Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA SEMUNTAI

4.1. Letak Geografis Desa Semuntai

Desa Semuntai kecamatan Mukok Dilihat dari letak geografisnya terletak

di antara 1° 10" Lintang Utara dan 0° 35" Lintang Selatan serta di antara 109°

45", 111° 11" Bujur Timur. Desa Semuntai terbagi kedalam dua dusun yaitu

Dusun Sungai Kunyit dan Dusun Pelaik. Desa Semuntai juga terdiri dari 24 RT

dan 4 RW. Dari lokasi Desa Semuntai menuju ke Kabupaten Sanggau dapat

menempuh jarak 22,7 km. Kecamatan Mukok terdiri dari 9 Desa, yaitu Desa

Engkode, Desa Inggis, Desa Kedukul, Desa Layak Omang, Desa Sungai Mawang,

Desa Semanggis Raya, Desa Semuntai, Desa Serambai Jaya, Desa Trimulya.

Jarak antara Desa yang satu dengan yang lainya ada yang berdekatan dan ada juga

yang lumayan jauh. Dengan luas luas wilayah sekitar 501 KM2. Untuk batas

wilayah, bagian Utara, Kecamatan Mukok berbatasan dengan Jangkang, Timur,

berbatasan dengan Kabupaten Sekadau, Selatan, berbatasan langsung dengan

Kabupaten Sekadau dan Barat, berbatasan langsung dengan Kecamatan Kapuas.

4.1. Jumlah Penduduk Desa Semuntai

Desa Semuntai Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau tahun 2020

tercatat total keseluruhan penduduk menurut umur maupun jenis kelamin

berjumlah 3.242 jiwa. Usia balita 0-4 tahun berjumlah 242 jiwa, usia 5-9 tahun

391 jiwa, usia 10-14 tahun 301 jiwa, usia 15-19 tahun 412 jiwa, usia 20-24 tahun
354 jiwa,usia 25-29 tahun 119 jiwa, usia 30-34 tahun 232 jiwa, usia 35-39 tahun

228 jiwa, usia 40-44 tahun 216 jiwa, usia 45-49 266 jiwa, usia 50-54 tahun 106

jiwa, usia 55-59 149 jiwa,usia 60-64 tahun 92 jiwa, usia 70-74 tahun 86 jiwa, usia

di atas 74 tahun berjumlah 48 jiwa. Sehingga total dari keseluruhan penduduk

ialah 3.242 jiwa menurut kelopok usia di atas.

4.3. Mata Pencaharian Pokok Desa Semuntai

Kebutuhan manusia adalah hal utama yang melatarbelakangi seseorang

untuk bekerja. Tanpa penghasilan, manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan

hidupnya. Salah satu cara agar manusia mendapatkan penghasilan adalah dengan

cara bekerja. Penghasilan yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan pokok

sehari-hari, baik material maupun spiritual. Mata pencaharian adalah hal penting

yang mendasar dalam kehidupan seseorang dan sangat diperjuangkan. Pekerjaan

menjadi acuan kualitas hidup seseorang dilihat dari seberapa besar

penghasilannya.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, sebagian warga Desa Semuntai ada

yang bekerja sebagai buruh pabrik, petani, wirausaha, perangkat desa dan lain

sebagainya. Di Desa Semuntai terdapat 2 pabrik besar yang menjadi lahan

pekerjaan bagi masyarakat Desa Semuntai. Pabrik pertama yang berdiri adalah

pabrik MPE (Multi Prima Entakai) dengan produksi utama yaitu minyak kelapa

sawit. Pabrik yang kedua adalah pabrik Jantin dengan produksi utama yaitu karet.

Minimnya modal dari warga setempat untuk mengelola tanah yang akhirnya dibeli

oleh pihak pabrik, dan warga desa menjadi karyawan dan buruh di pabrik tersebut.
Mayoritas warga desa yang menjadi pekerja pabrik biasanya bekerja dari pukul

08.00 hingga pukul 15.00.

Sebagian masyarakat desa juga ada yang bekerja sebagai petani dengan

jam kerja yang lebih fleksibel, beberapa petani yang mempunyai lahan seperti

lahan karet dapat menjual hasil kebunnya ke pabrik karet. Dan sebagian

masyarakat lainnya juga bekerja sebagai perangkat desa, guru, dan pegawai bank

yang mempunyai jam kerja lebih ketat. Sedangkan sebagaian masyarakat

wirausaha berpendapatan dari keuntungan penjualan sekaligus menjadi penyedia

bahan pokok yang dapat di jangkau dengan mudah oleh masyarakat setempat,

dikarenakan jarak dari desa ke kabupaten cukup jauh dan membutuhkan waktu 1

jam.

Dari beberapa sumber penghasilan yang terdapat di desa, masyarakat desa

jauh dari kata keterbelakangan dan kemiskinan. Pegnghasilan masyarakat

setempat sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup.

4.4. Tingkat Pendidikan Desa Semuntai

Pendidikan dan jenjang karir merupakan satu kesatuan yang saling terikat

satu sama lain. Semakin tinggi pendidikan, kesempatan jenjang karir lebih mudah

didapatkan. Kemajuan perekonomian dapat dilihat dari tingkat pendidikan di

masyarakat itu sendiri. Tingkat pendidikan masyarakat juga menggambarkan

persentase keterampilan dan kecakapan masyarakat. Keterampilan dari

masyarakat berpengaruh juga dalam tumbuh kembangnya perekonomian di

wilayah tersebut.
Tingginya tingkat pendidikan memberikan potensi lapangan pekerjaan

baru yang lebih luas. Dengan adanya tingkat pendidikan yang baik, dapat

meredam pengangguran dalam lingkungan masyarakat. Pendidikan biasanya dapat

mempertajam sistematika pola pikir masyarakat sehingga dapat menjadi

masyarakat yang lebih terbuka dalam menerima perubahan.

Di desa Semuntai, memiliki bangunan sekolah dasar dan sekolah

menengah pertama, untuk sekolah menengah atas hanya ada dikabupaten.

Sebagian masyarakat desa Semuntai juga ada yang melanjutkan pendidikan ke ibu

kota untuk kuliah agar mendapat kesempatan jenjang karir yang menjanjikan.

Meningkatkan pendidikan di desa Semuntai juga menjaditugas bagi masyarakat

untuk terus memajukan desa Semuntaike arah yang lebih baik lagi. Pada dasarnya

pendidikan di desa Semuntai di pandang sebelah mata, dikarenakan mereka

menganggap bahwa tanpa pendidikan mereka juga dapat menjadi petani yang

sukses atau buruh dengan penghasilan tetap tiap bulannya. Akan tetapi semakin

hari, masyarakat merasa rugi karena hanya berakhir sebagai buruh pabrik,

sedangkan jabatan kantor hanya didudukin oleh orang luar yang dilatar belakangi

dengan pendidikan tinggi.

4.5. Penduduk Menurut Agama dan Keyakinan di Desa Semuntai

Di Indonesia memeluk agama adalah hak asasi paling hakiki yang dimiliki

oleh setiap orang. Kehidupan beragama dapat mencerminkan nilai-nilai dan

norma manusia yang hidup saling berdampingan. Dengan agama dan kepercayaan

manusia menjalani hidup dengan pedoman yang mereka yakini dengan lebih baik.
Sebagian masyarakat menganggap agama adalah unsur utama dan tak dapat

dilepaskan dalam kehidupan.

Masyarakat Semuntai memeluk agama yang berbeda-beda dan saling

berdampingan dengan menjunjung tinggi toleransi antar agama. Dalam

kehidupan sehari-hari, masyarakat desa Semuntai menjalani kehidupan yang

rukun walaupun mememluk agama bahkan suku yang berbeda-beda. Masyarakat

Desa Semuntai juga termasuk masyarakat yang heterogen dilihat dari agama dan

keyakinan yang mereka percayai. Salah satu bentuk dari toleransi antar agama

yang ada di Desa Semuntai dapat dilihat dari tempat peribadatan yang dibangun

oleh perangkat Desa melalui musyawarah bersama. Di Desa Semuntai terdapat 2

bangunan Masjid dan 2 Gereja. Tidak ada konflik antar agama yang terjadi di

Desa Semuntai yang menciptakan Desa Semuntai menjadi desa yang rukun, aman

dan damai. Bangunan tempat peribadatan memang tidak semua agama di bangun

seperti agama konghucu, mengingat jumlah penduduk yang memeluk agama

konghucu masih terlalu sedikit.

Mayoritas penduduk di Desa Semuntai bergama Islam dengan jumlah

sebanyak 2.802 jiwa. Meskipun begitu tidak ada sikap egois dari masyarakat yang

beragama Islam dengan jumlah yang lebih dominan. Masyarakat Desa Semuntai

juga tidak terlepas dari aktifitas keagamaan baik Islam, Kristen, Katolik, dan

Konghucu. Dalam perayaan hari besar keagamaan masyarakat Desa Semuntai

selalu menghormati dan saling toleransi bahkan saling gotong royong untuk

memperkuat tali silaturahmi.


4.6. Penduduk Berdasarkan Etnis Desa Semuntai

Penduduk masyarakat Desa Semuntai terdiri dari berbagai suku yakni

Suku Melayu, Dayak, Tionghoa, Jawa, dan Madura. Mayoritas masyarakat Desa

Semuntai adalah Suku Melayu dengan persentase 70%. Masyarakat Melayu yang

dominan di Desa Semuntai dapat dilihat dari beberapa aktifitas kebudayaan yang

lebih familiar di laksanakan dan masih sangat kental guna tetap mempertahankan

eksistensi tradisi yang dilakukan secara turun temurun.

Selain Masyarakat Melayu yang lebih dominan dan banyaknya rangkaian

aktifitas kebudayaan yang sering dilaksanakan, masyarakat suku Dayak juga

kerap melaksanakan aktifitas kebudayaan yang berhubungan dengan pertanian

seperti Nugal, Bakumpaidan lain sebagainya. Masyarakat suku Dayak lebih

tertutup dalam pelaksanaan aktifitas kebudayaan karena dalam tradisi suku Dayak

menggunakan hewan Babi dan Anjing untuk santapan yang tidak dapat

dikonsumsi oleh semua masyarakat Desa Semuntai terutama yang beragama

Islam. Dengan pelaksanaan yang tertutuplah cara suku Dayak menghormati

masyarakat lain yang tidak dapat mengonsumsi makanan non halal.

4.7. Tenaga Kesehatan Desa Semuntai

Tenaga kerja terutama yang berada dalam ruang lingkup kesehatan adalah

gambaran kesehatan disuatu lingkungan masyarakat. Di Desa Semuntai tenaga

kesehatan bidan hanya 2 orang, dokter 1 orang, mantra 1 orang dan dukun/orang

dengan pengobatan alternatif 5 orang.

Berdasarkan jumlah tenaga kesehatan yang ada, dapat dilihat bahwa

tenaga kerja kesehatan di Desa Semuntai masih cukup rendah. Dengan jumlah
dukun yang lebih dominan dibanding tenaga kerja medis juga mempengaruhi

minat masyarakat untuk beralih kepengobatan tradisional. Pengobatan tradisional

di Desa Semuntai tidak mempunyai patokan harga melainkan sukarela dan

seberapa mampu individu itu sendiri.

Masyarakat yang menggunakan tenaga medis untuk mengatasi masalah

kesehatannya hanya sebagian kecil saja, dan rata-rata berstatus sosial tinggi

dikarenakan untuk pengobatan ke Bidan dan Dokter memakan biaya yang cukup

banyak.

4.8. Sarana Transportasi dan Komunikasi

Sarana transformasi dan komunikasi di suatu daerah akan mempengaruhi

tumbuh kembangnya daerah itu sendiri. Daerah yang sarana transformasidan

komunikasinya kurang, akan kesulitan dalam melakukan segala aktifitas dan

kebutuhan. Di Desa Semuntai, sarana transportasi masyarakatnya rata-rata

menggunakan sepeda motor dan sebagian kecil menggunakan mobil untuk

berpergian ke kabupaten atau ibukota. Sedangkan untuk menempuh perjalanan ke

daerah desa lainnya masyarakat biasa menggunakan transportasi air seperti

sampan dan perahu yang dapat menampung barang dalam jumlah besar.

Untuk sarana transportasi yang digunakan oleh pihak pabrik yang ada di

Desa Semuntai rata-rata menggunakan tranportasi yang besar seperti truk, tronton,

mobil box, dan ponton. Meskipun transportasi besar yang ada di Desa Semuntai

adalah milik pabrik, biasanya masyarakat juga diperbolehkan untuk menumpang

dengan gratis.
Untuk akses transportasi di Desa Semuntai sudah sangat bagus dengan

pembangunan jalan yang menggunakan aspal sehingga tidak ada hambatan bagi

masyarakat setempat maupun masyarakat luar yang ingin berkunjung. Seiring

pergantian pemimpin daerah, akses transportasi selalu diperhatikan untuk

kenyamanan dan kemajuan daerah.

Selain sarana transportasi, sarana komunikasi juga tidak kalah penting

perannya untuk sumber pengetahuan dan informasi terbaru yang sedang marak

diperbincangkan. Di Desa Semuntai, sarana komunikasinya sangat berkembang

dengan penggunaan gadget di lingkungan masyarakat dari usia anak-anak, remaja,

bahkan orang tua juga sangat aktif dalam penggunaan gadget. Selain gadget,

televisi juga sudah terdapat hampir disetiap rumah guna menerima informasi

seperti berita bahkan sebagai media hiburan.

4.9. Profil Informan.

Dalam penelitian dengan judul “Perawatan Tubuh Tradisional Pra-Nikah

Bagi Calon Pengantin Pria dan Wanita Melayu di Desa Semuntai Kecamatan

Mukok Kabupaten Sanggau penulis melakukan wawancara dengan beberapa

informan. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan profir informan, salah

satunya adalah informan yang mengetahui sejarah dari tradisi Betangas, kemudian

informan yang telah melakukan tradisi Betangas, informan yang akan melakukan

tradisi Betangas, pelaku pelaksana tradisi Betangas, persepsi dari informan dengan

latar belakang suku Dayak, persepsi dari informan dengan latar belakang suku

Jawa. Dalam penulisan yang dipaparkan, penulis menggunakan inisial nama untuk
merahasiakan identitas berdasarkan keputusan bersama dan demi kenyamanan

informan.

Jumlah informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang, dengan latar

belakang yang berbeda. Informan dalam penelitian ini sangat mempunyai

kemampuan untuk memberikan informasi, pengalaman, serta data yang

dibutuhkan penulis dalam penelitian. Berikut ini latar belakang informan yang

dapat penulis uraikan dari ke enam informan yang di wawancarai.

1. Informan SE

Informan yang pertama berinisial SE yaitu seorang laki-laki, tokoh

masyarakat yang berumur 44 tahun, pendidikan terakhir SMA. Keseharian

bapak SE ialah berkebun dan beternak, dan lebih sering menghabiskan

waktu sore di balai desa. Bapak SE merupakan salah satu sosok tokoh

masyarakat yang sangat ramah.

2. Informan EH

Informan EH adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus buruh pabrik

perusahaan sawit yang berusia 36 tahun dan pendidikan terakhir SMK. Ibu

EH adalah salah satu masyarakat yang sudah pernah melakukan tradisi

Betangas, dan turut mewariskan tradisi Betangas kepada generasinya.

3. Informan WN

Informan WN seorang perempuan dengan latar belakang suku melayu

berusia 19 tahun, informan WN baru saja menyelesaikan sekolah dan akan

menjadi generasi muda di Desanya. WN juga merupakan informan yang


mengetahui tradisi Betangas dan akan melakukan tradisi Betangas sebagai

bentuk pelesatarian budaya di Desanya sendiri.

4. Informan EN

Informan EN seorang perempuan berusia 23 tahun pendidikan terakhir

SMP, bekerja sebagai penjaga toko kosmetik. Keseharian EN dari jam 9

pagi hingga jam 4 sore adalah bekerja di toko kosmetik. EN merupakan

informan dengan latar belakang suku Dayak. Informan EN memberikan

informasi mengenai pandangannya terhadap tradisi Betangas.

5. Informan HRW

Informan HRW adalah seorang perempuan berusia 35 tahun bekerja

sebagai pedagang bakso sapi, HRW adalah masyarakat pendatang yang

menikah dengan masyarakat Melayu di Desa Semuntai. Hrw juga permah

melakukan tradisi Betangas karena megikuti tradisi pernikahan dari

keluarga suami.

6. Informan MS

Informan MS adalah seorang perempuan yang berusia 63 tahun,

keseharian MS adalah bercocok tanam di halaman rumah sembari bermain

bersama cucu. MS adalah tokoh masyarakat yang sering diundang sebagai

pelaksana tradisi Betangas. MS telah menjadi pelaksana Betangas sejak ia

berusia 41 tahun ketika orang tuanya sudah meninggal.


BAB V

PERAWATAN TUBUH TRADISIONAL PRA-NIKAH BAGI CALON

PENGANTIN PRIA DAN WANITA MELAYU DI DESA SEMUNTAI

5.1. Sejarah Lahirnya Tradisi Betangas di Sanggau

Betangas merupakan kegiatan mandi uap hasil rebusan dari rempah-

rempah alami. Agar wewangian dari rempah dapat meresap sempurna kedalam

tubuh, calon pengantin akan duduk mendekati air rebusan rempah, sementara itu

sekelilingnya ditutupi tikar pandan atau dan di tutupi kain.

Masyarakat Melayu Sanggau mempercayai bahwa tradisi Betangas sudah

ada sejak Putri Daranante membangun kerajaan Sanggau di Labai Lawai. Pada

tanggal 7 april 1310 M, Putri Daranante membangun kerajaan Sanggau di tempat

persinggahannya Labai Lawai ketika menyusuri Sungai Sekayam untuk pulang ke

Sukadana. Sejak kerajaan Sanggau dibangun, tradisi Betangas ini mulai dilakukan

oleh anggota kerajaan atau anggota keraton saat akan melaksanakan acara

pernikahan. Tradisi ini bukan mutlak dilakukan pertama kali oleh keluarga

keraton Sanggau, melainkan tradisi Betangas ini adalah tradisi yang di adobsi dari

kerajaan Melayu Riau. Masyarakat Melayu Riau mempercayai Tradisi Betangas

sebagai bentuk pembersihan diri sebelum melaksanakan pernikahan. Dengan

melakukan rangkaian tradisi Betangas, pengantin di anggap suci luar dalam

sehingga sudah siap untuk menjadi pasangan hidup orang lain.


Dari hasil wawancara dengan bapak SE yang mengetahui sejarah tradisi Betangas,

diharapkan masyarakat Melayu Sanggau dapat melestarikan tradisi Betangas yang

telah susah payah ditanamkan oleh keluarga keraton kepada masyarakatnya.

Seiring berjalannya waktu, keluarga keraton Sanggau merasakan dampak

positif dari tradisi Betangas sehingga mereka memperkenanalkan tradisi ini

kepada masyarakat Melayu Sanggau untuk di lakukan sebelum menjelang

pernikahan. Dimulai dari lingkungan kerajaan yang sengaja menceritakan khasiat

dari tradisi Betangas kepada pekerja dan penjaga juga lainnya.

Tradisi ini kemudian sengaja digelar oleh keluarga keraton dikerajaan

dengan terbuka, dengan mempertontonkan bahan apa saja yang digunakan serta

alat apa saja yang dipakai. Meskipun terbuka, calon pengantin yang melakukan

Betangas tetap di jaga privasinya dengan menutupi tubuh mereka menggunakan

sehelai kain kuning. Setelah calon pengantin memasuki tempat Betangas, kain

penutup tubuhnya di gunakan untuk menutup ruang atas yang masih terbuka agar

uap dari ramuan Betangas tidak keluar sehingga dapat menyerap ke tubuh dengan

maksimal.

Dengan melihat secara langsung pelaksanaan Betangas, masyarakat

melayu Sanggau mulai mempraktekkan aktifitas mandi uap tersebut kepada anak-

anaknya yang hendak menikah dengan tujuan mensucikan diri sebelum menikah.

Pada masa itu hanya masyarakat Melayu yang datang ke Keraton dan

menyaksikan Betangas yang dapat melakukan rangkaian tradisi tersebut. Karena

hanya mereka yang mendapat ayat-ayat bacaan (Al-Qur’an) yang dianjurkan di

baca saat sedang mempersiapkan bahan,alat bahkan saat pelaksanaan Betangas.


Sementara masyarakat yang tidak hadir dan menyaksikan tradisi Betangas secara

langsung tidak dapat melakukannya sendiri. Sejak saat itu, masyarakat yang

datang ke keraton saat tradisi Betangas di pertontonkan menjadi tokoh pelaku

tradisi Betangas untuk masyarakat sekitar. Ketika mereka lanjut usia dan wafat,

anak-anak dan cucunya lah sebagai penerus tradisi Betangas hingga saat ini.

Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber yang mengetahui

sejarah tradisi Betangas, mereka menceritakan bahwa sejarah yang mereka

ketahui juga didapat dari orang tua terdahulu dan juga tokoh adat. Dari cerita

orang terdahulu dan beberapa tokoh adat mengenai tradisi Betangas, serta pantang

larang yang berkaitan dengan betangas ini yang melatarbelakangi mereka

melakukan tradisi Betangas hingga saat ini. Hasil wawancara dengan informan SE

berusia 44 tahun, bapak SE ini mengatakan bahwa tradisi Betangas yang ia

ketahui dari orang tuanya, dan juga tokoh adatnya di perkenalkan pada masa ia

hendak melaksanakan upacara pernikahan. Bapak SE mempercayai petuah yang

ada pada tradisi ini membawa dampak positif hingga bapak SE melakukan tradisi

ini pada anaknya, dan ia juga berkata akan menurunkannya pada generasi

berikutnya dengan tujuan melestarikan tradisi Betangas agar tidak hilang atau

kalah pada teknologi modern yang lebih praktis tetapi tidak ada nilai dan

implementasi kebudayaan yang terkandung didalamnya. Saat peneliti

mewawancarai informan, subjek mengatakan sebagai berikut:

“Sebenarnya tradisi Betangas tuk kula ndak tau betul kati ia bisa

tejadi, Cuma yang kula tau tradisi tuk ada pas Putri Daranante singgah

dan bikin kerajaan kita tuk, kerajaan Sanggau. Tradisi tuk pun di amik
dari Kepulauan Riau, ditunak oleh orang Melayu kita karna sama-sama

Melayu. Oleh orang Melayu Riau tradisi tuk dijadikan sebagai ritual

pembersihan, semacam pensucian gak. Orang yang nak menikah tunak

harus suci luar dalam, jadi dengan Betangas tuk dianggap mampu

mensucikan seseorang luar dalam menurut orang Melayu Kepulauan

Riau. Cerita yang bapak tau ni pun dapat dari orang tua-tua jaman dulu,

dari ketua adat kita. Tik sejarah tertulis dari buku atau catatan bapak

ndak tau sejarah ini ada ditulis dimena”.

Dari hasil wawancara dengan bapak SE yang mengetahui sejarah tradisi

Betangas, diharapkan masyarakat Melayu Sanggau dapat melestarikan tradisi

Betangas yang telah susah payah ditanamkan oleh keluarga keraton kepada

masyarakatnya. Selain sebagai aset budaya yang ada pada masyarakat Melayu,

tradisi Betangas ini juga memberikan dampak positif bagi tubuh, dari proses

Betangas yang menggunakan bahan-bahan alami ini akan menghasilkan aroma

harum yang meresap pada kulit, selain itu tradisi ini juga dapat menghilangkan

keringat pada hari H pernikahan. Dengan tidak adanya keringat yang keluar pada

hari H juga memberikan kenyamanan bagi pengantin untuk menjadi ratu dan raja

semalam.

5.2. Pandangan Masyarakat Melayu Sanggau Terhadap Tradisi Betangas.

Masyarakat di Desa Semuntai yang terdiri dari beberapa suku, menilai

tradisi Betangas dengan pandangan berbeda dari sudut pandang suku, dan

kelompok usia yang berbeda pula. Pada masyarakat Melayu dengan kelompok
usia 30 tahun keatas mempercayai tradisi Betangas sebagai tradisi turunan raja-

raja yang wajib dilakukan agar tidak kualat terhadap patuah. Sebagian masyarakat

dengan kelompok usia 17 hingga 25 tahun mempercayai tradisi Betangas sebagai

aset budaya yang harus dilestarikan, dan juga sebagai bentuk menghormati aturan

tata cara pernikahan menurut orang tuanya, keluarganya serta lingkungan

sosialnya.

Dari hasil wawancara dengan narasumber masyarakat Melayu yang

mengetahui tradisi Betangas dari berbagai kalompok usia, mereka menjelaskan

bagaimana mereka melihat tradisi Betangas yang selalu dilaksanakan oleh

masyarakat sekitar yang hendak melakukan acra pernikahan.

Mereka menjelaskan berdasarkan apa yang mereka ketahui, seperti hasil

wawancara peneliti dengan narasumber informan EH berusia 36 tahun, ibu EH ini

melihat tradisi Betangas sebagai bentuk penghormatan pada tradisi warisan

turunan raja-raja Melayu terdahulu, mewawancarai informan sebagai berikut:

“Orang jaman dolok pecaya Tradisi Betangas di lakukan langsung

oleh keluarga kerajaan yang rata-rata orang kerajaan tu orang-orang

pandai. Mereka tau apa yang baik dan ndak. Sebagai rasa cinta ia dengan

masyarakat, ia beri Tradisi Betangas ke kita. Kita ikut Tradisi ini berati

kita hormat dengan ia. Petuah orang duluk, kalau ndak dilaksana

biasanya tulah rangkah. Kita sebagai manusia ndak boleh bangkang,

kalau ibu apa yang di nasehatkan orang tua ibu ikut, biar ndak tulah. Ibu

ikut Tradisi Betangas dari dulu Alhamdulillah pesta pernikahan lancar”


Penjelasan dari informan EH yang menganggap tradisi Betangas atas dasar

menghormati petuah dari keluarga kerajaan terdahulu yang menanamkan tradisi

Betangas pada masyarakatnya, ibu EH juga merasakan kelancaran acaranya saat

mengikuti anjuran petuah yang sudah ada sejak dulu. Masih dengan kalangan

masyarakat melayu, dengan kelompok usia yang lebih muda informan WN

berusia 19 tahun dalam wawancara mengatakan:

“Saya ndak begitu paham sih kak kalau detailnya Tradisi ini,

soalnya saya pun pena nikah kak. Tapi kalau saya nikah nanti pasti tetap

pakai tradisi Betangas soalnya inikan petuah orang tua. Lagian kalau

bukan kita sepa lagilah yang nak neruskan tradisi Betangas. Sebagai

penerus, kami juga selalu diajarkan untuk hormat dengan petuah, kalau

ndak takutnya kita dapat balak kak. Saya dan penerus lainnya pasti tetap

menjalankan tradisi ini meskipun sekarang ni memang banyak Betangas

dalam bentuk modernnya kayak sauna”.

Penjelasan dari informan WN mengenai pandangannya terhadap tradisi

Betangas ini ia mengatakan akan menjaga bahkan meneruskannya kepada

generasi berikutnya. Menurut WN, jika bukan generasinya yang melestarikan

tradisi Betangas lantas generasi mana yang akan meneruskannya. WN juga akan

melakukan tradisi Betangas sebagai bentuk pelestarian tradisi Betangas ini secara

nyata.

Tradisi Betangas ini juga mendapat perhatian dari suku lain seperti suku

Dayak. Sebagian suku Dayak yang mengetahui tradisi Betangas sangat tertarik
dengan khasiat yang ramai diperbincangkan, mereka percaya setiap tradisi yang

diturunkan dari leluhur mempunyai tujuan yang baik untuk generasinya.

Sedangkan untuk sebagian masyarakat suku Dayak juga ada yang tidak

mengetahui tradisi Betangas. Dalam wawancara terhadap salah satu masyarakat

suku Dayak, narasumber EN berusia 23 tahun mengatakan:

“Kula tau di situk ada tradisi Betangas mpuk sidak urang Melayu, kalak

asa nak ngelabak cuman kula udah nikah dan bukan urang Melayu.

Betangas yak bukan tradisi biasa yang di kerja cuma-cuma. Tapi tradisi

Betangas yang kula tau ada khasiat pakai pengantin, biar ndak bau, ndak

bepeluh. Yang nama tradisi turun temurun pasti ada manfaat yang

sengaja dilestarikan. Penjelasan narasumber EN mengenai pandangan

terhadap tradisi Betangas ini mengenai keingin tahuannya mencoba

tradisi Betangas namun ia tidak dapat melakukannya”.

Berbeda juga pada masyarakat Jawa yang mayoritas adalah masyarakat

pendatang luar, mereka yang menikah dengan masyarakat Melayu bahkan

mengikuti tradisi Betangas walaupun mereka sebenarnya mempunyai tradisi pra-

nikah tersendiri. Mereka sangat menghargai tradisi Betangas dan merasakan

sendiri manfaat dari tradisi Betangas. Masyarakat Jawa melihat tradisi Betangas

sebagai pembersihan diri dengan cara mandi yang juga terdapat pada tradisi Jawa

tetapi beda tata cara pelaksanaan dan penyebutan nama. Menurut narasumber

HRW yang merupakan masyarakat Jawa pendatang, kemudian menikah dengan

orang Melayu dan melaksanakan tradisi Betangas mengatakan :


“Saya pindahan dari Demak, kemarin menikah disini saya mengikuti

tradisi Mandi Betangas. Saya ikut tradisi suami, kebetulan suami Melayu.

Sebenarnya sih tradisi Mandi Betangas yang saya lakukan kemarin, juga

dilakukan ditradisi jawa, cuman nama nya saja yang berbeda. Kalau

diJawa khususnya tradisi yang sering keluarga saya lakukan, nama

mandinya itu mandi pangir. Cara pelaksanaannya hampir sama

menggunakan dedaunan, rempah dan bahan alami lainnya. Tujuannya

juga hampir sama sebagai pembersihan diri sebelum melaksanakan

upacara pernikahan. Tetapi memang ada yang berbeda dengan Mandi

Betangas, dari bahannya, alatnya dan cara mandinya yang menggunakan

uap dari rebusan rempah. Kalau di Jawa langsung mandi dari air rempah

nya itu. Tapi sama-sama mempunyai khasiat yang bagus”.

Dari hasil wawancara informan HRW suku Jawa yang mengikuti tradisi

Betangas mengatakan bahwa, di Jawa juga terdapat tradisi mandi pemebersihan

sebelum melaksanakan upacara pernikahan yang sedikit berbeda dari mandi

pembersihan sebelum melaksanakan upacara pernikahan di suku Melayu Sanggau.

Perbedaan yang dimaksud terdapat pada bahan-bahan yang digunakan, alat, dan

tata cara yang dilakukan.

Selain melakukan wawancara dengan informan yang mengetahui sejarah

tradisi Betangas, juga yang pernah melaksanakan tradisi Betangas, dan menurut

pandangan masyarakat dengan latar belakang suku yang berbeda, penulis juga

mewawancarai tokoh yang melakukan dan menyiapkan segala alat dan bahan
untuk melakukan prosesi Betangas. Umumnya tokoh pelaksana tradisi Betangas

ini berusia dari 60 tahun. Informan pelaksana tradisi Betangas yang diwawancarai

oleh penulis berinisial MS. Menurut MS selaku pelaksana tradisi Betangas yang

telah melakukan tradisi ini sejak umurnya 41 tahun, tradisi ini di ajarkan dari

orang tuanya guna menjadi warisan yang tetap tinggal di lingkungan masyarakat

terutama keluarganya sendiri untuk mendapatkan nilai yang terkadung didalam

tradisi Betangas. Menurut MS selaku pelaksana tradisi Betangas mengatakan :

“Sudah banyak pasangan pengantin yang saya tangas, jadi sebelum

mereka berpesta saya tangas dulu, biar wangi, biar mereka endak

berkeringat, endak ngerasa panas, dan aura pengantin mereka itu

terpancar kalau sudah di tangas. Saya nangas orang dari umur 41 tahun,

waktu mamak meninggal dan endak ada yang gantikan akhirnya saya lah

yang meneruskan. Kadang orang kasi upah uang atau sembako dan itu

cuman sebagai ucapan terimakasih mereka jak bukan harus atau syrat

dari tradisi ini. Tapi sekarang yang betangas ni udah mulai bekurang, tapi

masih ada lah. Ya mungkin karna ada sauna spa kan kita endak bisa

maksakan orang juga harus gimana. Saya kalau mau nangas orang itu

harus puasa dulu satu hari sebelum nangas. Kalau mau berangkat nangas

harus bekal daun pandan sendiri dari rumah di pegang sampai saya

sampai ke rumah tujuan”.

Dari hasil wawancara informan selaku pelaksana tradisi Betangas ini, ada

beberapa pantangan dan aturan tersendiri bagi dirinya seperti melakukan puasa

satu hari sebelum melakukan tradisi Betangas tersebut, dan membawa bekal daun
pandan dan harus dipegang selama dalam perjalanan hingga sampai pada tempat

tujuan. Informan juga menekankan bahwa untuk penjelasan nilai yang terkandung

dalam tahapan tradisi Betangas ini hanya dapat dimengerti saat melakukan prosesi

Betangas nya secara langsung. Mengingat usianya yang sudah cukup renta, ia

tidak dapat mengingat secara rinci tanpa ada bahan, alat dan pelaksanaan langsung

dari Tradisi Betangas. Karena menurut informan ketika mekakukan tradisi

Betangas ini akan berjalan sendiri seperti air mengalir.


5.3. EKSISTENSI TRADISI BETANGAS DI DESA SEMUNTAI

Masyarakat yang melakukan Tradisi Betangas terus menurun hampir

setiap tahunnya, meskipun masih dalam skala kecil namun hal ini dikhawatirkan

dapat mempengaruhi masyarakat untuk melupakan bahkan meninggalkan tradisi

Betangas hingga akhirnya Tradisi Betangas ini hilang dengan sendirinya.

Tradisi Betangas pada sebagian masyarakat modern dianggap salah satu

bagian pra-nikah yang banyak memakan waktu dan tenaga. Didalam pelaksanaan

tradisi Betangas dilarang keras untuk menggunakan alat yang terbuat dari besi

atau alumunium seperti peralatan dapur yang pada umumnya terbuat dari

alumunium. Bahan yang digunakan juga tidak boleh kurang satu pun, meskipun

dari alam bahan yang digunakan untuk pelaksanaan tradisi Betangas ini hampir

jarang ditemukan karena kurangnya pelestarian tumbuhan tersebut.


5.5. PROSESI TRADISI BETANGAS DI DESA SEMUNTAI

Masyarakat Desa Semuntai merupakan salah satu kelompok masyarakat

Melayu yang masih memegang erat tradisi Betangas yang di warisi oleh nenek

moyang. Tradisi Betangas merupakan salah satu tradisi perawatan tubuh sebelum

melakukan acara pesta pernikahan. Selain Betangas, perawatan tubuh pra-nikah

lainnya seperti inai dan lulur beras pandan juga masih dilakukan oleh masyarakat

Desa Semuntai. Didalam penelitian ini penulis akan menjelaskan tentang prosesi

tradisi Betangas sebagai perawatan tubuh tradisional Pra-nikah di Desa Semuntai.

Tradisi Betangas dilakukan setelah melakukan prosesi Inai dan lulur beras

pandan. Tradisi Betangas dilakukan tiga hari sebelum menjelang hari pesta

pernikahan. Selama tiga hari, prosesi Betangas harus dilakukan setiap hari agar

aroma dari rempah yang di rebus menyerap kulit dengan sempurna. Selama

melakukan prosesi Betangas, calon pengantin tidak diperbolehkan untuk keluar

rumah untuk menjaga petuah yang ada pada tradisi Betangas.

Petuah yang ada pada tradisi Betangas yaitu tidak diperbolehkan calon

pengantin untuk menginjak tanah dan terkena udara di luar rumah, dalam artian

pengantin harus tetap berada di dalam rumah. Jika petuah yang ada tersebut

dilanggar, maka di hari pesta pernikahan akan turun hujan deras yang

menghambat prosesi pesta pernikahan.

Pada umumnya jika hujan turun pada hari pernikahan tamu undangan akan

sulit untuk datang di karenakan cuaca yang tidak mendukung. Sedikitnya tamu

undangan yang datang dianggap mala petaka, karena pada acara pesta pernikahan

yang diharapkan oleh keluarga adalah doa restu tamu undangan yang datang.
Maka dari itu tradisi Betangas sangat menjaga calon pengantin untuk tetap berada

didalam rumah hingga hari pesta pernikahan tiba.

Dalam tradisi Betangas, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk

pelaksanaannya. Pelaku tradisi meliputi kedua calon pengantin, kedua orang tua

dari kedua pihak pengantin, dan sesepuh yang dipercayakan untuk melakukan

prosesi Betangas. Biasaya yang melakukan persiapan tradisi Betangas ini adalah

nenek dari calon pengantin, tetapi bisa juga dilakukan oleh orang lain yang

mengetahui tata cara tradisi Betangas. Nenek yang membantu pelaksanaan tradisi

Betangas harus berpuasa dihari pelaksanaan Betangas. Ketika melakukan tradisi

Betangas semua yang terlibat harus dalam keadaan bersih dan di anjurkan untuk

berpuasa.

Berikut adalah tata cara yang dilakukan pada prosesi tradisi Betangas :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan terdapat beberapa alat yang harus disediakan terlebih

dahulu oleh dukun Betangas Desa Semuntai. Seperti yang dijelaskan oleh

nenek Muwarni Salimah selaku dukun ritual Betangas bahwa : “Tradisi

Betangas ini salah satu tradisi yang masih dilaksanakan bahkan tata cara dan

alat yang digunakan juga masih dijaga seperti yang dilakukan oleh keluarga

keraton di masa lalu. Guna menjaga tata cara, bahan, dan alat yang digunakan

seperti kerajaan keraton agar makna dan tujuan dari tradisi Betangas juga

sama seperti yang dilakukan oleh keluarga keraton, kerajaan Melayu

Sanggau. Tradisi ini menjadi kebiasaan masyarakat Melayu Sanggau seperti

masyarakat yang ada di Desa Semuntai hingga sekarang. Tradisi Betangas


juga di anggap sebagai pembersihan diri dengan di bacakannya doa-doa dan

beberapa ayat dari Al-Qur’an agar tradisi ini mendapat berkah dari Allah

SWT dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam karena tujuan dari

tradisi ini adalah pembersihan diri/badan dari hal-hal negatif sebelum

menjelang acara pernikahan.

Dari informasi oleh informan di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari tradisi

Betangas ini adalah pembersihan diri, dan diharapkan tradisi Betangas dapat

berjalan sesuai yang diharapkan. Maka dari itu, pelaksana dari tradisi betangas ini

harus mempersiapkan diri dalam menjalankan ritual Betangas. Adapun yang harus

dipersiapkan antara lain dukun pelaksana ritual tradisi Betangas, yaitu orang yang

memimpin jalannya ritual Betangas. Alat-alat yang dibutuhkan adalah sebagai

berikut :

1. Kain kuning, untuk alas bahan-bahan yang sudah dicuci agar airnya tiris.

Pada masa kerajaan melayu Sanggau kain ini tidak boleh diganti warna

dengan kepercayaan bahwa bahan-bahan yang ditiriskan dengan warna

lain tidak akan menghasilkan aroma yang maksimal ketika direbus.

####FOTO####

2. Tikar sebagai penutup ruang yang akan ditempati calon pengantin,

berbentuk melingkar dan ditutupi kain kuning pada bagian atasnya. Tikar

yang digunakan untuk ritual Betangas harus tikar yang terbuat dari daun

pandan. Jika menggunakan tikar biasa seperti tikar yang terbuat dari

plastik di khawatirkan mempengaruhi aroma dari bahan-bahan yang

direbus. #FOTO#
3. Panci tanah liat sebagai wadah untuk merebus semua bahan-bahan

Betangas. Panci tanah liat ini biasa digunakan untuk meracik jamu

tradisonal. Untuk panci rebusan juga tidak boleh menggunakan panci biasa

yang terbuat dari bahan alumunium atau sejenisnya. Panci alumunium

dapat menghantarkan panas yang berbeda pada ramuan yang direbus,

panci alumunium lebih cepat panas sehingga bahan-bahan yang direbus

mudah hancur. Panci tanah liat mempunyai ketebalan dan bahan yang

berbeda sehingga ramuan yang direbus lebih terjaga dan dapat

menghasilkan uap wangi dengan maksimal.

4. Sendok kayu yang memiliki pegangan panjang untuk di pegang oleh calon

pengantin saat mengaduk ramuan di dalam ruang tikar. Sendok kayu ini

tidak boleh diganti dengan sendok bahan alumunium atau besi.

5. Kompor minyak tanah berwarna hijau atau pelita rakitan yang cukup untuk

memanaskan ramuan sehingga mengeluarkan uap rempah yang wangi.

Kompor harus menggunakan apikecil untuk menjaga bahan-bahan ramuan

agar tidak mudah hancur.

6. Kursi kecil atau masyarakat desa Semuntai sering menyebutnya kuda-

kuda untuk calon pengantin duduk di dalam ruang tikar. Kursi ini boleh

terbuat dari bahan apa saja.

Alat-alat yang sudah dipersiapkan diletakan ke ruangan atau tempat ritual

Betangas akan dilaksanakan. Kemudian, untuk bahan-bahan ramuan yang

diperlu dipersiapakan adalah:


5.5 IMPLEMENTASI NILAI BUDAYA DALAM TRADISI

BETANGAS

Bagi masyarakat Desa Semuntai implementasi budaya dalam tradisi

Betangas mengacu pada kemauan untuk saling bekerja sama, gotong-royong, dan

meningkatkan kekeluargaan antar tetangga. Acara pernikahan yang akan digelar

di Desa Semuntai kerap melibatkan tetangga untuk saling tolong menolong dalam

mempersiapkan acara pernikahan, salah satunya tradisi Betangas. Dalam tradisi

betangas, bahan-bahan yang diperlukan adalah bahan-bahan alami yang berasal

dari tumbuhan yang cukup sulit ditemukan. Beberapa bahan yang sulit ditemukan

di sekitar pekarangan rumah adalah daun sembung, daun geganti, dan daun
kelabat. Beberapa bahan tersebut biasanya tumbuh di semak-semak bahkan

dihutan, karena jarang ditanam oleh masyarakat disekitar.

Selain bahan-bahan alami yang sulit ditemukan, peralatan dalam

pelaksanaan tradisi Betangas juga tidak dapat menggunakan peralatan dapur biasa

yang kebanyakan terbuat dari bahan aluminium atau besi.

Peralatan yang digunakan dalam kelangsungan tradisi Betangas harus dapat

menjaga aroma dari rempah-rempah alami yang nantinya direbus. Salah satu alat

yang harus digunakan dalam tradisi Betangas adalah panci yang terbuat dari tanah

liat. Panci tanah liat ini jarang dimiliki oleh beberapa orang di Desa Semuntai,

sehingga dalam situasi ini bagi yang memiliki panci tanah liat seperti penjual

jamu biasanya meminjamkan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

tradisi Betangas.

Tolong menolong dalam masyarakat di Desa Semuntai dalam pelaksanaan

tradisi Betangas semakin hangat ketika beberapa masyarakat turun untuk saling

berkumpul dan berinteraksi, sehingga tradisi ini juga menciptakan kebersamaan

dalam masyarakat Desa Semuntai.

Anda mungkin juga menyukai