan
metode penilaian yang sangat subjektif, artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat
tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian
dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Kuisioner
Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomic untuk menilai
tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan
reabilitas yang cukup [6].
Metode lainnya untuk mengidentifikasi tingkat resiko ergonomi adalah dengan
menggunakan metode Workplace Ergonomic Risk Assessment (WERA) suatu alat survei
yang dikembangkan untuk penyaringan tugas secara cepat untuk mempaparkan faktor
risiko fisik yang berhubungan dengan Work-related Musculoskeletal Disorder (WMSDs),
penilaian WERA terdiri dari enam faktor risiko fisik termasuk postur, pengulangan,
kekuatan, getaran, kontak stres, dan durasi kerja serta melibatkan lima bagian tubuh utama
yaitu bahu, pergelangan tangan, punggung, leher, dan kaki [7].
Selain itu adapula metode QEC. QEC merupakan salah satu metode pengukuran
beban postur yang memiliki tingkat sensitivitas dan kegunaan yang tinggi serta dapat
diterima secara luas realibilitasnya [8]. Metode ini menilai gangguan risiko yang terjadi
pada bagian belakang punggung, bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. QEC
membantu untuk mencegah terjadinya WMSDs seperti gerak repetitive, gaya tekan, postur
yang salah, dan durasi kerja [9].
Analisa dengan metode REBA, WERA dan QEC dilakukan pada proses pengemasan
produk yang diantaranya adalah proses pengecekan, proses pengemasan dan proses
penyusunan inventori. Skor terbesar yang ditemukan pada salah satu proses tersebut akan
dijadikan dasar untuk merancangan stasiun kerja. Dalam perancangan stasiun kerja
dilakukanlah perancangan alat bantu untuk meminimalisir postur tubuh yang bekerja dalam
posisi yang tidak ergonomis. Proses pengembangan produk adalah urutan langkah-langkah
atau kegiatan-kegiatan dimana suatu perusahaan berusaha untuk menyusun, merancang
198
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dan mengkomersialkan suatu produk. Salah satu cara untuk berpikir tentang proses
pengembangan adalah sebagai kreasi pendahuluan dari sekumpulan alternatif konsep
produk dan kemudian mempersempit alternatif-alternatif dan menambah spesifikasi
produk hingga produk dapat diandalkan dan diproduksi ulang dalam sistem produksi [10].
2. METODE PENELITIAN
Diagram alir penelitian dan perancangan disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Penelitian dilakukan dengan studi lapangan untuk menganalisa permasalahan yang ada.
Studi lapangan dilakukan dengan observasi dan wawancara langsung.
Mulai
Identifikasi Masalah
Mulai
Pengumpulan Data:
- Data Wawancara
- Data Nordic Body Map
- Dokumentasi postur,cara Identifikasi Kebutuhan
dan waktu kerja
Pelanggan
Tidak
Selesai Selesai
3. HASIL PENELITIAN
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map kepada 1
orang pekerja di PT X Jalan Adi Sucipto (Jurumudi-Daan Mogor) Komplek 38 Blok A
No. 3 Tangerang-Banten untuk menganalisa bagian tubuh yang mengalami keluhan fisik.
199
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari kuisioner Nordic Body Map dapat dilihat bahwa pekerja mengalami sakit pada
pinggang, bahu kanan, bahu kiri, lengan kiri, lengan kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri
dan betis kanan. Keluhan pada pinggang disebabkan karena pekerja yang menyusun
produk dalam keadaan berjongkok dan membungkuk, keluhan pada bahu kanan dan bahu
kiri disebabkan karena bahu pekerja yang harus terangkat diasat pekerja melakukan
kegiatan pemindahan produk dan menggapai produk ke tempat lain secara berulang kali
dan cepat. Keluhan pada lengan atas kanan dan kiri disebabkan karena adanya kegiatan
mengangkat produk dengan bobot berat secara terus menerus. Keluhan pada lutut kanan
dan lutut kiri disebabkan karena pekerja mengambil produk dalam kondisi berjongkok dan
menyusun produk dalam kondisi membungkuk dengan posisi badan yang menumpu pada
kedua kaki. Keluhan pada betis kanan dan betis kiri disebabkan karena kegiatan bekerja
dengan posisi kerja mayoritas berdiri statis dalam durasi waktu yang lama.
Setelah mengetahui hasil analisa penyebab keluhan fisik yang dirasakan oleh
operator, selanjutanya dilakukan analisa REBA. Skor REBA tertinggi terdapat pada proses
penyusunan inventori disebabkan karena pekerja yang menyusun produk dalam keadaan
membungkuk. Analisa REBA pada proses penyusunan inventori dapat dilihat pada
Gambar 3.
Pengukuran WERA dilakukan terhadap operator pada proses penyusunan inventori
yang mempunyai proses dengan keluhan paling besar dan juga postur tubuh yang tidak
ergonomis dimana pekerja harus berdiri dengan posisi badan yang menumpu pada kedua
kaki dan juga pekerja harus membungkuk pada saat penyusunan produk. Analisis WERA
dapat dilihat pada Gambar 4.
Pengukuran QEC dilakukan terhadap operator pada proses penyusunan inventori
yang mempunyai proses dengan keluhan paling besar dan juga postur tubuh yang tidak
ergonomis dimana pekerja harus berdiri dengan posisi badan yang menumpu pada kedua
kaki dan juga pekerja harus membungkuk pada saat penyusunan produk. Hasil analisis
QEC dapat dilihat pada Tabel 1.
200
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari hasil analisa REBA, skor tertinggi terdapat pada proses penyusunan inventori
dengan skor 10. Dari hasil analisa WERA, skor tertinggi terdapat pada proses penyusunan
inventori yang disebabkan karena postur tubuh yang membungkuk dengan skor 40. Dan
dari hasil analisis QEC, skor tertinggi juga terdapt pada proses penyusunan inventori
dengan skor 61,36. Hasil dari analisis REBA, WERA, dan QEC menunjukkan bahwa pada
proses penyusunan inventori terdapat resiko ergonomi yang tinggi, maka dari itu perlunya
dilakukan perancangan stasiun kerja.
Dalam tahap peracangan stasiun kerja, tahap-tahap yang dilakukan adalah membuat
matriks kebutuhan, spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi, need metric matrix, pohon
klasifikasi dan tabel kombinasi konsep. Matriks kebutuhan merupakan suatu matriks yang
menggambarkan bagaimana keinginan pelanggan dan apa saja yang bisa harus dilakukan
oleh produk tersebut. Matriks kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 2.
201
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Kemudian selanjutnya adalah tahap spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi,
spesifikasi teknis merupakan penerjemahan kebutuhan pelanggan menjadi sekumpulan
kebutuhan yang dapat terukur dengan jelas, dan bertujuan untuk memberikan kepuasan
kepada operator. Kemudian target spesifikasi ini akan diperbaiki tergantung kepada
batasan konsep produk yang akhirnya dipilih. Spesifikasi Teknis dan Nilai Target
Spesifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.
=9
=3
=1
No Kebutuhan IMP
1 Ukuran yang Sesuai Pekerja 5
2 Mempermudah Proses Penyusunan Inventori 5
3 Mudah Dipindahkan 5
4 Kemudahan Dalam Penggunaan 4
5 Bahan Dasar yang Tahan Lama 4
6 Desain yang Menarik 3
7 Memberikan Kenyamanan 4
8 Mempercepat Proses Pengerjaan 5
Total Poin 15 30 21 36 14
Presentase (%) 12.9 25.9 18.1 31 12.1
Rangking 4 2 3 1 5
202
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari pohon klasifikasi konsep, dibuat tabel kombinasi konsep untuk membuat
kombinasi antara penggalan-penggalan solusi untuk mendorong pemikiran kreatif yang
lebih jauh. Berdasarkan alternatif kombinasi konsep produk di atas dilakukan penurunan
konsep produk alat bantu. Jumlah kombinasi yang diturunkan adalah 8 konsep yang
didapat dari (2x2x2x1).
Dari 8 Konsep yang ada, dilakukan seleksi konsep menggunakan Teori Pugh yaitu
matriks penyaringan konsep dan juga matriks penilaian konsep. Matriks penyaringan
konsep dapat dilihat pada Tabel 5.
203
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Setelah dilakukan tahapan matriks penilaian konsep, maka terpilih konsep 7 yang
memiliki kriteria bentuk persegi panjang, bentuk lubang setengah lingkaran, berbahan besi
stall dan roda nylon. Dimensi produk dari konsep 4 dapat dilihat pada Gambar 6.
Pekerja sedang
1 melakukan 3
pengecekan produk
204
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pekerja sedang
2 melakukan 3
pengemasan produk
Pekerja sedang
melakukan
3 4
penyusunan
inventori
4. HASIL IMPLEMENTASI
Hasil Implementasi dari rancangan stasiun kerja pada PT. X menunjukkan bahwa
keluhan yang dirasakan oleh pekerja menurun dibandingkan dengan sebelumnya. Dari
perancangan stasiun kerja yang baru juga terlihat bahwa keluhan bagian yang sangat sakit
menurun dari 10 titik keluhan sangat sakit menjadi 4 titik keluhan sakit.
Setelah melakukan implementasi maka dapat dibandingkan hasil perhitungan dari metode
QEC, REBA dan WERA yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Proses Pengecekan
205
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Proses Pengemasan
Proses Penyusunan
Inventori
Setelah dilakukan perubahan stasiun kerja, maka didapatkan perbandingan waktu sebelum
dan sesudah implementasi yang dapat dilihat pada Tabel 10.
5. KESIMPULAN
Hasil analisa yang dilakukan terhadap satu orang pekerja dengan menggunakan
metode Nordic Body Map diketahui bahwa keluhan yang dialami oleh pekerja adalah rasa
sakit pada pinggang, bahu kanan, bahu kiri, lengan kiri, lengan kanan, lutut kiri, lutut
kanan, betis kiri dan betis kanan. Berdasarkan hasil analisa tersebut, dilakukan perhitungan
analisis resiko ergonomi dengan metode REBA, WERA dan QEC. Analisis resiko
ergonomi dilakukan untuk proses pengecekan, proses pengemasan.dan proses penyusunan
inventori. Dari hasil perhitungan dengan ketiga metode tersebut didapatkan score tertinggi
yaitu pada proses penyusunan inventori dimana pada proses tersebut menghasilkan skor
206
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
REBA sebesar 10, skor WERA sebesar 40, dan skor QEC sebesar 61,36 yang
menunjukkan bahwa perlu adanya penelitian dan tindakan lebih lanjut serta perlu
dilakukan adanya perubahan. Perancangan dimulai dengan menentukan matriks kebutuhan,
spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi, membuat need metric matrix, hingga
menghasilkan beberapa konsep yang dikembangkan dalam pohon klasifikasi. Hasil yang
didapat berupa 8 konsep yang kemudian dilanjutkan dengan matriks penyaringan konsep
dan menghasilkan 3 konsep terpilih yaitu konsep 1, konsep 5 dan konsep 7. Pada tahap
penilaian didapatkan nilai tertinggi yaitu pada konsep 7 dengan score 4,54.
Konsep usulan dibuat berdasarkan data antropometri dan diuji kembali skornya
menggunakan software CATIA. Setelah melakukan pengujian stasiun kerja menggunakan
software CATIA, stasiun kerja pada proses penyusunan inventori yang akan dirancang
memiliki skor REBA sama dengan 4 yang artinya postur pekerja baik dan dapat diterima.
Setelah implementasi alat bantu kerja, hasil kuesioner Nordic Body Map terhadap seorang
pekerja mengalami penurunan keluhan sakit dari 10 titik menjadi 4 titik sakit yaitu pada
bagian lengan atas kanan dan kiri serta pada bagian betis kanan dan kiri. Hasil perhitungan
mengalami penurunan setelah implementasi untuk proses penyusunan inventori yaitu skor
REBA sebesar 4, skor WERA sebesar 35 dan skor QEC sebesar 48,15%. Hal ini
menunjukkan perancangan alat bantu kerja dapat memperbaiki postur kerja pekerja dan
meminimalkan resiko beban kerja. Hasil rancangan menunjukkan waktu siklus proses kerja
mengalami penurunan sebesar 12,63%. Untuk waktu normal mengalami penurunan sebesar
12,63%. Dan untuk waktu baku mengalami penurunan sebesar 18,52%. Hal ini
menunjukkan penggunaan rancangan meja kerja baru dapat mempersingkat waktu kerja
sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Corlett, E.N. & Clark, T.S. 1995. The Ergonomics of Workspaces and Machines. A
Design Manual. 2nd edt. Taylor & Francis. Great Britain.
[2] Stevenson, M.G., 1989, Lecture Notes On The Principies of Ergonomics, University
of New South Wales, Sydney.
[3] Pulat, B. Mustafa (1992). Fundamentals of Industrial Ergonomics. New Jersey:
Prentice Hall. Englewood Cliffs
[4] Hignett, Sue., McAtamney Lynn.2000. Rapid Entire Body Assesment (REBA).
Applied Ergonomics 31. 201-205
[5] Kuorinka, I., B. Jonsson, A. Kilbom, H. Vinterberg, F. Biering-Srensen, G.
Andersson, K. Jørgensen. (1987). Standardised Nordic Questionnaires for The
Analysis of Musculoskeletal Symptoms. Applied Ergonomics, Vol 18, pp. 233-237.
[6] Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi
Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
[7] Rahman, M.N.A., M.R.A. Rani, and M.J. Rohani. 2011. WERA: An Observational
Tool Develop to Assess The Physical Risk Factor Associated with WRMDs. Journal
of Human Ergology. 40: 19-36.
[8] Li,G. and Buckle, E. 1999. Further Development of The Usability and Validity of The
Quick Exposure Check (QEC).
[9] Stanton, dkk. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics method. USA: CRC
Press
[10] Karl T. Ulrich, dan Steven D. Eppinger, 2001, Perancangan dan Pengembangan
Produk, Jakarta: Salemba Teknika.
207
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT. Purinusa Eka Persada Bandung merupakan salah satu perusahaan di bidang industri yang
memproduksi karton box, sheet, dan die cut. Rata-rata besarnya waste akibat produk cacat
setiap bulannya sebesar 9,60%. Beberapa kategori waste tersebut yaitu trimming loss, waste
fluting, overproduksi, reject sheet, dan waste operator. Waste terbesar diperoleh dari waste
operator dengan rata-rata setiap bulannya sebesar 5,18%. Waste operator terdiri dari
beberapa jenis cacat, dengan cacat tertinggi adalah jenis sheet krepek. Total sheet krepek dari
bulan Januari 2017 sampai September 2017 sebesar 584.042 kg. Permasalahan sheet krepek
ini diselesaikan dengan menggunakan konsep Lean Six Sigma. Penelitian ini hanya berfokus
pada produk corrugated sheet di departemen corrugator dengan jenis waste operator adalah
sheet krepek. Pada tahap define, yakni melakukan identifikasi terhadap objek penelitian
dengan menggunakan value stream mapping. Pada tahap measure didapatkan nilai level
sigma adalah 4,21832 sigma dengan 3300 DPMO. Pada tahap analyze dilakukan analisis
penyebab dari terjadinya sheet krepek dengan menggunakan cause effect diagram dan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi yang
telah diusulkan berdampak pada potensi penurunan cacat. Hal ini ditandai dengan penurunan
potensial defect sebesar 30,68% dan diperoleh nilai level sigma baru sebesar 4,34 sigma
dengan peluang terhadap produk defect sebesar 2300 DPMO. Selain itu, penelitian ini juga
menghasilkan faktor-faktor yang menyebabkan sheet krepek di PT. Purinusa Eka Persada
Bandung.
Kata kunci: Lean Six Sigma, Waste, Value Stream Mapping, FMEA, Nilai Sigma.
PENDAHULUAN
Purinusa Eka Persada merupakan perusahaan manufaktur yang berproduksi dalam
bidang karton box, sheet, dan die cut. Strategi yang digunakan perusahaan dalam merespon
permintaan yaitu strategi make to order sehingga rencana produksi untuk suatu produk
ditentukan oleh order yang datang. Order yang diterima oleh perusahaan berfluktuasi
tergantung dengan permintaan konsumen, sedangkan fasilitas produksi harus berjalan
secara kontinyu untuk menghemat biaya dan waktu persiapan. Terdapat dua departemen
pada bagian produksi yaitu departemen corrugator, dan departemen finishing. Departemen
corrugator bertugas untuk membuat sheet dari bahan baku paper roll, sedangkan
departemen finishing bertugas untuk membuat produk karton box dengan menggunakan
sheet yang sudah dibuat di departemen corrugator.
Fokus penelitian ini adalah departemen corrugator yang menghasilkan output berupa
corrugated sheet, baik itu single wall corrugated atau double wall corrugated. Selama
proses produksi berlangsung terjadi beberapa kejadian diluar yang telah direncanakan,
seperti mesin tiba-tiba berhenti karena kertas putus, produk cacat (sheet melengkung,
krepek, keriput, high low dan lain-lain) dan produksi berlebih. Permasalahan yang akan
dibahas adalah produk cacat akibat proses produksi atau disebut juga sebagai waste di
perusahaan.
208
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Waste tertinggi selama 9 bulan dari bulan Januari sampai September 2017 yaitu pada
bulan Juni sebesar 18.17%. Kategori waste yang dihitung pada departemen corrugator
yaitu trimming loss, waste fluting, overproduksi, reject sheet, dan waste operator. Rata-
rata waste tertinggi adalah pada kategori waste operator sebesar 5.18%.
Penelitian ini akan membahas cara untuk mengurangi waste operator akibat dari
produk cacat pembuatan corrugated sheet menggunakan konsep lean six sigma. Tujuan
dari penelitian adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan sheet krepek dan
menyusun tindakan untuk meminimasi waste operator dengan mengurangi sheet krepek.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di industri manufaktur pembuatan karton box, sheet, dan die
cut. Selanjutnya dilakukan proses pengamatan pada departemen produksi perusahaan yaitu
departemen corrugator. Data yang dikumpulkan untuk penelitian meliputi data kuantitatif
dan kualitatif. Data-data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan brainstorming dengan
pihak-pihak yang terkait, serta informasi lainnya yang mendukung penggunaan metode
FMEA untuk melakukan perbaikan pada divisi corrugator. Adapun data yang
dikumpulkan yaitu data umum perusahaan PT. Purinusa Eka Persada, data jenis produk
yang diproduksi, dan data proses produksi sheet. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data tersebut adalah dengan wawancara dan berdasarkan data historis
perusahaan.
Wawancara digunakan untuk mengetahui penyebab dari waste. Wawancara
dilakukan kepada beberapa operator corrugator, kepala regu corrugator, admin corrugator
dan divisi quality control. Dalam wawancara ini, sumber informasi yang digunakan adalah
orang-orang yang bertanggung jawab dan kompeten dalam bidang produksi dan kualitas.
Data historis digunakan untuk perhitungan kapabilitas proses. Data historis waste terhitung
dari bulan Januari 2017 sampai bulan September 2017 dengan data yang dibutuhkan yaitu
total produksi corrugated sheet, persentase seluruh jenis waste, dan persentase seluruh
kategori produk cacat
Pada tahap Define, yaitu melakukan identifikasi terhadap objek penelitian. Hasil dari
identifikasi digambarkan melalui sebuah diagram value stream mapping. Diagram ini
menunjukkan kondisi aktual dari proses produksi corrugated sheet yang diamati, meliputi
value added, non value added time, dan necessary non value added time. Penelitian
dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi aktivitas perusahaan, kemudian dilakukan
identifikasi terjadinya waste.
Pada tahap Measure dilakukan identifikasi dan seleksi karakter-karakter CTQ
(critical to quality). Berdasarkan hasil CTQ dibuat peta kontrol-p untuk mengidentifikasi
apakah suatu proses terkendali atau tidak. Sampel yang diambil untuk membuat peta p
sebanyak 40 data dan diambil secara acak selama 9 bulan. Dilanjutkan dengan pengukuran
nilai DPMO dan Level Sigma dari setiap indikator jenis cacat. Lalu menghitung DPMO
dan Level Sigma untuk bulan Januari sampai September 2017. Tahapan ini juga dilakukan
untuk melihat seberapa besar pengaruh dari masing-masing kriteria cacat yang ada.
Tahap Analyze dilakukan dengan membuat diagram pareto untuk mengidentifikasi
jenis cacat yang paling dominan. Kemudian membuat cause effect diagram yang dilakukan
untuk menganalisis masalah serta penyebab terjadinya produk cacat. Setelah didapatkan
akar masalah dari cause effect diagram, kemudian dinilai dengan menggunakan tools
failure mode and effect analysis (FMEA). Kemudian dilakukan penyusunan prioritas
penyebab masalah berdasarkan nilai RPN. Dengan menggunakan cause effect diagram dan
FMEA akan didapatkan penyebab utama dari besarnya waste operator akibat produk cacat.
Pada tahap Improve diberikan usulan perbaikan terhadap proses produksi agar dapat
meminimasi sheet krepek. Selain itu, perbaikan ini didasarkan pada hasil diagram pareto
209
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
nilai RPN. Kemudian rekomendasi yang telah diusulkan akan ditindak lanjuti pada tahap
ini. Tahapan ini juga merupakan tahapan untuk memberikan alternative solusi terhadap
jalannya alternatif perbaikan dengan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) atau
formulir-formulir yang berkaitan dengan pengendalian kualitas corrugated sheet.
Pada tahap Control dilakukan perhitungan nilai RPN baru berdasarkan rekomendasi
yang telah diusulkan. Kemudian dihitung potensi penurunan cacat berdasarkan
perbandingan nilai occurance sebelum perbaikan dan setelah perbaikan. Setelah itu
menghitung nilai DPMO dan Level Sigma baru dari bulan Januari 2017-September 2017.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil current state mapping dan future value stream mapping
Current State Future Value
Mapping Stream Mapping
Keterangan
VA NVA VA NVA
(detik) (detik) (detik) (detik)
Pembuatan Single Wall Corrugated 1638,9 1640 1638,9 0
Pembuatan Double Wall Corrugated 1649,9 1640 1649,9 0
Departemen Paper Roll 5099 10 5099 0
Departemen Glue Kitchen 8400 0 8400 0
210
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pada Peta kontrol-p merupakan peta kontrol yang digunakan untuk mengendalikan
proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari
produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Peta kontrol dibuat dengan tujuan untuk
melihat apakah jenis cacat produk yang dihasilkan masih berada dalam batas yang
disyaratkan. Peta kontrol-p dibuat berdasarkan data kategori sheet krepek pada waste
operator produk corrugated sheet dari bulan Januari 2017 sampai September 2017.
Gambar 1 menjelaskan bahwa sampel data sheet krepek sebanyak 40 data masih
dalam batas yang disyaratkan, karena terbukti dari data tersebut tidak ada yang berada di
luar batas kendali. Setelah itu dilakukan pengukuran defect per millions opportunities
211
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(DPMO) mengindikasikan berapa banyak cacat sheet krepek akan muncul jika terdapat
satu juta peluang. Tabel 4 menujukkan perhitungan nilai DPMO dan level sigma dari
jumlah defect produk corrugated sheet pada bulan Januari 2017 sampai bulan September
2017. Dapat dilihat bahwa rata-rata level sigma berdasarkan Tabel 4 adalah 3,1632 sigma
dengan 1769 DPMO (defect per millions opportunities).
i D E f e/d G H
k e /(d * j ) l k * 1000000 m
Setelah itu, dilakukan perhitungan nilai DPMO dan level sigma pada bulan Januari
2017 sampai September 2017. Total produksi yang dihasilkan sebanyak 62.658.497 kg,
dengan CTQ berjumlah 28. Jumlah cacat yang terjadi sebanyak 5.854.370 kg. Berdasarkan
hasil perhitungan didapatkan nilai level sigma 4,21832 sigma dengan peluang terhadap
produk cacat sebesar 3300 DPMO.
Langkah berikutnya adalah proses analisis berdasarkan hasil yang didapat pada tahap
measure. Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi jenis-jenis cacat kategori waste
operator pada bulan Januari sampai September 2017. Kemudian, mengidentifikasi akar
penyebab dari cacat paling dominan dan membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi
dari masalah tersebut.
Dengan menggunakan diagram pareto diketahui bahwa dari 28 kategori cacat
terdapat 4 jenis cacat yang jumlah persentase kumulatifnya mencapai 88.14%, dari
persentase cacat keseluruhan. Adapun ke-4.jenis cacat tersebut adalah sheet krepek, sheet
ngelotok, potongan tidak rapih, dan sheet high low. Dari ke-4 jenis cacat tersebut akan
dilakukan pembahasan lebih lanjut pada kategori sheet krepek yang mempunyai persentase
paling besar yaitu 53.85%. Untuk menujukkan faktor yang berpengaruh dan faktor sebab
akibat yang dapat menimbulkan sheet krepek dapat digunakan diagram sebab akibat.
Gambar 2 akan menggambar diagram pareto dan Gambar 3 menggambarkan diagram
sebab akibat untuk jenis cacat sheet krepek.
212
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Mesin Manusia
Sheet krepek
Spesifikasi
Formula lem
Ketebalan lem kertas tidak
yang berubah - Lem terlalu cair
kurang sesuai MO
ubah
Tidak adanya
WI glue kitchen Spesifikasi timer otomatis
Penambahan/ tidak rinci kertas dari Tidak adanya
pengurangan lem di
supplier tidak valve otomatis
corrugator tidak Bahan baku yang Kran tangki soda
sesuai sesuai yang
tersedia tidak dan air terbuka
dipesan
sesuai standar sebelum 4 jam
Metode Material
Penyusunan FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) pada tahap analisis ini
dilakukan untuk memilih faktor kritis prioritas. Penentuan faktor kritis prioritas akan
didasarkan pada nilai Risk Priority Number atau RPN. Tujuan pemilihan faktor kritis ini
adalah untuk menetapkan fokus perbaikan agar lingkup solusi atau perbaikan tidak terlalu
luas dan dapat dibentuk solusi perbaikan yang efektif. Dalam pembuatan FMEA terlebih
dahulu ditentukan modus kegagalan potensial yaitu berdasarkan diagram sebab akibat, efek
kegagalan potensial dan penyebab potensial.
Pengisian nilai severity (S), occurance (O), dan detectability (D) yaitu dengan
meminta penilaian kepada setiap responden yaitu Kepala Departemen Corrugator, Kepala
Regu Departemen Corrugator dan Operator Mesin Corrugator. Kegagalan-kegagalan yang
mempunyai nilai RPN terbesar diprioritaskan untuk diperbaiki, terkecuali untuk kegagalan
yang mempunyai nilai severity 10, maka harus diperbaiki terlebih dahulu. Berikut Tabel 5
akan menujukkan analisa FMEA untuk sheet krepek.
213
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
214
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
215
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
kepala seksi. Pengukuran OEE dilakukan sebagai indikator keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan suatu produk. Maka dari itu, dengan dibuatnya papan kinerja ini diharapkan
dapat memotivasi seluruh karyawan terutama kepala seksi untuk selalu mengawasi
jalannya proses produksi.
Rekomendasi keenam yang diusulkan adalah visualisasi Work Instruction (WI) yang
lebih mudah dipahami dibandingkan yang sudah ada diperusahaan. Rekomendasi ini
merupakan rekomendasi lain dari sumber kegagalan operator yang hanya memeriksa
kesesuaian Manufacturing Order diawal proses saja. Akibat yang ditimbulkan adalah
target produksi yang tidak tercapai, karena operator mesin bekerja tanpa mengikuti Work
Instruction yang sudah ada. Rancangan visualisasi WI yang diusulkan merupakan
perbaikan dari WI yang sudah ada sebelumnya. Bentuk WI sebelumnya masih dalam
bentuk teks, dan struktur kata yang digunakan sulit untuk dipahami, sedangkan WI baru
dirancang lebih berwarna dan dalam bentuk gambar agar operator lebih mudah untuk
memahaminya.
Pada tahap kontrol, dilakukan dengan tujuan untuk memastikan agar perbaikan yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik. Dari perbaikan yang telah diusulkan diharapkan
dapat diketahui potensi penurunan cacat dengan cara melakukan wawancara kepada para
stakeholder. Selain itu, dilakukan perhitungan nilai RPN baru berdasarkan hasil perbaikan
yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, jika rekomendasi yang diusulkan
diterapkan oleh perusahaan maka akan berdampak pada penurunan nilai occurance (O).
Penurunan nilai occurance ini maksudnya adalah kemungkinan terjadinya cacat akan
berkurang setelah rekomendasi dilakukan.
Setelah dilakukan pembuatan tabel FMEA untuk mendapatkan RPN baru, didapatkan
total RPN sebesar 454. Nilai tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan total
nilai RPN awal yaitu sebesar 655. Selisih atau penurunan nilai total RPN adalah sebesar
201 atau sebesar 30,68% dari nilai RPN awal. Persentase penurunan nilai total RPN
diprediksikan akan menurunkan nilai defect sebesar 30,68%.
Setelah dilakukan perbaikan dengan penurunan defect sebesar 30,68%, diperoleh
nilai level sigma baru sebesar 4,34 sigma dengan peluang terhadap produk defect sebesar
2300 DPMO. Sedangkan pada kondisi awal nilai level sigma 4,21832 sigma dengan
peluang terhadap produk defect sebesar 3300 DPMO. Dibawah ini Tabel 6 merupakan
tabel yang menujukkan rekapitulasi perubahan nilai level sigma pada kondisi awal dan
setelah perbaikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Quality Control dari data jumlah defect produk
corrugated sheet dari bulan Januari 2017 sampai September 2017 dengan menggunakan
diagram pareto didapatkan satu jenis cacat yang jumlah persentase nya paling tinggi
sebesar 53,85% yaitu kategori sheet krepek. Terdapat 11 penyebab terjadinya sheet krepek
dengan nilai level sigma untuk 9 bulan pada produk corrugated sheet dari bulan Januari
2017 sampai September 2017 sebesar 4,21832 sigma. Nilai level sigma tersebut
menunjukkan bahwa peluang terhadap produk defect sebesar 3300 DPMO.
Setelah dilakukan perbaikan dengan 6 rekomendasi yang diusulkan, terjadi
penurunan defect sebesar 30,68% dari jumlah defect sebelumnya. Nilai level sigma yang
216
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
diperoleh setelah dilakukan perbaikan sebesar 4,34 sigma dengan peluang terhadap produk
defect sebesar 2300 DPMO.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Evans, J. R. 2007. An Introduction to Six Sigma & Process Improvement (Pengantar
Six Sigma). Jakarta: Salemba Empat.
[2] Gamang, G. R. 2016. Penerapan Metode Six Sigma untuk Meminimasi Cacat Pada
Produk Port PVC (Pivet) dengan Melakukan Perancangan Sistem Pendingin Mold
(Studi Kasus di PT Wafiq Mitra Teknik), Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri,
Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung, 2016.
[3] Gaspersz, Vincent. 2007. Total Quality Manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
[4] Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
[5] George. 2002. Lean Six Sigma For Service. New York: Mc Graw – Hill Book
Company.
[6] George, Michael L, dkk. 2005. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[7] Haan, J.F. 2015. Usulan Continous Improvement pada Departemen Produksi dengan
Metode Lean Six Sigma di PT Nusantara Cemerlang Garment Industries, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2015.
[8] Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Gramedia.
[9] Liker, Jeffrey K, dan David Meier. 2006. The Toyota Way Fieldbook. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[10] Pande, Peter S. Robert P, Newman, Roland R, Cavanagh. 2002. The Six Sigma Way :
Bagaimana GE, Motorola dan Perusahaan Terkenal Lainya Mengasah Kinerja
Mereka. Yogyakarta: Andi.
[11] Reminda, Rininta. 2012. Penerapan Metode Six Sigma untuk Meminimasi Produk
Cacat (Studi Kasus Produk Collar 1382 di CV.GMI. Skripsi Teknik Industri, Program
Sarjana Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung.
[12] Rifqi, Adrian. 2016. Rancangan Usulan Perbaikan Kualitas RIB AT dengan Metode
Six Sigma di PT. Dirgantara Indonesia. Skripsi Teknik Industri, Program Sarjana
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[13] Sumanth, David J. (1985). Productivity Engineering and Management. New York: Mc
Graw – Hill Book Company.
[14] Tannady, Hendy. 2002. Pengendalian Kualitas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
217
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi sandal umumnya menggunakan
bahan baku biji plastik PE EVA. Dalam proses produksi sandal di PT. XYZ sering ditemukan
adanya produk cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengurangi cacat
pada produk sandal yang terjadi dengan mengggunakan metode Six Sigma dan kaizen. Selain
itu juga dilakukan upaya perbaikan untuk kebersihan dan penataan lantai produksi dengan
menggunakan penerapan Kaizen Five Step Plan. Berdasarkan data awal, diperoleh nilai
DPMO sebesar 3.476 yang dapat diartikan bahwa dari satu juta kesempatan akan terdapat
3.476 kemungkinan produk yang dihasilkan mengalami kerusakan. Melihat nilai DPMO ini
dapat diartikan perusahaan berada pada tingkat 4,20 sigma dengan jenis cacat terbesar yang
terjadi adalah produk yang terbakar. Strategi perbaikan yang diusulkan yaitu melalui rencana
tindakan berdasarkan ranking Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan penerapan
Kaizen Five-Step Plan untuk perbaikan lantai produksi. Setelah dilakukan implementasi dari
usulan perbaikan yang diberikan, maka didapat kenaikan pada level sigma perusahaan yaitu
dari 4,20 sigma menjadi 4,31 sigma dengan nilai DPMO yang turun dari 3.476 menjadi 2.516.
Selain itu, melalui penerapan Kaizen Five-Step Plan yang diusulkan, lantai produksi menjadi
lebih bersih dan tertata dengan rapi.
PENDAHULUAN
Secara umum setiap perusahaan perlu berusaha untuk dapat menghasilkan produk
yang baik dan sesuai dengan keinginan dari konsumen. Beberapa aspek seperti harga,
promosi, pelayanan merupakan upaya yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
memenangkan persaingan. Kualitas produk yang dihasilkan perusahaan merupakan tolok
ukur yang paling penting disamping beberapa faktor-faktor lain tersebut diatas. Menurut
Sofjan Assauri (2004: 206) dikemukakan bahwa tingkat kualitas ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain Fungsi Suatu Barang, Wujud Luar, Biaya Barang Tersebut [1].
Produk cacat yang ditemukan pada PT.XYZ bersifat tidak dapat digunakan lagi,
sehingga tidak dapat memasuki proses selanjutnya dan hanya akan menjadi limbah
produksi. Permasalahan lain pada proses produksi di PT.XYZ yaitu situasi dan kondisi dari
lantai produksi yang berantakan dan kotor. Sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan
dari para pekerja dan dapat menurunkan efektifitas dan produktivitas dari para pekerja.
Pengendalian kualitas merupakan salah satu kegiatan yang sangat erat berkaitan
dengan proses produksi, dimana pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi
dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkatan/derajat kualitas produk atau proses yang
dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian alat yang sesuai, inspeksi
yang terus menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil
yang diperoleh dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-benar bisa memenuhi standar-
standar yang telah direncanakan/ditetapkan [2].
Dalam proses produksi sandal masih sering ditemukan permasalahan berupa
terjadinya cacat produk yang cukup banyak pada produk yang dihasilkan seperti dapat
218
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dilihat pad Gambar 1. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian
yang bertujuan untuk meminimasi kerusakkan produk (defect). Salah satu cara dalam
pengendalian kualitas produk adalah dengan meningkatkan kualitas proses produksi yang
harus dijalankan secara terus menerus dan analisis dalam merumuskan penyebab terjadinya
kerusakan produk, dan melakukan penanggulangan ataupun pencegahan agar dapat
mengurangi tejadinya kerusakan produk. Pendekatan metode six sigma berbasis DMAIC
digunakan untuk mengurangi terjadinya kerusakan produk, mengukur tingkat kapabilitas
proses, dan juga upaya perbaikan untuk mencapai hasil yang mendekati sempurna.
Sedangkan sebagai upaya perbaikan lantai produksi dilakukan melalui penerapan metode
Kaizen Five-Step Plan (5S).
TINJAUAN PUSTAKA
Six Sigma
Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi yang menyediakan alat-alat
untuk peningkatan proses bisnis dengan tujuan menurunkan variasi proses dan
meningkatkan kualitas produk. Pendekatan Six Sigma merupakan sekumpulan konsep dan
praktik yang berfokus pada penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau
kecacatan produk. Elemen-elemen yang penting dalam Six Sigma yaitu memproduksi
hanya 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO) serta inisiatif-
inisiatif peningkatan proses untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma. Apabila produk
(barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas Six Sigma, perusahaan boleh
mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau bahwa 99,99966 persen
dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk (barang dan/jasa) itu
(Gaspersz : 2007).
Berbagai upaya peningkatan menuju target six sigma dapat dilakukan menggunakan
dua metodologi, yaitu (1) Six Sigma – DMAIC (Define, Measure, Analyze , Improve,
Control), dan (2) Design For Six Sigma-DFSS DMADV (Define, Measure, Analyze,
Design, Verify) [3].
DMAIC merupakan model yang memiliki 5 fase siklus perbaikan yaitu Define
(mendefenisikan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisa), Improve (memperbaiki),
dan Control (mengendalikan) sebagai metode untuk memecahkan permasalahan pada
produk atau proses.
Kaizen
Kaizen berasal dari kata Kai yang artinya perubahan dan Zen yang artinya baik.
Kaizen dapat diartikan secara singkat yaitu perbaikan atau peningkatan. Menurut Imai
(1991:4)(6), Kaizen berarti penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap
219
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
orang baik manajer maupun karyawan. Alat-alat implementasi Kaizen yaitu Kaizen Five-
Step Plan, 5W dan 1H, dan Kaizen Five-M Checklist.[4]
Beberapa point penting dalam proses penerapan Kaizen yaitu:
1. Konsep 3M (Muda, Mura, dan Muri) dalam istilah Jepang.
Konsep ini dibentuk untuk mengurangi kelelahan, meningkatkan mutu, mempersingkat
waktu dan mengurangi atau efsiensi biaya.
2. Gerakkan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu dan Shitsuke) atau 5R.
3. Konsep PDCA (Plan, Do, Check dan Action) dalam Kaizen.
4. Konsep 5W + 1H.
Salah satu alat pola pikir untuk menjalankan roda PDCA dalam kegiatan Kaizen adalah
dengan teknik bertanya dengan pertanyaan dasar 5W + 1H ( What, Who, Why, Where,
When dan How).
DPMO
Perhitungan DPMO dan level sigma bertujuan untuk mengukur kemampuan dan
kapabilitas sigma pada saat ini. Adapun nilai-nilai yang diperlukan untuk menghitung nilai
DPMO yang perlu diketahui adalah Unit (U), Defect (D) dan Opportunity (OP).[6]
Langkah perhitungan DPMO dalam Six Sigma adalah sebagai berikut:
1. Unit (U) = Jumlah produk yang diperiksa dalam inspeksi.
2. Opportunities (O)= Karakteristik kritis bagi kualitas adalah karakteristik yang
berpotensi untuk cacat (Critical to Quality).
3. Defect (D) = Jumlah kecacatan yang terjadi dalam produksi.
D
4. Defect per Unit (DPU) = (2)
U
5. Total Opportunities (TOP) = U x OP (3)
220
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
D
6. Defect per Opportunities (DPO) = (4)
TOP
7. Defect per Million Opportunities (DPMO) = DPO x 1000000 (5)
8. Tingkat Sigma = NORMSINV (1-DPMO/1000,000,000) + SHIFT 1,5 (6)
METODE PENELITIAN
1. Tahap Pertama
Tahap pertama dalam penyusunan skripsi adalah melakukan penelitian awal ke
perusahaan, melakukan studi pustaka, melakukan penyusunan proposal penelitian yang
mencakup pemilihan judul penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah dan tujuan
penelitian.
2. Tahap Kedua
Tahap kedua adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.
Pengumpulan data diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara
dengan pihak yang terkait. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
berdasarkan tahapan six sigma.
Pengolahan data berdasarkan tahapan six sigma adalah sebagai berikut:
a.Tahap Define
1) Mengidentifikasi jenis-jenis kerusakkan produk yang terdapat pada proses produksi.
2) Menentukan ruang lingkup penelitian dengan menggunakan diagram SIPOC.
3) Menentukan Critical To Quality (CTQ).
b.Tahap Measure
1) Pembuatan Peta Kendali (P-Chart).
2) Perhitungan Kapabilitas Proses.
3) Melakukan perhitungan DPMO dan Level Sigma.
c.Tahap Analyze
1) Membuat diagram pareto untuk produk rusak / cacat.
2) Membuat diagram sebab akibat (fishbone diagram).
3) Membuat diagram keterkaitan (interrelations diagram).
4) Membuat analisa dengan metode 5W+1H.
5) Membuat tabel FMEA untuk melihat masalah dengan nilai yang tertinggi sehingga
harus didahulukan untuk diperbaiki.
d. Tahap Improve
Memberikan usulan perbaikan dengan action planning for failure mode berdasarkan
hasil analisa dengan FMEA dan implementasi kaizen five-step plan (5S).
e. Tahap Control
Melakukan pemantauan terhadap hasil dari usulan perbaikan dan implementasi yang
telah dilakukan.
3. Tahap Ketiga
Tahapan ini mencakup pembuatan kesimpulan dari keseluruhan proses penelitian
yang dilakukan.
221
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tahap Define
Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukannya pendefinisian rencana-rencana
tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses
produksi.
Tahap awal dari tahap define adalah mendefinisikan jenis defect/kerusakkan yang
terdapat pada proses produksi. Defect/kerusakkan yang terdapat pada proses produksi
antara lain:
a. Terbakar
b. Kurang Bahan
c. Terbelah / Robek
DIAGRAM SIPOC
SUPPLIER INPUT PROCESS OUTPUT CUSTOMER
Persiapan Bahan
Baku
Biji Plastik PE
Supplier Impor
EVA
Injection Blow Semangat Baru
Molding
Supplier Impor
Naga Mas
Kancing, Tali,
CV. Bima Putera
Aksesoris lainnya
Jasa Bahagia
Pemasangan
PT. Panca Prima Aksesoris Sandal
Bandar Baru
222
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tahap Measure
Setelah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan, dilakukan tindakan
untuk mengolah atau mengukur data yang telah diperoleh dengan melakukan perhitungan,
sehingga dapat dianalisis lebih jelas.
223
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
DPMO
Berikut merupakan perhitungan DPMO untuk menentukan Level Sigma pada PT.
XYZ Tabel 3 dibawah ini.
Tahap Analyze
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap jenis defect terbesar terhadap produk
sandal. Kemudian menganalisis akar permasalahan penyebab defect yang signifikan.
Diagram Pareto
Berikut merupakan diagram pareto dari defect/kerusakkan yang terjadi pada proses
produksi produk sandal yang dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
224
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Dari diagram pareto di atas, dapat diketahui bahwa jenis produk rusak/cacat yang
paling sering terjadi adalah produk rusak/cacat terbakar. Setelah itu produk rusak kurang
bahan dan produk rusak terbelah/robek.
Fishbone Diagram
Merupakan diagram yang digunakan untuk mengindentifikasikan segala penyebab
terjadinya defect/kerusakkan produk tersebut. Fishbone diagram dari defect yang terjadi
pada proses produksi produk sandal dapat dilihat pada Gambar 5,6 dan 7 di bawah ini.
Machine Material
Tidak ada pengecekan kembali
Settingan cairan cetak Pada bahan
yang kurang tepat
Penyemprot cairan cetak macet Mold tidak bersih Bahan Baku tercampur benda asing
Atau tidak berfungsi
Environment Man
Machine Method
Settingan Mesin yang kurang tepat Tidak ada standar penyemprotan cairan
Machine error
Kurangnya Cairan Cetak Penyemprotan cairan cetak kurang baik
Bahan baku yang kurang
Penyemprot cairan macet Kurang pengawasan
Settingan bahan
kurang tepat
Cacat Kurang Bahan
Terburu-buru
225
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Machine Method
Machine Error Suhu terlalu tinggi Kurang Pengawasan
Teknik pengambilan
Komposisi bahan yang lebih Sandal kurang baik
Efisiensi mesin yang kurang
Kurang
Settingan mesin kurang tepat
training
Pemakaian mesin secara
terus menerus
Cacat Robek
Pengaturan tata Kurang Fokus
Letak kurang baik Sirkulasi udara Kurang Pengawasan
yang kurang stabil Teknik pengambilan sandal
Ruangan Produksi Dari mold yang kurang baik
Yang Panas Kemampuan yang
Kurangnya kurang baik
ventilasi udara Terburu -buru Banyak Pikiran
Tidak Ada RTH
Kurang
training
Environtment Man
In / Out In / Out
3/1 In / Out 2/1
Bahan baku yang 2/4
Error yang terjadi Komposisi bahan In / Out
kotor atau tercampur
pada mesin saat yang dicetak tidak 1/2
dengan benda-benda
beroperasi sesuai Tidak ada
asing
(Machine Error) pengecekkan
kembali pada
setingan mesin
Lingkungan kerja
yang kotor dan
Tidak adanya berantakan
pengecekkan
In / Out
kembali terhadap
1/1
bahan baku yang
akan digunakan
In / Out
1/1
226
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tahap Improve
Tahap improve dilakukan untuk menentukan tindakan perbaikan dalam rangka
mengurangi defect. Dalam tahap ini akan diberikan rekomendasi perbaikan sesuai dengan
akar penyebab dari defectyang terjadi.
227
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tahap Control
Hasil Penerapan Action Plan
Melalui penerapan usulan perbaikan, maka diperoleh kenaikan level sigma
perusahaan dan juga peningkatan kapabilitas proses perusahaan, berikut merupakan
perbandingan hasil perhitungan sebelum dan sesudah implementasi.
228
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tahap Seiton
Pada tahap seiton dilakukan penataan terhadap aksesoris yang masih berantakan dan
juga penempatan bahan baku langsung pada area produksi yang membutuhkan. Tahapan
ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tahap Seiso
Setelah dilakukan penerapan Seiso dengan melakukan kegiatan pembersihan dan
penyediaan alat kebersihan, lantai produksi menjadi bersih dari sampah sampah yang tidak
diperlukan. Berikut merupakan hasil penerapan tahap Seiso pada Gambar 9 di bawah ini.
Tahap Seiketsu
Penerapan usulan tahapan seiketsu dilakukan dengan menempelkan poster dilarang
merokok dan dilarang membuang sampah sembarangan di beberapa titik pada ruang
produksi. Berikut merupakan hasil penerapan usulan tahapan seiketsu pada Gambar 10 di
bawah ini.
Tahap Shitsuke
Pada perbaikan tahap shitsuke, dihasilkan checksheet untuk penilaian dari hasil
penerapan Kaizen Five-Step Plan (5S).
229
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
a. Terdapat 3 jenis kerusakkan produk yang ditemukan pada proses produksi sandal yaitu
terbakar, kurang bahan, dan terbelah/robek.
b. Nilai DPMO untuk proses produksi sandal sebesar 3,476 dengan nilai kapabilitas sigma
sebesar 4,20 – sigma. Berdasarkan nilai Cp dan Cpk diketahui bahwa kapabilitas proses
230
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
yang dilaksanakan masih rendah, dan proses yang dijalankan tidak sesuai dengan
spesifikasi sehingga membutuhkan upaya perbaikan lebih lanjut.
c. Setelah dilakukannya perbaikan, dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan level sigma
dan juga kapabilitas proses perusahaan yaitu dari 4,20 Sigma menjadi 4,31 Sigma, dan
terdapat penurunan DPMO dari 3.476 menjadi 2.556. Selain itu juga terdapat kenaikan
nilai Cp dan Cpk yang mendekati kondisi ideal/lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
[2] Ariani, Dorothea Wahyu. (2004). Pengendalian Kualitas Stastik. Andi Yogyakarta:
Yogyakarta
[3] Gaspersz, V. (2007). Lean Six Sigma For Manufacturing And Service Industries. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
[4] Imai, Masaaki. (1998). Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada
Manajemen. CV Taruna Grafica: Jakarta
[5] Herjanto, Eddy. (2010). Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Grasindo:Jakarta
[6] Evan, James R., dan William M. Lindsay. (2005). An Introduction to Six Sigma and
Process Improvement. South-Western.
[7] Navidi, William (2008). Statistics for Engineers and Scientists 2nd Edition. Mc. Graw
Hill. New York.
231
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Lina Gozali1), Kevin Oktavian2), Tira Natasha2), Nita Sari2), Claudia Jessica Atmadja2)
1)
Dosen Teknik Industri, Universitas Tarumanagara, Jakarta
2)
Mahasiswa Teknik Industri, Universitas Tarumanagara, Jakarta
e-mail: lighoz@gmail.com1), oktakevin26@gmail.com2), tiranatasha@yahoo.com2),
nita.siwonest@gmail.com2), jessicatmadja@gmail.com2)
Abstrak
PT. Modera Furintraco Industri merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi
furnitur kantor, seperti meja, laci, dan lemari kantor. Berdasarkan pengalaman dan data
historis perusahaan, diketahui bahwa Modera menerima setiap pesanan yang diminta namun
tidak mempertimbangkan sumber daya kapasitas produksi yang tersedia. Oleh karena itu,
diperlukan peramalan (forecasting) yang akan menghasilkan jadwal perencanaan produksi di
masa yang akan datang. Tujuan penelitian ini adalah menunjukkan implementasi forecasting
untuk data penjualan perusahaan yang bersifat irregular, dengan menggunakan delapan
metode peramalan, yaitu single moving average, weighted moving average, double moving
average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik, regresi
linier, dan siklik. Hasil penelitian ini menujukkan secara umum bahwa metode siklik
memberikan prediksi perencanaan produksi yang lebih baik dibandingkan tujuh metode
forecasting lainnya dengan nilai forecast error terkecil sebesar 0,38; 33,25; 17745,00;
1478,75; 40,16; 8,18 (ME, MAE, SSE, MSE, SDE, MAPE) dan persentase GAP antara data
aktual dan forecasting untuk produk E-Class sebesar 59%. Persamaan peramalan produksi
untuk perusahaan adalah y = -6,1608x + 515,21.
Kata kunci: Peramalan, Furnitur Kantor, Produk E-Class, Perencanaan Produksi, Penjualan.
PENDAHULUAN
Penjualan merupakan faktor utama dalam menunjang kelangsungan hidup dalam
suatu perusahaan. Tingginya tingkat penjualan pada suatu perusahaan dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan tersebut. Perusahaan harus mampu dalam menentukan
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan aktivitas penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan. Solusi masalah penjualan agar sesuai target perusahaan, maka diperlukan
adanya sebuah peramalan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah forecasting.
PT. Modera Furintraco Industri adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi
furnitur kantor (office furniture) guna memenuhi kebutuhan kantor, seperti meja, laci, dan
lemari kantor. Modera memproduksi bervariasi produk furnitur kantor yang terdiri atas
produk A-Class sampai Powell. Bahan baku utama yang digunakan dalam produksi
Modera adalah Particle Board.Modera merupakan salah satu industri kreatif yang
memiliki data permintaan produk yang berfluktuatif sesuai dengan keinginan pasar seperti
data permintaan produk E-Class yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
232
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Permasalahan stok yang disebabkan oleh perencanaan produksi yang salah dapat
diatasi dengan melakukan peramalan jadwal produksi guna menghasilkan jadwal
perencanaan produksi yang akurat di masa yang akan datang. Perencanaan produksi di
masa yang akan datang akan mempermudah perusahaan dalam proses penentuan strategi
serta persediaan bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan.
Objek penelitian di PT. Modera Furintraco Industri terkait analisis peramalan
berfokus pada produk E-Class yang merupakan produk dengan tingkat penjualan tertinggi
pada periode tahun 2017 seperti terlihat pada Gambar 2.
233
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Metode peramalan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 8 (delapan) metode
peramalan (forecasting), yaitu single moving average, weighted moving average, double
moving average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik,
regresi linier, dan siklik. Perhitungan peramalan jadwal produksi tersebut diharapkan dapat
menjawab permasalahan perusahaan serta menunjukkan implementasi metode forecasting
dalam perusahaan dengan jenis data irregular. Penentuan jadwal produksi yang akurat
ditentukan dengan hasil perhitungan forecasting dengan nilai forecast error terkecil
sebagai hasil akhir dari penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Perusahaan manufaktur terdapat suatu bagian atau departemen yang bertanggung
jawab dalam mengatur inventory warehouse, penjadwalan produksi, serta mengatur jadwal
pemesanan untuk material-material yang dibutuhkan. Departemen tersebut disebut
departemen PPIC (Production Planning Inventory Control).
Departemen PPIC merupakan aktivitas manajemen produksi atau industri yang
bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk melalui
tahapan proses (Wingjosoebroto, 2008). Departemen tersebut bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan pengadaan produk jadi atau (finished good).
Departemen PPIC dapat mengoptimalkan persediaan bahan baku yang berada di
warehouse sehingga penempatan di warehouse menjadi lebih efektif dan dapat menekan
biaya penyimpanan pembelian bahan baku.
Secara umum, departemen PPIC merupakan penghubung antara departemen produksi
dengan departemen marketing atau pemasaran. Departemen PPIC menerima dan
menerjemahkan permintaan marketing menjadi sebuah rencana produksi bagi departemen
produksi dan gudang. Bagian PPIC terbagi atas dua sub-bagian penting, yaitu:
1. Production Planning Control (PPC)
Bagian yang memiliki tanggung jawab dalam hal perencanaan produksi.
2. Inventory Control Logistic (ILC)
Bagian yang memiliki tanggung jawab dalam hal perencanaan penyimpanan dan
pengadaan bahan baku.
Peramalan (Forecasting)
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang
yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang
234
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Peramalan tidak
terlalu dibutuhkan bila kondisi permintaannya relatif kecil. Peramalan akan sangat
dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat kompleks dan dinamis. Dalam kondisi
pasar bebas, permintaan pasar lebih bersifat kompleks dan dinamis karena permintaan
tersebut tergantung dari keadaan sosial, ekonomi, politik, aspek teknologi, produk pesaing,
dan produk substitusi. Peramalan yang akurat merupakan informasi yang sangat
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan manajemen.
Berikut merupakan rumus-rumus perhitungan beberapa metode peramalan yang
termasuk dalam metode Time Series (Ellitan, 2008):
1. Single Moving Average
Teknik simple moving average menghasilkan perkiraan masa depan dengan rata-rata
permintaan sebenarnya dengan n periode waktu terakhir (n sering pada kisaran 4-7).
Setiap data yang lebih dari n, akan diabaikan.
Rumus:
𝐴 +𝐴 +𝐴 +⋯+𝐴𝑡−𝑛
𝐹𝑡 = 𝑡−1 𝑡−2 𝑛𝑡−3 (1)
Keterangan:
Ft : Peramalan untuk periode mendatang (periode t)
n : Jumlah periode yang dirata-ratakan
At-1 : Jumlah aktual periode sebelumnya hingga periode n
(3)
Keterangan:
Ft+m : Ramalan untuk m periode ke muka dari t
Xt : Data peramalan
(4)
Keterangan:
a : Konstanta pemulusan
Xt : Data aktual periode t
Ft : Peramalan pada periode t
Ft+1: Peramalan pada periode t+1
235
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(5)
Keterangan:
Ft+m : Peramalan data untuk m periode
6. Kuadratik
Rumus model metode kuadratik:
Rumus:
𝛾 = (∑𝑛𝑡=1 𝑡 2 )2 − 𝑛 ∑𝑛𝑡=1 𝑡 4 (6)
Keterangan:
Y = dt : Data permintaan
7. Regresi Linier
Rumus metode regresi linier:
Rumus:
𝐷(𝑡) = 𝑎 + 𝑏𝑡 (7)
Keterangan:
t : jumlah periode peramalan
8. Siklik
Rumus metode siklik:
Rumus:
2𝜋 2𝜋
Y’ (t) = 𝑎 + 𝑢 cos 𝑛 𝑡 + 𝑣 sin 𝑛 𝑡 (8)
Keterangan:
n : Jumlah periode peramalan
236
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Melakukan observasi terkait sistem yang berjalan di perusahaan.
2. Analisis masalah yang terjadi di perusahaan.
3. Analisis faktor atau variabel yang menjadi penyebab terjadinya masalah di dalam
perusahaan.
4. Studi literatur untuk menentukan pendekatan atau metode yang berguna untuk
memecahkan masalah perusahaan.
5. Melakukan diskusi dengan pihak internal perusahaan terkait proses pemecahan
masalah dan pencarian solusi.
6. Mengumpulkan data-data terkait yang dapat mendukung proses penelitian dan
pemecahan masalah.
7. Menghitung perencanaan produksi perusahaan di masa yang akan datang dengan data-
data produksi yang didapat menggunakan 8 (delapan) metode forecasting.
8. Melakukan uji kesalahan (error) dengan 6 (enam) metode kesalahan peramalan (error
forecasting method).
9. Menentukan hasil peramalan terbaik dan menganalisis hasil peramalan.
10. Implementasi hasil perencanaan produksi di perusahaan dan menentukan strategi yang
tepat terkait hasil yang didapat dari penelitian.
Observasi yang dilakukan di perusahaan dilakukan dengan meninjau berkas atau
dokumen perusahaan dan melakukan wawancara dengan pihak perusahaan untuk
menelusuri lebih dalam terkait sistem dan masalah di perusahaan. Proses penentuan
masalah utama dalam perusahaan dilakukan dengan meninjau variabel atau faktor yang
mungkin dapat menjadi penyebab masalah di perusahaan. Studi literatur dilakukan dengan
meninjau pada beberapa buku, dokumentasi, maupun jurnal penelitian yang mungkin dapat
menjadi alternatif pendekatan atau metode terhadap permasalahan dunia nyata yang sama.
Diskusi dengan pihak perusahaan (factory manager) untuk menerapkan perhitungan
peramalan (forecasting) sebagai solusi bagi perusahaan.
Pengumpulan data dilakukan dengan meminta data-data produksi dan permintaan
produk oleh konsumen kepada perusahaan agar dapat dihitung peramalan produksi di masa
yang akan datang. Perhitungan peramalan dilakukan dengan 8 (delapan) metode
forecasting, yaitu single moving average, weighted moving average, double moving
average, single exponential smoothing, double exponential smoothing, kuadratik, regresi
237
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
linier, dan siklik. Uji error dilakukan untuk mengetahui hasil peramalan dari metode
terbaik dengan nilai forecast error terkecil. Perhitungan uji error dilakukan dengan 6
(enam) metode, yaitu Mean Absolute Deviation Error (MADE), Mean Square Error
(MSE), Standard Deviation of Error (SDE), Mean Absolute Percent Error (MAPE), Mean
Error (ME), Mean Perfect Error (MPE). Analisis terkait hasil peramalan perlu dilakukan
untuk menentukan strategi produksi dan penjualan yang tepat sebagai bentuk implementasi
metode peramalan (forecasting) dalam lingkup perusahaan.
700
600
500
400
300
200
100
0
Periode (Bulan)
Perhitungan Peramalan
Hasil perhitungan peramalan menggunakan metode forecasting SMA (2 bulan, 3
bulan, 5 bulan), DMA (2 bulan), WMA (3 bulan), siklik, linier, kuadratik, SES (a=0,1; 0,3;
0,5; 0,7; dan 0,9) dan DES (a= 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9). Berikut merupakan hasil
perhitungan peramalan permintaan produk E-Class menggunakan metode siklik dengan
hasil yang optimal dan akurat serta nilai forecast error terkecil.
238
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1 Jan 652 2.09 0.87 -0.50 567 -326 475 165 -49 643 9
2 Feb 301 4.19 -0.86 -0.50 -259 -151 475 165 -49 358 -57
3 mar 418 6.28 0.00 1.00 0 418 475 165 -49 426 -8
4 Apr 628 8.37 0.87 -0.50 546 -314 475 165 -49 643 -15
5 Mei 301 10.47 -0.86 -0.50 -259 -151 475 165 -49 358 -57
6 Jun 412 12.56 -0.01 1.00 -4 412 475 165 -49 424 -12
7 Jul 674 14.65 0.87 -0.49 586 -330 475 165 -49 642 32
8 Agst 408 16.75 -0.86 -0.51 -351 -208 475 165 -49 359 49
9 Sept 401 18.84 -0.01 1.00 -4 401 475 165 -49 424 -23
10 Okt 611 20.93 0.87 -0.49 532 -299 475 165 -49 642 -31
11 Nov 422 23.03 -0.86 -0.51 -363 -215 475 165 -49 359 63
12 Des 467 25.12 -0.01 1.00 -5 467 475 165 -49 424 43
Jumlah 5,695 987 -296
Hasil perhitungan error pada peramalan produksi dan permintaan produk E-Class
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
239
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Perbandingan antara data aktual dan data hasil peramalan juga akan dibandingkan
melalui pola data grafik yang akan dibuat. Hasil dari pola data grafik perbandingan antara
data aktual dan forecast produk E-Class dapat dilihat pada Gambar 4.
Produk E-Class
Aktual Forecast Linear (Forecast)
800
700
Permintaan (unti)
600
500
400
300
200
100
y = -6.1608x + 515.21
0
Bulan
Berdasarkan bentuk grafik perbandingan antara data aktual permintaan dan data
peramalan (forecasting), produk E-Class memiliki pola grafik yang dimana pola data
forecasting menyerupai pola data aktual permintaannya. Persamaan peramalan produksi
untuk perusahaan dengan metode siklik adalah:
y = -6,1608x + 515,21
240
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan peramalan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pola data permintaan produk E-Class dari Modera merupakan pola data musiman.
2. Metode peramalan dengan nilai forecast error terkecil adalah metode peramalan siklik
dengan hasil peramalan sebesar 643, 358, 426, 643, 358, 424, 642, 359, 424, 642, 359,
424 (periode Januari s/d Desember (dalam satuan unit)) serta nilai forecast error
terkecil dari 6 (enam) metode error, yaitu 0,38; 33,25; 17745,00; 1478,75; 40,16; 8,18
(ME, MAE, SSE, MSE, SDE, MAPE).
3. Perbandingan data produksi dan permintaan produk E-Class memiliki rata-rata hasil
sebesar 474,58 unit (aktual) dan 475,17 unit (forecast) dengan rata-rata GAP
percentage sebesar 8%.
4. Persamaan peramalan (forecasting) untuk produksi dan peramalan produk E-Class
untuk PT. Modera Furintraco Industri di tahun 2018 adalah y = -6,1608x + 515,21.
5. Hasil peramalan menggunakan metode siklik dapat menjadi gambaran perusahaan
dalam perencanaan produksi produk E-Class masa yang akan datang serta menjadi
acuan dalam strategi persediaan bahan baku yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ellitan, Lena dan Anatan. (2008). Manajemen Operasi. Bandung: Refika Aditama.
[2]. Makridakis, S. and Wheelwright, S.C. (1982). The Handbook of Forecasting:
Manager’s Guide. New York: Wiley.
[3]. Montgomery, D.C. and Johnson, L.A. (1976). Forecasting and Time Series Analysis.
New York: McGraw-Hill.
[4]. Wheelwright, S.C. and Makridakis, S. (1977). Forecasting Methods for Management.
New York: Wiley.
[5]. Wignjosoebroto, S. (2003). Pengantar Teknik dan Manajemen Industri. Surabaya:
Guna Widya.
[6]. Gaspersz, Vincent. (2005). Production Planning and Inventory Control Berdasarkan
Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
241
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
UKM Waris merupakan salah satu produsen produk kaos yang terhitung baru didalam industri
konveksi di Indonesia terutama di wilayah Jakarta. Agar produk yang dikeluarkan dapat
diterima oleh masyarakat serta bersaing dengan produk sejenis UKM Waris harus memiliki
sarana produksi serta pengendalian kualitas yang baik agar dapat menunjang kualitas dari
produk. Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses produksi bagi suatu
produk agar produk tersebut mampu memenuhi kebutuhan atau keinginan para konsumen.
Kualitas produk merupakan kunci bagi kemajuan serta kesuksesan suatu perusahaan. Salah
satu alat untuk pengendalian kualitas adalah Statistical Processing Control yang bertujuan
untuk mengurangi biaya, menurunkan cacat, dan meningkatkan kualitas pada proses produksi
dengan cara mengetahui akar dari permasalahan mutu. Penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan data cacat pada proses produksi selama masa observasi lalu setelah itu
dilakukan analisis terhadap data cacat tersebut menggunakan alat Seven Tools agar
selanjutnya dapat dilakukan langkah untuk perbaikan yang tepat dalam mengurangi cacat
dalam proses produksi.
1. Pendahuluan
UKM Waris (Whoops Clothing) merupakan salah satu produsen produk kaos yang
terhitung baru didalam industri konveksi di Indonesia terutama di wilayah Jakarta. Agar
produk yang dikeluarkan dapat diterima oleh masyarakat umum serta bersaing dengan
produk sejenis UKM Waris (Whoops Clothing) harus memiliki sarana produksi serta
pengelolaan sumber daya manusia yang baik agar dapat menunjang kualitas dari produk
yang diproduksi. Untuk membuat produk Kaos Distro UKM Waris (Whoops Clothing)
memiliki macam-macam proses produksi yang dilakukan mulai dari proses pemilihan
bahan, pembuatan desain kaos, penyablonan kaos, pengepresan, hingga pengemasan
produk, dari proses-proses yang dilakukan setiap proses memiliki stasiun kerja masing-
masing. Dari seluruh proses yang berjalan sangatlah dibutuhkan suatu pengendalian
kualitas pada produk yang dihasilkan. Perusahaan yang ingin meningkatkan kualitas dari
produknya memerlukan perencanaan serta pengendalian yang baik, yang dikatakan
berkualitas adalah ketika suatu produk tidak memiliki kecacatan baik dalam proses
produksinya maupun ketika sudah menjadi finished good. Dalam menerapkan perbaikan
berkesinambungan (Kaizen) tentunya harus dilihat dari berbagai segi sehingga nanti
akhirnya dapat dijadikan suatu standar mutu yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan
oleh perusahaan tersebut.
Statistical Processing Control atau biasa disebut Seven Tools, merupakan salah satu
alat statistik untuk mencari akar permasalahan mutu, sehingga manajemen mutu dapat
menggunakan Seven Tools tersebut untuk mengetahui akar permasalahan terhadap produk
yang mengalami cacat, serta dapat mengetahui penyebab-penyebab terjadinya cacat.
242
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Metode
2.1 Metodologi Penelitian
START
Studi Lapangan
Identifikasi
Masalah
Perumusan
Masalah
Tujuan
Penelitian
Studi Literatur
Pengumpulan
Data
Pengolahan Data
Data
Data Penelitian
Umum
Pareto Chart
Metode
Fishbone
Pembuatan SOP
Analisis
SELESAI
1. Studi Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung ke lantai produksi asli dari perusahaan,
untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan. Penelitian lapangan dilakukan pada lantai
kerja UKM Waris (Whoops Clothing).
2. Identifikasi Masalah
Melakukan proses indentifikasi permasalahan tentang faktor penyebab terjadinya
defect produk serta jenis dari defect produk yang terjadi serta meminimalisir terjadinya
defect produk pada proses produksi pada UKM Waris (Whoops Clothing).
243
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Perumusan Masalah
Setelah melakukan proses identifikasi atas masalah apa yang terjadi pada UKM
Waris (Whoops Clothing). Ditemukan permasalahan yang akan diteliti di lapangan
menyangkut masalah faktor terjadinya defect produk Baju Distro serta jenis-jenis defect
yang terjadi pada proses produksinya serta cara meminimalisirnya.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya defect produk
serta jenis dari defect tersebut pada proses produksi di UKM Waris (Whoops Clothing) dan
cara untuk meminimalisir tejadinya defect produk tersebut pada proses produksi di UKM
Waris (Whoops Clothing).
5. Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan guna melengkapi informasi-informasi melalui jurnal atau
buku yang diperlukan demi mencapai tujuan dari penelitian ini, yang selanjutnya disusun
menjadi landasan teori untuk penelitian kali ini.
6. Pengumpulan Data
6.1 Data Umum
Merupakan data yang bersifat umum dan tidak berkaitan langsung dengan proses
analisis yang akan dilakukan. Adapun contoh data umum yang diambil dalam penelitian ini
adalah visi dan misi perusahaan, struktur organisasi serta sejarah dari perusahaan tersebut.
7. Pengolahan Data
Dilakukan menggunakan data defect yang didapatkan dari perusahaan untuk
membuat Diagram Pareto yang selanjutnya dilakukan pengolahan menggunakan Diagram
Sebab Akibat untuk mengetahui penyebab terjadinya defect.
8. Analisis
Menganalisa hasil yang didapat oleh metode-metode yang digunakan guna
mendapatkan solusi perbaikan terbaik.
244
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan pareto pada Gambar 4.3, diketahui bahwa terdapat 7 jenis defect yang
terjadi selama proses produksi dan terdapat 3 defect yang memiliki presentase tertinggi dari
seluruh proses yang dilakukan pada lini produksi UKM Waris (Whoops Clothing), defect
yang memiliki presentasi tinggi adalah pengepresan tidak maksimal, jahitan tidak lurus,
warna tidak tersablon. Setelah diketahui jenis defect yang memiliki presentase yang tinggi,
dilakukan pengolahan data terhadap masing-masing defect untuk mengetahui penyebab
terjadinya defect menggunakan diagram sebab-akibat.
245
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
246
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
ketika akan mengerjakan proses penyablonan mulai dari mempersiapkan screen sablon
sampai dengan proses penyablonan itu sendiri sehingga sering terjadi kesalahan ketika
operator melakukan proses yang rumit yaitu mempersiapkan screen sablon. Untuk faktor
Machine, prosedur pemasangan desain pada screen sablon sering salah dilakukan oleh
operator, screen sablon yang dimiliki juga telah sering digunakan untuk penyablonan
sehingga fungsi dari screen sablon sudah tidak maksimal sehingga sering kali warna yang
ingin disablon tidak dapat tersablon dengan sempurna dikarenakan lifetime screen sablon
yang sudah habis dan sudah waktunya untuk diganti dengan screen sablon yang baru.
Sedangkan untuk faktor Man, operator memiliki tingkat kehandalan yang rendah karena
kurangnya pelatihan serta minimnya pengalaman.
247
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
8. Matikan Mesin
Selesai
248
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
249
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan dan pengolahan data yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Selama Proses terdapat 3 jenis defect dengan frekuensi tertinggi dari 7 jenis defect yang
ada, ketika diolah menggunakan pareto chart sehingga menjadi fokus penelitian. Yaitu,
pengepressan tidak maksimal, jahitan tidak lurus, dan warna tidak tersablon. lalu
berdasarkan penjelasan pada halaman 22-24 diketahui faktor utama penyebab dari
defect produk tersebut.
2. Standar Operasional Prosedur (SOP) dibutuhkan pada bagian produksi Kaos Distro
UKM (Whoops Clothing) untuk meminimalisir terjadinya kesalahan atau kecacatan
pada saat proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Gaspersz, V. 2005. Total Quality Management. PT Gramedia pustaka utama. Jakarta.
[2]. Hadiwiyono, P. S dan Panjaitan, T. W. 2013. Perancangan Standard Operating
Procedure (SOP) Departemen Human Resources (HR) di PT. X. Jurnal Titra Vol. 1,
227-232.
[3]. Ishikawa, Kaoru. 1989.“Teknik Penuntun Pengendalian Mutu”. Edisi Pertama. Jakarta :
Mediatama Sarana Perkasa
[4]. Ishikawa, Kaoru. 1992.“Pengendalian Mutu Terpadu”. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
[5]. Setiawan, L. 2011. Rahasia Membangun SOP (Standard Operating Procedure) Tepat.
Surabaya. Insan Cendekia
250
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Lampiran-Lampiran
251
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
252
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
253
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
254
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1. Pendahuluan
Salah satu indikator dari suatu keberhasilan pembangunan nasional dilihat dari segi
kesehatan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Berdasarkan
sumber dari World Population Prospects tahun 2012, bahwa penduduk Indonesia antara
tahun 2015–2020 memiliki proyeksi rata-rata usia harapan hidup sebesar 71,7%.
Meningkat 1% dari tahun 2010–2015. Meningkatnya usia harapan hidup, dapat
menyebabkan peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) dari tahun ketahun [1]. Ketika lansia
maka muncul banyak terjadi ketergantungan yang bersifa alamiah. Ketergantungan lanjut
usia disebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis.
Kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari – hari jauh berkurang. Kondisi kesehatan
mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia tidak mampu melakukan
aktifitas sehari-hari [2].
Salah satu yang menjadi perhatian adalah ditemukan masalah ketika lansia
mengenakan celana. Kemapuan gerak anggota tubuh yang sudah cukup banyak berkuran
serta ketidakstabilan postur tubuh mengakibatkan mereka kesulitan mengenakan celana
sendiri. Alat bantu berpakaian sudah juga dibuat prototipenya oleh beberapa mahasiwa di
sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya khusus untuk para penyandang tuna daksa [3].
Alat bantu mengenakan celana bagi para lansia yang masih memiliki anggota gerak tubuh
yang lengkap belum tersedia. Oleh karena itu perlu dibuat alat bantu dalam mengenakan
celana yang diberi nama Pants Support Holder. Alat bantu berupa pants support holder
dimaksudkan untuk memudahkan lansia berpakaian (memakai celana/kaos kaki) tanpa rasa
sakit secara fisik dan meminimalkan gerakan-gerakan saat berpakaian. Dengan melihat
besarnya kebutuhan lansia untuk memiliki alat bantu pants support holder, maka dilakukan
255
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pengusulan pendirian PT. Sinar Baru. Perusahaan tersebut menjalankan kegiatan produksi
khusus alat bantu pants support holder.
Untuk menjamin keberlanjutan kegiatan produksi maka diperlukan studi kelayakan
pada berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pemasaran, teknis dan
teknologi, manajemen dan sumber daya manusia, hukum, sosial dan lingkungan, serta
aspek keuangan. Melalui analisis lengkap diharapkan bahwa perusahaan tersebut layak
untuk didirikan sehingga dapat melakukan kegiatan produksi, operasional dan pemasaran
produk pants support holder sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Pada
penelitian ini dibatasi pada pembahasan aspek keuangan saja. Analisis kelayakan keuangan
perusahaan meliputi rancangan biaya yang dihitung melalui perhitungan Break Even Point
(BEP), Net Present Value (NPV), Payback Period, Benefit-Cost Ratio, Internal Rate of
Return, dan analisis sensitivitas [4].
2. Metodologi Penelitian
Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dari studi pustaka, studi
lapangan, perhitungan berbagai aspek, analisis kelayakan keuangan dan penrikan
kesimpulan. Metodologi penelitian dinyatakan pada Gambar 1.
256
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Perhitungan Keuangan
3.1. Asumsi
Perhitungan keuangan dilakukan untuk mengetahui laba bersih perusahaan, titik
balik modal (BEP) dan kelayakan pendirian perusahaan. Terdapat beberapa asumsi yang
dipakai dalam perhitungan keuangan PT Sinar Baru, yaitu:
a. Perusahaan akan beroperasi selama 24 jam per hari dan 250 hari per tahun. Sehingga
durasi kerja selama 1 tahun adalah 6000 jam kerja.
b. Umur ekonomis dari bangunan, rak gudang bahan baku, dan rak gudang barang jadi
adalah 30 tahun tanpa memiliki nilai sisa. Umur ekonomis dari kendaraan adalah 5
tahun dengan nilai sisa sebesar 40% dari nilai investasi awal. Umur ekonomis dari
material handling kecuali pallet adalah 5 tahun dengan nilai sisa sebesar 10% dari nilai
investasi awal. Umur ekonomis dari lampu adalah 3 tahun tanpa memiliki nilai sisa.
Umur ekonomis dari mesin kantor dan produksi adalah 5 tahun dengan nilai sisa
sebesar 10% dari nilai investasi awal. Perhitungan depresiasi akan menggunakan
metode garis lurus.
c. Pembangunan perusahaan telah selesai pada tahun 2018 dan perusahaan akan langsung
beroperasi.
d. Penjualan Pants Support Holder di tahun 2018 adalah 1.254.500 unit dan akan
meningkat pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan meningkatnya jumlah lansia di
Indonesia. Market share awal dari PT Sinar Baru adalah sebesar 10%.
e. Biaya listrik, biaya air, biaya telepon, dan harga mesin diasumsikan mengalami
kenaikan sebesar 5% setiap tahunnya.
f. Modal usaha diperoleh dari dana pribadi dan penanaman modal dari investor serta
pinjaman dari bank.
g. Gaji karyawan akan mengalami kenaikan sebesar 8,7% setiap tahunnya
257
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
258
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
259
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
260
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 9. Analisis Sensitivitas Biaya Material, Volume Produksi dan Harga Jual
Tabel 10. Analisis Sensitivitas Kombinasi Tabel 11. Analisis Sensitivitas Kombinasi
Penurunan Volume Produksi dan Haga Penurunan Volume Produksi dan Kenaikan
Jual Biaya
Tabel 12. Analisis Sensitivitas Kombinasi Penurunan Volume Produksi, Penurunan Harga
dan dan Kenaikan Harga
4. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan kelayakan keuangan dengan berbagai parameter terhadap produk
Pants Support Holder disimpulkan bahwa PT. Sinar Baru layak untuk didirikan karena:
1. Total dana yang dibutuhkan PT. Sinar Baru pada tahun pertama sebagai investasi dan modal
kerja adalah Rp 225.888.621.474,43 yang diperoleh dari modal pribadi, investasi, dan pinjaman
bank.
2. Internal Rate Return perusahaan adalah 32%
3. Break Event Point perusahaan adalah 1.483.517,5 unit dalam waktu 1,18 tahun.
4. Net Present Value perusahaan adalah Rp 193.514.747.861,99
5. Payback Period perusahaan selama 3,76 tahun.
PUSTAKA
[1]. Kemenkes RI. 2012. Situasi dan Analisis Lanjut Usia dan Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Jakarta: Kemenkes.
261
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
[2]. Malida, Dyan. 2011. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Lansia Dalam
Melakukan Aktifitas Kehidupan Sehari – hari Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota
Jambi.Diunduh dari: http://dyanmalida. blogspot.co.id/2011/05/faktor-yangmempengaruhi-
tingkat.html.
[3]. http://www.ubaya.ac.id/2014/content/2014/1445/Mahasiswa-Ubaya-Ciptakan-Alat- Bantu-
Tuna-Daksa.html
[4]. Newnan. Donald. G, 2014. Engineering Economic Analysis. Third Edition. Binarupa
Aksara, Engineeriang Press, Inc.
[5]. Henry Simamora. 2000. Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Salemba Empat. Jakarta.
[6]. Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi
Biaya. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
[7]. Amsyah, Zulkifli. 2003. Manajemen Sistem Informasi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
[8]. PSAK No.2 (2002 :5)
[9]. Herjanto, Eddy, 2008, Manajemen Operasi Edisi Ketiga, Jakarta: Grasindo.
262
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT. PFB adalah perusahaan yang bergerak di industri aksesoris otomotif yang memiliki varian
produk hampir 200 untuk berbagai jenis Mobil. Perusahaan ini diharapkan dapat
meningkatkan kinerjanya agar dapat bersaing dengan kompetitor, kondisi sekarang
pengukuran kinerja yang dilakukan hanya berfokus pada unsur pimpinan-pimpinan
perusahaan. Namun pengukuran kinerja mengabaikan stakeholder perusahaan seperti
investor, costumer, supplier, karyawan, dan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah
mengukur kinerja perusahaan secara menyeluruh dengan menggunakan performance prism,
model Performance Prism merupakan model pengukuran kinerja yang mempertimbangkan
aspek yang diukur bukan hanya berdasarkan konsumen atau pendapatan saja seperti model
pengukuran kinerja organisasi pada umumnya melainkan dari sisi stakeholder seperti
owner, supplier, customer, employee, masyarakat dan bahkan pemerintah. Hasil dari
penelitian ini, Berdasarkan metode performance prism terdapat beberapa KPI yang
berwarna merah yaitu KPI kepuasan dan kontribusi yaitu KPI 17 mengenai tingkat
keterlambatan dalam pengadaan bahan baku. Dua elemen KPI strategi yaitu pada KPI 5 dan
10 yaitu tingkat promosi, dan Tingkat keterlambatan pengiriman barang. KPI proses terdapat
satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI P8 merngenai Tingkat
keterlambatan pengiriman barang. Sedangkan KPI kapabilitas, terdapat satu elemen yang
tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI 10 yaitu Tingkat keterlambatan
pengiriman barang.
1. PENDAHULUAN
PT. PFB merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri aksesoris otomotif
yang memiliki hampir banyak varian produk untuk berbagai tipe kendaraan mobil. Selama
operasional perusahaan, kinerja perusahaan merupakan salah satu faktor kunci yang
mempengaruhi tumbuh-kembangnya perusahaan. Pada era globalisasi saat ini, tingkat
persaingan bisnis semakin ketat, setiap perusahaan semakin dihadapkan pada kelangkaan
dalam pengadaan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber daya. Menurut Helfer (2002)
dalam Ernita (2009), kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi perusahaan.
Penilaian tersebut digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan serta sebagai dasar
penyusunan imbalan dalam perusahaan.
Untuk meningkatkan produktivitas perusahaan, PT. PFB perlu melakukan
pengukuran dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan selama ini sehingga dapat dilakukan
tindakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Selama ini pengukuran kinerja
perusahaan hanya didasarkan pada aspek finansial saja, yaitu rasio profitabilitas yang
secara otomatis hanya memenuhi keinginan satu steakholder saja yaitu pemilik dan
investor, sedangkan aspek-aspek non-finansial dan kepentingan dari steakholder lainnya
terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian. Hal ini berdampak kepada kinerja
263
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
perusahaan secara keseluruhan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan tidak diketahui
secara pasti, oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengukuran kinerja yang baru yang
mampu mengukur kinerja perusahaan secara lebih komprehensif.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kinerja
Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun
pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja
mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan
tersebut berlangsung. Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron
dalam Wibowo (2008) yaitu kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai
hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa
kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruksi multidimensi. Dalam hal ini, kinerja
perusahaan dapat dikategorikan atas kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja
keorganisasian. Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian,
ukuran kinerja ini dinilai sangatlah penting, tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan
efektifitas keseluruhan.
Peningkatan kinerja suatu perusahaan harus berdampak pada peningkatan kinerja
keuangan, maka sudah selayaknya pandangan terhadap kinerja perusahaan dalam jangka
panjang bukan saja dipandang dari sisi keuangan saja, tetapi juga dari sisi non keuangan
seperti proses internal, kapabilitas dan komitmen personelnya (Srimindarti, 2004), karena
hal tersebut berhubungan langsung dengan hasil akhir yang berkelanjutan, hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan kinerja
keuangan saja memiliki kelemahan yaitu tidak mampu untuk mempresentasikan kinerja
aktiva tak berwujud dalam lapiran keuangan secara memadai, padahal struktur harta atau
asset perusahaan di era informasi ini justru didominasi oleh aktiva tak berwujud yang
merupakan harta-harta intelektual seperti sistem, teknologi, skill, entrepreneurship
karyawan, loyalitas konsumen, kultur organisasi, dan kepuasan pelanggan (Sudibyo, 1997).
Dengan adanya metode pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja
keuangan saja, namun juga aspek-aspek lainnya yang dinilai penting untuk
mempertahankan eksistensi perusahaan.
264
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pada metode Performance prism akan dilakukan proses identifikasi 5 fase atau
perspektif Performance Prism dengan lima pertanyaan kunci untuk masing-masing
kelompok stakeholder pada PT. PFB.
1. Stakeholder Statisfaction: Apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh investor dari
PT.PFB?
2. Stakeholder Contribution: Apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh PT. PFB dari para
Investor?
3. Stakeholder Strategi: Strategi apa yang dapat digunakan uuntuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan tersebut?
4. Stakeholder Process: Proses apa yang dilakukan untuk dapat menjalankan strategi?
5. Stakeholder Capabilities: Kapabilitas apa yang harus dimiliki oleh PT. PFB agar proses
tersebut dapat terlaksana?
Gambar 2.1. Kerangka Kerja Performance Prism (Neely dan Adams, 2000)
265
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
266
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
267
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
metode Objective Matrix (OMAX) adalah sebuah nilai tunggal untuk suatu kelompok
kerja.
Langkah-langkah umum dalam melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan
metode Objective Matrix (OMAX) adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan criteria kinerja
Dale Furtwengler (2002: 13) mengidentifikasikan beberapa criteria yang efektif dalam
membuat sebuah ukuran, yaitu: Kuantitatif, Mudah dipahami, Seimbang, Mudah
dipantau, dan Sering dipublikasikan.
2. Penetapan Skala Skor Kinerja
Dalam Objective Matrix score performance yang digunakan yaitu antara 0-10. Hal ini
berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap indikatornya. Seperti yang di tunjukan
contoh Tabel 2.1 berikut:
3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah alur proses berpikir mengenai tahapan-tahapan
penelitian untuk mengidentifikasikan, menganalisa, merumuskan, memecahkan dan
menarik kesimpulan terhadap masalah yang dihadapi. Tujuannya agar penelitian lebih
terarah dan sistematis sehingga dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan.
Tahapan-tahapan metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
268
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
269
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
270
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
271
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK, Strategi, Proses, dan Kapabilitas
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK Bobot
Investor
2 ROI 0,0346
Pelanggan
6 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0813
Karyawan
12 Tingkat motivasi dalam bekerja 0,0514
Pemasok
17 Tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan baku 0,0216
Masyarakat
21 Tingkat kepercayaan masyarakat akan produk yang dijual 0,0169
perusahaan
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Strategi
Investor
2 Tingkat pengurangan biaya-biaya yang tidak penting 0,0199
Pelanggan
5 Tingkat promosi 0,0556
Karyawan
8 Tingkat perekrutan yang lebih selektif 0,0357
Pemasok
10 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0114
Masyarakat
12 Tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar 0,0053
272
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Lanjutan Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kinerja KPI KK, Strategi, Proses, dan Kapabilitas
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Proses
Investor
2 Peningkatan produktivitas karyawan 0,0080
Pelanggan
5 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0257
Karyawan
6 Pemberian training dan motivasi kepada pekerja 0,0223
Pemasok
8 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0054
Masyarakat
10 Tingkat kepercayaan masyarakat 0,0018
Nomer KPI Hasil Pengukuran Kinerja KPI Kapabilitas
Investor
1 Laporan keuangan perusahaan 0,0071
Pelanggan
4 Tingkat kepuasan pelanggan 0,0147
Karyawan
9 Pemberian training dan motivasi kepada pekerja 0,0141
Pemasok
10 Tingkat keterlambatan pengiriman barang 0,0045
Masyarakat
13 Pemberian dana sponsor setelah dilakukan survey lapangan 0,0018
Berdasarkan hasil dari rangkuman analisa pada tabel 4.3, maka KPI kepuasan dan
kontribusi stakeholder (KK) terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan
perusahaan yaitu pada KPI KK 17 yaitu tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan
baku. Pada KPI strategi terdapat dua elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan
yaitu pada KPI S 5 dan 10 yaitu tingkat promosi, dan Tingkat keterlambatan pengiriman
barang. Pada KPI proses, terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan
yaitu pada KPI P8 yaitu Tingkat keterlambatan pengiriman barang. Sedangkan pada KPI
kapabilitas terdapat satu elemen yang tidak memenuhi harapan perusahaan yaitu pada KPI
K 10 yaitu Tingkat keterlambatan pengiriman barang.
Usulan perbaikan
Berdasarkan dari hasil perhitungan dengan menggunakan model scoring OMAX
maka diketahui KPI-KPI yang belum memenuhi target perusahaan. Perusahaan masih
memiliki kendala atau kekurangan dalam hal keterlambatan pengiriman barang dan
promosi produk mereka. Berikut ini terdapat beberapa usulan perbaikan yang telah
dilakukan diskusi dengan perusahaan, yaitu:
1. Berkaitan dengan Nomer KPI (KPI KK 17, KPI S 10, KPI P 8, KPI K 10) tentang
Tingkat keterlambatan pengiriman barang, usulan perbaikan adalah:
a) Melakukan rekap ulang terhadap jadwal pemesanan barang yang dilakukan kepada
pemasok seperti (melakukan stock produk lebih banyak dan memesan barang lebih
awal).
b) Mengutamakan barang yang lebih laku dipasaran untuk dikirim terlebih dahulu.
c) Membuat sebuah jadwal pengiriman barang dari supplier ke perusahaan.
2. Berkaitan dengan Nomer KPI Strategy tentang Tingkat Promosi, usulan perbaikan adalah:
a) Melakukan promosi-promosi seperti diskon.
b) Memberikan potongan harga kepada pelanggan tetap.
c) Membuat sebuah event yang menarik pembeli.
273
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan hasil analisa kinerja, faktor yang masih sangat kurang dan dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan adalah Tingkat keterlambatan dalam pengadaan
bahan baku, Promosi, dan keterlambatan Pengiriman Barang. Aspek-aspek tersebut
harus segera diperbaiki.
2. Usaha-usaha dari perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan adalah
Meningkatkan motivasi kerja, mengurangi biaya-biaya yang tidak penting, perekrurtan
yang lebih selektif, peningkatan produktifitas, meningkatkan kepuasan pelanggan, serta
memberikan training pada pekerja. Sedangkan yang harus dipertahankan adalah tingkat
kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan.
3. Berdasarkan KPI KK 17 yaitu tingkat keterlambatan dalam pengadaan bahan baku,
maka Perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin mengurangi dan menangani
masalah keterlambatan pengiriman barang/bahan baku yang diakibatkan oleh
kemacetan jalan di Jakarta. Namun secara keseluruhan performance dari PT. PFB
sudah cukup baik, tetapi masih memiliki kendala dalam hal pengiriman barang dari
supplier dan promosi, kedua hal ini sedang dikembangkan terus oleh perusahaan
dengan usulan-usulan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Umar, Hausein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: Gramedia
2. Sudayat, Ridwan Iskandar. 2009. Kinerja Karyawan. Jakarta
3. Vanady, Iwan dan Tanukhidah, Dian. 2004. Perancangan dan Implitasi Sistem
Pengukuran Kinerja Dengan Metode Performance Prism. Surabaya.
4. Arianto, Eka Zusan dan Partiwi, Sri Gunani.2008. Analisa Pengukuran Kinerja Dengan
Menggunakan Metode Performance Prism. Surabaya
5. Hanani, Tiffany Arie. 2012. Mengukur Kinerja Dengan Metode Performance Prism.
6. Wisanggeni, Bambang. 2010. Analitycal Hierarchy Process (AHP). Padang.
7. Neely, A.D., and Adams, C.A.(a), 2000. Perspectives on Performances: The
Performance Prism, Centre for Business Performance, Cranfield School of
Management, UK.
8. Saaty,T.L.,1993. Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for
Decision in Complex World, Prentice Hall Coy. Ltd, Pittsburgh
9. Kaplan, R.S and D.P Norton, 1996. “Translating Strategic into Action –The Balanced
Scorecard”. Havard Business School Press, Boston, Massachussets.
10. Suwignjo, P., I. Vanany, 2000. “Studi Inplementasi Sistem Pengukuran Kinerja
Balanced Scorecard di BUMN”, Penelitian Lemlit ITS, Surabaya
274
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Anak Agung Gede Dwisuyoga Putra1), Dida Diah Damayanti2), Widia Juliani3)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom
e-mail: agungsuyogaputra@gmail.com1), didadiah@telkomuniversity.com2),
widiajuliani@telkomuniversity.ac.id3)
Abstrak
Dewasa ini persaingan di dunia industri manufaktur semakin ketat,sehingga hal ini menuntut
perusahaan manufaktur agar selalu meningkatkan performansi proses produksinya seiring
dengan bertambahnya target pencapaian dari perusahaan sendiri. PT.XYZ merupakan salah
satu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri sepatu. Produk sepatu yang
diproduksi oleh PT.XYZ terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian upper yang merupakan
bagian atas sepatu dan bagian button merupakan bagian bawah sepatu. Pada saat ini PT.XYZ
menghadapai permasalahan tidak tercapainya target produksi sepatu model A,B dan C yang
disebabkan oleh keterlambatan pencapaian target produksi upper sepatu. Keterlambatan
pencapaian target produksi upper disebabkan tidak seimbangnya waktu kerja setiap stasiun
kerja pada lini perakitan upper sepatu. Maka perlu dilakukannya penyeimbangan lini
perakitan,pada penelitian ini penyeimbangan lini perakitan menggunakan metode RPW-MVM.
Setelah dilakukan penyeimbangan lini perakitan diperoleh hasil ,penurunan jumlah stasiun
kerja menjadi 21,peningkatan line efficiency bottleneck situation menjadi 75%,balancing
efficiency meningkat menjadi 87% dan peningkatan output produksi menjadi 315 pasang/hari.
1. Pendahuluan
PT.XYZ merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang
industri sepatu. Produk sepatu yang diproduksi oleh PT.XYZ terdiri dari dua bagian utama
yaitu bagian upper yang merupakan bagian atas sepatu dan bagian button merupakan
bagian bawah sepatu. Berdasarkan hasil observasi pada PT.XYZ, didapat data target
produksi sepatu yang diperoleh pada Bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2018.
Berikut merupakan data jumlah target dan realisasi produksi sepatu model A,B dan C.
Tabel 1.1 Target dan Realisasi Produksi Sepatu Model A,B dan C tahun 2018
Target dan Realisasi Produksi Sepatu Tahun 2018 (dalam satuan pasang)
BULAN MODEL A MODEL B MODEL C
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
Januari 869 669 3000 3000 2024 2024
Februari 1448 1448 1189 1189 3000 2488
Maret 1018 968 2352 2352 2250 2250
April 1009 720 4068 3645 1674 1474
Mei 1009 877 1515 1365 3045 3045
Juni 0 0 0 0 0 0
Juli 2004 1950 3030 2715 1018 1018
Agustus 1500 1500 3030 2680 1500 1250
September 1450 1350 2848 2848 2050 1700
Oktober 0 0 0 0 0 0
November 3030 3030 2024 2024 1869 1869
Desember 2024 2024 3524 3000 864 864
Total 15361 14536 26580 24818 19294 17982
275
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan Tabel 1.1 bahwa jumlah target produksi sepatu yang ada tidak
direalisasikan dengan baik, adapun penyebab tidak tercapainya target produksi disebabkan
oleh proses perakitan upper yang mengalami keterlambatan pencapaian target produksi
upper sepatu, sehingga penelitian ini hanya berfokus pada proses perakitan upper sepatu.
Berikut ini data distribusi waktu stasiun pada tiap stasiun kerja di lini perakitan upper
sepatu model A,B dan C, yang dijelaskan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Distribusi Waktu Stasiun Lini Perakitan Upper Sepatu Model A,B dan C
276
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
277
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pengulangan perhitungan dari langkah ke-10 sampai dengan ke-13 hingga seluruh
elemen kerja terdistribusi.
b. Balancing Efficiency
Balancing Efficiency merupakan suatu indikator yang mengukur kualitas alokasi
elemen kerja ke workstation yang berdampak kepada peningkatan tingkat produksi.
Berikut ini merupakan rumus Balancing Efficiency:
∑𝑊 |𝑆
̅̅̅𝑗 −𝑆𝑎𝑣 |
𝐵𝐸 = [1 − 𝑗=1 ] 𝑥 100 (10)
𝑊 𝑥 𝑆𝑎𝑣
Dimana, 𝑆̅𝑗 adalah waktu total stasiun rata-rata tertimbang, 𝑊 adalah jumlah
workstation dan 𝑆𝑎𝑣 adalah waktu stasiun rata-rata.
c. Kapasitas Produksi
𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 𝑝
𝐶𝑎𝑝𝑏 = (11)
𝑇 𝑔
Dimana, Tg merupakan waktu siklus terbesar.
3. Pengumpulan Data
3.1 Keseimbangan Lini Perakitan Existing
Berikut ini data yang menunjukkan keseimbangan lini perakitan pada kondisi aktual
yaitu:
a. Jumlah stasiun kerja pada lini perakitan upper saat ini berjumlah 28 stasiun kerja.
b. Waktu kerja untuk perakitan sebesar Waktu kerja untuk perakitan sebesar 28800
detik/hari, waktu siklus sebesar 112,59 detik/unit.
c. Indikator performansi kondisi keseimbangan lini aktual, ditampilkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.1 Indeks Performansi Lini Perakitan Aktual
Indikator Performansi Kondisi Aktual
Kapasitas Produksi 255 pasang/hari
Line Efficiency Bottleneck Situation/Leb 45%
Balancing Efficiency 59%
278
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 3.1 Joint Precedence Diagram Upper Sepatu Model A,B dan C
b. Proporsi demand untuk model A sebesar 25,09%, model B sebesar 43,41%, dan model
C sebesar 31,51%
c. Perhitungan rata-rata tk (𝑡̅𝑘 ) dan pembobotan untuk setiap elemen kerja yang dijelaskan
pada Tabel 3.2 sebagai berikut:
d. Perhitungan waktu siklus teoritis (𝑇𝑐 ) atau takt-time, didapat sebesar 93,51 menit/unit
dengan total demand 308 pasang/hari. Sehingga alokasi elemen kerja pada setiap stasiun
kerja tidak boleh melebihi 93,51 detik.
279
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
e. Perhitungan jumlah stasiun kerja minimal, didapat bahwa jumlah stasiun kerja minimal
ialah 17 stasiun, karena adanya batasan precedence stasiun yang dibutuhkan sejumlah
21 stasiun.
Tabel 3.4 Perhitungan Moving Target dan Pengalokasian Elemen Kerja Usulan
Berdasarkan Pembobotan RPW dan Nilai Moving Target
Waktu stasiun (Sj) Average
Seri/model produk A B C
Total Max Takt
W 21 21 21 Sj,A Sj,B Sj,C Station AVMm Time
j (m) Time
CTTm 1568,49 1398,53 1362,50
CTAj+1 0,00 0,00 0,00
21 90,85 90,60 92,52 91,27 74,69 93,51
AVMm 74,69 66,60 64,88
CTAj+1 90,85 90,60 92,52
20 73,93 75,19 70,52 73,40 73,88 93,51
AVMm 73,88 65,40 63,50
CTAj+1 164,77 165,79 163,04
19 69,20 69,29 70,57 69,67 73,88 93,51
AVMm 73,88 64,88 63,13
CTAj+1 233,97 235,07 233,61
18 68,98 67,36 62,61 66,27 74,14 93,51
AVMm 74,14 64,64 62,72
CTAj+1 302,95 302,43 296,21
17 57,34 77,37 77,20 72,29 74,44 93,51
AVMm 74,44 64,48 62,72
CTAj+1 360,29 379,80 373,42
16 93,37 62,29 59,23 69,12 75,51 93,51
AVMm 75,51 63,67 61,82
CTAj+1 453,66 442,09 432,65
15 52,72 41,73 42,46 44,72 74,32 93,51
AVMm 74,32 63,76 61,99
CTAj+1 506,37 483,82 475,11
14 55,91 53,42 51,72 53,51 75,87 93,51
AVMm 75,87 65,34 63,39
CTAj+1 562,28 537,24 526,83
13 49,29 48,76 48,10 48,68 77,40 93,51
AVMm 77,40 66,25 64,28
CTAj+1 611,57 586,00 574,92
12 63,07 61,81 67,48 63,91 79,74 93,51
AVMm 79,74 67,71 65,63
CTAj+1 674,63 647,80 642,40
11 91,47 55,81 30,04 56,63 81,26 93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46
CTAj+1 766,10 703,61 672,44
10 91,17 64,05 58,45 69,09 80,24 93,51
AVMm 80,24 69,49 69,01
CTAj+1 857,27 767,66 730,89
9 70,50 71,96 69,69 70,88 79,02 93,51
AVMm 79,02 70,10 70,18
CTAj+1 927,78 839,62 800,58
8 64,61 64,27 84,26 70,65 80,09 93,51
AVMm 80,09 69,86 280
70,24
CTAj+1 992,39 903,89 884,84
7 81,85 37,84 36,43 48,44 82,30 93,51
AVMm 82,30 70,66 68,24
CTAj+1 1074,24 941,73 921,27
AVMm 74,44 64,48 62,72
CTAj+1 360,29 379,80 373,42
16 93,37 62,29 59,23 69,12 75,51 93,51
AVMm 75,51 63,67 61,82
CTAj+1 453,66 442,09 432,65
15 Seminar Nasional
52,72 41,73Mesin
42,46 dan Industri
44,72 74,32(SNMI
93,51 XIII) 2019
AVMm 74,32 63,76 61,99
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
CTAj+1 506,37 483,82 475,11
14 Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan
55,91 53,42 51,72 53,51 75,87Industri
93,51 Nasional
AVMm 75,87 65,34 63,39
CTAj+1 562,28 537,24 526,83
Jakarta, 25-26 April 2019
13 49,29 48,76 48,10 48,68 77,40 93,51
AVMm 77,40 66,25 64,28
Lanjutan Tabel 3.4 Perhitungan
CTAj+1 611,57 Moving Target
586,00 574,92 dan Pengalokasian Elemen Kerja Usulan
12 63,07 61,81 67,48
Berdasarkan
AVMm 79,74 Pembobotan
67,71 RPW dan
65,63 Nilai Moving63,91
Target79,74 93,51
CTAj+1 674,63 647,80 642,40 Waktu stasiun (Sj) Average
Seri/model
11 produk A B C 91,47 55,81 30,04 56,63 81,26 93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46 Total Max Takt
W
CTAj+1 21
766,10 21
703,61 21
672,44 Sj,A Sj,B Sj,C Station AVMm Time
j (m)
10 91,17 64,05 58,45 69,09
Time 80,24 93,51
CTTm
AVMm 1568,49
80,24 1398,53
69,49 1362,50
69,01
CTAj+1 0,00
857,27 0,00
767,66 0,00
730,89
21
9 90,85
70,50 90,60
71,96 92,52
69,69 91,27
70,88 74,69
79,02 93,51
AVMm 74,69
79,02 66,60
70,10 64,88
70,18
CTAj+1 90,85
927,78 90,60
839,62 92,52
800,58
20
8 73,93
64,61 75,19
64,27 70,52
84,26 73,40
70,65 73,88
80,09 93,51
AVMm 73,88
80,09 65,40
69,86 63,50
70,24
CTAj+1 164,77
992,39 165,79
903,89 163,04
884,84
19
7 69,20
81,85 69,29
37,84 70,57
36,43 69,67
48,44 73,88
82,30 93,51
AVMm 73,88
82,30 64,88
70,66 63,13
68,24
CTAj+1 233,97
1074,24 235,07
941,73 233,61
921,27
18
6 68,98
93,25 67,36
70,61 62,61
72,08 66,27
76,75 74,14
82,37 93,51
AVMm 74,14
82,37 64,64
76,13 62,72
73,54
CTAj+1 302,95
1167,48 302,43
1012,33 296,21
993,35
17
5 57,34
53,31 77,37
87,57 77,20
87,57 72,29
78,97 74,44
80,20 93,51
AVMm 74,44
80,20 64,48
77,24 62,72
73,83
CTAj+1 360,29
1220,80 379,80
1099,90 373,42
1080,92
16
4 93,37
88,06 62,29
77,73 59,23
72,56 69,12
78,69 75,51
86,92 93,51
AVMm 75,51
86,92 63,67
74,66 61,82
70,40
CTAj+1 453,66
1308,85 442,09
1177,63 432,65
1153,47
15
3 52,72
92,54 41,73
71,49 42,46
62,38 44,72
73,90 74,32
86,54 93,51
AVMm 74,32
86,54 63,76
73,63 61,99
69,67
CTAj+1 506,37
1401,40 483,82
1249,13 475,11
1215,85
14
2 55,91
88,54 53,42
81,65 51,72
80,77 53,51
83,10 75,87
83,55 93,51
AVMm 75,87
83,55 65,34
74,70 63,39
73,32
CTAj+1 562,28
1489,93 537,24
1330,77 526,83
1296,62
13
1 49,29
78,55 48,76
67,75 48,10
65,88 48,68
69,87 77,40
78,55 93,51
AVMm 77,40
78,55 66,25
67,75 64,28
65,88
CTAj+1 611,57 586,00 574,92
12 63,07 61,81 67,48 63,91 79,74 93,51
BerdasarkanAVMm 79,74
hasil perhitungan67,71
moving 65,63
target dan pengalokasian elemen kerja usulan
CTAj+1 674,63 647,80 642,40
berdasarkan11pembobotan RPW dan nilai moving91,47 target
55,81 yang
30,04 dijelaskan
56,63 81,26pada Tabel 3.4
93,51
AVMm 81,26 68,25 65,46
bahwa jumlah stasiun
CTAj+1
kerja
766,10
baru
703,61
yang terbentuk
672,44
sejumlah 21. Berdasarkan hasil
perhitungan moving
10
AVMm
target
80,24
dan pengalokasian
69,49 69,01
elemen kerja bahwa dapat dilihat bahwa
91,17 64,05 58,45 69,09 80,24 93,51
Kapasitas
CTAj+1Produksi
1220,80 1099,90 1080,92 315 pasang/hari
4 88,06 77,73 72,56 78,69
Line Efficiency
AVMm Bottleneck
86,92 74,66 Situation/Leb
70,40 75% 86,92 93,51
Balancing
3
CTAj+1 Efficiency
1308,85 1177,63 1153,47
92,54 71,49 62,38
87% 86,54 93,51
73,90
AVMm 86,54 73,63 69,67
4. Analisis 2 CTAj+1 1401,40 1249,13 1215,85
88,54 81,65 80,77 83,10 83,55 93,51
AVMm 83,55 74,70 73,32
Setelah dilakukan penyeimbangan lini perakitan upper sepatu model A,B dan C
CTAj+1 1489,93 1330,77
kemudian dilakukan
1 perbandingan indeks1296,62
performansi antara
78,55 67,75 65,88lini69,87
perakitan
78,55 usulan
93,51 dengan
AVMm 78,55 67,75 65,88
lini perakitan aktual, perbandingan indeks performansi dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar peningkatan performansi lini perakitan usulan yang telah dicapai. Berikut
ini hasil perbandingan indeks performansi lini perakitan usulan dengan lini perakitan
aktual yang dijelaskan pada Tabel 4.1.
281
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 4.1 Hasil Perbandingan Indeks Performansi Lini Perakitan Usulan Dengan Lini
Perakitan Aktual
Aktual Usulan
Waktu yang tersedia (detik) 28800 28800
Demand (pasang) 308 308
Variabel Waktu siklus/takt time (detik) 93,51 93,51
Waktu siklus terbesar/Tg (detik) 112,59 91,27
Waktu total perakitan/CTTg (detik) 1429,81 1429,81
Jumlah stasun kerja 28 21
Kapasitas produksi (pasang) 255 315
Indikator Line Efficiency Bottleneck 45 75
Situation/LEb(persen)
Balancing Efficiency (persen) 59 87
Berdasarkan hasil perbandingan indeks performansi lini perakitan usulan dengan lini
perakitan aktual dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah stasiun kerja dan
peningkatan kapasitas produksi yang dapat dicapai lini perakitan upper usulan yang
disebabkan oleh peningkatan indeks balancing efficiency dan line efficiency bottleneck
situation.
282
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5.2 Saran
Penelitian ini hanya berfokus pada pengalokasian beban kerja (elemen kerja) pada
stasiun, untuk penelitian yang lebih menyeluruh dapat dilakukannya optimasi tata letak
stasiun serta kelancaran part dan komponen pada lini perakian.
Daftar Pustaka
1. D. Damayanti dan I. Toha, “Reconfigurable Mixed Model Assembly Line Design in a
Dynamic Production Environtment,” Hong Kong, China, 2012.
2. G. Reginato, M. Anzanello, A. Kahmann dan L. Schmidt, “Mixed Assembly Line
Balancing Method In Scenarios With Different Mixed of Products,” Gest. Prod Sao
Carlos, pp. 294-307, 2017.
3. J. Peinado dan A. Graeml, “Administracao da producao: operacoes industriais e de
servicos,” Curitiba: UNICENP, 2007.
283
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Kata kunci: Penyeimbangan Lini Perakitan, Genetic Algorithm, Balance Delay, Line Efficiency,
Smoothing Index.
1. Pendahuluan
Perkembangan industri manufaktur di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Ketatnya persaingan menuntut perusahaan untuk lebih meningkatkan
performansi agar dapat tetap bertahan dan bersaing dengan kompetitor. Perusahaan perlu
menyesuaikan tingkat kebutuhan terhadap kapasitas produksi yang tersedia agar dapat
memberikan tingkat produksi yang optimum.
PT.XYZ adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang perakitan
transformer. Dalam memproduksi transformer perusahaan menetapkan target produksi
yang harus tercapai, namun target produksi yang ditetapkan perusahaan tidak dapat dicapai
dengan baik, dengan tingkat rata-rata ketidaktercapaian produksi sebesar 45%. Hal ini
diakibatkan oleh nilai efisiensi lintasan produksi yang rendah. Berikut grafik waktu stasiun
kerja eksisting dan taktime dapat dilihat pada Gambar 1.
284
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
20,000
18,000
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tws (menit) 10,0 17,3 1,92 1,83 1,09 2,43 1,39 1,12 2,82 1,73 1,14 0,99 0,83 3,73 3,98 2,44 2,97 2,03 1,14 0,23
Takt Time 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57 2,57
285
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Nilai Fitness
Tujuan dalam masalah ALB tipe-1 adalah untuk meminimalkan jumlah stasiun.
Berikut merupakan rumus dari fitness function (M.Tanyer, 1997):
∑𝑛
𝑘=1(𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑘 )
2 ∑𝑛
𝑘=1(𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑘 )
𝐹𝑖𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑓𝑢𝑛𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = 2√ + (1)
𝑛 𝑛
Dimana:
𝑆𝑚𝑎𝑥 = Waktu stasiun kerja maksimal
𝑆𝑘 = Waktu stasiun kerja k
𝑛 = Jumlah stasiun kerja
4. Prosedur Seleksi
Seleksi dilakukan menggunakan roulette wheel selection, seleksi ini untuk
mendapatkan individu dengan nilai fitness yang lebih baik, serta mendapatkan peluang
dalam memilih individu untuk menjadi populasi pada generasi berikutnya.
5. Crossover
Pindah silang dilakukan terhadap individu yang telah terpilih oleh roulette wheel
selection, menggunakan two-point order crossover dengan probabilitas yang ditentukan
menggunakan trial and error.
6. Mutation
Mutasi dilakukan terhadap setiap elemen kerja di dalam seluruh individu di dalam
populasi dengan probabilitas dilakukannya mutasi sebesar probabilitas mutasi yang
ditentukan dengan trial and error. Teknik yang digunakan yaitu swapping mutation
dengan menukar satu elemen kerja dengan elemen kerja lainnya di dalam satu individu.
7. Stopping Condition
Jumlah generasi maksimum ditentukan dengan percobaan genetic algorithm hingga
nilai fitness berturut-turut tidak terjadi kenaikan lagi.
286
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
287
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Lanjutan Tabel 2. Alokasi Elemen Kerja dan Waktu Stasiun Kerja Aktual
WS No. Elemen Kerja Tek (menit)
3 19 1.92
4 20 1.83
5 21 1.09
6 22 2.44
7 23 1.40
8 24 1.13
25 0.27
9 26 2.32
27 0.23
10 28 1.74
11 29 1.14
12 30 1.00
13 31 0.83
32 2.27
14
33 1.47
34 2.36
15
35 1.62
16 36 2.45
37 2.31
17
38 0.66
18 39 2.04
19 40 1.14
20 41 0.23
5. Balance Delay
Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari
waktu mengganggur sebenarnya (Baroto, 2002). Balance delay pada lini perakitan aktual
yaitu:
(𝑛 𝑥 𝐶) − ∑𝑛
𝑖=1 𝑡𝑖 𝑥 100% (20 𝑥 17,362) − 61,300 𝑥 100%
𝐷= = = 82,346%
(𝑛 𝑥 𝐶) (20 𝑥 17,362)
6. Line Efficiency
Line efficiency didapatkan dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan siklus
dikalikan jumlah stasiun kerja, sehingga didapatkan line efficiency lini perakitan aktual
yaitu:
∑𝐾𝑛
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖 61,300
𝐿𝐸 = 𝑥 100% = (20)(17,362) 𝑥 100% = 17,654%
(𝐾)(𝐶𝑇)
7. Smoothing Index
Smoothing index merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu. Smoothing index pada lini perakitan aktual yaitu:
𝑆𝐼 = √∑𝐾 2
𝑖=1(𝑆𝑇𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖) = √4383.822 = 66,210
288
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
b. Populasi Awal
Dalam model ini digunakan metode Helgeson and Birnie serta secara acak.
c. Probabilitas Crossover
Probabilitas crossover berdasarkan penelitian sebelumnya sebesar 98%.
d. Probabilitas Mutation
Probabilitas mutation berdasarkan penelitian sebelumnya sebesar 2%.
e. Jumlah Iterasi
Jumlah iterasi pada penelitian ini yaitu 100.
f. Waktu Siklus
Waktu siklus yang ditentukan berdasarkan target produksi adalah 2.57 menit.
Hasil running tersebut memberikan nilai yang sama, tidak terdapat perubahan
kenaikan atau penurunan. Lini perakitan yang dihasilkan sebagai berikut:
a. Jalur Terbaik
Columns 1 through 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Columns 10 through 18
10 11 12 13 14 15 16 17 18
Columns 19 through 27
19 22 20 21 23 24 25 28 29
Columns 28 through 36
30 32 31 33 34 35 37 26 36
Columns 37 through 41
39 40 38 27 41
b. Waktu Siklus Setiap Stasiun
Columns 1 through 5
2.2900 1.9900 1.9300 2.0900 1.9500
Columns 6 through 10
1.5600 2.0900 2.0800 1.6800 1.5400
Columns 11 through 15
1.3100 1.2900 1.7200 1.7200 2.1400
Columns 16 through 20
1.9200 2.4400 1.8300 2.4900 1.4000
Columns 21 through 25
1.7400 2.1400 2.2700 2.3000 2.3600
Columns 26 through 30
1.6200 2.3100 2.3200 2.4500 2.0400
289
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Column 31
2.2600
c. Jumlah Stasiun: 31
d. Kapasitas Perakitan: 181
e. Line Efficiency: 76.9%
f. Smoothing Index: 3.42
Alokasi elemen kerja dan waktu stasiun kerja usulan dapat dilihat pada Tabel 4.
290
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. Analisis
4.1 Analisis Indeks Performansi
Berdasarkan hasil perhitungan lini perakitan aktual dan lini perakitan usulan
didapatkan perbandingan indeks performansi dari masing-masing lini yang dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 6. Perbandingan Indeks Performansi Aktual dan Usulan dengan Jumlah Stasiun
Kerja Tetap
20 Stasiun Kerja Aktual 20 Stasiun Kerja Usulan
Balance Delay 82.35% 21%
Line Efficiency 17.65% 79%
Smoothest Index 66.21 4.32
Waktu Siklus 17.36 3.85
Kapasitas Lini Perakitan (unit) 27 120
Jam Kerja Tersedia (menit) 465 465
291
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel di atas, menunjukkan hasil penyeimbangan lini perakitan usulan lebih baik dari lini
perakitan aktual dengan jumlah stasiun kerja yang sama.
5. Kesimpulan
Penyeimbangan lini perakitan pada PT.XYZ dengan menggunakan genetic
algorithm, memberikan efisiensi lini perakitan yang lebih baik dengan hasil balance delay
pada lini perakitan usulan menurun, line efficiency pada lini perakitan usulan meningkat,
smoothing index pada lini perakitan usulan menurun, waktu siklus lini perakitan usulan
berada dibawah taktime, dan terdapat peningkatan jumlah kapasitas perakitan pada lini
perakitan usulan.
Daftar Pustaka
1. Batubara. Sumiharni. dan Nuradhi. Fikri. (2017). Penyeimbangan Lini Perakitan
Menggunakan Metode Genetic Algorithm untuk Meningkatkan Kapasitas
Produksi. Jurnal Teknik Industri. Vol 7 no 2.
2. Groover. Michael. (2001). Computer Integrated Manufacturing & Automation.
USA: McGraw-Hill.
3. Suyanto. (2005). Algoritma Genetika dalam MATLAB. Yogyakarta: ANDI.
4. M. Tanyer. (1997). Assembly Line Balancing Using Genetic Algorithms. Vol. 1997.
5. Wahyuniardi. Rizki. Mety, Putri. Satrio. Pamungkas. (2012). Perbaikan
Keseimbangan Lintasan Perakitan dengan Algoritma Genetika (Studi Kasus Di
Cv. Jaya Pratama Bandung). Seminar Nasional Mesin Dan Industri (Snmi7).
6. Boysen. Nils. Fliedner, Malte. Armin. Scholl. (2007). Assembly line balancing: Which
model to use when?. International Journal of Production Economics, 111(2), pp.509–
528.
7. Baroto. Teguh. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
8. Naufal. Muhammad. Diah, Dida. Widia. Juliani. (2017). Perancangan Mixed Model
untuk Minimasi Idle Time pada Proses Pengepakan di Ptpn VIII Ciater. e-
Proceeding of Engineering : Vol.4, No.2.
292
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
PT PJC adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan resin sintetis. Perusahaan
memiliki beberapa lantai produksi (P2 dan P3). Dalam menjalankan kegiatan produksi,
operator harus menghadapi beberapa hazard seperti paparan bahan kimia dalam bentuk
powder maupun cair. Aktivitas manual material handling ditemukan di lapangan memiliki
potensi pajanan yang sangat tinggi. Lantai produksi dengan semi outdoor turut serta
menyebabkan debu kimia yang kemudian mudah bertebaran di udara bebas sehingga dapat
memicu kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan dan
menghitung besarnya ekspektasi biaya kegagalan yang ditimbulkan khususnya bagian
produksi area P2 dan P3. Rancangan pada penelitian ini berupa cross sectional. Penelitian ini
menggunakan metode FMEA cost based dan Fault Tree Analysis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total biaya ekspektasi kegagalan yang dikeluarkan akibat 19 high risk di
P2 sebesar Rp3.021.910.007 sedangkan total biaya ekspektasi kegagalan di P3 sebesar
Rp643.974.416,5. Basic Event kegagalan diantaranya adalah kebakaran, sikap kerja tidak
alamiah, lift jatuh, sling bag crane putus, tangan terjepit dan tertimpa material.
Kata kunci: FMEA cost-based, FTA, Ekspektasi Kegagalan, Penyebab Dominan Kegagalan.
I. PENDAHULUAN
Resin sintetis adalah suatu campuran senyawa organik yang dapat dibentuk menjadi
berbagai macam kebutuhan komersial, misalnya bahan pakaian, bahan bangunan, peralatan
rumah tangga, dan lain-lain. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan pada penelitian ini
adalah resin akrilik, resin alkid dan resin polyester tak jenuh. Perusahaan memiliki
beberapa lantai produksi diantaranya P2 dan P3. Dalam aktivitas menyelesaikan kegiatan
produksi, operator menghadapi beberapa hazard seperti paparan bahan kimia dalam bentuk
powder maupun cair. Operator seringkali melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh tidak
alamiah. Seperti berdiri terlalu lama, membungkuk dan mengangkat beban berat. Menurut
Susihono dan Prasetyo (2012) sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan slipped disks
bila dibarengi dengan pengangkatan beban berlebih. Sikap kerja yang tidak alamiah ini
dapat menimbulkan keluhan nyeri otot (Tana dkk, 2009). Selain itu, pekerjaan yang
berulang-ulang yang dilakukan oleh pekerja adalah suatu kegiatan yang monoton. Dalam
pengerjaannya yang berulang-ulang dapat menimbulkan kebosanan dan hilangnya
konsentrasi dalam pekerjaan tersebut (Leksono, 2014). Sehingga secara tidak langsung,
kegiatan monoton akan memicu terjadinya human error karena kehilangan konsentrasi dan
menimbulkan kegagalan-kegagalan saat bekerja. Menurut Mc Cormic (1993) dalam
Muharromah (2018) human error dapat berpotensi mengurangi efektifikas, keamanan atau
performansi suatu sistem.
Secara umum metode untuk mengukur tingkat resiko kecelakaan maupun
perhitungan biaya ekspektasi kegegalan adalah menggunakan pendekatan FMEA cost
based. Peneliti menggunakan metode FMEA karena metode FMEA mudah digunakan
293
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
untuk mengidentifikasi dan mengukur tingkat risiko kecelakaan kerja (Apriyan dkk, 2017).
Pendekatan tambahan lainnya adalah dengan menggunakan metode FTA yakni, digunakan
untuk mengidentifikasi kegagalan dari kejadian puncak sampai penyebab dasar (root
cause) (Hanif dkk, 2015). Menurut Pasaribu dkk (2018), metode FMEA sering
digabungkan dengan metode lainnya seperti JSA (Job Safety Analysis) atau FTA (Fault
Tree Analysis) untuk penganganan risiko.
Guna memperoleh hasil yang menyeluruh perlu dilakukan identifikasi penyebab
kegagalan dan menghitung besarnya ekspektasi biaya kegagalan yang berlokasi di lantai
produksi P2 dan P3. Identifikasi potensi kecelakaan di P2 dan P3 untuk mengetahui
besarnya nilai risk priority number, risiko kecelakaan kerja yang tergolong dalam kategori
high risk, besarnya ekspektasi biaya kegagalan, faktor penyebab kecelakaan dan rasio
besar biaya ekspektasi kegagalan P2 dan P3.
Pada dasarnya metode FMEA Cost Based sama seperti metode FMEA pada
umumnya. Tahapan pengolahan meliputi penentuan nilai RPN dari skala severity, detection
dan opportunity, selanjutnya menentukan prioritas menggunakan probability impact
matrix. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk mengidentifikasi
potensi kegagalan, efek yang ditimbulkan pada operasi dari produk dan mengidentifikasi
aksi untuk mengatasi masalah.
Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan
adalah suatu bahaya yang muncul dari suatu proses (Sakti, 2016). Menurut Apriyan dkk
(2017) metode FMEA menggabungkan pengetahuan dan pengalaman manusia. Probability
Impact Matrix adalah salah satu metode untuk menganalisis risiko secara kualitatif
kemungkinan suatu risiko muncul. Penilaian risiko dilakukan berdasarkan peluang/
probabilitas dan konsekuensinya/dampaknya (Sufa’atin, 2017) yang terdiri dari 3 kategori
yaitu low risk, medium risk, dan high risk (Novitasari, 2015).
Fault Tree Analysis (FTA) sangat membantu terutama pada penggunaan diagram
pohon untuk menunjukan cause-and-effect dari pertistiwa yang tidak diinginkan dan untuk
berbagai penyebab kegagalan (Mayangsari, dkk, 2015), melalui identifikasi top level event,
diagram pohon kesalahan (Hanif dkk 2015).
294
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
failure berupa munculnya elektrostatis penyebab kebakaran dengan nilai RPN sebesar 48
satuan.
Sedang 26, 27, 29, 33, 35, 36, 37, 40, 57,
80 23, 25, 32, 51, 67, 75, 77 3, 4, 9, 39, 48, 71, 76
(3) 58, 59-62, 63, 72, 76
Jarang Terjadi
24 28 86
(2)
Dampak
295
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Jarang Terjadi
(2)
Dampak
296
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Total biaya ekspektasi kegagalan (Tabel 2) yang mungkin dikeluarkan akibat 19 high
risk di P2 adalah sebesar Rp 3.021.910.007. Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa
total biaya ekspektasi kegagalan yang mungkin dikeluarkan akibat 7 high risk di P3 adalah
sebesar Rp 643.974.416,5.
Kelalaian pekerja
Kegagalan kebakaran yang dimiliki adalah masa pakai kabel listrik habis dan belum
diganti (Tabel 5), pekerja tidak menyalakan dust collector dan alat grounding untuk
menghisap debu kimia sehingga muncul elektrostatis. Menurut Ramli (2010) dengan
mengetahui sumber atau penyebab dari bahaya dan risiko yang mungkin terjadi maka dapat
mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. meningkatkan
efektivitas perlindungan dan kesehatan serta menciptakan lingkungan kerja yang aman,
nyaman dan efisien.
297
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tangan terjepit
Layout lokasi
charging material
Tidak ada SOP berbasis
Kelalaian pekerja tidak efektif
ergonomi
Tangan terjepit dapat disebabkan oleh kelalaian pekerja (Gambar 7), pekerja tidak
membuka atau menutup mainhole dengan benar. dan kesalahan dalam charging material.
Pekerja tidak membuka atau menutup pintu dengan benar disebabkan oleh kelalaian
pekerja dan tidak ada SOP berbasis ergonomi. Menurut Andara (2018) setelah dibuat dan
diterapkannya SOP Berbasis Ergonomi. skor postur kerja dan tingkat kebosanan operator
mengalami penurunan skor. artinya rancangan SOP ini efektif untuk menurunkan skor
postur kerja dan kebosanan operator. Berdasarkan penelitian tersebut maka SOP berbasis
ergonomi seharusnya mulai diterapkan perusahaan untuk mengatasi masalah sikap kerja
yang tidak alamiah dan potensi tertimpa material. Sedangkan kesalahan dalam charging
material dikarenakan lokasi charging material yang tidak efektif yaitu di atas tangga.
Pekerja belum
memahami cara kerja
MMH dengan benar
298
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
V. KESIMPULAN
1. Nilai RPN tertinggi di area P2 pada task memasukkan material melalui mainhole
(RPN=45 satuan), sedangkan pada area P3 pada task charging material di mesin
kneader (RPN=48 satuan)
2. Risiko kecelakaan kerja yang tergolong high risk di area P2 berupa bahaya kebakaran.
timbul elektrostatik saat charging, sling bag crane putus, ledakan saat over process,
kebocoran glant packing, muncul elektrostatis, tertimpa material, terjepit tutup
mainhole atau pintu, terpapar bahan kimia, dan tergores pump, sedangkan di bagian P3
berupa kesalahan timbul elektrostatik saat charging material, forklift terlalu berat
membawa material, tangan terjepit.
3. Total biaya ekspektasi kegagalan pada area P2 sebesar Rp3.021.910.007 sedangkan P3
sebesar Rp643.974.416,5.
4. Perbandingan persentase kategori risiko untuk low risk pada P2 sebesar 38,67%
sedangkan P3 sebesar 19,29%, sedangkan untuk medium risk pada P2 sebesar 48,67%
dan P3 sebesar 68,42% dan untuk kategori high risk pada P2 sebesar 12,67% dan P3
sebesar 12,28%.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Andara, S. A. 2018. Perbaikan Postur Kerja dan Tingkat Kebosanan Melalui
Rancangan Standard Operating Procedure Berbasis Ergonomi Pada Pekerja di Bagian
Filling PT Pardic Jaya Chemical. (Skripsi). Cilegon: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
[2]. Apriyan, J. Setiawan, H dan Ervianto, W.I. 2017. Analisis Risiko Kecelakaan Kerja
pada Proyek Bangunan Gedung Dengan Metode FMEA. Jurnal Muara Sains.
Teknologi. Kedokteran. dan Ilmu Kesehatan. Vol. 1 No. 1.
[3]. Hanif, R. Y, Rukmi, H. S dan Susanty S. 2015. Perbaikan Kualitas Produk Keraton
Luxury di PT X Dengan Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis
(FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Jurnal Reka Integra. Vol. 3 No. 3.
[4]. Kuntjojo. 2009. Metodologi Penelitian. Kediri.
[5]. Leksono. H. S. 2014. Kebosanan Kerja: Peningkatan Stres dan Penurunan Kinerja
Karyawan Dalam Spesialisasi Pekerjaan. Jurnal JIBEKA. Vol. 8 No. 2
[6]. Muharromah. N. 2018. Evaluasi Human Error dengan Metode SHERPA pada Proses
Charging Material di PT XYZ. (Skripsi). Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[7]. Nanda, L. Hartanti. L. P. S dan Runtuk. J. K. 2014. Analisa Resiko Kualitas Produk
Dalam Proses Produksi Miniatur Bis dengan Metode Failure Mode Effect Analysis
pada Usaha Kecil Menengah Niki Kayoe. Jurnal Gema Aktualita. Vol. 3 No. 2.
[8]. Pasaribu, H. P. Setiawan, H dan Ervianto. W. I. 2018. Metode Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA) untuk Mengidentifikasi
Potensi dan Penyebab Kecelakaan Kerja Pada Proyek Gedung.
299
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
[9]. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.
Jakarta: PT Dian Rakyat.
[10]. Sakti, Y. K. 2016. Analisis Penyebab Insiden Kerja dengan Pendekatan Failure
Mode And Effect Analysis (FMEA) dan Penerapan Sistem K3 (Keselamata n
Kesehatan Kerja) di Area Pertambangan Batubara Pada “PT.X”. Jurnal Teknik
Industri. Vol. 19 No.2.
[11]. Sufa’atin. 2017. Implementasi Probability Impact Matriks (PIM) Untuk
Mengidentifikasi Kemungkinan dan Dampak Risiko Proyek. Jurnal Informa Infosys.
Vol 8 No. 1.
[12]. Susihono, W dan Prasetyo W. 2012. Perbaikan Postur Kerja untuk Mengurangi
Keluhan Muskuloskeletal dengan Pendekatan Metode OWAS (Studi Kasus di UD.
Rizki Ragil Jaya – Kota Cilegon). Jurnal Spektrum Industri. Vol. 10 No.1.
[13]. Tana, L, Delima, Tuminah. S. 2009. Hubungan Lama Kerja dan Posisi Kerja dengan
Keluhan Otot Rangka Leher dan Ekstremitas Atas pada Pekerja Garmen Perempuan
di Jakarta Utara. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol. 37 No. 1.
300
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada salah satu UKM PRODUKSI TAHU yang terletak di Jalan
Tanah Sereal XIV No. 27, Jakarta Barat. Tahu yang diproduksi berupa tahu putih yang
berbentuk kotak yang diproduksi secara manual. Alat cetakan tahu yang digunakan pada UKM
berupa cetakan kayu yang digunakan untuk membuat satu keping tahu. Proses pencetakan
dilakukan secara berulang sehingga membutuhkan waktu proses yang lama, kemudian tahu
yang telah dicetak dilanjutkan dengan penekanan menggunakan tong yang berisi air. Selain
membutuhkan waktu proses yang lama, terdapat keluhan sakit fisik yang dialami pekerja
karena posisi kerja yang kurang nyaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat
sebuah alat bantu pencetakan dan penekanan tahu yang ergonomis untuk mengurangi waktu
proses dan mengurangi keluhan sakit yang dialami oleh pekerja dengan analisis menggunakan
kuesioner NBM, sedangkan tingkat risiko sakit akan dianalisis dengan metode REBA dan JSI.
Berdasarkan hasil sebelum dan sesudah implementasi metode REBA, diketahui bahwa proses
pencetakan tahu mendapatkan skor 8 menjadi skor 2 dan proses penekanan tahu mendapatkan
skor 11 menjadi skor 4 sedangkan pada metode JSI, proses pencetakan tahu mendapatkan skor
9 menjadi skor 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan dan proses penekanan tahu
mendapat skor 13 menjadi 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Setelah
melakukan implementasi produk, dapat diketahui dengan adanya alat bantu kerja produksi
tahu dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik untuk
menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik untuk
menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali penekanan,
jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik. Dilakukan perancangan konsep dengan
mengidentifikasi kebutuhan pekerja untuk mendapatkan alternatif desain yang dibutuhkan.
Dengan menggunakan metode rekayasa desain, terpilih alternatif desain terbaik adalah
alternatif ke 3.
Kata kunci: Ergonomi, Nordic Body Map, REBA, JSI, Waktu Baku, Rekayasa Design.
PENDAHULUAN
Tahu merupakan makanan yang berasal dari Tiongkok yang dibuat dari endapan
perasan biji kedelai yang merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan
oleh manusia sejak 2500 SM [1]. Tahu yang dibuat pada UKM pembuatan tahu ini adalah
tahu putih yang berbentuk kotak. Proses pembuatan tahu dimulai dari membersihkan biji
kedelai, memisahkan biji kedelai yang rusak, perendaman biji kedelai kedalam air bersih,
setelah itu pencucian kembali lalu ditiriskan. Biji kedelai yang sudah ditiriskan kemudian
digiling menggunakan mesin penggiling biji kedelai hingga menghasilkan sari kedelai.
Selanjutnya, perebusan sari biji kedelai dengan alat pemanas, penyaringan sari biji kedelai
dengan menggunakan alat penyaring berupa kain khusus, perebusan sari biji kedelai
setelah disaring, penggumpalan sari biji kedelai dengan penambahan asam cuka,
pencetakan tahu, penekanan tahu dan proses pengemasan tahu.
Proses pencetakan dan penekanan tahu masih dilakukan secara manual. Alat cetakan
tahu yang ada pada UKM tersebut berupa cetakan kayu dan kain yang digunakan untuk
membuat satu keping tahu. Proses pencetakan tahu yang dilakukan secara berulang satu
301
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
per satu tersebut cukup memakan waktu yang lama. Rata-rata waktu pencetakan selama 6
jam untuk memenuhi 720 keping tahu per hari. Alat penekan tahu tidak menggunakan alat
penekan khusus, alat yang digunakan berupa 5 buah tong yang berisi air dan diangkat satu
per satu. Selain membutuhkan waktu proses yang lama, terdapat keluhan sakit fisik yang
dialami pekerja karena posisi kerja yang kurang nyaman. Maka dari itu, pada penilitian ini
akan dibuat sebuah alat bantu pencetakan dan penekanan tahu yang ergonomis yang dapat
mengurangi waktu proses pencetakan dan penekanan tahu dan mengurangi keluhan sakit
yang dialami oleh pekerja.
Alat bantu yang ergonomis yang dimaksudkan adalah yang sesuai dengan prinsip
ilmu ergonomi. Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan karakteristik
manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan lain-lain) yang relevan dalam konteks
kerja, serta memanfaatkan informasi yang diperoleh dalam upaya merancang produk,
mesin, alat, lingkungan, serta sistem kerja yang terbaik [2].
Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia
dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien [3].
Berdasarkan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
keluhan sakit fisik yang dirasakan oleh para pekerja dengan Nordic Body Map, mengetahui
tingkat risiko pekerja dengan menggunakan REBA dan JSI sebelum dan sesudah
implementasi serta meningkatkan kecepatan proses pencetakan dan penekanan tahu
sebelum dan sesudah implementasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada UKM pembuatan tahu yang terletak di Jalan Tanah
Sereal XIV No. 27 Jakarta Barat. Jumlah pekerja yang terdapat pada UKM ini adalah 3
orang. Penelitian ini bermula dengan melakukan observasi awal terhadap UKM pembuatan
tahu. Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengamatan secara langsung terhadap proses-
proses pembuatan tahu serta melakukan studi literatur mengenai ergonomi, PPP, dan waktu
kerja. Kemudian mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga dapat menentukan topik
penelitian yang akan dibahas. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung
kepada para pekerja mengenai keluhan sakit yang dirasakan untuk diisikan kedalam
kuesioner NBM, dokumentasi postur, dan penghitungan waktu kerja dengan menggunakan
stopwatch. Apabila data sudah cukup, maka dilanjutkan dengan melakukan pengolahan
terhadap data-data tersebut.
Setelah itu, dilakukan analisis keluhan, penyebab, harapan dan usulan perancangan
alat bantu kerja yang kemudian akan dibuat alternatif desain dan spesifikasinya untuk
menentukan konsep perancangan alat bantu kerja. Dari konsep-konsep yang telah dibuat,
akan dilakukan penentuan alternatid desain dengan menggunakan metode rekayasa desain.
Alternatif yang terpilih akan diuji coba dengan menggunakan software CATIA untuk
melihat skor akhir REBA apabila telah dilakukan implementasi. Metodologi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
302
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Mulai
Observasi Awal
A
Perancangan Alternatif
Desain
Identifikasi Masalah
Penentuan Alternatif
Pengambilan Data: Desain
-Kuesioner NBM
-Dokumentasi Postur
Uji Coba dengan CATIA
Pekerja dengan Foto
-Waktu Kerja
Tidak Implementasi
303
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(a) (b)
Gambar 2. Penilaian Postur Kerja
304
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
(a) (b)
Gambar 3. Analisis Job Strain Index Sebelum Implementasi Alat Bantu
Dari hasil analisis JSI, proses pencetakan tahu mendapatkan skor 9 dan pada proses
penekanan tahu mendapatkan skor 13, yang memiliki arti bahwa pekerjaan mungkin
berbahaya.
305
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Selanjutnya, tahap penentuan spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi yang
merupakan tujuan tim pengembangan yang berperan dalam menjelaskan produk yang
terukur, kemudian target spesifikasi ini akan diperbaiki tergantung kepada batasan konsep
produk yang akhirnya dipilih. Spesifikasi teknis dan nilai target spesifikasi dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi Teknis dan Nilai Target Spesifikasi
Nomor
Kebutuhan Spesifikasi Teknis Satuan
Metric
1 5 Bahan yang Kuat Subjektif
2 2,3,8 Bentuk Alat Bantu Subjektif
3 1,3,6,8 Wadah Cetakan yang Terdapat Ukuran yang Sama. Subjektif
4 2,3,4,8 Tinggi Alat Bantu Cm
5 1,3,4,6 Waktu Pencetakan dan Penekanan Tahu Detik
6 5,7 Bahan yang Ringan Subjektif
7 2,8 Ukuran Alat Bantu yang Ergonomis Cm
306
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Setelah membuat matrik kebutuhan dan spesifikasi teknis, maka tahap berikutnya
adalah membuat need metrics matrix. Informasi dalam need metrics matrix dijelaskan
dengan mudah dengan cara memasukkan nomer kebutuhan yang berhubungan pada tiap
metrik dalam daftar metrik dapat berguna untuk menjelaskan pemetaan tersebut. Need
metrics matrix dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari need metrics matrix yang telah dibuat, maka kita mengurutkan ranking dari
yang paling tinggi total nilainya sampai dengan nilai yang paling rendah. Spesifikasi teknis
yang telah diurutkan berdasarkan ranking dapat dilihat pada Tabel 7.
7
Ukuran alat bantu yang
Waktu pencetakan dan
Terdapat Ukuran yang
Wadah Cetakan yang
penekanan tahu
●=9
○=3
ergonomis
∆=1
Metric
Kebutuhan Imp
1 Alat Bantu yang Mudah Digunakan 4 ○ ● ○ ● ○
2 Alat Bantu yang Nyaman Saat Digunakan 5 ● ○ ● ○ ●
307
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berikut ini merupakan spesifikasi dan gambar setiap alternatif desain yang telah
dibuat berdasarkan karakteristik dan varian yang dapat dilihat pada Tabel 9.
308
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 11. Prinsip Solusi Sub Fungsi dan Kombinasi Prinsip Solusi Sub Fungsi
No. Karakteristik Varian
1 Desain alat bantu proses Wadah yang mempunyai sekat cetakan tahu dengan jumlah tahu yang
pencetakan tahu ditentukan
2 Bentuk wadah alat bantu Persegi panjang
3 Material cetakan Stainless steel Aluminium
4 Bentuk permukaan Rata dan terdapat lubang
cetakan
5 Desain alat bantu yang Desain alat bantu yang Desain alat bantu
diputar pada proses diputar pada proses
yang didorong
Desain alat bantu proses penggerakannya penggerakannya
penekanan tahu menggunakan satu menggunakan dua kebawah pada
tangan tangan proses
penggerakannya
6 Material penekan Besi Stainless steel
7 Peletakkan alat bantu Di lantai dengan menggunakan penyangga
8 Material penyangga Besi siku Besi hollow
9 Berupa corong yang berbentuk kerucut dan pipa yang terdapat di bawah
Fitur tambahan
cetakan.
10 Material corong
berbentuk kerucut
Aluminium Stainless steel Plat besi
11 Material corong Pipa CPVC Pipa stainless steel
berbentuk pipa
12 Sistem perakitan Las dan bongkar pasang
V3 V2 V1
309
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Setelah melakukan spesifikasi daftar awal, prinsip solusi sub fungsi perlu dibuat
untuk menyeleksi komponen yang akan digunakan pada perancangan alat bantu. Prinsip
solusi ini dapat dibuat sebanyak yang diinginkan dengan tujuan menghasilkan produk
dengan nilai efisien yang tinggi.
Berdasarkan prinsip-prinsip solusi yang telah dibuat pada Tabel 12 dan Tabel 10,
dapat diperoleh 7776 variansi dan dipilih 3 variansi sesuai dengan demand dan wish, yaitu
sebagai berikut:
V1 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.2 ~ 4.1 ~ 5.1 ~ 6.1 ~ 7.1 ~ 8.1 ~ 9.1 ~ 10.2 ~ 11.2 ~ 12.1
V2 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.1 ~ 4.1 ~ 5.2 ~ 6.2 ~ 7.1 ~ 8.2 ~ 9.1 ~ 10.3 ~ 11.1 ~ 12.1
V3 : 1.1 ~ 2.1 ~ 3.1 ~ 4.1 ~ 5.3 ~ 6.1 ~ 7.1 ~ 8.1 ~ 9.1 ~ 10.1 ~ 11.1 ~ 12.1
Untuk menentukan varian yang mungkin dilanjutkan dalam proses perancangan ini,
harus dilakukan seleksi terhadap varian yang ada. Salah satu cara dalam pemilihan varian
dapat dilakukan dengan menggunakan diagram seleksi seperti pada Tabel 13.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa varian yang memenuhi kriteria perancangan
adalah varian alternatif desain 3.
Dimensi Ukuran
Alternatif desain yang terpilih yaitu alternatif desain 3 akan dirancang dengan
menggunakan dimensi ukuran sesuai dengan data antropometri orang Indonesia.
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik
tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain [8].
Dalam pembuatan alat bantu kerja pencetakan dan penekanan tahu, ukuran tinggi
cetakan disesuaikan dengan tinggi siku saat berdiri dengan persentil wanita 5% yaitu 90,9
cm dan tinggi alat bantu penekanan tahu disesuaikan dengan tinggi bahu saat berdiri
dengan persentil wanita 5% 123,8 cm. Ukuran cetakan disesuaikan dengan jumlah tahu
yang akan dibuat dalam satu kali cetakan yaitu sebanyak 25 keping tahu yang berukuran
5x5 cm. Berikut adalah ukuran desain alat bantu dalam ukuran (mm) yang dapat dilihat
pada Gambar 4.
310
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
311
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan hasil implementasi alat bantu kerja pencetakan dan penekanan tahu,
diketahui terjadi penurunan keluhan sakit yang dirasakan para pekerja. Dibuktikan dengan
jumlah keluhan fisik yang sebelum implementasi yang totalnya 36 dan setelah
implementasi yang totalnya 14. Dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan keluhan
fisik pada proses pencetakan dan penekanan tahu sebesar 61,11%
312
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 14. Perbandingan Skor Akhir REBA Sebelum dan Sesudah Implementasi
Gerakan Sebelum Implementasi Sesudah Implementasi
Proses Pencetakan Tahu 8 2
Proses Penekanan Tahu 11 4
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai skor akhir REBA
setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada proses pencetakan yang mulanya
mempunyai skor akhir REBA sebesar 8 menurun menjadi skor akhir 2 yaitu diperlukan
pemeriksaan lanjutan, perubahan mungkin diperlukan. Sedangkan pada proses penekanan
yang mulanya mempunyai skor sebesar 11 menurun menjadi skor akhir 4 yaitu resiko
sedang, pemeriksaan lebih lanjut, segera diubah.
Risk Factor Rating Criterion Observation Multiplier Left Right Risk Factor Rating Criterion Observation Multiplier Left Right
Light Barely noticeable or relaxed effort (BS: 0-2) 1 Light Barely noticeable or relaxed effort (BS: 0-2) 1
Intensity of Somew hat Hard Noticeable or definite effort (BS: 3) Intensity of Somew hat Hard Noticeable or definite effort (BS: 3)
3 3
Exertion Exertion
(Borg Scale -
Hard Obvious effort; Unchanged facial expression (BS: 4-5) 6 1 3 (Borg Scale -
Hard Obvious effort; Unchanged facial expression (BS: 4-5) 6 3 6
Very Hard Substantial effort; Changes expression (BS: 6-7) 9 Very Hard Substantial effort; Changes expression (BS: 6-7) 9
BS) BS)
Near Maximal Uses shoulder or trunk for force (BS: 8-10) 13 Near Maximal Uses shoulder or trunk for force (BS: 8-10) 13
< 10% Calculated Duration of Exertion (from inputs below ) 0.5 < 10% Calculated Duration of Exertion (from inputs below ) 0.5
10-29% User Inputs Left Right 1.0 10-29% User Inputs Left Right 1.0
30-49% Total observation time (sec.) 1800 1800 1.5 Duration of 30-49% Total observation time (sec.) 1800 1800 1.5
Duration of
50-79% Single exertion time (sec.) 120 120 2.0 50-79% Single exertion time (sec.) 120 120 2.0 1 1
Exertion 1 1 Exertion
(% of Cycle) Number of exertions during (% of Cycle) Number of exertions during
> 80% 3 3 3.0 > 80% 2 2 3.0
observation time observation time
Calculated Duration of Exertion (%) 20.0 % 20.0 % Calculated Duration of Exertion (%) 13.3 % 13.3 %
<4 Calculated Efforts Per Minute (from inputs above) 0.5 <4 Calculated Efforts Per Minute (from inputs above) 0.5
4-8 Left Right 1.0 4-8 Left Right 1.0
Efforts Per Efforts Per
Minute
9 - 14 1.5 0.5 0.5 Minute
9 - 14 1.5 0.5 0.5
15 - 19 0.10 0.10 2.0 15 - 19 0.07 0.07 2.0
> 20 3.0 > 20 3.0
Very Good Perfectly Neutral 1.0 Very Good Perfectly Neutral 1.0
Good Near Neutral 1.0 Good Near Neutral 1.0
Hand/Wrist Hand/Wrist
Posture
Fair Non-Neutral 1.5 2 2 Posture
Fair Non-Neutral 1.5 1 1
Bad Marked Deviation 2.0 Bad Marked Deviation 2.0
Very Bad Near Extreme 3.0 Very Bad Near Extreme 3.0
Very Slow Extremely relaxed pace 1.0 Very Slow Extremely relaxed pace 1.0
Slow Taking one's ow n time 1.0 Slow Taking one's ow n time 1.0
Speed of Work Fair Normal speed of motion 1.0 1 1 Speed of Work Fair Normal speed of motion 1.0 1 1
Fast Rushed, but able to keep up 1.5 Fast Rushed, but able to keep up 1.5
Very Fast Rushed and barely/unable to keep up 2.0 Very Fast Rushed and barely/unable to keep up 2.0
<1 0.25 <1 0.25
Duration of 1<2 0.50 Duration of 1<2 0.50
Task Per Day 2<4 0.75 0.75 0.75 Task Per Day 2<4 0.75 0.75 0.75
(hours) 4<8 1.00 (hours) 4<8 1.00
>8 1.50 >8 1.50
Tabel 15. Perbandingan Skor Akhir JSI Sebelum dan Sesudah Implementasi
Sebelum Implementasi Setelah Implementasi
Gerakan
Left Right Left Right
Proses Pencetakan Tahu 9 9 0,8 2,3
Proses Penekanan Tahu 13 13 1,1 2,3
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai skor akhir JSI setelah
dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada proses pencetakan yang mulanya
mempunyai skor akhir JSI sebesar 9 pada tangan kiri dan kanan menurun menjadi skor
akhir 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Sedangkan pada proses penekanan
yang mulanya mempunyai skor sebesar 13 pada tangan kiri dan kanan menurun menjadi
skor akhir 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan. Hasil skor akhir setelah
313
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
implementasi pada proses pencetakan dan penekanan yaitu < 3 yang berarti pekerjaan
mungkin aman.
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat dengan adanya alat bantu kerja produksi tahu
dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik untuk
menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik untuk
menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali
penekanan, jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis keluhan sakit fisik dengan menggunakan kuesioner Nordic
Body Map dari 3 pekerja pada UKM pembuatan tahu, diketahui keluhan sakit fisik yang
terjadi pada pekerja terdapat pada bagian leher atas, pinggang, bawah pinggang, leher
bawah, lengan atas kiri dan kanan, pergelangan tangan kiri dan kanan, bahu kanan,
punggung, bahu kiri dan tangan kanan.
Berdasarkan analisis tingkat risiko pekerja dengan menggunakan REBA, diketahui
terjadi penurunan nilai skor akhir REBA setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja.
Pada proses pencetakan yang mulanya mempunyai skor akhir REBA sebesar 8 menurun
menjadi skor akhir 2 yaitu diperlukan pemeriksaan lanjutan, perubahan mungkin
diperlukan. Sedangkan pada proses penekanan yang mulanya mempunyai skor sebesar 11
menurun menjadi skor akhir 4 yaitu resiko sedang, pemeriksaan lebih lanjut, segera
diubah.
Berdasarkan analisis tingkat risiko pekerja dengan menggunakan JSI, diketahui
terjadi penurunan nilai skor akhir JSI setelah dilakukan implementasi alat bantu kerja. Pada
proses pencetakan yang mulanya mempunyai skor akhir JSI sebesar 9 pada tangan kiri dan
kanan menurun menjadi skor akhir 0,8 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan.
Sedangkan pada proses penekanan yang mulanya mempunyai skor sebesar 13 pada tangan
kiri dan kanan menurun menjadi skor akhir 1,1 pada tangan kiri dan 2,3 pada tangan kanan.
Hasil skor akhir setelah implementasi pada proses pencetakan dan penekanan yaitu < 3
yang berarti pekerjaan mungkin aman.
Setelah melakukan implementasi produk, dapat diketahui dengan adanya alat bantu
kerja produksi tahu dapat meningkatkan kecepatan proses pencetakan sebesar 184,69 detik
314
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
untuk menghasilkan 50 buah tahu, jika dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 94,99 detik
untuk menghasilkan 1 buah tahu dan penekanan tahu sebesar 1305,69 detik untuk kali
penekanan, jika dibandingkan dengan sebelumnya 1496,99 detik.
Alternatif desain alat bantu kerja yang terpilih dengan menggunakan metode
rekayasa desain adalah alternatif desain 3, yang dimana ukuran alat bantu kerja sudah
disesuaikan dengan data antropometri orang Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Adisarwanto, T; 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
[2]. Iridiastadi, Hardianto. Yassierli.; “Ergonomi Suatu Pengantar”, Rosda Jaya Putra,
2015.
[3]. Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
[4]. Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert, 2011, Ergonomics : How
To Design For Ease And Efficiency, Prentice Hall, New Jersey.
[5]. Hignett, Sue., McAtamney Lynn.2000. Rapid Entire Body Assesment (REBA).
Ergonomics 31. 201-205
[6]. Garg, J. S, 1995, The Strain Index: A Proposed Method To Analyze Jobs For Risk,
American Industrial Hygiene Association Journal.
[7]. Pahl, G., Beitz, W., J. Feldhusen., dan K.H., Grote. “Engineering Design” The Design
Council Ken Walles, London. 2007.
[8]. Nurmianto, Eko, 1996, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Guna Widya,
Surabaya.
[9]. Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., & Tjakraatmadja, J.H. 2006. Teknik
Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB.
315
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara merupakan rumah sakit yang
dimiliki pemerintah Kabupaten Serang, yang berlokasi di Kota Serang bertempat di Jl. Rumah
Sakit Nomor 1 Serang Banten yang tak luput dari upaya peningkatan kualitas pelayanan untuk
mewujudkan kepuasan pelanggan. Sebagai pusat rujukan Rumah Sakit sewilayah Provinsi
Banten dituntut untuk dapat melakukan pelayanan secara professional kepada pasiennya.
Kualitas pelayanan rumah sakit terhadap para konsumennya merupakan suatu hal yang
sangat penting, yang pada akhirnya akan mampu memberikan kepuasan kepada
pasiennya. Sehingga diharapkan fungsi dan tujuan rumah sakit tersebut dapat tercapai.
Didukung oleh metode Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengetahui atribut
pelayanan mana yang perlu dilakukan perbaikan. Selanjutnya untuk memperbaiki proses
pelayanan yang kurang baik, metode umum yang digunakan adalah metode lean service yang
akan meminimalisir waste pada proses pelayanan yang kurang baik. Penelitian dilakukan di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara berdasarkan kuesioner
service quality dan layanan serta penyebaran kuesioner waste kepada tiga orang pihak yang
ahli dibidangnya. Hasil penilaian Process Cycle Efficiency (PCE) sebelum dilakukan usulan
perbaikan menggunakan 5W+1H adalah 76,74% dengan besarnya waktu VA (Value Added)
pada kondisi current state yaitu 66 menit dengan persen waktu 76,74% dan pada kondisi
future state yaitu 58 menit dengan persen waktu 82,85% besarnya waktu NNVA (Necessary but
Non Value Added) pada kondisi current state yaitu 8 menit dengan persen waktu 9,31% dan
pada kondisi future state yaitu 8 menit dengan persen waktu 11,43%. Besarnya waktu NVA
(Non Value Added) pada kondisi current state yaitu 12 menit dengan persen waktu 13,95% dan
pada kondisi future state yaitu 4 menit dengan persen waktu 8,57%. Dari hasil penelitian,
setelah melalukan usulan perbaikan menggunakan 5W+1H didapatkan bahwa efisiensi waktu
proses pengambilan obat di apotek rawat jalan mengalami peningkatan sebesar 6,11%.
Kata kunci: Importance Performance Analysis (IPA), Lean Service, Service Quality, 5W+1H
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
menjadi salah satu kebutuhan dasar, dimana pelayanan jasa kesehatan yang berkualitas
sangat diharapkan oleh masyarakat. Sejalan dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan, ilmu pengetahuan, pesatnya teknologi kedokteran dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka meningkat pula kesadaran dan kebutuhan akan kesehatan di kalangan
masyarakat (Setyaningsih, 2013).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara merupakan rumah
sakit yang dimiliki pemerintah Kabupaten Serang, yang berlokasi di Kota Serang
bertempat di Jl. Rumah Sakit Nomor 1 Serang Banten yang tak luput dari upaya
peningkatan kualitas pelayanan untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Sebagai pusat
rujukan Rumah Sakit sewilayah Provinsi Banten dituntut untuk dapat melakukan
316
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pelayanan secara professional kepada pasiennya. Kualitas pelayanan rumah sakit terhadap
para konsumennya merupakan suatu hal yang sangat penting, yang pada akhirnya akan
mampu memberikan kepuasan kepada pasiennya. Sehingga diharapkan fungsi dan tujuan
rumah sakit tersebut dapat tercapai.
Menurut Isik et al. (2015) dimensi service quality sangat berguna untuk menilai
kualitas pelayanan di rumah sakit. Didukung oleh metode Importance Performance
Analysis (IPA) untuk mengetahui atribut pelayanan mana yang perlu dilakukan perbaikan.
Selanjutnya untuk memperbaiki proses pelayanan yang kurang baik, metode umum yang
digunakan adalah metode lean service yang akan meminimalisir waste pada proses
pelayanan yang kurang baik.
Dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan lean
service diharapkan mampu meningkatkn kualitas pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Service Quality
Harapan merupakan keinginan para pelanggan dari pelayanan yang mungkin
diberikan oleh perusahaan. Dimensi kualitas jasa dalam model SERVQUAL didasarkan
pada skala multi item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan,
serta gap diantara keduanya dalam dimensi-dimensi kualitas jasa. Tjiptono dan Chandra
(2011) mengidentifikasi lima dimensi service quality yaitu:
1 Bukti langsung (tangibles); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi
2 Keandalan (reliability); yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat, dan memuaskan
3 Daya tanggap (responsiveness); yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap
4 Jaminan (assurance); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keraguraguan
5 Empati (empathy); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang
baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan bahwa terdapat
pengaruh dari dimensi kualitas pelayanan terhadap harapan para pelanggan yang
berdasarkan informasi.
317
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dimulai dengan melakukan observasi lapangan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) dr. Dradjat Prawiranegara, observasi lapangan yang dilakukan adalah
mencari permasalahan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat
Prawiranegara agar dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Berdasarkan hasil
kuesioner dimensi service quality dan kuesioner layanan. Proses pelayanan yang perlu
diperbaiki pada bagian pengambilan obat di apotek rawat jalan. Kemudian dilakukan
penyebaran kuesioner waste untuk mengidentifikasi waste yang paling berpengaruh pada
proses bagian administrasi dan keuangan rawat inap. Setelah itu peneliti menentukan Value
Stream Analysis Tools (VALSAT) yang berguna untuk mencari inti permasalahan melalui
kategori aktivitas. Berdasarkan hasil perhitungan VALSAT ranking tertinggi yaitu
menggunakan tools Process Activty Mapping (PAM) untuk mengidentifikasi seluruh jenis
aktivitas selanjutnya membuat Big Picture Mapping (BPM) untuk mengetahui alur proses
pelayanan keseluruhan. Selanjutnya diperoleh hasil nilai Process Cycle Effieciency (PCE)
dari nilai aktivitas pelayanan yang termasuk ke dalam kategori Value Added (VA). Untuk
meningkatkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) agar terciptanya proses pelayanan yang
efisien dan mengeliminasi aktivitas pelayanan yang termasuk kedalam kategori Non Value
Added (NVA) dan Necessery Non Value Added (NNVA), dilakukan usulan perbaikan
menggunakan 5W+1H. setelah itu dilakukan perhitungan ulang dari Process Activity
Mapping (PAM) sampai Process Cycle Efficiency (PCE) untuk future state sehingga
didapatkan hasil rekapituasi peningkatan dari nilai Process Cycle Efficiency (PCE).
318
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
319
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
320
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pemohon Pemohon
Datang Pulang
321
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan nilai PCE di atas dapat dilihat bahwa persentase 76,74% dapat
dikatakan sebagai persentase utilitas dalam proses pengambilan obat di apotek rawat jalan.
Oleh karena itu, demi meningkatkan nilai PCE diperlukannya rekomendasi perbaikan guna
memperbaiki proses dan meningkatkan kualitas pelayanan di RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara khususnya dibagian proses pengambilan obat di apotek rawat jalan. Berikut
merupakan rekomendasi perbaikan proses pengambilan obat di apotek rawat jalan
menggunakan 5W+1H.
Pemohon Pemohon
Datang Pulang
Loket
Pembayaran
Antrian Loket dan Loket BPJS Centre
Pengambilan Pelayanan Obat Pengambilan Pembayaran
Obat Obat Umum
3 staff
3 Loket 3 Loket
2 Staff 3 Tenaga Teknis 3 Tenaga Teknis
3 staff
Kefarmasian Kefarmasian
Kasir
Kasir Meminta Kartu Tanda Peserta BPJS
Menerima Obat dari Pelayanan Menyerahkan Biaya Obat Menerima Kartu Tanda Peserta
Menanyakan Keperluan Pemohon Menerima Resep Obat dari Staff Obat Menjelaskan Biaya Obat BPJS
Menjelaskan Berkas Persyaratan Antrian Obat Memanggil Pasien Untuk Menerima Biaya Obat Memeriksa Kartu Tanda Peserta
Menerima Berkas Persyaratan Memeriksa Resep Obat dari Staff Menyesuaikan Berkas Menginput Data: BPJS
Menerima Resep Obat dari Antrian Obat Menerima Berkas -Input Data Pembayaran Menginput Data:
Pemohon Memeriksa Ketersediaan Obat Memeriksa Kesesuaian Berkas -Mengupdate Informasi Stok Obat -Input Data Pembayaran
Memeriksa Kelengkapan Berkas Mengambil Obat Sesuai yang Ada Menyerahkan Kwitansi Menyerahkan Kwitansi Tanda -Mengupdate Informasi Stok Obat
Persayaratan di Resep Penyerahan Obat Lunas Menyerahkan Kwitansi Pembayaran
Memberikan Nomor Antrian Menyerahkan Obat ke Loket Menyerahkan Obat ke Menyerahkan Obat BPJS
Menyerahkan Resep Obat ke Pengambilan Obat Pemohon Mengarsipkan Berkas yang Telah Menyerahkan Obat
Pelayanan Obat Memeriksa Kwitansi Obat Selesai Mengarsipkan Berkas yang Telah
Memverifikasi Biaya Selesai
322
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan nilai PCE di atas dapat dilihat bahwa persentase 82,85% dapat
dikatakan sebagai persentase utilitas dalam proses pengambilan obat di apotek rawat jalan.
Dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan efisiensi pada siklus proses. Besarnya
waktu VA (Value Added) pada kondisi current state yaitu 66 menit dengan persen waktu
76,74% dan pada kondisi future state yaitu 58 menit dengan persen waktu 82,85%
besarnya waktu NNVA (Necessary but Non Value Added) pada kondisi current state yaitu
8 menit dengan persen waktu 13,93% dan pada kondisi future state yaitu 8 menit dengan
persen waktu 8,57%. Besarnya waktu NVA (Non Value Added) pada kondisi current state
yaitu 12 menit dengan persen waktu 13,95% dan pada kondisi future state yaitu 4 menit
dengan persen waktu 8,57%. Berdasarkan nilai Process Cycle Efficiency (PCE) diatas
maka diketahui bahwa efisiensi waktu proses pengambilan obat di apotek rawat jalan
mengalami peningkatan sebesar 6,11%.
Selain itu terdapat perbedaan lead time pada kondisi current state dan future state,
yaitu pada kondisi current state total waktu lead time berjumlah 86 menit, sementara pada
kondisi future state total waktu lead time berjumlah 70 menit. Maka, persentase selisih
waktu lead time yaitu sebesar 18,61%.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan beberapa kesimpulan antara lain:
1. Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui kepuasan pasien terhadap kualitas
layanan di Rumah Sakit Dr. Dradjat Prawiranegara menggunakan metode Importance
Performance Analysis (IPA), didapatkan bahwa kualitas layanan di Rumah Sakit Dr.
Dradjat Prawiranegara menurut hasil perhitungan indeks kepuasan pelanggan (IKP) dari
dimensi servqual didapatkan hasil untuk kualitas layanan dari penyebaran kuesioner
kepada 100 responden yaitu sebesar 72,54% yang berarti pasien merasa puas terhadap
layanan yang diberikan oleh rumah sakit, namun masih perlu melakukan perbaikan
323
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
kualitas karena dalam perhitungan servqual (gap) keseluruhan masih menunjukkan nilai
negatif yaitu sebesar -0,943 terhadap pelayanan yang diberikan.
2. Atribut yang menjadi prioritas untuk diperbaiki agar dapat meningkatkan kualitas
pelayanannya ada didalam kuadran I diagram kartesius, yaitu Atribut 6 (RL3) tagihan
pembiayaan yang diberikan oleh rumah sakit akurat, jelas, dan sesuai; Atribut 7 (R1)
tenaga medis, perawat, dan staff memberikan informasi kepada pasien kapan layanan
akan dilakukan dengan tepat; Atribut 8 (RS2) pasien menerima pelayanan dengan cepat
dari tenaga medis, perawat dan staff rumah sakit; dan Atribut 14 (E1) tenaga medis,
perawat, dan staff rumah sakit memberika perhatian secara personal kepada pasien.
3. Usulan perbaikan 5W+1H untuk mereduksi lead time yaitu mengurangi waktu
menunggu dengan cara menyusun obat-obatan sesuai abjad nama dari obat tersebut.
Dengan menyusun obat-obatan sesuai dengan abjad nama obat akan mempermudah
tenaga farmasi dalam meracik atau menyusun obat yang dibutuhkan pemohon,
Menggabungkan aktivitas pengambilan obat dan pembayaran obat dengan cara
menggabungkan beberapa aktivitas pada tahapan yang berbeda kedalam tahapan yang
sama diharapkan agar proses pengambilan dan pembayaran obat lebih efektif dan
efisien dimana tenaga teknis kefarmasian dan pemohon tidak melakukan aktivitas yang
sama secara berulang kali. Sehingga didapatkan hasil pada konsep lean service bahwa
Process Cycle Efficiency (PCE) sebesar 6,11% dengan PCE (current state) sebesar
76,74% dan total waktu 86 menit menjadi 82,85% dengan total waktu 70 menit PCE
(future state).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Alpasa, Fijar. Lisye Fitria. 2014. Penerapan Konsep Lean Service dan DMAIC untuk
Mengurangi Waktu Tunggu Pelayanan. Jurusan Teknik Industri Itenas No. 03 Vol. 02
Juli 2014 Reka Integra ISSN: 2338-5081. Bandung: Institut Teknologi Nasional
[2]. Butar, Fajar Ridho. 2018. Implementasi Lean Service Pada Proses Penerbitan Paspor
Terpadu/ One Stop Service (OSS) (Studi Kasus: Kantor Imigrasi Kelas II Cilegon).
Skripsi. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[3]. Dwiyanto, Agus. 2011. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press
[4]. Dr. Ceylan, Cemil. 2011. Value Chain Analysis using Value Stream Mapping: White
Good Industry Application. Proceedings of the 2011 International Conference on
Industrial Engineering adn Operations Management. Kuala Lumpur, Malaysia.
[5]. Gasperz, V., dan Fontana, A. 2011. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Bogor : Vichisto Publication
[6]. Hines, P & Taylor, D. 2000. Going Lean: A Guide to Implementation. Lean Enterprise
Research Centre Cardiff Bussiness School: Cardiff, UK.
[7]. Hines, P., Holweg, M., & Rich, N. 2004. Learning to evolve: A review of
contemporary lean thinking. Interna-tional Journal of Operations & Production
Management 24 (10):994-1011
[8]. Isik, Dr. B.R Ambedkar. 2011. Quality Of Service, Customer Satisfaction And Loyalty
In The Hospital: Thinking For The Future.
[9]. Lopez, E. Andres, I Gonzales Requena, A Sanz Lobera. 2015. Lean Service:
Reassesment Of Lean Manufacturing For Service Activities. Procedia Engineering.
[10]. Meesela, Appalaya. Justin Paul. 2018. Quality Of Service, Customer Satisfaction And
Loyalty In The Hospital: Thinking For The Future. Journal Of Retail And Consumer
Services. USA: University Of Washington
324
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
[11]. Panuti, Sri, Shanti Kirana Aggraeny, Achmad Bahauddin. 2013. Rancangan
Perbaikan Kualitas Layanan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Cilegon dengan
Pengintegrasian Metode Servqual, Lean dan Six Sigma. Jurnal Teknik Industri,
Vol.1, No.2.
[12]. Priyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif. Bina Dharma
[13]. Rahaman, Moh. Mizenur et al. 2011. Measuring Service Quality using SERVQUAL
Models: A Study on PCBs (Private Commercial Banks) in Bangladesh
[14]. Ratminto, Winarsih Atik Septi. 2006. Manajemen Pelayanan. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
[15]. Tjiptono, Fandy. Chandra. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi
[16]. Wirawan, Adhitomo. Venia Yunita. 2017. Analisis Kepuasan Pelayanan Pasien Pada
Instalasi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah
Batam Dengan Pendekatan Lean Service Dan Service Perfomance Spektrum Industri.
Journal of Business Administration. Volume 1, nomor 2. Batam: Politeknik Negeri.
[17]. Sholikah, Hesti. Iriananda, Syahroni. 2017. Analisis Kepuasan Pelanggan Travel
Menggunakan Metode Fuzzy Service Quality. JOINTECS. Malang: Universitas
Widyagama.
325
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
PENDAHULUAN
Sehubungan dengan kondisi ekonomi di Indonesia yang kurang stabil menyebabkan
terjadinya penurunan pemintaan khusunya industri otomotif. Oleh karena itu PT. Suzuki
Indomobil Motor harus melakukan penghematan biaya untuk menjaga keberlangsungan
perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga
menurun. Untuk menghindari terjadinya idle time dari operator dan pekerjaan menjadi
tidak efektif maka diperlukan perhitungan beban kerja yang efektif untuk masing-masing
operator. Selain itu terdapat beberapa hambatan dari mesin dan operator. Hambatan dalam
mesin terjadi dikarenakan terjadi kesalahan mesin (error) sehingga diperlukan
maintenance yang terencana. Sedangkan hambatan dari operator disebabkan oleh operator
yang tidak teliti dalam memasang komponen pada body mobil. Berdasarkan permasalahan
di PT Suzuki Indomobil Motor diharapkan dengan penerapan metode Work Load Analysis
(WLA) dapat diketahui beban karyawan yang optimal. Setelah mendapatkan jumlah tenaga
kerja optimal, maka dilakukan simulasi trial and error sehingga diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi kerja karyawan dan jumlah karyawan yang optimal sehingga dapat
memenuhi konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas dan Pengukuran Kerja
Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja)
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
Produktivitas perusahaan diukur berdasarkan pendekatan nilai tambah, perbandingan antar
nilai tambah dengan sumber yang terpakai (resource used) menunjukkan tingkat
produktivitas [1].
326
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Metode Stopwatch (jam henti) merupakan pengukuran waktu kerja secara langsung
yang biasa diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan
berulang-ulang/repetitive. Menurut Wignjosoebroto (2003), pengukuran kerja adalah suatu
aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki
ketrampilan rata-rata dan terlatih baik) dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam
kondisi dan tempo kerja yang normal [2]. Untuk mengetahui apakah suatu sistem kerja
yang diterapkan sudah baik, maka diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja yang
meliputi teknik-teknik pengukuran mengenai waktu yang dibutuhkan, tenaga yang
dikeluarkan, pengaruh psikologis dan fisiologis. Salah satu pengukuran kerja adalah
pengukuran waktu kerja (time study). Pengukuran waktu kerja bertujuan untuk
mendapatkan waktu standar/waktu baku penyelesaian pekerjaan secara wajar, tidak terlalu
cepat dan juga tidak terlalu lambat, oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya
dalam suatu sistem kerja yang telah berjalan dengan baik (Barnes, 1980). Salah satu
manfaat dari menghitung waktu baku ini adalah untuk merencanakan kebutuhan tenaga
kerja [2].
Dimana:
N’ = jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan;
K = tingkat kepercayaan dalam pengamatan (k=1,96, 1-α = 95%);
S = derajat ketelitian dalam pengamatan (5%);
N = jumlah pengamatan yang sudah dilakukan;
Xi = data pengamatan.
Sebelum data dapat digunakan maka perlu dilakukan pengujian keseragaman data
untuk dapat menetapkan waktu standar, dengan tujuan untuk mengetahui apakah hasil
pengukuran waktu cukup seragam untuk digunakan. Suatu data dikatakan seragam, yaitu
data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di antara kedua batas kendali
[3].
Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran pendahuluan adalah:
1) Hitung rata-rata dari data:
𝑋𝑖
𝑋̅ = Ʃ 𝑘 (2)
Dimana:
X = data yang ada; k = jumlah data
327
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3) Tentukan batas kontrol atas dan kontrol batas bawah dengan rumus:
BKA = 𝑋̅ + (k x σ) (4)
BKB = 𝑋̅ - (k x σ) (5)
Dimana:
P = Target jumlah produk atau jasa layanan yang harus dihasilkan atau dilaksanakan
oleh suatu unit kerja dalam periode waktu kerja tertentu;
E = Standard persentase efisiensi kerja dari pekerja yang ditetapkan oleh perusahaan
oleh perusahaan ataupun lembaga yang berkewenangan menentukan standar
produktivitas kerja;
Wb = Waktu baku atau waktu standar pengerjaan yang ditetapkan untuk proses
produksi yang diperoleh dari hasil pengukuran kerja;
D = Jumlah waktu kerja efektif yang tersedia;
N = Jumlah pekerja optimal yang dibutuhkan pada suatu operasi kerja.
METODE PENELITIAN
Prosedur pengerjaan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir di
bawah ini:
328
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pengumpulan data berupa waktu operator dari mulai hingga selesai pekerjaan untuk
pengerjaan setiap varian dan pengambilan data yang diamati sebanyak 30 data sehingga
terdapat 18 data waktu operator setiap 5 varian. Berikut data pengamatan operator kanan di
stasiun 20 untuk varian Futura chasis dengan satuan detik dapat dilihat pada Tabel 1.
329
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
330
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
331
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Setelah melakukan perhitungan di atas maka didapatkan BKA = 141,16 dan BKB =
117,52. Berdasarkan tabel uji keseragaman data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa semua
data untuk tiap operator memiliki nilai rata-rata diantara BKA dan BKB sehingga seluruh
data dapat dikatakan seragam.
332
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
333
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Sebelum dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja, operator awal adalah 3 orang.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja maka hanya diperlukan operator 2
orang. Dalam pengurangan operator ini dilihat kembali waktu awal operator yang tercepat
sehingga operator tersebutlah yang dihilangkan. Sehingga dalam hal ini, operator Ardi
dihilangkan dan dapat dilihat pada Tabel 8 merupakan pekerjaan baru yang dikerjakan oleh
operator Musgiyatno di stasiun 27. Pekerjaan Ardi dipindahkan ke operator Musgiyatno
karena pekerjaan Ardi merupakan pekerjaan yang berhubungan pada stasiun 27 sehingga
pekerjaan tersebut dipindahkan ke operator Musgiyatno.
Hasil waktu di atas lebih besar dikarenakan operator belum terbiasa terhadap pekerjaan
yang baru. Selain operator mengerjakan pekerjaan mobil Futura, terdapat pekerjaan mobil
APV yang berubah sesuai dengan hasil perhitungan jumlah tenaga kerja. Berikut dapat
334
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dilihat pekerjaan sebelum dan setelah dilakukan perbaikan pekerjaan stasiun 26 mobil
APV pada Tabel 9 dan Tabel 10.
Sebelum dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja, operator awal adalah 3 orang.
Setelah dilakukan perhitungan jumlah tenaga kerja maka hanya diperlukan operator 2
orang. Dalam pengurangan operator ini dilihat kembali pekerjaan operator tersebut. dapat
dilihat operator Ardi mengerjakan front mud flap bagian kanan dan kiri, operator Ardi
dapat dihilangkan karena pekerjaan operator Ardi dapat dipindahkan ke operator Ilham dan
Jarwono. Berikut dapat dilihat pada Tabel 10 merupakan pekerjaan baru yang dikerjakan
oleh operator Ilham dan Jarwono.
Hasil waktu di atas lebih besar dikarenakan operator belum terbiasa terhadap pekerjaan
yang baru.
KESIMPULAN
Dalam melakukan penghematan biaya, PT. Suzuki Indomobil Motor mengurangi
jumlah tenaga kerja. Untuk menghindari terjadinya idle time dari operator dan pekerjaan
menjadi tidak efektif maka diperlukan perhitungan beban kerja yang efektif untuk masing-
masing operator. Selain itu terdapat beberapa hambatan dari mesin dan operator. Hambatan
dalam mesin terjadi dikarenakan terjadi kesalahan mesin (error) sehingga diperlukan
maintenance yang terencana. Sedangkan hambatan dari operator disebabkan oleh operator
yang tidak teliti dalam memasang komponen pada body mobil. Berdasarkan hasil
335
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
pengolahan data didapatkan jumlah tenaga kerja optimal adalah 17 operator untuk
keseluruhan varian. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan operator yang berubah
di stasiun 26 yaitu 3 orang menjadi 2 orang dengan hasil perhitungan jumlah tenaga kerja.
Item pekerjaan operator stasiun 26 bagian tengah dipindahkan ke operator 26 kanan dan
kiri serta operator 27. Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah untuk lebih
mempertimbangkan setiap beban kerja dari karyawan sehingga tidak adanya waktu luang
yang terlalu besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] J. Ravianto. 1985. Produktvitas dan Manajemen. Yogyakarta: UGM Press.
[2] Wignjosoebroto, S., 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit PT. Guna Widya.
[3] Sutalaksana, Iftikar Z., Ruhana Anggawisastra, Jann H. Tjakraatmadja. 2006. Teknik
Perancangan Sistem Kerja, Edisi kedua, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
[4] Mangkuprawira, Sjafri. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
[5] Moekijat. 1995. Perencanaan dan Pengembangan Karier Pegawai. Cetakan 3.
Remaja Rodaskarya. Bandung.
[6] Ayuningtyas, Respati, dkk. 2014. Analisis Peningkatan dan Efisiensi Kerja Dengan
Penerapan Kaizen. Teknik Industri Universitas Brawijaya. Malang.
[7] Arif, Riduwan. 2012. Analisis Beban Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja yang Optimal
pada Bagian Produksi dengan Pendekatan Metode Analysis (WLA) di PT Surabaya
Perdana Rotopack. Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Surabaya.
[8] Wibawa, Raissa Putri Nanda, dkk. 2014. Analisis Beban Kerja dengan Metode
Workload Analysis sebagai Pertimbangan Pemberian Insentif Pekerja. Teknik
Industri Universitas Brawijaya. Malang.
[9] Santoso, Dewi Agustini, Agus Supriyadi. 2010. Perhitungan Waktu Baku dengan
Metode Work Sampling untuk Menentukan Jumlah Tenaga Kerja Optimal. Teknik
Industri UDINUS. Semarang.
336
Makalah Bidang Teknik Elektro
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Presensi merupakan hal utama dalam kegiatan belajar-mengajar, karena menjadi bukti dari
laporan pelaksanaan. Umumnya, presensi dilakukan secara manual yaitu siswa membubuhkan
tanda tangan pada suatu kertas yang diedarkan. Hal itu menimbulkan pemborosan kertas dan
kurang efisien. Untuk itu, dibutuhkan teknologi dalam sistem presensi yang baik, aman, dan
efisien. Dalam penelitian ini dilakukan desain dan implementasi penggunaan teknologi QR-
Code untuk sistem presensi berbasis android. Siswa akan memiliki identitas QR-Code masing-
masing yang ditanamkan pada kartu pelajar, kemudian pengajar akan melakukan scanning QR-
Code dengan aplikasi yang telah dibuat di android. Penggunaan kode The Bose, Chaudhuri, and
Hocquenghem (BCH) sebagai error correction menghasilkan suatu sistem yang handal.
Algoritma kode BCH dapat mendeteksi (error detection) sekaligus memperbaiki kesalahan bit
(error correction). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian ketahanan QR-Code dengan
indikator kotor tinta, kotor lumpur, dan gesekan. Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki
akurasi 100%.
Kata kunci: Presensi, QR-Code, Kode BCH, Smartphone, The Bose Chaudhuri and
Hocquenghem.
1. Pendahuluan
Presensi pada sekolah merupakan kegiatan yang wajib dilakukan sebelum
terlaksananya kegiatan belajar-mengajar. Presensi digunakan sebagai bukti kehadiran siswa.
Hal yang terjadi dalam sistem yang diterapkan saat ini adalah melakukan presensi manual,
yaitu siswa membubuhkan tanda tangan di kertas yang diedarkan. Hal itu menimbulkan
pemborosan kertas dan kurang efisien. Berbagai penerapan teknologi untuk sistem presensi
sudah dilakukan, seperti penggunaan teknologi fingerprint, RFID, barcode [5] dan lainnya
[6] . Teknologi tersebut dirasa kurang efisien karena dalam segi biaya tergolong lebih mahal.
QR-Code (Quick Response) adalah kode matriks 2D yang dirancang menyimpan data
lebih besar dibandingkan dengan barcode 1D dan dikodekan dengan kecepatan tinggi
menggunakan perangkat smartphone [1]. QR-Code diterapkan di berbagai bidang mulai dari
pemasaran, keamanan, akademisi dan menjadi buah bibir dikalangan masyarakat sebagai
teknologi yang bagus [1]. Salah satunya, QR-Code telah dirancang dan diimplementasikan
untuk sistem parkir di IT Telkom [7]. Smartphone memiliki kemampuan mengambil,
menyimpan, serta menampilkan gambar [3]. Oleh karena itu, digunakan perangkat
smartphone dalam penggunaan QR-Code untuk sistem presensi.
Pada penelitian ini, dilakukan desain dan implementasi sistem presensi menggunakan
QR-Code berbasis android. Penggunaan kode The Bose, Chaudhuri, and Hocquenghem
(BCH) sebagai error correction menghasilkan suatu sistem yang handal. Penggunaan kode
BCH dapat mengkoreksi (error detection) dan mempebaiki kesalahan (error correction) [2].
Dalam penelitian ini, sistem terbagi menjadi tiga kategori meliputi sistem encoder,
sistem hardware, dan sistem decoder. Dalam sistem encoder dilakukan proses pengkodean
data berupa NISN siswa menjadi QR-Code menggunakan aplikasi Matlab. Sistem hardware
meliputi kartu pelajar yang telah ditanamkan QR-Code masing masing siswa dan perangkat
337
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
android untuk proses scanning QR-Code. Sistem decoder berisi proses decode QR-Code
menjadi data informasi dengan aplikasi android.
Penggunaan QR-Code berbasis android dengan analisis error correction kode BCH
diharapkan mempermudah dan efisien untuk sistem presensi.
Setiap simbol QR-Code disusun dalam bentuk persegi dan terdiri dari function patterns
dan encoding region [4]. Seluruh simbol dikelilingi oleh batas quiet zone pada keempat sisi.
Ada 4 jenis pola fungsi meliputi finder pattern, separators, timing patterns, dan
alignment patterns. Encoding region berisi data, yang mewakili informasi versi, format
informasi, data dan koreksi kesalahan [1].
Penentuan tingkat koreksi kesalahan berdasarkan faktor lingkungan. Selain itu, ukuran QR-
Code juga dipertimbangkan. Semakin tinggi tingkat koreksi kesalahan maka semakin besar
versi QR-Code.
338
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Adapun proses mendeteksi error serta pengkoreksian jika error ditemukan [2].
Error detection
a. Pembagian
𝑣(𝑥)
(1)
𝑔(𝑥)
b. Apabila hasil pembagian = 0, maka tidak ada error. Namun, apabila hasil pembagian ≠ 0,
itu berarti terdapat error dan harus melalui proses koreksi.
Error correction
a. Menentukan nilai minimal polynomial (2t)
b. Menghitung syndrome dari codeword ( S1, ... , S2t)
c. Membentuk tabel BCH (algoritma Peterson-Berlekamp)
d. Hasil dari tabel BCH ( 𝜎 (𝑛) (𝑥)) adalah polinomial yang berfungi mendeteksi lokasi jika
terdapat error
e. Menentukan akar persamaan polinomial dengan metode trial dan error
f. Menentukan nilai kebalikan dari akar persamaan polinomial. Nilai tersebut merupakan
posisi dari bit error.
2.1.3 Android
Android adalah sistem operasi mobile bersifat open source yang dimiliki oleh
perusahaan Google [3]. Android dikembangkan menggunakan kernel linux. Android sebagai
sistem operasi neniliki beberapa layer diantaranya:
a. Linux kernel
Linux kernel merupakan layer dasar dari sistem android, berisi file file sistem seperti system
processing, memory, resource, drivers dan lainnya.
b. Libraries
Pada layer ini terdapat fitur-fitur android yang digunakan untuk menjalankan aplikasi.
c. Android Runtime
Layer ini digunakan menjalankan aplikasi di android menggunakan implementasi dari linux
d. Aplication framework
Layer ini berisi komponen-komponen yang digunakan untuk membuat alikasi.
e. Applications and Widget
Layer yang berhubungan dengan aplikasi inti yang berjalan pada sistem android.
339
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3. Pengumpulan Data
3.1 Studi Literatur
Studi literatur dalam hal ini berupa catatan, jurnal, hasil penelitian dan sumber-sumber
elektronik di internet.
MULAI
SELESAI
Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses encoding data informasi
menjadi QR-Code sebagai berikut:
a. Analisis data informasi
b. Pengkodean data informasi dan proses error correction dengan kode BCH
c. Penyusunan QR-Code
340
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Melepaskan Masking
Data Informasi
Secara garis besar, proses dekode QR-Code menjadi data informasi dalam sistem decoder
QR-Code sebagai berikut:
a. Identifikasi QR-Code
b. Identifikasi data dan error correction codewords
c. Error detection dan error correction
d. Decode data codewords menjadi data informasi
b. Kotor lumpur
Digunakan lumpur sebagai media pengujian. Diasumsikan lumpur adalah campuran dari
tanah liat dan air. Pengujian dilakukan dengan cara menambahkan lumpur (takaran dengan
ukuran sendok teh) ke kartu pelajar (QR-Code) kemudian diratakan. Pengujian dilakukan
dalam tiga kategori, yaitu ringan (1 sendok), sedang (3 sendok) dan berat (5 sendok). Uji
coba dilakukan pada lima kartu pelajar.
341
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
c. Gesekan
Pengujian dilakukan dengan cara menggesekan kartu pelajar (QR-Code) dengan benda
tumpul. Pada penelitian ini digunakan meja sebagai media. Pengujian dilakukan dalam tiga
kategori, yaitu ringan (10 gesekan), sedang (30 gesekan) dan berat (50 gesekan). Uji coba
dilakukan pada lima kartu pelajar.
4. Analisis
Dalam penelitian ini, implementasi dari sistem akan disimulasikan terhadap sekolah
SMA dengan indikator pengajar dan siswa sebagai subjek sistem. Aplikasi scanner dan kartu
pelajar sebagai media dalam sistem ini. Pada penelitian ini, digunakan aplikasi berbasis
android dalam melakukan proses decoding QR-Code menjadi data informasi. Aplikasi
tersebut dinamakan Smart Presence. Adapun diagram alur proses decoding QR-Code
menjadi data informasi menggunakan aplikasi Smart Presence sebagai berikut:
MULAI
Aktifkan aplikasi
Login pengajar
Scanning QR-Code
Tambah data
Data Informasi
Daftar Hadir
SELESAI
Smart Presence merupakan aplikasi berbasis android yang digunakan dalam proses
decoder QR-Code. Adapun desain aplikasi Smart Presence sebagai berikut:
Tampilan pembuka aplikasi berupa tombol login dan data siswa. Login akan mengarah
pada tampilan login pengajar dan data siswa akan mengarah pada database siswa.
342
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tampilan login berisi informasi nama pengajar, mata pelajaran dan tanggal
pelaksanaan belajar-mengajar. Setelah login, akan menuju pada tampilan scanner.
Kartu pelajar akan di scan dan di decode menjadi data informasi berupa NISN. Data
NISN akan di cocokan dengan informasi siswa di database. Tampilan selanjutnya akan
memunculkan data informasi siswa dan daftar hadir keseluruhan siswa.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil pengujian dan analisa adalah:
1. Kode BCH dalam mendeteksi dan mengoreksi error pada QR-Code diharapkan memiliki
hasil yang baik dengan akurasi diatas 90%
2. Perancangan pada sistem ini diharapkan membantu proses presensi dengan cepat dan
efisien
3. Pengujian ketahanan QR-Code terhadap lingkungan diharapkan memiliki akurasi yang
baik
4. Proses scanning QR-Code dapat dilakukan dari posisi manapun dengan jarak yang baik.
Semakin jauh jarak pengambilan maka tingkat akurasi semakin rendah
Daftar Pustaka
1. Tiwari, Sumit. (2016). An Introduction To QR Code Technology. SITS Educators Society.
India
343
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2. Eko, Fuji Setiawan. (2014). Simulasi Kode Hamming, Kode BCH, dan Kode Reed-
Solomon untuk Optimalisasi Forward Error Correction. Makalah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
3. Moh, Lukman Soleh, Lutfi Ali Muharom. (2016). Smart Presence menggunakan QR-
Code dengan enkripsi Vignere Cipher. Universitas Muhammadiyah Jember. Jember
4. Denso, ADC. (2011). QR-Code Essentials. Online
5. P. Krismanto, K. Usman, L. Novamizanti. (2011). Desain dan Implementasi Prototype
Sistem Presensi Otomatis Berbasis Barcode Menggunakan Webcam dan Pengolahan
Citra Digital di IT Telkom. IT Telkom. Bandung
6. N. Iswanto, K. Usman, L. Novamizanti. (2011). Sistem Verifikasi Nomor Kendaraan
Bermotor Dengan Database Menggunakan Pengolahan Citra Digital pada Sistem
Keluaran Parkir. IT Telkom. Bandung
7. K. Usman, Septirasyahyani, L. Novamizanti. (2011). Desain dan Implementasi QR-Code
Berbasiskan Pengolahan Citra untuk Sistem Parkir di IT Telkom. IT Telkom. Bandung
344
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Pemetikan daun teh selama ini dilakukan petani hanya berdasarkan waktu petik dari blok tanam.
Jika waktu petik blok tersebut sudah tiba, maka pada blok tersebut dilakukan pemetikan secara
menyeluruh. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penentu kualitas teh yang dihasilkan.
Perancangan sistem identifikasi tingkat kematangan daun teh berdasarkan pada pengolahan
citra digital daun teh. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu proses pelatihan dan
proses pengujian. Pada proses pelatihan dilakukan pengambilan sampel sebanyak 30 sampel
citra daun teh pucuk peko (P+2) di blok dengan waktu petik yang berbeda. Citra daun teh pucuk
peko (P+2) tersebut kemudian diproses pada sistem yang diawali dengan preprocessing crop
dan resize. citra yang sudah seragam kemudian dilakukan ekstraksi citra yang
ditransformasikan kedalam fitur warna YCbCr. Setelah mendapatkan nilai luma dan kroma
selanjutnya dilakukan pengklasteran menggunakan Centroid. Kemudian data ekstraksi dan
pengklasteran dijadikan database sistem yang kemudian akan digunakan pada saat proses
pengujian. Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah dalam mengidentifikasi tingkat
kematangan daun teh berdasarkan kelompok yaitu matang, setengah matang, dan belum matang
dengan tingkat akurasi yang mendekati 100%.
1. Pendahuluan
Letak geografis Indonesia pada garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki
iklim tropis dan subtropis sehingga memiliki potensi dalam budidaya tanaman teh. Teh atau
Camelia Sinensis tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian antara 200-2000 meter diatas
permukaan laut dan memiliki suhu cuaca antara 14-25 derajat celsius [1]. Indonesia
mencatatkan hasil ekspor sektor non migas, teh, kopi, dan rempah-rempah menduduki urutan
kedua dalam bidang pertanian setelah ikan dan udang [2]. Ekspor teh, kopi, dan rempah-
rempah pada tahun 2017 sebesar 1.826,8 juta dollar AS, meningkat 2,7% dari tahun 2016
yang berjumlah 1.779,2 juta dollar AS [2]. Sebagai salah satu penyumbang devisa negara
dari hasil ekspor, kualitas teh sangat diperhatikan. Pemilihan daun teh yang memiliki tingkat
kematangan yang tepat dapat menghasilkan produk teh yang memiliki mutu dan kualitas
yang tinggi. Penentuan tingkat kematangan daun teh dapat diidentifikasi dari jangka waktu
pemetikan sebelumnya. Jangka waktu pemetikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain ketinggian kebun, sistem petik, kesuburan tanah, jenis dan pengelolaan tanaman [3].
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai deteksi kualitas cabai
beradasarkan tingkat kematangan menggunakan ruang warna YCbCr [4]. Jumlah sampel
yang digunakan dalam proses penelitian adalah 30 citra digital. Dimana telah dikelompokan
untuk masing-masing 10 dengan kondisi yang berbeda yaitu mentah, setengah matang, dan
matang. Dari hasil penelitian 30 sampel menggunakan nilai Cb dan Cr diperoleh persentase
nilai akurasi sebesar 96%. Tahun 2015, Febri Liantoni melakukan penelitian menggunakan
metode Centroid Clustering untuk klasfikasi daun berdasarkan bentuk tepi daun [5].
Penggunaan metode Centroid Clustering penelitian tersebut memiliki persentasi nilai error
yang relatif kecil yaitu 8,666%.
345
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Penelitian ini melakukan identifikasi tingkat kematangan daun teh menggunakan citra
digital. Citra digital daun teh diamati warna hijau pada ruang warna RGB (Red, Green, Blue)
yang kemudian ditransformsikan kedalam ruang warna YCbCr dimana Y merupakan
komponen luma sedangkan Cb dan Cr merupakan komponen kroma perbedaan biru dan
merah. Kemudian dilakukan pengelompokan menggunakan metode Centroid Clustering.
2. Konsep Dasar
2.1 Tanaman Teh
Teh merupakan minuman yang menggunakan daun dan pucuk daun dari spesies
tanaman Camellia sinensis. Spesies tanaman Camellia sinensis dipekirakan ditemukan pada
dataran tinggi Himalaya yang berbatasan dengan RRC, India, dan Burma. Tanaman teh telah
dikenal sebagai sumber antioksidan potensial yang bermanfaat untuk kesehatan. Para
peneliti dari University of Kansas menduga bahwa kekuatan antioksidan pada teh adalah
sekitar 100 kali lebih besar daripada vitamin C, 25 kali lebih besar daripada vitamin E, dan
dua kali lebih efektif dibandingkan antioksidan yang ditemukan pada anggur merah dalam
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas.
Pada umumnya tanaman teh tumbuh pada daerah yang memiliki ketinggian 200 – 2300
mdpl dengan suhu antara 14°C-25°C. Teh memiliki komposisi kimia antara lain kafein,
tanin, protein, gula dan minyak atsiri yang terbentuk setelah fermentasi dan menghasilkan
aroma. Tanaman teh tumbuh dengan tinggi hanya berkisar satu meter dengan pemangkasan
secara berkala. Tujuannya supaya pohon teh tidak tumbuh kecil ramping keatas seperti
bentuk kerucut. Pemangkasan dilakukan untuk memudahakan pemetikan daun teh agar
diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak.
Pada perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra terdapat 2 jenis teh
yang di tanam yaitu:
a. Teh Gambung
Jenis teh gambung merupakan teh yang dominan ditanam pada perkebunan PT.
Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra. Teh gambung merupakan salah satu varietas
Assamica. Ciri daun teh gambung adalah memiliki warna kuning kehijauan yang mengkilap
saat kondisi matang. Teh gambung merupakan salah satu varietas teh yang tahan terhadap
musim hujan dan tahan terhadap penyakit cacar daun teh (blister blight), namun tidak tahan
terhadap hama Empoasca yang dapat mengakibatkan permukaan daun seperti terbakar.
b. Teh TRI
Jenis teh TRI juga merupakan teh dari varietas Assamica yang terdapat pada
perkebunan PT. Perkebunan Nusantara VII unit Sinumbra. Memiliki ciri daun yang lebar
346
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
dan pendek. Pada kondisi matang warna daun teh TRI memiliki intensitas warna hijau yang
lebih dominan dibandingkan teh gambung, menyebabkan teh TRI lebih tahan terhadap hama
Empoasca. Teh TRI memiliki ketahanan terhadap musim kemarau, namun tidak tahan
terhadap penyakit cacar daun teh (blister blight).
(a) (b)
Gambar 1. Teh (a) gambung (b) TRI
Kematangan teh gambung dihitung berdasarkan jangka waktu petik terakhir dan ciri
fisik daun teh tersebut. Kematangan daun teh dapat berubah-ubah dipengaruhi oleh iklim,
ketinggian dataran, kualitas pupuk yang digunakan dan lain sebagainya. Sampel teh
gambung yang peniliti ambil berada pada musim pancaroba atau peralihan dari musim
kemarau ke musim hujan, sehingga memiliki intensitas curah hujan yang rendah.
Kematangan daun teh gambung dibedakan menjadi tiga berdasarkan blok petik yang berbeda.
a. Citra Digital
Sebuah citra digital dapat didefinisikan sebagai ruang diskrit 2D yang memiliki asal
dari citra analog (x,y) menjadi citra kontinu 2D melalui proses sampling atau biasa disebut
digitalisasi. Sampling memiliki arti pemilihan titik-titik yang bertujuan untuk mewakili
suatu citra digital. Sampling merupakan proses merubah citra kontinu (x,y) menjadi N baris
dan M kolom. Ukuran citra biasanya diukur dalam jumlah titik atau sering disebut piksel,
dimana suatu piksel memiliki koordinat tertentu pada citra digital. Setiap piksel memiliki
nilai yang mewakili informasi yang terdapat dalam piksel tersebut.
347
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
c. K-Means
K-Means merupakan salah satu metode algoritma klastering dengan cara membagi
data menjadi beberapa kelompok. Algoritma K-Means akan mengelompokan data atau objek
k buah kelompul (klaster), setiap klaster terdapat titik pusat (centroid) yang
mempresentasikan klaster tersebut [11].
d. Centroid Clustering
Clustering adalah proses pengelompokan objek-objek ke dalam beberapa grup yang
berbeda, atau tepatnya mempartisi menjadi subsets (klaster) [11]. Setiap klaster memiliki
titik pusat/tengah yang disebut Centroid. Pada awal centroid ditentukan secara acak namun
setelah algoritma berjalan centroid dapat dicari dengan menggunakan rumus [11]
𝑛
𝑋𝑖
𝐶=∑ (3)
𝑛
𝑖=1
dengan C merupakan centroid pada klaster, 𝑋𝑖 adalah titik/objek ke-i, dan n adalah jumlah
objek. Persamaan (3) merupakan rumus untuk mencari nilai rata-rata. Terdapat rumus
lainnya yang sedikit berbeda namun memiliki esensi yang sama [11]
𝑁𝑘
1 (4)
𝜇𝑘 = ∑ 𝑋𝑞
𝑁𝑘
𝑞=1
dimana 𝜇𝑘 adalah centroid dari klaster ke-k, 𝑋𝑞 merupakan objek ke-q dari klaster ke-k, dan
q adalah jumlah data dari klaster-k.
Algoritma klastering dapat dijelaskan sebagai berikut [11]:
1. Tentukan k buah klaster
2. Pilih jumlah k buah objek secara acak yang akan dijadikan sebagai titik centroid klaster
3. Tentukan k buah centroid
4. Kelompokan objek ke centroid klaster terdekat berdasarkan Euclidean Distance
348
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Mulai
Mulai
Akusisi
Akusisi Citra Uji
Citra
Latih
Pre-Processing
Pre-Processing
Ekstraksi Fitur
Warna YCbCr
Ekstraksi Fitur
Warna YCbCr
Database Pengujian
Data Pelatihan
Centroid
Identifikasi
Kematangan
Selesai Daun Teh
Selesai
(a) (b)
Gambar 4. Diagram alir (a) pelatihan (b) pengujian
349
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
3.1.2 Preprocessing
Setelah dilakukan pengambilan data uji, masuk pada preprocessing yaitu menyamakan
semua data uji sebelum dimasukan ke dalam sistem. Berikut merupakan tahapan
preprocessing:
Crop, dan Citra Hasil
Citra Akusisi
Resize Preprocessing
3.1.4 Klasifikasi
Prinsip Centroid Clustering dengan memperhatikan rata-rata dari setiap objek
kemudian digabungkan berdasarkan jarak minumum menggunakan rumus persamaan (3)
dan (4). Pengelompokan data uji dibagi berdasarkan blok pengamatan yang memiliki usia
petik yang berbeda. Proses klasifikasi dapat dilihat pada Gambar 6. Klasifikasi tingkat
kematangan daun teh dibagi menjadi tiga kelompok yaitu matang, setengah matang, dan
daun teh yang belum matang. Pengelompokan tersebut dilihat dari nilai Y, Cb, dan Cr yang
diperoleh pada ekstraksi ciri.
350
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Mulai
Tentukan nilai k
Selesai
b. Performansi Sistem
Performansi sistem adalah tolak ukur sistem apakah sudah sesuai dengan apa yang
diharapkan. Serta untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan dari sistem yang dibuat
untuk penelitian terkait. Sehingga dapat memudahkan dalam pengambilan kesimpulan
mengenai sistem yang digunakan.
3.2.1 Akurasi
Nilai yang mempresentasikan apakah suatu sistem dapat dikatakan berhasil atau gagal,
dengan skala tingkat akuasi 0% sampai dengan 100%. Akurasi dapat dihitung dengan
perbandingan tingkat keberhasilan sistem dan jumlah data [12].
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑢𝑘𝑠𝑒𝑠
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = × 100% (5)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛
DAFTAR PUSTAKA
[1] Admin, “Tanaman Teh,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2013.
[Online]. Available: http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/?p=6142#.
[2] “Perkembangan Ekspor NonMigas (Sektor) Periode : 2013-2018,” Kementerian
Perdagangan, 2018. [Online]. Available: http://www.kemendag.go.id/id/economic-
profile/indonesia-export-import/growth-of-non-oil-and-gas-export-sectoral.
[3] D. S. Effendi, M. Syakir, M. Yusron, and Wiratno, Budidaya dan Pasca Panen Teh.
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010.
351
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
[4] I. D. Ananto and Murinto, “Aplikasi Pengolahan Citra Mendeteksi Kualitas Cabai
Berdasarkan Tingkat Kematangan Menggunakan Transformasi Warna YCbCr,” J. Sarj.
Tek. Inform., vol. 3, pp. 283–293, 2015.
[5] F. Liantoni, N. Ramadijanti, and N. R. Mubtada’i, “Klasifikasi Daun Dengan Centroid
Linked Clustering Berdasarkan Fitur Bentuk Tepi Daun,” Elektronika, 2015.
[6] D. Putra, Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET, 2010.
[7] D. Satria and Mushthofa, “Perbandingan Metode Ekstraksi Ciri Histogram dan PCA
untuk Mendeteksi Stoma pada Citra Penampang Daun Freycinetia,” Ilmu Komput. Agri-
Informatika, vol. 2, pp. 20–28, 2013.
[8] Z. Feng and J. Zhu, “NIB2DPCA-based feature extraction method for color image
recognition,” Proc. - 14th Int. Symp. Distrib. Comput. Appl. Business, Eng. Sci.
DCABES 2015, no. 2, pp. 308–311, 2016.
[9] R. Amirulah, M. M. Mokji, and Z. Ibrahim, “Starfruit color maturity classification using
Cr as feature,” Proc. 6th Int. Conf. Signal Image Technol. Internet Based Syst. SITIS
2010, pp. 93–97, 2010.
[10] P. Hidayatullah, Pengolahan Citra Digital. Bandung: Informatika, 2017.
[11] R. Primartha, Belajar Machine Learning Teori dan Praktik. Bandung: Informatika,
2018.
[12] C.P. Riesmala, A. Rizal, L. Novamizanti, Pengenalan Motif Batik Dengan Analisis
Struktur Dan Warna Pada Citra Digital, Skripsi Sarjana pada IT Telkom Bandung, 2012
352
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Beberapa penelitian dalam merancang Bandpass Filter (BPF) sering ditemukan permasalahan
pada struktur yang rumit dan kompleks, serta lebar pita yang sempit. Pada penelitian ini
dirancang filter BPF menggunakan kombinasi multi stub dengan bentuk yang sederhana, lebar
pita yang lebar dan koefisien transmisi yang bagus. Filter BPF ini terdiri dari rangkaian
resonator dan open stub yang dibebankan pada short stub. Transmission zero dihasilkan oleh
open stub pada lengan short stub. Frekuensi tengah dan lebar pita pada filter ini dapat
disesuaikan dengan mengatur open stub pada lengan, sehingga mampu menghasilkan respon
passband yang sempit ataupun lebar. Perancangan menggunakan substrat duroid dengan
parameter permitivitas relatif 2.2, ketebalan 1.5mm dan tangen loss 0.0009. Simulasi dilakukan
menggunakan perangkat lunak Advanced Design System (ADS). Singleband BPF memberikan
hasil koefisien transmisi 0.11 dB dan fractional bandwidth sebesar 88.8% pada frekuensi tengah
0.9GHz. Kemudian BPF dualband pada frekuensi tengah 0.9GHz dan 2.2GHz dengan fractional
bandwidth 105% dan 32%. Nilai koefisien transmisi yang diperoleh masing-masing sebesar
0.2dB dan 0.006dB. Perancangan filter BPF singleband dan dualband mampu menghasilkan
koefisien transmisi yang baik, lebar pita yang lebih lebar dan geometri yang sederhana.
1. Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan teknologi pada system komunikasi
semakin berkembang dengan pesat. Sistem komunikasi modern seperti Global Positioning
System (GPS), Global System for Mobile Communications (GSM), Wireless Local Area
Network (WLAN), dan Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX).
Peningkatan kebutuhan untuk semua aplikasi ini memerlukan komponen filter yang
memiliki kinerja tangguh. Singleband dan Dualband BPF menjadi sorotan untuk dapat
dikembangkan lebih jauh dan lebih efisien.
Terdapat banyak teknik yang telah dikembangkan para peneliti dalam merancang
single-/dual-band BPF. Pada umumnya beberapa teknik sederhana yang sering digunakan
adalah stub-loaded resonator [7-10], step impedance resonator [2], dan spiral resonator [5].
Beberapa penelitian single band dengan mengetsa ground plane [3], Skema coupling
resonator [4] dan Spiral resonator [5] memiliki geometri yang kompleks. Bentuk layout yang
dihasilkan sangat rumit dan geometri rangkaian cukup besar.
Saat ini pengembangan BPF dengan multiple mode resonator paling banyak digemari.
Dimana multimode ini digunakan untuk mendapatkan passband yang berkelipatan.
Perancangan multimode pada [8,9] digunakan untuk menghasilkan dual passband dengan
dualmode pada masing-masing band yang diloloskan. Namun Insertion Loss yang dihasilkan
masih besar dan frekuensi tengah pada masing-masing passband tidak bisa diatur atau
disesuaikan dengan mudah.
Pada penelitian ini dirancang mikrostip BPF dengan kombinasi multi stub untuk
menghasilkan multi passband. Transmission zero (TZ) dihasilkan oleh open stub pada
lengan short stub, sehingga dapat menghasilkan passband yang diinginkan filter untuk
diloloskan. Dengan mengatur jumlah open stub pada lengan maka jumlah TZ dapat
diperoleh. Sepasang open stub dibebankan pada lengan resonator menghasilkan single-band
353
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
BPF. Ketika dua pasang open stub dibebankan pada lengan maka TZ yang dihasilkan juga
akan bertambah dan menghasilkan dual-band BPF. Frekuensi tengah dan lebar pita pada
filter dapat diatur dengan menyesuaikan nilai open stub.
BPF ini menghasilkan nilai koefisien transmisi yang bagus, insertion loss rendah dan
struktur geometri yang sederhana. Semua filter menggunakan substrat duroid dengan
parameter permitivitas relatif 2.2, ketebalan 1.5mm dan tangen loss 0.0009. Simulasi
dilakukan menggunakan perangkat lunak Advanced Design System (ADS) untuk mengukur
parameter-parameter rangkaian yang diperlukan, seperti frekuensi kerja, Insertion Loss, dan
Fractional Bandwidth (FBW).
port 1 port 2
Gambar 1 Model Jalur Transmisi BPF
354
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Hasil simulasi parameter S diperoleh seperti pada tampak Gambar 3. Pada frekuensi
tengah 0.9GHz diperoleh FBW 88.8%, minimal insertion loss 0.11dB dan return loss -20dB.
Frekuensi 800/900MHz masuk kedalam aplikasi GSM. Nilai insertion loss dari aplikasi
lainnya GPS L2 1.228 GHz adalah 0.09dB. Lokasi frekuensi TZ adalah pada frekuensi
1.5GHz.
W1a
L2a
L1a W2a
W3a
L3a
Port 1 Port 2
W5a
L4a L5a
Gambar 2 Skematik Singleband BPF
-10
-20
dB(S(1,1))
dB(S(2,1))
-30 S21
-40
S11
-50
TZ
-60
-70
0 1 2 3 4 5
freq, GHz
Gambar 3 Hasil Simulasi S-parameter Singleband BPF
0 0
-10
-20
dB(S(2,1))
dB(S(1,1))
-30
-40
-50
-60
-3 -70
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
355
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 5 Model jalur transmisi open stub dibebankan pada short stub dan rangkaian
ekuivalennya
356
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
W1b
L2b
W2b
L1b
L3b
W3b
W4b
W6b
L5b L6b
Gambar 6 Skematik Singleband BPF
0
-20
dB(S(1,1))
dB(S(2,1))
S21
-40
S11
TZ1 TZ2
-60
-80
0 1 2 3 4 5
freq, GHz
Gambar 7 Hasil Simulasi S-parameter Singleband BPF
0 0
-10
-1 -20
dB(S(2,1))
dB(S(1,1))
-30
-2 -40
-50
-3 -60
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
357
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5. Kesimpulan
Penelitian ini memperkenalkan metode perancangan BPF dengan kombinasi multi
stub, dimana open stub dibebankan pada short stub sehingga menghasilkan nilai TZ. BPF
singleband maupun dualband memiliki skematik yang sederhana sehingga mudah dirancang
dan difabrikasi. BPF ini memiliki kemampuan dalam mengatur nilai TZ dan frekuensi
tengah dengan menambah dan mengatur open stub pada lengan. Selain skematik layout yang
sederhana, kedua filter ini juga menghasilkan transmisi koefisien yang baik dan lebar pita
yang lebih lebar.
Daftar Pustaka
1. J. Fan, D. Zhan, C. Jin, and J. Luo, “Wideband microstrip bandpass filter based on
quadruple mode ring resonator,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol. 22, no. 7,
pp. 348–350, Jul. 2012.
2. Jin Xu, Yu-Xue Ji, Chen Miao, and Wen Wu “Compact Single-/Dual-Wideband BPF
Using Stubs Loaded SIR (SsLSIR)” 2013
3. T.-N. Kuo, S.-C. Lin, C.-H. Wang, and C.-H. Chen, “New coupling scheme for microstrip
bandpass filters with quarter-wavelength resonators,” IEEE Trans. Microw. Theory
Tech., vol. 56, no. 12, pp. 2930–2935, Dec. 2008
4. Mi X, Guoliang S, Fang X. Compact dual-band bandpass filters based on a novel defected
ground spiral resonator. Microw Opt Technol Lett. 2016;58:1636–1640
5. Hung C-Y, Yang R-Y, Lin Y-L. A simple method to design a compact and high
performance dual-band bandpass filter for GSM and WLAN. Prog Electromagn Res C.
2010;13:187–193
6. Teguh Firmansyah “Dual-wideband band pass filter using folded cross-stub stepped
impedance resonator” 2017
7. Qian Yang, Yong-Chang Jiao ‘Compact Multiband Bandpass Filter Using Low-Pass
Filter Combined With Open Stub-Loaded Shorted Stub’ 2018
8. S.-J. Sun, T. Su, B. Wu, K. Deng, and C.-H. Liang, “Compact microstrip dual-band
bandpass filter using a novel stub-loaded quadmode resonator,” IEEE Microw. Wireless
Compon. Lett., vol. 23, no. 9,pp. 465–467, Sep. 2013
358
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
9. Y. Peng, L. Zhang, J. Fu, Y. Wang, and Y. Leng, “Compact dual-band bandpass filter
using coupled lines multimode resonator,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol.
25, no. 4, pp. 235–237, Apr. 2015.
10. X. Luo, J.-G. Ma, and E.-P. Li, “Wideband bandpass filter with wide stopband using
loaded BCMC stub and short-stub,” IEEE Microw. Wireless Compon. Lett., vol. 21, no.
7, pp. 353–355, Jul. 2011.
359
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Penerapan Smart grid pada jaringan sistem distribusi listrik harus didukung oleh layer
aplikasi serta infrastruktur berupa perangkat otomasi listrik, sistem transmisi data, perangkat
lunak serta sistem SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) yang handal dalam
memberikan informasi baik itu berupa data maupun sinyal untuk digunakan sebagai pemicu
untuk mengubah jaringan distribusi listrik dengan melakukan manuver pada panel kubikel
atau LBS (Load Break Switch). Dalam mengelola sistem SCADA diperlukan manajemen sistem
pada jaringan distribusi, salah satunya dalam hal mengelola sistem yang dibuat membahas
aspek transparansi data yang mencakup penggunaan perangkat otomasi listrik serta
pembacaan protokol – protokol komunikasi yang diintegrasikan ke dalam suatu sistem SCADA
agar bisa digunakan datanya di master station atau HMI SCADA. Pada penelitian ini dibahas
aspek transparansi data dengan melakukan perbandingan terhadap sistem yang bersifat non-
transparan dengan transparan untuk diimplementasikan pada sistem SCADA yang bekerja
pada gardu konsumen jaringan distribusi listrik 20kV, serta mengetahui sistem komunikasi
dari field device ke master station antara sistem transparan dengan sistem non-transparan
yang efektif dan efisien untuk diimplementasikan pada sistem SDS (Smart Distribution System),
dimana sistem transparan memiliki sistem yang lebih handal, efektif dan efisien dalam
memberikan data dengan waktu rata-rata perubahan status point dan control point yang lebih
cepat atau mendekati real-time yaitu kurang dari 5 detik.
Kata kunci: Smart grid, perangkat otomasi listrik, jaringan distribusi listrik, SCADA, sistem
transparan, smart distribution system.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi digital yang sangat cepat mendorong perusahaan listrik
untuk berubah agar melayani konsumen dalam hal menyalurkan listrik lebih baik lagi.
Perubahan yang dimaksud adalah memberikan kualitas listrik yang terjaga kehandalannya
serta memberikan kebutuhan data dalam penggunaan listrik yang realtime menjadikan
industri penyaluran listrik membutuhkan suatu terobosan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, teknologi itu dinamakan smart grid. Pada smart grid terdapat banyak
data yang bisa dimanfaatkan dengan menggabungkan beberapa smart meter dan perangkat
intelligent electronic device (IED) sehingga bisa menyediakan data yang mendekati Real-
time [1].
Untuk mendapatkan sistem penyaluran listrik yang handal, efektif dan efisien
diperlukan infrastruktur yang mendukung terciptanya sistem jaringan listrik yang cerdas.
Dalam hal ini, penerapan smart grid pada jaringan distribusi dilakukan pada bagian
distribusi listrik jaringan 20 kV dikarenakan tingkat permasalahan yang sangat tinggi yang
360
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
disebabkan bagian distribusi listrik 20 kV memiliki jaringan listrik yang paling luas serta
terhubung langsung dengan konsumen sehingga diperlukan perbaikan yang sangat cepat
jika jaringan mengalami gangguan agar konsumen tetap mendapatkan kepuasan dalam hal
pelayanan energi listrik [1].
Teknologi smart grid ini adalah gabungan dari beberapa sistem aplikasi yang
kompleks seperti SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition), RCS (Remote
Control Switch), FLISR (Fault Location, Insulation, and Service Restoration), OMS
(Outage Management System), dan AMI (Advanced Metering Infrastructure). Selain
aplikasi, untuk mendukung sistem smart grid dibutuhkan peralatan listrik seperti sistem
proteksi, meter energi maupun RTU (Remote Terminal Unit) yang diambil datanya untuk
membangun SDS (Smart Distribution System). RTU bisa menurunkan persentase SAIDI
(System Average Interruption Duration Index) sehingga meningkatkan layanan listrik [2].
serta energi meter bukan hanya sekedar pengukuran tetapi memiliki potensi dalam
melakukan perencanaan jaringan, manajemen serta operasional [3]. Dalam proses
pengambilan datanya, komunikasi antara master ke perangkat melalui perantara atau
proprietary dan bersifat non-transparan, ada juga yang melakukan komunikasi antara
master ke perangkat tanpa perantara atau direct dan bersifat transparan.
Transparansi data maksudnya adalah peralatan listrik berkomunikasi langsung ke
master tanpa melalui pengolah data atau concentrator. Sehingga jalur data yang terjadi
adalah komunikasi antara perangkat otomasi listrik dengan master station secara dua arah
tanpa merubah keaslian datanya [3]. Dalam hal ini yang dimaksud keaslian datanya adalah
tidak ada proses konversi suatu protokol perangkat otomasi listrik yang orisinil sesuai
spesifikasi perangkat menjadi protokol lain.
Sedangkan sistem non – transparansi data membuat perubahan protokol pada proses
pengiriman data dari perangkat otomasi listrik ke master station menggunakan pengolah
data atau concentrator yang mengakibatkan proses manipulasi terhadap keaslian data dari
perangkat otomasi listrik [4].
Meodologi yang diterapkan pada penelitian ini dimulai dengan melakukan survei
terhadap beberapa literatur terkait, kemudian merumuskan suatu pemecahan permasalahan,
membuat rancangan sistek kerja, dan menganalisis data dan menguji rangcangan yang
dibangun.
361
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
OMS. Sedangkan pada penelitian ini membahas tentang sistem transparan data pada
perangkat yang digunakan untuk kebutuhan sistem DMS.
Pada acuan [2] dan [6]dapat dilihat suatu bahasan tentang optimalisasi pada SAIDI
(System Average Interruption Duration Index) dan SAIFI (System Average Interruption
Frequency Index) dengan meningkatkan kehandalan perangkat RTU (Remote Terminal
Unit) dengan mengaktifkan sistem RCS (Remote Control Switch) untuk kendali jarak jauh
terhadap jaringan distribusi listrik yang diperlukan saat isolasi dan restorasi jaringan
melalui sistem non-transparan. Sedangkan pada penelitian ini membahas RTU serta RCS
yang diintegrasikan dengan sistem transparan untuk kebutuhan DMS.
Penelitian ini berfokus pada smart grid di bagian jaringan distribusi atau biasa
disebut smart distribution system. Ketersediaan kemampuan data dan kendali jarak jauh
dalam Smart distribution system memberikan peluang pada operator distribusi untuk
mengoptimalkan operasi dan kontrol sistem [8,9]. Pada Gambar 2 ditunjukan layer aplikasi
smart grid pada jaringan distribusi yang menjelaskan layer aplikasi tentang smart
distribution system yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a. DMS (Distribution Management System) yang berfokus pada kualitas operasional
penyaluran listrik,
b. MDMS (Management Data Metering System) yang berfokus pada data metering dan
billing,
362
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
c. OMS (Outage Management System) yang berfokus pada pemadaman yang terjadwal
dengan sistematis.
Penelitian ini berfokus pada ruang lingkup aplikasi distribution management system
(DMS), yaitu FLISR dan RCS. FLISR (Fault Location, Isolation, and Service Restoration)
merupakan aplikasi yang berfungsi untuk melakukan normalisasi gangguan pada jaringan
listrik secara otomatis berdasarkan pada input parameter yang masuk seperti nilai analog
point dan aliran beban. Sedangkan RCS (Remote Control Switch) yaitu aktivitas
melakukan manuver ataupun penyakelaran panel kubikel secara remote [7], [10], dan [11].
SP Remote
Mater Terminal Digital Status
Unit / Input /
Terminal Digital Point I/O
Unit Modem Output
Router
Relay Status
Protection Relay
FEEDBACK
Value
Sistem kerja perangkat otomasi pada gardu induk jaringan 20 kV untuk smart grid
sepeti yang diberikan pada gambar 3 dijelasan sebagai berikut:
363
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
a. Bagian input, dimana terdapat set point yang merupakan sinyal pemicu berupa
perintah terhadap digital output pada Remote Terminal Unit (RTU) melalui Master
Terminal Unit (MTU) berupa software human machine interface (HMI) SCADA pada
unit komputer server yang telah terintegrasi antara alamat berupa tag yang dituju
dengan database pada HMI SCADA, pada bagian input juga memiliki fungsi untuk
memantau kondisi atau status dari SCADA berupa status point maupun analog point
sehingga selain memberikan set point terhadap RTU, juga dapat menerima feedback
pula dari RTU dan membuat komunikasi berjalan dua arah.
b. Bagian proses, berperan untuk melakukan perintah dari MTU, dimana antara RTU
dengan MTU ini terhubung melalui jaringan layanan provider yang memiliki Access
Point Name (APN) khusus. Bagian ini pula menjadi pembeda antara sistem transparan
dengan sistem non-transparan, dimana sistem non-transparan menggunakan modem
RTU Concentrator yang didalamnya terdapat program yang bertujuan untuk membaca
protokol-protokol yang berbeda dari perangkat otomasi seperti input-output (I/O),
Energy Meter, dan relay proteksi untuk di konversi ke dalam satu protokol yang sama.
Sehingga, MTU hanya berkomunikasi ke modem RTU Concentrator (tidak bisa
berkomunikasi langsung ke perangkat otomasi). Sedangkan sistem transparan
menggunakan modem router yang dilengkapi protokol modbus transmission control
protocol (TCP) yang didalamnya hanya melakukan konfigurasi jaringan untuk
mengatur hubungan MTU terhadap perangkat otomasi dalam satu jaringan APN
sehingga MTU bisa berkomunikasi langsung dengan perangkat otomasi tanpa melalui
perantara ataupun konversi protokol namun membutuhkan IP Static pada sim card
modem router.
c. Bagian output dan feedback. Pada bagian output yang terdiri atas beberapa perangkat
otomasi seperti (I/O), Energy Meter dan Relay Proteksi berperan sebagai objek kendali
maupun monitoring data. Digital input dan output memiliki peran sebagai status point
yang berfungsi untuk melakukan kendali dan memantau status kubikel, kondisi pintu
gardu, kondisi pintu meter, status power suplai serta Earth Fault Indicator. Energy
Meter memiliki peran sebagai analog point yang berfungsi untuk memantau nilai-nilai
instantaneous seperti tegangan, arus, power factor dan daya. Relay proteksi berperan
sebagai informasi status relay yang berfungsi memantau keaktifan relay (Watchdog)
serta status trip pada kubikel outgoing. Semua output yang keluar akan memberikan
feedback terhadap blok proses untuk diteruskan ke MTU.
364
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Peralatan otomasi listrik pada gardu konsumen yang ada terdiri atas energi meter
yang digunakan untuk keperluan AMR dan validasi data penggunaan listrik. Relay
proteksi digunakan untuk mengamankan peralatan pada CB Outgoing atau CB Midpoint,
merekam data arus gangguan serta memberikan sinyal untuk status trip. Kemudian RTU
atau I/O yang digunakan berfungsi untuk memonitoring status seperti pintu gardu dan
meter, sinyal earth fault, status suplai 220 V, kondisi relai proteksi serta memonitoring
dan mengendalikan status LBS dan CB outgoing. Pada tabel 1 diberikan penjelasan
penggunaan sinyal input dan output RTU.
365
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4 port Ethernet LAN. Modem router seperti pada Gambar 6 bertugas hanya meneruskan
paket data pada peralatan otomasi listrik tanpa mengubah protokol peralatan otomasi
listrik tersebut ke server atau master station. Peralatan otomasi listrik yang terhubung
dengan modem router ini yaitu energy meter, relai proteksi dan RTU seperti pada Gambar
7 dan 8.
Untuk mengatur jalur jenis paket data peralatan otomasi listrik yang sesuai ke
server, diperlukan konfigurasi pada modem router tersebut yang terdiri atas perubahan
alamat port serta IP address modem router itu sendiri yang menggunakan IP Static dengan
APN khusus.
4. Hasil Penelitian
Dalam membandingkan suatu sistem dengan sistem lainnya diperlukan penilaian
terhadap sistem tersebut. Pada penelitian ini membandingkan sistem dengan melakukan
penilaian berupa data yang mencakup nilai kehandalan, merupakan nilai atau data
performansi sistem otomasi perangkat listrik dengan cara menguji fungsi DI (Digital Input)
dan DO (Digital Output) pada gardu konsumen dari perangkat RTU (Remote Terminal
Unit) hingga diterimanya data yang menjadi status point pada HMI SCADA, yang
kemudian hasilnya dibandingkan antara sistem yang bersifat non-transparan dengan sistem
transparan.
Pada Tabel 2 dan 3 dapat dilihat hasil pengujian waktu perubahan status point baik
itu berasal dari DI maupun DO ke HMI SCADA dengan membandingkan sistem otomasi
perangkat listrik yang bersifat non-transparan yang dilakukan pada gardu Hularo.
366
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa waktu perubahan status point sistem
transparan memiliki waktu rata-rata lebih cepat atau mendekati real time dibandingkan
dengan waktu perubahan pada sistem non-transparan.
Sedangkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa waktu perubahan untuk control point
sistem transparan memiliki waktu rata-rata lebih cepat atau mendekati real time dalam
melakukan remote terhadap panel kubikel dibandingkan dengan waktu perubahan pada
sistem non-transparan yang bahkan mengalami kegagalan dalam melakukan remote.
Pada Tabel 4 dan 5 ditunjukkan bahwa waktu rata-rata perubahan status point dan
control point yang dilakukan pada beberapa gardu konsumen tersebar yang menggunakan
sistem transparan memiliki waktu lebih cepat atau mendekati real time dibandingkan
dengan sistem non-transparan. Waktu rata-rata perubahan data pada sistem transparan
memiliki hasil kurang dari 5 detik sesuai dengan standar kualitas baik yang ada di PT.
Cikarang Listrindo.
367
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
5. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya mengenai distribusi manajemen sistem
dengan integrasi perangkat otomasi listrik yang bersifat transparan pada gardu konsumen,
dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Sistem otomasi listrik yang bersifat non-transparan pada gardu konsumen dapat diganti
dengan sistem otomasi listrik yang bersifat transparan dengan menambahkan perangkat
modem router tanpa harus mengubah infrastruktur jaringan maupun server yang ada.
b. Sistem otomasi listrik yang bersifat transparan lebih handal dalam memberikan data
dengan waktu rata-rata perubahan status point dan control point yang lebih cepat atau
mendekati real-time yaitu kurang dari 5 detik.
c. Sistem otomasi listrik yang bersifat transparan bisa menghindar dari permasalahan
monopoli oleh vendor tertentu.
Daftar Pustaka
1. Yazhou Jiang, Chen-Ching Liu dan Yin Xu. (2016). Smart Distribution System.
Energies 2016, 9, 297; doi: 10.3390/en9040297.
2. Pongsakorn N dan Anant O. (2017). Optimal Selection Switching of Remote Terminal
Unit Using Reliabilty Index in Electric Power Distribution Systems. Energy Procedia
138 (2017) 128-133. doi:10.1016/j.egypro.2017.10.077. Elsevier.
3. Aurabind Pal dan Roma Dash. (2015). A Paradigm Shift in Substatiom Engineering:
IEC 61850 Approach. Procedia Technology 21 (2015) 8 – 14, doi:
10.1016/j.protcy.2015.10. 003. Elsevier.
4. Mohd Ruddin Ab Ghamni, Wan Nor Shela Ezwane, Mohd Arif, Siti Hajar Raman dan
Zanariah J. (2013) , A Review of Communication Protocols for Intelligent Remote
Terminal Unit Development, TELKOMNIKA, Vol.11, No.4, December 2013, pp.
819~826 ISSN: 1693-6930, DOI:10.12928/TELKOMNIKA.v11i4.1928.
5. Yan He, Nick Jenkins, dan Jianzhong Wu. (2016), Smart Metering for Outage
Management of Electric Power Distribution Networks, Energy Procedia 103 (2016)
159 – 164, doi: 10.1016/j.egypro.2016.11.266. Elsevier.
6. Soleh, Muhammad. (2014). Desain Sistem SCADA Untuk Peningkatan Pelayanan
Pelanggan Dan Efisiensi Operasional Sistem Tenaga Listrik di APJ Cirebon,
IncomTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, vol.5, no.1, Januari 2014.
7. Hossein Zeynal, Mostafa Eidiani dan Dariush Yazdanpanah. (2013). Intelligent
Control Systems for Futuristic Smart Grid Initiatives in Electric Utilities, 2013 First
International Conference on Artificial Intelligence, Modelling & Simulation, DOI
10.1109/AIMS. 2013.65. IEEE.
8. Anthony R. Metke dan Randy L. (2010), Smart Grid Security Technology, 978-1-
4244-6266-7/10/2010. IEEE.
9. Saputro Nico dan Akkaya Kemal. (2012). A Survey of Routing Protocols for Smart
Grid Communications, Southern Illinois University: Elsevier.
10. Palak P. Parikh, Mitalkumar G. Kanabar dan Tarlochan S. Sidhu. (2010).
Opportunities and Challenges of Wireless Communication Technologies for Smart
Grid Applications, 978-1-4244-6551-4/10/2010. IEEE.
11. Sang-Yun Yun dan Joon-Ho Choi, (2014). Development and Field Test of a Real-
Time Database in the Korean Smart Distribution Management System, Energies 2014,
7, 1852-1875; ISSN996-1073, doi:10.3390/en7041852.
12. A. Naamane dan N.K Msirdi. (2015). Toward A Smart Grid Communication. Energy
Procedia 83 (2015) 428 – 433, doi: 10.1016/j.egypro.2015.12.162. Elsevier.
368
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
13. Abdulrahaman O.O, Mohd Wazir M, dan Raja Masood L. (2017), Smart grids security
challenges: Classification by sources of threats”. doi:10.1016/j.jesit.2018.01.001.
Elsevier.
369
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Abstrak
Memiliki strategi bisnis yang tepat adalah salah satu hal yang sangat penting bagi seseorang
atau perusahaan untuk bersaing dalam industri yang serupa atau yang berbeda. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan strategi aplikasiprogram apa yang harus digunakan untuk
layanan pengiriman ke Pelanggan dan terkait dengan Faktur pembayaran, bahan
baku(materi), Kwitansi, Running Order dan Data Pelanggan. oleh karena itu tugas dalam
mengontrol Faktur sangat penting untuk menghitung pendapatan perusahaan. Dalam
penelitian ini kami mencoba untuk menganalisis dan membuat saran atau usulan dari sistem
komputer yang dapat memberikan solusi terbaik untuk Akuntansi dan departemen logistik
untuk mengontrol jadwal pengiriman berdasarkan pesanan Kerja/order. Jadi kami meneliti
untuk mengembangkan sistem yang disebut "Aplikasi Sistem penjadwalan Pengiriman
pesanan", sehingga tugas Akuntansi (Faktur) dan Logistik menjadi lebih ringan dan cepat
dalam pemrosesan. Metode penelitian untuk pengembangan aplikasi ini, dilakukan dengan
menggunakan metode waterfall model/SDLC, metode analisis sistem meliputi pengumpulan
data melalui tinjauan pustaka dan observasi. Sedangkan metode desain digunakan untuk
membantu dalam membuat Aplikasi Sistem penjadwalan pengiriman pesanan dapat
memberikan solusi permasalahan yang ada saat ini.
PENDAHULUAN
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat serta
banyaknya persaingan usaha yang ketat saat ini. Sehingga membutuhkan perbaikan dalam
bidang sumber daya manusia yang lebih baik dan teknologi informasi yang mendukung.
Banyak solusi yang ditawarkan dalam membantu meringankan kerja manusia, dengan
menggunakan teknologi informasi. Suatu perusahaan bisa mendapatkan keuntungan yang
besar dengan menggunakan teknologi informasi yang optimal. Pada saat sebuah
perusahaan semakin berkembang, pertumbuhan data dan informasi juga akan semakin
besar dan kompleks. Sehingga mendorong perusahaan memiliki suatu sistem pengolahan
data yang baik dan efektif. sehingga dalam rangka menjaga stabilitas perusahaan yang ber
orientasi Customer satisfaction, Maka sangat lah penting membuat suatu sistem untuk
menangani pengerjaan dari delivery order system untuk pelanggan agar dapar di kerjakan
dengan setepat mungkin sehingga dapat meningkatkan pelayanan pada pelanggan.
Maka dengan ini perlu melakukan cara tercepat untuk membuat suatu aplikasi
delivery order system dengan modul-modul sistem aplikasi lain yang nantinya dapat
terintegrasi menjadi suatu sistem enterprise yang dapat membantu perusahaan untuk dapat
menangani proses bisnis secara terintegrasi dalam hal mengirim produksi pesanan
pelanggan untuk dikirim ke pelanggan berikut Invoice.
RUANG LINGKUP
Dalam penelitian ini permasalahan Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai
berikut:
1. Penelitian ini hanya terbatas dengan ruang lingkup Accounting/Finance and Logistik,
Marketing Departemen.
370
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Informasi
Sistem informasi adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan yang
mengumpulkan, mengambil, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi
untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengendalian dalam suatu
organisasi. Selain itu, sistem informasi juga dapat membantu manajer dan pekerja
menganalisis masalah sertamenggambarkan suatu pelajaran yang rumit, dan menciptakan
produk-produk baru (Kenneth dan Jane, 2016, p13).
Persediaan
Persediaan adalah stok bahan yang digunakan untuk memenuhi suatu permintaan
pelanggan atau untuk mendukung produksi jasa atau barang(Krajewski et al., 2013, p329).
persediaan memiliki tiga jenis kategori yang berguna, yaitu:
Raw Material (RM) atau Bahan baku adalah persediaan yang dibutuhkan untuk produksi
jasa atau barang. Mereka dianggap masukan untuk proses transformasi perusahaan.
Work-in-Procces (WIP) terdiri dari barang-barang, seperti komponen atau rakitan yang
diperlukan untuk menghasilkan produk akhir di bidang manufaktur. WIP juga hadir
dalam beberapa operasi layanan, seperti bengkel, restoran, dan jasa pengiriman paket.
Finished Goods (FG) atau Barang Jadi di pabrik, gudang, dan outlet ritel adalah item
yang dijual kepada pelanggan perusahaan. Barang jadi dari satu perusahaan sebenarnya
dapat menjadi bahan baku untuk perusahaan lainnya.
Penjualan
Penjualan adalah suatu kegiatan dimana perusahaan atau suatu bisnis menjual
berbagai produkatau jasa yang mereka miliki untuk mendapatkan keuntungan. Suatu
penjualan dikatakan terjadi apabila terdapat interaksi yang dilakukan minimal 2 orang atau
lebih sehingga terjadi komunikasi yang memberikan kesan kepada orang lain untuk
memiliki ketertarikan terhadap barang yang ditawarkan (Philip dan Kevin, 2012, p18).
Pembelian
Proses pembelian berkaitan dengan pengadaan dari layanan atau bahan dari pemasok.
Proses ini meliputi penciptaan, pengaturan, persetujuan purchase order (PO), dan
menentukan berbagai keputusan untuk melakukan pembelian. Meskipun tidak semua
pembelian melibatkan internet, pembelian secara tradisional masih sering digunakanoleh
beberapa banyak perusahaan atau bisnis tertentu.Yaitu kedua belah pihak bertemu dan
membuat kesepakatan secara langsung (Krajewski et al., 2013, p442).
METODE PENELITIAN
Systems Development Life Cycle
Tahapan-tahapan dalam pengembangan sistem dapat divisualisasikan dengan
menggunakan Systems Development Life Cycleatau yang disingkat SDLC. SDLC berfungsi
untuk merencanakan dan mengelola proses pengembangan sistem. SDLC menjelaskan
kegiatan dan fungsi yang dilakukan oleh pengembang sistem, terlepas dari pendekatan
yang mereka gunakan. SDLC memiliki berbagai jenis model seperti yang paling umum
371
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
yaitu model waterfall, model spiral, model prototyping dan lainnya (Rosenblatt, 2013, p22-
23).
SDLC Waterfall
Model Waterfall SDLC adalah proses pengembangan perangkat lunak berurutan di
mana kemajuan dianggap mengalir semakin ke bawah (mirip dengan air terjun) melalui
daftar fase yang harus dijalankan agar berhasil membangun perangkat lunak
komputer(Rather and Bhatnagar, 2015). Pada dasarnya, model Waterfall terdiri dari lima
fase yang terdiri dari:
- Analisis kebutuhan: Proses pengembangan perangkat lunak dimulai dengan
komunikasi antara pengembang danpelanggan. Menurut air terjun, model yang harus
dimiliki pelanggan adalah pada awal proyek
- Desain Sistem dan Perangkat Lunak: perangkat lunak perancangan sistem mencakup
estimasi lengkap seperti biaya, waktu,tenaga kerja dan penjadwalan. Grafik garis waktu
lengkap untuk pengembangan dan pelacakan proyek.
- Implementasi dan pengujian unit: Persyaratan dan desain proyek dari sisi pengembang.
- Integrasi dan pengujian sistem: memenuhi persyaratan yang ditentukan yang
diberikanoleh pengguna.
- Operasi dan Pemeliharaan: Setelah perangkat lunak, fase pelepasan digunakan untuk
peningkatan masalah.
372
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
penggunaan dengan meminta sistem untuk melakukan fungsi atau proses (Rosenblatt,
2013, p235-237).
Class Diagram
Tahapan dalam pembuatan diagram use case dimulai dengan mengidentifikasi
batasan sistem (system boundary) dan memasukkan beberapa aktor terkait dalam sistem,
kemudian memberikan relasi terhadap skenario yang diinginkan (Rosenblatt, 2013, p238).
Sebuah diagram kelas menunjukkan objek kelasdan hubungan yang terlibat dalam
diagram use case. Diagram class adalah model logis, yang berkembang menjadi model
fisik dan akhirnya menjadi sistem informasi yang berfungsi. Dalam diagram kelas, masing-
masing kelasmuncul sebagai persegi panjang, dengan nama kelas di atas, diikuti dengan
atribut dan metode kelas yang digunakan. Garis menunjukkan hubungan antara kelas dan
memiliki label untuk mengidentifikasi tindakan yang berkaitan dengan dua kelas
(Rosenblatt, 2013, p238).
373
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Activity Diagram
Penerapan Rancangan
Implementasi Menu Utama: Delivery Order System
374
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Halaman utama yang merupakan Menu Utama dari sub-sub halaman untuk halaman
Purchase order, stock menu, customer, delivery order dan Menu Laporan yang digunakan
untuk mencetak Laporan-Laporan yang diinginkan.
Halaman Menu Fill and edit stock adalah Halaman untuk melakukan pengisian data
material atau stock barang dan berikut gambar/fotonya, menu dapat dipilih di menu utama,
bisa dilihat pada Gambar 2.
Halaman Stock Report adalah laporan stock secara keseluruhan yang berada di gudang,
baik untuk bahan baku atau produk jadi yang diproduksi di pabrik.
375
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Halaman Input Customer Data adalah halaman untuk memasukan Data Customer yang
menjadi pelanggan bagi perusahaan, sebagai data berharga untuk menghitung harga order
yang dipesan pelanggan.
Halaman Fill In Order Form adalah halaman untuk memasukan Data pesanan per
pelanggan per produk, yang nantinya data digunakan untuk melakukan pengiriman barang
berdasarkan tanggal kirimnya yang tertera di invoice. Sehingga diketahui kapan tanggal
jatuh tempo untuk penagihan pembayaran.
376
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Halaman Fill in Delivery Order adalah halaman untuk memasukan Data pengiriman
barang ke pelanggan berdasarkan nomor pesanan dan pada tanggal berapa pesanan dikirim,
tanggal kirim inilah yang menjadi patokan untuk tanggal penagihan Invoice ke pelanggan,
sehingga setiap bulan bisa diketahui berapa banyak pendapatan yang akan diperoleh oleh
perusahaan.
Halaman menu Laporan adalah halaman untuk memilih laporan apa saja yang ingin
dilakukan, order report, stock report, delivery order report atau customer report.
Halaman Purchase Order Report adalah laporan pemesanan dari pelanggan secara
keseluruhan dan diperuntukkan untuk bagian marketing dept.
377
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Halaman Menu Customer Report adalah halaman untuk mencetak data dari Customer yang
memesan produk ke perusahaan, semua proses input order dan delivery/pengiriman
berdasarkan kode customer yang telah dimasukkan.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan aplikasi yang di buat:
a. Sudah terintegrasi dengan aplikasi untuk bagian pembukuan atau accounting
departemen.
b. Tersedia fasilitas untuk mencetak surat pengiriman barang dan Invoice.
c. laporan dalam bentuk grafik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kotler, Philip, dan Kevin Lane Keller, (2012), Marketing Management, 14th Edition,
Pearson, America.
[2] Krajewski, Lee J., Larry P. Ritzman, dan Manoj K. Malhotra, (2013), Operations
Management: Processes and Supply Chains, Global Edition, Pearson, America.
[3] Laudon, Kenneth C., dan Jane P.Laudon, (2016), Essential of Management Information
Systems, 12th Edition, Pearson, America.
[4] Rather, Manzoor A., dan Bhatnagar, Mr. V, (2015), A Comparative Study Of Software
Development Life Cycle Models, International Journal of Application or Innovation in
Engineering & Management (IJAIEM), Volume 4, Issue 10, ISSN 2319 – 4847.
[5] Rosenblatt, Harry J., (2013), System Analysis and Design, Tenth Edition, Course
Technology, Boston.
378
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Kata kunci: pengukur gula darah, biosensor glukosa, voltametri siklik, nirkabel.
1. Pendahuluan
POCT (Point of Care Testing) untuk pengukuran kadar glukosa merupakan tindakan
medis yang biasa dilakukan berkali-kali dalam sehari dalam dunia medis. Sejak
diperkenalkannya glucose meter portable pada tahun 1969 oleh Ames, salah satu divisi dari
Bayer, POCT telah merevolusi perawatan pasien yang dirawat di rumah sakit maupun
pasien yang mengidap penyakit diabetes [1]. Sekarang telah banyak dijumpai di apotik-
apotik atau toko obat, peralatan POCT dalam bentuk mini, yang dapat meningkatkan
kecepatan dan frekuensi dimana kadar glukosa darah dapat diukur dengan cepat. Untuk
pemeriksaan pasien rawat jalan, pemeriksaan di laboratorium dengan menggunakan plasma
glucose masih tetap menjadi gold standard, karena hasil pengukuran yang diperoleh sangat
akurat dan presisi [2]. Namun pemeriksaan dengan cara ini memiliki banyak kerugian
diantaranya adalah jeda waktu antara saat pasien dilakukan pengambilan sampel darah
dengan tindakan medis yang menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
membutuh waktu yang lama. Perangkat pengukur glukosa berbasis POCT dapat
memberikan hasil pengukuran yang relative cepat dan cukup tepat sebagaimana
pengukuran keseluruhan darah yang banyak dilakukan di laboratorium klinik. Perangkat
pengukur glukosa berbasis POCT telah dianggap cukup teliti untuk pemantauan gangguan
glikemik termasuk penyakit diabetes mellitus, tetapi memang belum cukup untuk
menetapkan diagnosa awal. Beberapa contoh dari perangkat pengukur glukosa berbasis
POCT komersial adalah Roche Comfort Curve, the Abbott Precision Line, LifeScan
Surestep, Bayer Ascensia range dan Nova Statstrip [2]. POCT umumnya menggunakan
sensor dalam bentuk test strip sekali pakai. Test strip yang digunakan umumnya berbasis
biosensor atau sensor elektrokimia dengan peralatan pembaca yang disebut dengan
potentiostat.
379
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
380
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
381
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Interkoneksi antara perangkat bluetooth dengan biosensor reader dapat dilihat pada
Gambar 2.
382
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
keluaran di atas dalam keadaan aktif maka pin-pin yang terkait dengan ketiga keluaran
tersebut dihubungkan ke LED indicator seperti yang terlihat skematik diagram modul
RN4020 pada Gambar 3.
383
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
muncul. Proses scaning dilakukan dari tegangan negatif (-0.6 V) ke tegangan positif
(+0.6V) dengan scan rate 1 mV/detik.
Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan prototipe
pengukur gula darah dengan berbagai produk komersial dengan kondisi lingkungan dan
sampel yang sama.
384
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Tabel 4. Hasil Uji Coba Dengan Sampel Darah Manusia dan Perbandingannya dengan
hasil pengukurannya
Hasil Pengukuran dengan Pemeriksaan oleh Hasil pengukuran dengan
Nama Sampel prototipe pengukur gula darah Laboratorium Klinik pengukur gula darah
(mg/dL) (mg/dL) komersial (mg/dL)
Sampel Darah -1 93 ± 3.52 96 99
Sampel Darah -2 120 ± 4.75 123 128
Sampel Darah -3 250 ± 4.69 254 260
Sampel Darah -4 98 ± 5.32 102 105
Sampel Darah -5 252 ± 5.27 349 354
4. Kesimpulan
Prototipe pengukur gula darah nirkabel telah berhasil dikembangkan dan dapat
digunakan untuk mengukur kadar glukosa stadar. Spesifikasi teknis dari pengukur gula
darah (potentiostat) adalah scan rate 1 mV/s dan pengukuran tegangan maksimum berkisar
± 1.6 V.
Pengujian kinerja pengukur gula darah telah berhasil dilakukan, yakni dengan
melakukan percobaan penguran kadar glukosa standar. Dari hasil percobaan telah
dihasilkan kurva cyclic voltametry dan kurva kalibrasi.
Bluetooth Low Energi RN2040 telah berhasil digunakan untuk transfer data antara
prototipe glucose reader dengan PC. Adapun data yang ditransfer berupa data hasil
pengukuran arus yang dihasilkan dari reaski reduksi-oksidasi pada permukaan elektroda.
Dengan adanya BLE RN4020 maka transfer data melalui kabel menggunakan port
USB maupun port serial dapat diganti dengan komunikasi nirkabel, sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan pasien selama proses pengukuran berlangsung.
Untuk mengetahui kehandalan produk, hasil percobaan pengukuran dengan prototipe
yang sedang dikembangkan dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan
pengukur gula darah komersial dan pengukuran dari laboratorium klinik untuk sampel
darah pasien. Hasil perbandingan menunjukan bahwa perbedaan hasil pengukuran antara
prototipe pengukur gula darah dengan hasil pengukuran laboratorium kurang dari 5%.
385
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Daftar Pustaka
[1]. Anne A. Iqbokwe, In-Patient Glucose Point of Care Testing, Newspath, October 2007.
[2]. Khan AI, Vasquez Y, Gray J, Wians FH Jr, Kroll MH. The Variability of Results
Between Point-of-Care Testing Glucose Meters and the Central Laboratory Analyzer.
Arch Pathol Lab Med. 2006;130:1527–1532.
[3]. Pratondo Busono, Development of Amperometric Biosensor Immobilized by
Entrapment of Urease Enzyme in Polypiroll Film for Determination of Blood Urea,
Proc. Of the 7th Interantional Conference on Physics and Its Application 2014
(ICOPIA 2014), pp. 123-126, February 2015.
[4]. Harrar, J.E., 2013, The Potentiostat and the Voltage Clamp, The Electrochemical
Society Interface , 42-44.
[5]. Gopinath , A.V. and Russel, D. , 2005. An Inexpensive Field-Portable Programmable
Potentiostat, The Chemical Educator, Vol.11, No.1.
[6]. Blanco, J.R., Ferrero, F.J., Campo, J.C., Anton, J.C., Pingarron, J.M., Reviejo, A.J. and
Manso, J. (2006) Design of Low-Cost Portable Potentiostat for Amperometric
Measurements. Proceedings of the IEEE Instrumentation and Measurement
Technology Conference, Sorrento, 24-27 April 2016, 690.
[7]. Rowe, A.A., Bonham, A.J., White, R.J., Zimmer, M.P., Yadgar, R.J., Hobza, T.M.,
Honea, J.W., Ben-Yaacov, I. and Plaxco, K.W. (2011) CheapStat: An Open-Source,
“Do-It-Yourself” Potentiostat for Analytical and Educational Applications. PLoS ONE,
6, e23783.
http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0023783
[8]. Michael D. M. Dryden, and Aaron R. Wheeler, DStat: A Versatile, Open-Source
Potentiostat for Electroanalysis and Integration, PLoS One. 2015; 10(10): e0140349.
Published online 2015 Oct 28. doi: 10.1371/journal.pone.0140349.
[9]. D. West, "How Mobile Devices are Transforming Healthcare," Issues in Technology
Innovation, vol. 18, pp. 1-14, May 2012.
[10]. Pratondo Busono, Rony Febryarto, Menasita Mayantasari, Rancang Bangun
Potensiostat Ekonomis Untuk Aplikasi Sensor Elektrokimia, Prosiding Semnastek,
FT UMJ, 2018.
[11]. ---------, LMP91000EVM User’s Guide, Texas Instrument, June 2012.
[12]. RN4020 Bluetooth Low Energy Datasheet, Microchip Technology Inc. 2015.
[13]. Discovery kit with STM32F411VE MCU User Manual, December 2014.
[14]. Kost GJ. Preventing Medical Errors in Point-of-Care Testing: Security, Validation,
Performance, Safeguards, and Connectivity. Arch Pathol Lab Med. 2001;125:1307–
1315.
386
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
1. Pendahuluan
Dalam dua kedokteran khususnya untuk pengobatan penyakit, pemberian obat dapat
dilakukan secara oral, injeksi subkutan dan intravena [1]. Secara tradisional, pengiriman obat
ke pasien kritis dilakukan dengan menggunakan sistem pengiriman drip roller clamp,
dimana obat dalam bentuk cair disimpan dalam kantong plastik yang diletakan lebih tinggi
dari posisi pasien. Selang dipasang untuk mengalirkan cairan obat/infus dari kantong plastik
ke tubuh pasien. Jumlah obat yang diinjeksikan ke pasien per satuan waktu bergantung pada
gravitasi, dan kekuatan tekanan klem penjepit pada selang infus. Meskipun sistem roller
clamp telah digunakan di rumah sakit selama beberapa dekade, akan tetapi sistem ini
memiliki banyak kelemahan. Salah satunya adalah jumlah obat yang dikirim tidak dapat
dikontrol secara pasti karena ini tergantung pada pengaturan penjepit yang dipasang pada
selang infus.
Pompa infus eksternal adalah alat medis yang digunakan untuk menginjeksi cairan ke
tubuh pasien dengan cara yang terkendali. Pompa infus ini biasa digunakan untuk
memberikan cairan dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat digunakan untuk memberikan
nutrisi atau obat - seperti insulin, hormon, antibiotik, obat kemoterapi, dan penghilang rasa
sakit kepada pasien. Pasien menerima infus melalui berbagai perangkat, seperti misalnya:
kateter vena perifer, kateter vena sentral, PICC (kateter sentral yang disisipkan secara
sentral), port implan dan kateter epidural [2]. Pompa infus ini dikendalikan oleh
mikrokontroler berkinerja tinggi agar diperoleh tingkat akurasi dan keamanan atas
banyaknya cairan atau obat yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien.
Dalam beberapa tahun terakhir, pompa infus modern telah banyak digunakan di
rumah sakit maupun klinik. Pompa infus modern ini dikenal juga dengan istilah pompa
387
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
infus pintar, dimana pompa infus tersebut dapat memberikan tingkat pengiriman cairan
infus yang tepat dan akurat untuk pasien melalui jalur intravena (IV). Pada pompa infus
tersebut juga disertakan fitur keamanan yang canggih untuk memastikan bahwa setiap
kegagalan dapat dideteksi dan dilaporkan segera [3]. Sistem juga dilengkapi dengan fitur-
fitur berupa perpustakaan obat-obatan, layanan yang memungkinkan dilakukan dengan
pemrograman, yakni untuk menghitung dosis dan tingkat pengiriman (penginjeksian) yang
tepat dan akurat yang harus diberikan oleh sistem kepada pasien [4]. Selain itu pompa infus
pintar tersebut dapat diintegrasikan dengan rekam medis elektronik rumah sakit. Ketika
digunakan dengan benar, fitur-fitur ini membantu mencegah kesalahan pengobatan dan
mengurangi bahaya pada pasien [5].
Kebutuhan nasional akan pompa infus dari tahun ke tahun makin meningkat seiring
dengan jumlah pasien yang dalam perawatannya maupun pengobatannya membutuhan
pompa infus. Saat ini pompa infus yang banyak digunakan di rumah sakit-rumah sakit
maupun pusat-pusat layanan kesehatan umumnya masih diimpor, sehingga rentan terhadap
perubahan mata uang asing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan rancang
bangun prototipe pompa infus cerdas untuk aplikasi medis. Implementasi awal dari
teknologi pompa infus ini adalah untuk penginjeksian cairan heparin pada saluran
extracorporeal mesin hemodialisa. Cairan heparin ini digunakan untuk mencegah terjadinya
pengumpalan cairan darah selama proses terapi hemodialisa berlangsung. Pada saat
implementasi, beberapa modifikasi terhadap disain awal dari pompa infus telah dilakukan
yakni pada penempatan sistem alarm bunyi dan monitor untuk visualisasi hasil pengukuran.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh industri untuk dikembangkan lebih lanjut
untuk diproduksi secara massal.
2. Metodologi
Pompa infus adalah peralatan medis portabel yang perancangan dan pembuatannya
diatur oleh regulasi mapun standar. Proses kegiatan mulai dari perancangan, konstruksi,
implementasi dan pengujian prototipe harus mengikuti proses yang terdokumentasi dengan
baik.
Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini mencakup pengembangan sistem
mekanik pompa infus, pengembangan sistem elektronik, user interface, algorithma untuk
kendali, sistem alarm dan interface untuk komunikasi.
388
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Parameter yang dipantau adalah laju cairan infus yang diinjeksikan, tekanan darah
yang dihasilkan dari keluaran blood pressure monitor. Laju cairan injeksi dari pompa infus,
dipantau dan dikontrol oleh Pump Monitor. Pada Pompa Infus, beban motor dipengaruhi
oleh posisi pompa, viskositas fluida, dan laju alir. Sirkuit penggerak motor menggunakan
sinyal keluaran dari sensor motor yang masuk ke sistem kontrol loop tertutup untuk
menyesuaikan tegangan penggerak motor, sehingga laju gerakan motor menjadi berubah
[6]. Agar dapat diimplementasikan pada mesin hemodialisa, khususnya untuk pengaturan
cairan heparin, perlu dilakukan beberapa modifikasi terutama pada bagian pengendali utama
dan peletakan posisi sensor.
389
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
ambang alarm yang telah diset pada AlarmDevice. Ketika batas ambang dilampaui
komponen AlarmHandler dijalankan.
AlarmHandler: Adalah archetype yang bertanggung jawab pada alarm dengan
mengembalikan sistem pada keadaan aman atau dengan melakukan pengadresan
penyebab alarm tersebut aktif.
2.3. Algorithma
Fuzzy Logic Controller digunakan untuk mengontrol laju aliran cairan injeksi.
Diagram blok Fuzzy Logic Controller berikut proses yang yang dikontrol dapat dilihat
pada Gambar 3. Algorithma Fuzzy Logic Controller merupakan implementasi lebih lanjut
dari Fuzzy Logic Controller yang telah dikembangkan sebelumnya [11].
Gambar 3. Diagram blok Fuzzy Logic Controller Untuk Pompa Infus Cerdas
Sebagai input dari algoritma adalah laju perubahan detak jantung per menit (HRV)
dan tekanan darah arteri (BP) maksimum (systolic) dan tekanan darah arteri minimum
(diastolic), dan laju cairan injeksi yang direpresentasikan dengan jumlah putaran motor
step tuas pendorong (ɵm), sedangkan sebagai keluarannya adalah jumlah putaran motor
step (ɵC) yang terkait laju perpindahan tuas pendorong tabung cairan infus. Sebagai nilai
set point adalah laju aliran cairan heparin per jam yang selanjutnya dikonversi ke jumlah
putaran motor step. Demikian pula untuk sinyal input tekanan darah. Rentang tekanan
darah ini dibagi kedalam beberapa segmen. BP dibagi kedalam 2 nilai yakni Bottom
Number Blood Pressure (Diastolic) dan Top Number Pressure (Systolic), pengelompokan
keduanya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Masing-masing segmen direpresentasikan ke
dalam fungsi keanggotaan (membership function). FLC adalah pengendali yang
mengendalikan sebuah sistem atau proses dengan menggunakan logika fuzzy sebagai cara
pengambilan keputusan.
390
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
2.5. Alarm
Prototipe pompa infus yang dikembangkan harus dilengkapi dengan sistem alarm
yang dapat didengar dan terlihat untuk memperingatkan pengguna terhadap kesalahan atau
kondisi yang berpotensi membahayakan pasien. Lampu threecolor (merah/oranye/hijau)
digunakan sebagai indikator visual. Sedangkan Untuk alarm bunyi digunakan beeper,
dengan nada suara yang disediakan bervariasi bergantung pada jenis kesalahan atau
malfunction yang terjadi.
391
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Gambar 3. Pompa infus heparin Gambar 4. Stepper motor dan motor driver
untuk menggerakan sistem mekanis
pompa infus
Gambar 5 adalah menu layar sentuh untuk pompa infus heparin. Ada beberapa input
yang ada pada menu tersebut, yakni: syringe (ukuran dan merek), delivery rate (ml/h),
infusion time (h:min) dan bolus dose (ml).
392
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
vital sign monitor melalui komunikasi serial, RS232. Selain itu modul ini juga terhubung
dengan modul blood pump maupun modul pengontrol utama melalui komunikasi CAN.
Sistem juga terhubung dengan perangkat modul alarm device, dimana modul alarm ini
terhubung dengan sensor gelembung udara dan lampu 3 warna dan beeper. Koneksi antara
mikrokontroler dengan modul alarm device menggunakan komunikasi SPI.
Gambar 6. Modul sistem elektronik untuk pemantau dan pengontrol pompa infus dan
perangkat lainnya
Uji fungsi sistem cerdas untuk pemantau dan pengontrol sistem cerdas dilakukan
dengan melakukan percobaan dengan masukan data tekanan darah yang dihasilkan dari
patient simulator. Sinyal blood pressure yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
Tabel 1 adalah perbandingan hasil pengukuran dan penghitungan volume dari cairan
infus yang diinjeksikan dengan menggunakan pompa infus heparin. Pengukuran dilakukan
dengan gelas ukur, sedangkan penghitungan volume dilakukan dengan mengukur
perpindahan tuas pendorong dikalikan dengan luas permukaan tabung infus. Sinyal keluaran
dari Hall sensor digunakan untuk mengukur perpindahan tuas pendorong. Setiap percobaan
(Run – 1 s/d Run-5) dilakukan 10 kali pengulangan selanjutnya dicari rata-ratanya.
Untuk mengevaluasi pengaruh tekanan darah pada laju infus, telah dilakukan
percobaan dengan memasang turbine flowmeter resulusi tinggi (IR-UPFLOW) pada selang
keluaran. Pada port input dari Modul Pemantau dan Pengontrol disambung ke Blood
393
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
Pressure Simulator. Simulated tekanan darah digunakan sebagai masukan dari algorithma
untuk pengaturan kecepatan pompa infus. Algorithma Fuzzy Logic digunakan untuk
menentukan berapa laju kecepatan dari pompa infus. Tabel 2 menunjukan bacaan dari laju
cairan infus keluaran dari turbine flow meter. Dari hasil percobaan telah didemostrasikan
bahwa modul pemantau dan pengatur pompa infus telah bekerja seperti yang diharapkan.
Tabel 2 Pengaruh heart rate dan tekanan darah pada flowrate cairan infus
Waktu Heart Rate Sistolik Diastolik Laju infus (ml/jam)
EXP – 1 80 120 80 20.28
EXP – 2 90 120 80 22.35
EXP – 3 80 140 80 21.43
EXP – 4 80 110 70 19.74
EXP – 5 80 90 60 15.87
Gambar 7 adalah sinyal keluaran dari sistem alarm yang digunakan untuk mendrive
lamput tiga warna mapun beeper apabila ada gelembung melewati saluran darah. Pada
percobaan ini, sensor gelembung udara dipasang pada selang darah yang menuju ke
pembuluh vena. Percobaan dilakukan dengan menginjeksi selah darah dengan serentetan
gelembung udara. Dari hasil percobaan menunjukan bawah alarm untuk deteksi gelembung
udara berfungsi dengan baik.
394
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
4. Kesimpulan
Sistem cerdas untuk pemantau dan pengontrol laju pompa infus telah dirancang,
dikembangkan dan digunakan untuk memantau dan mengontrol laju aliran dari pompa
infus. Laju Pompa infus merupakan peralatan medis yang digunakan untuk mengantarkan
cairan, darah, dan obat-obatan ke dalam tubuh pasien dengan cara yang terkendali. Ini
memberikan kontribusi untuk perbaikan dalam perawatan pasien, memungkinkan untuk
tingkat kontrol yang lebih besar, akurasi, dan ketepatan dalam pengiriman obat, dan dengan
demikian mengurangi kesalahan pengobatan, maka disebut sebagai "pompa pintar". Ada
dua hal penting yang harus diingat, pertama adalah untuk memastikan bahwa setiap infus
diberikan dengan benar dan aman dengan metode yang paling tepat dan kedua adalah untuk
memastikan bahwa pompa dan barang konsumsi terkait mereka dikelola untuk memastikan
kinerja optimalnya. Otomasi terlihat untuk meningkatkan kinerja pompa infus. Hasil akhir
untuk dokter adalah proses administrasi dan dokumentasi obat yang aman, cepat dan andal.
Sementara pompa infus cukup cerdas, mereka hanya dapat mencapai potensi penuh.
Daftar Pustaka
[1]. B.L. Elias, B. J.A. Moss, Smart pump technology: what we have learned. Computers,
informatics, nursing: CIN, 29(3), 184–90 (2011).
[2]. J. Fanikos, K. Fiumara, S. Baroletti, C. Luppi, C. Saniuk, A. Mehta, J. Silverman, and
S. Z. Goldhaber, “Impact of Smart Infusion Technology on Administration of
Anticoagulants (Unfractionated Heparin, Argatroban, Lepirudin, and Bivalirudin),”
The American Journal of Cardiology, vol. 99, no. 7, pp. 1002–1005 (2007).
[3]. “Infusion Pumps.” Available
http://www.fda.gov/MedicalDevices/ProductsandMedicalProcedures/
GeneralHospitalDevicesandSupplies/InfusionPumps/default.htm.
[4]. N. Bressan, M. Pinto, H. Sobreira, P. Amorim, C.S. Nunes, A.Paulo Moreira, Infusion
rate control algorithm for target control infusion using optimal control. Proceedings of
European Society for Computing and Technology in Anesthesia and Intensive Care,
2010.
[5]. J. L. Wood and J. S. Burnette, “Enhancing patient safety with intelligent intravenous
infusion devices: Experience in a specialty cardiac hospital,” Heart & Lung: The
Journal of Acute and Critical Care, vol. 41, no. 2, pp. 173–176 (2012).
[6]. J.F. Coetzee, Principles of intravenous drug infusion, Anaesthesia and intensive care
medicine, 6:141:44 (2005).
395
Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI XIII) 2019
Seminar Nasional Teknologi Komputer dan Telekomunikasi (SNTKT IX) 2019
Riset Multidisiplin untuk Menunjang Pengembangan Industri Nasional
Jakarta, 25-26 April 2019
[7]. A.C. Catlin, W.X. Malloy, K.J. Arthur, C. Gaston, J. Young, S. Fernando, R.
Fernando, Comparative analytics of infusion pump data across multiple hospital
systems, American Journal Of Health-System Pharmacy, 72(4), 317-324.(2015).
[8]. C. Hertzel, V.D. Sousa, The use of smart pumps for preventing medication errors,
Journal of Infusion Nursing, 32(5):257–67 (2009).
[9]. R.M. Tackley, G.T.R. Lewis, C. Prys Roberts, R.W. Boaden, J. Dixon, J.T. Harvey,
Computer controlled infusion of propofol, Br.J.Anaesth, 62:46:53 (1989).
[10]. „Smart‟ Infusion Pumps are Selectively Intelligent.”[Online]. Available:
http://www.fda.gov/MedicalDevices/Safety/AlertsandNotices/
TipsandArticlesonDeviceSafety/ucm245160.htm. [diakses: 11-Mar-2016].
[11]. P.Busono, et.al, Development of Fuzzy Logic Temperature Controller for Dialysate
Preparation System, Proc.of the EECSI 2015, Palembang, 2015.
[12]. S. Manrique-Rodríguez, A. Sánchez-Galindo, C. M. Fernández-Llamazares, J. López-
Herce, I. García-López, Á. Carrillo-Álvarez, and M. Sanjuro-Sáez, “Developing a
drug library for smart pumps in a pediatric intensive care unit,” Artificial Intelligence
in Medicine, vol. 54, no. 3, pp. 155–161 (2012).
[13]. A. D. Harding, “Use of Intravenous Smart Pumps for Patient Safety,” Journal of
Emergency Nursing, vol. 37, no. 1, pp. 71–72 (2011).
396