Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH RESUSITASI CAIRAN TERHADAP STATUS HEMODINAMIK (MAP), DAN

STATUS MENTAL (GCS) PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK


DI IGD RSUD DR. MEOWARDI SURAKARTA

Muh Ainun Najib Hidayatulloh *), Supriyadi **), Iis Sriningsih **)
*) Alumni Program Studi D IV Keperawatan Semarang
**) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler.
Syok hipovolemik banyak terjadi pada pasien trauma dan non trauma, syok hipovolemik akibat penyakit
diare dengan jumlah korban 1,5 juta jiwamenempati urutan ke 7 dari 10 penyebab kematian di dunia.
Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak terlepas dari penerapan algoritma ABC, dengan tujuan untuk
meningkatkan status hemodinamik (MAP) dan status mental(GCS). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh resusitasi terhadap status hemodinamik (MAP), dan status mental (GCS) pada
pasien syok hipovolemik di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jenis penelitian yang digunakan adalah
pra experiment dengan rancangan one group pre test – post test design. Populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien yang mengalami syok hipovolemik. Jumlah sampel sebanyak 23 responden. Teknik
sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling. Instrument pada penelitian ini yang
digunakan adalah lembar observasi, tensimeter dan stetoskop serta table glascow coma scale (GCS).
Sedangkan analisis data digunakan adalah uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi p<0,05.Terdapat
pengaruh yang bermakna terapi resusitasi cairan terhadap peningkatan status hemodinamik dan status
mental. Rata-rata nilai MAP sebelum resusitasi cairan sebesar 64,43 mmHg dengan simpang baku 2,59
dan nilai MAP setelah resusitasi cairan sebesar 72,65 mmHg dengan simpang baku 4,28. Sedangkan rata-
rata nilai GCS sebelum resusitasi cairan sebesar 12,3 dengan simpang baku 1,95 dan nilai GCS setelah
resusitasi cairan sebesar 13,2 dengan simpang baku 1,82. Hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai signifikansi
MAP p = 0,000 (p<0,05) dan nilai signifikansi GCS p = 0,001 (p<0,05). Terapi resusitasi cairan
memberikan hasil peningkatan status hemodinamik (MAP) dan status mental (GCS) pada pasien dengan
syok hipovolemik sehingga efektif untuk perbaikan status hemodinamik dan status mental.

Kata kunci : syok hipovolemik, MAP, GCS, resusitasi cairan

ABSTRACT

Hypovolemic shockis aresult ofthe reductioninintravascularplasmavolume. Hypovolemic shockoccurs in


manypatients withtraumaandnon trauma, hypovolemic shockcaused bydiarrheal diseases were the deathof
1.5million with peopleranks7out of 10causes of deathin the world. Management ofhypovolemic shockcan
not be separatedfromthe application ofABCalgorithm, withthe aim to improvethe
hemodynamicstatus(MAP) andmentalstatus(GCS). The purposeof the study wasto determine the effectof
the status ofhemodynamicresuscitation(MAP), andmentalstatus (GCS) at RSUD Moewardi Solo.The study
waspreexperiment, with usedone group pre test-post test design. The populationwerehypovolemic shock
patients. The samples were23 respondents. The sampling technique used wasquota sampling.
Instrumentusedwas theobservation
sheet,
sphygmomanometer,stethoscopeandtableGlascowComaScale(GCS). The data analysis used was Wilcoxon
testwith a significance levelof p <0.05.There weresignificant effectof fluid resuscitationtherapyto
increasedhemodynamicstatusandmentalstatus. The
averageofMAPbeforefluid
resuscitationwas64.43mmHg, standard deviations was 2.59andthe value ofMAPafterresuscitationfluidwas
72.65mmHg, standard deviations was4.28. While the average of GCSbeforefluid resuscitationwas 12.3,
standard deviations was1.95andthe value ofGCSafterresuscitationfluidwas 13.2,standard deviationswas
1.82. Wilcoxontest results were obtainedsignificance valueMAPp=0.000 (p <0.05) and asignificant value
ofGCSp=0.001(p <0.05).Fluid resuscitationtherapygivesthe result of increasedhemodynamicstatus(MAP)
andmentalstatus(GCS) forhypovolemic shockpatients so It is effectiveforimprovement
ofhemodynamicandmentalstatus.

Keywords: hypovolemic shock, MAP, GCS, fluid resuscitation


1
PENDAHULUAN Jika syok hipovolemik tidak ditangani dengan
segeradapat mengakibatkan hipoksia,
Syok hipovolemik sampai saat ini merupakan penurunan kesadaran karena berkurangnya
salah satu penyebab kematian di negara- suplai darah keotak, kerusakan dan kematian
negara dengan mobilitas penduduk yang jaringan yang irreversible dan berakhir dengan
tinggi. Angka kematian pada pasien trauma kematian oleh karena berkurangnya volume
yang mengalami syok hipovolemik di rumah sirkulasi dalam tubuh. Oleh sebab itu syok
sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap hipovolemik harus segera mendapatkan
mencapai 94%. Sedangkan angka kematian penanganan yang cepat, cermat, dan tepat
akibat trauma yang mengalami syok untuk dapat mencegah kematian.
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan
yang kurang memadai mencapai 64% Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak
(Diantoro, 2014). Menurut data dari WHO terlepas dari penerapan algoritma ABC,
diare dengan jumlah korban 1,5 juta jiwamasih dimana perawat gawat darurat berperan untuk
menempati urutan ke 7 dari sepuluh penyebab menangani gangguan airway, breathing dan
kematian di dunia dan disusul kecelakaan lalu circulation segera. Masalah paling mendasar
lintas yang menempati urutan ke 9 dari pada syok hipovolemik adalah gangguan
sepuluh penyebab kematian didunia dengan sirkulasi yang akan menyebabkan kegagalan
jumlah koban 1,3 juta orang (WHO, 2012). perfusi darah ke jaringan, sehingga
metabolisme sel akan terganggu. Dalam
Di Indonesia sendiri angka kejadian diare keadaan volume intravaskuler yang berkurang,
mengalami penurunan dari 1.654 kasus pada tubuh berusaha untuk mempertahankan perfusi
tahun 2012 menjadi 646 kasus pada tahun organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
2013, akan tetapi Jawa Tengah menempati mengorbankan perfusi organ lain seperti
peringkat pertama dengan jumlah kasus 294 ginjal, hati, dan kulit.
pada tahun 2013. Sedangkan angka kejadian
trauma menurut Data Kementrian Kesehatan Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan
Republik Indonesia tahun 2010 jumlah yang tepat dan cepat diharapkan dapat
didapatkansekitar delapan juta orang meningkatkan status sirkulasi.Dikarenakan
mengalami kejadian fraktur dengan jenis terapi cairan dapat meningkatkan aliran
frakturyang berbeda dan penyebab yang pembuluh darah dan meningkatkan cardiac
berbeda. Hasil survei tim output yang merupakan bagian terpenting
KementrianKesehatan RI didapatkan 25% dalam penanganan syok (Finfer, 2013). Akan
penderita fraktur yang mengalami tetapi kekeliruan pemberian resusitasi cairan
kematian,45% (Kemenkes RI, 2013). akan berakibat fatal, maka dari itu untuk
mempertahankan keseimbangan cairan
Pada pasien dengan syok hipovolemik dapat di diperlukannya input cairan yang sama untuk
lihat dari status hemodinamiknya dimana mengganti cairan yang hilang, dan tujuan
sering didapati penurunan tekanan darah arteri resusitasi cairan bukan untuk kesempurnaan
sistemik. Gangguan hemodinamik ini dapat keseimbangan cairan, melainkan tindakan
dilihat daritekanan arteri sistolik kurang dari penyelamatan jiwa untuk menekan angka
90 mm/Hg atau nilai MAP (Mean Arterial kematian (Holley 2012).
Pressure) kurang dari 70 mm/Hg, dengan
kompensasi takikardi. Tanda selanjutnya dari Selain mengakibatkan terjadinya gangguan
syok hipovolemik dapat dilihat dari pada status hemodinamik, keadaan syok
penurunan perfusi jaringan, diantaranya kulit hipovolemik yang berkelanjutan dapat
(akral dingin, dengan vasokonstriksi dan menyebabkan penurunan kesadaran, dimana
sianosis), ginjal (output urin<0,5 korban mulai tidak berespon oleh rangsang
ml/kgBB/jam). Pada sistem neurologis yang diberikan karena jantung kekurangan
(perubahan status mental, yang mencakup darah untuk dipompa ke jaringan sehingga
obtundation, disorentasi dan tampak bingung) jaringan tidak mendapat suplai darah yang
yang diukur melalui GCS (Glasgow Coma cukup (Finfer, 2013).
Scale) (Finfer, 2013).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh menetahui Pengaruh Resusitasi Cairan Mean
Kartikasari, 2008 di instalasi gawat darurat Atrial Pressure (MAP), Pre Derajad Syok,
RSUD Tugurejo Semarang yaitu untuk Jenis dan Jumlah terhadap Perubahan
2
Hemodinamik dengan nilai signifikan 0.01. analisis bivariat pada penelitian ini uji
Penanganan kasus syok hipovolemik di IGD Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p = 0,
RSUD Dr. Moewardi sendiri sudah 05.
mempunyai SOP (Standart Operational
Procedure) dimana inti dari SOP tersebut yaitu HASIL PENELITIAN
pemberian cairan resusitsi (kristaloid, koloid)
dan pemantauan resusitasi cairan (status 1. Analisi Univariat
hemodinamik, dan pemeriksaan penunjang a. Jenis Kelamin
lain) (Guyton, 2008) Tabel 1.
Distribusi frekuensi karakteristik
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berdasarkan jenis kelamin responden di
pengaruh resusitasi cairan terhadap perubahan ruang IGD RSUD Dr. Moewardi
hemodinamik (MAP), dan status mental (GCS) Surakarta
pada pasien syok hipovolemik di IGD RSUD Periode Mei - Juni 2015
Dr. Moewardi Surakarta. Jenis kelamin Jumlah Presentase
%
METODE PENELITIAN
Laki-laki 15 65,2%
Jenis penelitian ini adalah pra experiment Perempuan 8 34,8%
dengan rancangan one group pre-test and
post- test design. Populasi pada penelitian ini Total 23 100 %
adalah pasien dengan syok hipovolemik di
IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama
Berdasarkan tabel 1, menunjukan bahwa
periode 04 Mei 2015 sampai 27 Juli 2015.
jenis kelamin kelompok pemberian
Sampel pada penelitian ini adalah semua
terapi resusitasi cairanterbanyak adalah
pasien dengan syok hipovolemik yang tercatat
laki-laki yaitu 15 responden (65,2%),
sebagai pasien IGD RSUD Dr. Moeardi
kemudian disusul oleh jenis kelamin
Surakarta selama bulan Mei – Juli 2015
perempuan sebanyak 8 responden
sebanyak 23responden. Sedangkan teknik
(34,8%).
sampling yang digunakan adalah Quota
sampling. Adapun kriteria inklusi pada
b. Usia respoden
penelitian ini adalah pasien syok hipovolemik
Tabel 2.
yang masuk IGD RSDM, pasien dengan salah
Distribusi Frekuensi Karakteristik
satu atau lebih tanda syok hipovolemik (nadi
Berdasarkan Umur Responden
lemah, tekanan darah turun, penurunn
di Ruang IGD RSUD Dr. Moewardi
kesadaran). Alat pengumpulan data yang
Surakarta
digunakan dalam penelitian ini adalah tensi
meter yang telah dikalibrasi, stetoskop serta Periode Mei – Juni 2015.
table glascow coma scale (GCS) sebagai alat Umur Jumlah Presentase
observasi. (%)
17-25 4
Analisis yang digunakan pada penelitian ini 26-35 5 17.4%
adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis 36-45 10 21.7%
univariat dilakukan terhadap tiap variabel 46-55 4 43.5%
dengan menggunakan tendensi sentral yang 17,4%
berupa standar standar deviasi, mean,
frekuensi, dan presentase sebagai dasar untuk Total 23 100 %
melakukan analisa bivariate. Sedangkan
Berdasarkan tabel 2, menunjukan bahwa
karakteristik responden berdasarkan
umur paling banyak pada rentang usia
36-45 tahun sebanyak 10 responden
(43,5%), kemudian diikuti oleh rentang
usia 26-35 tahun sebanyak 5 responden
(21.7%), 4 responden berumur 17-25

3
tahun (17.4%), 4 responden berusia 46- rata MAP sebesar 72.65 mmHg dengan
55 (17.4%). standar deviasi 4.281 sesudah resusitasi
cairan. Hasil uji Wilcoxcon didapatkan
nilai signifikansi (p) 0.000 (<0.05),
c. Nilai Glasgow Coma Scale (GCS) maka dapat disimpulkan bahwa ada
Tabel 3. pengaruh resusitasi cairan
Distribusi GCS Sebelum dan Sesudah terhadappeningkatan MAP pada pasien
Resusitasi CairanPada Pasien Syok syok hipovolemik di IGD RSUD Dr.
Hipovolemik di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Moewardi Surakarta
Periode Mei - Juni 2015 b. Nilai Glasgow Coma Scale (GCS)
Status GCS F % F %
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Tabel 4.
Hasil Uji Wilcoxcon Nilai GCS pada
Composmenthis 8 34.8 11 47.8 Pasien Syok Hipovolemik di Instalasi
Apatis 6 26.1 5 21.7 Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi
Somnolen 9 39.1 7 30.5 Surakarta Periode Mei - Juni 2015
Total 23 100 23100 (n=23)
Nilai GCS Mean SD p Value
Sebelum
Berdasarkan tabel 3. menunjukkan resusitasi 12.3 1.953
bahwa tingkat GCS sebelum resusitasi 0.001
cairan dimana tingkat somnolen Sesudah
resusitasi 13.2 1.815
sebanyak 9 responden (39.1%),
composmentis 8 responden (34.8%),
apatis 6 responden (26.1%). Untuk hasil Berdasarkan tabel 4, menunjukkan
nilai GCS (Glascow Coma Scale) bahwa nilai rata-rata GCS sebesar 12.3
sesudah resusitasi cairan 7 responden sebelum resusitasi cairan dengan standar
pada tingkat somnolen dengan deviasi 1.95 dan nilai rata-rata GCS
presentasi 30.4%, composmentis 11 sebesar 13.2 sesudah resusitasi cairan
responden (47.8%), dan apatis 5 dengan standar deviasi 1.82. Hasil uji
responden (21.7%). Wilcoxcon didapatkan nilai signifikansi
(p) 0.001 (<0.05), maka dapat
2. Analisa bivariat disimpulkan bahwa ada pengaruh
a. Nilai Mean Arterial Pressure (MAP) resusitasi cairan terhadap tingkat
Tabel 3. kesadaran pada pasien syok
Hasil Uji Wilcoxcon Mean Arterial hipovolemik di IGD RSUD Dr.
Pressure pada Pasien Syok Hipovolemik Moewardi Surakarta.
di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Dr. Moewardi Surakarta Periode Mei - PEMBAHASAN
Juni 2015(N=23)
1. Nilai MAP sebelum pemberian resusitasi
Nilai MAPMin-Max cairan pada pasien syok hipovolemik.
(mmHg) Mean SD p Value
Sebelum Berdasarkan data hasil penelitian sebelum
resusitasi 60--67 64.43 2.591
0.000 dilakukan resusitasi cairan semua
Setelah responden memiliki nilai MAP tidak
resusitasi 60-77 72.65 4.281 normal yaitu 23 (100%) responden dengan
nilai minimum 60, maksimum 67, rerata
Berdasarkan tabel 3, menunjukkan 64.43 dan nilai rata-rata 64.43.
bahwa nilai terendah dan tertinggi MAP
sebesar 60 dan 67 mmHg, nilai rata-rata Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
MAP sebesar 64.43 mmHg dengan Guyton, (2008) bahwa pasien syok
standar deviasi 2.59 sebelum resusitasi hipovolemik terjadi penurunan MAP
cairan dan nilai terendah dan tertinggi sekitar 15 % karena kehilangan darah
sebesar 60 dan 67 mmHg, nilai rata-
tersebut akan mempengaruhi curah jantung serta tekanan arteri.
4
maupun tidak pada pasien trauma akan
Hasil penelitian sebelumnya yang mengalami penurunan tekanan darah arteri
dilakukan Hastuti (2014) memiliki yang akan mempengaruhi curah jantung
persamaan bahwa pasien syok hipovolemik dimana penyebab tersering dari syok.
terjadi penurunan nilai MAP di bawah Karena kontusio yang cukup luas pun dapat
normal, pada penelitian ini dari 23 merusak kapiler sehingga terjadi
responden ini memiliki nilai MAP kurang kehilangan plasma yang berlebih ke dalam
dari 70 mmHg dengan nilai MAP terendah jaringan. Sehingga menimbulkan
yaitu 60 mmHg, tertinggi 67 mmHg pengurangan volume darah plasma yang
dengan rerata nilai MAP 64.43 mmHg. sangat besar berakibat syok hipovolemik
(Guyton, 2008).
Hasil pengamatan berdasarkan karakteristik
responden menunjukkan bahwa responden 2. Nilai MAP Setelah 30 menit pemberian
mengalami syok hipovolemik sebagian resusitasi cairan pada pasien syok
besar adalah laki – laki sebanyak 19 (63.3 hipovolemik.
%) responden. Menurut Potter dan Perry
(2005) bahwa laki – laki memiliki Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecenderungan tekanan darah lebih tinggi setelah 30 menit diberikan resusitasi cairan
setelah pubertas, memungkinkan terjadi peningkatan nila MAP sebesar rerata
perdarahan besar yang dialami lebih besar 60% dapat meningkatkan nilai MAP.
karena rongga di tubuh laki-laki lebih besar Cairan kristaloid yang mempunyai
daripada wanita, sehingga cepat mengalami komposisi mirip dengan cairan
penurunan tekanan darah yang ekstraseluler. Berfungsi untuk mengganti
mengindikasi penurunan MAP. kehilangan darah. Cairan tersebut berdifusi
cepat kedalam ruang ekstraseluler sekitar
Hasil pengamatan berdasarkan umur 75%, diikuti tranfus darah dan koloid (UK
responden didapatkan rentang umur 36-45 Ambulance Service Clinical Practice
tahun sebanyak 10 (43.5%) responden. Hal Guidelines, 2006).
tersebut didukung oleh Potter dan Perry
(2005) bahwa faktor usia lanjut akan Selama 30 menit tersebut cairan kristaloid
mengalami penurunan elastisitas pembuluh mampu meresap keluar vaskuler menuju
darah sehingga tekanan sistolik meningkat. interstitial. Sampai terjadi keseimbangan
Apabila terjadi perdarahan akan lebih cepat baru antara plasma volume dan interstitial
mengalami penurunan tekanan darah (Sari, 2012).
disertai penurunan MAP karena tubuhnya
tidak mampu lagi untuk mengkompensasi 3. Analisis perbedaan tekanan MAP (Mean
kehilangan darah dan cairan yang berlebih Arterial Pressure) sebelum dan sesudah 30
(Guyton, 2008). menit pemberian resusitasi cairan.

Berdasarkan diagnosis medis yang paling Dari uji hasil wilcoxcon perbedaan MAP
banyak yaitu fraktur femur sebanyak 6 sebelum dengan sesudah resusitasi cairan
(21,7%) responden baik fraktur terbuka pada pasien syok hipovolemik di RS. Dr.
maupun tertutup, hemathorak dengan 4 Moewardi Surakarta didapatkan niali p
responden (17.4%), kemudian seimbang 0.000 (< 0.05) sehingga dapat disimpulkan
antara perdarahan pervaginam, app bahwa ada pengaruh resusitasi cairan
perforate, dan trauma tumpul abdomen terhadap peningkatana MAP. Penelitian ini
dengan 3 responden atau (13%), melena, didukung dari penelitian sebelumya yang
dan peritonititis 2 responden (8.7%), dilakukan oleh Hastuti (2014) bahwa ada
dehidrasi 1 responden (4.3%) pengaruh pemberian cairan ringer laktat
dan 0.9% NaCl terhadap peningkatan MAP
Menurut Guyton, (2008) menyebutkan dan cardiac output di RS Dr. R Soeprapto
bahwa kehilangan darah yang tampak Cepu dengan nilai p 0.000.

Persamaan dengan penelitian yang


dilakukan oleh Hastuti (2014) adalah

5
dengan pemberian cairan dapat
meningkatkan nilai MAP, sedangkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perbedaanya adalah dalam penggunaan setelah 30 menit dilakukan resusitasi cairan
jenis cairan untuk mengatasi syok terjadi peningkatan nilai GCS dengan rerata
hipovolemik. Dalam penelitian Hastuti 13.2. hasil penelitian ini didukung oleh
(2014) menggunakan cairan ringer laktat teori yang dikemukakan oleh Guyton
dan 0.9% NaCl serta tranfusi darah (2008) yang mengatakan jika suplai
sedangkan pada penelitian ini caira/darah menuju otak adekuat maka
menggunakan protap yang berlaku dirumah fungsi otak sebagai pengatur kesadaran
sakit RSDM Surakarta. akan berfungsi dengan baik.
Dalam penelitian Hastuti (2014) disebutkan Selain pendapat Guyton (2008) hasil
perbedaan nilai rerata MAP sesudah penelitian ini juga didukung oleh oleh
diberikan resusitasi cairan berdasarkan Amstrong (2004) yang menyatakan bahwa
signifikan rerata nilai MAP terhadap waktu pasien syok hipovolemik akan terjadi
1 jam, 2 jam, 4 jam. Sedangkan penelitian penurunan kesadaran jika kehilangan >40%
ini hanya menyebutkan perbedaan rerata cairan dalam tubuh, sehingga resusitasi
nilai MAP sesudah diberikan resusitasi cairan harus segera dilakukan untuk
cairan hanya selama 30 menit. Dapat mengganti cairan yang hilang agar tidak
disimpulkan bahwa pemberian cairan terjadi penurnan kesadaran karena suplai
secara dini dapat mencegah kerusakan darah ke otak berkurang
perfusi organ vital serta otak.
SIMPULAN
4. Nilai GCS sebelum pemberian resusitasi
cairan pada pasien syok hipovolemik Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
mengenai pengaruh resusitasi cairan terhadap
Berdasarkan data hasil penelitian, sebelum perubahan status hemodinamik (MAP), dan
resusitasi cairan responden memiliki nilai status mental (GCS) pada pasien syok
GCS minimum yaitu 9, nilai maksimum hipovolemik di IGD RSUD Dr. Moewardi
yaitu 15, nilai rata-rata 12.3, standar deviasi Surakarta maka dapat diambil kesimpulan
1.953. sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian yang telah dlakukan
Hasil penelitian ini sesuai pendapat Guyton diperoleh hasil bahwa semua responden
(2008) bahwa pasien syok hipovolemik memiliki nilai MAP dibawah normal
akan terjadi penurunan kesadaran jika sebelum dilakukan resusitasi cairan dengan
terjadi kehilangan cairan >40%. Dan nilai terendah dan tertinggi sebesar 60 dan
penurun anka GCS haru diwaspadai jika 67 mmHg. Sedangkan nilai MAP sesudah
turun 2 angka atau lebih, hal tersebut diberikan resusitasi cairan terendah dan
menunjukkan perburukan kodisi pada tertinggi sebesar 60 dan 70 mmHg.
pasien yang bermakna (Hickey, 1997) 2. Berdasarkan penelitian yang telah dlakukan
diperoleh hasil bahwa nilai GCS terndah
Sebelum tingkat kesadaran menurun tubuh dan tertinggi sebesar 9 dan 15 sebelum
akan melakukan kompensasi dengan dilakukan resusitasi cairan. Sedangkan nilai
mengorbankan organ lain untuk GCS terendah dan tertinggi setelah
mengkompensasi kehilangan cairan, yang diberikan resusitasi cairan sebesar 9 dan 15.
bertujuan untuk menjaga peredaran darah 3. Hasil penelitian didapatkan bahwa
ke otak tetap adekuat. Maka dari itu otak resusitasi cairan berpengaruh terhadap
akan kehilangan fungsinya jika organ lain perubahan status hemodinamik (MAP) dan
sudah tidak dapat mengkompensasi status mental (GCS). Hal ini menunjukkan
kehilangan cairan tersebut (Amstrong, bahwa resusitasi cairan memiliki kontribusi
2004) yang sangat penting untuk meningkatkan
status hemodinamik dan status mental
5. Nilai GCS setelah 30 menit pemberian pasien yang mengalami syok hipovolemik.
resusitasi cairan pada pasien syok
hipovolemik
SARAN

6
1. Penelitian yang dilakukan ini dapat (http://jurnal.fk.unand.ac.id, diakses
dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya tanggal 27 Februari 2015)
yang akan meneliti faktor-faktor perbaikan
pada pasien dengan syok hipovolemik. Hastuti, D. (2014). Pengaruh resusitasi cairan
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai terhadap peningkatan map(mean arterial
acuan dalam keperawatan gawat darurat pressure) pada pasien syok hipovolemik.
penanganan resusitasi cairan pada pasien Skripsi tidak dipublikasi. Semarang:
syok hipovolemik Program Studi DIV Keperawatan Medikal
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai self- Bedah, Poltekkes Semarang
assesment bagi perawat gawat darurat Holley, A., Lukin, W. Paratz, J. Hawkins, T.,
dalam menangani pasien dengn syok Boots, R. & Lipman, J. (2012). Goal
hipovolemik directed resucitation which goals?
Haemodynamic targets. Ed. 24 vol. 1
DAFTAR PUSTAKA Australia : Emergency Medicine. (online).
Diakses tanggal 26 Februari 2015
A.Aziz, Alimul, H. (2006). Pengantar
kebutuhan dasar manusia. Jakarta : Hudak, C & Gallo, B. (2010). Keperawatan
Salemba Medika kritis pendekatan holistik edisi 6. Editor :
Monica Ester. Jakarta : EGC
Armstrong, D.J. (2004). Shock. Nursing
Practice Hospital and Home. 2nd ed. In Jevon, P. & Ewens, B. (2010). Pemantauan
Alexander MF, Fawcet JN, Auckman PJ. pasien kritis. Jakarta : Erlangga
Edinburg : Churcill Livingstone Kartikasari. (2008). Pengaruh resusitasi cairan
Boswick, John, A. 1997. Perawatan gawat mean arterial pressure (MAP), pre derajad
darurat. Jakarta : EGC syok, jenis dan jumlah pada kasus syok
hipovolemik terhadap perubahan
Brunner & Suddarth. (2004). Keperawatan hemodinamik. Skripsi tidak dipublikasikan.
medikal bedah ed. 8 vol. 2. Editor : Monica Semarang: Program Studi DIV
Ester. Jakarta : EGC Keperawatan, Poltekkes Semarang
Cemy, Nur F. (2010). Syok dan Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metode
penanganannya. (online). (http://download penelitian kesehatan. Jakarta : Rhineka
portal garuda.org, diakses tanggal 21 April Cipta
2015)
Perroni, T. (2014). Shock. (online).
Diantoro, Dimas Gatra. (2014). Syok (http://search.proquest.com, diakses tanggal
hipovolemik. Purwokerto : RSUD Margono 27 Februari 2015)
Soekarjo. (online). (http://www.scrib.com,
diakses tanggal 3 Maret 2015) Potter, P. A & Perry, A. G. (2006).
Fundamental Keperawatan ed. 4 vol. 2.
Finfer, S. R., Vincent, Jean-Louis & De Editor : Monica Ester. Jakarta : EGC
Backer, Daniel. (2013). Critical care
medicine : circulatory shock. The New Riset Kesehatan Dasar. (2013). Prevalensi
England Journal of Medicine. Ed. 369 vol. kejadian diare tahun 2013. (online).
18. 1726 - 1734. (online). (http://search (http://www.depkes.go.id, diakses tanggal
proquest.com, diakses tanggal 30 Januari 21 April 2015)
2015) Riset Kesehatan Dasar. (2013). Prevalensi
Guyton A, Hall J. (2010). Circulatory shock kejadian fraktur femur tahun 2013.
and physiology of its treatment. Textbook (online). (http://www.depkes.go.id, diakses
of Medical Physyologi ed. 12. Philadelpia tanggal 21 April 2015)

Hardisman. (2013). Memahami patofisiologi Rekam Medis RSUD Moewardi (2015).


dan aspek klinis syok hipovolemik : update Prevalensi pada klien cidera trauma tahun
dan penyegar. (online). 2014 Surakarta : Laporan Rekam Medis
RSUD Dr. Moewardi
Rekam Medis RSUD Moewardi. (2015).
Prevalensi pada klien tahun 2014. Surakarta

7
: Laporan Rekam Medis RSUD Dr.
Moewardi
RSUD Dr. Margono. (2014). Penanganan syok
hipovolemik. Purwokerto: Diklat perawat
khusus IGD.
Supiyono. (2010). Metode penelitian
pendidikan : pendekatan kuantitatif dan
kualitatif, R&D. Bandung : Alfabeta
World Health Organization (WHO). (2012).
The ten leading causes of death in the
world 2000 and 2012. (online).
(http://www.who.int, diakses tanggal 30
Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai