NIM : D95219073
RANGKUMAN MATERI
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang penciptaan manusia secara global.
Dalam al-Qur’an manusia berulangkali diangkat derajatnya, berulangkali pula direndahkan.
Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat; tetapi pada
saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan binatang sekalipun. Manusia
dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga menjadi “yang
paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia dituntut untuk
menyadari posisinya sehingga dapat menyikapinya dengan tepat yang kaitannya dengan nasib.
Manusia setidaknya harus menyadari tiga posisi penting: 1. Sebagai manifestasi Tuhan, 2.
Sebagai khalifah fil ardl, 3. Sebagai hamba Allah.
Proses emanasi yang sekilas dapat dilihat dari skema di atas terjadi sebagai berikut: The
Necessary Being atau Wajibul Wujud menghasilkan al-‘Aql al-Awwal (First Intellect) atau
disebut al-Ma’lul al-Awwal (First Caused). First Intellect menempati posisi Wajh al-Quds
(Supreme Archangel). Proses berikutnya, First Intellect melakukan perenungan yang
akhirnya menghasilkan the Second Intellect (al-‘Aql al-Tsani). Dari al-‘Aql al-Tsani inilah
terjadi yang dalam term bahasa Inggris disebut multiplicity (yang banyak). Proses
selanjutnya, di saat al-‘Aql al-Tsani sadar bahwa Tuhan itu wajib ada maka al-‘Aql al-Tsani
menghasilkan jiwa atau malaikat dari pada al-Jannah al-Awwal (the Soul or Angel of the
First Heaven). Pada saat al-‘Aql al-Tsani sadar bahwa keberadaan dirinya hanya bersifat
mungkin maka kemudian al-‘Aql al-Tsani menghasilkan jasad dari pada the Soul or Angel of
the First Heaven. Proses ini berlanjut dengan cara yang sama sampai pada al-‘Aql al-Ashir
menghasilkan alam semesta yang disebut dengan the world of generation and corruption
merupakan realitas dari pada manifestasi Tuhan dimana manusia berada pada level ini.
Keyakinan serupa merupakan interpretasi kedua tokoh tersebut tentang Nur yang
tercantum dalam surat an-Nur ayat 36. Manusia yang eksistensinya tergantung pada
eksistensi Tuhan memiliki kemampuan untuk memahami lainnya serta mampu mencapai
ataupun mengerti kebaikan dan kebenaran.