Pengertian Aliran Essensialisme
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung
Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat
mendatangkan
kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari
kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra,
karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah Johan Frieddrich Herbart (1776-
1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan
kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk
mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran.
Tokoh ketiga adalah William T. Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas
pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan
dan bersendikan ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
telah turun-temurun dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat. Dari pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan
adalah nilai-nilai esensial yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun-
temurun dari zaman ke zaman.
B. Ciri-ciri Utama
Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, pendidikan sebagai pemelihara
kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran Essentialisme dianggap para ahli sebagai
“Conservative road to culture”, yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan
sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.
Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan
yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada
kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian,
ialah essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat manusia.
Kebudayaan sumber itu tersimpul dalam ajaran para filosof ahli pengetahuan yang agung, yang
ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat kekal dan monumental.
Kesalahan dari kebudayaan moderen sekarang Essensialisme ialah kecenderungannya,
bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang, hanya dapat
diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, ialah kembali ke jalan yang telah
ditetapkan itu. Hanya dengan demikian, kita boleh optimis dengan masa depan kita, masa depan
kebudayaan umat manusia.
Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsafat aliran
ini, terutama yang hidup pada zaman klasik: Plato, Aristoteles, dan Democritus. Plato sebagai
bapak Objective-Idealisme adalah pula peletak teori-teori modern dalam Essentialisme.
Sedangkan Aristotes dan Democritus, keduanya Bapak Objective-Realisme. Kedua ide filsafat
itulah yang menjadi latar belakang thesis-thesis Essentialisme. Yang amat dominan dalam
Essentialisme tidak hanya filsafat klasik tersebut. Malahan lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada
zaman Renaissance, merupakan sokoguru aliran ini. Brameld menulis ciri utama Essentialisme
itu sebagai berikut:
“Pandangan-pandangan filsafat yang kuno dan absolutisme pandangan abad-abad
pertengahan tercermin dalam otoritasnya yang tidak dapat ditantang, otoritas gereja yang
dogmatis, dimana pengikut Essentialisme modern bertujuan mengusahakan suatu sistematika,
konsepsi tentang manusia dan alam semesta yang secepat mungkin cocok bagi kebutuhan zaman
dan lembaga-lembaga modern.”
Essensialisme merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Praktek filsafat
pendidikan essensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika ia hanya
mengambil posisi sepihak dari salah satu aliran yang ia sintesiskan.
Kesimpulan
Essentialisme merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Dan praktek-
praktek filsafat pendidikan Essentialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika
ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sinthesakan itu. Ide pokok
idealisme berprinsip tentang semesta raya dan hakekat sesuatu. Ide pokok realisme berprinsip
realita itu ada jika independen terlepas daripada kesadaran jiwa manusia.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan
dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum
yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, Essesialisme juga
lebih berorientasi pada masa lalu.