Anda di halaman 1dari 11

MINI REPORT

(Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bki Sosial)

DISUSUN OLEH:

1. Nabila 1830502040

DOSEN PENGAMPUH:

Muhammad Ubaidillah, S. Kom. I M. Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Desa Rengas adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan payaraman,


kabupaten ogan ilir, Provinsi sumatra selatan, Indonesia. Desa Rengas terbagi 2, yaitu Desa
Rengas 1 dan Desa Rengas 2, saya berada di Desa Rengas 2, jumlah penduduk di desa rengas
1 lebih banyak di bandingkan dengan desa rengas 2, berbicara tentang agama desa rengas
99,9% beragama islam. Desa ini terletak di antara Desa Payaraman dan Betung, Desa ini
merupakan Desa yang sangat sederhana mayoritas mata pencarian bertani dan berdagang.
jika diantara kalian mau datang kedesa rengas menempu jalan dengan melewati tanjug batu
lalu, desa seri tanjung, seri kembang dan payaraman jika ada simpang tiga maka belok kiri
dan sekitar 5 km akan bertemu dengan desa rengas (welcome to the village rengas).
Masyarakat memiliki bahasa khas desa setempat(bahasa ibu dan bahasa indonesia),
Masyarakat desa Rengas heterogen dengan etos kerja yang tinggi, hasil ekonomi
masyarakatnya dari hasil karet dan berkebun.

Sejarah, Lahan di Desa Rengas Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir


Sumatera Selatan ini bila dilihat menurut kepemilikannya terbagi dalam 2 jenis lahan, lahan
milik pribadi dan lahan kebun desa. Adapun kepemilikan lahan di Desa Rengas sebagian
besar didasarkan atas warisan nenek moyang tanpa surat administrasi tanah, bahkan kalaupun
ada hanya dalam bentuk surat keterangan hak usaha atas tanah yang ditanda tangani oleh
kepala desa terdahulu/ ketua adat desa.

Warga Desa Rengas penduduknya berjumlah berkisaran 700 KK atau sekitar 3500-an
jiwa. Penduduk Desa Rengas ini sekitar 90% pekerjaannya adalah sebagai petani, namun
sebagian kecil lainnya adalah sebagai pegawai negeri (guru) dan pedagang. Petani Rengas ini
komoditasnya adalah nanas, karet dan padi.

Awal mulanya masuk PTPN VII unit usaha Perusahaan Gula (PG) Cinta Manis pada
tahun 1980, dan mulai beroprasi pada tahun 1982. Sebelumnya PTPN VII ini dahulu dikenal
dengan nama PTP. XXI. XXII. Kehidupan Desa Rengas mulai berubah. Lahan pertanian
banyak dikuasai oleh perkebunan, yakni sekitar 2.386 Ha untuk tanaman tebu, selebihnya
sekitar 30% yang terletak didekat pemukiman penduduk masih dimiliki dan ditanami oleh
sebagian kecil penduduk.
Pada zaman tersebut kekuatan TNI memang luar biasa dengan otoriternya, tak
terkecuali untuk menguasai tanah rakyat dengan mengancam menggunakan senjata api. Tak
sedikit masyarakat yang dengan sangat terpaksa kehilangan tanahnya. Namun masih ada
warga yang bersih keras mempertahankan tanahnya tersebut.

Seiring dengan berjalannya waktu, akses lahan yang semakin terbatas, membuat
warga desa berubah menjadi buruh tani dan penyewa lahan. Hanya sebagian kecil saja yang
masih memiliki lahan yang tersisa (30%) dengan rata-rata kepemilikan lahan 1 Ha. Demi
melanjutkan kehidupan, sebagian warga rela menjadi buruh-buruh harian lepas (BHL) di
perkebunan dengan upah Rp 13.000/hari, sebagian lainnya menjadi petani penyewa, lahan
keluar desa bahkan ke luar kabupaten.

Beberapa warga yang tetap komitmen untuk mempertahankan tanahnya telah


menempuh bermacam jalur hukum sampai ke tingkat Mahkamah Agung dan sempat
dimenangkan oleh warga Rengas. Namun tidak ada tindak lanjut dari pengadilan untuk
mengeksekusi lahan yang telah dinyatakan sebagai milik warga sesuai dengan putusan
MA.Memasuki tahun 2008-2009 warga memulai mengambil inisiatif sendiri untuk
menduduki lahan tersebut, dengan cara mendirikan pondok-pondok dan memasang patok.
Namun dari pihak PTPN VII tidak hanya tinggal diam, dengan menggunakan aparat
kepolisian dan preman, pondok dan patok yang dipasang warga dicabuti dan pondok warga
dibakari. Melihat tindakan tersebut warga tidak tinggal diam, beberapa perwakilan warga
mencoba untuk menegosiasikan terkait tindakan pembakaran pondok tersebut. Pada hari
Jumat tanggal 4 Desember 2009 itulah beberapa perwakilan warga tersebut di hadang dengan
brondongan tembakan oleh aparat Brimob Polda Sumsel. Tak heran 39 warga dan pemuda
terluka oleh peluru Brimob tersebut, namun hanya 12 orang yang dianggap parah dan segera
dilarikan ke Rumah sakit.

Warga yang usai menunaikan salat Jumat pada waktu itu, dan mendengar saudara-
saudaranya tertembak oleh Brimob, serentak ribuan warga berduyun-duyun mendatangi
tempat kejadian. Pasukan Brimobpun kocar kacir dipukul mundur di areal perkebunan. Emosi
warga meledak dan tak terkendali lagi, warga akhirnya melampiaskan kemarahannya dengan
membakar fasilitas perusahaan. Pasca 4 Desember, warga kembali menduduki lahan dan
mulai bercocok tanam dari mulai menanam padi, nanas, karet, dan tanaman lainya. Sekarang
warga Desa Rengas Berlomba-lomba berkebun pada lahan yang telah ditentukan masing-
masing.
Dari sekian panjang perjalanan perjuangan Petani Rengas, bisa dikatakan Warga
Rengas berhasil dalam merebut haknya, apalagi Warga Rengas sudah bisa mengecap hasil
tanamannya dari tanah yang susah payah diperjuangkan. Bercermin dari kejadian Rengas,
beberapa desa tetangga sekarang juga sudah mulai sadar dan bangkit untuk memperjuangkan
haknya. Terakhir Desa Betung Kecamatan Lubuk Keliat Kabupaten Ogan Ilir sudah mulai
melakukan pendudukan lahan, dan dalam perjuangan Betung sekarang kawan-kawan dari
Walhi Sumsel masih di tahan di Mapolda Sumsel.

PROFIL DIRI

Nama Lengkap : Nabila

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Rengas, 28 Januari 2001

Agama : Islam

Alamat : Jln. Krio Bijak Desa Rengas 2 Kec. Payaraman Kab. Ogan

Ilir Sumatera Selatan.

Status : Mahasiswa

Pendidikan : SDN 10 Payaraman (2012), MTS N Satu Atap Payaraman

(2015), SMAN 1 Payaraman (2018)


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Desa Rengas


1. Agama
Dalam sisi agama warga Desa Rengas 1 dan 2 99, 9 % adalah beragama islam
dan memegang organisasi NU. Mengapa tidak mencapai 100% karena di
perkirakan ada juga yang tidak menganut agama islam karena di Desa ini
banyak sekali orang datangan atau bukan asli orang Desa Rengas karena
bayak juga Putra maupun Putri Desa Rengas menikah dengan orang datangan.
2. Pendidikan
Dari segi pendidikan, dilihat dari orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia
kebanyakkan hanya tamatan SMP karena pada zaman dahulu sulit sekali untuk
mencari biaya sekolah. Namun tamatan SMA maupun SARJANA sekarang di
Desa Rengas sudah banyak sekali apalagi anak muda- muda nya sekarang
kebanyakkan sedang menempuh jalur pendidikan tinggi dan juga sedang
bekerja.
3. Budaya
Kebudayaan masyarakat Desa Rengas dari dahulu masih sangat kental yaitu
masih menganut kebudayaan dari Nenek Moyang dahulu, seperti contohnya:
sampai dengan sekarang di Desa Rengas apabila ada seseorang yang
meninggal kami melakukan kegiatan tahlilan maupun menamatkan alqur’an
30 jus nigo, nujoh, nyelawe, nyeratus (tahlilan, 3, 7, 25, 100 hari kematian),
dan kami juga sering melakukan kegiatan sedekah pedusunan tapi itu
dilaksanakan sekali dalam setahun yaitu kami bersama-sama membersihkan
kuburan Usang (kuburan Nenek Monyang dahulu), lalu menyembelih
kambing untuk di makan secara bersama-sama.
4. Sosial dan Ekonomi
Sosial warga Desa yaitu tidak atau tanpa membeda-bedakan tinggi rendahnya
kelas sosial itu sendiri. Sedangkan perekonomian warga alhamdulillah
terbilang memiliki perekonomian yang cukup karena warga setempat rata-rata
memiliki kebun/ladang sendiri jadi untuk pangan sehari-hari tidak pernah
kesusahan. Namun masih ada juga yang terbilang perekonomiannya juga sulit
tapi di Desa Rengas sangat banyak sekali bantuan dari pemerintah untuk
membantu orang yang terbilang tidak mampu.
B. Foto Dokumentasi

.
BAB III

PENUTUP

Aktualisasi diri merupakan puncak kedewasaan dan kematangan diri


seseorang. Hal ini ditandai dengan bagaimana seseorang bisa menyadari dan
memanfaatkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai suatu tujuan
dalam hidup. Aktualisasi diri merupakan bagian dari teori hierarki kebutuhan
Abraham Maslow. Teori ini menggambarkan kebutuhan manusia dalam bentuk
piramida, dengan aktualisasi diri pada tingkat ke-5 sebagai yang tertinggi. Dimulai
dari yang paling dasar, kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi adalah kebutuhan
sandang, pangan, dan papan, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk disayangi,
dan kebutuhan akan harga diri. Menurut teori ini, sebelum bisa mencapai aktualisasi
diri, seseorang perlu memenuhi keempat kebutuhan tersebut terlebih dahulu.

Manusia memiliki tingkatan kebutuhan dalam hidupnya. Bila dalam kondisi


normal orang masih didominasi oleh kebutuhan akan gengsi atau kebutuhan lain di
bawahnya, ia tidak berbeda dengan monyet. Di dalam lingkungan sosial, kita dapat
menemukan berbagai karakteristik individu. Ada orang yang terobsesi mengumpulkan
uang, properti, atau mengejar jaminan perlindungan dan rasa aman sedemikian rupa.
Sementara orang lain santai-santai saja dalam hal itu. Ada yang sibuk mencari simpati
dan ketenaran, ada yang low profile, lemah lembut dan penuh penerimaan terhadap
orang lain. Ada yang aktif menyalurkan hobi, ada pula yang gelisah karena tidak
dapat mengembangkan diri secara maksimal. Variasi karakteristik individu seperti di
atas mencerminkan variasi kebutuhan yang mendominasi seseorang. Hal itu
mengingatkan kita pada teori hierarki kebutuhan dari Maslow.

Secara garis besar teori dari tokoh psikologi humanistik ini menggambarkan
lima tingkat (hierarki) kebutuhan, dari yang terendah hingga tertinggi: fisiologis, rasa
aman, cinta dan rasa memiliki, penghargaan, dan aktualisasi diri. Bila kebutuhan dari
tingkat yang lebih rendah terpenuhi, secara otomatis individu didorong oleh
kebutuhan yang setingkat lebih tinggi. Teori tersebut sangat populer di kalangan
psikologi maupun manajemen. Namun, umumnya kita hanya mengingat secara garis
besar. Berikut ini disajikan teori Maslow secara lebih lengkap untuk membantu kita
memahami perilaku orang-orang di sekitar kita, khususnya memahami diri sendiri,
dari sisi motivasi.
Karya Maslow

Diawali dengan keberatannya atas teori kepribadian dari Sigmund Freud (yang
dikembangkan berdasarkan penelitian terhadap individu yang mengalami masalah
kejiwaan), Maslow mencoba menemukan ciri-ciri kepribadian sehat pada individu-
individu yang menurutnya merupakan wakil-wakil terbaik dari spesies manusia.
Maslow meneliti kepribadian 46 orang, baik yang telah meninggal maupun yang
masih hidup. Di antara subjek penelitiannya adalah Thomas Jefferson, Abraham
Lincoln, Albert Einstein, Eleanor Roosevelt, Goethe. Dari kalangan psikologi, yang
diteliti Max Wertheimer dan Ruth Benedict.

Untuk mereka yang masih hidup, pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara, asosiasi bebas, dan tes proyektif. Untuk yang sudah meninggal, Maslow
menggunakan teknik analisis biografi dan otobiografi. Sebagai hasilnya, Maslow
menyimpulkan bahwa semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan instingtif yang
mendorong untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasi diri,
mengembangkan potensi yang ada sejauh mungkin. Potensi untuk pertumbuhan dan
kesehatan psikologis itu diaktualisasi (diwujudkan) atau tidak, tergantung pada
kekuatan individual dan sosial yang memajukan atau menghambat.

Pada umumnya manusia memiliki potensi lebih banyak daripada apa yang
dapat dicapai. Tidak banyak orang yang mencapai aktualisasi diri. Namun, Maslow
tetap optimis tentang kemungkinan bahwa jumlah orang yang mencapai keadaan ideal
ini dapat semakin banyak. Prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah dengan
memuaskan empat kebutuhan yang lebih rendah.

Hierarki Kebutuhan

Konsep hierarki kebutuhan Maslow mengasumsikan bahwa tingkat kebutuhan


yang lebih rendah dipuaskan atau relatif terpuaskan sebelum kebutuhan lebih tinggi
menjadi motivator. Jadi, kebutuhan lebih rendah merupakan prepotensi bagi
kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, sehingga harus dipuaskan terlebih dahulu.
Orang yang termotivasi oleh kebutuhan harga diri atau aktualisasi diri pasti telah
terpuaskan kebutuhannya akan makanan, rasa aman, dan kasih sayang.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan ini meliputi makanan, air, oksigen, suhu tubuh teratur, dan
sebagainya. Yang sangat penting untuk kelangsungan hidup, sehingga paling kuat
di antara kebutuhan lainnya. Inilah satu-satunya kebutuhan yang dapat dipuaskan
sedemikian rupa, sehingga seseorang dapat sangat puas, meski kebutuhan ini
muncul berulang-ulang secara ajek.
Mereka yang kelaparan, sangat sedikit peluangnya mendapatkan makanan
(karena miskin atau dalam keadaan tidak makan berhari-hari) akan didominasi
kebutuhan ini dan tidak sempat memikirkan kebutuhan lainnya. Pada orang
berkecukupan, yang mereka pikirkan bukan sekadar adanya makan, melainkan
soal selera. Bila yang kesulitan mendapatkan makanan bertanya, “Hari ini bisa
makan atau tidak”, yang berkecukupan, “Mau makan apa sekarang?”
2. Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan,
bebas dari ancaman (sakit, ketakutan, kecemasan, bahaya, dan keadaan chaos).
Selain itu juga kebutuhan akan hukum, keteraturan, dan struktur. Berbeda dengan
kebutuhan fisiologis, kebutuhan ini tidak dapat terlalu dipuaskan: tidak ada orang
merasa sangat aman. Dalam situasi ketidakpastian, misalnya dalam situasi chaos
saat kondisi politik memanas, saat ada isu tsunami, dsb, kita berusaha sebanyak
mungkin memiliki jaminan, perlindungan, dan ketertiban. Pada anak-anak,
kebutuhan rasa aman ini sangat tinggi karena mereka dapat merasa terancam oleh
berbagai situasi lingkungan: ruang gelap, binatang, hukuman dari orangtua dan
guru, dsb. Orang dewasa yang neurotik juga relatif tinggi kebutuhannya akan rasa
aman. Hal ini disebabkan ketakutan irasional yang dialaminya akibat rasa tidak
aman yang dibawa sejak masa kecil. Ia sering mengalami perasaan dan bertindak
seperti ketika ia mendapatkan situasi mengancam ketika masa kecil. Mereka
menguras energi lebih banyak daripada orang lain yang berkepribadian sehat
untuk melindungi dirinya. Hal ini dapat muncul dalam berbagai gejala. Mereka
yang sering terancam hukuman orangtua di masa kecil, lebih sering berusaha
mencari rasa aman dengan berbohong, melakukan segala sesuatu dengan
keteraturan yang berlebihan untuk menghindari celaan. Mereka yang saat kecil
merasa terhina karena kemiskinan, terpacu berlebihan untuk mengumpulkan uang
atau properti sebanyak-banyaknya. Bila usahanya kurang berhasil, mereka
menderita kecemasan neurotik yang oleh Maslow disebut basic anxiety. Pada
orang berkepribadian sehat, yang berhasil mengatasi kecemasan masa kecil,
kebutuhan rasa aman akan menguat dalam situasi khusus, seperti ketika terjadi
bencana, sakit, perang, dsb. Dalam situasi yang mengancam seperti itu kebutuhan
lain yang tingkatnya lebih tinggi kurang dirasakan
3. Kebutuhan Akan Cinta dan Rasa Memiliki
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan persahabatan, memiliki pasangan dan anak,
keanggotaan dalam keluarga, keanggotaan dalam kelompok tertentu, bertetangga,
kewarganegaraan, dsb. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan akan aspek-
aspek seksual dan kontak manusiawi sebagai wujud kebutuhan untuk saling
memberi dan menerima cinta. Mereka yang tidak pernah merasakan cinta, yang
tak pernah mendapat ciuman atau pelukan, dalam jangka panjang tidak akan
dapat mengekspresikan cinta. Mereka cenderung mendevaluasi cinta,
menganggapnya tidak penting. Mereka yang hanya sedikit mendapatkan cinta,
dapat menjadi sangat sensitif terhadap penolakan dari orang lain. Mereka
memiliki kebutuhan afeksi yang tinggi: berusaha mengejar cinta dan rasa
memiliki melalui berbagai cara. Di sisi lain, mereka yang terpuaskan kebutuhan
cintanya menjadi lebih percaya diri. Bila mengalami penolakan oleh seseorang, ia
tidak menjadi panik, yakin bahwa ia mendapatkannya dari orang yang penting
bagi dirinya.
4. Kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan penghargaan terhadap diri, keyakinan,
kompetensi, dan pengetahuan bahwa orang lain mendukung dengan penghargaan
yang tinggi. Menurut Maslow, kebutuhan akan penghargaan ini terdiri dari dua
tingkatan: reputasi dan harga diri (self-esteem). Reputasi adalah persepsi
mengenai gengsi (prestige) atau pengakuan dari orang lain, sedangkan harga diri
adalah perasaan seseorang bahwa dirinya berharga. Harga diri memiliki dasar
yang berbeda dari gengsi; merefleksikan kebutuhan akan kekuatan untuk
berprestasi, adekuat, penguasaan dan kompetensi bidang tertentu, yakin dalam
menghadapi dunia sekelilingnya, serta kemandirian dan kebebasan. Dengan kata
lain, harga diri bersandar pada kompetensi nyata, bukan sekadar pandangan orang
lain. Ada sebuah canda sehubungan dengan kebutuhan sampai tahap ini: manusia
dibedakan dengan monyet dalam kebutuhan penghargaan ini. Monyet memiliki
kebutuhan sama dengan manusia hingga tingkat tiga setengah, yakni kebutuhan
akan gengsi. Namun, monyet tidak mungkin memiliki kebutuhan di atas level tiga
setengah (kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri). Jadi, bila dalam kondisi
normal seseorang masih dikejar oleh kebutuhan akan gengsi atau kebutuhan lain
di bawahnya, ia tidak berbeda dengan monyet.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini mencakup pemenuhan diri (self-fulfillment), realisasi seluruh
potensi, dan kebutuhan untuk menjadi kreatif. Mereka yang telah mencapai level
aktualisasi diri menjadi lebih manusiawi, lebih asli dalam mengekspresikan diri,
tidak terpengaruh oleh budaya. Agak berbeda dengan perkembangan kebutuhan
lain, bila kebutuhan penghargaan ini terpenuhi, tidak secara otomatis kebutuhan
meningkat ke aktualisasi diri. Maslow menemukan bahwa mereka yang lepas dari
kebutuhan penghargaan dan mencapai kebutuhan aktualisasi diri adalah yang
memberikan penghargaan tinggi terhadap nilai-nilai kebenaran, keindahan,
keadilan, dan nilai-nilai sejenis yang oleh Maslow disebut sebagai B-values.

Anda mungkin juga menyukai