Betangas merupakan kegiatan mandi uap hasil rebusan dari rempah-rempah alami.
Agar wewangian dari rempah dapat meresap sempurna kedalam tubuh, calon pengantin akan
duduk mendekati air rebusan rempah, sementara itu sekelilingnya ditutupi tikar pandan atau
Masyarakat Melayu Sanggau mempercayai bahwa tradisi Betangas sudah ada sejak
Putri Daranante membangun kerajaan Sanggau di Labai Lawai. Pada tanggal 7 april 1310 M,
ketika menyusuri Sungai Sekayam untuk pulang ke Sukadana. Sejak kerajaan Sanggau
dibangun, tradisi Betangas ini mulai dilakukan oleh anggota kerajaan atau anggota keraton
saat akan melaksanakan acara pernikahan. Tradisi ini bukan mutlak dilakukan pertama kali
oleh keluarga keraton Sanggau, melainkan tradisi Betangas ini adalah tradisi yang di adobsi
dari kerajaan Melayu Riau. Masyarakat Melayu Riau mempercayai Tradisi Betangas sebagai
tradisi Betangas, pengantin di anggap suci luar dalam sehingga sudah siap untuk menjadi
Dari hasil wawancara dengan bapak SE yang mengetahui sejarah tradisi Betangas,
diharapkan masyarakat Melayu Sanggau dapat melestarikan tradisi Betangas yang telah susah
Seiring berjalannya waktu, keluarga keraton Sanggau merasakan dampak positif dari
tradisi Betangas sehingga mereka memperkenanalkan tradisi ini kepada masyarakat Melayu
Sanggau untuk di lakukan sebelum menjelang pernikahan. Dimulai dari lingkungan kerajaan
yang sengaja menceritakan khasiat dari tradisi Betangas kepada pekerja dan penjaga juga
lainnya.
Tradisi ini kemudian sengaja digelar oleh keluarga keraton dikerajaan dengan terbuka,
dengan mempertontonkan bahan apa saja yang digunakan serta alat apa saja yang dipakai.
Meskipun terbuka, calon pengantin yang melakukan Betangas tetap di jaga privasinya dengan
menutupi tubuh mereka menggunakan sehelai kain kuning. Setelah calon pengantin
memasuki tempat Betangas, kain penutup tubuhnya di gunakan untuk menutup ruang atas
yang masih terbuka agar uap dari ramuan Betangas tidak keluar sehingga dapat menyerap ke
mulai mempraktekkan aktifitas mandi uap tersebut kepada anak-anaknya yang hendak
menikah dengan tujuan mensucikan diri sebelum menikah. Pada masa itu hanya masyarakat
Melayu yang datang ke Keraton dan menyaksikan Betangas yang dapat melakukan rangkaian
tradisi tersebut. Karena hanya mereka yang mendapat ayat-ayat bacaan (Al-Qur’an) yang
dianjurkan di baca saat sedang mempersiapkan bahan,alat bahkan saat pelaksanaan Betangas.
Sementara masyarakat yang tidak hadir dan menyaksikan tradisi Betangas secara langsung
tidak dapat melakukannya sendiri. Sejak saat itu, masyarakat yang datang ke keraton saat
tradisi Betangas di pertontonkan menjadi tokoh pelaku tradisi Betangas untuk masyarakat
sekitar. Ketika mereka lanjut usia dan wafat, anak-anak dan cucunya lah sebagai penerus
Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber yang mengetahui sejarah tradisi
Betangas, mereka menceritakan bahwa sejarah yang mereka ketahui juga didapat dari orang
tua terdahulu dan juga tokoh adat. Dari cerita orang terdahulu dan beberapa tokoh adat
mengenai tradisi Betangas, serta pantang larang yang berkaitan dengan betangas ini yang
melatarbelakangi mereka melakukan tradisi Betangas hingga saat ini. Hasil wawancara
dengan informan SE berusia 44 tahun, bapak SE ini mengatakan bahwa tradisi Betangas yang
ia ketahui dari orang tuanya, dan juga tokoh adatnya di perkenalkan pada masa ia hendak
melaksanakan upacara pernikahan. Bapak SE mempercayai petuah yang ada pada tradisi ini
membawa dampak positif hingga bapak SE melakukan tradisi ini pada anaknya, dan ia juga
berkata akan menurunkannya pada generasi berikutnya dengan tujuan melestarikan tradisi
Betangas agar tidak hilang atau kalah pada teknologi modern yang lebih praktis tetapi tidak
ada nilai dan implementasi kebudayaan yang terkandung didalamnya. Saat peneliti
“Sebenarnya tradisi Betangas tuk kula ndak tau betul kati ia bisa tejadi,
Cuma yang kula tau tradisi tuk ada pas Putri Daranante singgah dan bikin kerajaan
kita tuk, kerajaan Sanggau. Tradisi tuk pun di amik dari Kepulauan Riau, ditunak
oleh orang Melayu kita karna sama-sama Melayu. Oleh orang Melayu Riau tradisi
tuk dijadikan sebagai ritual pembersihan, semacam pensucian gak. Orang yang nak
menikah tunak harus suci luar dalam, jadi dengan Betangas tuk dianggap mampu
mensucikan seseorang luar dalam menurut orang Melayu Kepulauan Riau. Cerita
yang bapak tau ni pun dapat dari orang tua-tua jaman dulu, dari ketua adat kita. Tik
sejarah tertulis dari buku atau catatan bapak ndak tau sejarah ini ada ditulis
dimena”.
Dari hasil wawancara dengan bapak SE yang mengetahui sejarah tradisi Betangas,
diharapkan masyarakat Melayu Sanggau dapat melestarikan tradisi Betangas yang telah susah
payah ditanamkan oleh keluarga keraton kepada masyarakatnya. Selain sebagai aset budaya
yang ada pada masyarakat Melayu, tradisi Betangas ini juga memberikan dampak positif bagi
tubuh, dari proses Betangas yang menggunakan bahan-bahan alami ini akan menghasilkan
aroma harum yang meresap pada kulit, selain itu tradisi ini juga dapat menghilangkan
keringat pada hari H pernikahan. Dengan tidak adanya keringat yang keluar pada hari H juga
memberikan kenyamanan bagi pengantin untuk menjadi ratu dan raja semalam.
Masyarakat di Desa Semuntai yang terdiri dari beberapa suku, menilai tradisi
Betangas dengan pandangan berbeda dari sudut pandang suku, dan kelompok usia yang
berbeda pula. Pada masyarakat Melayu dengan kelompok usia 30 tahun keatas mempercayai
tradisi Betangas sebagai tradisi turunan raja-raja yang wajib dilakukan agar tidak kualat
mempercayai tradisi Betangas sebagai aset budaya yang harus dilestarikan, dan juga sebagai
bentuk menghormati aturan tata cara pernikahan menurut orang tuanya, keluarganya serta
lingkungan sosialnya.
tradisi Betangas dari berbagai kalompok usia, mereka menjelaskan bagaimana mereka
melihat tradisi Betangas yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat sekitar yang hendak
melakukan acra pernikahan. Mereka menjelaskan berdasarkan apa yang mereka ketahui,
seperti hasil wawancara peneliti dengan narasumber informan EH berusia 36 tahun, ibu EH
ini melihat tradisi Betangas sebagai bentuk penghormatan pada tradisi warisan turunan raja-
keluarga kerajaan yang rata-rata orang kerajaan tu orang-orang pandai. Mereka tau
apa yang baik dan ndak. Sebagai rasa cinta ia dengan masyarakat, ia beri Tradisi
Betangas ke kita. Kita ikut Tradisi ini berati kita hormat dengan ia. Petuah orang
duluk, kalau ndak dilaksana biasanya tulah rangkah. Kita sebagai manusia ndak
boleh bangkang, kalau ibu apa yang di nasehatkan orang tua ibu ikut, biar ndak
tulah. Ibu ikut Tradisi Betangas dari dulu Alhamdulillah pesta pernikahan lancar”
Penjelasan dari informan EH yang menganggap tradisi Betangas atas dasar
menghormati petuah dari keluarga kerajaan terdahulu yang menanamkan tradisi Betangas
pada masyarakatnya, ibu EH juga merasakan kelancaran acaranya saat mengikuti anjuran
petuah yang sudah ada sejak dulu. Masih dengan kalangan masyarakat melayu, dengan
kelompok usia yang lebih muda informan WN berusia 19 tahun dalam wawancara
mengatakan:
“Saya ndak begitu paham sih kak kalau detailnya Tradisi ini, soalnya saya
pun pena nikah kak. Tapi kalau saya nikah nanti pasti tetap pakai tradisi Betangas
soalnya inikan petuah orang tua. Lagian kalau bukan kita sepa lagilah yang nak
neruskan tradisi Betangas. Sebagai penerus, kami juga selalu diajarkan untuk hormat
dengan petuah, kalau ndak takutnya kita dapat balak kak. Saya dan penerus lainnya
pasti tetap menjalankan tradisi ini meskipun sekarang ni memang banyak Betangas
WN, jika bukan generasinya yang melestarikan tradisi Betangas lantas generasi mana yang
akan meneruskannya. WN juga akan melakukan tradisi Betangas sebagai bentuk pelestarian
Tradisi Betangas ini juga mendapat perhatian dari suku lain seperti suku Dayak.
Sebagian suku Dayak yang mengetahui tradisi Betangas sangat tertarik dengan khasiat yang
ramai diperbincangkan, mereka percaya setiap tradisi yang diturunkan dari leluhur
mempunyai tujuan yang baik untuk generasinya. Sedangkan untuk sebagian masyarakat suku
Dayak juga ada yang tidak mengetahui tradisi Betangas. Dalam wawancara terhadap salah
ngelabak cuman kula udah nikah dan bukan urang Melayu. Betangas yak bukan
tradisi biasa yang di kerja cuma-cuma. Tapi tradisi Betangas yang kula tau ada
khasiat pakai pengantin, biar ndak bau, ndak bepeluh. Yang nama tradisi turun
Berbeda juga pada masyarakat Jawa yang mayoritas adalah masyarakat pendatang
luar, mereka yang menikah dengan masyarakat Melayu bahkan mengikuti tradisi Betangas
menghargai tradisi Betangas dan merasakan sendiri manfaat dari tradisi Betangas.
Masyarakat Jawa melihat tradisi Betangas sebagai pembersihan diri dengan cara mandi yang
juga terdapat pada tradisi Jawa tetapi beda tata cara pelaksanaan dan penyebutan nama.
Menurut narasumber HRW yang merupakan masyarakat Jawa pendatang, kemudian menikah
“Saya pindahan dari Demak, kemarin menikah disini saya mengikuti tradisi Mandi
Betangas. Saya ikut tradisi suami, kebetulan suami Melayu. Sebenarnya sih tradisi
Mandi Betangas yang saya lakukan kemarin, juga dilakukan ditradisi jawa, cuman
nama nya saja yang berbeda. Kalau diJawa khususnya tradisi yang sering keluarga
saya lakukan, nama mandinya itu mandi pangir. Cara pelaksanaannya hampir sama
menggunakan dedaunan, rempah dan bahan alami lainnya. Tujuannya juga hamper
memang ada yang berbeda dengan Mandi Betangas, dari bahannya, alatnya dan cara
mandinya yang menggunakan uap dari rebusan rempah. Kalau di Jawa langsung
mandi dari air rempah nya itu. Tapi sama-sama mempunyai khasiat yang bagus”.
Dari hasil wawancara informan HRW suku Jawa yang mengikuti tradisi Betangas
mengatakan bahwa, di Jawa juga terdapat tradisi mandi pemebersihan sebelum melaksanakan
upacara pernikahan yang sedikit berbeda dari mandi pembersihan sebelum melaksanakan
upacara pernikahan di suku Melayu Sanggau. Perbedaan yang dimaksud terdapat pada
Masyarakat yang melakukan Tradisi Betangas terus menurun hampir setiap tahunnya,
meskipun masih dalam skala kecil namun hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi
masyarakat untuk melupakan bahkan meninggalkan tradisi Betangas hingga akhirnya Tradisi
Tradisi Betangas pada sebagian masyarakat modern saat ini dianggap salah satu
bagian pra-nikah yang banyak memakan waktu dan tenaga. Didalam pelaksanaan tradisi
Betangas dilarang keras untuk menggunakan alat yang terbuat dari besi atau alumunium
seperti peralatan dapur yang pada umumnya terbuat dari alumunium. Bahan yang digunakan
juga tidak boleh kurang satu pun, meskipun dari alam bahan yang digunakan untuk
pelaksanaan tradisi Betangas ini hampir jarang ditemukan karena kurangnya pelestarian
tumbuhan tersebut.