Anda di halaman 1dari 16

EFFEKTIFITAS PASSIVE LEG RAISING SEBAGAI PARAMETER

RESPONSIF CAIRAN PADA PASIEN HIPOVOLEMIA DI RUANGAN UGD


DAN ICU DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
TAHUN 2015

Oleh :

MISNIATI

ABSTRAK

Salah satu kondisi yang memerlukan tindakan segera di UGD dan ICU adalah
hipovolemia. Pasien dengan hipovolemia sangat memerlukan pemantauan ketat terhadap
manifestasi klinik, hemodinamik dan status intravascular. Bantuan sirkulasi dan
medikasi pada pasien gawat darurat diberikan berdasarkan ketepatan dalam menilai
status volume intravascular pasien. Passive leg raising (PLR) dapat menjadi metode
reversible untuk menilai responsif cairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
effektifitas PLR sebagai parameter responsif cairan terhadap status hemodinamik pada
pasien hipovolmia di ruang UGD dan ICU di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih. Desain penelitian ini menggunakan quasy experiment pre-post without control.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 dengan jumlah sampel 12
orang. Analisa dilakukan dengan analisa univariat menggunakan distribusi frekwensi
dan analisa bivariat uji T dependen (paired sample test). Hasil penelitian menunjukan
terdapat effektifitas yang signifikan pada pemberian PLR sebagai parameter responsif
cairan terhadap status hemodinamik (tekanan sistolik, diastolik, MAP dan heart rate)
pada pasien hipovolemia di ruang UGD dan ICU di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih dengan p value 0,0001. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan standar
operasional prosedur dalam menangani pasien dengan hipovolemia.

Kata kunci : Passive Leg Raising, Status Hemodinamik, Hipovolemia

A. PENDAHULUAN
ekstraseluller (Carpenito, 2000).
Hipovolemia merupakan Kekurangan volume cairan ini terjadi,
masalah yang sering terjadi pada pasien jika air dan elektrolit hilang pada
yang dirawat di rumah sakit. proporsi yang sama ketika mereka
Hipovolemia terjadi akibat hipoperfusi berada pada cairan tubuh normal
yang akan mempengaruhi hemodinamik sehingga rasio elektrolit serum terhadap
seseorang. Hipovolemia terjadi pada air tetap sama (Brunner & Suddarth,
saat kekurangan volume cairan 2000). Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling ketergantungan satu hipovolemia dilakukan dengan tindakan
sama lainnya, jika salah satu terganggu kolaboratif seperti pemulihan volume
maka akan berpengaruh pada yang cairan dengan rehidrasi, perbaikan
lainnya. perfusi jaringan dan rehidrasi oral pada
Kondisi klinis yang pediatrik yang disesuaikan dengan
menyebabkan terjadinya hipovolemia tingkat hipovolemia (Sunatrio, 2000).
diakibatkan oleh diare atau Rehidrasi dilakukan bertujuan untuk
gastroenteritis, luka bakar, vomitus, meningkatkan perfusi jaringan sehingga
ketoasidosis dan perdarahan. Dampak meminimalkan derajat dan lamanya
dari kekurangan cairan dan hipoksia jaringan (Sunatrio, 2000).
ketidakseimbangan elektrolit ini akan Proses rehidrasi cairan yang akurat
merangsang perubahan mekanisme membutuhkan beberapa parameter yang
tubuh seperti peningkatan heart rate, dapat memonitor cairan dan
pernafasan cepat, oliguria, dan hemodinamik. Seperti dijelaskan oleh
perubahan pada perfusi jaringan Sutanto (2004), bahwa parameter
(Carpenito, 2000). rehidrasi dapat dilakukan secara invasif
Prevalensi hipovolema di dunia, dan noninvasif. Pemantauan
menurut WHO dalam Widodo (2012), hemodinamik dapat dilakukan dengan
hipovolemia merupakan urutan yang ke- menggunakan parameter invasif dan
3 penyebab kematian didunia yang noninvasif. seperti yang dijelaskan oleh
diperkirakan 3-4 milyar dalam Sutanto (2006), bahwa pemantauan
setahunnya akibat diare atau hemodinamik sebagai parameter baik
gastroenteritis. invasif dan noninvasif mempunyai
Di Indonesia sebanyak 50.993 kelebihan dan kekuranganya.
jiwa dari 358.814 kasus hipovolemia Kelebihan dari parameter invasif
yang menyebabkan dehidrasi adalah hasilnya lebih akurat, sedangkan
pertahunnya (Depkes, 2008). Data yang kekurangannya tidak mudah dilakukan
diperoleh peneliti di Rumah Sakit Islam karena kolapsnya pembuluh darah pada
Jakarta Cempaka Putih, berdasarkan 10 kondisi dehidrasi, membutuhkan biaya
besar penyakit terbanyak pasien rawat yang mahal, persiapan pasien dan alat
inap periode Januari sampai dengan membutuhkan waktu yang lama,
September 2014, diare atau memerlukan keahlian dan keterampilan
gastroenteritis menempati urutan khusus bagi petugas untuk
pertama yang menyebabkan terjadinya pengukurannya dan adanya komplikasi
dehidrasi dengan angka kejadian 1275 seperti pneumothorak, hematothorak
jiwa yang tertinggi dari 6167 pasien dan aritmia jantung. Begitu pula halnya
yang dirawat (Medikal Rekord RSIJP, dengan parameter noninvasif terkadang
2014). Tingginya angka kejadian hasil pemeriksaan didapat belum
hipovolemia memerlukan spesifik untuk menentukan kekurangan
penatalaksanaan yang tepat untuk volume cairan,
menurunkan angka kematian. Dari data Fenomena yang peneliti amati
diatas terlihat bahwa komplikasi dari pada bulan Juni 2014 diruangan ICU
hipovolemia sangat berbahaya karena dan UGD Rumah Sakit Islam Jakarta
dapat mengancam jiwa bahkan didapatkan bahwa, pemantauan
kematian. hemodinamik masih jarang
Penatalaksanaan secara menggunakan parameter invasif karena
kegawatdaruratan pada kasus kondisi pembuluh darah yang kolaps,
mahal, pemasangan alat yang cukup darah di jantung dengan cara
lama, fasilitas yang terbatas dan meninggikan ekstremitas bawah setinggi
membutuhkan persiapan baik pasien dan 45 derajat (Marik. P, 2011). Tujuan dari
alat serta adanya jaminan kesehatan PLR adalah untuk meningkatkan
yang tidak menjamin alat tersebut. preload dan stroke volume. Posisi PLR
Penggunaan parameter cairan dan tersebut membuat adanya perubahan
hemodinamik didapatkan bahwa hemodinamik (tekanan darah heart rate
penatalaksanaan pasien dengan dan MAP) sesudah PLR sebagai tanda
hipovolemia dilakukan monitoring untuk memprediksi respon cairan pada
tekanan darah dan heart rate, pasien dengan hipovolemia dengan
selanjutnya dilakukan chalence test (test cepat. Manfaat dari PLR adalah untuk
cairan) kemudian intervensi rehidrasi meningkatkan stroke volume dan
langsung dilakukan. Kekurangan dari cardiac output sebanyak 12% (Mezel,
metode ini adalah tidak bisa 2007). Hal ini ini juga telah dipertegas
menentukan dengan tepat dan cepat oleh (Marik, 2011) dalam penelitiannya
seberapa jumlah cairan yang akan berjudul “Fluid Resvonsiveness By
diberikan dan apakah pasien tersebut Passive Leg Raising”, di Amerika’s
membutuhkan rehidrasi lebih lanjut atau hospital, meengatakan bahwa adanya
obat (inotropik atau norepinefrin) kenaikan dari cardiac output 10-15%.
Pemberian cairan ini terkadang tidak Menurut Dong. Z. Z. (2012) yang
berhasil karena menyebabkan berjudul “PLR an Indicator of Fluid
peningkantan heart rate, sesak dan resvonsiveness with Hypovolemia”,
tekanan darah tidak meningkat, bahkan mengatakan bahwa dari 32 pasien, 22
memungkinkan terjadinya kelebihan pasien tersebut respon terhadap PLR
volume cairan (edema paru). Kondisi ini dan 10 pasien tidak respon. Untuk 22
terjadi akibat volume cairan pada pasien pasien yang respon tersebut terlihat
sudah cukup, tetapi kemampuan adanya peningkatan tekanan darah
kontraktilitas jantung mengalami sebelum P= 0,03, saat PLR P= 0,006
gangguan dan memerlukan obat-obatan dan setelah PLR P= 0,008. Begitu pula
seperti inotropik dan norepinefrin. Oleh dengan heart rate P value= 0,05. Dari
karena itu di butuhkan parameter yang beberapa penelitian tersebut bahwa jelas
tepat, cepat dan mudah dilakukan untuk terlihat manfaat PLR Walaupun PLR
meminimalisir kondisi tersebut. dapat dijadikan sebagai parameter
Pengawasan teknik yang tepat responsif cairan yang akurat, tetapi tidak
pada penatalaksanaan rehidrasi dengan semua pasien hipovolemia dapat
parameter hemodinamik noninvasif menggunakan PLR.
pada pasien hipovolemia meliputi
echocardiografi, saturasi oksigen / pulse Menurut Maizel., J. Airapetian.,
oximetri, capillary refill time, N. Lorne., E. Slamma. (2007) untuk
pengukuran urin output, inspeksi suhu, pasien hipovolemia yang disebabkan
warna, tektur, dan turgor kulit, oleh perdarahan dan aritmia jantung
auskultasi suara paru dan bunyi jantung kontraindikasi untuk dilakukan PLR.
dan pola pernafasan. Parameter Hal ini disebabkan karena perdarahan
hemodinamik noninvasif yang saat ini harus segera diatasi. Begitu pula dengan
dilakukan adalah passive leg raising pasien aritmia, karena dengan PLR akan
(PLR). PLR adalah suatu tehnik meningkatkan stroke volume sehingga
reversible yang meningkatkan volume akan menambah berat kerja jantung dan
akan memperberat aritmianya ( Maizel., respon cairan dan hemodinamik dan
J. Airapetian., N. Lorne., E. Slamma., mampu membedakan apakah pasien
M. 2007). Untuk itu PLR hanya tersebut hanya membutuhkan obat –
digunakan sebagai parameter responsif obatan saja atau hanya membutuhkan
cairan pada pasien dengan hipovolemia cairan, karena PLR dapat meningkatkan
yang disebabkan oleh diare atau stroke volume dan cardiac output.
gastroenteritis / GE dan vomitus Berdasarkan hal tersebut diatas, PLR
dapat digunakan untuk memprediksi
. Studi pendahuluan untuk menilai respon cairan dan sebagai parameter
responsif cairan pada pasien responsif cairan terhadap hemodinamik.
hipovolemia yang disebabkan diare atau Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
GE dan vomitus di ruangan ICU yang melakukan penelitian tentang
telah dilakukan dengan metode “Effektifitas Passive Leg Raising
observasi. Observasi ini dilakukan pada sebagai Parameter responsif Cairan pada
bulan Juli 2014 dengan menggunakan 6 Pasien Hipovolemia di Rumah Sakit
sample pasien dengan diare sedang dan Islam Jakarta Cempaka Putih”.
berat. Hasil dari observasi tersebut
didapat 4 pasien respon terhadap PLR Tujuan penelitian ini adalah
dan 2 pasien lainnya tidak respon. teridentifikasinya effektifitas PLR
Untuk ke-4 pasien yang respon sebagai parameter responsif cairan pada
menunjukan adanya kenaikan tekanan pasien dengan hipovolemia di Rumah
darah setelah PLR dan penurunan heart Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
rate. Setelah diberikan cairan
berdasarkan hasil PLR tersebut, 10
menit kemudian terlihat adaanya
B. METODE PENELITIAN
kenaikan tekanan darah dan penurunan
heart rate, artinya pasien tersebut Penelitian ini menggunakan
memang masih kurang volumenya. metode Quasi Experimental design atau
Sedangkan 2 pasien yang tidak respon eksperimen semua dengan one group
terhadap PLR terlihat setelah PLR pretest - postest design (Sastroasmoro,
tekanan darah tetap rendah dan heart 2002). Metode ini merupakan sebuah
rate semakin meningkat. Kemudian penelitian yang melakukan intervensi
dicoba dengan test cairan (kolaboratif), kepada pasien dengan hipovolemia
terlihat tekanan darah masih tetap turun (sampel) tanpa kelompok pembanding.
dan heart rate semakin meningkat. Ini Dimana data yang dikumpulkan pada
menunjukan bahwa pasien tersebut sebelum dan sesudah intervensi.
volume cairannya sudah cukup dan Intervensi dilakukan dengan
hanya membutuhkan obat-obatan seperti menggunakan passive leg raising
inotropik dan norepinefrin, yang
berfungsi untuk meningkatkan tekanan Sampel penelitian ini adalah
darah. sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap
Dari hasil observasi tersebut mewakili seluruh populasi
terlihat bahwa menggunakan PLR (Notoatmodjo, 2010). Tehnik sampling
sebagai parameter hemodinamik non yang digunakan dalam penelitian ini
invasif, perawat dapat dengan cepat, adalah purposive sampling disebut juga
tepat, mudah dan akurat dalam menilai judgement sampling adalah suatu tehnik
penerapan sampel dengan cara memilih gangguan sirkulasi dan perfusi
sampel diantara populasi sesuai dengan jaringan hal ini akan menyebabkan
yang dikehendaki peneliti, sehingga terjadinya shock hipovolemik, yang
sampel tersebut dapat mewakili akan mengakibatkan gagal multi
karakteristik populasi yang telah dikenal organ failure.
sebelumnya (Nursalam, 2009) Sampel c).Pasien dengan hipovolemia dengan
yang akan dambil minimal sebanyak 11 tingkat kesadaran composmentis,
responden. Maka besar sample untuk alasan pemilihan kriteria ini adalah
penlitian ini adalah sebanyak 11 karena tingkat kesadaran merupakan
digunakan untuk kelompok (one group indikator adanya kekurangan oksigen
pretest-postest design), adanya keluhan akibat gangguan sirkulasi oksigen
perubahan status hemodinamik ( karena terjadinya hipovolum. Bila
tekanan darah, heart rate, MAP ) pada pasien terganggu kesadarannya
pasien hipovolemia sebelum dilakukan menandakan bahwa tingkat
Passive Leg Raising. Untuk hipovolemiannya masuk fase
menghindari responden yang drop out, dekompensasi artinya pasien tersebut
maka peneliti menambahkan 10% dari tidak termasuk kriteria inklusi.
jumlah total sampel sehingga jumlah d).Bersedia menjadi responden dan
total sampel menjadi 12 responden. pasien laki-laki atau perempuan yang
Dalam penentuan sampel penelitian berobat ke UGD dan dirawat di ICU
perlu ditetapkan kriteria inklusi dan hari pertama, alasan pemilihan
eksklusi agar karakteristik sampel tidak kriteria ini adalah untuk tanggung
menyimpang dari populasi. jawab dan tanggung gugat. Pasien di
Pada penelitian ini yang memenuhi UGD dan dirawat hari pertama di icu
kriteria inklusi adalah. alasannya adalah karena pasien-
a).Pasien dengan hipovolemia, alasan pasien tersebut mempunyai
pemilihan kriteria ini adalah karena manifestasi klinik dari hipovolemia
pada keadaan hipovolemia banyak yang baru dan belum mendapat
kehilangan cairan (CES), sehingga tindakan, sedangkan pasien dirawat
diperlukan parameter yang akurat hari pertama di ICU karena untuk
dan cepat dalam memprediksi mengevaluasi apakah tindakan
kebutuhan cairan. Selain itu akibat rehidrasi yang telah di berikan di
yang di timbulkan hipovolemia bila UGD berhasil atau tidak. Kriteria
tidak tertangani dapat mengancam Eksklusi adalah karakteristik sampel
jiwa. yang tidak dapat dimasukkan atau
b).Memiliki status hemodinamik (TD ≤ tidak layak di diteliti (Nursalam,
90mmHg, HR ≥100x/menit dan MAP 2013).
<70mmHg, alasan pemelihan kriteria Pada penelitian ini kriteria
ini adalah penurunan hemodinamik eksklusi adalah :
mengambarkan adanya penurunan a). Hipovolemia akibat perdarahan, alasan
volume cairan, sehingga hal ini akan pemilihan kriteria ini adalah
mempengaruhi venous return dan perdarahan memerlukan tindakan yang
pre-load. Bila pre-load turun cepat dan tepat baik rehidrasi dan
menyebabkan penurunan cardiac tindakan yang lain, karena akan
output yang menyebabkan penurunan mengakibatkan ancaman terhadap
tekanan darah, heart rate dan MAP, jiwa. PLR dilakukan dalam waktu 4
sehingga akan mengakibatkan menit 30 detik ini menunjukan waktu
yang lama dalam penanganan dependent (paired sample test) untuk
perdarahan mengetahui kelompok eksperiment pre
.b). Hipovolemia dengan gangguan irama dan post PLR
jantung atau aritmia, alasan pemilihan
kriteria ini adalah aritmia menandakan
gangguan pompa dan konduksi
jantung, dengan memberikan posisi C. HASIL
PLR akan memperberat kerja jantung
dan akan memperberat aritmianya Penelitian effektifitas passive leg
karena dengan posisi tersebut akan raising sebagai parameter responsif
memindahkan volume darah dari cairan terhadap status hemodinamik
ekskremitas ke jantung. Selain itu pada pasien hipovolemia di ruangan
posisi supine membuat tidak UGD Rumah Sakit Islam Jakarta
maksimalnya ekspansi dada, sehingga Cempaka Putih telah dilaksanakan
menurunkan kontraksi diapfragma selama 2 minggu yaitu dimulai pada
akibatnya menurunkan masuknya tanggal 5 Februari sampai dengan
udara ke paru, hal ini akan membuat tanggal 17 Februari 2015. Populasi yang
oksigen berkurang dan pasien akan di ambil diruangan UGD adalah pasien
sesak dengan hipovolemia sebanyak 12 orang,
.c).Pasien yang tidak dalam pengobatan dan pada penelitian ini mengambil
diuretik, alasan pemilihan kriteria ini semua populasi menjadi sampel sesuai
adalah kontraindikasi, karena PLR dengan perhitungan jumlah sampel yang
dilakukan untuk mengetahui respon harus diambil.
cairan, sedangkan pasien dengan
pemberian diuretik ini adanya
kelebihan volume cairan sehingga 1.Analisis Univariat
tujuan pemberian lasik untuk
Analisis univariat yang dilakukan dalam
mengurangi volume cairan, karena
penelitian ini bertujuan untuk
adanya gangguan pompa jantung dan
menggambarkan karakteristik responden
gangguan ginjal.
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat
Variabel dalam penelitian ini status
pendidikan dan jenis penyakit. Berikut
hemodinamik pada pasien hipovolemia.
data hasil analisis univariat pada
Karakteristik responden meliputi
penelitian ini:
usia, jenis kelamin, pendidikan dan jenis
penyakit. Sedangkan untuk nilai respon
PLR terhadap hemodinamik dengan
melakukan pengukuran TD, HR dan
MAP dengan menggunakan
sphygmomanometer, jam tangan dan
lembaran observasi.
Analisis yang digunakan adalah
analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis univariat dilakukan untuk
memperoleh gambaran masing-masing
variabel dengan menggunakan table
distribusi frekwensi. Analisis bivariat
dilakukan dengan menggunakan uji T
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Hipovolemia di Ruang UGD
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2015. (n=12)

Jumlah
No Variabel Kategori Persentase (%)
1 Umur Dewasa awal = 20-40th 7 58,3
Dewasa Madya = 45- 5 41,7
60th
2 Jenis Kelamin Perempuan 6 50,0
Laki – Laki 6 50,0

3 Tingkat SD 2 16,7
Pendidikan SMP 3 25,0
SMA 4 33,3
PT 3 25,0

4 Jenis Penyakit Hipovolemi dengan GE 7 58,3


murni 5 41,7
Hipovolemi bukan GE
murni

Berdasarkan dari tabel 5.1 hasil analisis sebanyak 6 orang (50%) dan perempuan
didapatkan distribusi umur responden sebanyak 6 orang (50%), tingkat
terbanyak adalah kelompok umur pendidikan responden terbanyak adalah
dewasa awal 20-40 tahun yaitu SMA yaitu 4 orang (33,3%) dan jenis
sebanyak 7 orang (58,3%), jenis penyakit responden terbanyak adalah
kelamin responden laki-laki dan Hipovolemi (GE) murni yaitu 7 orang
perempuan seimbang yaitu laki-laki (58,3%).

2. Analisi Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk dengan sesudah dilakukan PLR terhadap


mengetahui hubungan antara varriabel variabel terkait yaitu status
bebas yaitu perlakuan sebelum hemodinamik pada pasien hipovolemia.
dilakukan passive leg raising /PLR

Tabel 5.2
Respon Passive Leg Raising terhadap hemodinamik pada pasien dengan
hipovolemia pada kelompok eksperimen di Ruang UGD Rumah Sakit Islam
Jakarta Cempaka PutihTahun 2015. (N = 12)
Variabel Mean SD P Value N
Respon tekanan darah sistolik 15,083 7,166
sebelum dan sesudah PLR
Respon Tekanan darah 16,667 9,374
Diastolik sebelum dan
sesudah PLR
Respon Heart Rate sebelum 15,167 6,118 0.0001 12
dan sesudah PLR
Respon tekanan MAP 16,667 8,261
sebelum dan sesudah PLR

Berdasarkan table 5.2 diatas, Respon dan standar deviasi 6,118. Sedangkan
tekanan darah sistolik sebelum dan Respon MAP sebelum dan sesudah PLR
sesudah PLR dengan rata-rata 15,083 dan dengan rata-rata 16,667 dan standar
standar deviasi 4,355. Respon tekanan deviasi 8,261. Dari hasil uji statistik
darah diastolik sebelum dan sesudah PLR didapatkan nilai P value 0,0001 maka
dengan rata-rata 16,667 dan standar dapat disimpulkan bahwa adanya respon
deviasi 9,374. Respon Hate Rate sebelum positif PLR pada hemodinamik.
dan sesudah PLR dengan rata-rata 15,167

Tabel 5.3
Status hemodinamik (tekanan darah sistolik) pada pasien dengan
hipovolemia pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah passive leg
raising di Ruang UGD Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
Tahun 2015. (N = 12)
.
Variabel Mean SD SE P Value N
85,33 4,355 1,257
TD Sistolik
sebelum PLR 0,0001 12
TD sistolik sesudah 100,42 6,895 1,990
PLR

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, rata – rata signifikan antara sebelum dilakukan
status hemodinamik (tekanan darah PLR dan sesudah dilakukan PLR,
sistol) sebelum PLR adalah 85,33 sehingga dapat dikatakan bahwa PLR
dengan standar deviasi 4,355. Pada saat efektif sebagai parameter responsif
sesudah dilakukan PLR didapat mean cairan terhadap peningkatan status
100,42 dengan standar deviasi 6,895. hemodinamik (tekanan darah sistolik)
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P pada hipovolemia
value 0,0001 maka dapat disimpulkan
bahwa adanya perbedaan yang
Tabel 5.4
Status hemodinamik (tekanan darah Diastolik) pada pasien dengan
hipvolemia pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah passive leg
raising di Ruang UGD Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
Tahun 2015. (N = 12)
Variabel Mean SD SE P Value N
TD Diastolik 51,25 5,276 1,523
sebelum PLR
0,0001 12
TD Diastolik
67,92 7,525 2,172
sesudah PLR

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, rata – rata bahwa adanya perbedaan yang
status hemodinamik (tekanan darah signifikan antara sebelum dilakukan
diastolik) sebelum PLR adalah 51,25 PLR dan sesudah dilakukan PLR,
dengan standar deviasi 5,276. Pada saat sehingga dapat dikatakan bahwa PLR
sesudah dilakukan PLR didapat mean efektif sebagai parameter responsif
67,92 dengan standar deviasi 7,525. cairan terhadap peningkatan status
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P hemodinamik (tekanan darah diastolik)
value 0,0001 maka dapat disimpulkan hipovolemia.

Tabel 5.5
Status hemodinamik (heart rate) pada pasien dengan hipovolemia pada
kelompok eksperimen sebelum dan sesudah passive leg raising di Ruang UGD
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2015. (N = 12)

Variabel Mean SD SE P Value N


Heart rate
sebelum 111,83 6,221 1,796
PLR
0,0001 12
Heart rate
sesudah 96,67 7,499 2,165
PLR

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, rata – rata


status hemodinamik (heart rate) sebelum
LR adalah 111,83 dengan standar deviasi dilakukan PLR, sehingga dapat dikatakan
6,221. Pada saat sesudah dilakukan PLR bahwa PLR efektif sebagai parameter
didapat mean 96,67 dengan standar responsif cairan terhadap peningkatan
deviasi 7,499. Dari hasil uji statistik status hemodinamik (heart rate) pada
didapatkan nilai P value 0,0001 maka hipovolemia
dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan yang signifikan antara
sebelum dilakukan PLR dan sesudah
Tabel 5.6
Status hemodinamik (MAP) pada pasien dengan hipovolemia pada
kelompok eksperimen sebelum dan sesudah passive leg raising di Ruang UGD
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih Tahun 2015. (N = 12)

Variabel Mean SD SE P Value N


MAP sebelum
62,08 3,232 0,933
PLR
0,0001 12
MAP sesudah
78,75 7,149 2,064
PLR

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, rata – rata perbedaan yang signifikan antara
status hemodinamik (MAP) sebelum PLR sebelum dilakukan PLR dan sesudah
adalah 62,08 dengan standar deviasi dilakukan PLR, sehingga dapat dikatakan
3,232. Pada saat sesudah dilakukan PLR bahwa PLR efektif sebagai parameter
didapat mean 78,75 dengan standar responsif cairan terhadap peningkatan
deviasi 7,149. Dari hasil uji statistik status hemodinamik (MAP) pada
didapatkan nilai P value 0,0001 maka hipovolemia.
dapat disimpulkan bahwa adanya
dan standar deviasi 4,355. Respon
D. PEMBAHASAN tekanan darah diastolik sebelum dan
sesudah PLR dengan rata-rata 16,667
1. Analisa Univariat dan standar deviasi 9,374. Respon heart
rate sebelum dan sesudah PLR dengan
Penelitian ini betujuan untuk membahas rata-rata 15,167 dan standar deviasi
hasil univariat yang terdiri dari 6,118. Sedangkan respon MAP sebelum
karakteristik responden terhadap status dan sesudah PLR dengan rata-rata
hemodinamik pada hipovolemia. 16,667 dan standar deviasi 8,261. Dari
Karakteristik responden terdiri hasil uji statistik didapatkan nilai P
dari usia, jenis kelamin, jenis penyakit value 0,0001 maka dapat disimpulkan
dan tingkat pendidikan tidak akan dibahas
lebih lanjut dalam pembahasan hasil bahwa adanya respon positif PLR pada
penelitian karena merupakan variabel hemodinamik.
conpounding. Hasil penelitian ini di dukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Monet
2. Analisa Bivariat & Teboul, (2008), dengan judul
“Passive Leg Raising”, mengatakan
Dari hasil uji statistik T-dependent bahwa PLR dapat memberikan respon
didapatkan ada beberapa mean dan positif pada status hemodinamik yang
standar deviasi a. Respon passive leg ditandai adanya peningkatan tekanan
raising terhadap status hemodianamik darah, MAP dan penurunan heart rate
pada pasien hipovolemia sebagai parameter responsif cairan pada
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, Respon pasien dengan hipovolemia. Ini
tekanan darah sistolik sebelum dan menunjukan bahwa dengan adanya
sesudah PLR dengan rata-rata 15,083 peningkatan hemodinamik sesudah PLR
dapat meningkatkan Cardiac output dan 12% ini menunjukan bahwa PLR dapat
pre-load 10-12% . memprediksi responsif cairan.
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, rata – Penelitian ini dilakukan dengan
rata status hemodinamik (tekanan darah eksperimen jumlah sampel sebanyak 30
sistolik) sebelum PLR adalah 85,33 orang terdiri dari 22 orang respon
dengan standar deviasi 4,355. Pada saat terhadap PLR dan 8 orang tidak respon
sesudah dilakukan PLR didapat mean PLR. Hasil dari penelitian tersebut
100,42 dengan standar deviasi 6,895 . didapatkan tekanan darah sistol sebelum
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P PLR 87 mmHg menjadi 103 mmHg. Ini
value 0,0001 maka dapat disimpulkan menunjukan bahwa PLR sangat effektif
bahwa adanya perbedaan yang sebagai parameter responsif cairan
signifikan antara sebelum dilakukan terhadap tekanan darah sisitolik.
PLR dan sesudah dilakukan PLR,
sehingga dapat dikatakan bahwa PLR
efektif sebagai parameter responsif Berdasarkan tabel 5.4 diatas, rata-
cairan terhadap peningkatan status rata status hemodinamik (tekanan darah
hemodinamik (tekanan darah sistolik) diastolik) sebelum PLR adalah 51,25
pada hipovolemia dengan standar deviasi 5,276. Pada saat
Hasil penelitian ini di dukung sesudah dilakukan PLR didapat mean
oleh penelitian yang dilakukan Caille et 67,92 dengan standar deviasi 7,525.
al (2008) dengan judul “Hemodynamic Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P
Effects Of Passive Leg Raising” dengan value 0,0001 maka dapat disimpulkan
metode eksperimen dengan jumlah bahwa adanya perbedaan yang
sample 40 orang, terdiri dari 18 orang signifikan antara sebelum dilakukan
dilakukan PLR dan diberikan rehidrasi PLR dan sesudah dilakukan PLR,
dan 22 orang hanya dilakukan PLR saja. sehingga dapat dikatakan bahwa PLR
Hasil dari penelitian untuk group 1 efektif sebagai parameter responsif
dengan PLR dan diberikan rehidrasi, cairan terhadap peningkatan status
didapat tekanan sistolik sebelum PLR hemodinamik (tekanan darah diastolik)
97 mmHg menjadi 114 mmHg, dan pada hipovolemia.
sesudah rehidrasi tekanan sistolik 124 Berdasarkan penelitian oleh
mmHg dan adanya peningkatan cardiac Maizel et al (2007) dengan judul
output sebesar 36%. Dari hasil “Diagnosis Of Central Hypovolemia
penelitian tersebut menunjukan bahwa With PLR”, dengan metode eksperimen
PLR effektif sebagai responsif cairan terhadap 34 pasien , dimana 17 pasien
terhadap status hemodinamik pada respon dengan PLR dan 17 pasien yang
pasien hipovolemia karena adanya lainnya tidak respon. Penelitian tersebut
peningkatan cardiac output. mengatakan bahwa adanya peningkatan
Sedangkan menurut Lafanechere, tekanan darah diastol sesudah dilakukan
Pene, Goulenok, Delahaye, Mallet PLR yaitu sebelum tekanan diastol 57
(2006) dalam penelitiannya dengan dan sesudah PLR 62 mmHg. Ini
judul “Change in aortic blood flow menunjukan bahwa PLR effektif
induced by PLR predict fluid sebagai parameter terhadap peningkatan
responsiveness in critically ill patient”, status hemodinamik (tekanan darah
mengatakan bahwa PLR dat diastolik) pada pasien hipovolemia.
meningkatkan ABF(atrial blood flow) Dari beberapa peneltian tersebut
dan perfusion pressure (PP) lebih dari menunjukan bahwa peningkatan cardiac
output juga mempengaruhi tekanan responden sedangkan 22 pasien yang
diastolik. Hal ini dipertegas oleh lain tidak diteliti lebih lanjut. Hasil dari
Lauralee, (2010) dalam penelitian sama penelitian tersebut pada 18 responden
yaitu “Human Physiology the blood didapat adanya penurunan heart rate
vessel and blood pressure” mengatakan dari 93 sebelum PLR dan 90 x/menit
bahwa tekanan diastolik sangat sesudah PLR, dan sesudah rehidrasi
dipengaruhi oleh elasisitas arteri besar, menjadi 89 x/ menit. Ini menunjukan
artinya Saat posisi PLR membuat adanya penurunan heart rate, sehingga
peningkatan volume jantung. Pada saat dapat disimpulkan bahwa PLR effektif
ventrikal kanan berkontraksi darah sebagai parameter responsif cairan
masuk ke arteri besar dan dinding arteri terhadap status hemodinamik. Hal ini
berdistensi. Dinding arteri bersifat disebabkan dengan PLR dapat
elastis yang dapat menyerap gaya aliran meningkatkan cardiac output 10-12%.
darah sehingga tekanan diastolik
meningkat. Pada saat venrikel relaksasi,
dinding arteri pun kembali keukuran
awal sehingga tekanan diastolik dapat Berdasarkan tabel 5.5 diatas, rata – rata
dipertahankan normal. Selama diastol, status hemodinamik (MAP) sebelum
tidak ada darah yang masuk ke arteri, PLR adalah 62,08 dengan standar
sementara darah terus keluar dari arteri deviasi 3,232. Pada saat sesudah
didorong oleh recoil elastis. dilakukan PLR didapat mean 78,75
dengan standar deviasi 7,149. Dari hasil
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, rata- uji statistik didapatkan nilai P value
rata status hemodinamik (heart rate) 0,0001 maka dapat disimpulkan bahwa
sebelum PLR adalah 111,83 dengan adanya perbedaan yang signifikan
standar deviasi 6,221. Pada saat sesudah antara sebelum dilakukan PLR dan
dilakukan PLR didapat mean 96,67 sesudah dilakukan PLR, sehingga dapat
dengan standar deviasi 7,499. Dari hasil dikatakan bahwa PLR efektif sebagai
uji statistik didapatkan nilai P value parameter responsif cairan terhadap
0,0001 maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan status hemodinamik (MAP)
adanya perbedaan yang signifikan pada hipovolemia.
antara sebelum dilakukan PLR dan Hasil penelitian ini di dukung
sesudah dilakukan PLR, sehingga dapat pula dengan penelitian oleh Keller at al
dikatakan bahwa PLR efektif sebagai (2012), dengan judul “Bedside
parameter responsif cairan terhadap assessment of passive leg raising effects
peningkatan status hemodinamik (heart of venous return”, mengatakan bahwa
rate) pada hipovolemia. Passive leg raising dapat memberikan
Pada penelitian yang dilakukan perubahan pada hemodinamik secara
oleh Caille et al (2008), dengan judul langsung, hal ini dikarenakan adanya
“Hemodynamic effects Of PLR an peningkatan pada venous return.
Echocardiographic Study”, dengan Penelitian ini menggunakan metode
menggunakan eksperimen, jumlah eksperimen, dengan jumlah responden 9
sampel 40 pasien. 18 pasien dengan orang post operasi. Hasil yang di dapat
hipovolemia dilakukan PLR kemudian dari 9 responden tersebut semuanya
dilakukan rehidrasi dan 22 pasien menunjukan adanya peningkatan MAP
dilakukan PLR (non respon). Penelitian yaitu tekanan MAP sebelum PLR 71
tersebut hanya mengobservasi 18 mmHg dan sesudah PLR 76 mmHg, dan
adanya peningkatan cardiac output 5.Nilai status hemodinamik (MAP)
sebesar 12% dengan P value < 0,005 sebelum dan sudah PLR adalah mean
sebesar 16,667, standart deviasi
E. KESIMPULAN DAN SARAN sebesar 8,261 dengan P value
=0,0001. Ini dapat disimpulkan
bahwa PLR effektif sebagai
1. Karakteristik responden meurut usia parameter responsif cairan terhadap
responden sebagian besar berumur status hemodinamik (MAP) pada
dewasa awal (20 – 40 tahun) pasien hipovolemia
sebanyak 7 orang (58,3%), 6. Terdapat adanya effektifitas yang
berdasarkan jenis kelamin, pria dan signifikan pada pemberian Passive
wanita sama yaitu 6 orang responden Leg raising sebagai parameter
(50%), berdasarkan tingkat responsif cairan terhadap status
pendidikan sebagian besar responden hemodinamik pada pasien
SMA sebanyak 4 orang (33,3%) dan hipovolemia di ruangan UGD dan
berdasarkan jenis penyakit sebagian ICU di Rumah Sakit Islam Jakarta
besar responden hipovolemia Cempaka Putih, dengan P value
disebabkan oleh gastroenteris / GE 0,0001.
sebanyak 9 orang (58,3%).
2. Nilai status hemodinamik (tekanan DAFTAR PUSTAKA.
sistolik) sebelum dan sesudah passive
leg raising adalah mean sebesar 1. Altman. (2005). Nursing Skill.
15,083, standart deviasi sebesar Jakarta: EGC.
7,166 dan P value = 0.0001. Ini dapat 2. Becker. (2006). Can pssive leg
disimpulkan bahwa PLR effektif raising be used to guide fluid
sebagai responsif cairan terhadap administration.
status hemodinamik (takanan Critical. Care 2006.10:170 (doi:
sisitolik) pada hipovolemia. 10.1186/cc5081.
3. Nilai status hemodinamik (tekanan 3. Begel,Carcek, Arsanjani, Siegel.
diastolik) sebelum dan sudah PLR (2014). Echocardiography in use of
adalah mean sebesar 16,667, standart noninvasive Hemodynamic
deviasi sebesar 9,374 dengan P value monitoring. Journal of critical care.
= 0,0001. Ini dapat disimpulkan 29 (2014).184e1-184e8.
bahwa PLR effektif sebagai http///www.jocjournal. org
parameter responsif cairan terhadap 4. Black, JM and Hawks, JH. (2009).
status hemodinamik (tekanan Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
diastolik) pada pasien hipovolemia 8. Jakarta : EGC.
.4.Nilai status hemodinamik (heart rate) 5. Boulain, Achard, Teboul, Perotin,
sebelum dan sudah PLR adalah mean Ginies. (2007). Change in BP
sebesar 15,167, standart deviasi induced passive leg raising predict
sebesar 6,118 dengan P value respon to fluid loading in critically
=0,0001. Ini dapat disimpulkan ill patient. Chest, 2002 Apr;121(4):
bahwa PLR effektif sebagai 1245-52. PubMed – indexed fo
parameter responsif cairan terhadap Medline
status hemodinamik (heart rate) pada
pasien hipovolemia
6. Brunner & Suddarth. (2000). di UGD di RS Cimahi.
Keperawatan medical bedah. http://pustaka.
Volume 2. Jakarta : ECG. Unpad.ac.id/artichels/130596.
7. Carpenito. (2000). Buku saku 16. Hurlock, E. (2001). Pembagian
diagnosa keperawatan. Ahli umur menurut Hurlock.
bahasa : Monica Ester. Edisi 8. www.scribd.
Jakarta : EGC. Com/doe/138378532/docx#. Scribd.
8. Caille. , V. Jabout., J. Bellard. , G. 17. Hudak., C.M. & Gallo., B.M.
Charron. , C. Jardin. , J. (2008). (2010). Keperawata kritis.
Hemodynamic effects 0f passive leg Pendekatan holistik. Jakarta: EGC.
raising: an echocardiographic 18. Teboul, JL. Richard. , C. Monnet.
study in patients with shock. ,X. (2009). Passive leg raising for
Intensive care Med (2008) 34:1239- prediting fluid responsiveness :
1245. DOI 10. 1007/s00134-008- importance of the postural
1067-y change.Intensive care Med. (2009
9. Depkes. (2008) Angka kejadian. 3585-90. Doi 10.1007/s00134-008-
kasus diare menempati urutan 1293-3.
pertama dan keempat 19. Keller, Desebbe, Benard,Baptiste.
mengakibatkan dehidrasi. (2011). Bedside Assesesment of
http://www.Scribd.com/doc212911 Passive Leg Raising Effects on
84/ laporan kasus diare. venous Return. Journal of Clinical
10. Dong, Z.Z. Fang, Q. Shi, H. Monitoring and Compu Ting
(2012). Passive Leg Raising as an (2011). 25:257-263.DOI:
Indicator of Fluid Responsiveness 10.1007/s10877-011-930.
in Patient With Severe Sepsis. 20. Lafanechere, Frans, D. Lenox, G.
World Journal of Emergency Med. (2006). Changes in Aortic blood
Vol3,91- flow induced by passive leg raising
196.DOI;10,5847/wjem.j.1920- predict fluid responsiveness in
8642.2012.03.006. critically ill patient. Crit care. 10
11. Hastono. (2007). Analisis Data (5): R132. Doi:
Kesehatan. Jakarta : FKM. 10,186/cc5044.PMC. 175046
12. Hidayat, (2007). Metode Penelitian 21. Maizel & Airapetian. (2007).
Kesehatan Paradigma Kuantatif. Diagnosis of Central Hypovolemia
Health Books Publishing: By Using Passive Leg Raising.
Surabaya. Intensive Care Med.33:1133-1138.
13. Hidayat, A. A. (2006). Kebutuhan DOI 10.1007//s00134-007-042-y.
Dasar Manusia. Jakarta: 22. Marik, P. Monnet, X, Teboul,
Kedokteran: EGC. (2011). Hemodynamic parameters
14. Hidayat, A.A. (2009). Pengantar to guide fluid therapy. Marik et al.
kebutuhan dasar manusia aplikasi Annal of intensive care (2011),1:1.
dan konsep dan proses http://www. Annal
keperawatan. Jakarta: Salemba intensivecare.com/content/ 1/1/1.
Medika. 23. Marik, P. and Baram. (2007).
15. Hutabarat, E. (2011). Perbedaan Noninvasive Hemodynamic
hemodinamik sebelum dan sesudah Monitoring in Intensive Care
passive leg raising dan pemberian Unit. Critical Care Clinics
infus pada pasien shok hipovolemik 23(2007) .
24. Manoach, Weingart and hypoxia, oxigent debt, Organ
Charchaflieh. (2012). The failure ang death : Part II.
Evolation and current use of International Journal of Intensive
Invasive hemodynamic monitoring care 2000: 3;1 40
for predicting volume 33. Sostroasmoro, S. (2002). Dasar-
responsiveness. Journal of Clinical dasar metodelogi penelitian klinis.
Anesthesia (2012),24,242-250.doi : Jakarta: CV Sagung seto.
10.1016/j.jilinan 34. Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
25. Notoatmodjo. (2010). Metodologi Simadibrata, Setiati. (2009). Buku
penelitian kesehatan. Jakarta : Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Rineka Cipta Kelima Jilid I.
26. Nursalam. (2003). Konsep dan 35. Sunatrio. (2000). Resusitasi cairan.
Penerapan Metodedlogi Penelitian Jakarta: FKUI
Ilmu Keperawatan : Pedoman 36. Suzanne, Smeeltzer, Brenda, Janice,
Skripsi, Tesis, dan Instrumen B, Cheever, K. (2010). Brunner &
Penelitian Keperawatan. Edisi. 1. Suddarth’ textbook of medical-
Jakarta : Salemba Medika. surgical nursing. 12th ed.
27. Nursalam. (2013). Metodologi Philadelphia : Lippincott Williams
Penelitian Ilmu Keperawatan. & Wilkins
Pedekatan Praktis. Edisi 3. Jakarta : 37. Sutanto. (2004). Parameter
Salemba Medika, (2014). hemodinamik. Jakarta: RSJHK
28. Potter & Perry (2006). Buku Ajar 38. Sheerwood, L. (2010). Human
fundamental keperawatan. Vol. 2. Physiology the blood vessel ang
Jakarta: EGC blood pressure 7 thed. Canada:
29. Roehani. (2001). Buku Ajar Brook/coce Eangage Learning:
Keperawatan Kardiovaskuler. 2010:P: 370-380.
Jakarta: Bidang Diklat Rumah 39. Sugiyono. (2011). Methode
Sakit Jantung Harapan penelitian kuantitatif dan kualitatif
30. Rastikawati. (2014). Katagori dan R & D. Bandung: Alfabeta.
umur menurut Depkes (2009). 40. Syaifudin. (2012). Anatomi fisiologi
www.scribd.com/doc 217189253/ kurikulum berbasis kompetensi
katagori umur menurut Depkes. edisi 4. Jakarta: EGC.
RI#. Scribd 41. Tamsuri. (2008). Klien gangguan
31. Sari, K. (2012). Rumus Simpangan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Deviasi dalam Skripsi Gambaran Seri Asuhan Keperawatan.
Tingkat Depresi Pada Usia Lanjut 42. Tarwoto & Wartane (2010).
Di PSTW Mulia 01 dan 03 Jakarta Kebutuhan dasar manusia. Jakarta:
timur. Salemba Medika
32. . Shoemaker, William, kevin, chien 43. Thiel. , S. W. (2009). Non-invasive
at al. (2006). Noninvasive stroke volume measurement and
hemodynamic Monitoring for passive leg raising predict volume
combat casualities. Military responsiveness“
medicine;Sep 2006;171,9, Proquest
Nursing & Allied Health Source.
Shoumaker& William. (2000).
Relation of capiliary leak to
hypovolemia, low flow Tissue

Anda mungkin juga menyukai