NON-ODONTOGENIK
drg. lrhamTaufiqurrahmanM.Si.Med.,Sp.BMM(K)
• Efek radiasi yang • Efek radiasi yang
tidak dipengaruhi dipengaruhi oleh
oleh dosis ambang dosis am bang yang
yang menyebabkan menyeb ab kan
perubahan pada sel hingga kema tian sel
tubuh • Cth: sel kulit mati,
• Cth: kanker, katarak, kematian
perubahan genetika pada janin
Prinsip ALADAIP (A s Low as Diagnostically Ac c ep t ab le being
lndican-oriented and Patient-specific) menjadi konsep yang
paling baru. Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2017
oleh The European DIMITRA Project. Konsep Al ADAIP
menekankan pada pemberian dosis serendah mungkin yang
telah disesuaikan dengan indikasi serf a kondisi karakter personal
tiap pasien namun tet ap mem berikan ha sil rad iog raf yang dap at
bernilai diagnostic dan dapat diinterpretasi.
• Mencegah terjadinya efek
deterministik yang membahayakan
kese ha t an don mengurangi frekue nsi
terja d inya efek st okast ik p a d a ting ka t
yg cukup rendah sehing g a d a p a t
dit erima oleh a n g gota m a sya rakat
Pengusaha lnstalasi
• Membentuk Organisasi Proteksi Radiasi dan
menunjuk PPR
• mengizinkan seseorang bekerja dengan sumber
radiasi se t ela h me m p e rha t ika n segi kesehatan,
pendidikan dan pengalaman kerja dengan sumber
radiasi
• Memberitahukan k e p a d a semua pekerja rad ia si
tentang adanya potensi bahaya radiasi
• Menyediakan prosedur kerja yang diperlukan
• Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan
• Menyediakan fasilitas dan peralatan yang
diperlukan untuk bekerja dengan sumber radiasi
• Memberitahukan BAl?ETEN don lnstansi lain bila
terjadi bahaya radiasi
Pekerja Radiasi
• Mengetahui, memahami don melaksanakan
semua ketentuan keselamatan radiasi
• Memanfaatkan sebaik - baiknya peralatan
keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak
hati - hati, serta bekerja secara aman untuk
melindungi baik dirinya sendiri maupun orang
lain
• Melaporkan setiap kejadian kecelakaan
bagaimanapun kecilnya kepada PPR
• Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang /
--------- '·
/ .. -
l
5. Memasang tanda-tanda radiasi pada
daerah kerja, seperti :
A CAUTION
RADIATION
AREA
DILARANG MASUK JIKA
LAMPU MIRAH MENYALA
Drg. Amy Nindia
Carabelly, M.Si
PSKG ULM
ECTODERMAL (EPITHELIUM) MESENCHYMAL
1. Dental lamina ( Epithel rest of serres) 1. Dental Papilla
2. Enamel organ ( Reduced enamel epithelium) 2. Dental Sac
3. Epithel root sheath of Hertwig’s (Epithel rest
of Malassez)
2
3
A. EPITHELIAL
1. Ameloblastoma : B. MIXED
ODONTOGENIC C. MESENCHYMAL
a. Unicystic type ODONTOGENIC TUMORS
b. Extraosseous/ TUMORS
1. Odontogenic fibroma
peripheral type 1. Ameloblastic fibroma
c. Matastasizing/ 2. Odontogenic
2. Primordial myxoma/myxofibroma
malignant
odontogenic tumour
ameloblastoma 3. Cementoblastoma
2. Squamous odontogenic 3. Odontoma
4. Cemento-ossifying
tumor 1. Compound type fibroma
3. Calcifying epithelial 2. Complex type
odontogenic
4. Dentinogenic ghost
4. Adenomatoid odontogenic 4
cell tumour
tumor
5
KLASIFIKASI:
• Unicystic type mengalami perubahan kistik
• Extraosseous/peripheral type gingiva nodul
• Metastasizing ameloblastoma malignant
• Kasus tertinggi no 3 setelah odontogenik keratocyst dan
odontoma
DD:
ETIOLOGI:
• Kista dentigerous
• Sisa dental lamina
• Squamous odontogenik tumor
• Sisa epitel mallassez
• Lapisan epitel dari kista odontogenik
TERAPI & PROGNOSIS:
• Sel basal dari mukosa rongga mulut
• Enukleasi
• Pertumbuhan dari enamel organ
• Block reseksi
KLINIS:
• Solid lesi rekuren 35%
• Dekade 4-5
• Lesi unikistik rekuren 37%
• Locally aggresive
• Tranformasi maligna <1%
• Unilokuler atau multilokuler
• Terjadi di maksilla atau mandibula,
• 85% terjadi pada rahang bawah dan pada area ramus
ascendens
• Tumbuh lambat, tidak berkapsul,
"soap bubble" appearance. "honeycombed" appearance.
RADIOGRAFI:
soap bubble appearance -> lesi besar
honeycombed app -> lesi kecil
Perluasan kearah bukal dan lingual
Resorbsi akar gigi yang berbatasan dg tumor
Pada beberapa kasus tampak gigi yang tdk tumbuh (molar ketiga mand)
Solid amelob. unilokuler shg hrs dibedakan dengan kista (tepi radiopak)
:
1. Cystic
Folicular Ameloblastoma Plexiform Ameloblastoma
2. Acanthomatous
• Terlihat sel 3. Granular
kolumnal
perifer yang 4. Basaloid
• Terlihat sel
tersusun kolumnal
seperti pulau perifer yang
odontogenik tersusun
epitelium seperti tali
• Terdapat pulau- anastomosis
pulau yang panjang
mengalami
degenerasi • Tampak stellate
kistik yang retikulum
berisi stellate
retikulum
8
Basaloid
Sel yang
penuh/rapat
Glanular
Sel cuboidal di
Granular cell metaplasi didalam
bagian perifer
Acanthomatous sel
10
HPA:
• Pulau pulau epitel ameloblastik yang terlihat di
lamina propia
• Pulau dapat berbentuk plexiform atau follicular
• 50% kasus tumor terhubung dengan lapisan basal
mukosa epitel
plexiform
11
follicular
• Benign ameloblastoma yang menunjukkan pertumbuhan metastatic
• Tumbuh de novo (sering), bisa juga berasal dari ameloblastoma
• Menunjukkan sitologi atipia yang minim tetapi metastasis
• Metastasis dapat muncul di pinggul, tulang belakang, otak, ginjal, myocardium, tetapi lebih
sering terjadi di paru
• Metastasis berhubungan dengan multikistik ameloblastoma
• Pertumbuhan yang cepat, sakit, ulser mukosa, parastesi
• Sering muncul di mandibula khususnya posterior
• Hypercalcemia adalah marker metastasis
HPA:
Sama dengan ameloblastoma convensional tetapi terdapat metastasis
Sel benign
Sel amelobals yang membentuk pulau dengan peripheral palisading columnar 12
• Gambaran utama: kalsifikasi yang dibentuk dari bahan seperti amiloid dan membentuk cincin konsentris yang biasa
disebut cincin Liesegang.
• Prevalensi 3-7% dari seluruh tumor odontogen
ETIOLOGI:
Berasal dari enamel organ epitelium
Sisa dental lamina
KLINIS:
terjadi pada region anterior maksila (terbanyak pada
area insisivus lateral-caninus)
75% kasus berhubungan dengan mahkota gigi
impaksi
Asymptomatic
Dekade 2 16
Duct like
HPA;
• Lesi dikelilingi kapsul fibrous yang tebal
• Tumor berisi spindle-shaped epithelial cells, yang
Rosette like
berbentuk helai atau lingkaran dengan sedikit
jaringan ikat
• Sel epitel dapat membentuk
• Rosette like structure
• Tubular
• Duct like strukture
• Terkadang di jumpai kalsifikasi pada tumor
Kapsul fibrous
17
18
• Tumor yang ditandai dengan proliferasi dari kedua jaringan
epitel dan mesenkimal tanpa pembentukan enamel atau
dentin.
ETIOLOGI:
• Belum diketahui, diduga lesi de novo pada tahap
odontogenesis
KLINIS:
tumbuh lambat,
Dekade 1 & 2
70% terdapat di posterior mandibula
HPA:
Tumor terdiri dari sel jaringan mesenkim yang menyerupai
19
primitive dental papilla, yang bercampur dengan proliferasi
odontogenic epithelium
• Tumor yang terdiri dari dental papila yang di kelilingi
cuboid atau columnal epitel yang menyerupai
enamel epitelium dari enamel organ
ETIOLOGI:
• Berasal dari mesenkim dari pertumbuhan gigi yang
gagal membentuk organ gigi
KLINIS:
Lesi baru
Baru terdapat 9 kasus
3-19 tahun
Mandibula lebih banyak dibanding maksila
HPA:
Lesi anggresive
asympthomatic Proliferasi jaringan ektomesenkim atau myxoid fibrous
yang longgar
Sel stellate yang tersebar
20
Fusiform fibroblast di bagian tengah tumor
Periferal lesi dilapisi oleh columnar atau cuboidal epitel
• Tumor yang sering terjadi
• Ini bukan true neoplasm tapi dianggap kelainan
pertumbuhan
• Terdapat dua tipe:
1. Compouns : multiple small tooth like structure
2. Complex : lesi yang berisi kumpulan massa
enamel dan dentn, tetapi tidak menyerupai
gigi
KLINIS:
Dekade 2
Tipe compound sering di anterior maksila,
sedangkan tipe complex sering muncul di regio
posterior maksila dan mandibula
Asymptomatic
Menghambat erupsi gigi permanen 21
Compund odontoma Complex odontoma
HPA: HPA:
• Terdiri dari enamel, dentin, dan sementum yang • Terdiri dari enamel, dentin, dan sementum tetapi
menyerupai bentukan gigi tidak menyerupai bentukan gigi
• Enamel matriks immanture dan hypomineral • Bentukannya acak
22
• Variasi dari calcifying odontogenic cyst
(COC)
• Locally invasive neoplasma
• Dapat berupa central (intraosseous) atau
peripheral (extraosseous di gingiva atau
alveolar mucosa)
• Intraosseus banyak muncul di M1-C
mandibular
• Periperal banyak muncul di anterior HPA:
mandibula, exophilic nodul di gingiva atau • Terdapat pulau odontogenik epitel dengan mature connective tissue
alveolar mukosa pasien edentulous menyerupai ameloblastoma
• 12-75 tahun • Terdapat sel ghost sel besar, ellipsoidal keratinized epiteali cell
ETIOLOGI: tanpa inti
Diduga dari rest of serre atau permukaan • Ghost sel berasal dari metastasis odontogen epitel atau squamous
epitel metaplasia atau degenerasi sel epitel atau hasil proses apoptosis
23
• Terdapat homogeneously basophilic globules of calcification
• Terdapat dentinoid atau osteoid material
24
KLINIS:
• Dekade 4
• Unilucular radiolucency
• 60% di masilla (anterior M1), 50% di posterior
mandibula
• asympthomatic
HPA:
• Proliferasi fibroblast-like spindle cell yang tebal
• Stroma kolagen tipis
• Bebrapa tumor nampak myxoid stroma
• Odontogenik epitel jarang
• Kadang terdapat clear cell
25
• Nampak eosinofilic material
• Terkadang terdapat kalsifikasi
KLINIS:
• Dekade 2-4
• Menyebabkan ekspansi tulang rahang
• Multilokular radiolucency
• Posterior maksilla dan mandibula
• Berhubungan dengn resorpsi akar dan perforasi
cortex
HPA:
• Tidak terbungkus
• Infiltrasi proliferasi spindle, bipolar dan sel
stellate dengan nukleus tipis didalam
mucinous/myxoid stroma
• Pulau epitel odontogen jarang terlihat
26
KLINIS:
Dekade 2 & 3
Berhubungan dengan akar gigi posterior
Lebih sering di mandibula dibanding maksila
HPA:
Proliferasi cementoblast
Lesi terdiri dari lembaran atau trabekula tipis dengan
lacunae ireguler dan basophilic reversal lines yang
menonjol
terkadang di temukan multinucleated sel giant
Lesi nampak seperti osteoblastoma
27
• Tumbuh dari periodontal ligamen
• Terdiri dari sementum, tulang, jaringan
ikat
• Slow growing intrabony mass
• Leboh sering pada wanita usia dekade 3-
5
• 70-90% di mandibula
• Asymptomatic
• Berhubungan dengan trauma
HPA;
• Terdapat fibrocelluler tissue, immature
bone trabekula dan cementoid
28
29
30
Carsinoma : Epitel
Sarcoma : Mesenkym
31
• Aggresivve neoplasma
• Jarang terjadi
• Mandibula atau maksilla
• Ameloblastoma carsinoma : malignant cytology
Malignant ameloblastoma : minimal cytology atypia
tapi metastasis
HPA:
Follicular (sering), plexiform, trabecular
Mitotic activity, inti hiperkromatin
Terkadang peripheral palisade hilang
32
KLINIS:
Dekade 6-7
80% posterior mandibula, 10% anterior maxilla
Perforasi cortex, nyeri, mobility gigi, parastesi
HPA:
Verrucous carsinoma
Tumbuh de novo didalam tulang, atau dari
kista/tumor odontogen (odontogenic keratocyst)
Bentukan squamous sel carsinoma, high grade
Lesi yang tumbuh dari lapisan keratocystic
odontogenic tumor umumnya berkeratin
Terdapat displasia yang bervariasi
Tumor membentuk verrrucous atau papillary
squamous carsinoma 33
Sclerotic : mengeras 34
Sclerotic stroma : mengerasnya jaringan fibrous
KLINIS:
Dekade 6
Wanita > pria
75% di mandibula
Kehilangan gigi, parastesi
HPA:
Infiltrative tumor berbentuk pulau dal lobul
sel round/polyhedral dengan tepi yang jelas
Clear cell atau eosinofilic pucat
Inti hiperkromatin
Terdapat mitosis
Sedikit atipia
35
Berasal dari calcifying cystic odontogenic
tumor atau dentinogenic ghost cell tumor
Jarang
Sering di pria
Maksila > mandibula
Atipia, mitosis
Sakit, parastesi, resorbsi akar atau gigi
pindah
HPA:
Ghost cells bisa kalsifikasi
Sel atipia
36
Atipia
• Kadang terdapat komposisi enamel dan dentin
• Ameloblastic fibrodentinosarcoma : terdapat dentin
didalam malignan stroma
• Ameloblastic fibroodontosarcoma : terdapat enamel
didalam malignan stroma
• De novo atau transformasi ganas dari ameloblaslastic
fibroma
• Local aggresif, rekuren tinggi, jarang metastasis
• Sakit, bengkak, parastesi
• Mandibula > maksila
•
HPA:
Benign epitel komponen dan malignant mesenkim
komponen
Proliferasi connective tissue stroma yang berlebihan
Pleomorphic sel
Mitotic sel, anaplasia
38
Inti sel : vesicular, prominent, hiperkromatin,
pleomorphism
Lapisan epitel parakeratin strtified squamous
EPULIS
Relepegs
(epithelium)
Attached
gingiva
Propr� Ipapilae ..-•
(�mina
propria/connectiv
Junctional
Periodontal epithelium tissue)
ligament
Retepegs
(eprthelium)
Proprialpapilae
(lamina . ,... _
propria/connectiv
tissue)
PSKG ULM
Kista adalah rongga patologis berisi bahan cair/
Kista
1. True cysts: dilapisi epitel
2. Pseudo cysts: tidak dilapisi epitel
A: Ameloblast
B: Tulang
D: Dentin
Fase pertumbuhan
gigi cap stage DP: Dental Papila
DF: Dental folicle; O: Odontoblast
DL: Dental Lamina;
DP: Dental Papila SR: Stellate retikulum
Str1t lfied
squamous
eplth eU• I
layer S1rat111eel
sQu:omous
ep1tl'lehum
Basement
membrane
..,
•
Type of epithelium Associated type of mucosa Basic histological description
INFLAMMATORY ORIGIN
Radicular cyst
Collateral inflammatory cyst
squamous epitelium
ETIOLOGI :
Berasal dari rest dental lamina
Unilocular : Lateral periodontal cyst
Multilocular : Botryoid odontogenic cyst
KLINIS:
TERAPI:
Enukleasi / kuretase
Lateral periodontal and Botryoid odontogenic cyst
HPA:
Epitel dilapisi nonkeratinized stratified squamous epitelium atau sel cuboid
Epitel plaque tersusun oleh clear cell yang berisi glycogen
Clear cell
(sitoplasma bening)
Gingival Cyst of Infant/ Gingival Cyst of Adult
Bohn nodule ETIOLOGI :
Berasal dari rest dental lamina (rest of
serres) di gingiva
ETIOLOGI :
Berasal dari rest dental lamina KLINIS:
Terletak di free gingiva, attached gingiva,
TERAPI: gingival papila
Tidak perlu usia 3 bulan akan Regio gigi sekitar vital
hilang Pria > wanita
TERAPI:
Eksisi
Jarang terjadi rekuren
Gingival Cyst of Adult
HPA:
Dilapisi nonkeratinized cuboidal atau
squamous epithelium
Terkadang di temukan clear cell di epitel
plaque
DD (Rö):
Glandular Odontogenic Cyst Kista dentigerous
Mucoepidermoid carsinoma
ETIOLOGI :
Kista Botryoid odontogenic atau
Berasal dari rest dental lamina lateral periodontal
KLINIS: TERAPI:
KLINIS:
Dekade 2 & 3
Unilokuler
Lokasi anterior maxilla atau posterior
mandibula,
90% terjadi di posterior mandibula
DD:
atau ramus
Ghost cell odontogenic tumor
Terkadang berhubungan dengan gigi
impaksi TERAPI:
Enukleasi/ eksisi
Jarang terjadi rekuren
HPA:
1. Simple cystic
Single kista yang dilapisi
squamous atau sel yang
menyerupai stellate retikulum
dengan sedikit sel basal yang
tersusun palisade
2. Ameloblastomatous
Seperti gambaran simple cystic 3. Dentinogenic ghost cell tumor
tapi terdapat proliferasi
Komponen sama dengan simple cystic tetapi
ameblastoma yang membentuk
tanpa struktur kistik
tali/pulau
Ghost cell melimpah
Terdapat lapisan epitel dengan
inti basal sel palisade yang Terdapat endapat dentinoid yang luas &
terbalik di dalam dinding kista calsifikasi
Orthokeratinized Odontogenic Cyst
ETIOLOGI :
TERAPI:
Berasal dari rest dental lamina
Menyerupai kista epidermoid Eksisi / kuretase
Jarang rekuren
KLINIS:
DD:
Keratocystic odontogenic tumor
(apabila terdapat parakeratin)
Orthokeratinized
HPA:
KLINIS:
DD:
TERAPI :
Semua inflamasi intraosseous, odontogenik
Enukleasi
Granuloma periapikal
Curetase
Penyakit periodontal kronis
Apicoectomy
Radicular Cyst
HPA :
Dilapisi nonkeratinized stratified
squamous epithelium
Proliferasi epitel membentuk
plexiform atau retiform
Dinding kista berisi edematous
granulation tissue, scar tissue, sel
plasma, Russell bodies, limfosit,
foamy makrofag, terkadang
terdapat abses
Terdapat hyaline lamellar atau
rushton bodies (globular struktur
dari odontogenik) di dalam epitel
Terkadang terdapat material root
canal filling
Inflammatory Collateral Cyst/ Paradental Cyst
ETIOLOGI : DD:
Inflamasi erupsi parsial M3 yang Kista dentigerous
mengalami pericoronitis
Kista Lateral periodontal
Berasal dari permukaan lateral akar gigi Pericoronitis
Berasal dari proliferasi rests of Malassez /
TERAPI:
crevicular epitel/ reduced enamel
epithelium Enukleasi tanpa/ dengan mencabut gigi
Jarang terjadi di rongga mulut Jarang rekuren
KLINIS:
Regio mandibular
Dewasa > anak
Bukal (sering), distal, fasial gigi M3
Gigi M3 vital
Inflammatory
Collateral Cyst/
Paradental Cyst
HPA :
Dilapisi nonkeratinized
stratified squamous
epithelium
stratified squamous
epithelium membentuk
arcade (gang)
Terdapat sel inflamasi
NON
ODONTOGENIC
CYST
Nasopalatine Cyst
ETIOLOGI :
Berasal dari sisa duktus nasopalatinus di
lantai poterior nasal cavity anterior menuju
midline palatum
KLINIS:
Bentuk bulat, oval, atau bentuk hati di Heart shaped between the
regio insisivus sentral rahang atas upper central incisors
Simetris radiolusen
Menyebabkan akar divergen
Gigi vital
Dekade 4 & 5
TERAPI:
Eksisi
Nasopalatine Cyst
HPA :
Dilapisi nonkeratinized stratified squamous epithelium, low cuboidal,
pseudostratified, columnal
Terdapat sebaran sel mukous bersilia
Terdapat nasopalatine neurovascular bundle
PEMERIKSAAN PATOLOGI
TUMOR
RONGGA MULUT
FKG
Universitas
Lambung Mangkurat
Fungsi.
• Menegakkan diagnosa
• Rencana perawatan
• Menetukan prognosis
Indikasi
• Lesi yang menetap lebih dari dua minggu tanpa diketahui
penyebabnya
• Lesi yang membesar dan tidak memberkan reaksi pada perawatan
local setelah 10-12 hari
• Lesi hiperkeratotik yang menetap
• Tumor yang menetap, baik yang Nampak atau terdeteksi pada palpasi
• Pembesaran yang tidak diketahui penyebabnya dan menetap untuk
waktu yang lama
• Lesi yang mempengaruhi fungsi local misalnya fibroma
• Lesi tulang yang tidak teridentifikasi secara spesifik setelah
pemeriksaan klinis dan radiografis
• Lesi yang mempunyai karakteristik sebagai keganasan
• Pemeriksaan histopatologi yang memadai harus
dibantu dengan:
– Data klinis pasien yang lengkap
– Specimen yang baik: adekuat, representatif,
penyimpanan baik.
– Harus terendam formalin
•Pengecatan khusus
•Pengecatan imunohistokimia
•Pemeriksaan otopsi klinik
DETEKSI DINI KEGANASAN
Pemeriksaan Patologi Anatomi berperan dalam
diagnosis suatu penyakit.
1. Persiapan Jaringan
2. Pemprosesan Jaringan
3. Pemotongan jaringan
4. Pewarnaan/ pengecatan jaringan
Interpretasi biopsi
Data klinis harus dipertimbangkan dalam
penilaian jaringan biopsi. ada 2
tingkatan yang berbeda:
1. Penilaian perubahan histopatologis yang
terjadi.
2. Analisis perubahan-perubahan berdasar
kan keadaan klinis dan morfologis.
• Pada biopsi dapat terjadi hasil positif
dan negatif palsu
• Bagian terpenting dari laporan biopsi
adalah deskripsi mikroskopis yang
menjabarkan secara rinci hal-hal
yang mendasari diagnosis
Pemeriksaan Sitologi
Sitologi adalah ilmu yang mempelajari morfologi
dan/atau sifat kimiawi sel atau bagian sel.
SITOLOGI
BAHAN DAN METODOLOGI
Pembuatan sediaan mikroskopik sitologi/ tehnik
hapusan berbeda dengan bahan padat , tidak
memerlukan tahap pemprosesan dan pemotongan
jaringan.
a. Fiksasi primer
dilakukan sebelum bahan dihapuskan.
dilakukan untuk pengiriman bahan yang masih berupa
cairan atau sisa bahan yang masih diperlukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
A. PAPANICOLOAU.
Cat yang perlu disiapkan :
a. cat hematoksilin 5 gram dilarutkan dalam 50 ml
alcohol absolut.
Larutan potassium alum / amonium alum dalam air
suling dengan dipanaskan.
Kedua larutan dicampurkan dan segera didihkan,
selanjutnya diambil dari penangas dan
ditambahkan asam merkuri perlahan-lahan, kemudian
dipanaskan lagi sampai larutan berwarna ungu gelap.
Sebelum digunakan larutan hematoksilin harus
disaring.
b. cat orange
O.G.6 persediaan ( 0,5 % dalam etil alcohol 95% )
sebanyak 100 ml.
Asam fosfotungstat 0,015 gram.
Keduanya dilarutkan sampai homogen.
Kaca obyek
Kaca penutup
BAHAN PEWARNAAN RAPID (PAKET)
FIKSASI LARUTAN-1
5-10’ 3” KERINGKAN
KERINGKAN
LARUTAN-2
30”
TUTUP DNG
ENTELAN
KERINGKAN
AIR
AIR LARUTAN-3 1-3”
1-3” 20”
T.ar r nin o lo g i � ; Terrniooloqt
h1st<:>logr i sitologi
f
'
Zona intraepltelial J
l
f
r'
Stratum soinosum Sel
Sl1perl1sla!is interrneoler
r
'
i
)
I
Stratum spinosum
orotundurn l Sel basal
eksterna
I
I
I
(parabasat)
l
Straturn sumdrikum { l Sel basal
J interna
(basal)
SN : Sel superfisial
SF
IM
SF
IM
Sel radang
PMN
LIMFOSIT
Sel radang
PMN
�
,
"" ., ..
...
.... ..
Sel kumparan
(fiber)
•
�
' �
••
-
,.".
..,.r
I
4l
I • •
' ""., J
...
• • #
' I
:,
•' ••
•
� ·•"
,1
""
• • .., • ,. . '
" ' ) I
' '•
Scc
Scc
Scc
BEBERAPA TERMINOLOGI
PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI
KASUS PRAGANAS DAN GANAS
• Istilah displasia, carcinoma in situ, dan
karsinoma invasif akan ditemukan pada
laporan hasil biopsi dan sitologi kasus
keganasan atau kasus yang dicurigai
ganas.
• Istilah-istilah ini sangat berkaitan satu
dengan lainnya karena mewakili 3 tahap
pertumbuhan keadaan patologis menuju
kanker
Invasive
In situ cancer
Cell with cancer
mutation !
Hyperplasia
Displasia
Kriteria adanya displasia epitel adalah
ditemukannya gambaran mikroskopis sbb:
• tingkat ringan ditandai perubahan pada sel ,
perubahan bentuk sel, dan gangguan polarisasi
atau susunan sel yang baru terbatas pada 1/3
lapisan basal mukosa mulut.
• Displasia tingkat sedang perubahan meliputi 2/3
ketebalan lapisan epitel dan sudah ditemukan
pleomorfi inti sel, mitosis yang meningkat, dan
keratinisasi sel individual atau diskeratosis.
• Pada tingkat berat, perubahan ini ditemukan
sangat nyata disertai hilangnya polarisasi epitel
meliputi seluruh ketebalan lapisan epitel.
HPA Displasia
Normal Mild dysplasia
Outer tissue
layer rr=======""""==d
Muscle
layers
Connective
tissue
Inner tissue
layer
Karsinoma Invasif
• Karsinoma invasif dinamakan
kanker, merupakan tahap akhir,
merupakan suatu penyakit yang bila
tidak diobati akan menginvasi
jaringan tubuh dan menyebabkan
kematian.
HPA CARSINOMA INSITU
HPA Karsinoma invasif
Epidemiologi
Etiologi
Klasifikasi
Manifestasi
ODONTOMA
klinis
Patofisiologi
Komplikasi
Pemeriksaan
Tatalaksana
Diagnosis
banding
Pencegahan
Prognosis
Sasaran Belajar
1. Apa definisi dari odontoma?
2. Bagaimana epidemiologi dari odontoma?
3. Apa etiologi dari odontoma?
4. Apa saja klasifikasi dari odontoma?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari odontoma?
6. Bagaimana patofisiologi dari odontoma?
7. Apa komplikasi yang terjadi jika odontoma tidak ditangani dengan baik?
8. Apa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis odontoma?
9. Apa tatalaksana yang dilakukan untuk menangani odontoma?
10. Apa saja diagnosis banding dari odontoma?
11. Apa pencegahan dari odontoma?
12. Bagaimana prognosis dari odontoma?
01
Definisi Odontoma
Definisi Odontoma
50,6%
49,4%
Penyebab Lokal
Munculnya odontom dapat terjadi karena tekanan pertumbuhan karena ruang yang tidak
memadai yang memiliki berbagai efek pada perkembangan gigi.
Infeksi
Infeksi dari gigi sulung sebelumnya juga dapat menjadi faktor, meskipun tidak mungkin
cukup dini bila diturunkan dari gigi sulung; tetapi infeksi yang lebih umum mungkin
penting.
Etiologi
Etiologi odontoma diyakini berasal dari ameloblas dewasa. Sel-sel khusus
ini memiliki potensi untuk mengembangkan tumor dengan variasi
tampilan dan isi yang luas.
Trauma
Trauma pada kuman gigi yang sedang berkembang juga dapat
menghasilkan odontome jaringan keras.
Faktor Genetik
Hipotesis mengenai etiologi odontome jaringan keras adalah bahwa mereka diturunkan
atau karena mutan atau gangguan, mungkin pascanatal, dengan kontrol genetik
perkembangan gigi. Odontome dapat terjadi dalam satu atau lebih dari tiga cara:
• Dengan gangguan pada mekanisme di mana gen mengontrol pembentukan dan
bentuk gigi
• Dengan mutasi pada gen yang bersangkutan
• Dengan pewarisan gen abnormal tersebut.
01 02
Compound Complex
Odontoma Odontoma
03 04
Fibro-odontome
Odontoameloblastoma
ameloblastik
(Nasution et al., 2019; Prabhu et al., 2019)
05
Manifestasi Klinis
Odontoma
Manifestasi Klinis Odontoma
2 Kompleks odontoma terdiri dari massa yang irregular dari jaringan yang
mengalami kalsifikasi dengan sedikit atau tidak ada kemiripan dengan gigi
normal. Secara histologi enamel, dentin, sementum dan kadang-kadang
jaringan pulpa terlihat, meskipun tipe jaringan terlihat normal, tetapi
anatomi mikro nya tidak normal.
• Odontoma Compound:
o Gambaran radiopak diamati dengan
aspek gigi dan dentikel yang
tertutup.
o Ada gigi malformasi atau struktur
seperti gigi yang terorganisasi
dengan baik, biasanya berupa lesi
seperti kista radiolusen
• Odontoma Complex:
o Gambaran radiopak dari massa yang
tida teratur yang dikelilingi oleh
garis radiolusen tipis. A)Compound odontoma (panah putih) menunjukkan
beberapa struktur seperti gigi kecil di mandibula
o Radiopasitas oval berbentuk tidak anterior.
teratur biasanya dikelilingi oleh tepi B) Complex odontoma (panah putih), muncul sebagai
radiolusen tipis yang berbatas tegas massa radiopak yang menutupi gigi yang belum erupsi
di mandibula posterior.
(Isola Gaetano, et al., 2017; Ibourk A, et al., 2021; Junior GSM, et al., 2021; Lester D, 2021)
Pemeriksaan Histopatologis
• Odontoma Compound:
o Lebih sering ditemukan pada jaringan
odontogenic mesenkimal.
o Adanya jaringan gigi, email demineralisasi,
dentin, sementum dan pulpa, tersusun dalam
struktur gigi yang teratur dan sebagian
dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat.
Histologi odontoma
compound menunjukkan
beberapa gigi kecil yang
berkembang dengan baik dan
A) Adanya jaringan gigi yang tersusun secara teratur antara dentin dan
teratur, dentin dan pulpa. B) Dentin (400x) email
(Barba LT, 2016 ; Zhuoying Cai, Fengguo Yan., 2019; Lester D, 2021)
08
Tatalaksana
Odontoma
Rencana Perawatan
(Barba LT, et al., 2016; Eswara, 2017; Nasution FA, 2018; Proteasa CT., 2018; Bouenba, 2021)
Tatalaksana
Perawatan Ortodontik:
Kadang diperlukan untuk reposisi lengkung gigi yang dipertahankan (koreksi
maloklusi) dan traksi untuk membantu erupsi gigi setelah pengambilan odontoma
secara bedah.
Osteomi:
Sejumlah teknik berbeda telah diusulkan untuk osteotomi: ultrasonik, CO2,
penggunaan handpiece highspeed, bedah piezo, dan laser erbium.
Evaluasi:
Perawatan observasi sederhana dengan pemeriksaan klinis dan radiologis berkala,
untuk mengevaluasi perkembangan gigi tersebut.
(Barba LT, et al., 2016; Isola, 2017; Proteasa CT., 2018; Ibourk A et al, 2021)
Traksi untuk membantu gigi 21 erupsi
Bedah eksisi complex odontoma setelah pengambilan odontoma secara
bedah
Dilaserasi Hipopituitarisme
(Rahaswanti, 2016; Isola, et al., 2017)
10
Diagnosis Banding
Odontoma
Diagnosis Banding
01 04 07
Ossifying fibroma Benign
Osteoid Osteoma
cementoblastoma
02 05 08
Periapical ossesus Osteoma lesi Fibro-osseus
dysplasia
Cara mencegah odontoma tidak diketahui hingga saat ini. Namun, bisa
mengurangi resiko penyakit ini dengan rutin memeriksa
kesehatangigi dan mulut ke dokter. Tindakan pencegahan dapat
dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya tumor di dalam
rongga mulut,antara lain:
Upaya Pencegahan
Menghindari kebiasaan
Segera memeriksakan
merokok, mengunyah
Konsumsi makanan diri ke dokter apabila
tembakau, minuman
atau minuman yang merasa ada suatu yang
alkohol yang dapat
berpotensi karsiogenik kelainan atau sakit
memicu terjadinya
dialami.
tumor pada mulut
12
Prognosis
Odontoma
Prognosis
Odontoma dirawat dengan cara tradisional eliminasi bedah, dan ada kemungkinan
kecil kekambuhan. Peningkatan kerusakan pada gigi berhubungan dengan kecepatan
diagnosis dan deteksi dini, dan pengangkatan odontoma tampaknya berhubungan
dengan prognosis yang lebih baik untuk gigi impaksi. Pada kebanyakan pasien,
radiografi sederhana adalah teknik penentuan yang cukup untuk diagnosis setelah
kecurigaan klinis. Oleh karena itu, impaksi gigi terkait odontoma dapat didiagnosis
dan diobati dengan sukses sepenuhnya dengan beban minimal bagi pasien
Daftar Pustaka
Arfiadi, LN., Farmasyanti, CA., Kuswayuning. 2016. Penatalaksanaan interdisipliner kasus impaksi gigi
incisivus sentral maksila akibat obstruksi odontoma kompleks. Majalah Kedokteran Gigi Klinik;
2(2):86-91.
Ariasmi Luh E. Manajemen kasus impaksi kaninus maksila disertai odontoma dan transposisi gigi
insisivus
lateral. Majalah Kedokteran Gigi Klinik (Clinical Dental Journal) UGM. April 2019; 5(1): 1-5.
Barba, LT., et al. 2016. Descriptive aspects of odontoma: literature review. Revista Odontológica
Mexicana; 20(4):pp e265-e269.
Bouenba M, et al. 2021. Odontoma as an Etiology of Permanent Incisive Retention: Two Clinical Cases.
EAS Journal of Dentistry and Oral Medicine; 3(5): 133-137.
Eswara UMA. 2017. Compound Odontoma in Anterior Mandible-A Case Report. Malays J Med Sci;
24(3): 94.
Hamada, M., et al. 2021. Compound Odontoma Removed by Endoscopic Intraoral Approach: Case Report.
Dentistry Journal MDPI; 9(81):1-6.
Ibourk A, Yahya IB, Bellamine M. 2021. Impacted Permanent Incisor Associated With Compound
Odontoma: Case Report and Literature Review. Journal of Dental Science Research Reviews &
Reports. 3(1): 1-3.
Isola G, Cicciù M, Fiorillo L, Matarese G. 2017. Association Between Odontoma and Impacted Teeth.
Journal of Craniofacial Surgery; 28(3): 755-758.
Daftar Pustaka
Lester D. R. Thompson, MD. 2021. Odontoma. Ear, Nose & Throat Journal; 100(5S) 536S–537S.
Nasution FA., dan Sitam, S. 2018. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi panoramik. J Ked
GI Unpad; 30(2):102-106.
Patekar D, et al. 2018. Odontoma - A Brief Overview. Journal of Oral Disease Markers; 2(2018): 23-25.
Proteasa, CT., dan Proteasa, E. 2018. Compound odontoma – morphology, clinical findings and treatment.
Case report. Romanian Journal of Morphology and Embryology; 59(3):997-1000.
Rahaswanti LWA. 2016. Compound Odontoma Sebagai Penghambat Erupsi Gigi Insisif Sentral Kiri
Rahang Atas (Laporan Kasus). Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Satish, V., Prabhadevi, M. C., & Sharma, R. (2011). Odontome: a brief overview. International journal of
clinical pediatric dentistry, 4(3), 177.
Torul D, et al. 2020. Complex-Comspound Odontoma: A Rare Clinical Presentation. Odovtos International
Journal of Dental Sciences. 22(1). 1659-1046.
Widayanti R, Hardianto A, Priyanto W, Rizki KA. 2017. Hemimandibulectomy of an extensive complex
odontoma in the mandible: a case report. Journal of Dentomaxillofacial Science; 2(3): 187-190.
- I MADE YUDHA DHARMAWAN
- AQSHALL ILHAM SAFATULLAH
- MUHAMMAD RIZKI FADHIL Kelompok 2
- DESWYNE DIANGSARI
Dosen Pembimbing:
- NOVI TIARA LESTARI
- AMILIA ARIYANI drg.Renie Kumala Dewi Sp.KGA
- ERIEL PALDAOUNY GANDRUNG
- GAMA PUTRA PAMUNGKAS
- MELATI RAIHAN ANIDAR
- MUHAMMAD HAFLY FARIZ ASYRAQ
- IFTAH IKHFAFAH
- QANTYA AULIANA ALIFA RAHMA
Skenario
Benjolan di rahang bawah kiri Laki-laki usia 22 tahun datang ke RSGM
dengan keluhan terdapat benjolan di rahang bawah kiri, tidak sakit, dan
pasien tidak ada riwayat demam. Pemeriksaan ekstra oral normal.
Pemeriksaan intra oral didapatkan bentukan keras berwarna
kekuningan di area 36-38 yang menyerupai dentin, bentuk tidak
beraturan. Gingiva sekitar lesi juga mengalami pembengkakan dengan
warna serupa jaringan sekitar. Hasil pemeriksaan radiografi panoramik
terdapat massa radiopak padat ukuran 3,6 x 3 cm yang dikelilingi
lapisan tipis radiolusent. Nampak gigi 36 tertindih oleh massa tersebut.
Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan terdapat gambaran
enamel, dentin dan matrik pulpa yang tidak beraturan.
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Apa diagnosis pada skenario tersebut?
- Odontoma, dikarenakan pada skenario dikatakan bahwa dibawah massa ada gigi impaksi dan gambaran radiografinya berupa
radiopak
- Diagnosisnya yaitu odontoma, lebih spesifiknya yaitu jenis odontoma complex, yang biasanya terjadi di bagian posterior
mandibula.
2. Apa etiologi dari skenario tersebut?
- Karena adanya kelainan perkembangan gigi
3. Apa ada hubungannya dengan usia?
- Ya ada, odontoma kompleks lebih sering pada wanita usia 20an, dan odontoma compound lebih sering pada remaja
4. Apa komplikasi yang mungkin terjadi apabila benjolan pada pasien tidak ditangani?
- Pada skenario dijelaskan untuk massa padatan tersebut menghalangi gigi 36, jika tidak ditangani bisa menyebabkan impaksi
pada gigi tersebut.
- Bentuk gigi dari odontoma ini seperti gigi normal, cenderung bererupsi tetapi tidak aktif, kalau bererupsi sebagian, cepat terjadi
karies. Jika tidak cepat ditangani, karies ini akan berkembang dengan cepat dan dapat menginfeksi jaringan lunak
- Pada skenario gingiva mengalami pembengkakan, oleh karena itu pasien bisa mengalami kesulitan dalam menelan makanan
dan sulit untuk berbicara
- Dapat menghambat pertumbuhan gigiserta mengalami rasa sakit terus menerus dan menghambat estika.
Menimbulkan rasa nyeri dan pembengkakan yang mungkin disebabkan adanya infeksi di daerah retromolar.
5. Bagaimana epidemiologi dari kasus tersebut?
(Sasaran Belajar)
Identifikasi dan Analisis Masalah
6. Apakah faktor resiko dari penyakit tersebut ?
- Kelainan genetik pada sel pertumbuhan gigi. mutasi gen p53
- Tidak adanya erupsi pada gigi
- Wanita dan dewasa muda sekitar umur 20 tahun
7. Apakah penanganan dari kasus diatas?
- Dengan bedah eksisi jika lesi odontoma kecil, jika besar dan melibatkan gigi molar bisa dilakukan pencabutan.
-Perawatan suportif untuk membantu menjaga kualitas hidup. Salah satunya terapi yang bisa membantu Anda untuk bisa kembali
bicara dan menelan, serta penggantian gigi yang hilang
- Enukleasi (prosedur pembedahan untuk pengangkatan massa), kuretase
- Rekontruksi tulang rahang, dilakukan oprasi/pembedahan dan melakukan terapi medis.
8. Bagaimana interpretasi gambaran HPA dan radiologi pada kasus tersebut?
Sasaran Belajar
9.Mengapa pada hasil pemeriksaan radiografi panoramik terdapat massa radiopak dikelilingi lapisan tipis radiolusent?
Sasaran Belajar
Topic Tree
Sasaran Belajar
1. Menjelaskan Definisi Odontoma
2. Menjelaskan Etiologi Odontoma
3. Menjelaskan Epidemiologi Odontoma
4. Menjelaskan Klasifikasi Odontoma
5. Menjelaskan Gambaran Klinis Odontoma
6. Menjelaskan Patogenesis Odontoma
7. Menjelaskan Pemeriksaan Odontoma
a. Pemeriksaan Kondisi Umum
b. Pemeriksaan Radiografi
c. Pemeriksaan HPA
8. Menjelaskan Penatalaksanaan Odontoma
9. Menjelaskan Diagnosa Banding Odontoma
10.Menjelaskan Prognosis Odontoma
11.Menjelaskan Komplikasi Odontoma
Definisi Odontoma
Odontoma merupakan anomali jumlah gigi yang memiliki dua tipe yaitu
complex dan compound. Compound odontoma memiliki kesamaan
anatomi dengan bentuk gigi normal, terdiri dari kumpulan struktur
seperti gigi yang berukuran kecil, bersifat asimtomatik namun
berhubungan dengan gangguan erupsi gigi. Secara radiograf,
compound odontoma terdiri dari struktur terkalsifikasi menyerupai gigi,
biasanya dikelilingi oleh area radiolusen sempit yang berhubungan
dengan gigi yang tidak erupsi. Odontoma adalah malformasi atau lesi
perkembangan hamartoma non-agresif yang berasal dari odontogenik,
terdiri dari email, dentin, sementum dan jaringan pulpa (oleh karena
itu disebut juga campuran yang terdiri dari multiple atau lebih dari satu
tipe)
Sel Epitel
Trauma Faktor Genetik
Odontogenik Asing
(Nasution, 2019;Satish,
2011)
Epidemiologi Odontoma
Berdasarkan hasil penelitian dari 10 orang yang mengalami odontoma,
6 diantaranya mengalami compound odontoma (80%) dan 2 orang
pasien mengalami kompleks odontoma (20%). 6 pasien berjenis
kelamin laki-laki dan 4 pasien berjenis kelamin perempuan. Rata-rata
seluruh pasien berusia 18 tahun (dengan rentan usia 10-48 tahun).
Pasien compound odontoma rata-rata usianya adalah 11 tahun dan
kompleks odontoma rata-rata berusia 38 tahun.
Odontoma Kompleks
Jaringan keras gigi yang terkalsifikasi yang memiliki
morfologi seperti gigi-gigi kecil
Odontoma Compound
Terdiri dari jaringan odontogenik yang memiliki struktur seperti
gigi tetapi tidak berbentuk seperti gigi
(Arfiadi, 2016)
Gambaran Klinis
Odontoma
Asymtomatik, biasanya terjadi pada usia dekade kedua
dan ketiga. Odontoma compleks jarang terjadi
dibandingkan odontoma compound. Sering ditemukan
dengan gigi yang tidak erupsi, biasanya sering terjadi
pada region molar pertama dan molar kedua rahang
bawah. Bisa berasal dari tooth bud dari gigi impaksi atau
supernumerary teeth. Lesi kecil, jarang menjadi besar,
namun bisa menjadi besar sampai 6 cm sehingga
menyebabkan ekpansi rahang.
• Tahap pertama ditandai dengan radiotransparansi karena tidak adanya kalsifikasi jaringan gigi.
Tristan
b. pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografis harus dilakukan pada pasien-pasien anak dengan keluhan gigi
permanen yang terlambat erupsi, gigi desidui yang belum tanggal melewati masa yang
diperkirakan, dan adanya gigi permanen yang erupsi di posisi ektopik, karena mungkin
merupakan gejala adanya masalah odontogenik yang bersiat patologis. Pemeriksaan radiografi
convensional seperti (periapical atau panoramic)tampaknya menjadi metode klinis yang paling
efektif untuk membedakan kedua jenis tersebut. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan intraoral, ekstraoral dan CBCT 3D. Tujuan dilakukan pengambilan radiograf 3
dimensi adalah untuk memastikan keadaan akar gigi yang kemungkinan tumpang tindih
Odontoma compound, yang secara radiografis menunjukkan gigi malformasi atau struktur
seperti gigi yang terorganisasi dengan baik, kerdil yang dikelilingi oleh zona radiolusen tipis.
Gambarannya radioopak unilokuler yang terdiri dari struktur seperti gigi kecil-kecil dalam
jumlah banyak Odontoma kompleks menunjukkan radiopak oval berbentuk tidak teratur
biasanya dikelilingi oleh tepi radiolusen tipis yang berbatas tegas. Massa gabungan tunggal
seperti material dan tak ada kemiripan anatomi gigi apapun. Muncul sebagai massa yang buram
dikelilingi oleh tepi sempit radiolusen. Radiografi dapat dilakukan
selama pengobatan untuk mengetahui perkembangan dari odontoma.
Nasution, 2018 , Balaji and Balaji, 2018
C. pemeriksaan HPA
Odontoma compound
Odontoma compound memiliki tampilan histologis yang Mirip dengan gigi normal
yang meliputi dentin tubuler matur, matriks email, sementum, dan jaringan pulpa yang
strukturnya sama seperti gigi pada umumnya(terdiri dari dentin, email, sementum, dan
pulpa) yang dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat yang mewakili folikel. Lapisan
sementum dapat ditemukan di atas dentin. Pulpa tampak sebagai jaringan ikat fibrosa
di dalam ruang yang dikelilingi oleh jaringan keras gigi.
(Preetha, 2010).
Diagnosis banding
odontoma
1) Ossifying fibroma
2) Periapical ossesus dysplasia
3) Dense bone island
4) Benign cementoblastoma
5) Osteoma
(Nasution,2018).
Progonosis
Odontoma
Prognosis Odontoma SANGAT BAIK
“lesi tidak memiliki potensi keganasan dan
kekambuhan jarang terjadi”
Pembentukan Kista
(Rosdiana, 2019)
Kesimpulan
Odontoma didefinisikan sebagai malformasi perkembangan yang merupakan hamartoma yang berasal dari odontogenik. Tergantung
pada pertumbuhannya yang lambat dan perilakunya yang tidak agresif, mereka diklasifikasikan sebagai tumor jinak. Secara histologis
ada dua jenis odontoma; odontoma compound terdiri dari semua jaringan gigi yang menyerupai struktur seperti gigi dan odontoma
kompleks hadir sebagai massa yang tidak teratur. Odontoma memiliki prevalensi 21% sampai 67% dari semua tumor odontogenik.
Odontoma adalah lesi yang mempengaruhi anak-anak dan dewasa muda, terutama dalam dekade kedua kehidupan, dan tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada setiap usia, tanpa kecenderungan gender yang signifikan. Pada studi kasus lainnya menyebutkan bahwa
60% dari odontoma kompleks terjadi pada wanita. Odontoma kompleks lebih jarang terjadi daripada odontoma compound dan biasanya
terjadi pada penderita usia yang lebih tua. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa mayoritas odontoma yang ditemukan pada area
anterior maxilla dan berhubungan dengan gigi kaninus yang tidak erupsi adalah compound odontoma (62%) dan kompleks odontoma
biasanya ditemukan pada area molar pertama dan molar kedua mandibula (70%). Gigi permanen dipengaruhi jauh lebih sering daripada
gigi desidui. Penelitian yang dilakukan Peranovic dan Noffke pada tahun 2016 melaporkan kasus odontoma yang paling banyak adalah
berhubungan dengan impaksi gigi permanen yaitu sebanyak 52 kasus (57,7%) dan persistensi gigi sulung sebanyak (16,6%).
Daftar Pustaka
-Gervasoni C, et al. 2017. Odontomas: Review Of The Literature And Case
Reports. Journal Of Biological Regulators & Homeostatic Agents. 31(2): 19-125.
1 ernational
- Slootweg, P. (2016) Dental and Oral Pathology. Nijmegen: Springer Int
Publishing Switzerland. port’, pp.
Souza, G. et al. (2021) ‘Compound Odontoma in an Adolescent : Case Re
8–11. nyerupai
- Rosdiana N, Sam B, Epsilawati L. Evaluasi gigi supernumerary yang meal
Radiologi
odontoma Dentomaksilofasial
menggunakan cone Indonesia. 2019;3(3)5.
beam computed tomography (CBCT). Jurn
Ariasmi LE, et al. 2019. Manajemen kasus impaksi kaninus maksila disertai odontoma dan transposisi gigi insisivus
lateral. Clinical Dental Journal. 5(1): 1-5.
Nadaf A, Wakeel S, Shah A. 2017. Odontoma Clinicophatological Manifestasion and Their Management. Journal of
Advanced Medical and Dental Sciences Research; 5(12): 127-129.
Nasution FA, Azhari. Gambaran Compound Odontoma Dari Radiograf Panoramik Dan CBCT. Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi. 2019; 15(2): 33-36.
Octavia A, Fauziah E. 2018. Cone Beam Computed Tomography dalam Penatalaksanaan Gigi Supernumerari dan
Odontoma. Journal of Indonesian Dental Association. 1(1). 106-110.
SATISH, V.; PRABHADEVI, Maganur C.; SHARMA, Rajesh. Odontome: a brief overview. International journal of
clinical pediatric dentistry, 2011, 4.3: 177.
Balaji, S. and Balaji, P. P. (2018) Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd edn. Elsevier
Nasution dkk. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi panoramik. J Ked Gi Unpad. Agustus 2018;
30(2); 102-106.
Patekar D, Supriya K, Archana AG. 2018. Odontoma - A brief overview. Journal of Oral Disease Markers; 2: 23–25.
Pacifici A, Carbone D, Marini R, Pacifici L. 2015. Surgical Management of Compound Odontoma Associated with
Unerupted Tooth. Hindawi. 902618: 1-6
Vyasarayani P, Krishna M, Pratheeth G. Treatment of compound odontoma causing delayederuption of
maxillary central incisor assisted by diode laser.RUJODS, Ranchi University. 2012.
Arfiadi LN., et al. 2016. Penatalaksanaan interdisipliner kasus impaksi gigi incisivus sentral maksila akibat obstruksi
odontoma kompleks. MKGK. 2(2): 86-91.
Benjolan di rahang bawah kiri Laki-laki usia 22 tahun datang ke RSGM
dengan keluhan terdapat benjolan di rahang bawah kiri, tidak sakit, dan pasien
tidak ada riwayat demam. Pemeriksaan ekstra oral normal. Pemeriksaan intra oral
didapatkan bentukan keras berwarna kekuningan di area 36-38 yang menyerupai
dentin, bentuk tidak beraturan. Gingiva sekitar lesi juga mengalami
pembengkakan dengan warna serupa jaringan sekitar. Hasil pemeriksaan
radiografi panoramik terdapat massa radiopak padat ukuran 3,6 x 3 cm yang
dikelilingi lapisan tipis radiolusen. Nampak gigi 36 tertindih oleh massa tersebut.
Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan terdapat gambaran enamel, dentin
dan matrik pulpa yang tidak beraturan.
Definisi
Etiologi
Penyebab Lokal Ameloblas Matur
dimiliki
terdahulu
gigi.
Sel Epitel Odontogenik
Asing
Trauma
Patogenesis
Odontoma kompleks Odontoma majemuk
Odonto-ameloblastoma
Complex odontome
Compound odontome
et
ODONTOMA
Peripheral Odontoma
DOSEN TUTORIAL :
drg. Melisa Budipramana , Sp. Ort
DOSEN KULIAH PAKAR :
drg. Amy Nindia Carabelly , M.Si
DISUSUN OLEH KELOMPOK 4
Anggota Kelompok :
Sity Noormazidah 1911111120020
Muhammad Rayhan 1911111210010
Talitha Dwi Avissa 1911111220001
Manik Ulya Arfiyanti 1911111220002
Natasya Nurul Izzati 1911111220003
Novi Dwi Maulida 1911111220011
Tom Christian 1911111310029
Ni’mal Maula 1911111320004
Indraswari Wahyu Pertiwi 1911111320007
Yajma Kamiila Rahman 1911111320022
Syifa Kamila 1911111320040
● SKENARIO
●
Benjolan di Rahang Bawah Kiri
●
Laki-laki usia 22 tahun datang ke RSGM dengan keluhan terdapat benjolan di rahang
bawah kiri, tidak sakit, dan pasien tidak ada riwayat demam. Pemeriksaan ekstra oral
normal. Pemeriksaan intra oral didapatkan bentukan keras berwarna kekuningan di area
36-38 yang menyerupai dentin, bentuk tidak beraturan. Gingiva sekitar lesi juga
mengalami pembengkakan dengan warna serupa jaringan sekitar. Hasil pemeriksaan
radiografi panoramik terdapat massa radiopak padat ukuran 3,6 x 3 cm yang dikelilingi
lapisan tipis radiolusent. Nampak gigi 36 tertindih oleh massa tersebut. Hasil
pemeriksaan histopatologi menunjukkan terdapat gambaran enamel, dentin dan matrik
pulpa yang tidak beraturan.
●
Identifikasi Istilah Asing dan Klarifikasi Istilah
Asing
(Tidak ada)
Identifikasi Masalah
1. Apa diagnosis penyakit pada skenario?
2. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk kasus
di atas? dan bagaimana pencegahannya?
3. Apa etiologi dari skenario tersebut dan kenapa
terdapat bentukan keras berwarna kekuningan
pada area 36-38?
4. Bagaimana interpretasi pada gambaran
histopatologi pada skenario tersebut?
5. Apa yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan gingiva pada sekitar lesi?
6. Apa komplikasi yang terjadi apabila benjolan
pada pasien tidak diobati?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis kasus pada
skenario?
8. Apakah usia mempengaruhi penyakit pada
skenario tersebut?
9. Apa diagnosis banding dari skenario tersebut?
Analisis Masalah
1. Apa diagnosis penyakit pada skenario?
Odontoma, karena tampilan yang sewarna dengan jaringan dan pada pemeriksaan histopatologis
tampak seperti jaringan gigi yang tidak beraturan dan terjadi di gigi bagian bawah, serta di mandibula
sebelah kiri, dan terdapat gambaran radiologinya berupa radiopak.
2. Bagaimana tatalaksana yang tepat untuk kasus di atas? dan bagaimana pencegahannya?
Tatalaksana dapat dilakukan dengan enukleasi dan dapat dilakukan pembedahan serta radioterapi
kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, anamnesis, dan pemeriksaan penunjang.
3. Apa etiologi dari skenario tersebut dan kenapa terdapat bentukan keras berwarna kekuningan pada area
36-38?
Terjadinya kelainan pertumbuhan sel pada gigi, yaitu sel odontoblas. Terjadinya bentukan keras
berwarna kekuningan karena adanya proliferasi sel odontoblast, dan adanya kelainan genetik, yaitu
terjadi mutasi genetik pada gen p53.
4. Bagaimana interpretasi pada gambaran histopatologi pada skenario tersebut?
Hasil pemeriksaan radiografi panoramik terdapat massa radiopak padat ukuran 3,6 x 3 cm yang
dikelilingi lapisan tipis radiolusen. Dan Gambaran HPA-nya terdapat enamel, dentin, dan sementum
yang tidak menyerupai seperti bentukan gigi serta bentukannya acak.
5. Apa yang menyebabkan terjadinya pembengkakan gingiva pada sekitar lesi?
Pembengkakan gingiva pada sekitar lesi dikarenakan respon inflamasi yang terjadi disekitar lesi.
Analisis Masalah
6. Apa komplikasi yang terjadi apabila benjolan pada pasien tidak diobati?
Bisa saja benjolan tersebut akan menjadi sebuah tumor ganas dan bisa menyebar luas ke organ-organ
lainnya melalui pembuluh darah, juga apabila terus berkembang dengan cepat dan dapat menginfeksi
jaringan lunak dan menimbulkan neuralgia.
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kasus pada skenario?
Radiografi panoramik untuk melihat kelainan-kelinan pada gigi-gigi dan tulang rahang, juga dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain yaitu pemeriksaan laboratorium yakni histopatologi. Dan
Pemeriksaan MRI atau CT Scan.
8. Apakah usia mempengaruhi penyakit pada skenario tersebut?
Usia berpengaruh terhadap odontoma karena odontoma berhubungan dengan gigi molar yang tidak erupsi
sehingga rata-rata odontoma terjadi pada orang berusia muda.
9. Apa diagnosis banding dari skenario tersebut?
Cementoblastoma, dapat muncul dengan gambaran klinis dan radiografis yang mirip dengan complex
odontoma namun cementoblastoma sering bergabung dengan akar gigi yang terlibat. Ossifying
fibroma, periapical osseous dysplasia, dan dense bone island. Untuk perbedaannya, odontoma lebih
radiopak dibandingkan ossifying fibroma; lesi periapical osseous dysplasia adalah lesi multiple,
lokasinya di periapikal gigi, dan batas sklerotiknya tidak jelas sedangkan odontoma berbatas jelas;
dense bone island tidak mempunyai soft tissue capsule sedangkan odontoma mempunyai soft tissue
capsule.
Problem Tree
Sasaran Belajar
1. Apa definisi odontoma?
2.Apa etiologi odontoma?
3. Apa epidemiologi odontoma?
4. Apa saja klasifikasi dari odontoma?
5. Manifestasi Klinis
6. Bagaimana patogenesis dari odontoma?
7. Apa saja diagnosis banding dari odontoma?
8. Bagaimana tata laksana dari odontoma?
9. Pemeriksaan odontoma
10. Terapi odontoma
11. Apa komplikasi dari odontoma?
12. Bagaimana prognosis odontoma?
Definisi
“ Definisi Odontoma menurut WHO atau
Organisasi Kesehatan Dunia mengklasifikasikan
odontoma dalam kategori tumor odontogenik yang
tersusun oleh epitel dan ectomesenchyme
odontogenik dengan pembentukan aringan dan tanpa
pembentukan jaringan gigi yang termineralisasi. Istilah
odontoma diciptakan oleh Pierre Paul Broca pada
tahun 1867. Odontoma adalah tumor jinak
odontogenic yang non agresif dan merupakan yang
paling banyak ditemukan.
ETIOLOGI ODONTOMA
Bouenba, 2021)
EPIDEMIOLOGI ODONTOMA
Odontoma tidak menunjukkan gejala dan sering ditemukan
secara kebetulan di kalangan remaja. Telah dilaporkan bahwa 75,3%
odontoma terdeteksi pada pemeriksaan gigi rutin. Odontoma
kadang-kadang mengganggu erupsi gigi sulung dan sekitar 70%
berhubungan dengan impaksi, malposisi, aplasia, malformasi, dan
devitalisasi gigi yang berdekatan. Nyeri dan inflamasi yang
berhubungan dengan odontoma telah dilaporkan hanya pada 4% kasus.
Penelitian telah menunjukkan bahwa compound odontoma sering
ditemukan di daerah rahang atas anterior, sedangkan odontoma
kompleks ditemukan di daerah mandibula posterior. Predileksi jenis
kelamin odontoma kontroversial; namun, beberapa peneliti melaporkan
bahwa compound odontoma lebih sering pada pria, sedangkan
odontoma kompleks sedikit lebih sering pada wanita. Kedua jenis
odontoma cenderung terjadi di sisi kanan kedua rahang. Tinjauan lebih
lanjut menunjukkan bahwa ada 8 kasus odontoma raksasa yang
dilaporkan dengan diameter melebihi 3 cm
(Duque, 2019)
Klasifikasi
Odontoma
KLASIFIKASI ODONTOMA
Gabell, James, dan Payne (1914) mengelompokkan odontoma berdasarkan asal
perkembangannya yaitu epitel, komposit (epitel dan mesodermal), dan mesodermal.
Kemudian, Thoma dan Goldman (1946) mengklasifikasikan odontoma sebagai berikut:
1) Odontoma komposit geminasi (Geminated composite odontomes), dua atau lebih gigi
yang kurang lebih berkembang dengan baik menyatu bersama.
2) Odontoma komposit compound (Compound composite odontomes), terdiri dari gigi
yang kurang lebih belum sempurna.
3) Odontoma komposit kompleks (Complex composite odontomes), struktur terkalsifikasi
yang tidak terlalu mirip dengan struktur anatomi normal gigi.
4) Odontoma yang melebar (Dilated odontomes), mahkota atau bagian akar gigi
menunjukkan adanya pembesaran.
5) Odontoma kistik (Cystic odontomes), odontoma yang biasanya terbungkus oleh
jaringan ikat fibrosa dalam kista atau di dinding kista.
(Rana et al., 2019; Anggraeni et al., 2019; Nasution et al., 2018; Nasution et al., 2019)
KLASIFIKASIODONTOMA
1. Compound odontoma
Ada tiga jenis compound odontoma, yaitu:
a. Denticular type, yang terdiri dari dua atau lebih dentikel terpisah,
masing-masing memiliki mahkota dan akar atau selubung epitel hertwig
dengan distribusi jaringan keras gigi yang sebanding dengan yang
ditemukan pada gigi.
b. Articulate type, terdiri dari dua atau lebih massa terpisah atau partikel yang
tidak memiliki kemiripan makroskopis dengan gigi dan terdiri dari jaringan
keras gigi yang tersusun secara tidak normal.
c. Denticulo particulate type, terdiri dari dentikel dan massa partikel yang
terlihat bersamaan.
(Anggraeni et al., 2019; Nasution et al., 2018; Nasution et al., 2018; Neville et al., 2019; Vyasarayani et al., 2012)
KLASIFIKASI ODONTOMA
yang sempit. Sebagian besar compound odontoma 74,3% ditemukan pada usia 20-30-an saat
pemeriksaan radiografi rutin pada regio insisivus dan caninus rahang atas. Compound odontoma
dapat mengakibatkan gigi permanen anterior tidak erupsi pada anak
(Anggraeni et al., 2019; Nasution et al., 2018; Nasution et al., 2019; Neville et al., 2019; Vyasarayani et al., 2012)
KLASIFIKASI ODONTOMA
(Rana et al.,
KLASIFIKASI ODONTOMA
2. Complex odontoma merupakan tumor odontogenik yang terdiri dari massa campuran
jaringan keras dan jaringan lunak yang matang, tidak teratur, dan berdiferensiasi secara
tidak baik sebagai email, dentin, atan sementum sehingga tidak memiliki persamaan
morfologis dengan gigi normal. Complex odontoma paling sering ditemukan pada dekade
pertama dan kedua di regio posterior mandibular (59%) dan regio premolar (7%) akibat
adanya kegagalan erupsi gigi posterior. Radiografi biasanya menunjukkan massa
terkalsifikasi yang berbatas tegas dengan berbagai tingkat radiopasitas yang dikelilingi
oleh
bentukan cincin radiolusen (well-defined, soft tissue capsule border) dan biasanya di
atas atau di dekat gigi impaksi. Seluruh lesi dikelilingi oleh kapsul jaringan ikat, mirip
dengan folikel gigi. Lesi complex odontoma yang besar dapat menyebabkan gangguan pada
struktur disekitarnya, seperti impaksi dan perubahan tempat gigi didekatnya dan ditandai
dengan perluasan tulang kortikal. Cone Beam Computed Tomography (CBCT) merupakan
alternatif teknik pilihan yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan batas lesi
odontoma, ekspansi, tulang kortikal yang menipis dan perforasi
(Anggraeni et al., 2019; Nasution et al., 2019; Nasution et al., 2018; Neville et al.,
KLASIFIKASI ODONTOMA
Complex odontoma kadang-kadang muncul tanda pembengkakan. Radiografi
biasanya menunjukkan radiolusensi yang berbatas tegas dengan berbagai tingkat
radiopasitas dan biasanya di atas gigi impaksi. Secara histopatologi, odontoma
kompleks ditandai oleh campuran jaringan lunak dan keras odontogenik yang
acak atau tidak beraturan. Meskipun struktur seperti gigi tidak terbentuk,
komponen odontogenik tetap mempertahankan hubungan normalnya satu sama
lain seperti ameloblas berhubungan dengan matriks email, dan papila gigi
berhubungan dengan perkembangan dentin. Seluruh lesi dikelilingi oleh kapsul
jaringan ikat, mirip dengan folikel gigi. Enukleasi biasanya bersifat kuratif,
meskipun lesi yang besar mungkin memerlukan prosedur rekonstruktif setelah
pengangkatan
(Neville et al.,
KLASIFIKASI ODONTOMA
(Neville et al.,
(Rahaswanti,
Manifestasi
Klinis
Compound odontoma dan Complex odontoma
Compound Odontoma
✔ Tidak adanya satu atau beberapa gigi, dan seringkali mencegah erupsi normal
dan terjadi perubahan pada lengkung gigi normal.
✔ asimtomatik dan painless. konsistensinya keras dan saat dipalpasi tidak ada
fluktuasi.
✔ Tampak lunak, berlobus, atau berbentuk tidak teratur.
✔ Pada kasus yang jarang terjadi pembentukan odontoma dengan gigi sulung.
✔ Pada kasus yang jarang disertai dengan nyeri, supurasi, erupsi tertunda,
perpindahan gigi, dan pembengkakan karena erupsi odontoma ke dalam oral
cavity dan adanya infeksi sekunder akibat invasi bakteri secara langsung.
✔ Umumnya odontoma terjadi pada dekade kedua dalam kehidupan.
✔ Tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan adanya tumor odontogen ini
dan tumor ini memulai pembentukannya bersamaan dengan pembentukan dan
perkembangan gigi normal
(Balaji & Balaji, 2018; Chaudhari, 2015; Nasution et al., 2019; Preetha et al., 2010; Vyasarayani et al., 2012).
Patogenesis
Odontoma
Patogenesis Odontoma
Patogenesis dari odontoma biasa dikaitkan dengan sejumlah penyebab termasuk trauma selama
periode gigi sulung, anomali herediter seperti sindrom Gardner, sindrom Hermann, dan sindrom
saraf sel basal, hiperaktifitas odontoblastik, atau perubahan komponen genetik yang bertanggung
jawab untuk mengendalikan perkembangan gigi
Odontoma itu sendiri adalah keadaan dari benih gigi yang sedang berkembang
yang diferensiasinya tidak lengkap baik selama periode pra-ameloblastik
atau
ameloblastik, yang kemudian menyebabkan mineralisasi organ email yang
menyimpang.
terhentinya perkembanganDisregulasi
gigi pada morfogenesis
normal dan mineralisasi
yang berpuncak gigi
pada pembentukan
mengakibatkan
odontoma.
Bersamaan dengan transforming growth factor-β dan β-catenins menginduksi
perubahan morfogenetik pada sel epitel. β-catenin bertindak sebagai agen
transduksi sinyal intraseluler di jalur pensinyalan Wnt. Pensinyalan Wnt
perannya yaitu menghambat degradasi β-catenin. Dengan demikian, β-catenin
mutan melalui jalur Shh dan Bmp 4 menyebabkan peningkatan kondensasi
mesenkim yang mengarah pada pembentukan jaringan keras gigi ektopik
yang
berlebihan.
Diagnosis
Banding
Diagnosis Banding
01 02 03
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
Klinis Radiografi Histologis
Pemeriksaan Klinis
(Barba et al., 2016; Chaudhari, 2015; Preetha et al., 2010; Vyasarayani et al., 2012 Nasution et al., 2018)
Pemeriksaan Radiografi
Odontoma secara radiografi baik compound
odontoma maupun complex odontoma adalah massa
radiopak dan memiliki batas yang jelas, odontoma
juga tampak sebagai suatu lesi radiopak yang
dikelilingi dengan radiolusen tipis yang menunjukkan
adanya kapsul jaringan penghubung. Gambaran
odontoma ditentukan berdasarkan derajat
pembentukan senyawa organik dan anorganik. Tahap
awal ditandai oleh kurangnya kalsifikasi dan terlihat
area radiolusen. Tahap kedua dan ketiga adalah
kalsifikasi sebagian dan massa radiopak dikelilingi
area radiolusen.
Gambar. Compound
Odontoma pada Gigi
Premolar Bawah
Gambar. Pemeriksaan
Radiografi Panoramik
Complex Odontoma
(Anggraeni et al., 2019; Octavia et al., 2018; Nasution et al., 2018; Barba et al., 2016)
Pemeriksaan Radiografi
(Deliverska E, 2016)
Pemeriksaan Histologis
Gambaran histologis odontoma
dikarakteristikkan sebagai produk dari
enamel, dentin, sementum, dan jaringan
pulpa yang telah memasuki tahap
histodiferensiasi dan morfodiferensiasi.
Massa terdiri dari semua jaringan gigi
yang tidak tersusun secara teratur, tapi
sering kali dengan pola radial. Pulpa
biasanya bercabang halus sehingga massa
seperti mengalami perforasi, seperti spons,
dengan cabang kecil dari pulpa. Kapsul
jaringan ikat di sekitar odontoma serupa
dengan folikel yang mengelilingi gigi
normal. Salah satu fitur tambahan yang
menarik adalah keberadaan ghost cell di
odontoma.
(Isola, 2017; Eswara, 2017; Bouenba, 2021; Bhat S, 2017; Park JC et al., 2018; Balaji &
Balaji, 2018; Fonseca et al., 2018)
TERAPI ODONTOMA
Perawatan complex odontoma adalah dengan enukleasi atau kuretase jika odontoma merupakan sumber potensial
obstruksi pada erupsi gigi atau jika kemungkinan merupakan fokus infeksi, untuk mencegah komplikasi seperti
kehilangan gigi, perubahan kistik, ekspansi tulang, dan erupsi gigi permanen yang tertunda. Complex odontoma
yang besar harus dipotong menjadi segmen-segmen untuk diangkat untuk mempertahankan tulang normal dan
mencegah fraktur rahang. Pengobatan pilihan compound odontoma adalah operasi pengangkatan dengan
enukleasi, karena odontoma majemuk dapat menjadi predisposisi perubahan kistik dan menyebabkan kerusakan
tulang yang cukup besar. Odontoma dapat didekati melalui insisi mukosa intraoral dan pengangkatan tulang di
atasnya yang memadai untuk mengekspos lesi.
(Balaji SM, 2018; Nelson et al., 2010; Orozco, 2019; Bouenba, 2021)
Komplikasi
Odontoma
Komplikasi Odontoma
Chaudhari NT, Sharma NK, Kanodia DR, Sethy SK. Compound Composite Odontoma: Two Case Report and Review. Journal of Oral
Medicine, Oral Surgery, Oral Pathology and Oral Radiology. 2015; 1(2): 83-88.
Jóhannsson GI, Bærentzen S, Blomlöf J. 2017. Peripheral complex odontoma in the gingiva: A case report of an 11 year old boy and
review of literature. Open Journal of Stomatology. 7(9), 419-427
Lumerman HS, Bowe RB. 2012. Atlas of Oral and Maxillofacial Histopathology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Nasution FA, Sitam S. 2018. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi panoramik Panoramic radiograph analysis of complex
odontoma. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 30(2), 102-106
Patekar, D., Kheur, S. and Gupta, A.A., 2018. Odontoma-A brief overview. Journal of Oral Disease Markers, 2, pp.23-25.
Vyasarayani P, Krishna M, Pratheeth G. Treatment of compound odontoma causing delayed eruption of maxillary central incisor assisted
by diode laser. RUJODS. 2012; 1(2): 1-10.
Anggraeni NLAPD, Sulistiawati IDAN, Martini AAK. 2019. PROCEEDING BOOK The 4th Bali Dental Science & Exhibition
Balidence 2019. Bali: UNMAS Press.
Barba LT, Campos DM, Rascón MMN, Barrera VAR, Rascón AN. 2016. Descriptive aspects of odontoma: literature review. Revista
Odontológica Mexicana. Volume 20(4); 265-269.
Bhat S, Babu SG, Castelino RL, Madi M, Achalli S, Madiyal A. 2017. Compound odontoma-A case report. J Turgut Ozal Med Cent;
24(3): 357-9.
Bouenba M, et al. 2021. Odontoma as an Etiology of Permanent Incisive Retention: Two Clinical Cases. EAS Journal of Dentistry
and Oral Medicine; 3(5): 133-137.
Chaudhari NT, Sharma NK, Kanodia DR, Sethy SK. Compound Composite Odontoma: Two Case Report and Review. Journal of Oral
Medicine, Oral Surgery, Oral Pathology and Oral Radiology. 2015; 1(2): 83-88.
Deliverska, E., Gagov, L., Stefanov, L. and Rubiev, M. 2016. Odontoma–Report of Two Cases and Literature Review. MedInform,
1(1), pp.414-421.
Eswara UMA. 2017. Compound Odontoma in Anterior Mandible-A Case Report. Malays J Med Sci; 24(3): 94.
Fonseca, R. J., Powers, M. P., Frost, D. E., & Lee, B. (2018). Oral and Maxillofacial Surgery (3rd ed.). Elsevier.
Gupta M, Panda S. 2018. Delayed Eruption due to Concurrent Occurrence of Compound Odontoma and Supernumerary Tooth in the
Maxillary Anterior Region : A Rare Case Report. Journal Contemporer Dental. 8(3):144-147.
Isola G, Cicciù M, Fiorillo L, and Matarese G. 2017. Association between odontoma and impacted teeth. Journal of Craniofacial
Surgery, 28(3), pp.755-758.
Nasution FA, Azhari. 2019. Gambaran Compound Odontoma Dari Radiograf Panoramik dan CBCT. Jurnal Ilmiah dan Teknologi
Kedokteran Gigi FKG UPDM(B). 15(2): 33-36.
Nasution FA, Sitam S. 2018. Analisis gambaran complex odontoma pada radiografi panoramik Panoramic radiograph analysis of
complex odontoma. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 30(2), 102-106.
Octavia A, Fauziah E. 2018. Cone Beam Computed Tomography Dalam Penatalaksanaan Gigi Supernumerari dan Odontoma. Journal
of Indonesian Dental Association. 1(1): 106-110.
Orozco EIF, et al. 2019. Case Report: Interdisciplinary management of a complex odontoma with a periapical involvement of superior
anterior teeth. F1000Research; 8(153): 3-6.
Park JC, et al. 2018. Giant complex odontoma in the posterior mandible: A case report and literature review. Imaging Science in
Dentistry; 48(4): 289-293.
Preetha A, Balikai BS, Sujatha D, Pai A, Ganapathy KS. Complex odontoma. Gen Dent. 2010; 58(3):e100-2.
Rosdiana N, Sam B, Epsilawati L. 2019. Evaluasi Gigi Supernumerary yang Menyerupai Odontoma Menggunakan Cone Beam
Computed Tomography (CBCT). Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia. 3(3): 5-8.
Vyasarayani P, Krishna M, Pratheeth G. Treatment of compound odontoma causing delayed eruption of maxillary central incisor
assisted by diode laser. RUJODS. 2012; 1(2): 1-10.
TERIMAKASIH
Odontoma
Dosen Pembimbing: drg. Norlaila Sarifah, Sp. RKG
Dosen Pakar: drg. Amy Nindia Carabelly,M.Si
Skenario 2 Blok 13
Kelompok 5
Anggota Kelompok 5:
Skenario
Benjolan di rahang bawah kiri
Laki-laki usia 22 tahun datang ke RSGM
dengan keluhan terdapat benjolan di rahang
bawah kiri, tidak sakit, dan pasien tidak ada
riwayat demam. Pemeriksaan ekstra oral
normal. Pemeriksaan intra oral didapatkan
bentukan keras berwarna kekuningan di area
36-38 yang menyerupai dentin, bentuk tidak
beraturan. Gingiva sekitar lesi juga mengalami
pembengkakan dengan warna serupa jaringan
sekitar. Hasil pemeriksaan radiografi panoramik
terdapat massa radiopak padat ukuran 3,6 x 3
cm yang dikelilingi lapisan tipis radiolusen.
Nampak gigi 36 tertindih oleh massa tersebut.
Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan
terdapat gambaran enamel, dentin dan matrik
pulpa yang tidak beraturan.
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Apa diagnosis kasus skenario?
Jawab : Diagnosis yg tepat pada pasien ini adalah tumor Odontogenik. Yakni Odontoma (Tumor gigi) jenis odontoma complex. Hal ini didasari atas pemeriksaan
subjektif pasien yang tidak adanya keluhan dan tidak adanya demam sehingga meniadakan diagnosis dari abses diikuti dengan adanya pemeriksaan radiografi yang
menunjukkan adanya gambaran radioopak dengan garis radiolusen yang meniadakan diagnosis dari kista yang gambarannya adalah gambaran radiolusen dengan tepi
yang radiopak. Untuk spesifiknya sendiri yaitu odontoma karena pada pasien ditemukan berupa massa padat menyerupai dentin terus tidak beraturan dan juga dari
gambaran radiografinya dia itu radiopak yang dikelilingi oleh radiolusen tipis.
Jawab :
∙ Untuk yang diderita pasien sendiri kita duga yaitu Odontoma, yang merupakan tumor odontogenik. Untuk etiologi tumor sendiri secara umum disebabkan oleh
adanya proliferasi yang berlebih pada sel tersebut oleh adanya gangguan pada gen P53 dan gen RB (retinoblastoma). Untuk tumor Odontogenic sendiri sel yang
terus berproliferasi adalah sel-sel pembentuk gigi seperti adanya dental lamela, lamina dental, sel malassez dan lain sebagainya.
∙ Perkembangannya dapat dipengaruhi oleh gigi yang gagal bererupsi (Unerupted teeth) dan Kista dentigerous
Identifikasi dan Analisis Masalah
3. Apakah umur dan jenis kelamin berpengaruh?
Jawab : Berpengaruh, biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki dan pada usia 40-50 tahun. Sering ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan
pemeriksaan radiografi di usia 20 tahun keatas.
Jawab : Dilakukan pemeriksaan intraoral dan ekstraoral, palpasi dan inspeksi kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan radiografi panoramik, Pemeriksaan CT scan
dan MRI. Pemeriksaan Histopatologi Anatomi (HPA) dengan pewarnaan sesuai jaringan yang akan diperiksa, seperti pemeriksaan biopsi yaitu mengambil sedikit
jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop.
Jawab : Diawali dengan kita lakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor yang kita hadapi ini adalah tumor jinak atau tumor yang ganas, selanjutnya penanganan
pada tumor jinak dapat dilakukan pembedahan untuk mengambil keseluruhan dari massa tumor tersebut diikuti dengan kuretase untuk membersihkan massa tumor
untuk mencegah rekurensinya diikuti dengan bone graf untuk mengganti massa tulang yang rusak. Sedangkan untuk tumor yg ganas dapat dilakukan radioterapi dan
kemoterapi untuk menghancurkan massa tumor dan mencegah terjadinya Metastase atau penyebaran dari tumor ganas tersebut ke jaringan lain. Bedah eksisi agar
tidak terjadi lesi rekuren, pencabutan pada gigi yang mengalami impaksi, hilangkan juga faktor penyebabnya. dan dijelaskan juga pada kuliah drg. Irham untuk
penatalaksanaan odontoma dapat berupa enukleasi pada penatalaksanaan tulang yang berdekatan(cryotherapy), reseksi baik en blok maupun parsial, radioterapi dan
kemoterapi. Setelah perawatan diresepkan obat antibiotik dan analgesik untuk meredakan nyeri.
Identifikasi dan Analisis Masalah
6. Bagaimana patogenesis terjadinya pembengkakan gingiva pasien?
Jawab : Odontoma adalah tumor odontogenik campuran atau berasal dari ektodermal dan mesodermal. Terjadi proliferasi sel odontogenik bersifat neoplastik, dimana
sel ektodermal dan mesodermal (epitel dan mesenkim) tersebut berdiferensiasi secara abnormal. Menyebabkan terbentuknya substansi abnormal seperti tumor.
Jawab :
∙ ossifying fibroma
∙ benign cementoblastoma ; Gambaran radiografi campuran radiolusen dan radiopaque, dominan adalah radiopaq, umumnya terjadi pada akar premolar dan molar
mandibula dan dapat mengakibatkan resorpsi akar eksternal.
Jawab : Jika benjolan membesar, benjolan dapat terasa nyeri dan bisa terjadi pembesaran limfonodi di leher. Lesi ini juga dapat meluas hingga ke tulang sehingga
menyebabkan terjadinya destruksi tulang yang menyebabkan pergeseran dan resorpsi akar gigi. Apabila tidak ditangani dikhawatirkan akan mengganggu jaringan
keras pendukung gigi seperti tulang alveolar sehingga mungkin dapat terjadi yang namanya perforasi tulang dan dapat dilakukan perawatan bone graft. Komplikasi lain
bisa juga berdampak pada proses erupsi gigi primer yang mana akan terhalang oleh adanya keadaan ini.
Identifikasi dan Analisis Masalah
9. Bagaimana prognosis penyakit pada skenario?
Jawab : Prognosis baik jika dapat di eksisi dengan sempurna. Karena apabila eksisi yang dilakukan sempurna dan tidak tersisa jaringan tumor jinak penyakit tersebut
maka tidak akan terjadi rekurensi atau kekambuhan sehingga didapatkan prognosis yang baik.
10. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit jika tidak segera ditangani?
Jawab : Seperti yang kita duga pasien menderita odontoma, yang mana odontoma sendiri merupakan tumor jinak yang berekspansi secara lambat. Hal ini dapat
menimbulkan deformasi tulang di bawahnya sehingga wajah pasien akan tampak tidak simetris.
Problem Tree
Odontoma
Definisi Etiologi Klasifikasi Epidemiologi Patogenesis Diagnosis Manifestasi klinis Penatalaksanaan Pemeriksaan Komplikasi Prognosis
banding penunjang
Interpretasi
Sasaran Belajar
Hiperaktivitas Odontoblastik
Ameloblas Mature/Dewasa
Faktor Genetik
Odontoma Compound
Odontoma Kompleks Jaringan odontogenik yang memiliki
struktur seperti gigi tetapi tidak berbentuk
Jaringan keras gigi yang terkalsifikasi seperti gigi
yang memiliki morfologi seperti
gigi-gigi kecil
Ameloblastik Fibro-Odontoma
Merupakan perkusor imatur dari
odontoma kompleks
Arfiadi LN,2016
Odontoma Kompleks
Compound odontoma
(Gambar 3) ditandai dengan
adanya jaringan gigi, email
demineralisasi, dentin,
sementum dan pulpa, diatur
secara terorganisir dari struktur
gigi dan sebagian dikelilingi
oleh jaringan ikat kapsul
Meskipun odontoma kompon dan kompleks dapat ditemukan di tempat manapun, tipe kompon le
bih sering terlihat pada rahang atas anterior
odontoma kompleks lebih sering terjadi di daerah molar kedua rahang. Kadang-kadang,
odontoma akan berkembang sepenuhnya di dalam jaringan lunak gingiva. Lebih lanjut,
juga dibuktikan bahwa sebagian besar berukuran kecil, jarang melebihi ukuran gigi yang terkait.
MANIFESTASI KLINIS
Compound Odontoma memiliki manifestasi berupa kumpulan dari banyak struktur (dentikel)
yang terpisah, kecil, seperti gigi yang terpendam non erupsi, seluruh lesi biasanya berdiameter
tidak lebih dari 20 mm. Tipe ini biasanya ditemukan di
anterior rahang atas dan menyebabkan pembengkakan minimal.
MANIFESTASI KLINIS
Complex
Odontoma terdiri dari massa tunggal jaringan keras dan lunak yang tidak teratur, tidak memili
ki kemiripan morfologis dengan gigi dan sering membentuk nodul email dan dentin berbentuk
kembang kol yang tidak teratur. Ini bisa mencapai beberapa sentimeter dalam ukuran dan serin
g memperluas rahang. Seperti dibahas sebelumnya, odontoma kompleks biasanya asimtomatik
(Chi et al., 2017; Cawson et al., 2019; Akerzoul et al., 2017).
Penatalaksanaan
Odontoma
ODONTOMA
Penatalaksanaan Odontoma
Tahapan Tatalaksana 3dontoma
Gambar Odontoma kompleks. Bagian dekalsifikasi ini menunjukkan massa dentin yang tidak teratur
bercampur dengan kumpulan kecil matriks email. serta ekspansi mandibula
HISTOPATOLOGI
Fletcher, 2019
Compound Odontoma
Terdiri dari struktur multipel yang menyerupai gigi
kecil, berakar tunggal, terdapat dalam matriks fibrosa
yang longgar. enamel yang matang dari struktur
seperti gigi hilang selama dekalsifikasi untuk
preparasi bagian mikroskopis, tetapi jumlah matriks
email yang bervariasi sering muncul. Jaringan pulpa
dapat terlihat pada bagian koronal dan akar dari
struktur seperti gigi. Secara histologis, dentikel
tertanam dalam jaringan ikat fibrosa dan memiliki
kapsul fibrosa di sekitar seluruh lesi. Setiap dentikel
memiliki struktur yang terorganisir dengan pulpa di
tengah dan penutup email di atas dentin yang
berbentuk tidak normal. Dentikel berkembang
seperti gigi normal, termineralisasi sepenuhnya dan
setelah matang, berhenti tumbuh
(Gambar Compound Odontoma; Jaringan keras gigi
disusun dengan cara yang lebih terorganisir
menyerupai struktur seperti gigi yang lebih kecil.
(pewarnaan hematoxylin dan eosin)
Complex Odontoma
sebagian besar terdiri dari dentin tubuler matur. Dentin ini
menutupi celah atau struktur melingkar berongga yang berisi
email matang yang dihilangkan selama dekalsifikasi. Ruang
tersebut mungkin berisi sejumlah kecil matriks email atau email
imatur. Pulau-pulau kecil sel hantu (ghost cell) epitel pewarnaan
eosinofilik terdapat pada sekitar 20% odontoma kompleks. lni
mungkin mewakili sisa-sisa epitel odontogenik yang telah
mengalami keratinisasi dan kematian sel dari anoksia lokal.
Sebuah lapisan tipis sementum sering hadir tentang pinggiran
massa. Kadang-kadang, kista dentigerous dapat muncul dari
lapisan epitel kapsul fibrosa odontoma kompleks. Secara
histologis, massa terdiri dari semua jaringan gigi dalam susunan
yang tidak teratur, tetapi seringkali dengan struktur radial. Pulpa
biasanya bercabang halus sehingga massa dilubangi, seperti
spons, oleh cabang kecil pulpa
Arfiadi LN, Farmasyanti CA, Kuswayuning. 2016. Penatalaksanaan Interdisipliner Kasus Impaksi Gigi
Incisivus Sentral Maksila Akibat Obstruksi Odontoma Kompleks. MKGK; 2(2): 86-91
Bafna SS, Joy T, Tupkari, JV, & Landge JS. 2016. Dentinogenic ghost cell tumor. Journal of oral and
maxillofacial pathology : JOMFP. 20(1), 16'.
Cawson, R. A., & Odell, E. W. 2017. Cawson's essentials of oral pathology and oral medicine e-book.
Elsevier Health Sciences.
Cezairli B, Taskesen F, Coskum U, Cezairli NS, Tosun E. Surgical Treatment of a Large Complex
Odontoma. Meandros Med Dent J. 2017; 18 : 148-152.
Chi AC, Neville BW, Damm DD, & Allen CM. 2017. Oral and maxillofacial pathology-(-%ook.
Missouri: Elsevier Health Sciences.
DAFTAR PUSTAKA
Greer RO, Marx RE, Said S, & Prok LD. 2017. Pediatric Head and Neck Pathology. Cambridge
University Press.
Hamada M, Okawa R, Nishiyama K, Nomura R, Uzawa N, Nakano K. Compound Odontoma
Removed by Endoscopic Intraoral Approach: Case Report. Dentistry Journal. 2021; 9(81) : 1-6.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Rana V, Srivastava N, Kaushik N, Sharma V, Panthri P, Niranjan MM. 2019. Compound Odontome: A
Case Report. : 64–67.
DAFTAR PUSTAKA
KULIAH PAKAR
SKENARIO 2
Kelompok 6
Dosen Pembimbing:
Galuh Dwinta Sari, S. Psi., M. Psi., Psikolog
Dosen Kuliah Pakar:
drg. Amy Nindia Carabelly, M.Si
Anggota Kelompok
Odontoma
Definisi Etiologi Epidemiologi Klasifikasi Patogenesis Manifestasi Pemeriksaan Pencegahan Penanganan Prognosis Diagnosis Komplikasi
Klinis banding
20,000
Sasaran Belajar
1. Apakah Definisi dari Odontoma?
2. Bagaimana Etiologi beserta Faktor predisposisi dari Odontoma ?
3. Bagaimana Epidemiologi dari Odontoma?
4. Apa saja Klasifikasi dari Odontoma?
5. Bagaimana Patogenesis dari Odontoma?
6. Bagaimana Manifestasi klinis dari Odontoma?
7. Bagaimana Pemeriksaan Klinis dan Penunjang dari Odontoma ?
8. Bagaimana Pencegahan dari Odontoma?
9. Bagaimana Penanganan dari Odontoma?
10. Bagaimana Prognosis dari Odontoma?
11. Apakah Diagnosis banding dari Odontoma?
12. Apakah Komplikasi dari Odontoma?
13. Bagaimana Hubungan Usia dengan terjadinya Odontoma?
DEFINISI
ODONTOMA
Definisi Odontoma
01 03
Kompleks (CxO) Ameloblastik
Jaringan keras gigi yang 02 fibro-odontoma
terkalsifikasi, memiliki
Compound (CO) Merupakan precursor
morfologi seperti gigi-gigi
imatur dari odontoma
kecil. Terdiri dari jaringan kompleks
odontogenic, memiliki
struktur seperti gigi namun
tidak berbentuk seperti gigi
(Arfiadi, 2016; Nasution FA 2019)
KLASIFIKASI ODONTOMA
Tiga jenis compound
Particular type
Terdiri dari dua atau lebih massa terpisah/ odontoma (CO):
partikel yang tidak memiliki kimiripan
mikroskopis dengan gigi, terdiri dari jaringan
keras gigi yang tersusun secara tidak normal Denticulo particular
type
Denticular type Terdiri dari dentikel
Terdiri dari dua/lebih dentikel dan massa partikel
terpisah, tiap dentikel memiliki yang terlihat
mahkota dan akar/ selubung bersamaan.
epitel hertwig dengan distribusi
jaringan keras gigi, sebanding
dengan yang ditemukan pada
gigi
(Fadhil ulum AR, 2020; Nasution
FA, 2019)
PATOGENESIS
ODONTOMA
PATOGENESIS ODONTOMA
• Odontoma berkembang dari jaringan
odontogenik primordial
GEJALA UMUM
• Retensi gigi permanen
• nyeri, (menganggu erupsi gigi)
• agenesis gigi permanen
• pembengkakan,
• infeksi yang berhubungan
• maloklusi
dengan nanah
anomali patologis yang diamati • suppurasi dan ekspansi tulang
pada gigi tetangga
Pemeriksaan Pemeriksaan
ekstraoral Post-operative
• melihat apakah wajah asimetri akibat Setelah 30 hari operasi dapat
pembengkakan dilakukan pengamatan melalui
rontgent apakah ada deformasi
• Melihat warna kulit apakah sama dengan kulit
dan mukosa di sekitarnya
Pemeriksaan tulang dan dibandingkan dengan
intraoral kondisi awal.
• Melakukan palpasi ekstraoral untuk
mengetahui massanya (konsistensi, lokasi,
Pemeriksaan pada dasar mulut dan
nyeri)
permukaan ventral lidah dengan ujung
lidah diangkat ke arah palatum dan
mengamati adanya kelainan:
• Warna
• tekstur
• distribusi papilla (Widayanti R, et al. 2017; Nasution, et al. 2018;
Orozco et al., 2019)
• simetrisitas dan mobilitas
PEMERIKSAAN KLINIS DAN PENUNJANG ODONTOMA
Pemeriksaan Pemeriksaan
Radiografi Histologis
• Cone Beam Computed Tomography (CBCT) • gambarannya terlihat seperti massa dari jaringan
merupakan alternatif teknik pilihan yang dapat
odontogenic yang terdestruksi.
dipertimbangkan dalam menentukan batas lesi
odontoma, ekspansi, tulang kortikal yang menipis dan
perforasi. • Dapat memiliki subtasi seperti cementum dan
dentinoid yang tercampur.
• Tampilan radiografi complex odontoma tergantung
perkembangan stadiumnya. • Massa kalsifikasi terlihat lapisan pulpa, epithelial
remnants dan matriks enamel
04. 05.
Melakukan pemeriksaan apabila merasa
Dental health Education
ada suatu kelainan
Patekar D, et al., 2018; Gerva
C, 2017
Penanganan Odontoma
Penanganan Odontoma
Tindakan bergantung pada posisi dan ukuran tumor serta struktur disekitarnya. Dapat
dilakukan eksisi. Perawatan pilihan terdiri dari enukleasi bedah konservatif.
(Nasution, 2018)
DIAGNOSIS BANDING
(Nasution, 2018)
DIAGNOSIS BANDING
Central Calcifying
ossifying odontogenic cyst
fibroma
ameloblastic Calcifying
fibroodontoma epithelial
odontogenic
10 12
Complex odontoma fibro-osseous lesions
Cementoblastoma
11
seperti cemento-ossifying
Lesi stadium menengah osteoid osteoma fibroma, dysplasia
yang menyerang area akar periapical cemento-osseus,
gigi lesi tingkat menengah yang adenomatoid odontogenic
terjadi pada pasien muda tumor
disertai rasa sakit
GIGI SINDROM
IMPAKSI OTODENTAL
(Barba, 2016)
Dapat terjadi kemungkinan timbulnya rasa sakit, peradangan
pada jaringan lunak yang berdekatan atau infeksi yang
berhubungan dengan nanah, karies, dan pembentukan abses
(Barba, 2016)
HUBUNGAN USIA
DENGAN
TERJADINYA
ODONTOMA
Tidak ada hubungan usia namun
prevalensi odontoma biasanya terjadi
paling banyak pada dewasa muda dan
anak-anak dikarenakan odontoma
merupakan perkembangan jaringan
intraosseus yang mengganggu erupsi
gigi permanen atau desidui. Bisa terjadi
pada usia dewasa namun jarang
Laki-laki usia 22 tahun datang ke RSGM dengan keluhan terdapat benjolan di rahang bawah kiri, tidak sakit, dan
pasien tidak ada riwayat demam. Pemeriksaan ekstra oral normal. Pemeriksaan intra oral didapatkan bentukan
keras berwarna kekuningan di area 36-38 yang menyerupai dentin, bentuk tidak beraturan. Gingiva sekitar lesi juga
mengalami pembengkakan dengan warna serupa jaringan sekitar. Hasil pemeriksaan radiografi panoramik terdapat
massa radiopak padat ukuran 3,6 × 3 cm yang dikelilingi lapisan tipis radiolusent. Nampak gigi 36 tertindih oleh
massa tersebut. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan terdapat gambaran enamel, dentin dan matrik pulpa
yang tidak beraturan.
IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH
ASING
Matriks pulpa dipelihara oleh sel
Matriks fibroblas di dalam pulpa. Seiring
pulpa? bertambahnya usia, matriks pulpa
semakin berkurang.
Radiografi yang bisa melihat daerah
maksila mandibula dan jaringan
Radiografi
panoramik
pendukungnya, contoh jaringan
pendukung seperti TMJ, antrum maksila
yang dimuat dalam satu film.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
1. Apa diagnosis yang sesuai pada skenario di atas?
Jawaban: Tumor odontogenik, yaitu odontoma. Odontoma sendiri berhubungan
dengan impaksi gigi dan seperti disebutkan pada skenario nampak gigi 36 yang
tertindih dan tidak adanya gigi 37 juga pada gambaran radiografi yang seharusnya
pada umur 22 tahun, molar 1 dan molar 2 pasien seharusnya sudah tumbuh sempurna.
Kemudian untuk pemeriksaan histopatologi, odontoma berhubungan dengan anomali
perkembangan enamel dan dentin yang ditunjukkan dengan hasil histopatologi
terdapat gambaran enamel, dentin dan matrik pulpa yang tidak beraturan.
2. Apa yang membuat pasien merasa tidak sakit padahal benjolan cukup besar?
Jawaban: Pasien tidak merasakan sakit walaupun benjolan cukup besar
kemungkinan karena benjolan tersebut tidak atau belum mengenai serabut saraf,
sehingga pasien tidak merasakan sakit.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
3. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario di atas?
Jawaban: Penatalaksanaannya berupa bedah eksisi disertai dengan pencabutan gigi
yang impaksi untuk menghilangkan etiologi. Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan
jaringannya apakah sudah kembali normal atau tidak.
4. Bagaimana pemeriksaan pada skenario di atas?
Jawaban: Dilakukan palpasi dan inspeksi, dilanjutkan foto radiografi serta dilakukan
biopsi untuk melihat gambaran histopatologi/HPAnya juga dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang MRI atau CT-Scan.
5. Apa prognosis dari diagnosis pasien tersebut?
Jawaban: Prognosis baik. Setelah dilakukan tatalaksana dengan menghilangkan
benjolan dengan dilebihkan 2-3 mm pada jaringan sekitar untuk menghindari
rekurensi dan perbaikan oral hygiene pasien agar tidak ada lagi faktor pencetus,
mayoritas prognosis tumor odontogenik yaitu odontoma baik.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
6. Apa etiologi dari kasus di atas?
Jawaban: Etiologi odontoma belum jelas, biasanya dengan faktor pencetus berupa
trauma lokal dan infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh adanya impaksi gigi 36.
Etiologinya adalah OH buruk, kebiasaan merokok.
7. Apa yang terjadi jika penyakit tersebut tidak ditangani?
Jawaban: Akan memungkinkan terjadinya infeksi dan menyebar ke jaringan sekitar, rasa
sakit, kesulitan mengunyah dan menelan makan serta kekurangan gizi.
8. Apa patogenesis dari diagnosis pasien pada skenario?
Jawaban: Sasaran Belajar
9. Apa diagnosis banding dari skenario tersebut?
Jawaban: Diagnosis banding dari odontoma adalah periapical osseous dysplasia.
10. Apakah interpretasi dari gambaran histopatologi pada skenario?
Jawaban: Terdapat gambaran enamel, dentin, dan matrik pulpa yang tidak beraturan.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
11. Apa isi dari massa yang menindih gigi 36?
Jawaban: Terbentuk dari tumpukan enamel, dentin, dan pulpa.
12. Apa penyebab terjadi pembengkakan gingiva di sekitarnya?
Jawaban: Pada skenario disebutkan bahwa terdapat bentukan keras yang mengerupai
dentin. Kemungkinan pembengkakan gingiva disebabkan karena adanya massa
tersebut yang mendesak gingiva atau menyebabkan peradangan pada gingiva sehingga
gingiva menjadi bengkak.
PROBLEM TREE
Odontoma
Manifestasi Diagnosis
Definisi Epidemiologi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Pemeriksaan Tatalaksana Prognosis Komplikasi Pencegahan
Klinis Banding
Klinis Penunjang
Radiografi Histopatologi
SASARAN BELAJAR
1. Menjelaskan definisi odontoma
Definisi
Odontoma
Definisi Odontoma
Odontoma adalah salah satu penyakit
tumor jinak odontogenik yang paling
umum dan termasuk kelainan
perkembangan gigi (hamartoma) oleh
epitel odontogenik dan ektomesenkim.
Biasanya terbentuk selama periode
odontogenesis kira-kira hingga 20
tahun dan mengandung empat jaringan
gigi (enamel, dentin, pulpa dan
sementum). Tumor ini tumbuh lambat
dan tanpa gejala serta terutama terjadi
pada regio gigi seri-kaninus dan regio
molar ketiga.
(Balaji SM, et al., 2018; Nasution FA, Azhari, 2019)
02
Epidemiologi
Odontoma
Epidemiologi Odontoma
Angka kejadian odontoma dilaporkan sebanyak
22-67% dari seluruh angka kejadian tumor
odontogenik yang terjadi di rahang atas.
Odontoma dapat terjadi pada semua kelompok
umur, tetapi sebagian besar kasus odontoma
ditemukan pada usia 20 tahun ke bawah pada
pemeriksaan radiografis. Kelompok usia yang
paling umum terkait dengan ameloblastoma
adalah antara 21-50 tahun. Hidalgo O et al
mempelajari 3.065 kasus dan menyebutkan
dalam hasil mereka bahwa 49,4% adalah pasien
perempuan dan 50,6% laki-laki. (Jose D, 2016; Raj A, 2017; Barba LT, 2016)
03
Etiologi
Odontoma
Etiologi Penyebab Lokal
Odontoma 01 Tekanan pertumbuhan
karena ruang tidak
memadai
Infeksi
Etiologi Odontoma 02 Infeksi piogenik
Faktor Genetik
05 Sel Epitel 07 Mutasi genetik,
Odontogenik Asing diturunkan.
Trauma
06 Riwayat trauma pra-erupsi
dari gigi permanen
Klasifikasi
Odontoma
Klasifikasi
Odontoma
01 02
Compound Odontoma Complex Odontoma
1 Terlihat seperti struktur gigi kecil 1. Terdiri dari massa irregular dari
dalam jumlah banyak jaringan yang terkalsifikasi sedikit
(odontoid/denticles) 2. Tidak ada kemiripan dengan gigi
2 Umumnya terjadi pada regio anterior normal
maxilla 3. Sering terjadi pada regio posterior
3 Biasanya tidak terjadi ekspansi mandibula
tulang 4. Menyebabkan ekspansi tulang
Peripheral (Extraosseous)
Menurut presentasi Terjadi pada jaringan lunak yang
menutupi bagian yang menopang
klinisnya gigi dari rahang
Erupted Odontoma
Erupsi spontan odontoma ke
dalam rongga mulut
Patofisiologi
Odontoma
Patofisiologi Odontoma
1. Terjadi karena proliferasi neoplastik sel-sel odontogenik benih gigi.
2 Sel epitel dan mesenkim berdiferensiasi menjadi ameloblastik dan odontogenik,
tetapi tidak mencapai normal.
3. Mineralisasi enamel organ yang menyimpang.
4 Disregulasi pada morfogenesis dan mineralisasi gigi mengakibatkan terhentinya
perkembangan gigi normal yang puncaknya membentuk odontoma.
5 Sel-sel epitel dan mesenkim berdiferensiasi membentuk email, dentin, dan
sementum yang tersusun dalam susunan jaringan abnormal, yaitu dalam bentuk
dentikel, kemudian jaringan stroma berhenti membentuk kapsul, dan kadang
membagi tumor dalam bentuk septa-septa.
Odontoma kompleks berkembang dari lamina gigi atau organ email di tempat gigi
normal.
Odontoma compound dapat dihasilkan oleh pembelahan berulang dari benih gigi atau
dengan beberapa tunas dari lamina gigi dengan pembentukan banyak benih gigi.
Manifestasi
Klinis
Odontoma
Erupsi odontoma spontan akan
menimbulkan rasa sakit, inflamasi
jaringan lunak dan infeksi yang ditandai
adanya supurasi. Odontoma biasanya
tidak menimbulkan gejala, sehingga
ditemukan secara tidak sengaja pada
gambaran radiografi. Manifestasi klinis
terutama terkait dengan tidak adanya
erupsi gigi, di mana odontoma mencegah
erupsi gigi.
Pemeriksaa
Klinis
Odontoma
Temuan Pemeriksaan Klinis
Odontoma
• Bersifat asimptomatik
Terdeteksi secara kebetulan pada pemeriksaan radiografi
rutin pada dekade kedua dan ketiga kehidupan
• Tumbuh lambat
Pemeriksaan •
•
Bersifat non agresif
Nyeri, pembengkakan, maloklusi
Anomali patologis yang diamati pada gigi yang
Klinis •
bersebelahan
Menyebabkan gangguan erupsi pada gigi sulung
Odontoma • Impaksi atau erupsi gigi permanen yang tertunda
Retensi berkepanjangan gigi sulung dan gigi yang
berdekatan dalam rahang
• Perpindahan letak gigi
(Bakar, 2018)
Pemeriksaan Intra
Oral Bagian yang Diperiksa:
• Bibir
Pemeriksaan intra oral • Mukosa Labial
dilakukan dalam rongga • Dasar mulut dan vetral lidah
mulut berkaitan dengan gigi
• Dorsal lidah
dan jaringan sekitar (jaringan
lunak maupun jaringan • Palatum durum dan molle
keras). • Gingiva
• Gigi geligi
(Bakar, 2018)
08
Pemeriksaa
Penunjang
Radiografi
Odontoma
Pemeriksaan Penunjang Radiografi Odontoma
(Lesler, 2021)
09
Pemeriksaa
Penunjang
Histopatologi
Odontoma
Pemeriksaan Penunjang Histopatologi Odontoma
Secara histologis, odontoma terdiri dari
jaringan keras dan lunak gigi seperti dentin,
sementum, jaringan pulpa dengan sel
odontoblastik, dan matriks email.
• Compound odontoma menunjukkan
struktur minute tooth-like dengan inti
sentral dari jaringan pulpa yang ditutupi
cangkang dentin dan sebagian ditutupi oleh
email yang dikelilingi oleh kapsul fibrosa
yang mirip dengan folikel yang mengelilingi
gigi normal.
Gambaran HPA complex odontoma:
adanya gambaran struktur kalsifikasi • Complex odontoma terdiri dari kumpulan
yang tidak normal. email yang tidak terorganisir, dentin,
matriks email, sementum, dan jaringan
(Prabhu, 2019; Zhuoying Cai,
pulpa.
2019)
Pemeriksaan Penunjang Histopatologi Odontoma
Tatalaksan
Odontoma
Tatalaksana Odontoma
Odontoma Compound
Odontoma Kompleks Operasi pengangkatan dengan
enukleasi.
• Enukleasi dan kuretase jika
• Insisi mukosa intraoral dan
odontoma berpotensi sebagai
pengangkatan tulang di atasnya
sumber obstruksi untuk erupsi gigi
atau jika kemungkinan yang memadai untuk mengekspos
lesi.
menyebabkan infeksi.
Odontoma kompleks yang besar • Ketika sepenuhnya terkalsifikasi,
harus dipotong menjadi odontoma tidak akan kambuh.
segmen-segmen saat diangkat Kekambuhan lebih umum terjadi
agar tulang rahang tetap normal setelah pengangkatan tahap awal
dan mencegah patah tulang lesi yang tidak sesuai. Pengambilan
rahang. seluruh bagian jaringan lunak
(Balaji, 2018) dianjurkan untuk mencegah
odontoma kambuh kembali.
Odontoma dengan impaksi caninus dan insisif
lateral maksila
1. Membuat drainase dengan insisi untuk mengosongkan eksudat.
2
2. Membuka tumor dengan
Membuka tumor denganbedah insisi pada bagian cranial odontoma
dan melakukan
melakukan ekstraksi
ekstraksi gigi impaksi lalu memasangkan implan dan
crown.
3. Menutup flap dengan jahitan.
4. 3 bulan kemudian dilakukan bedah kedua untuk mengambil occlusal
plate odontoma.
5
5. Melakukan ekskolkleasi menyeluruh untuk mengangkat total tumor
berdasarkan pemeriksaan radiologis.
6. Mengisi bone allograft yang dilapisi albumin dan gentamisin pada
tulang yang mengalami defek.
7 Meresepkan antibiotic amo xicillin atau clavulanic acid setelah kedua
tindakan bedah tersebut 125 mg 2 kali sehari selama 1 minggu.
8.
8. Observasi setelah
Observasi setelah 66 bulan
bulan melalui gambaran radiografi menunjukkan
remodelling tulang dan integrasi lengkap graft.
9.
9. Melakukan pemasangan
Melakukan pemasangan implan dan crown.
(Minya et al., 2021)
Tatalaksana Odontoma
Diagnosis
Banding
Odontoma
Tumor odontoma dapat dikaitkan dengan tumor
odontogenik lainnya seperti ameloblastoma,
ameloblastik fibro-odontoma,
odonto-ameloblastoma, calcifying epithelial
odontogenic tumor, adenomatoid odontogenic
tumor
tumordan
dankista
kista dentigerous, oleh karena itu studi
histopatologi direkomendasikan dalam semua kasus
untuk membuang
untuk membuang kemungkinan asosiasi ke
beberapa
beberapa jenis
jenis tumor odontogenik lain.
(Barba, 2016)
12
Prognosis
Odontoma
Prognosis Odontoma
Odontoma merupakan tumor jinak dan berkapsul
sehingga eksisi dapat dilakukan dengan sempurna
sehingga mempunyai prognosis yang baik karena
tidak menunjukkan adanya kekambuhan.
Pemeriksaan dan penatalaksanaan sebaiknya
dilakukan sedini mungkin, sehingga prosedur
penatalaksaan bisa lebih sederhana dan dapat
menekan biaya perawatan serta menghasilkan
prognosa yang lebih baik.
Komplikasi
Odontoma
Komplikasi Odontoma
Komplikasi odontoma, yaitu defisiensi benih, malposisi,
diastema, gigi impaksi, pembentukan kista, retensi gigi susu,
crowding, perpindahan gigi diamati pada gigi yang berdekatan
dengan daerah yang relevan tergantung pada tumor ini.
Namun, odontoma mungkin jarang menyebabkan
pembengkakan, nyeri, peradangan, adenopati regional dan
pembesaran tulang. Sementara odontoma ukuran besar di
mandibula dapat menyebabkan cedera saraf alveolar inferior,
fraktur mandibula atau celah rongga tulang berukuran besar,
odontoma yang terletak di rahang atas dapat menyebabkan
sinusitis maksilaris akut.
Pencegahan
Odontoma
Pencegahan Odontoma
Pentingnya pemeriksaan rutin menggunakan radiografi
panoramik untuk deteksi dini odontoma dan
pencegahan efek samping. Pengambilan foto radiografi
panoramik pada dekade pertama akan bermanfaat untuk
deteksi dini odontoma dan pencegahan impaksi gigi
permanen. Selain itu, pertimbangan terhadap
perkembangan gigi dan kejadian odontoma, maka
pemeriksaan radiografi lain juga direkomendasikan
selama dekade kedua kehidupan. Oleh karena itu,
pemeriksaan panoramik periodik pada dekade pertama
dan kedua kehidupan akan direkomendasikan untuk
deteksi dini dan prognosis odontoma yang lebih baik.
10. Apa saja manifestasi klinis yang dapat terlihat pada pasien di skenario tersebut?
- Berdasarkan sk pembekakan,terlihat juga asimetris pada wajah,dan juga jika si tumor
diabaikan menurut saya akan terjadi perforasi pada si tulang
11. Apakah usia dan jenis kelamin berpengaruh pada kasus di skenario di atas?
- Pada usia menurut saya berpengaruh, dan biasanya terjadi pada usia yang lebih muda.
- Saya rasa usia berpengaruh pada terjadinya kasus odontoma, mengingatkan salah satu faktor
Identifikasi Dan Analisis Masalah
penyebabnya adalah odontoma adalah impaksi gigi. Yang normalnya erupsi pada usia dewasa awal sekitar
usia 18-25 tahun. Namun untuk jenis kelamin sendiri saya rasa tidak berpengaruh secara langsung.
- Odontoma ini dapat terjadi pada setiap usia, dengan rata-rata usia pada dekade kedua
04
Keempat
05
Kelima
06
Keenam
Odontoma yang ditemukan pada kompleks odontoma biasanya 68% kasus complex odontoma
anterior maxilla dan berhubungan ditemukan pada area molar lebih sering terjadi pada sisi
dengan kaninus yang tidak erupsi pertama dan molar kedua kanan rahang daripada kiri.
adalah compound odontoma mandibula (70%).
(62%).
5. Patogenesis Odontoma
Kompleks
Odontoma kompleks lebih sering terjadi
pada mandibula posterior. Lesi
biasanya asimtomatik, terdeteksi p a d a
pemeriksaan gigi rutin. P a d a
gambaran radiografi menunjukkan
radiolusen tipis yang me r u p a k a n
kapsul jaringan lunak (soft tissue
capsule) terlihat mengelilingi g a mb a r a n
lesi radiopak. Odontoma kompleks
menunjukkan susunan dentin tubular,
ma t r i k s email, sementum, d a n
kadang-kadang ghost cell epitel yang
acak (tidak beraturan).
6. Manifestasi Klinis
Odontoma Kompleks
7. GAMBARAN
RADIOGRAFI Gambaran radiografi kompleks
ODONTOMA odontoma umumnya radioopak
homogen yang dikelilingi halo
radiolucent dengan b a t a s jelas (well-
KOMPLEKS defined, soft tissue capsule border).
Lesi complex odontoma yang besar
dapat me n ye b a b k a n gangguan p a d a
struktur disekitarnya, seperti
impaksi dan perubahan tempat gigi
didekatnya d a n ditandai dengan
p e r l u a s a n t u l a n g k o r t i k a l. P a d a
odontoma kompleks radiopasitas
t i d a k spesifik, t e t a p i d a p a t
diidentifikasi sebagai massa yang
t i d a k t e r a tur, tunggal a t a u
(Nasution FA dan Sitam S, 2018; Zhuoying C dan Fengguo Y, 2019). multipel.
8. Gambaran Histopatologi
Odontoma kompleks ditandai dengan adanya
jaringan asal gigi terdiri dari email yang
mengalami demineralisasi, dentin, sementum
dan pulpa menunjukkan massa yang tidak
teratur dari jaringan keras gigi. Pada epitel
perifer ditemukan strands odontogenik, yang
terkadang ditemukan adanya sementikula,
sel-sel ‘ghost cell’ dan epitel ameloblas.
Odontoma ini dapat berhubungan dengan
tumor lain dari tipe odontogenik seperti
Fibroodontoma, Ameloblastic fibroma,
Ameloblastoma, Calcifying Epithelial
Odontogenic Tumor, Odontoameloblastoma,
Dentigerous Cyst dan Odontoameloblastoma
Gambaran Histopatologi
1) Odontoma kompleks menunjukkan
susunan dentin tubular, matriks email,
sementum, dan kadang-kadang ghost cell
epitel yang acak.
DOSENPAKAR:
Dr. drg. Maharani LaillyzaApriasari, Sp.PM
SLIDESMANIA.COM
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 7
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Mengapa penting dilakukan perawatan rongga mulut sebelum
melakukan radioterapi?
Jawab: Penting dilakukan perawatan rongga mulut untuk mengetahui kondisi
rongga mulut pasien sebelum dilakukan radioterapi, agar jika terdapat
disfungsi atau gangguan pada rongga mulut dapat diberikan perawatan
terlebih dahulu sehingga tidak menyebabkan efek samping dari lesi rongga
mulut yang tidak ditangani yang jika ditambah dengan efek samping dari
radioterapi itu sendiri, dikhawatirkan akan terjadi komplikasi yang lebih sulit
sehingga harus dilakukan penundaan terhadap radioterapinya, sehingga
akan meningkatkan biaya perawatan dan menurunkan kualitas hidup pasien.
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Apa perawatan yang dilakukan sebelum pasien melakukan radiograpi
sehingga pasien dapat dirujuk ke bedah onkologi?
Jawab: Konsultasi kepada dokter spesialis untuk melakukan perawatan serta
mengevaluasi keadaan kondisi gigi dan rongga mulut pasien.
● Apa efek samping radioterapi pada rongga mulut?
Jawab: Efek samping berupa mukositis oral yang dapat terjadi karena faktor
penderita yang memiliki oral hygiene yang buruk dan ditambah dengan efek
radiasi dapat meningkatkan peradangan pada membran mukosa orofaring
sesudah dilakukannya radioterapi. Peradangan pada mukosa mulut dapat
menyebabkan terjadinya erosi atau ulserasi dan menyebabkan rasa nyeri.
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Bagaimana mekanisme radioterapi sehingga dapat mempengaruhi
(memberikan efek) terhadap kondisi rongga mulut?
Jawab: Kondisi xerostomia pada pasien dengan radioterapi pada pasien
dapat terjadi akibat paparan radioterapi yang menyebabkan atrofi atau
penyusutan acini pada glandula saliva. Xerostomia sangat sulit untuk
dihindarkan karena glandula saliva tersebar di kepala dan sering termasuk
kedalam lapang pandang radioterapi. Xerostomia ini merupakan kondisi akut
yang dapat dialami pasien beberapa saat setelah radioterapi. Efek keringnya
rongga mulut yang dihasilkan oleh xerostomia dapat menyebabkan efek
kronis seperti karies akibat radioterapi, kondisi kering rongga mulut juga
menyebabkan kurangnya lubrikasi sehingga pasien rentan tergigit mukosa
dan memicu terjadinya ulserasi.
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Apakah ada keuntungan dan kerugian dari radioterapi?
Jawab: Keuntungan radioterapi adalah sel tumor dapat dieliminasi dan
dirusak oleh pancaran gelombang radioterapi sampai DNA nya sehingga
mencegah pertumbuhan sel tumor kembali. Radioterapi merupakan
tatalaksana dasar yang diberikan kepada pasien tumor atau kanker. Tahapan
dasar tatalaksana tumor atau kanker adalah sebagai berikut: Pembedahan
(pengangkatan masa), radioterapi, kemoterapi.
● Apa korelasi kanker nasopharynx dengan keadaan rongga mulut?
Jawab: Korelasi dari kanker nasopharynx dengan kondisi rongga mulut
pasien berkaitan dengan efek setelah dilakukannya radioterapi karna efek
radioterapi dapat bermanifestasi berupa xerostomia, dan mempengaruhi
jumlah flora normal dalam rongga mulut pasien. Selain itu, kanker
nasopharynx sangat berdekatan dengan rongga mulut, seperti yang kita
ketahui kanker itu bersifat invasif atau cepat menyebar sehingga perlu di
perhatikan juga kondisi Rongga Mulut pasien.
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Apa yang terjadi jika tidak dilakukan perawatan pada rongga mulutnya?
Jawab: Kanker nasofaring dapat terus membesar hingga menekan organ lain
di sekitarnya, seperti saraf, tenggorokan, dan otak. Kemudian dapat
terjadinya xerostamia, ketidak seimbangan flora rongga mulut yang dapat
mengakibatkan oral candidiasis.
● Mengapa spesialis bedah onkologi merujuk pasien ke dokter gigi?
Jawab: Hal ini disebabkan efek-efek dari radioterapi pada rongga mulut
pasien. Selain itu, dokter gigi perlu mengontrol rongga mulut pasien sebab
keseimbangan pH, flora normal, saliva di rongga mulut akan terganggu yang
menyebabkan muncul nya penyakit-penyakit tertentu di rongga mulut yang
dapat menjadi penyerta saat maupun setelah di lakukannya radioterapi.
SLIDESMANIA.COM
Identifikasi dan Analisis Masalah
● Apa saja jenis radioterapi yang dapat dilakukan kepada pasien sesuai
pada skenario?
Jawab: Cara pemberian yang dapat dilakukan bisa melalui pemberian cairan
yang diminum dan, melalui intravena (suntikan). Pada kasus disebutkan
pasien mengalami kanker nasopharing sehingga jenis radioterapi yang dapat
diberikan berupa radio kemoterapi yakni pemberian radioterapi yang
dilakukan bersamaan dengan kemoterapi.
SLIDESMANIA.COM
Problem Tree
SLIDESMANIA.COM
SASARAN BELAJAR
1. Definisi Radioterapi
2. Indikasi dan Kontraindikasi Radioterapi
3. Efek Samping Radioterapi
4. Penatalaksanaan Dokter gigi (Sebelum, Saat, Sesudah)
5. Komplikasi Radioterapi
6. Kelebihan dan Kekurangan Radioterapi
7. Prognosis Radioterapi
8. Dampak jika tidak dilakukan terapi
9. Etiologi Mucositis
10.Penatalaksanaan Mucositis
SLIDESMANIA.COM
DEFINISI
01
SLIDESMANIA.COM
Radioterapi atau terapi radiasi adalah terapi non-
bedah terpenting untuk pengobatan kuratif kanker
DEFINISI
dan dapat digunakan sebagai terapi kuratif,
paliatif maupun profilaksis (preventif).
Radioterapi bekerja dengan menggunakan sinar
pengion. Sinar pengion dapat berupa sinar-X dan
sinar gamma, atau dari kelompok partikel Alfa,
Beta, dan Neutron.
SLIDESMANIA.COM
INDIKASI KONTRAINDIKASI
Lesi superfisial dengan ukuran besar, Riwayat radiasi di tempat yang sama
Usia > 75 tahun, Lesi pada daerah insufisiensi vascular
Menolak operasi atau kontraindikasi dengan tindakan Bagian tengah dari kelopak mata atas
operasi, Kulit pada daerah tulang belakang.
Post operasi dengan gross residu, batas sayatan positif, Tumor tidak radiosensitive
close margin (≤ 5 mm) invasi perineural, invasi tulang Proses tumor telah lanjut (akan menimbulkan
rawan, rekuren dan metastasis kelenjar getah bening, serta anemia)
UICC/AJCC stadium T3-T4. Pasien psikiatrik
Selain itu, Indikasi radioterapi menurut National Pasien lansia
Comprehensive Cancer Network (NCCN) yaitu ukuran Metastasis dan letak tumor tidak menguntungkan
tumornya lebih dari 5 cm, batasan sayatan dekat, atau Mengalami mucositis oral dan kandidiasis oral akibat
metastasis pada satu atau lebih kelenjar limfe dengan atau penurunan imunitas seluler rongga mulut.
tanpa radioterapi pada kelenjar limfe aksila dan
supra/infraklavikula.
SLIDESMANIA.COM
(Fatmasari & Djakaria, 2017; Lubis RA et al., 2017)
03
EFEK SAMPING
RADIOTERAPI
SLIDESMANIA.COM
EFEK SAMPING RADIOTERAPI
Efek penyinaran radiasi pada tingkat molekuler dapat bersifat langsung dan tidak
langsung. Efek langsung berupa terjadinya proses ionisasi atom-atom pada DNA
kromosom di dalam nukleus (inti) sel akibat paparan sinar radiasi secara langsung
pada sel sehingga terjadi pemutusan rantai double helix DNAnya secara parsial
(single strain break) atau total (double strain breaks). Efek sitotoksik dari radioterapi
mengakibatkan stress oksidatif, peningkatan produksi reactive oxygen species
(ROS), dan meningkatkan radikal bebas. Radikal bebas yang berlebihan akan
menyebabkan kerusakan DNA pada sel epitel di mukosa oral. Perubahan akibat
radiasi bisa bersifat akut dan lanjut. Perubahan akut antara lain mukositis,
penurunan ketajaman alat pengecap, penurunan produksi saliva. Selain itu, efek
samping akut akibat radioterapi seperti mukositis, xerostomia, disfagia, kandidiasis
dan dysgeusia juga meningkat bila radioterapi diberikan bersamaan dengan
kemoterapi.
SLIDESMANIA.COM
(Dwikuntari L, 2017; Arumsadu AG, 2021; Sigarlaki ED, 2019; Sinaga PE, 2019).
Penatalaksanaan Dokter Gigi
● Sebelum radioterapi
● Saat radioterapi
● Sesudah radioterapi
SLIDESMANIA.COM
Sebelum radioterapi Saat radiografi
Perawatan Pada Rongga Mulut Saat Radioterapi
● Kerjasama dengan sejawat ahli dan 1. Komunikasi dengan ahli onkologi
Kolaborasi dengan tim multidisiplin 2. Memantau dan mendeteksi dini keadaan RM
● Dokter gigi harus dapat melakukan seperti mukositis, infeksi, karies, dan plak
anamnesis yang baik 3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk
● Melakukan pemeriksaan klinis yang menjaga kelembaban dan kebersihan RM
tepat 4. Sedapat mungkin mencegah terjadinya trauma
● Eliminasi keluhan di rongga mulut 5. Pemberian analgesik jika nyeri pada RM
● Menegakkan diagnosis, dan menentukan 6. Mengamati kemampuan pasien dalam membuka
rencana perawatan yang tepat mulut
● Mengedukasi pasien dan orang tuanya 7. Aplikasi krim pelembut dan pelindung bibir
8. Pasien yang menggunakan gigi tiruan dianjurkan
untuk dilepas
(Mulatsih, 2008; Laksmiastuti, 2015;
9. Menunda bedah mulut/prosedur invasif jika:
National Cancer Institute,2016; Hasibuan, 10. Jumlah trombosit < 75.000/mm3 atau ada faktor
2019). pembekuan abnormal
11. Neutrofil abolute < 1000/mm3 (Seema, et al.,
SLIDESMANIA.COM
2014)
● Pemeriksaan rutin
● Hindari tindakan bedah invasive
● Penanganan mulut kering
● Latihan otot rahang
SLIDESMANIA.COM
Komplikasi Radioterapi
SLIDESMANIA.COM
Komplikasi Radioterapi
kekeringan pada
mulut karena
disfungsi sekresi
kelenjar ludah yang
Mukositis Kandidiasis
dapat disebabkan oral oral
oleh beberapa kondisi
akibat faktor
host dengan
higiene yang
SLIDESMANIA.COM
buruk
Komplikasi Radioterapi
● Non – metastasis
Penderita KNF stadium awal, yaitu stadium I
dan II, mempunyai prognosis lebih baik
dibandingkan stadium lanjut, yaitu stadium III
dan IV. Angka harapan hidup lima tahun pada
stadium I, II, III, dan IV didapatkan sekitar
72%, 64%, 62%, dan 38%. Deteksi dan
diagnosis tahap awal sangat bermanfaat untuk
mendapatkan hasil terapi yang lebih baik
SLIDESMANIA.COM
1. Jenis keganasan
2. Jenis kelamin
3. Usia
4. Genetik
5. Kesehatan mulut
7. Status gizi
(Hasibuan C., et al. 2019)
02 Faktor terapi terapi
SLIDESMANIA.COM
Skema pengobatan pada pasien dengan mukositis oral
1. Penghentian pengobatan
2. Modifikasi rencana radiasi/perencanaan ulang sesuai kebutuhan
3. Manajemen nyeri
4. Anestesi lokal-lignokain
5. Bilas topikal-termasuk aspirin dan doxepin
6. Opioid
7. Pengobatan infeksi yang hidup bersama / pengendalian
kandidiasis oral
8. Obat kumur mulut bezydamine
9. GM-CSF 4 lg/kg/hari subkutan
10. Terapi laser tingkat rendah
SLIDESMANIA.COM
DAFTAR PUSTAKA
Akarslan Z. 2017. Diagnosis and Management of Head and Neck Cancer. Croatia: InTech.
Arumsadu AG, Woroprobosari, NR,Sari RK, Mujayanto R. 2021. POTENTIAL OF OZONE WATER TO REDUCE THE
SEVERITY OF ORAL MUCOSITIS IN PATIENTS POST HEAD AND NECK RADIOTHERAPY. Jurnal Medali. 3(1), 12-19.
Dwikuntari L, Setijadi AR. 2017. EXTERNAL BEAM RADIATION THERAPY PADA KANKER PARU (A LITERATURE
REVIEW). Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. 2(2): 375-392.
Fatmasari & Djakaria HM. 2017. Radioterapi pada Karsinoma Sel Basal. Radioterapi & Onkologi Indonesia ; 8(2): 93-97.
Fitriatuzzakiyyah N, Sinuraya RK, Puspitasari IM. 2017. Terapi Kanker dengan Radiasi: Konsep Dasar Radioterapi dan
Perkembangannya di Indonesia. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 6(4): 311-320.
Hasibuan, C., Lubis, B., Rosdiana, N., Nafianti, S., & Siregar, O. R. (2019). Perawatan mulut untuk pencegahan mukositis oral
pada penderita kanker anak yang mendapat kemoterapi. Cermin Dunia Kedokteran, 46(6), 432-435.
Laksmiastuti SR, Tehuteru ES. 2015. Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak.
Indonesian Journal of Cancer; 9(4): 176-177.
Lubis RA, Efrida E dan Elvira D. 2017. Perbedaan jumlah leukosit pada pasien kanker payudara pasca bedah sebelum dan
Sesudah radioterapi. Jurnal Kesehatan Andalas . 6 (2): 276-282.
Mallick S, Benson R, Rath GK. 2016. Radiation induced oral mucositis: a review of current literature on prevention and
management. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology ; 273(9): 2285-2293.
SLIDESMANIA.COM
DAFTAR PUSTAKA
Mayarani, Hidayat EPS, Apriantoro NH, Kristian R, Irsal M. ANALISIS PAPARAN RADIASI SKYSHINE
ROOFTOP UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA DENGAN SUDUT GANTRY LINEAR
ACCELERATOR 180°. SANITAS: JURNAL TEKNO LOGI DAN SENI KESEHATAN. 2018; 9(1) : 24-34.
Mulatsih S, Astuti S, Purwantika Y, Christine J. Kejadian dan Tata Laksana Mukositis pada Pasien
Keganasan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Sari Pediatri. 2008; 10(4) : 230-235.
National Cancer Institute. (2016). Radiation Therapi and You. support for pleople with cancer.
Seema Devi, and Nimisha Singh. Dental Care During and After Radiotherapy in Head and Neck
Cancer. National Journal of Maxillofacial Surgery 2014. Vol. 5(2).
Sigarlaki ED, Imanto M, Cania E. 2019. Tatalaksana Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Medula;
8(2): 23-26.
Sinaga PE, Jamnasi J, Pasaribu SM. 2019. Faktor-Faktor yang MemengaruhimPenurunan Body Mass
Index Sebelum dan Sesudah Radioterapi pada Pasien Kanker Kepala Leher. Radioterapi & Onkologi
Indonesia. 10(2): 36-42.
Sroussi HY, Epstein JB, Bensadoun RJ, Saunders DP, Lalla RV, Migliorati CA, Heaivilin N, Zumsteg
ZS. 2017. Common Oral Complications of Head and Neck Cancer Radiation Therapy: Mucositis,
Infections, Saliva Change, Fibrosis, Sensory Dysfunctions, Dental Caries, Periodontal Disease, and
Osteoradionecrosis. Cancer Medicine . 6(12): 2918-2931.
SLIDESMANIA.COM
DAFTAR PUSTAKA
Stephens, Frederick O, Aigner, Karl Reinhard. 2016. Basics of Oncology. Ed 2nd. Sigarlaki ED, et al.
Tatalaksana Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Medula. 2019; 8(2).
Traktama DO, Sufiawati I. 2018. Keparahan Mukositis Oral Pada Pasien Kanker Kepala Leher Akibat
Kemoterapi dan/atau Radioterapi. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 4(1): 52 – 63.
Wang W, dkk. 2014. Clinical Outcomes and Prognostic Factors of 695 Nasopharyngeal Carcinoma
Patients Treated with Intensity-Modulated Radiotherapy. In : BioMed Research International.
Wijaya CA, Muchtaridi M. Pengobatan Kanker Melalui Metode Gen Terapi. Jurnal Farmako. 2017; 15(1)
Wijaya FO, Seoeseno B. 2017. Deteksi Dini dan Diagnosis Karsinoma Nasofaring. CDK-254. 44(7) : 478-
481.
SLIDESMANIA.COM
KULIAH PAKAR SKENARIO 3 BLOK 13
RADIOTERAPI
Dosen Tutorial
drg. Ferdy Rijaldi
KELOMPOK 6
NAMA ANGGOTA
ANNISA AL AFGANING 1911111220004
NAMIRA FATHYA SALSABILA 1911111120003
ZAKIAH HUSADA NOOR 1911111120002
JAMILATUN NISA 1911111120007
NAURA HANIFA 1911111220025
MUHAMMAD SONI FITRIAN 1911111310036
AHDA ANNISA 1911111320016
RENI AMIRAH SALSABILA FITRI 1911111320020
RAHMADHANI DIAN UTAMI 1911111320021
YAJMA KAMIILA RAHMAN 1911111320022
DINI MAULANI 1911111320042
SKENARIO
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke poli gigi RSUD dirujuk oleh
spesialis bedah onkologi untuk merawat rongga mulutnya. Hal ini
dilakukan sebelum melakukan radioterapi kanker nasopharyng.
Penatalaksanaan pada rongga mulut pasien nantinya juga akan
dilakukan saat dan sesudah radioterapi. Apabila hal ini diabaikan
maka akan menimbulkan masalah di rongga mulut di kemudian
hari, seperti terjadi erosi dan sariawan saat atau setelah radioterapi.
Identifikasi dan Klarifikasi Istilah ASing
(Radioterapi) (Onkologi)
Radioterapi merupakan pengobaan yang dilakukan Onkologi merupakan cabang kedokteran yang berfokus
untuk menangani kanker dengan cara menghentikan pada prnyakit kanker, ontologi terbagi menjadi beberapa
pembelahan dari sel kanker tersebut dan biasanya subspesialisasi yaitu, onkologi medis, radiasi, bedah,
berdampak pada sel sekitar kanker tersebut ginekologi, anak dan hematologi.
Radioterapi merupakan terapi radiasi yang bertujuan Cabang ilmu kedokteran pada penyakit kanker, yaitu
untuk menghancurkan jaringan kanker, mengurangi mempelajari cara mendiagnosis, mengobati, merawat,
ukurannya atau menghilangkan gejala yang menyertai. maupun mencegah oleh dokter yang mendalami ilmu ini
Dengan cara sinar radiasi menghancurkan material disebut dengan dokter onkolog. Dokter onkolog dapat
genetik sel sehingga sel tidak dapat membelah dan memberi beberapa jenis terapi seperti bedah,
bahkan tumbuh lagi. kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi, dan terapi
hormon.
.
Apa saja efek yang Apa saja perawatan yang kenapa dokter spesialis
ditimbulkan radioterapi dapat dilakukan oleh dokter bedah onkologi merujuk
pada rongga mulut gigi sebelum, saat, dan pasien ke dokter gigi?
pasien ? setelah dilaksanakannya
radioterapi?
Setelah dilalakukan radioterapi perawatan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi yaitu seperti yang dikatakan
sebelumnya mengenai adanya efek radioterapi pada rongga mulut maka perlu kita lakukan kontrol rtin serta kita harus
memerksakelenjarsalivapasienagartidakmenimbulkankomplikasi lebihlanjut.
Selama dilakuakan radioterapi jika pasien ada keluhan pada rongga pda rongga mulut sebiaknya segera
periksakan ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Setelah pelaksanaan radioterapi berakhir dapat dilakukan
pemeriksaan kondisi rongga mulut pasien setiap 3 bulan sekali, dan pasien tetap harus memelihara kebersihan rongga
mulutnya.
Kenapa dokter spesialis bedah onkologi merujuk pasien ke
dokter gigi?
Sebelumdilakukannyaradioterapi Untukmeminimalisir efeksamping
disarankanuntukdilakukan dari radioterapi karenaefeksamping
perawaranronggamulut untuk dari radioterapi dapat
mencegahapabilaadakeluhanagar mengakibatkanxerostomia dan
tidaksemakinparahpenyakit pada terdapat candida albican
ronggamulut pasientersebut
Apa indikasi dan kontraindikasi
radioterapi ?
Untuk indikasinya yaitu pengobatan bagi pasien (Indikasi)
kanker dan pengobatan tumor yang mengarah ke Lesi superfisial denganukuranbesar, Usia>75tahun, Kasus
keganasan dengan lesi terletak di permukaan yang bila diangkat
denganpembedahanmeninggalkanbekaslukayangbesar
(Yunus, 2016)
JENIS
Sebelum dilakukannya Pemberian radioterapi Dipaparkan ke tubuh Metode ini digunakan dalam
secara eksternal perawatan rutin kanker
tindakan dengan metode yang dilakukan
ginekologi dan prostat serta
lain, misalnya radioterapi bersamaan dengan menggunakan mesin
pada situasi yang
preoperasi kemoterapi perawatan. membutuhkan perawatan
berulang.
(Fatmasari, 2017)
KONTRAINDIKASI
Pasien dgn connective tissue
diseases /kondisi genetic
Pasien muda menyebabkan kanker kulit
cth: xeroderma pigmentosum,
risiko tinggi terkena dermatitis dan scars epidermodysplasia verruciformis, dan basal
cell nevus syndrome
Kawashita, 2020
Setelah radioterapi
Xerostomia dan hiposalivasi akibat terapi dapat Pasta gigi berfluoride telah terbukti
menginduksi perkembangan karies gigi yang memberikan manfaat yang signifikan dalam
parah dan infeksi di rahang. , jika perlu peresepan mencegah dan remineralisasi karies akar
obat untuk merangsang aliran saliva, dan pada pasien yang menjalani radiasi untuk
konseling nutrisi harus ditawarkan untuk kanker kepala dan leher
membatasi diet kariogenik Kawashita, 2020)
Efek samping
Efek Samping kemoterapi
Terjadi toksisitas kulit tingkat 1, 2
dan 3 berturut-turut sebesar
38%, 8% dan 4%
Toksisitas kulit akut
Sroussi et al., 2017; Fitriatuzzakiyyah et al., 2017; Sigarlaki & Winata, 2019
Efek samping kemoterapi
Periodontitis
Osteoradionecrosis
(Majithia et al., 2020; Sroussi et al.,
2017; Fitriatuzzakiyyah et al., 2017)
Efek samping kemoterapi
Perubahan rasa
(hilang pengecapan) Periodontitis
Kandidiasis
orofaringeal (OPC)
Kelola xerostomia;
Mencegah dan meminimalkan trismus;
(Hasibuan, 2019)
Dampak Jika Tidak Dilakukan
Perawatan Rongga Mulut pada
Pasien Radioterapi
DAMPAK
Permasalahan dalam penatalaksanaan
penderita kanker terutama selama menerima
kemoterapi atau radioterapi sebagian besar
adalah mengalami mukositis oral dan
kandidiasis oral akibat penurunan imunitas
seluler rongga mulut. Keadaan ini akan
mengakibatkan penundaan dalam pemberian
radioterapi sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sehingga dapat mempengaruhi
perawatan serta meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
terjadi akibat efek inhibisi langsung agen kemoterapi/radioterapi terhadap proliferasi dan
replikasi DNA sel-sel epitel mukosa oral, menurunkan kemampuan regenerasi sel-sel epitel basal
mukosa oral. Secara klinis, efek mukotoksik muncul tidak lama setelah kemoterapi dimulai,
puncaknya pada hari ke-7 atau ke-10 terapi.
Toksisitas tidak langsung merupakan bagian dari fase ulserasi, proses inflamasi
yang menimbulkan kerusakan barier mukosa oral disertai kondisi mielosupresi
yang menurunkan kemampuan menghambat masuknya patogen.
(Hasibuan C, et al.,2019)
Faktor Terkait
Dosis
Jenis agen
Fase pengobatan
kemoterapi
(Hasibuan C, et al.,2019)
Faktor Terkait
Usia
Status Gizi
Genetik
(Hasibuan C, et al.,2019)
Secara biologi, 3. Fase signaling dan
amplification
dijumpai lima fase
TNF-A mengaktifkan NFkB, mitogenactivated protein kinase (MAPK),
terbentuknya dan sphyngomyelinase pathways yang dapat memperbesar kerusakan
sel dan jaringan sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-
mukositis yaitu : 5 hari setelah tahap awal kemoterapi.
4. Fase ulserasi/bakteriologi
1. Fase Inisiasi
bila terjadi neutropenia diduga terjadi kolonisasi bakteri pada
kemoterapi berperan sebagai radikal bebas ulkus sehingga di dalam jaringan mukosa banyak mengandung
dapat merusak DNA endotoksin dan selanjutnya terjadi pelepasan IL-1 dan TNF-
alpha.
(Hasibuan C, et al.,2019)
(Hasibuan C, et al.,2019)
PENATALAKSANAAN
Kebersihan Mulut Manajemen Nyeri Agen Kemoprotektif
Perawatan mulut rutin meliputi Agen topical: lidokain; analgesic Palifermin; obat kumur
pencabutan gigi palsu, pembersihan opioid; obat kumur morfin dexamethason profilaksis.
lembut yang meliputi flossing gigi dan 0,2%dan obat kumur doxepin
menyikat gigi dengan lembut, dan 0,5%; Benzydamin (anti-
pembilasan mulut. inflamasi).
Kelompok 4
Dosen Tutorial
drg. Gusti M. Perdana Putera
Dosen Kuliah Pakar
Dr. drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM
Nama Anggota Kelompok
Melati Raihan Anidar 1911111120006
Akhmad Akhdianoor Ramadhan 1911111110011
Yopy Prasetya Triaji 1911111210006
Manik Ulya Arfiyanti 1911111220002
Nurul A’idah 1911111220033
Muhammad Yunanda Anhar 1911111310027
Indraswari Wahyu Pertiwi 1911111320007
Fatma Kirana 1911111320010
Widya Rahmidianti 1911111320015
Syifa Kamila 1911111320040
Fitria Ulfah Rahman 1911111220016
Skenario
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke poli gigi RSUD dirujuk
oleh spesialis bedah onkologi untuk merawat rongga mulutnya.
Hal ini dilakukan sebelum melakukan radioterapi kanker
nasopharyng. Penatalaksanaan pada rongga mulut pasien
nantinya juga akan dilakukan saat dan sesudah radioterapi.
Apabila hal ini diabaikan maka akan menimbulkan masalah di
rongga mulut di kemudian hari, seperti terjadi erosi dan sariawan
saat atau setelah radioterapi.
Identifikasi dan
Klarifikasi Istilah Asing
Bedah Onkologi Erosi
Hilang atau terkikisnya lapisan permukaan Hilang atau terkikisnya lapisan permukaan gigi
gigi karena asam, penyebab asam dapat karena asam, penyebab asam dapat berasal
berasal dari luar tubuh berupa makanan dari luar tubuh berupa makanan asam, dan
asam, dan dapat berasal dari dalam tubuh dapat berasal dari dalam tubuh seperti pH
seperti pH saliva yang rendah atau asam saliva yang rendah atau asam lambung yang
lambung yang naik ke rongga mulut. naik ke rongga mulut. terkikisnya lapisan
terkikisnya lapisan enamel karena enamel karena berbagai faktor, salah satunya
berbagai faktor, salah satunya yang yang terjadi pada skenario adalah efek
terjadi pada skenario adalah efek samping samping dari radioterapi. terkikisnya gigi pada
dari radioterapi. terkikisnya gigi pada lapisan enamel sehingga menyebabkan gigi
lapisan enamel sehingga menyebabkan sensitif.
gigi sensitif.
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Apa perawatan yang dilakukan sebelum pasien melakukan radioterapi sehingga pasien dapat
dirujuk ke bedah onkologi?
Jawab:
Dapat dilakukan scaling, pembersihan gigi geligi serta komunikasi tentang asupan nutrisi
dikarenakan efek samping radioterapi salah satunya xerostomia yg akan meningkatkan
kemungkinan infeksi jamur candida.
Melakukan pengawasan pada kesehatan rongga mulut pasien agar keadaan RM pasien itu baik
sebelum, saat dan sesudah radioterapi. Proses radioterapi bisa memberikan efek xerostomia yang
dapat memperburuk kesehatan rongga mulut pasien. Sebelum terjadinya berbagai penyakit
alangkah baiknya kita dapat mencegah proses tersebut.
2. Apa dampak jika perawatan rongga mulut tidak dilakukan sebelum radioterapi?
Jawab:
Akan terjadi peningkatan koloni candida atau mikroorganisme lainnya dan dapat meningkatkan
insidensi karies radiasi.
Identifikasi dan Analisis Masalah
3. Seberapa penting perawatan rongga mulut dengan pasien radioterapi?
Jawab:
Sangat penting, karena radioterapi memiliki efek radiasi yang akan mempengaruhi rongga
mulut pasien sehingga dengan dilakukan perawatan pada rongga mulut diharapkan dapat
meminimalisir infeksi mikroorganisme lainnya pada rongga mulut seperti candidiasis dan
sebagainya. juga pasien disarankan untuk menjaga oral hygiene seperti teratur menyikat gigi,
kontrol rutin, dan evaluasi pada kelenjar saliva agar tidak menyebabkan komplikasi yang
lebih parah.
4. Apa perawatan gigi dan mulut yang dapat dilakukan pasien sesudah melakukan radioterapi?
Jawab:
Untuk mencegah/mengatasi xerostomia bisa menggunakan saliva substitusi/ saliva
pengganti, kontrol rutin selama 6 bulan pertama, dan menghindari tindakan invasif seperti
ekstraksi gigi.
Disarankan untuk kembali kontrol ke Dokter Gigi lagi, menjaga pola makan dan menghindari
rokok untuk sementara waktu demi berkurangnya gejala xerostomia dan menghindari infeksi
jamur candida, apabila terjadi xerostomia dan infeksi c. albicans bisa dilakukan evaluasi.
Identifikasi dan Analisis Masalah
5. Mengapa radioterapi bisa mempengaruhi kondisi rongga mulut?
Jawab:
Pada skenario disebutkan bahwa pasien menjalani radioterapi nasopharinx, dimana letak
nasopharinx sendiri berada di belakang hidung dan berdekatan dengan daerah rongga mulut.
Hal tersebut menimbulkan efek di rongga mulut seperti gangguan fungsi kelenjar saliva baik
mayor ataupun minor akibatnya dapat terjadi xerostomia dan penurunan pH saliva yang
memicu munculnya karies gigi, serta mengakibatkan ketidakseimbangan mikroflora pada
rongga mulut contohnya candida sebagai penyebab candidiasis. Bisa menimbulkan ulserasi
yang disebabkan karena infiltrasi sel inflamasi sehingga membuat mukosa pada mulut
menipis dan gampang menimbulkan luka, efek radiasi dari radioterapi juga bisa menyebabkan
lambatnya penyembuhan luka.
Identifikasi dan Analisis Masalah
6. Apa kelebihan dan kekurangan dari radioterapi?
Jawab:
Kelebihan: merusak DNA yang mengatur pembelahan diri sel kanker sehingga sel kanker
tidak dapat tumbuh berkembang menjadi buas, memang efeknya sangat besar tetapi hal ini
merupakan salah satu jalan keluarnya. Dapat mengurangi bahkan menghancurkan sel kanker
agar tidak berkembang lebih lagi.
kekurangan: Sel normal dapat terdampak efek radioterapi sehingga dapat timbul efek lain
seperti rambut rontok dll, pada lansia sangat merasakan dampaknya karena sulit untuk
meregenerasi sel yang sehat sehingga pada lansia sangat rentan. Tidak dapat menyeleksi sel
yang rusak, jadi sel tubuh yang baik pun kadang ikut rusak hal ini terbukti kebanyakan pasien
yang melakukan radioterapi mengalami kebotakan.
Identifikasi dan Analisis Masalah
7. Bagaimana indikasi & kontraindikasi untuk radioterapi?
Jawab:
Indikasi: radioterapi dapat dilakukan pada kanker atau tumor yang belum lama terjadi atau
kanker/tumor yang masih kecil dan pada kasus dengan lesi yang terletak dipermukaan yang
apabila dilakukan pembedahan akan menimbulkan bekas luka yang besar serta pasien tanpa
kerusakan periodontal.
Kontraindikasi: pada rongga mulut yang oral hygine nya buruk dan apabila di dalam rongga
mulut tersebut terdapat karies karena radioterapi dapat mempengaruhi gigi yang mengalami
karies tersebut sehingga karies akan semakin parah. juga pada ibu hamil karena dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada janin. Pasien anak, pasien lansia karena
daya tahan tubuh lansia sudah turun, pasien psikiatri, metasis letak tumor yang tidak
menguntungkan.
Identifikasi dan Analisis Masalah
8. Apa saja efek samping pada rongga mulut setelah dilakukannya radioterapi?
Jawab:
Xerostomia karena akan membuat sekresi saliva di rongga mulut yang menyebabkan saliva jd
menurun kemudian terjadi infeksi rongga mulut, terjadinya dental caries dan peningkatan
jamur candida albicans, bisa terjadi mucositis, dan disfungsi indra pengecapan
9. Apa perawatan gigi dan mulut yang dilakukan ketika melakukan radioterapi?
Jawab:
Restorasi gigi, scaling & memperbaiki kesehatan RM pasien serta dapat dilakukan
penanganan lesi atau penyakit rongga mulut jika ada hal tersebut di pasien, hingga pasien
dinyatakan sehat dan aman untuk dilakukan radioterapi.
Problem Tree
Definisi
Indikasi dan
Kontraindikasi
Radioterapi Perawatan RM
Sebelum Menjalani
Radioterapi
Perawatan RM Saat
Menjalani Radioterapi
Perawatan RM Setelah
Menjalani Radioterapi
Definisi Mucositis
Efek Samping
Radioterapi
Etiologi Mucositis
Mucositis
Manifestasi Klinis
Komplikasi Radioterapi
Tata Laksana
Sasaran Belajar
1. Apa definisi radioterapi?
2. Apa Jenis-jenis perawatan radioterapi?
3. Apa Indikasi dan Kontraindikasi perawatan radioterapi?
4. Bagaimana Perawatan rongga mulut sebelum pasien melakukan radioterapi?
5. Bagaimana Perawatan rongga mulut saat pasien melakukan radioterapi?
6. Bagaimana Perawatan rongga mulut sesudah pasien melakukan radioterapi?
7. Bagaimana Efek samping dari perawatan radioterapi?
8. Apa Definisi Mucositis?
9. Apa Etiologi Mucositis?
10. Bagaimana Manifestasi Klinis Mucositis?
11. Bagaimana Tatalaksana Mucositis?
12. Bagaimana Komplikasi dari radioterapi?
01
Definisi radioterapi
Radioterapi (terapi radiasi atau iradiasi) merupakan
modalitas pengobatan yang menggunakan radiasi energi
tinggi dari sinar X, gamma, neutron, proton, dan sumber lain
untuk menghilangkan kemampuan berproliferasi sel kanker,
membunuh sel kanker, dan mengecilkan tumor dengan cara
merusak genetik dari sel kanker terutama DNA
Radioterapi neoadjuvan
dilakukan sebelum dilakukannya tindakan
dengan metode lain misalnya radioterapi
preoperasi
Radiokemoterapi
pemberian radioterapi yang dilakukan
bersamaan dengan kemoterapi
1. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik merupakan radiasi
ketika energi dibawa oleh osilasi medan
listrik dan medan magnet yang merambat
pada kecepatan cahaya.
2. Radiasi Partikel
Radiasi partikel adalah radiasi yang terdiri
dari partikel atom atau subatomik (elektron
dan proton) yang membawa energi dalam
bentuk kinetik atau massa yang bergerak.
Instruksi kebersihan
Restorasi
mulut
Memastikan bahwa semua gigi
Obat kumur klorheksidin yang tidak teratur dan bagian
glukonat 0,2% 10ml dua kali restorasi yang tajam
sehari selama seminggu dihaluskan
sebelum radioterapi
Devi, et al., 2014 ; Hasibuan, et al. 2019; Grewal MS, et al. 2016
07 Efek Samping Dari Perawatan
Radioterapi
Jenis
Jenis kelamin Usia
keganasan Wanita lebih rentan Anak lebih rentan dan
terhadap komplikasi sering mengalami
kemoterapi mukositis
cryotherapy.Cryotherapy
Dosen Tutorial
drg. I Wayan Arya Krishnawan Firdaus, M.Kes
Dosen Pakar
Onkologi
Jawab:
Salah satu bidang di kedokteran yang mempelajari pendeteksian
dan penanganan kanker.
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Bagaimana perawatan rongga mulut sebelum dilakukan perawatan radioterapi?
Jawab:
Sebelum melakukan perawatan radioterapi, pasien perlu memeriksa rongga mulutnya untuk
mengetahui keadaan ronga mulutnya. Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan di dalam
rongga mulut pasien sehingga dapat ditangani terlebih dahulu. Selain itu, dr/drg dapat
mengedukasi pasien agar dapat menjaga OH rongga mulutnya beberapa minggu atau sebelum
melakukan perawatan radioterafi.
2. Bagaimana perawatan rongga mulut sesudah dilakukan perawatan radioterapi?
Jawab:
Setelah dilakukan perawatan radioterapi dapat melakukan perawatan rehabilitative untuk
mengembalikan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan dan dapat juga dilakukan pengecekan
pada kelenjar saliva agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Mencegah rekurensi kanker yang
tediagnosis pada pasien. Menginstruksikan kepada pasien untuk menjaga kondisi rongga
mulutnya seperti teratur menyikat gigi serta menjaga pola makan. Kemudian, monitoring
kesehatan rongga mulut pasien dan diperuntahkan pasien untuk rutin melakukan kunjukan ke
dokter gigi.
Identifikasi dan Analisis Masalah
3. Seberapa penting perawatan rongga mulut pada pasien dengan radioterapi?
Jawab:
Sangat penting karena radioterapi memiliki beberapa efek samping pada rongga mulut, jika tidak
ditangani maka perawatan radioterapi maupun efek sampingnya menimbulkan komplikasi
lanjutan pada pasien, misal untuk xerostomia, keadaan mulut yang kering dapat menyebabkan
sulitnya makan sehingga gizi pasien kurang dan imunnya semakin menurun, dampaknya
radioterapi sulit untuk diteruskan. Gangguan fungsi dari rongga mulut dapat mempengaruhi dari
kualitas hidup pasien, meningkatkan resiko infeksi, tertunda hingga kegagalan perawatan
radioterapi, dan biaya pengobatan semakin besar.
4. Apa saja yang dapat terjadi pada rongga mulut apabila perawatan di abaikan?
Jawab:
Apabila ada kelainan atau masalah pada RM pasien, baik sebelum dan sesudah dilakukan
radioterapi, dapat menjadi pemicu terjadi komplikasi pada keadaan pasien saat ini, dapat juga
terjadi penyebab munculnya berbagai masalah baru pada RM pasien jika sebelumnya sudah
terdapat masalah pada RM pasien, kemudian ada kemungkinan perawatan radioterapi yang
dijalani pasien tidak berhasil mengingat RM merupakan pintu masuk yang berhubungan dengan
tubuh pasien sendiri.
Identifikasi dan Analisis Masalah
5. Apakah perawatan radioterapi yang dijalani pasien memiliki efek samping di rongga mulut?
Jawab:
Ya ada, karena radioterapi menurunkan laju aliran saliva dan menyebabkan mukosa mudah rusak
akibat efek sitotoksi dari radiasi akibatnya menuju ke mukositis dan xerostomia. Xerostomia yang
dibiarkan terus menerus akan menimbulkan komplikasi berupa karies gigi dan karang gigi, selain
xerostomia, efek samping berupa oral candidiasis juga muncul karena turunnya imun tubuh
pasien saat radioterapi, maka candida albicans sebagai flora normal rongga mulut akan
meningkat.
6. Mengapa dokter spesialis bedah onkologi merujuk pasien ke poli gigi?
Jawab:
Kanker yang diderita pasien yaitu kanker nasopharynx, seperti yang kita ketahui nasopharynx
berdekatan dengan rongga mulut. Jadi spesialis onkologi konsultasi terlebih dahulu kepada dokter
gigi untuk mengetahui apakah ada kelainan atau penyakit yang terjadi pada rongga mulut pasien,
karena apabila dilakukan perawaatan radioterapi akan menyebabkan kelainan atau penyakit pada
rongga mulut yang tak tertangani bertambah parah bahkan menimbulkan komplikasi.
Identifikasi dan Analisis Masalah
7. Apakah ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh dokter sebelum melakukan perawatan
radioterapi?
Jawab:
Dokter dapat mempertimbangkan bahwa pasien dalam kondisi yang baik. Kemudian, pastikan
juga pasien dalam keadaan tidak hamil karena dikhawatirkan efek radiasi dari radiotheraphy
dapat berpengaruh terhadap janin yang dikandung. Dokter juga dapat mempertimbangkan efek
samping/ dosis radiasi saat dilakukan perawatan.
Jawab:
Keadaan RM pasien dapat makin parah apabila sudah ada masalah sebelum dilakukan radioterapi
dan tidak segera ditangani, komplikasi setelah radio terapi terjadi xerostomia, jaringan mukosa RM
dapat terjadi peradangan, munculnya lesi dan bercak- bercak putih pada RM pasien.
Problem Tree
Raidoterapi
(Gupta et al., 2015; National Cancer Institute, 2019; Laksmiastuti SR, 2015).
2.2 PERAWATAN RONGGA
MULUT SELAMA
RADIOTERAPI
PERAWATAN RONGGA MULUT SELAMA
RADIOTERAPI
Tujuan penatalaksanaan oral selama radioterapi adalah untuk mencegah
1. Menggunakan pilocarpine hidroklorida
2. Perawatan mulut oleh dokter gigi setidaknya seminggu sekali sampai radioterapi selesai dilakukan
3. Penggunaan gel fluoride dapat membantu meminimalkan kerusakan gigi
4. Fisioterapi oral konvensional dianjurkan selama dan setelah radiasi
5. Berkomunikasi dengan ahli onkologi
6. Memonitor dan deteksi dini keadaan rongga mulut
7. Mengedukasi pasien tentang menjaga kelembaban dan kebersihan rongga mulut
8. Mencegah sedapat mungkin terhadap terjadinya trauma
9. Merawat semua kelainan yang timbul di rongga mulut akibat perawatan kanker
10. Pemberian analgesik untuk nyeri di rongga mulut
Perawatan ini bertujuan untuk mengatasi efek samping pada rongga mulut post
radioterapi, diantaranya:
1. Lakukan perawatan rutin ke dokter gigi tiap 4-8 minggu selama 6 bulan pertama
(disesuaikan kebutuhan pasien).
2. Periksa kondisi mulut setiap hari, jika ada bercak putih, laporkan dengan segera.
3. Menjaga kelembaban rongga mulut (konsumsi cairan adequate 2-3liter/hari,
perbanyak minum pada siang hari, dan gunakan humidifier).
4. Bersihkan mulut, gigi, gusi, dan lidah 2x sehari dengan menggosok gigi (gunakan
sikat gigi ekstra lembut), gunakan pasta gigi berfluoride dan gel fluoride (sesuai
saran dokter).
5. Hindari trauma pada rongga mulut, konsumsi makanan yang mudah dikunyah dan
ditelan, gigit dan kunyah makanan secara perlahan (hindari makanan tajam/renyah,
makanan panas, pedas, asam, hindari konsumsi rokok dan alkohol).
6. Hindari makanan dan minuman yang mengandung gula berlebih (minuman
bersoda, permen karet).
7. Pemantauan ketat dan manajemen yang cepat berpengaruh terhadap penurunan
komplikasi kronis yang mungkin terjadi.
(Ahmad O & Mukhtar A, 2017).
03
EFEK SAMPING
RADIOTERAPI
EFEK LANGSUNG PADA RONGGA MULUT
alat
akut
penurunan
pengecap,
produksi saliva,
disfungsi alat pengecap,
malnutrisi, gangguan gigi geligi.
02 stress
meningkatkan
reactive oxygen
oksidatif,
produksi
species
04 Pasien kemoterapi dosis standar
ber-risiko
mukositis
40%
oral,
mengalami
pasien
kemoterapi dosis tinggi ber-
(ROS) dan radikal bebas risiko 85%-95% mengalami
sehingga menyebabkan mukositis oral.
kerusakan DNA sel epitel
mukosa oral.
(Dwikuntari L, 2017; Arumsadu AG, 2021; Sigarlaki ED, 2019; Sinaga PE, 2019; Hasibuan C, 2019).
EFEK TIDAK LANGSUNG PADA RONGGA MULUT
1 2 3
Radiasi terhadap Penyakit
Disfungsi kelenjar ludah / demineralisasi karies periodontal
xerostomia permanen gigi
4 5 6
Trismus Perkembangan
deformitas
Nekrosis jaringan lunak / maksilofasial
Osteoradionekrosis (ORS)
(Ahmad O, 2017; Brook I, 2020; Brailo V, 2017).
04
INDIKASI &
KONTRAINDIKASI
RADIOTERAPI
INDIKASI RADIOTERAPI
Pemilihan radioterapi pada pasien karsinoma nasofaring
(KNF) ialah mempertimbangkan pemilihan radiasi sebagi
pengobatan pilihan pertama, secara histopatologis
kebanyakan KNF (75%-95%) dari jenis karsinoma
undifferensiated (WHO tipe 3) dan karsinoma non
keratinisasi (WHO tipe 2), tergolong radioresponsif faktor
anatomi nasofaring terletak pada dasar tengkorak dengan
banyak organ vital, dan penyebaran sel kanker daerah
kepala-leher, menyebabkan pembedahan radikal dengan
tujuan kuratif sangat sulit dikerjakan, dan kemoterapi
pada KNF masih memiliki hasil kontroversi.
(Edgar DS, 2019).
INDIKASI RADIOTERAPI
Indikasi lain radioterapi:
● Kasus dengan lesi terletak dipermukaan yang bila diangkat dengan pembedahan
meninggalkan bekas luka yang besar
● Kasus pasien dengan kontraindikasi anastesi
● Kasus dengan pasien kanker stadium dini yang perluasan masih minim
● Pasien menolak operasi atau kontraindikasi dengan tindakan operasi
● Kasus dengan lesi terletak di permukaan yang bila diangkat dengan pembedahan
meninggalkan bekas luka yang besar (lesi superfisial dengan ukuran besar)
● Post operasi dengan gross residu, batas sayatan positif, close margin (≤ 5mm) invasi
perineural, invasi tulang rawan, rekuren dan metastasis kelenjar getah bening.
(Fatmasari, 2017).
KONTRAINDIKASI RADIOTERAPI
(Fitriatuzzakiyyah N et al, 2017; Kurnia B et al, 2021; Medscape, 2020; Wastitiamurti RA, 2018)
Mekanisme Efek Radioterapi Terhadap Rongga
Mulut
Kecepatan proliferasi sel dan penggantian epitel menyebaban mukosa mudah rusak akibat efek sitotoksi
dari radiasi. Perubahan atropik pada epitel mukosa oral terjadi saat total dosis radiasi mencapai level 1600-2200
cGy dengan pemberian sehari 200 cGy. Mekanisme kerusakan kelenjar yang dipicu oleh radiasi belum diketahui
dengan pasti, tetapi setidaknya ada tiga mekanisme yang diduga dapat menjelaskan fenomena tersebut, yaitu:
03
induksi radiasi apoptosis
oleh mekanisme intraselular
Jenis terapi radiasi ini menggunakan sinar-X Brakiterapi merupakan salah satu alternatif
yang ditujukan ke tumor dan bentuk terapi booster untuk melengkapi radiasi eksterna.
radiasi yang paling umum untuk NPC. Contoh brakiterapi pada kanker nasofaring
Paling sering, perawatan radiasi diberikan 5 antara lain brakiterapi intrakaviter nasofaring
hari seminggu selama sekitar 7 minggu. dan brakiterapi interstisial dengan jarum
radium untuk KGB leher.
Arumsadu Ag, Woroprobosari, Nr,Sari Rk, Mujayanto R. 2021. Potential Of Ozone Water To Reduce The Severity Of
Oral Mucositis In Patients Post Head And Neck Radiotherapy. Jurnal Medali. 3(1): 12-19.
Brailo V, Boras VV, Juras DV, Rogulj AA, Brzak BL, Alajbeg I. 2017. Oral side effects of head and neck irradiation. Head
and Neck Cancer: Diagnosis and Management of 111.
Brook I. 2020. Late side effects of radiation treatment for head and neck cancer. Radiation oncology
journal. 38(2): 84–92.
Dwikuntari L, Setijadi Ar. 2017. External Beam Radiation Therapy Pada Kanker Paru (A Literature Review). Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. 2(2): 375-392.
Edgar DS, Mukhlis I, Eka C. 2019. Tatalaksana Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. MEDULA, Medicalprofession
Journal of Lampung University. 8(2): 23-26.
Faisal HH. 2014. Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prognosis.
SMF Telinga Hidung Tenggorok Universitas Indonesia; 2(1): 33-39.
DAFTAR PUSTALA
Fatmasari, Djakaria HM. 2017. Radioterapi pada Karsinoma Sel Basal. Radioterapi & Onkologi Indonesia. 8(2): 93-97.
Fitriatuzzakiyyah N, Sinuraya RK, Puspitasari IM. 2017. Terapi Kanker dengan Radiasi: Konsep Dasar Radioterapi dan
Perkembangannya di Indonesia. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia: 6(4).
Hasibuan C, Et Al. 2019. Perawatan Mulut Untuk Pencegahan Mukositis Oral Pada Penderita Kanker Anak Yang
Mendapat Kemoterapi. Jurnal Cdk; 46(6): 432-435.
Kawashita Y, Sakiko S, Masahiro U, Toshiyuki S. 2020. Oral Management Strategies For Radiotherapy Of Head And
Neck Cancer. Jpn Dent Sci Rev; 56(1): 62–67.
Kurnia B, Setiani L, Safarianti. 2021. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Tonsil. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 21(2): 184-188.
Laksmiastuti Sr, Tehuteru Es. 2015. Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi Pada Pasien Kanker Anak.
Indonesian Journal Of Cancer. 9(4): 176-177.
National Cancer Institute. 2016. Radiation Therapi And You. Support For People With Cancer. Department Of Health
& Human Services: Usa.
DAFTAR PUSTALA
Mayarani, et al. 2018. Analysis Of Rooftop Skyshine Radiation Exposure With Angle Of Gantry Linear Accelerator 180°
In Radiotherapy Unit Of Pertaminasanitas: Jurnal Teknologi Dan Seni Kesehatan; 9(1): 24 – 34.
Medscape. 2020. What are The Contraindications for Radiation Therapy to Treat Basal Cell Carcinoma (BCC).
National Cancer Institute. 2019. Oral Complications Of Chemotherapy And Head/Neck Radiation Patient Version. 1-
23.
Sigarlaki Ed, Imanto M, Cania E. 2019. Tatalaksana Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. Medula; 8(2): 23-26.
Sinaga Pe, Jamnasi J, Pasaribu Sm. 2019. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penurunan Body Mass Index Sebelum
Dan Sesudah Radioterapi Pada Pasien Kanker Kepala Leher. Radioterapi & Onkologi Indonesia. 10(2): 36-42.
Sinambela A, Djakaria HM. 2018. Revolusi Teknik Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Radioterapi & Onkologi Indonesia; 9(1):
20-28.
Tejosukmono A, Suharto A. 2012. Hubungan Ekspresi p53 dengan Prognosis Hasil Terapi Radiasi pada Karsinoma Nasofaring. Jurnal
Mutiara Medika; 12(3): 10-16.
Traktama DO, Sufiawati I. 2018. Keparahan mukositis oral pada pasien kanker kepala leher akibat kemoterapi dan/ atau radioterapi.
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 4(1): 52-663.
Wastitiamurti RA. 2018. Patofisiologi, Klasifikasi, dan Tatalaksana pada Grave’s Ophthalmopathy. Jurnal Kedokteran
Meditek. 24(65): 1-13.
KELOMPOK 2
RADIOTERAPI
Dosen Pembimbing :drg. M. Aminullah Majedi
Dosen Pakar : Dr. drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp. PM
ANGGOTA
1. Fatimah Maulideya 1911111220009
2. Rizqiqa Harini 1911111220012
3. Indah Lestari Puspaningtias 1911111220024
4. Sri Meidita Achmad 1911111220017
5. Diba Eka Diputri 1911111220021
6. Siti Musrifatuttazkiyah 1911111220018
7. Eugenia Clairine 1911111120008
8. Tom Christian 1911111310029
9. Afina Ridoti 1911111320002
10. Aurelia Marsha Denta Oktavia 1911111320009
11. Amilia Ariyani 1911111320032
12. Resha Yusnida 1911111320033
SKENARIO
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke poli gigi RSUD dirujuk oleh
spesialis bedah onkologi untuk merawat rongga mulutnya. Hal ini
dilakukan sebelum melakukan radioterapi kanker nasopharyng.
Penatalaksanaan pada rongga mulut pasien nantinya juga akan dilakukan
saat dan sesudah radioterapi. Apabila hal ini diabaikan maka akan
menimbulkan masalah di rongga mulut di kemudian hari, seperti terjadi
erosi dan sariawan saat atau setelah radioterapi.
Identifikasi dan klarifikasi istilah asing
- Cabang ilmu kedokteran yang berfokus
Onkologi pada kanker, misalnya seperti proses
- bidang ilmu kedokteran yang berfokus terjadinya kanker, diagnosis,
pada deteksi dan penanganan kanker. pengobatan, serta pencegahannya.
o Indikasinya berupa kasus dengan lesi yang terletak di permukaan yang apabila dilakukan
pembedahan akan meninggalkan bekas luka yang besar.
o Indikasi yaitu radioterapi dapat dilakukan pada kanker atau tumor yang belum lama terjadi
(kanker/tumor dini yang masih kecil). Kontraindikasinya yaitu apabila kurang dari
seminggu pernah dilakukan tindakan pencabutan gigi atau operasi bedah pada rongga
mulut dan pada rongga mulut yang memiliki oral hygine buruk dan apabila di dalam
rongga mulut tersebut terdapat karies karena radioterapi dapat mempengaruhi gigi karies
tersebut sehingga semakin parah karies tersebut.
o Indikasi yaitu pada pasien yang memiliki kanker yang tergolong ganas atau stadium
lanjutan dan radioterapi dilakukan untuk menekan metastasis atau penyebaran pada kanker
tersebut
2. Apa efek samping dari radioterapi pada rongga mulut?
o Penurunan jumlah saliva (mulut kering/xerostomia), lesi mukosa, lesi kulit, demam, lemah/lesu, mual, muntah.
o Disfungsi indra pengecap, disfungsi kelenjar saliva, dan mucositis oral.
o Burning mouth syndrome.
o Dapat terjadinya erosi dan sariawan saat atau setelah terapi, dan ketidakseimbangan kondisi flora RM dapat
menyebabkan oral candidiasis, karies atau juga berpengaruh pada bagian periodontal pasien.
3. Apa yang dilakukan oleh Dokter saat/selama melakukan tatalaksana radioterapi ?
o Mengkomunikasikan dgn ahli onkologi, kemudian melakukan perawatan seluruh kelainan yang muncul pada
rongga mulut pasien akibat radioterapi, jika pasien mulut kering (xerostomia) maka dapat memberikan
perawatan untuk bibir seperti vaseline, dan memberikan pasien obat analgesik untuk nyeri pada rongga mulut
pasien.
o Melakukan perawatan pada kondisi hiposalivasi pada rongga mulut pasien akibat dari radioterapi dengan
melakukan pemberian obat untuk merangsang aktivitas kelenjar saliva dan juga bisa melakukan pemberian
analgesik dan antijamur oral apabila timbul candidasis oral pada rongga mulut pasien karena oral trush sering
terjadi pada pasien kanker yang melakukan radioterapi.
o Dokter juga wajib menggunakan APD, karena radiasi yang digunakan untuk membunuh sel kanker memiliki
dosis yang tinggi dan cukup berbahaya apabila dokter tidak menggunakan APD yang tepat.
4. Apa komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan perawatan pada rongga mulut
pasien ?
o Bisa mengalami gagal pernapasan dan mengganggu organ disekitanya, karena apabila tidak dilakukan
radioterapi si kanker tidak dapat diketahui. Dapat merugikan dan membuat penundaan saat terapi.
o Tindakan radioterapi dilakukan menggunakan penyinaran yang dosisnya tinggi sehingga dapat
mengganggu sel normal dalam tubuh pasien. Dalam rongga mulut misalnya dapat menyebabkan
mukositis, gangguan kelenjar saliva, kandidiasis, serta karies radiasi. Kemudian jika sebelumnya pasien
telah mengalami karies, jika tidak dilakukan perawatan terlebih dahulu pada kondisi tersebut sebelum
melakukan radioterapi, maka hal tersebut dapat memperparah kondisi pada rongga mulutnya sehingga
akan lebih sulit untuk ditangani.
o Sel kanker apabila tidak ditangani dengan segera akan dapat menyebar dengan luas. Ukuran yang
semakin besar dapat menekan saraf, tenggorokan, dan organ yang lainnya. Selain itu, apabila OH pada
pasien buruk akan mempercepat penyebaran bakteri dan memudahkan penyakit lain berkembang karena
kesehatan tubuh pasien.
●
o Sebelum dilakukan tindakan radioterapi, maka dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu ke rongga mulut pasien
untuk mengetahui apakah ada kelainan atau karies agar dapat ditangani terlebih dahulu. Selain itu, dr/drg dapat
edukasikan kepada pasien agar menjaga OH rongga mulutnya beberapa minggu atau beberapa waktu sebelum
tindakan radioterapi yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut dengan berkumur-kumur dengan obat
kumur yang mengandung fluor untuk mencegah sensitivitas jaringan keras gigi saat radioterapi dan bahan
bakteriostatik untuk mencegah mikroorganisme patogen dalam rongga mulut, rutin menyikat gigi, edukasi
kepada pasien agar menghindari makanan yang bersifat kariogenik seperti permen, coklat, dsb karena
mengandung gula yang tinggi dan dapat menyebabkan karies, serta mengarahkan pasien agar dapat memilih
pasta gigi dan obat kumur yang memiliki aksi bakterostatik dan antibakteri sehingga meminimalisir dampak
yang ditimbulkan akibat radioterapi.
8. Apa perawatan setelah dilakukan
radioterapi?
Klasifikasi
TREE
Radioterapi
Mekanisme Sebelum Radioterapi
Sesudah Radioterapi
Umum
Efek Samping
Rongga Mulut
Komplikasi
Prognosis
Hubungan Perawatan
RM dan Radioterapi
Sasaran belajar
1. Menjelaskan definisi 6. Menjelaskan Perawatan
radioterapi Sebelum Radioterapi
11. Menjelaskan
2. Menjelaskan indikasi 7. Menjelaskan Perawatan kekurangan radioterapi
radioterapi Saat Radioterapi
12. Menjelaskan prognosis
3. Menjelaskan 8. Menjelaskan Perawatan radioterapi
kontraindikasi radioterapi Setelah Radioterapi
13. Menjelaskan hubungan
4. Menjelaskan klasifikasi 9. Menjelaskan efek perawatan rongga
radioterapi samping mulut dan radioterapi
5. Menjelaskan Mekanisme 10. Menjelaskan Kelebihan
Radioterapi Radioterapi
01
DEFINISI PERAWATAN Radioterapi
Definisi radioterapi
Radioterapi merupakan modalitas
pengobatan yang menggunakan radiasi
pengion untuk merusak materi genetik dari
sel kanker, terutama DNA, sehingga sel
mengalami kematian atau kehilangan
kemampuan berproliferasi
(Sinaga, 2019).
02
INDIKASI PERAWATAN Radioterapi
Indikasi radioterapi
-Kasus pasien dengan kontraindikasi anastesi.
-Pasien kanker stadium dini yang perluasan masih
- tumor yang berada disekitar struktur vital
minim.
seperti batang otak dan medula spinalis.
-Terjadi kontraindikasi dengan tindakan operasi.
-Kasus dengan lesi terletak di permukaan yang bila - Faktor anatomi nasofaring yang terletak di
dasar tengkorak dengan banyak organ vital
diangkat dengan pembedahan meninggalkan
dan pola menyebaran sel kanker di daerah
bekas luka yang besar yaitu lesi superfisial
kepala-leher yang menyebabkan
dengan ukuran besar.
pembedahan radikal untuk tujuan kuratif
-Post operasi dengan gross residu, batas sayatan sangat sulit dikerjakan (Edgar, 2019).
positif, close margin (≤ 5 mm) invasi perineural,
invasi tulang rawan, rekuren dan metastasis
kelenjar getah bening (Fatmasari, 2017).
03
kontraINDIKASI PERAWATAN Radioterapi
Kontraindikasi tatalaksana radioterapi
1. Riwayat radiasi di tempat yang sama
2. Lesi pada daerah insufisiensi vaskular
3. Bagian tengah dari kelopak mata atas
4. Kulit pada daerah tulang belakang
(Fatmasari, 2017)
Kontraindikasi radioterapi
Kontraindikasi radioterapi dibagi menjadi 2 kategori, yaitu relative dan pasti
1. Relative: usia muda (dibawah 40-50 tahun), anggota tubuh bagian bawah,
penyembuhan luka yang buruk, memiliki penyakit autoimun
(scleroderma/ SLE), pasien tidak koperatif (demensia, atau penyakit
berkaitan dengan gerak)
Kontraindikasi radioterapi
2. Kategori Pasti: adanya riwayat radioterapi dalam waktu dekat, sindrom
radioterapi hipersensitivitas (xeroderma pigmentosum dan sindrom
gorlin) (Singh KBG, Veness MJ., 2019).
04
Tujuan Waktu
Terapi Terapi
Klasifikasi Radioterapi
● Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Terapinya
A. Terapi kuratif biasanya berbentuk terapi tunggal untuk penyembuhan
suatu kanker, contohnya digunakan dalam kasus limfoma Hodgkin tahap
awal, kanker nasofaring, beberapa kanker kulit, dan kanker glotis awal.
B. Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara
menghilangkan gejala-gejala kanker dengan menerapkan dosis radiasi
paliatif. Penerapannya antara lain pada kasus maternal otak dan tulang
serta sindroma venacava superior. (Fitriatuzzakiyyah et al., 2017)
Klasifikasi Radioterapi
● Klasifikasi Berdasarkan Tujuan Terapinya
C. Terapi profilaksis (preventif) merupakan terapi yang bertujuan untuk
mencegah kemungkinan metastasis atau kejadian berulang melalui penerapan
radioterapi, contohnya adalah whole-barin radiotherapy untuk leukemia
limfoblastik akut dan kanker paru-paru sel kecil.
(Fitriatuzzakiyyah et al., 2017)
KLASIFIKASI RADIOTERAPI
Klasifikasi Berdasarkan Waktu Penggunaannya
1. Terapi Neoadjuvan, yaitu radioterapi yang diberikan sebelum operasi definitif
disebut radioterapi neoadjuvan. Radiasi preoperatif ditujukan untuk mengecilkan
ukuran tumor, sehingga tumor dapat lebih mudah untuk dioperasi dan terapi
neoadjuvan ini dapat mengurangi rekurensi lokal.
2. Terapi Adjuvan, yaitu radioterapi dapat juga diberikan setelah operasi. Terapi ini,
dapat mengurangi kemungkinan rekurensi penyakit dan meningkatkan harapan hidup
pada pasien kanker. (Septina et al., 2020)
05
Mekanisme Radioterapi
Konsep dasar radioterapI
Terapi ini bekerja dengan cara
merusak DNA sel kanker yang
kemudian menghentikan
pertumbuhannya
(Garden et al., 2012; Kumar et al., 2017; Villa et al., 2017; Clough et al., 2018).
Perawatan yang dilakukan sebelum melakukan radioterapi yaitu:
4. Merencanakan perawatan rongga mulut harus dirancang untuk memperbaiki restorasi yang
overhang, tepi yang kasar atau tajam pada gigi, dan cacat lain yang dapat menyebabkan iritasi
jaringan lunak. Pasien yang menggunakan gigi tiruan dan peralatan ortodontik yang berpotensi
menimbulkan trauma lokal pada rongga mulut harus disesuaikan atau dilepas. Setiap sumber
potensial infeksi mulut harus diidentifikasi dan dihilangkan terlebih dahulu.
5. Pasien yang memiliki prognosis buruk seperti karies gigi yang luas dan penyakit periodontal
tahap lanjut perlu dilakukan ekstraksi gigi. Ekstraksi pra-radiasi dilakukan 10-21 hari sebelum
dilakukan radioterapi untuk menghindari resiko osteoradionekrosis (ORN).
6. Semua operasi besar harus dilakukan 4-6 minggu sebelum radioterapi
(Garden et al., 2012; Kumar et al., 2017; Villa et al., 2017; Clough et al., 2018).
07
Perawatan Saat Radioterapi
Perawatan yang dilakukan saat radioterapi yaitu:
(Kawashita Y, 2020; Akarslan Z, 2017; Symonds et al., 2019; Mallya & Lam, 2018)
7. Penanganan mulut kering dengan minum, saliva substitutes dan permen bebas gula.
8. Latihan otot rahang setidaknya 3x sehari (minimal 6 bulan pertama setelah radioterapi).
9. Dapat dilakukan pembuatan gigi tiruan lepasan yang baru setelah 3-6 bulan pasca radioterapi
(menghindari iritasi jaringan atau trauma)
10. Memelihara berat badan dan nutrisi karena tubuh perlu nutrisi agar bisa recovery dengan
baik.
11. Pada pasien kanker nasopharynx seperti yang ada pada skenario, setelah perawatan harus
difollow up dengan kontrol endoskopik dan palpasi leher untuk mengetahui respon terhadap
treatment.
(Kawashita Y, 2020; Akarslan Z, 2017; Symonds et al., 2019; Mallya & Lam, 2018)
12. Jika terjadi mucositis, tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati hal tersebut yaitu dengan
menjaga OH pasien dan pemberian anastesi topical apabila pasien merasakan sakit saat ingin
makan.
13. Apabila muncul tanda inflamasi setelah pengobatan dapat dilakukan biopsy untuk memeriksa
apakah ada diferensiasi sel mukosa oral pasien.
14. Apabila muncul tanda inflamasi setelah pengobatan dapat dilakukan biopsy untuk memeriksa
apakah ada diferensiasi sel mukosa oral pasien.
(Kawashita Y, 2020; Akarslan Z, 2017; Symonds et al., 2019; Mallya & Lam, 2018)
09
kelebihan radioterapi
Beberapa kelebihan radioterapi
adalah sebagai berikut
KELEBIHAN RADIOTERAPI
NO. 1 NO. 4
Dapat digabungkan dengan Mengurangi rasa sakit dari
metode pengobatan lainnya, penyembuhan penyakit
seperti operasi atau kemoterapi. kanker
NO. 2 NO. 3
Menghentikan pertumbuhan dan Meningkatkan efektivitas
penyebaran dari sel kanker. dari penyembuhan
Mencegah agar kanker tidak penyakit kanker
muncul di area lain.
Kekurangan radioterapi
Adapun kekurangan
radioterapi yaitu
Kekurangan
radioterapi Sinar radiasi yang berasal dari radioterapi dapat
mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada molekul DNA.
Kerusakan yang terjadi dapat berupa:
—Sigarlaki ED et al., 2019; Kemenkes 2017 ; Pratiwi dan Imanto, 2020; Symonds et al., 2019
13
Hubungan Perawatan Rongga Mulut
dan Radioterapi
Radioterapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
pengecapan, mukositis, xerostomia, nyeri saat menelan, serta
kerusakan pada gigi dan mulut. Oleh sebab itu, setiap pasien
yang akan melakukan radioterapi akan dianjurkan oleh dokter
untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu yang
terdiri atas pemeriksaan laboratorium darah, pemeriksaan
status gizi pasien, serta pemeriksaan gigi dan mulut.
Efek
Definisi Tujuan & Indikasi Kontraindikasi Tatalaksana
Samping
Manfaat
Perawata
n RM Pra Ekstraoral Intraoral
Saat Mucositis
Pasca
Sasaran Belajar
• Menjelaskan definisi radioterapi
• Menjelaskan tujuan dan manfaat perawatan rongga mulut pada pasien
yang melakukan radioterapi
• Menjelaskan Indikasi radioterapi
• Menjelaskan kontraindikasi radioterapi
• Menjelaskan tatalaksana rongga mulut pra radioterapi
• Menjelaskan tatalaksana rongga mulut saat radioterapi
• Menjelaskan tatalaksana rongga mulut pasca radioterapi
• Menjelaskan efek samping ekstraoral
• Menjelaskan efek samping intraoral
- Menjelaskan efek samping lainnya
- Menjelaskan Mukositis sebagai efek samping dari radioterapi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Tatalaksana
01
DEFINISI
RADIOTERAPI
Radioterapi adalah metode pengobatan pada penyakit tumor ganas dengan menggunakan
sinar peng-ion, dengan tujuan untuk mematikan sel tumor sebanyak mungkin dan
memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat.
Semua pasien menjalani radioterapi dengan memakai sinar gamma berasal dari pesawat
Cobalt 60, dengan dosis radiasi 200 cgy per fraksi, diberikan 5 kali per minggu tanpa selang
waktu (teknik konvensional) sampai mencapai dosis total kisaran 6600 cgy dalam 6-7
minggu yang ditujukan pada tumor primer di Nasofaring dan kelenjar getah bening di leher.
Semua pasien tersebut dilakukan pemeriksaan immunohistokimia untuk menilai ekspresi
Bcl-2, CD44 dan VEGF pra dan pasca Radioterapi. Radioterapi bekerja sebagai radiasi,
yaitu saat suatu sumber menyalurkan dan memindahkan energi ke tempat lain. Perambatan
atau transmisi radiasi ini dalam bentuk radiasi partikel, dapat berbentuk gelombang atau
cahaya (radiasi elektromagnetik). Radiasi yang terionisasi memiliki energi yang tinggi dan
dapat secara langsung merusak struktur molekul dari sebuah material yang mereka lewati
dan menghasilkan adanya perubahan kimiawi dan biologis dalam hal ini adalah sel kanker.
Pasien yang menjalani terapi radiasi untuk kepala dan leher mempunyai
efek terhadap kesehatan rongga mulut karena rentan mengalami kemunduran yang
signifikan dan mendadak. Jika efeknya sudah mendalam seringkali terjadi perubahan
fungsional dan sensoris permanen yang melibatkan jaringan lunak mulut. Perubahan
ini berawal dari mucositis oral selama dan sesudah treatment radioterapi, infeksi
oportunistik mukosa, gangguan neurosensoris dan jaringan fibrosis. Contoh efek
samping radioterapi intraoral diantaranya yaitu xerostomia, mukositis, kandidiasis
oral, dan lain-lain.
(Hasibuan, 2019; Traktama, 2018).
INDIKASI RADIOTERAPI
1 2 3 4
Tumor lokoregional Tumor primer atau Sifat radioterapi Sifat radioterapi
yang radiosensitive metastasis diberikan sebagai terapi adjuvant.
atau radioresponsif radioterapi paliatif utama.
untuk dengan dosis yang
kuratif/definitif lebih rendah
dengan tujuan daripada dosis
meningkatkan kuratif (75-80%)
kontrol lokal jangka dengan jangka
panjang. waktu yang lebih
pendek. (Ardiansyah, 2021).
04
Kontraindikasi
Radioterapi
Kontraindikasi Radioterapi
a. Tumor tidak radiosensitif i. Tumor telah metastasis
b. Proses tumor telah lanjut (akan menimbulkan j. Riwayat radiasi di tempat yang sama
anemia)
k. Lesi pada daerah insufisiensi vascular
c. Usia di bawah 35 tahun,
l. Pasien muda karena resiko tinggi terkena
d. Metastasis dan letak tumor tidak dermatitis dan scars
menguntungkan
m. Pasien dengan connective tissue diseases
e. Pasien lansia atau kondisi genetic yang dapat
menyebabkan kanker kulit (xeroderma
f. Pasien psikiatri
pigmentosum, epidermodysplasia
g. Diabetes melitus (DM), dan verruciformis, dan basal cell nevus syndrome).
e) Membangun kolaborasi multidisiplin yang diperlukan dengan pusat kanker untuk mengurangi gejala mulut
dan gejala sisa sebelum, selama dan setelah terapi kanker. Setiap pusat harus memiliki tim multidisiplin
untuk mencapai tujuan ini; metode yang tepat yang digunakan dapat bervariasi antara pusat kanker.
(Kumar et al., 2018; Irie MS, Mendes EM, Borges JS et al. 2018).
Tatalaksana Rongga Mulut Pra Radioterapi
3. Saran Mengenai Potensi Efek Samping: Kemoterapi 7. Perawatan periodontal: Debridement plak dan
dan radioterapi dapat menyebabkan efek samping deposit kalkulus secara harus dibersihkan
oral jangka pendek dan jangka panjang yang terlebih dahulu.
merugikan. Drg memberikan saran pencegahan 8. Karies gigi: Jika memungkinkan, gigi yang karies
sederhana yang realistis yang menekankan nilai harus direstorasi secara definitif atau distabilkan
dalam menjaga kenyamanan mulut selama terapi dengan restorasi yang sesuai.
dan mengurangi komplikasi. 9. Pasien yang menggunakan protesa: Pasien di
4. Instruksi Kebersihan Mulut konseling tentang pemakaian gigi palsu selama
5. Pasien direkomendasikan diet dengan penekanan terapi kanker.
pada memastikan kenyamanan oral sebelum terapi. 10. Sedapat mungkin, ekstraksi gigi dilakukan
6. Klorheksidin: Jika penyakit gingiva didiagnosis, minimal sepuluh hari sebelum dimulainya
praktik kebersihan mulut dapat dilengkapi dengan radioterapi kanker
penggunaan obat kumur klorheksidin bebas alkohol 11. Perawatan ortodontik harus dihentikan dan
atau gel gigi peralatan cekat dilepas
(Kumar et al., 2018; Irie MS, Mendes EM, Borges JS et al. 2018).
Tatalaksana Rongga Mulut Pra Radioterapi
Konsultasi dengan tim dokter gigi yang
berpengalaman dalam merawat pasien yang
menjalani pengobatan kanker kepala dan leher
harus diselesaikan sebelum terapi dimulai.
Banyak kondisi mulut, seperti kebersihan mulut
yang buruk, gigi patah, restorasi yang rusak, dan
penyakit periodontal, yang cenderung memicu
komplikasi selama dan setelah terapi radiasi
1. Komunikasi dengan ahli onkologi. 8. Aplikasi pelembab bibir atau pelembut bibir, terutama
yang mengandung ianolin untuk mencegah bibir kering
2. Memonitor dan mendeteksi dini keadaan rongga
dan pecah-pecah (contoh: vaseline).
mulut seperti mukositis, infeksi, karies, dan plak.
Memonitor dan deteksi dini keadaan rongga mulut 9. Pasien yang menggunakan denture dianjurkan untuk
(mukositis, infeksi, karies, plak) dilepas.
3. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjaga 10. Menunda bedah mulut/prosedur invasif jika:
kelembaban dan menjaga oral hygiene.
- Jumlah trombosit < 75.000/mm3 atau ada faktor
4. Sedapat mungkin mencegah terjadinya trauma. pembekuan abnormal
5. Pemberian analgesik jika nyeri pada rongga mulut. - Neutrofil absolute < 1000/mm3
6. Mengamati kemampuan pasien dalam membuka 11. Tatalaksana perawatan RM pada pasien yang menjalani
mulut. radioterapi ialah dengan oral decontamination serta oral
hydration.
7. Merawat semua kelainan yang timbul di rongga mulut
akibat perawatan kanker
Tatalaksana
Di Rongga
Mulut
Pasca Radioterapi
Tatalaksana
Pasca Radioterapi
Manajemen jangka panjang dan tindak lanjut
pasien setelah terapi radiasi atau terapi kanker
adalah wajib dan waktu yang tepat bagi pasien
untuk menyelesaikan masalah mulut yang
sebelumnya dianggap tidak perlu secara medis
dan yang perawatannya telah ditangguhkan.
Pasien harus mengikuti program tindak lanjut dan
pemeliharaan dengan frekuensi yang ditentukan
oleh kebutuhan individu.
05 06 07 08
Tindak lanjut untuk Tindak lanjut yang Dokter gigi restoratif, Rujukan pasien
mengidentifikasi memfasilitasi prostodontik maksilofasial, ke kelompok
osteonecrosis dini pengelolaan setiap atau Implan gigi pendukung
komplikasi kronis yang osseointegrated berguna
mungkin terjadi untuk kasus tertentu
(Joshi VK, 2010; Yuang H, 2017; Winter C, 2021)
08
Efek Samping
Ekstraoral
Dari Radioterapi
Efek Samping Ekstroral dari Radioterapi
Efek Samping
Intraoral
Dari Radioterapi
Mukositis
Definisi
Mukositis oral merupakan peradangan
mukosa rongga mulut yang meliputi
mukosa pipi, bibir, gingiva, lidah, palatum,
dan dasar mulut. Proses ini disebabkan
interaksi kompleks antara kerusakan
jaringan rongga mulut, keadaan lingkungan
rongga mulut, derajat penekanan sumsum
tulang, dan faktor predisposisi intrinsik
pasien, serta komplikasi umum pada pasien
kanker yang menerima kemoterapi atau
terapi radiasi.
● 34,4% pada mukosa bukal, 24,1% pada ● Tingkat keparahan mukositis oral
mukosa labial, 22,4% pada lidah, dan ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu
6,9% pada palatum didasari oleh keganasan dan intensitas
serta durasi regimen kemoterapi.
● Faktor risiko: usia muda, oral hygiene,
hiposalivasi, penggunaan profilaksis
metotreksat, faktor genetik.
● Faktor predisposisi: iritasi lokal kronis
dan trauma lokal.
(Sufiawati, 2008; Treister NS, 2017; Hasibuan, et al., 2019; Hong, et al., 2019)
Gejala Klinis
● Sangat bervariasi
● Kemerahan atau bengkak
● Ulserasi dalam yang dapat
disertai perdarahan.
● Nyeri mulut atau tenggorokan
● Mulut terasa kering atau
terbakar saat makan
● Kesulitan menelan atau
berbicara.
● Kondisi ini dapat berlanjut
menyebabkan tidak mampu
mentoleransi makanan baik
padat maupun cair
● Glick M. 2015. Burket’s Oral Medicine. Ed 12. USA: People’s Medical Publishing House.
● Hancock PJ, Epstein JB, Sadler GR. 2003. Oral and Dental Management Related to Radiation Therapy for Head and Neck Cancer. Journal of the Canadian Dental
Association; 69(9): 585-590.
● Hasibuan C, Lubis B, Rosdiana N, Nafianti S, Siregar OR. 2019. Perawatan Mulut untuk Pemcegahan Mukositis Oral pada Penderita Kanker Anak yang Mendapatkan
Kemoterapi. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran; 22(6): 432-435.
● Irie MS, Mendes EM, Borges JS et al. 2018. Periodontal therapy for patients before and after radiotherapy: A review of the literature and topics of interest for clinicians.
Medicina oral, patología oral y cirugía bucal, 23(5), e524.
● Joshi VK. 2010. Dental Management Plannning and Management for the Mouth Cancer Patient. Journal Elsevier Oral Oncology; 46: 475-479.
● Kumar, N. et al. (2018) ‘The Oral Management of Oncology Patients Requiring Radiotherapy, Chemotherapy and / or Bone Marrow Transplantation’, Faculty Dental
Journal, 4(4).
● Laksimiastuti SR, Tehuteru ES. 2015. Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak. Indonesian Journal of Cancer. 9(4): 173-179.
● Supriatno, Subagyo G. Perawatan Kandidiasis Pseudomembran Akut dan Mukositis Oral Pada Penderita Kanker Nasopharing yang Menerima Kemoterapi dan
Radioterapi. Maj Ked Gi. Desember 2011; 18(2); 182-186
● Winter C, et al. 2021. Investigation of Changes in Radiotherapy-Induced Head and Neck Cancer Patients. International Journal of Environmental Research and Public
Health; 18: 1-14.
● Yuang H, et al. 2017. Treatment Outcomes After Reduction of the Target Volume of Intensity- Modulated Radiotherapy Following Induction Chemotherapy in Patients
with Locoregionally Advanced Nasopharyngeal Carcinoma: A Prospective, Multi-Center, Randomized Clinical Trial. Elsevier Radiotherapy Oncology: 1-6.a
TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK 13
KELOMPOK 1
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. drg. Rosihan Adhani, S.Sos, M.S.
Anggota Kelompok
1. Maria Sinaga 1911111120009
2. Nasrullah Safruddin 1911111110012
3. Muhammad Rizky Fadhil 1911111310039
4. Muhammad Rayhan 1911111210010
5. Widyandini Aulia Arif 1911111220013
6. Radhia Mufida 1911111120017
7. Felix Xavier Anugerah 1911111210019
8. Muhammad Arya Danendra 1911111310030
9. Nurul Fitriyani Dewi 1911111320001
10. Geyanina Melda Adhiya 1911111320025
11. Afifah Rahmadella 1911111320034
12. Yenny Normayanti Juhro 1911111320006
Skenario
“Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke poli gigi RSUD dirujuk oleh
spesialis bedah onkologi untuk merawat rongga mulutnya. Hal ini
dilakukan sebelum melakukan radioterapi kanker nasopharyng.
Penatalaksanaan pada rongga mulut pasien nantinya juga akan dilakukan
saat dan sesudah radioterapi. Apabila hal ini diabaikan maka akan
menimbulkan masalah di rongga mulut di kemudian hari, seperti terjadi
erosi dan sariawan saat atau setelah radioterapi.”
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Apa hubungan antara radioterapi dengan kondisi rongga mulut?
Jawab: Hubungannya radioterapi dapat mengakibatkan perubahan lapisan yang ada dirongga mulut, dapat membuat efek
toksik dan dapat memicu infeksi akibat dari efek radiasi akibat dilakukannya radioterapi. Di skenario dikatakan bahwa
pasien ingin menjalani radioterapi kanker nasopharynx, dimana pasti rongga mulut juga terkena efek dari radioterapi
tersebut. Oleh karena itu, apabila rongga mulut terkena radiasi dapat mengakibatkan kerusakan maupun memicu
tumbuhnya lesi, bisa juga memperparah kondisi rongga mulut pasien tersebut, makanya sebelum dilakukan radioterapi
pasien dirujuk oleh dokter spesialis onkologi ke dokter gigi untuk memperbaiki oral hygiene pasien.
2. Apa komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan perawatan pada rongga mulut pasien?
Jawab: Kerusakan organ yang meluas atau menyebar dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Terjadinya komplikasi
akibat infeksi yang disebabkan oleh oral hygine yang buruk yang menyebabkan bakteri berkembang pesat dan
memperparah kondisi yang ada. Komplikasi yang dapat terjadi akibat tidak dilakukan perawatan adalah gagal napas.
Dimana diketahui bahwa nasopharing ini terletak di belakang hidung yang merupakan jalur udara yang masuk, sehingga
apabila terjadi gangguan pada nasopharing udara yang masuk tidak dapat diteruskan ke saluran napas selanjutnya.
Identifikasi dan Analisis Masalah
3. Mengapa dilakukan pemeriksaan rongga mulut terlebih dahulu sebelum melakukan radioterapi kanker nasofaring?
Jawab: Dilakukan pemeriksaan rongga mulut terlebih dahulu sebelum melakukan radioterapi adalah untuk mengetahui
bagaimana kondisi rongga mulut pasien agar memaksimalkan radioterapi. Jika oral hygiene pasien buruk dapat
menyebabkan terjadinya infeksi dan mengurangi efek samping dari radioterapi yang bisa mengakibatkan xerostomia dan
kerusakan juga dapat memperparah jaringan periodontal.
9. Apa saja perawatan yang dilakukan pada rongga mulut setelah pasien melakukan perawatan radioterapi?
Jawab: Pada skenario disebutkan “Penatalaksanaan pada rongga mulut pasien nantinya juga akan dilakukan saat dan
sesudah radioterapi”. Pada analisis masalah sebelumnya ada disebutkan beberapa efek samping dari radioterapi seperti
xerostomia dan sariawan. Untuk xerostomia dapat dilakukan dengan minum air yang cukup, mengunyah permen karet
tanpa gula, dan apabila tidak terjadi perubahan yang baik dapat memakai produk saliva buatan. Untuk sariawan (dimana
sariawan ini merupakan salah satu lesi) maka dapat diberikan obat kumur Chlorhexidine 0,2%. Dilakukan kemoterapi,
Kontrol rutin, evaluasi kelenjar saliva, menginstruksikan pasien untuk menjaga oral hygiene.
Identifikasi dan Analisis Masalah
10. Apa saja persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan radioterapi?
Jawab: Memberikan edukasi kepada pasien dalam menjelaskan prosedur radioterapi, efek samping, dll. Lalu pasien dan
dokter menggunakan APD, dan dokter menginstruksikan kepada pasien tentang prosedur dan tentang radioterapi, dan
seperti meminta pasien untuk di posisi yang berbaring.
11. Apakah erosi dan sariawan berpengaruh pada saat dilakukan radioterapi?
Jawab: Berpengaruh, seperti kita ketahui bahwa radioterapi itu sendiri memiliki efek samping salah satunya adalah
sariawan dan erosi, di mana jika pasien memiliki penyakit erosi dan sariawan itu bisa memperparah penyakit tersebut yang
diakibatkan oleh efek radiasi dari perawatan radioterapi.
Problem Tree
Radioterapi dan
Penatalaksanaan
Rongga Mulut
Indikasi Radioterapi
• Riwayat radiasi di tempat yang sama
• Lesi pada insufiensi vascular
• Usia muda (40-50 tahun)
• Anggota tubuh bagian bawah (penyembuhan luka yang buruk)
• Memiliki penyakit autoimun (scleroderma/ SLE)
• Pasien tidak koperatif Aanya riwayat radioterapi dalam waktu
dekat
• Sindrom radioterapi hipersensitivitas (xeroderma pigmentosum
dan sindrom gorlin)
(Ardhiansyah, 2019; Fatmasari, 2017; Lin Diana, 2019; Brown, 2015; Singh KBG, 2019)
Kontraindikasi
Radioterapi
Perawatan Rongga
Mulut pada
Radioterapi
Pra
• Penjelasan tentang perubahan yang akan terjadi pada rongga mulutnya
• Melakukan tindakan proteksi terutama terhadap kelenjar liur
• Perawatan rongga mulut perawatan restorasi gigi dan periodontal
scalling
• Terapi profilaksis seperti terapi fluoride, ekstraksi gigi pada gigi yang
mengalami kondisi seperti gigi dengan lesi karies lanjut dengan atau tanpa
keterlibatan pulpa, gigi yang impaksi, gigi dengan lesi periapikal yang
luas.
• Tindakan ekstraksi harus dilakukan 10-20 hari sebelumnya untuk
menghindari risiko osteoradionecrosis
Note: Tiga minggu sebelum terapi radiasi dimulai, semua perawatan gigi
harus diselesaikan
(Rhomdhoni, 2021)
Pra
1. Konsultasi pada dokter gigi yang berpengalaman dalam merawat pasien
yang menjalani perawatan kanker.
2. Mengevaluasi gigi dan mengeliminasi penyakit mulut harus dilakukan
sebelum dilakukan radioterapi.
3. Pemeriksaan radiografi untuk menentukan adanya kelainan periapikal,
periodontal, penyakit gigi dll.
4. Semua operasi besar harus dilakukan 4-6 minggu sebelum radioterapi.
5. Instruksikan pasien menghindari makanan abrasif yang dapat
menyebabkan trauma pada jaringan lunak
6. Implan gigi harus dinilai secara hati-hati, dan pencabutannya harus
dipertimbangkan jika pemeliharaan kesehatan peri-implan tidak dapat
diantisipasi secara wajar atau jika integrasinya buruk
(Rhomdhoni, 2021)
Saat
1. Berkomunikasi dengan ahli onkologi.
2. Memonitor dan deteksi dini keadaan rongga mulut (mukositis, infeksi,
karies, plak)
3. Mengedukasi pasien tentang menjaga kelembaban dan kebersihan
rongga mulut.
4. Mencegah sedapat mungkin terhadap terjadinya trauma.
5. Merawat semua kelainan yang timbul di rongga mulut akibat
perawatan kanker
6. Pemberian analgesik untuk nyeri di rongga mulut
Kandidiasis oral
Mukositis oral
(Arumsadu, 2021)
Dampak Jika Tidak
Dilakukan Perawatan
Rongga Mulut Pasca
Radioterapi
- Kurang diperhatikannya perawatan kebersihan mulut sebelum, saat, setelah
radioterapi akan meningkatkan faktor resiko terhadap terjadinya efek samping
radioterapi dalam rongga mulut.
- Rentan mengalami kemunduran yang signifikan dan mendadak.
- Jika efeknya sudah mendalam, seringkali terjadi perubahan fungsional dan sensoris
permanen yang melibatkan jaringan lunak rongga mulut. Perubahan ini berawal
dari mukositis oral selama dan sesudah treatment radioterapi, infeksi
oportunistik mukosa, gangguan neurosensoris dan jaringan fibrosis.
- Jika efek samping radioterapi semakin parah maka akan terjadi penundaan
perawatan radioterapi sehingga memperparah kanker yang di derita pasien dan
meningkatkan risiko kematian.
- Peningkatan biaya perawatan dikarenakan tertundanya prosedur yang harus
dilakukan sehingga kualitas hidup pasien dan keluarga akan menurun.
- Karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang yang tidak khas serta letak
nasopharing yang tersembunyi sehingga diagnosis sering terhambat.
- Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat
diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi.
- Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan
dengan radioterapi.
- Prognosis dari pengobatan menggunakan radioterapi dapat menjadi buruk karena efek
sitotoksik radioterapi dapat memunculkan terbentuknya radikal bebas (ROS) yang
berlebihan sehingga terjadi kerusakan DNA sel epitel mukosa oral dan salah satunya
menyebabkan penyakit mucositis.
(Marliyawati D, et al., 2016; Mazna AP, et al., 2020; Sigarlaki ED, Imanto M, Cania E., 2019)
Prognosis Radioterapi
- Faktor utama yang mempengaruhi prognosis pasien dengan Karsinoma nasofaring (KNF) yaitu meliputi keagresifan
tumor yang dikaitkan dengan karakteristik pejamu dan terapi atau penatalaksanaan yang diberikan. Stadium klinis,
keterlibatan kelenjar limfatik regional, dan tatalaksana serta adanya metastasis jauh merupakan factor penting
dalam penentuan prognosis yang berkaitan dengan angka harapan hidup secara keseluruhan.
- Penelitian yang dilakukan di Cina menunjukkan bahwa angka harapan hidup pada pasien berjenis kelamin
perempuan lebih baik daripada laki-laki.
- Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok merupakan etiologi dan sekaligus mempengaruhi faktor prognosis
pasien KNF. Konsumsi akohol dan merokok dapat menurunkan keefektifan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya
pertumbuhan tumor yang semakin besar dan secara tidak langsung mempengaruhi angka harapan hidup pasien.
Menghentikan kebiasaan ini dapat meningkatkan prognosis pasien.
- Anemia juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis pasien dengan KNF. Penurunan kadar Hb
pada pasien kanker telah dilaporkan dapat menjadi faktor prognosis yang penting dalam penatalaksanaan
radioterapi. Kadar Hb yang rendah dapat menyebabkan terjadinya hipoksia tumor dan meningkatkan sel yang
hipoksik sehingga berpengaruh terhadap resistansi radioterapi dan prognosis yang buruk.
(Faisal, 2014)
KESIMPULAN
Terapi radiasi pada kepala dan leher dapat mengakibatkan berbagai macam efek
samping seperti mukositis, gangguan pada kelenjar saliva, gangguan pada indera pengecap
dan malnutrisi, gangguan gigi geligi, serta perubahan pada tulang. Jika efek samping
radioterapi semakin parah maka akan terjadi penundaan perawatan radioterapi sehingga
memperparah kanker yang di derita pasien dan meningkatkan risiko kematian.
Pengetahuan tentang radioterapi juga akan memengaruhi kepatuhan pasien yang
menjalani radioterapi. Kepatuhan pengobatan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang optimal seperti penyembuhan dan peningkatan kualitas hidup. Prognosis dari
pengobatan menggunakan radioterapi dapat menjadi buruk karena efek sitotoksik
radioterapi dapat memunculkan terbentuknya radikal bebas (ROS) yang berlebihan
sehingga terjadi kerusakan DNA sel epitel mukosa oral dan salah satunya menyebabkan
penyakit mucositis.
DAFTAR PUSTAKA
Akarslan Z. 2017. Diagnosis and Management of Head and Neck Cancer. Croatia: InTech.
Anita R. 2020. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Manajemen Kebersihan Mulut pada Pasien Kanker Nasofaring
dengan Radiasi Eksterna di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Universitas Birawan: Jakarta.
Ardhiansyah AO. 2019. Surgery Mapping Seri Onkologi 4: Kanker Kulit dan Sarkoma Jaringan Lunak. Airlangga University Press: Surabaya.
Arumsadu, A. G., Woroprobosari, N. R., Sari, R. K., & Mujayanto, R. (2021). POTENTIAL OF OZONE WATER TO REDUCE THE SEVERITY OF
ORAL MUCOSITIS IN PATIENTS POST HEAD AND NECK RADIOTHERAPY. Jurnal Medali, 3(1), 12-19.
Brown, S., Kirkbride, P., & Marshall, E. (2015). Radiotherapy in the acute medical setting. Clinical Medicine, 15(4), 382.
Faisal HH. 2014. Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prognosis. SMF Telinga Hidung
Tenggorok Universitas Indonesia: Jakarta.
Fatmasari, Djakaria HM. 2017. Radioterapi pada Karsinoma Sel Basal. Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society. 8(2): 93-97.
Fitriatuzzakiyyah N, Sinuraya RK, Puspitasari IM. 2017. Terapi Kanker dengan Radiasi: Konsep Dasar Radioterapi dan
Perkembangannya di Indonesia. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia; 6(4): 312-315.
Hasibuan c, et al. 2019. Perawatan Mulut untuk Pencegahan Mukositis Oral pada Penderita Kanker Anak yang Mendapat Kemoterapi.
Jurnal CDK; 46(6): 432-435.
Hidayatika AM, Asih TSN. 2021. Pemodelan Matematika Perkembangan Kanker Serviks dengan Treatment Radioterapi. PRISMA; 4: 728.
Khoirunnisa, Novia, Ningrum. 2017. Hubungan Derajat Xerostomia Dengan Ph Saliva Pasca Radioterapi Kanker Kepala Leher.
Departement Of Medicine; 1(1).
DAFTAR PUSTAKA
Laksimiastuti SR, Tehuteru ES. 2015. Peran Dokter Gigi Anak Menurut Protokol Onkologi pada Pasien Kanker Anak. Indonesian Journal of
Cancer. 9(4): 173-179.
Lin Diana, Eric J. Lehrer, Jennifer Rosenberg, Daniel M. Trifiletti, Nicholas G. Zaorsky. 2019. Toxicity after radiotherapy in patients with
historically accepted contraindications to treatment (CONTRAD): An international systematic review and meta-analysis.
Radiotherapy and Oncology. 135 (2019): 147–152
Marliyawati D, et al. 2016. Pengaruh Pemberian Polifenol Madu Terhadap Mukositis Oral Akibat Kemoradiasi Pada Penderita Kanker
Kepala Dan Leher. Media Medika Muda. 1(1): 67-74.
Mazna AP, et al. 2020. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Keatuhan Radioterapi pada Pasien Kanker Instalasi di Radioterapi
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samrinda. Medical and Health Science Journal. 4(1): 1- 5.
Rhomdhoni AC. 2021. Karsinoma Nasofaring Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Airlangga university.
Scrossi, et al. 2017. Common Oral Complications of Head and Neck Cancer Radiation Therapy: Mucositis, Infections, Saliva Change,
Fibrosis, Sensory Dysfunctions, Dantal Caries, Periodontal Desease, and Osteoradionecrosis. Cancer Medicine. 6(12): 2918-2931.
Sigarlaki ED, Imanto M, Cania E. 2019. Tatalaksana Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Medula. 8(2): 23-26.
Singh KBG, Veness MJ. 2019. The role of radiotherapy in the management of non-melanoma skin cancer. Australasian Journal of
Dermatology. 2019: 1-8.
Traktama DO, Sufiawati I. 2018. Keparahan mukositis oral pada pasien kanker kepala leher akibat kemoterapi dan/ atau radioterapi.
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 4(1): 52-63.
KULIAH PAKAR
TUTORIAL SKENARIO 3
KELOMPOK 8
Dosen Pembimbing:
Dosen Pakar:
3. Apa dampak jika tidak dilakukan perawatan rongga mulut sebelum dilakukannya radioterapi?
Jawab: terjadinya ketidakseimbangan flora rongga mulut yang dapat mengakibatkan oral candidiasis serta terjadinya xerostomia.
Identifikasi dan analisis masalah
4. Apa tujuan dilakukannya perawatan rongga mulut sebelum, pada saat, dan sesudah perawatan radioterapi?
Jawab: Tujuan perawatan setelah radioterapi adalah agar dokter dapat mengevaluasi dan mengetahui respon pasien terhadap efek dari radiasi
(apakah terdapat efek samping setelah dilakukan perawatan atau tidak), karena pastinya dari masing-masing pasien memiliki respon yang berbeda.
Selain itu, juga untuk memaksimalkan hasil radioterapi, apabila RM bermasalah dapat memperlambat kesembuhan. Apabila OH pasien buruk, maka
dapat menyebabkan infeksi sekunder pada kanker tersebut.
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari radioterapi tersebut sehingga dokter Sp.Onkologi harus merujuk pasien ke dokter gigi?
Jawab: Indikasi perujukan dari sp. Onkologi ke drg adalah letak kanker yaitu kanker nasopharynx yang dekat dengan rongga mulut pasien sehingga
dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut pasien. Sedangkan kontraindikasi radioterapi adalah tumor yang tidak radiosensitif sehingga tidak
dapat diberikan radioterapi.
Radioterapi
Saat Perawatan
Pra-Radioterapi Post Radioterapi
Radioterapi
Sasaran Belajar
1. Apakah definisi dari radioterapi?
4. Apa saja perawatan rongga mulut pada sebelum, sesaat, sesudah radioterapi?
5. Apa saja komplikasi dan efek samping radioterapi pada rongga mulut?
Radioterapi atau terapi radiasi merupakan salah satu prosedur medis lokal regional yang
digunakan untuk menangani penyakit kanker. Radioterapi menggunakan radiasi
elektromagnetik (sinar-X dan sinar gamma) atau partikel berenergi tinggi untuk merusak
kemampuan reproduksi sel-sel ganas serta membunuh dan menghentikan pertumbuhan sel-sel
kanker. Radioterapi dapat diberikan secara internal melalui cairan yang diminum, suntikan,
atau dengan penanaman jarum radioaktif. Selain itu, dapat diberikan juga secara eksternal
melalui pancaran radiasi yang diarahkan dari beberapa sudut menyilang daerah tumor,
sehingga daerah ini menerima dosis absorbsi yang jauh lebih besar dibanding jaringan sehat
di sekitarnya (Hariyanto, 2020; Dharmawan, 2018; Sigarlaki, 2019; Ireland, 2015).
Tujuan Perawatan Ronnga Mulut
dalam Radioterapi
01 02 03
Menghilangkan sumber Memberikan konseling kepada pasien Menganjurkan perawatan
infeksi oral mengenai komplikasi radioterapi dan pencegahan yang harus diikuti
cara penanganannya selama perawatan radioterapi
Tujuan Perawatan Rongga
Mulut Saat Radioterapi
03
oral Menangani xerostomia dan
kondisi yang terkait seperti
(Sen, 2020).
Klasifikasi Radioterapi
Secara umum radioterapi dibagi menjadi 3 yaitu :
01 02 03
Radioterapi Radioterapi Radioterapi
Kuratif Paliatif Profilaksis
(Triatuzzakiyyah N,2017)
Klasifikasi Radioterapi
Radioterapi pada penderita KNF dapat diberikan
dengan 2 cara yaitu :
01 02
Radioterapi Radiasi Interna
Eksterna (Brachytherapy)
(Teletherapy)
(Sinambela A,2018;Pranandya,2017)
Perawatan Rongga Mulut
a. Perawatan Rongga Mulut Pra Radioterapi
01 02 03
Instruksi Gigi Mana Yang Akan Perawatan
Dicabut dan Waktu
Kebersihan Mulut Pencabutan Restoratif
(Jawad H,2015)
Perawatan Rongga Mulut
Perawatan Rongga Mulut Saat Radioterapi
Komplikasi akut:
a. Mukositis Komplikasi Kronis: Komplikasi Jangka
b. Xerostomia a. Osteoradionecrosis Panjang:
b. Trismus a.Karies radiasi
c. Infeksi rongga
b. Perubahan gigi
mulut
d. Gangguan
pengecapan
Harshitha C dan Laliytha KB, 2017
Indikasi dan Kontra Indkasi Radioterapi
Pada Rongga Mulut
Indikasi pemilihan radioterapi pada pasien karsinoma nasofaring yaitu, mempertimbangkan
pemilihan radiasi sebagai pengobatan pilihan utama untuk KNF (Karsinoma Nasofaring)
terutama didasarkan fakta bahwa secara histopatologis kebanyakan (75%-95%) KNF dari
jenis karsinoma undifferensiated (WHO tipe 3) dan karsinoma non keratinisasi (WHO tipe 2)
yang tergolong radioresponsif, faktor anatomi nasofaring yang terletak di dasar tengkorak
dengan banyak organ vital dan pola menyebaran sel kanker di daerah kepala-leher yang
menyebabkan pembedahan radikal untuk tujuan kuratif sangat sulit dikerjakan, alasan lain
pemilihan radioterapi pada KNF karena hasil kemoterapi masih kontroversi. Meskipun
pemberian kemoterapi yang di kombinasi dengan radioterapi dilaporkan dapat
meningkatkan respons tumor, namun masih belum atau sedikit menunjukkan peningkatan
angka bertahan hidup secara bermakna.
Edgar DS et al, 2019
Kontraindikasi radioterapi
1) Tumor tidak radiosensitive.
2) Riwayat radiasi ditempat yang sama.
3) Proses tumor telah lanjut (akan menimbulkan anemia).
4) Metastasis dan letak tumor yang tidak menguntungkan.
5) Pasien lansia.
6) Lesi pada daerah insufisiensi vascular.
7) Pasien psikiatrik.
8) Pada bagian tengah dari kelopak mata atas dan kulit pada daerah tulang belakang.
9) Riwayat radiasi di tempat yang sama.
10) Pasien muda karena risiko tinggi terkena dermatitis dan scars.
11) Pasien dengan connective tissue diseases atau kondisi genetic yang dapat
menyebabkan kanker kulit (xeroderma pigmentosum, epidermodysplasia
verruciformis, dan basal cell nevus syndrome) .
Fatmasari, 2017; Medscape, 2020
Kelebihan Radioterapi
01 02 03
Merusak sel-sel Mencegah Potensi
ganas berkembanagnya pengendalian
sel-sel ganas penyakit subklinis
04 05 06
Keamanan relatif bagi kemampuan untuk mengecilkan tumor,
pasien di mana radiasi membunuh lebih banyak sehingga memungkinkan
dapat dikirim dari luar sel secara bersamaan mengubah lesi yang tidak
tubuh dan difokuskan daripada yang dapat dapat dioperasi menjadi
pada tumor, tidak dilakukan oleh terapi lesi yang dapat dioperasi.
menimbulkan rasa sakit tunggal
04 05 06
Tertundanya operasi Pada radioterapi Pada radioterapi
pada radioterapi praoperasi, terjadi pascaoperasi, radioterapi
yang dilakukan peningkatan insiden dapat meningkatkan
sebelum operasi komplikasi luka dan komplikasi lanjut, seperti
penyembuhan yang fibrosis, edema, kekakuan
terlambat sendi, dan patah tulang.
7
…conventional…
8
9
10
…conventional…
Pathogenesis
1. Cell rest of the enamel organ either remnants of dental lamina or remnants of Hertwig’s
sheath,the epithelial rest of Malasez
2. Epithelium of odontogenic cyst,particulary the dentigerous cyst and odontomas
3. Disturbance of the developing enamel organ
4. Basal cells of the surface epithelium of the jaws
5. Heterotopic epithelium in other part of body especially the pituitary gland
11
Histopathologic features
Paterns:
1. Follicular type
2. Plexiform type
3. Acanthomatous type
4. Granular cell type
5. Desmoplastic type
6. Basal cell type
12
…patterns…
● Follicular patern: the most common and recognizable. Islands of epihtelium resemble
enamel organ epihtelium in a mature fibrous connective tissue stroma
● The epithelial nests consist of a core of loosely arranged angular cells resembling the
stellate reticulum of an enamel organ
13
…patterns…
● Acanthomatous pattern:
The cells occupying the position of the stellate reticulum undergo squamous metaplasia
sometimes with keratin formation in the central portion of the tumor islands
ACANTHOMATOUS
…patterns…
● Simple enucleation
● En block resection
● Radiation seldom, intraosseous location
and potentially secondary
induced malignancy
developing in a relatively
young patient population
22
24 11/4/2021
25 11/4/2021
Histopathologic features
● It consist of varying-shaped
islands of bland- appearing
squamous epihtelium in a mature
fibrous connective tissue stroma.
● Microcystic vacuolization and
individual cell keratinization
within the epithelial islands are
common features
38
Treatment
● merupakan lesi selalu diliputi kapsul yang tebal dari jaringan fibrous.
● bagian tengah tumor berupa bagian yang padat atau perubahan kistik dengan proliferasi jaringan
intraluminal.
● Lesi ini tersusun dari bentuk sel epitel spindel yang membentuk lembaran, benang, atau
gumpalan masa dari sel kurang dari stroma fibrous.
● Sel epitel bisa berbentuk seperti rosseta dengan ruang dibagian tengah kosong atau
mengandung sejumlah bahan eosinofil yang tampak dengan pewarnaan amiloid.
● Ciri khas dari adenomatoid odontogenik tumor adalah struktur yang menyerupai tubulus atau
duktus.
● Bentuk ini terdapat didaerah tengah dikelilingi oleh lapisan epitel kolumner atau kuboidal yang
nukleusnya mengalami polarisasi terbalik
TERAPI DAN PROGNOSA
● Terapi : enukleasi dan kuretase
● Pada suatu penelitian didapatkan dari 499
kasus hanya satu yang mengalami
rekurensi.
MIXED
02 ODONTOGENIC
TUMOR
Ameloblastic
Fibroma
• Benign mixed odontogenic tumor
CO • Lesion predominantly located over
FF unerupted molars in young patient
EE • Epithelial & mesenchimal true
histologic biphasic tumor
• Rare less 2 % odontogenic
tumor
• Children & young teenagers
(averages 14 years old)
• Male > female
• White = blacks
• Slow growing, painless
• 70 % posterior of mandible
DISTRIBUTION
• Radiographic : well defined radiolucency,
sclerotic of cortical border, over an
unerupted tooth, = dentigerous cyst
• Unilocular small, multilocular large
• DD : dentigerous cyst, OKC, Ameloblastoma
Ameloblastic Fibroma
Radiographic
● Treatment : enucleation & curretage
with removal associated teeth
● Prognosis: recurence : 18%
TREATMENT &
PROGNOSIS
Ameloblastic
Fibro-odontoma
• True mixed odontogenic
tumor
• Component : epithelial,
connective tissue, similar to
a complex odontoma
• Mass, painless, impacted
teeth
• Mandible > maxilla
• Posterior region jaw
• Children & young adult
DISTRIBUTION
• Radiography : unilocular, well dermacated, or
multilocular mixed lucency opacity with
radiopaque component
• Radiopaque unerupted teth & suround
unerupted crown
• DD : odontoma
Ameloblastic Fibro-odontoma
Radiographic
● Treatment : enucleation or conservatif
curretage & removal impacted teeth
● Prognosis : excellent, recurrence is
unusual
TREATMENT &
PROGNOSIS
Ameloblastic Fibrosarcoma
(ameloblastic sarcoma)
● Malignant counterpart of the
ameloblastic fibroma
● Only mesenchymal portion
malignancy
● Male : female = 1,5 : 1
● Younger patients ( ± 27,5
years)
● Mandible > maxilla
● Pain & swelling, rapid clinical
growth
KLINIS
• Radiography: destructive radiolucent lesion that
suggest a malignant process
• Histopathologic : an epithelial component
(benign), mesenchymal portion ( atypical cells,
hyperchromatic, mitoses)
• Treatment: radical surgical excision
Ameloblastic
Fibrosarcoma
Radiographic
Odontoameloblastoma
• Rare odontogenic tumor
• Contains an ameloblastomatous component
& odontoma like element
• Formerly called “ ameloblastic odontoma”
• Pain, delayed eruption of teeth, expansion of
affected bone
• Age : younger patients
• Mandible > maxilla
• Radiographically: a radiolucent, destructive process
that contain calcified structure (similar to complex
odontoma)
• Histopathologic: proliferating epithelial portion
(ameloblastoma),conglomerate masses of enamel,
dentin & cementum (complex odontoma)
• Treatment: ~ ameloblastoma, local curretage
multiple recurrence
Odontoameloblastoma
Radiographic
Odontoma
• 70 % of all odontogenic tumor
CO • Differentiation of odontogenic tissue
FF (enamel, dentin, cementum, pulp)
EE • Complex odontoma dental hard
tissue
• Compound odontoma small
imperfectly formed teeth
• May develop association : unerupted
tooth, dentigerous cyst
• All age young adult
• Maxilla = mandible
• Compound odontoma anterior maxilla
• Complex odontomas posterior region jaw
• Compound odontoma : more common
• Painless, swelling alveolar process
Odontoma
Compound “small tooth like” structure, appears as a collection
of toothlike structures of varying size and shape surrounded by a
narrow radiolucent zone
Radiographic
Compound Odontoma
Complex Odontoma
Treatment: enucleation, simple
local excision
Prognosis: excellent
Treatment
THANKS
DO YOU HAVE ANY PO
QUESTIONS?
PI
C·
CA
FE
CASE REPORT
(DOKUMENTASI PRIBADI)
OSTEOCHONDROMA
OSTEOCHONDROMA
OSTEOCHONDROMA
OSTEOCHONDROMA
OSTEOIDOSTEOMA
CASE REPORT
(DOKUMENTASI PRIBADI)
OSTEOID OSTEOMA
OSTEOID OSTEOMA
OSTEOID OSTEOMA
Kuliah Pakar
Skenario 1 Blok 13
Kelompok 7
Dosen Pembimbing:
Yusrinie Wasiaturrahmah,
S.Farm, M.Pharm, Apt
7. Kenapa gusi yang bengkak hanya terjadi di sekitar 1-2 gigi saja?
Karena mungkin pada 1-2 gigi itu saja yang terdapat penumpukan plak dan kalkulus sehingga
menyebabkan bengkak terbatas pada daerah itu saja
Analisis Masalah
8. Bagaimana penanganan pertama yang dapat dilakukan pada skenario tersebut?
a. anamnesa, palpasi, dan memeriksa batas jaringan lunak nya
b. bisa dirujuk ke Sp.OG, diperbaiki OH nya dan apabila pasien perlu pengobatan segera dapat diberikan
obat analgesik
c. kontrol plak, scaling, DHE, apabila masih parah dapat dilakukan eksisi bedah epulisnya, dan konrol
epulis untuk melihat apakah sudah sembuh/berkurang
10. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa kondisi pasien pda
sk?
Pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biopsi
Analisis Masalah
11. Bagaimana patogenesis dari kasus pada skenario diatas?
Sasaran belajar
Etiologi
Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Epulis
gravidarum
Penatalaksanaan
Pemeriksaan
penunjang
Diagnosis
Banding
Prognosis
Komplikasi
Sasaran Belajar
1. Apa definisi Epulis Gravidarum?
2. Apa etiologi Epulis Gravidarum?
3. Apa epidemiologi Epulis Gravidarum?
4. Bagaimana patogenesis Epulis Gravidarum?
5. Bagaimana manifestasi Klinis Epulis
Gravidarum?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Epulis
Gravidarum?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang Epulis
Gravidarum?
8. Apa diagnosis banding Epulis Gravidarum?
9. Apa prognosis Epulis Gravidarum?
10. Bagaimana komplikasi Epulis Gravidarum?
DEFINISI
Epulis gravidarum (pregnancy epulis, pregnancy
granuloma, pregnancy tumor) adalah tumor jinak
yang diakibatkan karena hormon progesterone
menghambat aktivitas kolagenase yang
menyebabkan akumulasi dari kolagen sehingga
muncul pembengkakan dan meningkatkan aliran
pembuluh darah. . Kondisi ini biasanya terjadi pada
masa trimester kedua dan lesi ini dapat tumbuh
hingga lebih dari diameter 2 cm. Bentuknya
berdungkul, lunak, kemerahan, tumbuh pada bagian
interdental, dan seringkali muncul pada bagian
anterior maksila. Epitel yang menutupi lesi ini
sangat tipis dan pada area ulserasi eksudat fibrin
menutupinya.
(Wijaksana IKE. 2019; Suwandi, T. 2019; Gupta et
al., 2016).
Etiologi
Kedua Keempat
Faktor iritasi dapat berupa Lesi granuloma piogenikum muncul
kebersihan mulut yang buruk pada trimester kedua atau ketiga
(deposit plak dan kalkulus), kehamilan seiring dengan
infeksi nonspesifik, restorasi meningkatnya kadar hormon utama
yang ketinggian, tergigit semasa kehamilan yaitu hormon
estrogen dan progesteron di dalam
darah dan saliva.
Menurut hasil penelitian yang dimuat Berdasarkan Data Riset kesehatan Menurut Journal periodontal, Pada sumber lain disebutkan
Journal Obstetric Gynecology, Yiping Dasar Depkes 2009 menunjukkan 77% prevalensi epulsi bahwa granuloma piogenik
Han tahun 2010, tercatat 5-10% ibu 72,1 % penduduk Indonesia gravidarum pada ibu hamil yang ini hanya berkembang pada
selagi mengandung juga akerap mengalami gangguan kesehatan melahirkan bayi premature 5% wanita hamil
mengalami pembengkakan gusi (epulsi gigi pada ibu hamil dengan berat badan lahir
gravidarum) atau pregnancy tumor. rendah menderita gingivitis
periodontitis (Sarwal P dan Lapumnuaypol K, 2020;Kshirsagar JT
dan Balamurugan A, 2018; Suwandi T, 2019; Stiawan
SM.,er al 2017)
Patogenesis
Konsentrasi bakteri subgingiva Perubahan hormon utama semasa
berubah menjadi bakteri anaerob
01 dan jumlahnya meningkat selama
masa kehamilan. Bakteri yang
02 kehamilan dapat menyebabkan dilatasi
vaskuler sehingga berpengaruh terhadap
meningkatnya permeabilitas vaskuler.
meningkat drastis selama masa Reseptor estrogen memperantarai hormon
kehamilan adalah P. intermedia. estrogen pada gingiva serta kelenjar saliva
yang dapat menyebabkan proses terjadinya
diferensiasi serta proliferasi sel epitel dan
pembuluh darah.
timbul di papila
interdental, dan umumnya
berlobus mudah berdarah lebih sering di daerah
labial pada rahang atas
01 SECARA
HISTOLOGI 02 SECARA
MIKROSKOPIS
Cardoso, 2013
Penatalaksaan
Jika epulis gravidarum sudah cukup parah, penatalaksanaannya adalah sebagai berikut
Add Text
Profilaksis oral dilakukan pada kunjungan Dalam kunjungan berurutan hingga 18 PowerPoint Presenta
yang pertama, diikuti dengan instruksi bulan, pasca operasi tidak ada
kebersihan mulut dari dokter. Setelah kekambuhan lesi yang terlihat.
pemeriksaan darah rutin, inform consent Pemeriksaan histopatologi
juga harus diperoleh dokter dari pasien. menunjukkan epitel skuamosa berlapis
Pada kunjungan kedua, biopsi eksisi parakeratosis dengan ketebalan
dilakukan menggunakan laser CO2 sesuai bervariasi dari atrofi hingga
dengan peraturan keamanan penggunaan hiperplastik. Fokus juga menunjukkan
laser seperti memakai kacamata, memakai bahwa daerah ulserasi ditutupi oleh
panjang gelombang sesuai aturan membran fibro purulen. Stroma
keamanan, meminimalkan permukaan jaringan ikat di bawahnya
reflektif di lokasi operasi, dan penggunaan menunjukkan banyak kapiler dengan
plume evacuator. Laser CO2 10.600 nm berbagai bentuk dan ukuran, beberapa
dioperasikan pada 2,5 Watt, digunakan di antaranya diisi dengan sel darah
setelah infiltrasi lignokain 2% (anestesi merah, banyak sel endotel yang
lokal) yang diikuti dengan scalling rutin bertunas dan sel inflamasi kronis
dan kuretase pada area tersebut. padat yang menyusup terutama
limfosit, sel plasma, dan makrofag.
Sigtia, 2018
Penatalaksaan
1 4 3
Sigtia, 2018
Penatalaksaan
4 5 6
Sigtia, 2018
Pemeriksaan Penunjang
Hasan, 2006; Varma S, 2017; Hanriko R, 2016; Mueller, 2015; Sun WL et al., 2014
Diagnosis
Banding
1. Peripheral Giant Cell Granuloma
(Hanriko, 2016).
2. Peripheral Ossifying Fibroma
10. Apa yang terjadi apabila kasus diatas tidak segera ditangani?
Berkaitan dengan komplikasi, jadi apabila tidak segera ditangani tentunya dapat menyebabkan
komplikasi. Komplikasinya tersebut dapat menyebabkan kemungkinan bayi lahir prematur
dikarenakan adanya bleeding on probing bisa saja bakteri masuk menembus barier plasenta, terjadi
gangguang fungsi sitokin yang menyebabkan bayi lahir prematur. Dampak lain yang bisa terjadi
apabila tidak segera ditangani yaitu adanya kegoyangan gigi yang berdekatan dengan
pembengkakan karena posisi gigi tertekan sehingga dapat menyebabkan bergesernya gigi.
Identifikasi dan Analisis Masalah
Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi Klinis
Epulis Pemeriksaan Penunjang
Gravidarum
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Prognosis
Komplikasi
Pencegahan
SASARAN BELAJAR
KOMPOSISI PERAN
PLAK HORMON
SUBGINGIVA KEHAMILAN
RESPON
IMUN IBU
HAMIL
(Suwandi T, 2019).
Patogenesis Epulis Gravidarum
(Suwandi T, 2019).
05
MANIFESTASI
KLINIS EPULIS
GRAVIDARUM
Manifestasi Klinis Epulis Gravidarum
Konsistensinya lunak,
bertangkai dan dapat Lesi berwarna merah
mencapai ukuran 2 cerah dan tidak
cm menimbulkan rasa
sakit
Banyak vaskularisasi
yang kadang berflek Tidak berdarah sehingga tidak
putih di permukaannya menimbulkan keluhan selain
pertambahan ukuran dan
biasa timbul di papilla
Lesi dapat mengalami interdental labial rahang atas
ulserasi
Biopsi Insisional
Pengambilan sebagian jaringan yang sakit. Biopsi ini
dilakukan bila jaringan yang sakit terlalu besar (ukuran lebih
dari 2 cm), sehingga tidak dapat dilakukan pengangkatan
seluruh jaringan yang sakit tanpa tindakan rekonstruksi
untuk menutup defeknya.
Biopsi Eksisional
Pengangkatan seluruh jaringan yang sakit sampai tepi
yang sehat. Biopsi ini bias dilakukan bila jaringan yang
sakit kecil (kurang dari 2 cm), sehingga defek masih bisa
ditutup primer.
(Sarwal, 2020; Yarkac, 2018).
09
KOMPLIKASI
EPULIS
GRAVIDARUM
KOMPLIKASI
1. kelahiran prematur
dengan atau tanpa
disertai BBLR.2
2. kelahiran normal
disertai BBLR.2
Mengkonsumsi
Makanan yang Bergizi
Menciptakan tingkat
kebersihan mulut yang Menghindari Makanan
optimal yang Manis dan Lengket
Memeriksakan Diri ke
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Gigi
(Kemenkes, 2015; Rahmawati, 2017)
KESIMPULAN
Epulis gravidarum adalah reaksi jaringan granulomatik yang berkembang
pada gusi selama kehamilan, dan merupakan lesi proliferatif jinak pada
jaringan lunak mulut dengan angka kejadian berkisar dari 0,2 hingga 5%
dari ibu hamil. Epulis ini terjadi akibat gangguan keseimbangan
hormonal dan/atau iritasi kronis, biasa terjadi pada wanita hamil mulai
tampak pada trimester II dan terutama di regio posterior. Epulis ini
berkembang dengan cepat, dan ada kemungkinan berulang pada
kehamilan berikutnya. Menurut PDGI, mencatat radang gusi merupakan
masalah mulut dan gigi yang paling sering menimpa ibu hamil dimana 5-
10% mengalami pembengkakan pada gusi. Beberapa penyebab granumola
adalah gingivitis yang tidak diobati yang akan berkembang menjadi
granuloma dan kebersihan rongga mulut yang kurang,perawatn rongga
mulut yang kurang tepat, peningkatan hormone progesterone 10x lebih
tinggi, adanya trauma, dan pembuluh darah yang pecah. Sebagian besar
tumor pada pasien hamil berkembang di daerah di mana pembedahan
dapat menimbulkan kesulitan teknis dan sering kambuh. Di sisi lain,
evolusi dapat bersifat jinak dan pengobatan tidak selalu diperlukan saat
pasien hamil.
DAFTAR PUSTAKA
• Costa, P., Peditto, M., Marcianò, A., Barresi, A. & Oteri, G. 2021. The “Epulis” Dilemma. Considerations from Provisional to
Final Diagnosis. A Systematic Review. Oral, 1(3): 224–235. https://www.mdpi.com/2673-6373/1/3/22.
• Diniar AR, Isnanto, Soesilaningtyas. 2021. Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Kunjungan ke Poli Gigi Klinik Sahabat Medika
Surabaya Tahun 2020. Jurnal Ilmiah Keperawatan Gigi; 2(1): 85-92. Fatma, U. Y., Ozge G. 2018. Pyogenic granuloma
pregnancy a case report. Biomed Jsci and techres. 5(1): 4330.
• Gambacorta V. 2019. Increased Epulis Gravidarum Prevalence in women with Both Nasal and Oral Symptoms. Otaloryngol
Open Jurnal; 5(1): 18-21.
• Geca T, Kwiatek M, Krzyzanowki A, Kwasniewska A. A Large Oral Pregnancy Tumor – Case Report. GinPolMedProject.
2018; 1(47): 38-40.
• Grigore M, Costache M, Simionescu O. Case Report; Granuloma Gravidarum on the Post-Excisional Scar for an Atypical
Melanocytic Lesion During Pregnancy. Modern Medicine. 2020; 27(2): 125-131.
• Hamdoun R, Ennibi OK, Amine C. 2018. Pyogenic Granuloma of the Gingiva: A Case Report. International Journal of
Contemporary Medical Research. 5(11): 78.
• Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik pada Gingiva. Jk Unila. 1(2): 428-430.
• Kemenkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Upaya Kesehatan
Gigi dan Mulut.
• Kusumawardani B & Robin DMC. 2018. Penyakit Dentomaksilofasial. Edisi 1. Malang: Intimedia.
• Newman, M. G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., Carranza, F.A. 2018. Newman and Carranza’s Clinical Periodontology.
Elsevier.
• Newman, T., Carranza, K. 2019. Newman and Carranza’s Clinical Periodontology. 13th Ed. Los Angeles: Elsevier.
• Patil, CL., et al. 2018. Peripheral giant cell granuloma manifestation in pregnancy. Indian J Dent Res. 29: 678-82.
• Rahmawati D, Mayong OP. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal
Kebidanan. 2017; 6(1): 26-34.
• Sarwal, P., Lapimnuaypol K. 2020. Pyogenic Granuloma. Treasure Island: StatPearls Publishing.
• Shahid, U., Srivastava, R. 2019. Protocols and guidelines for management of pregnant women requiring dental treatment: A
Review. Journal of Advanced Medical and Dental Sciences Research. 7(3): 97-102.
• Sigita SH, Hegde R, Ansari WN, Gudakuwala A. Carbon dioxide laser-assisted management of pregnancy tumor: A case
report. Journal of Dental Lasers. 2018; 12(1): 41-4.
DAFTAR PUSTAKA
• Stiawan SM, Aini I & Mildiana YE. 2017. ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY “I” DENGAN
KEHAMILAN FISIOLOGIS DI BPM HJ DAYAROH, SST DS. SEMBUNG PERAK JOMBANG. Midwifery
Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang; Volume 13 No.1: 51-55.
• Suramya, S., Gujjari, SK., Sreeshyla, HS. 2014. Peripheral Osyyfying Fibroma in Pregnancy: A Multifactorial
consequence. IJMDS. 3(2): 520-1.
• Suwandi T. 2019. Hubungan Penyakit Periodontal Pada Kehamilan dengan Kelahiran Bayi Prematur. JKGT.
1(1): 53-57.
• Ulfah, K., Ervina I. 2016. Hubungan Antara Periodontis dengan Kelahiran Bayi Prematur Berberat Badan Lahir
Rendah Ditinjau dari Aspek Destruksi Periodontal. Cakradonya Dental Journal. 18(1): 17-22.
• Utami LD, Hidayat W, Sufiawati I. 2020. Manifestasi Oral pada Ibu Hamil Berdasarkan Perbedaan Trisemester
Kehamilan. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students; 4(2): 81-89.
• Varma, S., et al. 2017. Gingival Epulis, An Enigma for Clinical Diagnosis: A Case Report. International
Journal of Science and Research (IJSR); 6(4): 391.
• Venkatasubramanyam A, Hegde R, Sigtia S, Muglikar S, Shourie V. Laser Assisted Management of
Telangiectatic Granuloma in Third Trimester of Pregnancy – A Case Report. Jurnal of Clinical and Diagnostic
Research. 2018; 12(1): 7- 8
• Wijaksana IKE. 2019. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal Kesehatan Gigi; 6(2): 118-
125.
• Yarkac, F. U., Gokturk, O. 2018. Pyogenic Granuloma in Pregnancy: A Case Report. Bio J Sci & Tech Res.
5(1): 4330.
Kuliah Pakar
Jawab: Ada faktor hormonal, yaitu peningkatan hormon estrogen dan progesteron yang terjadi
pada ibu hamil. kemudian terdapat faktor mikrobiologi, dimana kondisi bakteri rongga mulut
wanita hamil didominasi oleh bakteri patogen gram negatif seperti P. intermedia. Selain
itu juga terdapat masalah pada kondisi rongga mulut Ibu hamil yaitu plak, dan OH yang
buruk, dapat menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya hiperplasia pada gingiva.
Kehamilan memperhebat respon gusi terhadap rangsangan lokal serta meningkatkan kepekaan
terhadap inflamasi gingiva. Dalam kondisi kehamilan, hormon progesteron meningkat 10x dan
hormon estrogen meningkat 30x yang memberikan media pertumbuhan bakteri patogen seperti
Bacteriodes melaninogenicus dan Prevotella intermedia. Faktor lokal seperti plak,
kalkulus, dan sisa-sisa makanan yang sulit dibersihkan dapat menyebabkan pembesaran
gingiva. Selain itu, penurunan daya tahan tubuh ibu hamil dapat menambah keparahan.
Terlebih lagi kebanyakan ibu hamil mengalami ngidam yang akan membuat kecenderungan
mengkonsumsi makanan dan minuman asam sehingga akan terjadi perubahan flora normal dan
keseimbangan pH RM, kondisi Rongga mulut yang cenderung asam yang sangat disukai oleh
bakteri (P. Intermedia), apalagi jika orang tersebut OH nya buruk, memiliki restorasi gigi
yang buruk atau penggunaan gigi tiruan.
Identifikasi dan Analisis
Masalah
2. Apakah ada pertimbangan tertentu yang harus diperhatikan sebelum dilakukan perawatan?
Jawab: Anamnesa lengkap, lakukan pemeriksaan penunjang (biopsi jaringan) untuk mengetahui
keadaan apa yang dialami pasien (terjadi keganasan), apabila pasien masih hamil operator
mempertimbangkan penyebaran infeksi. Memberikan edukasi kepada pasien terlebih dahulu
terkait dengan keadaan yang muncul itu d pengaruhi dengan peningkatan hormon dikarenakan
kehamilan pasien , dan biasanya pembengkakan ini akan menyusut seiring dengan menurunnya
hormon-hormon pada kehamilan, dan bila dalam keadaan hamil akan ada faktor yang harus
diperhatikan seperti masa kehamilan dan obat-obatan yang dikonsumsi serta konsul kepada
Sp.OG pasien, akan tetapi karena kondisi pasien sudah melahirkan maka bisa dilakukan
eksisi dan kuretase untuk untuk mengangkat bengkak gusi. Peningkatan kerentanan terhadap
kemungkinan mengalami gingivitis harus dijelaskan kepada pasien, sehingga pasien sebagai
ibu hamil dapat menerima dan menjaga Kesehatan mulutnya dengan baik. Untuk mengurangi
gingivitis, dokter gigi dapat melakukan prosedur scalling dengan menjaga kenyamanan pasien
serta prosedur kontrol harus diajarkan atau dikontrol hasilnya penggunaan obat kumur
disarankan menggunakan yang tidak mengandung alkohol. Epulis gravidarum dapat sembuh
spontan setelah masa kehamilan namun jika epulis mengganggu baik secara fungsi maupun
estetik, dapat dilakukan eksisi dan anastesi local pada masa kehamilan. Pada kondisi ini
terdapat resiko pendarahan berlebihan akibat kondisi pembuluh darah yang mudah berdarah.
Pasien harus diberikan penjelasan bahwa kondisi ini mungkin muncul Kembali selama masa
kehamilan.
Identifikasi dan Analisis
Masalah
3. Apa keterkaitan antara kondisi kehamilan pasien dengan kondisi rongga mulut nya saat
ini?
Jawab: Pada saat awal kehamilan hormon estrogen dan progesteron akan meningkat pesat, hal
ini akan menambah keparahan pada keradangan, kondisi rongga mulut dengan penumpukan plak
ataupun kalkulus menjadi lebih mudah meradang. Kemungkinan ada karies dan kalkulus pada
pasien sehingga terjadi pembengkakan gingiva. Perubahan hormon estrogren dan progesteron
akan menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah sehingga gingiva menjadi lebih merah,
bengkak, dan mudah mengalami perdarahan. Wanita hamil memiliki pH air liur yang lebih asam
dari biasanya dan kondisi tersebut disukai oleh bakteri penyakit sehingga terjadi
peningkatan plak dan infeksi.
Manifestasi
Definisi Klasifikasi Etiologi Epidemiologi Patofisiologi Tatalaksana Pencegahan Komplikasi
Klinis
Epulis Diagnosis
Epulis Epulis Pemeriksaan
Gravidarium Banding
Penunjang
Prognosis
1. Definisi dari Epulis dan Epulis Gravidarum
2. Epidemiologi dari Epulis Gravidarum
3. Etiologi dari Epulis Gravidarum
4. Patofisiologi dari Epulis Gravidarum
5. Manifestasi klinis dari Epulis Gravidarum
6. Pemeriksaan penunjang dari Epulis Gravidarum
7. Tatalaksana pada dari Epulis Gravidarum
8. Prognosis dari Epulis Gravidarum
9. Diagnosis banding dari Epulis Gravidarum
10. Pencegahan yang dapat dilakukan dari Epulis
Gravidarum
11. Penatalaksanaan dari Epulis Gravidarum Selama Masa
Kehamilan dan Setelah Melahirkan
12.Komplikasi Epulis Gravidarum
Tutorial
Definisi Epulis dan
Epulis Gravidarum
Epulis
• Proliferasi jaringan ikat fokal reaktif di gingiva, dan sifat
histologisnya yang tepat tidak diketahui
• suatu hyperplasia gingiva yang menyerupai tumor yang berasal dari
jaringan ikat periodontal, yang diduga disebabkan oleh iritasi
kronis atau trauma seperti kalkulus subgingiva, karies servikal,
sisa akar gigi, gigi tiruan yang tidak baik, ketidakseimbangan
hormonal, dan proses penyembuhan yang berlebihan
• bersifat fibrous, hiperplastik dan granulatif, lebih sering terjadi
pada wanita dan orang muda
Epulis fisuratum
Secara klinis, tampak sebagai lesi
sessile yang luar biasa dalam
bentuk lipatan dengan permukaan
halus dan mukosa diatasnya normal
atau eritematosa.
Epulis fibramatosa
Gambaran klinis epulis dapat
bertangkai (pedunculated) atau
tidak bertangkai (sessile),
berwarna merah muda agak pucat,
konsistensi kenyal sampai keras,
berbatas tegas, padat dan kokoh.
(Leepel, 2016; Rabia et al, 2021); Sueroso, 2014;
Suwandi, 2020
Berdasarkan etiologinya, epulis
diklasifikasikan sebagai berikut.
Epulis Granulomatosa
Umumnya berkembang di lubang bekas cabut
gigi atau bekas operasi akibat kemasukan
kotoran sisa makanan setelah selesai operasi
dan perawatan medis gigi lainnya ketika tidak
diperhatikan kebersihannya, lesi eksofitik halus
atau berlobus dengan warna merah tua atau
keunguan.
Epulis congenital
Manifestasi klinis benjolan yang menonjol pada gusi
bayi yang baru lahir, epulis berwarna merah muda
dan terasa lunak saat disentuh. Benjolan ini dapat
mengecil secara spontan, seiring dengan
bertambahnya usia. Untuk terapi dapat dilakukan
pemotongan jaringan bila dibutuhkan
Epulis Gravidarum
(pregnancy epulis,
pregnancy granuloma,
pregnancy tumor)
merupakan gambaran umum
dan khas yang muncul
pada ibu hamil.
Bentuknya berdungkul,
lunak, kemerahan,
tumbuh pada bagian
interdental, dan
seringkali muncul pada
bagian anterior
maksila.
Epulis Gigantoselular/
Giant Cell Epulis
Secara klinis, bermanifestasi
sebagai nodul merah keunguan
tunggal dengan presentasi vaskular
atau hemoragik, yang mungkin
dengan atau tanpa ulserasi
permukaan yang berasal dari
jaringan interdental (periosteum
atau membran periodontal). Ini
mungkin sessile atau pedunculated.
Lesi dapat muncul di mana saja
pada mukosa gingiva atau alveolar,
tetapi sebagian besar terjadi di
depan gigi molar
(Khatri, 2016; Surbhi, 2021)
Berdasarkan temuan histopatologi
Epulis Angiomatosa/
Fibrosa
Biasa muncul sebagai massa Talangiectitacum
keras, merah muda, tidak
Epulis ini berlokasi di papila
meradang, dan cenderung tumbuh
interdental. Secara histologis
dari bawah margin gingiva
akan ditemukan makrofag
bebas/papilla interdental
Giant cell granuloma
Angiogranuloma perifer
Gambaran massa permukaan halus,
sering terjadi ulserasi, dan Terjadi terutama pada daerah
tumbuh dari bawah margin anterior pada pasien muda, dan
gingiva, epulis ini sangat ditemui di daerah posterior
vascular, dapat di palpasi dan pada pasien fase gigi
sangat mudah berdarah, pada bercampur hingga orang dewasa
periode awal
(Singh, 2018)
Etiologi
Epulis Gravidarum
RESPON IMUN IBU
FAKTOR LOKAL FAKTOR HORMONAL MIKROORGANISME HAMIL
Dapat berupa kebersihan Lesi epulis gravidarum P. intermedia menjadi Selama masa kehamilan,
mulut yang buruk, infeksi biasanya muncul pada mikroorganisme yang depresi respon limfosit T
nonspesifik, restorasi trimester kedua atau meningkat secara ibu dapat menjadi faktor
yang ketinggian, tergigit, ketiga kehamilan seiring signifikan selama dalam respon jaringan
deposit plak dan dengan meningkatnya kehamilan. Bakteri- yang berubah terhadap
kalkulus, sisa-sisa kadar hormon utama bakteri seperti plak. Penghancuran sel
makanan, restorasi semasa kehamilan yaitu Actinobacillus mast gingiva oleh
kurang baik, gigi tiruan hormon estrogen dan actinomycetemcomitans, peningkatan hormon seks
yang kurang baik, OH progesteron di dalam Phorpyromonas gingivalis, dan pelepasan yang
buruk, dan lain darah dan saliva Tannerella forsythensis, dihasilkan dari histamin
sebagainya dan Treponema denticola dan enzim proteolitik
merupakan kelompok juga dapat berkontribusi
bakteri yang sering pada respon inflamasi
ditemukan dengan berlebihan terhadap
jumlah yang tinggi faktor local
Gingivitis
kehamilan
30%-100% wanita
hamil
Epulis
Gravidarum
0,2% hingga 9,6%
kehamilan
(Basavannaiah, 2021)
Peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama kehamilan juga dapat menyebabkan
meningkatnya aliran GCF (Gingival Crevicular Fluid) termasuk mediator inflamasi di
dalamnya sehingga respon terhadap adanya peradangan menjadi berlebihan terhadap
adanya mikroorganisme yaitu bakteri yang berhubungan dengan pembentukan plak dan
kalkulus.
Ichi
jaringan yang normal dilapisi epitel gepeng
berlapis yang rata
• atrofi atau ulserasi dengan lesi terdiri dari
proliferasi pembuluh darah disertai jaringan
granulasi
• terdapat sebukan sel radang limfosit dan sel
plasma
• netrofil terdapat di superficial dari daerah
ulserasi.
(Hanriko, 2016)
Pemeriksaan Penunjang Epulis Gravidarum
Analisis
histopatologi
Biopsi
Radiografi
Pemeriksaan
Imunohistokimia
Analisis histopatologi
(Sharma S et al.,2021)
Radiografi
(Sharma S et al.,2021)
Pemeriksaan Imunohistokimia
(Hanriko, 2016)
Prognosis epulis gravidarum termasuk kategori sangat
baik. Setelah melahirkan biasanya epulis gravidarum
akan sembuh sendiri dikarenakan hormon sudah mulai
stabil dan jika pasien menjaga kebersihan rongga mulut
maka dapat menghindari terjadinya infeksi sekunder.
Epulis gravidarum tidak memiliki potensi yang mengarah
pada keganasan. Prognosis sangat baik apabila dilakukan
perawatan pada trimester kedua yang merupakan waktu
terbaik untuk melakukan perawatan gigi dan mulut pada
ibu hamil (usia kehamilan 14-20 minggu).
(Newman, 2018)
Berdasarkan status
kehamilan pasien:
(Newman, 2018)
● EG pada kehamilan dapat dipersulit oleh
perdarahan hebat atau infeksi sekunder, eksisi
bedah jarus dipertimbangkan.
● Kekambuhan EG setelah eksisi (dapat dicegah).
● Bayi premature disertai berat badan lahir
rendah (BBLR), terjadi akibat infeksi dari
salah satu dari dua jalur (secara langsung oleh
mikroorganisme oral) atau (secara tidak
langsung, terutama oleh produk bakteri
endotoksin “liposakarida” dan mediator aksi
inflamasi yang diproduksi ibu).
(Basavannaiah, 2021; Suwandi, 2019)
DAFTAR PUSTAKA
● Andriyani Putri Dwi, Apriasari Maharani Lailyza, Putri Deby Kania Tri. 2014. STUDI
DESKRIPSI KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL PADA WANITA HAMIL TRIMESTER 3 DI RSUD ULIN
BANJARMASIN. DENTINOJURNAL KEDOKTERAN GIGI. 2(1) : 96-100
● Baric J., et al. 2016. Diferencijalna dijagnostika i liječenje dobroćudnih izraslina
na gingivi – epulis. Stomatologija Dentistry. 211-216.
● Basavannaiah S. 2021. Gestational Gingival Growth : Floppy Mass in The Oral Cavity.
Journal Of Otolaryngology ; 3(1) : 1-4.
● Carranza FA, Newman MG, Takei HH, Klokkefold PR, 2019. Newman And Carranza's
Clinical Periodontology 13th edition. Philadelpia: Elsevier, Inc.
● Cristi MC, et al. 2019. Increased Epulis Gravidarum Prevalence In Woman With Both
Nasal and Oral Symptoms. Otolaryngol Open Journal. 5(1): 18-21. Fatma UY, Ozge G.
2018. Pyogenic granuloma pregnancy a case report. Biomed Jsci and techres; 5(1).
● Gautam Surbhi, Baneriee Sucharita, Datta Sankjukta, Bagchi Somen. 2021. Peripheral
giant cell granuloma. Nigerian Journal of Experimental and Clinical Biosciences.
9(2): 129-132
Mekayssi Rabia, Taleb Bouchra, Merzouk Nadia, Benfdil Faîza. 2021. The Prosthetic
● Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik Pada Ginggiva. JK Unila; 1(2): 430.
● Jain Neha, Sinha Pallavi, and Singh Lavleen. 2019. Large Congenital Epulis in a
Newborn: Diagnosis and Management. Ear, Nose & Throat Journal. 20(10) : 1-3
DAFTAR PUSTAKA
● Kemenkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2015 Tentang
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut.
● Kemenkes. 2012. PEDOMAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT IBU HAMIL DAN ANAK USIA BALITA BAGI
TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.
● Leepel MB. Epulis Fisuratum Akibat Pemakaian Gigi Tiruan Lengkap Yang Longgar. Jurnal Kedokteran
Gigi Universitas Indonesia. 2016;3(4).
● Manovijay, et al. 2015. Recurrent epulis granulomatosa: A second look. Journal of Advanced
Clinical & Research Insights. 2(1).140–142.
● Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. 2018. Newman and Carranza’s Clinical
Periodontology. Elsevier.
● Pekcetin ZS, et al. 2018. Congenital Epulis of the Newborn: A Case Report. Journal of Oral and
Maxillofacia; Surgery. 8(4):120-126 Pascawinata A. 2016. Penatalaksanaan Granuloma Pyogenikum
Pada Bibir Bawah. Jurnal B-Dent. 3(1): 18-22.
● Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di Puskesmas Trenggalek
Jawa Timur. Jurnal Kebidanan. 6(1): 26-34.
● Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di Puskesmas Trenggalek
Jawa Timur. Jurnal Kebidanan. 6(1): 26-34.
DAFTAR PUSTAKA
● Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di
Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal Kebidanan. 6(1): 26-34.
● Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal PDGI. 63(3):
71-77.
Khatri A, et al. 2016. Peripheral giant cell granuloma: An unusual presentation in
pediatric patient: A report of two cases. SRM Journal of Research in Dental Science.
7(4):259.
● Stiawan SM, Aini I, Mildiana YE. 2017. ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY “I”
DENGAN KEHAMILAN FISIOLOGIS DI BPM HJ DAYAROH, SST DS. SEMBUNG PERAK JOMBANG. Jurnal
Kebidanan. 7(1): 51-55.
● Sueroso Y, dan Wicaksono A. 2014. Hiperplasia Gingiva. Jakarta: Prosiding The Third
N Scientific Seminar in Periodontics IPERI.
DAFTAR PUSTAKA
● Suwandi T. 2019. Hubungan Penyakit Periodontal pada Kehamilan dengan Kelahiran Bayi
Prematur. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu. 1(1): 53-57.
● Suwandi Trijani. 2020. Penatalaksanaan Epulis Fibromatosa dengan Electrosurgery.
JKGT. 2(2): 16-20
● Utami LD, Hidayat W, Sufiawati I. 2020. Manifestasi Oral pada Ibu Hamil Berdasarkan
Perbedaan Trimester Kehamilan. Padjajaran Journal of Dental Researcher and Student.
4(2): 81-89.
● Varma S. et.al. Gingival Epulis, An Enigma for Clinical Diagnosis: A Case Report.
International Journal of Science and Research (IJSR). 2017: 6(4); 391.
● Wijaksana IKE. 2019. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal
Kesehatan Gigi. 6(2) : 124.
● Yarkac FU, Ozge G. 2018. Pyogenic Granuloma in Pregnancy: A Case Report. Biomed J
Sci &Tech Res. 5(1): 4329-4330.
● Yenen Z, Atacag T. Oral Care in Pregnancy. J Turk Ger Gynecol Assoc. 2019; 20 : 264-
8. Yu Cai, Rui Sun, Ke-Fei He,Yi-Fang Zhao, and Ji-Hong Zhao. 2017. Sclerotherapy
for the recurrent granulomatous epulis with pingyangmycin. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. Mar; 22(2): 214–218.
● Zhu. YG, et al. 2016. Initial Periodontal Therapy for The Treatment of Gingiva
Pregnancy Tumor. Genetics and Molecular Research; 15(2): 2-8.
KULIAH PAKAR
TUTORIAL SKENARIO 1
Kelompok 5
Dosen Tutorial
drg. Erika Norfitriah
Dosen Kuliah Pakar
drg. Beta Widya Oktiani, Sp.Perio
KELOMPOK 5
Skenario
Hiperplasia
Peningkatan
jumlah sel pada
02 Peningkatan jumlah sel
pada suatu organ
tertentu melalui proses
Hiperplasia
suatu organ yang disebabkan mitosis, yaitu
ditandai dengan pertumbuhan sel, pertumbuhan atau
pembesaran pada regenerasi sel yang
terjadi karena
organ itu sendiri. menghasilkan dua anak
adannya proses sel yang identik dengan
mitosis sel induknya semula.
Hiperplasia
Identifikasi dan Analisis Masalah
1. Apa diagnosis dari skenario tersebut?
1. Pregnancy Tumor-> Epulis gravidarum
2. Apa etiologi dari kasus diatas?
● Etiologinya karena perubahan hormone estogren dan progesterone akan
menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah sehingga gingiva menjadi lebih
merah, bengkak, dan mudah mengalami perdarahan.
● Orang hamil biasanya ngidam dan suka makan asam-asam sehingga mengubah
pH pada rongga mulut
Identifikasi dan Analisis Masalah
3. Bagaimana penanaganan yang tepat untuk diagnosa penyakit tersebut?
● Berdasarkan diagnosa penyakit epulis gravidarum, yang epulis gravidarum ini
termasuk tumor jinak (Displasia) yang bersifat reversible yaitu bisa kembali
normal pada bentuk yang normal, sehingga bisa sembuh sendiri.
● Peningkatan/managemen OH pasien, dilakukan juga tindakan preventif dalam
menunjang kesehatan periodontal pasien. Bisa juga diberikan obat2an seperti
antibiotik apabila diperlukan
Identifikasi dan Analisis Masalah
4. Apa faktor predisposisi yang memperparah kondisi pada skenario tersebut ?
1. Pasien tidak menjaga kebersihan mulut dengan baik sehhingga banyak plak atau
karang gigi. Kemudian, dikarenakan keadaan pasien tersebut sedang hamil maka
terjadi perubahan hormon yg dapat menyebabkan keradangan gusi dan terjadi epulis
gravidarum. Pada saat hamil juga kebanyakan pada rongga mulutnya cenderung
megalami pH yang asam sehingga bakteri pun cenderunng berkembang biak di
dalam mulut dan akhirya bs mengalami pembengkakan pada gusi
Identifikasi dan Analisis Masalah
5. Bagaimana prognosis dari penyakit yg diderita pasien tersebut?
1. Prognosis cukup baik karena diakan bisa sembuh sendiri setelah melahirkan,
dan apabila ternyata hanya berkurang sedikit saja setelah melahirkan, maka
dilakukan kuretase/ prosedur bedah agar prognosis pasien menjadi baik.
Apabila pasien tidak mengikuti prosedur bedah, maka prognosis bisa menjadi
buruk.
6. Mengapa setelah pasien melahirkan bengkaknya berkurang?
● setelah melahirkan hormonnya sudah stabil
Identifikasi dan Analisis Masalah
7. Mengapa bengkaknya hanya pada 1-2 gigi?
1. Disebabkan karena adanya faktor lokal di sekitar gigi contohnya kalkulus atau karies
yang menyebabkan iritasi ataupun infeksi, dan terjadi kombinasi dengan faktor
hormonal pasien sehingga menyebabkan pembengkakan di daerah tertentu saja
terlokalisir dan manifestasinya dapat timbul terlokalisir dan diameternya hanya 2 cm.
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosa pasien tersebut?
● Dapat dilakukan biopsi, pemeriksaan darah karna berkaitan pada perawatan selanjutnya,
pemeriksa histopatologi
Identifikasi dan Analisis Masalah
9. Apa diagnosis banding yang tepat untuk kasus skenario diatas?
1. Epulis banyak klasifikasinya, Epulis granuloma (bentuknya bergranula, disebabkan oleh iritasi lokal dan
bakteri), Epulis fibrous (berbentuk seperti benang-benang fibrin atau jaringan ikat, sehingga apabila
dilakukan pemeriksaan Radiografi nampak bentuk ber sklerosis/jaringan parut), Epulis fissuratum
(disebabkan oleh penggunaan protesa, ataupun pemakaian denture).
10. Bagaimana patogenesis penyakit tersebut dan apa hubungannya pada status pasien
saat hamil atau melahirkan?
● Karena pada saat kehamilan, pasien mengalami peningkatan hormonal yakni esterogen dan progesteron
sehingga dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan berdampak pada gingiva ibu hamil. Untuk
hubungan statusnya yakni karena disebabkan hormonal sehingga saat sesudah melahirkan, hormonalnya
menjadi stabil.
Mercury is the closest planet to the Sun and
the smallest one in our Solar System—it’s
only a bit larger than our Moon. The
INTRODUCTION planet’s name has nothing to do with the
liquid metal, since Mercury was named after
the Roman messenger god
Sasaran Belajar
Pria muncul diusia lebih muda, Terjadi pada trimester 1 (sekitar bulan
Wanita : Pria = 1.2 : 1 dari masa kanak-kanak hingga pertama atau kedua kehamilannya). Puncak
akhir dua puluhan, keparahan terdapat pada bulan ke-8 masa
dibandingkan dengan wanita, kehamilan atau kehamilan pada minggu 32,
Hanriko R, 2016; Pascawinata A, 2016; Shahid U, 2019; Barzegar et al., 2018; yang biasanya muncul di usia kemudian menurun pada bulan ke-9 masa
Andriyani et al., 2014; Sarwal & Lapumnuaypol, 2020). kehamilan seiring dengan menurunnya kadar
30-40 th.
hormon dalam tubuh
ETIOLOGI EPULIS GRAVIDARUM
FAKTOR RESIKO
penggunaan terapi hormonal,
antihipertensi, antiepilepsi, obat
SEKUNDER imunosupresif
Perubahan hormon
estrogen dan progesterone 05
04
03
01 02
PREDISPOSISI
Gingivitis, overhanging restoration, periodontitis totalis
PRIMER tingkat pendidikan dan perawatan periodontal
Iritasi Lokal (kalkulus/plak yang sebelumnya.
telah mengalami pengapuran, sisa-
sisa makanan, tambalan kurang
baik, gigi tiruan yang kurang baik)
(Hanriko, 2016; Lamba et al., 2016; Carranza et al., 2019; Wijaksana IKE, 2019).
PATOGENESIS EPULIS GRAVIDARUM
ESTROGEN PROGESTERON
Nirola dkk, 2018; Mohamed RA dkk, 2020
Estrogen dan progesteron mengurangi sintesis glikosaminoglikan
dan dengan demikian dapat mempengaruhi substansi dasar jaringan
ikat. Perubahan tingkat sirkulasi hormon seks wanita juga
mempengaruhi respon host terhadap plak gigi. Hormon steroid seks
wanita dapat mengubah respons jaringan periodontal terhadap plak
mikroba dan dengan demikian secara tidak langsung berkontribusi
pada penyakit periodontal. Dipercaya bahwa fluktuasi hormonal
yang berhubungan dengan kehamilan, menstruasi, dan penggunaan
kontrasepsi hormonal menyebabkan peningkatan mobilitas gigi,
mungkin karena perubahan fisikokimia pada periodonsium. Gingiva
dengan demikian dapat dianggap sebagai jaringan target untuk
estrogen dan progesteron
c. HPA
Secara histologis mirip dengan epulis granulomatosa. Epulis gravidarum, dilapisi oleh
epitel skuamosa stratifikasi, stroma berisi endotel, jaringan ikat menunjukkan adanya
infiltrasi sel radang kronis (neutrofil, sel plasma, limfosit)
(Muller, 2015; Praba, 2012)
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk mengetahui apakah darah pasien dalam keadaan normal
atau tidak dikarenakan darah juga ikut berpengaruh dalam menentukan suatu diagnosa dan perawatan
selanjutnya.
b. Untuk biopsy sendiri tidak disarankan untuk pasien yang sedang hamil kecuali sudah melahirkan.
-Biopsi insisional: pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau bedah diambil sedikit
untuk diperksa.
-Biopsi eksisional: pengambilan semua massa yang dicurigai untuk kemudian diperiksa di bawah
mikroskop
(Muller, 2015)
Tatalaksana dan
obat-obatan Epulis
Gravidarum
Biopsi eksisi adalah pengangkatan semua lesi oral. Pengangkatan jaringan abnormal ini
harus disertai oleh sedikit jaringan sehat di sekitarnya untuk memastikan bahwa semua jaringan
abnormal telah diangkat dan dicegah kambuh. 1-7 Lesi yang secara klinis jinak, kecil (kurang dari 1
cm), dan mudah dijangkau untuk operasi adalah diindikasikan untuk operasi biopsi eksisi misalnya
mukokel, fibroma, papiloma, hemangioma, dan epulis.
Penggunaan obat pada ibu hamil Pertimbangan utama dalam meresepkan obat pada ibu
hamil adalah adanya resiko teratogenesis mengingat obat-obatan dapat menuju plasenta melalui
difusi sederhana.
01 02
Pada Ibu Hamil Pada Bayi
• Preeklamsia Kelahiran prematur
• Eklampsia dengan/tanpa disertai BBLR
• Munculnya ulserasi
(Berat Badan Lahir Rendah)
• Perdarahan dari trauma pada lesi
• Infeksi sekunder
• Cacat kosmetik yang mungkin
menimbulkan tekanan psikologis
bagi pasien
(Soulissa 2016; Rahmawati 2018; Singh, 2018; Sharma, 2019; Wijaksana, 2019)
Diagnosis Banding
Epulis Kongenital/ Epulis Epulis Angiomatosa
Tumor Sel Granular/ Granulomatosa (Epulis Telangiecticum)
Tumor Neumans
Epulis
Fibromatosa Epulis Fissuratum
Epulis Gigantoselulare
(Peripheral Giant Cell
Granuloma)
Gingivitis Peripheral
Gravidarum Hemangioma Ossifying Fibroma
Epulis Gravidarum sering terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 masa kehamilan
dengan puncak keparahan pada trimester awal atau trimester akhir, yaitu
minggu ke-8 atau minggu ke-32.
02
Jawab: Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui darah pasien normal atau tidak
karena darah berpengaruh untuk diagnosa kedepannya, serta pemeriksaan biopsy berupa
pengangkatan spesimen jaringan untuk menganalisis secara mikroskopik guna membantu
diagnosis.
Apakah ada pengaruh pada kehamilan dengan kejadian pembengkakan pada kasus
tersebut?
03 Jawab: Ada, karena peningkatan hormon estrogen dan progesteron yang signifikan dapat
menyebabkan vasodilatasi sehingga gingiva ibu hamil mengalami inflamasi, hyperplasia,
dan pendarahan. Selain itu, faktor lokal juga mempengaruhi kondisi rongga mulutnya
seperti OH yang buruk, peningkatan bakteri P. intermedia, serta ibu hamil biasanya
mengalami morning sickness yang akan menyebabkan meningkatnya produksi asam
lambung sehingga pada saat mual dan muntah maka akan mengenai gigi dan gingiva
(terpapar).
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
04
Apa etiologi dari kasus skenario tersebut?
Jawab: adanya faktor hormonal yaitu perubahan hormon terutama estrogen dan progesteron
sehingga sel limfosit T menurun serta gingiva mudah mengalami perdarahan dan terjadi
iritasi.adanya faktor lokal seperti penggunaan denture, peningkatan bakteri P. intermedia pada
papila interdental, serta OH buruk yang menyebabkan penumpukan debris, plak, dan kalkulus.
05
Apa faktor predisposisi dari kasus pada skenario?
Jawab: OHI-S yang buruk, hormon yang berubah-ubah, OH ibu hamil yg buruk karena morning
sickness sehingga perkembangan bakteri RM meningkat, serta makanan dg karbohidrat tinggi juga
berpengaruh terhadap OH yang buruk.
06
Apa penanganan pada kasus skenario diatas?
Jawab: Penanganan pertama yang dilakukan dokter gigi adalah anamnesis pasien, selanjutnya
dilakukan pemeriksaan intraoral, dan pemeriksaan penunjang seperti biopsi dan pemeriksaan
darah, menentukan diagnosis, jika kasus berat dilakukan rujukan ke dokter spesialis, penanganan
OHI-S seperti scaling and root planing mengingat ohis 2,5 sebagai efek penanganan pertama, serta
jika pasien merasa sakit diberi obat analgesik. dapat mengecil/menghilang setelah kehamilan, jika
tidak maka dilakukan eksisi atau pengangkatan epulis.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
07
Komplikasi apa yang akan terjadi pada kasus yang ada pada skenario tersebut?
Jawab: Epulis yang tidak segera ditangani maka akan akan dapat menyebabkan ulkus serta
perdarahan. Perdarahan ini beresiko menyebabkan terjadinya infeksi seperti bakteremia
berupa masuknya bakteri rongga mulut kedalam saluran pembuluh darah yang kemudian
masuk ke organ lain seperti jantung. Pada ibu hamil, bakteri akan masuk ke dalam plasenta
sehingga mengganggu kontraksi serta distribusi nutrisi pada bayi sehingga mengakibatkan
terjadinya kelahiran bayi premature dan berat badan bayi rendah.
08
Apakah ada pencegahan pada ibu hamil agar saat kehamilan tidak terjadi pembengkakan?
Jawab: Menjaga OH dengan cara menyikat gigi secara rutin, mengurangi konsumsi makanan
karbohidrat tinggi (seperti makanan manis), berkumur sehabis sikat gigi untuk menambah
kebersihan RM (obat kumur chlorhexidine 0,2% tanpa alkohol) yang aman untuk ibu hamil,
melakukan peningkatan sistem kekebalan tubuh dengan berolahraga ringan secara teratur,
serta perawatan secara rutin ke dokter gigi.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
09
Bagaimana mekanisme pengaruh hormon pada kasus periodontal dan apa saja diagnosis
bandingnya?
Jawab: Hormon estrogen meningkat yg berperan pada sekresi GH dan berperan pada sel
target sehingga terjadi peningkatan fibrosis. Dengan terjadinya peningkatan hormon
estrogen dan progesteron maka terjadi vasodilatasi mikroseluler pada jaringan periodontal
yang menyebabkan terjadinya perdarahan serta pembengkakan jaringan periodontal yang
kemudian berkembang menjadi suatu epulis. Diagnosis bandingnya berupa peripheral giant
cell granuloma, epulis fissuratum, pregnancy gingivitis, dan epulis granulomatosa.
10
Mengapa terjadi pembengkakan hanya pada 1-2 gigi saja?
Jawab: Diagnosis adalah epulis gravidarum yang biasanya muncul benjolan pada gusi di satu
gigi atau di antara dua gigi dan pada sisi bukal serta mengalami pembesaran hingga
interdental, dengan ciri khasnya yaitu bertangkai. Adanya faktor lokal seperti OHI-S pasien
2,5 sehingga kemungkinan terdapat plak serta karies sehingga jika tidak ditangani maka bisa
saja terjadi iritasi, infeksi maupun inflamasi dan akhirnya akan menjadi pembengkakan yang
hanya pada beberapa gigi saja. Selain itu, faktor hormonal pada pasien yg bisa
menyebabkan pembengkakan pada gigi tersebut juga menjadi faktor pendukung terjadinya
pembengkakan.
PROBLEM TREE
EPULIS
DEFINISI KLASIFIKASI
EPULIS
GRAVIDARUM
MANIFESTASI DIAGNOSIS
DEFINISI ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PATOGENESIS TATALAKSANA KOMPLIKASI PROGNOSIS
KLINIS BANDING
PEMERIKSAAN TERAPI
SASARAN BELAJAR
1. Definisi epulis
2. Klasifikasi epulis
3. Definisi epulis gravidarum
4. Etiologi epulis gravidarum
5. Epidemiologi epulis gravidarum
6. Patogenesis epulis gravidarum secara seluler
7. Manifestasi klinis epulis gravidarum
8. Pemeriksaan epulis gravidarum
9. Terapi epulis gravidarum
10. Diagnosis banding epulis gravidarum
11. Komplikasi epulis gravidarum
12. Prognosis epulis gravidarum
01
DEFINISI EPULIS
DEFINISI EPULIS
Epulis dari bahasa Yunani oυλίς, secara harfiah berarti "di
atas gingiva".
(Manovijay, 2015).
Epulis Fissuratum
(Mortazavi, 2016).
Epulis Gigatoseluler
Peripheral giant cell granuloma (PGCG) adalah
pertumbuhan seperti tumor oral, non neoplastik, yang
terjadi secara eksklusif pada gingiva dan mukosa
alveolar. Ia juga dikenal sebagai giant cell epulis atau
peripheral giant cell reparative granuloma,
peripheral giant cell tumor, giant cell hyperplasia,
reparative giant cell granuloma. Ini adalah lesi sel
raksasa, biasanya berasal dari jaringan ikat periosteum
atau membran periodontal
(Khandelwal, 2016).
Epulis Gravidarum
(Hamdoun, 2018).
03
DEFINISI EPULIS
GRAVIDARUM
Definisi Epulis Gravidarum
Epulis gravidarum (pregnancy epulis,
pregnancy granuloma, pregnancy tumor)
merupakan gambaran umum dan khas yang
muncul pada ibu hamil yaitu tumbuhnya
benjolan pada gusi antara dua gigi. 0,2-5
Persen ibu hamil mengalami lesi ini dan
biasanya muncul pada gusi rahang atas.
(utama) Bentuknya berdungkul, lunak,
kemerahan, tumbuh pada bagian interdental,
dan seringkali muncul pada bagian anterior
(Utami et al., 2020; Wijaksana KV, 2019) maksila.
04
ETIOLOGI EPULIS
GRAVIDARUM
Etiologi Epulis Glavidarum
(Cristi MC, 2019; Hua L, 2019; Leung AKC, 2014; Suwandi, 2019; Rahmawati, 2017)
Etiologi Epulis Glavidarum
pada gusi rahang atas (utama), Timbulnya benjolan pada gusi Warna gusi menjadi merah
bentuknya berdungkul, lunak, antara dua gigi terutama pada sisi keunguan sampai kebiruan,
kemerahan, tumbuh pada bagian yang berhadapan dengan pipi. mudah berdarah, dan gigi terasa
interdental, dan seringkali muncul Benjolan ini dapat membesar goyang.
pada bagian anterior maksila. hingga menutupi gigi
01 02
Anamnesis Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan dapat diawali
dengan anamnesis pasien Diperhatikan mengenai ukuran
biasanya datang mengeluh benjolan, kekenyalan, ada
kesulitan makan karena terdapat perdarahan atau tidak,warna
benjolan , diketahui juga OH merah keunguan,permukaan
pasien buruk, pasien sedang benjolan, bergranuler, palpasi,
hamil. batas jelas, mobilisasi gigi.
(Henriko, 2016)
Pemeriksaan Epulis Gravidarum
03 04
Pemeriksaan Ekstraoral Pemeriksaan Makroskopis
05 06
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan Histopatologis
Mengetahui apakah darah pasien
dalam keadaan normal atau tidak Epulis ditemukan jaringan ikat
dikarenakan darah juga ikut yang berproliferasi dilapisi epitel
berpengaruh dalam menentukan gepeng berlapis disertai infiltrasi
suatu diagnosa dan perawatan sel-sel berbentuk bulat dan
selanjutnya. Biopsy tidak disarankan spindle serta sel-sel radang PMN,
untuk pasien hamil kecuali sudah leukosit dan sel plasma.
melahirkan.
(Sun et al, 2014)
Pemeriksaan Epulis Gravidarum
07 08
Pemeriksaan Radiografi Prebiopsy Monitoring
Untuk memastikan riwayat pasien Perubahan yang tidak terdiagnosis atau
dan manifestasi klinis, terutama dicurigakan dan tidak diketahui apakah
dari trauma, harus ditindaklanjuti
pada kasus dimana terdapat lesi
dalam 7-14 hari dengan atau tanpa
yang berada di dalam atau perawatan. Jika lesi membesar atau
berdekatan dengan tulang. berkembang, tampilannya berubah,
(Periapikal, oklusal, panoramik, atau tidak merespon terapi, maka perlu
MRI, CT), dilakukan biopsy.
(Hupp et al., 2019)
Pemeriksaan Epulis Gravidarum
09 10
Post Biopsy Monitoring Diagnosis banding dari
diagnosis utama
Memeriksa kembali pasien Diagnosis banding diberikan ke ahli
dilakukan kembali dalam 1 bulan patologi dengan didasarkan pada
dan kemudian pada 3, 6, dan 12 pemeriksaan total. Tujuan dilakukan
bulan selama tahun pertama. pemeriksaan diagnosis banding yaitu
Pasien harus selalu di edukasikan agar mengetahui adanya presentasi
untuk segera menghubungi dokter klinis dan patologis lain yang serupa
gigi jika ada perubahan klinis. dengan diagnosis awal.
(Hupp et al., 2019)
(Hupp et al., 2019)
TERAPI
EPULIS GRAVIDARUM
Terapi Epulis Gravidarum
Ibu hamil harus mengerti teknik
perawatannya seperti teknik menyikat gigi
serta waktu yang tepat untuk menyikat, di
samping itu pemilihan pasta gigi dan sikat gigi
yang sesuai dengan kondisi mulut dan gigi
juga harus diperhatikan. Rajin untuk
memeriksakan rongga mulut 6 bulan sekali ke
dokter gigi menjadi hal yang wajib untuk
memantau kondisi rongga mulut ibu hamil,
pada ibu hamil yang telah bermasalah pada
rongga mulutnya harus mendapat perawatan
khusus dari dokter gigi sesuai tingkat kondisi
rongga mulut.
(Muller, 2015; Rahmawati, 2017)
Biopsi
Pengangkatan spesimen jariangan untuk analisis mikroskopis guna membantu proses
diagnosis, sebagian besar biopsi rongga mulut menggunakan teknik eksisional atau
insisional. Jenis biopsi antara lain:
3 minggu pasca
operasi
Perlekatan epitel baru pada
permukaan akar
membutuhkan waktu sekitar
28 hari untuk terbentuk (Hua, 2019)
Biopsi Eksisi: Laser Nd:YAG
Laser adalah pilihan yang lebih baik untuk mengobati epulis gravidarum karena ada risiko perdarahan yang lebih rendah
saat eksisi dan rasa sakit ringan yang dapat ditanggung. Dari semua laser, laser Nd:YAG paling banyak dipilih untuk eksisi
karena memiliki karakteristik koagulasi yang lebih baik. . Diproduksi oleh laser Fotona, dengan spesifikasi sebagai berikut:
panjang serat 320 m, daya 2 W dan frekuensi 20 Hz. Laser Nd:YAG memberikan pemotongan lesi yang bersih (gambar 2
dan 3) dan mempertahankan hemostasis. Lesi yang dipotong dikirim ke patologi untuk pemeriksaan histopatologi lebih
lanjut (gambar 4). Pasien tidak diresepkan dengan analgesik atau obat anti-inflamasi.
Gambar 2. Eksisi lesi menggunakan Gambar 3. Tampilan Postpoeratif Gambar 4. Lesi yang telah di eksisi
laser Nd:YAG setelah lesi dihilangkan
(Yadav, 2018)
Hasil dan Tindak Lanjut
(Soulissa, 2014; Suwandi, 2019; Purwar et al. 2015; Regezi et al, 2017)
Diagnosis Banding Epulis Gravidarum
Epulis Granulomatosa, Epulis angiomatosa, Peripheral
Giant Cell Granuloma
Nodul cerah, kenyal, berbatas tegas, massa pedunculated/sessile, Lesi tumbuh
relatif lebih cepat. Dapat dijadikan diagnose banding karena ada tampakan
pembesaran gingiva berwarna merah. Lesi odontogenic, Kaposi sarcoma, bacillary
angiomatosis, dan non- Hodgkin’s lymphoma
(Hanriko, 2016)
Peripheral Giant Cell Granuloma
Makroskopis Mikroskopis
Massa pedunculated/sessile/nodul
cerah, kenyal dan berbatas tegas. Elemen dasar lesi adalah hiperplasi
Pertumbuhan lesi relatif lebih cepat fibroblas disertai multinucleated giant
dibanding granuloma piogenik. Lesi cell dan sel radang kronis. Netrofil lebih
biasanya terletak antara gigi permanen sering ditemukan pada lesi yang
M1 dan insisivus. Granuloma piogenik di mengalami ulserasi. Secara mikroskopis
diagnosa banding dengan peripheral peripheral ossifying fibroma berupa lesi
ossifying fibroma karena memberikan lobuler terdiri dari hyperplasia
gambaran yang sama namun massanya fibroblast dengan tulangi matur dan
berwarna lebih terang dan biasanya osteoid
terjadi pada area gigi molar permanen.
(Hanriko, 2016)
11
KOMPLIKASI
EPULIS GRAVIDARUM
KOMPLIKASI EPULIS GRAVIDARUM
Riskesdas tahun 2018 menunjukkan proporsi gangguan/komplikasi yang
dialami selama kehamilan pada perempuan umur 10-54 tahun di
Indonesia adalah sebesar 28%. Setiap ibu hamil menghadapi risiko
terjadinya kematian.
Infeksi rongga mulut pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pada
ibu maupun janin yang dikandungnya, sehingga dapat menyebabkan
kematian janin, kelahiran prematur maupun berat bayi lahir rendah.
Pada gigi yang sering terinfeksi ditemukan karies atau gigi yang berlubang
yang menyebabkan sakit nyeri atau gusi bengkak pada ibu. Bakteri dapat
menyebar melalui pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan suatu
komplikasi pada kehamilan seperti kelahiran prematur dan berat badan
bayi lahir rendah. Komplikasi epulis gravidarum adalah terjadi perdarahan,
infeksi, dan ulserasi. Namun, tidak ada potensi ganas.
(Wijaksana, 2019; Rahmawati & Mayong, 2017; Nagaraj et al,. 2017)
KOMPLIKASI EPULIS GRAVIDARUM
Penyakit periodontal yang terjadi pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur dengan atau tanpa disertai BBLR. Mekanisme terjadinya dimulai dari adanya
bakteremia yang terjadi karena perdarahan gingiva. Hal ini menyebabkan perpindahan
bakteri dan produknya seperti lipopolisakarida (LPS) dan aktivasi mediator inflamasi rongga
mulut ke uterus. Lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri akan memicu pelepasan
modulator imun seperti IL-1α, IL-1b, dan PGE2. Bakteri dan produknya akan beredar dalam
sirkulasi darah dan menembus barrier plasenta serta memicu timbulnya kelahiran prematur
karena terjadi gangguan fungsi sitokin yang mengatur kontraksi rahim dan distribusi nutrisi
untuk janin. Tingkat PGE2 dalam cairan krevikular gingiva (GCF) secara positif berhubungan
dengan tingkat PGE2 intra amniotik (p=0,018) bahwa infeksi bakteri Gram negatif dapat
menginisiasi kelahiran bayi prematur sebagai sumber lipopolisakarida atau melalui stimulasi
mediator inflamasi sekunder seperti PGE2 dan IL-1b. Hubungan dosis respon untuk
meningkatkan GCF PGE2 dapat digunakan sebagai marker aktivitas penyakit periodontal
terkini dengan penurunan berat kelahiran
(Suwandi, 2019)
KOMPLIKASI EPULIS GRAVIDARUM
Kelahiran prematur dengan BBLR merupakan salah satu penyebab kematian perinatal dan kesakitan
neonatus dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Bayi yang lahir prematur dengan BBLR
memiliki risiko kematian 40 kali lebih besar selama periode neonatal dibandingkan bayi dengan berat
badan lahir normal. Kelahiran normal dengan berat badan lahir rendah yaitu bayi prematur dengan
BBLR yang mampu bertahan hidup setelah periode kelahiran mungkin akan menghadapi tingginya
risiko gangguan kesehatan, seperti gangguan saraf, gangguan pernafasan, dan anomali kongenital
Bakteremi yaitu perdarahan pada gingiva dapat memicu terjadinya bakterimia dan selanjutnya
peradangan akan melalui sistem peredaran darah masuk melalui plasenta. Bakteri dapat menyebabkan
infeksi dan lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri akan menyebar ke dalam rongga rahim. Bakteri
dan produknya akan berinteraksi pada membran, memicu produksi prostaglandin atau secara langsung
menyebabkan kontraksi otot rahim dan dilatasi serviks sehingga bakteri yang masuk lebih banyak dan
terus berlanjut proses kerusakannya. Peradangan pada jaringan periodontal dapat mempengaruhi
kehamilan melalui bakteri Gram negatif anaerob dan produknya seperti lipopolisakarida yang dapat
merangsang pelepasan modulator imun seperti PGE2 dan TNFα yang dibutuhkan pada waktu kelahiran
normal. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelahiran sebelum waktunya karena sistem dalam
tubuh mengira sudah waktu melahirkan oleh karena adanya pelepasan PGE2 dan TNFα
(Moore & Blair, 2017; Rahmawati & Mayong, 2017; Soulissa, 2014)
KOMPLIKASI EPULIS GRAVIDARUM
Gangguan pengaturan sitokin dan hormon yang mengatur kehamilan adalah Gram
negatif seperti Bakteriodes forshythus, Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, dan Treponema denticola dapat mengakibatkan gangguan
pengaturan sitokin dan hormon yang mengatur kehamilan. Padahal dalam keadaan
normal, hormon saat kehamilan dan aktivitas sitokin memegang peranan penting
dalam pematangan leher rahim, pengaturan kontraksi rahim, dan pengiriman nutrisi
ke janin. Akibatnya, hal tersebut bisa memicu robeknya membran plasenta sebelum
waktunya sehingga berakibat pada kelahiran prematur. Ketidakseimbangan hormonal
akan menyebabkan respon berlebih terhadap plak karena penekanan fungsi limfosit T
sebagai bagian dari mekanisme pertahanan gingiva dan peningkatan P. intermedia,
sehingga gingiva menjadi lebih rentan terhadap peradangan
Preeklampsia yaitu stres oksidatif meningkat selama kehamilan karena permintaan
metabolik yang tinggi dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan, dan sangat
berimplikasi pada proses inflamasi yang mengakibatkan preeklamsia
Keguguran
(Moore & Blair, 2017; Rahmawati & Mayong, 2017; Soulissa, 2014)
12
PROGNOSIS
EPULIS GRAVIDARUM
PROGNOSIS EPULIS GRAVIDARUM
Prognosis sangat baik apabila dilakukan perawatan pada trimester kedua yang
merupakan waktu terbaik untuk melakukan perawatan gigi dan mulut pada ibu hamil
(usia kehamilan 14-20 minggu). Pada masa ini rasa mual dan muntah sudah menurun,
dan uterus belum cukup besar untuk menyebabkan ketidaknyamanan. Tujuan
perawatan pada masa ini adalah merawat penyakit yang aktif dan melakukan perawatan
pencegahan terhadap penyakit yang mungkin timbul pada trimester ketiga.
Pada masa ini penting untuk melakukan perawatan pada seluruh masalah kesehatan
gigi dan mulut, namun tetap berkoordinasi dengan dokter kandungannya.
Prognosis baik, karena epulis gravidarum tidak memiliki potensi kearah keganasan.
Granuloma memiliki prognosis yang sangat baik dengan terapi eksisi namun memiliki
tendensi berulang bila eksisi inkomplit setelah melahirkan biasanya epulis gravidarum
akan sembuh sendiri dikarenakan hormone sex sudah mulai stabil dan ditambah jika
pasien menjaga kebersihan rongga mulut maka untukterjadinya infeksi sekunder dapat
dihindari.
(Wijaksana, 2019; Hanriko, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Caranza, F.A., Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., 2012, Carranza’s Clinical Periodontology, 11th ed, Saunders
Elsevier, China.
Cheung JM, Putra J. 2020. Congenital Granular Cell Epulis: Classic Presentation and Its Differential Diagnosis. Head and Neck
Pathology; 14: 209-211.
Costa, P.; Peditto, M.; Marcianò, A.; Barresi, A.; Oteri, G. The “Epulis” Dilemma. Considerations from Provisional to Final
Diagnosis. A Systematic Review. Oral 2021, 1, 224–235
Cristi MC, Gambacorta V, Giovanni AD, Pindozzi S, Tassi L, Daniele P, Ricci G. 2019 Increased Epulis Gravidarum Prevalence
in Women with Both Nasal and Oral Symptoms. Otolaryngol Open Journal; 5(1): 18-21.
Hamdoun, R., Ennibi, O. K., and Amine, C. 2018. Pyogenic Granuloma of the Gingiva: A Case Report. International Journal of
Contemporary Medical Research; 5(1): K1-K3.
Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik pada Gingiva. JK Unila; 1(2): 428-430.
Hua L, Locke M. 2019. A Case of Florid Pregnancy Gingivitis. Dental Update; 46(2): 168-169.
Hupp, J. R., Ellis, E. I., & Tucker, M. R. (2019). Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. In Craniofacial and Dental
Developmental Defects: Diagnosis and Management (7th ed.). Elsevier.
Khaitan T, et al. Conservative Approach in the Management of Oral Pyogenic Granuloma by Sclerotherapy. Journal of Indian
Academy of Oral Medicine & Radiology; 30(1): 46-50.
Khandelwal D, et al. 2016. Peripheral giant cell granuloma: An unusual presentation in pediatric patient: A report of two
cases. Journal of Research in Dental Sciences; 7(4): 259-263.
Krupaa RJ, et al. 2020. Giant cell granuloma- A short review. European Journal of Molecular & Clinical Medicine; 7(5): 1469.
DAFTAR PUSTAKA
Leung AKC, Barankin B, Hon KL. 2014. Pyogenic Granuloma. Clinics Mother Child Health; 11(1): 1-3.
Manovijay B, et al. 2015. Recurrent epulis granulomatosa: A second look. Jurnal of Advanced Clinical & Research Insights; 2(3):
140-141.
Mohammadi M, Navabi N, Zarei MR. 2017. Clinical and denture-related characteristics in patients with epulis fissuratum: a
retrospective 58 case series. Caspian J of Dent Res; 6(1): 16.
Moore, J., & Blair, F. (2017). Periodontal health and pregnancy. British Journal of Midwifery, 25(5), 289–292.
Mortazavi, H., Khalighi, H. R., Jafari, S., Baharvand, M. 2016. Epulis fissuratum in the soft palate: Report of a case in a very rare
location. Dental Hypotheses; 7(2): 67-69.
Mubarak H, Rasul I, Nurwahida. 2020. Penatalaksanaan giant fibromatous epulis: sebuah laporan kasus. Makassar Dental
Journal; 9(2): 128.
Mueller. 2015. Periodontology the essential 2nd ed .Thieme. Heidelberg.
Nagaraj T, Irugu K, Okade DR, Saxena S. 2017. Extragingival Pyogenic Granuloma on The Tongue: A Rarecase Report and
Review of Literature. Journal of Medicine Radiology, Pathology & Surgery. 4(3): 10-13.
Neville, B. W., Damm, D. D., Allen, C. M., & Chi, A. C. 2019. Color Atlas of Oral and Maxillofacial Diseases (1st ed.).
Pascawinata A. 2016. Penatalaksanaan Granuloma Pyogenikum pada Bibir Bawah. Jurnal B-Dent; 3(1): 18-22.
Pattnaik N, et al. 2020. Coexistence of hyperparathyroidism and peripheral giant cell granuloma of the jaw: A rare case
report. Journal of Family Medicine and Primary Care; 9(6): 3142.
Purwar P et al. 2015. Granuloma gravidarum : persistence in puerperal period an unusual presentation. BMJ; 1(1).
Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal
Kebidanan; 6(1): 1-69.
DAFTAR PUSTAKA
Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. 2017. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations. Ed. 7. Elsevier; Missouri.
Sarwal P, Lapumnuaypol K. Pyogenic Granuloma. [Updated 2020 Dec 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556077/
Senjaya AA, Arini NW, Ratmini NK, Handayani NKASS. 2020. Hubungan Sextan yang Mengalami Gingivitis Dengan Usia
Kehamilan Pada Ibu Hamil di Puskesmas Manggis II Kabupaten Karangasem Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Gigi
(Dental Health Journal). 7(2): 53-58.
Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal PDGI. 63(3);72-74.
Stiawan SM, Aini I, Mildiana YE. 2017. Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny “I” Dengan Kehamilan Fisiologis di BPM Hj
Dayaroh, SST Ds. Sembung Perak Jombang. Midwifery Journal of Stikes Insan Cendekia Medika Jombang. 13(1): 51-55.
Sun WL, Lei LH, Chen LL et al. 2014. Multipe Gingival Pregnancy Tumors with Rapid Growth. Journal of Dental Sciences ; 9 :
290-291.
Suwandi T. 2019. Hubungan Penyakit Periodontal pada Kehamilan dengan Kelahiran Bayi Prematur. Jurnal Kedokteran Gigi
Terpadu. 1(1): 53-57.
Suwandi T. 2020. Penatalaksanaan Epulis Fibromatosa dengan Electrosurgery. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu; 2(2): 16-20.
Utami LD, Hidayat W, Sufiawati I. 2020. Manifestasi Oral pada Ibu Hamil Berdasarkan Perbedaan Trimester Kehamilan.
Padjadjaran Journal of Dental Researcher and Students; 4(2): 81-89.
Wijaksana IKE. 2019. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal Kesehatan Gigi; 6(2), 118–125.
Wollina U, et al. 2017. Pyogenic Granuloma-A Common Benign Vascular Tumor with Variable Clinical Presentation: New
Findings and Treatment Options. Open Access Macedoinian Journal of Medical Sciences; 5(4): 425.
Yadav RK, Verma UP, Tiwari R. 2018. Non-invasive treatment of pyogenic granuloma by using Nd:YAG laser. BMJ Case Rep:
1-3.
Tutorial Skenario 1
Kelompok 4
Dosen Pembimbing Tutorial: drg. Haluanry Doane Santoso
Dosen Kuliah Pakar: drg. Beta Widya Otiani, SP. Perio
Anggota Kelompok
• Maria Sinaga 1911111120009
• Akhmad Akhdiannor Ramadhan 1911111110011
• Zakiah Husada Noor 1911111120002
• Niluh Made Marshella Dea Alifa 1911111120018
• Anisah Gustiandari 1911111120004
• Felix Xavier Anugerah 1911111210019
• Tom Christian 1911111310029
• Ni’mal Maula 1911111320004
• Indraswari Wahyu Pertiwi 1911111320007
• Yajma Kamila Rahman 1911111320022
• Syifa Kamila 1911111320040
SKENARIO
Kenapa Gusi Ku Bengkak Hanya Di Satu Gigi?
Western blot
dibersihkan dengan scalling. Untuk epulisnya sendiri harus selalu dikontrol agar
tidak menjadi tumor yang ganas.
4. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Jawab:
Pada wanita hamil terjadi peningkatan hormon estrogen dan progresteron →
vaskular meningkat → terjadi edema → degenerasi epitel serta jaringan ikat gusi
→ hiperplasia → manifestasi berupa epulis gravidarum diikuti dengan pregnancy
gingivitis
Identifikasi dan Analisis Masalah
5. Apakah ada hubungan pada kehamilan pasien dengan penyakit?
Jawab:
Ada, karena peningkatan hormon estrogen dan progesteron, dimana membuat vasodilatasi
pembuluh darah dan juga menyebabkan daerah gingiva mudah terkena infeksi dan juga lebih
sensitif, dapat dilihat juga pada gingiva pasien mengalami gingivitis dimana juga
meningkatkan resiko epulis gravidarum.
6. Apa komplikasi yang dapat terjadi?
Jawab:
karena terjadi peningkatan jumlah hormon estrogen dan progesteron dan peningkatan
vaskularisasi yang menyebabkan pembulu dara pada gingiva menjadi sensitif dalam
menerima respon terhadap iritan lokal seperti plak, kalkulus, dan karies. jika ini terjadi, bakteri
pada plak dapat menembus aliran darah yang akan menyerang plasenta, sehingga plasenta
memberi mekanisme perlawanan dengan meningkatkan kadar hormon prostaglandin yang
mengakibatkan kontraksi uterus meningkat dan menginduksi kelahiran prematur, yang
menyebabkan berat lahir bayi yang rendah, keguguran, dan juga dapat menyebabkan
preeklampsia.
TOPIC TREE
Sasaran Belajar
1. Definisi Epulis Gravidarum dan Epulis secara umum
2. Etiologic (Faktor Predisposisi) Epulis Gravidarum
3. Epidemiologi Epulis Gravidarum
4. Patofisiologi Epulis Gravidarum
5. Manifestasi Klinis Epulis Gravidarum
6. Pemeriksaan Penunjang Epulis Gravidarum
7. Tatalaksana Epulis Gravidarum
8. Gingivektomi
9. Diagnosis Banding Epulis Gravidarum
10. Prognosis Epulis Gravidarum
11. Komplikasi Epulis Gravidarum
12. Pencegahan Epulis Gravidarum
Definisi Epulis Secara Umum
(Suwandi T, 2021)
Definisi
Epulis
Gravidarum
(Pregnancy Tumor) Granuloma Piogenik
Faktor Predisposisi
Perubahan
hormone selama • Trauma, injuri gigi permanen
kehamilan yang • Iritasi kronis (OH buruk, gingivitis kronis)
menyebabkan • Hormone
respon • Obat
berlebihan • Inflamasi gingiva
terhadap plak. • Preexisting lesi vascular
• Erupsi gigi permanen
• Tumpatan yang defektif pada region tumor
• Food impaction
• Periodontitis
• Penggunaan obat terapi hormonal, anti
hipertensi, anti epilepsy, immunosupresif
↑ proliferasi seluler
dalam darah
↑ epitelial glikogen
gingiva
↓ plasminogen aktivator
inhibitor tipe 2 →
↑ proteolitik jaringan
mempengaruhi substansi
dasar jaringan ikat
Kombinasi estrogen dan
progesteron
↑ konsentrasi saliva
(Suwandi T, 2019)
Patofisiologi Epulis Gravidarum
progesterone (estradiol)
Kehamilan
estrogen dan bertindak sebagai Bakteri
progesteron ↑ pengganti menadione P.Intermedia ↑
(vitamin K)
+ Faktor Predisposisi
Proliferasi
Epulis Gravidarum
peradangan jaringan ikat
gingiva secara lokal +
dilatasi vaskuler
Umumnya muncul di
05 Umumnya tidak sakit 06 daerah interdental
bagian labial rahang
atas
(Wijaksana, 2019)
Sebelum pengobatan, etiologi harus
diidentifikasi dan diberantas. Ketika lesi
kecil, tidak nyeri dan tidak ada
perdarahan, profilaksis oral,
penghilangan iritan penyebab (bahan
asing, sumber trauma), dan tindak lanjut
direkomendasikan . Jika lesinya besar,
mereka diobati dengan profilaksis oral
keseluruhan diikuti dengan eksisi bedah
menggunakan metode gingivektomi atau
operasi flap dengan terapi tambahan.
Pada trimester pertama, dokter gigi harus menilai status kesehatan gigi dan mulut pasien
secara menyeluruh, memberikan perubahan rongga mulut yang terjadi selama kehamilan,
serta mendiskusikan prosedur perawatan gigi dan mulut pada ibu hamil. Tujuan dari
perawatan adalah untuk menjaga janin dari hipoksia, keguguran atau lahir premature,
serta mencegah efek teratogenik.Selain perawatan darurat, disarankan untuk menunda
perawatan gigi dan mulut pada trimester pertama agar tidak berpengaruh pada tahap
pembentukan organ (organogenesis) dan menghindari potensi kematian janin. 1 dari 5
kehamilan berakhir dengan keguguran (aborsi spontan) dan 85 persen terjadi pada
trimester pertama ini
Trimester kedua merupakan waktu terbaik untuk melakukan perawatan gigi dan mulut
pada ibu hamil (usia kehamilan 14-20 minggu). Pada masa ini tidak terdapat resiko
teratogenesis, rasa mual dan muntah sudah menurun, dan uterus belum cukup besar untuk
menyebabkan ketidaknyamanan. Pada masa ini penting untuk melakukan perawatan pada
seluruh masalah kesehatan gigi dan mulut, namun tetap berkoordinasi dengan dokter
kandungannya.
(Carranza, 2018)
Berikut obat-obat dan perannya dalam masa kehamilan dan menyusui
berdasarkan kategori FDA:
(Carranza, 2018)
08
Gingivektomi
Epulis Gravidarum
Eksisi atau pengambilan jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral poket
yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva sehingga didapat
gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baik. Tindakan gingivektomi dapat
dilakukan dengan menggunakan pisau bedah, electrosurgery, laser, atau bahan kimia.
Keuntungan gingivektomi adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara
sempurna, lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat sesuai keinginan
gingivektomi didasarkan pada
untuk eliminasi poket kondisi lokal yang ada dan
supraboni, eliminasi kesehatan fisik pasien yaitu pada
pembesaran gingiva, dan kondisi yang membutuhkan
eliminasi abses periodontal bedah tulang atau pemeriksaan
supraboni
morfologi tulang, situasi dimana
indikasi Kontraindikasi dasar poket lebih ke apikal dari
lipatan mukogongiva, dan
pertimbangan estetik.
(Krismariono, 2017).
Secara umum teknik gingivektomi konvensional meliputi beberapa
prosedur yang harus dilakukan secara berurutan, yaitu
Gingivektomi
1. Anastesi lokal pada regio yang akan dilakukan
konvensional tindakan.
(Krismariono, 2017).
3. Insisi pada bagian fasial dan lingual/palatal dengan pisau Kirkland,
sedangkan pada bagian proksimal dengan pisau Orban. Scalpel nomer 12 dan
Gingivektomi
15 digunakan untuk mengoptimalkan hasil insisi. Insisi dilakukan pada apikal
konvensional dari bleeding point dengan membentuk sudut 450 ke arah koronal. Insisi
diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan tulang namun tidak sampai
tulang menjadi terbuka.
(Krismariono, 2017).
Adapun teknik insisi yang dilakukan pada prosedur gingivektomi
disesuaikan dengan kondisi jaringan gingiva yang mengalami pembesaran.
Ada 2 macam teknik insisi, yaitu : insisi dengan eksternal bevel dan insisi
Teknik Insisi dengan internal bevel. Masing-masing macam insisi ini mempunyai kegunaan
yang spesifik.
(Krismariono,2017).
9
Diagnosis Banding
Epulis Gravidarum
Secara klinis dan evolusi dari perkembangannya, epulis gravidarum
sering dibingungkan dengan kondisi tumor jinak dan ganas lainnya
1. Peripheral giant cell granuloma (granuloma sel datia)
Granuloma piogenik didiagnosa banding dengan peripheral giant cell granuloma
karena secara makroskopis berupa massa pedunculated atau sessile atau nodul
cerah, kenyal dan berbatas tegas. Secara mikroskopis elemen dasar lesi adalah
hiperplasi fibroblas disertai multinucleated giant cell dan sel radang kronis. Dasar
dari peripheral giant cell granuloma tidak bertangkai, permukaannya halus atau
sedikit granular, warna merah muda atau ungu merah kebiruan. Lesi umumnya
tidak bergejala dan bersifat agresif.
(Patil, 2018)
2. Peripheral ossifying fibroma
(Suramya, 2014)
3. Centrali Gigantocelularni Granulom
Epulis congeunital, tumor sel raksasa bawaan merupakan perubahan jinak yang
langka, jaringan lunak yang muncul dari mukosa alveolus dan dapat
menyebabkan masalah pernapasan dan nutrisi pada bayi baru lahir.
6. Sarcoma Kaposi
7. Angiosarcoma
8. Non-Hodgkin lymphoma
9. Metastatic cancer
Andriyani PD, etal. Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal Pada Wanita
Hamil Trimester 3 Di Rsud Ulin Banjarmasin. Dentino. 2014; 2(1): 95-100.
Apriadhanti N, etal. Prescription Profile of Antibiotic Drugs Post Excision Biopsy of
Oral Soft Tissue Disease in Palembang. Journal of Biomedicine and Translational
Research. 2021: 234-240.
Arora V, Sethi O, Kaur S. 2020. PREGNANT WOMEN CARE IN DENTAL OFFICE:
A REVIEW ARTICLE. World Journal of Pharmaceutical Research; 9(13): 439-448.
Baric J., et al. 2016. Diferencijalna dijagnostika i liječenje dobroćudnih izraslina na
gingivi – epulis. Stomatologija Dentistry. 211-216.
Caranza, F.A., Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R. 2018. Carranza’s
Clinical Periodontology. 13th ed. Saunders Elsevier, China.
Caranza, F.A., Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., 2012, Carranza’s
Clinical Periodontology, 11th ed, Saunders Elsevier, China.
Cristi MC, Gambacorta V, Di Giovanni, et al. 2019. Increased epulis gravidarum
prevalence in women with both nasal and oral symptoms. Otolaryngol Open J.
5(1): 18-21. doi: 10.17140/OTLOJ-5-154
Favero V, et al.2021. Pregnancy and Dentistry: A Literature Review on Risk
Management during Dental Surgical Procedures. Dentistry Journal. 9(46):1-16.
Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik Pada Ginggiva. Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung . 1(2):428- 431.
Ireland R. 2017. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
Karataş, A, Tülay Ö., Sevinç R. S. 2016. Epulis gravidarum: A case report. J
Turk Ger Gynecol Assoc. 17: 187.
Krismariono A. 2017. Tatalaksana Pembesaran Gingiva dengan Gingivektomi
Konvensional. Perios; 1(1): 1-6.
Langlais RP, et al. 2020. atlas berwarna lesi mulut yang sering ditemukan.
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Patil, CL., et al. 2018. Peripheral giant cell granuloma manifestation in
pregnancy. Indian J Dent Res. 29; 678-82.
Prathip Phantumvanit et al. 2019. PREPARING DENTIST APPROACH OF
THE INDUSTRIAL REVOLUTION 4.0”. Universitas Mahasaraswati Press.
Denpasar.
Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu
Hamil di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal kebinanan stikes
Williambooth.
Shahid U, Srivastava. 2019. Protocols and Guidelines for Management of
Pregnant Women Requiring Dental Treatment: A Review. Journal of
Advanced Medical and Dental Sciences Research; 7(3): 97-102.
Shwetha Chikkaboraiah et al. 2016. Pregnancy Tumor. Journal of Health
Sciences & Research. ;7(1):23-27.
Siti Sopiatin, Ira Komara, Ina Hendiani, Indra Mustika Setia Pribadi. 2021.
GINGIVEKTOMI PEMBESARAN GINGIVA PASIEN ORTODONTIK.
Cakradonya Dent J; 13(1): 32-38.
Suwandi T. Hubungan Penyakit Periodontal pada Kehamilan dengan
Kelahiran Bayi Prematur. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu. 2019; 1(1): 53-57.
Trijani Suwandi. Penatalaksanaan Epulis Fibromatosa dengan
Electrosurgery. JKGT vol.2, nomor2. 2020 :16-20.
Thompson LD. 2017. Lobular capillary hemangioma (pyogenic granuloma) of
the oral cavity. Ear, Nose & Throat Journal, 96(7), 240-240.
Utami LD, et al., 2020. Manifestasi oral pada ibu hamil berdasarkan
perbedaan trimester kehamilan Oral manifestations in pregnant women
based on trimester differences. Padjadjaran Journal of Dental Researchers
and Students, 4(2), 81-89.
Wijaksana IKE. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal
Kesehatan Gigi. 2019; 6(2): 118-125.
Yarkac FU and Gokturk O. 2018. Pyogenic Granuloma in Pregnancy: A Case
Report. Biomed J Sci & Tech Res. 5(1): 4329- 4331.
h e L L O
Kelompok 2
Epulis Gravidarum
Dosen pembimbing: drg. Nurdiana dewii, M.dDSc., Sp. KGA.
Dosen kulpak : drg. Beta Widya Oktiani, Sp. Perio.
ANGGOTA KELOMPOK 2
Eriel Paldaouny Gandrung (1911111110015)
Gama Putra Pamungkas (1911111210029)
Melati Raihan Anidar (1911111120006)
Muhammad Hafly Fariz Asyraq (1911111210008)
Iftah Ikhfafah (1911111120001)
Qantya Auliana Alifa Rahma (1911111120014)
Muhammad Nabiel Taqiyuddin Ham (1911111310018)
Nurul Fitriyani Dewi (1911111320001)
Ni Wayan Gayatri Ayu Pramesti (1911111320003)
Reni Amirah Salsabila Fitri (1911111320020)
Resha Yusnida (1911111320033)
Afifah Rahmadella (1911111320034)
Kenapa Gusi Ku
Bengkak Hanya Di
Satu Gigi..???
Seorang pasien wanita usia 26 tahun datang ke RSGM. Ia mengeluhkan
kondisi gusinya yang bengkak, namun anehnya bengkak hanya di sekitar 1-2
giginya saja. Sudah mulai bengkak pada saat ia hamil anak pertamanya.
Pada saat menyikat gigi sering gusi tersebut berdarah. Saat ini pasien sudah
melahirkan namun kondisi gusinya tetap bengkak hanya sedikit berkurang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Hasil pemeriksaan intraoral
menunjukkan bahwa terjadi hiperplasi pada papilla interdental 13 14, gingiva
berwarna merah, mengkilat, bertangkai, dan BOP (+). Status OHI.S pasien
2,5 dan tidak terjadi kerusakan tulang.
Identifikasi & Klarifikasi istilah asing
Hiperplasi
Peningkatan jumlah sel yang berlebihan pada suatu organ
atau jaringan akibat terjadinya kelebihan proses mitosis,
Pembesaran jaringan yg ditandai dengan peningkatan jumlah
sel. Hiperplasi merupakan bentuk adaptasi sel, kondisi ini
biasa terjadi karena adanya jejas. Pada skenario wanita
tersebut sedang hamil. Sehingga lesi mungkin muncul akibat
ketidakseimbangan hormon saat kehamilan.
BOP
BOP adalah Bleeding on Probing yang artinya perdarahan
pada gingiva disertai dengan iritasi.
Identifikasi & Analisis Masalah
Apa diagnosis dari skenario tersebut?
Diagnosis kasus pada skenario di atas yaitu pregancy tumor atau nama lainnya yaitu epulis
gravidarum, yang dimana berhubungan pada saat kehamilan, yaitu terjadinya peningkatan hormon
estrogen dan progesteron. peningkatan hormon ini akan memacu mukosa mulut untuk memberi suatu
respon yang berlebihan terhadap trauma, trauma yang ditimbulkan yaitu evulis gravidarum ini, yang
biasanya dijumpai pada wanita hamil yang menderita morning sickness karena hormonal, morning
sickness manifestasi nya pada rongga mulut yaitu terjadinya erosi asam pada gigi sehingga dapat
menyebabkan kebersihan rongga mulut yang buruk sehingga menghasilkan akumulasi plak dan
kalkulus, dan menstimulasi pembentukan granuloma. epulis gravidarum ini biasanya dimulai saat
trimester kedua dan sering terjadi pada regio anterior.
EPIDEMIOLOGI
MANIFESTASI DEFINISI ETIOLOGI
KLINIS
PEMERIKSAAN
EPULIS GRAVIDARUM PENUNJANG
PENCEGAHAN
KOMPILKASI PATOGENESIS
PROGNOSIS DIAGNOSIS
BANDING
TATALAKSANA
Sasaran Belajar
1. Mengetahui Definisi Epulis Gravidarum
2. Mengetahui Etiologi Epulis Gravidarum
3. Mengetahui Epidemiologi Epulis Gravidarum
4. Mengetahui Patogenesis Epulis Gravidarum
5. Mengetahui Manifestasi Klinis Epulis Gravidarum
6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Epulis Gravidarum
7. Mengetahui Diagnosis Banding Epulis Gravidarum
8. Mengetahui Penatalaksanaan Epulis Gravidarum
9. Mengetahui Prognosis Epulis Gravidarum
10.Mengetahui Komplikasi Epulis Gravidarum
11.Mengetahui Pencegahan Epulis Gravidarum
Definisi
Epulis Gravidarum
DEFINISI EPULIS GRAVIDARUM
Epulis adalah nama non spesifik yang diberikan untuk pertumbuhan yang menyerupai tumor dan
pembengkakan gingiva, biasanya disebabkan oleh iritasi kronis. Epulis gravidarum merupakan lesi
yang tumbuh dengan cepat dan jinak, dan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan.
Epulis gravidarum biasanya ditandai dengan lesi berwarna merah cerah dan banyak vaskularisasi
yang kadang memiliki flek putih di permukaannya, biasanya bertangkai dan dapat mencapai
diameter 2 cm, serta tidak menimbulkan rasa sakit sehingga tidak menimbulkan keluhan berarti
selain karena ukurannya. Epulis Gravidarum adalah tumor kehamilan yang berbentuk seperti
nodul jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan sebuah ketidak nyamanan. Pada
gigi sering terinfeksi ditemukan karies atau gigi yang berlubang yang menyebabkan sakit nyeri
atau gusi bengkak pada ibu. Penyakit yang saling berkaitan akan menimbulkan suatu
komplikasi, yang menimbulkan dampak negatif bagi ibu.
• Perubahan pola makan dan kebiasaan tidak menjaga kebersihan gigi dan
mulut pada sebagian ibu hamil dapat meningkatkan risiko penyakit
periodontal
• Biofilm plak gigi dianggap sebagai faktor pencetus yang mengarah pada
pembentukan tumor gingiva. Faktor pemicu lokal lainnya juga meliputi:
mikrotrauma mukosa, impaksi makanan, dan gigi berjejal.
Secara Mikroskopis:
● Pola pertumbuhan eksofotik dikelilingi jaringan yang
normal
● Dilapisi epitel gepeng berlapis yang rata
● Terdapat sel radang limfosit dan sel plasma
● Neutrofil terdapat di superficial dari daerah ulserasi.
1. Epulis Fibromatosa
Epulis fibromatosa adalah tumor jinak yang tumbuh lambat dan lesi
yang tidak terasa sakit, akan tetapi dapat mengganggu estetik dan
pengunyahan saat makan. Etiologi epulis fibromatosa berasal dari
iritasi kronis. Tampakan klinis yang terlihat,antara lain bertangkai atau
tidak, warna agak pucat, konsistensi kenyal, batas tegas, padat dan
kokoh.
• Hiperplasi gingiva
Hiperplasia gingiva merupakan salah satu akibat pemberian beberapa obat-obatan
antikonvulsan, imunosupresan, dan calcium channel blockers. Pertumbuhan
gingiva dimulai sebagai pembesaran papilla interdental yang nyeri dan serupa
manik-manik, meluas dari marginal gingiva fasial dan lingual.
a. Sarkoma Kapossi
Diagnosis banding lainnya adalah sarkoma Kapossi yang merupakan neoplasia vaskuler multisistem yang ditandai
dengan adanya lesi mukokutan berwarna keunguan dan disertai edema di sekitar organ terdekat yang terkena. Beberapa
pasien ini berhubungan dengan kondisi imunokompromais misalnya pada pasien HIV.
(Hasan and Rahmat, 2006; Kshiragar and Balamurugab, 2018; Kusumawardani and Robin, 2018).
Komplikasi
Epulis Gravidarum
Komplikasi epulis gravidarum
Banun K. 2013. Penyakit Periodontal dan Komplikasi Kehamilan. J. K. G Unej; 10(3): 110.
Christi MC. 2019. Increased Epulis Gravidarum Prevalence in Women with Both Nasal and Oral Symptoms. Orolaryngology Open
Journal; 5(1): 18-21.
Cheng, G. et al. (2021) ‘Experience in the treatment of gingival tumors with different characteristics during pregnancy’, West China
Journal of Stomatology, 38(6), pp. 718–725.
Daftar Djais AI, Astuti LA. 2014. Penatalaksanaan Hiperplasi Gingiva Disebabkan oleh Penggunaan Amlodipine: Sebuah Laporan Kasus.
As-Syifaa. 6(2): 125-134.
Pustaka Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik pada Ginggiva. JK Unila. 1(2): 430.
Hasan CY, Rahmat MM. 2006. Penatalaksanaan epulis gravidarum maksila sinistra. Maj.Ked. Gi; 13(2).
Jasmine TJ. 2020. Dental Management in Pregnancy. Clinical Dentistry. XIV; 17-22.
Kshirsagar T, Balamurugan. 2018. Role of Sex Hormones in Periodontium during Pregnancy: A Review. IJADS; 4(4): 169-170
Kusumawardani, B. and Robin, D. M. C. (2018) Penyakit Dentomaksilofasial. Malang: Intermedia.
Lawalata TOH, et al. 2010. Granuloma Piogenik Multipel. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 22(2): 152.
Leepel MB. 2016. Epulis Fisuratum Akibat Pemakaian Gigi Tiruan Lengkap yang Longgar. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. 3(4).
Manovijay B, Rajathi P, Fenn SM et al. 2015. Recurrent Epulis Granulomatosa: A Second Look. Journal of Advanced Clinical & Research
Insight. 2: 140-142
Mubarak H, Rasul I, Nurwahida. 2020. Penatalaksanaan Giant Fibromatous Epulis: Sebuah Laporan Kasus. Makassar Dental Journal. 9(2):
128-130.
Prihastari L, Andreas P. 2015. Faktor Antesenden Perilaku yang mempengaruhi Utilisasi Pelayanan Kesehatan Gigi Ibu Hamil (Studi
Pendahuluan di RSUD Banjarbaru). Majalah Kedokteran Gigi Indonesia; 1(2): 208-215.
Praba FN, Rahardjo BD. 2012. Penatalaksanaan Ekstirpasi Epulis Fibromatosa Ukuran Besar Pada Gingiva Rahang Bawah dengan Anastesi
Lokal. Majalah Kedokteran Gigi. 19(1):59.
Daftar Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil Di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal
Kebidanan;6(1): 1-69.
Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal (Relationship between pregnancy and periodontal disease). Jurnal PDGI;
Pustaka
63(3): 71-77.
Sun WL, Lei LH, Chen LL. 2014. Multiple Gingival Pregnancy Tumors with Rapid Growth. Journal of Dental Sciences. 9:290-291.
Soeprapto A. 2017. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. Jembatan Merah: Yogyakarta.
Stiawan SM, Aini I, Mildiana YE. 2017. ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY “I” DENGAN KEHAMILAN FISIOLOGIS
DI BPM HJ DAYAROH, SST DS. SEMBUNG PERAK JOMBANG. Midwifery Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika
Jombang. 13 (1): 51-55.
WIJAKSANA, I. Komang Evan. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal Kesehatan Gigi, 2019, 6.2: 118-125.
Hasan CY, Rahmat MM. 2006. Penatalaksanaan epulis gravidarum maksila sinistra. Maj.Ked. Gi; 13(2).
Leepel MB. 2016. Epulis Fisuratum Akibat Pemakaian Gigi Tiruan Lengkap yang Longgar. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
3(4).
Ask question?
18 Oktober 2021
EPULIS GRAVIDARUM
Dosen Pembimbing: drg. Deby Kania Tri Putri, M. Kes.
Dosen Pakar: drg. Beta Widya Oktiani, Sp. Perio.
KELOMPOK 1
Anggota Kelompok
1. Brachmedio Barito Syech Erlangga 1911111210022
2. Fitria Ulfah Rahman 1911111220016
3. Indah Lestari Puspaningtias 1911111220024
4. Dhiya Salma Azminida 1911111220005
5. Diba Eka Diputri 1911111220021
6. Radhia Mufida 1911111120017
7. I Made Yudha Dharmawan 1911111310005
8. Aqshall Ilham Safatullah 1911111310026
9. Muhammad Rizki Fadhil 1911111310037
10. Deswyne Diangsari 1911111320019
11. Novi Tiara Lestari 1911111320028
12. Amilia Ariyani 1911111320032
SKENARIO
Kenapa Gusi Ku Bengkak Hanya Di Satu Gigi..???
Seorang pasien wanita usia 26 tahun datang ke RSGM. Ia
mengeluhkan kondisi gusinya yang bengkak, namun
anehnya bengkak hanya di sekitar 1-2 giginya saja. Sudah
mulai bengkak pada saat ia hamil anak pertamanya. Pada
saat menyikat gigi sering gusi tersebut berdarah. Saat ini
pasien sudah melahirkan namun kondisi gusinya tetap
bengkak hanya sedikit berkurang. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik. Hasil pemeriksaan intaoral
menunjukkan bahwa terjadi hiperplasi pada papilla
interdental 13 14, gingiva berwarna merah, mengkilat,
bertangkai, dan BOP (+). Status OHI.S pasien 2,5 dan
tidak terjadi kerusakan tulang.
IDENTIFIKASI & KLARIFIKASI ISTILAH ASING
Hiperplasi
BOP (+)
DEFINISI
PROGNOSIS EPIDEMIOLOGI
KOMPLIKASI ETIOLOGI
EPULIS GRAVIDARUM/
PREGNANCY TUMOR
FAKTOR
TATALAKSANA
PREDISPOSISI
DIAGNOSIS
PATOFISIOLOGI
BANDING
PEMERIKSAAN
SASARAN BELAJAR
DEFINISI EPULIS
GRAVIDARUM
Epulis gravidarum didefinisikan sebagai lesi
hiperplastik dan inflamasi yang berasal dari
mukosa bukal terutama dari jaringan gingiva
tampak bengkak, berwarna merah dan mudah
berdarah. Terjadi pada trimester pertama
sampai ketiga, mereda pada bulan ke-9 dan
beberapa hari setelah melahirkan.
(Cristi MC et al., 2019; Stiawan SM et al., 2017; James dan William D, 2016; Praba FN
dan Rahardjo BD, 2012).
02
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H EPIDEMIOLOGI Meeting with Company A
(Cristi MC et al., 2019; Stiawan SM et al., 2017; Wijaksana IKE, 2019; Yoto H et al., 2013).
03
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H ETIOLOGI
Meeting with Company A
Konsentrasi Hormon
Seks
(Soulissa, 2014; Christi MC, 2019; Zhu et al., 2016; Rahmawati, 2017).
05
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H PATOFISIOLOGI Meeting with Company A
(Soulissa, 2014)
PATOFISIOLOGI
Selain itu terdapat penurunan sel limfosit-T yang matang yang merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan perubahan respon jaringan terhadap plak. Selain
peningkatan jumlah P. intermedia, kadar progesteron yang meningkat selama masa
kehamilan juga dapat memicu terjadinya peradangan gingiva dengan menghambat
produksi interleukin-6 (IL-6). Interleukin-6 berfungsi menstimulasi diferensiasi
limfosit B, limfosit T dan mengaktifkan sel makrofag dan sel NK, dimana sel-sel
tersebut berperan menyerang dan memfagositosis bakteri yang masuk ke sirkulasi
darah, sehingga dengan dihambatnya produksi IL-6 mengakibatkan gingiva rentan
terhadap peradangan. Progesteron juga berperan dalam proses produksi
prostaglandin (PGE2) di mana PGE2 merupakan mediator yang poten dalam respon
inflamasi. Prostaglandin sendiri berperan sebagai imunosupresan, sehingga
mengakibatkan peradangan gingiva semakin meningkat
(Soulissa, 2014)
06
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
PEMERIKSAAN KLINIS
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H
Meeting with Company A
DAN PENUNJANG
APRIL 15, 2021 - 15H
EPULIS GRAVIDARUM
Meeting with Company A
PEMERIKSAAN EPULIS GRAVIDARUM
Anamnesa
Dokter gigi harus bekerja sama dengan
dokter kandungan serta mengetahui
riwayat kesehatan pasien menyeluruh
dan penilaian fisik sangat penting
untuk mencapai diagnosis yang benar,
seperti bagi ibu hamil yang tekanan
darahnya tinggi harus dirujuk ke dokter
kandungan.
(Wijaksana, 2019).
PEMERIKSAAN KLINIS
EPULIS GRAVIDARUM
Bentuknya berdungkul, Biasanya memanjang dari
lunak, kemerahan margin gingiva.
(eritematosa), eksofitik
Epitel yang menutupi lesi ini
Dapat tumbuh hingga lebih
sangat tipis, dan pada area
dari diameter 2 cm.
ulserasi.
EPULIS GRAVIDARUM
Biasanya muncul pada Permukaan halus atau berlobus
gingiva anterior atau gingiva dan mungkin eksudat fibrin
bukal maksila, tumbuh pada menutupinya.
bagian interdental.
Warnanya dapat berkisar dari Biasanya terjadi pada masa
merah muda hingga merah akhir trimester pertama atau
cerah hingga ungu atau coklat. trimester kedua kehamilan.
(Jalali, V., et al., 2018; Newman, M., 2015; Wijaksana, 2019; Omisakin, et al., 2020)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Jalali, V., et al., 2018; Newman, M., 2015; Wijaksana, 2019; Omisakin, et al., 2020)
07
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H
Meeting with Company A
DIAGNOSIS
MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H
Meeting with Company A
APRIL 15, 2021 - 15H
BANDING
Meeting with Company A EPULIS GRAVIDARUM
DIAGNOSIS BANDING
Peripheral
Giant Cell
Granuloma
(PGCG)
(Henriko R, 2016; Patil CL, et al., 2018).
08
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H TATALAKSANA Meeting with Company A
03 Obat-Obatan
(Nisha, S., et al.,2018; Wijaksana, 2019; Barzegar M, et al., 2018; Newman, M., 2015)
09
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
JUNE 25, 2021 - 12H JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A Meeting with Company A
JULY 11, 2021 - 11H MARCH 22, 2021 - 15H
Meeting with Company A
AUGUST 8, 2021 - 16H KOMPLIKASI Meeting with Company A
Omisakin, O., et al. 2020. Pregnancy epulis: Case series among pregnant women in
Kaduna, Northern Nigeria. African Journal of Oral Heatlh Sciences; 7(1):1-8.
Patil, CL., et al. 2018. Peripheral giant cell granuloma manifestation in pregnancy. Indian J
Dent Res. 29; 678-82.
Praba FN, Rahardjo BD. 2012. Penatalaksanaan Ekstirpasi Epulis Fibromatosa Ukuran
Besar Pada Gingiva Rahang Bawah dengan Anastesi Lokal. Majalah Kedokteran Gigi.
19(1):59.
Rahmawati, D., & Mayong, O. P. (2017). Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di
Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal Kebidanan, 6(1), 26-34.
Shahid U, Srivastava. 2019. Protocols and Guidelines for Management of Pregnant
Women Requiring Dental Treatment: A Review. Journal of Advanced Medical and
Dental Sciences Research; 7(3): 97-102.
Soulissa AG. 2016. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal PDGI; 63(3): 72-
74.
Stiawan SM, Inayatul A, Yana Em. 2017. Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny “I”
Dengan Kehamilan Fisiologis Di Bpm Hj Dayaroh, Sst Ds. Sembung Perak Jombang.
Midwifery Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang; 13(1): 51-55.
DAFTAR PUSTAKA
Utami, L. D., Hidayat, W., & Sufiawati, I. (2020). Manifestasi oral pada ibu hamil
berdasarkan perbedaan trimester kehamilan Oral manifestations in pregnant women
based on trimester differences. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and
Students, 4(2), 81-89.
Wijaksana IKE. 2019. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal
Kesehatan Gigi. 6(2): 118-125.
Yoto H, Anindita PS, Mintjelungan C. 2013. Gambaran gingivitis pada ibu hamil di
Puskesmas Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Menado. E-Gigi J. 1(2).
Zhu. YG, et al. 2016. Initial Periodontal Therapy for The Treatment of Gingiva Pregnancy
Tumor. Genetics and Molecular Research; 15(2): 2-8.
TERIMA KASIH
2
ADD A FOOTER 3
WHO
CLASSIFICATION
2017
4
• Kasus terbanyak
• Pleimorphic adenoma
• Myoepithelioma
• Canalicular adenoma
• Cystadenoma
• Diduga berasal dari intercalated duct yang
tersimpan di unit secretory
• Neoplasma sering terjadi pada dewasa,
benjolan tidak sakit
ADD A FOOTER 5
• Lokasi terbanyak di palatum, diikuti bibir atas
Tumor jinak glandula saliva yang terdiri dari sel
epitel (ductal), myoepitel sel dan chondromyxyxoid
stroma
• Diduga berasal dari intercalated duct yang berdiferensisai ke arah duktus,
myoepital dan stroma
• 84% di glandula parotis
• Bisa juga di submandibular, sublingual, lacrimal, dan glandula saliva minor
• Terapi : Eksisi dengan pembersihan margin
• HPA : Punya 3 komponen
1. Epitel (ductal), membentuk lapisan dalam kista atau tubulus
2. Sel myoepitel,
• sebagai lapisan luar kista dan tubulus.
• Tersebar didalam stroma myxoid
• Dapat berupa plasmacytoid, spindle, epithelioid, clear atau
stellate
3. Stroma
• Dapat berupa myxoid, chondroid atau myxochondroid
• Dapat hialin atau fibrotic 6
• Jarang terjadi reccurence,
• Bisa terjadi transformasi ganas apabila berlangsung lama, tetapi jarang terjadi
Tumor dengan myoepitel sel TANPA sel epitel
HPA :
• Etiologi
• Diduga berasal dari intercalated duct yang tersimpan di unit secretory
• Dirintis oleh diferensiasi melalui ductal, myoepitel, acinar, onococyctic, clear,
nonspecific glandular cells
• HPA
ADDdilihat
A berdasarkan
FOOTER pola pertumbuhan, morfologi, infiltrasi di stroma, kelenjar 10
sekitar, perineural invasi (invasi kanker keruang di sekitar saraf ciri metastasis &
poor prognosis)
Tumor kelenjar liur tidak berkapsul yang terdapat
proliferasi mucous, epidermoid, columnar, dan sel
intermediate yang invasi ke dalam stroma
11
Infiltrative tumor kelenjar liur yang memiliki
gambaran polymorphic (berbeda-beda)
2. Pola tubular:
• true duktus dikelilingi oleh sel myoepitel, kebanyakan memiliki kombinasi
pola cribriforn dan tubular
3. Pola solid:
• sel basaloid dengan inti yang tidak bersudut, inti kecil, mitotic activity,
• sering rekuren, prognosis buruk, invasi perineural
B • DD :
• Polymorphous low grade adenocarsinoma
• Epimyoepithelial carsinoma
A
• Metastasis ke paru, kelenjar limfa, tulang
A. Pola cribriform (di atas),
pola tubular (di bawah); • Perineural invasion
B. Area tubular dengan • Terapi :
dikelilingi sel myoepitel; • Eksisi dengan pembersihan margin + radioterapi
C. Pola solid, sel
menunjukkan variasi C
13
ukuran dan bentuk inti dan
kromatin kasar
Infiltrative tumor kelenjar liur yang
memiliki gambaran polymorphic
(berbeda-beda) dalam satu tumor
Acinic cell adenocarsinoma Pola microcystic
• Sering terjadi di mukosa bukal dan bibir
• Tumor tersering no 2 pada anak setelah
mucoepidermoid carsinoma
• Terjadi di kelenjar liur mayor
• HPA :
• Infiltrative tumor dengan 4 pola solid, microcystic,
papillary-cystic dan follicular
• DD :
• Mucoepidermoid carsinoma
• Papillary cystadenocarsinoma
• 12% rekuren, 8% metastasis, 6% kematian
14
• Terapi : Eksisi dengan pembersihan margin +
radiasi Pola solid Pola papillary-cystic
Tumor yang terdapat proliferasi clear sel
berbagai bentuk dengan stroma hyalization
• HPA :
• Proliferasi clear sel yang berbentuk lembar, tali,
sarang, atau trabekula
• Stroma hyalization
• Kadang terdapat invasi perineural
• Jarang terdapat atipia dan nekrosis
• DD :
• Clear cell mucoepidermoid carsinoma
• Clear cell odontogenic carsinoma
FKG ULM
FABRIKAM
TUMOR NON ODONTOGEN
( W H O C L A S S I F I C AT I O N 2 0 1 7 )
FABRIKAM
OSTEOMA
• Definisi : Lesi tulang mesenkim osteoblas yang terdiri dari
diferensiasi jaringan tulang matur yang bersifat jinak dan
ditandai oleh pertumbuhan tulang yang abnormal.
• Etiologi : genetik, bahan kimia, trauma, limfedema
kronis, infeksi.
• Histopatologi
• terdapat dua bentuk, antara lain compact osteoma
dan cancellous.
• Compact osteoma tampak jaringan tulang yang padat
dan relative sedikit osteosit,
• cancellous tampak ruang trabekula lebih lebar
dengan korteks lamella tulang. FABRIKAM
MELANOCYSTIC NEUROECTODERMAL TUMOR OF
INFANCY
• Insidensi terbanyak pada bayi baru lahir
• HPA:
sampai tahun pertama kehidupan
• Rasio laki-laki dan perempuan adalah • Satu bagian lesi memberikan
6: 7 gambaran sel-sel besar,
• Manifestasi Klinis : polygonal, membentuk struktur
1.Bersifat jinak, tetapi mempunyai seperti alveolar.
kecenderungan tumbuh cepat
• sitoplasma pucat yang banyak,
2.invasi pada tulang sekitar lesi
inti pucat dengan kromatin kasar.
3.tidak ulseratif
Sel tumor biasanya mengandung
4.kadang berpigmen, dan berwarna pigmen melanin, yang
biru atau kehitaman.
menyebabkan secara klinis lesi
5.Lesi intraoral biasanya berupa massa
berwarna biru kehitaman.
bulat atau menonjol.
FABRIKAM 5
CHONDROMYXOID
FIBROMA
• Tumor tulang jinak yang relatif tidak HPA:
umum dengan diferensiasi
• (A) Menunjukkan arsitektur lobular
kartilaginosa.
dengan sel-sel stellata sentral dalam
• Terjadi pada rentang usia rata-rata =
matriks miksoid dan area
48,6 tahun
hypercellularity yang berdekatan.
• Ukuran rata-rata = 6. 0 cm
• (B) Area miksoid menunjukkan sel
• Asimtomatik
stellata dan spindle. Pembuluh darah
• Pria > wanita
berdinding tipis yang menonjol dapat
terlihat. Giant sel berinti banyak
FABRIKAM 6
DESMOPLASTIC FIBROMA
Etologi :
• Tumbuh dari stem sel mesenkim didalam
tulang
• Trisomy 8 dan 20 (jarang)
Klinis :
• 80% di pasien usia < 30 th
• 85% di mandibula
• Pembengkakan rahang
• Kadang sakit
• Ro”: radiolusen dengan perforasi cortical
HPA :
• Proliferasi fibroblas & myofibroblast di
collagenized stroma
• Stroma hialin
• Minimal sitologi atipia dan mitosis
Terapi :
• Eksisi dengan pemberihan margin
FABRIKAM 7
FIBROUS DYSPLASIA
• Struktur tulang normal tergantikan dengan jaringan ikat fibrous,
dengan tulang trabekular yang tampak seperti anyaman
HPA :
• Kelainan ini termasuk jarang dan merupakan 7% dari seluruh
tumor jinak tulang • Stroma matriks kolagen
• Epidemiologi : Ditemukan pada usia kanak-kanak dan sebagian dengan sel fibroblas
besar terjadi pada dewasa muda (sebelum 30 tahun). Wanita
• Menunjukkan karakter
lebih sering dengan perbandingan 3:1
trabekula tulang
• Melibatkan satu tulang (Monostotik) atau beberapa tulang
(Poliostotik) irreguler seperti
Chinese writing dengan
• Gejala Klinis:
adanya ruang fibrosis
• Nyeri tumpul yang memberat saat beraktivitas
• Pembengkakan pada area tulang yang terkena
• Deformitas tulang/ kelainan bentuk tulang
• Gangguan hormonal
• Pigmentasi pada kulit umumnya berwarna coklat terang.
FABRIKAM 8
CEMENTO-OSSEUS • Histopatologi
• Ditandai dengan stroma fibrosa seluler yang berputar-putar dan atau
DYSPLASIA/ FIBROOSSEUS lepas kolagen dan area vaskularisasi
FABRIKAM 9
CENTRAL GIANT CELL
GRANULOMA
• Neoplasma osteolitik yang tidak
umum, jinak tetapi agresif dari daerah
kraniomaksilofasial
• HPA :
• banyaknya giant sel berinti banyak
yang terdistribusi merata dalam
lautan sel stroma mesenkim
berbentuk gelendong, tersebar di
seluruh jaringan ikat fibrovaskular
stroma
• mengandung area perdarahan
FABRIKAM 10
CHERUBISM
Etologi :
• autosomal dominan (kebanyakan)
• Mutasi gen SH3BP2 di kromosom 4p163
• TNF menyebabkan kehilangan tulang
Klinis :
• Bilateral multiloculated radiolusen di posterior
mandibula dan ramus asenden
• Erupsi terlambat
• Displacement gigi
• Kehilangan gigi
HPA :
• Kluster multinukleated osteoclast-like giant cell
• Proliferasi spindled dan mononuclear sel di stroma
• Fokus2 perdarahan
• Perivascular hyalin
Terapi :
• Recountouring tulang FABRIKAM 11
THANK YOU
W W W. FA B R I K A M . C O M
FABRIKAM
Drg. Amy Nindia Carabelly, M.Si
PSKG ULM
P53 in Neoplasm
P53 Normal
P53 saat
ada
kerusakan
DNA
- over 50% of human
cancers carry the loss of
function mutations in
p53 gene
- wild-type p53 has 20
minutes, mutant p53 has
2 -12 hour with an
oncogenic potential
LESI PRAGANAS
RONGGA MULUT
Oleh :
Dr. Maharani L.A.,drg SpPM
DEFINISI
• Precancerous/premalignant lesions (Lesi praganas)
Menurut WHO adalah suatu perubahan morfologi dari
suatu jaringan yang cenderung menjadi keganasan (cancer)
daripada normal.
Warnakulasriya, 2018
kriteria berikut Simptomatik dan/atau non-simptomatik
harus lesi pada mukosa yang tidak kunjung sembuh
dipertimbangkan
dalam hal
pentingnya Memiliki riwayat merokok, menginang, mengkonsumsi
diagnosis dini alkohol, infeksi HPV oral, penggunaan obat, terpapar
sinar matahari dalam jangka waktu lama,
Usia lanjut
Adanya imunodefisiensi
Warnakulasriya, 2018
LEUKOPLAKIA
DEFINISI
• Leukoplakia adalah plak yang sebagian besar berwarna putih dengan resiko
yang dipertanyakan, selain penyakit atau kelainan lain yang diketahui yang
tidak meningkatkan resiko kanker.
Warnakulasriya, 2018
Varian lain leukoplakia
1. Speckled- campuran, putih dan merah (erythroleukoplakia), tapi dominan
putih
Warnakulasriya, 2018
Homogenous Erythro Verrucous
leukoplakia Leukoplakia
leukoplakia
Warnakulasriya, 2018
Faktor resiko perubahan yg mengarah ke
keganasan
• Perempuan
• Lama durasi leukoplakia
• Leukoplakia pada non-perokok
• Lokasi pada lidah dan/atau dasar mulut
• Ukuran > 200 mm2
• Adanya dysplasia epitel
Warnakulasriya, 2018
Diagnosis
• Metode pewarnaan ; methylene blue (79% akurat)
• Biopsi ; pemeriksaan histopalatologi
Messadi D V, 2013
ETIOLOGI
• Idiopatik
• Predisposisi: tembakau dan alkohol
Warnakulasriya, 2018
PREVALENSI
• Bervariasi antara 0,02% dan 0,83%
• Terutama terjadi pada laki- laki usia paruh baya dan orang tua
• Daerah yang paling sering terkena adalah palatum molle, dasar mulut, dan
mukosa bukal
Patait M, 2016
MANIFESTASI KLINIS
• Makula atau plak datar, tekstur permukaan seperti beludru
• Berwarna merah terang dapat disertai bercak putih
• batas jelas
• Diameter bervariasi,
• Asimtomatik
Terdapat displasia epitel, lapisan tipis parakeratin, diferensiasi dari sel epitel, ketidakteraturan sel
basal dengan variasi ukuran dan hiperkromatisme, serta beberapa mitosis di atas lapisan sel
basal.
(Cawson & Odell, 2008)
DIAGNOSA BANDING
• Erythematous candidiasis (denture stomatitis)
• Erythema migrans
• Desquamative gingivitis
• Erosive lichen planus
• Pemphigoid
Bedah
Fisioterapi
Fisioterapi
• Latihan peregangan otot seperti balon mulut, pembukaan mulut yang kuat
menggunakan bidai dan tongkat telah dicoba sebagai terapi suportif pasca
operasi
Neoplasma Obat
malignan obatan
Diabetes
Agen
dan
hipertensi PREDISPOSISI infeksi
Trauma Autoimun
Kebiasaan Imunodefis
iensi
Stress Alergi
makanan
PREVALENSI
• Mempengaruhi 0,5% - 2,0% dari populasi umum
• Risiko relatif adalah 3,7% pada orang dengan berbagai oral habit
• Terendah (0,3%) pada bukan pengguna tembakau
• Tertinggi (13,7%) pada orang yang merokok dan mengunyah tembakau
• Sering terjadi pada orang setengah baya dengan usia 30-60 tahun
• Wanita > pria
• Jarang terlihat pada anak-anak
• Mempengaruhi semua kelompok ras, orang kulit putih lima setengah kali lebih mungkin
terserang penyakit ini dibandingkan ras lain
Gupta, S. 2015
MANIFESTASI KLINIS
• Lesi papula putih, abu-abu, beludru, seperti benang yang memancar dalam susunan
linear, annular, dan retiform membentuk kisi-kisi khas, patch retikuler, cincin dan
goresan.
• Sebuah titik putih yang tinggi muncul di persimpangan garis putih yang dikenal
sebagai striae Wickham dibandingkan dengan striae Wickham di kulit.
• Lesi tidak menunjukkan gejala
• Bilateral / simetris di mana pun di rongga mulut, tetapi paling umum pada mukosa
bukal, lidah, bibir, gingiva, dasar mulut, langit-langit mulut dan dapat muncul
berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum munculnya lesi kulit.
• Paling umum • Paling • Lesi merah • Mirip dengan • Bentuk ini • Paling jarang
• pola renda signifikan difus leukoplakia jarang terjadi
yang halus • lesi • menyerupai • Plak • Papula putih • Blister
seperti simptomatik kombinasi homogen kecil dengan (lepuh) yang
asimptomatik yang sering dua bentuk berwarna striae halus di membesar
yang disebut dikelilingi klinis, seperti keputihan pinggirannya dan
"Wickham oleh striae adanya yang ireguler cenderung
striae" dalam keratin karakteristik melibatkan pecah,
bentuk bercahaya striae putih dorsum lidah meninggalkan
simetris dengan dari jenis dan mukosa permukaan
bilateral dan tampilan retikular yang pipi yang
melibatkan jaringan dikelilingi mengalami
mukosa oleh area ulserasi dan
posterior pipi eritematosa nyeri.
dalam banyak Nikolsky sign
kasus mungkin
positif.
kutaneus
LP
Papules Pruritic
Dr.Maharani L.A,drg.,SpPM
DEFINISI
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Toluidine Blue
4. Brush biopsi
5. Pembedahan : eksisi dan insisi
6. Molecular genetic markers
DIAGNOSIS BANDING
Akibat radiasi :
• Akut :
– Toxisitas langsung jaringan rusak timbul pada minggu
ke II, membaik setelah 2 – 4 minggu dihentikan
• Kronis :
– Penurunan suplai darah atrofi epitel
– Fibrosis jar. ikat dan otot atrofi dan rasa terbakar pada
mukosa, gangguan fungsi rahang
– Asini kelenjar saliva rusak
– Hipovaskuler dan hiposeluler pd tulang
osteoradionekrosis
Akibat Khemoterapi
• Efek langsung :
– Mucositis, xerostomia, neurotoxicyti
• Efek tak langsung :
– Infeksi, perdarahan oral
• Efek samping :
– tergantung dosis berulang dan kombinasi radiasi ;
menekan pementukan sel baru penipisan epitel
• Tidak semua khemo menyebabkan,
• Penyebab a.l : bleomycin, vinblastine, vincristine,
adriamycin, methotrexate, dactinomycin,
mitomycin, hydromyurea.
• Klinis :
– Terutama terjadi pada mukosa oral yang tidak
berkeratin
– Lesi putih hyperkeratinisasi dan edema
intraepitel
– Lesi merah hyperemia dan penipisan epitel
– Erosi dan ulserasi, tertutup pseudomembran
– Rasa terbakar, nyeri, xerostomia, hilang
pengecapan
– Penderita neutropenia sepsis systemik
Penatalaksanaan
• Oral hygiene
• Mencegah infeksi
• Pemberian antiinflammatory agents
• Menghambat ROS
• Mengubah fungsi saliva
• Azelastine, cryotherapy, glutamine,
coating agents,terapi laser, GH
DIAGNOSIS
• Berdasarkan anamnesis dan gambaran
klinis
• Tingkat keparahan mukositis akibat radiasi
dapat dilihat melalui kadar plasma
glutamyl-cysteinyl-glycine (GSH)
DIAGNOSIS BANDING
• Erythema multiforme
• Stomatitis alergika
PERAWATAN
• Oral pretreatment untuk menjaga OH
harus dilakukan sebelum terapi kanker
• Stop alkohol dan pemakaian tembakau
• Terapi radiasi dalam dosis yang dibagi
(ada masa istirahat)
• Topikal :
– Anaestetikum topikal (misalnya lidokain, benzocain
Hcl, Dyclonine Hcl, Dipenhidramin Hcl)
– Kortikosteroid in orabase
– Tacrolimus ointment
– Kumur benzydamine 0,15%
– Diluting agent ( Saline, Kumur Bikarbonat, Air,
Hidrogen peroksida 1%)
Systemik :
– Kortikosteroid misal : prednison 15 – 20
mg/hr, 2 – 3 minggu dikombinasi dengan B
komplex
– Suplemen Zinc sulfat
– Amifostine (radioproteksi kimia) untuk
mencegah mukositis dan disfungsi kelenjar
saliva
Terima Kasih
Kelainan Darah
Tujuan Instruksional
UMUM KHUSUS
✗ Membuat diagnosis klinis kelainan darah ✗ Menjelaskan definisi kelainan darah (anemia dan leukemia)
(anemia dan leukimia) sendiri ✗ Menjelaskan etiologi kelainan darah (anemia dan leukemia)
berdasarkan pemeriksaan fisik dan ✗ Menjelaskan epidemiologi kelainan darah (anemia dan leukemia)
pemeriksaan penunjang sederhana ✗ Menjelaskan patogenesis kelainan darah (anemia dan leukemia)
✗ Menjelaskan diagnosis kelainan darah (anemia dan leukemia)
✗ Menentukan kapan pasien dengan
✗ Menjelaskan diagnosis banding kelainan darah (anemia dan leukemia)
kelainan darah (anemia dan leukemia)
perlu dirujuk kepada spesialis yang ✗ Menjelaskan penatalaksanaan kelainan darah (anemia dan leukemia)
sesuai
2
Hello!
drg. Selviana R Pramitha
Departemen Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Lambung Mangkurat
3
1
PENDAHULUAN
Let’s start with the first set of slides
Disebut jaringan karena
mengandung sel-sel terspesialisasi
yang serupa dengan fungsi khusus
2011)
5
Komponen Darah
Plasma Sel Darah
Air Eritrosit
Protein
Trombosit
Albumin
Globulin Leukosit
Sitokin Limfosit
Lipid Fagosit
Glukosa
6
✗ Laki-laki ✗ Perempuan
7
HEMATOPOIESIS
Sel induk pluripoten
berdiferensiasi menjadi
sel limfopoetik dan
hematopetik
8
9
Komponen Darah
10
PLASMA DARAH
✗ Media transport nutrisi dan produk limbah
metabolism untuk sekresi
✗ Komposisi: 90% air, protein, lipid, glukosa, dan
komponen inorganik
11
SEL DARAH - Eritrosit
✗ Media transport oksigen dan limbah metabolism
untuk disekresi
✗ Jumlah rata-rata eritrosit 5 juta mm3
✗ Bentuk memudahkan difusi oksigen
✗ Bikonkaf (penampang lebih luas)
✗ Tipis (mudah difusi eksterior ke interior)
✗ Struktur memungkinkan ikatan dg oksigen
✗ Tanpa nucleus
✗ Hemoglobin
12
Nilai Absolut eritrosit
Komponen Laki-laki Perempuan
13
ERITROPOIESIS
BFU-E
Eritropoietin menstimulasi
Penurunan kadar Ginjal menghasilkan Hematopoietic Stem Cells
O2 di ginjal eritropoietin (HSC)
CFU-E
Eritrosit
14
15
SEL DARAH - Leukosit
✗ Jumlah normal 4,500 – 11,000 mm3
✗ Bentuk:
✗ Memiliki nucleus
✗ Independently motile
✗ Lack of hemoglobin
16
✗ Three major classes berdasarkan fungsinya:
✗ Lymphocytes (specific recognition)
Limfosit B,limfosit T, NK cells
✗ Monocytes (fagositosis)
Macrophages
17
LEUKOCYTE FORMATION
18
19
SEL DARAH - Trombosit
✗ Fragmen sel kecil yang berasal dari
megakariosit
✗ Jumlah normal 150.000-400.000 mm3
✗ Untuk hemostasis, pencegahan dan control
perdarahan
✗ Struktur:
✗ Tidak bernukleus
✗ Tidak mampu berproliferasi
20
Kelainan Darah
Rusaknya fungsi sistematis atau susunan dari normal (Oxford Languages, 2020)
Jumlah
Ukuran
Struktur
21
2. ANEMIA
22
Definisi
Kondisi dimana sel darah
merah mengalami
penurunan jumlah,
volume atau defisiensi
hemoglobin.
23
KLASIFIKASI
24
Megaloblastik Anemia
✗ Macrositik anemia pernisiosa autoimun
atropi mukosa gatritis atau karena obat (cth
penythoin)
✗ Defisiensi asam folat, vit B12, zat besi
✗ MCV diatas normal
25
Megaloblastik Anemia
✗ Etiologi : intake kurang atau perdarahan
(menstruasi, gastrointestinal bleeding)
✗ Normositik - Mikrositik
✗ Tahapan Defisiensi Besi :
1. Pre latent : fe berkurang tetapi hb dan serum ferritin
normal
2. Latent 1: fe habis, serum feritin berkurang, hb normal
3. Latent 2: fe habis, serum ferritin berkurang, hb turun
26
Anemia Hemolitik
✗ Terjadi kerusakan eritrosit
✗ Waktu hidup sel eritrosit kurang dr 100 hr
✗ Faktor instrinsik mengalami kerusakan
✗ Etiologi : obat-obatan tertentu , penyakit Sickle
cell disease (diwariskan autosomal ressesive
dg kondisi Hb abnormal)
27
Klasifikasi Berdasarkan Struktur
✗ Makrocytic anemia
✗ Ukuran lebih besar dari normal karena gangguan produksi RBCs
✗ Normocytic anemia
✗ Struktur normal tp terdapat penurunan jumlah RBCs
✗ Simple microcytic anemia
✗ Ukuran lebih kecil dari normal
✗ Microcytic hypochromic anemia
✗ Ukuran lebih kecil dan kadar hemoglobin rendah Ukuran Corpus RBCs
Mikrositik MCV<80fl
Normositik MCV 80-96 fl
Makrositik MCV>96fl
Hemoglobin Concentration
Hipokromik MCH<28 pg,
Normokromik MCH 33-36 pg
28
Epidemiologi
✗ 1.62 juta ✗ Highest in pre- ✗ Lowest in men
milyar school
populasi children
(24.8%)
29
Patofisiologi kelainan RM
akibat anemia
31
Penatalaksanaan
✗ Ob kumur Benzydamin Hcl 3 x 1 sesudah
makan
32
Rujuk
✗ Persistent unexplained anemia
✗ Suboptimal response to oral iron therapy
✗ B12 deficiency of uncertain cause requiring
further investigation
33
3. leukemia
34
Definisi
Proliferasi klona sel
induk hemapoietik yang
mengalami gangguan
diferensiasi, regulasi dan
apoptosis
35
Klasifikasi
✗ Myeloid ✗ Lymfoblastik
✗ Akut ✗ Akut
✗ Kronis ✗ Kronis
36
Leukemia akut
✗ Acute Myelogenic ✗ Acute Lymphoblastic
Leukemia (AML) Leukemia (ALL)
✗ Myeloblast ✗ Sel limfatik yang
neutrophil, jarang belum matang
sekali myeloblast ✗ Pada anak-anak
monosit (75%) dan
✗ Remaja dan orang dewasa (10-15%)
dewasa
37
✗ AML ✗ ALL
38
Leukemia Kronis
✗ Chronic Myelogenic ✗ Chronic Lymphocytic
Leukemia (CML) Leukemia (ALL)
✗ Myelocytes ✗ Benign
✗ Usia 30-60 ✗ Limfosit dalam
darah
✗ Usia di atas 50
tahun
39
40
Etiologi
✗ Belum ✗ Radiasi ✗ Genetik
diketahui ✗ Kemoterapi
✗ Kelainan
✗ Senyawa kimia
kromosom
pabrik
/kromoso
✗ Benzene m
Philadelp
hia
41
Epidemiologi
✗ 2.9% of all ✗ 4.1% cancer
cancer death
42
patogenesis
Mutasi gen HSC Diferensiasi MPP
Myeloblast
Translokasi chromosome
22 dan 9 (BCR-ABL) CML Myelocyte
Lymphblast
Lymphocyte
43
Diagnosis
✗ Klinis ✗ Easy bruising and ✗ Penunjang
bleeding (lack of
✗ Penurunan platelets) ✗ Pemeriksaan darah
leukosit dan ✗ Ptechial hemorrage on lengkap
eritrosit hard and soft palate
(myelophthisic ✗ Gingival hemorrhage ✗ Biopsi sumsum tulang
anemia) ✗ Ulceration
■ Pemeriksaan
✗ Gingival enlargement kromosom
✗ Fatigue philadelphia
44
Perbedaan Klasifikasi Leukimia
Akut Kronik
Berkembang secara cepat Berkembang secara lambat
Perlu penatalaksanaan segera Penatalaksanaan dapat ditunda
Umum pada usia muda Umum pada usia yang lebih dewasa
Gejala dan manifestasi berat, karena: Dapat bersifat asimptomatik, karena:
a. Hemapoietic crowding (kepadatan sum-sum a. Diferensiasi menjadi eritrosit dan megakariosit
diisi myeloblast/lymphoblast sehingga untuk menjadi platelet tidak terpengaruh
mencegah pembentukan sel darah yang karena peningkatan diferensiasi terjadi dari
lain) tahap myeloblast menjadi myelocyte
b. Mutasi gen menyebabkan myeloid stem cell b. Myelocyte sudah memiliki sejumlah granula
lebih banyak berdiferensiasi menjadi yang merupakan mediator inflamasi untuk
myeloblast drpd erythroblast maupun pertahanan tubuh
megakaryocyte c. Lymphocyte pada CLL sudah matang untuk
c. Myeloblast dan lymphoblast tidak matang pertahanan tubuh
sehingga fungsi pertahanan tubuh menurun
45
46
Diagnosis Banding
Polisitemia vera
✗ Persamaan:
1. Pemeriksaan darah peningkatan leukosit
2. Secara klinis splenomegaly & hepatomegaly
perdarahan.
✗ Perbedaan:
1. Sel termutasi bukan hanya myeloid, tetapi juga erythroid &
megakaryocyte.
2. Hasil biopsi tidak ada fibrosis bone marrow.
1. Tidak ada kromosom philadelphia.
47
Penatalaksanaan
✗ Rujuk ✗ Kemoterapi
✗ Sp.PD ✗ Tirosin kinase inhibitor
(Hematologi- ✗ Allogenic HSC transplantation
Onkologi)
48
✗ Leukemia Akut
1. ALL kemoterapi & kortikosteroid leukemia CNS.
2. AML, pasien cepat mengalami kematian setelah
didiagnosiskemoterapi & obat-obat antikanker.
3. Anemia berattransfusi darah
4. Transplantasi bone marrow
5. Rongga Mulut mencegah infeksi lebih parah
obat kumur klorhexidin 0,2 % dan tetracyclin
49
✗ Leukemia Kronis
Pada CML
1. Monitoring gejala leukemia akut
2. Busulfan kemoterapi & radiasi transplantasi bone
marrow
Pada CLL
1. Chlorambucil & Fludarabin
2. Bila muncul gejala anemia & limfadenopati kemoterapi
Pada Rongga Mulut perawatan rutin
50
Panduan Rujukan
✗ Rujukan ke Sp Patologi Klinik:
✗ Pucat yang tidak biasa
✗ Kelelahan ekstrim (fatigue)
✗ Demam tinggi
✗ Pembesaran kelenjar limfe
✗ Nyeri tulang yang tidak hilang
✗ Memar atau perdarahan tanpa alasan yang jelas
51
52
BENIGN LESIONS
drg. Selviana Rizky
TUJUAN INSTRUKSIONAL
Mahasiswa mampu:
— ALBERT EINSTEIN
1. APA ITU
BENIGN
BENIGN NEOPLASM
LESIONS?
BENIGN LESION
Topik MK membahas mengenai benign
white oral mucosal lesion yang terdiri
dari:
Smokers’ Palate
Leukoedema
Morsicatio
Hairy Tongue
01
DEFINISI BENIGN LESIONS
ETIMOLOGI BENIGN LESION?
LESION
Perubahan abnormal pada
jaringan atau organ akibat
cidera atau penyakit
BENIGN (Merriam-Webster, 2020)
BENIGN LESION:
Tidak memiliki efek Pertumbuhan mukosa oral
membahayakan (Oxford yang tidak membahayakan
Languages, 2020) tubuh (Cash et al, 2010)
02
MACAM-MACAM BENIGN LESIONS
Benign white oral mucosal lesions
A. SMOKELESS TOBACCO KERATOSIS EPIDEMIOLOGI
Asia Selatan, US, Skandinavia
US - 3% (Male (6%): Female (0.3%)
High School Stud – 7% (11:3)
DEFINISI ETIOLOGI
Reaksi toksik kelompok senyawa non- Produk smokeless tobacco:
homogen melalui metode aplikasi
intraoral: chewing tobacco, moist nitrosamine, polycyclic hydrocarbon,
snuff, dry snuff aldehyde, heavy metal, polonium 210
MANIFESTASI KLINIS
Kondisi ringan lipatan mukosa, kondisi berat
white leathery lesion. Histopatologi
menunjukkan hiperkeratinisasi, akantosis,
vakuolisasi epitel, derajat inflamasi.
DIAGNOSIS BANDING
Leukoplakia (derajat displasia)
B. SMOKER’S PALATE EPIDEMIOLOGI
0.1 – 2.5%
Umumnya pada pria yg sering
menggunakan pipe tobacco, cigarrete,
inverse smoking
DEFINISI ETIOLOGI
Lesi putih (leathered) pada palatum • Suhu panas dari rokok
perokok a.k.a nicotine stomatitis • Kombinasi suhu dan komposisi
kimia rokok
MANIFESTASI KLINIS
Palatum berwarna putih, iritasi eritematus, titik
kemerahan ductus kelenjar saliva asesoris yang
membesar (metaplasia). Histopatologi
menunjukkan hyperkeratosis, akantosis, inflamasi
subepitel ringan.
DIAGNOSIS BANDING
Oral leukoplakia, denture stomatitis
C. FRICTIONAL KERATOSIS EPIDEMIOLOGI
• 2-7% populasi
• Meningkat pada pengguna rokok
dan konsumsi alkohol
DEFINISI ETIOLOGI
Lesi putih tanpa ada kemerahan pada Trauma minor menstimulasi epitelium
mukosa rongga mulut karena adanya untuk produksi keratin
peningkatan friksi
MANIFESTASI KLINIS
• Lesi putih tanpa elemen kemerahan
• Pada daerah yang mudah mengalami friksi
seperti daerah edentulous alveolar ridge.
• Tanpa gejala
DIAGNOSIS BANDING
Homogenous leukoplakia (perbedaan
kombinasi elemen klinis, daerah yang
terlibat dan demarkasi diffuse)
D. LEUKOEDEMA EPIDEMIOLOGI
50% pada populasi Kaukasia, lebih
sering ditemui populasi berkulit hitam,
tidak ada prediliksi jenis kelamin
DEFINISI ETIOLOGI
Lesi putih merupakan varian normal Belum diketahui, diduga respon iritasi
rongga mulut lokal
MANIFESTASI KLINIS
• Lesi putih seperti beludru
• Dapat bilateral pada mukosa bukal, kadang
pada tepi lidah
• Jika diregangkan hilang
DIAGNOSIS BANDING
Leukoplakia
E. WHITE SPONGE NEVUS EPIDEMIOLOGI
• 1 : 200.000 populasi
• Umumnya pada masa remaja
• Tidak ada prediliksi jenis kelamin
DEFINISI ETIOLOGI
Penyakit autosomal dominan disertai Mutasi gen koding keratin epitel tipe K4
penetrans tinggi. dan K13
MANIFESTASI KLINIS
• Lesi putih dengan peninggian
• Tepi ireguler
• Berbentuk fisur atau plak
• Tanpa gejala, dapat disertai dispagia jika terjadi di
esofagus
DIAGNOSIS BANDING
Leukoplakia
Candidal leukoplakia
E. MORSICATIO EPIDEMIOLOGI
• Banyak ditemui pada populasi yang di bawah
stress atau tekanan psikologis
• Prevalensi meningkat pada wanita dan usia
lebih dari 35 tahun
DEFINISI ETIOLOGI
Chronic chewing of oral mucosa Kebiasaan parafungtional
(mengunyah/menggigit) yang terjadi
secara kronis
MANIFESTASI KLINIS
• Bilateral pada anterior mukosa bukal
• Penebalan, shreded, berwarna putih dengan
daerah kemerahan, erosi dan ulserasi traumatik
lokal
DIAGNOSIS BANDING
Smokeless tobacco
Linea alba
Leukoedema
G. HAIRY TONGUE EPIDEMIOLOGI
Bervariasi, 0.5-1% pada orang dewasa
DEFINISI ETIOLOGI
Gangguan deskuamasi pada papila Belum diketahui secara pasti
filiform Predisposisi: OH buruk, perubahan komposisi
mikroflora, antibiotik dan obat imunosupresif,
kadidiasis oral, konsumsi alkohol berlebih,
inaktivitas rongga mulut, terapi radiasi.
MANIFESTASI KLINIS
• Papila memanjang lebih dari 3 mm
• Pada sepertiga posterior lidah atau pada seluruh lidah
• Warna dapat mengikuti konstituen makanan atau
komposisi mikroflora
• Rasa tidak nyaman (malodor) dan mengganggu estetik
DIAGNOSIS BANDING
Oral hairy leukoplakia, OSCC
03
PEMERIKSAAN
You could enter a subtitle here if you need it
PEMERIKSAAN FISIK
01 02
Inspeksi Palpasi
03 04
Evaluasi fungsi Olfaksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
01 02 03
Biopsi Interpretasi
(pengambilan sampel jaringan) (pembacaan preparat)
Histopatologi
(pewarnaan)
E.REAKSI
WHITESMOKELESS
SPONGE NEVUS
TOBACCO SMOKERS’ PALATE
Hiperkeratosis, akantosis, Hiperkeratosis, akantosis, inflamasi
vakuolisasi atau edema kaya subepitel derajat rendah, metaplasia
glikogen kelenjar saliva asesoris
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com
Laporan Kasus
Abstrak
Angka kejadian tumor kelenjar liur adalah sekitar 3-4 % dari semua tumor di kepala dan leher. Karsinoma
mukoepidermoid dapat melibatkan kelenjar parotis. Sering terjadi pada orang dewasa, wanita memiliki risiko lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Metode terapi utama dalam pengobatan karsinoma mucoepidermoid adalah reseksi
bedah. Terapi radiasi tanpa kemoterapi telah terbukti efektif sebagai modalitas tambahan terapi setelah terapi bedah.
Dilaporkan suatu kasus karsinoma mukoepidermoid pada seorang perempuan usia 18 tahun dengan keluhan bengkak
yang mengeluarkan cairan di bawah telinga kiri sejak 10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan histopatologi dikonfirmasi
adalah suatu karsinoma mukoepidermoid. Ditatalaksana dengan parotidektomi superfisial dan dilanjutkan dengan
ajuvan radioterapi. Karsinoma mukoepidermoid adalah suatu karsinoma pada kelenjar liur dengan gejala berupa
benjolan yang dirasakan tanpa gejala. Reseksi bedah adalah terapi utama pada karsinoma mukoepidermoid,
radioterapi tanpa kemoterapi adalah terapi ajuvan untuk karsinoma mukoepidermoid.
Kata kunci: karsinoma mukoepidermoid, tumor kelenjar liur, parotidektomi
Abstract
The incidence of salivary gland tumors is about 3-4% of all tumors in the head and neck. Mucoepidermoid
carcinoma may involve the parotid gland. Often occurs in adults, women have a higher risk than men. The main
therapeutic methods in the treatment of mucoepidermoid carcinoma is surgical resection. Radiation therapy without
chemotherapy has been shown to be effective as an additional modality therapy after surgical therapy. Reported a
case of mucoepidermoid carcinoma in a woman aged 18 years with complaints of swelling a discharge below the left
ear since 10 years ago. On histopathologic examination confirmed is a mucoepidermoid carcinoma. Patient was
treated by superficial parotidectomi and followed by adjuvant radiotherapy. Mucoepidermoid carcinoma is a carcinoma
of the salivary glands, the most frequently encountered are usually painless, lump often without any symptoms.
Surgical resection is the primary therapy in mucoepidermoid carcinoma, radiotherapy without chemotherapy is
adjuvant therapy for mucoepidermoid carcinoma.
Keywords: mucoepidermoid carcinoma, salivary gland tumor, parotidectomy
Affiliasi penuli: 1. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Karsinoma mukoepidermoid ini sering
Andalas Padang.
ditemukan pada wanita dewasa pada usia dekade ke
Korespondensi: adrian_erindra@yahoo.com Telp: +62 8126725184
tiga hingga ke enam kehidupan. Biasanya kelenjar
parotis yang terkena adalah unilateral, walaupun ada
PENDAHULUAN ditemukan kejadian yang bilateral. 2,3,4
Karsinoma mukoepidermoid adalah neoplasma
Karsinoma mukoepidermoid pada kelenjar liur
ganas yang paling sering ditemukan pada kelenjar liur
ini, berdasarkan temuan mikroskopis dibagi menjadi 3
mayor dan minor. Karsinoma mukoepidermoid ini
klasifikasi, yaitu low grade, intermediate dan high
adalah tumor ganas terbanyak yang paling sering
grade. Penentuan klasifikasi sangat penting untuk
terjadi di kelenjar parotis.1,2
menentukan tatalaksana dan prognosis. mukoepidermoid merupakan 35% dari semua jenis
Penatalaksanaan tumor ini tergantung kepada keganasan kelenjar liur mayor dan minor, dan urutan
klasifikasi, dimana penatalaksanaan tumor low grade ke-3 terbanyak pada kelenjar liur minor setelah
dan intermediate berbeda dengan penatalaksanaan adenokarsinoma dan adenoid kistik. 4,5,7
pada tumor high grade.4,5 Insiden lebih banyak ditemukan pada
perempuan dan cenderung meningkat pada dekade ke
Kelenjar Parotis 3, sedangkan umur rata-rata onset adalah dekade ke-
Kelenjar parotis adalah sepasang kelenjar liur 5, wanita lebih sering dibandingkan pria dengan
terbesar dengan berat rata-rata 15-30 gram, berlokasi perbandingan 3:2 berdasarkan penelitian di Amerika
di regio preauricula sepanjang permukaan posterior Serikat.5,7,9,10
mandibula. Masing-masing kelenjar parotis dibagi atas Karsinoma mukoepidermoid biasanya
lobus superfisial dan lobus profunda oleh saraf fasialis. diklasifikasikan sebagai Low grade atau high grade
Lobus superfisial menutupi permukaan lateral otot tumor. Namun, beberapa ahli patologi juga
masseter disebut sebagai kelenjar bagian lateral dari mencantumkan intermediate grade. Tumor low grade
saraf fasialis. Lobus profunda terletak di medial saraf memiliki proporsi sel-sel mukosa lebih tinggi
fasialis, berlokasi diantara prosesus mastoideus dari dibandingkan dengan epidermoid. Lesi ini lebih seperti
1,2,4,5,6
tulang temporal dan ramus mandibula. tumor jinak tapi mampu merusak jaringan lokal dan
Kelenjar parotis berbatasan di bagian superior bermetastasis. Tumor high grade memiliki proporsi sel
dengan arkus zigomatikus, di bagian inferior ekor dari epidermoid yang terbanyak. Mungkin sulit untuk
kelenjar parotis meluas ke bawah dan berbatasan membedakan dari karsinoma sel skuamosa. Lesi high
dengan margin anteromedial dari otot grade adalah tumor yang agresif dengan
sternokleidomastoideus. 1,2,6 kecenderungan tinggi untuk metastasis. Lesi
Kelenjar parotis mengalirkan sekresinya ke Intermediate grade bersifat seperti tumor high
grade.7,9,10
dalam rongga mulut melalui duktus Stensen, yang
lokasinya berada di mukosa pipi pada garis oklusal Tumor yang low grade, biasanya berbatas
gigi. Panjang duktus Stensen kurang lebih 4-7 cm, tegas, mirip dengan adenoma pleomorfik, tumbuh
muncul dari anterior kelenjar parotis. Duktus ini keluar lambat tanpa disertai rasa sakit merupakan ciri khas
dari permukaan lateral otot masseter, menembus tumor ini. Secara histopatologi terdapat empat jenis
jaringan lemak pipi dan otot businator. Ujung saluran sel yang teridentifikasi yaitu sel penghasil musin, sel
ini berada di mukosa pipi berhadapan dengan gigi skuamousa, sel intermediate dan sel jernih. Tumor ini
molar atas kedua. Kelenjar parotis aksesorius dapat telah dibagi atas jenis low grade dan high grade. Pada
ditemukan di sepanjang bagian anterior kelenjar dan tumor low grade ini biasanya tidak melibatkan saraf
fasialis, namun sebaliknya pada varian tumor high
pada duktus Stensen, berkisar 20 %.2,4,5
grade saraf fasialis ini sering terlibat. Tumor ini
merupakan 35% dari seluruh jenis tumor pada kelenjar
Karsinoma Mukoepidermoid
liur, 67% diantaranya terdapat pada kelenjar parotis
Karsinoma mukoepeidermoid adalah tumor
dan 33% pada kelenjar liur minor. Meskipun tumor ini
kelenjar liur yang terdiri dari sel skuamosa neoplastik,
dapat terjadi pada remaja, namun insiden tertinggi
sel penghasil mukus dan sel epitel dari jenis
ditemukan pada orang dewasa. Umur rata-rata
intermediate. Tumor mukoepidermoid ini kemungkinan
7,9,10
berasal dari sel epitel pelapis duktus yang berpotensi penderita adalah 45 tahun.
mengalami metaplasia.5,7
Karsinoma mukoepidermoid pertama kali Radiologi
didiskripsi oleh Masson dan Berger pada tahun 1924. Sebagai bagian dari pemeriksaan di setiap lesi
Sejak saat itu, karsinoma ini lebih dikenal sebagai kepala dan leher dengan kecurigaan terhadap
suatu neoplasma pada kelenjar air liur. Karsinoma keganasan, radiologi memegang peran yang penting,
infiltrasi lokal dan memiliki bentuk yang padat. Lesi High 5-6
(MRI) sering digunakan untuk lebih memperjelas mukoepidermoid low grade mungkin cukup dilakukan
karakteristik jaringan lunak tumor dan menentukan eksisi bedah primer dengan hasil yang baik. Jika lesi
apakah terdapat invasi perineural. Umumnya tumor primer terbatas pada parotis dengan saraf fasialis
low grade akan memiliki sinyal T1 yang rendah dan yang utuh, bisa dilakukan eksisi dengan preservasi
T2 tinggi karena komponen kistik yang lebih tinggi, saraf fasialis. Beberapa penelitian telah dilakukan
sedangkan tumor high grade akan memiliki sinyal T1 mengenai pengobatan karsinoma mukoepidermoid
dan T2 rendah.9,12,13 dan sampai saat ini belum ada protokol tetap untuk
penatalaksanaannya. Salah satu studi terbesar
Mulai dari bedah eksisi primer dengan diseksi leher kiri sejak 10 tahun yang lalu, mengeluarkan cairan
bila kelenjar getah bening terlibat dan diikuti dengan bening, tidak berwarna dan tidak berbau. Mula-mula
radiasi ajuvan.14,16 benjolan kecil, semakin lama semakin membesar,
Pada pasien tumor high grade sering tidak sejak 5 tahun yang lalu bengkak pecah sendiri dan
ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening mengeluarkan cairan bening yang tidak berbau. Saat
regional secara klinis. Padahal hampir 40% pasien ini benjolan seukuran lebih kurang sebesar bola tenis
tumor high grade melibatkan kelenjar getah bening (Gambar 1). Air liur dirasakan tidak bertambah
regional, sedangkan tumor low grade tidak ditemukan atau berkurang. Tidak terdapat hidung tersumbat,
pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini sering
hidung berdarah, pandangan ganda, telinga
menimbulkan keraguan untuk melakukan diseksi berdenging, telinga terasa penuh, keluar cairan dari
leher.14,16 telinga, kebas dipipi kanan, maupun wajah mencong.
Tidak terdapat nyeri menelan, sukar menelan, sukar
datang pada tanggal 13 Juli 2015 ke poliklinik THT-KL Pasien di diagnosis kerja dengan tumor regio parotis
dengan keluhan utama benjolan dibawah daun telinga dekstra (Gambar 1).
Pada pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus adrenalin 1: 200.000, pada lokasi yang akan diinsisi.
(BAJAH) tanggal 13 Juli 2015, no PA SSD.0479-15 Dilakukan insisi didepan tragus, menyusuri daun
ditemukan aspirasi cairan kecoklatan. Mikroskopik telinga sampai tip mastoid, kemudian dilanjutkan insisi
tampak kelompokan sel inti monomorf dengan kohesif dilanjukan ke retroaurikula hingga daerah tepi tumor
kuat, sebagian tampak dengan stroma fibromiksoid dengan mengelilingi tumor. Batas insisi 2mm di daerah
dan fibrillar. Gambaran sitologi memberikan kesan tepi tumor. Jaringan tumor dibebaskan dari jaringan
suatu lesi jinak parotis, kemungkinan adenoma sehat di sekitarnya, sampai bertemu jaringan sehat
pleomorfik. dibawah tumor (arah medial), kemudian diidentifikasi
Pada pemeriksaan tomografi komputer parotis mastoid, otot sternokleidomastoideus dan otot
tanggal 25 Juni 2015, tampak massa padat dengan digastrikus venter posterior,identifikasi kartilago tragus
komponen kistik multiloculated yang mengobliterasi (tragal pointer). Tampak cabang utama dari saraf
kelenjar parotis kiri, batas tak tegas, tepi ireguler yang fasialis dan ditelusuri, dilakukan eksisi jaringan tumor,
melibatkan kutis dan sub kutis. Ukuran 5,5x6x6,67cm. tampak bagian jaringan yang sudah mengalami
Memberikan kesan massa di regio parotis kiri suspek infeksi. Dilakukan diseksi dan pengangkatan tumor.
tumor parotis yang mendorong nasofaring kiri Perdarahan dirawat, dilakukan pemasangan drain,
(Gambar 2). dilakukan penjahitan luka operasi lapis demi lapis
Hasil laboratorium darah dalam batas normal. dan terakhir dilakukan penjahitan kulit dengan
Berdasarkan data klinis diatas, pasien di diagnosis Prolene 5.0, operasi selesai.
dengan adenoma pleomorfik parotis sinistra dan Pasca operasi diberikan terapi injeksi
direncanakan parotidektomi superfisial. antibiotik sefoperazon 2x1 gram intra vena (iv), injeksi
deksametason 3x5 mg (iv), injeksi ranitidin 2x50 mg
(iv), tramadol 50mg drip dalam larutan Ringer Laktat 8
jam/kolf. Pasca operasi hari pertama tidak ditemukan
wajah mencong, tidak dijumpai pipi kebas dan demam.
Pada drain terdapat darah ± 50 cc, status lokalis
telinga, hidung dan tenggorok dalam batas normal.
Pemeriksaan saraf fasialis, House-Brackmann (HB) I.
Pada hari ke-3 pasca operasi, tidak ada wajah
kebas dan demam, drain darah ±5 cc, dilakukan
pembukaan perban dan drain, didapatkan luka operasi
tenang, terapi deksametason dihentikan dan diganti
dengan thinoridine HCl 3x1 tablet. Hasil pemeriksaan
histopatologi dengan hasil tampak dibawah epitel
Gambar 2. CT Scan potongan Axial.
berlapis gepeng proliferasi hebat sel kelenjar dengan
sel pleomorfik, inti vesikuler, nukleoli nyata. Sebagian
Pada tanggal 10 agustus 2015, dilakukan
tumbuh memadat, sebagian menunjukkan adanya
operasi parotidektomi superfisial dengan preservasi
musin, banyak jaringan ikat, jaringan fibrotik yang
saraf fasalis atas indikasi adenoma pleomorfik parotis
hebat dengan infiltrasi sel dan tampak pertumbuhan
sinistra dalam anestesi umum. Pasien tidur dengan
berpapil papil. Kesan adalah suatu karsinoma
posisi kepala lebih tinggi 30 derajat dengan wajah
mukoepidermoid kelenjar liur low grade stadium III (
mengarah kesisi kanan dalam anastesi umum,
T3N0M0) (Gambar 3).
dilakukan tindakan aseptik-antiseptik pada daerah
lapangan operasi, dilakukan infitrasi dengan obat
a b
Gambar 3. Hasil pemeriksaan histopatologi. Gambar 4. Foto pasien 15 hari post operasi.
Kasus ini sering terjadi pada daerah dengan bebas tumor pada pasien-pasien karsinoma
paparan sinar ultraviolet yang lebih tinggi. Karsinoma mukoepidermoid yang mendapat radioterapi ajuvan,
hingga follow up tahun ke 14 mencapai 90%.7 Pasien
mukoepidermoid dari kelenjar liur diyakini muncul dari
cadangan pluripotent sel dari saluran-saluran ini mendapatkan dosis radiasi sebesar 6600 centigray
ekskretoris yang mampu terdiri dari epitel skuamosa, yang terfraksinasi sebanyak 33x (setiap kali
kolumnar dan sel-sel mukosa. Angka kejadiannya pemberian dengan dosis 200 centigray).
kurang dari 10% dari semua tumor kelenjar liur,
merupakan sekitar 30% dari semua tumor ganas dari SIMPULAN
kelenjar liur mayor. Karsinoma mukoepidermoid sering Karsinoma epidermoid merupakan keganasan
mengenai kelenjar parotis.17,18 yang paling sering ditemui di kelenjar liur mayor.
Boahane et al memperkenalkan istilah Biopsi aspirasi jarum halus memilki tingkat sensitifitas
mukoepidermoid untuk menentukan tumor kelenjar liur dan spesifikasi yang tinggi pada lesi jinak tapi tidak
yang berbeda ditandai dengan pola campuran dari 2 pada keganasan. Penatalaksanaan karsinoma
jenis sel utama: epidermoid dan sel penghasil mukus. epidermoid adalah dengan reseksi bedah dan
Namun, sepertiga jenis sel, sel intermediet, yang tidak dilanjutkan dengan radioterapi ajuvant.
terdiri dari mukus atau sepenuhnya epidermoid, sering
ditemukan.7
Pemeriksaan BAJAH dalam menegakkan
DAFTAR PUSTAKA
diagnosis karsinoma epidermoid merupakan suatu hal
1. Rohan R. Walveltar Bridget C. Loehn MegluJn N.
yang sangat sulit, karena sitomorfologinya sering
Wilson. Anatomy and phisiology of salivary gland
tumpang tindih dengan lesi jinak. Juga dikemukakan
Dalam: Bailey BJ, editor (penyunting). Bailey Head
oleh tingkat akurasi dari pemeriksaan sitologi
and Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5. ,
menggunakan jarum halus hanya 37%, menyebabkan
Philadelphia: Lippincont- Raven Publisher;
sering terjadi misdiagnosis. Dimana pada kasus ini
2014.hlm.691-701.
hasil pemeriksaan BAJAH adalah suatu lesi jinak
2. Ballenger JJ. Disease of salivary gland. Dalam:
parotis, kemungkinan adenoma pleomorfik. 20,21
Lea & Febinger. Disease of the nose, throat, ear,
Studi Zerpa et al menyatakan, pemeriksaan
head & neck. Philadelphia; 1996.hlm. 507-19.
histopatologi terbaik untuk dapat menegakkan
diagnosis suatu karsinoma epidermoid adalah dengan 3. Sunwoo JB, James S, Lewis J, McJunkin J,
Sequeira SS. Malignant Neoplasms of the salivary
biopsi eksisi atau dengan menggunakan teknik bedah
glands. Dalam: Flint PW, Haughey BH, Lund VJ,
beku.22 Hal ini juga dikemukakan oleh Agravat et al
Niparko JK, Richardson MA, Robbins KT, et al,
bahwa apabila lesi tersebut bersifat kistik maka yang
sering akan terambil pada saat aspirasi hanyalah editor (penyunting). Cummings Otolaryngology
material berupa mukus, maka karsinoma epidermoid Head & Neck Surgery. Edisi ke-5. Philadelphia:
tidak akan terdiagnosis.15 Pada kasus ini juga terjadi Mosby Elsevier; 2010.hlm.1179-84.
misdiagnosis akibat dari kemungkinan material yang 4. Shah PJ. Patel SG. Salivary gland. Dalam: Head
teraspirasi adalah bagian kistik. and Neck Surgery Oncology. Edisi ke-3, Newyork:
radioterapi untuk menjalani radioterapi ajuvan. Hal ini 5. Young S, Oh Matthew S, Rusell David W. Eisele.
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Olsen et al Salivary gland neoplasm. Dalam: Bailey BJ, editor
yang melakukan follow up selama 5 tahun pada (penyunting). Bailey Head and Neck Surgery
Edisi Ke-5, Philadelphia: Lippinscot William & india. Online J Health Allied Scs. 2012;11(3):5.
Wilkins, a Wolters Kluwer business; 2014.hlm.3-17. 16. McHugh CH, Roberts DB, El-Naggar AK, Hanna
7. Boahene DO, Olsen KD, Lewis JE, Pinheiro A, EY, Garden AS, Kies MS, et al. Prognostic factors
Pankratz V, Bagniewski SM. Mucoepidermoid in mucoepidermoid carcinoma of the salivary
carcinoma of the parotid gland: The Mayo clinic glands. Cancer. 2012;118(16):3928-36.
experience. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 17. Boukheris H, Curtis RE, Land CE, Dores GM.
2004;130(7):849-56. Incidence of carcinoma of the major salivary
8. Niamtu J. Cervicofacial rhytodectomy. Dalam: glands according to the WHO classification, 1992
Dolan J, Sprehe C, editor (penyunting). Cosmetic to 2006: a population-based study in the United
Facial Surgery. Mosby; 2011.hlm. 247-69. States.
Cancer Epidemiol Biomarkers Prev.
Arrangoiz K, Papavasiliuo P, Sarcu D, Galloway T,
9. 2009;18(11):2899-906.
Ridge J, Lango M. Current thinking on malignant
18. Carlson ER, Webb DE. The diagnosis and
salivary gland neoplasm. Journal of Cancer
management of parotid disease. Oral Maxillofacial
Treatment and Research. 2013;1(1):8-24.
Surg Clin N Am 2013; 25:31-48.
10. Ho K, Lin H, Ann DK, Chu PG, Yen Y. An overview 19. Kashiwagi N, Dote K, Kawano K, Tomita Y,
of the rare parotid gland cancer. Head & Neck Murakami T, Nakanishi K, et al. MRI findings of
Oncology. 2011.hlm.3-40. mucoepidermoid carcinoma of the parotid gland:
11. Ozawa H, Tomita T, Sakamoto K, Tagawa T, Fujii correlation with pathological features. Br J Radiol.
R, Kanzaki S, et al. Mucoepidermoid carcinoma of 2012;85(1014):709-13.
the head and neck: clinical analysis of 43 patients. 20. Mahesh KU, Potekar RM, Saurabh S. Cytological
Jpn J Clin Oncol. 2008;38(6):414-8. diagnosis of mucoepidermoid carcinoma of parotid
12. Jeong HS, Chung MK, Son YI, Choi JY, Kim HJ, - A diagnostic dilemma. Int J Med Sci Public
15. Agravat AH, Dhruva GA, Pujara KM, Sanghvi HK. 23. Olsen MP, Mitchell AO, Miles EF. Postoperative
Role of fine needle aspiration cytology in salivary Radiation Therapy for Parotid Mucoepidermoid
Carcinoma. Case Reports in Oncological Medicine.
gland pathology and its histopathological
2014;2014:4.
correlation: a two year prospective study in western