Anda di halaman 1dari 7

Nama : Neysa Nurma Amanta PJP : Dr. Nina Ratna Djuita, S.Si, M.Si.

NIM : E4401201035 Asisten :


Kelas/Kelompok : ST02/7 1. Suci Maharani (A34170049)
Hari/Tanggal : Selasa/ 13 Maret 2021 2. Hana Khoirunisa (A34170068)
3. Waspiah (G34170052)
4. Fathur Rachman (A253194051)

ISOLASI DNA, ELEKTROFORESIS GEL, DAN POLYMERASE CHAIN


REACTION

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mempelajari teknik isolasi DNA untuk mendapatkan
DNA yang dapat digunakan sebagai template PCR, mempelajari teknik elektroforesis
gel agarose untuk memisahkan fragmen DNA, mempelajari teknik amplifikasi DNA
dengan Polymerase Chain Reaction.
Hasil dan Pembahasan
Isolasi DNA
1. Apa fungsi dari buffer lisis?
Buffer lisis pada isolasi DNA digunakan untuk pemecahan atau perusakan dinding sel
secara kimiawi, sehingga DNA dapat keluar dari sel. Hal ini dikarenakan buffer lisis
berisi senyawa kimia yang dapat merusak integritas barrier dinding sel (Nurhayati dan
Sri 2017).

2. Mengapa campuran buffer lisis dan sampel perlu diinkubasi pada suhu tertentu?
Inkubasi dilakukan supaya DNA dapat keluar dari sel secara maksimal dan protein
yang terdapat pada dinding sel dapat terdegradasi secara optimal (Langga et al. 2012).
Inkubasi juga berfungsi untuk mencegah pengendapan Cetyl Trimethyl Amonium
Bromide (CTAB) yang akan mengendap pada suhu 15oC.

3. Apa fungsi sentrifugasi dalam percobaan ini?


Prinsip utama sentrifugasi adakah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul dengan memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan
berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas (Faatih
2009). Pada percobaan ini, sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan fase akuosa yang
berisi DNA dengan komplek reagensia dengan protein dan polisakarida, serta debris sel
(Aristya 2006). Selain itu, sentrifugasi juga berfungsi untuk menghilangkan kotoran
pada larutan DNA.

4. Apa fungsi ethanol dingin?


Fungsi ethanol dingin adalah mengendapkan DNA dari larutan (Mawardi dan Maria
2016). Ethanol dingin berfungsi untuk mempresipitasi DNA pada fase akuosa sehingga
DNA akan menggumpal dan membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah
sentrifugasi, serta menghilangkan residu-residu kloroform dari tahapan ekstraksi.

5. Pada tahapan setelah pemberian ethanol dingin dan disentrifugasi, di bagian mana
DNA berada?
Setelah pemberian ethanol dingin dan sentrifugasi, DNA berada di bagian bawah
tabung di sisi engsel.
Elektroforesis gel
1. Apa yang kalian ketahui tentang gel agarose?
Gel agarose merupakan jenis polisakarida netral dengan struktur linear dari ulangan
unit agarobiosa, yaitu disakarida yang terdiri dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-
Lgalaktosa. Agarosa dikenal sebagai fraksi pembentuk gel dari agar karena memiliki
sifat yang mendekati gas ideal, yaitu mengandung kadar sulfat rendah (< 0.7%) dan
memiliki kekuatan gel yang tinggi pada konsentrasi rendah. Agarosa adalah fraksi
pembentuk agar yang merupakan polimer yang netral (Salamah et al. 2005). Agarosa
merupakan biopolimer turunan karbohidrat yang diekstrak dari rumput laut.
Agarosa banyak diaplikasikan sebagai bahan pangan (Hu et al. 2016). Agarosa
tidak memiliki muatan sehingga banyak diaplikasikan dalam bidang bioteknologi,
baik sebagai media kultur atau media elektroforesis (Aslinda dan Ahyar 2016).
Pada Teknik elektroforesis, gel agarose berfungsi sebagai medium pemisah untuk
mengidentifikasi dan memurnikan fragmen-fragmen DNA dan RNA, karena gel ini
mudah digunakan, sederhana, laju pemisahannya lebih cepat membentuk fragmen-
fragmen dan tidak bersifat toksik (Harahap 2018).

2. Apa fungsi larutan buffer pada teknik elektroforesis gel agarose?


Pada teknik elektroforesis gel agarose, diperlukan larutan buffer yang berfungsi untuk
mempertahankan pH di dalam medium pemisah, dan sebagai media penyedia elektrolit
pada proses pergerakan aliran listrik (Harahap 2018). Larutan buffer juga berfungsi
sebagai reagen lisis supaya DNA yang berada di sitoplasma sel dapat diekstrak keluar
dan diisolasi untuk proses selanjutnya (Iqbal et al. 2016).

3. Mengapa sampel DNA harus diletakkan pada sisi negatif?


Karena pada elektroforesis dilakukan teknik pemisahan molekul seluler menggunakan
aliran medan listrik pada medium dengan sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini
menggunakan muatan listrik pada makromolekul (DNA) yang bermuatan negatif. Jika
molekul bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, lalu dialiri arus listrik
dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan
bergerak dari kutub positif ke kutub negatif (Nurhayati dan Sri 2017).

4. Apa tujuan memberikan arus listrik pada elektroforesis gel agarose?


Arus listrik diberikan pada saat elektroforesis gel agarose dapat memberikan efek
pemanasan yang menyebabkan media penyangga kehilangan air karena penguapan.
Dengan terjadinya hal tersebut, fragmen-fragmen DNA dapat bergeser dan terpisah.
Apabila arus listrik yang diberikan bertegangan tinggi, proses pemisahan fragmen-
fragmen DNA akan sangat cepat karena senyawa dengan berat molekul yang rendah
akan mengalami proses difusi paling baik dalam kondisi elektroforesis dengan arus
listrik bertegangan tinggi (Harahap 2018).

5. Apa yang menyebabkan fragmen DNA dapat terpisah satu sama lain pada gel agarose?
Yang menyebabkan fragmen DNA terpisah satu sama lain adalah arus listrik yang
dapat memberikan efek pemanasan sehingga fragmen-fragmen DNA bergeser dan
terpisah (Harahap 2018).

6. Mengapa fragmen DNA yang berukuran lebih besar akan berada dekat dengan kutub
positif, sedangkan yang lebih kecil akan berada ke arah negatif?
Pada elektroforesis, kecepatan dan jarak pergerakan fragmen DNA dipengaruhi oleh
beberapa hal, salah satunya adalah ukuran molekul, semakin kecil ukuran suatu
molekul, maka laju migrasinya semakin cepat (Nurhayati dan Sri 2017). Sehingga,
pergerakan fragmen DNA yang berukuran lebih besar akan lebih lambat, serta terletak
dekat dengan kutub positif. Sedangkan pergerakan fragmen DNA yang berukuran lebih
kecil akan lebih cepat, serta terletak dekat dengan kutub negatif.

Teknik Polymerase Chain Reaction


Tabel 1. Konsentrasi DNA hasil PCR
Kombinasi Suhu Annealing dan Siklus PCR
Waktu
Denaturation, 45 C 56 C 68 C
Kelompo
Annealing,
No k
dan
(Ulangan) 15 25 35 15 25 35 15 25 35
Extension
(sec)
1 10, 10, 20 0.
1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
10 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
11 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
12 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
0
0.
Rata-rata 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
    0
                       
2 30, 30, 60 60. 1.
1
14.6 5 79.1 42.9 86.2 86.0 2 8.2 19.0
62. 1.
2
19.3 5 81.6 43.2 87.9 84.9 2 6.8 20.3
3 16.4 69. 82.5 45.7 85.0 103.6 1. 8.3 14.1
7 5
61. 1.
4 21.6 87.4 51.9 89.4 111.7 6.4 16.7
8 4
70. 1. 11.
5 21.5 81.5 39.7 65.3 116.3 15.2
4 5 4
61. 1.
6 17.1 93.9 47.9 99.6 112.2 9.3 18.8
3 7
51. 1.
7 22.9 97.2 40.5 86.9 112.8 8.5 12.3
6 3
57. 1.
8 21.7 83.9 41.7 86.0 89.3 5.2 12.8
2 8
65. 0.
9 15.2 86.8 37.9 90.4 104.3 3.4 10.1
3 6
57. 1.
10
25.8 7 77.5 57.4 97.8 106.2 5 8.3 18.5
65. 1.
11 19.1 81.0 43.4 87.8 93.1 3.4 22.7
3 1
65. 1.
12 19.3 79.1 43.2 86.2 111.0 6.8 19.0
2 2
63. 1.
Rata-rata 19.5 85.7 43.2 85.9 103.2 7.2 16.6
    3 3

Kesimpulan :
Pada tabel tersebut, terdapat data-data yang menunjukkan bahwa proses PCR tidak
optimum, yaitu pada percobaan dengan waktu 10, 10, 20. Waktu tersebut mempengaruhi
jalannya proses PCR. Meskipun suhu pada proses denaturasi, annealing, dan ekstensi masih
dalam rentang optimum, apabila waktu tidak termasuk optimum, hasil PCR tidak optimum.
Pada percobaan dengan waktu 30, 30, 60 termasuk optimum karena pada rentang waktu
tersebut, denaturasi, annealing, dan ekstensi bisa berjalan optimum sehingga hasil PCR
optimum pula. Suhu optimum pada denaturasi adalah sekitar 90 – 97 oC, suhu optimum pada
annealing adalah sekitar adalah 37 – 60 oC, dan suhu ekstensi optimum adalah sekitar 70 –
72oC.

1. Fenomena sel mana yang ditiru oleh teknik PCR?


Fenomena sel yang ditiru oleh teknik PCR adalah perbanyakan (replikasi/ amplifikasi)
sel. Pada PCR, perbanyakan (replikasi/amplifikasi) fragmen DNA terjadi secara
enzimatik tanpa menggunakan organisme, atau dapat disebut in vitro. PCR melibatkan
beberapa tahap berulang atau siklus yang pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah
target DNA untai ganda sampai jutaan kopi fragmen DNA (Nurhayati dan Sri 2017).

2. Utas DNA mana dari template DNA yang diamplifikasi?


Utas DNA yang diamplifikasi adalah utas DNA target yang terdapat pada DNA untai
ganda yang berfungsi sebagai template.

3. Apa fungsi primer?


Primer merupakan suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan
nukleotida komplementer dengan urutan nukleotida DNA template (Yustinadewi et
al. 2018) . Pada proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target
yang akan diamplifikasi, serta menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang
diperlukan dalam proses eksistensi DNA (Yustinadewi et al. 2018).
4. Apa fungsi enzim DNA polymerase?
Enzim DNA polymerase berfungsi sebagai katalis untuk reaksi polimerisasi DNA.
Enzim DNA polymerase pada proses PCR diperlukan pada tahap ekstensi DNA
(Nurhayati dan Sri 2017).

5. Pada suhu berapa utas DNA bisa terpisah, dan pada suhu berapa utas DNA bisa
disintesis?
DNA dapat terpisah melalui tahap denaturasi, yaitu pemisahan kedua untai DNA pada
suhu tinggi. DNA akan terdenaturasi pada suhu 90 – 97 oC. Pada teknik PCR,
denaturasi optimum, atau pemisahan kedua untai DNA secara optimum terjadi pada
suhu 95oC selama 30 detik (Feranisa 2016). Utas DNA dapat disintesis pada tahap
ekstensi, atau proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi primer yang
telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target yang akan bergerak dari ujung
5’ menuju ujung 3’ untai tunggal DNA. Suhu ekstensi berkisar pada 70 – 72 oC
(Nurhayati dan Sri 2017).

6. Berapa molekul DNA yang terbentuk dari satu molekul DNA yang diamplifikasi
dengan PCR setelah 35 siklus?
Y = 2n
n = 35

Y = 235
= 3.436 × 1010

Setelah 35 siklus, molekul DNA yang terbentuk dari satu molekul DNA yang
diamplifikasi dengan PCR adalah sekitar 34.359.738.368 molekul.

7. Apa fungsi perubahan suhu pada proses PCR ini?


Pada proses PCR, perubahan suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan PCR karena pada setiap tahapan PCR terjadi perubahan suhu yang
membuat proses PCR menjadi optimum. Pada proses denaturasi, atau pemisahan kedua
untai DNA terjadi perubahan suhu. DNA akan terdenaturasi pada suhu 90 – 97 oC. Pada
tekik PCR, denaturasi optimum, atau pemisahan kedua untai DNA secara optimum
terjadi pada suhu 95oC selama 30 detik (Feranisa 2016). Pada proses annealing atau
pengenalan primer terhadap DNA target juga terjadi perubahan suhu. Kisaran suhu
optimum annealing adalah 37 – 60oC. Pada tahap ekstensi atau pemanjangan untai baru
DNA, dimulai dari posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA
target yang akan bergerak dari ujung 5’ menuju ujung 3’ untai tunggal DNA terjadi
perubahan. Suhu ekstensi optimal berkisar pada 70 – 72 oC (Nurhayati dan Sri 2017).

8. Pada suhu denaturasi berapa tidak terbentuk produk PCR? Mengapa?


Suhu denaturasi yang tidak terbentuk produk PCR adalah 50 oC. Hal ini terjadi karena,
apabila tidak mencapai suhu tersebut, utas DNA tidak dapat terpisah, jika pemisahan
utas DNA tidak terjadi, proses ke tahap selanjutnya juga tidak akan berlanjut dan tidak
terbentuk produk PCR. Pada proses denaturasi terdapat rentang suhu, yaitu antara 90 –
97oC (Nurhayati dan Sri 2017). DNA secara optimum terjadi pada suhu 95 oC selama 30
detik (Feranisa 2016).

9. Faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan PCR?


Yang mempengaruhi keberhasilan proses PCR adalah deoksiribonukleotida
triphosphate (dNTP), oligonukleotida primer, DNA template, komposisi larutan buffer,
jumlah siklus reaksi, enzim yang digunakan, suhu pada setiap proses, serta faktor-
faktor teknis dan non teknis lain seperti kontaminasi. Keunggulan PCR adalah mampu
menggandakan fragmen DNA sampai 109 kali lipat. Sehingga, adanya sedikit
kontaminasi mampu mengakibatkan terjadinya kesalahan dengan menghasilkan produk
amplifikasi yang tidak diharapkan (Feranisa 2016).
10. Kondisi PCR seperti apa dari simulasi yang Anda kerjakan yang menghasilkan produk
paling optimum?
Kondisi PCR dari simulasi yang menghasilkan produk paling optimum adalah pada
saat simulasi berada di suhu denaturasi sebesar 94 oC, suhu annealing 60oC, jumlah
plasmid 100, suhu ekstensi primer 72 oC, dan jenis DNA polymerase phusion. Hal ini
dikarenakan pengaruh suhu pada denaturasi, annealing, dan ekstensi primer yang
memiliki rentang suhu yang berbeda-beda. Rentang suhu optimum pada denaturasi
adalah sebesar 90 – 97oC, rentang suhu optimum pada annealing adalah sebesar adalah
37 – 60oC, dan suhu ekstensi optimum adalah sebesar 70 – 72 oC. Dengan suhu yang
optimum pada masing-masing proses, menyebabkan simulasi menghasilkan produk
yang optimum pula.

Daftar Pustaka
Aristya GR. 2006. Skrining dan pewarisan sifat ketahanan tanaman melon (Curcumis
melo l.) terhadap jamur tepung [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Aslinda W, Ahyar A. 2016. Isolasi dan karakterisasi agarosa dari makroalga merah
Euchema cottoni untuk pemisahan fragmen DNA. Online journal of natural
science. 5(3): 307-317.
Faatih M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. J Penelit Sains dan Teknol.
20(1):61–67.
Feranisa A. 2016. Komparasi antara polymerase chain reaction (pcr) dan loopmediated
isothermal amplification (lamp) dalam diagnosis molekuler. Odonto Dent J.
3(2):145. doi:10.30659/odj.3.2.145-151.
Harahap MR. 2018. Elektroforesis: analisis elektronika terhadap biokimia genetika.
CIRCUIT j ilm pendidik tek elektro. 2(1):21–26. doi:10.22373/crc.v2i1.3248.
Hu Z, Pengzhi H, Liao M, Songzhi K, Huang, and Chunyan O. 2016. Preparation and
characterization of chitosan agarose composite films. Materials. 9 (816):1–9.
Iqbal M, Buwono ID, Kurniawati N. 2016. Analisis perbandingan metode isolasi DNA
untuk deteksi white spot syndrome virus (WSSV) pada udang vaname
(Litopenaeus vannamei). Jurnal perikanan kelautan. 7 (1) : 54 - 65.
Langga IF, Restu M, Kuswinanti T. 2012. Optimalisasi suhu dan lama inkubasi dalam
ekstraksi dna tanaman bitti (Vitex cofassus reinw) serta analisis keragaman genetik
dengan teknik rapid-pcr. J Sains & Teknologi. 12(3):265–276.
Mawardi A, Simonapendi ML. 2016. Uji efektivitas metode isolasi DNA genom kopi
arabika (Coffea arabica L.) asal kabupaten jayawijaya. J Biol Papua. 8(1):7–12.
Nurhayati B, Sri D. 2017. Biologi Sel dan Molekuler. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Salamah E, Dyah S, Thamrin W. 2005. Kualitas agarose hasil isolasi dari Rhodymenia
ciliata menggunakan deae-selulosa. Buletin teknologi hasil perikanan. 8 (1): 13 –
20.
Yustinadewi PD, Yustiantara PS, Narayani I. 2018. Teknik perancangan primer untuk
sekuen gen MDR-1 varian 1199 pada sampel buffy coat pasien anak dengan LLA.
Metamorf J Biol Sci. 5(1):105. doi:10.24843/metamorfosa.2018.v05.i01.p16.

Anda mungkin juga menyukai