Anda di halaman 1dari 49

Kemoterapi : Efek Samping

Oral dan Intervensi pada


Gigi. Tinjauan Literatur

Journal Reading :
Albertus Johan Edy
Hernanda Haudzan Hakim
Achmad Khoiru Zadit Taqwa
Rara Badriya Agustin
Abstrak
Pendahuluan

AGEN SITOSTATIK

AGEN SITOTOKSIK

EFEK SAMPING ORAL


Pendahuluan
• Pencarian pada PubMed-MEDLINE menggunakan kata kunci :
• Kemoterapi
• Efek samping
• Komplikasi oral
• Mucositis oral
• Neuropati perifer
• Osteonekrosis rahang
• Manajemen gigi pasien kemoterapi
• Kelainan gigi akibat kemoterapi
• Pencegahan mucositis oral
• Reaksi merugikan pada kulit

Diambil jurnal dalam 25 tahun terakhir  94 Publikasi dipilih


Toksisitas Kemoterapi
• Tingkat toksisitas bergantung pada dosis dan frekuensi
pemberian agen.

Sel
Sel yang
yang
AGEN berkembang
berkembang biak
biak Jaringan
Jaringan normal
normal ::
KEMOTERAPI dengan
dengan cepat
cepat Sumsung
Sumsung Tulang,
Tulang,
mukosa
mukosa usus,
usus,
mukosa
mukosa mulut,
mulut,
folikel
folikel rambut,
rambut,
gonad
gonad

Penghancuran
Penghancuran sel
sel
Myelosupresi ULSERASI
ULSERASI MUKOSA
MUKOSA basal
basal mukosa
mukosa
mulut
mulut
Toksisitas Kemoterapi
• Tingkat toksisitas bergantung pada dosis dan frekuensi
pemberian agen.

AGEN Kerusakan
Kerusakan DNA
DNA
Mutasi
Mutasi dan
dan
Kelainan
Kelainan Kromosom
Kromosom
KEMOTERAPI

Keganasan
Keganasan
Sekunder
Sekunder
Efek Samping Umum pada
Kemoterapi
• Penekanan Sumsum Tulang
• Leukopenia  Hari ke 10 dari kursus kemoterapi
• Trombositopenia  Hari ke 10-14 dari kursus kemoterapi
• Anemia  Tidak umum terjadi
• Rambut Rontok
• Gangguan Spermatogenesis
• Mual dan muntah
• Kelelahan
• Diare
• Sindroma pada tangan dan kaki (eritema akral)
• Kardiotoksisitas
• Reaktivasi Hepatitis B
• Neurotoksisitas  Chemotherapy Induced Periphere Neuropathy
• Hepatotoksisitas
• Gangguan Kulit (ruam, xerosis)
EFEK SAMPING
PADA MULUT
Mukositis oral
ditandai oleh :
infiltrasi sel-sel inflamasi
gangguan epitel dan ulserasi
Itu timbul 4-7 hari setelah dimulainya kursus dosis tinggi dan menghilang 2-4
minggu setelah pengobatan selesai.

Obat-obatan :
doxorubicin,
bleomycin,
Fluorouracil dan methotrexate (mempengaruhi sintesis DNA ) analog purin,
meningkatkan insidensi OM hingga 60%
metotreksat dan etoposida disekresikan dalam air liur mendukung toksisitas
oral
“Semakin tinggi dosis dan frekuensi obat, semakin tinggi resiko pengembangan
dari oral mucositis”

Faktor resiko pada pasien adalah


usia,
kekurangan gizi,
masalah medis yang sudah ada sebelumnya, kesehatan mulut yang buruk,
trauma,
penyakit hati,
status fungsional ginjal
Gen yang menentukan ketersediaan metabolit obat aktif terkait dengan risiko
pengembangan mucositis. Misalnya, polimorfisme yang terkait dengan ekspresi
alpha tumor necrosis factor (TNF-a) telah terlibat dalam OM
PATOGENESIS

Fase inisiasi :
Untai DNA pecah  trauma pada sel epitel  gangguan proliferasi sel.
Sel yang rusak  lepaskan ROS  rusak DNA
Sepanjang kerusakan sel mengekspresikan gen  aktivasikan jalur tranduksi
tertentu

Fase ulseratif :
Integritas mukosa hilang disertai kolonisasi bakteri dan infiltrat leukositik masif.
Produk-produk dari dinding sel bakteri menstimulasi makrofag, yang pada
gilirannya menghasilkan sitokin.

Fase penyembuhan terakhir :


keratinosit, distimulasi oleh matriks ekstraseluler, bermigrasi dan berkembang
biak untuk merekonstruksi lapisan epitel.
Hematopoiesis membaik, peradangan hilang, dan fibroblast stroma direnovasi.
Mucositis
puncaknya pada 7-10 hari setelah kemoterapi.
Tanda pertamanya
eritema, diikuti oleh sensasi terbakar.
eritema berubah menjadi ulserasi
Ulkus membaik dalam 2-3 minggu setelah pengobatan berakhir
tanpa meninggalkan bekas luka.

Selama manifestasi mereka, mereka


ditutupi oleh pseudomembrane.
mukosa bukal dan labial, permukaan
lateral lidah dasar mulut dan langit-
langit lunak adalah tempat yang
paling sering terkena
PERAWATAN DAN PENCEGAHAN OM

•intervensi gigi sebelum kemoterapi,


•Air steril atau larutan garam fisiologis
•klorheksidin
•bilasan dengan povidone iodine mengurangi tingkat keparahan OM
•Agen anti-inflamasi, seperti benzidamin
•Imunoglobulin intravena dan gel histamin
•Obat-obatan sitoprotektif, seperti amifostine, dianggap menekan ROS.
•Sucralfate memiliki efektivitas terbatas pada OM dan sering diikuti oleh mual, perdarahan
rektum, dan beberapa gangguan dubur.
•Vitamin E bertindak sebagai antioksidan terhadap ROS.
• Glutamin
• Propantheline menyebabkan hipo-liur, sehingga mengurangi paparan mukosa terhadap
agen dalam air liur.
•cryotherapy 5-30 menit sebelumnya, pasien dilakukan perawatan dengan 5-fluorouracil
•Palifermin secara intravena
•Terapi laser
• Seng tampaknya mendukung penyembuhan luka dan pelestarian integritas jaringan
epitel (Suspensi polaprezinc)
Osteonekrosis
Rahang
Osteonekrosis  merusak fungsi osteoklas dan osteoblas yang merupakan tipe
utama sel yang berkaitan erat dengan kesehatan dan perbaikan tulang. Ini
muncul setelah gangguan sementara atau permanen dari suplai darah tulang.

Pada tahap pertama


 lesi dapat tetap tanpa gejala selama berminggu-minggu, berbulan-bulan,
atau bahkan bertahun-tahun. Ketika peradangan menyerang lesi, rasa sakit
muncul dengan sendirinya. Mobilitas gigi, pembengkakan mukosa, eritema,
ulserasi, paresthesia, atau bahkan kerusakan pada bagian yang terkait dari saraf
trigeminal dapat diamati
Gambar 2: Osteonekrosis rahang atas karena bifosfonat

Bifosfonat sebagai agen kemoterapi terhadap metastasis tulang,


hiperkalsemia ganas, atau melanoma ganas, dan untuk
pengobatan osteoporosis.
Infeksi
Neutrofil mewakili 55-70% dari sel darah putih yang beredar. Mereka mampu mengidentifikasi
dan menghancurkan penjajah. Kemoterapi mengurangi jumlah mereka menyebabkan
neutropenia yang pada gilirannya mendukung perkembangan infeksi. Rongga mulut adalah
pemandangan infeksi yang umum, sering disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus.
1. BAKTERI

Bakteri mungkin bertanggung jawab atas


infeksi odontogenik.
Gejala :
eritema, edema, dan purulensi.
Infeksi periapikal mempengaruhi gigi
posterior rahang atas dan jika parah
melubangi membran Schneiderian dan
menyebabkan sinusitis.
Terapi :
Klindamisin atau amoksisilin dengan asam
klavulanat adalah obat pilihan yang disertai
ekstraksi atau sayatan hanya jika tidak dapat
dihindari.
Perikoronitis sering muncul di daerah molar ketiga disertai dengan
ulserasi, nekrosis, dan nyeri hebat.
Gingivitis ulseratif nekrotikan
Sialadenitis
amoksisilin dan / asam klavulanat atau klindamisin

Ekstraksi adalah pilihan yang baik untuk gigi dengan prognosis buruk,
tetapi penting untuk dilakukan setidaknya sepuluh hari sebelum
dimulainya kemoterapi
2. JAMUR

paling umum adalah spesies Candida dan Aspergillus. Zygomyces dan jamur
endemik, seperti Histoplasma capsulatum, juga harus dipertimbangkan serta
spesies Fusarium

Perawatan dapat berupa topikal atau sistemik.


- Infeksi orofaringeal dapat dikelola dengan klotrimazol atau nistatin.
- Terapi sistemik membutuhkan penggunaan triazol seperti flukonazol atau
itrakonazol
- Echinocandins (micafungin, atau caspofungin), formulasi AmB (amfoterisin B)
adalah agen yang digunakan untuk infeksi refraktori parah.
- Caspofungin adalah obat yang efektif melawan spesies Aspergillus dan
Candida.
Spesies fusarium
nfeksi yang menyebar terkait dengan tingkat kematian yang tinggi pada
pasien yang menerima imunokompromikan agen, seperti alemtuzumab.
Alemtuzumab sering bertanggung jawab atas hilangnya sel T, sel B, sel
pembunuh alami, dan monosit.

Terapi antijamur kombinasi tampaknya lebih efisien terhadap infeksi yang


menyebar.
Amfoterisin B dan vorikonazol untuk Fusobacterium solani;
amfoterisin B dan caspofungin terhadap F. solani dan F. oxysporum
dapat digunakan sebagai terapi kombinasi.
Vorikonazol dan caspofungin, atau vorikonazol, dan terbinafine adalah
kombinasi menarik yang diuji secara in vitro.
3. VIRUS

a. Infeksi herpes dengan subtipe HSV-1


Tingkat infeksi tergantung pada tingkat imunosupresi. Lesi menempati batas
vermillion yang lebih rendah dan lebih memilih daerah mukosa keratin, seperti
langit-langit keras, gingiva, dan lidah.
GEJALA
Mereka hadir sebagai vesikel yang pecah dan meninggalkan ulserasi yang
sembuh, bahkan tanpa intervensi, dalam 1 hingga 2 minggu.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan klinis lengkap, kultur, dan sitologi eksfoliatif, disertai dengan tes
antibodi fluoresen langsung, memastikan diagnosis segera dan valid.
TERAPI
Pilihan pengobatan pertama adalah asiklovir secara oral. Dosis 400-800 mg
diberikan 5 kali sehari.
Dalam kasus yang parah, asiklovir intravena dengan dosis 5-10 mg / kg
setiap 8-12 jam adalah skema yang efisien. Atau, valacyclovir atau famciclovir
dapat digunakan.
b. Virus Varicella-zoster

yang menyebabkan nyeri ketidaknyamanan parah, superinfeksi bakteri,


jaringan parut, dan bahkan kematian.

neuralgia post herpetik dapat ditemukan pada 6-18% pasien berusia di atas
60 tahun.

Manajemen V. zoster
asiklovir, valasiklovir, atau famciclovir yang lebih tinggi.
Perawatan neuralgia mungkin memerlukan opioid, antidepresan,
gabapentin, antidepresan, dan anestesi lokal.

c. Infeksi virus Sitomegalovirus dan Epstein-Barr dikaitkan dengan keganasan,


mononukleosis infeksius, leukoplakia berbulu mulut, berbagai kelainan
limfoproliferatif, dan prosedur transplantasi. Tidak ada penelitian yang dapat
diandalkan yang menghubungkan mereka dengan kemoterapi.
Reaksi Lichenoid
Reaksi Lichenoid adalah sekelompok lesi heterogen pada mukosa oral yang menunjukan
kesamaan klinis dengan lichen planus, namun memiliki temuan histologis dan agen
penyebab yang berbeda.
Penyebab LCR ada beberapa macam, seperti hipersensitifitas terhadap material restorasi
dental (amalgam, resin komposit) dan akumulasi plak, dapat juga terjadi karena obat-
obatan agen kemoterapi seperti imatinib mesilat.
Gambaran klinis RL hampir sama dengan lichen planus oral yaitu berupa lesi khas papul
keputihan berbentuk retikuler, erosi eritematosa, serta plak berbentuk retikuler yang
disertai oleh striae yang menyebar. Selain itu, dari pemeriksaan histologis, didapatkan
infiltrasi eosinofilik, parakeratosis yang menonjol disertai dengan acanthosis, serta
peradangan vaskular di sekitar pleksus bagian dalam. Temuan histologi ini tidak dapat
ditemukan pada Lichen Planus Oral.
 
Terdapat penelitian yang menjelaskan mengenai pathogenesis reaksi
lichenoid serta hubungan antara reaksi lichenoid dengan kemoterapi.
Imatinib bertanggung jawab atas perubahan ekspresi epidermal marker
CK-6. Hal tersebut mengakibatkan ekspresi CK6 di lapisan supra-basal
dari mukosa yang berguna untuk menunjukkan kerusakan jaringan
menjadi terganggu. Di saat bersamaan, penggunaan imatinib dapat
memicu reaksi autoimun yang menyebabkan infiltrate inflamasi
menghancurkan keratinosit, sehingga terjadilah kelainan pada mukosa.
Penanganan RL adalah penghentian agen penyebab. Jika agen tidak
bisa dihilangkan atau dihentikan, kortikosteroid dapat digunakan.
Pemberian prednisolone secara oral disertai dengan pemberian
kortikosteroid topikal miliki menunjukkan hasil yang memuaskan.
Anomali Dental
Anak-anak yang menerima kemoterapi Hipoplasia enamel dan
sebelum usia lima tahun dapat mengalami perubahan warna adalah
kelainan selama pertumbuhan gigi mereka. kelainan yang paling umum.
Kelainan ini menggarisbawahi fakta bahwa gigi Hipoplasia adalah hasil dari
pada masa pertumbuhan jauh lebih rentan kerusakan ameloblastik yang
terhadap kerusakan akibat kemoterapi. dapat mengganggu fungsi
Kemoterapi bertanggung jawab atas anomali
reproduksi dan sekretori enamel,
permeabilitas membrane
gigi tertentu seperti mikrodontia, pembesaran
enamel, serta pertukaran kalsium
ruang pulpa gigi, retardasi perkembangan gigi,
antar membrane enamel.
atau malformasi akar. Kemoterapi
Perubahan ini dapat
menyebabkan cacat kualitatif pada gigi.
menyebabkan kekeruhan enamel.
Tingkat kerusakan tergantung pada jenis agen
dan waktu paruh resimen obat.
Obat sitotoksik dosis tinggi yang berulang dapat
menyebabkan agenesis akar. Selain itu, fungsi sekretori
mikrotubulus yang rusak, serta perubahan dalam koneksi intra
dan antar sel, menghasilkan fungsi odontoblastik yang abnormal.
Kemoterapi dosis tinggi invasif dapat menyebabkan agenesis gigi.
Hipodontia adalah tidak adanya satu atau lebih gigi.
Hipodontia disebabkan oleh pemberian berulang agen
kemoterapi dosis tinggi. Hal ini merupakan hasil dari kelainan
pada fase awal dari siklus pembentukan gigi. Kegagalan
pembentukan lamina gigi atau tunas gigi dapat menyebabkan
perkembangan abnormal. Kegagalan ini dapat menyebabkan
hipodontia
Hyposialia dan Xerostomia
Kemoterapi biasanya merusak fungsi kelenjar ludah. Gangguan ini
bersifat sementara dan dapat kembali. Walaupun begitu,
gangguan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan,
memengaruhi ucapan, dan kesulitan mengunyah. Kualitas dan
kuantitas air liur pasien berubah. Peningkatan level amilase dan
peroksidase juga ditemukan. Penurunan simultan jumlah IgA dan
IgG juga menyertai kemoterapi. Dengan demikian mukosa mulut
menjadi rentan terhadap trauma dan mucositis oral. Fungsi saliva
seperti pelumasan, pelembapan, dan sifat antimikroba
terganggu. Telah dicatat bahwa laju aliran saliva yang tidak
distimulasi meningkat pada pasien yang menderita ulserasi oral
selama kursus kemoterapi, mungkin sebagai akibat dari stimulasi
nosiseptif oral.
Agen-agen seperti adriamycin, cyclophosphamide, dan
fluorouracil dapat menyebabkan pengurangan kuantitas aliran air
liur yang mengarah ke gangguan pengecapan dan sensasi
terbakar. Fungsi imunitas juga terganggu, karena kurangnya
lisozim, laktoferin, imunoglobulin, dan zat antibakteri lain.
Konsumsi sejumlah besar air dalam kombinasi dengan
permen bebas gula dan permen karet terbukti bermanfaat dalam
pengelolaan hiposialia dan xerostomia. Dalam situasi yang lebih
serius, pilocarpine (perlu diingat kemungkinan efek samping dari
pilocarpine), bromhexine, atau bethanechol dapat digunakan.
Gangguan Pengecapan
Gangguan pengecapan banyak dideteksi pada pasien yang
menjalani kemoterapi. Meskipun tidak mematikan, gangguan
rasa dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang luar biasa.
Akibatnya, pasien dapat menolak asupan makanan yang dapat
menunda pemulihan pasien. Patofisiologi dysgeusia termasuk
kerusakan saraf kranial selektif (VII, IX, X), mukosa mulut, atau
kuncup pengecap.
Agen yang biasanya dikaitkan dengan perubahan pengecapan
adalah cisplatin, doxorubicin, 5-fluorouracil, levamisole,
doxecatel, paclitaxel, cyclophosphamide, atau carboplatin.
Perdarahan
Obat sitotoksik berdampak negatif pada sel-sel sumsum
tulang. Efek buruk ini dapat menyebabkan trombositopenia.
Supresi sumsum tulang ini bisa menyebabkan perdarahan yang
berlebihan. . Jumlah trombosit di bawah 20.000 / mm3
meningkatkan risiko perdarahan berlebihan, terutama di seluruh
manifestasi gingivitis. Area seperti palatum molle, dasar mulut,
bibir bagian bawah, dan mukosa vestibular rentan terhadap
perdarahan.
Beberapa jenis obat digunakan untuk mengurangi
perdarahan. Vasokonstriktor seperti epinefrin adalah obat
pilihan. Pelindung mukoadheren seperti sianoakrilat dapat
menutup tempat pendarahan.
Neurotoksisitas
Agen seperti vinblastin dan Hiperpigmentasi Oral-
vincristine dapat menyebabkan Melanosis
neurotoksisitas. Neurotoksisitas Terapi imatinib dapat menghasilkan
ini dapat timbul dengan depigmentasi maupun hiperpigmentasi
manifestasi berupa nyeri berat kulit dan mukosa yang terbukti
yang dalam pada mandibula. berhubungan dengan dosis pemberian
serta bersifat reversibel ketika pemberian
Rasa sakit itu berkurang dihentikan.
seminggu setelah kemoterapi
Imatinib bertanggung jawab atas
selesai. Pemeriksaan spesifik, stimulasi melaninogenesis yang
seperti pemeriksaan X-Rays dan berlebihan pada area kulit dan mukosa
pemeriksaan intraoral, tertentu. Imatinib dapat berikatan
diperlukan untuk membantu dengan beberapa reseptor di kulit yang
kemudian mengaktifkan atau
dokter membedakan rasa sakit menghambat proses melaninogenesis.
dari rasa sakit yang disebabkan Beberapa penelitian telah
oleh kelainan pada pulpa. menggambarkan adanya manifestasi
berupa pigmentasi kebiruan pada
pallatum durum, gingiva, gigi, dan daerah
perioral.
Sindroma Steven Johnson
Nekrolisis epidermal toksik (TEN) dan sindrom Steven-Johnson
(SJS) adalah bentuk berbeda dari kelainan patologis yang sama. TEN
dan SJS merupakan komplikasi yang jarang, kondisi mengancam jiwa
yang melibatkan kulit dan membrane mukosa. TEN dan SJS dibedakan
berdasarkan tingkat pengelupasan area permukaan tubuh. SJS
terbatas pada kurang dari 10% dari total luas permukaan tubuh;
sedangkan, TEN melebihi 30% dari total luas permukaan tubuh.
Beberapa jenis obat juga dapat menyebabkan TEN-SJS. Di
antaranya adalah beberapa agen kemoterapi, seperti imatinib,
cetuximab, 5-fluorouracil, rituximab atau bortezomib. Lenalidomide
adalah analog thalidomide dan merupakan pilihan ideal untuk
multiple myeloma. Lenalidomide dapat digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan deksametason. Sayangnya, lenalidomide dikaitkan
dengan patogenesis SJS.
INTERVENSI GIGI PADA
TATALAKSANA
KEMOTERAPI
Terapi Gigi Sebelum Kemoterapi
• riwayat kesehatan gigi
• pemeriksaan radiografi (foto periapikal, foto bitewing dan radiografi
panoramik)
• evaluasi jaringan periodontal dan bagian dalam gigi
• Prognosis restorasi gigi
• Pembersihan tartar (plak yang termineralisasi)
• Fluoridasi gigi
• Penggunaan Chlorhexidine bersifat bakterisit terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif dengan merusak membran sel
dan enzim seluler.
• Pulpitis reversibel  kontrol karies
• Pulpitis ireversibel  persiapan biomekanik pada saluran akar.
• Periapikal kronik  prosedur endodontik dilakukan jika

terdapat interval 7 hari antara terapi


endodontik
dan kemoterapi.
• Infeksi periapikal akut  terapi endodontik atau ekstraksi gigi yang
memiliki prognosis buruk pada 2-3
minggu sebelum kemoterapi.
• Tranfusi platelet apabila jumlahnya < 40.000 /mm3
• Antibiotik profilaksis apabila granulosit < 2.000 /mm3
• Pembatasan prosedur invasif setidaknya 2 minggu sebelum
kemoterapi, operasi mayor setidaknya 4-6 minggu sebelum
kemoterapi
• Perhatia khusus pada pasien yang mendapat terapi bifosfonat.
Terapi Gigi Selama Kemoterapi
Komplikasi kemoterapi :
• Mukositis  penggunan ice chips atau benzydamine
hydrochloride untuk membersihkan mulut sebelum
kemoterapi.
• Tatalaksana nyeri berkaitan dengan kondisi imunosupresi pada
pasien.
• Pengobatan anti-neoplastik yang beragam dapat
menyebabkan toksisitas pada hepar, ginjal, telinga bahkan
gangguan pada sistem gastrointestinal.
• obat analgetik pilihan : parasetamol dan matamizol.
• Pemberian antibiotik hanya diberikan apaila dibutuhkan.
• Dosis obat disesuaikan dengan kadar creatinin clearance,
terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
• Obat NSAID tidak diberikan karena interaksi yang merugikan:
- NSAID +kortikosteroid ulserasi gaster.
- NSAID + methotrxate  risiko perdarahan
- NSAID + cyclosporine meningkatkan risiko nefotoksik.
• anti-fungal sistemik untuk menangani outbreak kandidiasis.
• pencegahan infeksi
• Monitoring untuk mencegah trauma atau ulserasi karena
gesekan setelah 7- 10 hari pada pasien yang mendapat terapi
bisphosphonates.
• Antibiotik perlu diberikan pada prosedur darurat.
• Ekstraksi gigi hanya dilakukan apabila terdapat indikasi absolut
dan harus dilakukan dengan prosedur kuretase pada rongga,
pembersihan debris, dan penjahitan
Terapi Gigi Setelah Kemoterapi
Setelah kemoterapi, terapi gigi direncanakan oleh konsultan
onkologi. Tujuan :
1. menghilangkan fokus infeksi
2. memperbaiki estetika
3. Mengatasi gangguan fungsional
• Pengawasan kebersihan rongga mulut oleh dokter gigi.
• Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride tinggi
• Kumur menggunakan chlorhexidine setiap malam selama
minimal 3 minggu interval 3 bulan.
• Pemeriksaan rutin oleh dokter gigi terutama pada beberapa
bulan awal.
• Ekstraksi dan beberapa prosedur invasif sebaiknya dihindari
setidaknya selama 1 tahun. Namun apabila tindakan tidak
dapat ditunda, hal terpenting adalah tindakan pencegahan
menggunakan antibiotik.
• Pemberian antibiotik dilakukan 48 jam sebelum tindakan dan
dilanjutkan selama 7-15 hari.
• Pemberian oksigen hiperbarik sebelum dan setelah ekstraksi.
• Penggunaan gigi palsu perlu dihindari pemakaiannya selama 1
tahun. Apabila tidak memungkinkan, penggunaan gigi palsu
harus ditunda selama 4-6 bulan sejak kemoterapi.
• Perhatian khusus pasien dengan terapi bisphosphonate
intravena, untuk menghindari risiko bisphosphonate-related
osteonecrosis pada rahang.
• Pemeriksaan ulang setiap bulan selama 3 bulan, dan setiap 3
bulan pada tahun pertama. Pemeriksaan wajib dapat
diperpanjang hinga tiap 6 bulan selama 3 tahun.
KESIMPULAN
• Kemoterapi dapat berkaitan dengan berbagai efek samping
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
• Tindakan preventif ditujukan untuk membatasi timbulnya efek
samping.
• Kavitas pada rongga mulut merupakan hal yang sering timbul
akibat dari kemoterapi yang menyebabkan ketidaknyamanan
dan nyeri.
• Peran dari dokter gigi kepada pasien sangatlah penting.

Anda mungkin juga menyukai