Anda di halaman 1dari 28

PEMBELAJARAN SENI KRIYA

A.   Pendahuluan

Keanekaragaman budaya lokal Indonesia sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia karena memiliki
tradisi serta keunikan tersendiri dan seiring berkembangnya zaman menimbulkan perubahan pola hidup
masyarakat yang lebih modern. Oleh sebab itu budaya asing yang masuk ke Indonesia dapat
mempengaruhi perkembangan budaya lokal. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, sosial, dan wilayah geografisnya.
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan
bagi generasi muda untuk selalu mempertahankan serta melestarikannya.

Era globalisasi perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Upaya ini akan dapat memupuk jiwa yang patriotik dan berkarakter sesuai nilai-nilai luhur Pancasila.
Sebagai bangsa yang sedang berkembang, pendidikan karakter perlu ditumbuhkembangkan agar tetap
terpeliharanya harkat dan martabat sebagai bangsa Indonesia.

Menurut Susanto (2008: 184) pendidikan karakter ialah aspek pembelajaran bagi perkembangam
seseorang yang meliputi penalaran moral, pembelajaran sosial dan emosional, pendidikan keterampilan
hidup. Hal tersebut senada dengan Koesoema (2007: 76) bahwa pendidikan karakter merupakan
keseluruhan dinamika rasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun
dari luar dirinya agar pribadi itu semakin dapat mengenal dirinya sendiri, sehingga dapat menjadi pribadi
bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri. Berdasarkan kedua pendapat tersebut pendidikan
karakter dapat diartikan sebagai penanaman nilai-nilai karakter luhur pada manusia agar menjadi
pribadi yang berpengetahuan, religus, bermoral, dan beretika baik kepada sesama.

Seni rupa merupakan bidang seni yang memiliki banyak cabang. Cabang tersebut antara lain adalah seni
lukis, seni patung, seni grafis, seni reklame, seni dekorasi, dan seni kriya serta bentuk seni rupa lain.
Menurut Kartika dalam Soleh (2009: 4), seni rupa ditinjau dari segi fungsinya bagi masyarakat atau
kebutuhan manusia secara teorestis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu seni murni (fine art) dan seni
terapan (applied art). Seni murni (fine art) adalah kelompok karya seni rupa yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan spiritual. Artinya bahwa karya seni tersebut lahir karena adanya ungkapan atau
ekspresi jiwa, tanpa adanya faktor pendorong untuk tujuan materiil. Yang termasuk seni murni adalah
seni lukis dan seni patung. Sedangkan seni terapan (applied art) yaitu kelompok karya seni rupa yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis.

Sebagai bagian dari seni terapan, seni kriya lebih mudah untuk diapresiasi semua kalangan masyarakat.
Sebab seni kriya adalah seni yang paling sering dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Pada perkembangannya, seni kriya cukup banyak diminati oleh
masyarakat. Selain digunakan terkait dengan fungsi terap juga dapat dinikmati dari segi estetisnya,
meskipun kepopulerannya masih jauh dibandingkan dengan karya lukis ataupun patung. Hal ini
membuat para kriyawan mulai banyak bermunculan dengan hasil karya yang unik dan beragam.

Secara umum, pembelajaran seni kriya memiliki banyak fungsi, bagi siswa dapat digunakan sebagai
ajang menyalurkan kreasi dan mengasah kemampuan berapresiasi dalam rangka menanamkan nilai-nilai
luhur bangsa. Melalui kegiatan ini siswa dapat berimajinasi dan bereksplorasi dalam mengembangkan
kreativitas berkarya seni kriya. Meskipun tidak mudah, siswa harus mencoba menyelesaikan tahap demi
tahap dalam berkreasi seni kriya.

B.   Pembelajaran

1.    Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang membentuk sistem yang mencakup kegiatan
belajar dan mengajar. Kegiatan pembelajaran ditandai adanya upaya disengaja, terencana, dan
sistematik yang dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar. Menurut Nisa dan Hakim (2011:2) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran, dan tabiat serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada
peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Hal ini ditegaskan oleh Sobandi (2008: 153) bahwa belajar merupakan suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Djamarah (2005: 119) komponen pembelajaran meliputi tujuan, materi, pendekatan, strategi,
metode, dan evaluasi. Sedangkan menurut Ismiyanto (2009: 1) belajar adalah mengalami, artinya dalam
belajar murid menggunakan atau mengubah lingkungan tertentu dan ia belajar mengenai lingkungan
tersebut melalui akibat tindakannya; tidak hanya sekadar berhubungan dengan lingkungannya. Oleh
karena itu, dapat ditegaskan lingkungan sangat mempengaruhi hasil belajar murid, selain belajar dari
akibat tindakannya murid juga belajar dari berbagai hal di dalam lingkungan tersebut.

Berdasarkan pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembalajaran adalah proses
pemberian pesan berupa materi ajar yang disampaikan oleh guru kepada siswa dengan berbagai
pendekatan, strategi, dan metode serta diadakannya evaluasi agar tercapai tujuan yang dikehendaki.

2.   Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah seperangkat bahan ajar yang disiapkan oleh seorang guru dalam mengajar
yang diajarkan kepada siswa. Materi pembelajaran atau bahan ajar menurut Syafii (2006: 31) adalah
pesan yang perlu disampaikan oleh penyelenggara pendidikan kepada siswa. Oleh karena itu, bahan ajar
sesungguhnya merupakan bentuk rinci dari pokok-pokok materi yang terdapat di dalam kurikulum.
Bentuk rinci dari isi kurikulum ini dapat disampaikan secara jelas dengan penuh ilustrasi, atau sebaliknya
dibuat seperlunya saja.

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi pembelajaran (instructional material) adalah 
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam rangka memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan. Menurut National Center for Vocational Education Research
Ltd ada tiga pengertian materi pembelajaran yaitu: 1) merupakan informasi, alat dan teks yang
diperlukan guru/ instruktur untuk perencanaan dan penelaah inplementasi pembelajaran; 2) segala
bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/ instruktur dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas; 3) seperangkat substansi pembelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok yang
utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam proses pembelajaran.

Hal tersebut sangat bergantung pada bagaimana proses pembelajaran itu dikemas. Secara lebih
sederhana, disampaikan oleh Sobandi (2008: 157) bahwa:

    Materi yang dapat dipelajari pada mata pelajaran pendidikan seni khususnya pendidikan seni rupa
terdiri dari materi konsepsi (wawasan seni, sejarah seni, dasar-dasar dan prinsip seni serta jenis seni),
apresiasi seni (kritik seni dan apresiasi), serta praktik/kreasi seni (karya seni murni dan terapan). Materi
pembelajaran yang telah ditetapkan oleh kurikulum dapat dikembangkan lagi sesuai kondisi siswa dan
lingkungan proses pembelajaran. Pengembangan materi juga dapat disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada.

Materi pembelajaran menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus
dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran yang sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Artinya materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran
hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar
serta indikator.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran adalah


sebuah pengetahuan, keterampilan dan juga sebuah sikap yang harusnya dimiliki oleh semua peserta
didik di dalam memenuhi standart pembelajaran kompetensi yang telah di tetapkan. Di samping itu,
materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Jika kemampuan yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi
pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi lain.

3.   Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah serangkaian cara atau rencana yang akan digunakan oleh seorang guru
dalam pembelajaran sehingga terlaksanakannya pembelajaran yang diinginkan dan sesuai dengan
tujuannya. Menurut Milyartini (dalam Sobandi 2010: 3) metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, agar terjadi interaksi dalam proses kegiatan
pembelajaran.

Terkait hal tersebut, Sutikno (2009) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara yang
dilakukan oleh pendidik dalam menyajikan materi pelajaran agar terjadi proses pembelajaran pada diri
siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode dibuat dan diterapkan oleh guru
dalam pembelajaran sesuai dengan pemilihan strategi, sasaran belajar, ketersediaan waktu, dan sarana-
prasarana pembelajaran.

4.   Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau
pengantar.  Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan (Arsyad, 2000: 2). Media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar
mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada
khususnya. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran (Arsyad, 2000:
3). Sedangkan Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa
(dalam Arsyad, 2000: 15).

Media pembelajaran adalah suatu perangkat yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan
materi yang diajarkan. Media pembelajaran menurut Supatmo segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyampaikan pesan (materi pembelajaran). Media pembelajaran menurut Santyasa (2007: 3)
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) baik itu
tulisan, audio visual maupun lingkungan alam sekitar, sehingga dapat merangsang perhatian, minat,
pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan media
pembelajaran yang baik, maka materi pembelajaran akan mudah tersampaikan pada siswa.

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan
media pengajaran.  Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu
akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang
harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang
diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk
karakteristik siswa.  Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media
pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan
belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

5.   Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana kegiatan yang termasuk di dalamnya
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam suatu pembelajaran.
Strategi pembelajaran disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi pembelajaran didalamnya
mencakup pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik.

Menurut Sanjaya, (2007: 126), dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dari
pendapat tersebut, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah
suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa (Sanjaya, 2007 : 126).

Strategi pembelajaran adalah cara yang dilakukan seorang guru sesuai dengan tujuan yang sudah
dirumuskan. Syafii (2006: 33) berpendapat bahwa strategi pembelajaran adalah upaya-upaya yang
sistematik dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran merupakan
salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam memilih strategi pembelajaran, guru
perlu memperhatikan karakteristik siswa, materi, sarana prasarana, dan waktu pembelajaran. Proses
pembelajaran efektif dan efisien akan tercipta bila proses pembelajaran terkontrol, dengan strategi
pembelajaran yang tepat maka tujuan pembelajaran dapat terealisasikan.

6.   Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran yang telah
dilaksanakan oleh seorang guru. Ralp Tyler (dalam Arikunto, 1999: 3) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana dan bagaimana tujuan
pendidikan sudah tercapai. Evaluasi hasil belajar menurut Hamalik (2007: 159) adalah keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan
untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.

Kriteria-kriteria evaluasi dalam pembelajaran,antara lain : (1) Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran
(tidak menimbulkan penafsiran ganda), (2) Pemilihan materi pembelajaran (sesuai dengan tujuan dan
karakteristik siswa), (3) Pengorganisasian materi pembelajaran (keruntutan, sistematika materi, dan
kesesuaian dengan alokasi waktu), (4) Pemilihan sumber atau media pembelajaran (sesuai dengan
tujuan, materi, dan karakteristik siswa), (5) Kejelasan langkah-langkah pembelajaran yang meliputi
langkah pendahuluan, kegiatan ini, dan penutup, (6) Kesesuaian metode, strategi, teknik dengan tujuan
pembelajaran, (7) Kelengkapan instrumen evaluasi (soal, kunci jawaban, dan pedoman penskoran).

7.   Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu capaian dalam pembelajaran yang dilandasi adanya perubahan tingkah laku
pada siswa. Menurut Anni (2006: 5), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh
siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tergantung pada
apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu, apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang
konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam
pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas
belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan
hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono
(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

C.   Kreativitas

1.    Konsep Kreatif

Dalam kehidupan ini kreatif dan kreativitas sangat penting, karena keduanya merupakan suatu
kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Pada dasarnya, setiap orang
dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan
dipupuk melalui pendidikan yang tepat (Munandar, 2009). Menurut Semiawan (2009: 44) kreativitas
adalah modifikasi sesuatu yang sudah ada menjadi konsep baru. Dengan kata lain, terdapat dua konsep
lama yang dikombinasikan menjadi suatu konsep baru. Konsep tersebut ditambahkan oleh Munandar
(2009: 12) yang mengemukakan bahwa kreatif adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungannya,
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unur yang sudah
ada atau dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh
seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan
masyarakat.

Beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa sifat kreatif atau kreativitas pada intinya merupakan
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif
berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Beberapa teknik untuk memacu timbulnya kreativitas
menurut Nursito (1999: 34) :

a.  Aktif membaca

b.  Gemar melakukan telaah

c.  Giat berapresiasif

d.  Mencintai nilai seni

e.  Respektif terhadap perkembangan

f.   Menghasilkan sejumlah karya

g.  Dapat memberikan contoh dari hal-hal yang dibutuhkan orang lain.

Kreativitas merupakan kemampuan khas yang hanya dimiliki manusia dan membedakannya dengan
makluk lain. Kreativitas telah dimiliki manusia sejak lahir dan akan berkembang dengan seiring
pengalaman yang dialaminya. Pengalaman setiap manusia yang berbeda membuat setiap individu
memiliki kreativitas yang berbeda.

Clar Moustakas (dalam Munandar, 1999: 24) menyatakan kreativitas adalah pengalaman
mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam hubungan dengan diri sendiri,
dengan alam dan dengan orang lain. Bastomi (1982: 15) menyatakan kreativitas merupakan salah satu
aspek aktivitas jiwa atau pribadi yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan sehingga
mewujudkan suatu hasil.

Guilford dan parnes (dalam Nasution, 1999: 31-32) berpendapat bahwa kreativitas melibatkan proses
berfikir secara murni dan dianggap baru. Pemikiran kreatif dapat dibangkitkan dengan masalah yang
memacu dalam lima macam perilaku kreatif sebagai berikut :

a. Fluency atau kelancaran, yaitu kelancaran mengemukakan ide, merupakan perilaku kreatif. Pemikir
kreatif selalu mempunyai gagasan baru atau dianggap baru sehingga mampu memecahkan masalah
yang dihadapi.

b. Fleksibility atau keluwesan, yaitu kemampuan menghasilkan ide secara cepat dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapi. Karakter ini mampu berpikir cepat untuk mendapatkan gagasan
kreatif.

c. Originality atau keaslian, yaitu kemampuan memberi respon yang unik dan luar biasa yang merupakan
hasil dari pemikirannya sendiri maupun orang lain yang telah mengalami perubahan.

d. Elaboration atau keterperincian, yaitu kemampuan menyatakan ide secara terperinci sehingga ide
tersebut menjadi kenyataan dan mampu menyelesaikan masalah yang dialami.
e. Sensitivity atau kepekaan, yaitu kemampuan menangkap keadaan lingkungan dan menghasilkan
masalah sebagai respon terhadap situasi.

Kreatif adalah memiliki daya cipata, mempunyai kemampuan untuk menciptakan, atau mampu
menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun kenyataan yang relatif berbeda dengan
apa yang telah ada sebelumnya. Menurut Wollfolk, kreativitas adalah kemampuan individu untuk
menghasilkan sesuatu (hasil) yang baru atau asli atau pemecahan suatu masalah. Cony Semiawan
menyatakan bahwa kreativitas kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-cara baru
dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang (thinking new thing). Sedangkan inovasi adalah
kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka pemecahan masalah dan menemukan peluang
(doing new thing). Munandar (1999: 25-29) menguraikan konsep yang mempengaruhi munculnya
kreativitas dari berupa gagasan hingga terwujud sebagai berikut.

a. Pribadi (person). Setiap orang merupakan pribadi yang unik. Setiap insan yang berakal sehat mampu
memunculkan gagasan kreatif. Tingkat kreativitas yang dimiliki setiap individu tergantung dari
pengalaman yang diperolehnya.

b. Proses (process). Kreativitas sebagai kemampuan yang baru atau untuk menemukan hubungan-
hubungan baru antara unsur yang sudah ada sebelumnya dalam mencapai jawaban baru terhadap suatu
masalah.

c. Dorongan (press). Kreativitas mampu berkembang jika ada dorongan dari dalam maupun dari luar.
Berkembangnya krativitas dipengaruhi oleh keinginan dan motivasi, lingkungana dan kebutuhan hidup.

d. Produk (product). Produk kreativitas yang konstruktif akan muncul dari proses pemunculan gagasan
kreatif hingga terealisasikan menjadi suatu benda yang memiliki nilai.

Kreativitas berarti keluwesan dalam berfikir atau kelancaran menampilkan gagasan. Dapat diartikan
kemampuan untuk memunculkan gagasan-gagasan baru atau melihat sesuatau dalam tata hubungan
yang baru maupun dianggap baru, atau berfikir dalam pandangan yang berbeda dari orang lain.
Kreativitas merupakan aktivitas berpikir, merasa, mengindra, daya cipta serta intuisi untuk menemukan
dan mencetuskan gagasan baru atau dianggap baru. Kreativitas adalah sesuatu yang diperoleh dari
kebebasan berfikir individu, tetapi bukan berarti kebebasan yang tanpa batas. Kreativitas selalu
memerlukan batas dalam wadah atau bentuk tertentu. Dalam berkreativitas memerlukan pengendalian
diri dalam diri individu. Batasan lain dalam menuangkan kreativitas yang berkaintan dengan nilai
estetika hendaknya terbatasi oleh prinsip keindahan dan prinsip-prinsip seni.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu kemampuan atau daya kreasi
yang muncul dari jiwa yang terekspresi dalam bentuk gagasan atau hasil karya baru yang diperoleh
melalui proses berfikir secara mendalam dan menguasai. Baru dalam hal ini diartikan dengan
menciptakan suatu yang belum pernah ada atau dianggap belum pernah ada.

2.   Ciri-ciri Kreativitas

Menurut Campbell yang disadur Mangunharjana (dalam Purnomo, 2008:39) Kreativitas ditinjau dari segi
hasil yang dicapai, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Baru (nofel) yaitu sama sekali baru atau baru
dikenal atau baru dari hasil kombinasi unsur-unsur yang dikenal sebelumnya. (2) Berguna (usefull) atau
memiliki nilai guna. (3) Dapat dimengerti (understandable) atau hasil saat itu dapat pula dicapai dalam
kesempatan lain. Hal ini menunjuk hasil bukan semata- mata kebetulan.

Beberapa ciri-ciri kreativitas antara lain: (1) memiliki rasa ingin tahu yang luas dan mendalam, (2)
memiliki daya imajinasi yang tinggi, (3) selalu memberikan gagasan atau usulan terhadap suatu masalah,
(4) melihat suatu masalah dalam berbagai sudut pandang, dan (5) orisinal dalam ungkapan gagasan dan
dalam pemecahan masalah. Menurut Pedoman Diagnostik Potensi Peserta Didik (Depdiknas 2004: 19)
disebutkan ciri kreativitas antara lain:

a.  Menunjukan rasa ingin tahu yang luar biasa.

b.  Menciptakan berbagai ragam gagasan guna memecahkan persoalan.

c.  Sering mengajukan tanggapan yang unik dan pintar.

d.  Berani mengambil resiko.

e.  Suka mencoba.

f.   Peka terhadap keindahan dan segi estetika dari lingkungan.

Menurut Utami Munandar (2009: 10) ciri-ciri kreaivitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif
(aptitude) dan ciri non-kognitif (non-aptitude). Ciri kognitif (aptitude) dari kreativitas terdiri dari
orisinalitas, fleksibilitas, kelancaran dan elaboratif. Sedangkan ciri non kognitif dari kreativitas meliputi
motivasi, kepribadian, dan sikap kreatif. Krativitas baik itu yang meliputi ciri kognitif maupun non-
kognitif merupakan salah satu potensi yang penting untuk dipupuk dan dikembangkan. Menurut
Campbel (1986: 9), ciri pokok orang kreatif adalah :

a. Kelincahan mental berpikir dari segala arah dan kemampuan untuk bermain-main dengan ide-ide,
gagasan-gagasan, konsep, lambanglambang, kata-kata dan khususnya melihat hubungan-hubungan yang
tak bisa antara ide-ide, gagasan-gagasan, dan sebagainya. Berpikir ke segala arah (convergen thinking)
adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi, dan mengumpulkan
fakta yang penting serta memgarahkan fakta itu pada masalah atau perkara yang dihadapi.

b. Kelincahan mental berpikir dari satu arah (divergen thinking) adalah kemampuan untuk berpikir dari
satu ide, gagasan menyebar ke segala arah.

c. Fleksibel konseptual (conseptual fleksibility) adalah kemampuan untuk secara spontan mengganti cara
pandang, pendekatan, kerja yang tidak selesai.

d. Orisinilitas (originality) adalah kemampuan untuk memunculkan ide, gagasan, pemecahan, cara kerja
yang tidak lazim (meski tidak selalu baik) yang jarang bahkan mengejutkan.

e. Lebih menyukai kompleksitas daripada simplisitas. Dari suatu penyelidikan ditemukan bahwa pada
umumnya orang-orang kreatif lebih menyukai kerumitan dari pada kemudahan, memilih tantangan
daripada keamanan, cenderung pada tali-temalinya (complexity) dari yang sederhana (simplixity).

f. Latar belakang yang merangsang. Orang kreatif biasanya sudah lama hidup dalam lingkungan orang-
orang yang dapat menjadi contoh dalam bidang tulis-menulis, seni, studi, penelitian, dan pengembangan
ilmu serta penerapannya, dan dalam suasana ingin belajar, ingin bertambah tahu, ingin maju dalam
bidang-bidang yang digumuli.
g. Kecakapan dalam banyak hal. Para manusia kreatif pada umumnya banyak minat dan kecakapan
dalam berbagai bidang (multiple skill).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, yang dimaksud kreativitas dalam penelitian ini adalah
kemampuan untuk menciptakan ide, gagasan, dan berkreasi untuk memecahkan masalah atau
mengatasi permasalahan secara spontanitas, terbuka pada hal-hal baru serta menerima hal-hal
tersebut.

3.   Karakteristik Anak Kreatif

Beberapa karakteristik tindakan kreatif anak adalah sebagai berikut : (1) Anak kreatif belajar dengan
cara-cara yang kreatif, (2) Anak kreatif memiliki rentang perhatian yang panjang terhadap hal yang
membutuhkan usaha kreatif, (3) Anak kreatif memiliki kemampuan mengorganisasikan yang
menakjubkan, (4) Anak kreatif dapat kembali kepada sesuatu yang sudah dikenalnya dan melihat dari
cara yang berbeda, (5) Anak kreatif belajar banyak melalui fantasi, dan memecahkan permasalahan
dengan menggunakan pengalamannya, (6) Anak kreatif menikmati permainan dengan kata-kata dan
tempat sebagai pencerita yang alami. (http://yayaasweetstar.blogspot.com)

a. Anak yang kreatif belajar dengan cara-cara yang kreatif dalam proses pembelajaran seharusnya
memberikan kesempatan pada anak untuk bereksperimen dan bereksplorasi sehingga anak
memperoleh pengalaman yang berkesan dan menjadikan apa yang dipelajari anak lebih lama diingat.
Melalui eksperimen, eksplorasi, manipulasi dan permainan mereka sering mengajukan pertanyaan,
membuat tebakan, dan kemudian mereka menemukan, kadangkala cepat dan emosional, sementara
pada saat yang lain secara diam-diam saja. Dengan metode cerita bergambar kreativitas dapat
dikembangkan karena anak akan sering mengajukan pertanyaan, membuat tebakan sesuai dengan ciri
anak kreatif di atas.

b. Anak kreatif memiliki rentang perhatian yang panjang terhadap hal yang membutuhkan usaha kreatif.
Anak kreatif memiliki rentang perhatian 15 menit lebih lama bahkan lebih dalam hal mengeksplorasi,
bereskperimen, memanipulasi dan memainkan alat permainanya. Hal ini menunjukan anak yang kreatif
tidak mudah bosan seperti halnya anak yang kurang kreatif. Melalui bercerita guru dapat
mengidentifikasi anak yang kreatif maupun tidak kreatif yakni dilihat dari rentang perhatiannya dalam
mendengarkan cerita. Kegiatan cerita bergambar dapat meningkatkan rentang perhatian anak karena
gambar yang menarik membuat anak lebih fokus perhatiannya.

c. Anak kreatif memiliki kemampuan mengorganisasikan yang menakjubkan. Anak kreatif adalah anak
yang pikirannya berdaya dengan demikian anak kreatif sering merasa lebih dari pada anak yang lain.
Bentuk kelebihan anak kreatif ditunjukan dengan peran mereka dalam kelompok bermain. Anak kreatif
muncul sebagai pemimpin bagi kelompoknya karena itu anak kreatif pada umumnya mampu
mengorganisasikan teman-temannya secara menabjukan. Jika anak mampu mengorganisasikan teman-
temannya maka anak akan memiliki kepercayan diri yang luar biasa. Melalui cerita bergambar anak
belajar mengaitkan ide dan gagasan sebagai bekal untuk melatih kepercayaan diri anak karena jika anak
berhasil mengaitkan ide atau gagasan maka lahitlah karya-karya yang original sehingga kepercayaan diri
anak akan muncul dan secara tidak langsung anak termotivasi untuk mengekspresikannya di depan
teman-temannya.
d. Anak kreatif dapat kembali kepada sesuatu yang sudah dikenalnya dan melihat dari cara yang
berbeda. Anak kreatif merupakan anak yang suka belajar untuk memperoleh pengalaman. Anak tidak
lekas bosan untuk mendapatkan pengalaman yang sama berkali-kali. Jika pengalaman pertama
diperoleh mereka akan mencoba dengan cara lain sehingga diperoleh pengalaman baru. Melalui cerita
bergambar anak dapat menceritakan kembali cerita yang disampaikan, dengan demikian anak telah
mampu menghasilkan sesuatu yang baru dan original sesuai kemampuannya.

e. Anak kreatif belajar banyak melalui fantasi, dan memecahkan permasalahan dengan menggunakan
pengalamannya. Anak kreatif akan selalu haus dengan pengalaman baru. Pengalaman yang berkesan
akan diperoleh secara langsung melalui eksperimen yang dilakukan. Anak harus diberikan banyak bekal
pengalamannya melalui eksperimennya sendiri baik melalui kesenian, musik, drama kreatif atau cerita,
maupun menggunakan bahasa yang mengekspresikan kelucuan, suasana atau atmosfir persoalan yang
bebas dan dapat diterima oleh anak. Cerita bergambar dapat mengasah imajinasi dan fantasi anak,
fantasi tersebut dapat diasah melalui alur cerita dan gambar yang ditampilkan. Misalnya apabila guru
bercerita dengan setting lapangan, rumah sakit, anak-anak akan mempunyai persepsi dalam fantasinya
masing-masing. Dengan fantasi tersebut, maka akan lebih meningkatkan kreativitas anak.

f. Anak kreatif menikmati permainan dengan kata-kata dan tempat sebagai pencerita yang alami. Anak
kreatif suka bercerita, bahkan kadang-kadang bercerita tidak habis-habisnya sehingga sering dicap
sebagaianak cerewet.

Pada hal melalui aktivitasnya itu anak akan mengembangkan lebih lanjut fantasi-fantasinya, khayalan-
khayalan imajinatifnya sehingga akan memperkuat kekreatifan anak. Melalui cerita bergambar anak
akan sering mendapatkan kosakata baru, dengan kosakata yang diperolehnya tersebut akan dapat
menjadi bekal anak sebagai pencerita yang alam. Anak kreatif memiliki kuriositas yang tinggi. Untuk
memenuhi rasa koriusitasnya diperlukan bekal pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak
dibandingkan anak yang kurang kreatif.

Pengetahuan dan pengalaman itu akan lebih bermakna dan akan bertahan lama jika dapat diperoleh
secara langsung. Untuk itu diperlukan berbagai macam kegiatan eksperimen dan eksplorasi yang dapat
dilakukan anak. Guru, orang tua dan orang-orang yang dekat dengan anak perlu memahami bagaimana
memfasilitasi anak agar kreativitas itu muncul sebagai kekuatan real yang sangat diperlukan bagi
kehidupannya kelak.

4.   Faktor Determinan Pengembangan Kreativitas

Dalam perkembangannya, kreativitas mengalami banyak kendala. Keadaan ini dapat merusak atau
bahkan mematikan kreativitas. Kendala berasal dari internal atau eksternal. Kendala internal merupakan
kendala yang berasal dari diri sendiri. Tentunya setiap individu memiliki masalah yang berbeda. Masalah
merupakan keadaan dimana kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Faktor dari diri sendiri ini mampu
menjadikan seseorang mampu perpikir kreatif untuk menyelasaikan masalahnya. Sedangkan kendala
eksternal merupakan kendala dari lingkungan. Lingkungan yang mampu memdukung individu untuk
mewujudkan gagasan kreatifnya merupakan lingkungan yang baik. Akan tetapi adapula lingkungan yang
menghalangi individu untuk berpikir kreatif. Lingkungan ini akan membunuh kreativitas seseorang dan
menjadikannya monoton.
Dalam kreativitas waktu merupakan penentu yang dapat dijadikan acuan. Kreativitas akan mengalami
puncak kejayaan saat pengalaman yang diperoleh selama tumbuh dan berkembang mampu disarikan
dan dijadikan dasar pemikiran kreatif. Lingkungan sosial memiliki dampak terhadap pandangan
ungkapan kreatif. Setiap masyarakat memiliki nilai, norma, tradisi, harapan, dan perilaku yang kolektif.
Sesuatu dikatakan kreatif apabila mampu memberi dampak positif bagi warga masyarakat. Lingkungan
merupakan faktor penentu kreativitas, karena kreativitas direalisasikan secara nyata dalam berintaeraksi
di masyarakat.

D.   Pembelajaran Seni

1.    Konsep Seni

Setiap ahli memiliki beragam pendapat tentang pengertian seni. Menurut Flemming (dalam The Liang
Gie, 1976 : 60) menjelaskan bahwa seni dalam arti yang paling dasar berarti bentuk kemampuan atau
skill yang berasal dari bahasa latin art. Sejalan dengan itu Sudarmaji (1979: 5) menyebutkan bahwa
pengertan seni dalam bahasa asing disebut art. Kata seni berasal dari bahasa Yunani mempunyai
pengertian yang sangat luas. Namun dapat dikatakan adanya hubungan antara seni dengan
kemampuan, kecakapan, keterampilan, serta memuat nilai estetis yang menyangkut masalah
kesenangan batin.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa seni adalah suatu kegiatan yang secara sadar dilakukan manusia dengan
mengunakan media tertentu untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan kepada orang lain dalam
bentuk visual, suara maupun gerakan. Dalam pengertian lain seni diartikan sebagai sesuatu kegiatan
manusia untuk menciptakan suatu benda bernilai keindahan, biasanya dilawankan dengan istilah craft.
Hal yang membedakan art dengan craft ialah apabila seni bersifat perlambangan dan menciptakan
realita baru, sedangkan kerajinan merupakan pekerjaan rutin yang ditujukan untuk kegunaan praktis
(Flemming dalam The Liang Gie, 1976: 62). Dari sini diperoleh informasi bahwa dalam penciptaan
kerajinan diperhitungkan nilai fungsionalnya.

Pendapat lain menyatakan bahwa seni adalah aktifitas batin dengan pengalaman estetis yang
dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa takjub dan haru (Bastomi,
1982 : 11). Dalam hal ini pengertian agung merupakan gambaran dari pribadi yang yang kreatif, yang
telah benar-benar matang. Dengan artian lain karya yang tercipta mampu memancarkan kreativitas
penciptanya. Adapun yang dimaksud takjub adalah getaran emosi yang terjadi karena adanya
rangsangan yang kuat dari sesuatu yang dinilai agung. Sedangkan makna haru adalah rasa yang
mempunyai suatu nilai dari simpati dan empati yang kemudian melebur menjadi terpesona dan terharu.

Ki Hajar Dewantara (dalam Sudarso, 1987: 20) menjelaskan bahwa seni adalah segala perbuatan-
perbuatan yang timbul dari perasaan yang bersifat indah sehingga menggerakkan jiwa dan perasaan
manusia. Pengertian lain disampaikan Muharja (dalam Sudarso, 1987: 40) yang menyatakan bahwa seni
adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realita dalam suatu karya yang berkat bentuk dan
isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani penerima. Dengan
kata lain, istilah seni setidaknya memuat sifat kreatif, berhubungan dengan manusia, menyangkut
perasaan dan memuat nilai keindahan. Sedangkan perwujudan seni dapat di tuangkan dalam bentuk
visual, suara maupun gerakan. Namun segala bentuk seni mempunyai sumber yang sama yaitu
pemikiran kratif manusia.

Berbicara mengenai seni tidak lepas dari karya seni. Karya seni merupakan produk atau hasil dari seni itu
sendiri. Karya seni merupakan bentuk indrawi yang diciptakan manusia dengan meragakan perasaan
terhadap suatu nilai (Sahman, 1993 : 29). Rondhi (2002 : 19) menjelaskan bahwa:

   Karya seni merupakan karya ciptaan manusia untuk diapresiasikan kepada penonton. Penonton sendiri
merupakan orang-orang yang diharapkan mau menerima dan menghargai karya seni ciptaan seniman.
Karya seni merupakan benda ciptaan manusia yang memuat banyak nilai seperti nilai keindahan, religi,
mistis, historis, pendidikan, sosial dan nilai ekonomi.

Darmawan (1988 : 40) menyatakan bahwa seni adalah usaha oleh manusia untuk menciptakan bentuk-
bentuk yang menyenangkan, seni adalah emosi yang menjelma menjadi suatu ciptaan yang nyata, seni
merupakan getaran jiwa dan keselarasan dan perasaan serta pikiran yang terwujud menjadi sesuatu
yang indah. Hal ini menjelaskan bahwa seni berkaitan dengan ciptaan manusia yang memuaskan
penciptanya dan memenuhi kebutuhan jiwa akan nilai keindahan. Adapun nilai adalah segala sesuatu
yang dianggap berharga yang melekat pada sesuatu termasuk pada karya seni. Nilai mengandung makna
sifat atau kualitas dari segala sesuatu yang dipandang berharga atau bermanfaat dan oleh karena itu
orang selalu mencarinya (Rondhi, 2002 : 11).

Mengenai seni berkaitan dengan visual umum disebut dengan istilah seni rupa. Seni rupa merupakan
perwujudan seni yang mempunyai dimensi, dapat dilihat dan dirasakan. Ditinjau dari dimensinya, karya
seni rupa dibedakan menjadi karya seni dua dimensi dan karya tiga dimensi. Karya seni dua dimensi
adalah karya seni yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan karya seni tiga dimensi
memiliki dimensi panjang lebar dan tinggi atau volume dan isi. Karya seni tiga dimensi memiliki sudut
pandang dari berbagai arah. Sedangkan karya seni dua dimensi memiliki satu arah sudut pandang.

Anas (2000: 263) menjelaskan bahwa karya seni rupa dibagi dalam dua kelompok, yaitu seni murni
atau fine art dan karya seni terapan atau applied art. Karya seni rupa murni adalah karya seni yang
diciptakan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan batin yang berhubungan dengan rasa keindahan.
Sedangkan karya seni terapan memperhitungkan nilai fungsional. Dengan kata lain karya seni terapan
menekankan pada kegunaan atau kepraktisan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seni adalah ciptaan manusia yang berasal dari gagasan
kreatif dan mempunyai nilai keindahan yang bertujuan untuk diapresiasi oleh penonton. Karya seni
memuat nilai keindahan, bermakna dan mewakili pribadi penciptanya.

2.   Pembelajaran Seni

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendewasaan. Menurut Syarifudin
(2012:180) pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia, karena pendidikan
berkenaan dengan proses mempersiapkan pribadi yang utuh sehingga fokus pada masa depan bangsa.
Pendidikan menyadarkan manusia tentang benar-salah dan baik-buruk. Dalam hal ini Nasution (dalam
Bastian 2006:184) mengemukakan peningkatan kualitas pendidikan bangsa adalah salah satu solusi
untuk mengatasi krisis multidimensional yang sedang melanda bangsa Indonesia.
Dalam pengertian umum pendidikan seni merupakan upaya sadar untuk menyiapkan siswa melalui
kegiatan pembelajaran agar siswa memiliki pengalaman dalam berapresiasi dan berkreasi seni. Tujuan
pendidikan seni di sekolah umum adalah bukan mewariskan keterampilan, melainkan memberikan
pengalaman pada siswa dalam rangka untuk membantu pengembangan potensi yang dimilikinya
terutama potensi perasaan (Kecerdasan Emosional) agar seimbang dengan kecerdasan intelektual
(Jazuli, 2008: 20).

Pendidikan seni merupakan bagian integral dari pendidikan, artinya bahwa mata pelajaran seni
merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Terkait dengan itu, Sobandi (2008: 46) berpendapat bahwa pendidikan seni merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Sebagai akibatnya, pelaksanaan pendidikan seni harus menekankan pada
segi proses, tidak pada produk. Menurut Ismiyanto (2010: 34) tujuan pendidikan seni antara lain:
mengembangkan kreativitas dan sensitivitas peserta didik, meningkatkan kapasitas dan kualitas
pengetahuan kesenian peserta didik dan meningkatkan keterampilan peserta didik.

Dalam proses pembelajaran seni yang terpenting adalah mengupayakan terciptanya situasi dan kondisi
yang kondusif bagi kegiatan belajar yang menyangkut ekspresi artistik dan menciptakan lingkungan yang
dapat membantu perkembangan anak untuk menemukan sesuatu melalui eksplorasi dan
eksperimentasi dalam belajar. Oleh karena itu ditegaskan bahwa situasi dan kondisi serta suasana
lingkungan menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pembelajaran seni (Ismiyanto, 2010: 22).

  Pendidikan seni pada dasarnya berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan berekspresi, berapresiasi,
berkreasi, dan berekreasi anak. Selain itu sebagai media pemenuhan kebutuhan anak, pada hakikatnya
pendidikan, termasuk pendidikan seni juga dimaksudkan sebagai upaya pelestarian sistem nilai oleh
masyarakat pendukungnya. Tujuan pendidikan seni adalah untuk menumbuhkembangkan sikap
toleransi, demokrasi, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat majemuk, mengembangkan
kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, keterampilan,
serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan memamerkan atau mempergelarkan karya
seni (Syafi‟i, 2006: 30).

Dalam konteks pembelajaran seni rupa, benar-benar diperhatikan perbedaan setiap individu murid
karena setiap individu murid berbeda-beda dalam mengekspresikan feelings (perasaan)
dan emotions (ungkapan dari perasaan). Menurut Lowenfeld dan Brittain (dalam Ismiyanto 2010: 2)
pembelajaran kelas difokuskan pada hal-hal yang memungkinkan siswa terdorong dalam prosesnya.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran seni rupa harus diperhatikan tahap perkembangan anak, yang
terpenting bukan hasil karya tetapi bagaimana proses anak dalam menghasilkan karya. Dalam proses
pembelajaran seni rupa adalah mengupayakan terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi
kegiatan belajar anak didik dan menciptakan lingkungan yang dapat membantu perkembangan anak
untuk “menemukan” sesuatu melalui eksplorasi dan eksperimen dalam belajar.

    Fungsi pembelajaran seni rupa adalah untuk mendorong dan meningkatkan potensi pribadi siswa
secara komprehensif meliputi kemampuan ekspresivitas, sensitivitas, dan kreativitas, serta berfungsi
untuk mengkonservasi dan mengembangkan gagasan-gagasan nilai, pikiran tentang keindahan yang
terdapat dalam masyarakat dan bangsa dari suatu generasi ke generasi berikutnya (Kurniawati, 2011:
22).
Menurut Goldberg (dalam Retnowati 2010: 4) terdapat tiga cara mengintegrasikan seni dalam
pembelajaran, yaitu learning about the arts (belajar tentang seni), learning with the arts (belajar dengan
seni), dan learning through the arts (belajar melalui seni). Belajar dengan seni terjadi jika seni
diperkenalkan kepada siswa sebagai cara untuk mempelajari materi pelajaran tertentu. Sebagai contoh,
guru memperkenalkan lukisan Piet Mondrian dalam mengajarkan garis sejajar. Dalam hal ini, siswa
belajar dengan bantuan bentuk seni yang memberikan informasi tentang materi pelajaran.

Materi pokok seni rupa meliputi aspek apresiasi seni, berkarya seni, kritik seni, dan penyajian seni.
Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan atau tanggapan estetis
(respons estetis) terhadap karya seni rupa. Materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan
tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa. Apresiasi seni rupa dapat mencakup materi
yang lebih luas, yaitu pengenalan seni rupa dalam konteks berbagai kebudayaan (Departemen
Pendidikan Nasional, 2009). Materi pelajaran apresiasi seni meliputi pengenalan terhadap budaya lokal,
budaya daerah lain, dan budaya mancanegara, baik yang bercorak primitif, tradisional, klasik, moderen,
maupun kontemporer. Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi juga meliputi
pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta
makna-makna dan nilai-nilai pada seni rupa tersebut.

Pembahasan konsep seni rupa meliputi struktur bentuk dan ungkapan (ekspresi) dalam seni murni dan
hubungan bentuk, fungsi, dan elemen estetik dalam seni rupa terapan. Pembahasan tentang media seni
rupa meliputi ciri-ciri media, proses, dan teknik pembuatan karya seni rupa. Selain itu, apresiasi seni juga
perlu memberikan pemahaman hubungan antara seni rupa dengan bentuk-bentuk seni yang lain,
bidang-bidang studi yang lain, serta keberadaan seni rupa, kerajinan, dan desain sebagai bidang profesi.
Pendidikan seni memiliki peranan dalam pengembangan kreativitas, kepekaan rasa dan inderawi, serta
kemampuan berkesenian melalui pendekatan belajar dengan seni, belajar melalui seni, dan belajar
tentang seni (Basari, 2008: 2-3).

Belajar dengan seni ialah mengekespresikan diri dengan cara memahami bahasa rupa, bunyi, gerak dan
peran dalam perpaduannya. Belajar melalui seni ialah memahami konsep, menampilkan sikap apresiasi
dan kreatifitas melalui seni dan budaya. Belajar tentang seni ialah mengembangkan kesadaran tentang
konsep, apresiasi dan kreasi melalui upaya eksplorasi, proses dan teknik berkarya dalam konteks budaya
masyarakat yang beragam. Pendidikan seni melibatkan semua bentuk kegiatan berupa aktivitas fisik dan
cita rasa keindahan (estetik).

Aktivitas fisik dan cita rasa keindahan itu tertuang dalam kegiatan berekpresi, berekplorasi, berapresiasi
berkreasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran yang masing-masing mencakup materi sesuai
dengan bidang seni dan aktivitas dalam gagasan-gagasan seni, keterampilan berkarya serta apresiasi
dengan memperhatikan konteks sosial budaya masyarakat.

Pembelajaran seni di sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa
estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis, apresiatif dan kreatif pada diri siswa secara
menyeluruh. Sikap ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan serangkaian proses kegiatan pengalaman,
penilaian, serta penumbuhan rasa memiliki melalui keterlibatan siswa dalam segala aktivitas seni di
dalam kelas atau di luar kelas. Kurikulum mata pelajaran pendidikan seni memuat ketiga kegiatan
tersebut di atas yang disusun sebagai kesatuan (Basari, 2009: 1). Artinya pada proses pembelajaran,
ketiga proses kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas seni yang harus dialami siswa yang
termuat dalam aktivitas mengapresiasi dan aktivitas berkreasi seni. Pendidikan seni sebagai mata
pelajaran di sekolah:

a. Multilingual yaitu pendidikan seni harus mengembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan
berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.

b. Multidimensional dalam artian pendidikan seni harus mengandung arti mengembangkan kompetensi


dasar meliputi persepsi, pengetahuan, analisis, evaluasi, apresiasi dan produktivitas dalam
menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan cara memadukan secara harmonis unsur-
unsur logika, kinestetik, etika dan estetika.

c. Multikultural yaitu pendidikan seni harus mengandung makna menumbuh kembangkan kesadaran
dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan mancanegara sebagai wujud
pembentukan sikap menghargai, bertoleransi, demokratis, beradab dan budaya yang majemuk
(Depdiknas dalam Basari, 2009: 2).

Pendidikan seni memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis dalam logika,
estetik dan etika dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan
spiritual, moral, kreativitas dengan cara mempelajari prinsip, proses dan teknis berkarya sesuai dengan
nilai budaya dan keindahan serta sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat sebagai sarana untuk
menumbuhkan sikap saling memahami, menghargai dan menghormati.

Pembelajaran seni atau disebut dengan pelajaran seni budaya, salah satunya yang mencakupi tentang
seni rupa. Seni rupa adalah salah satu bagian dari cabang seni, termasuk juga seni tari, dan seni musik.
Seni rupa adalah seni yang mengolah rupa dan memiliki dua kategori yaitu seni murni serta seni terapan.
Seni murni adalah karya seni yang dibuat untuk dinikmati keindahannya. Seni murni mengutamakan
sifat estetikanya dibandingkan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seni terapan adalah karya
seni yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena mengandung nilai fungsi tertentu di samping
nilai seni yang dimilikinya.

3.   Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Seni

Dalam pengertian umum pendidikan seni adalah upaya sadar untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan
pembimbingan pembelajaran dan pelatihan agar siswa memiliki kemampuan berkesenian. Makna
pendidikan seni adalah pemberian pengalaman menghayati nilai keindahan, bagaimanapun nilai
keindahan itu dimaknai. Pemberian pengalaman nilai estetika dengan dua kegiatan yang saling berkaitan
makna, yaitu apresiasi dan kreasi.

Pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multi dimensional, dan multikultural. Mutilingual bermakna
pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media.
Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur
estetika, logika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni
menumbuhkembangkan kesadaran dan apresiasi terhadap beragam seni budaya nusantara dan
mancanegara. Hal inilah yang memungkinkan seseorang hidup secara beradap serta toleran dalam
masyarakat dan budaya majemuk serta bangsa yang berkarakter.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi insan manusia (Akhmad 2010). Menurut Azzet (2011: 36) Pendidikan
karakter adalah sebuah sistem penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat
sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran dan tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut Hal
tersebut senada dengan pendapat Susanto (2008:184) bahwa pendidikan karakter adalah suatu istilah
yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangam personal yang
meliputi penalaran moral, pembelajaran sosial dan emosional serta pendidikan keterampilan hidup.

Terkait hal tersebut Pemayun (2010: 7) berpendapat, bahwa pada dasarnya, nilai budaya adalah nilai-
nilai budaya adiluhung dan utama dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tersebut dihormati sebagai
hal-hal yang tertinggi, yang menjadi aspirasi, pedoman, dan cita-cita hampir seluruh anggota masyarakat
pemilik kebudayaan yang bersangkutan.

Pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi
krisis moral yang sedang melanda negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya
pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman,
pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik
orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah penanaman karakter luhur kepada
semua komponen sekolah sehingga menjadi manusia yang berpengetahuan, religus bermoral, menjaga
emosional dan beretika baik kepada sesama.

4.   Nilai Estetis dalam Karya Seni

Istilah estetika berasal dari bahasa Yunani Aesthetica yang berarti hal-hal yang dapat diserap panca
indra (The Liang Gie, 1976: 15). Kemudian disebutkan bahwa aesthetis berarti penyerapan indra (sense
perception). Dalam hal ini estetika dipahami dalam cabang filsafat yang menempatkan keindahan
sebagai objek, maka dari itu tujuan dari segenap indrawi adalah keindahan. Hal ini dikemukakan Katts
(dalam the Liang Gie, 1976: 17) bahwa cabang filsafat yang berhubungan dengan batasan, rakitan dan
perasaan dari keindahan disebut estetika.

Iswidayati (2010:20) menjelaskan bahwa estetika adalah ilmu tentang melihat suatu keindahan. Berasal
dari bahasa Yunani esthetikos yang artinya mengamati melalui indra atau persepsi. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 308) tertulis bahwa estetika merupakan cabang filsafat yang
menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya.

Hisman (dalam Sahman, 1993: 2) menjelaskan bahwa estetika sebagai renungan filsafat tentang seni
atau filsafat seni, bersama-sama dengan etika dan logika. Estetika membentuk tritunggal ilmu
pengetahuan normatif, karena generalisasi yang ditegakkan bukanlah hukum-hukum tentang realita,
tetapi lebih pada asas dan ketentuan yang harus diikuti. Kata estetika mengacu pada hal-hal yang
mengacu pada keindahan. Maka dapat dikatakan estetika sebagai teori yang menjelaskan tentang seni
dan nilai keindahan.

Dari pernyataan tersebut, dikatakan bahwa estetika adalah ilmu yang berhubungan dengan cita rasa dan
pandangan tentang nilai-nilai keindahan. Berkaitan dengan seni kerajinan, estetika berfungsi sebagi
acuan yang mendukung dalam menciptakan karya seni yang indah. Karya kerajinan yang termasuk
dalam karya seni terapan tetap memperhitungkan nilai keindahan. Sebagai karya seni, kerajinan
merupakan hasil perhitungan dan olah rasa serta ungkapan yang memuat nilai keindahan.

Nilai estetis pada sebuah karya seni rupa dapat bersifat obyektif dan subyektif. Nilai estetis obyektif
memandang keindahan karya seni rupa berada pada wujud karya seni itu sendiri artinya keindahan
tampak kasat mata. Sesungguhnya keindahan sebuah karya seni rupa tersusun dari komposisi baik,
perpaduan warna yang cocok, penempatan obyek yang membentuk kesatuan dan sebagainya. Dengan
demikian, nilai estetis yang terkandung dalam suatu karya seni rupa akan muncul apabila unsur-unsur
seni terpenuhi dan tertuang dalam karya seni yang dibuat. Meskipun kerajinan termasuk dalam seni
terapan, namun tidak meninggalkan nilai estetika.

E.   Karya Seni

1.    Konsep Karya Seni

Karya seni adalah karya buatan manusia untuk diapresiasi oleh penonton. Sedangkan penonton adalah
orang-orang yang diharapkan mau menerima atau menghargai karya seni ciptaan seniman (Rondhi
2002:19). Karya seni adalah benda buatan manusia yang mengandung banyak nilai misalnya nilai
kegunaan, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai historis, dan nilai keindahan. Nilai adalah
segala sesuatu yang dianggap berharga yang melekat pada sesuatu termasuk karya seni. Nilai adalah
sifat atau kualitas dari segala sesuatu yang dipandang berharga atau bermanfaat. Oleh karena itu, orang
selalu mencarinya (Rondhi 2002: 11).

Ditinjau dari dimensinya, karya seni rupa dapat dibagi menjadi dua yaitu: karya seni rupa dua dimensi
dan karya seni rupa tiga dimensi. Karya seni dua dimensi merupakan karya seni rupa yang memiliki
dimensi panjang dan lebar seperti seni lukis, seni grafis, seni ilustrasi dan sebagainya. Sedangkan karya
seni tiga dimensi merupakan karya seni rupa yang mempunyai dimensi panjang, lebar dan tinggi,
mempunyai volume, menempati suatu ruang, dan dapat dilihat dari berbagai arah, seperti seni patung,
seni arsitektur dan sebagainya.

Ditinjau dari fungsinya, seni rupa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: seni murni (fine art) dan seni
pakai atau seni terapan (applied art). Seni murni adalah karya seni rupa yang dibuat semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan artistik saja. Sedangkan seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan praktis serta lebih menekankan segi fungsi.

2.   Seni Kriya

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dengan akal dan pikiran. Seiring dengan kemajuan
zaman, manusia mulai memikiran banyak hal dalam kehidupannya. Salah satunya adalah pemikiran yang
mendorong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan fisik seperti pakaian, perabot dan lain
sebagainya merupakan hal yang penting untuk dipenuhi. Hal ini bertujuan untuk membantu
memudahkan aktivitas mereka sehari-hari. Dari situlah muncul pemikiran manusia untuk mulai
menciptakan barang-barang pemenuh kebutuhan yang biasa disebut dengan barang kriya.

Pada awalnya produk kriya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, pertanian dan lain
sebagainya yang masih dibuat secara sederhana. Dengan adanya dorongan keinginan manusia akan
barang-barang yang indah membuat mereka tidak puas dengan barang yang wujudnya biasa saja. Hal ini
mendorong kriyawan untuk menghasilkan karya yang tidak sekedar fungsional tetapi juga menghasilkan
karya yang dapat dinikmati keindahannya. Seni kriya adalah seni yang dihasilkan oleh orang yang bekerja
atas keterampilannya, baik keterampilan psikis maupun keterampilan tangannya (Bastomi,2003: 69).

Seni kriya juga sering disebut dengan istilah handycraft dapat diartikan juga sebagai kerajinan tangan.
Triyanto (2007:38) mendefinisikan bahwa seni kriya adalah aktivitas yang mengubah materi mentah
dengan keterampilan yang dapat dipelajari sehingga menjadi produk yang telah ditetapkan sebelumnya.

Bastomi (2003:86) mengkategorikan produk seni kriya berdasarkan makna yang tersirat, yaitu:

1) bermakna budaya, ialah barang-barang yang dibuat sebagai simbol suatu budaya, misalnya, keris,
samurai, pakaian adat, dan barang perabotan rumah tangga,

2) bermakna agama dan kepercayaan, yaitu batang-barang yang berbentuk topeng, arca, perahu,
dengan menggunakan material atau medium yang mempunyai nilai spiritual dan berkualitas metafisis,

3) bermakna adat istiadat setempat, barang-barang terapan yang dibuat oleh kriyawan mempunyai nilai
guna praktis yang bersifat universal, namun dapat diversifikasi, dimodifikasi, bahkan diinovasi menjadi
unik sesuai dengan kekhasan tradisi setempat,

4) bermakna ekonomi, yang mengarah pada industri. Barang-barang dibuat dengan tujuan untuk dijual
belikan, misalnya peralatan rumah tangga dari rotan, bambu, perlengkapan interior, busana.

Selain menekankan aspek kegunaan atau fungsi praktis, produk seni kriya kini mulai diciptakan atas
dorongan kriyawan dalam menghasilkan karya yang lebih kental akan ekspresi dalam pembuatannya.
Hal ini bertujuan untuk memenuh kebutuhan estetis bagi masyarakat.

Guntur (2005 : 63-64) mejelaskan bahwa craft pendefinisiannya dibagai kedalam dua pengertian.


Pertama diartikan sebagai kerja mahir, kerja pembuatan tetapi juga keterampilan lainnya. Dalam
pengertian ini tercakup istilah terampil, sehingga ada keterampilan seperti membuat tenun, tetapi juga
ada keterampilan menulis atau memasak. Dengan kata lain, disiplin ini secara tidak langsung
menyatakan pengetahuan dan keahlian yang diterapkan dalam suatu kegiatan. Kedua kerajian yang
mencakup keramik, ukiran, batik, tenun dan sebagainya. Dalam artian ini kerajinan lebih mengarah pada
kata benda.

Seni kerajinan adalah seni yang dihasilkan oleh orang yang bekerja atas keterampilannya, baik
keterampilan kreatif maupun keterampilan tangannya. Seni kerajinan memiliki bentuk sederhana
namun menarik perhatian umum dan mampu menyiratkan nilai-nilai sosial, kepribadian dan sensasional.
Selain itu ada pula nilai yang menjadi simbol kepercayaan dan mengandung pesanpesan yang sangat
kompleks. Unsur lain dalam seni kerajinan adalah bahan, alat dan teknik pembuatan. Alat-alat yang
sederhana dan biasa namun mampu menciptakan karya-karya yang indah menjadi nilai lebih pada
kerajinan.

Seni kerajian sebagai seni terapan mampu bersaing dengan seni murni. Hal ini dikarenakan seni terapan
berkaitan dengan kegiatan manusia yang tidak pernah terlupakan dan paling akrap dengan kehidupan
manusia sehari-hari. Seni terapan banyak diminati dengan tujuan yang berbeda-beda. Hal tersebut
disebabkan kebutuhan manusia yang berbeda-beda pula. Kerajinan dinyatakan kedalam keompok seni
terapan secara subtansial dibuat dengan peralatan tangan ataupun dengan peralatan yang lebih modern
dalam jumlah yang banyak.

Penciptaan seni kerajinan menampakkan kegiatan menghasilkan barang yang inovatif. Hal ini dapat
dilihat dengan beragamnya karya yang diciptakan sesuai dengan permintaan konsumen. Karena
permintaan pasar yang memesan dalam skala besar, maka proses penciptaan karya dibutuhkan alat-alat
modern yang lebih efektif dan menghasilkan produksi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik.
Seni kerajinan diciptakan untuk memudahkan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan. Santoso (dalam
Bastomi, 2003:87) menjelaskan bahwa seni kerajinan maupun kriya menjadi penting karena senantiasa
diperlukan oleh masyarakat dan tetap akan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan pesatnya
perkembangan masyarakat.

Pada dasarnya seni kerajinan merupakan seni yang mengutamakan nilai fungsionalnya. Adapun unsur
hiasan hanya pendukung, sehingga bagaimanapun fisik kerajinan tersebut, nilai fungsinya tidak hilang.
Meskipun demikian seni kerajinan mengalami perkembangan dan muncul seni kerajinan yang ditujukan
bukan untuk fungsional, melainkan untuk hiasan. Bagaimanapun juga bentuk maupun tujuan penciptaan
seni kerajinan tidak lepas dari pemenuh kebutuhan keindahan dalam jiwa manusia.

Seni kerajinan erat hubungannya dengan sumber daya alam dilingkungan tempat manusia menjalani
kehidupannya. Penciptaan karya kerajinan berawal dari kebutuhan manusia untuk membuat alat yang
diperlukan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dengan perkembangan sosial kemudian terjadilah
hubungan dengan kelompok manusia lain dan menghasilkan hubungan ekonomis melalui pertukaran
barang atau benda yang diperlukan.

Dengan terus majunya perkembangan zaman kini kerajinan mampu menjadi barang produksi dalam
bidang industri kreatif. Dalam pembuatan kerajian tidak lepas dari media, baik bahan maupun alat.
Bastomi (2003: 95-96) menjelaskan jenis bahan yang digunakan dalam berkarya kerajinan dibagi dalam
empat jenis. Pertama bahan dasar atau bahan mentah yang umumnya berasal dari alam. Kedua bahan
masak atau bahan dasar yang telah diproses, dimasak dan diolah namun nilai aslinya masih terasa,
seperti emas dan perak. Ketiga bahan sintetis atau bahan yang berasal dari beberapa bahan alami yang
diolah melalui proses kimia seperti plastik dan nilon. Keempat bahan limbah atau bahan yang tidak
memiliki nilai guna.

Dari penjabaran di atas seni kerajinan dapat disimpulkan bahwa kerajinan adalah karya cipta manusia
yang berasal dari kreativitasnya dan memiliki karakteristik tertentu yang mengandung unsur rupa dan
diciptakan dengan bahan, teknik dan alat tertentu. Kerajinan identik dengan penciptaan karya seni rupa
dalam jumlah banyak dan mampu menjadi barang bernilai ekonomi.

3.   Fungsi Karya Seni Kriya

Secara umum hasil karya seni kriya yang ada di pasaran sekarang ini memiliki beberapa fungsi antara
lain: (1) sebagai dekorasi penghias ruang. Produk seni kriya ini merupakan benda yang diciptakan
sebagai dekorasi atau pajangan seperti: topeng, ukiran kayu dan logam, keramik hias, miniatur dan lain
sebagainya, (2) sebagai benda terapan (fungsional). Selain difungsikan sebagai elemen penghias, karya
seni kriya juga memiliki fungsi praktis. Seni kriya pada dasarnya mengutamakan fungsi, sedangkan
hiasan merupakan unsur pendukung. Contoh: kursi dan meja, perabot dapur dan lain sebagainya, (3)
sebagai mainan, selain kedua fungsi yang ada, karya seni kriya juga memiliki fungsi sebagai benda
mainan. Beberapa contoh karya seni kriya yang berfungsi sebagai benda mainan antara lain: mainan
gangsing, yoyo, wayang, boneka dan lain sebagainya.

4.   Jenis Seni Kriya

Jenis karya seni kriya yang dihasilkan oleh para kriyawan memang sangat banyak. Bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan karya juga semakin beragam. Pemilihan bahan material dalam pembuatan
seni kriya memang sangat penting, karena material akan mendukung nilai bentuk, dan kenyamanan.
Berdasarkan bahan yang digunakan, ada beberapa jenis seni kriya yang sudah banyak dihasilkan di
pasaran antara lain :

1) kriya tekstil merupakan kerajinan yang dibuat dari berbagai jenis kain yang dibuat dengan cara
ditenun, diikat, dipres dan berbagai cara lain yang dikenal dalam pembuatan kain. Contohnya: batik,
pakaian dal lain-lain,

2) kriya kulit adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari kulit yang sudah melalui proses
tertentu. Contohnya: tas, sepatu, wayang,

3) kriya kayu merupakan kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang diproses dengan bantuan
peralatan khusus seperti tatah ukir. Contohnya: mebel, ukiran,

4) kriya logam ialah kerajinan yang menggunakan bahan logam seperti emas, perak, dan besi

5) kriya keramik adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari tanah liat melalui proses
pembuatan dengan teknik tertentu untuk menghasilkan benda pakai dan benda hias yang dapat
dinikmati keindahannya. Contohnya: guci, vas bunga, piring dan lain-lain,

6) kerajinan anyaman, kerajinan ini biasanya menggunakan bahan rotan, bambu, dll. Contohnya:
dompet, keranjang, caping dan lain-lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan dimensinya, jenis-jenis seni kriya dapat
dibedakan menjadi (1) Seni kriya dua dimensi, yaitu karya seni kriya dua dimensi meliputi sulaman,
bordir, mozaik, kolase, batik, tenun, relief, dan hiasan dinding. (2) Seni kriya tiga dimensi meliputi,
kerajinan keramik, kerajinan logam, kerajinan kulit, kerajinan kayu, kerajinan anyaman, dan kerajinan
lainnya.

F.   Alat dan Teknik Berkarya Seni Kriya

Jenis, bentuk, bahan, dan teknik dalam seni pahat sangat beragam, dari jents ukir, patung, dan aneka
kerajinan lainnya. Seni pahat selain menggunakan bahan kayu, juga menggunakan batu, aneka logam,
emas, serta tulang dan kulit hewan. Contohnya mebel, relief, patung, topeng, wayang, dan lain-lain.

1.    Alat

Alat merupakan benda yang digunakan untuk mengubah bahan dalam berkarya seni menjadi suatu
produk karya seni. Alat yang bisa digunakan untuk menghasilkan produk seni kriya merupakan alat yang
dijalankan dengan tangan. Alat yang digunakan untuk memudahkan kriyawan dalam penggarapan karya
antara lain: Pahat, cetakan, pembubut dan lain sebagainya.
2.   Teknik Berkarya Seni Kriya

Penentuan teknik penggarapan karya yang akan dibuat harus tepat dan disesuaikan dengan karakteristik
bahan yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan kriyawan dalam mengerjakan bahan yang
ada. Pada dasarnya, ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam penggarapan seni kriya trimatra
antara lain: Teknik membentuk (modeling), teknik ini biasanya dimanfaatkan pada pembuatan karya
dengan bahan yang lunak atau mudah untuk dibentuk seperti tanah liat atau plastisin. Contoh karya
yang di hasilkan dengan teknik ini adalah kriya keramik dan kerajinan clay.

Teknik mengurangi (carving), teknik ini dilakukan dengan mengurangi bagian dari bahan yang dipakai
dengan menggunakan alat tertentu. Teknik ini biasanya dipakai pada pembuatan karya seperti ukir dan
patung kayu dengan menggunakan alat pahat. Teknik mencetak (casting) lebih sering dimanfaatkan
dalam pembuatan karya dengan bahan seperti logam dan fiberglass. Contoh karya yang dibuat dengan
teknik ini adalah patung logam dan patung fiberglass. Teknik mengkonstruksi (constructing) digunakan
dalam pembuatan karya seperti patung cor yang membutuhkan kerangka untuk menopang bentuk yang
akan dihasilkan.

Teknik pembuatan karya seni kriya disesuaikan dengan bahan yang dipakai. Teknik-teknik yang
digunakan dalam membuat karya seni kriya antara laln teknik cor, teknik ukir, teknik membatik, teknik
anyam, teknik tenun, teknik bordir dan teknik membentuk. Berdasarkan semua uraian tersebut dapat
dikatakan bahwa, seni kriya merupakan karya seni yang dihasilkan atas kerja keras mengolah materi
dengan keterampilan psikis, dan keterampilan tangan pembuatnya. Hasil karya seni kriya mengandung
unsur-unsur rupa, estetika, dan fungsional yang dibuat unik dengan kreativitas yang dimiliki seseorang.

3.   Unsur Rupa dan Prinsip Desain

Unsur seni rupa adalah unsur- unsur visual yang ada dalam karya seni rupa. Unsur seni rupa menjadikan
benda seni menjadi nampak indah dan bermakna. Menurut Sipahelut (1991: 24) unsur rupa adalah
unsur untuk mewujudkan karya seni sehingga orang lain mampu memahami karya tersebut. Unsur yang
dapat dilihat pada karya seni biasa disebut unsur visual. Unsur-unsur visual tersebut adalah garis,
bidang, ruang, bentuk, warna, tekstur, dan gelap-terang.

Dalam membuat karya seni perlu mempertimbangkan unsur-unsur pendukung bentuk yang sering
disebut unsur-unsur rupa (visual). Unsur-unsur rupa yang dikembangkan dalam berkarya adalah sebagai
berikut.

a.   Garis

Unsur garis merupakan unsur yang paling mendasar pada karya seni. Garis dinyatakan dalam bentuk
deretan titik-titik yang terhubung membentuk garis yang mempunyai arah. Garis memiliki dimensi
panjang, pendek, berdiri, mendatar, lurus dan melengkung. Garis memiliki peran yang penting dalam
seni rupa. Garis mampu menggambarkan sesuatu secara representative, simbolis, ekspresif, sifat normal
dan non normal. Dharsono (2007: 96) menyatakan adapun yang paling penting adalah bagaimana
merasakan intensitas yang tergores pada bidang seni.

Ditinjau dari segi jenisnya terdapat garis lurus, garis lengkung, dan garis patah. Garis lurus berkesan
tegas, memiliki arah yang jelas ke arah pangkal atau ujungnya.Garis lengkung, baik yang lengkung
sederhana maupun berganda, berkesan lembut, luwes, bergerak lamban, berkelok arahnya. Garis patah
membentuk sudut-sudut atau tikungan-tikungan yang tajam, terkadang berkesan tegar dan tegang
(Sunaryo, 2002: 8).

Dalam desain seni kerajinan, garis digunakan sebagai batas sisi dari susunan tiap-tiap motif yang dibuat.
Garis juga muncul dari tiap-tiap tepian bentuk dan menimbulkan perkiraan bagi yang melihatnaya.
Misalnya garis yang melengkung pada motif batik yang menimbulkan kesan dinamis.

b.   Raut

Unsur raut sejatinya adalah unsur garis yang terhubung dan membatasi bidang. Selain itu raut adalah
bidang yang terbuat oleh sebuah kontur atau perbedaan warna. Raut atau shape adalah bidang yang
menyerupai bentuk alam (non figur) yang dirasakan dalam wujud stilasi, distorsi, trasformasi dan
disformasi (Dharsono, 2007: 98). Raut merupakan pengenal bentuk yang utama. Sunaryo (2002: 9)
menjelaskan bahwa sebuah bentuk dapat dikenali dari rautnya, apakah sebagai suatu bangun yang pipih
datar, yang menggumpal padat, atau yang berongga, bervolume, lonjong, bulat, persegi dan sebagainya.

Unsur rupa raut adalah pengenal bentuk yang utama. Sebuah bentuk dapat dikenali dari rautnya,
apakah sebagai suatu bangun yang pipih datar, yang menggumpal padat atau berongga bervolume,
lonjong, bulat, persegi, dan sebagainya. Raut dapat ditampilkan dengan kontur (Sunaryo, 2002: 9).

Dengan demikian, raut dapat dipandang sebagai perwujudan yang dikelilingi oleh kontur, baik untuk
menyatakan sesuatu yang pipih dan datar, seperti pada bidang, maupun yang padat bervolume, seperti
pada gumpal atau gempal (mass).Tetapi raut juga dapat terbentuk oleh sapuan-sapuan bidang warna
(Sunaryo, 2002: 10). Dari segi perwujudannya, raut dapat dibedakan menjadi (1) raut geometris, (2) raut
organis, (3) raut bersudut banyak, dan (4) raut tak beraturan (Wong, 1972).

c.   Warna

Warna merupakan pembeda suatu bentuk dari lingkungan disekitarnya. Wong (1980: 7) menjelaskan
bahwa warna merupakan kualitas dari rupa yang membedakan sebuah bentuk dengan jelas dari
lingkungannya, dan dapat berupa warna buatan. Adapun warna yang ada di alam bukanlah karya seni,
sebab bukan buatan manusia. Warna alam contohnya seperti tumbuhan, bebatuan dan awan.
Sedangkan warna buatan adalah pewarna yang berasal dari zat-zat sintetis.

Warna ialah kualitas rupa yang dapat membedakan kedua objek atau bentuk yang identik raut, ukuran,
dan nilai gelap terangnya. Warna berkaitan langsung dengan perasan dan emosi, karena itu warna
menjadi unsur penting dalam ungkapan seni rupa dan desain. Melalui bentuk kita dapat mengenali
warna, sebaliknya kita mengenali bentuk dengan warna (Sunaryo, 2002: 12).

Warna yang kita cerap, sangat ditentukan oleh adanya pancaran cahaya. Warna benda-benda yang kita
lihat sesungguhnya adalah pantulan dari cahaya yang menimpanya, karena warna merupakan unsur
cahaya. Warna yang bersumber dari cahaya disebut warna aditif. Contohnya adalah warna-warna yang
dipancarkan televisi dan sign lamp. Sedangkan warna-warna pada benda, dedaunan, tekstil, lukisan atau
cat termasuk warna pigmen, yakni butir-butir halus bahan warna. Warna pigmen tersebut disebut
dengan warna subtraktif. Warna subtraktif ada yang bersifat bening (transparent) dan buram atau kedap
(opaque), atau semu bening (semi transparent) (Sunaryo, 2002: 12).

d.   Gelap Terang
Istilah gelap terang sering juga disebut dengan unsur pencahanyaan. Cahaya merupakan pancaran
energi yang membuat suatu benda menjadi tampak. Unsur cahaya mempunyai intensitas yang berbeda-
beda di setiap bidang seni rupa. Unsur gelap-terang pada karya seni menghasilkan bayangan yang
mampu mempengaruhi visual karya seni.

Unsur rupa gelap terang juga disebut nada. Ada pula yang menyebut unsur rupa cahaya. Setiap bentuk
dapat terlihat jika terdapat cahaya. Cahaya yang berasal dari matahari selalu berubah-ubah derajat
intensitasnya, maupun sudut jatuhnya. Cahaya menghasilkan bayangan dengan keanekaragaman
kepekatannya, serta menerpa pada bagian benda-benda sehingga tampak terang. Ungkapan gelap-
terang sebagai hubungan pencahayaan dan bayangan dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling
putih untuk menyatakan yang sangat terang, sampai kepada yang paling hitam untuk bagian yang sangat
gelap (Sunaryo, 2002: 20).

e.   Ruang

Unsur rupa ruang lebih mudah dirasakan daripada dilihat. Kita bergerak, berpindah, dan berputar dalam
ruangan. Jadi, ruang adalah unsur atau daerah yang mengelilingi sosok bentuknya. Ruang sesungguhnya
tak terbatas, dapat kosong, sebagian terisi, atau dapat pula penuh padat terisi. Bentuk dan ukuran ruang
baru dapat disadari dan dikenali justru setelah ada sosok atau bentuk yang mengisinya atau terdapat
unsur yang melingkupinya (Sunaryo, 2002: 21).

Kesan kedalaman ruang dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain: (1) melalui penggambaran
gempal, (2) penggunaan perspektif, (3) peralihan warna, gelap terang, dan tekstur, (4) pergantian
ukuran, (5) penggambaran bidang bertindih, (6) pergantian tampak bidang, (7) perlengkungan atau
pembelokan bidang, dan (8) penambahan bayang-bayang (Sunaryo, 2002: 22).

f.    Tekstur

Tekstur merupakan unsur rupa yang memberikan rasa pada permukaan bahan yang sengaja dibuat
untuk memberi kesan tertentu. Adapun sifat permukaan dapat halus, polos, licin, kasar, berkerut,
mengkilap, lunak ataupun keras. Tekstur disebut juga nilai raba suatu permukaan. Sifat permukaan
dapat berupa halus, polos, rata, licin, mengkilap, berkerut, lunak, kasar, dan sebagianya. Tekstur
mencakup dua macam yaitu tekstur nyata dan tekstur semu.

Suatu permukaan bila dilihat kasar namun ketika diraba halus disebut tekstur semu. Sebaliknya tekstur
nyata adalah apa yang dirasakan atau diraba dan dilhat adalah menunjukan hal yang sama. Sunaryo
(2002:11) menejaskan bahwa tekstur dibedakan menjadi dua. Pertama, tekstur nyata yang
menampakkan adanya kesamaan antara kesan visual dengan rasa yang diperoleh dari indra peraba.
Kedua adalah tekstur semu atau tekstur yang berbeda antara kesan visual dengan rasa yang diperoleh
dari indra peraba.

4.   Prinsip Desain

Seni kriya sebagai sebuah karya seni juga perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip desain agar karya
yang dihasilkan memiliki struktur visual yang menarik untuk dilihat. Prinsip-prinsip desain digunakan
sebagai pedoman penyusunan unsur-unsur seni rupa dalam membuat atau merancang karya seni.
Menurut Rondhi (2002: 34) ada empat unsur desain yang perlu diperhatikan dalam merancang karya
seni rupa. Adapun prinsip desain tersebut adalah kesatuan (unility), keseimbangan (balance), irama
(rhythm) dan proporsi (propotion). Sedangkan Sunaryo (2002: 31) masih menambahkan prinsip
keserasian (harmoni) dan dominasi (point of interest).

a.   Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan adalah kesamaan bobot antar unsur-unsurnya. Adapun yang dimaksut unsur disini adalah
unsur yang ditata dengan perbandingan yang seimbang walaupun bentuk maupun ukuranya tidak sama
namun nilainya dapat sama (Djati, 1996: 18). Keseimbangan merupakan prinsip desain yang
memerlukan kepekaan rasa. Penempatan unsur seni yang seimbang memberikan kesan karya menjadi
sama berat di segala tempat.

Keseimbangan merupakan prinsip desain yang berkaitan dengan pengaturan bobot akibat gaya berat
dan letak kedudukan bagian-bagian sehingga susunan dalam keadan seimbang. Sunaryo (2002: 39)
mengatakan bahwa tidak adanya keseimbangan dalam suatu komposisi, akan membuat perasaan tidak
tenang dan keseutuhan komposisi akan terganggu. Sebaliknya, keseimbangan yang baik memberikan
perasaan tenang dan menarik, serta menjaga keutuhan komposisi.

b.   Irama (Rhythm)

Irama (rhythm) merupakan pengaturan unsur-unsur rupa secara berulang dan berkelanjutan, sehingga
bentuk yang tercipta memiliki kesatuan arah dan gerak yang membangkitkan keterpaduan bagian-
bagiannya. Irama dapat diperoleh dengan beberapa cara, yakni (1) irama repetitif (2) alternatif (3)
progresif (Sunaryo, 2002: 35).

Sipahelut (1991: 20) menjelaskan bahwa kesan gerak gemulai yang menyambung dari bagian satu ke
bagian lain pada suatu benda, atau dari unsur satu dengan yang lain dalam sebuah susunan atau
komposisi disebut dengan irama (rhythm). Irama merupakan gerakan peralihan yang berkesinambungan
teratur dan serasi (Iswidayati, 2006: 28). Dapat dipahami bahwa irama merupakan kesan gerak yang
kerkelanjutan dan berkesinambungan serta serasi.

c.   Kesebandingan (Proporsi)

Kesebandingan berarti hubungan antar bagian terhadap keseluruhan. Pengaturan hubungan tersebut
berkaitan dengan ukuran besar atau kecilnya, luas atau sempitnya bagian, panjang atau pendeknya
bagian, dan tinggi atau rendahnya bagian (Sunaryo 2002: 40). Bastomi (2003: 104) berpendapat bahwa
proporsi adalah ukuran yang berhubungan dengan bagian-bagian dalam satu keseluruhan.
Kesinambungan merupakan hubungan antar setiap bagian terhadap keseluruhannya agar mencapai
kesesuaian sehingga diperoleh kesatuan yang memuaskan. Perbandingan antara satu bagian satu
dengan yang lainnya yang baik dan benar menentukan kesesuaian yang indah untuk dipandang.

d.   Aksentuasi (Emphasis)

Desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Pusat perhatian
atau dengan kata lain dominasi merupakan pengaturan peran atau penonjolan bagian atas bagian
lainnya dengan suatu keseluruhan. Dengan adanya sesuatu yang menonjol pada bagian itu maka
menjadi sebuah dominasi atau point of interest. Dengan adanya dominasi unsur-unsur tidak tampil
seragam, atau sama kuat, melainkan memperkuat keseutuhan dan kesatuan bentuk (Sunaryo, 2000: 6).

e.   Keserasian (Harmony)
Keserasian (harmony) merupakan suatu prinsip yang mempertimbangkan keselarasan dan keserasian
antar bagian dalam suatu keseluruhan sehingga cocok satu dengan yang lain, serta terdapat
keterpaduan yang tidak saling bertentangan. Susunan yang harmonis menunjukan adanya keserasian
dalam bentuk raut dan garis, ukuran, warna-warna, dan tekstur. Semuanya berada pada kesatu paduan
untuk memperoleh suatu tujuan atau makna.

Harmoni merupakan prinsip desain yang memperhitungkan keselarasan antar setiap bagian dalam suatu
keseluruhan bentuk karya seni rupa. Susunan yang harmonis menunjukkan adanya keserasian dalam
garis, raut, bentuk, ukuran, warna dan tekstur. Graves (dalam Sunaryo, 2002: 32) menjelaskan bahwa
keserasian ada dua jenis. Pertama adalah keserasian fungsi yang menunjukkan adanya kesesuaian
antara objek-objek yang berbeda. Kedua adalah keserasian bentuk yang merupakan jenis keserasian
adanya kesamaan antara visual yang ada pada suatu karya seni rupa. Contoh dari keserasian objek
adalah benda-benda alat kantor menjadi objek gambar. Sedangkan contoh keserasian visual adalah
bentuk benda kubistis yang beragam dikomposisikan menjadi satu kesatuan.

f.   Kesatuan (Unity)

Suatu benda akan tampak utuh apabila masing-masing bagian saling mendukung dan menyatu. Suatu
karya seni akan tampak terbelah apabila masing-masing bagian muncul sendiri-sendiri. Unsur kesatuan
merupakan unsur visual yang menampakkan keseluruhan bagian menjadi selaras. Syafi’i (2001:92)
menerangkan kesatuan merupakan hasil capai suatu susunan atau hubungan antar unsur sehingga
secara keseluruhan menampilkan kesan tanggap yang unggul, utuh atau organis dan bukan merupakan
unsur terpisah.

Sunaryo, (2002: 31) mengatakan bahwa kesatuan (unity) merupakan prinsip pengorganisasian unsur
rupa yang paling mendasar. Tujuan akhir dari penerapan prinsip-prinsip yang lain, seperti keseimbangan,
kesebandingan, irama dan lainnya adalah untuk mewujudkan kesatuan yang padu atau keseutuhan.
Prinsip kesatuan seharusnya tidak dilihat setara dengan dengan prinsip-prinsip lain, karena
sesungguhnya kesatuan diperoleh dengan terpenuhinya prinsip-prinsip yang lain.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip desain adalah suatu
panduan yang dapat membantu guru dan pekerja seni dalam membuat desain sehingga desain akan
mudah dan dapat menghasilkan desain yang good layout dan tidak menghasilkan desain yang dazzling.
Dengan menggunakan prinsip desain tersebut seorang desainer dapat dengan mudah menyatukan
komposisi dan kesan yang akan disampaikan pada sebuah desain. Sehingga prinsip desain ini dapat
dikatakan sebagai sebuah rule/aturan dasar yang harus diikuti untuk mendapatkan desain yang bagus.

Daftar Pustaka

Anas, Banarul.2000. Reflksi Seni Rupa. Jakarta: Balai Pustaka.

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Arsyad,  Azhar. 2000. Media Pengajaran. Jakarta :  Raja Grafindo Persada.

Azzet, AM. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Jogjakarta: Ar.ruzz Media.

Basari, N. 2009. Kritik Seni: Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bastian, I. 2006. Akuntansi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.


Bastomi, S .1982. Seni Rupa Indonesia. Semarang: IKIP Semarang.

Bastomi, S. 2003. Konsep dan Model Pembelajaran Seni Rupa. Hand Out. Jurusan Seni Rupa, FBS UNNES.
Semarang : Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Semarang.

Bastomi, S. 2003. Kritik Seni. Buku Ajar. Semarang : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.

Bastomi, S. 2003. Seni Kriya. Buku Ajar. Semarang : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.

Campbell, D. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.

Darmawan, A. .1988. Kajian Seni Budaya Nusantara. Jakarta : Hasta Karya.

Darsono, S, K. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung : Rekayasa Sains.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Diagnostik Potensi Peserta Didik.

Depdiknas. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djamarah, Saeful Bahri. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Djati, A. 1996. Dasar-dasar Desain. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Guntur. 1999. Keramik Kasongan. Solo: Bina Cipta Pustaka.

Hamalik, Owmar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

Ismiyanto. 2009. GBPP-Silabus RPP dan Handout Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran Seni Rupa.
Handout Mata Kuliah Perencanaan. Jurusan Seni Rupa, FBS UNNES. Semarang : Jurusan Seni Rupa FBS
Universitas Negeri Semarang.

Ismiyanto. 2010. Metode Penelitian. Buku Ajar. Semarang : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
UNNES.

Iswidayati, Sri. 2006. Pengantar Estetika. Semarang : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.

Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni, Penerbit Unesa University Press, Semarang.

Koesoema, D. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Nasution, Thamrin dan Nurhalijah Nasution. 1989. Peranan Orang Tua dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Anak. Yogyakarya : Kanisius.

Nisa, K dan M. Lutfil Hakim. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran Konsep Belajar dan
Pembelajaran. http:/blog.uinmalang. ac.id/uchielblog/2011/04/07/teori-belajar-dan-pembelajaran-
konsepbelajar-dan-pembelajaran/ [19 jan.2012].
Nursito. 1999. Kiat Menggali Kreativitas. Yokjakarta: Mitra Gama Media.

Pemayun, Tjokorda Udiana Nindhia. 2010. Pendidikan Karakter Bangsa dalam Menumbuhkan Industri
Kreatif. Makalah dalam seminar akademik dalam rangka Diesnatalis VII ISI Denpasar: ISI Denpasar.

Purnomo, A, Y. 2008. Skripsi : Patung Karya Dwi Siswanto Di Dukuh Tepus Mulyoharjo Kota Jepara.
Semarang : PSR UNNES.

Rondhi, Moh. 2002. Tinjauan Seni Rupa1. Buku Ajar. Semarang : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Semarang.

Sahman, H.1993. Mengenal Dunia Seni Rupa: Tentang Seni, Karya Seni, Aktifitas Kreatif, Apresiasi, Kritik
dan Estetika. Semarang : IKIP Semarang Press.

Santyasa. 2007. Landasan Konseptual Media


Pembelajaran. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/Media_Pembelajaran.pdf [17 Januari
2014

Semiawan, Conny R, dkk. 2004. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sipahelut, A. 1991. Dasar-dasar Desain. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sobandi, B. 2010. Karakteristik Lukisan/Gambar Anak. Solo: Maulana Offset.

Soleh, Ahmad. 2009. Kriya Lampu Hias untuk Dekorasi Ruang Dalam. Proyek Studi. Jurusan Seni Rupa
FBS UNNES.

Sudarmaji. 1979. Dasar-dasar Kritik Seni Rupa. Yogyakarya : ASTRIM.

Sudradjat, Ahmad. 2010. Tentang Pendidikan


Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-disma/. [20 Agustus
2012]

Sunaryo, Aryo. 2002. Nirmana 1. Dalam Paparan Perkuliahan Mahasiswa. Semarang: Jurusan Seni Rupa
Universitas Negeri Semarang.

Susanto, J. 2008. Sarjana dan Intelektualitas. [Online].


Tersedia:http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Sarjana%20dan%20 Intelektualitas&&nomorur
ut_artikel=221. [20 Agustus 2012].

Sutikno. 2009. dalam (http://hipni.blogspot.com/2011/09/pengertian-


definisimetodepembelajaran.html)

Syafi’i, A. 2001. Nirmana Dasar. Surakarta : STSI Press.

Syafii. 2006. Konsep dan Model Pembelajaran Seni Rupa. Hand Out. Jurusan Seni Rupa, FBS UNNES.
Semarang : Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Semarang.

Syarifudin. 2012. Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sumatra Utara: Perdana Publishing.

The Liang Gie.1976. Garis Besar Estetka (Filsafat Keindahan). Yogyakarta : Pusat Ilmu Berguna.
Triyanto. 2007. Estetika Barat. Dalam Paparan Perkuliahan Estetika Barat. Semarang: Jurusan Seni rupa
Universitas Negeri Semarang.

Wong, Wucius. 1972. Beberapa Asas Perancangan Dwimatra (terjemahan Ajat Sakti). Bandung: ITB
Bandung.

Wong, Wucius. 1986. Beberapa Asas Merancang Dwimatra. Bandung : ITB Bandung.

Anda mungkin juga menyukai