Anda di halaman 1dari 22

Overload cairan di ICU : Evaluasi dan manajemen

Rolando Claure-Del Granado, Ravindra L. Metha

Abstrak
Latar Belakang : Overload cairan sering ditemukan pada pasien cedera ginjal
akut di unit perawatan kritis. Penelitian terkini menunjukkan hubungan overload
cairan dengan outcome pasien yang buruk . Pengelolaan dan optimalisasi
keseimbangan cairan menjadi komponen sentral dari manajemen pasien yang
sakit kritis.
Diskusi : Pada pasien yang sakit kritis, untuk mengembalikan curah jantung,
tekanan darah sistemik dan perfusi ginjal resusitasi cairan yang memadai sangat
penting. Untuk mencapai level manajemen volume yang tepat dibutuhkan
pengetahuan tentang patofisiologi yang mendasari penyakit, evaluasi status
volume, dan pemilihan solusi yang tepat untuk mengembalikan volume dan
pemeliharaan dan modulasi perfusi jaringan. Banyak penelitian terbaru miliki
membangun korelasi antara overload cairan dan kematian pada pasien yang sakit
kritis. Untuk mengenali dan menilai overload cairan membutuhkan pencatatan
intake dan output yang akurat; Namun, terdapat banyak perbedaan dalam hal
bagaimana data tersebut dievaluasi, ditinjau dan digunakan. Evaluasi status
volume yang akurat sangat penting untuk terapi yang tepat dikarenakan kesalahan
evaluasi volume dapat menyebabkan kurangnya perawatan esensial atau
pemberian cairan yang tidak diperlukan, dan kedua skenario ini dikaitkan dengan
peningkatan kematian. Terdapat beberapa metode untuk mengevaluasi status
cairan. Namun, sebagian besar tes yang digunakan saat ini dinilai tidak akurat.
Diuretik, khususnya loop diuretics, tetap menjadi terapi alternatif yang valid.
Overload cairan yang sulit ditangani (refractory) membutuhkan terapi medis
berupa aplikasi terapi ekstrakorporeal.
Kesimpulan : Pada pasien sakit kritis, overload cairan berhubungan dengan
peningkatan mortalitas dan juga menyebabkan beberapa komplikasi seperti edema
paru, gagal jantung, penyembuhan luka yang tertunda, kerusakan jaringan, dan
gangguan fungsi usus. Oleh karena itu, evaluasi status volume sangat penting
dalam manajemen awal pasien yang sakit kritis. Diuretik sering digunakan
sebagai terapi awal; Namun, karena efektivitasnya yang terbatas, penggunaan
teknik penggantian ginjal berkelanjutan sering diperlukan untuk perawatan
overload cairan. Perawatan overload cairan tergantung pada ketepatan penilaian
status volume individu, pemahaman prinsip-prinsip manajemen cairan dengan
ultrafiltrasi, dan tujuan pengobatan yang jelas.
Kata Kunci : Overload cairan, cedera ginjal akut, terapi penggantian ginjal
berkelanjutan

LATAR BELAKANG
Overload cairan sering ditemukan pada pasien sakit kritis dengan cedera
ginjal akut (AKI). Peningkatan overload cairan seharusnya tidak hanya dianggap
sebagai konsekuensi yang diharapkan dari resusitasi cairan atau AKI yang parah,
namun juga harus dilihat sebagai mediator dari hasil yang merugikan. Pada pasien
yang sakit kritis, penelitian terbaru ini telah menyoroti peran overload cairan pada
outcome yang merugikan1. Studi observasional pada pasien anak yang
membutuhkan terapi penggantian ginjal berkelanjutan (CRRT) telah menunjukkan
hubungan antara overload cairan dan mortalitas2-4. Strategi manajemen cairan
restriktif bermanfaat selama sindrom gangguan pernapasan akut dan setelah
pembedahan mayor karena dapat mengurangi durasi ventilasi mekanik dan tingkat
komplikasi kardiopulmoner5, 6. Sesuai dengan data, kontrol dan optimalisasi
keseimbangan cairan adalah elemen kunci dari manajemen pasien yang sakit
kritis, karena pembuangan cairan yang tidak memadai dapat dikaitkan dengan
kejadian edema perifer dan edema paru, yang dapat memperlambat penyapihan
dari ventilasi mekanik, atau membahayakan penyembuhan luka. Kami akan fokus
pada evaluasi dan pengelolaan overload cairan di unit perawatan intensif (ICU).
PEMBAHASAN
Peran terapi cairan dalam perkembangan overload cairan
Pada pasien yang sakit kritis, resusitasi cairan yang adekuat sangat penting untuk
pemulihan curah jantung, tekanan darah sistemik dan perfusi ginjal pada pasien
dengan syok kardiogenik atau septik7, 8. Perawatan yang cepat dan memadai dengan
cairan intravena juga dapat mencegah atau membatasi AKI berikutnya9. Untuk
mencapai tingkat manajemen volume yang tepat dibutuhkan pengetahuan tentang
patofisiologi yang mendasari penyakit, evaluasi status volume, pemilihan solusi
yang tepat untuk penggantian volume, dan pemeliharaan serta modulasi perfusi
jaringan10.
Pemberian larutan kristaloid yang direkomendasikan untuk manajemen awal pasien
dengan atau berisiko AKI, dan juga pada pasien dengan sepsis memperluas
kompartemen ekstraseluler. Tetapi seiring waktu, pasien yang sakit kritis
mengalami peningkatan kebocoran kapiler sehingga cairan intravena akan
meninggalkan sirkulasi dan terdistribusi dalam volume ekstraseluler yang
menyebabkan edema dan overload cairan. Hal ini mengakibatkan gangguan difusi
oksigen dan metabolit, Distorsi susunan jaringan, terhambatnya aliran darah kapiler
dan drainase limfatik, dan gangguan interaksi sel ke sel yang kemudian
berkontribusi pada disfungsi organ progresif (Tabel 1). Efek ini menonjol pada
11-13
organ yang memiliki kapsul (hati dan ginjal) . Overload cairan tidak hanya
merupakan konsekuensi akibat terapi cairan namun juga terjadi selama sepsis berat
sekunder akibat pelepasan faktor komplemen, sitokin dan produk prostaglandin dan
perubahan mikrosirkulasi organ14. Dalam konteks ini, edema dikaitkan dengan
kombinasi peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein dan peningkatan
tekanan hidrostatik trans-kapiler bersih melalui pengurangan vasokonstriksi pra-
kapiler15.
Overload cairan dan outcome
Beberapa penelitian observasional telah menunjukkan hubungan antara overload
cairan dan mortalitas pada pasien yang sakit kritis dengan sindrom gangguan
pernapasan akut, cedera paru akut, sepsis, dan AKI. Bouchard et al., telah
menunjukkan bahwa pasien dengan overload cairan yang mengalami peningkatan
berat badan lebih dari 10% memiliki kegagalan pernapasan yang lebih signifikan,
membutuhkan ventilasi mekanik, dan lebih banyak sepsis. Setelah disesuaikan
dengan tingkat keparahan penyakit, pasien AKI dengan overload cairan mengalami
peningkatan mortalitas 30 hari dan 60 hari. Di antara yang selamat, pasien AKI
yang membutuhkan terapi penggantian ginjal memiliki tingkat akumulasi cairan
yang secara signifikan lebih rendah pada saat memulai dialisis dan pada
penghentian dialisis dibandingkan yang tidak selamat. Pemulihan ginjal secara
signifikan lebih rendah pada pasien dengan overload cairan1. Pada anak-anak,
sebuah penelitian prospektif multicenter menemukan bahwa persentase akumulasi
cairan pada inisiasi CRRT secara signifikan lebih rendah pada pasien yang selamat
(14,2% ± 15,9% vs 25,4% ± 32,9%, P = 0,03)3.
Paru adalah salah satu organ dimana efek buruk dari overload cairan terlihat paling
jelas, dimana terjadi edema paru akut atau sindrom gangguan pernapasan akut16.
Beberapa studi telah memberikan bukti yang mengaitkan keseimbangan cairan
positif dengan hasil pernapasan yang buruk. Dalam salah satu penelitian ini, pasien
syok septik dengan cedera paru akut yang menerima manajemen cairan konservatif
setelah resusitasi cairan awal memiliki mortalitas di rumah sakit yang lebih
rendah17. Dalam penelitian lain, Wiedemann et al. mengacak 1000 pasien menjadi
pasien yang menerima manejemen cairan secara konservatif atau strategi liberal.
Pasien yang diacak dengan strategi cairan konservatif memiliki keseimbangan
cairan kumulatif yang lebih rendah, peningkatan indeks oksigenasi dan skor cedera
paru-paru, peningkatan jumlah hari bebas ventilator, dan pengurangan lama tinggal
di ICU. Perlu disebutkan bahwa strategi manajemen cairan konservatif tidak
meningkatkan kejadian atau prevalensi syok selama penelitian atau kebutuhan
untuk terapi penggantian ginjal5. Terakhir, dalam penelitian Vasopresin in Septic
Shock Trial (VASST), penulis menemukan bahwa keseimbangan cairan positif
yang lebih tinggi berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan mortalitas
dengan tingkat kematian tertinggi yang diamati pada mereka yang memiliki
tekanan vena sentral> 12 mmHg18.

Identifikasi overload cairan dan penilaian


Identifikasi dan penilaian overload cairan pada pasien yang sakit kritis
membutuhkan dokumentasi yang akurat tentang asupan dan keluaran; namun, ada
variasi yang luas dalam bagaimana informasi ini dicatat, ditinjau dan digunakan.
Mehta RL dan Bouchard J mengusulkan beberapa definisi yang berguna untuk
membantu kami menstandarisasi pendekatan dan memfasilitasi perbandingan10:
1. Keseimbangan cairan harian: perbedaan dalam semua intake dan semua output
secara harian, seringkali tidak termasuk kerugian yang tidak masuk akal.
2. Keseimbangan cairan kumulatif: jumlah keseimbangan cairan setiap hari
selama periode waktu tertentu.
3. Overload cairan: biasanya mengimplikasikan derajat edema paru atau edema
perifer.
4. Akumulasi cairan: keseimbangan cairan positif, dengan atau tanpa overload
cairan terkait.
5. Persentase overload cairan yang disesuaikan dengan berat badan:
keseimbangan cairan kumulatif yang dinyatakan dalam persen. Cutoff ≥10% telah
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Persentase overload cairan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut19:

% overload cairan
= ((jumlah cairan masuk-jumlah cairan keluar)/berat badan saat mulai dirawat x
100

Penilaian status cairan


Evaluasi status volume yang akurat sangat penting untuk terapi yang tepat karena
penilaian status volume yang tidak memadai dapat mengakibatkan pasien tidak
diberikan pengobatan yang diperlukan atau pemberian terapi yang tidak
dibutuhkan, keduanya terkait dengan peningkatan mortalitas. Ada beberapa metode
untuk mengevaluasi status cairan; Namun, sebagian besar uji yang digunakan saat
ini cukup tidak akurat. Kami akan menjelaskan beberapa metode ini.

Riwayat dan pemeriksaan fisik:


Kegunaan riwayat medis, gejala, dan tanda bersama dengan studi diagnostik rutin
(radiografi dada, elektrokardiogram, dan serum B-type natriuretic peptide (BNP))
yang membedakan gagal jantung dari penyebab lain dispnea di unit gawat darurat
dievaluasi dalam meta-analisis. Banyak fitur yang meningkatkan kemungkinan
gagal jantung, dengan fitur terbaik untuk setiap kategori adalah adanya riwayat
gagal jantung sebelumnya (LR positif = 5,8; 95% CI, 4,1–8,0); dispnea nokturnal
paroksismal (LR positif = 2,6; 95% CI, 1,5-4,5); gallop suara jantung ketiga (LR
positif = 11; 95% CI, 4.9–25.0); Rontgen dada menunjukkan kongesti vena paru
(positif LR = 12.0; 95% CI, 6.8-21.0); dan elektrokardiogram menunjukkan
fibrilasi atrium (LR positif = 3,8; 95% CI, 1,7-8,8). BNP serum rendah terbukti
menjadi tes yang paling berguna (serum BNP <100 pg / mL; negative LR = 0,11;
95% CI, 0,07-0,16)20.
Penting untuk diketahui, tanda-tanda seperti pulmonary rales, edema ekstremitas
bawah, dan distensi vena jugularis memiliki batas signifikan untuk menilai
overload cairan. Terdapat beberapa penelitian yang telah mengkorelasikan tanda-
tanda ini selama pemeriksaan fisik dan tindakan invasif (mis., Pulmonary catheter
wadge pressure (PCWP)). Butman et al.21 menemukan bahwa adanya distensi vena
jugularis, saat istirahat atau diinduksi, memiliki sensitivitas (81%), dan spesifisitas
(80%) untuk peningkatan pulmonary capillary wedge pressure (≥18 mmHg).
Menggunakan refluks hepato-jugular dan manuver, Valsava, Marantz et al.
menunjukkan bahwa manuver ini valid dalam diagnosis gagal jantung kongestif
pada pasien dispnea akut, dengan sensitivitas rendah (24%) dan spesifisitas tinggi
(94%)22.
Di sisi lain, dalam sebuah penelitian prospektif, tanda fisik overload cairan
dibandingkan dengan pengukuran hemodinamik pada 50 pasien dengan gagal
jantung kronis yang diketahui. Tanda seperti rales, edema, dan peningkatan tekanan
vena jugularis rata-rata tidak ada pada 18 dari 43 pasien dengan pulmonary
capillary wedge pressue ≥22 mmHg. Kombinasi dari tanda-tanda ini memiliki
sensitivitas 58% dan spesifisitas 100%23.

Radiografi dada
Foto polos thorax adalah salah satu tes yang paling sering digunakan untuk
mengevaluasi hipervolemia. Tanda radiografi dari volume yang overload meliputi
pembuluh lobus atas yang melebar, kardiomegali, edema interstitial, pembesaran
arteri pulmonalis, efusi pleura, edema alveolar, vena cava superior yang menonjol,
dan garis Kerley. Namun, hingga 20% pasien yang didiagnosis gagal jantung
memiliki radiografi dada negatif pada evaluasi gawat darurat awal. Selain itu,
radiografi ini dapat minimal pada pasien dengan gagal jantung stadium akhir 24.
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif, tanda-tanda radiografi memiliki nilai
prediksi yang buruk untuk mengidentifikasi pasien dengan nilai PCWP ≥30 mmHg
di mana kongesti paru radiografi tidak ada pada 39% pasien25.
Teknik X-ray dan status klinis pasien memengaruhi performa radiografi untuk
mendeteksi overload volume. X-ray dada yang portable, mengurangi sensitivitas
temuan overload volume26, dan efusi pleura dapat terlewatkan jika film dilakukan
pada posisi supine atau terlentang. Pada pasien yang diintubasi dan pasien dengan
efusi pleura, sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi rontgen dada terlentang
dilaporkan masing-masing serendah 60%, 70%, dan 67%27. Sebaliknya, frekuensi
temuan volume berlebih pada rontgen dada meningkat dengan tingkat keparahan
cairan overload seperti gagal jantung parah28.

Peptida natriuretik
BNP tingkat tinggi dapat ditemukan dengan volume berlebih; Namun, beberapa
kondisi seperti infark miokard dan emboli paru dapat menyebabkan peningkatan
kadar BNP. Kondisi lain yang harus diperhitungkan ketika mengevaluasi tingkat
BNP adalah obesitas yang dikaitkan dengan tingkat BNP yang lebih rendah dan
gagal ginjal yang dikaitkan dengan tingkat BNP yang tinggi. Pasien dengan gagal
jantung yang mengalami peningkatan BNP tingkat garis dasar. Utilitas terbesar
tingkat BNP adalah tidak adanya peningkatan, karena kadar BNP yang rendah
memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi untuk mengecualikan diagnosis gagal
jantung. Di sisi lain, level BNP yang tinggi dapat menjadi tidak spesifik untuk
overload volume26.

Analisis vektor bioimpedance


Analisis impedansi bioelektrik adalah metode yang umum digunakan untuk
memperkirakan komposisi tubuh, khususnya mendeteksi hidrasi jaringan lunak
dengan kesalahan pengukuran 2-3%. Ini adalah tes non-invasif, murah dan sangat
serbaguna yang mengubah sifat listrik dari jaringan menjadi informasi klinis29.
Analisis vektor bioimpedansi (BIVA) mengukur volume cairan seluruh tubuh dan
didasarkan pada pola grafik resistensi-reaktansi, yang menghubungkan impedansi
tubuh dengan hidrasi tubuh29. Informasi klinis tentang hidrasi diperoleh melalui
pola distribusi vektor sehubungan dengan populasi sehat dari ras, jenis kelamin,
kelas indeks massa tubuh yang sama, dan usia. Perubahan status hidrasi jaringan di
bawah 500 ml terdeteksi dan diberi peringkat. BIVA diperiksa sebagai indikator
status cairan dibandingkan dengan tekanan vena sentral (CVP) pada 121 pasien
yang sakit kritis30. Dalam penelitian ini pasien diklasifikasikan dalam tiga
kelompok sesuai dengan nilai CVP mereka: rendah (0 hingga 3 mmHg); sedang (4
hingga 12 mmHg); dan tinggi (13 hingga 20 mmHg). Kesamaan antara BIVA
dengan indikasi tekanan vena sentral dinilai baik pada kelompok CVP tinggi,
kelompok CVP sedang, dan buruk pada kelompok CVP rendah. Evaluasi
kombinasi hidrasi jaringan perifer (BIVA) dan tekanan pengisian sentral (CVP)
dapat memberikan instrumen penilaian klinis yang berguna dalam perencanaan
terapi cairan pada pasien yang sakit kritis, terutama pada mereka dengan CVP
rendah31.

Ultrasonografi toraks
Gambaran sonografi yang dikenal sebagai B-lines yang menunjukkan alveoli
interstitial yang menebal atau alveoli yang berisi cairan dapat dideteksi
menggunakan ultrasonografi toraks (Gbr. 1). PCWP dan akumulasi cairan di paru-
paru telah berkorelasi dengan adanya B-lines ("comet-tail images") pada pasien
dengan gagal jantung kongestif32. Agricola et al., Menggunakan ultrasonografi
thoraks untuk mendeteksi “gambar comet-tail” dan memperoleh skor gambar
kombinasi pasien secara individu dengan menjumlahkan jumlah B-lines di setiap
ruang yang dipindai yang dinilai (hemithorax kanan dan kiri, dari ruang interkosta
kedua sampai keempat, dari garis para-sternal ke mid-axillary); penulis menemukan
korelasi linear positif yang signifikan antara skor gambar comet-tail dan cairan paru
ekstra-vaskular yang ditentukan oleh Sistem PiCCO, antara skor komet dan PCWP,
dan antara skor gambar comet-tail dan skor radiologis dari overload cairan di paru-
paru33.
USG diameter vena cava
Pengukuran diameter inferior vena cava (IVC) juga dapat digunakan untuk menilai
status volume. Diameter IVC normal adalah 1,5 hingga 2,5 cm (diukur 3 cm dari
atrium kanan); penurunan volume dipertimbangkan dengan diameter IVC <1,5 cm
sedangkan diameter IVC> 2,5 cm menunjukkan volume berlebih.
Dalam penelitian observasional pada donor darah, Lyon et al. mengevaluasi
diameter vena cava inferior (IVCd) selama inspirasi (IVCdi) dan selama ekspirasi
(IVCde), sebelum dan sesudah donor darah 450 mL. Perbedaan signifikan
ditemukan antara IVCde sebelum dan sesudah donor darah dan antara IVCdi
sebelum dan sesudah sumbangan (masing-masing 5,5 mm dan 5,16 mm) [34]. Pada
pasien yang dirawat karena hipovolemia, Zengin et al. mengevaluasi perubahan
diameter dan diameter IVC dan ventrikel kanan (RVd) dengan perubahan diameter
dan diameter sukarelawan sehat. IVCd diukur secara ultrasonografi dengan mode-
M di daerah subxifoid dan RVd diukur di ruang intercostals ketiga dan keempat
sebelum dan sesudah resusitasi cairan. Dibandingkan dengan sukarelawan sehat,
diameter rata-rata pada pasien hipovolemik IVC selama inspirasi dan ekspirasi, dan
diameter ventrikel kanan secara signifikan lebih rendah. Setelah resusitasi cairan,
ada peningkatan yang signifikan dalam diameter IVC rata-rata selama inspirasi dan
ekspirasi serta dalam diameter ventrikel kanan35. Pengukuran diameter vena cava
inferior dan evaluasi diameter ventrikel kanan secara bedside bisa menjadi
instrumen noninvasif praktis untuk estimasi status cairan dan untuk mengevaluasi
respons terhadap terapi cairan pada pasien yang sakit kritis.

Manajemen overload cairan


Terapi diuretik
Diuretik, terutama loop diuretic, tetap menjadi alternatif terapi yang valid untuk
meredakan gejala dan memperbaiki keadaan patofisiologis dari overload cairan
seperti gagal jantung kongestif dan pada pasien dengan AKI. Pada saat ini, tidak
ada bukti yang mendukung ultrafiltrasi daripada penggunaan diuretik pada pasien
yang overload volume dengan atau tanpa AKI dalam hal perkembangan AKI yang
lebih sedikit, peningkatan hasil klinis atau mengurangi kejadian AKI36.Meskipun
lebih banyak pasien yang mengalami AKI selama perawatan diuretik, sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan loop diuretic yang lebih agresif
untuk mencapai pengeluaran volume yang lebih besar dikaitkan dengan hasil yang
lebih baik (Tabel 2)37-40.
Apa yang seharusnya menjadi tujuan dari pengeluaran urin saat menggunakan
diuretik untuk mengelola overload cairan? Beberapa pengamatan empiris telah
menunjukkan bahwa keluaran urin 3-4 ml / kg / jam jarang menyebabkan
penurunan volume intravaskular karena pengisian kapiler dapat memenuhi tingkat
tersebut di hampir semua pasien41. Diuretik dapat diberikan dalam bentuk bolus
atau menggunakan infus terus menerus. Ada kontroversi tentang strategi mana yang
lebih baik; beberapa penulis menganjurkan bahwa infus diuretik lebih unggul
daripada bolus karena keluaran urin dapat dipertahankan dengan mudah41. Dalam
satu studi infus diuretik dikaitkan dengan diuresis yang lebih besar dan ini dicapai
dengan dosis yang lebih rendah42; Infus juga dikaitkan dengan lebih sedikit efek
samping seperti memburuknya AKI, hipokalemia, dan ototoksisitas. Namun, dalam
studi DOSE-AHF (Diuretic Optimization Strategy Evaluation in Acute
Decompensated Heart Failure), penulis menemukan bahwa pasien dengan gagal
jantung akut dapat mengambil manfaat dari strategi bolus awal43.
Karena gangguan elektrolit yang umum dapat terjadi selama terapi diuretik, penting
untuk memantau kadar elektrolit dan juga untuk menilai status asam-basa. Untuk
menghindari hipokalemia, dapat diberikan kalium oral dengan mudah. Mengukur
konsentrasi kalium urin dan menghitung kehilangan potasium harian yang
membutuhkan penggantian adalah strategi yang dapat digunakan untuk
memperkirakan kebutuhan kalium harian. Strategi lain adalah penggunaan diuretik
hemat kalium seperti spironolakton. Hipomagnesemia sering ditemukan selama
terapi diuretik, penggantian magnesium dapat dicapai baik secara intravena atau
oral, biasanya dengan 20-30 mmoL per hari. Akhirnya pada beberapa pasien,
kehilangan klorida melebihi kehilangan natrium dan muncul alkalosis metabolik
hipokloremik; biasanya diperbaiki dengan pemberian kalium klorida dan
magnesium klorida.
Ulasan komprehensif baru-baru ini telah menunjukkan bahwa torsemide dan
bumetanide memiliki profil farmakokinetik yang lebih baik daripada furosemide,
dan torsemide bisa lebih efektif daripada furosemide pada pasien dengan gagal
jantung (penurunan mortalitas, penurunan rawat inap, dan peningkatan pada
klasifikasi fungsional berdasarkan New York Heart Association). Pada pasien AKI,
dibandingkan dengan torsemide, penggunaan furosemide dikaitkan dengan
peningkatan yang signifikan dalam output urin. Selain itu, dua uji coba
membandingkan bumetanide dengan furememide menunjukkan hasil yang
bertentangan [44].
Pada pasien dengan AKI, respon terhadap furosemide dapat dikurangi karena
beberapa mekanisme termasuk pengurangan sekresi tubular furosemide dan respon
yang kurang sensitif dari co-transporter Na-K-2Cl pada loop Henle45. Penurunan
respons terhadap furosemide ini pada pasien AKI sering membutuhkan penggunaan
dosis yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan risiko ototoksisitas, terutama
karena pembersihan furosemide sangat berkurang pada AKI. Furosemide dosis
tinggi juga dapat menyebabkan disfungsi miokard sekunder akibat vasokonstiriksi
yang diinduksi furosemid hambatan46.

Terapi ekstrakorporeal
Refraktori overload cairan membutuhkan terapi medis berupa penggunaan terapi
ekstrakorporeal seperti terapi penggantian ginjal berkelanjutan karena pasien yang
sakit kritis sering menunjukkan ketidakstabilan hemodinamik dan / atau disfungsi
organ multipel. Manajemen keseimbangan cairan yang akurat menjadi wajib
dengan tujuan meningkatkan pertukaran gas paru dan perfusi organ sembari
mempertahankan parameter hemodinamik yang stabil. Terapi penggantian ginjal
yang optimal untuk pasien dengan AKI dan overload cairan belum ditentukan dan
masih dalam perdebatan. Pilihan modalitas awal perlu didasari pada ketersediaan
sumber daya, keahlian pelaksana; kebutuhan individu pasien, dan pada status
hemodinamik pasien.
Pada pasien dengan overload cairan, CRRT menyebabkan eliminasi cairan lebih
lambat pada hemodialisis intermiten (IHD) yang menghasilkan stabilitas
hemodinamik yang lebih baik dan kontrol keseimbangan cairan yang lebih baik,
keuntungan lain dari CRRT dibandingkan IHD termasuk: kontrol yang lebih
lambat dari konsentrasi zat terlarut menghindari fluktuasi besar dan pergeseran
cairan, yang mengurangi risiko edema serebral, fleksibilitas besar dalam hal
penyesuaian pengobatan dengan kebutuhan pasien kapan saja, dan akhirnya
CRRT memungkinkan untuk melakukan perawatan dengan mesin yang relatif
sederhana dan ramah pengguna47. Beberapa penelitian observasional besar
menunjukkan bahwa CRRT adalah prediktor independen untuk pemulihan ginjal
di antara para penyintas48-50.
Dengan tidak adanya data yang pasti untuk mendukung penggunaan jenis terapi
penggantian ginjal tertentu, harus dipertimbangkan CRRT dan IHD sebagai terapi
pelengkap. Oleh karena itu, selama perawatan pasien sakit kritis dengan AKI dan
overload cairan, transisi antara CRRT dan IHD sering terjadi, dan sering didasari
oleh status hemodinamik pasien.
Slow continuous ultrafiltration (SCUF) adalah jenis terapi penggantian ginjal
terus menerus yang biasanya dilakukan dengan laju aliran darah rendah (50
hingga 100 ml / menit), dan laju ultrafiltrasi antara 100 dan 300 ml / jam sesuai
dengan kebutuhan keseimbangan cairan. Filter area permukaan yang relatif kecil
dapat digunakan dengan pengurangan dosis heparin karena diperlukan ultrafiltrasi
dan laju aliran darah yang rendah51.
Continuous veno-venous hemofiltration (CVVH) adalah teknik CRRT lain yang
memungkinkan kontrol keseimbangan cairan menit-ke-menit dengan teliti, dengan
memberikan cairan terus menerus, elektrolit, dan pembersihan toksin.
Pemberian CRRT terkait manajemen cairan dan integrasinya terhadap manajemen
cairan pasien secara keseluruhan dapat ditingkatkan dengan menggunakan tabel
urutan spesifik untuk keseimbangan cairan mesin seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3. Keseimbangan cairan mesin mengacu pada total keseimbangan selama
24 jam periode cairan diberikan oleh mesin CRRT (dialisat atau cairan pengganti
atau keduanya tergantung pada teknik) dan cairan yang dikeluarkan oleh mesin
CRRT (dialisat yang digunakan atau ultrafiltrate atau keduanya tergantung pada
teknik). Pengaturan ini akan membantu untuk mencapai keseimbangan cairan per
jam yang direncanakan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 2.
Tujuan utamanya adalah untuk menjaga perfusi jaringan, mengoptimalkan
keseimbangan cairan dengan secara efektif mengeluarkan cairan tanpa
mengurangi volume cairan sirkulasi yang efektif; Oleh karena itu, pemantauan
keseimbangan cairan yang teliti sangat penting untuk semua pasien52/
Pilihan lain untuk merawat pasien dengan overload cairan adalah perangkat yang
lebih kecil dan lebih portabel seperti Aquadex FlexFlow System (Baxter
Healthcare). Pada pasien dengan gagal jantung, Costanzo et al. membandingkan
alat ultrafiltrasi yang dapat disesuaiakan menggunakan perangkat ultrafiltrasi kecil
dengan penggunaan loop diuretics intravena. Penulis menemukan tren untuk
waktu yang lebih lama untuk kambuh gagal jantung dalam waktu 90 hari setelah
keluar dari rumah sakit pada pasien yang diobati dengan perangkat ultrafiltrasi,
dan lebih sedikit gagal jantung dan kejadian kardiovaskular. Perubahan fungsi
ginjal dan mortalitas 90 hari serupa pada kedua kelompok. Namun, lebih banyak
pasien yang dirandomisasi untuk ultrafiltrasi yang dapat disesuaikan mengalami
efek buruk dari special interest (p = 0,018) dan penelitian yang serius tentang efek
samping terkait produk (p = 0,026)53.

KESIMPULAN
Beberapa komplikasi seperti gagal jantung kongestif, edema paru, penyembuhan
luka yang tertunda, kerusakan jaringan, dan gangguan fungsi usus berhubungan
dengan overload cairan. Overload cairan juga dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas. Penilaian status volume pada pasien sakit kritis secara optimal sangat
penting terutama selama manajemen awal pasien ini. Salah satu aspek kunci dari
manajemen overload cairan adalah menjaga stabilitas hemodinamik dan
mengoptimalkan fungsi organ. Loop diuretics sering digunakan sebagai terapi
awal untuk mengobati pasien yang sakit kritis dengan overload cairan; Namun
demikian, diuretik memiliki keterbatasan dalam efektifitas karena beberapa faktor
seperti cedera ginjal akut yang mendasari yang berkontribusi terhadap resistensi
diuretik. Terapi penggantian ginjal sering diperlukan untuk manajemen volume
optimal pada pasien sakit kritis dengan overload cairan. Dalam pengaturan ini,
manajemen volume yang sukses tergantung pada estimasi akurat status cairan
pasien, pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip perawatan overload
cairan dengan ultrafiltrasi, dan tujuan pengobatan yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bouchard J, Soroko SB, Chertow GM, Himmelfarb J, Ikizler TA, Paganini


EP, et al. Fluid accumulation, survival and recovery of kidney function in
critically ill patients with acute kidney injury. Kidney Int. 2009;76(4):422–
7.

2. Goldstein SL, Currier H, Graf C, Cosio CC, Brewer ED, Sachdeva R.


Outcome in children receiving continuous venovenous hemofiltration.
Pediatrics. 2001;107(6):1309–12.

3. Goldstein SL, Somers MJ, Baum MA, Symons JM, Brophy PD, Blowey
D, et al. Pediatric patients with multi-organ dysfunction syndrome
receiving continuous renal replacement therapy. Kidney Int.
2005;67(2):653–8.

4. Gillespie RS, Seidel K, Symons JM. Effect of fluid overload and dose of
replacement fluid on survival in hemofiltration. Pediatr Nephrol.
2004;19(12):1394–9.

5. Wiedemann HP, Wheeler AP, Bernard GR, Thompson BT, Hayden D,


deBoisblanc B, et al. Comparison of two fluid-management strategies in
acute lung injury. N Engl J Med. 2006;354(24):2564–75.

6. Brandstrup B, Tonnesen H, Beier-Holgersen R, Hjortso E, Ording H,


Lindorff- Larsen K, et al. Effects of intravenous fluid restriction on
postoperative complications: comparison of two perioperative fluid
regimens: a randomized assessor-blinded multicenter trial. Ann Surg.
2003;238(5):641–8.

7. Prowle JR, Echeverri JE, Ligabo EV, Ronco C, Bellomo R. Fluid balance
and acute kidney injury. Nat Rev Nephrol. 2010;6(2):107–15.

8. Levy MM, Artigas A, Phillips GS, Rhodes A, Beale R, Osborn T, et al.


Outcomes of the Surviving Sepsis Campaign in intensive care units in the
USA and Europe: a prospective cohort study. Lancet Infect Dis.
2012;12(12): 919–24.

9. Kellum JA, Lameire N. Kidney Disease Improving Global Outcomes


(KDIGO) Working Group. Section 3: Prevention and Treatment of AKI.
Kidney Int Suppl (2011). 2012;2(1):37–68.

10. Mehta RL, Bouchard J. Controversies in acute kidney injury: effects of


fluid overload on outcome. Contrib Nephrol. 2011;174:200–11.

11. Humphrey H, Hall J, Sznajder I, Silverstein M, Wood L. Improved


survival in ARDS patients associated with a reduction in pulmonary
capillary wedge pressure. Chest. 1990;97(5):1176–80.

12. Nisanevich V, Felsenstein I, Almogy G, Weissman C, Einav S, Matot I.


Effect of intraoperative fluid management on outcome after
intraabdominal surgery. Anesthesiology. 2005;103(1):25–32.

13. Boyle A, Maurer MS, Sobotka PA. Myocellular and interstitial edema and
circulating volume expansion as a cause of morbidity and mortality in
heart failure. J Card Fail. 2007;13(2):133–6.

14. Andreucci M, Federico S, Andreucci VE. Edema and acute renal failure.
Semin Nephrol. 2001;21(3):251–6.

15. Bouchard J, Mehta RL. Fluid balance issues in the critically ill patient.
Contrib Nephrol. 2010;164:69–78.

16. Schrier RW, Wang W. Acute renal failure and sepsis. N Engl J Med.
2004; 351(2):159–69.

17. Murphy CV, Schramm GE, Doherty JA, Reichley RM, Gajic O, Afessa
B, et al. The importance of fluid management in acute lung injury secondary
to septic shock. Chest. 2009;136(1):102–9.

18. Boyd JH, Forbes J, Nakada TA, Walley KR, Russell JA. Fluid
resuscitation in septic shock: a positive fluid balance and elevated central
venous pressure are associated with increased mortality. Crit Care Med.
2011;39(2):259–65.

19. Bagshaw SM, Cruz DN. Fluid overload as a biomarker of heart failure
and acute kidney injury. Contrib Nephrol. 2010;164:54–68.

20. Wang CS, FitzGerald JM, Schulzer M, Mak E, Ayas NT. Does this
dyspneic patient in the emergency department have congestive heart failure?
JAMA. 2005;294(15):1944–56.

21. Butman SM, Ewy GA, Standen JR, Kern KB, Hahn E. Bedside
cardiovascular examination in patients with severe chronic heart failure:
importance of rest or inducible jugular venous distension. J Am Coll
Cardiol. 1993;22(4):968–74.

22. Marantz PR, Kaplan MC, Alderman MH. Clinical diagnosis of


congestive heart failure in patients with acute dyspnea. Chest.
1990;97(4):776–81.
23. Stevenson LW, Perloff JK. The limited reliability of physical signs for
estimating hemodynamics in chronic heart failure. JAMA.
1989;261(6):884–8.

24. Collins SP, Lindsell CJ, Storrow AB, Abraham WT. Prevalence of
negative chest radiography results in the emergency department patient with
decompensated heart failure. Ann Emerg Med. 2006;47(1):13–8.

25. Chakko S, Woska D, Martinez H, de Marchena E, Futterman L, Kessler


KM, et al. Clinical, radiographic, and hemodynamic correlations in chronic
congestive heart failure: conflicting results may lead to inappropriate care.
Am J Med. 1991;90(3):353–9.

26. Peacock WF, Soto KM. Current techniques of fluid status assessment.
Contrib Nephrol. 2010;164:128–42.

27. Ruskin JA, Gurney JW, Thorsen MK, Goodman LR. Detection of
pleural effusions on supine chest radiographs. AJR Am J Roentgenol.
1987;148(4):681–3.

28. Chait A, Cohen HE, Meltzer LE, VanDurme JP. The bedside chest
radiograph in the evaluation of incipient heart failure. Radiology.
1972;105(3):563–6.

29. Piccoli A. Patterns of bioelectrical impedance vector analysis: learning


from electrocardiography and forgetting electric circuit models. Nutrition.
2002;18(6):520–1.

30. Piccoli A, Pittoni G, Facco E, Favaro E, Pillon L. Relationship between


central venous pressure and bioimpedance vector analysis in critically ill
patients. Crit Care Med. 2000;28(1):132–7.

31. Piccoli A. Bioelectric impedance measurement for fluid status


assessment. Contrib Nephrol. 2010;164:143–52.
32. Picano E, Frassi F, Agricola E, Gligorova S, Gargani L, Mottola G.
Ultrasound lung comets: a clinically useful sign of extravascular lung water.
J Am Soc Echocardiogr. 2006;19(3):356–63.

33. Agricola E, Bove T, Oppizzi M, Marino G, Zangrillo A, Margonato A,


et al. “Ultrasound comet-tail images”: a marker of pulmonary edema: a
comparative study with wedge pressure and extravascular lung water. Chest.
2005;127(5):1690–5.

34. Lyon M, Blaivas M, Brannam L. Sonographic measurement of the


inferior vena cava as a marker of blood loss. Am J Emerg Med.
2005;23(1):45–50.

35. Zengin S, Al B, Genc S, Yildirim C, Ercan S, Dogan M, et al. Role of


inferior vena cava and right ventricular diameter in assessment of volume
status: a comparative study: ultrasound and hypovolemia. Am J Emerg Med.
2013;31(5):763–7.

36. Perazella MA, Coca SG. Three feasible strategies to minimize kidney
injury in ‘incipient AKI’. Nat Rev Nephrol. 2013;9(8):484–90.

37. Mehta RL, Pascual MT, Soroko S, Chertow GM. Diuretics, mortality,
and nonrecovery of renal function in acute renal failure. JAMA.
2002;288(20): 2547–53.

38. Uchino S, Doig GS, Bellomo R, Morimatsu H, Morgera S, Schetz M, et


al. Diuretics and mortality in acute renal failure. Crit Care Med.
2004;32(8):1669–77.

39. Cantarovich F, Rangoonwala B, Lorenz H, Verho M, Esnault VL. High-


dose furosemide for established ARF: a prospective, randomized, double-
blind, placebo-controlled, multicenter trial. Am J Kidney Dis.
2004;44(3):402–9.
40. Grams ME, Estrella MM, Coresh J, Brower RG, Liu KD. Fluid balance,
diuretic use, and mortality in acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol.
2011;6(5): 966–73.

41. Bellomo R, Prowle JR, Echeverri JE. Diuretic therapy in fluid-


overloaded and heart failure patients. Contrib Nephrol. 2010;164:153–63.

42. Martin SJ, Danziger LH. Continuous infusion of loop diuretics in the
critically ill: a review of the literature. Crit Care Med.
1994;22(8):1323–9.

43. Shah RV, McNulty S, O’Connor CM, Felker GM, Braunwald E, Givertz
MM. Effect of admission oral diuretic dose on response to continuous
versus bolus intravenous diuretics in acute heart failure: an analysis from
diuretic optimization strategies in acute heart failure. Am Heart J.
2012;164(6):862–8.

44. Wargo KA, Banta WM. A comprehensive review of the loop diuretics:
should furosemide be first line? Ann Pharmacother. 2009;43(11):1836–
47.

45. Brater DC. Resistance to diuretics: emphasis on a pharmacological

perspective. Drugs. 1981;22(6):477–94.

46. De Vecchis R, Ciccarelli A, Cioppa C. Intermittent intravenous infusion


of

high-dose loop diuretics and risk for iatrogenic ototoxicity: an unresolved


issue from the DOSE study. G Ital Cardiol (Rome). 2012;13(10):701–2.
author reply 2–4.

47. Kellum JA, Lameire N. Kidney Disease Improving Global Outcomes


(KDIGO) Working Group.Section 5: Dialysis Interventions for Treatment
of AKI. Kidney Int Suppl (2011). 2012;2(1):89–115.
48. Bell M, SWING, Granath F, Schon S, Ekbom A, Martling CR.
Continuous renal replacement therapy is associated with less chronic
renal failure than intermittent haemodialysis after acute renal failure.
Intensive Care Med. 2007;33(5):773–80.

49. Jacka MJ, Ivancinova X, Gibney RT. Continuous renal replacement


therapy improves renal recovery from acute renal failure. Can J Anaesth.
2005;52(3):327–32.

50. Uchino S, Bellomo R, Kellum JA, Morimatsu H, Morgera S, Schetz MR,


et al. Patient and kidney survival by dialysis modality in critically ill
patients with acute kidney injury. Int J Artif Organs. 2007;30(4):281–92.

51. Cerda J, Ronco C. Modalities of continuous renal replacement therapy:


technical and clinical considerations. Semin Dial. 2009;22(2):114–22.

52. Bouchard J, Mehta RL. Volume management in continuous renal


replacement therapy. Semin Dial. 2009;22(2):146–50.

53. Costanzo MR, Negoianu D, Jaski BE, Bart BA, Heywood JT, Anand IS,
et al. Aquapheresis Versus Intravenous Diuretics and Hospitalizations for
Heart Failure. JACC Heart Fail. 2016;4(2):95–105.

Anda mungkin juga menyukai