Anda di halaman 1dari 120

PEMIKIRAN SYAIKH SHALEH DARAT DALAM KITAB

MAJMU’AT AS-SYARI’AH AL-KAFIYAT LIL ‘AWAM


TENTANG NADHAR DAN KHITBAH DALAM PERNIKAHAN

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:
Mikdad Sulaeman
NIM : 21113006

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019

i
ii
iii
iv
v
PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Mikdad Sulaeman

Nim : 21113006

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas: Syari’ah

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan

bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri,

bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Dan skripsi ini boleh dipublikasikan di

perpustakaan IAIN Salatiga.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk di maklumi.

Salatiga, 24 September 2019


Penulis

Mikdad Sulaeman

vi
MOTTO

‫َن‬ ‫َل و‬
‫َسَل ع‬ َ‫ءََل‬
‫تسأ‬ ِ‫َر‬
‫َنِ الم‬
‫ع‬

َ ‫َر‬
‫ِين‬ َّ‫إ‬
‫نالق‬ َِ
‫ف‬ # ِ
‫ِه‬ ‫َقر‬
‫ِين‬

‫َد‬
‫ِي‬ ‫َقت‬ ‫َار‬
‫ِنِ ي‬ ‫ُق‬‫ِالم‬
‫ب‬
“Jangan tanya kepribadian seseorang, tapi lihatlah temannya,

karena sesungguhnya teman mengikuti kelakuan temannya”

vii
PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati, saya persembahkan skripsi ini untuk:

1. Nabi kita tercinta Nabi Muhammad, semoga menjadi bukti kecil tanda

kecintaanku kepada Baginda Nabi Saw.

2. Orang tua tercinta Bapak Lukmanudin dan Ibu Tarwiyah atas segala doa,

bimbingan, arahan, dan kesabaran

3. Kakak tercinta Munir Al-Ma’nun dan adek tercinta Ahmad Fathir Musadad

4. Bapak Sukron Ma’mun S.HI., M.Si. selaku Dosen pembimbing Skripsi

5. Bapak Drs. Badwan, M.Ag selaku pembimbing akademik

6. KOPISODA (Komunitas Pecinta Syaikh Shaleh Darat).

7. Teman-teman Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2013.

8. Umi Sofiatuz Zulfa yang selalu memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar Teater Getar IAIN Salatiga.

Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan, serta motivasi

yang telah diberikan selama ini. Semoga tercatat sebagai amal shalih kalian dan

ingatlah bahwasannya Allah Swt adalah sebaik-baik pemberi balasan. Penulis

menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan, oleh

karenanya penulis berlapang dada menerima kritik, dan saran yang membangun

demi perbaikan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi wacana dan wawasan

serta kritikan kita semua baik mahasiswa syari’ah, akademisi pada umumnya dan

sivitas akademik IAIN Salatiga. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Terimakasih.

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Swt, tuhan kita

semua yang senantiasa melimpahkan karunia tanpa pernah terhitung jumlahnya.

Atas tuntunan dan karuniaNya-lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda

Nabi Muhammmad Saw, sang suritauladan yang harus kita contoh sepanjang

zaman.

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya penulis bukanlah makhluk yang

tiada cacat dan kekurangan yang semangatnya selalu membara. Penulis hanya

manusia biasa yang semangatnyan hidup dan padam, sehingga merupakan

anugrah yang luar biasa dengan bekal niat, dan dukungan dari banyak pihak

akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul :

Pemikiran Syaikh Shaleh Darat dalam kitab Majmu’at as-Syari’ah al-

Kafiyah Lil ‘Awam. tentang Nadhar dan Khitbah dalam pernikahan.

Dengan penuh ketulusan hati, saya telah menyelesaikan skripsi ini dan

saya ucapkan terima kasih kepada:

10. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag selaku Rektor IAIN Salatiga.

11. Ibu Dr. Siti Zumrotun M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

12. Bapak Sukron Ma’mun S.HI.,M.Si. selaku Dosen pembimbing Skripsi dan

ketua Prodi Jurusan Hukum Keluarga Islam.

13. Bapak Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

14. Orang tua tercinta Bapak Lukmanudin dan Ibu Tarwiyah atas segala doa,

bimbingan, arahan, dan kesabaran

ix
15. Bapak Drs. Badwan, M.Ag selaku pembimbing akademik

16. KOPISODA (Komunitas Pecinta Syaikh Shaleh Darat).

17. Teman-teman Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2013.

18. Keluarga besar Teater Getar Salatiga

Salatiga, 20 Mei 2019

Penulis

x
ABSTRAK

Sulaeman, Mikdad. 2019. Pemikiran Syaikh Shaleh Darat dalam Dalam Kitab
Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Llil ‘Awam Tentang Nadhar dan
Khitbah dalam pernikahan. Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam
Fakultas Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Sukron Ma’mun, M.Si

Kata Kunci: Nadhar, Khitbah, pernikahan, Syaikh Shaleh Darat, Kitab


Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam.
Syaikh Shaleh Darat menegaskan pentingnya kembali ke Hukum Islam
untuk segala aspek kehidupan, termasuk juga dalam urusan Nadhar dan Khitbah
bahwa dalam hal tersebut mengingatkan kepada kaum laki-laki agar tidak tergesa-
gesa dalam menentukan pasangan, karena kelak akan menjadi pendamping
seumur hidup. Dalam hal melihat calon pinangan, pergaulan laki-laki dengan
perempuan harus diperhatikan dengan baik, agar supaya tidak keluar dari garis
norma Islam. Berbeda dengan budaya Barat, yang mempertontonkan interaksi
bebas antara non-mahram dan mengangapnya sebagai suatu yang lumrah.
Sehingga perlunya kembali ke jalan yang benar, jalan Islam yang telah digariskan
oleh Allah untuk kaum Muslim. Dalam penelitian ini, terdapat rumusan masalah
yaitu: 1). Bagaimana pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan
Khitbah didalam kitab Majmu'at al-Syari'ah al-Kafiyat lil ‘Awam? 2). Bagaimana
korelasi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan Khitbah terhadap
pernikahan?.
Penelitian ini disebut sebagai penelitian kepustakaan (library research).
Adapun pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan normatif yaitu cara
mendekati masalah yang diteliti dengan didasarkan pada pemahaman terhadap al-
Qur’an dan sunnah (Hadis) dengan memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan
dan tujuan pensyariatan hukum sesuai dengan apa yang digariskan dalam ushul
fiqh.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Nadhar dan Khitbah harus
berpegang teguh pada prinsip dan batasan yaitu wajah dan telapak tangan,
keduanya adalah tempat kecantikan dan dari keduanya dapat mengetahui karakter
dan kondisi seluruh tubuhnya. Untuk menetukan calon istri, saat khitbah laki-laki
boleh melihat wanita berkali-kali hingga menemukan keyakinan dalam hati
masing-masing agar tidak ada penyesalan dikemudian hari. Seseorang yang akan
melaksanakan khitbah harus didahului dengan niat baik, kemudian dengan cara
melihat calonnya seorang laki-laki memilih prioritasnya yang seperti apa yang
didambakan, baik dari segi kekayaan, kecantikan, nasabnya dan juga agamanya
dan jangan sekali-kali menikahi perempuan yang syahbarah, nahbarah, lahbarah,

xi
handarah. Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yang paling besar adalah
wanita yang paling ceria (cantik) wajahnya dan yang paling sedikit maskawinnya.

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

HALAMAN BERLOGO .................................................................................. ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................ v

MOTTO .......................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

ABSTRAK ....................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9

D. Penegasan Istilah................................................................................ 10

1. Pemikiran ................................................................................... 10

2. Nadhar dan Khitbah ................................................................... 10

E. Telaah Pustaka ................................................................................... 11

F. Metode Penelitian ............................................................................. 16

1. Jenis Penelitian ........................................................................... 16

2. Sumber Data .............................................................................. 17

xiii
3. Sifat Penelitian ........................................................................... 17

4. Pengumpulan Data ..................................................................... 17

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 18

6. Pendekatan ................................................................................. 19

BAB II NADHAR DAN KHITBAH DALAM FIQH

1. Pengertian Nadhar ............................................................................ 20

2. Dasar Hukum Nadhar ....................................................................... 23

3. Hikmah Nadhar ................................................................................ 30

4. Pengertian Khitbah ............................................................................ 31

5. Dasar Hukum Khitbah ....................................................................... 34

6. Hikmah Khitbah ................................................................................ 37

BAB III BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD SHALEH AL-SAMARANI


DAN PEMIKIRANNYA DALAM KITAB MAJMU’AT AS-SYARI’AH AL-
KAFIYAT LIL ‘AWAM
A. Biografi Syaikh Shaleh Darat ............................................................ 38

B. Riwayat Pendidikan Syaikh Shaleh Darat .......................................... 40

C. Kehidupan Rumah Tangga Syaikh Shaleh Darat ............................... 43

D. Jaringan Keilmuan Syaikh Shaleh Darat ............................................ 44

E. Karya-karya Syaikh Shaleh Darat ...................................................... 48

F. Kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam ............................. 53

BAB IV URGENSI NADHAR DAN KHITBAH DALAM PEMIKIRAN


SYAIKH SHALEH DARAT DALAM PERNIKAHAN

A. Pemikiran Syaikh Shaleh Darat Tentang Nadhar

xiv
dan Khitbah Dalam Kitab Majmu’at as-Syari’ah

al-Kafiyat Lil’Awam ........................................................................... 58

1. Nadhar ....................................................................................... 59

2. Khitbah ...................................................................................... 72

3. Hikmah dan Manfaat Nadhar dan

Khitbah menurut Syaikh Shaleh Darat ....................................... 76

B. Kontribusi Nadhar dan Khitbah Dalam pernikahan ............................77

1. Nadhar ....................................................................................... 77

2. Khitbah ...................................................................................... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 83

B. Saran ................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia yang memiliki kekayaan yang beraneka ragam yang

tersebar dari sabang sampai merauke. Sejak zaman dahulu kekayaan yang

dimiliki masyarakat Indonesia bukan hanya kekayaan sumber alam saja,

tetapi masyarakat Indonesia juga memiliki kekayaan lain, seperti kekayaan

sumber daya manusia yang berupa warisan intelektual yang dalam hal ini

bidang syari’ah yaitu berupa kitab-kitab fiqih, diantaranya Majmu’at as-

Syari’ah al-Kafiyat lil-‘Awam. Kitab berbahasa Jawa dan ditulis dengan

huruf Arab pegon ini merupakan buah karya Syaikh Shaleh Ibn Umar Al-

Samarani atau lebih dikenal dengan Syaikh Shaleh Darat, seorang ulama

angkatan abad 18. Kitab fiqh produk lokal ini lebih bernuansa tasawuf dan

mengusung pendekatan fiqh kontekstual. Isi kitab ini diantaranya berkaitan

dengan hukum Islam yang khas kenusantaraannya antara lain membahas

tentang sesajen, sedekah bumi, tentang agama lain, pernikahan,

menentukan awal Ramadhan dan lain-lain, oleh karena itu kitab ini

memang tidak banyak berbeda dengan kitab fiqh klasik lainya, namun

kitab ini memiliki sisi kearifan lokal yang khas.

Pemikiran-pemikiran Syaikh Shaleh Darat sangat mengena bagi

masyarakat khususnya daerah Jawa, karena pada masa itu sangat jarang

tokoh-tokoh fiqh yang menyesuaikan apa yang dibutuhkan masyarakat,

1
dalam hal ini Syaikh Shaleh Darat memberikan perhatian khusus perihal

pernikahan orang Islam, terutama di pulau Jawa. Kepedulian ini

dituangkan dalam karyanya bahasa Jawa sehingga masyarakat memahami

dan melaksanakan perihal pernikahan baik sesuai ajaran Islam dan

berdasarkan kitab-kitab ulama salaf.

Syaikh Shaleh Darat menyebutkan bahwa dalam hal pernikahan

menganjurkan kepada laki-laki agar tidak tergesa-gesa dalam menentukan

pasangan, karena kelak akan menjadi pendamping seumur hidup.

Menurutnya, “untuk menentukan calon istri, saat khitbah laki-laki boleh

melihat wanita berkali-kali hingga menemukan keyakinan dalam hati

masing-masing agar tidak ada penyesalan di kemudian hari” (Al-Samarani,

tt: 196).

Kelengkapan syari’at Islam juga mencakup aturan-aturan dalam

masalah pernikahan mulai dari bagaimana mencari calon pendamping

hidup sampai mewujudkan pesta pernikahan. Sayangnya kaum muslimin

di zaman sekarang telah terpedaya oleh pesona dunia, sehingga mereka

cenderung meniru gaya barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dari

cara meminang, pergaulan sebelum menikah, sampai upacara yang

menghamburkan waktu, dana dan tenaga. Manusia adalah salah satu

makhluk ciptaan-Nya yang diberi kelebihan akal untuk berfikir dan

menjalankan aktivitas kehidupannya. Salah satu cara manusia untuk

berkembang biak dalam kehidupan yaitu dengan cara jalan menikah,

karena salah satu aspek terpenting dalam kehidupan dan merupakan

2
setengah dari agama adalah pernikahan, sehingga menjadi idaman bagi

setiap orang beriman. Anjuran menikah disampaikan oleh Nabi

Muhammad SAW dalam sebuah hadis.

‫ي ٍِْا ر َطهَ َكا َكا رض ٍكِْاَ ِ َْن ٍس َن ْ َن‬ ْ َ‫ٍ َج‬


ْ ‫ٍز ِْتْ َو‬
َّ ‫َّ ِْْكا ْب ْ َن َنَكِْ َوس ص ٍِ يِْ ْل‬ ‫ص ٍِ يِْ ْل‬. ‫اهكِل َوطك ْكسي ْن َا ٍ ْ َوِْ ْب ٍََ ام يلك‬
ٍ‫اهكِْ َو‬: ‫َّ ٍْن سنَ ْن ٍَََن َكا‬ ‫ِ َس ِْ ْن ٍْ َن اهديق ٍك ُْ َرب َ َد ص؟ ٍِ ي ِْ ْل‬
‫َندْ ْط َا اخ يوب ٍَك‬: ‫ٍِدٍَ ٍِميتَل ٍ ْ ْملا ا ْكسْلا ٍسك ٍ يٍك‬. ‫ٍسك ُو ْب ََكا‬
‫َدٍ ْ َا ْر ْبٍِدٍَ ٍِدي َطب ٍ ْ َو ْق‬. ‫ُو ْب ََكا‬: ‫ال ٍِ ْلنكا ٍَْز ْت ْا ٍَسك‬
َ‫ل َو ْا اءكا ٍِدٍَ ْزٍات ي‬ ْ ‫ٍِْ َت ْن َا ص ُْ ر‬. ‫َْ َمز ْ َا ٍِي ََْْن ٍَِه ْو ْق ٍ َسز ْ ْا اهكا‬
ٍْْ َْْ َُْ‫ِنْ ٍاَهكْْ َا َ ْْللْ ْد َوَك ْْ َا ٍْسْلا ٍٍك‬. ‫َ ٍ ْ َو ْق ِ ِّْ ْلا‬
‫ٍ ْ َا ْر ْب‬
‫ٍِ ْلنكا ٍَات يَ ْز ُوٍ َرَْدْ ٍَ ْ ْلل‬. ‫ل يزْا ْ َن ر َْغ ال َن‬ ْ
‫ٍْ ْلن امتَن‬
Artinya : “Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Ada sekelompok orang
datang ke rumah istri-istri Nabi SAW, mereka menanyakan
tentang ibadah Nabi SAW. Setelah mereka diberitahu, lalu
mereka merasa bahwa amal mereka masih sedikit. Lalu mereka
berkata, “Dimana kedudukan kita dari Nabi SAW, sedangkan
Allah telah mengampuni beliau dari dosa-dosa beliau yang
terdahulu dan yang kemudian”. Seseorang diantara mereka
berkata, Adapun saya, sesungguhnya saya akan shalat malam
terus. Yang lain berkata, Saya akan puasa terus-menerus. Yang
lain lagi berkata, Adapun saya akan menjauhi wanita, saya
tidak akan kawin selamanya. Kemudian Rasulullah SAW
datang kepada mereka dan bersabda, Apakah kalian yang tadi
mengatakan demikian dan demikian?. Ketahuilah, demi Allah,
sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah
diantara kalian, dan orang yang paling bertaqwa kepada Allah
diantara kalian. Sedangkan aku berpuasa dan berbuka, shalat
dan tidur, dan aku mengawini wanita. Maka barangsiapa yang
membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku” (HR.
Bukhari, nomor 4675) (Albani, 2013: 750).

Pernikahan itu sendiri di dalam Islam merupakan penenang bagi

jiwa, peneguh hati, sekaligus sebagai sarana agar suami istri dapat

mencurahkan kasih sayang, mewujudkan kerukunan, saling tolong

3
menolong, saling mengingatkan dan menasehati serta toleransi. Yang

demikian itu dimaksudkan agar keduanya dapat menciptakan suasana yang

membahagiakan dan mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah, dan

warahmah. Keluarga adalah salah satu pilar yang menentukan tegaknya

kehidupan masyarakat. Karena keluarga ibarat sebuah batu bata yang

membentuk sebuah bangunan. Apabila keluarga tersebut kuat, niscaya

kehidupan masyarakatnya akan baik. Namun sebaliknya, jika keluarga

rapuh, maka kehidupan masyarakatnya juga akan terpengaruh, menjadi

tidak baik bahkan bisa mengalami kehancuran.

Dalam kehidupan manusia, pernikahan adalah peristiwa yang

sangat penting dan istimewa bagi seorang perempuan maupun laki-laki.

Sejak saat itulah perwaliannya perpindah dari orang tuanya kepada laki-

laki yang telah sah menjadi suaminya. Bagi laki-laki, sejak saat itulah dia

harus bertanggung jawab penuh lahir dan batin terhadap perempuan asing

yang kini mendampingi untuk selamanya.

Sebelum seseorang melakukan akad pernikahan, pada umumnya

terlebih dahulu diadakan suatu acara khusus yang dalam bahasa Jawa

disebut tunangan, maksudnya adalah seorang laki-laki meminta kepada

seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara yang dilakukan

seperti pada umumnya yang di masyarakat. Namun masyarakat masih

banyak khususnya oranga tua yang belum mengetahui bagaimana ketika

pergaulan anak laki-laki dengan perempuan ketika hendak menuju

kepelaminan, seperti sabda Nabi Saw.

4
ُ‫س ْو ُل هللاِ عليه وسلم فَأَتَاه‬ ُ ‫ ه َُري َْرةَ قَا َل ُك ْنتُ ِع ْندَ النَّ ِبي ِ َر‬،‫َع ْن أَ ِبي‬
‫َّللاِ صلى‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ار فَقَا َل لَهُ َر‬
ِ ‫ص‬َ ‫َر ُج ٌل فَأ َ ْخ َب َرهُ أَنَّهُ تَزَ َّو َج ا ْم َرأَةً ِمنَ األ َ ْن‬
ُ ‫ قَال فَا ْذهَبْ فَا ْن‬. َ‫ قَا َل ال‬. " ‫ت إِلَ ْي َها‬
‫ظ ْر ِإلَ ْي َها‬ َ ‫ظ ْر‬ َ َ‫هللا عليه وسلم" أَن‬
" ‫ش ْيئًا‬
َ ‫ار‬ ِ ‫ص‬ َ ‫فَإِ َّن ِفي أَ ْعيُ ِن األ َ ْن‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah, dia berkata: “pada saat aku berada
disamping nabi SAW. Mendadak muncul seorang laki-laki
menuju kepada beliau lalu memberitahukan kepada beliau
bahwa dia akan menikahi seorang wanita dari kaum anshar.
Rasulullah SAW, bertanya kepadanya: kamu sudah
memperhatikan calon istrimu itu? lelaki tadi menjawab: belum.
Rasulallah bersabda: pergilah kamu dan perhatikanlah ia,
karena sesungguhnya pada mata orang-orang anshar itu ada
sesuatu” (Musthofa, 2013: 779).

Dari definisi di atas, sebelum mengkhitbah atau meminang

diperbolehkan melihat terlebih dahulu, agar tidak menyesal dikemudian

hari, karena dalam berkeluarga bukan hanya soal cinta dan kasih sayang,

tapi bagaimana mempertahankan keharmonisan dan ketahanan dalam

sebuah rumah tangga. Salah satu hal yang paling diinginkan dalam

berumah tangga sendiri banyak caranya untuk tetap selalu bersama.

Karena dalam Islam pernikahan sendiri adalah suatu hal yang sakral dan

penting dalam kehidupan dua insan yang bertukar ikrar, termasuk keluarga

mereka yang akan menyatu melalui kedua mempelai. Kebersamaan yang

baik antara suami dan istri dalam hal menjalankan rumah tangga sangat

diperlukan dalam mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan.

Dalam ilmu fiqh khitbah adalah permintaan atau pernyataan dari

seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dinikahkan baik secara

langsung maupun dengan perantara pihak ketiga yang dipercayainya

sesuai dengan ketentuan agama (Harjono, 1987: 225).

5
Berkenaan dengan masalah khitbah atau lamaran, Allah SWT.

Telah mengatur dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 235 yang

berbunyi:

‫اء أَ ْو أَ ْكنَ ْنت ُ ْم فِي‬


ِ ‫س‬ ْ ‫ضت ُ ْم بِ ِه ِم ْن ِخ‬
َ ِ‫طبَ ِة الن‬ ْ ‫َوال ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما َع َّر‬
‫ستَ ْذ ُك ُرونَ ُه َّن َولَ ِك ْن َال ت ُ َوا ِعدُوه َُّن ِس ًّرا ِإال أَ ْن‬
َ ‫َّللاُ أَنَّ ُك ْم‬
َّ ‫أَ ْنفُ ِس ُك ْم َع ِل َم‬
ُ ‫اح َحتَّى يَ ْبلُ َغ ْال ِكت‬
‫َاب‬ ُ ‫تَقُولُوا قَ ْوال َم ْع ُروفًا َوال تَ ْع ِز ُموا‬
ِ ‫ع ْقدَةَ النِ َك‬
َّ ‫َّللاَ َي ْعلَ ُم َما فِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم فَا ْحذَ ُروهُ َوا ْعلَ ُموا أَ َّن‬
َ‫َّللا‬ َّ ‫أَ َجلَه ُ َوا ْعلَ ُموا أَ َّن‬
‫ور َح ِلي ٌم‬ٌ ُ‫َغف‬
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui
bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka)
perkara yang makruf. Janganlah kalian ber-'azam (bertetap
hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hati kalian; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun” (QS Al-
Baqarah 235) (Al-Farran, 2008: 431).

Berdasarkan ayat tersebut bisa diketahui bahwa apabila seseorang

telah mempunyai kehendak untuk menikah maka dia diperbolehkan untuk

melamar. Kemudian apabila ingin mengetahui tentang calon istrinya, maka

ia diperbolehkan untuk melihat dengan catatan harus menyesuaikan

terhadap ketentuan syari’at atau ajaran agama Islam, Jumhur ulama

berpendapat bahwa batasannya adalah wajah dan telapak tangan yang

mana sudah dianggap cukup mewakili faktor kecantikan dan kesuburan

yang bisa menarik hati seseorang (Wahbah, tt: 23).

Sebelum menikah disunahkan melihat perempuan yang akan

dinikahi dengan batasan-batasan tertentu agar supaya tidak menyesal

6
ketika nanti sudah menikah, dikarenakan banyak fenomena sekarang

ketika sudah menikah menyesal karena tidak sesuai apa yang didambakan

dan diharapkan walaupun sudah mapan. Anjuran Nabi Muhammad SAW,

untuk melihat calon istri terlebih dahulu sebelum menikahinya, namun

batasan melihat wanita hanya boleh dari wajahnya dan telapak tangannya,

karena karakter perempaun dapat ditinjau dari pancaran yang memancar

dari wajahnya dan bentuk atau wujud ragawinya (Dwidjowinoto, 2018:

232).

Namun dalam menemukan jodoh atau pasangan hidup yang tepat

bukanlah hal yang sederhana dan tidak dapat dianggap remeh. Banyak

pasangan suami istri yang menyesal menikah karena merasa salah memilih

pasangan hidup, perasaan cocok, sehati, cinta, pada akhirnya berubah

menjadi perasaan sebaliknya yang berujung pada perceraian. Salah satu

konsep yang tetap relevan dibicarakan pada saat ini adalah nilai-nilai

kesuksesan dalam berkeluarga. Dalam hal ini sering diperbincangkan

dalam kehidupan sehari-hari bahwa seseorang dikatakan berumah tangga

yang sukses adalah terciptanya keadaan yang sinergis antara anggotanya

yang didasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan

dengan penuh keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik

dalam tubuh keluarga maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga

para anggota keluarga merasa tentram di dalamnya dan menjalankan

peran-perannya dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui

kehidupan dengan penuh keefektifan dan kepuasan batin

7
Langkah awal untuk menciptakan keluarga yang sakinah,

mawaddah, warahmah, calon mempelai wanita dan keluarganya juga

harus melihat bagaimana akhlak, ketaqwaan dan hubungannya dengan

Tuhan dan manusia. Demikian juga halnya, bentuk fisik calon mempelai

pria harus diperhatikan dengan baik, ketampanannya, dan tubuhnya.

Banyak fenomena yang terjadi dalam keluarga akibat penyesalan-

penyesalan karena terlalu tergesa-gesa untuk menikah, yang menyebabkan

perceraian, kekerasan rumah tangga dan lain-lain. Oleh karena itu

pentingnya memilih calon pasangan hidup yang bebet, bobot, bibit, supaya

bisa mempertahankan rumah tangga.

Berdasarkan uraian di atas penyusun ingin mengangkat tema

tersebut dengan mengambil judul “Pemikiran Syaikh Shaleh Darat

dalam kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam tentang

Nadhar dan Khitbah dalam pernikahan.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan

Khitbah di dalam kitab Majmu'at as-Syari'ah al-Kafiyat Lil ‘Awam?.

2. Bagaimana kontribusi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar

dan Khitbah terhadap pernikahan?.

8
C. Tujuan penelitian dan manfaatnya

1. Mengetahui pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan

Khitbah dalam kitab Majmu'at as-Syari'ah al-Kafiyat Lil ‘Awam.

2. Mengetahui hubungan pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar

dan Khitbah terhadap ketahanan Rumah Tangga.

Adapun kegunaan dari hasil penelitian yang hendak dicapai

oleh penyusun adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih memperdalam

dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya pada

Hukum di Fakultas Syari’ah Jurusan Hukum Keluarga Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi

Diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran

dan menambah khazanah keilmuan Islam, terutama di bidang

fiqih.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang

relevansi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan

Khitbah dalam pernikahan.

9
c. Bagi Peneliti

1) Digunakan sebagai bahan awal bagi penelitian selanjutnya

yang memiliki pokok permasalahan yang sama.

2) Diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan

menambah khazanah keilmuan Islam, terutama dibidang fiqh.

3) Di samping itu untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan

agama bagi penyusun, pada khususnya dan pembaca pada

umumnya mengenai hal-hal yang berkenan dengan

pembahasan ini.

D. Penegasan Istilah

Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda

dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah didalam

judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah :

1. Pemikiran

Pemikiran sendiri berasal dari kata pikir yang artinya akal budi,

ingatan, angan-angan, sedangkan pemikiran adalah proses, cara,

perbuatan memikir (Poerwadatmita, 1987: 992).

2. Nadhar dan Khitbah

Nadhar adalah pandangan, penglihatan, perhatian, atau

penggunaan panca indra dengan menggunakan akal atau fikir (Yunus,

2007: 457).

Khitbah adalah permintaan atau pernyataan dari seorang laki-laki

kepada seorang perempuan untuk dinikahkan baik secara langsung

10
maupun dengan perantara pihak ketiga yang dipercayainya sesuai

dengan ketentuan agama (Harjono, 1987: 225).

E. Telaah Pustaka

Setelah melaksanakan penelusuran literatur yang membahas

mengenai relevansi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan

Khitbah terhadap ketahanan Rumah Tangga, peneliti telah menemukan

beberapa reverensi khususnya dari skripsi, buku dan jurnal. Diantaranya

yang dapat dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut:

Pertama, skripsi Fatonah tentang “Melihat Aurat Wanita pada saat

Khitbah dalam pandangan Hukum Islam” (Fakultas syari’ah UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta, 2007). Menjelaskan bahwa pada saat melakukan

khitbah seseorang yang melakukan peminangan diperbolehkan melihat

bagian tubuh tertentu dari wanita yang dipinang. Terdapat perbedaan

pendapat dalam pandangan ulama Islam yang secara jumhur ulama hanya

diperbolehkan melihat seluruh wajah dan telapak tangan. Namun dari

skripsi ini lebih cenderung pada pendapat Imam Hambali yang

memperbolehkan melihat bagian tubuh perempuan yang biasa tersingkap

atau kelihatan pada saat dia melakukan aktivitas atau pekerjaan (Fatonah,

2007: 82).

Kedua, Skripsi buchori muslim “Batasan Melihat Wanita Dalam

Peminangan (Perspektif Fiqh Ibn Hazm) Jurusan Al-Ahwal Asy-

Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2012

11
Yogyakarta, dalam skripsi ini membahas tentang perspektif menurut Ibn

Hazm, melihat (aurat) wanita dalam peminangan bagian tubuh yang

terlihat dan yang tidak terlihat di satu sisi diperkirakan dapat mendukung

terhadap upaya melanggengkan pernikahan, yaitu dengan melihat yang

tampak dan tidak tampak maka laki-laki yang meminang bisa mengetahui

keadaan calon istri secara keseluruhan dan tidak ada yang ditutup-tutupi

sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kekecewaan sesudah

dilangsungkannya pernikahan. Tetapi di sisi lain pendapat tersebut dapat

memberikan peluang bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang

melihat calon istri hanya untuk memenuhi hawa nafsu saja dan bukan guna

memantapkan hatinya untuk menikahi seperti halnya pelecehan seksual

dan zina.

Ketiga, jurnal Akhmad Luthf Aziz yang berjudul “Internalisasi

Pemikiran KH. Muhammad Shaleh Darat Di komunitas pecintanya:

Perspektif Sosiologi Pengetahuan”. Jurnal ini membahas tentang corak

pemikiran Syaikh Shaleh Darat yang dapat diamati dengan menganalisa

guru dan kitab yang diajarinya, kondisi budaya sosial yang terjadi pada

saat itu serta kitab-kitab karangan beliau. Corak pemikiran Syaikh Shaleh

Darat bersifat responsif, sedehana, menjunjung nilai-nilai budaya dan

lokalitas serta cenderung sufistik. Corak inilah yang menginspirasi

internalisasi pemikiran Syaikh Shaleh Darat terdiri dari tiga tahap.

Pertama, tahap pemahaman dengan mengadakan pengajian rutin setiap

bulananya. Kedua, tahap penyerapan yang ditandai dengan terjadinya

12
interaksi timbal balik dalam komunitas tersebut, bentuknya bisa formal

dan informal. Ketiga, tahap penghanyatan adalah tahapan sikap dan mental

individu dari jama’ah komunitas pecinta Kyai Shaleh Darat (Kopisoda).

Keempat, karya Abu Malikus Shalih Dzahir “Sejarah dan

Perjuangan Kyai Shaleh Darat Semarang” (yang diterbitkan oleh panitia

khaul Syaikh Shaleh Darat), di dalamnya membahas tentang Biografi,

riwayat pendidikan dan juga membahas kitab-kitab karya Syaikh Shaleh

Darat, jaringan keilmuan dan ajaran-ajaran Syaikh Shaleh Darat yang di

dalamnya tentang sederhana dan tawadhu, giat belajar dan bekerja, hanya

Aswaja yang selamat, melawan belanda dengan fatwa, layak diberi gelar

pahlawan dan napak tilas Syaikh Shaleh Darat hingga silsilahnya.

Kelima, skripsi Andri Winarco mahasiswa IAIN Salatiga (Jurusan

Pendidikan Agama Islam 2016). Dengan judul “Konsep Pendidikan

Akhlak Perspektif Syaikh Shaleh Darat. Yang membahas tentang konsep

pendidikan akhlak Syaikh Shaleh Darat yang lebih menekankan pada

pembiasaan dalam melakukan ritual ibadah, seperti dalam berwudhu,

mendirikan sholat, menjalankan puasa, menunaikan zakat dan pergi

ketanah suci untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima. Namun juga

mengutamakan kepada manusia untuk selalu berhati-hati dalam bertingkah

laku dan beribadah, karena hadirnya nafsu syahwat yang menggoda

manusia. Maka dengan itu untuk selalu merasakan ibadahnya dan juga

menganjurkan untuk menghilangkan sifat-sifat tercela dan mengisinya

13
dengan sifat-sifat yang terpuji atau dapat dikatakan sebagai proses

tazkiyatun nafs.

Keenam, jurnal oleh Agus Irfan (Dosen Jurusan Sejarah Peradaban

Islam, Fakultas Agama Islam UNISSULA Semarang; Kandidat Doktor

Islamic Studies Progam Beasiswa 5000 Doktor Kemenag di UIN Ampel

Surabaya). dengan judul “Local Wisdom dalam pemikiran Syaikh Shaleh

Darat telaah terhadap kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam.

Yang didalamnya membahas kearifan lokal yang terlihat dari tampilan

bahasa dan komunikasinya, disamping muatan gagasan yang tertuang

dalam kitab Majmu’at al-Syari’ah al-Kafiyat lil ‘Awam ini dengan menulis

dengan Arab pegon bertujuan agar dapat dipahami masyarakat Jawa dan

dapat dicerna oleh kalangan awam. Upaya memudahkan adalah visi

literasi Syaikh Shaleh Darat.

Penelitian ini berbeda dengan penelitan diatas dengan melihat

variable dan obyeknya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fatonah

tentang melihat aurat wanita yang lebih mengedepankan pendapat Imam

Hambali yang memperbolehkan melihat bagian tubuh perempuan yang

biasa tersingkap. Penelitan yang dilakukan oleh Buchori tentang batasan

melihat perempuan pada saat Khitbah yang menitik beratkan pada

pendapat Ibn Hazm yang memperbolehkan melihat seluruh anggota tubuh

baik yang terlihat maupun yang tidak, namun dari penelitian ini dapat

menimbulkan peluang bagi laki-laki yang tidak bertanggung jawab karena

hanya untuk dipermainkan saja sehingga akan menimbulakan pelecehan

14
seksual dan zina. kemudian penelitian Akhmad Luthfi Aziz yang dalam

Jurnalnya membahas tentang corak pemikiran Syaikh Shaleh Darat yang

bersifat responsif yang diamati dengan menganalisa guru-guru syaikh

Shaleh darat beserta kitab-kitab Syaikh Shaleh Darat yang didalamnya

termasuk kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam yang

didalamnya terdapat tahapan-tahapan terutama tahapan sikap dan mental

individu dari jama’ah Komunitas pencinta Shaleh Darat (Kopisoda).

sedangkan dalam bukunya Abu Malikus Shalih memaparkan tentang

riwayat kehidupannya (Syaikh Shaleh Darat) baik dari pendidikan,

keluarga, serta karya-karya Syaikh Shaleh Darat yang sampai sekarang

dapat kita pelajari ada sekitar 14 kitab yang telah diterbitkan diantaranya

yang terkenal adalah karya Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam,

dan dijelaskan pelajaran-pelajaran tentang sederhana, tawadu, giat belajar

dan bekerja keras, kemudian diakhiri dengan penjelasan hanya Aswaja

yang selamat, dan menjelaskan pula silsilah beliau. Skripsi Andri Winarco

ini sama-sama membahas tentang pemikiran Syaikh Shaleh Darat namun

penelitian ini lebih kepada dunia pendidikan Akhlak yang terdapat dalam

karya-karya Syaikh Shaleh Darat, yang mengupas tentang ritual ibadah,

mendirikan sholat, zakat, dan juga mengutamakan kepada manusia selalu

berhati-hati dalam bertingkah laku dan beribadah. Yang terakhir jurnal

dari Agus Irfan yang membahas tentang kitab Majmu’at as-Syari’ah al-

Kafiyat Lil ‘Awam, namun penelitian ini hanya membahas tentang kearifan

15
lokal dengan menegedepankan teks tulisan Arab Pegon yang dapat

dipahami oleh masyarakat Jawa khususnya oleh kalangan awam.

Pada penelitan ini, penulis akan mendeskripsikan lebih mendalam

dan terpusat untuk mengenali dan menganalisis pemikiran Syaikh Shaleh

Darat dalam kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat lil ‘Awam tentang

Nadhar dan Khitbah terhadap pernikahan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research),

yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber

tertulis yang terkait dengan objek pembahasan supaya dapat diperoleh

data-data yang jelas sehingga akan membantu dalam kajian ini. Obyek

penelitian digali dari beragam informasi kepustakaan berupa buku,

ensiklopedia, jurnal ilmiah, koran, majalah dan dokumen (Zed, 2004:

89).

2. Sumber Data

Sebelum peneliti pengumpulkan data, peneliti memperhatikan

kualifikasi sumber data yang relevan dengan penelitian yang

dilakukan. Sumber data dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah buku-buku yang secara langsung

berkaitan dengan obyek materil penelitian (Kaelan, 2010: 143).

16
Data primer diambil dari kitab Majmu’at as-Syari’ah al-Kafiyat Lil

‘Awam karya Syaikh Shaleh Darat Al-Samarani.

b. Data Sekunder

sumber data yang berupa buku-buku serta kepustakaan yang

berkaitan dengan penelitian, akan tetapi tidak secara

langsung merupakan karya tokoh agama atau filsuf agama tertentu

yang menjadi obyek (Kaelan, 2010: 144). Data sekunder diambil

dari literatur dan buku-buku yang bersangkutan dengan obyek

pembahasan penulis. Diantaranya yaitu kitab fiqh sunnah, fath al-

Qarib, bidayatul mujtahid, fathul muin Uqudulujain, fathul izar,

dan buku-buku yang lain yang bersangkutan dengan penelitian.

3. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, berusaha memaparkan

secara jelas tentang pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar

dan Khitbah terhadap ketahanan Rumah Tangga, lalu berangakat dari

hasil pemaparan tersebut penyusun akan menganalisa relevansi

pemikiran Syaikh Shaleh Darat.

4. Pengumpulan Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara

membaca, mempelajari, memahami dan menelaah berbagai buku dan

sumber tertulis lainnya yang mempunyai relevansi dengan kajian ini.

17
5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang diperoleh terhimpun dan dicermati validitas dan

relevansinya dengan obyek kajian penelitian ini. Maka data tersebut

dianalisis dengan menggunakan penalaran induktif, yaitu pola

penalaran yang berpangkal dari data-data khusus yang telah

dikumpulkan kemudian dianalisis kesimpulan yang bersifat umum.

Jadi, pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan Khitbah

terhadap ketahanan rumah tangga yang terdapat dalam sumber data

dianalisis untuk disimpulkan relevansinya. Dan juga menggunakan

teknik wawancara pada komunitas KOPISODA sebagai penguat hasil

yang diteliti sebagai penguat sumber. Metode wawancara yang

dimaksud disini adalah teknik pengumpulan data adalah teknik untuk

mengumpulkan data yang akurat untuk keperluan proses pemecahan

masalah tertentu, yang sesuai dengan data. Pencarian data dengan

teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap

muka langsung antara seorang atau beberapa orang yang diwawancarai

(Muhamad, 2008: 151). Proses wawancara ini dilakukan pada

KOPISODA, karena penulis juga sebagai anggota, sekaligus setiap

sebulan sekali mengikuti kajian-kajian tentang karya-karya Syaikh

Shaleh Darat.

6. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

pendekatan normatif yaitu menelaah teori-teori, serta konsep-konsep

18
yang ada, dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan

didasarkan pada pemahaman terhadap al-Quran dan Sunnah (hadis)

19
BAB II

NADHAR DAN KHITBAH DALAM FIQH

A. Nadhar
Nadhar dalam kamus bahasa Arab adalah pandangan,

penglihatan, perhatian, atau penggunaan panca indra dengan

menggunakan akal atau fikir, (Yunus, 2007: 457). Sedangkan dalam

arti perkawinan adalah seorang laki-laki melihat kepada calon

(perempuan) yang hendak akan dinikahi.

Memilih calon pasangan yang mempunyai sifat penuh kasih

sayang merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang

perempuan, karena kasih sayang antara suami istri menjadi penyangga

bagi keberlangsungan hidup rumah tangga. Selain itu juga, wanita

mampu melahirkan keturunan yang akan menompang terpenuhinya

peradaban.

Rasulullah menyebutkan kriteria istri salihah. Istri shalihah adalah

wanita yang rupawan, taat, berbakti, dan dapat dipercaya. Diantara

kelebihan yang harus dimiliki oleh wanita yang dipinang adalah

berasal dari lingkungan yang baik. Mengingat salah satu tujuan utama

pernikahan adalah untuk berketurunan, maka calon istri haruslah

wanita yang berketurunan baik, hal ini bisa diketahui dengan melihat

kesehatan fisik dengan memperhatikan saudara-saudara

perempuannya yang bersangkutan. Setelah semuanya dilakukan

barulah dilakukannya pernikahan. Namun tidak semudah itu ada yang

20
perlu diperhatikan ketika pelaksanaan Nadhar seperti penjelasan

dibawah ini :

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika Nadhar.

1. Hendaknya Nadhar itu dilakukan tanpa berdua-duaan, akan tetapi

dengan cara ditemani oleh wali.

2. Nadhar dilakukan tanpa disertai syahwat, karena wanita tersebut

belum halal baginya. Sehingga dia belum boleh untuk bersenang-

senang, bernikmat-nikmat dengan memandangi anggota tubuh

wanita tersebut.

3. Nadhar dilakukan ketika laki-laki berniat untuk melamar wanita.

4. Tidak boleh berjabat tangan dan menyentuh tubuhnya yang

dipinang meski hanya sedikit, karena dia adalah wanita asing atau

belum muhrim.

5. Jika memungkinkan melihatnya adalah lebih baik. Karena bisa

jadi pihak laki-laki bisa menolak (jika dia baru melihatnya untuk

pertama kalinya disaat meminangnya) sehingga akan menyakitkan

dan membuat pihak wanita patah hati.

6. Diperbolehkan berbicara dan bertanya kepadanya sesuai batasa-

batsan syari’at, karena suara wanita dengan gaya bicara yang

seperti kebiasaanya (tidak dibuat-buat) bukanlah aurat menurut

pendapat yang kuat.

7. Tidak boleh bertemu berkali-kali.

21
8. Tidak dibolehkan pergi berdua tanpa mahram, sebagaimana hal ini

memjadi kebiasaan yang terjadi di tengah masyarakat muslim di

era sekarang (Salim, 2014: 639).

Selain itu perihal perempuan yang harus dinikahi perlu

diperhatikan terlebih dahulu, seperti dalam sabda Nabi SAW

kriteria perempuan yang dinikahi diantaranya:

‫س ِعيدُ ب ُْن‬ َ ‫َّللاِ قَا َل َحدَّثَنِي‬ ُ ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا َيحْ َيى َع ْن‬
َّ ‫ع َب ْي ِد‬ َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
‫َّللاُ َع ْنهُ َع ْن‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ِ ‫س ِعي ٍد َع ْن أَبِي ِه َع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬ َ ‫أَبِي‬
‫سلَّ َم قَا َل ت ُ ْن َك ُح ْال َم ْرأَة ُ ِأل َ ْربَ ٍع ِل َما ِل َها‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫النَّبِي‬
‫ت يَدَا‬ ْ َ‫ِين ت َِرب‬ ِ ‫اظفَ ْر ِبذَات الد‬ ْ َ‫س ِب َها َو َج َما ِل َها َو ِلدِينِ َها ف‬
َ ‫َو ِل َح‬
Artinya: “Di cerikan Musadad, diceritakan Yahya dari ‘abdulloh
berkata bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Sa’id dari Abi
Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda wanita dinikahi
karena empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan
statusnya, ketiga karena kecantikannya dan keempat karena
agamanya. Maka carilah wanita yang beragama (islam)
engkau akan beruntung” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al-
bani, 2005: 375).

Ada empat kepentingan yang disebutkan dalam hadis tersebut,

sebagai motivasi pemilihan istri, yang dalam hal ini melihat

kepentingan dalam segi ekonomi (karena hartanya). Kemudian

kepentingan sosial, seorang laki-laki memilih perempuan dari

keturunan yang baik, dan memperhatikan kemampuan reproduksi agar

kelak bisa memiliki keturunan. Kemudian kepentingan yang ketiga

adalah karena kecantikannya, karena banyak kaum laki-laki yang

sangat memprioritaskan kecantikan sebagai gambaran awal. Itulah

fitrah manusia yang lebih cenderung pada keindahan, namun dari

22
semua itu kriteria yang keempat adalah dari segi agamanya yang akan

menjadi jaminan kebaikan dan urusan keluarga nantinya.

Kriteria wanita dan laki-laki yang disunnahkan untuk dipilih

menjadi istri atau suami menurut Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim

dalam bukunya fiqhus sunnah lin nisa sebagai berikut: wanita: Taat

beragama, lebih bagus taat beragama, juga cantik, berasal dari

keturunan terhormat, dan kaya, lembut dan penuh kasih sayang,

dianjurkan melilih yang masih gadis, cantik, taat, dan dapat dipercaya,

penuh kasih sayang dan subur. Kriteria laki-laki: Taat beragama,

memiliki hafalan sesuai kemampuannya dari kitabullah, mampu

memenuhi kriteria ba’ah dengan semua aspeknya, perhatian terhadap

istri, menyenangkan jika dipandang istri, sekufu’ dengan istri.

B. Hukum Nadhar

Menurut Imam Syafi’i (sebagaimana dikutip dalam buku karangan

Al-Bugha, 2009: 343). Hukum laki-laki memandang wanita ada tujuh

macam diantaranya sebagai berikut:

1. Memandang wanita non-mahram tanpa suatu kepentingan hukumnya

tidak boleh.

2. Memandang istri atau budak wanitanya, laki-laki boleh memandang

keduanya selain kemaluan.

3. Memandang wanita yang jadi mahramnya, atau budak wanitanya yang

telah bersuami. Hukumnya boleh selain bagian diantara pusar dan perut.

23
4. Memandang wanita untuk dinikahi, boleh memandang wajah dan kedua

telapak tangannya.

5. Memandang wanita untuk mengobati, boleh memandang bagian-bagian

yang dibutuhkan.

6. Memandang wanita untuk kesaksian atau kebutuhan muamalah, boleh

memandangnya sebatas saja.

7. Memandang budak wanita ketika membelinya, boleh memandang pada

bagian-bagian tubuh yang dibutuhkan untuk bisa diterima. Seperti

acuan hukumnya berdasarkan pada hadis Nabi sebagai berikut;

َ‫اح ِد ب ُْن ِزيَا ٍد َحدَّثَنَا ُم َح َّمدُ ب ُْن ِإ ْس َحق‬ ِ ‫سدَّدٌ َحدَّثَنَا َع ْبدُ ْال َو‬َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
‫س ْع ِد‬ َ َ‫الر ْح َم ِن َي ْعنِي ابْن‬ َّ ‫صي ٍْن َع ْن َواقِ ِد ب ِْن َع ْب ِد‬ َ ‫َع ْن دَ ُاودَ ب ِْن ُح‬
َّ ‫صلَّى‬
ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َّللاِ قَا َل قَا َل َر‬ َّ ‫ب ِْن ُم َعا ٍذ َع ْن َجا ِب ِر ب ِْن َع ْب ِد‬
‫ظ َر إِلَى‬ ُ ‫ع أَ ْن يَ ْن‬َ ‫طا‬َ َ ‫ب أ َ َحدُ ُك ْم ْال َم ْرأَة َ فَإِ ْن ا ْست‬
َ ‫ط‬َ ‫سلَّ َم إِذَا َخ‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َو‬
ُ ‫اريَةً فَ ُك ْنتُ أَتَ َخبَّأ‬ ِ ‫طبْتُ َج‬ َ ‫اح َها فَ ْليَ ْفعَ ْل قَا َل فَ َخ‬ ِ ‫عوهُ إِلَى نِ َك‬ ُ ‫َما يَ ْد‬
‫اح َها َوتَزَ ُّو ِج َها‬ ِ ‫نِ َك‬ ‫لَ َها َحتَّى َرأَيْتُ ِم ْن َها َما دَ َعانِي ِإلَى‬
‫فَتَزَ َّوجْ ت ُ َها‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahid bin Ziyad, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq, dari Daud
bin Hushain, dari Waqid bin Abdurrahman bin Sa'd bin
Mu'adz dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang
di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu
untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk
menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata;
kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi
untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang
mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya”
( HR.Sunan Abu Daud) (Al-Bani, 2012: 810).

Meski melihat kepada calon suami atau istrinya disunnahkan atau

setidaknya dibolehkan, namun bukan berarti segalanya menjadi boleh.

24
Tentu saja tetap ada aturan dan ketentuan yang harus dipatuhi, antara

lain :

a) Niat ingin menikahi

Hanya calon suami yang benar-benar berniat untuk

menikahi calon istrinya saja yang dibolehkan untuk melihat.

Sedangkan mereka yang cuma sekedar iseng-iseng atau coba-coba,

sementara di dalam hati masih belum berniat untuk menikahi, tentu

tidak dibenarkan untuk melihat.

b) Tidak harus seizin wanita

Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak ada ketentuan

bahwa wanita yang sedang dilihat oleh calon yang ingin

menikahinya harus memberi izin. Bahkan sebagian ulama

berpandangan bahwa sebaiknya memang tidak diberitahu, agar

benar-benar tampil alami dimata yang melihat, sehingga tidak perlu

menutupi apa yang ingin ditutupi. Sebab kalau wanita itu

mengetahui bahwa dirinya sedang dilihat, secara naluri dia akan

berdandan sedemikian rupa untuk menutupi aib-aib yang mungkin

ada pada dirinya. Maka dengan begitu, tujuan inti dari melihat

sehingga tidak akan tercapai.

Namun mazhab Al-Malikiyah berpendapat kalau pun bukan

izin dari wanita yang bersangkutan, setidaknya harus ada izin dari

pihak walinya. Hal itu agar jangan sampai setiap orang merasa

25
bebas memandang wanita mana saja dengan alasan ingin

melamarnya.

c) Batasan yang boleh dilihat

Meskipun syari’at Islam mengajurkan melihat calon

pasangan masing-masing, namun tetap saja ada batasan mana yang

boleh dilihat dan mana yang tidak boleh dilihat. Jumhur ulama

yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah

sepakat bahwa wajah dan kedua tangan hingga pergelangan tangan

termasuk bagian tubuh wanita yang boleh dilihat oleh calon

suaminya. Sebab kedua bagian tubuh itu memang bukan termasuk

aurat. Bagian tubuh selain keduanya tentu merupakan aurat bagi

wanita, sehingga walaupun dengan alasan anjuran melihat calon

istri, tetap saja seorang calon suami masih diharamkan untuk

melihatnya.

Sebab bagaimana pun juga, status calon suami masih laki-

laki ajnabi (asing) yang kedudukan sama persis dengan laki-laki

ajnabi manapun di dunia ini. Bahkan laki-laki yang meminang atau

pihak perempuan yang dipinang dalam masa menjelang pernikahan

dapat saja membatalkan pinangan tersebut meskipun dulunya ia

menerimanya. Walaupun demikian pemutusan peminangan harus

dilakukan secara baik dan tidak menyakiti pihak manapun.

Pemberian yang dilakukan dalam acara peminangan tidak

mempunyai kaitan apa-apa dengan mahar yang diberikan dalam

26
pernikahan. Jadi, pemberian itu dapat diambil kembali bila

peminangan itu tidak berlanjut dengan pernikahan.

Namun seperti Abu Daud Azh-Zhahiry memperbolehkan

melihat seluruh badan, kecuali kedua kemaluan. Karena hadis nabi

yang membolehkan melihat waktu meminang itu tidak

menyebutkan batas-batasannya. adapun waktu melihat kepada

perempuan itu adalah saat menjelang menyampaikan pinangan,

bukan setelahnya, karena bila ia tidak suka setelah melihat ia akan

dapat meninggalkannya tanpa menyakitinya (Syarifuddin, 2003:

86). Sedangkan madzhab Auza’i berpendapat bahwa boleh melihat

tempat-tempat yang berdaging saja (Al-Faifi, 2010: 419). Sebagian

ulama berlebihan dalam memberikan keringanan untuk melihat

bagian yang dibolehkan. Sebagian lain berlebihan dalam

membatasi dan menyempit-nyempitkan. Yang terbaik tentu adalah

sikap pertengahan. Menurut Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa

pada zaman sekarang, laki-laki yang hendak melamar boleh

melihatnya dengan pakain yang biasa dikenakannya dihadapan

ayah, saudara laki-laki, dan mahram lainya. Lebih lanjut perihal

Nadhar “bahkan masih terkait dengan hal tersebut, ia boleh

menyertainya bersama dengan ayah atau salah seoarang

mahramnya ketempat-tempat halal yang biasa dikunjungi dengan

mengenakan pakain yang syar’i” (Qardhawi, 2007: 248).

27
Perbedaan pendapat ini terdapat perintah untuk melihat

wanita secara mutlak, dan adapula perintah yang bersifat secara

terbatas, yakni pada muka dan kedua telapak tangan, berdasarkan

mayoritas ulama berkenaan dengan firman Alloh SWT, Surat An-

Nur ayat 31

‫ظنَ فُ ُرو َج ُه َّن‬ ْ َ‫اره َِّن َو َيحْ ف‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ضضْنَ ِم ْن أَ ْب‬ ُ ‫ت َي ْغ‬ ِ ‫َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا‬
‫ظ َه َر ِم ْن َه ۖا َو ْليَض ِْربْنَ بِ ُخ ُم ِره َِّن‬ َ ‫َو َال يُ ْبدِينَ ِزي َنتَ ُه َّن إِ َّال َما‬
‫َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه ۖ َّن َو َال يُ ْبدِينَ ِزينَتَ ُه َّن ِإ َّال ِلبُعُولَتِ ِه َّن أَ ْو آبَائِ ِه َّن أَ ْو‬
‫َاء بُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو ِإ ْخ َوانِ ِه َّن أَ ْو‬ ِ ‫اء بُعُولَتِ ِه َّن أَ ْو أَ ْبنَائِ ِه َّن أَ ْو أَ ْبن‬ ِ َ‫آب‬
‫ت‬ ْ ‫سائِ ِه َّن أَ ْو َما َملَ َك‬ َ ِ‫َبنِي ِإ ْخ َوانِ ِه َّن أَ ْو َبنِي أَخ ََواتِ ِه َّن أَ ْو ن‬
ِ ‫الر َجا ِل أَ ِو‬
‫الط ْف ِل‬ ِ َ‫اْل ْر َب ِة ِمن‬ ِ ْ ‫أَ ْي َمانُ ُه َّن أَ ِو التَّا ِبعِينَ َغي ِْر أُو ِلي‬
َ‫اء َو َال يَض ِْربْن‬ ِۖ ‫س‬َ ِ‫ت الن‬ ِ ‫ظ َه ُروا َعلَ ٰى َع ْو َرا‬ ْ َ‫الَّذِينَ لَ ْم ي‬
‫َّللاِ َج ِميعًا‬َّ ‫بِأ َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َما يُ ْخفِينَ ِم ْن ِزينَتِ ِه َّۚ َّن َوتُوبُوا إِلَى‬
َ‫أَيُّهَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung” (An-Nur 24:31) (Shihab, 2002:
325-326).

Yang dimaksud dengan “perhiasan yang biasa Nampak dari

padanya” adalah muka dan kedua telapak tangan. Tentang fuqaha

28
yang melarang melihat sama sekali, maka mereka berpegang pada

aturan pokok, yaitu larangan melihat aturan-aturan wanita.

d) Tidak boleh menyentuh

Sebagai laki-laki ajnabi lainya yang tidak diperbolehkan

untuk menyentuh kulit wanita yang bukan mahram maka calon

suamipun tetap haram melakukannya (Ghazaly, 2006: 75).

Dwidjowinoto mengatakannya (Dwidjowinoto, 2016: 232). Soal

memilih calon istri bisa dilihat dari karakter wanita yang dapat

ditinjau dari pancaran yang memancar dari wajahnya, dan bentuk

atau wujud ragawinya. Secara garis besar untuk mengetahui

karakter wanita yang akan dinikahi dibedakan menjadi 3 (tiga)

macam yaitu: berdasarkan kesan dari keseluruhan wujud wajahnya;

berdasarkan pancaran dari air muka atau wajahnya; dan kesan

secara utuh bentuk ragawinya atau wujud ragawinya.

Kalau dilihat hubunagan antara laki-laki dan wanita dalam

pergaulan sehari-hari pada era yang modern ini, terdapat hubungan

yang bebas, hubungan yang biasa dan adapula hubungan yang

hamper tidak ada hubungan sama sekali. Oleh karena itu dalam hal

melihat wanita yang akan dipinang itu, sebaiknya disesuaikan

dengan kebiasaan setempat, sesuai dengan kesopanan dan akhlak

yang telah ditetapkan oleh agama. Yang penting dalam hal ini

adalah bagaimana caranya agar masing-masing pihak dari calon

mempelai mengetahui pihak lain dan sebaliknya, sehingga

29
menimbulkan persetujuan dan kerelaan dalam arti yang

sebenarnya. Sedangkan cara melihat yang dianjurkan oleh agama

apabila peminangan kesulitan untuk melihat calon pendampingnya,

maka ia boleh mengutus seseorang yang ia percanyai untuk melihat

calon pendampingnya. Menurut Imam Hakim, boleh melihat

berulang kali, baik dengan ijinnya atau tidak. Kalau sukar

memandangnya, bisa menyuruh seseorang perempuan agar

menjelaskan keadaan dan sifat-sifatnya (Ahmadi, 1988: 203).

C. Hikmah Nadhar

Rumah tangga yang harmonis adalah hal yang sangat di dambakan

oleh setiap orang, namun perlu diketahui bahwa pernikahan itu sendiri

dilakukan dengan dasar syari’at islam dan dengan cara-cara Nadhar yang

dilakukan dengan proses yang benar, maka akan memperoleh hikmah yang

dapat diambil ketika nanti telah hidup berumah tangga.

1. Sebagai pengenal terhadap identitas calon istri yang bakal jadi

pasangan hidupnya.

2. Tercapai kemaslahatan bagi kedua belah pihak.

3. Dengan melihat, dapat diketahui cantik atau tidaknya seorang

perempuan. Adapun sifat-sifat bertalian dengan akhlak. Dapatlah

diketahui dari sifatnya atau bertanya kepada kerabatnya yang dapat

dipercaya.

4. Kemudian untuk kebaikan, kesejahteraan, dan kesenangan dalam

kehidupan berumah tangga, sebaiknya laki-laki melihat dahulu

30
perempuan yang akan dipinangnya, sehingga ia dapat menentukan itu

diteruskan atau dibatalkan.

5. Hikmah melihat sebatas wajah dan telapak tangan baginya adalah

bahwa pada wajah terdapat sesuatu yang menujukkan atas kecantikan

dan pada kedua telapak tangan terdapat sesuatu yang menunjukkan

kesuburan badan.

D. Khitbah

Khitbah menurut kamus bahasa Arab-Indonesia berasal dari kata

khathaba, yahhthubu, khatban, wa khitbatan yang artinya pinangan.

(Yunus, 2007: 118). Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah Khitbah

adalah peminangan kepada seorang wanita untuk dijadikan istri

(Poerwadatmita, 1987: 563). Menurut termonologi, peminangan ialah

kegiatan upaya terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria

dengan seorang wanita (Abdurrahman, 1995: 113).

Akbar mengatakan dalam jurnalnya (Akbar, 2015: 57). Khitbah

merupakan permulaan jembatan untuk melangsungkan perkawinan,

dengan syarat sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar

memasuki perkawinan didasarkan pada pengetahuan serta kesadaran

semua pihak yang bersangkutan.

Sedangkan dalam hukum adat, Khitbah adalah pinangan yang

mempunyai arti tata cara melakukan pelamaran sebelum berlangsung acara

perkawinan secara hukum adat. Oleh karena itu dalam hukum adat

31
ditentukan bahwa sebelum melangsungkan ikatan yang sah guna

membentuk suatu rumah tangga yang bahagia, seseorang harus terlebih

dahulu melakukan pelamaran (Khitbah) dari pihak yang satu kepada pihak

yang lain sesuai tata cara adatnya masing-masing (Wulansari, 2012: 67).

Pinangan dalam pandangan syari’at Islam bukanlah suatu transaksi semata

antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau dengan

walinya, akan tetapi permohonan untuk menikah. Dengan demikian

diterimanya suatu pinangan bukan berarti telah terjadi suatu akad

perkawinan diantaranya, akan tetapi itu hanya berarti bahwa laki-laki

tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita untuk masa

yang akan datang.

Menurut Ghazali, (Ghazali, tt: 74). perempuan yang boleh dipinang

adalah perempuan yang memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Tidak dalam pinangan orang lain.

2. Pada waktu dipinang, tidak ada penghalang syara’ yang melarang

dilangsungkannya pernikahan.

3. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i.

4. Apabila perempuan tersebut dalam masa iddah karena talak ba’in

hendaklah meminangnya dengan cara sirry (tidak terang-terangan).

Selain itu untuk syarat-syarat wanita yang boleh dipinang terdapat

dalam pasal 12 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:

a) Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih

perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.

32
b) Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah

raj’iyyah, haram dan dilarang untuk dipinang.

c) Dilarang juga meminag seorang wanita yang sedang dipinang orang

lain selama pingan laki-laki tersebut belum putus atau belum ada

penolakan dari pihak wanita.

d) Putusnya pinangan untuk laki-laki, karena adanya pernyataan tentang

putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Laki-laki yang

telah meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita ynag

dipinang.

Menjelaskan persoalan tentang khitbah yaitu: haram mengkhitbah

secara terang-terangan (tashrih) terhadap wanita yang masih dalam idah,

bukan dari dirinya, baik idah dari talak raj’i ataupun bain, ataupun

kematian suaminya, melontarkan sindiran khitbah terhadap wanita yang

beriddah selain raj’i hukumnya boleh. Tidak hahal mengkhitbah.

Dalam hal khitbah perempuan juga perlu memberikan standar dalam

memilih atau menyeleksi laki-laki yang akan meminangnya. Karena

apabila tidak memperhatikan dan mempertimbangkan akan terjadi hal-hal

yang tidak diinginkan nantinya. Hendaklah kepada wali dalam mencarikan

calon suami untuk putrinya lebih mencari laki-laki yang berakhlak mulia

dan dari keturunan yang baik.

E. Dasar Hukum Khitbah

33
Perkawinan dalam syari’at Islam dipandang sebagai sebuah akad

yang sanagt penting. Mengingat begitu pentingnya akad perkawinan,

diperlukan adanya pendahuluan akad. Dalam Literatur Islam pendahuluan

akad ini lazim disebut dengan istilah Al-Khitbah, yang mempunyai arti

peminangan. Karena para fuqaha sepakat bahwa pinangan berasal dari

pihak laki-laki yang memohon untuk mengawini seorang perempuan.

Namun, dalam Islam tidak melarang peminangan yang datang dari

perempuan atau dari walinya dengan syarat hal itu tidak menimbulkan

kecelakaan. Seperti cerita dalam surat Al-Qashash: 27

ْ َّ َ‫قَا َل ِإنِي أ ُ ِريدُ أَ ْن أُن ِك َح َك ِإحْ دَى ا ْبنَت‬


َ ‫ى هَاتَي ِْن َعلَى أَن تَأ ُج َرنِي ثَ َما ِن‬
‫ي‬
ُ َ‫ِك َو َمآأ ُ ِريدُ أ َ ْن أ‬
‫ش َّق َعلَي َْك‬ َ ‫ت َع ْش ًرا فَ ِم ْن ِعند‬ َ ‫ج فَإِ ْن أَتْ َم ْم‬
ٍ ‫ِح َج‬
َ‫صا ِل ِحين‬
َّ ‫ست َِجدُ ِني ِإن شَآ َء هللاُ ِمنَ ال‬ َ
Artinya: “Berkatalah dia (Syu'aib): Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik” (QS. 28:27) (Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2012: 324).

Di dalam syari’at Islam, peminangan itu tidak memiliki cara,

tempat dan ucapan khusus. Namun, semua yang mengandung makna

peminangan adalah benar, dengan syarat terdapat persetujuan diantara

kedua belah pihak untuk melakukan peminangan dengan perkawinan di

masa mendatang.

Selain itu pula ada dua macam cara peminangan. pertama,

peminangan dengan ungkapan jelas, yaitu ketika orang yang meminang

mengucapkan kata-kata yang hanya bermakna peminangan. Seperti

34
mengatakan pada perempuan “aku ingin mengawinimu.” Selain itu “aku

ingin kau menjadi istriku.” Kedua, peminangan dengan sindiran adalah

mengungkapkan kata-kata yang bisa bermakna meminang dan bisa juga

yang lainnya. Seperti “engkau mulia sekali bagiku.” atau “aku berharap

semoga Alloh SWT, memudahkanku untuk mendapatkan istri yang

shalihah.” Kata-kata tersebut menunjukan, bahwa maksud dari ucapan

tersebut adalah meminang (Mathlub, 2005:18). Pada prinsipnya apabila

peminangan telah dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang

wanita, belum berakibat hukum. Kompilasi Hukum Islam menegaskan

“(1) pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas

memutuskan hubungan peminangan.(2) kebebasan memutuskan hubungan

dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan

kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukuran dan saling

menghargai” (Pasal.13 Kompilasi Hukum Islam).

Hubungan laki-laki yang meminang dengan perempuan yang

dipinangnya selama masa antara peminangan dan perkawinan itu adalah

sebagaimana hubungan laki-laki dan perempuan biasanya (orang asing).

Oleh karena itu belum berlaku hak dan kewajiban diantara keduanya dan

haram saling khalwat (berdua-duaan) sebagaimana suami istri pada

mahramnya.

Perempuan-perempuan yang tidak boleh dikhitbah adalah sebagi

berikut:

35
1. Perempuan yang sedang dalam iddah, baik iddah karena kematian

maupun iddah karena cerai. Iddah karena cerai, ada dua macam: iddah

raj’i (masih boleh ruju’) dan iddah bain (talak tiga). Perempuan yang

masih dalam iddah raj’i, haram dilamar (dipinang), baik secara terang-

terangan maupun secara sindiran. Sebab statusnya masih menjadi istri

suaminya. Sedangkan perempaun yang masih dalam iddah bain (talak

tiga), boleh dipinang dengan cara sindiran. Sedangkan perempuan

yang ditinggalkan mati oleh suaminya, tidak boleh (haram) dipinang

secara terang-terangan dan dibolehkan dengan cara sindiran.

2. Perempuan yang masih dalam pinangan orang lain. Meminang dengan

hal ini tidak etis sama sekali, karena akan menyinggung perasaan

orang lain. Berbeda tentu, sekiranya tidak diketahui oleh peminang.

Dilarang pula menggagalkan pinangan tersebut, supaya dia sendiri

berusaha meminangnya. Larangan peminangan tersebut adalah

berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

‫ ا َ ْل ُمؤْ ِم ُن اَ ُخو‬:‫س ْو َل هللاِ ص قَا َل‬ ُ ‫ام ٍر اَ َّن َر‬ ِ ‫ع ْق َبةَ ب ِْن َع‬
ُ ‫َع ْن‬
‫ب‬
َ ‫ط‬ َ ‫اْل ُمؤْ ِم ِن فَالَ يَ ِح ُّل ِل ْل ُمؤْ ِم ِن اَ ْن يَ ْبتَا‬
ُ ‫ع َعلَى بَي ِْع ا َ ِخ ْي ِه َو الَ يَ ْخ‬
‫طبَ ِة اَ ِخ ْي ِه َحتَّى يَذَ َر‬ْ ‫َعلَى ِخ‬
( ‫)احمد و مسلم‬
Artinya: “Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwasannya Rasulullah SAW
bersabda: orang mukmin itu saudara orang mukmin yang
lain, maka tidak halal bagi seorang mukmin menawar atas
tawaran saudaranya, dan tidak boleh ia meminang atas
pinangan saudaranya sehingga saudaranya itu
meninggalkannya” (HR. Ahmad dan Muslim) (Hasan, 2006:
28).

F. Hikmah Khitbah

36
Sebagai sebuah tuntutan, Khitbah memiliki banyak hikmah dan

keutamaan. Dalam hal khitbah bukan sekedar peristiwa ritual. Ia memiliki

sejumlah keutamaan yang membuat pernikahan yang akan dilakukan

menjadi lebih barakah. Diantaranya sebagai berikut:

1. Dengan disyari'atkanya khitbah maka calon suami diharapkan

memiliki kemantapan hati untuk melangkah dalam mengarungi bahtera

Rumah tangga.

2. Terciptanya suasana saling mencintai dan menyayangi diantara kedua

belah pihak.

3. Menguatkan tekad untuk melaksanakan pernikahan. Pada

awalnya laki-laki atau perempuan berada dalam keadaan

bimbang untuk memutuskan melaksanakan pernikahan.

4. Cara untuk saling mengenal antara calon pasangan suami dan istri.

5. Untuk mempererat hubungan antara keluarga calon mempelai agar

saling mengenal.

6. Jalan untuk menuju kesepakatan kedua calon mempelai untuk menuju

pembentukan mahligai kehidupan rumah tangga yang bahagia.

7. Agar tidak ada penyesalan dikemudian hari pada saat akad pernikahan

berlangsung.

BAB III

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD SHALEH AL-SAMARANI DAN

PEMIKIRANNYA DALAM KITAB MAJMU’AT AS-SYARI’AH AL-

KAFIYAT LIL ‘AWAM

37
A. Biografi Syaikh Shaleh Darat

Syaikh Shaleh Darat atau Muhammad Shaleh Al-Samarani

dilahirkan pada 1820 M /1235 H di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan

Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Tahun kelahirannya bertepatan

dengan lahirnnya ulama kharismatik yaitu Syaikhona Khalil Bangkalan

(1820 M /1235 H). Kedua tokoh ini sama-sama menjadi rujukan penting

dan tempat berlabuh ulama Nusantara sebelum melanjutkan belajarnya ke

Haramain (Makkah) (Ulum, 2016: 36).

Dalam bukunya Tafsir Faidh Al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam

Malik Ad-Dayyan karangan Syaikh Shaleh Darat disebutkan dalam

pembukaan kitabnya “Telah berkata guru kita yang alim dan sangat

alimnya, yang wawasan keilmuannya luas, yaitu ayah Ibrahim,

Muhammad Shaleh, putra Umar dari Semarang, yang dilahirkan di

Semarang pula, dan mengikuti madzhab Syafi’i ”(Al-Samarani, tt: 02).

Mengenai julukan “Darat” adalah sebuah desa yang terletak di

pantai utara pulau Jawa, tepatnya diperkampungan Dipah Darat atau Darat

Tirto, Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Semarang, Jawa

Tengah. Adapum menurut Agus Tiyanto mengatakan bahwa ibu Syaikh

Shaleh Darat masih keturunan Sunan Kudus. Yaitu Nyai Umar binti Kiai

Singapadon (Pangeran Khatib) ibn Pangeran Qodin ibn Pangeran

Palembang ibn Sunan Kudus atau Syaikh Ja’far Shodiq. Karena dilihat

dari keakraban status guru dan murid Syaikh Shaleh Darat dengan Raden

Kiai Muhammad Shaleh Kudus yang masih keturunan Sunan Kudus dan

38
Syaikh Mutamakkin al-Hajini (Kajen, Pati) (Dzahir, 2012: 05). Sedangkan

ayah dari Syaikh Shaleh Darat adalah Kiai Umar merupakan ulama dari

Jepara yang menjadi salah seorang pejuang kepercayaan Pangeran

Diponogoro. Ketika perang Jawa dikumandangkan, Kiai Umar diberi

mandat bersama para ulama pesisir pantai pulau Jawa untuk melawan

Belanda yang semena-mena dengan kebijakannya yang merugikan rakyat

(Ulum, 2016: 39).

Syaikh Shaleh Darat wafat pada tanggal 28 Ramadhan 1321 H/ 18

Desember 1903 M dalam usianya 83 tahun. Ia dimakamkan di pemakaman

bergota Semarang. Meskipun ia wafat di bulan Ramadhan, namun

peringatan haulnya atas kesepakatan keluarga diselenggarakan pada 10

Syawal supaya warga dan pecinta Syaikh Shaleh Darat yang biasa hadir

dapat dengan tenang menjalankan ibadah puasa dan lebaran dengan leluasa

(Ulum, 2016: 57). Untuk mengenang jasa dan perjuangan Syaikh Shaleh

Darat, selain diadakan acara haul, diadakan juga serangkaian acara

“peringatan labuhan Syaikh Shaleh Darat Semarang.” Acara ini dibagi

menjadi dua bagian. Pertama, pasar labuhan Semarang yang berisi

kegiatan bazar yang menyediakan barang-barang kebutuhan pokok sehari-

hari. Kedua, prosesi penyambutan Syaikh Shaleh Darat yang dimulai

pukul 08.00 WIB di depan pasar Boom Lama. Dalam sebuah perayaan

tersebut, yang dimainkan oleh aktor, ada sebuah adegan yang berupa

penyambutan atas kedatangan Syaikh Shaleh Darat yang baru datang dari

menuntut ilmu di Makkah. Ia diarak mulai dari pelabuhan Semarang

39
hingga ke masjid Syaikh Shaleh Darat di jalan Kakap Raya. Yang

mengarak Syaikh Shaleh Darat terdiri dari pejabat Kadipaten Semarang,

ulama, santri, pribumi, pendekar silat, dan prajurit. Mereka ada yang

membawa tombak, kembang manggar, dan menabuh terbang (Dzahir,

2012: 27-28).

B. Riwayat Pendidikan Syaikh Shaleh Darat

Kiai Umar sebagai ulama dan pejuang melawan Belanda ia juga

sebagai guru bagi anaknya Syaikh Shaleh Darat. Ketika perang Jawa mulai

redam, usia Syaikh Shaleh Darat menginjak 10 Tahun. Dari usia inilah

beliau mendapatkan pelajaran Islam dari ayahnya secara intensif.

Selanjutnya tahun 1830, ia sudah dikenalkan dengan sendi-sendi aqidah

dan syari’at Islam. Selain belajar dari ayahnya selama di Nusantara,

Syaikh Shaleh Darat melakukan pengembaraan untuk belajar keagamaan

kepada para ulama. Diantaranya Kiai Muhammad Syahid (Waturoyo,

Margoyoso, Pati), Kiai Muhammad Shaleh (Damaran, Kudus), Kiai Ishaq

(Damaran. Kudus), Kiai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baiquni

(Semarang), Kiai Zahid, Kiai Syada’ dan Kiai Darda’ (Mangkang Wetan,

Semarang Barat), Kiai Alim (Bulus, Purworejo). Kepada para ulama

Nusantara ini, Syaikh Shaleh Darat mempelajari berbagai disiplin ilmu

agama seperti Gramatika Arab, Fiqh, Tafsir, Hadist, Tauhid dan Tasawuf

(Ulum, 2016: 40).

40
Kemudian sampailah Syaikh Shaleh Darat di Haramain (Makkah).

Sesampainya disana dan selepas menunaikan ibadah Haji, Kiai Umar,

ayahanda Syaikh Shaleh Darat meninggal dunia dan dimakamkan di

sana. Hal ini menjadi ujian yang berat bagi Syaikh Shaleh Darat

selama perjuangannya dalam mendalami agama di Makkah, tetapi

dengan semangat untuk mendalami ilmu agama dan mengingat tujuan

mengapa ke Makkah, beliau pantang menyerah dan putus asa untuk

bangkit dan menuntaskan apa yang menjadi hajat beliau. Dengan

semangatnya, Syaikh Shaleh Darat menetap selama beberapa tahun di

Makkah untuk memperdalam ilmunya di bidang agama (Ulum, 2016: 43-

44). Selama di Haramain Syaikh Shaleh Darat tidak hanya menetap dan

menunaikan rukun Islam yang kelima, baik Haji maupun Umrah, tapi juga

sembari belajar kebeberapa kitab dan bidang ilmu kepada ulama-ulama

yang alim diantaranya yaitu:

1. Syaikh Muhammad Al-Maqri Al-Mishri Al-Makki

Kepada beliau Syaikh Shaleh Darat belajar kitab Ummul

Barahin karya Imam al-Sanusi dan kitab Hasyiyah al-Baijuri karya

Ibrahim al-Baijuri.

2. Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasballah

Salah seorang Ulama yang mengajar di Masjid al-Haram dan

Masjid Nabawi. Kepadanya Syaikh Shaleh Darat belajar fiqh dengan

41
kitab fathul wahhab dan syarah al-Khotib, dan belajar bahasa Arab

dengan menggunakan kitab Alfiyah ibnu Malik beserta syarahnya.

3. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan

Salah seorang mufti di Makkah dan pembeharu pada abad 13 H,

sekaligus seoarng mufti dari madzhab Syafi’i. kepadanya Syaikh

Shaleh Darat belajar kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.

4. Sayyid Muhammad Shalih Al-Zawawi Al-Makki

Beliau merupakan salah seorang pengajar di Masjid Nabawi.

Kepadanya Syaikh Shalah Darat belajar kitab Ihya Ulumuddin karya

Imam al-Ghazali juz I dan II serta belajar Shorof.

5. Syaikh Ahmad Al-Nahrawi Al-Mishri Al-Makki

Beliau merupakan salah satu pengajar di Masjid al-Haram.

Kepadanya Syaikh Shaleh Darat belajar kitab Al-Hikam karya Ibnu

Athoillah.

6. Kiai Zahid

Kepadanya Syaikh Shaleh Darat belajar kitab Fathul Wahhab.

7. Syaikh Umar Al-Syami

Kepadanya Syaikh Shaleh Darat mengkaji Fathul Wahhab.

8. Syaikh Yusuf Al-Sanbalawi Al-Mishri

Kepadanya Syaikh Shaleh Darat belajar kitab al-Tahrir karya

Syaikh Zakariya Al-Anshori.

42
9. Syaikh Jamal Al-Hanafi

Beliau merupakan salah satu mufti dari madzhab Hanafi di

Makkah. Kepadanya Syaikh Shaleh Darat belajar Tafsir Al-Quran.

Dengan semangat yang tumbuh dalam diri Syaikh Shaleh Darat

dan intelektual yang dimilikinya, menjadikan beliau disegani oleh

beberapa kalangan ulama dan beberapa sahabat beliau di Makkah

hingga penguasa Hijaz. Reputasi yang dimiliki Syaikh Shaleh Darat

dalam bidang agama memuncak hingga mendapatkan pengakuan dari

penguasa Makkah pada saat Syaikh Shaleh Darat menetap di Makkah.

Oleh karena itu, Syaikh Shaleh Darat pada akhirnya diangkat sebagai

salah satu pengajar penguasa Makkah (Dzahir, 2012: 11-12).

C. Kehidupan Rumah Tangga Syaikh Shaleh Darat

Menurut Ulum dalam bukunya “KH Shaleh Darat Al-Samarani

Maha Guru Ulama Nusantara” Syaikh Shaleh Darat pernah menikah

beberapa kali diantaranya:

Pernikahan pertama, pernikahan di Makkah, pernikahan ini tidak

ada kejelasan tentang seluk beluk nama istrinya dan asal-usul istrinya. Dari

pernikahan ini, Syaikh Shaleh Darat mempunyai anak yang diberinama

Ibrahim (Al-Samarani, tt: 02). Pernikahan keduanya dilakukan setelah

kembali dari Haramain. Istri keduanya adalah Shofiah binti Kiai Murtadho

Semarang. Dari pernikahan ini dikarunia dua keturunan, yaitu Cholil dam

Yahya. Pernikahan ketiga, istri Syaikh Shaleh Darat adalah Raden Ajeng

43
Siti Aminah binti Sayyid Ali. Dari pernikahan ini mempunyai keturunan

yaitu Siti Zahrah yang dipersunting oleh Kiai Dahlan ibn Abdullah al-

Termasi. Setelah Kiai Dahlan Abdullah kembali ke Rahmatullah, Siti

Zahrah diperistri oleh Kiai Amir Idris Pekalongan. Agus Tiyanto (cicit

menantu Syaikh Shaleh Darat) mengatakan bahwa selain istri ketiga

perempuan diatas, Syaikh Shaleh Darat juga mempunyai istri keempat

yaitu Sariffah Siti Maesaroh dari Ungaran (wawancara dengan dhuriyah

Syaikh Shaleh Darat).

D. Jaringan Keilmuan Syaikh Shaleh Darat

1. Jaringan al-Samarani

Kealiman kiai Muhammad Nur al-Sapatoni al-Samarani menjadi

magnet kuat untuk menarik beberapa thalabah, seperti guru-guru

Syaikh Shalah Darat yaitu: Kiai Syahid al-Hajini, Kiai Muhammad

Shaleh ibn Asnawi Kudus, Kiai Ishaq Damaran Kudus dan Kiai Abu

Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Ba’uni (mufti Semarang). Kepada

Kiai Kudus, yakni Kiai Muhammad Shaleh ibn Asnawi dan Kiai

Muhammad Ishaq Damaran, Syaikh Shaleh Darat belajar Tafsir al-

Jalalain, Nahwu Sharaf dan kitab Fathal Wahhab. Untuk mendalami

ilmu falak, Syaikh Shaleh Darat belajar kepada Kiai Abdul Hadi ibn

Ba’uni yang bersatus sebagai mufti di Semarang.

Murid-murid Syaikh Shaleh Darat yang berasal dari wilayah

Semarang diantaranya adalah Kiai Ridwan ibn Mujahid al-Lasemi al-

44
Samarani, Kiai Sya’ban al-Samarani, Kiai Syahli al-Samarani, kiai

Thahir al-Samarani, Kiai Anwar Mujahid al-Samarani, Kiai Abdullah

Sajjad al-Samarani, Mbah Daud al-Samarani, Kiai Ali Barkan al-

Samarani (Dzahir, 2012: 13). Selain itu juga di Jawa ada beberapa

murid Syaikh Shaleh Darat diantaranya, Kiai Hasan Bashori, (putra

Kiai Nur Iman Mlangi dari Grawa Gegulu) ajudan Pangeran

Diponogoro. Salah seorang cucu Kiai Hasan Bashori adalah

KH.M.Moenawir pendiri pesantren Krapyak Yogyakarta, adalah murid

Syaikh Shaleh Darat. Dan juga Kiai Murtadho teman seperjuangan

Kiai umar ketika melawan Belanda, Shofiyyah puteri Kiai Murthado

yang dijodohkan dengan Syaikh Shaleh Darat setelah pulang dari

Makkah. Dan juga Kiai Jamsari seorang prajurit pangeran Diponogoro

di daerah Solo dan pendiri pondok pesantren Jamsaren, Surakarta.

Ketika Jamsari ditangkap Belanda, pesantrennya tidak ada yang

melanjutkan dan ditutup. Pesantren tersebut dihidupkan kembali oleh

Kiai Idris salah seorang murid Syaikh Shaleh Darat (Dzahir, 2012: 10).

2. Jaringan Dahlan al-Makki

Di Semarang, selain mempunyai murid Syaikh Muhammad

Ma’sum al-Samarani, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan juga mempunyai

murid lain, yaitu Syaikh Shaleh Darat. Dikabarkan bahwa ia juga

mempunyai karya dalam bidang Gramatika Arab sebagaimana Syaikh

Muhammad Ma’sum al-Samarani yang meniru jejak guru kedunya.

Kepada Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Shaleh Darat belajar

45
kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali (Ulum, 2016: 68).

Selama belajar di Makkah Syaikh Shaleh Darat juga banyak

bersinggungan dengan teman sekaligus ulama yang berasal dari

Nusantara yang sama-sama belajar di Makkah diantaranya: Syaikh

Nawawi al-Bantani, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh

Mahmud al-Termasi dan juga Syaikh Khalil Bangkalan Madura

semuanya itu adalah satu guru ketika belajar di Makkah (Dzahir, 2012:

11).

3. Jaringan al- Haramain

Selain berguru kepada Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh

Shaleh Darat sebagaimana yang dituturkannya dalam kitab Mursyidu

al-Wajiz, bahwa selama di Haramain ia berguru kepada Syaikh Ahmad

al-Nakhrawi, Syaikh Muhammad al-Makri al-Mishri al-Makki, Syaikh

Muhammad ibn Sulaeman Hasbullah, Sayyid Muhammad Shaleh al-

Zawawie, dan Syaikh Jamal.

4. Jaringan NU dan Muhammadiyyah

Ormas Islam terbesar di Nusantara adalah Nahdatul Ulama dan

Muhammadiyyah. Kedua organisasi ini didirikan oleh kedua murid

Syaikh Shaleh Darat, yaitu Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Ahmad

Dahlan. Kiai Ahmad Dahlan sendiri lebih dekat dengan gerakan

pembaharuannya, karena gerakannya itu untuk menuju kemajuan dan

kemajuan keselamatan dunia. Sedangkan Kiai Hasyim Asy’ari tidak

anti terhadap model pemikiran pembaharuan sebagaimana yang

46
dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan namun menjaga tradisi kuno

merupakan perkara yang bagus, dan mengambil perkara yang baru

(jika ada maslahah yang dibenarkan syari’at) maka itu lebih baik. Jadi

pemikiran keduanya asalkan tidak bersebrangan dengan apa yang

sudah dikonsepkan dengan ulama Salafus Shaleh seperti Ahlussunnah

wal Jama’ah. Kedua organisasi tersebut, telah membuat Islam cepat

menyebar di Nusantara. Oleh sebab itu, maka tidak mengherankan jika

biografi keduanya sering ditulis dan dikaji terus menerus (Syaifullah,

2015: 108).

5. Jaringan Mendunia

Berkat adanya sanad yang tertulis dan dilestarikan oleh murid-

muridnya, semisal Syaikh Umar ibn Shaleh al-Samarani, maka nama

tersebut tetap terjaga, sehingga terjagalah sebuah warisan keilmuan

dengan bukti yang kuat. Mayoritas keilmuan yang didapat oleh Syaikh

Umar ibn Shaleh al-Samarani didapat dari sang ayah, karena sang ayah

belajar kepada Syaikh Abdus Shomad al-Palembani. Sebagai sanadnya

ada yang persis sebagaimana yanga diriwayatkan oleh Syaikh Nawawi

al-Bantani dari Syaikh Abdus Shomad al-Palembani yang dilestarikan

oleh murid-muridnya.

Melalui Syaikh Shaleh Darat, Syaikh Umar ibn Shaleh al-

Samarani menyelamatkan mata rantai sanad fiqh Syafi’iyyah yang

diikuti mayoritas ulama Islam Indonesia. Rentetan sanad tersebut yaitu

Syaikh Umar ibn Shaleh al-Samarani meriwayatkan dari Syekh Shaleh

47
Darat dari Syaikh Abdus Shomad al-Palembani dari Syaikh Aqib ibn

Hasanudin al-Palembani dari Syaikh Thoyyib ibn Ja’far al-Palembani

dari Syaikh Ja’far ibn Muhammad al-Palembani dari al-Syam

Muhammad ibn ‘Alau al-Babili dari Syaikh Abdurrouf al-Munawi al-

Qahiri dari al-Syam Muhammad ibn Ahmad Ramli dari Syaikh Zakaria

ibn Muhammad Ashrori dari al-Taqi Muhammad ibn Najm

Muhammad ibn Fahd dari Abi Rabi’ Sulaiman ibn Khalid al-Askandari

dari Abi Hasan Ali ibn Muhammad (ibn al-Bukhari) dari Abi

Makarimi al-Lubbani Dari Abi Bakar Abdul Ghaffar ibn Muhammad

al-Syairawi dari Qhadi Abi Bakar Ahmad ibn Hasan al-Hairi dari Abil

Abbas Muhammad ibn Ya’kub al-‘Ashammi dari al-Rabi’ ibn

Sulaiman al-Muradi dari Imam Abdillah Muhammad ibn Idris al-

Syafi’i (Ulum, 2016: 83-84).

E. Karya-karya Syaikh Shaleh Darat

Salah satu ulama Nusantara yang produktif dalam sebuah karya

tulis, diantarnya: tasawuf, tafsir, fiqh, tajwid, tauhid dan lain-lain. Menurut

Ikhwan, sekretaris kopisoda (Komunitas Pencinta Syaikh Shalah Darat)

buku-bukunya yang sudah ditemukan ada 14. Amirul Ulum dalam

bukunya “Maha Guru Ulama Nusantara” Syaikh Shaleh Darat menulis

beberapa kitab diantaramnya sebagai berikut:

1. Syarah al-Hikam

Dalam kitab ini Syaikh Shaleh Darat menjelaskan sebagian kitab

al-Hikam karya Syaikh Ibnu Athaillah al-Askandari. Yang

48
mengandung beberapa mutiara hikmah yang maknanya mendalam

untuk menata hati guna menghadap kepada yang maha suci.

2. Kitab Munjiyat

Dalam kitab ini mengupas tentang ahwalu al-qalbi, seperti halnya

sifat Mahmudah dan Madzmumah, sifat terpuji dan tercela. Isi yang

terkandung dalam kitab ini dipetik dari Ihya Ulumuddin karya Imam

al-Ghazali.

3. Hidayatu al-Rahman

Kitab ini merupakan ringkasan dari tafsir Faidlu ar-Rahman fi

Tarjamati Tafsiri Maliki al-Dayyan. Kitab ini hanya membahas surah

al-Fatikhah dan al-Baqarah. Yang meringkas adalah Muhammad

Hambali ibn Muhammad al-Khalidi al-Samarani (berasal dari

Semarang).

4. Kitab Fasholatan

Kitab fasholatan ini mengupas tentang bacaan dan amaliah yang

berkaitan dengan sholat, yaitu dari mulai takbiratu al-ikhram hingga

salam yang kemudian dilanjutkan dengan sebuah do’a. Kitab ini

diterbitkan di Bombay Miri yang kantornya ada yang bertempat di

Idarah Imran ibn Sulaiman Surabaya, Jawa Timur.

5. Hadist al-Ghaithi, Ian Syarah Barzanji, Tuwin Nazhatu al-Majalis

Kitab ini diterbitkan oleh Haji Muhammad Amin dari Singapura.

Kitab ini ditulis ulang oleh Raden Atma Suwangsa manteri dan Haji

Muhammad Nur Darat pada tahun 1315 H. Dalam kitab ini

49
membahasa tentang perjalanan Sirah Nabawi, khususnya tentang Isra’

dan Mi’raj nabi. Kitab al-Barjanji karya Syaikh Ja’far al-Barjanji

menjadi salah satu rujukan utama dalam kitab ini.

6. Lathaifu al-Thaharah

Kitab ini terdiri dari tiga judul yaitu lathaifu al-thaharah wa al-

asrari al-sholat fi kaifiyati al-shalati al-abidin wa al-Arifin, kitab

Asrari al-shaumi, dan kitab fadhilati al-muharram wa al-rajab wa al-

sya’ban.

7. Majmu’at As-syari’ah al-Kafiyah Lil ‘Awam

Kitab ini membahas didalamnya tentang persoalan ushuludin,

Muamalah, syari’ah, zakat, puasa, umrah dan haji, dam memerdekakan

budak. Kitab ini awal mulanya dicetak di Mesir setelah diedit dan

diperiksa kebenarannya oleh Haji Mahmud Ibn Kiai Muhammad Rois

pada tahun 1374 H. Selain dicetak di percetakan Mesir, kitab ini juga

dicetak di PT. Karya Toha Putra Semarang. Setelah disalin ulang dari

khat (tulisan) Hamid Demak.

8. Manasik Haji Wa al- Umrah

Dalam kitab ini membahas tentang Haji dan Umrah serta di bab

terakhir Syaikh Shaleh Darat membahas tentang keutamaan ziarah

makam nabi Muhammad SAW dan tata caranya.

9. Minhaju al-Atqiya

50
Kitab ini sangatlah penting karena isinya syair-syair dan nazdom

yang berjumlah 188 bait dengan standar lagunya bahr al-kamil (yaitu

notnya membunyikan kata mutafa’ilun sebayak 6 kali) yang

didalamnya mengandung pelajaran yang sangat berharga diantaranya

mengajarkan seseorang tidak sempurna dalam meninggalkan maksiat

kecuali dia harus zuhud terhadap dunia. Kitab ini diselesaikan pada

tanggal 11 Dzulqa’dah 1316 H. Adapun kitab rujukan ini adalah kitab

karya Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Abu Bakar Syatha, dan

Syarah karya ibn al-Muhsanif (Syaikh Abdul Aziz ibn Zainudin ibn

Ali) serta kitab-kitab kajian tasawuf karya Imam al-Ghazali.

10. Mursyidu al-Wajiz

Kitab ini membahas tentang tajwid al Qu’an, dan pembahasan

tentang awal mula kenabian, cara wahyu diturunkan, hakikat al Qu’an,

penulisan al-Qur’an mulai dari zaman Rasululloh SAW, sampai

khalifah Ustman bin Affan. Kitab ini mengambil rujukan dari kitab-

kitab otoritatif seperti halnya al-Itqan karya Imam al-Suyuti,

Khazinatu al-Asrar al-Kubra karya Imam al-Nazili, Syarah al-

Zajariyah karya Syaikh Ali al-Qori, Manazilu al-Huda karya Syaikh

Muhammad al-AAsmuni, dan lain-lain dari kitab ulama mutaakhirin.

11. Faidhu al-Rahman

Kitab ini adalah tafsir dari al-Qur’an. Yang ditulis arab pegon

supaya dapat dipahami oleh orang Jawa (khususnya Jawa Tengah).

Kitab ini terdiri dari dua jilid, jilid pertama dimulai dari mukaddimah,

51
penafsiran surat al-Fatihah yang kemudian dilanjutkan dengan tafsir

surat al-Baqarah dari ayat 1-286, ditulis pada tahun 20 Rajab 1309H/19

Februari 1892 M. Selesai pada tanggal 19 Jumadil Awal 1310 H/9

Desember 1892 M. Kemudian jilid kedua dimulai dari mukaddimah

yang kemudian dilanjutkan dengan penafsiran ayat 1 sampai 200 surat

al-Imran, dan ayat 1-176 surat An-Nisa. Kitab ini diselesaikan pada

tanggal 17 Safar 1312 H/ 20 Agustus 1894 M. dicetak oleh percetakan

Haji Muhammad Amin pada 1312H/1895M.

12. Kitab al-Burdah

Kitab ini diberi nama al-Mahabbah wa al-mawaddah fi tarjamati

qauli al-burdati fi al-mahabbah wa al-madh’i ‘ala sayyidi al-mursalin

sallahu ‘Alaihi Wasallam. Yang didalamnya mengandung puji-pujian

yang diperuntukan bagi nabi Muhammad SAW. Kitab ini diselesaikan

pada hari Jumat bulan Dzulhijah. Diterbitkan oleh percetakan Syaikh

Ismail ibn Badal Bombay atau percetakan Haji Muhammad Amin di

Singapura. Dicetak pada Rabi’ al-Stani 1321 H.

F. Kitab Maj’muat As-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam

Kitab Majmu’at As-Syari’ah al-Kafiyah Lil ‘Awam ditulis Syaikh

Shaleh Darat untuk memudahkan orang-orang awam dalam mempelajari

hukum Islam. Dalam buku ini Syaikh Shaleh Darat berkata “sun ngarepno

lanang wadon kang dewoso umure, seko perikso pomo-pomo weruhno

nyanane, kitab iki supoyo jejek taat sejane, ratan keno gampang sutek

52
elmu jate lanane, elmu telu kanarito neng kitab iki jatane, syari’at,

thariqat, lan hakikat dirahe.” Yang artinya saya berharap kepada orang

Islam laki-laki dan perempuan agar mengajarkan kitab ini kepada anak-

anaknya supaya tuntunan hidupnya lurus dalam ketaatan yang sesuai

dengan aturan agama. Jangan meremehkan ilmu yang terkandung di

dalamnya. Kitab ini mengandung pembahasan tiga ilmu, yaitu syari’at,

tarekat dan hakikat. (Halaman depan cover kitab)

Selain dari segi bahasa, aspek lokalitas juga tampak dari aspek

konten yang banyak mengangkat permasalahan yang terjadi dikalangan

masyarakat awam. Kitab yang bertuliskan pegon ini membicarakan

beberapa hal kontekstual terkait masalah hukum, dengan bahasa yang

ringan dan berhubungan langsung dengan kebutuhan praktis masyarakat.

Syaikh Shaleh Darat telah mencontohkan bagaimana strategi yang tepat

dalam memberikan tuntunan pelaksanaan ajaran agama secara benar

kepada orang awam. Beberapa pemikiran yang merefleksikan hal ini

terlihat misalnya, pada masalah penentuan awal Ramadhan. Diterangkan

bahwa tanda awal Ramadhan cukup dengan melihat lampu lentera di atas

menara Masjid, adanya suara bedug yang dipukul serta suara dentuman

meriam. Disamping itu, kitab ini juga mengomentari berbagai adat

kebiasaan orang Jawa waktu itu seperti, sesajen kepada danyang,

"memule", "sedekah bumi", "nyahur tanah", dan adat kebiasaan

penghormatan kepada penguasa (keluarga kraton) serta "katuranggan

wanita" (Fuad, 2005: 46).

53
Di dalam kitab ini membahas beberapa materi tentang Islam

seperti ushuludin, muamalah, zakat, puasa, haji, Nikah, dan

memerdekakan budak. Kitab ini referensinya diambil dari berbagai kitab

al-Mu’tabarah yang keilmuannya diamini oleh mayoritas ulama

Ahlussunnah Wa al-Jamaah seperti halnya Syarah minhaj karya Syaikhul

Islam, Syarah Khatib Syarbini, Kitab Duraru al-Bahiyyah karya Sayyid

Bakri, dan Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali (Ulum, 2016: 170).

Sedangkan dalam hal pembagian bab dan sub-bab, meskipun kitab

Majmu' ini berbahasa Jawa, tetapi tetap mengacu pada pembagian bab

kitab klasik dan menggunakan bahasa Arab sebagai judul bab atau sub-

bab. Umumnya kitab-kitab salaf selalu menggunakan istilah kitab, bab,

atau fashl untuk membagi dan membatasi bab dari yang umum sampai

yang rinci.

Kitab Majmu’at As-Syariat al-Kafiyat Lil ‘Awam pertama dicetak

di Mesir setelah diedit dan diperiksa kebenarannya oleh Haji Mahmud ibn

Kiai Muhammad Rois tahun 1374. Kemudian kitab ini dicetak oleh PT.

Karya Toha Putra Semarang setelah disalin ulang dari tulisan Kiai Hamid

Demak dengan tebal 279 lembar (Al-Samarani, tt: 279).

Karena kitab ini merupakan salah satu kitab fiqh berbahasa Jawa

yang sangat berpengaruh di zamannya. Beberapa pesantren di Jawa,

seperti pesantren Kempek Cirebon pernah menjadikan kitab ini sebagai

menu wajib pesantren. Kitab ini juga wajib dipelajari oleh siapa saja yang

hendak baiat menjadi anggota tarekat Naqsyabandiyah.

54
Dalam mukaddimah kitab ini, Syaikh Shaleh Darat menegaskan

bagaimana pentingnya mencari ilmu agama. Mencari ilmu adalah fardhu

‘ain sebagaimana yang diperintahkan oleh nabi Muhammad SAW, dalam

sabdanya. “Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam baik

laki-laki maupun perempuan.” Menurut Syaikh Shaleh Darat bahwa amal

seseorang itu tidak akan diterima Allah jika tidak disertai dengan ilmunya.

Kitab Majmu’at ini terdiri dari 95 fashal atau pembahasan. Materi

yang dibahas diawal adalah tentang ilmu tauhid. Pembahasan pertama

tentang rukun Islam yang pertama yaitu, syahadat tauhid maupun syahadat

rasul, kemudian dilanjutkan dengan sholat lima waktu, zakat, puasa, dan

menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. Pembahasan berikutnya

tentang rukun Iman, Ikhsan, sifat-sifat Allah, kewajiban orang mukallaf

untuk mengetahui nama-nama Allah dalam al-qur’an, khususnya nabi dan

rasul yang berjumlah 25 (Al-Samarani, tt: 14-16). Dipembahasan

berikutnya tentang keharusan untuk mengetahui nasab nabi Muhammad

SAW. Mulai dari ayahnya, Sayyid Abdullah sampai Sayyid Adnan. Untuk

jalur ibunya mulai dari Sayyida Aminah sampai Sayyid Kilab (Al-

Samarani, tt: 16-17). Dalam pembahasan selanjutnya membahas tentang

kewajiban orang Islam untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi

larangan-Nya. Dalam bab ini, Syaikh Shaleh Darat memasukkan beberapa

pembahasan yang berkaitan dengan sholat. Seperti syarat-syarat yang

harus dtunaikan sebelum mengerjakan sholat.

55
Setelah membahas tentang sholat dan sesuatu yang berkaitan

dengannya, Syaikh Shaleh Darat melanjutkan pembahasan tentang zakat.

Mengenai zakat, ia berkata, “Dan diwajibkan bagi ornag mukmin untuk

mengeluarkan zakat. Tidak sempurna syahadat dan sholat seornag mukmin

jika hatinya masih mencintai dunia dan senang mengikuti hawa nafsunya,

oleh karena itu diwajibkan bagi mereka untuk zuhud” (Al-Samarani, tt:

95). Pembahasan zakat tidak dapat dipisahkan dengan puasa, khususnya

puasa Ramadhan. Seorang mukmin diwajibkan menunaikan zakat fitrah

untuk mensucikan jiwanya jika puasa Ramadhan telah selesai dikerjakan.

Kemudian dalam kitab ini membahas masalah Haji dan Umroh, Muamalah

Jual-Beli, kitab Ahkami al-Nikah, di dalam bab nikah ada beberapa

pembahasan, sunnah nikah, nadhar, Khitbah, rukun nikah, akad nikah,

nikah yang diperbolehkan, kaffah, larangan pernikahan, khiyar, shodaq,

syuqutil mahr, walimah. Kemudian bab al-Hudud, al-Ath’ima al-Dabaih,,

al-Adhiyah, al-Aqiqah, dan kemudian diakhiri dengan al-Itqu

(memerdekakan budak).

Dalam kitab ini diakhir pembahasan memerdekakan budak,

Syaikh Shaleh Darat berdoa, “Semoga Allah memerdekakan kita dan

kalian semua dari api neraka. Semooga kita dan kalian semua akan

dikumpulkan bersama dengan orang-orang shaleh yang mendapat

keberuntungan. Ya Allah ampuni dosa kami dan kedua orang tua kami

serta semua orang Islam” (al-Samarani, tt: 275).

56
BAB IV
Urgensi Nadhar dan Khitbah Dalam Pemikiran Syaikh Shaleh Darat dalam
pernikahan

A. Pemikiran Syaikh Shaleh Darat Tentang Nadhar dan Khitbah Dalam


Kitab Majmu’at As-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam.

Pernikahan adalah sebuah jalan hidup manusia untuk

melanggengkan keturunan dan semata untuk ketaatan mengikuti sunnah

atau menjaga kemaluan dan pandangan matanya, maka hal itu termasuk

57
amal akhirat. Dalam membangun rumah tangga seseorang harus sudah

siap, baik lahir maupun batin. Karena menikah itu menyatukan dua

keluarga besar yang bertambah besar ketika keputusan untuk menikah itu

dibuat dan dibulatkan.

Syaikh Shaleh Darat menjelaskan dalam kitab Majmu’at as-

Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam didalam kitab ini membahas seputar

hukum-hukum nikah, diantaranya: sunnah nikah bab khitbah, bab nadhar,

rukun nikah, akad nikah, poligami, kaffah, kemudian bab untuk sesuatu

yang haram dinikahi, khiyar, mahar, bab rusaknya mahar, walimah, adab

walimah, hak istri dan hak suami, bab iddah, perceraian, rujuk. Perihal

pernikahan dalam bab ini menganjurkan kepada para laki-laki agar tidak

tergesa-gesa dalam menentukan pasangan, karena kelak akan menjadi

pendamping seumur hidup. Untuk menentukan calon istri,

saat khitbah laki-laki boleh melihat wanita berkali-kali hingga menemukan

keyakinan dalam hati masing-masing agar tidak ada penyesalan ketika

sudah menikah nanti (Al-Samarani, tt: 196).

1. Nadhar

Menurut karya Ibn Hazm, melihat perempuan dalam peminangan

adalah bagian tubuh yang terlihat dan yang tidak terlihat. Bila dilihat

dari analisis hukum yang dipakai adalah zahir nas dalil yang

menganjurkan kebolehan melihat aurat perempuan dalam peminangan

tanpa ada batasan yang ditentukan. Pendapat ini bertujuan untuk

mendukung terhadap upaya melanggengkan pernikahan yaitu dengan

58
melihat bagian tubuh yang tampak maupun yang tidak tampak, maka

laki-laki yang meminang bisa mengetahui calon istri secara

keseluruhan dan tidak ada yang ditutup-tutupi sehingga dapat

mengurangi kekecewaan.

Tetapi disisi lain pendapat ini dapat memberikan peluang

bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang melihat calon

istri hanya untuk memenuhi hawa nafsunya saja dan bukan guna

memantapkan hatinya untuk menikahi calon istrinya (Muslim, 2012:

84). Syaikh Shaleh Darat menjelaskan dalam bukunya Majmu’at as-

Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam, bahwa melihat wanita sebelum

menikah adalah sunnah. Dan batasan ketika melihat calon yang ingin

dinikahi hanya wajah dan telapak tangan saja, karena keduanya adalah

tempat kecantikan seorang wanita. Dari wajah dan telapak tangannya

sudah mewakili seluruh bagian tubuh, maka semua itu memberikan

gambaran tentang wajah dan telapak tangan yang sesuai apa yang

diinginkan seorang laki-laki yang ingin menikahi seorang perempuan

(Al-Samarani, tt: 197-199).

a) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai mulut lebar,

maka farjinya juga lebar.

b) Ketika ada seorang perempuan mempunyai mulut sempit, maka

farjinya juga sempit(rapet).

c) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai bibir

(keduanya) tebal, maka kedua bibir farjinya juga tebal.

59
d) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai bibir

(keduanya) tipis, maka kedua bibir farjinya juga tipis.

e) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai bibir tipis (bibir

bawah), maka farjinya kecil.

f) Ketika lidahnya merah, maka farjinya kering.

g) Ketika ada seorang perempuan mempunyai lidah tumpul

(papak), maka farjinya lembab (umais) dan berair.

h) Ketika ada seorang perempuan yang hidungnya bulat, maka ia

tidak suka bersenggama.

i) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai hidung

mancung, maka ia suka bersenggama.

j) Ketika ada seorang perempuan yang memliki lekuk (cekung) di

belakang telinganya, maka ia sangat senang bersenggama.

k) Ketika ada seorang perempuan yang memiliki postur tubuh

tinggi, maka farjinya membuka dan tidak ada rambutnya.

l) Ketika ada seorang perempuan yang bertubuh pendek, maka

perempuan tersebut dalam farjinya.

m) Ketika ada seorang perempuan yang memiliki wajah besar, dan

tebal lehernya dan kecil pantatnya, maka besar farjinya dan juga

rapet.

n) Ketika ada seorang perempuan yang mempunyai telapak tangan

yang tebal dan juga besar badanya, maka menunjukan besar dan

juga tebal farjinya dan sangat suka pada suaminya.

60
o) Ketika ada perempuan yang kencang betisnya dan lancip, maka

perempuan tersebut suka bersenggama dan tidak sabar.

p) Ketika ada seorang perempuan lebar matanya, dan seperti celaan,

maka ia suka bersenggama dan sempit farjinya.

q) Ketika ada seorang perempuan yang memiliki pantat kecil, besar

bahunya, maka itu menunjukan besar farjinya.

r) Ketika ada seorang perempuan yang kedua daun telinganya

besar, pantatnya kecil, maka itu menunjukan besar farjinya dan

pantatnya bulat (nyentik) itu menjukan suka bersenggama.

Adapun bagusnya perempuan itu terkumpul dalam empat

hal, diantaranya:

1) Baik dilihat dari rambutnya yang hitam, hitam alisnya, hitam

bulu matanya, hitam kelopak matanya.

2) Putih tubuhnya, putih giginya, putih telapak tangannya.

3) Merah bibirnya, merah pipinya, merah gusinya.

4) Menonjol mukanya (wanglune), menonjol susunya dan wangi

keringatnya dan harum bau mulutnya.

Korelasi penjelasan di atas dengan konsep Jawa sangat ada

kemiripan dengan kitab Syaikh Shaleh Darat tentang konsep

Nadhar dan Khitbah, yang dalam hal ini ditulis oleh Wahjudhi

dalam jurnalnya “Katuranggan wanita merupakan salah satu media

teknologi informasi dan komunikasi masa lampau” penjelasan ini

61
diambil dari naskah “Cadraning Wanita” bahwa karakter wanita

dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri ragawinya.

a) Lintang Karahinan

Warna kulit hitam manis, rambut lemas berombak, air muka

seperti mengantuk, muka bundar, bibir bawah tebal, perawakan

pendek kecil, mulut agak lebar, rambut sedikit. Faraj: bundar kecil,

di pinggir bibir tebal. Senggama: gemar, buruk. Wataknya: gelisah

terhadap suami dan berani kepada suami.

b) Padmanagara

Warna kulit merah, perawakan kecil indah, rambut panjang

hitam, muka bulat telor, jambang dan alis hitam tebal, dahi ciut

agak menonjol, mata membelalak, mulut lebar, bibir atas panjang,

jalannya pengkor. Faraj: kecil bagian atas menonjol, dahi ciut

rambut banyak, kering. Senggama: hebat. Watak: baik, tajam,

perasaan.

c) Padmasari Leledhang

Warna kulit kuning, payudara padat, air muka tampak dalam,

dahi ciut, muka bundar, kulit agak basah, mulut kecil, bibir tebal,

alis tebal, pantat besar, kaki mengecil ketumit. Faraj: tampak rata,

dahi ciut, pintu ciut, bibir tebal di pinggir, banyak rambut.

Senggama: hebat, banyak air. Watak: kurang baik.

d) Madu Pinastika

62
Warna kulit kehijau-hijauan, pancaran air muka jernih, dahi

agak lebar, perawakan tinggi, bibir agak tebal, mulut ciut, pantat

rata, kulit tebal agak kering. Faraj: kecil, pintunya sempit atau ciut,

banyak rambut. Senggama: tidak mengecewakan. Wataknya:

tenang.

e) Madu Guntur

Kulit kuning dengan urat-urat kecil tampak kehijau-hijauan,

mata kecil indah, perawakan pendek, kulit agak basah, pantat

besar, kaki besar mengarah kearah tumit, dahi lebar, mulut agak

basah, bibir tebal, muka tampak ungu, payudara besar, rambut

banyak atau lebat. Faraj: dahi lebar, pintu lebar, bibir tebal agak

ungu-ungu, banyak rambutnya, dangkal. Senggama: tidak akan

mengecewakan, nikmat, banyak air. Wataknya: baik sekali, bicara

tenang, banyak rezeki, hormat kepada suami, tahan dimadu.

f) Menyan Cinandhi

Kulit halus, kuning, air muka menarik, pinggang kecil, muka

agak persegi, rambut hitam, alis melengkung bagus, mata bagaikan

terus bergerak, dahi kecil, mulut kecil, bibir tipis merah jambu,

leher agak tebal, pundak datar, payudara padat, pantat kecil padat,

kaki kecil padat mengarah ketumit. Faraj: kecil, dahi sempit,

63
banyak rambutnya, kurang air. Senggama: banyak bertingkah,

tetapi nikmat. Wataknya: baik sekali, cinta pada suami.

g) Menjangan Ketawan

Wanita ini memiliki leher kedepan, kaki mengecil kebawah,

muka bulat telor, dahi sempit, mulut kecil, bibir tebal merah,

hidung kecil, warna kulit hitam tipis agak basah, rambut merah

panjang, pantat kecil rata, kaki panjang padat, perawakan tinggi

semampai. Faraj: tampak menonjol, dahi sempit, pinggirnya agak

keluar, banayak rambutnya. Senggama: gemar, banyak air, tenang.

Wataknya: kurang setia pada suami.

h) Mutyara

Warna kulit hitam, rambut lemas, kaki kecil, muka runcing,

dahi sedang, mulut lebar, bibir bawah agak panjang, alis tipis, dada

lebar, payudara kecil, punggung bungkuk, pantat rata, perawakan

pendek. Faraj: tampaknya kecil, pintu lebar, gundul. Senggama:

gemar sekali, airnya sedikit. Wataknya: baik, serba halus

bicaranya, tingkah lakunya hati-hati, air mukanya tenang, dan

banayak pengetahuan.

i) Mrica Pecah

Perawakan pendek kecil, air muka jernih, warna kulit kuning

keputuh-putihan, tipis, basah agak kering, punggung bungkuk,

pantat berat, dahi sempit menonjol, mulut lebar, bibir tipis, rambut

sedikit agak merah. Faraj: kecil, dahi sempit, agak keluar tetapi

64
kendor, gundul. Senggama: nafsu besar, banyak air. Wataknya:

galak membosankan, suka membicarakan orang lain, kalau didekati

sering mendatangkan bencana.

j) Gedhah Seta

Warna kulit coklat muda bersih (bambang awak), kering, air

muka kehijau-hijauan, wajah manis, perawakan pendek, badan

agak panjang, kaki pendek, dahi sedang, air muka tajam, rambut

jarang, mulut sedang, bibir agak tebal tetapi rapat, pundak

menurun, payudara kecil, pantat besar. Faraj: kecil, dahi sedang,

pintu tidak lebar, pinggirnya tebal tegang, tidak banyak rambutnya.

Senggama: gemar. Wataknya: sangat mencintai suami.

k) Gedhang Suluh

Warna kulit coklat muda bersih, air muka kuning, rambut

kering, perawakan tinggi agak kecil, muka kecil, dahi sempit, bibir

agak menonjol, pipi bundar kecil, rambut jarang, payudara besar,

pantat besar, kaki padat. Faraj: kecil, pintu ciut, bibir agak keluar

tampak tegang, tidak banyak rambutnya, dalam, kurang air.

Senggama: hebat serta nikmat. Wataknya: diam tetapi galak.

l) Guntur Madu

Warna kulit kuning, perawakan tinggi kecil, mata kecil bagus,

air muka galak, muka lebar, dahi lebar, banyak rambut, pantat

serasi, bibir rapat mulut lebar, kaki padat mengecil ketumit,

payudara sedang untuk dipegang. Faraj: lebar, dahi lebar, pintu

65
lebar, pinggirnya rapat, banyak rambutnya, kurang air. Senggama:

serba menyenangkan dan juga mengenyangkan. Wataknya: baik.

m) Ngembat Lawung

Warna kulit kuning, air muka kehijau-hijauan, perawakan

tinggi agak kecil, jalannya seperti harimau lapar (macan luwe),

kulit tebal agak kering, dahi lebar, alis tebal, bibir tebal rapat,

mulut ciut, pundak datar, payudara besar kendor, kaki padat. Faraj:

lebar rapat, dahi lebar, banyak rambutnya. Senggama: hambar

tetapi tahan, kurang tingkah. Wataknya: berani tetapi hati-hati,

suka marah, suka lari dari rumah.

n) Amurwa Tarung

Air muka bundar meriah, tenang, dahi sedang, hidung

mancung, mulut sedang, bibir tipis panjang kemerah-merahan,

warna kulit hitam manis agak tipis, perawakan pendek kecil, pantat

padat, kaki mengecil ketumit, jalannya bagaikan ragu, sopan,

jarang bicara. Faraj: kecil, dahi tidak terlalu lebar, banyak

rambutnya, pinggirnya tipis. Senggama: hebat, kurang air.

Wataknya: baik, setia kepada suami, dapat mengemong.

o) Ngentrok Sari

Wajah bulat telor tajam, dahi kecil, mulut kecil, bibir merah

jambu tipis dan rapat, alis melengkung indah, rambut hitam

berombak, payudara agak besar, warna kulit kuning tipis agak

kering, badan padat, kaki padat kecil, perawakan tingi semampai.

66
Faraj: kecil, dahi ciut, agak menonjol, pinggirnya tipis, banayak

rambutnya, sedikit airnya. Senggama: tidak mengecewakan,

menuruti kehendak suami. Wataknya: setia kepada suami, cerdas,

banyak kepandain.

p) Madu rasa

Perawakan kecil indah sampai pada tumitnya, kaki mengecil

ketumit, cahayanya jernih, liriknya menarik, warna kulit kehijau-

hijauan, payudara sedang, dan serasi. Faraj: kecil tegang, banyak

rambutnya. Senggama: nikmat. Wataknya: jujur, sungguh-sungguh

(serius).

q) Kunci Emas

Ciri fisik: tubuhnya panjang, tapi kakinya agak pendek tidak

proposional, rambutnya tumbuh subur tebal, demikian pula bulu

rambutnya baik di tangan atau di kaki, dan dibagaian Faraj berbulu

lebat. Muka dan payudara kecil. Wanita ini termasuk baik dan

setia. Meskipun gairah seksualnya tidak menonjol, tapi ia mampu

mengimbangi pasangannya. Kalau laki-laki memperlakukannya

dengan penuh kasih, ia dapat jadi wanita yang menggairahkan.

Tapi cenderung ia tertarik pada wanita sejenis.

r) Bunga Restu

Ciri fisik: tubuh besar, kukuh dan cenderung pendek. Muka

dan dahinya kecil, mulutnya agak tebal, rambutnya tebal, Faraj:

berambut tebal. Wataknya: termasuk wanita pendiam, demikian

67
juga ditempat tidur. Ia pasif, tidak peduli pada pasangannya. Laki-

laki pasangannya perlu kesabaran dan memanisnya, karena pada

dasarnya ia dapat menjadi pasangan yang menyenangkan. Apalagi,

menurut orang Jawa, tipe wanita ini mendatangkan rezeki.

s) Bintang Berkelip

Ciri fisik: bertubuh tinggi semampai, berpinggang kecil

dengan berpinggul basar. Rambutnya lurus sedang, mata sayup-

sayup tertutup, hidung besar. Dari penampilan fisik wanita ini

punya senggama yang tinggi, laki-laki membanyangkan ia punya

gairah seks yang besar, padahal biasa-biasa saja. Karena ia bukan

penikmat seks, tapi ia lebih memikirkan rumah tangga dan masa

depan anaknya. Ia tipe istri yang baik, setia, dan tabah dalam

menghadapi persoalan.

t) Lintang Siaga

Ciri fisik: tubuh sedang, tidak tinggi, tidak pendek cenderung

kecil, wajahnya bulat, bermata sayup seperti mengantuk, mulut

lebar, bibir atas lebih kecil dari pada bibir bawah, telinga melebar

keluar. Bukan hanya gairahnya yang kurang, tapi juga dalam olah

asmara. Ia terlalu monoton tidak ada keinginan untuk

meningkatakan kemahiran dan belajar bagaimana menikmati seks.

Seks baginya seperti kewajiban saja, sehingga pasangannya

cenderung kecewa.

u) Soroja Bergoyang

68
Ciri fisik: tubuh bagus, meskipun berdada kecil, tapi padat

berisi. Beralis tebal, mulut kecil dengan bibir sensual. Pinggulnya

tampak seksi berisi. Secara fisik, ia sangat menarik. Tetapi secara

personal, ia bukan wanita yang ceria, cenderung pemuram dan

pesimis. Ia sering cemberut dibandingkan tertawa dan tersenyum.

Pantas kalau ia tampak lebih tua dibanding umurnya. Dalam hal

asmara, ia tidak semenarik penampilannya. Tapi laki-laki yang

egois dan butuh kecepatan, wanita ini dapat saja jadi pasangan

yang cocok. Apalagi, ia bukan tipe penuntut.

v) Bunga Indah

Ciri fisk: tubuh tinggi dengan payudara besar menelungkup

kedalam sehingga tampak indah. Kakinya juga panjang, kalau

duduk sering ditumpangakan satu dengan yang lain, dan kalau

berjalan lenggang lenggok. Kulitnya putih, berwajah bulat,

matanya suka mengerdip indah. Dari segi fisik, wanita ini tampak

ideal. Dan ia memang tipe wanita yang setia, berbakti kepada

suami, bahkan sebagian rela pasangannya tidak punya wanita

idaman lain (WIL). Memang meskipun ciri fisik dan perilakunya

mengundang hasrat besar laki-laki, tapi tidak demikian reaksi

seksualnya. Ia tipe wanita dingin yang sekedarnya saja dalam olah

asmara. Ia sudah merasa cukup dan damai kalau dicukupi

kebutuhan meterialnya.

w) Pikat Mutiara

69
Ciri fisik: tinggi dengan punggung agak membungkuk, tapi

berpayudara kecil, leher panjang, dahi lebar, mulut lebar dan dari

kejauhan tampak memikat. Sebenarnya ia tipe wanita yang cerdas,

kata-katanya terpilih dan penuh perhatian. Ia tipe teman yang baik.

Ketidak sukaannya terus terang, membuat olah asmaranya dingin

kalau laki-laki pasangannya tidak menangkap keinginannya.

Wanita mutiara ini lebih suka memberikan bahasa isyarat, sehingga

pihak laki-laki harus peka dan tanggap. Ia sebenarnya pecinta yang

baik, meskipun gairahnya kecil saja. Tapi bukan berarti tidak ada

kebahagiaan.

x) Sri Tumurun

Ciri fisik: tubuh tinggi, kaki panjang, dada tipis, mukanya

bulat, mulut lebar, bibir tebal, rambut lemas, bertumit besar, Faraj

sedang berbulu halus. Meskipun tinggi semampai, seksnya kurang

menarik. Ia lebih menarik menjadi teman, karena ia ramah, sopan

dan pandai bertutur kata. Sebenarnya, ia tipe istri yang baik karena

jenis subur dan membawa berkah. Dalam kultur Jawa, ia adalah

titisan sri, dewa padi. Tapi dalam olah asmara, wanita Sri ini

cenderung dingin, bahkan frigid (merupakan salah satu gangguan

seksual yang ditandai dengan menurunnya gairah seksual). Laki-

laki pasangannya sering dibuatnya jengkel dan kesal karena itu dan

Sri tidak begitu peduli (Wahjudhi, 2016: 234-237).

70
Dalam melihat watak dan ciri wanita yang baik dan tidak baik atau

yang disebut katuranggan sebagai penanda dari watak dasarnya,

katuranggan berasal dari kata turangga (Bahasa Sansakerta) yang artinya

kuda. Ilmu katuranggan sebenarnya suatu ilmu tentang ciri-ciri dan sifat-

sifat kuda sebagai tunggangan maupun penarik kereta. Selanjutnya istilah

katuranggan dipakai juga untuk memahami sifat-sifat wanita berdasarkan

ciri-ciri fisiknya. Agar dapat lebih cermat dalam memilih dan memilah

mencari pasangan yang akan menemani hidup, pada dasarnya seorang

laki-laki dianjurkan untuk memilih dengan selera hatinya, namun

diperlukan juga rambu-rambu agar lebih pas dan yakin dalam memilih

pasangan. Supaya ketika nanti dalam membangun rumah tangga bisa

berjalan dengan apa yang diinginkan (sakinah mawadah warahmah).

Ketika proses nadhar hendaknya calon suami menyampaikan

identitas dirinya agar didengar calon mempelai perempuan dan hendaklah

ia menjelaskan kesibukannya, ini agar perempuan mengenal betul identitas

calon suaminya dan yakin dengan hal ikhwalnya sehingga ia masuk

kategori pilihan calon mempelai perempuan (Sholehuddin, 2017: 7).

Adapun Perempuan sebaliknya boleh melihat seorang laki-laki

yang akan jadi suaminya. Nabi SAW, bersabda “lihatlah wajahnya dan

kedua telapak tangnnya dan ciumlah bau tubuhnya.” Karena perempuan

juga disunnahkan melihat seorang laki-laki, supaya tidak menyesal ketika

nanti sudah berumah tannga. Sesungguhnya perempuan itu suka terhadap

laki-laki, sebagaimana laki-laki suka terhadap perempuan, bahkan

71
perempuan sangat suka terhadap laki-laki, namun perempuan sukanya

sudah terbawa karena Allah SWT, Karena banyak sifat malunya

perempuan sehingga tertutupi kecintaan padanya sehingga tidak terlihat

keinginannya.

Salah satu pendapat Ulama organisasi Muhammadiyah melihat

perempuan yang hendak dinikahi, bukan hanya sebatas pada bentuk

fisiknya, akan tetapi perlu pula mendalami bagaimana karakter serta sifat

alamiahnya, latar belakangnya, serta cara bergaulnya. Semua itu bertujuan

untuk membangun rumah tangga yang baik dan sakinah mawadah

warahmah (Nisa, 2017: 57).

2. Khitbah

Pinangan atau lamaran dalam pandangan syari’at Islam bukanlah suatu

transaksi antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau

dengan walinya, akan tetapi permohonan untuk menikah. Dengan

diterimanya suatu pinangan bukan berarti telah terjadi suatu akad

perkawinan diantaranya, akan tetapi itu hanya berarti bahwa laki-laki

tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita untuk masa

yang akan datang.

Seorang laki-laki ingin menikahi perempuan maka disunahkan

melihat calon pasangannya terlebih dahulu walaupun tanpa seizin

perempuan. Karena melihat calon pasangan adalah sunnah maka perlu

diperhatikan dahulu saat mengkhitbah seperti: sebaiknya kita memilih

perempuan yang masih gadis, kecuali karena ada suatu uzur seperti

72
lemahnya alat kelamin dia untuk merusak keperawanan gadis, nasabpun

sangat penting dalam menjalani rumah tangga karena bila dari nasab baik

(bukan anak hasil dari perzinahan) dan juga bukan dari orang fasik.

Melilih seorang perempuan yang masih gadis, sesungguhnya

mulutnya berbau harum dan lebih rapat rahimnya, maksudnya adalah

farjinya lebih banyak keturunannya dan tidak terima sedikit jima’. Berbeda

dengan janda, maka terima sedikit dari jima’dan juga sunnah ketika

menikahi gadis yang bagus agamanya dan berperilaku adil.

Jangan menikahi perempuan yang fasiq, begitupun juga perempuan

yang tidak shalat, karena menikahi orang Yahudi lebih bagus dari pada

menikahi perempuan Islam yang meninggalkan shalat. Menurut pendapat

Imam Hambali, orang yang meninggalkan shalat itu murtad. Dan

disunnahkan menikahi perempuan yang cantik menurut dirinya, walaupun

jelek, hitam menurut orang lain, dan makruh menikahi seorang perempuan

yang cantik sekali menurut kebanyakan orang, karena akan menjadi menarik

fitnah, dan Rasulullah SAW bersabda “Nikahilah perempuan karena empat

perkara; hartanya, kecantikannya, nasab, dan agamanya. Maka, pilihlah

agamanya supaya hidupnya menjadi lebih baik. Dan disunnahkan pula

ketika ingin menikah, maka nikahilah perempuan yang bagus nasabnya,

karena dengan nasabnya akan memberikan keturunan yang baik pula (Al-

Samarani, tt: 201).

Dan jangan menikahi seorang perempuan yang lebih tinggi

derajatnya dan lebih banyak hartanya dari pada laki-laki karena perempuan

73
seperti itu lebih mengedepankan hartanya dari pada memuliakan suaminya

sehingga menyebabkan pertikaian dalam rumah tangga. Dan jangan

menikahi perempuan yang tidak yakin bahwa dirinya anak halal. Para ulama

berpendapat bahwa seyogyanya ketika ada perempuan yang ingin dinikahi

itu lebih tinggi dan mulia dari pada laki-laki atau selisih perempuan

terhadap laki-laki lebih tinggi, baik dari segi umurnya, tinggi badannya,

hartanya, dan kemuliaannya. Ada empat kelebihan yang dimiliki perempuan

yaitu: kecantikannya, tata kramanya, budi pekerti dan kesuciannya.

Rasulullah berkata kepada Zaid bin Harrisah “janganlah kamu menikahi

perempuan lima macam”:

a. Syahbarah, artinya perempuan yang tidak menjaga pandangan dan

lisannya.

b. Nahbarah, artinya perempuan yang berbadan tinggi dan kurus.

c. Lahbarah, artinya perempuan yang sudah tua.

d. Handarah, artinya perempuan yang terlalu pendek, dan buruk rupa.

e. Lafuta, artinya perempuan yang memiliki anak dari laki-laki lain.

Dan jangan menikahi perempuan yang menjelek-jelekkan suaminya

dan jangan menikahi perempuan yang tidak menghormati kebaikan

suaminya dan jangan menikahi perempuan yang menghalang-halangi

kebaikan suaminya. Pertama; jangan menikahi perempuan yang selalu

mempunyai keinginan sewaktu-waktu dan suami menurutinya, dan jangan

menikahi perempuan yang sangat suka denagan dirinya (hanya

mementingkan dirinya sendiri atau selalu menghias dirinya sendiri). Maka

74
carilah perempuan dengan delapan perkara: agamnya, pekertinya, cantik

wajahnya, sedikit maskawinnya, werdaen, masih gadis, dan baik nasabnya

(Al-Samarani, tt: 203-204).

Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy’ari menjelaskan dalam kitabnya

“Dhau’ Al-Mishbah fi bayan Ahkam An-Nikah” menjelaskan orang-orang

Arab berkata “Janganlah engkau menikahi enam macam perempuan yakni:

1. Ananah : yaitu perempuan yang banyak mengeluh dan sambat, yang

sering merenggut (seraya mengeluh). Menikah dengan perempuan yang

sakit-sakitan dan gampang sakit tidaklah ada sisi baiknya.

2. Mannanah : yaitu perempuan yang suka mengungkit dihadapan

suaminya seperti dia berkata, “Saya melakukan ini hanya karena engkau

sudah begini dan begitu.”

3. Hananah : yaitu perempuan yang menginnginkan suami lain atau

menginginkan anak dari suami yang lain. Ini termasuk perempua yang

harus dijauhi.

4. Hadaqoh : yaitu perempuan yang melihat segala sesuatu dengan bola

matanya, lalu dia tertarik dan membebani suami untuk membelinya.

5. Baroqoh : yaitu memiliki dua makna. Pertama, perempuan yang

sepanjang hari menghabiskan waktu memoles dan merias wajahnya cerah

hasil dari rekayasa. Kedua, suka mencaci makanan sehingga tidak makan

kecuali sendirian dan menyisihkan bagiannya sendiri dari semua hal

(Sholehuddin, 2017: 7-8).

75
3. Hikmah dan Manfaat Nadhar dan Khitbah menurut Syaikh Shaleh

Darat

Dari melihat telapak tangan dan mengetahui tentang keadaan fisik

yang lebih keseksualitas menjadikan salah satu tujuan utama, karena menikah

salah satunya untuk memperbanyak keturunan dan kenikmatan dunia, selain

itu juga tidak untuk saling menyakiti, karena ketika nadhar bertujuan

menciptakan kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menuju kedamain,

ketulusan dalam rutinitas berumah tangga, dan juga tulusnya cinta adalah

cinta pasangan berdua yang bermula dari saling melihat sampai ke sebuah

pernikahan.

1. Sebagai pengenal terhadap identitas calon istri yang bakal jadi pasangan

hidupnya

2. Tercapai kemaslahatan bagi kedua belah pihak.

3. Dengan melihat, dapat diketahui cantik atau tidaknya seorang perempuan.

Adapun sifat- sifat bertalian dengan akhlak. Dapatlah diketahui dari

sifatnya atau bertanya kepada kerabatnya yang dapat dipercaya.

4. Dengan disyari'atkanya Khitbah maka calon suami diharapkan memiliki

kemantapan hati untuk melangkah dalam mengarungi bahtera Rumah

tangga.

5. Terciptanya suasana saling mencintai dan menyayangi diantara kedua

belah pihak.

76
6. Menguatkan tekad untuk melaksanakan pernikahan. Pada awalnya laki-

laki atau perempuan berada dalam keadaan bimbang untuk memutuskan

melaksankan pernikahan

B. Kontribusi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan

Khitbah dalam pernikahan

1. Nadhar

Pengertian ketahanan keluarga tidak sama dengan pengertian

kesejahteraan keluarga, namun saling berkaitan. Kesejahteraan

keluarga sudah diperkenalkan terlebih dahulu dibandingkan dengan

ketahanan keluarga, ketahanan keluarga berkaitan dengan output keluarga

dalam dimensi kesejahteraan fisik. Dalam Undang-Undang Nomor 52

Tahun 2009 Tentang perkembangan Kependudukan dan pembangunan

keluarga tercantum mengenai perihal keluarga yaitu:

Bab II: Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa pembangun

bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul

rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam

mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Undang-Undang tesebut menjelaskan tentang ketika nanti

sudah berkeluarga, bagaimana menciptakan suasan yang aman dan

tenteram baik lahir maupun batin, dan juga pasal tersebut secara

tersirat agar kita dalam memilih jodoh harus hati-hati dan jangan

tergesa-gesa, karena membentuk keluarga adalah suatu keseriusan

77
yang harus didalami dan benar-benar matang dalam

mempersiapkannya.

Kecantikan hanyalah merupakan salah satu fondasi untuk

meletakan bagunan kepribadian seorang wanita, di mana biasanya

keharmonisan dan kasih sayang sering tercapai dengan adanya

kecantikan. Padahal islam selalu memerintahkan menjaga faktor-faktor

keharmonisan dan kasih sayang. Sebagaimana yang kita telah ketahui

bahwa melihat calon istri tidaklah bertujuan untuk mengetahui etika,

agama ataupun harta, akan tetapi untuk mengetahui kecantikannya,

dalil lain yang memperkuat pentingnya kecantikan sebagai satu unsur

kepribadian wanita ideal adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu

Umar Al-Tauqani dalam kitab “Ma’asyirah Al-Ahlin” dimana hadis ini

dianggap shohih oleh Abu Umar, disebutkan bahwa Rasululah SAW

bersabda:

“sesungguhnya wanita yang membawa berkah yang paling besar

adalah wanita yang paling ceria (cantik) wajahnya yang paling sedikit

maskawinnya.”

Namun kecantikan saja tidaklah berharga sama sekali jika

tidak disertai dengan agama dan etika yang mulia. Sedangkan nilai

kecantikan dipandang sebagai salah satu unsur yang lain yang tidak

kalah pentingnya, sebagaimana agama, etika, akal pikiran yang cerdas

serta kepribadian yang matang (Ustman, 2007: 18). Syari’at Islam

telah menyuruh untuk menundukkan pandangan, untuk menjaga

78
kesucian jiwa dan harga diri manusia, namun syari’at Islam

memberikan pengecualian dan memperbolehkan untuk melihat wanita

yang bukan mahramnya pada kondisi darurat dan karena kebutuhan

yang penting, diantaranya adalah dengan cara peminang melihat calon

pinangannya karena dengan melihat itu akan menjadikan tolak ukur

untuk memutuskan perkara yang rawan; karena menyangkut kehidupan

masing-masing dari kedua belah pihak.

Perihal Nadhar (melihat calon istri/suami) batasan yang boleh

dilihat hanya wajah dan telapak tangan, karena wajah dan telapak

tangan adalah tempat kecantikan dan kelangsingan atau sebaliknya.

Dalam hal Nadhar dibolehkan melihat berkali-kali tanpa seizin dari

pihak perempuan atau sembunyi-sembunyi dengan bertujuan untuk

menjadikannya tertarik untuk menikahinya. Namun dalam hal nadhar

tidak diperbolehkan menyentuhnya meskipun bisa mengendalikan

syahwatnya, karena tidak ada keperluan untuk itu. Begitupun setelah

melihat perempuan yang akan dinikahi maka tidak diperbolehkan

berduaan (berkholwat) karena dalam hal ini statusnya adalah masih

perempuan asing atau bukan mahram dan nantinya dikhawatirkan akan

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Pernikahan yang diawali dengan Nadhar sangat diperlukan

ketika seseorang ingin menikahinya, karena dengan melihat akan

menjadikannya seseorang tertarik untuk menikahi. Dan mempunyai

keinginan yang kuat untuk menikahi adalah kelebihan tersendiri bagi

79
seseorang yang menadhar terlebidahulu karena akan memberikan

informasi lebih dengan apa yang dilihat, baik secara dhohir maupun

batin, sehingga dapat membuat rumah tangga yang kokoh dan dapat

bertahan sesuai apa yang didambakan.

Melihat seorang perempuan yang bertujuan untuk menikah

sangat mempengaruhi ketika nanti sudah berkeluarga seperti ketika

melihat dianjurkan mencium bau mulutnya dan lihatlah lekukan kaki

diatas tumitnya, ini supaya mengetahui tentang kepribadian dan tubuh

seorang wanita yang diinginkan. Kemudian bila dilihat dari wajahnya

bisa mengetahui karakternya seperti perempuan cantik jelita memiliki

tanda-tanda wajah tampak putih kekuning kuningan alis halus dan rapi

ini menandakan karakter yang feminim, lemah lembut, setia.

Kemudian dari wajah dan telapak tangan sudah menjadi pedoman laki-

laki untuk mencari perempuan yang diidamkan, karena kedua tanda

tersebut adalah tempat kecantikan dan gambaran seluruh tubuh, misal

dalam dal ciri-ciri perempuan yang memiliki mulut kecil dan sempit,

maka ada kelaminnya juga sempit, ini adalah sebuah tanda ketika

dalam berhubungan intim yang menginginkan seperti itu, dengan

tujuan untuk keturunan dan lain-lain

2. Khitbah

Menerima dengan lapang dada siapa yang menjadi pasangan

hidupnya, menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

Menerima segala persamaan dan perbedaan yang muncul dalam

80
kehidupan berumah tangga menunjukan ketinggian akhlak kita. Ketika

pasangannya memiliki kekurangan, baik fisik maupun dalam hal

karakter, dan tidak sesuai harapan, bersabarlah atas semua itu. Bahwa

semua itu adalah amanah yang harus diperbaiki menjadi lebih baik,

itulah ladang amal yang nantinya akan menjadikan pahala. Setelah

masing-masing mengetahui dan menyadari kelebihan dan

kekurangannya bersiaplah untuk berbenah diri. Ketika Khitbah sudah

terleksana, maka pada saat itu kedua pasangan tidak boleh berduaan,

karena ikatan khitbah belum sah dan masih bukan muhrim, dengan ini

bertujuan agar kedua belah pihak untuk saling mematangkan atau

mempersiapkan membangun rumah tangga, dalam hal memperbaiki

diri, dari segi agama, fisik, serta finalsial untuk melangsungkan akad

pernikahan. Sunnah nabi telah menjelaskan sifat-sifat seseorang

perempuan yang seharusnya diupayakan oleh kaum laki-laki, seperti

perempuan dinikahi karena kayanya, berasal dari keturunan yang baik,

mempesona dan cantik dan karena agamanya. Jika telah terkumpul

semua sifat-sifat itu, maka dialah yang baik dan sempurna sesuai

idaman kaum laki-laki, kalau tidak maka lebih mengutamakan yang

lebih penting dan lebih utama dan yang paling penting adalah

mempertimbangkan agamanya, supaya kelak dalam rumah tangga

ketika agamanya bagus dan baik semuanya akan mengikuti agamanya.

Selain melilih dalam dalam hal seperti diatas, orang Jawa islam juga

mengedepankan dari aspek bobot, bebet dan bibit. Baik dari keturunan

81
bangsawan atau keturunan anak cucu ulama ternama, orang kaya

(orang berada) dan juga ukuran kecantikan jasmaniah dan rohaniah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola

sumber daya yang dimiliki dan menaggulangi masalah yang dihadapi untuk

memenuhi kebutuhan fisik maupun psikososial keluarga. Membangun

keluarga yang diimpikan adalah harapan semua insan yang melakukan

82
pernikahan. Perlu disadari dalam membangun rumah tangga tidak dapat

terwujud begitu saja, diperlukan upaya oleh semua pihak, baik dalam

mempersiapkan diri ketika pranikah, melihat calon (Nadhar) dan juga Khitbah

hingga sampai adanya ikatan yang sah dalam berrumah tangga yang dalam hal

ini keluaga yang didambakan setiap insan yaitu keluarga yang Sakinah

Mawaddah Warahmah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

dalam kitab Majmu’at As-Syari’ah Al-Kafiyat Lil ‘Awam karangan Syaikh

Shaleh Darat tentang pemikirannya terhadap Nadhar dan Khitbah terhadap

ketahanan rumah tangga yang terangkum dalam BAB IV peneliti

mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan Khitbah dalam


kitab Majmu’at As-Syari’ah al-Kafiyat Lil ‘Awam.
a. Nadhar
Melihat wanita sebelum menikah adalah sunnah. Dan batasan

ketika melihat calon yang ingin dinikahi hanya wajah dan telapak

tangan saja, karena keduanya adalah tempat kecantikan seorang

wanita. Dari wajah dan telapak tangannya sudah mewakili seluruh

bagian tubuh, maka semua itu memberikan gambaran tentang wajah

dan telapak tangan yang sesuai apa yang diinginkan seorang laki-laki

yang ingin menikahi seorang perempuan.

Adapun bagusnya perempuan itu terkumpul dalam empat hal,

diantaranya:

83
1) Baik dilihat dari rambutnya yang hitam, hitam alisnya, hitam bulu

matanya, hitam kelopak matanya.

2) Putih tubuhnya, putih giginya, putih telapak tangannya.

3) Merah bibirnya, merah pipinya, merah gusinya.

4) Menonjol mukanya (wanglune), menonjol susunya dan wangi

keringatnya dan harum bau mulutnya.

b. Khitbah

Mengminang atau Khitbah sangat dianjurkan Nabi ketika ingin

menikahi seoarang perempuan, baik yang cantik menurut dirinya,

walaupun jelek, hitam menurut orang lain, dan makruh menikahi

seorang perempuan yang cantik sekali menurut kebanyakan orang,

karena akan menjadi menarik fitnah, dan Rasulullah bersabda

“Nikahilah perempuan karena empat perkara; hartanya, kecantikannya,

nasab, dan agamanya. Maka, pilihlah agamanya supaya hidupnya

menjadi lebih baik. Dan disunnahkan pula ketika ingin menikah, maka

nikahilah perempuan yang bagus nasabnya, karena dengan nasabnya

akan memberikan keturunan yang baik pula. Dan jangan menikahi

perempuan Syahbarah, Nahbarah, Lahbarah, Handarah.

2. Kontribusi pemikiran Syaikh Shaleh Darat tentang Nadhar dan


Khitbah dalam pernikahan
a. Nadhar

Kecantikan hanyalah merupakan salah satu fondasi untuk

meletakan bagunan kepribadian seorang wanita, dimana biasanya

keharmonisan dan kasih sayang sering tercapai dengan adanya

84
kecantikan. Padahal Islam selalu memerintahkan menjaga faktor-faktor

keharmonisan dan kasih sayang.

Pernikahan yang diawali dengan Nadhar sangat diperlukan ketika

seseorang ingin menikahinya, karena dengan melihat akan

menjadikannya seseorang tertarik untuk menikahi. Dan mempunyai

keinginan yang kuat untuk menikahi adalah kelebihan tersendiri bagi

seseorang yang menadhar terlebih dahulu karena akan memberikan

informasi lebih dengan apa yang dilihat, baik secara dhohir maupun

batin, sehingga dapat membuat rumah tangga yang kokoh dan dapat

bertahan sesuai apa yang didambakan.

b. Khitbah

Ketika proses Nadhar telah terleksana maka proses selanjutnya

adalah mengkhitbah. Ketika pasangannya memiliki kekurangan, baik

fisik maupun dalam hal karakter, dan tidak sesuai harapan, bersabarlah

atas semua itu. Bahwa semua itu adalah amanah yang harus diperbaiki

menjadi lebih baik, itulah ladang amal yang nantinya akan menjadikan

pahala. Setelah masing-masing mengetahui dan menyadari kelebihan

dan kekurangannya bersiaplah untuk berbenah diri. Ketika Khitbah

sudah terleksana, maka pada saat itu kedua pasangan tidak boleh

berduaan, karena ikatan khitbah belum sah dan masih bukan muhrim,

dengan ini bertujuan agar kedua belah pihak untuk saling

mematangkan atau mempersiapkan membangun rumah tangga, dalam

85
hal memperbaiki diri, dari segi agama, fisik, serta finalsial untuk

melangsungkan akad pernikahan.

B. Saran

1. Orang islam sudah seharusnya selalu berpegang teguh pada ajaran Islam.

Karena Islam sendiri sebagai agama yang lengkap, maka sudah

seharusnya umat islam memulai untuk hidup berdasarkan syari’at Islam di

berbagai bidang kehidupan, khususnya masalah melihat calon pinangan

dan khitbah. Dengan demikian akan tercipta keadaan serasi dan selaras,

dan menimbulkan rasa tenang dalam jiwa umat Islam. Di sisi lain, juga

mengharapkan pahala dan ridho Alloh SWT, dalam rangka menunaikan

perintah-Nya sebagai seorang hamba.

2. Skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna. Penulis sadar betul akan

kekurangan diri atas disusunnya skripsi. Untuk itu saran dan kritikan dari

berbagai pihak sangat diharapkan, agar dilakukan perbaikan-perbaikan

untuk menyempurnakan tulisan ini menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

REFERENSI BUKU
Al-Samarani, Tanpa Tahun. Syaikh Haji Muhammad Shalih ibn ‘Umar.
Majmu’at as-Syari’at al-Kafiyat lil ‘Awam. Semarang: Toha Putra.
Tanpa Tahun. Syaikh Haji Muhammad Shalih ibn ‘Umar. Munjiyat.
Semarang: Toha Putra.

86
Tanpa Tahun. Syaikh Haji Muhammad Shalih ibn ‘Umar. Matan al-
Hikam. Semarang: Toha Putra.
Azizah, Iffah Nur. 2014. Segala Tentang Mitos Ada Disini. Yogyakarta: Syura
Media Utama
Al-Albani, Muhammad Nasirudin. 2007. Shahih Sunan At-Tirmizi 1. Jakarta:
pustaka Azzam.
. 2007. Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 4. Jakarta: pustaka Azzam.
As-Subki, Dr. Ali Yusuf. Tanpa Tahun. Pedoman Keluarga Dalam Islam.
Terjemahan oleh Nur Khozin. 2010. Jakarta: penerbit Amzah.
Akbar, Eliyyil. 2015. Ta’aruf dalam Khitbah perspektif Ja’fari dan Safi’i. Gajah
putih takengon
Departemen Agama,1999. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: PT Karya
Toha putra.
Dzahir, Abu Malikus Salih. 2012. Sejarah dan Perjuangan kiai Sholeh Darat
Semarang. Semarang: panitia khaul kyai sholeh darat semarang.
Dzazuli, Prof. H.A. 2005. ILMU FIQH penggalian, penerapan dalam Islam.
Jakaerta. Fajar interpratama
Fathoni, Abdurrahman. 2006. Metodelogi penelitian dan penyusunan skripsi.
Jakarta: riena cipta
Hasan, M.Ali. 2003. Pedoman hidup rumah tangga dalam islam cetakan ke-2.
Jakarta: Prenada Media Group.
Hakim, Taufiq. 2016. KIAI SHOLEH DARAT dan dinamika politik Nusantara
Abad XIX-XX M. Yogyakarta: INDeS.
Hsan, M.Ali. 2003. Pedoman hidup berumah tangga dalam islam. Siraja. jakarta
Katalog dalam terbitan
Kaelan. 2010. Metode penilitian agama kualitatif interdisipliner. Yogyakarta
paradigma
Kamal Mukhtar. 1993. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta:PT.
Bulan Bintang
Moleong, Lexy J. 1999. Metode Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

87
Musthofa, KH. Adib Bisri. 1993. Tarjamah Shahih Muslim Juz II. Semarang: CV.
Asy-Syifa.
Mathlub, Abdul Majid Mahmud. 2005. Panduan hukum Keluarga Sakinah.
Surakarta: Era Intermedia.
Poerwadatmita, w.j.s. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta Balai
Pustaka.
Pustaka, Undang undang perkawinan No.1 Tahun 1974, Yayasan Peduli anak
negeri.
Qradhawi, Dr. Yusuf. 2006. Fatwa-fatwa kontenporer. Jakarta: gema insani.
2006. fiqih wanita mengenai segala hal perihal wanita. Bandung: Jabal
Gazhaly, Abd. Rahman. Tanpa tahun. Fiqh munakahat. Jakarta: kencana press
Sholihuddin, Ahnad. Ringkasan hukum pernikahan terjemah kitab “dhau’ al
misbah fi bayan ahkam an-nikah” karya syaikh shaleh darat. Jombang:
Pustaka tebuireng.
Sulastri, 2007. Bila Pasangan Tak Seindah Harapan. Surakarta: penerbit Smart
Media
Salim, Abu Malik Kamal bin Sayyid. 2014. Fqhus Sunnah Lin Nisa cetakan
pertama. Solo: penerbit pustaka arafah.
Salim, Agus. 2002. Risalah nikah (hukum perkawinan islam). Jakarta: pustaka
Amani.
Syarifuddin, Prof. Dr. Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh cetakan ke-2. Jakarta:
Prenada Media Group.
Takariawan, Cahyadi. 2007. Bahagiakan diri dengan satu istri. Surakarta: Era
Intermedia
Tholib. 1993. 60 pedoman rumah tangga islam. Yogyakarta. PT. Tiara wacana.
Ulum, Amirul. 2016. KH. MUHAMMAD SHOLEH DARAT AL-SAMARANI:
Maha Guru Nusantara. Yogyakarta: Global press
Wulansari, Dwi. 2012. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung Refika
Aditama
Yusuf, Syamsul.1994. Modul keluarga bahagia sejahtera. Departemen Agama RI

88
Yunus, Prof.DR.H. Muhammad. 2007. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. PT.
Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah
.
REFERENSI JURNAL DAN SKRIPSI
Dwidjowinoto, Wahjhudi. 2018.Katuranggan wanita merupakan salah satu media
Teknologi informasi dan komunikasi masa lampau. Jurnal Budaya
Nusantara Vol. 2 No.1.
Kompilasi hukum islam. 2001. Direktorat jendral kelembagaan agama islam. RI
Nisa, Aulia A’yunun. 2017. Analisi perbandingan perbedaan pendapat tentang
hukum melihat wanita yang akan dipinang menurut pandangan ulama
muhammadiyah dan NU di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir
Provinsi Riau. UIN Sumut. Medan

Muslim, buchori. 2012. Batasan melihat perempuan dalam peminangan


(perspektif ibn hazm). Yogyakarta: skripsi UIN Sunan Kalijaga.

WAWANCARA DENGAN KOPISODA


Wawancara dengan Bapak Ikhwan selaku skretaris dari komunitas pencinta
Syaikh Shaleh Darat, Minggu 17 Maret 2019.
Wawancara dengan Bapak Agus Tiyanto selaku Dhuriyah Syaikh Shaleh Darat,
Minggu 23 Februari 2019
Wawancara dengan bapak in'amuzzahidin masyhudi selaku ketua kopisoda, 17
Maret 2019

89
90
91
DAFTAR NILAI SKK

Nama : Mikdad Sulaeman Fakultas : Syari’ah

Nim : 211-13-006 Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Dosen PA : Drs. Badwan, M.Ag.

No Pelaksanaa Keteranga Poi


Judul
. n n n

1. Sertifikat OPAK STAIN SALATIGA Salatiga, 26- Peserta


2013 “Rekonstruksi Paradigma 27 Agustus 3
Mahasiswa yang Cerdas, Peka dan 2013
Peduli” Oleh Dewan Mahasiswa
(DEMA) STAIN Salatiga
No. 020/APN
OPAK/STAINSA/VIII/2013
2. Sertifikat OPAK SYARIAH 2013 Salatiga, 29 Peserta 3
“Revitalisasi Intelektualitas & Agustus
Spiritualitas Mahasiswa Mmenuju 2013
Kemajuan Indonesia” Oleh HMJ
Syariah STAIN Salatiga No. 10/HMJ
Syar.ST Sltg/VIII/2013
3. Sertifikat Library Ucer Education Salatiga, 16 Peserta
(Pendidikan Pemakaian Perpustakaan) September 2
STAIN Salatiga 2013
No. Sti.24/K.II-1/HM.02.2/250/2013
4. Sertifikat “What Do You Wanna Be” Salatiga, 21 Peserta 2
oleh KSEI STAIN Salatiga September
2013

92
5. Sertifikat MAPABA “Menemukan Jati Bandungan, Peserta 3
Diri Menuju Mahasiswa yang Peka dan 4-6 Oktober
Peduli” oleh Pergerakan Mahasiswa 2013
Islam Indonesia (PMII) Komisariat
Djoko Tingkir Salatiga
6. Surat keputusan kepala unit pembinaan Salatiga, 31 Anggota 3
kemahasiswaan (UPK) STAIN Januari 2014
SALATIGA, tentang penganngkatan
pengurus taeter “GETAR” masa bakti
2014.
7. Sertifikat MLA “Ajang Eksistensi Diri Salatiga, 19 Peserta 2
Melalui Intelektual Berbahasa Arab” Mei 2014
oleh ITTAQO STAIN Salatiga
No. 04/001/ITTAQO/MLA III/V/2014
8. Surat Keputusan Rektor STAIN Salatiga, 27 Panitia 2
Salatiga tentang “Penyelenggaraan oktober
Pentas Produkai Teater Getar 2014” 2014
Nomor. Sti.24/K-
0/PP.00.9/2919a/2014
9. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Salatiga, 03 Peserta 6
“Idealisme Mahasiswa” oleh LPM Juni 2014
Dinamika STAIN Salatiga
Nomor. 18/Pan-PJTLN/LPM
DinamikA/VI/2014
10. Sertifikat Akhirussanah Ma’had Salatiga, 21 Panitia 3
STAIN, Salatiga periode 2013/2014 Juni 2014
dengan tema”Intelektualitas dan
Akhlaqul Karimah Mahasiswa”
NO.10/AMS/VI/2014
11. Sertifikat Kelulusan Ma’had Putra Salatiga, 29 Santri 3

93
STAIN Salatiga September
2014
12. Sertifikat seminar Nasional dengan Salatiga, 14 Peserta 6
tema “Optimalisasi Sumber Daya Oktober
Insani Terhadap Lembaga Keuangan 2014
Syari’ah” yang diselenggarakan oleh
Kelompok Studi Ekonomi Islam
(KSEI) STAIN Salatiga.
NO:078/I/Pan.SEIMAN/KSEI-
STAIN/SLT/X/2014.
13. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Salatiga, 04 Peserta 6
“Implementasi Kurikulum 2013 pada November
Mapel Bahasa Arab Tingkat Dasar dan 2014
Tingkat Menengah dalam Upaya
Menjawab Tanggapan Pengajaran
Bahasa Arab” oleh ITTAQO STAIN
Salatiga
No.19/SNBA/ITTAQO/STAIN/XI/201
4
14. Sertifikat MUJAROFADZ Salatiga, 25 Panitia 2
(Musyawarah Jam’iyatul Qurro’ wal Desember
Huffadz) oleh JQH AL-FURQON 2014
IAIN Salatiga
No.09/MUJAROFADZ/JQH/XII/2014
15. Certificate of Apreciation dengan tema Salatiga, 28 Peserta 8
“ASEAN Economic Community 2015; Februari
Prospect and Callenges for Islamic 2015
Higher Education” yang
diselenggarakan oleh IAIN Salatiga.
NO:Sti.24/K-O/PP.00.9/660/2015

94
16. Sertifikat MAPABA “Menanamkan Ngablak, 8- Peserta 3
Nilai-Nilai Aswaja Melalui Pergerakan 10 Mei 2015
Dalam PMII” oleh Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Komisariat Djoko Tingkir Salatiga
Nomor.019.MAPABA.PR_SYARIAH-
III.05.2015
17. Surat Keputusan Rektor IAIN Salatiga Salatiga, 09 Panitia 2
tentang “Parade Teater dan Musik Mei 2015
Dalam Rangka Ulang Tahun UKM
Teater Getar tahun 2015”
Nomor. In.26/R/KM.03.00/557a/2015
18. Sertifikat WORKSHOP “Pelatihan Salatiga, 15 Panitia 2
Naib dalam Mengawali Bahtera Mei 2015
Mahligai Rumah Tangga” Oleh HMJ
Ahwal Al-Syakhshiyyah IAIN Salatiga
No. 016/WORKSHOP/HMJ-
AS/SLTG/V/2015
19. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Semarang, Peserta 6
“Optimalisasi Peran Lembaga 26 Mei 2015
Keuangan Syari’ah Dalam
Meningkatkan Akses Keuangan
Masyarakat” oleh FORSEI UIN
Walisongo Semarang
20. Sertifikat Ngabuburit dan dialog lintas Salatiga, 30 Peserta 2
agama Salatiga bhineka tunggal ika Juni 2015
yang diselenggarakan oleh Senat
Mahasiswa bekerjasama dengan Seni
Musik Club
21. Seminar Nasional dengan tema Salatiga, 02 Peserta 6

95
“Pemuda, Peradaban Islam, dan September
Kemandirian” yang diselenggarakan 2015
oleh KARIMA Learning dan Training
Center
22. Sertifikat Sekolah Pasar Modal dengan Semarang, peserta 3
tema “Mengenal Investasi yang 29 Oktober
Amanah di Pasar Modal Syari’ah” 2015
yang diselenggarakan oleh Forum
Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
(ForSHEI) UIN Walisongo Semarang.
23. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Salatiga, 24 Panitia 8
“Hak Gender Kaum Difabel dalam Desember
Perspektif Sosiologi dan Hukum Islam 2015
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ahwal
Al-Syakhshiyyah” Oleh HMJ Ahwal
Al-Syakhshiyyah IAIN Salatiga
No.
47/SEMNAS/HMJ_AS/SLTG/XII/201
5
24. Surat Keputusan Rektor IAIN Salatiga Salatiga, 14 Ketua 6
tentang “Pengangkatan Pengurus Maret 2016
Teater Getar IAIN Salatiga Masa Bakti
2016”
Nomor. In.26/R/KM.01,3/605/2016
25. Sertifikat WORKSHOP Surakarta, Peserta 2
KEAKTORAN Teater Sanggar Seni 17 April
Kemasan Surakarta 2016
26. Sertifikat WORKSHOP TEATER Salatiga, 20- Peserta 3
“Penulisan Naskah dan Pementasan 22 April
Teater” Oleh Gerakan Nasional 2016

96
Literasi Bangsa KEMENTRIAN
PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN
Provinsi Jawa Tengah
Nomor. 1742/G5.07/TU/2016
27. Sertifikat WORKSHOP TATA Surakarta, Peserta 2
PANGGUNG Teater Sanggar Seni 24 April
Kemasan Surakarta 2016
28. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Salatiga, 21 Peserta 6
“Pendidikan Agama Menjadi Pelopor Mei 2016
Kebangkitan Nasional di Era Modern”
Oleh HMJ PAI IAIN Salatiga
No. 01/Pan.SemNas/HMJPAI/V/2016
29. Sertifikat SOSIALISASI REGULASI Salatiga, 30 Peserta 2
“Kerukunan Umat Beragama kepada Mei 2016
Mahasiswa” Oleh Kepala Pusat
Kerukunan Umat Beragama
KEMENTRIAN AGAMA RI
30. Sertifikat SEMINAR NASIONAL Salatiga, 02 Peserta 6
“Indonesia Budayaku Indonesia Juni 2016
Warisanku (Salatiga Kota Pusaka)”
Oleh HMJ PGMI IAIN Salatiga
No. 016/Pan.SNB/HMJ PGMI/V/2016
31. Sertifikat WORKSHOP Salatiga, 26- Peserta 3
KEAKTORAN Oleh Teater Debunk 28 Agustus
Indonesia 2016
32. Sertifikat KULIAH UMUM “Peran Salatiga, 19 Peserta 2
Partai Politik Islam dalam Pentas September
Politik Nasional untuk Mewujudkan 2016
Indonesia Emas Oleh Ir. H.
Muhammad Romahurmuziy, M.T.

97
(Ketua Umum DPP PPP/DPR RI
Komisi IV)” Oleh HMJ Hukum Tata
Negara (HTN) IAIN Salatiga
33. Sertifikat PARADE MONOLOG Salatiga, 23- Sutradara 2
PEREMPUAN #3 Oleh Teater Debunk 25
Indonesia September
2016
34. Sertifikat PARADE MONOLOG Salatiga, 23- Peserta 2
PEREMPUAN #3 Oleh Teater Debunk 25
Indonesia “Marsinah Menggugat” September
2016
35. Sertifikat PARADE MONOLOG Salatiga, 23- Peserta 8
PEREMPUAN #3 Oleh Teater Debunk 25
Indonesia “Anak Kabut” September
2016
36. Sertifikat Memperingati Hari Santri Salatiga, 22 Peserta 6
Nasional yang diselenggarakan oleh Oktober
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia 2016
PC PMII Salatiga
NO:09.HARISANTRI.PC-XXVII.V-
1.10.2016
37. Sertifikat dalam ranggka Bedah Buku Salatiga, 26 Peserta 6
“Agama Bha’I Dalam Lintasan Sejarah April 2016
di Jawa Tengah” diselenggarakan oleh
fakultas Syari’ah bekerja sama dengan
Komunitas pemeluk agama baha’I
Jawa Tengah. No:B-
441/IN.21/D2/KS.01.3/04/2016
38. Sertifikat Kuliah Umum Fakultas Salatiga, 02 Peserta 4
Syari’ah IAIN Salatiga dengan tema juni 2016

98
“Gerakan Revivalis Islam Moderen dan
Perkembangan Hukum di Indonesia”
oleh Prof. Noorhaidi Hasan, MA.,
M.Phil,.ph.D. yang diselenggarakan
oleh Fakultas Syariah IAIM Salatiga
NO:B-566/In.21/D2/PP.02/06/2016
39. Sertifikat FREGMENTASI Semarang, Peserta 2
TEATRIKAL “Pertempuran Lima Hari 14 Oktober
di Semarang” Oleh Teater Pituelas 2016
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
No. 2.254/A.19.02/X/2016
40. Sertifikat INTERNATIONAL Salatiga, 24 Peserta 2
SEMINAR “Developing Islamic Oktober
Economic Society through Islamic 2016
Non-bank Financial Institutian” Oleh
KSEI IAIN Salatiga
No. 032/Pan.SEIMAN-KSEI/X/2016
41. Sertifikat Seminar Nasional denagn Salatiga, 08 Peserta 2
tema “Sejarah dan Revutalisasi November
Identitas Bangsa” yang 2016
diselenggarakan oleh Himpunan
mahasiswa Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam IAIN Salatiga.
NO: 05/B/SN-HMJ-SKI-IAIN-
SLTG/XI/2016
42. Sertifikat seminar Nasional merentas Salatiga, 17 Peserta 3
Bulliying dengan tema Desember
“Mengembangkan Layanan 2016
Kemanusiaan Berbasis Kearifan Lokal
Komunitas” yang diselenggarakan oleh

99
Himpunan Mahasiswa Jurusan PMI
Fakultas Dakwah IAIN Salatiga
NO:006/PANSUS-SEMNAS/HMJ-
PMI/XII/2016

43. Surat Keputusan Rektor IAIN Salatiga Salatiga, 27 Pengurus 4


tentang “Pengangkatan Pengurus Februari
KKomunitas Pekerja Seni Kampus 2017
Teater Getar Masa Bakti 2017”
Nomor.
B.666/In.21/KM.03.01/02/2017
44. Certificate “In Art and Language Salatiga, 26 Peserta 2
Exhibition 2017 “Kidung Katresnan April 2017
Dewi Arimbi” Oleh International Class
Program IAIN Salatiga
45. Surat Keputusan Rektor IAIN Salatiga Salatiga. 03 Panitia 2
tentang “Penyelenggaraan Apresiasi Mei 2017
Seni #4 Teater Getar Tahun 2017”
Nomor. B-
1739/In.21/KM.03.01/05/2017
46. Surat Keputusan Rektor IAIN Salatiga Salatiga, 12 Panitia 3
tentang “Penyelenggaraan Ramadhan Juni 2017
In Campus (RIC) Teater Getar IAIN
Salatiga tahun 2017”
Nomor. B-
2149/In.21/KM.03.01/06/2017
47. Sertifikat WORKSHOP TEATER Madura, 02- Peserta 3
FOLKKLORE dalam TEMU TEATER 12 Agustus
MAHASISWA NUSANTARA ke-XV 2017
“Madura, Jembatan dan Laut

100
Kenangan” di Universitas Trunojoyo
Madura
No. 19/SN/PAN-
PEL/TEMUTEMANXV/VII/2017
48. Sertifikat seminar Nasional denga tema Salatiga, 07 Peserta 6
“Tantangan NKRI di Tengah Penetrasi Desember
Ideologi Trasnasional” yang 2017
diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah
IAIN Salatiga
NO:B-1120/D2/TU.00.01/12/2017

101
102
103
104
PROFIL PENULIS

Nama : Mikdad Sulaeman

TTL : Ciamis 02 Januari 1994

Alamat :Dusun Padaemut RT007/RW012 Desa Kertajaya Kecamatan


Lakbok Kabupaten Ciamis Jawa Barat

Riwayat Pendidikan : 1.MI Padaemut

2.MTs N Lakbok

3.MA Wahid Hasyim Yogyakarta

4.IAIN Salatiga Jurusan Hukum Keluarga Islam


Fakultas Syari’ah angkatan 2013

Riwayat Organisasi : 1. Ma’had IAIN Salatiga

2. PMII Kota Salatiga

3. IMM Kota Salatiga

4. HMJ Hukum Keluarga Islam

5. UKM Teater Getar

No.HP : 085720258669

Email : Andrehewul@gmail.com

Motto Hidup :“Jangan tanya kepribadian seseorang, tapi lihatlah


temannya, karena sesungguhnya teman mengikuti
kelakuan temannya”.

105

Anda mungkin juga menyukai