Anda di halaman 1dari 2

Kebijakan Pemerintah Mengenai Penutupan Sekolah Pada Masa Pandemi Bertentangan

Dengan Kebijakan Pembukaan Mal dan Tempat Wisata

Pada awal bulan Februari tahun 2020 kasus virus korona sudah mulai masuk di Indonesia.
Pemerintah putuskan untuk meliburkan sekolah selama 2 minggu mulai tanggal 14 Maret
2020, namun saat 2 minggu hampir tuntas, pemerintah putuskan sekolah ditutup dengan
tetap melaksanakan pembelajaran secara daring. Tempat wisata ditutup, mall ditutup, dan
hampir semua kegiatan di luar rumah berhenti dan diganti dengan WFH (Work From Home)
secara daring, bahkan beberapa daerah di Indonesia juga sudah melaksanakan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang bertujuan untuk mencegah kemungkinan
penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Covid-19 belum juga bisa dikatakan berakhir, namun kehidupan harus terus berjalan.
Apakah kita mau terus hidup dengan pembatasan? Mengisolasi diri di rumah terus
menerus? Sudah pasti jawabannya tidak. Tentunya kita ingin kembali bekerja, belajar, dan
beribadah, serta bersosialisasi/beraktivitas agar bisa produktif di era pandemi ini.  Jika hal
tersebut tidak dilakukan, cepat atau lambat akan berdampak pada berbagai sektor, baik
sosial, budaya, pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan, industri tidak berjalan,
atau masyarakat kehilangan penghasilan. Untuk itu, masyarakat harus mulai beradaptasi
dengan kebiasaan hidup baru atau  disebut dengan ‘new normal life’, sebagaimana yang
pernah dikatakan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Percepatan Penanganan Covid-19, Bapak
Wiku Adisasmito. New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap melakukan aktivitas
normal dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya
penularan Covid-19. Secara sederhana, new normal ini hanya melanjutkan kebiasaan-
kebiasaan yang selama ini dilakukan saat diberlakukannya karantina wilayah atau
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam new normal ini, sejumlah tempat wisata, pusat hiburan, mall, dan restoran telah
diijinkan untuk buka kembali, namun tidak dengan sekolah. Mengapa tempat wisata, pusat
hiburan, mall, dan restoran telah dibuka, sedangkan sekolah tidak? Menjawab pertanyaan
tersebut, Juru Bicara Pusat Informasi Covid-19 dari Kabupaten Cianjur, Yusman Faisal,
menjelaskan bahwa anak sekolah masih sangat rawan dari segi risiko umur, terutama SD
dan SMP yang di bawah usia 15 tahun. Sehingga apabila terpapar Covid-19 memiliki risiko
kematian yang sangat tinggi. Belum lagi jika ia menyebarkannya kepada keluarga.
Kerawanan tersebut tentu saja berbeda dengan orang dewasa yang daya tahan tubuhnya
lebih kuat dan jika terpapar pun risiko kematiannya hanya 5-8 persen saja. Itulah alasan
pemerintah sangat hati-hati terhadap anak-anak di tengah pandemi Covid-19 ini.

Pada bulan November 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dalam
sesi jumpa pers virtual menjelaskan bahwa pemerintah sudah menyesuaikan kebijakan
untuk memberikan kewenangan pada pemerintah daerah, kantor wilayah, kantor kemenag,
untuk menentukan pemberian izin tatap muka di sekolah yang berada di bawah
kewenangannya, pemberian izin bisa serentak atau bertahap, tergantung kesiapan masing-
masing daerah sesuai diskresi kepala daerah, berdasarkan evaluasi daerah mana yang siap,
mana yang tidak, dan setiap kemampuan sekolah untuk memenuhi check list dan
melakukan protokol kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai