Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian teori


2.1.1 Konsep teori sectio caesarea
2.1.1.1 Pengertian
Caesarea Secio adalah persalinan janin melalui sayatan perut terbuka

(laparotomi) dan sayatan di rahim (histerotomi). Sesar pertama yang

didokumentasikan terjadi pada 1020M, dan sejak itu prosedurnya telah

berkembang pesat. (Sung et al, 2020).

Saat ini, Sectio Caesarea merupakan operasi yang paling sering

dilakukan di Amerika Serikat, dengan lebih dari 1 juta wanita melahirkan

melalui operasi caesar setiap tahun. Angka persalinan sesar naik dari 5%

pada tahun 1970 menjadi 31,9% pada tahun 2016. Meskipun ada upaya

berkelanjutan untuk mengurangi tingkat bedah sesar, para ahli tidak

mengantisipasi penurunan yang signifikan setidaknya selama satu atau dua

dekade. Meskipun memberikan risiko komplikasi langsung dan jangka

panjang, bagi beberapa wanita, persalinan sesar bisa menjadi cara teraman

atau bahkan satu-satunya cara untuk melahirkan bayi baru lahir yang sehat

(Sung et al, 2020).

Dari hasil beberapa studi yang berbeda memberikan informasi yang

menarik, dimana sebagian besar Sectio caesarean (50 %) dilakukan sebagai

keadaan Emergency selama persalinan, 35 % sebagai operasi Elective dan

15 % dari semua operasi Sectio caesarean tunggal pada wanita primipara,

8
9

dan di antara primipara, keadaan darurat selama persalinan

bertanggung jawab atas 35 % operasi Sectio caesarean.

2.1.1.2 Indikasi Sectio Caesarea

Ada berbagai alasan mengapa janin tidak bisa, atau tidak boleh

dilahirkan melalui vagina. Beberapa dari indikasi ini dianggap tidak

fleksibel karena persalinan pervaginam akan berbahaya dalam kasus

klinis tertentu. Misalnya, kelahiran sesar sering kali merupakan

tatalaksana yang direkomendasikan jika pasien pernah mengalami bekas

luka caesarr klasik atau sebelumnya terdapat riwayat ruptur uteri. Namun,

karena potensi komplikasi persalinan sesar, banyak penelitian telah

dilakukan untuk mencari cara untuk mengurangi angka operasi sesar

(Sung et al, 2020) (Cunningham et al., 2018)

Terdapat penurunan pada jumlah kali pertama pasien

mendapatkan operasi caesar, karena banyak wanita yang melahirkan kali

pertama dengan metode sesar pada akhirnya akan memiliki sisa anak

mereka melalui operasi caesar. Pasien mungkin memilih operasi caesar

karena berbagai alasan, atau mungkin bukan kandidat untuk kelahiran

pervaginam berikutnya. Misalnya, jika pasien memiliki serviks yang

tidak produktif pada waktunya, pematangan serviks dengan obat-obatan

seperti misoprostol tidak dianjurkan karena peningkatan risiko ruptur

uterus dengan obat-obatan tersebut. Dalam artikel yang diterbitkan pada

tahun 2011 “Pencegahan Aman Kelahiran Caesar Primer,” penulis

membahas indikasi yang paling sering didokumentasikan untuk kelahiran


10

sesar kali pertama (distosia persalinan, pola detak jantung janin

abnormal, malpresentasi janin, kehamilan ganda, dan dugaan

makrosomia janin), dan mitigasi bagaimana faktor-faktor tersebut (Sung

et al, 2020) (Cunningham et al., 2018).

Indikasi Ibu untuk Operasi Caesar yakni sebagai berikut (Sung et al,

2020) (Cunningham et al., 2018).

1. Persalinan sesar sebelumnya

2. Permintaan ibu

3. Deformitas panggul atau disproporsi sefalopelvis

4. Trauma perineum sebelumnya

5. Sebelumnya operasi rekonstruksi panggul atau anal / rectal

6. Herpes simpleks atau infeksi HIV

7. Penyakit jantung atau paru

8. Aneurisma serebral atau malformasi arteriovenosa

9. Patologi yang membutuhkan pembedahan intraabdomina secara

bersamaan

10. Sesar perimortem

Indikasi Uterine / Anatomis untuk operasi caesar yakni sebagai berikut

(Sung et al,2020) (Cunningham et al., 2018).

1. Plasentasi abnormal (seperti plasenta previa, plasenta akreta)

2. Solusio plasenta

3. Riwayat histerotomi klasik

4. Miomektomi ketebalan penuh sebelumnya


11

5. Riwayat dehiscence insisi uterus

6. Kanker serviks invasif

7. Trakelektomi sebelumnya

8. Massa obstruktif saluran genital

9. Cerclage permanen

Indikasi Janin untuk operasi Caesar yakni sebagai berikut(Sung et al,

2020)(Cunningham et al., 2018).

1. Status janin yang tidak meyakinkan (seperti pemeriksaan Doppler

tali pusat abnormal) atau detak jantung janin yang abnormal

2. Prolaps tali pusat

3. Gagal melahirkan pervaginam operatif

4. Malpresentation

5. Makrosomia

6. Anomali kongenital

7. Trombositopenia

8. Trauma kelahiran neonatal sebelumnya

Suatu studi pada tahun 2007 mengamati tingkat risiko janin

tambahan yang dianggap dapat diterima oleh seorang wanita atau

pengasuhnya untuk mencapai persalinan pervaginam dan untuk

menghindari operasi caesar. Mereka menyimpulkan bahwa pasien hamil dan

mereka yang merawat mereka memiliki toleransi yang rendah terhadap

risiko. Dapat dimengerti dan dibenarkan bagi seorang wanita untuk

memiliki ekspektasi yang tinggi atas hasil persalinannya. Tujuan


12

menurunkan angka operasi caesar mungkin sulit dicapai, mengingat

keraguan untuk mengekspos janin pada risiko (Sung et al, 2020)

(Cunningham et al., 2018).

Namun tidak menutup kemungkinan akan indikasi non medis yang

didapatkan dalam persalinan Sectio caesarean. Dari beberapa penelitian

yang telah dilakukan, didapatkan beberapa faktor non medis, seperti ;

induksi permintaan sisi penawaran, masalah keputusan yang berkaitan

dengan kenyamanan professional dan optimalisasi waktu dan

kecenderungan untuk Sectio caesarean di rumah sakit swasta dibandingkan

rumah sakit umum. Diartikulasikan oleh 4 faktor seperti :

1. Penilaian diri dan pengaturan diri dalam praktik medis

2. Penggunaan teknologi yang bertanggung jawab

3.Faktor keuangan

4. Adanya faktor ketakutan akan tindakan / peralatan medis

2.1.1.3 Kontraindikasi

Berikut merupakan hal yang menjadi kontraindikasi dilakukannya

operasi SectioCaesarea (Sung et al, 2020) (Cunningham et al., 2018).

1) Janin mati

2) Shock

3) Anemia berat

4) Kelainan kongenital berat

5) Infeksi piogenik pada dinding abdomen

6) Fasilitas yang kurang memadai dalam operasi sectio caesarea


13

Pelaksanaan persalinan SC tanpa didasari indikasi medis adalah tidak

etis, kecuali jika telah melalui tahapan konseling. Pasien memiliki hak

otonomi untuk meminta dilakukan persalinan SC, bila pasien sadar dan tanpa

tekanan dalam memutuskan untuk dilakukan persalinan SC.

Tetapi indikasi medis yang tentu harus jelas, ibu seharusnya

menjalani persalinan normal. Namun, masih banyak persepsi yang belum

menemukan titik tengah tentang persalinan SC. Akibatnya, persalinan

pervaginam maupun SC dijadikan pilihan dalam persalinan, walaupun

persalinan SC merupakan pilihan jika terdapat kedaruratan dalam

persalinan.

2.1.2 Konsep mobilisasi dini

2.1.2.1. Pengertian

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan seseorang

untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi dibutuhkan untuk

meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat

proses penyakit (terutama penyakit degenaratif), dan aktualisasi diri

(Saputra, 2013).

Mobilisasi dini pada pasien post operasi merupakan

kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari

tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan.

Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat


14

pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah

(Susilo, 2016).

Mobilisasi dini perlu dilakukan secara bertahap, guna

mempercepat proses jalannya penyembuhan. Mobilisasi dini dapat

mempercepat proses penyembuhan luka atau pemulihan luka

paska bedah, meningkatkan fungsi paru-paru, memperkecil resiko

pembentukan gumpalan darah, dan juga memungkinkan klien kembali

secara penuh fungsi fisiologisnya (Hanifah, 2015).

2. 1.2.2 Tujuan Mobilisasi

Tujuan dari mobilisasi antara lain :

a. Mempertahankan fungsi tubuh

b. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat

penyembuhan luka

c. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

d. Mempertahankan tonus otot

e. Memperlancar eliminasi alvi dan urine

f. Mengembalikan aktivitas tertentu, sehingga pasien dapat

kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.

g.Memberikan kesempatan perawat dan pasien berinteraksi atau

berkomunikasi (Handayani, 2015).

Menurut Vivian, (2011) Perawatan mobilisasi dini mempunyai

keuntungan, Menglancarkan pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi

puerperium, mempercepat involusi uteri, melancarkan fungsi alat


15

grastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran

perdaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa

metabolisme, kesempatan yang baik untuk mengajar ibu

memeliha/merawat anaknya.

2.1.2.3. Manfaat Mobilisasi

Manfaat mobilisasi post operasi :

a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early

ambulation. Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan

kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat

mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan

membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.

b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan

merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga

membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

c. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien

bisa mandiri. Perubahan yang terjadi pada pasien pasca operasi akan

cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian pasien akan cepat

merasa sehat (Susilo, 2016).

Mobilisasi dini yang dilakukan secara teratur menyebabkan

sirkulasi didaerah insisi menjadi lancar sehingga jaringan insisi yang

mengalami cidera akan mendapatkan zat-zat esensial untuk

penyembuhan, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral.


16

Oleh karena itu, sangat disarankan oleh pasien post operasi untuk

sesegera mungkin melakukan mobilisasi dini sesuai tahapan prosedur

(Hanifah, 2015)

2.1.2.4 Tahapan Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini paska laparatomi dapat dilakukan secara

bertahap setelah operasi. Pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring

dahulu, namun pasien dapat melakukan mobilisasi dini dengan

menggerakkan lengan atau tangan, memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan

menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat

miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah trombosis dan

tromboemboli. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat belajar

duduk. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan

(Ditya, 2016).

Menurut Novita (2012) ada 10 tahapan dalam mobilisasi dini yaitu:

1.menarik nafas dalam

2.melakukan gerakan dorsalfleksi pada kaki (gerakan pompa betis)2-4

jam pasca operasi

3.melakukan gerakan ektensi dan fleksi lutut 2-4 jam pasca operasi

4.menaikkan dan menurunkan dari permukaan tempat tidur 2-4 jam pasca

operasi

5.memutar telapak kaki seperti membuat lingkaran sebesar mungkin

menggunakan ibu jari kaki 2-4 jam pasca operasi


17

6.melakukan gerakan miring ke kiri dan kanan secara bergantian 2-4 jam

pasca operasi

7.meninggikn posisi kepala dan badan dengan menggunakan bantal 6-8

jam pasca operasi

8.melakukan gerakan ROM aktif setelah 12 jam paska operasi

9.duduk sendiri setelah 24 jam pasca operasi

10.mampu berjalan sendiri setelah 48 jam pasca operasi

2.1.3 konsep emosi

2.1.3.1 pengertin emosi

Menurut prezz (dalam Syukur, 2011) emosi merupakan reaksi

tubuh saat menghadapi situasi tertentu.sifat dan intesitas emosi sangat

berkaitan erat dengan aktivitas koginitif (berfikir) manusia sebagai hasil

persepsi terhadap situasi yang dialaminya.reaksi terhadap hadirnya

emosi,disadari atau tidak memiliki dampak yang bersifat membangun atau

merusak.dengan demikian bisa dikatakan emosi tidak hanya merupakan

reaksi terhadap kondisi diri sendiri maupun luar diri sendiri,tetapi juga

upaya pencapaian ke arah pembetukan diri menuju hidup yang spiritual.

Menurut james (safaria & saputra,2012) emosi adalah keadaan

jiwa yang menampakkan diri dengn sesuatu perubahan yang jelas pada

tubuh.emosi setiap orang adalah mencerminkankeadaan jiwanya,yang

akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya.pada dasarnya

emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum jikandilihat dari

dampak yang ditimbulkanna yaitu afektivitas positif dan avektifitas


18

negatif.avektivitas positif mengacu kepada derajat emosi yang

positif ,dari energi yang tinggi,antusiasme,dan kegembiraan hingga

perasaan sabar,tenang,dan menarik diri,suka cita kegembiraan dan tawa

termasuk perasaan yang positif.kemudian afektivitas negatif mengacu

kepada emosi yang bersifat negatif ,seperti

kecemasan,kemaharahan,perasaan bersalah dan kesedihan (santrock,2011)

2.1.3.2 bagian-bagian emosi

Secara umum emosi yang terdapat di dalam diri manusia terdiri dari dua

bagian yaitu emosi positif dan emosi negatif.hal-hal positif dan negatif memang

selalu datang silih berganti di dalam kehidupan.masing-masing individu berbeda-

beda dalam menyikapisuatu hal yang menimbulkan emosi positif,maupun suatu

hal yang menimbulkan emosi negatif.terkadang,individu egois dalam menyikapi

suatu hal yang terjadi berjalan positif atau mungkin juga tidak mampu bersabar

menunggu waktu datangnya hal positif setelah terjebak sekian lama dalam

kondisi yang negatif.sehingga,individu harus mampu menyikapi saat hal positif

maupun hal negatif muncul dengan seimbang(syukur,2011)

2.1.3.3 jenis-jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik

jenis emosi menurut perubahan fisik(syukur,2011): marah,cemas

takut,perasaanbersalah,malu,jijik,benci,sedih,terkejut,jengkel,kecewa,putus

asa.terdapat sebagian jenis emosi yang memiliki dampak pada perubahan fisik

seseorang di antaranya yaitu:

a.terpesona :reaksi elektris pada kulit

b.marah :peredaran darah bertambah cepat


19

c.terkejut :denyut jantung bertambah cepat

d.kecewa :bernafas panjang

e.sakit:pupil mata bertambah besar

f.takut/tegang :air liur mogering

g.takut :berdiri bulu roma

h.tegang : otot-otot menegang atau bergetar


2.2 kerangka teori

Sectio caesarea
(Sung et al, 2020).

Dampak-dampak sc

 Kematian mendadak Kondisi emosi ibu :


 Pendarahan Ibu mengalami
 Rasa nyeri kecemasan akibat
 Jahitan luka op terkena infeksi operasi sectio caesarea
 Kehamilan dibatasi
 Harus caesar lagi
 Kematian mendadak `

Secara psikologis

 Tujuan asuhan masa nifas


 Peran dan tanggung jawab bidan
pada masa nifas
 Peran keluarga pasca trauma
akibat prosedur pertolongan
persalinan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Mobilisasi dini post


mobilisasi dini operasi
adalah suatu
 Nyeri pergerakan, posisi atau
 Suhu tubuh meningkat adanya kegiatan yang
 Perdarahan dilakukan ibu setelah
 Kecemasan beberapa jam
 Motivasi melahirkan dengan
 Faktor usia dan status persalinan caesarea
21

2.3 kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kondisi emosi ibu Mobilisasi dini

Keterangan :

Variabel Bebas : Kondisi emosi ibu

Variabel Terikat : Mobilisasi dini

2.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Ada hubungan antara mobilisasi dini post sectio caesarea (SC)

dengan kondisi emosi ibu.

Anda mungkin juga menyukai