Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran

Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Puskesmas

Puskesmas Lhoksukon sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda

statusnya Rumah Sakit dan oleh perusahaan perkebunan setelah itu beralih

menjadi puskesmas pada tahun 1965 sampai sekarang dan dikelola oleh

Pemerintah Daerah.

Puskesmas Lhoksukon merupakan salah satu puskesmas di

Kabupaten Aceh Utara dengan luas 243 m² yang dikepalai oleh dokter

berlokasi diponegoro dipinggir jalan raya Medan – Banda Aceh tepatnya

di Kota Lhoksukon. Wilayah kerja Puskesmas Lhoksukon meliputi 42

desa.

4.1.2. Data Demografi

Berdasarkan data demografi jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara berjumlah 43.902 jiwa yaitu

laki-laki 21.796 jiwa dan 22.106 jiwa (Sumber BPS Aceh Utara, 2010).

4.1.3. Fasilitas Puskesmas

Di Puskesmas Lhoksukon mempunyai 23 ruangan, terdiri dari

ruangan Kepala Puskesmas, kantor Tata Usaha (TU), Kantor Bendahara,

Unit Gawat Darurat (UGD), Ruangan Kesehatan Ibu dan Anak

47
48

(KIA),Rruang Bersalin, Pencegahan Penyakit Menular (P2M), kesehatan

jiwa (KesWa), Ruangan Rawat Inap, Imunisasi, Kartu, Apotik, Poliklinik

Pria, Poliklinik Wanita, Poliklinik Anak, Poliklinik gigi, Laboratorium,

Gizi, Pengelola limbah, Gudang barang, Gudang Obat dan dapur.

4.2. Hasil

Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan terhadap 35 pasien

hipertensi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi

tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan rutin di

Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara, didapatkan hasil sebagai

berikut:

4.2.1. Analisa Univariat

1. Umur

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Berdasarkan Kategori Umur
Pasien di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017

No Umur Frekuensi Persentase


1 25-35 9 25
2 36-45 9 25
3 46-55 9 25
4 56-65 9 25
Total 36 100%
(Sumber data primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa distribusi umur responden

adalah 25-35 tahun sebanyak 9 responden (25%), umur 36-45 tahun sebanyak
49

9 responden (25%), 46-55 tahun sebanyak 9 responden atau (25%), dan umur

56-56 sebanyak 9 orang atau (25%).

2. Jenis Kelamin

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Data Demografi Berdasarkan Kategori Jenis
Kelamin Pasien di Puskesmas Lhoksukon
Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


1 Laki-laki 18 50
2 Perempuan 18 50
Total 36 100%
(Sumber data primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi jenis kelamin

responden yang berada pada kategori jenis kelamin laki-laki sebanyak 18

responden (50%), sedangkan kategori jenis kelamin perempuan sebanyak 18

orang atau sebanyak (50%).

3. Keturunan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Data Demografi Berdasarkan Kategori Penyakit
Keturunan pada Pasien di Puskesmas Lhoksukon
Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017

No Penyakit Keturunan Frekuensi Persentase


1 Ya 18 50
2 Tidak 18 50
Total 36 100%
(Sumber data primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

mayoritas penyakit hipertensi dari keturunan yang berada pada katagori Ya


50

penyakit dari keturunan dengan jumlah sebanyak 18 responden atau (50%),

sedangkan yang tidak dari penyakit keturunan dengan jumlah sebanyak 18

orang atau (50%).

4. Etnis

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Data Demografi Berdasarkan Kategori Etnis
pada Pasien di Puskesmas Lhoksukon
Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2017

No Etnis Frekuensi Persentase


1 Aceh 18 50
2 Jawa 18 50
Total 36 100%
(Sumber data primer 2017)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

mayoritas penyakit hipertensi terjadi pada orang Aceh dengan jumlah 18

responden atau (50%), sedangkan pada orang Jawa dengan jumlah sebanyak

518 orang atau (50%).

4.2.2. Analisa Bivariat

Selanjutnya berdasarkan hasil distribusi frekuensi tersebut dilakukan

analisa bivariat untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan

pemeriksaan rutin di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Secara

rinci dapat jelaskan sebagai berikut.


51

1. Hubungan Faktor Umur dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali Pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Tabel 4.5
Hubungan Faktor Umur dengan Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali
pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin
Tahun 2017
Umur Kejadian Hipertensi
tidak terkendali Total Nilai p- Odss
terkendali Tidak α value Ratio
terkendali
f % f % f %

25-35 4 11,1 5 13,9 9 25


36-45 3 8,3 6 16,7 9 25 0,05 0.429
46-55 25 0,33
1 2,8 8 22,2 9
56-65 0 0 9 25 9 25
Total 8 22,2 28 77,8 36 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa, dari 9 responden yang berumur

25-35 tahun yang berada pada kategori kejadian terkendali sebanyak 4

responden (11,1%) dan hipertensi tidak terkendali sebanyak 5 responden atau

(13,9%). Dari 9 responden yang berumur 36-45 tahun yang berada pada

kategori kejadia hipertensi terkendali sebanyak 3 responden atau (8,3%) pada

kategori kejadian hipertensi tidak terkendali 6 responden atau (16,7%). Dari

17 responden yang berumur 46-55 tahun yang berada pada kategori kejadian

hipertensi terkendali sebanyak 1 responden atau (1,8 %) pada kategori

kejadian hipertensi tidak terkendali 9 responden atau (25%). Dari 9

responden yang berumur 56-65 tahun yang berada pada kategori kejadian
52

hipertensi tidak terkendali 7 responden atau (25%). Hasil uji statistika dengan

nilai p-value 0.429 > 0,05 dan OR= 0,33 artinya jumlah jenis kelamin laki-

laki berisiko tinggi terhadap kejadian hipertensi tidak terkendali, dari hasil

nilai p-value 0.429 > 0,05 terdapat faktor jenis kelamin terhadap kejadian

hipertensi tidak terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

2. Hubungan Faktor Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Tabel 4.6
Hubungan Faktor Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi Tidak
Terkendali pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin
Tahun 2016

Jenis Kejadian Hipertensi


kelamin tidak terkendali Total Nilai p-value Odss
terkendali Tidak α Ratio
terkendali
f % f % f %

perempuan 4 11,1 14 38,9 18 50


Laki-laki 50 0,05 0.095 0,33
4 11,1 14 38,9 18
Total 8 22,2 28 77,8 36 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa, dari 18 responden perempuan

yang berada pada kategori kejadian hipertensi terkendali sebanyak 4

responden atau (11,1%) pada kategori kejadian hipertensi tidak terkendali

sebanyak 14 responden atau (38,9%). Dari 18 responden laki-laki yang

berada pada kategori kejadia hipertensi terkendali sebanyak 4 responden atau

(11,1%) pada kategori kejadian hipertensi terkendali 14 responden atau

(38,9%). Hasil uji statistika dengan nilai p-value 0.095 > 0,05 dan OR= 0,33
53

artinya jumlah jenis kelamin laki-laki berisiko tinggi terhadap kejadian

hipertensi tidak terkendali, dari hasil nilai p-value 0.095> 0,05 terdapat faktor

jenis kelamin terhadap kejadian hipertensi tidak terkendali di Puskesmas

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

3. Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

Tabel 4.7
Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Hipertensi Tidak
Terkendali pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin
Tahun 2017

Keturunan Kejadian Hipertensi


tidak terkendali Total Nilai p-value Odss
terkendali Tidak α Ratio
terkendali
f % f % f %

Tidak 6 16,7 12 33,3 18 50


Ya 50 0,05 0.571 0,33
2 5,6 16 44,4 18
Total 8 22,2 26 77,8 36 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa, dari 18 responden yang tidak

memiliki riwayat kejadian hipertensi dari keturunan dengan kejadian

hipertensi terkendali sebanyak 6 responden atau (16,7%) dan pada responden

yang tidak memiliki kejadian hipertensi dari keturunan dengan kejadian

hipertensi tidak terkendali sebanyak 12 responden atau (33,2%). Dari 18

responden yang memiliki riwayat kejadian hipertensi dari keturunan dengan

kejadian hipertensi terkendali sebanyak 2 responden atau (5,6%) dan pada

responden yang memiliki riwayat kejadian hipertensi dari keturunan dengan


54

kejadian hipertensi terkendali sebanyak 16 responden atau (44,4%). Hasil uji

statistika dengan nilai p-value 0.571 > 0,05 dan OR= 0,33 artinya jumlah

riawayat hipertensi dari keturunan lebih berisiko tinggi terhadap kejadian

hipertensi tidak terkendali, dari hasil nilai p-value 0.571 > 0,05 terdapat

faktor keturunan terhadap kejadian hipertensi tidak terkendali di Puskesmas

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

4. Hubungan Faktor Etnis dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Tabel 4.8
Hubungan Faktor Etnis dengan Kejadian Hipertensi Tidak
Terkendali pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin
Tahun 2017
Etnis Kejadian Hipertensi tidak
terkendali Total Nilai p-value Odss
Terkendali Tidak terkendali α Ratio
f % f % f %
Aceh 4 11,1 14 38,9 18 50
Jawa 4 11,1 14 38,9 18 50 0,05 0.091 0,65
Total 8 22,2 28 77,8 36 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa, dari 18 responden etnis Aceh,

kejadian hipertensi terkendali sebanyak 4 responden (11,1%), kejadian

hipertensi tidak terkendali sebanyak 14 responden (38,9%). Dan 18

responden etnis Jawa, kejadian hipertensi terkendali sebanyak 4 responden

(11,1%) dan kejadian hipertensi tidak terkendali sebanyak 14 responden

(38,9%). Hasil uji statistika dengan nilai p-value 0.091 > 0,05 dan OR= 0,67

artinya tidak ada hubungan faktor etnis dengan kejadian hipertensi tidak

terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.


55

4.3. Pembahasan

4.3.1. Univariat

1. Umur

Berdasarkan hasil dari penelitian dengan cara melakukan penyebaran

kuesioner maka peneliti dapat menjelaskan bahwa distribusi umur responden

adalah 25-35 tahun sebanyak 9 responden (25%), umur 36-45 tahun sebanyak

9 responden (25%), 46-55 tahun sebanyak 9 responden atau (25%), dan umur

56-56 sebanyak 9 orang atau (25%).

Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke

atas. Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua

usia seseorang maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium)

terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar

bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi lebih padat dan tekanan

darah pun meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah

menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah

pun menjadi terganggu dan memacu peningkatan tekanan darah (Dina T et

al, 2013).

Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sigalargi

(2006), menemukan insidensi hipertensi pada usia 41-55 tahun sebasar

24,52% dan pada usia lebih dari 55 tahun sebesar 65,68%. Dan dalam

penelitian Aris (2007) menyatakan bahwa umur lebih dari 40 tahun


56

mempunyai risiko terkena hipertensi. Pertambahan usia menyebabkan

elastisitas arteri berkurang dan jantung harus memompa darah lebih kuat

sehingga meningkatkan tekanan darah.

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil dari penelitian dengan cara melakukan penyebaran

kuesioner maka peneliti dapat menjelaskan bahwa distribusi jenis kelamin

responden yang berada pada kategori jenis kelamin laki-laki sebanyak 18

responden (50%), sedangkan kategori jenis kelamin perempuan sebanyak

18 orang atau sebanyak (50%).

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan

dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan

darah sistolik. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir

tiga puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi

setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan

meningkat. Wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi.

Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan

efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat (Herbert

Benson, dkk, 2012).

Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Budi di

Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang (2014), menemukan insidensi

hipertensi lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 57

responden atau (90%), sedangkan jenis kelamin perempuan hanya 6 orang


57

(10%). Laki-laki lebih banyak terjadi penyakit hipertensi karena disebabkan

karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan

tekanan darah dari pada perempuan.

3. Genetik

Berdasarkan hasil dari penelitian dengan cara melakukan penyebaran

kuesioner maka peneliti dapat menjelaskan bahwa distribusi frekuensi

mayoritas penyakit hipertensi dari keturunan yang berada pada katagori Ya

penyakit dari keturunan dengan jumlah sebanyak 18 responden atau (50%),

sedangkan yang tidak dari penyakit keturunan dengan jumlah sebanyak 18

orang atau (50%).

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi

dalam keluarga. Faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor

lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita

hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan

garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya

menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila

salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan

turun ke anak-anaknya (Anna Palmer, 2007).

4. Etnis

Berdasarkan hasil dari penelitian dengan cara melakukan penyebaran

kuesioner maka peneliti dapat menjelaskan bahwa distribusi frekuensi

mayoritas penyakit hipertensi terjadi pada orang Aceh dengan jumlah 18


58

responden atau (50%), sedangkan pada orang Jawa dengan jumlah sebanyak

518 orang atau (50%).

Berbagai golongan etnis dapat berbeda dalam kebiasaan makan,

susunan genetika, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka

kesakitan dan kematian. Salah satu contoh dari pengaruh pola makan yaitu

angka tertinggi hipertensi di Indonesia tahun 2000 adalah suku Minang. Hal

ini dikarenakan suku Minang atau orang yang tinggal di pantai, biasanya

mengkonsumsi garam lebih banyak dan menyukai makanan asin (Cahyono,

2008).

4.3.2. Bivariat

1. Hubungan Faktor Umur dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin
di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa, dari 9

responden yang berumur 25-35 tahun yang berada pada kategori kejadian

terkendali sebanyak 4 responden (11,1%) dan hipertensi tidak terkendali

sebanyak 5 responden (13,9%). Dan 9 responden yang berumur 36-45

tahun yang berada pada kategori kejadia hipertensi terkendali sebanyak 3

responden (8,3%) pada kategori kejadian hipertensi tidak terkendali 6

responden (16,7%). Dan 17 responden yang berumur 46-55 tahun yang

berada pada kategori kejadian hipertensi terkendali sebanyak 1 responden

(1,8 %) pada kategori kejadian hipertensi tidak terkendali 9 responden

(25%). Dan 9 responden yang berumur 56-65 tahun yang berada pada

kategori kejadian hipertensi tidak terkendali 7 responden (25%). Hasil uji


59

statistika dengan nilai p-value 0.429 > 0,05 dan OR= 0,33 artinya tidak ada

hubungan faktor umur dengan kejadian hipertensi tidak terkendali di

Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Dalam penelitian yang dilakukan Sigalargi (2006), menemukan

insidensi hipertensi pada usia 41-55 sebesar 24,52% dan pada usia lebih

dari 55 tahun sebesar 65,68%. Penelitian Aris (2007) menyatakan bahwa

umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi.

Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang dan jantung

harus memompa darah lebih kuat sehingga meningkatkan tekanan darah

(Chobanian et al, 2008).

Menurut asumsi peneliti dari hasil uji statistika dengan p-value 0.429

> 0,05 tidak terdapat faktor umur dengan kejadian hipertensi tidak

terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

2. Hubungan Faktor Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi


Tidak Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa, dari 18

responden perempuan yang berada pada kategori kejadian hipertensi

terkendali sebanyak 4 responden (11,1%) pada kategori kejadian

hipertensi tidak terkendali sebanyak 14 responden (38,9%). Dan 18

responden laki-laki yang berada pada kategori kejadia hipertensi

terkendali sebanyak 4 responden (11,1%) pada kategori kejadian

hipertensi terkendali 14 responden (38,9%). Hasil uji statistika dengan

nilai p-value 0.095 > 0,05 dan OR= 0,33 artinya tidak ada hubungan
60

faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi tidak terkendali di

Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi

dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk

peningkatan tekanan darah sistolik. Pria sering mengalami tanda-tanda

hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga memiliki gaya hidup

yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan

perempuan. Akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi

hipertensi pada perempuan meningkat. Wanita memiliki resiko lebih

tinggi untuk menderita hipertensi. Produksi hormon estrogen menurun

saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga

tekanan darah meningkat (Herbert Benson, dkk, 2012).

Menurut asumsi peneliti dari hasil uji statistika dengan nilai p-

value 0.095 > 0,05 tidak terdapat faktor jenis kelamin dengan kejadian

hipertensi tidak terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh

Utara.

3. Hubungan Faktor Keturunan dengan Kejadian Hipertensi


Tidak Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa, dari 18

responden yang tidak memiliki riwayat kejadian hipertensi dari keturunan

dengan kejadian hipertensi terkendali sebanyak 6 responden (16,7%) dan

pada responden yang tidak memiliki kejadian hipertensi dari keturunan

dengan kejadian hipertensi tidak terkendali sebanyak 12 responden atau


61

(33,2%). Dan 18 responden yang memiliki riwayat kejadian hipertensi dari

keturunan dengan kejadian hipertensi terkendali sebanyak 2 responden

(5,6%) dan pada responden yang memiliki riwayat kejadian hipertensi dari

keturunan dengan kejadian hipertensi terkendali sebanyak 16 responden

atau (44,4%). Hasil uji statistika dengan nilai p-value 0.571 > 0,05 dan

OR= 0,33 artinya tidak ada hubungan faktor keturunan dengan kejadian

hipertensi tidak terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh

Utara.

Sesuai dengan pendapat Anna Palmer (2007), Pada 70-80% kasus

hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga. Faktor

genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian

menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga

berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.

Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka

sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya

yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.

Menurut asumsi peneliti dari hasil uji statistika dengan nilai p-value

0.571 > 0,05 tidak terdapat faktor keturunan terhadap kejadian hipertensi

tidak terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

4. Hubungan Faktor Etnis dengan Kejadian Hipertensi Tidak


Terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin
di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa, dari 18

responden dari etnis Aceh dengan kejadian hipertensi terkendali sebanyak


62

4 responden atau (11,1%) dan pada kategori etnis Aceh yang dengan

kejadian hipertensi tidak terkendali sebanyak 14 responden atau (38,9%).

Dari 18 responden dari etnis Jawa dengan kejadian hipertensi terkendali

sebanyak 4 responden atau (11,1%) dan pada kategori etnis Jawa yang

dengan kejadian hipertensi tidak terkendali sebanyak 14 responden atau

(38,9%). Hasil uji statistika dengan nilai p-value 0.091 > 0,05 dan OR=

0,67 artinya tidak ada hubungan faktor etnis terhadap kejadian hipertensi

tidak terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Menurut Gray (2008), menyatakan bahwa Hipertensi lebih

banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih,

serta lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai saat

ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa peneliti

menyebutkan bahwa terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi

mekanismenya mungkin bersifak poligenik.

Menurut asumsi peneliti dari hasil uji statistika dengan p-value

0.091 > 0,05 tidak terdapat faktor etnis terhadap kejadian hipertensi tidak

terkendali di Puskesmas Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.

Anda mungkin juga menyukai